kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar_vina anyerina_12.70.0046_d4
Post on 05-Feb-2016
30 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan praktikum kinetika fermentasi untuk menghasilkan vinegar apel dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini.Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar kelompok D1 – D5
Kel Perlakuan Waktu
Ʃ MO tiappetak Rata-rata/ Ʃ MO tiappetak
Rata-rata/ Ʃ MO tiap cc OD (nm) pH
Total Asam
(mg/ml)1 2 3 4
D1 Sari Apel + S. cerevisiae
N08 8 13 5 8,5 3,4 x 107
0,1676 3,25
13,248
N24223 169 112 196 175 7,0 x 108
0,7416 3,22
13,248
N4843 52 58 38 47,75 1,91 x 108
0,8507 3,22
14,208
N7230 108 126 52 80 3,20 x 108
1,3375 3,33
16,704
N9680 100 110 91 95,25 3,81 x 108
0,8199 3,34
13,824
D2 Sari Apel + S. cerevisiae
N010 4 6 4 8,5 3,4 x 107
0,1754 3,24 !2,864
N2477 52 82 59 67,5 2,7 x 108
0,6355 3,13 13,44
N4865 100 76 110 87,75 3,51 x 108
0,7981 3,46 14,016
N7293 114 103 105 103,75 4,15 x 108
0,9943 3,24 16,32
N9655 90 97 52 73,5 2,94 x 108
0,7090 3,34 14,784
D3 Sari Apel + S. cerevisiae
N0 3 7 6 9 6,25 2,5 x 107 0,1697 3,23
12,672
1
2
N24 19 31 22 33 26,25 1,05 x 108 0,8014 3,19 13,248
N48 36 40 127 101 76 3,04 x 108 0,8665 3,28 13,44
N72 145 86 109 141 120,25 4,81 x 108 0,7728 3,26 16,512
N96 89 22 25 20 39 1,56 x 108 1,3768 3,37 14,4
D4 Sari Apel + S. cerevisiae
N07 6 3 7 5,75 2,3 x 107
0,1705 3,23
13,056
N2421 27 11 13 18 7,2 x 108
0,7811 3,20
13,440
N4842 55 66 66 67,25 2,2 x 108
0,7772 3,26
14,400
N72116 96 103 100 103,75 4,1 x 108
0,7252 3,27
15,936
N9644 57 56 56 53,25 2,1x 108
0,6353 3,34
13,440
Kelompok Perlakuan Waktu
Ʃ MO tiappetak Rata-rata/ Ʃ MO tiappetak
Rata-rata/ Ʃ MO tiap cc OD (nm) pH Total
Asam1 2 3 4
D5 Sari Apel + S. cerevisiae
N05 5 7 4 5,23 2,1 x 107
0,1754 3,22
12,864
N2484 88 76 63 77,75 3,11 x 108
0,6108 3,21
13,440
N48 72 84 69 75 75 3 x 108 1,0826 3,3 14,400
N7265 89 68 75 74,25 2,97 x 108
1,2007 3,31
16,32
N9672 58 47 55 58 2,32 x 108
1,9283 3,34
14,208
3
Pada tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa hasil fermentasi vinegar dengan bahan sari apel malang dan yeast Saccaromyces cerevisiae.
Perlakuan yang diberikan pada semua kelompok sama, yakni dengan menggunakan shaker. Waktu pengamatan semua kelompok dilakukan
selama 5 hari, yakni pada hari pertama atau jam ke-0 (N0), jam ke-24 (N24), jam ke-48 (N48), jam ke-72 (N72), dan jam ke-96 (N96).
Parameter yang diamati yakni pengukuran biomassa menggunakan haemocytometer, total asam, pH, dan OD (optical density). Pengukuran
biomassa dilakukan dengan menghitung jumlah mikroorganisme di setiap petak, lalu dihitung rata-rata per jumlah mikroorganisme pada
tiap petak, dan terkahir dihitung rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap cc. Total asam dihitung dengan melakukan titrasi NaOH 0,1 N
dengan indikator PP. Sedangkan untuk pH minuman vinegar diukur dengan menggunakan pH meter. OD dilakukan untuk mengetahui
hubungan absorbansi dengan kepadatan sel mikroorganisme. OD tersebut menggunakan panjang gelombang 660 nm. Hasil pengamatan
jumlah mikroorganisme, OD, total asam pada semua kelompok menurun. Sedangkan untuk hasil pengamatan pH pada semua kelompok
meningkat di hari ke-5, walaupun ada pula yang fluktuatif di hari-hari pertama. Data yang didapatkan menunjukkan kenaikan dan
penurunan yang bergantian selama 5 hari pengamatan.
4
Grafik 1. Grafik Hubungan Antara OD (optical density) dengan Waktu Fermentasi
Pada grafik 1 dapat diketahui bahwa hubungan antara OD dengan waktu fermentasi
cenderung fluktuatif. Hal ini menandakan bahwa hasil pengamatan mengalami kenaikan
dan penurunan pada waktu yang berbeda. Pada kelompok D1-D3, hasil OD meningkat
hingga N48 namun selanjutnya menurun terus hingga N96. Pada kelompok D4, hasil OD
meningkat hingga N24 namun menurun hingga N96. Pada kelompok D5, hasil OD
meningkat hingga N48 namun selanjutnya menurun terus hingga N96.
Grafik 2. Grafik Hubungan Antara Jumlah Sel dengan Waktu Fermentasi
Pada grafik 2 di atas dapat diketahui bahwa pada kelompok D1 mengalami peningkatan
jumlah sel sampai N24, lalu menurun sampai N48, dan meningkat lagi sampai N96.
5
Kelompok D2-D3 mengalami penurunan jumlah sel sampai N24, lalu meningkat sampai
N72, dan menurun lagi sampai N96. Kemudian untuk kelompok D4-D5 grafik mengalami
fluktuatif di setiap waktu pengamatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil
pengamatan semua kelompok cenderung fluktuatif.
Grafik 3. Grafik Hubungan Antara Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH Vinegar
Pada grafik 3 di atas dapat diketahui bahwa kelompok D1 ada kecenderungan hasil
jumlah sel dari semua kelompok meningkat seiiring dengan meningkatnya nilai pH
kecuali pada pH 3,22, jumlah sel mengalami penurunan. Sedangkan pada kelompok D2-
D5 justru terjadi penurunan jumlah sel mikroorganisme saat pH meningkat di 2 hari
terakhir. Walaupun pada hari pertama sampai ketiga mengalami peningkatan dan
penurunan jumlah sel / fluktuatif.
