konsep konservasi flora dan fauna dalam al-qur’an
Post on 01-Dec-2021
18 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KONSEP KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DALAM
AL-QUR’AN
(Studi Analisis Tafsîr Asy-Sya’râwî Karya Muhammad
Mutawalli Asy-Sya’rawi)
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Indah Sundari
NIM. 15210660
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN AJARAN 2019 M/ 1440 H
KONSEP KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DALAM
AL-QUR’AN
(Studi Analisis Tafsîr Asy-Sya’râwî Karya Muhammad
Mutawalli Asy-Sya’rawi)
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Indah Sundari
NIM. 15210660
Dosen Pembimbing:
Drs. H. Arison Sani, MA
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN AJARAN 2019 M/ 1440 H
iv
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati dan sejuta kasih, kupersembahkan
karyaku ini untuk kedua orang tuaku. Baba, Umi terima kasih atas
pengorbanan kalian baik moril maupun materil, cinta kasih sayang
yang tak terhingga, serta sujud dan do’a yang selalu kalian
panjatkan untuk keberhasilan dan kesuksesan indah, sehingga
penulis mampu tegar dan kuat dalam menjalani kehidupan, serta
mampu untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu di Fakultas
Ushuluddin dan Dakwah, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
Almamater tercinta Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tempatku menimba ilmu dan mendapatkan pengalaman berharga
yang menjadi sebagian jejak langkahku menuju kesuksesan
v
MOTTO
تعلم(لمالجد يدن كل أمر شاسع والجد ي فتح كل باب مغلق )تعليم ا
“Bersungguh-sungguh dapat mendekatkan segala perkara
yang jauh dan dapat membukakan segala pintu yang
tertutup” (Kitab Ta’lîm al-Muta’allim)
vi
KATA PENGANTAR
Bismillâhirrahmânirrahîm, segala puji bagi Allah Swt. yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konsep
Konservasi Flora dan Fauna Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Tafsîr
Asy-Sya’râwi Karya Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi)”, yang
disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)
Jakarta. Shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad saw., sumber inspirasi, motivasi dan inovasi yang kami
harapkan syafa’atnya di hari kiamat kelak.
Setelah perjuangan yang begitu panjang dan tak henti-hentinya
mengharap pertolongan Allah Swt., akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulis
menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini telah dibantu
oleh beberapa pihak, dengan penuh kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan setinggi-
tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA., selaku Rektor
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
2. Dr. H. Muhammad Ulinnuha, MA., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin Institut Ilmu AL-Qur’an (IIQ) Jakarta yang telah
banyak memberikan arahan-arahan, petunjuk serta motivasi
kepada penulis agar skripsi ini dapat terselesaikan pada waktunya
dengan sebaik-baiknya.
3. Drs. Arison Sani, MA., selaku pembimbing skripsi, yang telah
mengarahkan, mengoreksi dan memberikan banyak masukan
kepada penulis. Terima kasih atas kebaikan dan kesabaran bapak
vii
dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Semoga bapak selalu dalam lindungan Allah Swt. dan dipermudah
dalam segala urusannya.
4. Bapak KH. Ahmad Fathoni, Lc. MA., Ibu Hj. Muthmainnah, MA.,
Ibu Hj. Istiqomah, MA., Ibu Hj. Atiqoh, Ibu Hj. Arbiyah, Ibu Hj.
Mahmudah, Ibu Hj. Fatimah Askan, Kakak Nur Afriani Hasanah,
dan segenap instruktur tahfidz yang telah menjadi salah satu
inspirator dan motivator penulis dalam mengahafal dan
mentadabburi kandungan ayat Al-Qur’an, serta selalu sabar
membenarkan ayat demi ayat ketika terdapat kesalahan dalam
melantunkan ayat Al-Qur’an.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta yang telah menularkan
ilmunya kepada penulis, sehingga penulis mampu memahami
banyak hal terutama dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an, serta menjadi
saksi akan keberhasilan mahasiswa dalam mencapai gelarnya.
6. Seluruh Staf Fakultas yang telah membantu setiap proses yang
penulis lalui, terutama untuk Ibu Kokoy dan Ibu Suci, terima kasih
atas segala pertolongan dan perhatiannya.
7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan IIQ Jakarta, Perpustakaan Pusat
Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta, Perpustakaan Umum Imam Jama’
Lebak Bulus, Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan sarana dan prasarana dan kesempatan kepada
penulis untuk mencari bahan referensi yang diperlukan dalam
menyusun skripsi ini.
8. Pesantren Takhassus Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, yang
menjadi saksi bisu dalam perjuangan dan pengorbanan menjadi
seorang mahasantri dan mahasiswi.
viii
9. Kedua orang tua penulis, Baba Iman dan Umi Masanih yang tidak
pernah lelah untuk mendidik, memberikan kasih sayang,
mendukung dan mendo’akan penulis agar menjadi orang yang
bermanfaat bagi orang lain. Tiada ketulusan melebihi yang kalian
berikan. Semoga Allah Swt. selalu memberikan kesehatan,
melindungi dan memberkahi di setiap langkah kalian.
10. Keluarga besar penulis dari enya, engkong, encing, saudara dan
saudari, adik-adik penulis, yang telah membantu dan memberikan
do’a, serta motivasi baik moril maupun materil, yang senantiasa
selalu menemani dan mengantarkanku ke depan pintu gerbang
keberhasilan ini. Semoga Allah Swt. selalu memberikan kasih
sayang-Nya dan keberkahan dalam kehidupan mereka.
11. Sahabat seperjuangan Ushuluddin A dan B yang telah membantu
mengisi memori 4 tahun bersama, serta teman seperjuangan
bimbingan skripsi bersama Bapak Drs. H. Arison Sani, MA.,
yang saling bertukar fikiran, mengahadapi permasalahan bersama.
Semangat juang kalianlah yang memotivasiku untuk tetap
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah memberikan dukungan baik materil maupun moril
kepada penulis dalam menyelesaikan studi S1 di Institut Ilmu Al-
Qur’an (IIQ) Jakarta.
Tidak lupa penulis ucapkan permohonan maaf kepada seluruh
pembaca, jika terdapat sesuatu yang kurang difahami dan kurang
berkenan, atau terdapat kesalahan dalam penulisan dan penyusunan
skripsi ini. Kesempurnaan hanya milik Allah Swt. dan kekurangan
ada pada diri penulis. Besar harapan penulis, semoga karya sederhana
ini mampu memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan
x
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ ii
PERNYATAAN PENULIS ............................................................... iii
PERSEMBAHAN .............................................................................. iv
MOTTO ............................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................ x
PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................... xiii
ABSTRAK ....................................................................................... xvii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 10
C. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 10
D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 11
E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 11
F. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 12
G. Metode Penelitian ...................................................................... 16
H. Sistematika Penulisan ................................................................ 18
BAB II: LANDASAN TEORI TENTANG KONSERVASI
FLORA DAN FAUNA
A. Pengertian Konservasi Alam ..................................................... 21
B. Sejarah Konservasi Alam .......................................................... 27
C. Konsep Konservasi Alam Dalam Pendekatan Islam ................. 35
D. Konsep Konservasi Alam Terhadap Flora dan Fauna
dalam Kesepakatan Internasional, Nasional dan Lokal ............. 42
E. Konsep Konservasi Alam Di Indonesia .................................... 47
xi
F. Tujuan Dan Manfaat Konservasi Alam ..................................... 57
G. Etika Konservasi Alam .............................................................. 59
H. Konservasi Flora Dalam Al-Qur’an .......................................... 68
I. Konservasi Fauna Dalam Al-Qur’an ......................................... 77
BAB III: BIOGRAFI MUHAMMAD MUTAWALLI ASY-
SYA’RAWI DAN PROFIL KITAB TAFSÎR ASY-SYA’RÂWÎ
A. Biografi Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi .......................... 87
1. Latar Belakang Sosio Historis asy-Sya’rawi ........................ 87
2. Perjalanan Intelektual asy-Sya’rawi ..................................... 89
3. Karir asy-Sya’rawi ................................................................ 94
4. Latar Belakang asy-Sya’rawi ................................................ 98
5. Karya-Karya asy-Sya’rawi ................................................. 101
6. Pandangan Ulama Terhadap asy-Sya’rawi ......................... 104
B. Profil Kitab Tafsîr asy-Sya’râwî ............................................. 106
1. Indentifikasi Fisiologis Tafsîr asy-Sya’râwî ....................... 106
2. Identifikasi Metodologis Tafsîr asy-Sya’râwî .................... 108
a. Latar Belakang Penulisan Tafsîr asy-Sya’râwî .............. 108
b. Metode Tafsîr asy-Sya’râwî ........................................... 112
c. Corak Tafsîr asy-Sya’râwî ............................................. 113
d. Sumber Tafsîr asy-Sya’râwî ........................................... 114
e. Karakteristik Tafsîr asy-Sya’râwî .................................. 115
f. Sistematika Tafsîr asy-Sya’râwî ...................................... 117
3. Identifikasi Ideologis asy-Sya’rawi .................................... 117
xii
BAB IV: KAJIAN PENAFSIRAN MUHAMMAD
MUTAWALLI ASY-SYA’RAWI DALAM KITAB TAFSIR
ASY-SYA’RAWI TENTANG KONSEP KONSERVASI FLORA
DAN FAUNA
A. Penafsiran Ayat Tentang Anjuran Melakukan Konservasi ... 119
B. Penafsiran Ayat-ayat Tentang Konservasi Flora .................. 120
1. Ayat Tentang Bercocok Tanam ...................................... 120
2. Ayat Tentang Ihyâ’ al-Mawât ......................................... 123
3. Ayat Tentang Mengeksploitasi Tumbuhan ..................... 126
C. Penafsiran Ayat-ayat Tentang Konservasi Fauna ................. 132
1. Ayat Tentang Domestikasi Hewan ................................. 132
2. Ayat Tentang Hak dan Etika Terhadap Hewan .............. 136
3. Larangan Membunuh Hewan Sembarangan ................... 141
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 144
B. Saran ................................................................................. 146
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 147
xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf
dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Skripsi ini ditulis dengan
menggunakan pedoman transliterasi yang telah disusun oleh
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta Tahun 2017.
