khamar sebagai kenikmatan surgawi dalam qs....
Post on 31-Oct-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KHAMAR SEBAGAI KENIKMATAN SURGAWI DALAM QS.MUHAMMAD [47]: 15 (STUDI KOMPARATIF PENAFSIRANFAKHR AL-DIN AL-RᾹZĪ DAN SAYYID QUṬB)
Muhammad Fadel Eldrid1113034000205
JAKARTA1441 H/2020 M
KHAMAR SEBAGAI KENIKMATAN SURGAWI DALAM QS.
MUHAMMAD [47]: 15 (STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN
FAKHR AL-DIN AL-RᾹZĪ DAN SAYYID QUṬB)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Muhammad Fadel Eldrid
1113034000205
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
i
ABSTRAK
Muhammad Fadel Eldrid
Khamar Sebagai Kenikmatan Surgawi Dalam QS. Muhammad [47]: 15
(Studi Komparatif Penafsiran Fakhr al-Din al-Rāzī dan Sayyid Quṭb).
Penelitian ini ingin menunjukkan makna khamar yang terkandung dalam
QS. Muhammad [47]: 15. Di dalam al-Qur’an sendiri yang menggambarkan
tentang khamar yaitu: QS. al-Baqarah [2]: 219 dan QS. an-Naḥl [16]: 67
sebagai bahaya dan manfaat, QS. aṣ-Ṣāffāt [37]: 47, QS. Muhammad [47]:
15, QS. aṭ-Ṭūr [52]: 23, dan QS. al-Insān [76]: 17 sebagai ahli surga, QS.
al-Māidah [5]: 90-91 sebagai pengharaman penuh, QS. al-Baqarah [2]: 219,
QS. an-Nisā [4]: 43, QS. an-Naḥl [16]: 67 sebagai tahapan-tahapan dalam
pengharaman khamar, serta QS. an-Nisā [4]: 43 sebagai faktor
pengharamannya.
Tujuan penelitian ini adalah, untuk mengetahui bagaimana khamar di
dalam surga dalam perspektif al-Qur’an. Serta menguraikan persamaan dan
perbedaan dalam penafsiran QS. Muhammad [47]:15 terkait makna khamar
antara kecenderungan pandangan Fakhr al-Din al-Rāzī dan Sayyid Quṭb.
Sedangkan metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah
metode Komparatif, yaitu membandingkan pendapat antara kedua mufasir
dalam menafsirkan suatu ayat.
Selanjutnya hasil yang dapat penulis simpulkan dari penelitian ini adalah
bahwa dalam melakukan penafsiran, Fakhr al-Din al-Rāzī dan Sayyid Quṭb
sama-sama menggunakan metode tahlīlī. Metode yang mereka gunakan
yaitu dengan cara meneliti semua aspeknya. Namun dalam corak
penafsirannya, terlihat perbedaan antara kedua mufasir di mana Fakhr al-
Din al-Rāzī lebih kepada corak Bi al-Ra’yi dengan menggunakan akal atau
pemahamannya sendiri, sedangkan Sayyid Quṭb lebih kepada corak harakī
yaitu pergerakan penafsir dalam masyarakat dengan pergerakan atau
manhaj al-Qur’an untuk memengaruhi kaum muslimin kearah yang lebih
baik berdasarkan al-Qur’an.
Kata Kunci: Khamar, Kenikmatan Surgawi, Fakhr al-Din al-Rāzī, dan
Sayyid Quṭb.
ii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرهحمن الرهحيم
Tiada kata yang pantas untuk dihaturkan selain rasa syukur atas rahmat
dan hidayah-Nya yang senantiasa penulis rasakan setiap waktu. Hanya Dia
Tuhan Maha Kasih yang telah memberikan nikmat sehat dan iman, serta
petunjuk kepada penulis sehingga kata demi kata bisa penulis rangkum
menjadi sebuah karya tulis ilmiah (skripsi) yang akan penulis serahkan
sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata 1 di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dialah Tuhan Maha Sayang yang
senantiasa memberikan kekuatan kepada penulis disaat penulis merasa lelah
untuk menyelesaikan penelitian ini.
Shalawat serta salam seiring kerinduan akan senantiasa tercurahkan
kepada baginda Rasul Muhammad saw. beserta keluarga dan para
sahabatnya yang telah memperjuangkan Kalamullah yang sempurna
sehingga dapat tersampaikan pula dengan begitu sempurna kepada kita
sebagai ummatnya sampai akhir zaman.
Dengan ini, penulis menyadari betul bahwa skripsi yang berjudul
“KHAMAR SEBAGAI KENIKMATAN SURGAWI DALAM QS.
MUHAMMAD [47]: 15 (STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN
FAKHR AL-DIN AL-RᾹZĪ DAN SAYYID QUṬB)” tidak akan
terselesaikan tanpa adanya banyak sosok yang senantiasa mendampingi
baik secara langsung maupun tidak langsung, memberikan semangat
dengan penuh cinta dan kasih sayang, memberikan sumbangsih moral
ataupun moril kepada penulis dengan penuh kesabaran. Oleh karena itu,
dengan segenap kerendahan hati, penulis rasa wajib kiranya untuk
mengungkapkan rasa terimakasih itu kepada mereka:
iii
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA., selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuludin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Quran dan
Tafsir, dan Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH, selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Al-
Quran dan Tafsir beserta segenap jajaran pengurus Fakultas Ushuluddin
yang telah banyak membantu mempermudah proses administrasi dalam
perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.
4. Muslih M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah
membuka wawasan dan memberikan banyak masukan untuk skripsi ini,
ucapan terimakasih saja belum cukup untuk menggantikan jasa – jasa yang
diberikan, akan tetapi hanya doa terbaik yang bisa saya panjatkan,
terimakasih untuk semua yang telah bapak berikan kepada saya, semua jasa-
jasa bapak tidak akan saya lupakan.
5. Dr. Masykur Hakim, MA., selaku penasihat akademik yang telah
membantu penulis selama dalam masa perkuliahan.
6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang dengan kebaikan dan
kemurahan hatinya baik secara sadar dan tidak sadar telah mendorong
penulis untuk pantang menyerah sebelum menang dalam menggali
kedalaman dan keindahan kitab suci al-Qurān serta ke-Uswah-an Nabi
Muhammad saw.
7. Kedua orang tua tercinta, sepertinya ucapan terimakasih tidaklah
cukup atas semua yang telah diberikan, sejak lahir sampai beranjak dewasa,
anakmu ini terlalu sering mengecewakan mu, anakmu selalu berdoa akan
kesehatan mu dan segalanya yang terbaik untuk kalian, terimakasih Papa
dan Mama sudah bersabar untuk mendidik dan membesarkan anakmu ini,
iv
skripsi ini saya persembahkan untuk Papa dan Mama, semoga kalian
senantiasa selalu dalam lindungan Allah SWT.
8. Adik kandung, Muhammad Harits Eldrid, yang selalu
menyemangati agar uda dapat segera menyelesaikan skripsi ini, terimakasih
karena ocehan dan semangatmu, uda dapat segera menyelesaikan skripsi
ini.
9. Penulis juga berterimakasih kepada uwa-uwa, terutama uwa Ainun
dan uwa Aris, atas segala bentuk dukungan sehingga penuli dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis uncapkan terimakasih kepada
kakak-kakak sepupu, M. Ferdiansyah, Ersyad Tonnedy, Ervan Tonnedy,
Erisya Indah Rahmania, dan Ria Rahmania atas segala bentuk dukungan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Penulis sampaikan terimakasih kepada sahabat dan teman
seperjuangan, Much. Hamiem, Salman al-Farisi, Abdul Barry, Ubaidillah,
Abdurrahman Faris Rasyid, M. Solihin, M. Faqih, Moh. Didi Maldini,
Sadam Husein, Serta keluarga besar Tafsir Hadis angkatan 2013 dan
keluarga besar Rumah Nenek yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
namanya.
Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terimakasih dan seuntai doa
senantiasa penulis haturkan kepada mereka agar senantiasa segala
kebaikannya dibalas oleh Allah swt dengan balasan yang setimpal. Ᾱmīn yā
rabb.
Ciputat, 23 Januari 2020
Hormat Saya
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 4
C. Batasan Masalah .......................................................................... 4
D. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 5
F. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................ 5
G. Metode Penelitian ........................................................................ 8
H. Sistematika Penulisan .................................................................. 9
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURGA DAN KHAMAR
A. Khamar ....................................................................................... 11
1. Definisi Khamar .................................................................... 11
2. Peradaban Khamar Dalam Masyarakat Arab ................... 13
3. Klasifikasi Ayat-ayat Tentang Khamar .............................. 17
B. Surga ........................................................................................... 19
1. Definisi Surga ........................................................................ 19
2. Kenikmatan Surga ................................................................ 21
BAB III BIOGRAFI FAKHR AL-DIN AL-RĀZĪ DAN SAYYID
QUṬB
A. Fakhr al-Din al-Rāzī .................................................................. 27
1. Riwayat Hidup Fakhr al-Din al-Rāzī .................................. 27
vi
2. Metode dan Corak Tafsir Mafātīḥ al-Ghaib ...................... 30
3. Karya-Karya Fakhr al-Din al-Rāzī ..................................... 33
B. Sayyid Quṭb ................................................................................ 33
1. Riwayat Hidup Sayyid Quṭb ................................................ 33
2. Metode dan Corak Tafsir Fī Zilāl al-Qur’ān ..................... 39
3. Karya-Karya Sayyid Quṭb ................................................... 41
BAB IV ANALISI PENAFSIRAN QS. MUHAMMAD [47]: 15
MENURUT FAKHR AL-DIN AL-RᾹZĪ DAN SAYYID QUṬB
A. Tafsir Mafātīḥ al-Ghaib QS. Muhammad [47]: 15 ................. 43
B. Tafsir Fī Zilāl al-Qur’ān QS. Muhammad [47]: 15 ................ 48
C. Analisis Komparatif ................................................................... 51
BAB V PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 57
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987
1. Padana Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf
Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
ṡ es dengan titik atas ث
J Je ج
ḥ ha dengan titik bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Ż zet dengan titik atas ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
ṣ es dengan titik bawah ص
ḍ de dengan titik bawah ض
ṭ te dengan titik bawah ط
ẓ zet dengan titik bawah ظ
viii
Koma terbalik di atas hadap kanan „ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Qi ق
K Ka ك
L El ل
M Em ـم
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ‟ ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ـــ
I Kasrah ـــ
U Dammah ـــ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ـــ ي
Au a dan u ـــ و
ix
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ᾱ a dengan topi di atas ىا
Ī i dengan topi di atas ىي
Ū u dengan topi di atas ىو
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah
maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-
dîwân.
5. Syaddah (Tasydȋd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda (ـــ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan
tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
Misalnya, kata ( ورةلضرا ) tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah,
demikian seterusnya.
6. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi
huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika
tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun,
jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
x
No Kata Arab Alih Aksara
قةیرط 1 Tarīqah
ةیلإسلامالجامعة ا 2 al-jāmī’ah al-islāmiyyah
دلوجوة احدو 3 wahdat al-wujūd
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskanpermulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hâmid al-Ghazālī bukan
Abû Hâmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring
(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis
dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,
demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun
akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-
Palimbani, tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak
Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
xi
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas
kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-
ketentuan di atas
Kata Arab Alih Aksara
نة Maṡalul jannati مثل ٱلج
مت قون wu'idal-muttaqụn وع د ٱلج
ر ه fīhā an-hārun ف يها أن ج
ر ب ي ة ل لش lażżatin lisy-syāribīn لذ
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.
Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu
dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nūr Khālis Majīd;
Mohamad Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-
Rahmān.
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengklasifikasian Lafadz Khamar ........................................... 17
Tabel 4.1 Analisis Komparatif Penafsiran ............................................... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengkonsumsi minuman keras adalah salah satu bentuk penyimpangan
serta budaya yang masih melekat dan sulit untuk dipisahkan dari tatanan
kehidupan masyarakat. Salah satu penyimpangan sosial ini terbentuk bukan
tanpa faktor penyebab, melainkan muncul dari beberapa faktor penarik
ataupun pendorong yang menyebabkan peniympangan itu sendiri muncul.
penyimpangan merupakan bentuk tindakan pelanggaran atas norma-norma
yang berlaku dalam tatanan sosial masyarakat.1 Begitu juga dalam agama
Islam, mengkonsumsi minuman keras atau khamar adalah salah satu bentuk
penyimpangan dan melanggar norma-norma yang berlaku dalam agama
maupun sosial.
Kata khamar berasal dari kata khamara di mana kata tersebut
mempunyai makna secara harfiah yaitu berarti menutup.2 Kajian mengenai
khamar dan narkotika memang telah menjadi kajian yang umum sekali.
Kata khamar sendiri, menurut al-Rāghīb al-Aṣfahānī, secara bahasa berarti
al-satru al-syai (penutup sesuatu).3 Pecahan-pecahannya juga mengarahkan
kearah makna yang serupa, salah satu contohnya seperti al-khimār yang
dikenal sebagai sesuatu yang dipakai untuk menutupi kepala wanita.4
Sifat menutupi sesuatu inilah yang dijadikan illat keharaman dalam
khamar, bahkan dijadikan bahan analogi (qiyas) terhadap hukum narkoba
1 Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar (Jakarta: Laboratorium Sosiologi
Agama, 2008), 205. 2 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’ān Jilid 2 (Tangerang: Lentera Hati,
2010), 171. 3 Al-Rāghīb al-Aṣfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur’ān (Dimasyq: Dār al-Qalam,
2009), 298. 4 Seperti dalam QS. Al-Nūr: 31.
2
dan narkotika dikarenaka ia memberikan dampak menghilangkan kesadaran
seseorang.5
Bagi sebagian orang, ada yang berpendapat bahwa khamar ialah segala
hal yang memabukkan,6 Tetapi sebagian lain mengatakan bahwa khamar
hanya sebatas sebuah nama untuk cairan yang berasal dari perasan anggur
yang difermentasikan, seperti ragi dalam sebuah roti.7 Al-Qur’ān telah
memberikan penjelasan tentang keharaman khamar pada ayat berikut:
يخسر ر واالخما أاي هاا الذينا آمانوا إناا الخامخ س م نخ عاما واايا م رجخ ازخلا انصااب واالخ ل الشيخطاان لخلحونا ) تانبوه لاعالكمخ ت فخ اواةا ا( إناا يريد ٩٠فااجخ ناكم الخعادا واالخب اغخضااءا ف لشيخطاان أان يوقعا ب اي خ
ر الل واعا يخسر واياصدكمخ عان ذكخ ر واالخما ف اهالخ أانتم منت اهونا ن الص الخامخة لا
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah), adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan
itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. al-Māidah [5]: 90-91).8
Dari ayat ini Allah swt telah melarang keras umatnya untuk mendekati
khamar, karena di dalamnya terdapat banyak kemudharatan bagi umat
manusia.9 Namun disaat al-Qur’ān berbicara segala hal negatif tentang
khamar terkait keharaman dan sanksinya, al-Qur’ān ternyata menyandarkan
khamar ini dalam wacana yang posistif, yakni sebagai bentuk kenikmatan
surgawi, sebagaimana disebutkan dalam QS. Muhammad: 15
5 Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Jeddah: al-Haramain, tT.), 473. 6 Ibn Manzûr, Lisān al-‘Arab (Qâhirah: Dâr al-Ma’ârif, 1119), 1260. 7 Muhammad Ṭāhir ibn ‘Asyūr, Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr, v. 26, 97. 8 DEPAG RI, Al-Qur’ân dan Terjemahnya (Semarang, CV. Asy Syifa, 1999), 177. 9 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’ān Jilid 2, 176.