Grafik 4. Grafik Hubungan Antara Jumlah Sel dengan OD
Pada grafik 4 di atas dapat diketahui bahwa jumlah sel menurun seiring dengan
penurunan OD pada semua kelompok pada 2 hari terakhir. Kecuali pada kelompok D3
6
di 2 hari terakhir, jumlah sel menurun di saat nilai OD meningkat. Walaupun demikian
penurunan tersebut tidaklah terjadi terus – menerus, melainkan fluktuatif. Hal tersebut
menandakan bahwa pada saat tertentu terjadi peningkatan nilai, namun pada saat
lainnya terjadi penurunan.
Grafik 5. Grafik Hubungan Antara Jumlah Sel Mikroogranisme dengan Total Asam
Pada grafik 5 di atas dapat diketahui bahwa kelompok D1 ada kecenderungan hasil
jumlah sel dari semua kelompok meningkat seiiring dengan meningkatnya nilai total
asam kecuali pada total asam 14,208, jumlah sel mengalami penurunan. Sedangkan
pada kelompok D2-D5 justru terjadi penurunan jumlah sel mikroorganisme saat total
asam meningkat di 2 hari terakhir. Walaupun pada hari pertama sampai ketiga
mengalami peningkatan dan penurunan jumlah sel / fluktuatif.
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar ini digunakan
bahan sari apel malang (hasil dari juicer), inokulum yeast Saccharomyces cerevisiae
dalam media cair, serta akuades steril. Menurut Nogueira et al (2008), sari apel berasal
dari pengepresan buah apel yang jika difermentasi akan menghasilkan alkohol. Apel
bersifat menyehatkan sehingga sering digunakan sebagai bahan makanan untuk
berbagai produk olahan makanan dan minuman. Salah satu olahan apel yang terkenal
yakni cider atau vinegar apel. Vinegar apel merupakan minuman beralkohol yang
dihasilkan dengan cara memfermentasi sari apel. Meskipun minuman ini mengandung
alkohol, alkohol pada cider apel termasuk rendah kadarnya.
Menurut Candra (2010), apel mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
sehingga memiliki efek menyehatkan. Beberapa zat gizi yang terkandung di dalamnya
antara lain Ca, P, Fe, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, dan serat. Di dalam
buah apel juga terdapat antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas serta
membantu memperbaiki sistem metabolisme tubuh. Selain itu, sari buah apel bersifat
antiseptik untuk menekan jumlah bakteri buruk di saluran pencernaan, meningkatkan
metabolisme tubuh, melancarkan aliran darah dalam tubuh, mengatasi keracunan, dan
menekan risiko obesitas karena buah apel mengandung serat pangan yang diperluka
oleh tubuh.
Menurut Realita & Debby (2010), semua jenis buah dengan kandungan gula yang cukup
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan cider. Menurut Damtew et al
(2012) dalam jurnalnya yang berjudul “Evaluation of Growth Kinetics and Biomass
Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains” kandungan gula harus cukup sebab gula
menjadi sumber energi bagi pertumbuhan khamir S. Cerevisiae. Apel yang digunakan
dalam praktikum yakni sari buah apel malang yang langsung diproses dengan juicer
tanpa dilakukan pengupasan. Menurut Realita & Debby (2010), sebaiknya kulit apel
tidak dikupas karena kulit apel mengandung senyawa yang mempengaruhi taste dan
aroma sari apel.
8
Produk minuman beralkohol dengan menggunakan bahan dasar apel malang yang telah
diinokulasikan dengan khamir instan Saccharomyces cereviseae yakni cider apel. Proses
fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme, yang membantu
terjadinya proses fermentasi. Fermentasi merupakan proses metabolisme yang
melibatkan aktivitas mikroba untuk memecah gula menjadi alkohol dan CO2. Hasil
fermentasi didasarkan pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroba, dan proses
metabolismenya. Prinsipnya yakni semua mikroorganisme menggunakan karbon
sebagai substrat utamanya, baru kemudian nitrogen. Cider yakni hasil fermentasi yang
menggunakan bahan utama sari apel atau bahan lainnya yang mengandung pati dengan /
tanpa penambahan gula dengan bantuan yeast (Winarno et al., 1980). Yeast sering
digunakan untuk memproduksi minuman beralkohol, biomassa, dan beberapa produk
metabolit. Pemilihan substrat tersebut karena mengandung gula dan sumber energi yang
bermanfaat untuk pertumbuhan yeast (Damtew et al., 2012). Yeast akan memfermentasi
glukosa pada substrat menjadi CO2 dan etanol. Pengujian yang dilakukan pada sampel
ada 4 macam antara lain pengukuran biomassa dengan haemocytometer, penentuan total
asam selama fermentasi, pengukuran pH minuman vinegar, dan penentuan hubungan
absorbansi dengan kepadatan sel menggunakan spektrofotometer.
2.1. Cara Kerja
2.1.1. Pengukuran Biomassa dengan Haemocytometer
Menurut Realita & Debby (2010), prinsip pembuatan cider hampir semua jenis buah
dapat digunakan, dengan syarat jumlah gulanya mencukupi. Jenis apel juga dapat
mempengaruhi kualitas cider akhir. Cara kerja pengukuran biomassa dengan
haemocytometer yakni mula-mula cider apel mula-mula buah apel diambil sarinya
dengan menggunakan juicer. Kulit apel banyak mengandung senyawa yang
memberikan rasa sari apel, maka dalam pembuatan cider apel kulit apel tidak dikupas.
Kemudian sari apel sebanyak 250 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilakukan
Sterilisasi dengan suhu 800C selama 30 menit. Tujuan sterilisasi sari apel untuk
membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan dalam proses fermentasi (Realita &
Debby, 2010). Gambar sterilisasi cider apel yang dilakukan pada prkatikum terdapat
pada Gambar 1 di bawah ini.
9
Gambar 1. Sterilisasi Cider Apel Malang Kloter D
Jenis yeast yang digunakan dalam pembuatan cider yakni Saccharomyces cerevisiae.
Setelah dingin, starter S. cereviceae sebanyak 30 ml diinokulasikan pada sari apel
supaya yeast tidak langsung mati karena suhu tinggi (Muljohardjo, 1988). Pemberian
inokulum khamir dilakukan secara akurat menggunakan pipet ukur, lalu dimasukkan ke
dalam media pertumbuhan (sari apel) secara aseptis untuk menghindari adanya
kontaminasi lagi oleh mikroba kontaminan, sekaligus mencegah infeksi bakteri
merugikan (Hadioetomo, 1993). Karena menurut Hadioetomo (1993), dengan
menerapkan teknik aseptik maka organisme yang akan tumbuh dalam biakan hasil
pemindahan hanya organisme yang diinginkan sehingga tidak terjadi terkontaminasi.