1. Konsonan
th : ط a : أ
zh : ظ b : ب
‘ : ع t : ت
gh : غ ts : ث
f : ف j : ج
q : ق h : ح
k : ك kh : خ
l : ل d : د
m : م dz : ذ
n : ن r : ر
w : و z : ز
h : ه s : س
` : ء zy : ش
y : ي sh : ص
dh : ض
xiv
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah : a أ : â ي : ai
Kasrah : i ي : î و : au
Dhammah : u و : û
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, contoh:
al-Baqarah :الب قرة
al-Mâidah :المائدة
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah yang
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di
depan dan sesuai dengan bunyinya, contoh:
لرجل ا : ar-Rajul السيدة : asy-Sayyidah
ارمي asy-Syams : الشمس ad-Dârimî : الد
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (tasydîd) dengan system aksara Arab digunakan
lambang ( ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan
dengan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang
bertanda tasydîd. Aturan ini berlaku secara umum, baik
tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir kata, ataupun
yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-
huruf syamsiyah.
Contoh:
Âmannâ billâhî : امنا بالل ه
xv
ء سفهآالامن : Âmannâ as-Sufahâ’u
Inna al-Ladzîna : إن الذين
Wa ar-rukka’i : والركع
d. Ta Marbutha (ة)
Ta marbutha (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti
oleh kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan
menjadi huruf “h”, contoh:
al-Af’idah : الفئدة
سلامية al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah : الجامعة ال
Sedangkan ta marbutha (ة) yang diikuti atau disambungkan
dengan kata benda (isim), maka dialih aksarakan menjadi
huruf “t”, contoh:
Âmilatun Nâshibah‘: عاملة ناصبة
al-Âyat al-Kubrâ : الية الكب رى
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf
kapital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka
berlaku pada ketentuan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI), seperti penulisan awal kalimat, huruf
awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
Ketentuan yang berlaku pada PUEBI berlaku pula dalam
alih aksara lain, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal
(bold) dan ketentuan lainnya.
Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata
sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama
diri, bukan kata sandangnya, contoh: Ali Hasan al-Aridh, al-
Asqalani, al-Farmawi dan seterusnya. Khusus untuk
penulisan kata Al-Qur’an dan nama-nama surah, maka
xvi
awalnya menggunakan huruf kapital, contoh: Al-Qur’an, Al-
Baqarah, Al-Fatihah dan seterusnya.
xvii
ABSTRAK
Indah Sundari (15210660)
“Konsep Konservasi Flora Dan Fauna Dalam Al-Qur’an
(Studi Analisis Tafsîr Asy-Sya’râwî Karya Muhammad Mutawalli
Asy-Sya’rawi)” Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 2019
Allah senantiasa menganjurkan manusia untuk melakukan
konservasi flora dan fauna. Manusia sebagai khalifah di bumi ini
memiliki tanggung jawab atas pemeliharaan kelangsungan kehidupan
flora dan fauna. Perwujudannya harus dilandasi dengan akhlak yang
mulia, termasuk di antaranya pemberian hak-hak asasi dan etika
terhadap flora dan fauna.
Skripsi ini berusaha menjawab rumusan masalah tentang
bagaimana konsep konservasi flora dan fauna pada Tafsîr Asy-
Sya’râwî. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian
pustaka (library research), dengan menggunakan data primer yaitu
Tafsîr Asy-Sya’râwî. Adapun langkah pokok analisis data dalam
penelitian ini diawali dengan inventarisasi teks berupa ayat, mengkaji
teks, melihat historis ayat. Selanjutnya diinterpretasikan secara
objektif dan dituangkan secara deskriptif kemudian ditarik beberapa
kesimpulan secara deduktif.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Muhammad Mutawalli
asy-Sya’rawi di dalam Tafsîr Asy-Sya’râwî memandang flora dan
fauna sebagai makhluk hidup yang mempunyai nilai tinggi pada
dirinya sendiri dan dianggap berharga. Setiap makhluk hidup yang
ada di alam dunia ini memiliki jiwa yang harus dihormati, dilindungi
dan dilestarikan dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu, setiap
manusia memiliki kewajiban dan tanggung jawab moral untuk
menjaga alam termasuk terhadap eksistensi flora dan fauna.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah Swt. menggariskan takdir manusia di atas bumi dengan
memberikan segala fasilitas terbaik bagi semua penghuni bumi.
Diciptakanlah lautan yang maha luas dengan segala kekayaan di
dalamnya. Allah memperindah polesan kehidupan di muka bumi ini
dengan menciptakan flora dan fauna sebagai teman hidup manusia. Alam
merupakan fasilitas yang diberikan Allah untuk mengenal penciptanya,
sekaligus pencipta manusia sebagai komponen alam di dalamnya.1
Sebagaimana Rasulullah saw. mengenal alam melalui tafakkur alam.
Sebelum turun wahyu Allah yang pertama di Gua Hira. Nabi Muhammad
saw. gemar mengasingkan diri ke Gua Hira di Jabal Nur. Selain beribadah,
Nabi Muhammad saw. juga menghabiskan waktunya dengan bertafakkur
keagungan alam di sekitarnya. Dengan mentafakkuri alam akan menjadi
bertambahnya keimanan dan kesungguhan untuk memeliharanya.2
Allah menurunkan wahyu Al-Qur‟an yang berisi seruan untuk
meneliti dan mempelajari fenomena alam agar manusia menjadi hamba
yang semakin mengenal Rabb-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
1 Muhammad Kamil „Abd ash-Shamad, Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’an, Terj.
Alimin, Lc, dkk, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002), hal.136
2 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains,
(Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 5
2
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan” (QS. Al-Baqarah [2]: 164).
Setelah selesai dengan segala penciptaannya, Allah memberikan
sebuah titipan amanat kepada manusia, sebagaimana Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah SWT) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan
rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik” (QS. Al-A‟raf [7]: 56).
Setiap amanat semestinya harus dijaga. Setiap titipan tentunya harus
disampaikan, akan tetapi manusia telah merusak dirinya dengan
kemaksiatan setelah Allah menancapkan tonggak syari‟at melalui panji-
panji Rasul-Nya. Manusia merusak bumi dengan segala isinya setelah
sekian banyak nikmat yang telah Allah berikan, Sebagaimana firman
Allah:
3
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk
Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan” (QS. Al-
Baqarah [2]: 205).
Ayat di atas ibarat dari orang-orang yang berusaha menggoncangkan
iman orang-orang mukmin dan selalu Mengadakan pengacauan.
Kediaman manusia di muka bumi ini adalah sebagai suatu karunia yang
harus disyukuri. Maka manusia wajib memeliharanya sebagai suatu
amanah. Manusia bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan
hidup dan keseimbangan ekosistem yang sudah sedemikian rupa
diciptakan oleh Allah.3
Begitu pun dalam mencari nafkah dan rezeki di atas muka bumi,
Allah telah menggariskan suatu akhlak dimana perbuatan pemaksaan dan
kecurangan terhadap alam sangat dicela. Kenikmatan dunia dan
kecurangan terhadap alam dapat dikejar secara seimbang tanpa
meninggalkan perbuatan baik dan tanpa menghindarkan kerusakan di
muka bumi. Allah berfirman:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
3 Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2005) hal. 9
4
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS.
Al-Qashash [28]: 77).
Memang alam ini ditundukkan untuk manusia, mengkhidmat pada
manusia dan melayani manusia dengan menggunakan istilah taskhir.
Namun demikian, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur‟an dan Sunnah
memberikan prinsip-prinsip yang tegas dan jelas.4
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum [30]: 41).
Akhirnya tanpa disadari, ternyata bumi yang kita alami saat ini
sedang sakit. Sakitnya bumi merupakan akibat langsung dan tidak
langsung perbuatan manusia. Manusia modern dewasa ini sebenarnya
sedang melakukan perusakan secara perlahan akan tetapi pasti terhadap
sistem lingkungan yang menopang kehidupannya. Indikator terjadinya
kerusakan lingkungan sudah sangat jelas, seperti menipisnya lapisan
ozon, pemanasan global, dan perubahan iklim, banjir tahunan yang
semakin besar dan meluas, erosi dan pendangkalan sungai dan danau,
tanah longsor, krisis lainnya, yang akhirnya berpengaruh terhadap
kehidupan flora dan fauna.5
Kerusakan moralitas agama menjadi awal mula sebelum kemudian
ambisi duniawi menjadi penentu rusaknya tatanan alam dan lingkungan
di atas muka bumi ini. Praktik kebanyakan umat telah banyak
4 Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik
(Peletarian Lingkungan Hidup), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009), hal.
10
5 Dwidjo Seputro, Ekologi Manusia Dengan Lingkungannya, (Jakarta: Erlangga,
1994), hal. 37
5
terpengaruh oleh pikiran dan cara sekuler yang jauh dari ajaran syari‟at.
Misalnya, dalam pola konsumsi umat yang tidak membatasi diri
berdasarkan syari‟at. Di samping itu, orientasi hidup manusia modern
yang cenderung materialistik dan hedonistik juga sangat berpengaruh. 6
Peningkatan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat, juga
mengakibatkan terjadinya eksploitasi intensif (berlebihan) terhadap alam,
yang akibatnya ikut memacu terjadinya kerusakan lingkungan terutama
yang berupa degradasi lahan. Padahal lahan dengan sumber dayanya
berfungsi sebagai penyangga kehidupan hewan dan tumbuhan termasuk
manusia.7
Menurut Emil Salim, kerusakan alam ada hubungannya dengan
pembangunan. Beliau mengatakan bahwa dalam 200 tahun terakhir,
seluruh negara di dunia membangun dengan merusak bumi yang hanya
satu-satunya ini. pemanfaatan tanpa batas minyak bumi dan batu bara
sebagai penggerak utama pembangunan yang tanpa disadari telah
menaikkan pelepasan gas rumah kaca dari hanya 280 parts permillion
(ppm) pada masa sebelum revolusi industri (1780) menjadi 380 ppm
setelah masa revolusi. Kenyataan inilah menurut Emil Salim yang
menjadi faktor terjadinya proses pemanasan global dan perubahan iklim
yang mengancam hidup penduduk bumi.8
Krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi dengan
merubah secara fundamental dan radikal cara pandang dan perilaku
manusia terhadap alam lingkungannya. Tindakan praktis dan teknis
penyelamatan lingkungan dengan bantuan sains dan teknologi ternyata
bukan merupakan solusi yang tepat. Yang dibutuhkan adalah perubahan
6 Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 7
7 Arif Budimanta, Kekuasaan dan Penguasaan Sumber Daya Alam, (Jakarta:
Indonesian Center for Sustainable Development (ICSD), 2007), hal. 20
8 Emil Salim, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, (Jakarta: Kompas, 2010), hal. 4
6
perilaku dan gaya hidup yang bukan hanya perorang, akan tetapi harus
menjadi budaya masyarakat secara luas.9
Adapun penataan ekosistem dan perilaku manusia harus dilandasi
dengan empat pilar yaitu: Pertama, tauhid berarti memberikan
penghargaan setinggi-tingginya kepada makhluk ciptaan-Nya. Dengan
begitu manusia akan sadar dengan tanggung jawabnya atas pemeliharaan
lingkungan. Menyadari akan keberadaan makhluk ciptaan-Nya dan
toleran kepada mereka. Memberlakukannya sesuai dengan garis-garis
yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Kedua, khilafah yang merupakan salah satu sarana strategis dalam
penataan, pemeliharaan dan pemanfaatan alam dan ligkungan hidup.