3
مت قونا انة ٱلت وعدا ٱلج
ا أان ج مثال ٱلج ر م فيها ها ءااسن واأان ج
ر م ن ماء غايج مه ها لج ي ات اغاي رج طاعج ن لبار ها
ربينا واأان ج ة ل لش ر لذ ج ر م نج خا هامج فيهاا من كل واأان ج فراة م ن م نج عاسال مصافى والا ٱلثمارات واماغج
لد ف ٱلنار واسقواخ مااء رب مج كاما عااءاهمج نج هوا خايم ا ف اقاطعا أامج حا
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-
orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada
berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah
rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari
Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong
ususnya?” (QS. Muhammad [47]: 15).10
Mahmud Yunus menjelaskan dalam Tafsir al-Qur’ān Karīm bahwa
perumpamaan surga yang di dalamnya terdapat empat sungai dari air, susu,
arak dan madu. Ayat ini melukiskan bentuk kesenangan yang terdapat di
dalam surga dan tidak bisa diterangkan selain dengan perumpamaan
duniawi.11
Selanjutnya Ibn Katsīr dalam Tafsir al-Qur’ān al-‘Aẓīm, mengatakan
maksud dari lafadz ( ربينا ة ل لش ر لذ ج ر م نج خا ها yaitu bukanlah suatu minuman (واأان ج
berbau dan nikmatnya tidak seperti khamar yang ada di dunia, akan tetapi
nikmat rasa dan harum baunya seperti dalam firman Allah SWT dalam QS.
aṣ-Ṣāffāt [37]: 4712
لا فيهاا غاوخل والا همخ عان خهاا ي ن خزافونا “Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk
karenanya”.13
10 DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 832. 11 Mahmud Yunus, Tafsir al-Qurān Karīm (Jakarta: Hidakarya Agung, 2004), 752. 12 Ibn Katsīr, Tafsir al-Qur’ān al-‘Azīm (t.Tp: Dār Tayyibah, 1999), v.7, 313. 13 DEPAG RI, al-Qur’ān dan Terjemahnya, 720.
4
Dari sinilah penulis mulai tertarik untuk membahas mengenai wacana
khamar sebagai bentuk kenikmatan surgawi yang dijelaskan dalam QS.
Muhammad [47]: 15, karena kehidupan surgawi yang dibicarakan dalam al-
Qur’ān terikat erat dengan pandangan kognitif masyarakat arab sebagai
mitra bicaranya (mukhâtab).
Deskripsi di atas menjadi latar belakang penulis untuk menggali
pemaknaan lafadz khamar dengan melihat kognisi masyarakat Arab sebagai
penerima wahyu tersebut melalui penafsiran Fakhr al-Din al-Rāzī dalam
kitabnya Mafātīḥ al-Ghaib dan Sayyid Quṭb dalam kitabnya Fī Ẓilāl al-
Qur’ān. Sehingga sampailah penulis pada judul KHAMAR SEBAGAI
KENIKMATAN SURGAWI DALAM QS. MUHAMMAD [47]: 15
(STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN FAKHR AL-DIN AL-RᾹZĪ
DAN SAYYID QUṬB).
B. Identifikasi Masalah
Setelah latar belakang di atas, penulis menemukan beberapa masalah di
antaranya ialah sebagai berikut:
1. Makna khamar di dalam al-Qurān.
2. Variabel kenikmatan-kenikmatan surga dalam QS. Muhammad [47]:
15.
3. Klasifikasi ayat-ayat tentang khamar.
4. Penafsiran Fakhr al-Din al-Rāzī dan Sayyid Quṭb terhadap QS.
Muhammad [47]:15.
C. Batasan Masalah
Sesuai yang telah penulis jabarkan pada latar belakang di atas, serta
menghindari pembahasan yang terlalu melebar nantinya, maka penulis
membatasi masalah dalam penelitian ini dengan mencari pemaknaan
khamar dalam al-Qur’ān surat Muhammad ayat 15 sebagai bentuk
5
kenikmatan di dalam surga dalam perspektif pandangan dua mufasir saja
yaitu Fakhr al-Din al-Rāzī dan Sayyid Quṭb.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari pemaparan latar belakang di atas yang telah penulis
buat, maka pada penelitian ini penulis merumuskan permasalahan yaitu:
Bagaimana pemaknaan khamar dalam pandangan Fakhr al-Din al-Rāzī dan
Sayyid Quṭb pada QS. Muhammad [47]: 15?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap penelitian mempunyai tujuan serta manfaat dari penulisan.
1. Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan di antaranya :
a. Mengetahui bagaimana khamar di dalam surga dalam perspektif
al-Qur’ān.
b. Menguraikan persamaan serta perbedaan dalam penafsiran QS.
Muhammad [47]:15 terkait makna khamar antara kecenderungan
pandangan Fakhr al-Din al-Rāzī dan Sayyid Quṭb .
c. Memenuhi Tugas akhir perkuliahan sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar Strata 1 di Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
Dalam mengkaji makna Khamar sebagai suatu kenikmatan surgawi.
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada setiap pembaca dalam
memahami perluasan makna lafadz Khamar di dalam al-Qur’ān. Serta
menjadi ruang penelitian lanjutan untuk para pengkaji al-Qur’ān.
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Sebelum penulis beberapa tahun kebelakang, sudah ada beberapa yang
mengulas tentang khamar maupun kenikmatan surga baik itu dalam sudut
6
pandang al-Qur’ān, hadis terlebih banyak pada aspek hukum dan fiqh.
Namun penulis belum menemukan pembahasan secara spesifik mengenai
hakikat khamar sebagai kenikmatan surga dari sudut pandang al-Qur’ān
terutama surah Muhammad ayat 15. Adapun penelitian yang membahas
khamar dan kenikmatan surga di antaranya yaitu:
Ali Mawahib,14 “Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i Tentang Had
Khamar” dalam skripsi ini, Mawahib dalam kajian ini memfokuskan
istinbat hukum dari Imam Syafi’i dan juga mengulas beberapa keterkaitan
antara khamar dan narkoba.
Mega Rista Octavianti,15 “Visualisasi Surga dan Neraka (Kajian Tematik
Terhadap Ayat-ayat al-Qur’ān Tentang Surga dan Neraka)” dalam skripsi
ini, Mega lebih menejelaskan bentuk visualisasi kenikmatan di dalam surga
dan kesengsaraan di dalam neraka serta tahap-tahap perjalanan manusia
menuju penciptanya.
Akmaluddin,16 “Analisis Terhadap Hadits Minum Khamar Tidak
Diterima Shalat Selama 40 Hari” dalam skripsi ini, Akmaluddin hanya
membahas kualitas hadis tentang bagaimana hukum di dunia bagi peminum
khamar.
Willy Purnamasari,17 “Efektifitas Regulasi Hukuman Cambuk Terhadap
Pelaku Tindak Tindak Pelaku Minum-Minuman Keras (Khamar) dan
Perjudian (Maisir) Di Kota Langsa Aceh” dalam skripsi ini, Willy
14 Ali Mawahib, “Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i Tentang Had Khamar”
(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2007), 88. 15 Mega Rista Octavianti, “Visualisasi Surga dan Neraka (Kajian Tematik Terhadap
Ayat-ayat al-Qur’ān Tentang Surga dan Neraka)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), 68. 16 Akmaluddin, “Analisis Terhadap Hadits Minum Khamar Tidak Diterima Shalat
Selama 40 Hari” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2013),
54. 17 Willy Purnamasari, “Efektifitas Regulasi Hukuman Cambuk Terhadap Pelaku
Tindak Tindak Pelaku Minum-Minuman Keras (Khamar) dan Perjudian (Maisir) Di Kota
Langsa Aceh” (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013), 93.
7
memberikan penjelasan fenomena dalam penerapan Syari’at Islam di NAD
terutama kota Langsa.
Syafa’attus Shilma,18 “Bidadari dalam al-Qur’ān (Perspektif Mufasir
Indonesia)” dalam skripsi ini, Shilma mengumpulkan ayat-ayat di dalam al-
Qur’ān mengenai bidadari surga dengan metode maudhu’i, kemudian ia
mengkomparasinya dengan enam mufasir di Indonesia.
Abdul Halim Tarmizi,19 “Hakikat Syahwat di Surga (Studi Tafsir al-
Taḥrīr Wa al-Tanwīr Karya Ibn ‘Asyur)” dalam skripsi ini, Halim meneliti
bagaimana hakikat syahwat di surga menurut Ibn ‘Asyur dalam kitab
tafsirnya al-Taḥrīr Wa al-Tanwīr.
Moh. Faozan,20 “Pasangan di Surga Dalam Al-Qur’ân: Kajian Tematik
Dengan Analisis Semiotik Charles Sanders Peirce” dalam skripsi ini,
Faozan menerangkan bagaimana pasangan di dalam surga dengan
menganalisa lafadz azwaj serta derevasinya menggunakan semiotik Charles
Sanders Peirce.
Munawir Sajali,21 “Pelaksanaan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Hukum Jinayat Terhadap Peminum Khamar (Studi Kasus di
Wilayah Kota Banda Aceh)” dalam skripsi ini, Munawir lebih terfokus
bagaimana hukum cambuk kepada peminum khamar pada studi kasus di
kota Aceh.
18 Syafa’attus Shilma, “Bidadari dalam al-Qur’ān (Perspektif Mufasir Indonesia)”
(Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017), 91. 19 Abdul Halim Tirmizi, “Hakikat Syahwat di Surga (Studi Tafsir al-Taḥrīr Wa al-
Tanwīr Karya Ibn ‘Asyur)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2017), 51. 20 Moh. Faozan, “Pasangan di Surga Dalam al-Qur’ān: Kajian Tematik Dengan
Analisis Semiotik Charles Sanders Peirce” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018), 69. 21 Munawir Sajali, “Pelaksanaan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Hukum Jinayat Terhadap Peminum Khamar (Studi Kasus di Wilayah Kota Banda Aceh)”
(Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), 70.
8
Miftah Farih,22 “Studi Komparatif Pendapat Imam Abu Hanifah dan
Imam Syafi’i Tentang Hukuman Had Syurb Khamar” Miftah menjelaskan
dalam skripsi ini, terkati perbedaan pandangan mengenai hukuman had bagi
peminum khamar antara Imam Abu Hanifah yang berpendapat sebanyak 80
kali cambuk sedangkan Imam Syafi berpendapat sebanyak 40 kali cambuk.
Rizal Ichsan Anwar,23 “Khamar Dalam Alquran (Studi Kritis Terhadap
Penafsiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah” dalam tesis ini, Rizal
mengkritisi bagaiman pandangan Quraish Shihab terhadap khamar dalam
al-Qur’ân pada tafsir Al-Misbah.
G. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah telaah
pustaka (library research). Penelitian kepustakaan memperoleh data dan
informasi dari buku, artikel jurnal, skripsi, arsip, dokumen dan tulisan
lainnya yang berkaitan dengan tema yang sedang diteliti. Ada dua jenis
sumber dalam penelitian ini yaitu: data primer dan skunder. Data primer
adalah sumber kepustakaan yang berasal dari sumber utama yang
digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan data skunder adalah data
pendukung yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Adapun data primer
dalam penelitian ini yiatu dari al-Qur’ān, Tafsir Mafātīḥ al-Ghaib karya
Fakhr al-Din al-Rāzī dan Tafsir Fī Ẓilālil Qur’ān karya Sayyid Quṭb.
Sedangkan data sekunder adalah kitab tafsir terjemahan, kamus, buku-buku
dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Dari
22 Miftah Farih, “Studi Komparatif Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i
Tentang Hukuman Had Syurb Khamar” (Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang,
2018), 114. 23 Rizal Ichsan Anwar, “Khamar Dalam Alquran (Studi Kritis Terhadap Penafsiran
Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah)” (Tesis S2., Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara Medan, 2016), 119.
9
penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh data kualitatif sesuai dengan
yang diinginkan. Data kualitatif bersifat deskriptif analitik atau dapat juga
dikatakan sebagai metode dokumentasi.24
2. Pengolahan Data
Dari seluruh data yang terkumpul, penulis akan mengolahnya dengan
menggunakan metode komparatif. Di mana metode komparatif yaitu
membandingkan anatara dua redaksi ayat yang mempunyai kemiripan atau
lebih, atau membandingkan antara ayat dengan hadis, atau juga pendapat
antara beberapa mufasir dalam menafsirkan suatu ayat. Adapun langkah
dalam menerapkan metode ini di antaranya adalah mengidentifikasi dan
menghimpun redaksi yang mirip, membandingkan yang terkandung dalam
redaksi yang mirip, menganalisa perbandingan redaksi yang mirip, dan
membandingkan pendapat para mufasir terhadap ayat.25
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini disusun berdasarkan bab per bab.
Pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun, akan menjadi acuan dan gagasan
utama masing-masing bab. Teknik penulisan dalam penelitian ini mengacu
pada keputusan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507, Tahun
2017 tentang pedoman penulisan karya ilmiah. Skripsi ini terdiri dari lima
bab yaitu sebagai berikut:
Bab I adalah pendahuluan. Dalam pendahululuan ini membahas tenteng
latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat,
24 Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang diamati. Lihat Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), 37. 25 Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), 71-76.
10
metodelogi penulisan dan penelitian, sistematika penulisan dan kajian
pustaka.
Bab II adalah tinjauan umum. Tinjauan umum ini menerangkan definisi
surga serta bentuk-bentuk kenikmatan surga dalam al-Qur’ān. selanjutnya
menjelaskan definisi khamar, peradaban khamar dalam masyarakat Arab,
serta klasifikasi surah dan ayat yang berkaitan dengan khamar di dalam al-
Qur’ān.
Bab III menjelaskan riwayat hidup Fakhr al-Din al-Rāzī dan juga Sayyid
Quṭb serta karya-karyanya dalam dunia tafsir. Kemudian tak luput juga
untuk menjelaskan corak-corak maupun metode yang digunakan oleh
tokoh-tokoh tersebut.
Bab IV memaparkan penafsiran Fakhr al-Din al-Rāzī dan Sayyid Quṭb
mengenai khamar sebagai kenikmatan surgawi yang termaktub di dalam
QS. Muhammad ayat 15 serta hasil analisis komparatif dari kedua tokoh
mufasir tersebut.
Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran yang
diakhiri daftar putaka. Kesimpulan yang akan menerangkan secara singkat
berbagai hal yang penting yang menjadi jawaban dari permasalahan,
sedangkan saran-saran adalah berisi tentang hikamah yang dapat diambil
dari kajian ilmiah, agar dapat memunculkan penelitian yang lebih lengkap.
11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KHAMAR DAN SURGA
A. Khamar
1. Definisi Khamar
kata khamar secara bahasa berasal dari kata “khamara” ( yang (خممرم
bermakna satara ( ت مرم mempunyai arti menutupi. Sedangkan kata ,(سم
“khammara” ( mempunyai arti memberi ragi. Kemudian kata al-khamr (خمرم
diartikan sebagai arak, segala yang memabukkan.1 Adapun kerudung
wanita disebut khimr, karena menutupi kepalanya. Sedangkan secara istilah,
khamar diartikan sebuah minuman yang dapat menutupi akal atau
memabukkan, baik orang yang meminumnya itu mabuk ataupun tidak.2
Kemudian tutup kepala wanita (kerudung) disebut dengan kata khimr.3
Dalam Kamus Ilmu Al-Qur’an, khamar juga diartikan sebagai sesuatu
yang menutupi akal. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Khamar adalah minuman keras; anggur (minuman).4 Pengertian khamar
secara bahasa menurut Abu Hanifah ialah sebagai nama untuk jenis
minuman yang dibuat dari perasan anggur sampai mengeluarkan buih,
sehingga sari buah itulah yang mengandung unsur memabukkan. Namun
1 Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir : Kamus Arab – Indonesia, cet. VIX
(Surabaya : Pustaka progesif, 1997), 367. 2 M. Yusuf Kadar, Tafsir Ayat Ahkam, Tafsir Tematik ayat-ayat Hukum (Jakarta:
Amzah 2011), 171. 3 Abd al-‘Adzim Ma’ani dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qur’ân
dan hadis Secara Etimologi, Sosial dan Syari’at (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), 46. 4 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”
Daring: Khamar, dalam https://kbbi.web.id/surga. Diakses pada 25 Januari 2020 pukul
01.33.
12
ada juga yang berpendapat bahwa khamar diartikan kepada segala jenis
minuman yang memabukkan.5
Dalam mendefinisikan khamar, terdapat perbedaan pendapat antara
penduduk Irak dan Hijaz. Menurut Ulama Irak, khamar adalah segala jenis
minuman yang terbuat dari perasan anggur saja. Sedangkan minuman lain
yang tidak terbuat dari perasan anggur disebut nabīdz. Hukum (nabīdz)
akan haram jika jumlahnya banyak dan memabukkan, tetapi halal jika
sedikit dan tidak memabukkan. Lain dari Ulama Irak, Ulama Hijaz yang
mayoritas adalah Ahlul Hadis, berpendapat bahwa segala minuman yang
terbuat dari selain perasan anggur baik itu sedikit maupun banyak,
memabukkan ataupun tidak, hukumnya adalah haram.6
Ulama Hijaz tidak membedakan antara khamar dengan nabīdz dengan
menyandarkan pendapatnya pada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Umar,
bahwa Rasulullah Saw bersabda:7
كلمسكرخمرومكلخمرحمرمام“Setiap yang memabukkan itu disebut khamar dan setiap khamar itu
haram”.