Kultur yeast Saccharomyces cerevisiae tersebut sudah lama diaplikasikan dalam proses
pembuatan minuman. Saccharomyces cerevisiae termasuk dalam golongan khamir
murni, yaitu khamir yang dapat berkembang biak secara seksual dengan pembentukan
askospora. Volk & Wheeler (1993) menambahkan bahwa Saccharomyces cerevisiae
dapat menfermentasi glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati, menghasilkan
alkohol dan CO2. Sehingga Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan untuk
pembuatan cider apel. Menurut Wang et al. (2004), penggunaan gula dengan jenis yang
berbeda dapat mempengaruhi proses fermentasi alkohol. Jus apel mengandung beberapa
jenis gula antara lain fruktosa, glukosa, dan sukrosa. Gula tertinggi dalam jus apel yaitu
fruktosa dengan kadar mencapai 70%. Tujuan penambahan Saccharomyces cerevisiae
dalam pembuatan cider untuk mempercepat katalisis dan menyempurnakan konversi
gula menjadi alkohol tanpa menyebabkan pembentukan off-flavor. Namun kandungan
fruktosa yang tinggi menyebabkan konsentrasi residu gula tinggi, sehingga
menimbulkan off-taste di produk akhir. Hal ini disebabkan karena Saccharomyces
cerevisiae bersifat glucophilic (suka glukosa), sehingga proses pemecahan fruktosa
10
yang lama / lambat. Sehingga proses fermentasi akan berlangsung lebih cepat jika gula
yang dipakai ialah glukosa. Proses inokulasi terdapat pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Proses Penginokulasian Kultur Aseptis
Sari apel yang sudah diinokulasi dengan S. cerevisiae, lalu diinkubasi dengan perlakuan
shaker dengan melakukan penggoyangan pada suhu ruang yaitu 25 - 30°C. Hal ini
sesuai dengan teori Fardiaz (1992), suhu yang optimum supaya khamir dapat tumbuh
baik adalah suhu 25 - 30°C. Sementara suhu maksimum untuk pertumbuhannya yakni
37 - 47°C. Menurut jurnal “Genetic and phenotypic diversity of autochthonous cider
yeasts in a cellar from Asturias” (R. Pando et al., 2009), selain dengan yeast S.
cerevisiae, cider apel dapat dibuat pula dengan yeast Saccharomyces bayanus,
Saccharomyces pastorianus,Saccharomyces kudriavzevii, dan Saccharomyces mikatae.
Tujuan inkubasi untuk mendorong pertumbuhan starter, menghindari kontaminasi luar,
dan menjaga kondisi anaerob. Kondisi anaerob diperlukan karena fermentasi alkohol
hanya berlangsung dalam kondisi anaerob (Gaman & Sherrington, 1994). Menurut Said
(1987), proses shaker inkubator berfungsi untuk memenuhi kebutuhan oksigen untuk
khamir / aerasi. Proses aerasi ini terjadi karena adanya gelombang – gelombang kecil di
media akibat goyangan shaker inkubator. Proses ini juga berfungsi sebagai agitasi /
pengadukan supaya sel mikroba bercampur rata dengan media sari apel malang. Proses
aerasi ini sangat baik dalam proses pembuatan cider apel, sebab pertumbuhan
Saccharomyces cereviseae berlangsung secara aerobik. Sehingga dengan adanya
oksigen, maka khamir dapat tumbuh dengan lancar, dan dihasilkan cider apel dengan
kualitas yang baik (Van Hoek et al., 2004). Stanburry & Whitaker (1984) juga
menambahkan bahwa agitator berfungsi menurunkan ukuran gelembung udara area
11
antar permukaan dan mengurangi difusi, serta mempertahankan kondisi lingkungan
yang stabil dalam wadah. Proses fermentasi di dalam shaker inkubator tercantum pada
Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Proses Inkubasi dalam Shaker Inkubator
Sari apel yang tersisa di dalam Erlenmeyer, diinkubasi dengan shaker. Sari apel yang
di-shaker selama 0 jam hingga 96 jam akan diambil sebanyak 30 ml setiap 24 jam
masing – masing 10 ml setiap pengambilan, selama 5 hari (N0, N24, N48, N72, N96) untuk
dilakukan pengujian. Pengambilan harus dilakukan secara aseptis. Pengambilan sampel
dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sel khamir. Menurut Winarno et al
(1980), proses fermentasi yakni proses metabolisme yang menghasilkan alkohol dan
CO2 dari hasil pemecahan gula oleh mikroorganisme. Menurut Rahman (1992) reaksi
proses fermentasi adalah :
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
(karbohirat) (yeast) (alkohol) (gas)
Uji kepadatan / biomassa khamir pada media cider apel dilakukan menggunakan alat
haemocytometer. Menurut Fardiaz (1992), jumlah sel Saccharomyces cereviceae cider
apel dapat dihitung dengan menggunakan enumerasi mikroskopik metode Petroff-
Hauser, dimana hitungan mikroskopik dilakukan dengan menggunakan kotak-kotak
skala haemocytometer. Haemocytometer yakni suatu ruang hitung yang tersusun atas
petak–petak berukuran kecil untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop,
biasanya dipakai untuk sel yang berukuran seperti ukuran sel darah merah. Alat tersebut
dapat menghitung jumlah atau kepadatan sel dalam suatu media dengan 9 kotak yang
terpisahkan oleh 3 garis. Pada tiap 9 kotak tersebut terdapat 16 kotak kecil. Jumlah sel
yang dihitung yakni sel – sel khamir di dalam 4 kotak besar yang berdekatan.
12
Sampel yang akan diteliti diambil dengan menggunakan pipet tetes dan dituangkan ke
atas haemocytometer. Penuangan sampel tidak boleh terdapat gelembung karena akan
mempersulit penghitungan jumlah biomassa. Setelah sampel dituangkan, sampel ditutup
dengan deck glass setebal 0,1 mm. Haemocytometer diletakkan di bawah mikroskop
untuk dilakukan penghitungan kepadatan mikroorganisme yang digunakan. Menurut
Chen & Chiang (2011), sel yang dihitung sebagai data kepadatan biomassa yakni sel –
sel di kotak 4 x 4 yang dibatasi 3 garis lurus di masing – masing tepinya. Keuntungan
menggunakan metode ini antara lain murah, dapat dilakukan untuk skala kecil, namun
sering menimbulkan bias, yakni penghitungan kurang akurat. Sedangkan menurut Atlas
(1984) alat tersebut cukup teliti yakni sekitar 84,6 %.