Ketiga, istishlah (mementingkan kemaslahatan umat) merupakan salah
satu syarat dalam pertimbangan pemeliharaan dan pemanfaatan alam.
Kepentingan ini harus berlangsung hari ini, esok dan masa mendatang.
Sehingga manusia tidak akan berlebihan dalam mengkonsumsi sumber
daya alam. Keempat, halal haram berarti item-item hukum yang akan
mengendalikan perilaku manusia agar tidak merusak tatanan teratur
dalam ekosistem dan tatanan kehidupan masyarakat. 10
Islam memerintahkan kepada umat manusia untuk melestarikan dan
memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya untuk kelangsungan
kehidupan manusia. Kelangsungan kehidupan manusia akan baik ketika
keadaan alam tetap baik (lestari). Apabila alam sudah rusak, pastilah
kehidupan manusia akan rusak pula. Al-Qur‟an memerintahkan kepada
manusia untuk mengambil manfaat dari alam agar kehidupan mereka
dapat menjadi makmur dan bahagia. Pengambilan manfaat dari alam
9 Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan (Etika Pengelolaan
Lingkungan Dalam Perpektif Islam), (Yogyakarta: Majelis Lingkungan Hidup PP
Muhammadiyah, 2011) Cet. II, hal. 1
10
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. xix
7
(flora dan fauna) harus dilakukan dengan cara yang paling baik,
profesional dan halal.11
Islam juga megajarkan kepada kita untuk tidak bertindak secara
berlebihan dalam segala segala hal dan mengajurkan untuk berlaku
sederhana, mengambil secukupnya yang kita butuhkan. Eksploitasi alam
(flora dan fauna) semestinya juga harus dilandaskan pada prinsip ini.
sehingga putaran hidup makhluk Allah akan berjalan secara wajar,
harmonis dan teratur. Menurut ahli sejarah, Lynn White Jr. Mengatakan
bahwa apa yang dilakukan manusia terhadap lingkungan hidupnya itu
bergantung pada apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri
dalam hubungannya dengan apa yang ada disekitar mereka.12
Akal fikiran manusia telah tumbuh bagaikan anak yang menjadi
dewasa, dan kini telah mempunyai kemauan dan kehidupan sendiri.
Berhasilnya manusia dalam mengendalikan alam menimbulkan cara
penglihatan untuk melihat kedudukan manusia terlepas dari hubungan
timbal balik dengan alam. Sumber-sumber alam diolah untuk memenuhi
kebutuhan material manusia. Sebaliknya kebutuhan manusia semakin
meningkat dan terdorong oleh kemungkinan-kemungkinan baru dalam
mengolah, mengurus dan menguras sumber-sumber daya alam.
Perkembangan ini dirangsang oleh semangat kehidupan materialistis yang
mengejar kekayaan kebendaan yang semakin banyak.
Dalam perkembangan ini yang kuat menelan yang lemah dan negara
penjajah mengeksploitir negara jajahan. Pengaruh dari eksploitasi negara
penjajah terhadap negara jajahan sangat dalam bahkan masih terasa
sampai kini, terutama di bidang ekonomi dan sumber daya alam hayati
(flora dan fauna), walaupun hampir semua negara jajahan sudah merdeka
11 Syahminan Zaini, Isi Pokok Ajaran Al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005),
Cet. III, hal. 233
12
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 7
8
sehabis perang dunia kedua. Pengaruh yang paling menonjol dari hasil
eksploitasi ini adalah kemiskinan dan kemelaratan yang diderita oleh
bagian terbesar penduduk dari bekas negara jajahan. Bagi mereka yang
miskin maka alam adalah satu-satunya sumber penghidupan. Jika
kemampuan orang miskin adalah terbatas, maka alam diolah tanpa
mengindahkan kelestariannya. Tumbuh-tumbuhan dan pohon ditebang
untuk kayu bakar, tanaman dibakar untuk pupuk di perladangan dan
pemanfaatan hewan dengan tanpa etika dan begitu seterusnya.
Kemampuan orang miskin yang terbatas memaksa ia memeras dan
merusak alam untuk menghidupi dirinya. Sedangkan bagi orang kaya,
maka alam adalah obyek untuk dimanfaatkan sebesar-besar untuk
kemakmurannya. Maka akibatnya lahirlah kepincangan antara orang
miskin dengan orang kaya, baik dalam masyarakat antar negara maupun
dalam batas satu negara, dengan akibat yang serupa yaitu alam menjadi
rusak dan tidak lestari. 13
Di antara konsep Islam tentang pemanfaatan alam adalah hadd al-
kifâyah (standar kebutuhan layak) yang menjelaskan pola konsumsi
manusia yang tidak boleh melebihi standar kebutuhan yang layak.
Pengelolaan alam dan pemanfaatannya harus dilakukan secara baik
dengan memperhatikan aspek keberlanjutan kehidupan, kelestarian dan
keseimbangan ekosistem, sehingga pemanfaatan alam (flora dan fauna)
tidak dilakukan secara eksploratif dan eksploitatif secara berelebihan
Berdasarkan uraian di atas, menurut penulis perlu adanya kajian
secara mendalam mengenai konsep konservasi flora dan fauna dengan
bijaksana dan sesuai tuntunan syari‟at Islam. Maka dari itu, penulis
tertarik untuk mengangkat sebuah judul yaitu “Konsep Konservasi Flora
13Zainal Abidin, “Hadits Rasul Tentang Konservasi Alam:Analisis Empirik
Menghidupkan Kembali Bukit Prambanan Yogyakarta”, dalam Aplikasia Jurnal Aplikasi
llmu-ilmu Agama, Vol. VI, No. 2 Desember 2005, hal. 190
9
dan Fauna dalam Al-Qur‟an (Studi Analisis Tafsîr Asy-Sya’râwî Karya
Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟rawi)”.
Penulis mengambil dari kitab Tafsîr Asy-Sya’râwî karena
kepeduliannya terhadap problematika kontemporer umat Muslim.
Sehingga di dalam tafsirnya banyak dijumpai penjelasan yang bersifat
ishlâhi (memperbaiki sesuatu yang telah rusak oleh manusia). Beliau juga
menawarkan solusi atas kerusakan tersebut.14
Ketika menafsirkan Al-
Qur‟an, asy-Sya‟rawi berpegang pada dua aspek, yaitu: Pertama,
komitmen kepada Islam yang dianggapnya sebagai metode atau landasan
memperbaiki kerusakan yang diderita umat Islam saat ini. Kedua,
modernisasi, di mana asy-Sya‟rawi menganggap atau mengikuti
perkembangan saat ini, sehingga tafsirnya bercirikan modern.15
Tafsîr Asy-Sya’râwî merupakan tafsir yang berdimensi saintifik. Asy-
Sya‟rawi termasuk ulama tafsir yang sangat memberikan perhatian
terhadap mukjizat ilmiah. Beliau menganggap sangat penting untuk
mengaitkan penafsiran dengan penemuan-penemuan modern. Asy-
Sya‟rawi juga beranggapan bahwa tafsir saintifik mengungguli sisi
mukjizat Al-Qur‟an lainnya. Maka dari itu, penulis ingin meneliti
bagaimana konsep konservasi flora dan fauna di dalam Tafsîr Asy-
Sya’râwî karya Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi.
14 A. Khusnul Hakim IMZI, Ensiklopedia Kitab-kitab Tafsir Dari Masa Klasik
Sampai Masa Kontemporer,(Depok: Lingkar Studi Al-Qur‟an, 2013), hal. 224
15
Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsir asy-Sya’rawi Dalam Tafsir asy-Sya’rawi,
(Tangerang: Pustaka Media, 2019), hal. 129
10
B. Identifikasi Masalah
1. Terjadinya kerusakan ekosistem, kelangkaan bahkan kepunahan flora
dan fauna yang semakin melanda saat ini.
2. Perilaku manusia yang semakin mainstream seperti, perilaku yang
konsumtif, hedonistik dan materialistik dalam pemanfaatan dan
pengelolaan flora dan fauna.
3. Memformulasikan konsep konservasi flora dan fauna dalam Al-
Qur‟an, yang dimungkinkan akan mampu merubah sikap maintream
manusia dan membangun kesadaran akan pentingnya eksistensi
manusia.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Al-Qur‟an banyak membicarakan tentang bagaimana konsep
konservasi alam, akan tetapi agar pembahasan ini spesifik dan terarah,
maka penulis perlu mengemukakan batasan masalah yaitu penulis hanya
fokus mengambil kajian tentang konservasi alam di dalam Tafsîr Asy-
Sya’râwî dan objek yang diteiti adalah konservasi terhadap flora dan
fauna.
Adapun ayat Al-Qur‟an yang diteliti mengenai anjuran melakukan
konservasi adalah QS. Al-Baqarah [2]: 205 dan ayat Al-Qur‟an tentang
konsep konservasi flora (tumbuhan), di antaranya: Anjuran untuk
bercocok tanam dalam QS. Yasîn [36]: 33-36, melakukan Ihyâ al-Mawât
(menghidupkan lahan yang terlantar) dalam QS. Al-A‟raf [7]: 58 dan
memanfaatkan tumbuh-tumbuhan dengan bijak, serta tidak
mengekploitasi tumbuhan secara berlebihan dalam QS. Al-An‟am: [6]:
141.
Konsep konservasi fauna (hewan) di antaranya: Proses domestika
hewan QS. An-Nahl [16]: 5, 6 dan 81, memenuhi hak dan etika terhadap
11
hewan QS. An-Nahl [16]: 7-8, QS. Al-Jatsiyah [45]: 13 dan larangan
membunuh hewan sembarangan dalam QS. Al-Maidah [5]: 95.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana
konsep konservasi flora dan fauna di dalam Tafsîr Asy-Sya’râwî karya
Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep dan solusi konservasi flora dan fauna di
dalam Tafsîr Asy-Sya’râwî karya Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi.