Juga hadis riwayat at-Tirmidzi dan Abu Dawud dari Jabir bin Abdulllah
bahwa Nabi bersabda:
لهحمرمام رهف مقملي ثي كم مماأمسكمرم“Setiap yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun haram”.
Dalam ilmu kedokteran, khamar ialah sebuah cairan yang dihasilkan dari
peragian biji-biji atau buah, dan mengubah sari buah itu menjadi alkohol
dengan menggunakan enzim. Di mana enzim itu memiliki kemampuan
5 Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Alquran (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008),
152. 6 Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Jeddah: al-Haramain, tt.), Cet. Ke-3, Jilid 2, 473. 7 Abd al-‘Adzim Ma’ani dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qur’an
dan hadis Secara Etimologi, Sosial dan Syari’at, 46.
13
dalam memisahkan unsur-unsur tertentu dalam sari buah itu. Sehingga hal
itu dapat menimbulkan bahaya besar terhadap tubuh, syaraf, dan akal
manusia yang mengkonsumsinya.8
Akibat yang terjadi dari mengkonsumsi khamar dijelaskan dalam ilmu
kedokteran menjadi dua fase. Fase pertama, seseorang akan kehilangan sifat
untuk menjaga kehormatan dirinya dari rasa malu. Seseorang akan mudah
terjatuh dalam kondisi yang hina dan buruk, di mana itu hanya sesaat dan
kemudian mejadi tak sadarkan diri. Pada fase kedua, seseorang yang
mengkonsumsi khamar dapat terganggu proses berfikirnya, kehilangan
perasaan, dan cenderung kepada prilaku yang sangat bodoh.9 Sehingga
kerusakan yang timbul pada diri manusia akibat mengkonsumsi khamar itu
juga dapat merambat kepada ranah sosial, ekonomi dan lainnya.10
2. Peradaban Khamar Dalam Masyarakat Arab
Masyarakat Arab pada jaman dahulu memiliki kebiasaan mengembara,
mereka hidup senang dan bebas tanpa aturan. Ketika musim panas tiba,
mereka melakukan peperangan dengan merampas untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Bahkan hal itu terus berlanjut dari generasi ke
generasi berikutnya. Masyarakat Arab pada jaman dahlu sangat
membutuhkan keturunan laki-laki untuk menjaga kehormatan kabilahnya.
Sedangkan kaum perempuan hanya dipandang sebagai makhluk inferioritas
yang tidak memiliki kontribusi apapun.
Pada malam hari, mereka membuat pesta yang sangat meriah sebagai
suatu hiburan. Mereka melantunkan lagu-lagu dengan iringan musik yang
8 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 9 (Bandung: Al-Ma’arif, 1984), 46. 9 Syekh Fauzi Muhammad, Hidangan Islami : Ulasan Komprehensif berdasarkan
Syari’at dan sains Modern, Terj. Abdul Hayyi al-Kattanie (Jakarta: Gemma Insani Press,
1997), 69. 10 Muhammad Kamil Abdushshamad, Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’an (Jakarta:
Media Grafika, 2007), 272.
14
iramanya menghentak-hentak, sambil meminum minuman keras. Jiwa
mereka melayang-layang dalam keadaan mabuk penuh kenikmatan,
khayalan, dan keindahan. Karena dengan bermabuk-mabukan itu, mereka
dapat melupakan kerasnya hidup di tengah padang pasir.11
Sebagian masyarakat Arab pada zaman dahulu memiliki kebiasaan
bertani, dan berniaga. Namun sebagian lainnya memiliki kebiasaan
bepergian, bermain perempuan, berjudi, dan mengkonsumsi minuman
keras. Semua kemaksiatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Arab pada
zaman dahulu itu, sudah menjadi hal yang lazim dan umum terutama di
kalangan anak-anak muda.12
Mengkonsumsi khamar telah menjadi tradisi yang mengakar dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Arab pada zaman dahulu. Biasanya
mereka menyajikan khamar pada majelis-majelis keseharian mereka.
Bahkan dalam bepergian untuk berdangan dan berperang pun, mereka tidak
luput dari khamar. Ketika Islam datanga, tidaklah menjadi perkara mudah
untuk merubah kebiasaan yang telah menjadi tradisi mereka. Mereka tidak
bisa meninggalkan sesuatu yang telah mengakar dalam kehidupannya.
Maka dari itu, al-Qur’an menggunakan tadarruj (jalan bertahap) dalam
mengharamkan khamar.13 Berikut adalah tahapan-tahapan pengharaman
khamar di dalam al-Qur’an:
Pada QS. An-Naḥl ayat 67, menjelaskan bahwa anggur ada yang
dijadikan sebagai rezeki yang baik dan ada yang dijadikan sebagai minuman
yang memabukkan. Pada ayat ini, kata yang digunakan dalam menunjukkan
istilah khamar adalah kata sakarān sebagai berikut:
11 H.M. Syamsudini, “Peradaban Arab Pra-Islam dan Dialektika Gaya Bahasa Al-
Qur’an”. Jurnal IAIN Jember, vol.6, no.1 (2014): 6-7. 12 H. Rus’an, “Lintasan Sejarah Islam di Zaman Rasulullah Saw” (Semarang:
Wicaksana, 1981), 31. 13 Abad Badruzaman, Dialektika Langit dan Bumi (Bandung: Mizan, 2018), 157.
15
منهوممنثممرمات ت متخذونم ومالمعنماب النخيل لكم فذم إن نا حمسم ومرزقا ل قموملمسمكمرا يمة ي معقلونم
“Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
memikirkan.” (QS. An-Naḥl [16]: 67).
Pada QS. Al-Baqarah ayat 219, Allah SWT menegaskan bahwa
keburukan yang diakibatkan khamar dan judi lebih besar dari manfaatnya.
Kerugian yang disebabkan oleh kedua hal itu di antaranya seperti hilangnya
akal, lenyapnya harta, sakitnya tubuh akibat khamar, dan hancurnya rumah
tangga akibat judi.14
قلفيهمماإث يسر عمنالممرومالمم بيرومممنمافعللناسومإثهمميمسأملونمكم ااأمكب مركم منن فعهمم لكم كمذم
قلالعمفوم مماذماينفقونم تلمعملكمي وميمسأملونمكم لمكماليم الل ت مت مفمكرونمب مي
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa’at bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya". Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari
keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir,” (QS. Al-Baqarah [2]: 219).
Selanjutnya pada QS. An-Nisā ayat 43, pengharaman mengerjakan
shalat dalam keadaan mabuk dengan keadaan tidak suci menyebabkan
orang-orang Islam hanya meminum khamar setelah shalat isya sampai
shalat subuh.15
ٱلذي يمأمي هما جن باإل وملم ت مقولونم مما ت معلمموا حمت رمى ةمومأمنتمسكم ٱلصلمو ت مقرمبوا لم ءماممنوا نمٱلغماأئ دم نكمم نم سمفمرأموجماأءمأمحم كنتممرضمىأأموعملمى ومإن
ت مغتمسلوا بيلحمت طعمابريسم
14 Abad Badruzaman, Dialektika Langit dan Bumi, 158. Lihat juga: Muhammad ‘Alȋ
al-Shâbûnȋ, Shafwah al-Tafâsȋr (Kairo: Dâr al-Shâbûnȋ li al-Thibâ’ah wa al-Nasyr wa al-
Tauzȋ’, 1997), cet 1, vol. 1, 125-126. 15 Abad Badruzaman, Dialektika Langit dan Bumi, 158. Lihat juga: Muhammad al-
Thâhir bin ‘Âsyûr, al-Tahrȋr wa al-Tanwȋr (Tunis: Dâr Sahnûn li al-Nasyr wa al-Tauzȋ,
1997), vol. V, 60-61.
16
إنٱأمولممم ف مت ميمممواصمعيداطمي بافمٱمسمحوابوجوهكمومأميديكم دوامماأء ف ملممتم للمستمٱلن سماأءم .كمانمعمفواغمفورا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub),
terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu
telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
(QS. An-Nisā [4]: 43).
Dan terakhir setelah QS. Al-Māidah ayat 90-91 turun, di mana pada awal
surat al-Baqarah ayat 219 Umar berdoa “Ya Allah, jelaskan ke pada kami
dengan penjelasan yang cukup tentang khamar.” Kemudian turunlah
perintah Allah SWT dengan kata-kata, maka berhentilah kamu, sehingga
Umar berkata, “Kami berhenti, kami berhenti.”.16
يسر ومالمم الممر إنما آممنوا الذينم أمي هما عممميم م ن رجس م ومالمزلم الشيطمانومالمنصماب ل( اومةما(إنمايريد٩٠فماجتمنبوهلمعملكمت فلحونم نمكمالعمدم ب مي ب مغضماءمفوماللشيطمانأمنيوقعم
ومعم يسروميمصدكمعمنذكرالل ف مهملأمنتممنت مهونمالممرومالممة نالصلم
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah), adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan
itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Māidah [5]: 90-91).
Orang Arab sudah sangat akrab dengan khamar. Islam tidak mungkin
mengharamkan khamar secara frontal begitu saja. Jika khamar diharamkan
16 Abad Badruzaman, Dialektika Langit dan Bumi, 158. Lihat juga: Muhammad
Rasyȋd Ridhâ, Tafsȋr al-Manâr (Kairo: al-Hai’ah al-Mishriyah al-‘Âmah li al-Kitâb, 1990),
vol. VII, 41-42.
17
sejak awal Islam, maka bukan tidak mungkin mereka akan memandang
Islam dengan pandangan yang tidak benar.
3. Klasifikasi Ayat-ayat Tentang Khamar
Di dalam al-Qur’an, Terdapat beberapa surah dan ayat yang memiliki
relevansi makna dengan kata khamar di antaranya adalah kata (ٱلممر) pada
QS. Al-Baqarah [2]: 219, kata (ٱلممر) pada QS. Al-Māidah [5]: 90 & kata
ر) pada QS. Al-Māidah [5]: 91, kata (ٱلممر) :pada QS. Muhammad [47] (خم
15, serta kata (را pada QS. Yūsuf [12]: 36 & 41.17 (خم
Selanjutnya jika diklasifikasikan dengan isim Ma’rifah dan Nakirah
guna mencari makna Khamar di dalam al-Qur’an, maka lafadz khamar akan
tersaji seperti tabel berikut:
Tabel 2.1 Pengklasifikasian Lafadz Khamar
No. Surat dan
Ayat Ma’rifah Nakirah Konteks
1. QS. Al-
Baqarah
[2]: 219
يمسأملونمكمر عمن مخ الخ
يسر ومالمم
Mereka
bertanya
kepadamu
tentang
khamar dan
judi.
2. QS. Al-
Māidah [5]:
90
ر إنما مخ الخيسر ومالمم
ومالمنصمابمرجس ومالمزلم
Sesungguhnya
(meminum)
khamar,
berjudi,
(berkorban
untuk) berhala,
mengundi
nasib dengan
17 Muhammad Fuˊād ‘Abd al-Bāqī, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẕ al-Qur’ān al-
Karim (Kairo: Dār al-Hadits, 2007 M/1426 H), 301-302.
18
م نعمممل الشيطمان
panah), adalah
perbuatan keji
termasuk
perbuatan
syaitan.
3. QS. Al-
Māidah [5]:
91
ر مخ يسر الخ ومالمموميمصدكمعمنومعمن ذكرالل
ة الصلم
khamar dan
berjudi itu,
dan
menghalangi
kamu dari
mengingat
Allah dan
sembahyang.
4. QS.
Muhammad
[47]: 15
خخرومأمن همارم ن ةل لشاربيم لذ
sungai-sungai
dari khamar
(arak) yang
lezat rasanya
bagi
peminumnya.
5. QS. Yūsuf
[12]: 36
أمحمدهماإن قمالمخخراأمرمانأمعصر
Berkata,
“sesungguhnya
aku bermimpi
memeras
anggur,”.
6. QS. Yūsuf
[12]: 41
صماحبم يمالس جنأمما
اف ميمسقي أمحمدكممخخرارمبه
“salah seorang
di antara
kamu, akan
bertugas
menyediakan
minuman
khamar bagi
tuannya.
Berdasarkan pada tabel ayat diatas, maka makna khamar terbagi menjadi
dua pertama berdasarkan isim ma’rifah, yaitu memiliki makna sesuatu
perbuatan yang diharamkan. Sedangkan yang kedua jika berdasarkan isim
nakirah, maka memiliki makna sebagai sesuatu yang diminum.
19
B. Surga
1. Definisi Surga
Allah SWT telah menjanjikan tempat bagi orang-orang yang beriman
dan beramal shaleh yaitu di surga-Nya. Surga menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah alam akhirat yang membahagiakan roh manusia yang
hendak tinggal di dalamnya (dalam keabadian).18 Surga disebutkan dalam
al-Qur’an sebagai al-jannah, yang mempunyai arti “Taman”. Surga juga
mempunyai nama-nama lain, salah satunya seperti firdaus, yaitu Negeri
Kedamaian.19 Orang Arab biasanya juga menggunakan kata jannah untuk
menyebut pepohonan kurma atau pepohonan lainnya.20 Kata jannah juga
dapat berupa al-hadȋqah dzâtu al-syajar, atau taman yang di dalamnya
memiliki berbagai macam pepohonan.21
Kata jannah berasal dari kata janana yang memiliki arti “tertutup”, yaitu
tidaklah bisa dijangkau oleh pancaindera manusia. Kata ini juga memiliki
perkembangan konteks pemakaiannya sehingga menjadi kata lain, seperti
kata janin yang diartikan sebagai ‘bayi yang masih berada di dalam perut
ibunya’. Kata dalam bentuk jannah disebutkan sebanyak 144 kali di dalam
al-Qur’an.22 Dalam mencermati konteks penyebutannya pada al-Qur’an,
kata al-jannah dengan pengertian dan sifat-sifatnya ditemukan pada surat-
surat yang turun sebelum Nabi berhijrah (makiyyah) atau setelah Nabi
berhijrah ke Madinah (madaniyyah). Keberadaan surga dan neraka telah
18 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”
Daring: Surga, dalam https://kbbi.web.id/surga. Diakses pada 25 Januari 2020 pukul 01.33. 19 Muhammad Abdul Halim, Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Menafsirkan
Al-Qur’an Dengan Al-Qur’an (Bandung: Penerbit Marja, 2008), 130. 20 Lihat; Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Jil. 13, 93-100., dan Murtaḏâ, Tâj al-‘Arûs...,
Jil. 9, 163-166. 21 M Armando, ed., “Ensiklopedi Islam” Vol. 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve
(2005): 272. 22 Deddy Ilyas, “Antara Surga dan Neraka: Menanti Kehidupan nan Kekal
Bermula”. JIA: no.2 (Desember 2013): 169.
20
diciptakan oleh Allah SWT sejak dahulu hingga saat ini. Dalil-dalil
keberadaan surga dan neraka sejak dulu, adalah ayat yang sudah
menjelaskan kisah penempatan Adam a.s dan istrinya Hawa.23
Sedangkan definisi surga menurut al-Qur’an yaitu sebuah alam yang
berisikan segala sesuatu di dalamnya. Apapun yang ada di dalam surga,
sama sekali tidak terdapat contohnya pada kehidupan manusia di dunia dan
tidak juga seperti mimpi-mimpi yang diharapkan oleh manusia. Di dalam
surga nanti, Allah SWT akan menambahkan nikmat yang tidak pernah
sedetikpun terlintas dalam pikiran manusia.24
Kata surga sendiri sebenarnya bukan berasal dari bahasa Indonesia, akan
tetapi berasal dari bahasa Jawa Sansakerta yang memiliki arti tingkatan
suatu keadaan seseorang ketika mencapai kebahagiaan. Kata surga sering
digunakan sebagai konsep terjemahan kata jannah di dalam al-Qur’an.
Penerjemahan konsep jannah dengan kata surga di dalam al-Qur’an sendiri
telah diterima oleh hampir seluruh umat muslim di Indonesia. Kata yang
sering digunakan dalam menunjukkan hakikat surga ialah kata khulud. Kata
khulud itu sendiri berasal dari akar kata khalada yang memiliki arti tetap
dan kekal. Kekekalan yang dimaksud dari kata khalada, ialah kekekalan
yang abadi terus menerus tanpa akhir namun memiliki awalan. Al-Qur’an
menggunakan kata tersebut sebagai kekekalan dalam arti sesungguhnya, di
mana tidak mengalamai perubahan ataupun kerusakan.25
Surga merupakan tempat kenikmatan yang kekal dan tidak ada keraguan
apapun di dalamnya. Surga adalah tempat bagi hamba-hamba yang
dianugerahkan balasan nikmat oleh Allah SWT, seperti para nabi, shiddiqin,
23 Iis Juhaeriah, “Surga Dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian Tafsir Al-Azhar)”.
Jurnal Al-Fath, Vol.11 No.2 (Juni-Juli 2017): 127. 24 Said Ramadhan Al-Buthy, La Ya’tihil Bathil, terj Misbah, cet I (Jakarta: PT
Mizan Publika, 2010), 124. 25 Tim Penyusun, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Cet I (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), 451.