Untuk mendapat nilai rata-rata / ∑ tiap petak, kepadatan sel dilakukan pengukuran
dengan merata-rata jumlah 4 buah kotak 4x4 dan volume petak sebesar 0,05 mm x 0,05
mm x 0,1 mm. Nilai rata-rata / ∑ tiap cc diperoleh dengan cara membagi rata-rata / ∑
tiap petak dengan volume petak. Sehingga nilai rata-rata / ∑ tiap petak sebanding
dengan rata-rata / ∑ tiap cc. Tujuan pengukuran laju kinetika pertumbuhan
Saccharomyces cerevisiae untuk mengetahui sejauh mana proses fermentasi dapat
menghasilkan etanol dari hasil reduksi gula dari substrat sari apel malang.
2.1.2. Penentuan Total Asam di dalam Sampel Cider Apel selama Fermentasi
Uji total asam selama fermentasi menggunakan metode titrasi. Metode titrasi dilakukan
dengan cara, 10 ml sampel cider apel diambil dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi
dilakukan dengan indikator PP sebanyak 3 tetes hingga larutan sampel berubah warna
menjadi lebih merah muda. Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi akan
digunakan untuk mengetahui total asam selama fermentasi, yakni dengan menggunakan
rumus :
Total asam (mg/ml) : ml NaOH x Normalitas NaOH X 192
10 mlsampel
Pengukuran total asam dilakukan bersamaan dengan penghitungan biomassa
menggunakan alat haemocytometer. Penggunaan NaOH 0,1 N sesuai dengan teori
Petrucci & Suminar (1987), titrasi dilakukan dengan larutan standar basa / asam kuat
13
yang telah diketahui konsentrasinya. Menurut Solomon (1983), indikator PP akan
mengalami perubahan warna dari colorless (tak berwarna) pada kondisi asam atau
netral, menjadi merah muda di kondisi basa pada titik akhir titrasi. Indikator ini berkeja
optimal pada kisaran pH 8-9. Hasil titrasi sampel cider apel tercantum pada Gambar 4 di
bawah ini.
Gambar 4. Hasil Tercapainya Titik Akhir Titrasi Cider Apel
2.1.3. Pengukuran pH Minuman Vinegar / Cider Apel
Analisa pengukuran pH minuman vinegar / cider apel dilakukan dengan cara larutan
sampel sebanyak 10 ml diambil dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Untuk
mendapatkan hasil yang akurat, pH meter harus dinetralkan terlebih dahulu dengan
akuades dan di lap dengan tissue (Tranggono & Sutardi, 1990). Lalu sampel cider apel
malang diukur pH-nya dengan menggunakan pH meter dan hasil tiap kelompok dicatat
dan dibandingkan. Proses engukuran pH cider apel dapat dilihat pada Gambar 5 di
bawah ini:
Gambar 5. Proses Pengukuran pH Cider Apel
14
Menurut jurnal “Status of Winer Production from Guava (Psidium Guajava L) : A
traditional Food in India” (Gurvinder & Pooja, 2011), pH media pertumbuhan S.
cerevisiae sangat penting karena berpengaruh pada hasil dari proses fermentasi. Sebab
secara langsung juga mempengaruhi pertumbuhan khamir S. cerevisiae sehingga jumlah
etanol yang terbentuk dan karakteristik sensori dari produk akhir yang diinginkan juga
ikut terpengaruh.
2.1.4. Penentuan Hubungan Absorbansi dengan Kepadatan Sel
Uji absorbansi / OD dilakukan untuk melihat hubungan nilai absorbansi dengan
kepadatan sel. Cara kerjanya yakni mula-mula 30 ml sampel cider apel malang diambil,
lalu diukur OD-nya memakai spektrofotometer panjang gelombang 660 nm. Menurut
Pelezar & Chan (1976) dan Fardiaz (1992), semakin meningkatnya jumlah sel di dalam
sampel, maka absorbansi juga meningkat.
Dalam praktikum ini menggunakan panjang gelombang 660 nm. Panjang gelombag
untuk khamir Saccharomyces cerevisiae sesuai dengan teori Sevda & Rodrigues (2011)
dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Fermentative Behaviour of Saccharomyces
Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of
Guava Wine Production” bahwa 660 nm tepat untuk pengukuran OD dalam melihat
pertumbuhan khamir S. cerevisiae.
2.2. Hasil Praktikum Kinetika Fermentasi Cider Apel Malang
Hasil pengamatan jumlah mikroorganisme, OD, total asam pada semua kelompok
menurun. Sedangkan untuk hasil pengamatan pH pada semua kelompok meningkat di
hari ke-5, walaupun ada pula yang fluktuatif di hari-hari pertama. Data yang didapatkan
menunjukkan kenaikan dan penurunan yang bergantian selama 5 hari pengamatan. Foto
dokumentasi penghitungan biomassa S. cerevisiae kelompok D4 mulai dari hari ke-0
hingga hari ke-5 tercantum pada Gambar 7 di bawah ini.
15
Gambar 6. Pengukuran Biomassan dengan Haemocytometer kelompok D4
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa, hasil jumlah sel tiap kelompok dapat berbeda-
beda dan fluktuatif dari hari ke hari, namun menurun di hari terakhir. Menurut Khopkar
(2002), hal ini disebabkan karena adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain nutrien,
suhu, kelembaban, oksigen, dan pH. Sehingga pertumbuhan sel mikroorganisme tidak
terkontrol dengan baik, maka hasil dari semua kelompok bersifat fluktuatif. Pada jurnal
“The Growth of Saccharomyces cerevisiae yeast in Cadmium Enriched Media” (Anna,
2006), dijelaskan bahwa nutrien dapat mempengaruhi pertumbuhan khamir.
Penambahan Cd2+ pada media dapat menghambat pertumbuhan khamir. Pengaruh ion
Cd2+ dapat dihambat dengan penambahan Zn dan garam Ca.
2.2.1. Hubungan OD dengan Waktu Fermentasi
Dari hasil pengamatan hubungan antara OD dengan waktu fermentasi cenderung
fluktuatif. Hal ini menandakan bahwa hasil pengamatan mengalami kenaikan dan
penurunan pada waktu yang berbdea. Pada kelompok D1-D3, hasil OD meningkat
hingga N48 namun selanjutnya menurun terus hingga N96. Pada kelompok D4, hasil OD
meningkat hingga N24 namun menurun hingga N96. Pada kelompok D5, hasil OD
meningkat hingga N48 namun selanjutnya menurun terus hingga N96.