2. Untuk Memformulasikan dan mengimplementasikan konsep
konservasi flora dan fauna dalam Al-Qur‟an, sebagai kewajiban dan
tanggung jawab manusia dalam pemeliharaan, pemanfaatan serta
pengelolaan flora dan fauna yang sesuai di dalam Al-Qur‟an.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat secara teoritis dalam penelitian ini adalah
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap wawasan dan
pengetahuan bagi seluruh masyarakat dan dunia akademik, khususnya
Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta dan sebagai bahan referensi atau
masukan bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan.
Sedangkan manfaat secara praktis dalam penelitian ini adalah dapat
membangun kesadaran moral untuk selalu melestarikan dan
memanfaatkan flora dan fauna, sesuai tuntunan syari‟at Islam dan sesuai
dengan tujuan konservasi, serta meminimalisir terjadinya kerusakan
ekosistem dan mencegah terjadinya kelangkaan dan kepunahan spesies
flora dan fauna akibat dari pemanfaatan alam yang dilakukan secara
eksploratif dan eksploitatif secara berelebihan.
12
F. Tinjauan Pustaka
Adapun beberapa karya ilmiah baik berupa buku, jurnal, skripsi dan
tesis yang mempunyai relevansi dalam penelitian ini di antaranya:
1. Skripsi: Analisis Eksploitasi Sumber Daya Alam Guna Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi
Pada Penambang Batu Di Gunung Kunyit Kelurahan Bumi Waras
Kecamatan Bumi Waras), yang disusun oleh Anggi Alvionita
Mardani, universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung,
2016. Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa SDA yang dapat
diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama
penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan. Seiring perkembangan
waktu bukit-bukit di Kota Bandar Lampung mengalami kerusakan
yang cukup parah. Maka perlu dilakukan evaluasi terkait dengan
semakin rusaknya kawasan konservasi yang seharusnya terbebas dari
campur tangan aktivitas manusia, evaluasi penting dilakukan karena
tidak semua kebijakan seperti kawasan konservasi ini meraih hasil
yang diinginkan.16
Penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan skripsi
yang penulis teliti. Persamannya adalah menjelaskan tentang analisis
konservasi alam. Perbedaannya adalah objek yang diteliti dalam
skripsi Anggi Alvionita Mardani adalah berupa penambang batu di
gunung kunyit, sedangkan skripsi yang penulis teliti ini adalah flora
dan fauna.
2. Skripsi: Studi Kritis Terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
16Anggi Alvionita Mardani, Analisis Eksploitasi Sumber Daya Alam Guna
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada
Penambang Batu Di Gunung Kunyit Kelurahan Bumi Waras Kecamatan Bumi Waras),
dalam skripsinya di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Tahun 2016, hal.
4
13
Perspektif Fiqh al-Bi’ah, yang disusun oleh Ummi Sholihah Pertiwi
Abidin, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2018. Dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa untuk pelestarian terhadap
lingkungan, pemecahan akan masalahnya yang semakin kompleks
memerlukan perhatian yang komprehensif, dipertanggung jawabkan
oleh pemerintah dengan dukungan dari masyarakat. Indonesia
merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yang
tentunya berpegang pada nilai-nilai keislaman. Perumusan fiqh
lingkungan bukan hanya sekedar omong kosong belaka, teori tanpa
pengamalan atau semacamnya. Fiqh lingkungan berpotensi
menjembatani ajaran-ajaran agama dengan peraturan perundang-
undangan positif atau dalam nilai-nilai fiqh lingkungan dapat diadopsi
menjadi komponen dalam peraturan perundang-undangan positif yang
berlaku.17
Adapun penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan
dengan skripsi yang penulis teliti. Persamaannya adalah membahas
tentang permasalahan pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup
dalam Al-Qur‟an. Dan perbedaannya adalah bahwa skripsi Ummi
Sholihah Pertiwi Abidin difokuskan pada persepsi fiqh al-bi’ah dalam
menanggapi permasalahan lingkungan, Sedangkan skripsi yang
penulis teliti ini fokus pada analisis Tafsîr Asy-Sya’râwî.
3. Skripsi: Ekologi Dan Konservasi Alam Dalam Perspektif Teologi
Kristiani, yang disusun oleh Riswandi Yusuf, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2016. Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
pengeksploitasian alam tanpa batas dan tanpa etika bersumber pada
kesalahan fundamental-filosofis dalam pemahaman tau cara pandang
17 Ummi Sholihah Pertiwi Abidin, Studi Kritis Terhadap Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Perspektif Fiqh al-
Bi’ah, dalam skripsinya di Universitas Islam Indonesia,Yogyakarta, Tahun 2018, hal. 5
14
manusia mengenal dirinya, alam dan tempat manusia dalam
keseluruhan ekosistem. Kekeliruan cara pandang ini melahirkan
perilaku manusia yang keliru terhadap alam dan keliru menempatkan
diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Manusia menempatkan
dirinya terhadap alam dengan cara pandang antroposentrisme18
.
Paradigma antroposentrisme terhadap alam salah satunya dianggap
berasal dari teologi Yahudi Kristiani dalam al-Kitab tentang kisah
penciptaan dunia.19
Adapun penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan
dengan skripsi yang penulis teliti. Persamaannya adalah membahas
tentang permasalahan konservasi alam. Dan perbedaannya adalah
bahwa skripsi Riswandi Yusuf menganalisis ekologi dan konservasi
alam dalam perspektif teologi Kristiani, sedangkan skripsi yang
penulis teliti ini fokus terhadap konservasi flora dan fauna dalam
analisis Tafsîr Asy-Sya’râwî.
4. Tesis: Al-Quran dan Konservasi Lingkungan (Suatu Pendekatan
Mâqasid al-Syarî’ah), yang disusun oleh Mamluatun Nafisah, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017. Dalam tesis tersebut, beliau
menjelaskan bahwa lingkungan selama ini dipahami sebagai sesuatu
yang removable, sehingga pengurasan yang berlebihan terhadap alam
untuk kepentingan ekonomi dan teknologi, dianggap manusiawi.
Pandangan ini yang menjadi malapetaka terhadap peristiwa-peristiwa
alam yang hingga kini sulit untuk diatasi. Banyak ayat yang berkaitan
dengan konsep hakikat hubungan manusia dengan lingkungan
dipahami secara parsial. Untuk mengatasi krisis pemahaman ini,
18 Keyakinan bahwa manusia harus dipandang sebagai pusat dari segala aspek
realitas.
19
Riswandi Yusuf, Ekologi Dan Konservasi Alam Dalam Perspektif Teologi
Kristiani, dalam skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2016, hal. 7
15
diperlukan upaya penyelesaian dari berbagai perspektif, termasuk
perspektif agama, dengan mengkaji ayat-ayat lingkungan melalui
pendekatan mâqasid al-syarî’ah.20
Adapun tesis tersebut memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah membahas tentang konservasi lingkungan
dalam Al-Qur‟an. Dan perbedaannya adalah tesis karya Mamluatun
Nafisah meneliti dengan dengan pendekatan mâqasid al-syarî’ah.
Sedangkan dalam skripsi ini penulis mengkaji dengan penafsiran asy-
Sya‟rawi.
5. Buku yang berjudul Konservasi Alam Dalam Islam, karya Fachruddin
M. Mangunjaya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005. Di dalam
buku tersebut menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang
banyak menyuruh manusia untuk memperhatikan alam, jika ingin
mengenal lebih dekat dengan Allah. Dukungan terhadap pelestarian
dan pemanfaatan alam berkelanjutan merupakan harapan dunia untuk
kemashlahatan kemanusiaan dan generasi mendatang. Sebab, tanpa
adanya keperdulian yang terpadu, maka skenario dan kondisi bumi
akan semakin buruk. Oleh karena itu, spirit agama sangat diperlukan
dalam membantu pemahaman dan kesadaran akan pentingnya
memelihara alam.21
Adapun buku tersebut memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah membahas tentang konservasi alam dalam
pespektif Islam. Dan perbedaannya adalah buku karya Fachruddin M.
Mangunjaya menjelaskan tentang segala konservasi alam dalam Islam
hanya secara umum saja, tidak terjun ke dalam penafsiran Al-Qur‟an.
20 Mamluatun Nafisah, Al-Quran dan Konservasi Lingkungan (Suatu Pendekatan
Maqâsid al-Syarî’ah), dalam tesisnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2017, hal.
11
21
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 103
16
6. Buku Ayat-ayat Konservasi (Menghimpun dan Menghidupakn
Khazanah Islam Dalam Konservasi Hutan Leuser), karya Onrizal,
Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, Medan, 2010. Buku tersebut
menjelaskan bahwa Islam agama yang sempurna, ajarannya
mencakup segala hal terkait kehidupan manusia dan alam semesta.
Buku tersebut hadir berdasarkan berbagai publikasi dan ditambah
dengan khazanah konservasi yang hidup atau pernah hidup dalam
masyarakat muslim yang bertempat tinggal di sekitar hutan Leuser
secara khusus, maupun berbagai khazanah serupa di tempat lain.22
Adapun buku tersebut memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah membahas tentang konservasi alam. Dan
perbedaannya adalah objek yang dijelaskan dalam buku tersebut
adalah konservasi hutan Leuser. Sedangkan skripsi ini membahas dua
objek konservasi yaitu flora dan fauna.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif
kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian untuk
menggambarkan suatu variabel yang berkenaan dengan masalah yang
diteliti tanpa mempersoalkan hubungan antar variabel. Sedangkan
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang informasi yang
berbentuk kata atau kalimat verbal, bukan berupa simbol angka atau
bilangan. Penelitian kualitatif dapat melalui suatu proses
menggunakan teknik analisis secara mendalam.