21
shuhada dan orang-orang saleh. Surga juga disediakan oleh Allah SWT bagi
hamba-Nya yang menaati perintah, serta tidak mengingkari rasul-rasul-
Nya.26
2. Kenikmatan Surga
kenikmatan surga adalah bentuk ganjaran yang diberikan oleh Allah
SWT kepada hambanya yang taat. Allah SWT telah menyediakan nikmat
dan kesenangan di dalam surga yang lebih besar dari pada kenikmatan yang
diperoleh manusia di dunia. Kenikmatan yang diperoleh di dunia tidak akan
ada artinya jika dibandingkan dengan kenikmatan di surga.27
Kenikmatan surga dalam al-Qur’an di antaranya terdapat dalam surah
dan ayat berikut:28
1. Bidadari
ومزموجنماهمب سررممصفوفمة ورعيمتكئيمعملمى“Mereka bersandar di atas dipan-dipan yang tersusun dan Kami berikan
kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah”. (QS. Aṭ-Ṭur
[52]: 20).
ومزموجنماهمبورعي لكم كمذم“Demikianlah, Kemudian Kami berikan kepada mereka pasangan
bidadari yang bermata indah”. (QS. Ad-Dukhān [44]: 54).
لم جمان فيهنقماصرماتالطرفلميمطمث هنإنسق مب هموملم“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan,
yang tidak pernah disentuh oleh manusia maupun jin sebelumnya”. (QS.
Ar-Raḥmān [55]: 56).
26 Nur Aris, Andai Surga dan Neraka Tiada (Jakarta: Inti Media, 2009), 1. 27 Umar Sulaiman al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat, cet ke 1 (Jakarta: Zaman, 2011),
579. 28 Abu Nizhan, Al-Qur’an Tematis (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015) 101-109.
22
2. Minuman
انمملدونم أسمنممعي ,يمطوفعملميهمولدم ومكم ريقم ,بمكومابومأمبم يصمدعونمعمن هماوملم لمي نزفونم
“Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan
membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil
dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula
mabuk”. (QS. Al-Wāqi’ah [56]: 17-19).
ازمنمبيل مزماجهم كمانم أسا كم وميسقمونمفيهما“Dan di sana mereka diberi segelas minuman bercampur jahe.” (QS. Al-
Insān [76]: 17).
3. Sungai-sungai
ن مجم لم آممنواومعمملواالصالماتأمن رالذينم ارزقواومبمش كلمم ار اتتمريمنتمتهماالمن همأم ا مفيهم وملم ابا بهمتمشم ومأتوا منق مبل الذيرزق نما ا ذم هم قمالوا رزقا منثممرمة ا من هم زوماجمطمهرمة
الدونم ومهمفيهماخم“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman
dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi
rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, “Inilah rezeki yang
diberikan kepada kami dahulu”. Mereka telah diberi (buah-buahan) yang
serupa. Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci.
Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 25).
اريم ناتعمدنتمريمنتمتهمالمن هم مجم لم منذمهمبومي ملبمسونمأولمئكم لونمفيهمامنأمسماورم اثيمابخضرامنسندسومإست مب رمقمتكئيمفيهماعملمىالمرمائكنعممالث ومابومحمسنمتمرت مفمق
“Mereka itulah yang memperoleh surga 'Adn, yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; (dalam surga itu) mereka diberi hiasan gelang mas dan
mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang
mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Itulah)
Sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang indah.” (QS. Al-Kahfi [18]:
31).
23
ل رم نلبم همرم نماأءغميرءماسنومأمن هم
أمن اأ فيهم ٱلمت قونم ي مت مغمي رطمعمهمثملٱلمنةٱلتوعدم
رم نعمسملم همربيمومأمن ةل لش رلذ رم نخم هم
امنكل ٱلثممرمتومممغفرمةم نومأمن مفيهم وملم صمفىيماف مقمطعمأممعماأءمهم لدفٱلنارومسقوامماأءحم خم نهوم كممم رب م
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-
orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada
berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah
rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari
Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong
ususnya?” (QS. Muhammad [47]: 15).
4. Buah-buahan
ةما ي رونمومفماكهم ي متمخم“Dan buah-buahan apa pun yang mereka pilih.” (QS. Al-Wāqi’ah [56]:
20).
أمف نمان ذموماتم“Kedua surga itu mempunyai aneka pepohonan dan buah-buahan.” (QS.
Ar-Raḥmān [55]: 48).
ةزموجمان كل فماكهم فيهممامن“Di dalam kedua surga itu terdapat aneka buah-buahan yang berpasang-
pasangan.” (QS. Ar-Raḥmān [55]: 52).
فيهممافماكهمةومنملومرمان“Di dalam kedua surga itu ada buah-buahan, kurma dan delima.” (QS.
Ar-Raḥmān [55]: 68).
ومأمإنللمتقيمممفمازا ائقم عنماب,حمدم“Sungguh, orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan, (yaitu)
kebun-kebun dan buah anggur,”( QS. An-Naba’ [78]: 31-32).
5. Pelayan-pelayan
ثورا ت مهملؤلؤاممن سب إذمارمأمي ت مهمحم انمملدونم وميمطوفعملميهمولدم
24
“Dan mereka dikelilingi oleh para pemuda yang tetap muda. Apabila
kamu melihatnya, akan kamu kira mereka, mutiara yang bertaburan.”
(QS. Al-Insān [76]: 19).
انمملدونم أسمنممعي ,يمطوفعملميهمولدم ومكم ريقم يصمد,بمكومابومأمبم لم عونمعمن هماوملمي نزفونم
“Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan
membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil
dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula
mabuk”. (QS. Al-Wāqi’ah [56]: 17-19).
6. Pakaian dan Perhiasan
منذمهمبومي ملبم اريملونمفيهمامنأمسماورم ناتعمدنتمريمنتمتهمالمن هم مجم لم سونمأولمئكم نعممالث ومابومحمسنمتمرت مفمقاثيمابخضرامنسندسومإست مب رمقمتكئيمفيهماعملمىالمرمائك
“Mereka itulah yang memperoleh surga 'Adn, yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; (dalam surga itu) mereka diberi hiasan gelang mas dan
mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang
mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Itulah)
Sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang indah.” (QS. Al-Kahfi [18]:
31).
ناتتمريمنتمتهماالمن همار آممنواومعمملواالصالماتجم اللميدخلالذينم فيهماإن يملونموملبماسهمفيهماحمرير منذمهمبوملؤلؤا منأمسماورم
“Sungguh, Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan ke dalam surga-surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. Di sana mereka diberi perhiasan gelang-gelang
emas dan mutiara, dan pakaian mereka dari sutera.” (QS. Al-Ḥajj [22]:
23).
نةومحمريرا ومجمزماهمبماصمب مرواجم“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya
(berupa) surga dan (pakaian) sutera.” (QS. Al-Insān [76]: 12).
7. Permadani Surga
ثوثمةفيهماسررممرفوعمة ,ومأمكومابمموضوعمة,ومنممارقممصفوفمة,ومزمرمابممب
25
“Di sana ada dipan-dipan yang ditinggalkan, dan gelas-gelas yang
tersedia (di dekatnya), dan bantal-bantal sandaran yang tersusun, dan
permadani-permadani yang terhampar.” (Q.s Al-Gāsyiyah [88]: 13-16).
ناتعمدنتمريمنتمتهمالم مجم لم اريملونمفيهمامنأمسماوأولمئكم منذمهمبومي ملبمسونمن هم رم ابومحمسنمتمرت مفمقايهماعملمىالمرمائكنعممالث ومومإست مب رمقمتكئيمفثيمابخضرامنسندس
“Mereka itulah yang memperoleh surga 'Adn, yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; (dalam surga itu) mereka diberi hiasan gelang mas dan
mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang
mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Itulah)
Sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang indah.” (QS. Al-Kahfi [18]:
31).
ف رشبمطمائن همامنإست مب رمق المن ت ميدمانوممتكئيمعملمى جمنم“Mereka bersandar di atas permadani yang bagian dalamnya dari sutera
tebal. Dan buah-buahan di kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat.”
(QS. Ar-Raḥmān [55]: 54).
8. Melihat Allah SWT
ضرمة,إلم ظرمةوجوهي موممئذنم رمب مانم“Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, memandang
Tuhannya.” (Q.s Al-Qiyāmah [75]: 22-23).
Melihat kenikmatan surga yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Terdapat
beberapa pendapat para tokoh dalam mendefinisikan kenikmatan surga
tersebut. Seorang tokoh filsuf muslim yang terkenal seperti Ibnu Sīnā,
berpendapat bahwa kenikmatan surga adalah kenikmatan yang bersifat
ruhani seiring dengan kebangkitan manusia kelak yang bukan dengan
jasadnya namun dengan ruhaninya saja. Lain dari itu, Imam Ghazali sangat
berkeyakinan dalam mendefinisikan kenikmatan surga. Imam Ghazali
berpendapat bahwa kenikmatan surga ialah bersifat ruhani dan jasmani,
walaupun kenikmatan ruhani jauh melebihi kenikmatan jasmani.29
29 M. Quraish Shihab, Kehidupan Setelah Kematian Surga Yang Dijanjikan Al-
Qur’an (Tangerang: Lentera Hati, 2008), 188-189.
26
Selanjutnya Fazlur Rahman juga berpendapat bahwa kebahagiaan yang
dapat kita peroleh di surga tidak hanya bersifat spiritual atau jiwa semata
sebagaimana pendapat para filosofi muslim selama ini. Fazlur Rahman
berpendapat bahwa kenikmatan surga juga dapat berupa kenikmatan raga.30
Maka secara garis besar, kenikmatan surga terbagi menjadi dua, yaitu
material dan immaterial. Di mana kenikmatan surga yang bersifat material
dapat dirasakan secara langsung oleh fisik seperti mendapatkan bidadari,
sungai-sungai, makanan dan minuman serta lainnya. Sedangkan
kenikmatan surga yang bersifat immaterial ialah kenikmatan yang tidak
dapat dirasakan secara langsung oleh fisik seperti dapat melihat Tuhan,
mendapat keridhaan Allah SWT, dan juga tidak pernah merasa bosan di
dalam surga.31
30 Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, penj. Anas Mahyuddin (Bandung:
Pustaka, 1996), 163. 31 Iis Juhaeriah, “Surga Dalam Perspektif Al-Qur’an”, 142.
27
BAB III
BIOGRAFI FAKHR AL-DIN AL-RĀZĪ DAN SAYYID QUṬB
A. Fakhr al-Din al-Rāzī
1. Riwayat Hidup Fakhr al-Din al-Rāzī
Salah satu tokoh ulama yang terkenal dalam dunia akademisi dan juga
menjadi figur ulama yang memiliki gelar al-Imam Syaikh al-Islām,1 adalah
Fakhurddin al-Rāzī. Beliau juga merupakan seorang teolog, pengarang
muslim, dan seorang filosof yang lahir dalam keluarga yang menjunjung
tinggi nilai-nilai pendidikan. Al-Rāzī tumbuh menjadi seorang intelektual
muslim berwawasan luas dan juga sangat kompeten dalam bidang ilmu
Tafsir. Bahkan beliau juga salah satu ulama yang mempunyai garis
keturunan yang sampai kepada sahabat Rasulullah saw yang menjadi
khalifah pertama, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq.
Nama lengkap beliau adalah Abdullah Muhammad bin ‘Umar ibn al-
Husayn Ibn al-Hasan ‘Aliy al-Taymiy al-Bakriy al-Tabarastaniy al-Rāzī
Fakhr al-Din. Fakhr al-Din al-Rāzī adalah seorang penganut faham as-
Syafi’i.2 Beliau sering dikenal dengan sebutan Ibn Khatib al-Syafi’i al-
Faqih.3 Fakhr al-Din al-Rāzī terlahir di dunia pada tahun 544 H/1149 M di
kota Ray, yaitu kota yang sangat terkenal dekat dengan kota Khurasan. Dan
beliau wafat di daerah herat (Ray) pada tahun 606 H/1210 M,4 bertepatan
1 Di Afghanistan dan Iran, beliau dikenal dengan sebutan Imam al-Rāzī. Di Heart
Beliau dijuluki dengan Shaykh al-Islam. Lihat: Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsir
wa Al-Mufassirun, Juz II (Kairo: Maktabah Wahbah, t.Th.), 206. 2 Muhammad Husain al-Dhahabi, al-Tafsir wa al- Mufassirun, Juz I (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2000), 290. 3 Mannā’ Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’ān (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2011), 528. 4 Fakhr al-Din al-Rāzī, Ismah al-Anbiya (Kairo: Maktabah al-Madani, Cet. I, 1986),
3.
28
pada hari senin 1 Syawwal/ Idul Fitri.5 Beliau merupakan anak cucu Abu
Bakar ash-Shiddiq yang bernasab pada suku bangsa Quraisy.6
Ali Muhammad Hasan ‘Amari menjelaskan dalam kitabnya, bahwa al-
Rāzī memiliki seorang istri, dan istinya adalah anak dari seorang dokter ahli
yang sangat kaya raya. Mereka menikah di kota Ray, dan sejak menikah
beliau menjadi orang yang sangat berkecukupan dalam perekonomian. Al-
Rāzī memiliki tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan, di mana ketiga
anak laki-lakinya yang bernama Dhiya al-Dīn, Shams al-Dīn, dan
Muhammad meninggal lebih dahulu. Atas kematian ketiga puteranya, al-
Rāzī mengungkapkan kedukaannya dengan bekali-kali menyebut nama
Muhammad dalam Tafsir surat Yunus, Hud, al-Ra’d dan Ibrahim.7
Selama perjalanan hidupnya al-Rāzī selalu berkelana (berhijrah) dari
satu tempat ke tempat lainnya untuk belajar. Daerah-daerah yang pernah ia
singgahi untuk mempelajari ilmu di antaranya adalah Khawarizm,
Transoxania, Afghanistan.8 Namun sebelum hidupnya berkelana
mengarungi beberapa daerah untuk menuntut ilmu, al-Rāzī telah menuntut
ilmu pada ayahnya. Ayah beliau bernama Diyā’ al-Dīn ‘Umar ibn Husain,
yang terkenal dengan sebutan Khatib al-Rayy. Ayah beliau merupakan
ulama terkenal dan pemikir yang sangat dikagumi oleh masyarakat Ray.
Beberapa ilmu dia pelajari dari ayahnya, hingga akhir wafat ayahnya pada
tahun 559 H.9 Ilmu-Ilmu yang telah beliau pelajari di antaranya ilmu falak,
5 Aswadi, Konsep Syifa’ dalam al-Qur’ān (Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya, 2015),
41. 6 Muhammad al-Hilawi, Mereka Bertanya Tentang Islam (Jakarta: Gema Insani,
1998), 16. 7 Ali Muhammad Hasan ‘Amari, al-Imam Fakhr al-Din al-Rāzī: Hayatuhu wa
Atsaruhu (t.Tp: al-Majlis al-A’la lial-Shu’un al-Islamiyyah, 1969), 24-26. 8 Fakhr al-Din al- Rāzī, Roh Itu Misterius, terj. Muhammad Abdul Qadir al Kat
(Jakarta: Cendekia, 2001), 18. 9 M. Salih al-Zarkan, Fakhruddīn al-Rāzī, Al-rauh Al-Kalamiyah Wa Al-Falasafiyah
(Beirut: Dār al-Fikr, t.Th), 17.