Jika waktu fermentasi semakin lama, maka jumlah sel akan semakin banyak,
penampakan cairan semakin keruh, dan OD meningkat (Clark, 2007). Sementara hasil
fluktuatif dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran OD karena adanya debu
yang mengganggu kerja sistem optik, adanya sinar yang tersesat (stray light) yang dapat
NNNNN0 NNNNN24 NNNNN48 NNNNN72 NNNNN96
16
menumbuk sel (Khopkar, 2002). Sebab lainnya yakni karena sari apel yang digunakan
tidak disaring terlebih dahulu sehingga ampas apel yang tebal mempengaruhi
pembacaan spektrofotometri.
Menurut Rahman (1992), adanya aktivitas Saccharomyces cerevisiae akan mengubah
gula menjadi alkohol dan beberapa hasil metabolit lain sehingga warna substrat semakin
keruh. Semakin keruh suatu suspensi, maka semakin kecil % transmitansi (%T), yaitu
rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya mula-mula (I0) (Fardiaz,
1992). Menurut hukum Lambert-Beer, A (absorbansi) = – log(I0/It) = – log (%T) = ebc,
dimana I0/I = %T sehingga apabila %T semakin kecil, maka absorbansi (A) atau OD
semakin kecil. Apabila OD semakin kecil, maka cahaya yang diteruskan juga semakin
kecil dan yang dihamburkan semakin banyak.
Saat fermentasi, terjadi pertumbuhan yeast dan perombakan substrat khususnya unsur
gula sehingga terdapat kekeruhan dan membentuk endapan di dasar erlenmeyer.
Apabila grafik hubungan antara OD dan waktu semakin meningkat dari N0 hingga N24.
Hal ini menandakan bahwa sinar yang dihamburkan selama N0-N24 semakin lama
menjadi semakin sedikit. Seharusnya di awal fermentasi terjadi peningkatan absorbansi
karena adanya pertumbuhan yeast. Hasil yang diperoleh kelompok D4 sesuai dengan
teori. Setelah melewati titik puncak yakni pada N24, OD akan mengalami penurunan.
Hal ini karena volume cider dan jumlah sel semakin berkurang akibat pengambilan
sampel sebanyak 30 ml untuk dilakukan pengukuran jumlah sel dan absorbansi setiap
24 jam (Satuhu, 1993). Menurut Pigeau et al. (2007), puncak konsentrasi sel menjadi
lebih rendah dan tingkat pertumbuhan lambat karena konsentrasi jus meningkat. Maka,
jika konsentrasi sel semakin berkurang karena pengambilan sampel, maka pertumbuhan
menjadi lambat. Dari hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan teori yang ada karena
OD meningkat, lalu terjadi penurunan hingga N96.
2.2.2. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Waktu Fermentasi
Dari hasil pengamatan kelompok D1 mengalami peningkatan jumlah sel sampai N24,
lalu menurun sampai N48, dan meningkat lagi sampai N96. Kelompok D2-D3 mengalami
penurunan jumlah sel sampai N24, lalu meningkat sampai N72, dan menurun lagi sampai
17
N96. Kemudian untuk kelompok D4-D5 grafik mengalami fluktuatif di setiap waktu
pengamatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil pengamatan semua kelompok
cenderung fluktuatif. Pertambahan jumlah sel pada kelompok D2-D3 pada waktu ini,
pertumbuhan mikroba mengalami fase eksponensial karena tersedianya nutrisi yang
masih cukup banyak bagi pertumbuhan mikroorganisme (Triwahyuni et al., 2012).
Menurut Clark (2007), peningkatan jumlah sel akan sebanding dengan lamanya waktu
fermentasi. Artinya semakin lama watu fermentasi, maka jumlah sel yang ada semakin
banyak. Fardiaz (1992) menambahkan bahwa, mula-mula mikroba mengalami fase lag
dimana pertumbuhannya mulai meningkat. Kemudian terjadi peningkatan jumlah
mikroba yang signifikan pada fase log. Selama 24 jam pertama inkubasi, yeast telah
mengalami fase lag dan fase log. Hasil dari kelompok D1, D4, dan D5 sesuai dengan
teori yang ada yaitu hasil mengalami peningkatan dari N0-N24. Fase selanjutnya adalah
fase pertumbuhan diperlambat (fase stasioner), dimana terjadinya peningkatan jumlah
mikroba yang tidak signifikan, bahkan jumlahnya mulai menurun. Menurut Triwahyuni
et al. (2012), menambahkan bahwa selama fermentasi berlangsung, yeast mengalami
percepatan pertumbuhan pada 24-48 jam. Fase eksponensial yeast akan terjadi pada 48
jam. Selama fase ini, jumlah yeast meningkat dan pertunasan terjadi dengan tingkat
tinggi. Saat yeast mengalami percepatan pertumbuhan, yeast akan memerlukan sumber
gula yang tinggi untuk pertumbuhannya. Saat jumlah gula terbatas, yeast akan
kehilangan kemampuannya untuk melakukan fermentasi karena penurunan energi
seluler secara cepat. Jika energi berkurang, maka sel yeast berhenti bertunas dan laju
produksi alkohol menurun. Setelah fermentasi melebihi 48 jam, sel yeast akan
mengalami fase stasioner karena faktor pertumbuhan dalam media semakin terbatas.
Selama fase ini, yeast akan berhenti bertunas dan lama-kelamaan yeast akan mati
sebab sumber makanannya habis. Dari hasil yang diperoleh semua kelompok sudah
sesuai dengan teori yang ada karena hasil mengalami penurunan MO.
Menurut Wang et al. (2004), di fase eksponensial terjadi peningkatan produksi etanol
yang signifikan diikuti dengan peningkatan biomassa. Lalu pada fase stasioner
pertumbuhan yeast dan produksi etanol berjalan lambat. Setelah melewati fase stasioner,
mikroorganisme masuk ke fase kematian dimana mikroorganisme mengalami
18
penurunan jumlah secara drastis (Fardiaz, 1992) Dari hasil yang kelompok D2-D3
sudah sesuai dengan teori yang ada karena hasil mengalami penurunan MO secara
drastis dari N72 ke N96.