22 Onrizal, Ayat-ayat Konservasi (Menghimpun dan Menghidupakn Khazanah Islam
Dalam Konservasi Hutan Leuser), (Medan: Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, 2010),
hal. 98
17
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data untuk penelitian ini, peneliti
menggunakan jenis metode penelitian library research yaitu usaha
untuk menemukan, mengembangkan, serta menguji kebenaran suatu
pengetahuan menggunakan metode ilmiah dengan memanfaatkan
referensi yang ada di perpustakaan.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data, di antaranya:
a. Data Primer yaitu menggunakan ayat-ayat Al-Qur‟an dalam kitab
Tafsîr Asy-Sya’râwî karya Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi.
b. Data sekunder yang bersumber dari buku-buku, jurnal, artikel dan
karya ilmiah lain yang dapat dipertanggung jawabkan dan yang
berkenaan dengan objek penelitian.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah suatu proses atau upaya pengolahan
data menjadi sebuah informasi baru agar karakteristik data tersebut
menjadi lebih mudah dimengerti dan berguna untuk solusi suatu
permasalahan. Karena obyek studi ini adalah ayat-ayat Al-Qur'an,
maka pendekatan yang dipilih di dalamnya adalah pendekatan ilmu
tafsir. Dalam ilmu tafsir dikenal beberapa corak atau metode
penafsiran Al-Qur'an, seperti tahlîlî, ijmâlî, muqarin dan maudhû'i,
dari berbagai corak metode tafsir tersebut untuk memahami ayat-ayat
Al-Qur'an peneliti mempergunakan tafsir tematik (maudhû'i) yang
menurut istilah para ulama adalah dengan menghimpun seluruh ayat
Al-Qur'an yang memiliki tujuan dan tema yang sama. Peneliti
menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang berkenaan dengan konsep
konservasi dan eksploitasi alam dalam analisis Tafsîr Asy-Sya’râwî.
18
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Teknis Penulisan
Proposal dan Skripsi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta Tahun 2017”.
Adapun sistematika penelitian ini disusun menjadi lima bab. Masing-
masing bab terdiri atas beberapa sub bab yang sesuai pembahasan yang
diteliti. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I :Pendahuluan yang berisi: Latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II :Landasan teori tentang konservasi alam terhadap flora dan
fauna: Pengertian konservasi alam, sejarah konservasi,
konsep konservasi alam dalam pendekatan Islam, konsep
konservasi alam terhadap flora dan fauna dalam kesepakatan
internasional, nasional dan lokal, konsep konservasi alam di
Indonesia, etika konservasi alam, konservasi flora dalam Al-
Qur‟an dan konservasi fauna dalam Al-Qur‟an.
BAB III :Biografi Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi (Latar belakang
sosio historis, perjalanan intelektual, guru-guru, karya-karya
Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi dan pandangan ulama
terhadap Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi). Profil kitab
Tafsîr Asy-Sya‟râwî (Indentifikasi fisiologis, identifikasi
metodologis dan identifikasi ideologis Tafsîr Asy-Sya‟râwî).
BAB IV :Kajian penafsiran Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi dalam
kitab Tafsîr Asy-Sya‟râwî tentang tentang anjuran melakukan
konservasi adalah QS. Al-Baqarah [2]: 205 dan ayat Al-
Qur‟an tentang konsep konservasi flora (tumbuhan), di
antaranya:Anjuran untuk bercocok tanam dalam QS. Yasîn
19
[36]: 33-36, melakukan Ihyâ al-Mawât (menghidupkan lahan
yang terlantar) dalam QS. Al-A‟raf [7]: 58 dan memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan dengan bijak, serta tidak mengekploitasi
tumbuhan secara berlebihan dalam QS. Al-An‟am: [6]: 141.
Konsep konservasi fauna (hewan) di antaranya:Proses
domestika hewan QS. An-Nahl [16]: 5, 6 dan 81, memenuhi
hak dan etika terhadap hewan QS. An-Nahl [16]: 7-8, QS. Al-
Jatsiyah [45]: 13 dan larangan membunuh hewan
sembarangan dalam QS. Al-Maidah [5]: 95.
BAB V :Berisi penutup yang memuat kesimpulan dari keseluruhan
penelitian dan saran yang diperlukan dalam menunjang
kesempurnaan penelitian.
20
BAB II
LANDASAN TEORI KONSERVASI ALAM TERHADAP FLORA
DAN FAUNA
A. Pengertian Konservasi Alam
Secara etimologi konservasi berasal dari kata Conservation, yang
terdiri atas kata con (together) dan servare (keep or save) yang memiliki
pengertian mengenai upaya memlihara apa yang kita punya (keep or save
what you have), namun secara bijaksana. (wish use). Ide konservasi ini
dikemukakan oleh Theodore Roosevelt yang merupakan orang Amerika
pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi
alam dalam pengertian sekarang, sering diterjemahkan sebagai
pemanfaatan alam secara bijaksana.1
Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan segi
ekologi. Adapun dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan
ssumber daya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi,
konservasi merupakan alokasi sumber daya alam untuk sekarang dan
masa yang akan datang. Dalam Piagam Burra, konservasi adalah proses
pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya
terpelihara dengan baik.2
Menurut Petter Salim dan Yenny Salim, konservasi adalah
pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara
teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara
pengawetan. Menurut Meffe dan Carrol menjelaskan bahwa konservasi
adalah pengelolaan biosphere bagi keperluan manusia sehingga
menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi generasi masa kini
1 Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2005) hal. 17
2 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains,
(Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 5
21
dan memantapkan potensi untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi
generasi mendatang.3
“Conservation and Natural Resources”, sebuah karya Ian Campbell
menguraikan bahwa makna konservasi adalah penggunaan sumber daya
alam dengan menggunakan nalar atau intellect utilization. Definisi
Campbell di dalam bukunya tersebut menegaskan munculnya suatu
pertimbangan etis di dalam memanfaatkan alam, sehingga dapat
menyelamatkan generasi mendatang serta dapat menghindarkan krisi-
krisis lingkungan yang berlebihan.
Menurut Alikodra, konservasi adalah pengelolaan biosfir
(biosphere) bagi keperluan manusia, sehingga menghasilkan manfaat
sebesar-besarnya bagi generasi kini dan menetapkan potensi untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang. Menurutnya,
kegiatan konservasi merupakan kegitan positif yang mencangkup
pengawetan, perlindungan dan pemanfaatan secara lestari, rehabilitasi,
dan peningkatan mutu lingkungan alam. Oleh karena itu, konservasi
berbeda dengan paham preservasionist yang menganggap alam harus
dilindungi tanpa memanfaatkan. Begitu juga berbeda dengan paham
exploiter yang menganggap alam semata-mata dilihat dari titik
komoditas atau keuntungan ekonomi. Dengan demikian konsep
konservasi berada di tengah antara preservasionist dan exploiter.4
Selanjutnya, Alikodra mengusulkan agar penyelamatan alam dari
kehancuran, harus menengok kembali pada perhitungan cermat dan
menyeluruh terhadap potensi, persebaran dan sifatnya dibandingkan
3 Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi, (Jakarta: UIN Press, 2015), hal. 20
4 Sofyan Anwar Mufid, Islam Dan Ekologi Manusia: Paradigma Baru, Komitmen
Dan Integritas Manusia Dalam Ekosistemnya, Refleksi Jawaban Atas Tantangan Pemanasan
Global (Dimensi Inteletual, Emosional Dan Spiritual), (Bandung: Nuansa, 2010), hal. 47
22
dengan pertumbuhan kebutuhan manusia serta pembangunan yang terus
meningkat.
Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan yang
mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau
budidaya. Adapun kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencangkup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah,
serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.5
Sumber daya alam adalah semua kekayaan alam yang meliputi
ekosistem sebagai suatu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh,
termasuk di dalamnya sumber daya alam hayati, sumber daya non hayati
dan sumber daya buatan. Adapun sumber daya alam hayati meliputi
meliputi semua variasi di dalam komunitas bilologi dan ekosistem serta
interaksi antar tingkatan tersebut. konservasi sumber daya alam hayati
meliputi kegiatan perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi,
introduksi,pelestarian,pemanfaatan serta pengembangan keanekaragaman
hayati.
Konservasi sumber daya non hayati meliputi semua faktor-faktor
abiotik yang disediakan oleh alam. Konservasi sumber daya non hayati
meliputi kegiatan pemanfaatan secara rasional dan bijaksana. Sumber
daya buatan adalah sumber daya buatan manusia yang mempunyai daya
dukung. Konservasi terhadap sumber daya buatan meliputi kegiatan
pemanfaatan secara lestari dan berkesinambungan sumber daya buatan.6
5 Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 37
6 Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi, (Jakarta: UIN Press, 2015), hal. 25
23
Menurut Primack, konservasi sumber daya alam hayati yang meliputi
pengembangan keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai tumbuhan,
hewan, mikroorganisme, genetika yang dikandungnya dan ekosistem
yang dibangunnya. Keanekaragaman hayati meliputi tiga tingkatan, di
antaranya:
1. Tingkat species mencangkup seluruh organisme di bumi.
Keanekaragaman species menyediakan bagi manusia sumber daya
dan alternatifnya.
2. Tingkat genetik mencangkup variasi genetik di dalam species, di
antara populasi yang terpisah secara geografik dan antara individu
dan populasi. Keanekaragaman genetik diperlukan oleh setiap
species untuk menjaga vitalitas reproduksi, ketahan terhadap
penyakit dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan.
3. Tingkat komunitas mencangkup variasi di dalam komunitas.
Keanekaragaman komunitas mewakili tanggapan species secara
kolektif pada kondisi lingkungan yang berbeda.
Kelestarian keanekaragaman hayati termasuk flora dan fauna perlu
dipertahankan sampai generasi mendatang. Hal ini suatu
keanekaragaman hayati mempunyai peran sebagai berikut:
a. Ekologi
Ekosistem dan jenis yang nampak tidak bermanfaat untuk kesehatan,
ternyata memberi kontribusi terhadap kesejahteraan manusia. Banyak
jenis satwa liar bernilai dan penting untuk pertanian. Salah satunya
seperti ekosistem merupakan breeding site (tempat berkembang biak),
dan tempat mencari makan polinator dan predator organisma hama
yang diperlukan bagi produktifitas lahan pertanian.
24
b. Ekonomi
Kehidupan liar yang ada di alam merupakan sumber makanan, bahan
obat-obatan dan bahan baku industri.
c. Emosional dan rekreasi
Keanekaragaman hayati memberikan manfaat untuk pemenuhan yang
bersifata emosional dan rekreasional. Dalam hal ini, suara, bentuk,
warna dan pemandangan suatu keanekaragaman hayati dapat
memberikan inspirasi dan ketenangan jiwa.
d. Etika dan budaya
Hubungan manusia dengan alam diekspresikan dalam bentuk kultur
atau budaya. Masyarakat dalam suatu negara seringkali membuat
simbol berupa satwa atau tumbuhan dalam budayanya.
e. Ilmu pegetahuan dan intelektual
Diperkirakan sekitar 5 juta dan 10 juta jenis tumbuhan dan hewan,
sudah diberikan nama dan hanya beberapa jenis saja yang sudah
teridentifikasi. Selain itu, keanekaragaman hayati merupakan
laboratorium kehidupan untuk monitoring perubahan dan dampaknya
terhadap ekosistem dan konsekuensinya.7
Upaya konservasi alam harus dilakukan secara terpadu, baik secara
horizontal dan vertikal pada semua sektor. Selain itu, perlu adanya
kerjasama internasional dan regional. Agar tujuan konservasi dapat
tercapai, maka diperlukan strategi konservasi tingat dunia dan strategi
konservasi tingkat nasional. Strategi konservasi tingkat dunia diperlukan
karena:
1) Sumber daya alam hayati yang merupakan kebutuhan pokok bagi
kelangsungan hidup manusia cenderung rusak dan menipis,
sedangkan jumlah populasi manusia di seluruh dunia semakin
7 Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 43
25
meningkat. Hal ini diperparah lagi dengan tingkat konsumsi penduduk
di negara-negara majuyang sangat tinggi dibandingkan dengan di
negara berkembang.