29
sastra Arab, kimia, filsafat, dan kedokteran sehingga sampailah ia menjadi
seorang dokter terkemuka dalam Islam.10
Bahkan dalam kitab Lubāb al-Isyārāt wa al-Tanbihāt, selain merupakan
ulama terkenal dan pemikir yang sangat dikagumi, Ayah beliau juga
merupakan seorang fiqh dalam madzhab Syafi’i yang sangat menguasai
ilmu perbandingan madzhab dan Ushul al-Fiqh. Masyarakat sangat
mencintai ayahnya, karena memiliki keindahan balaghah dalam
menyampaikan dakwah. Ayah beliau juga mempunyai beberapa karya
dalam bidang fiqh, yang sangat dikenal di daerah Ray. Karena banyak
belajar tentang ilmu madzhab dan fiqh pada ayahnya sejak kecil, al-Rāzī
semakin tumbuh menjadi pribadi yang disiplin, berbudi, berpendidikan, dan
penuh dengan fadhilah.11
Pendidikan yang ia dapat dari ayahnya sangat terlihat dari
kemampuannya dalam menguasai hafalan terhadap kitab al-shamīl al-
Ushūl al-Dīn karya Imam al-haramain tentang ilmu kalam, al-Mustafā
karya Imam Abu Hamid al-Ghazali tentang ushul fiqh, serta al-Mu’tamad
karya Abu Husain al-Bisri tentang ushul fiqh. Bahkan madzhab yang dianut
oleh beliau, tidak jauh berbeda dengan ayahnya.12 Setelah ayahnya wafat,
pada usia 15 tahun ia pergi menuju Simnan untuk memperdalami ilmu ushul
fiqh kepada gurunya al-Kamāl al-Simnāniy, dan Abu Husain al-Bisri.13
Selanjutnya beliau kembali menuju Ray untuk memperdalam ilmu teologi
dan filsafatnya kepada al-Majd al-Dīn al-Jilli.14 Bahkan al-Rāzī mendalami
10 Ibrahim Madkour, Filsafat Islam (metode dan penerapan) (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996), 110. 11 Fakhr al-Din al-Rāzī, Lubāb al-Isyārāt wa al-Tanbihāt (Kairo: Maktabah al-
Kuliyyat al-Azhariyah, 1986), 4. 12 Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Tafsīr Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 13 (Beirut: Dār al- Fikr, 1990),
211. 13 Harun Nasution (dkk), Ensiklopedia Islam (Jakarta: Djambatan, 1992), 810. 14 Merupakan ulama’ terkenal dan merupakan murid dari al-Ghazāliy Lihat:
Aswadi, Konsep Syifa’ dalam al-Qur’ān (Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya, 2015), 37.
30
beberapa ilmu pengetahuan kepada ulama terkenal, salah satunya yaitu al-
Baghawī.15
Selanjutnya dikatakan bahwa keilmuan al-Rāzī dalam bidang fiqh serta
ushul fiqh, sanadnya sampai kepada Imam Syafi’i. Sedangkan dalam bidang
teologi, sanadnya sampai kepada Imam Asy’ari.16 Maka atas kecerdasan al-
Rāzī dalam menguasai berbagai ilmu, pantaslah ia menjadi ulama
Ensiklopedia yang sulit untuk ditandingi. Sebagaimana juga dikatakan oleh
al-Dhahabi dalam kitab Tafsīr al-Mufassirūn, Fakhr al-Din al-Rāzī
menggunakan bahasa Arab dan juga bahasa asing dalam memberikan
hikmah sebuah pelajaran.17
Dalam kemampuan al-Rāzī menguasai segala bidang keilmuan, hal itu
sangatlah besar pengaruhnya terhadap kehidupan beliau. Sehingga dapat
dapat dipastikan banyak para ilmuan baik dalam negeri ataupun luar negeri
yang belajar darinya. Bahkan menurut Ibn Khallikān, orang-orang dari
berbagai penjuru dunia banyak yang belajar kepada al-Rāzī dan ketika
beliau bepergian selalu didampingi oleh murid-muridnya yang amat
banyak.18
2. Metode dan Corak Tafsir Mafātīḥ al-Ghaib
Menurut Dr. Abd al-Hayy al-Farmāwī dalam bukunya Metode Tafsir
Maudlu’i, metode penafsiran yang digunakan oleh al-Rāzī dalam
menafsirkan al-Qur’ān ialah metode tafsir tahlīlī (analisis). Metode ini
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’ān dari segala aspeknya. Mufasir
15 Harun Nasution (dkk), Ensiklopedia Islam, 809. 16 Al-Rāzī, Ruh dan Jiwa: Tinjauan Filosofis dalam Perspektif Islam yang
diterjemahkan dari karya aslinya Imam Razi’s ‘Ilm al-Akhlaq oleh H. Mochtar Zoerni dan
Joko S. Kahhar (Surabya: Risalah Gusti, 2002), 4. 17 Muhammad Husain al-Dhahabī, al-Tafsīr wa al- Mufassirūn, Juz I (Kairo:
MaktabahWahbah, 2000), 206. 18 Ibn Khallikān, Wafayāt al-A’yān, juz 4 (al-Qāhirah: al-Nahdah al-Misriyyah,
1948), 249-250.
31
mengikuti runtutuan ayat yang sudah tersusun dalam mushaf. Metode ini
juga menerangkan munasabah (hubungan) ayat-ayat, dan juga
menghubungkan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Mufasir yang
menggunakan metode ini juga menjelaskan asbabun nuzul dan dalil-dalil
yang berasal dari Rasulullah saw, Sahabat, serta Tabi’in.19
Kalau diamati sistematika dalam metode tahlȋlȋ, dapat dipahami bahwa
penafsiran dengan metode ini rincian sangat luas dan menyeluruh. Hal ini
dapat pula dijumpai dalam penafsiran yang dikemukakan oleh Fakhr al-Din
al-Rāzī ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’ān dalam tafsirnya. Secara
ringkas dapat dikemukakan langkah beliau dalam menafsirkan al-Qur’ān
antara lain sebagai berikut:20
1. Al-Rāzī ketika menafsirkan teks-teks al-Qur’ān terkadang ia
memulainya dengan menyebutkan esensi disebutkannya surah ini
setelah sebelumnya (Munasabah atara ayat/surah).
2. Mengawalinya dengan mengemukakan berbagai macam ragam
qira’at.
3. Menyebutkan riwayat Asbāb Nuzūlnya, bila sebuah surat itu memiliki
Asbābun Nuzūl, Karena tidak semua ayat atau surah yang ada di
dalam al-Qur’ān mempunyai Asbābun Nuzūl.
4. Analisis bahasa secara panjang lebar.
5. Menyebutkan nama surat, tempat turun, dan jumlah ayatnya.
6. Dalam setiap penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’ān, sering kali
memunculkan pertanyaan-pertanyaan.21
19 Abd. al-Hayy al-Farmāwī, Metode Tafsir Maudlu’i (Jakarta: PT Grafindo
Persada, 1996), 12. 20 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Modern-
Klasik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), 59. Lihat: Al-
Farmāwī al-Bidayah fi Tafsir al-Maudhu’i, Terjemah Suryan A. Jamrah (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 1996), 11. 21 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Modern-
Klasik, 59-60.
32
Sedangkan corak yang digunakan oleh Fakhr al-Din al-Rāzī dalam
menafsirkan al-Qur’ān sangat jelas terlihat pada kitab tafsir Mafātīḥ al-
Ghaib yang lebih cenderung pada corak tafsir Bi al-Ra’yi. Imam al-
Zarqānīy menjelaskan dalam kitabnya Manāhil al-‘Irfan fī ‘Ulūm al-
Qur’ān, bahwa tafsir ini bercorak bi al-Ra’yi al-Mahmūd.22 Tafsir Mafātīḥ
al-Ghaib ini di kelompokkan sebagai tafsir Bi al-Ra’yi dengan pendekatan
madzhab Syafi’iyah dan Asy’ariyah. Di mana tafsir bi al-Ra’yi ialah
penjelasan yang bersumber dari ijtihad dan akal, serta berpegang pada
kaidah bahasa dan adat istiadat orang arab.23
Dalam penafsiran al-Rāzī sekalipun corak kitab tafsirnya bi al-ra’yi,
namun bukan berarti beliau melalaikan riwayat-riwayat dari Nabi saw.
Sehingga dalam penulisan kitab tafsirnya banyak merujuk kepada kitab-
kitab hadis di antaranya:
1. Al-Muwaththa’, karya monumen Imam Mālik (w.227 H).
2. Sahih Imam Bukhâri yang merupakan kitab yang memuat ribuan
hadis-hadis shahih yang diseleksi ataupun diklasifikasi selama enam
belas tahun. Dan beliau wafat pada tahun 256 H.
3. Sahih Imam Muslim, beliau wafat pada tahun 256 H
4. Sunan Abī Dawud (w. 275 H).
5. Sunan al-Turmūdzi (w.277 H).
6. Ma’ālim al-Sunan, karya Abu Sulaiman al-Khatabi (w. 388 H).
7. Sunan al-Kubrā, karya imam Baihāqi (w.458).24
22 Al-Zarqānīy, Manāhil al-Irfān fī Ulūm al-Qur’ān, juz 2 (Beirut: Dār al-Fikr, t.th),
96. 23 Hasbi ash-Shiddieqiy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’ān (Jakarta: Bulan
Bintang, 1990), 227. 24 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Modern-
Klasik, 63-64.
33
3. Karya-Karya Fakhr al-Din al-Rāzī
Karya-karya Fakhr al-Din al-Rāzī di antaranya sebagai berikut:
1. Mafātīḥ al-Ghaib (tafsir Qur’ān).
2. Asrārut Tanzīl wa Anwārut Ta’wīl (tafsir).
3. Iḥkāmul Aḥkām.
4. Al-Muḥaṣṣal fī Ushūlil Fiqh.
5. Al-Burhān fī Qira’ātil Qur’ān.
6. Durrarut Tanzīl wa Gurrarut Ta’wīl fil Ᾱyatil Mutasyābihāt.
7. Syaḥrul Isyārāt wat Tanbīhāt li Ibn Sīnā.
8. Ibtālul Qiyās.
9. Syahrul Qānūn li Ibn Sīnā.
10. Al-Bayān wal Burhān fir-Raddi ‘alā Ahliz Zaigi waṭ Ṭugyān.
11. Ta’jīzul Falāsifah.
12. Risālatul Jauhar.
13. Risālatul Ḥudūs.
14. Kitāb al-Milal wan Niḥal.
15. Muḥaṣṣalu Afkāril Mutaqaddimīn wal Muta’akhkhirīn minal
Ḥukamā’ wal Mutakallimīn fi ‘Ilmil Kalām.
16. Syaḥrul Mufassal liz Zamakhsyari.25
B. Sayyid Quṭb
1. Riwayat Hidup Sayyid Quṭb
Sayyid Quṭb atau yang memiliki nama lengkap Sayyid Quṭb Ibrahim
Husain as-Syadziliy adalah seorang pemikir Islam dan juga seorang
politikus yang aktif dalam kebangkitan Islam modern.
25 Mannā Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’ân, Cet. 15 (Bogor: Litera Antar
Nusa, 2012), 529.
34
Sayyid Quṭb lahir kurang lebih satu tahun setelah wafatnya Muhammad
Abduh.26 Beliau lahir pada tanggal 9 Oktober 1906 dan besar di kampung
Mousya provinsi Asiuth tepatnya di daerah Sha’id Mesir.27 Sayyid Quṭb
adalah anak dari pasangan Al-Hajj Quṭb bin Ibrahim dengan Sayyidah
Nafash Quṭb. Ayah beliau merupakan seorang petani serta komisaris sebuah
partai nasional di desanya.
Sedangkan ibundanya berasal dari keluarga terpandang namun
mempunyai kepribadian yang sesuai dengan agama dan rajin beribadah.
Ibunda beliau juga tidak pernah berkeluh kesah pada saat harta keluarganya
habis terjual. Beliau orang yang sabar, optimis, dan yakin dalam
menjalankan aktifitasnya.28 Dahulu rumah beliau sering dijadikan markas
bagi kegiatan politik, seperti dalam mengagendakan rapat-rapat yang
dihadiri oleh orang-orang umum ataupun orang-orang tertentu yang sifatnya
rahasia.
Pada saat menempuh pendidikan di bangku kuliah, beliau telah
ditinggalkan oleh ayahnya, dan ibunya pada tahun 1941.29 Sayyid Quṭb
mempunyai tiga saudara perempuan yang bernama Nafisah, Hamidah dan
Aminah, serta seorang saudara laki-laki yang bernama Muhammad. Hampir
semua saudara kandung beliau adalah seorang penulis terkecuali Nafisah.
Namun Nafisah juga salah satu seorang aktivis Islam dan menjadi
syahidah.30
Dahulu Sayyid Quṭb sering bertukar pikiran bersama saudara-
saudaranya, dan hal itu dapat dibuktikan dengan melihat salah satu buku
26 Ridjaluddin. F.N, Teologi Sayyid Quṭb (Jakarta : Pusat Kajian Islam FAI
UHAMKA Jakarta, 2011), 10. 27 Shalah al-Khalidy, Biografi Sayyid Quṭb (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), 23. 28 Shalah al-Khalidy, Biografi Sayyid Quṭb, 45-49. 29 Nuim Hidayat, Sayyid Quṭb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya (Jakarta:
Gema Insani, 2015), 15-16 . 30 Shalah Abdul Fattah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fȋ Zilâl al Qur’ân
Sayyid Quṭb (Solo: Intermedia, 2001), 23-26.
35
karyanya yang berjudul Al-Aṭyaf al-ʼArba’ah. Pada saat usianya belum
genap sepuluh tahun, ia telah dianugerahkan oleh Allah SWT sebagai
penghafal al-Qur’ān.31
Sayyid Quṭb kecil menempuh pendidikan awalnya melalui Madrasah
Ibtidaiyah pada tahun 1912 di desanya dan lulus pada tahun 1918. Namun
setelah beliau lulus dari bangku Madrasah Ibtidaiyah, beliau sempat
menunda pendidikannya selama dua tahun dikarenakan revolusi yang
terjadi pada tahun 1919. Setelah itu ia pergi menuju Kairo untuk
melanjutkan jenjang pendidikannya di Madrasah Muallimin al-Awaliyah
pada tahun 1922.
Selanjutnya ia menempuh jenjang pendidikan menuju Sekolah Persiapan
Darul Ulum pada tahun 1925, dan melanjutkan perkuliahan di Universitas
Darul Ulum pada tahun 1929 sampai akhirnya ia menamatkan pendidikan
di tahun 1933 dengan menyandang gelar Lisance dibidang sastra.32
Setelah mendapat gelar dalam bidang sastra, Sayyid Quṭb sempat
menjadi pengajar sekolah dasar di beberapa kota seperti Bani Suef,
Dimyath, dan Hilwan, serta menjadi pengawas pendidikan tingkat sekolah
dasar pada tahun 1944. Setahun berikutnya, beliau ditugaskan bekerja pada
bagian administrasi umum di kementrian Kebudayaan.
Selama berada di Kairo, selain mendalami bidang seni dan sastra, Sayyid
Quṭb juga sangat tekun mempelajari ilmu Bahasa Inggris. Hal itu cukup
berpengaruh pada pemikirannya sehingga beliau cukup diperhitungkan
kemampuannya dalam bidang kritik sastra. Sayyid Quṭb juga disebut-sebut
sebagai murid atau bahkan siswa yang paling dekat dengan Al-ʽAqqad.33
31 Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), 249. 32 Abdullah Al-ʼAqil, Mereka Yang Telah Pergi (Jakarta: Al-Iʼtishom Cahaya
Umat, 2010), 600. 33 Shalah al-Khalidy, Biografi Sayyid Quṭb, 123.
36
Disamping kedekatannya dengan Al-ʽAqqad, Sayyid mempunyai
pandangan bahwa sastra tidak bisa dikaitkan dengan agama. Hal ini dapat
terlihat bahwa menurut Sayyid, sastra adalah perasaan, ungkapan jiwa dan
aspirasi manusia yang tidak bisa digabungkan dengan urusan agama.
Namun pandangan itu seakan terbantah ketika ia menerbitkan dua buah
bukunya pada tahun 1945 yang berjudul Al-Taṣwīr al-Fannī Fī al-Qur’ān
dan Musyāhidat al-Qiyāmah Fī al-Qur’ān.
Sebab dalam kedua bukunya itu, ia mengatakan bahwa al-Qur’ān
memiliki bahasa dan susunan kata yang sangat indah sehingga tidak
mungkin menjadi sebuah ciptaan manusia. Kemudian dia juga mengatakan
bahwa, tidak mungkin keadilan yang menjadi cita-cita umat Islam akan
terwujud, bila kita tidak melihat sastera dari pandangan Islam.34
Pada saat beliau bekerja sebagai pengawas sekolah di Departemen
Pendidikan tepatnya tahun 1948, ia mendapat tugas belajar ke Amerika
Serikat untuk memperdalam pengetahuannya di bidang pendidikan selama
dua tahun. Kembali ke Mesir pada tahun 1950. Di tahun 1954 ia menjadi
pemimpin redaksi Ikhwanul Muslimin.35
Kedekatan Sayyid Quṭb dengan Ikhwanul Muslimin sangat terasa setelah
terjadinya revolusi Mesir, di mana ia menghabiskan waktunya dengan
Dewan Komando Revolusi. Setelah revolusi, Sayyid Quṭb dengan Gamal
Abdel Nasser berhasil mendirikan sebuah partai yang bernama Hai’at
Tahrīr (Liga Kebebasan) pada 23 Januari 1953. Sayyid Quṭb mendapat
peranan penting sebagai penanggung jawab utama pada partai itu,
sedangkan Gamal Abdel Nasser mengemban jabatan sebagai sekretaris
jendral.