Grafik dari pertumbuhan mikroorganisme :
Proses fermentasi yang baik yakni pada suhu ruang (25oC). Jika suhu terlalu rendah,
pertumbuhan yeast mulai terhambat dan laju konsumsi gula serta produksi etanol juga
berjalan lambat. Suhu dapat mempengaruhi kepekaan yeast terhadap alkohol, enzim,
lamanya fase lag, kecepatan tumbuh, laju fermentasi, serta fungsi membran. Saat suhu
rendah, ketahanan mikroba terhadap alkohol menurun dan menambah waktu fase log,
namun menurunkan kecepatan fermentasi. Pada suhu tinggi kerja enzim dan fungsi
membran akan terganggu sehingga menghambat fermentasi (Şener et al., 2007).
2.2.3. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan OD
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa jumlah sel menurun seiring dengan
penurunan OD pada semua kelompok pada 2 hari terakhir. Kecuali pada kelompok D3
di 2 hari terakhir, jumlah sel menurun di saat nilai OD meningkat. Walaupun demikian
penurunan tersebut tidaklah terjadi terus – menerus, melainkan fluktuatif. Hal tersebut
menandakan bahwa pada saat tertentu terjadi peningkatan nilai, namun pada saat
lainnya terjadi penurunan. Hal ini kurang sesuai dengan teori Clark (2007) yakni bahwa
peningkatan jumlah sel sebanding dengan peningkatan nilai OD dan sebaliknya. Maka,
konsentrasi sel dalam suspensi dapat dinyatakan sebagai nilai OD (optical density).
Seharusnya saat OD meningkat, jumlah sel juga ikut meningkat. Kemudian hasil
19
fluktuatif dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pengukuran OD karena adanya debu
yang mengganggu kerja sistem optik, adanya sinar yang tersesat (stray light) yang dapat
menumbuk sel (Khopkar, 2002). Sebab lainnya yakni karena sari apel yang digunakan
tidak disaring terlebih dahulu sehingga ampas apel yang tebal mempengaruhi
pembacaan spektrofotometri.
Jomdecha & Prateepasen (2006) menambahkan bahwa semakin lama waktu inkubasi,
maka semakin banyak sel yeast yang bertunas / membelah diri, sehingga jumlah sel
dalam kultur juga semakin meningkat. Semakin banyak jumlah sel, maka akan semakin
tinggi juga nilai OD. Pada semua kelompok dalam beberapa titik waktu tertentu
mengalami penurunan nilai OD. Ketidaksesuaian tersebut dapat disebabkan oleh
proses shaker yang kurang sempurna. Menurut Rahman (1992), kecepatan shaker harus
diatur supaya gerakan berputar shaker dapat menyebabkan media bergolak, sehingga
terjadi aerasi. Jika proses shaker tidak berjalan dengan sempurna, maka laju transfer
udara atau O2 akan terhambat karena Saccharomyces cerevisiae tidak dapat tumbuh
secara optimal. Kesalahan lain dapat saja terjadi sebab sampel yang dipakai dalam
pengujian absorbansi tidak dilakukan pengadukan terlebih dahulu. Sehingga dapat
mengakibatkan banyak sel yeast yang berada di bagian dasar wadah / mengendap dan
tidak ikut saat dituang ke dalam cuvet. Hal ini dapat menyebabkan sampel yang terukur
adalah sampel yang hanya mengandung sedikit sel yeast sehingga mempengaruhi nilai
OD yang terukur.
2.2.4. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan pH
Dari hasil pengamatan kelompok D1 ada kecenderungan hasil jumlah sel dari semua
kelompok meningkat seiiring dengan meningkatnya nilai pH kecuali pada pH 3,22,
jumlah sel mengalami penurunan. Sedangkan pada kelompok D2-D5 justru terjadi
penurunan jumlah sel mikroorganisme saat pH meningkat di 2 hari terakhir. Walaupun
pada hari pertama sampai ketiga mengalami peningkatan dan penurunan jumlah sel /
fluktuatif.
20
Hasil menunjukkan hasil pH yang berkisar 3. Nilai pH yang terukur pada cider apel ini
mayoritas merupakan range pH optimum untuk pertumbuhan Saccharomyces
cereviceae, sehingga pertumbuhannya termasuk stabil pada kelompok D1. Menurut
Roukas (1994), pH optimum S. cerevisiae adalah 3,5-6,5. Semakin banyak jumlah sel
mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi, maka pH semakin rendah. Hal ini
karena semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae, maka alkohol yang
dihasilkan juga akan semakin banyak, sehingga pH semakin rendah. Hasil pengamatan
semua kelompok sudah sesuai dengan dasar teori dari N72 ke N96 jumlah MO menurun
akan tetapi nilai pH meningkat.
Menurut Azizah (2012) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Lama Fermentasi
Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari
Whey dengan Substrat Kulit Nanas” bahwa Saccharomyces cereviceae tidak saja
menghasilkan alkohol, namun juga menghasilkan gas CO2. Dengan meningkatnya
waktu fermentasi, maka produksi alkohol bertambah dan produksi gas CO2
semakin bertambah meski tidak signifikan. Kartohardjono et al. (2007) juga
menambahkan bahwa gas CO2 sering disebut gas asam (acid whey) karena bersifat
asam. Maka gas CO2 juga memberikan efek pada nilai pH.
Keasaman juga mempengaruhi terhadap proses fermentasi, dimana pH tinggi dapat
menurunkan laju produksi biomassa karena yeast tumbuh optimum pada pH 4. pH yang
terlalu tinggi / terlalu rendah menimbulkan stress pada sel yeast sampai yeast mati.
Produksi gliserol dipengaruhi oleh faktor-faktor yakni keadaan lingkungan, pH, suhu,
konsentrasi substrat, laju aerasi, serta sumber nitrogen. Suhu tinggi (22-32oC) dan pH
netral (6,46) dapat meningkatkan produksi gliserol, dan suhu optimumnya sekitar 22-
32oC (Yalcin & Ozbas, 2008). Berdasarkan pernyataan Galaction et al (2010), selama
proses fermentasi akan terjadi perubahan gula menjadi alkohol dan CO2 yang
menggunakan organisme fermentatif. Jika produksi etanol meningkat maka substrat /
glukosa menurun. Triwahyuni et al. (2012) menambahkan bahwa selama proses
fermentasi, yeast akan mengalami percepatan pertumbuhan pada jam ke-24 dan ke-48,
serta diikuti dengan peningkatan pH karena semakin banyak senyawa alkohol yang
diproduksi. Hasil yang diperoleh semua kelompok sudah sesuai dengan teori yang ada
21
yakni hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi pH jumlah sel semakin meningkat.
Namun pada jam ke- 96, jumlah sel yeast menurun karena substrat yang digunakan
oleh yeast semakin sedikit seiring dengan meningkatnya produksi alkohol. Kemudian
terjadinya hasil fluktuasi antara jumlah sel dengan pH dikarenakan kesalahan praktikan
yang tidak teliti saat mengukur pH dengan menggunakan pH meter.