2) Upaya konservasi alam memerlukan waktu, sedangkan kerusakan
biospher terus berlangsung.
3) Kemampuan negara-negara di dunia dalam upaya konservasi berbeda-
beda terutama dalam hal pendanaan dan teknologi.8
Karena alasan tersebut, maka tujuan strategi konservasi tingkat
dunia adalah mengintegrasikan konservasi dan pembangunan agar
sumber daya alam yang ada di biosfer dapat menjamin kelangsungan
hidup dan kesejahteraan umat manusia saat ini dan masa mendatang.
Strategi konservasi alam tingkat dunia pertama kali disepakati pada
sidang umum PBB pada tanggal 15 Desember 1979. Dalam pertemuan
tersebut dirumuskan sasaran strategi konservasi alam sedunia, di
antaranya:
a) Pemantapan perlindungan proses ekologi dan sistem penyangga
kehidupan.
b) Pengawetan keankeragaman sumber plasma nutfah dan sumber
genetik.
c) Pemanfaatan secara lestari kekayaan jenis dan ekosistemnya.
Dalam upaya mencapai sasaran tersebut, perlu dilakukan kegiatan
yang mencangkup tiga hal, yaitu: save it, syudy it, dan use it.
Keanekaragaman hayati ayang ada di muka bumi ini perlu dilindungi
dari kepunahan. Jutaan species tumbuhan dan hewan sampai saat ini
belum teridentifikasi. Kegiatan penelitian manusia untuk mengenal
berbagai jenis keanekaragaman hayati di bumi berpacu dengan
8 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains,
(Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 27
26
kepunahannya. Untuk menghindari tersebut perlu segera dilakukan
perlindungan terhadap keanekaragaman hayati di habitat-habitat alami.
Untuk dapat memelihara dan memanfaatkan keanekaragaman hayati,
maka diperlukan pengetahuan yang mendalam. Oleh karenanya, setelah
dilakukan kegiatan perlindungan, perlu dilakukan studi terhadap sumber
daya alam hayati tersebut, agar manusia dapat mengelola dan
memanfaatkannya dengan benar. Setelah manusia memahami sifat suatu
sumber daya alam hayati, manusia dapat memanfaatkannya dengan
memikirkan pemanfaatan sumber daya alam hayati yang sama bagi
generasi selanjutnya. Pemanfaatan sumber daya alam hayati oleh
manusia harus terkendali dan berkesinambungan. 9
Upaya konservasi sumber daya alam dapat dilakukan manusia di
habitat aslinya (konservasi in situ) atau di luar habitat aslinya (konservasi
ex situ). Konservasi in situ dapat dilakukan dengan membuat kawasan
konservasi berupa hutan suaka alam, cagar alam, taman nasional, hutan
lindung dan sebagainya. Konservasi ex situ dapat dilakukan dengan
membuat kebun binatang, penangkaran, herbarium, musium ataupun
kebun koleksi. Dengan adanya konservasi ex situ diharapkan keberadaan
species di habitat aslinya tidak terganggu.10
Sebagai contoh, untuk dapat
melihah gajah, cukup dilakukan dengan mendatangi kebun binatang,
tidak perlu dilakukan dengan mendatangi hewan tersebut di habitat
aslinya.
Seringkali konservasi ex situ juga memberikan perlindungan bagi
hewan yang habitat aslinya terganggu. Misalnya kebakaran hutan di
Kalimantan yang terjadi pada 14 September 2017, menyebabkan bebrapa
hewan kehilangan habitatnya, termasuk hewan langka yaitu orang utan.
9 Bustanul Arifin, Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Indonesia, (Jakarta: Erlangga
2001), hal. 17
10
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 39
27
Dengan adanya konservasi ex situ dapat dilakukan dengan merelokasi
orang utan tersebut ke hutan lainnya yang masih terjaga. Kegiatan
konservasi ex situ lainnya adalah konservasi plasma nutfah dalam bentuk
pengawetan yang dilakukan di musium dan herbarium. Contohnya,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah membangun
musium zoologi11
yang menyimpan jutaan pengawetan species hewan
yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia. Musium tersebut
merupakan bank genetik dari berbagai taksa hewan yang dapat
dipelajari.12
B. Sejarah Konservasi Alam
Adapun konservasi alam dilatar belakangi oleh kesadaran manusia
akan kerusakan bumi. Bumi sebagai satu-satunya tempat hidup manusia
telah menanggung resiko berat akibat perilaku manusia. Hal ini terutama
karena ambisi manusia untuk menguasai sumber daya alam. Selain itu,
beberapa cara pandang atau falsafah hidup manusia diidentifikasikan
sebagai penyebab kerusakan alam. Falsafah hidup tersebut meliputi:
1. Imperialisme biologis yaitu manusia selalu menganggap makhluk
hidup lain sebagai jajahannya. Akhirnya, manusia selalu ingin
menguasai makhluk hidup lain. Tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya berupa sandang, pangan dan papan, tetapi juga
untuk memusnahkan hasrat menguasai atau menaklukkan makhluk
lain sebagai jajahannya.
2. Manusia selalu menganggap manusia lain adalah kompetitor atau
lawan. Sebagai akibatnya manusia tidak akan membiarkan dirinya
kalah atau lebih rendah dari orang lain. Eksploitasi sumber daya alam
11 Sixth Edition, General Zoology, Terj. Nawangsari Sugiri, (Jakarta: Erlangga,
1984), hal. 12
12
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 42
28
yang berlebihan merupakan salah satu akibat dari persaingan manusia
dengan manusia lainnya terutama dalam hal penguasaan materi.
Dengan kata lain, manusia menjadi sangat serakah demi
memenangkan
kompetisi dengan manusia lain. Dalam upaya memenangkan
kompetisi, negara-negara berkembang terus memacu pembangunan
dengana modal sumber daya alamnya. Eksploitasi alam secara
berlebihan seperti eksploitasi flora, fauna dan ekosistemnya yang
dilakukan oleh negara-negara berkembang demi mengejar ketinggalan
dalam hal pangan, tempat tinggal dan pendidikan. Akibatnya dalam
waktu singkat sumber daya alam terkikis habis, tidak tersisa bagi
generasi yang akan datang.
3. Filsafat Ekonomi
Setiap manusia dalam melakukan kegiatan selalu ingin
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal
sekecil-kecilnya. Akibatnya, dalam eksploitasi sumber daya alam,
manusia sedapat mungkin menghindari biaya sebagai recovery atau
perbaikan atas kerusakan sumber daya alam tersebut. hal iini
memnjadi salah satu penyebab perorangan atau institusi yang sering
kali menghindar dari kewajiban membayar atau menanggung biayan
rehabilitasi sumber daya alam yang diakibatkan oleh kegiatannya.
Dalam upaya meminimalisir dampak lingkungan, pemerintah
mewajibkan semua kegiatan yang memberikan dampak terhadap
lingkungan melalui analisis dampak lingkungan (AMDAL).13
Keinginan manusia untuk mendapatkan keuntungan besar dengan
biaya yang kecil sering dilakukan, seperti pengusaha hutan. Dalam
aturannya, tanaman hutan yang ditebang adalah tanaman yang
13 Mursid Raharjo, Memahami Amdal, (Yogyakarata: Graha Ilmu, 2012), hal. 41
29
memiliki diameter batang pokok minimum satu meter. Selain tebang
pilih, dalam penebangan tanaman hutan, diwajibkan menanam kembali
hutan yang telah ditebang (reboisasi). Karena ingin mendapatkan
keuntungan yang besar, pengusaha hutan sering kali menyalahi aturan
tersebut. tanaman yang belum memenuhi syarat untuk ditebang, ikut
ditebang. Lebih dari itu, dengan berbagai alasan, biaya reboisasi yang
menjadi kewajibannya sering kali tidak dibayarkan.
4. Filsafat Religi
Manusia menganggap bahwa dirinya adalah khlaifah di muka
bumi yang diberi kewenangan menguasai alam. Namun, pemahaman
yang salah menyebabkan manusia menguasai sumber daya alam
dengan sekehendak hatinya sendiri, tanpa bertanggung jawab
memelihara dan menjaga kelestariannya. Allah berfirman:
“Wahai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di
antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan” (QS. Shaad [83]: 26).
Di dalam ayat di atas dijelaskan bahwa manusia diciptakan di muka
bumi ini sebagai khalifah yang diberi kewenangan memutuskan
perkara. Oleh sebagian manusia, kewenangan tersebut disalah artikan
dengan kesewenang-wenangan. Dengan dalih bahwa manusia
30
diciptakan sebagai khalifah, manusia boleh berbuat apa saja terhadap
alam tanpa memikirkan akibatnya.
Contoh lain dari filsafat religi adalah keyakinan manusia memiliki
rizki di muka bumi ini, dengan demikian tidak perlu khawatir memiliki
banyak anak atau biasa dikenal banyak anak banyak rezeki. Sebagai
akibat dari keyakinan ini, manusia tidak membatasi jumlah
keturunannya, padahal jumlah manusia di muka bumi ini sudah hampir
melebihi batas daya dukung lingkungan.14
5. Mentalitas Frontier
Pada dasarnya manusia memiliki jiwa frontoer atau bertualang.
Hal ini menyebabkan manusia ingin menginjakkan kaki ke habitat
baru. Akibatnya manusia senang melakukan eksploitasi ke berbagai
penjuru bumi, terutama dengan tujuan untuk mendapatkan sumber
kehidupan. Seringkali hiruk pikuk kehidupan kota mengundang
kedatangan masyarakat desa hanya karena keinginan hidup dalam
suasana baru yaitu suasana kota yang jauh berbeda dengan suasana
desa.