34 Nuim Hidayat, Sayyid Quṭb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya (Jakarta:
Gema Insani, 2015), 17-20 . 35 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Modern-
Klasik, 132.
37
Selang sebulan lamanya partai itu berdiri, Sayyid Quṭb memilih sikap
untuk mengundurkan diri dengan alasan konsep dasar pembentukan partai
tersebut. Pada saat yang sama, hubungan Sayyid Quṭb dengan Ikhwanul
Muslimin semakin erat. Menurut Sayyid, Ikhwanul Muslimin adalah
kelompok yang benar-benar mengamalkan ajaran Islam pada segala aspek
yang tentu berbeda dengan kelompok Komunis, Kristen serta para penjajah.
Sejak saat itu Sayyid Quṭb yang semakin dekat dengan Ikhwanul Muslimin
memutuskan untuk bergabung secara langsung ke dalam kelompok tersebut
pada tahun 1953.36
Namun setahun setelah bergabungnya Sayyid Quṭb dengan Ikhwanul
Muslimin tepatnya pada 16 Januari 1954, justru Gamal Abdel Nasser
memerintahkan pasukan Dewan Komando Revolusi untuk menangkap
Sayyid Quṭb dan juga beberapa aktivis Ikhwanul Muslimin. Penangkapan
itu dipicu lantaran aksi yang dilakukan oleh Sayyid Quṭb dengan Hasan al-
Hudhaibiy Mursyid ‘Ᾱmm Ikhwanul Muslimin yang mengumandangkan
bahwa perpecahan yang terjadi pada intra kelompok Ikhwanul Muslimin itu
adalah rekayasa Gamal Abdel Nasser.
Sayyid Quṭb berfikir bahwa pihak Amerika telah menyebar fitnah antara
Ikhwanul Muslimin dengan Dewan Komando Revolusi, yang diawali
dengan usaha memecah belah kelompok Ikhwanul Muslimin.37 Kemudian
Sayyid Quṭb dijatuhkan hukuman penjara selama lima belas tahun ditambah
dengan kerja paksa. Selama dalam masa penahanan, Sayyid kerap
menerima siksaan dalam bentuk fisik yang membuat dirinya menjadi lemah.
Selama mengalami masa penyiksaan di penjara, Sayyid Quṭb
memikirkan cobaan serta ujian-ujian yang dialami oleh para aktivis Islam
yang telah di tuduh oleh para petinggi pemerintah. Beliau berpikir mengapa
36 Munir M. Ghadban, Sayyid Quṭb Sosok Antradikalisme dan Antiterorisme
(Jakarta: Direktorat Deradikalisasi-, 2014), 32-36. 37 Munir M. Ghadban, Sayyid Quṭb Sosok Antradikalisme dan Antiterorisme, 44.
38
pemerintah lebih memilih para penjajah dan menjauhi kaumnya yang jujur
dan setia dalam memperjuangkan negara. Setelah selesai mengalami
siksaan dalam bentuk fisik, Sayyid Quṭb mengulang bacaannya terhadap al-
Qur’ān selama masa tahanan berlangsung. Dari situ Sayyid Quṭb
menggoreskan tulisannya yang saat ini kita kenal sebagai kitab tafsirnya
terhadap al-Qur’ān yaitu kitab Fī Zilāl al-Qur’ān.38
Kondisi fisik Sayyid Quṭb semakin bertambah parah pasca siksaan fisik
yang dialaminya selama masa tahanan berlangsung. Sayyid Quṭb sempat
dirawat berpindah-pindah dari RS Thurrah dan RS El-Minal. Selama di
rumah sakit dalam masa perawatan, Sayyid Quṭb menjalani masa tahanan
tanpa harus merasakan penyiksaan fisik yang dialaminya selama dalam
jeruji besi. Dalam masa perawatannya di rumah sakit, beliau sempat
menulis beberapa buku serta pemikirannya tentang keislaman.39
Setelah sepuluh tahun menjalani masa penahanan, Sayyid Quṭb
dibebaskan pada tahun 1964 dengan alasan kesehatan fisik beliau serta
bantuan dari Presiden Irak Abdul Salam Arif.40 Namun baru satu tahun
menghirup udara bebas, Sayyid Quṭb kembali ditahan karena tuduhan
kepada dirinya dalam upaya pembunuhan terhadap Gamal Abdel Nasser.
Selanjutnya Sayyid Quṭb kembali ditahan pada tanggal 9 Agustus 1965.
Penyidikan terhadap Sayyid Quṭb dilakukan dalam penjara perang selama
tiga hari pada tanggal 19 Desember 1965.
Kemudian pengadilan terbuka terhadap Sayyid Quṭb dilakukan pada
tanggal 12 April 1966 yang diketuai oleh Fuad Ad-Dajwi, di mana ia
38 K. Salim Bahnasawi, Butiran-Butiran Pemikiran Sayyid Quṭb (Jakarta: Gema
Insani Press, 2003), 19-20. 39 Munir M. Ghadban, Sayyid Quṭb Sosok Antradikalisme dan Antiterorisme, 79-
80. 40 Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah,
251.
39
menjatuhkan hukuman mati terhadap Sayyid Quṭb.41 Mendengar berita
hukuman mati yang dijatuhkan kepada Sayyid Quṭb, beberapa tokoh-tokoh
yang berpengaruh dalam dunia Islam mengecam keputusan pengadilan itu.
Salah satunya adalah Raja Faisal bin Abdul Aziz. Beliau mengirimkan
telegram kepada Gamal Abdel Nasser pada tanggal 28 Agustus 1966, agar
mencabut hukuman mati itu. Namun sangat disayangkan, telegram yang
disampaikan oleh Raja Faisal kepada Gamal Abdel Nasser barulah sampai
setelah eksekusi mati terhadap Sayyid Quṭb dilaksanakan. Gamal
memerintahkan kepada Sami Syaraf untuk melakukan eksekusi mati itu
keesokan paginya setelah Raja Faisal mengirim telegram kepadanya.
Sayyid Quṭb, Abdul Fatah Ismail, Muhammad Yusuf Hawwasy dan
beberapa rekan Ikhwanul Muslimin dieksekusi mati dengan digantung pada
tanggal 29 Agustus 1966. Hukuman mati yang dialami oleh Sayyid Quṭb
membuat kemarahan ulama, da’i dan kaum muslimin di seluruh dunia yang
mendengarnya.42
2. Metode dan Corak Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān
Selama berada di dalam penjara tahanan perang, Sayyid Quṭb banyak
menghabiskan waktunya bersama al-Qur’ān. Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān lahir
lewat pemikiran serta interaksi secara mendalam beliau terhadap al-Qur’ān
pada masa-masa sulitnya. Kata Ẓilāl yang memiliki arti “naungan”, sangat
dalam hubungannya dengan kehidupan beliau.43 Bahkan sebelum menemui
ajalnya, beliau sempat menyelesaikan karya tafsirnya sebanyak enam belas
juz. Di mana dalam kitab ini, pada cetakan pertama dimuat sebanyak 700
41 Abdullah Al-ʼAqil, Mereka Yang Telah Pergi (Jakarta: Al-Iʼtishom Cahaya
Umat, 2010), 601.
42 Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta:
Gema Insani, 2006), 600. 43 Munir M.Ghadban, Sayyid Quṭb Sosok Antradikalisme dan Antiterorisme, 97.
40
halaman dan terdapat tambahan 100 halaman pada cetakan kedua karena
perkembangan pemikirannya yang baru.44
Meskipun metode penulisan tafsir itu beragam, namun melihat penulisan
Tafsir Fī Zilāl al-Qur’ān yang mengikuti alur susunan surah dan ayat yang
termaktub dalam mushaf al-Qur’ān, maka dari satu sisi bisa dikatakan
bahwa Sayyid Quṭb telah menggunakan metode analisa atau tahlīlī.45 Di sisi
lain sebagaimana disebutkan di atas, Sayyid Quṭb juga tidak menggunakan
metode tahlīlī secara mutlak, karena ia juga menafsirkan ayat dengan ayat
yang lain, baik sebagai penafsiran ayat yang ditafsirkannya maupun sebagai
penguat pendapatnya, padahal cara ini adalah menjadi ciri dari metode
penulisan tematik. Namun kita juga tidak dapat menyebutnya dengan
metode semi-tematik, Karena Sayyid Quṭb tidak memberi judul atau tema
dari ayat-ayat yang sedang ditafsirkan.
Mencermati perkembangan pemikiran Sayyid Quṭb sebelum dan sesudah
mengalami penangkapan oleh rezim pemerintah mesir, mengharuskan kita
juga melihat adanya perkembangan corak dalam tafsirnya. Pada mulanya,
sebelum penangkapan dirinya, Sayyid Quṭb memeliki kecenderungan corak
adabi ijtima’i, yaitu corak yang diperkenalkan oleh Muhammad Abduh,
disamping ia juga telah mengarang bukunya yang berjudul al-Taṣwīr al-
Fannī Fī al-Qur’ān. Corak inilah yang terlihat lebih menonjol dalam
tafsirnya sebelum diedit ulang. Setelah tafsir al-Ẓilāl diedit ulang, dan
setelah Sayyid Quṭb mendekam lebih lama di penjara, penghayatannya
terhadap al-Qur’ān, Islam, kehidupan dan perjuangannya berkembang. Hal
ini berimbas pada corak penafsirannya, tidak lagi hanya bernuansa adabi
44 Munir M.Ghadban, Sayyid Quṭb Sosok Antradikalisme dan Antiterorisme, 99. 45 Metode ini berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’ān dari berbagai
seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan keinginan mufasirnya yang
dihidangkannya secara runtut sesuai dengan perurutan ayat-ayat dalam Mushaf. Lihat: M.
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera, 2013), 378.
41
ijtima’i, tapi ia menambahkan corak lain terhadap tafsirnya yaitu corak
perjuangan (harakī)46 dan corak Tarbawi.47
Motivasi Sayyid Quṭb memperkenalkan corak harakī dalam tafsirnya
didorong oleh obsesinya mengajak kaum muslimin untuk betul-betul
memahami al-Qur’ān dan menghayatinya untuk kemudian dijadikan
sebagai inspirator dalam menjalankan semua aktifitasnya di alam nyata ini.
Sedangkan corak Tarbawi-nya dipicu oleh keinginan agar setiap muslim
terdidik secara islami berdasarkan ajaran al-Qur’ān, berakhlak sesuai al-
Qur’ān, selalu komitmen dengan semua ajarannya.48
3. Karya-Karya Sayyid Quṭb
Selama perjalanan hidupnya, Sayyid Quṭb telah menulis lebih dari 20
buku yang terkenal di zamannya hingga saat ini. Karyanya ilmiahnya yang
paling termasyhur serta beberapa buku lainnya adalah sebagai berikut:
1. Fī Ẓilāl al-Qur’ān.
2. Haẓa al-Dīn.
3. Al-Mustaqbal Li Haẓa al-Dīn.49
4. Khaṣāi’ṣu al-Taṣwīru al-Islāmi Wa Muqawwamātuhu.
5. Ma’ālim Fī al-Ṭarīq.
6. Al-Taṣwīr al-Fannī Fī al-Qur’ān.
7. Musyāhidat al-Qiyāmah Fī al-Qur’ān.
8. Al-Islāmi Wa Musykilāh al-Ḥaḍārah.
9. Al-‘Adālah al-Ijtimā’iyyah Fī al-Islām.
10. Al-Salām al-ʼᾹlamy Wa al-Islām.
46 Kata haraki (حركي) berasal dari kata حرك yang artinya bergerak. Lihat: Ahmad
Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pustaka
Progressif, 1984), 256. 47 Shalah Abdul Fatah, Ta’rif ad-Darisin bi manahij al-Mufassirin (Damaskus: Dar
al-Qolam, 2002), 605. 48 Shalah Abdul Fatah, Ta’rif ad-Darisin bi manahij al-Mufassirin, 606. 49 Abdullah Al-ʼAqil, Mereka Yang Telah Pergi, 603.
42
11. Kutub Wa Syakhṣiyāt.
12. Al-Asywāk.
13. Al-Naqd al-Adabī Uṣuwluhu Wa Manāhijuhu.
14. Naḥwa Mujtama’ al-Islāmy.
15. Ṭifl Min al-Qaryah.
16. Al-Aṭyaf al-ʼArba’ah.
17. Muhimmat al-Syā’ir Fī al-Hayāt.
18. Ma’rakah al-Islām Wa al-Ra’sumāliyah.
19. Tafsiru Ayatir Riba.
20. Tafsiru Suratin al-Syura.
21. Dirasah al-Islamiyyah.
22. Ma’rakatunā Ma’a al-Yahudi.
23. Fī al-Tārikh Fikratun wa Minhāj.
24. Limadza A’damuni.50
50 Abdullah Al-ʼAqil, Mereka Yang Telah Pergi, 604.
43
BAB IV
ANALISIS PENAFSIRAN QS. MUHAMMAD [47]: 15 MENURUT
FAKHR AL-DIN AL-RᾹZĪ DAN SAYYID QUṬB
A. Tafsir Mafātīḥ al-Ghaib QS. Muhammad [47]: 15
ر م ن ه ءاسن وأن ج ر م ن ماء غيج ه
مت قون فيها أن ج نة ٱلت وعد ٱلج مه مثل ٱلج لب لج ي ت غي رج طعج فيها من كل ٱلثمرت
ر م نج عسل مصفى ولمج هربين وأن ج ة ل لش ر لذ ر م نج خج ه
فرة م ن وأن جومغج
يما ف قط لد ف ٱلنار وسقوا ماء ح عاءهمج رب مج كمنج هو خ ع أمجNabi SAW di dunia sebagai perealisasi, dan pada keadaan itu orang-
orang kafir diazab dan orang-orang mumin diberi pahala dan firman Allah
( ة ن ي ى ب ل ع ) serta firman Allah ( ه ب ر ن م ) bermakna bahwa suatu bayyinah (bukti)
itu bisa menjadi pembeda terhadap orang-orang yang yang berpegang teguh
kepada kebenran dan orang-orang yang hanya berkata tanpa bukti yg kuat.
Dan suatu bayyinah (bukti) itu bagi Allah memiliki kedudukan yang lebih
kuat dan lebih tinggi. Dan friman Allah ( ه ب ر ن م ) kemungkinan memiliki
makna bahwa yang dimaksud bukanlah Allah langsung yang menurunkan
bayyinah itu tapi bermakna hidayah yang Allah berikan sebagaimana
firmanya ( اء ش ي ن ى م د ه ي ). Sebagaimana firman Allah ( ه ل م ع ء و س ه ل ن ي ز ن م ك )
dan disambung dengan firman-Nya ( م ه اء و اه ا و ع ب ات و ) yang bermakna ada yang
perbuatan buruknya menghiasi dirinya dan syubhat merasuki dirinya lalu
dia menentang orang yang sudah mendapat burhan (bukti/petunjuk) dan
menerima burhan tersebut. Dan ada juga orang yang terjangkit syubhat
namun ia merenung dan kembali kepada kebenaran. Maka, orang seperti ini
lebih dekat kepada petunjuk dari yang pertama tadi. Orang yang menolak
44
burhan (bukti nyata) ia mengikuti hawa nafsunya dan tidak ingin merenungi
burhan tersebut dan menolak segala bentuk penjelasan maka sangat jauhlah
ia tersesat, seperti inilah umpama nabi bersama orang mukmin berhadapan
dengan orang kafir, mereka tidak mau menerima burhan (bukti nyata)
kebenran quran dan mereka tersesat. Orang-orang kafir terjerumus dalam
kesyubhatan dan hawa nafsu mereka. Adapun firman Allah ( ه ب ر ن م )
maknanya adalah dari Allah sebagaimana kita berkata hidayah dari Allah
adapun firman Allah ( م ه اء و ه ا ا و ع ب ت ا ) itu bersambung maknanya dengan ( ا م
ك س ف ن ن م ف ة ئ ي س ن م ك ا ب ص ا أ م و الل ن م ف ة ن س ح ن م ك ا ب ص أ ) maksudnya adalah
jika kamu berbuat sesuatu sesuai hawa nafsu burukmu semua itu datang dari
dirimu sendiri dan bukan Allah
Dan firman Allah ( وعد المت قون مثل النة الت ).