2.2.5. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Total Asam
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada kelompok D1 ada kecenderungan
hasil jumlah sel dari semua kelompok meningkat seiiring dengan meningkatnya nilai
total asam kecuali pada total asam 14,208, jumlah sel mengalami penurunan. Sedangkan
pada kelompok D2-D5 justru terjadi penurunan jumlah sel mikroorganisme saat total
asam meningkat di 2 hari terakhir. Walaupun pada hari pertama sampai ketiga
mengalami peningkatan dan penurunan jumlah sel / fluktuatif. Hal ini kurang sesuai
karena seharusnya semakin lama waktu fermentasi, maka total asam yang dihasilkan
akan semakin tinggi, karena adanya asam-asam organik selama fermentasi, dan nilai pH
semakin rendah (Sreeramulu et al, 2000).
Hasil yang kurang sesuai ini dapat disebabkan oleh kesalahan praktikum contohnya
perbedaan definisi penentuan waktu titik akhir titrasi antara praktikan yang berbeda
sehingga jumlah total asam yang dihasilkan berbeda pula. Contoh lain menurut Girindra
(1986) yakni saat dilakukan titrasi, bagian bawah erlenmeyer tidak dialasi oleh kertas
putih, sehingga terjadinya perubahan warna tidak terlihat dengan jelas.
Menurut Galaction et al. (2010), seharusnya saat proses fermentasi berlangsung akan
dihasilkan pH yang semakin meningkat karena adanya kandungan alkohol. pH yang
tinggi akan menghasilkan total asam yang rendah. Jika total asam yang dihasilkan
terlalu rendah / mengandung kadar alkohol yang sangat tinggi dapat maka terjadi
penurunan jumlah sel, karena substrat yang digunakan oleh yeast semakin sedikit
seiring dengan semakin meningkatnya produksi alkohol. Peningkatan total asam dan
penurunan pH dapat disebabkan karena terbentuknya asam-asam organik karena adanya
metabolisme gula oleh yeast terlarut yang akan melepaskan proton (H+) dan
menurunkan pH (Sreeramulu et al, 2000). Hasil yang fluktuatif tersebut dapat terjadi
22
karena ketidaktelitian praktikan pada saat melakukan titrasi, yang akan mempengaruhi
nilai dari total asam dan penghitungan jumlah sel oleh praktikan.
Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh pada pengukuran total asam asam pada hari
terakhir ini juga dapat disebabkan oleh titrasi dilakukan oleh orang yang berbeda,
sehingga pencapaian titik akhir titrasi yang diamati secara sensori juga berbeda. Bahkan
terdapat beberapa kelompok saat titrasi tidak menggunakan kertas putih sebagai alat
sehingga kurang jelas perubahan warnanya. Hal ini didukung oleh teori Girindra (1986)
yakni saat titrasi, jika bagian bawah erlenmeyer tidak dialasi kertas putih, perubahan
warna dapat menjadi kurang jelas. Menurut Susanto & Setyohadi (2011), semakin lama
waktu fermentasi, keasaman, total padatan terlarut ,aktivitas antioksidan, kadar gula
pereduksi dan viskositas akan meningkat, akan tetapi pH dan vitamin C mengalami
penurunan. Hal tersebut terdapat dalam jurnal yang berjudul Pengaruh Varietas Apel
(Malus sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Saccharomyces Cerivisiae Sebagai
Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup.
23
3. KESIMPULAN
Kinetika mendefinisikan laju pertumbuhan mikroorganisme.
Cider yakni hasil fermentasi sari buah dengan bantuan yeast.
Cider dapat dibuat dari berbagai macam buah dengan kandungan gula yang memadai.
Pada proses fermentasi, yeast mengubah gula menjadi alkohol dan CO2.
Alkohol dan CO2 bersifat asam sehingga dapat menurunkan pH media.
Analisa kepadatan biomassa dengan viskositas sampel rendah, dapat dilakukan dengan
menggunakan alat haemocytometer.
Indikator PP tdiak berwarna pada pH asam / netral, dan berwarna merah muda pada pH
basa.
Semakin lama waktu fermentasi, maka semakin banyak jumlah sel yang terbentuk .
Semakin banyak jumlah sel yang terbentuk, maka semakin meningkat nilai OD.
pH optimum untuk pertumbuhan S. cerevisiae adalah 3,5-6,5.
Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi, maka
semakin rendah pH cider.
Semakin lama waktu fermentasi, maka semakin tinggi total asam yang dihasilkan karena
adanya asam-asam organik selama fermentasi.
Inokulasi kultur tidak boleh dilakukan pada saat suhu panas karena dapat menghambat
pertumbuhan kultur yang digunakan.
Saccharomyces cereviceae yakni yeast yang sering digunakan dalam produksi minuman
beralkohol seperti cider apel.
Pengukuran jumlah sel dengan haemocytometer dengan melihat kotak yang dibatasi 3
garis setiap sisinya.
Inkubasi dilakukan dengan shaker dan suhu ruang untuk mensuplai oksigen dan
menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan yeast.
Semarang, 20 Juni 2015
Praktikan, Asisten dosen:
- Metta Meliani
Vina Anyerina
(12.70.0046)
4. DAFTAR PUSTAKA
Anna Pasternakiewicz. (2006). The Growth of Saccharomyces cerevisiae yeast in Cadmium Enriched Media. Journal of Acta Science Pol., Technol. Aliment. 5 (2) 2006, 39-46
Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.
Azizah, N.; Al-Baarri, N. dan Mulyani, S. (2012). Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1 (2): 72-77.
Candra, Asep. (2010). Cuka Apel Stabilkan Tekanan Darah. http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/01/11331416/Cuka.Apel.Stabilkan.Tekanan.Darah
Chen, Y. W. & P. J. Chiang. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58 2011.
Clark, Jim. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/
Damtew, W .; S. A. Emire & A. B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research, 2012, 4 (5):1938-1948.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Galaction, Anca-Irina; Anca-Marcela Lupasteanu and Dan Cascaval. (2010). Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The open Systems Biology Journal,3,9-20.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. ( 1994 ). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Girindra, A. (1986). Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gurvinder Singh Kocher and Pooja. (2011). Status of Wine Production from Guava (Psidium guajava L.) : A Traditional Fruit of India. African journal of Food Science Vol 5 (16), pp. 851 – 860.
25
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.
Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT, 5th – 10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.