Mentalitas frontier menggerakan hati masyarakat desa, terutama
para pemudanya untuk mengadu nasib di desa. Akibatnya terjadi
urbanisasi yang besar. Hal ini menyebabkan daya dukung kota yang
sudah berkurang disebabkan polusi semakin terbebani oleh jumlah
penduduk yang semakin padat.15
Kelima falsafah hidup tersebut melekat dalam diri manusia dan
membentuk perilaku manusia yang menyebabkan kerusakan alam.
Kerusakan alam telah disadari oleh umat manusia terutama sangat nyata
setelah berlalunya perang dunia kedua pada tahun 1959. Pada saat itu
14 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains, hal.
107
15
Mursid Raharjo, Memahami Amdal, hal. 43
31
manusia sadar bahwa perang menyababkan kehancuran bagi kedua pihak.
Manusi di berbagai belahan bumi bertekad untuk tidak lagi berperang.
Manusia mulai berfikir untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia
melalui revolusi hijau dan revolusi industri.
Manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidupnya
berlomba-lomba melakukan pembangunan dalam segala bidang. Akibat
dari kegiatan pembangunan tersebut adalah dihasilkannya bahan-bahan
yang semula tidak ada di alam. Masuknya energi atau komponen lain ke
dalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga
kualitas turun sampai sampai ke tingkat tertentu, sehingga fungsinya
berkurang atau tidak dapat berfungsi lagi yang disebut dengan
pencemaran.16
Zat-zat pencemaran lingkungan tersebut dapat berupa bahan
pencemar kuantitatif17
dan bahan pencemar kualitatif18
. Salah satu akibat
pencemaran gas karbon adalah efek rumah kaca. Gas-gas pencemar
seperti karbon dioksida, karbon monoksida dan gas metan yang
berlimpah jumlahnya akan membentuk selubung di atas atmosfer bumi.
Selubung gas tersebut dapat menyebabkan panas matahari masuk ke
bumi, tetapi tidak dapat terpancar kembali keluar atmosfer, akibatnya
suhu bumi semakin memanas.
Memanasnya suhu bumi (global warning) menyebabkan banyak
dampak negatif bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Salah satunya
adalah kepunahan jenis. Kepunahan adalah dampak dari ketidakmampuan
species dalam proses adaptasinya. Proses adaptif ini termasuk adaptif
16 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains, hal.
109
17
Bahan pencemar kuantitatif adalah bahan pencemar yang sebelumnya sudah ada
di alam, tetapi karena kegiatan manusia, jumlahnya menjadi semakin meningkat. Contoh
CO2, CO dan lain-lain.
18
Bahan pencemar kualitatif adalah bahan pencemar yang sebelumnya tidak ada di
alam, tetapi karena kegiatan manusia , bahan tersebut menjadi ada.
32
terhadap perubahan lingkungan, yang menyebabkan penurunan kualitas
lingkungan. Species yang tidak mampu adaptif terhadap lingkungannya,
akan mengalami penurunan kualitas dalam berbagai hal, misalnya tidak
mampu untuk tumuh secara maksimal, mudah untuk dimangsa predator
dan kemampuan bereproduksinya menjadi rendah bahkan tidak mampu
untuk bereproduksi.
Menurut Cox, organisme hidup ada yang memiliki toleransi tinggi
terhadap salah satu faktor lingkungan, sementara sebagian lainnya
memilki toleransi yang sempit. Species makhluk hidup yang memiliki
toleransi sempit terhadap suhu lingkungan akan sulit beradaptasi terhadap
suhu bumi yang memanas. Suhu permukaan bumi telah meningkat rata-
rata 0.74ºC ± ºC (1.33 ±0.32 ºF) selama 100 terakhir dan diduga suhu
permukaan bumi akan meningkat 1.1 ºC hingga 6.4 ºC (2.0 hingga 11.5 ºF)
antara tahun 1990 2100. Meningkatnya suhu di bumi ini menyebabkan biji sulit
berkecambah, telur gagal menetas dan embrio hewan mati. Kematian organisme
muda tersebut mengakibatkan gagalnya regenerasi, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kepunahan species.
Kepunahan species ini tidak hanya terjadi di daratan, tetapi juga di
perairan. Berdasarkan penelitian IUCN19
menyatakan laju kepunahan
species sepanjang 150 tahun belakangan ini sangat memperihatinkan.
Species mengalami evolusi dan punah secara alami sejak ratusan juta
tahun yang lalu, akan tetapi laju kepunahan belakangan ini jauh lebih
tinggi dari laju kepunahan rata-rata. Akibat dari memanasnya suhu bumi,
laju kepunahan saat ini 10 bahkan 100 kali lipat laju kepunahan alami.
Bila tingkat laju kepunahan berlanjut atau akan terus meningkat, maka
19 IUCN (International Union For The Conservation of Nature and Natural
Resources) adalah lembaga internasional untuk konservasi alam yang membantu dunia
dalam mencari solusi pragmatis untuk lingkungan dan tantangan pembangunan yang paling
mendesak.
33
jumlah species yang yang menjadi punah dalam dekade berikut bisa
bejumlah jutaan.
Sebenarnya gas CO2 dapat terdaur melalui proses fotosintesis
tanaman. Bahkan CO2 di udara sangat dibutuhkan tanaman dalam proses
fotosintesisnya. Namun demikian, banyaknya penggunaan kayu dari
tanaman sebagai bahan baku membuat jumlah tanaman semakin
berkurang. Apalagi, hutan sebagai salah satu tempat tanaman tumbuh
semakin sempit akibat beralih fungsi menjadi lahan pembangunan, dan
lain-lain. Padahal fungsi hutan sangat penting sebagai paru-paru dunia
dan dapat digunakan untuk mendaur ulang karbondioksida yang terlepas
di atmosfer bumi.20
Keprihatinan manusia terhadap fakta adanya kerusakan lingkungan
menyebabkan munculnya gerakan konservasi. Gerakan konservasi di
mulai di Amerika dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara di dunia.
Hingga saat ini gerakan konservasi menjadi gerakan global yang
menyeuruh ke berbagai belahan dunia. Adapun tahapan gerakan
konservasi di dunia dapat dibagi menjadi tiga gelombang, yaitu:
1) Gelombang I (Tahun 1901-1909)
Di bawah kepemimpinan Theodore Roosevelt, ditandai dengan
kegiatan inventarisasi sumber daya alam dan prencanaan perundang-
undangan pengelolaan sumber daya alam. Selain itu terdapat adanya
kebijakan menarik 200 juta area tanah milik swasta dan umum, serta
merubahnya sebagai lahan cadangan.
2) Gelombang II (Tahun 1933-1941)
Di bawah kepemimpinan Franklin D. Roosevelt, ditandai dengan
adanya program Public Works Administration, sebagai program
20 Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan (Etika Pengelolaan
Lingkungan Dalam Perpektif Islam), (Yogyakarta: Majelis Lingkungan Hidup PP
Muhammadiyah, 2011) Cet. II, hal. 30
34
pengembangan sumber daya alam. Selain itu, kegiatan lainnya adalah
Prairie State Forestry Project yaitu penanaman pohon pelindung
(Shelterbelt) sepanjang garis bujur 100 untuk mengurangi efek angin
dari wilayah pertanian.
3) Gelombang III (Tahun 1962-Sekarang)
Dipimpin oleh John F. Kennedy yang merancangkan pengawetan
wilayah hutan rimba, pengembangan sumber daya kelautan dan
pengawetan sumber daya alam air tawar. Lalu pada tahun 1970
dilanjutkan oleh Jimmy Carter yang membentuk EPA (Environmental
Protecd Area).
Setelah John F. Kennedy melaksanakan gerakan konservasi, berbagai
negara di dunia mulai bergerak melakukan aksi yang sama. Pertemuan
internsional pertama untuk egrakan konservasi pertama kali dilakukan
pada tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm, di hadiri oleh 113 negara, 21
organisasi di bawah PBB dan 258 NGO (Non Goverment Organization).
Pertemuan ini menghasilkan deklarasi deklarasi Stockholm. 20 tahun
setelahnya, suatu konfrensi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro pada
tanggal 3-14 Juni 1992, yang dihadiri oleh 100 kepala negara di dunia.
KTT Rio21
membahas kembali persoalan-persoalan lingkungan yang
pernah dibicarakan di Stockholm. KTT ini merekomendasikan prosedur
secara hukum dan adminstrasi di tingkat nasional, prosedur hukum dan
administrasi untuk kompensasi pemulihan lingkungan dan adanya akses
bagi individu, kelompk atau organisasi ke dalam kegiatan konservasi.
Rumusan tersebut terkenal dengan agenda 21.
21 KTT Rio merupakan salah satu konferensi utama PBB (Perserikatan Bangsa-
bangsa) yang diadakan di Rio de Janeiro, Brazil.
35
C. Konsep Konservasi Alam Dalam Pendekatan Islam
Ketika manusia didominasi oleh alam, maka manusia lebih takut
kepada alam. Sebagaimana halnya manusia yang takut akan sesuatu, maka
ia tidak akan diganggu. Saat itu alam tidak akan dirusak, akibatnya hutan
tetap lebat, hewan tetap bebas berkeliaran, tumbuhan, pepohonan tetap
tumbuh dengan asri, karena kehadiran manusia tidak pernah mengusik
mereka. Permasalahan yang timbul pada manusia saat itu, baik atau buruk
selalu dikembalikan kepada alam. Berbagai jenis penyakit pada manusia,
penyebabnya akan mengkambing hitamkan alam. Alamlah yang
menyebabkan manusia sejahtera, sakit bahkan meninggal. Demikian juga
dengan keberhasilan panen, sebagai ungkapan rasa syukur bentuknya akan
dikembalikan kepada alam sebagai sesaji atau persembahan dan
sejenisnya.