Ketika membedakan anatara dua kelompok yaitu kelompok yang diberi
petunjuk dan kelompok yang sesat. Keduanya dibedakan dengan keadaan
bahwa yang satu mengikuti petunjuk dan yang satu lagi mengikuti hawa
nafsu keduanya memiliki keadaan yang bertentangan.1
persoalan pertama, firman Allah ( مثل النة) memiliki beberapa tafsiran:
pertama menurut sibawaih kalimat masal itu mempunyai makna wasfu
(sifat surga) jikalau bermakna begini maka ada dua kemungkinan
penafsiran yaitu (pertama) khabar dari mubtada tersebut dihapuskan dan
ditakdirkan kalimatnya “bagaikan surga yang telah kami ceritakan
1 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28 (Beirut: Dār al- Fikr, 1981M/ 1410
H), 53.
45
kepadamu”. (kedua) yang dimaksutkan surga di sini adalah sungai-sungai
yang mengalir.2
kedua permisalan di sini duhapus kalau diadakan permisalanya seperti
kata az-Zajjaj berkata bahwa surga yang dimaksut di sini adalah surga yang
dialiri dengan sungai-sungai yang mengalir. Dan permisalan surga yang
dijanjikan untuk orang bertaqwa adalah permisalan yang menakjubkan.3
ketiga adapaun tafsiran ketiga permisalan di sini disebutkan sebagaiman
zamakhsyari berkata dalam firman Allah (kaman huwa khalidun finnar =
bagaikan ia yang kekal di neraka) itu seperti menggunakan metode
pengingkaran maka zamakhsyari menganalogikan bahwa kalimat masalul
jannah itu sama dengan kaman huwa khalidun finnar.4
Allah berfirman :
ة ل لشاربين ب ل ي ت غي ر طعمه وأن هار م م ن ل فيها أن هار م ن ماء غي آسن وأن هار ن خر لذ وأن هار م ن عسل مصفى
Sungai-sungai di surga menurut ayat ini ada 4 jenis. Karena minuman itu
diminati tentu dari rasanya. Adapun jenis rasa bermacam macam: ada pahit,
asin, tawar, manis dan asam, tawar dan yang paling enak rasanya adalah
yang manis dan lembut adapun makanan paling manis adalah madu dan
yang paling lembut adalah lemak, akan tetapi lemak tidak baik untuk
dikonsumsi. Adapun susu yang di dalamnya ada lemak itu baik untuk
diminum dan dikonsumsi. Adapun minuman yang dikonsumsi untuk
merasakan nikmatnya adalah air biasa, adapun khamar adalah minuman
yang dikonsumsi karena memang orang suka tanpa daya tarik khusus. 4
jenis minuman tersebut adalah minuman yang disepakati bahwa manusia
menyukainya dan sifat air tersebut tidak akan berubah di surga. Adapun air
2 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 53-54. 3 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 54. 4 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 54.
46
yang berubah disebut asinul maa (air yang berubah), contoh asinul laban
yang berarti susu yang rasanya sudah berubah. Adapun khamar sebenarnya
peminumnya tidak terlalu suka juga terhadap rasanya . dan banyak juga
yang mati untuk mendapatkan beberapa madu. Maka Allah
membandingkan antara susu yang diminum karena rasanya dengan khamar
yang diminum bukan karena rasanya dan begitu juga dibandingkan dengan
madu yang diminum karena rasanya.5
Persoalan kedua, Tuhan berfirman mengenai khamar ( ربين ة ل لش namun (لذ
Allah tidak berkata mengenai susu dan madu adalah minuman yang tidak
akan berubah rasanya (selalu terasa lezat) bagi peminat/pengonsumsinya.
Karena, rasa lezat itu sangat subjektif, seseorang bisa saja menganggap lezat
sesuatu tapi orang lain tidak menganngapnya lezat. Adapun khamar rasanya
memang tidak enak adapun kata ( لذة) untuk mensifati khamar di sini
bermkasud bahwa khamar di akhirat itu rasanya lezat berbeda dengan
khamar dunia. Adapun persoalan cap rasa seperti manis dan asam serta
warna minuman tersebut manusia tidak akan berselesih tentang
pensifatanya karena mereka bisa merasakannya secara idrawi. Akan tetapi
masalah suka atau tidaknya, manusia akan berbeda selera karena ada yang
suka manis ataupun asam begitu juga yang lainya ada yang tidak suka.
Adapun dalam kalimat ( لذة) ada dua pendapat secara bahasa: ia bisa
berbentuk muannatṡ bisa juga berbentuk muzakkar.6
Lalu Allah berfirman:
م ولم فيها من كل الثمرات ومغفرة م ن رب
5 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 54-55. 6 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 55.
47
Setelah Allah menyebutkan minuman dalam ayat sebelumnya sekrang
Allah menyebutkan makanan. Sebagai mana Allah menyebutkan bahwa di
surga ada berbagai buah buahan yang lezat untuk dimakan. Seabagai mana
Allah sampaikan dalam surat Ar-Ra’d [13]: 35
ري من تج مت قون تج نة ٱلت وعد ٱلج ر أكلها دائم وظل مثل ٱلج ه ن ج ها تها ٱلجdalam ayat ini membahas tentang makanan dan minuman. Adapun
maghfirah (ampunan) dan adzillu (naungan) memiliki makna yang sama
yaitu menutupi /menaungi . karena ampunan merupakan naungan dari Allah
yang maha pengasih.7
persoalan ketiga, orang-orang bertaqwa tidaklah masuk surga kecuali
mendapatkan maghfirah (ampunan), lalu bagaimanakah maghfirah
(ampunan) bagi mereka itu?. Pendapat pertama menyatakan bahwa mereka
mendapatkan maghfirah (ampunan) dari Allah dan diberikan karunia berupa
kenikmatan surgawi yang berupa buah-buahan yang lezat. Adapun
pendapat kedua adalah yang dimaksud maghfirah di sini adalah mengangkat
taklif di mana mereka bisa memakan buah-buahan yang meruapakan
karunia dari Tuhan tanpa hisab (perhitungan) sebagaimana di dunia.
Adapun penjelasan lain mengenai ayat ini adalah, penduduk surga yang
mendapat ampunan dan karunia dapat memakan buah-buahan surga dengan
bebas tanpa harus merasakan dampak-dampak negatif dari efek makanan
tersebut seperti buang air dan penyakit karena sebab makanan.8
Allah befirman:
يما ف قط ع أمعاءهم كمن هو خالد ف النار وسقوا ماء حDalam ayat ini terdapat beberapa persoalan.
Persoalan pertama, pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan tentang
surga dan orang-orang di dalamnya yang diberi kenikmatan buah-buahan
7 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 55. 8 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 55-56.
48
surga. Lalu Allah selanjutnya menjelaskan tentang neraka dan orang-orang
yang kekal di dalamnya. Maka zamakhsyari berpendapat dalam
penafsiranya akan ayat ini adalah bahwa surga yang kami misalkan di sini
bagi penduduknya itu bagaikan neraka bagi orang-orang yang kekal di
dalamnya.9
Persoalan kedua, az-Zajjaj bekata bhawa firman Allah ( كمن هو خالد ف
) itu kembali pada firman Allah (النار ء و س ه ل ن ي ز ن م ك ه ب ر ن م ة ن ي ب لى ع ان ك ن م ف أ
ه ل م ع ) dan apakah mereka memang benar kekal di neraka? Maka kita harus
melihat kepada makna lafadz ayat. Begitupun kalimat ( د ال خ و ه ن م ك )
terhadap ayat ( ه ل م ع ء و س ه ل ن ي ز ن م ك ) dan ( كمن هو خالد ف النار) di sini terdapat
muqobalah (perbandingan) di antara mereka yang mendapat bukti
(petunjuk) dari Tuhan-nya dan mereka yang tersesat karena amal buruknya,
dan di antara mereka yang kekal di surga dan mereka yang kekal di neraka.
Dan juga terdapat muqobalah (perbandingan) dengan mereka yang yang
diberi minum air mendidih dengan mereka yang mendapat kenikmatan
surga. Adapun muqobalah antara surga yang di dalamnya terdapat sungai-
sungai yang mengalir dan neraka yang berisi air yang mendidih disebut
tasybih inkari (istilah balaghah silahkan rujuk ke kitabnya).10
B. Tafsir Fī Zilāl al-Qur’ān QS. Muhammad [47]: 15
Gambaran konkret ihwal nikmat dan azab disuguhkan dalam al-Qur’ān
pada berbagai tempat. Kadang-kadang gambaran itu disertai dengan
gambaran maknawiah atau gambaran yang abstrak. Aneka gambaran
9 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 56. 10 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 56.
49
kenikmatan dan azab yang abstrak pun disuguhkan tersendiri dalam
beberapa surah.11
Allah yang telah menciptakan manusia lebih mengetahui orang yang
telah diciptakan-Nya, lebih mengetahui apa yang memperngaruhui
kalbunya, apa yang selaras bagi pendidikannya, dan apa yang tepat bagi
kenikmatan dan azab mereka. Manusia itu berjenis-jenis, jiwa beraneka
ragam, dan tabiat berlainan yang semuanya bertaut pada fitrah manusia.
Lalu, fitrah itu berbeda-beda dan beragam selaras dengan individu manusia.
Karena itu, Allah memilah aneka jenis nikmat dan azab serta aneka jenis
kesenangan dan kepedihan selaras dengan pengetahuan-Nya yang mutlak
ihwal para hamba.12
Di sana ada manusia yang tepat untuk didik dan digelorakan himmahnya
supaya beramal sebagaimana dia layak untuk mendapat balasan yang
disukai dirinya berupa sungai-sungai yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar yang lezat rasanya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring, atau
segala macam buah-buahan disertai ampunan dari Tuhan mereka yang
menjamin keselamatan mereka dari api neraka dan kesenangan surgawi.
Bagi mereka itu apa yang tepat untuk pendidikannya dan apa yang pantas
bagi balasannya.13
Ada pula manusia yang beribadah kepada Allah karena mereka
bersyukur kepada-Nya atas aneka nikmat yang tidak terhitung, atau karena
mereka mencintai-Nya dan mereka bertaqarub kepada-Nya dengan aneka
ketaatan laksana pecinta kepada kekasihnya. Atau, karena mereka merasa
malu dilihat Allah dalam keadaan yang tidak disukai-nya tanpa melihat
11 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26 (Kairo: Dār al-Syurūq, 1972M/1423H),
3291. 12 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26, 3291. 13 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26, 3291.
50
surga atau neraka yang ada di balik itu; tanpa melihat nikmat atau azab apa
pun. Mereka itu layak dididik dan layak menerima balasan dan pernyataan
dari Allah,
“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang
Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih
sayang.”(Maryam [19]: 96).
Atau, diberi tahu bahwa mereka akan berada,
“Di tempat yang disenangi di sisi (Tuhan) Yang Maha Berkuasa.”(al-
Qamar [54]: 55)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah shalat hingga kedua kakinya pecah-
pecah, lalu Aisyah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau
berbuat demikian, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang terdahulu
dan yang kemudian?” Nabi saw. Menjawab, “Hai Aisyah, apakah aku tidak
boleh menjadi seorang hamba yang bersyukur?”
Rabi’ah al-‘Adawiyah berkata, “Apakah jika tidak ada surga dan tidak
ada neraka, maka tiada seorang pun yang beribadah kepada Allah dan tiada
seorang pun yang takut Kepada-Nya?” Sufyan Tsauri yang ditanya
menjawab, “Apa hakikat keimananmu?” Rabi’ah menjawab, “Aku tidak
menyembah-Nya karena takut terhadap neraka dan bukan karena ingin
surga-Nya. Kalau aku berbuat begitu, maka aku menjadi buruh yang buruk.
Aku beribadah kepada-Nya karena rindu kepada-Nya.”
Bagi aneka warna jiwa, rasa, dan watak itu ada nikmat, azab, dan aneka
balasan yang diberikan Allah selaras dengan pendidikannya di bumi. Ada
sesuatu yang sesuai dengan balasan di sisi Allah.14
Pada umumnya yang kita lihat bahwa aneka gambaran nikmat dan azab
itu berjenjang dan berperingkat seperti peringkat orang-orang yang
menjalani pendidikan dan pembinaan selama masa turunnya al-Qur’ān.
Juga selaras dengan keragaman orang yang disapa, dan selaras dengan
14 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26, 3291-3292.
51
aneka keadaan yang diisyaratkan dengan berbagai ayat. Itulah kasus dan
model yang terjadi berulang-ulang di kalangan manusia sepanjang masa.15
Di sana ada dua balasan: inilah sungai-sungai berikut segala macam
buah-buahan disertai maghfirah dari Allah, sedang yang lain “kekal dalam
neraka, dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga
memotong-motong ususnya”.16
Itulah gambaran azab yang konkret dan keras selaras dengan atmosfer
surah al-Qital; selaras dengan tabiat kaum yang keras. Mereka bergelimang
kenikmatan dan makan bagaikan binatang. Atmosfernya ialah atmosfer
kesenangan yang kasar dan makan yang kasar pula. Maka, balasannya pun
air yang mendidih, yang menghancurkan usus, yang membuat haus, dan
yang membuat rakus seperti binatang. Tentu saja balasan kelompok yang
ini berbeda dari balasan kelompok yang itu selaras dengan perbedaan
perilaku dan manhajnya.17
C. Analisis Komparatif
Tabel 4.1 Analisis Komparatif Penafsiran
Tafsir Diksi
Terkait Bentuk Penafsiran Perbedaan makna
Tafsir
Mafātīḥ
al-Ghaib
(Fakhr
al-Din
al-Rāzī)
ر م نج ه وأن ج
ة ر لذ خجربين ل لش
Adapun khamar rasanya
memang tidak enak adapun
kata ( لذة) untuk mensifati
khamar di sini bermkasud
bahwa khamar di akhirat itu
rasanya lezat berbeda
dengan khamar dunia.
Adapun persoalan cap rasa
seperti manis dan asam serta
warna minuman tersebut
manusia tidak akan
Tafsir ini
menjelaskan bahwa
makna khamar di
dalam surga ialah
suatu minuman
yang lezat rasanya.
Di mana kata
lażżatin lisy-
syāribīn sebagai
kata penjelas
bahwa khamar di
surga berbeda
15 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26, 3292. 16 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26, 3292. 17 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26, 3292.
52
berselesih tentang
pensifatanya karena mereka
bisa merasakannya secara
idrawi
dengan khamar
yang berada di
dunia.
Tafsir Fī
Zilāl al-
Qur’ān
(Sayyid
Quṭb)
Di sana ada manusia yang
tepat untuk didik dan
digelorakan himmahnya
supaya beramal
sebagaimana dia layak
untuk mendapat balasan
yang disukai dirinya berupa
sungai-sungai yang tiada
berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari susu
yang tiada berubah rasanya,
sungai-sungai dari khamar
yang lezat rasanya.
Sedangkan dalam
Tafsir ini, penulis
tidak dapat
menemukan makna
inti dari lafadz
khamar yang
dikemukakan oleh
mufasir dalam ayat
ini.
Dalam menafsirkan ayat ini, Fakhr al-Din al-Rāzī menjelaskan poin-poin
yang terdapat di dalam QS. Muhammad [47]: 15 secara rinci mengenai
balasan bagi dua kelompok manusia, yang mana kelompok pertama ialah
kelompok yang mengikuti petunjuk dari Allah SWT dan kelompok kedua
ialah kelompok yang mengikuti hawa nafsu mereka.
Dalam ayat ini, al-Rāzī menjelaskan kenikmatan surga berupa 4 jenis
sungai-sungai yang mengalir di dalamnya dengan bentuk minuman, dan ada
juga buah-buahan di dalamnya serta ampunan dari Allah SWT. Menurut al-
Rāzī, keempat jenis minuman tersebut tidak akan berubah rasanya di dalam
surga dan manusia menyukai minuman-minuman tersebut karena sifat-
sifatnya seperti bau, rasa, maupun warna.18
Beliau menjelaskan bahwa minuman yang disukai karena rasanya yang
manis ialah madu, kemudian minuman yang disukai karena lembutnya ialah
susu, sedangkan air biasa disukai karena untuk merasakan nikmatnya dan
yang terakhir, khamar disukai tanpa adanya daya tarik khusus atau boleh
18 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 54-55.