Kartohardjono, S.; Anggara; Subihi; dan Yuliusman. (2007). Absorbsi CO2 dari campurannya dengan CH4 atau N2 melalui kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut air. Jurnal Teknologi 11 (2): 97-102.
Khopkar, S. M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Pers. Jakarta.
Muljohardjo, M. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan Edisi Ketiga. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Nogueira, A; J.M.Le Quere; P.Gestin; A.Michel; G.Wosiacki and J.F.Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. J.Inst.Brew.114(2),102-110.
Pelezar, M. J. & Chan. E. C. S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT
Petrucci, R.H. dan Suminar. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Pigeau, G. M.; E. Bozza; K. Kaiser & D. L. Inglis. (2007). Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast Performance and Wine Acidity. Journal of Applied Microbiology ISSN 1364-5072.
R. Pando Bedrinana; A. Querol Simon; B. Suarez Valles. (2010). Genetic and Phenotypic Diversity of Autochthonous Cider Yeasts in a Cellar from Asturias. Journal of Food Microbiology 27, p. 503 – 508.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. (2010). Teknologi Fermentasi. Penerbit : Widya Padjajaran. Bandung.
Roukas, T. (1994). Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology Biotech. 59: 387-393.
Said, E.G. (1987). Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Melton Putra. Jakarta. Hlm 317.
Satuhu, S. (1993). Penanganan & Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
26
Şener, A.; A. Canbaş; & M. Ü. Ünal. (2007). The Effect of Fermentation Temperature on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species. Turk J Agric For 31 (2007) 349-354.
Sevda, S. and Rodrigues, L. (2011). Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technology 2:4.
Solomon, S. (1983). Introduction to General, Organic & Biological Chemistry. McGraw-Hill, Inc. New York.
Sreeramulu, G.; Zhu, Y.; and Knol, W. (2000). Kombucha Fermentation and It’s Antimikrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886 (2000) 65–73.
Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.
Susanto, W.H. & B. R. Setyohadi. (2011). Pengaruh Varietas Apel (Malus sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces Cerivisiae Sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 12 No. 3;p 135-142.
Tranggono B.S. (1989). Petunjuk Laboratorium Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta.
Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol
Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches Proceeding of ICSEEA 31 – 34.
Wang, D., Y. Xu, J. Hu1 and G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. J. Inst. Brew. 110(4): 340 – 346.
Winarno,FG, S.Fardiaz dan Dedi Fardiaz (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yalcin, S. K.; Z. Y. Ozbas. (2008). Effects of pH And Temperature on Growth and Glycerol Production Kinetics of Two Indigenous Wine Strains of Saccharomyces Cerevisiae from Turkey. Brazilian Journal of Microbiology (2008) 39:325-332
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
5.1.1. Jumlah Sel
Rumus Rata-rata / Ʃ tiap cc
Jumlah sel/cc= 1Volume petak
×rata−rata jumlah MO tiap petak
Volume petak= 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm
= 0,00025 mm3
= 0,00000025 cc
= 2,5 x 10-7 cc
Kelompok D1
N0 :
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 8,5 = 3,04 x 107 sel/cc
N24:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 175 = 7 x 108 sel/cc
N48:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 47,75 = 1,91 x 108 sel/cc
N72:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 80 = 3,2 x 108 sel/cc
N96:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 95,25= 3,81 x 108 sel/cc
Kelompok D2
N0 :
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 8,5 = 3,04 x 107 sel/cc
N24:
28
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 67,5 = 2,7 x 108 sel/cc
N48:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 87,75 = 3,51 x 108 sel/cc
N72:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 103,75 = 4,15 x 108 sel/cc
N96:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 73,5= 2,94 x 108 sel/cc
Kelompok D3
N0 :
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 6,25 = 2,5 x 107 sel/cc
N24:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 26,25 = 1,05 x 108 sel/cc
N48:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 76 = 3,04 x 108 sel/cc
N72:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 120,25 = 4,81 x 108 sel/cc
N96:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 39= 1,56 x 108 sel/cc
Kelompok D4
N0 :
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 5,75 = 2,3 x 107 sel/cc
N24:
29
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 18 = 7,2 x 107 sel/cc
N48:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 57,25 = 2,29 x 108 sel/cc
N72:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 103,75 = 4,15 x 108 sel/cc
N96:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 53,25= 2,13 x 108 sel/cc
Kelompok D5
N0 :
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 5,23 = 2,1 x 107 sel/cc
N24:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 77,75= 3,11 x 108sel/cc
N48:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 75= 3 x 108 sel/cc
N72:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 74,25= 2,97 x 108 sel/cc
N96:
Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 58 = 2,38 x 108 sel/cc
5.1.2. Total Asam
Total Asam =ml NaOH × Normalitas NaOH × 192
10 ml sampel
30
Hari 1
D1Total Asam =6,9× 0,1× 192
10=13,248
D2Total Asam =6,7 ×0,1 ×192
10=12,864
D3 Total Asam =6,6 ×0,1 ×192
10=12,672
D4Total Asam =6,8× 0,1 ×192
10=13,056
D5 Total Asam =6,7 ×0,1 ×192
10=12,864
Hari 2
D1Total Asam =6,9× 0,1× 192
10=13,248
D2Total Asam =7 ×0,1 ×192
10=13,44
D3 Total Asam =6,9× 0,1× 192
10=13,248
D4Total Asam =7 ×0,1 ×192
10=13,44
D5Total Asam =7 ×0,1 ×192
10=13,44
Hari 3
D1Total Asam =7,4 ×0,1 ×192
10=14,208
D2Total Asam =7,3× 0,1× 192
10=14,016
D3Total Asam =7 ×0,1 ×192
10=13,44
D4Total Asam =7,5× 0,1× 192
10=14,44
D5Total Asam =7,5× 0,1× 192
10=14,44
Hari 4
31
D1Total Asam =8,7 ×0,1 ×192
10=16,704
D2Total Asam =8,5 ×0,1 ×192
10=16,32
D3Total Asam =8,6 ×0,1 ×192
10=16,512
D4Total Asam =8,3 ×0,1 ×192
10=15,936
D5Total Asam =8,5 ×0,1 ×192
10=16,32
Hari 5
D1Total Asam =7,2× 0,1× 192
10=13,824
D2Total Asam =7,7 ×0,1 ×192
10=14,784
D3Total Asam =7,5× 0,1× 192
10=14,4
D4Total Asam =7 ×0,1 ×192
10=13,44
D5Total Asam =7,4 ×0,1 ×192
10=14,208
5.2. Laporan Sementara
5.3. Abstrak Jurnal
5.4. Hasil Analisa Viper
top related