53
dikatakan siapapun manusia dapat menikmati khamar di surga nanti
walaupun ia tidak menyukainya di dunia. Pada ayat ini, kata lażżatin lisy-
syāribīn menunjukkan bahwa khamar yang ada di dalam surga itu lezat
rasanya, berbeda dengan khamar yang ada di dunia.19
Kemudian beliau menjelaskan maghfirah (ampunan) yang terdapat di
dalam QS. Muhammad [47]: 15 ini memilik makna yang sama dengan kata
adzillu (naungan) dalam QS. Ar-Ra’d [13]: 35, karena ampunan merupakan
naungan dari Allah SWT. Menurutnya, ada dua pendapat mengenai
maghfirah (ampunan) di dalam ayat ini yaitu berupa kenikmatan surgawi
dalam bentuk buah-buahan yang lezat atau maghfirah di sini ialah di mana
manusia dapat menikmati buah-buahan di dalam surga tanpa adanya hisab
(perhitungan) seperti di dunia.20
Dan yang terakhir al-Rāzī mengutip pendapat Zamakhsyari dalam
penafsirannya bahwa surga yang dimisalkan disini bagi penduduknya ialah
sama halnya seperti nereka bagi orang-orang yang kekal di dalamnya.21
Sedangkan Sayyid Quṭb dalam kitab tafsirnya Fī Zilāl al-Qur’ān,
menjelaskan bahwa nikmat dan azab yang dijanjikan dalam al-Qur’ān
terkadang disuguhkan dengan gambaran maknawiah atau gambaran
abstrak. Menurutnya, Allah SWT telah mengetahui balasan apa yang selaras
untuk manusia berdasarkan tabiat manusia itu sendiri. Sayyid menjelaskan
jika manusia melakukan amal salih, maka manusia itu akan mendapatkan
balasan yang disukai dirinya. Balasan itu berupa sungai-sungai yang tiada
berubah rasa dan baunya serta segala macam buah-buahan disertai ampunan
dari Tuhan.22
19 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 54-55. 20 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 55-56. 21 Fakhr al-Din al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib, Juz 28, 56. 22 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26, 3291.
54
Dalam menjelaskan nikmat yang ada di QS. Muhammad [47]: 15 ini,
Sayyid Quṭb tidak terlalu rinci ketika menyebutkan sifat-sifat sungai yang
terdapat di dalam surga. Namun pada ayat ini, Sayyid Quṭb lebih
menjelaskan tingkat-tingkat keimanan manusia berdasarkan warna jiwa,
rasa, dan watak mereka. Sayyid Quṭb menjelaskan, bahwa apa yang akan
diterima oleh manusia di dalam surga nanti, sesuai dengan tabiatnya di
dunia, atau dengan kata lain dari keempat jenis sungai yang dijelaskan
dalam QS. Muhammad [47]: 15 ini ialah merupakan objek-objek
kenikmatan yang diperoleh manusia berdasarkan tabiatnya di dunia.
Selanjutnya Sayyid juga menjelaskan ragam tingkat keimanan manusia-
manusia yang berbeda, di mana menurutnya ada manusia yang beribadah
kepada Allah SWT karena mereka bersyukur kepada Allah atas nikmat yang
telah diberikan, atau karena mereka mencintai Allah layaknya pecinta
kepada kekasihnya. Tetapi ada juga manusia yang beribada kepada Allah
tanpa melihat nikmat yang disuguhkan di dalam surga ataupun azab di
neraka.
Sedangkan balasan bagi kelompok manusia yang tidak bertaqwa, atau
memiliki tabiat yang keras yaitu mereka akan mendapatkan minuman dari
air yang mendidih, yang menghancurkan ususnya, yang selalu membuatnya
haus dan yang membuatnya rakus seperti binatang. Balasan yang mereka
peroleh jelas berbeda dengan kelompok sebelumnya, karena selaras dengan
perbedaan perilakunya di muka bumi.23
23 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26, 3292.
55
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, di mana penulis menggunakan
metode analisis komparatif dalam menganalisanya, maka dapat
disimpulkan beberapa hal guna menjawab makna khamar sebagai
kenikmatan surgawi di dalam QS. Muhammad [47]: 15 melalui penafsiran
Fakhr al-Din al-Rāzī dalam kitab Mafātīḥ al-Ghaib dan Sayyid Quṭb dalam
Fī Zilāl al-Qur’ān di antaranya yaitu;
pertama, perbedaan kedua penafsiran sangat terlihat karena kedua
mufasir memiliki corak yang berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat al-
Qur’an. Di mana dapat kita lihat bahwa al-Rāzī lebih menggunakan
pemahamannya sendiri (Bi al-Ra’yi) dalam memaparkan sifat-sifat
minuman (sungai-sungai) yang terdapat dalam surga pada QS. Muhammad
[47]: 15, ia juga menjelaskan tema-tema yang ada pada surat itu secara rinci.
Sedangkan dalam menafsirkan ayat ini, Sayyid Quṭb lebih menonjolkan
susunan kandungan dalam ayat ini sehingga menjadi satu redaksi yang
indah dan menitik beratkan kepada hukum-hukum yang berlaku dalam
kehidupan manusia (harakī).
Kedua, menurut penulis makna khamar yang terkandung dalam QS.
Muhammad [47]: 15 dapat terlihat pada tafsir Mafātīḥ al-Ghaib karya Fakhr
al-Din al-Rāzī yaitu minuman yang berbeda dengan khamar (minuman)
yang ada di dunia. Sebab dalam ayat tersebut kata lażżatin lisy-syāribīn
menunjukkan makna kata khamar yang sesungguhnya di dalam surga.
Sedangkan alasan mengapa khamar diharamkan saat di dunia yaitu karena
khamar di dunia dapat menghilangkan kesadaran, merusak akal sehat, serta
menimbulkan banyak permasalahan. Sedangkan pada khamar di surga,
56
semua hal-hal negatif tersebut tidaklah ada. Di dalam surga, tidaklah
terdapat zat yang dapat merusak akal dan menghilangkan kesadaran
manusia seperti dalam QS. Aṣ-Ṣāffāt [37]: 47
ا ينزافونا ها ا غاول والا هم عان لا فيها“Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk
karenanya.”
Ketiga, penulis beranggapan bahwa hikmah yang dapat dipetik dari
penelitian ini ialah segala hal yang buruk ataupun negatif di dunia bisa saja
menjadi baik atau positif di dalam surga nanti. Sebab di dalam surga nanti,
manusia terbebas dari tanggung jawabnya di dunia sebagai hamba, serta
mendapat (maghfirah) ampunan dari Allah SWT.
57
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Artikel Jurnal
‘Amari, Ali Muhammad Hasan. al-Imam Fakhr al-Din al-Rāzī: Hayatuhu
wa Atsaruhu. t.Tp: al-Majlis al-A’la lial-Shu’un al-Islamiyyah, 1969.
Al-‘Aqil, Abdullah. Mereka Yang Telah Pergi. Jakarta: Al-Iʼtishom Cahaya
Umat, 2010.
Abdushshamad, Muhammad Kamil. Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’ān.
Jakarta: Media Grafika, 2007.
Arikunti, Suharsimi. Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Aris, Nur. Andai Surga dan Neraka Tiada. Jakarta: Inti Media, 2009.
Armando, M. “Ensiklopedi Islam”, Vol. 6. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve
(2005): 272.
Al-Asfahânî, Al-Râghîb. Mufradât Alfāz al-Qur’an Dimasyq: Dâr al-
Qalam, 2009.
Aswadi. Konsep Syifa’ dalam al-Qur’an. Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya,
2015.
Al-Asyqar, Umar Sulaiman. Ensiklopedia Kiamat, cet ke 1. Jakarta: Zaman,
2011.
Badruzaman, Abad. Dialektika Langit dan Bumi. Bandung: Mizan, 2018.
Bahnasawi, Salim. Butiran-Butiran Pemikiran Sayyid Quṭb. Jakarta: Gema
Insani Press, 2003.
Baidan, Nasharuddin. Metode Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002.
Al-Bāqī, Muhammad Fuˊād ‘Abd. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-
Qur’ān al-Karim. Kairo: Dār al-Hadits, 2007 M/1426 H.
Al-Buthy, Said Ramadhan. La Ya’tihil Bathil, terj Misbah, cet I, .Jakarta:
PT Mizan Publika, 2010.
58
Al-Dhahabī, Muhammad Husain. al-Tafsīr wa al- Mufassirūn, Juz I. Kairo:
MaktabahWahbah, 2000.
Al-Farmāwī, Abd. al-Hayy. Metode Tafsir Maudlu’i. Jakarta: PT Grafindo
Persada, 1996.
Fatah, Shalah Abdul. Ta’rif ad-Darisin bi manahij al-Mufassirin.
Damaskus: Dār al-Qolam, 2002.
Ghadban, Munir M. Sayyid Quṭb Sosok Antradikalisme dan Antiterorisme.
Jakarta: Direktorat Deradikalisasi, 2014.
Al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu Alquran. Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2008.
Halim, Muhammad Abdul. Memahami Al-Qur’an Dengan Metode
Menafsirkan Al-Qur’an Dengan Al-Qur’an. Bandung: Penerbit
Marja, 2008.
Hidayat, Nuim. Sayyid Quṭb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya.
Jakarta: Gema Insani, 2015.
Hilawi, Muhammad. Mereka Bertanya Tentang Islam. Jakarta: Gema
Insani, 1998.
Ibn Khallikān, Wafayāt al-A’yān, juz 4. al-Qāhirah: al-Nahdah al-
Misriyyah, 1948.
Ibn Manzûr. Lisân al-‘Arab. Qāhirah: Dâr al-Ma’ârif, 1119.
Ibn Katsir. Tafsir al-Qur’ān al-Adzim, v.7, T.Tp: Da’ar Tayyibah, 1999.
Ibn Rusyd. Bidayatul Mujtahid. Jeddah: al-Haramain, tt. Cet. Ke-3, Jilid 2.
Ilyas, Deddy. “Antara Surga dan Neraka: Menanti Kehidupan nan Kekal
Bermula”. JIA: no.2 (Desember 2013) : 169.
Juhaeriah, Iis. “Surga Dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian Tafsir Al-
Azhar”. Jurnal Al-Fath. Vol.11, No.2 (Juni-Juli 2017): 127.
Kadar, M. Yusuf. Tafsir Ayat Ahkam, Tafsir Tematik ayat-ayat Hukum.
Jakarta: Amzah, 2011.
59
Al-Khalidi, Shalah Abdul Fattah. Pengantar Memahami Tafsir Fȋ Zilâl al
Qur’ân Sayyid Quṭb. Solo: Intermedia, 2001.
_______. Biografi Sayyid Quṭb. Yogyakarta: Pro-U Media, 2016.
Ma’ani Abd al-‘Adzim dan Ahmad al-Ghundur. Hukum-Hukum dari Al-
Qur’ân dan hadis Secara Etimologi, Sosial dan Syari’at. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2003.
Madkour, Ibrahim. Filsafat Islam (metode dan penerapan). Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996.
Mohammad, Herry. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20.
Jakarta: Gema Insani, 2006.
Muhammad, Fauzi. Hidangan Islami : Ulasan Komprehensif berdasarkan
Syari’at dan sains Modern, Terj. Abdul Hayyi al-Kattanie. Jakarta:
Gemma Insani Press, 1997.
Munawir, Ahmad Warson. al-Munawwir : Kamus Arab – Indonesia, cet.
VIX. Surabaya : Pustaka progesif, 1997.
Mursi, Muhammad Sa’id. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
Nasution, Harun (dkk). Ensiklopedia Islam. Jakarta: Djambatan, 1992.
Nizhan, Abu. Al-Qur’an Tematis. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015.
Al-Qaṭṭān, Mannā Khalīl. Studi Ilmu-Ilmu Qur’ān, Cet. 15. Bogor: Litera
AntarNusa, 2012.
_______. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’ān. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,
2011.
Quṭb, Sayyid. Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Juz 26. Kairo: Dār al-Syurūq,
1972M/1423H.
Rahman, Fazlur. Tema Pokok Al-Qur’ān, penj. Anas Mahyuddin. Bandung:
Pustaka, 1996.
60
Razak, Yusron. Sosiologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Laboratorium
Sosiologi Agama, 2008.
Al-Rāzī, Fakhr al-Din. Mafâtȋḥ al-Ghaib, Juz 28. Beirut: Dār al-Fikr,
1981M/1401H.
_______. Ismah al-Anbiya. Kairo: Maktabah al-Madani, Cet. I, 1986.
_______. Lubāb al-Isyārāt wa al-Tanbihāt. Kairo: Maktabah al-Kuliyyat
al-Azhariyah, 1986.
_______. Ruh dan Jiwa: Tinjauan Filosofis dalam Perspektif Islam. Terj.
H. Mochtar Zoerni dan Joko S. Kahhar. Surabya: Risalah Gusti, 2002.
_______. Ismah al-Anbiya. Kairo: Maktabah al-Madani, Cet. I, 1986.
_______. Roh Itu Misterius, terj. Muhammad Abdul Qadir al Kat. Jakarta:
Cendekia, 2001.
Ridjaluddin. F.N. Teologi Sayyid Quṭb. Jakarta : Pusat Kajian Islam FAI
UHAMKA Jakarta, 2011.
Rus’an. Lintasan Sejarah Islam di Zaman Rasulullah Saw. Semarang:
Wicaksana, 1981.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah 9. Bandung: Al-Ma’arif, 1984.
ash-Shiddieqiy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an. Jakarta:
Bulan Bintang, 1990.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an Jilid 2. Tangerang: Lentera
Hati, 2010.
_______. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera, 2013.
_______. Kehidupan Setelah Kematian Surga Yang Dijanjikan Al-Qur’an.
Tangerang: Lentera Hati, 2008.
_______. Kematian Adalah Nikmat. Tangerang: Lentera Hati, 2018.
_______. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera, 2013.
Syamsudini, M. “Peradaban Arab Pra-Islam dan Dialektika Gaya Bahasa
Al-Qur’an.” Jurnal IAIN Jember. vol.6, no.1 (2014): 6-7.
61
Syibromalisi, Faizah Ali dan Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsir
Modern-Klasik. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2012,
Tāhir, Muhammad ibn ‘Asyūr. Tafsīr al-Tahrīr wa al-Tanwīr, v. 26.
Yunus, Mahmud. Tafsir Quran Karim .Jakarta: Hidakarya Agung, 2004.
Zarkan, M. Salih. Fakhruddīn al-Rāzī, Al-rauh Al-Kalamiyah Wa Al-
Falasafiyah. Beirut: Dār al-Fikr, t.Th.
Al-Zarqānīy. Manāhil al-Irfān fī Ulūm al-Qur’ân, juz 2. Beirut: Dār al-Fikr,
t.Th.
Disertasi, Tesis dan Skripsi
Akmaluddin, “Analisis Terhadap Hadits Minum Khamar Tidak Diterima
Shalat Selama 40 Hari.” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau, 2013.
Anwar, Rizal Ichsan, “Khamar Dalam Alquran (Studi Kritis Terhadap
Penafsiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah).” Tesis S2.,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, 2016.
Faozan, Moh, “Pasangan di Surga Dalam Al-Qur’ān: Kajian Tematik
Dengan Analisis Semiotik Charles Sanders Peirce.” Skripsi S1.,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Farih, Miftah, “Studi Komparatif Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi’i Tentang Hukuman Had Syurb Khamr.” Skripsi S1.,
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2018.
Mawahib, Ali, “Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i Tentang Had
Khamr.” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang,
2007.
62
Octavianti, Mega Rista, “Visualisasi Surga dan Neraka (Kajian Tematik
Terhadap Ayat-ayat al-Qur’ān Tentang Surga dan Neraka.” Skripsi
S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Purnamasari, Willy, “Efektifitas Regulasi Hukuman Cambuk Terhadap
Pelaku Tindak Tindak Pelaku Minum-Minuman Keras (Khamar) dan
Perjudian (Maisir) Di Kota Langsa Aceh.” Skripsi S1., Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
Sajali, Munawir, “Pelaksanaan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Hukum Jinayat Terhadap Peminum Khamar (Studi Kasus di Wilayah
Kota Banda Aceh.” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018.
Shilma, Syafa’attus, “Bidadari dalam Al-Qur’an (Perspektif Mufassir
Indonesia).” Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017.
Tirmizi, Abdul Halim, “Hakikat Syahwat di Surga (Studi Tafsir Al-Tahrir
Wa Al-Tanwir Karya Ibn ‘Asyur).” Skripsi S1., Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
top related