Kemudian keadaan semakin berubah, alam tidak lagi mendominasi
manusia bahkan lambat laun, alam mulai kehilangan pamornya. Alam
tidak lagi powerful, ia hanya bagian dari manusia. Keyakinan ini yang
kemudian manusia mulai berani mempermainkan alam (memanfaatkan
alam). Tidak hanya sekedar memanfaatkan, dalam kodisi yang lebih parah,
untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak akan pernah terbatas
tersebut, manusia menguras seluruh milik alam.22
Beberapa ahli menyatakan bahwa permasalahan lingkungan baru
muncul pada sekitar abad ke-17. Peremasalahan tersebut muncul
dikarenakan adanya kegiatan industri yang mengeksploitasi sumber daya
alam secara berlebihan. Eksploitasi tidak terkendali ini kemudian
meimbulkan berbagai dampak lingkungan terutama terhadap manusia
yang berupa penyait bahkan kematian. Akibat dari peristiwa tersebut,
22 Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi, hal. 43
36
maka anjuran konservasi terhadap lingkungan dan sumber daya alam
harus dilaksanakan sebagai arus utama kegiatan pembangunan.23
Islam telah memunculkan perintah konservasi sejak turunnya Nabi
Adam as. hingga diikuti oleh para nabi kemudian sampai kepada Nabi
Muhammad saw. Ada atau tidak permasalahan lingkungan, menurut Islam
kegiatan konservasi merupakan usaha yang harus dilakukan secara
sungguh-sungguh, terus-menerus, tanpa henti.
Salah satu bentuk konservasi dalam Islam adalah sebagaiamana t
dalam firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh
binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara
kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah
mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang
dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu
sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya)
membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau
berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya
dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah
memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali
mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha
Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa” (QS. Al-
Maidah [5]: 95).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Al-Qur‟an telah memberikan
peringatkan yang tegas, melatih manusia untuk tidak merusak alam
23 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains, hal.21
37
melalui ibadah haji untuk kemudian menerapkannya dalam kehidupan di
tempat asal para jama‟ah agar sepulang ibadah haji mereka menjadi haji
yang mabrur. Salah satunya adalah berperilaku saling menjaga
keberadaan dan keseimbangan alam. Alangkah indah dan nikmatnya jika
kondisi alam ini senantiasa seimbang dan terjaga. Segala kegiatan
pembangunan hukumnya wajib, baik untuk mematuhi aturan agama
maupun peraturan pemerintah untuk melindungi dan menjaga
keseimbangan alam ini, salah satunya adalah melindungi jejaring
makanan.24
Bentuk konservasi lainnya adalah Menanam Pohon. Penanaman
pohon di suatu kawasan atau lahan, akan memberi manfaat lebih besar
tehadap alam, seperti menyediakan makanan bagi manusia dan hewan,
membersihkan dan menyejukkan udara, menjaga siklus oksigen dan
keberadaan air tanah serta menaungi berbagai bentuk kehidupan lain
(organisme).25
Firman Allah dalam Al-Qur‟an:
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari
langit). Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu
Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu. Anggur dan sayur-sayuran,
kebun-kebun (yang) lebat dan buah-buahan serta rumput-rumputan
24 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains, hal. 27
25
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik
(Tumbuhan), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009), hal. 8
38
untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu”
(QS.‟Abasa [80]: 24-32).
Dari ayat-ayat di atas dijelaskan bahwa manusia dapat mengambil
manfatat dari tumbuh-tumbuhan tersebut untuk membantu memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Dalam kaitannya dengan penanaman pohon,
Rasulullah saw. bersabda:
قال: قال رسول الله صلهى الله عليه وسلهم: ما من مالك رضي الله عنه عن أنس بن ر أو إنسان أو بيمة، إله كان له ب ه مسلم ي غرس غرسا، أو ي زرع زرعا، ف يأكل منه طي
26صدقة “Dari Anas ibn Malik ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw.
bersabda: Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula
menanam tanaman, kemudian pohon atau tanaman tersebut dimakan
oleh burung, manusia atau binatang, melainkan menjadi sedekah
baginya” (HR. Imam Bukhari).
Dari hadis di atas, jelaslah aturan-aturan agama Islam yang
menganjurkan untuk menanam pohon dan segala apa yang dapat diambil
manfaat darinya akan mendapatkan pahala. Dengan demikian, Al-Qur‟an
dan hadis yang telah dikemukakan di atas, membimbing umat Islam
untuk melestarikan alam melalui penanaman pohon atau tanaman lain
yang bermanfaat.
Bentuk konservasi lainnya dalam Islam adalah melindungi kawasan
khusus. Kawasan khusus yang dimaksud adalah kawasan yang memiliki
peran untuk menjaga keseimbangan alam baik ekologi, ekonomi maupun
sosial. Kawasan ini ditetapkan berdasarkan aturan baik dari pemerintah
maupun kesepakatan bersama dalam masyarakat. Beberapa hadis
Rasulullah saw. yang berhubungan dengan pentingnya perlindungan
terhadap kawasan khusus komunitas adalah:
26 Abu Abdillah Muhammad bin Isma‟il Al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâri, (Beirut:
Dar Thurûq an-Najah, 1422), hal. 103
39
أب هري رة أنه رسول الله صلهى الله عليه وسلهم قال: ات هقوا اللهعهان ي قالوا: وما عن 27أو ف ظلهم اللهعهانان يا رسول الله؟ قال: الهذي ي تخلهى ف طريق النهاس
“Dari Abu Hurairah bahwa sesungguhnya Rasulullah saw.
bersabda: “Jauhilah dua perkara yang mengundang laknat”,
mereka (para sahabat) bertanya:” Apakah dua perkara yang
mengundang laknat itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda:
“Orang yang buang hajat di jalanan manusia atau di tempat
berteduhnya mereka” (HR. Muslim).
Hadis di atas ditujukan untuk manusia yang menggunakan jalan atau
menggunakan tempat-tempat tertentu untuk berteduh. Bisa jadi pekerjaan
tersebut baik dari sisi ekologi, namun secara sosial hal tersebut buruk dan
dilarang agama. Perbuatan tersebut secara jelas akan merampas hak-hak
orang lain dan merusak hubungan sosial serta keindahan alam.28
Mangunjaya mengemukakan hasil berbagai temuannya tentang
metode-metode konservasi alam dalam Islam di antaranya adalah konsep
Hima‟. Hima‟ adalah konsep perlindungan Islam terhadap suatu kawasan
khusus yang ditetapkan oleh pemerintah (imam negara atau khalifah) atas
dasar syari‟at guna melestarikan kehidupan liar serta hutan. Nabi saw.
pernah mencagarkan kawasan sekitar Madinah sebagai himâ‟ guna
melindungi lembah, padang rumput dan tumbuhan yang ada di dalamnya.
Nabi saw melarang masyarakat mengolah tanah tersebut untuk
kepentingan umum melalui pelestarian. Nabi saw pernah mendaki
gunung al-Naql di sekitar Madinah dan bersabda: “Ini adalah yang aku
lindungi (sambil menunjuk ke lembah yang dimaksud)”. Lahan yang
Nabi saw. lindungi luasnya sekitar 1.049 ha. Di kawasan ini Rasulullah
saw. memberikan lahan untuk tempat menyimpan kuda kaum Muhajirin
dan Anshar. 29
27 Abu al-Hasân bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisaburî, Shahîh Muslim, (Beirut: Dar
Ihyâ al-Turâts al-„Arabî), hal. 226
28
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 67
29
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 69
40
Guna melaksanakan sunnah Rasulullah saw, beberapa sahabat
melakukan hal yang sama. Khalifah Abu Bakar ra melindungi al-
Rabadzah untuk melindungi hewan-hewan yang diperoleh dari zakat
untuk kepentingan umatnya. Khalifah Umar ibn Khattab ra membuat
perlindungan atas al-Rabadzah tersebut sebagai himâ‟. Khalifah Utsman
ibn Affan juga memperluas himâ‟ pada kawasan yang dibangun oleh
khalifah Abu Bakar ra tersebut hingga tercatat ada 1000 ekor hewan lebih
setiap tahunnya. Sejumlah hima‟ tersebut ditumbuhi rumpt sejak awal
Islam hingga diakui oleh organisasi pangan dan pertanian dunia (WHO)
sebagai contoh kawasan paling lama bertahan dalam pengelolaan padang
rumput secara bijaksana di dunia.30
Perlindungan kawasan khusus dalam Islam dilakukan untuk
memenuhi kemashlahatan umum, tidak diganggu dan tidak dikuasai oleh
perorangan. Menurut Ziauddin Sardar menyatakan bahwa di kawasan
semenanjung Arabia terdapat enam tipe hima‟ yang tetap dilestarikan
sampai saat ini, yaitu:
a. Kawasan lindung di mana atktifitas mengembala dilarang.
b. Kawasan lindung dimana pohon dan hutan serta penebangan kayu
dilarang atau dibatasi.
c. Kawasan lindung dimana aktifitas penggembalaan ternak di batasi
untuk musim-musim tertentu.
d. Kawasan lindung terbatas untuk species tertentu dan jumlah hewan
ternak yang dibatasi
e. Kawasan lindung untuk memelihara lebah, di mana penggembalaan
tidak diperkenankan pada musim berbunga.
30 Onrizal, Ayat-ayat Konservasi (Menghimpun dan Menghidupakn Khazanah Islam
Dalam Konservasi Hutan Leuser), (Medan: Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, 2010),
hal. 45
41
f. Kawasan lindung yang dikelola untuk kemashlahatan desa atau suku
tertentu.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, makna secara teknis konservasi
dalam Islam mengambil sikap memelihara dan menyediakan sumber daya
khusus yang menjamin individu, komunitas, ekosisitem dan biosfer dapat
berjalan secara harmonis. Menjaga dan menyediakan merupakan dua kata
aktif yang memiliki indikasi berkembang. Menjaga dan menyediakan
enam ranah kegiatan konservasi secara Islami tersebut jika digambarkan
dalam Gambar di atas menjelaskan tentang konsep bintang bulan
konservasi yang memperlihatkan saling hubungan antara satu unsur
dengan unsur tang lain. Keberhasilan konservasi pada suatu kawasan
akan dianggap berhasil jika telah memenuhi enam unsur kegiatan
konservasi tersebut.
Berdasarkan ketentuan undang-undang No 41 tahun 1999 tentang
kehutanan dengan ciri khas tertentu, hutan konservasi adalah kawasan
hutan yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman flora
dan fauna serta ekosistemnya yang terdiri atas:
1. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman flora dan fauna serta ekosistemnya dan juga
berfungsi sebagai wilayah sisitem penyannga kehidupan.
2. Kawasan hutan peelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas
tertentu yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sisitem
penyangga kehidupan , pengawetan keanekaragaman jenis flora dan
fauna, serta pemanfaatan secara lesari sumber daya alam hayati dan
ekosisitemnya.
42
3. Taman baru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat
wisata berburu.31
D. Kesepakatan Internasional, Nasional Dan Lokal Tentang Konservasi
Flora Dan Fauna
Perlindungan terhadap keanekaragaman flora dan fauna memerlukan
campur tangan pada semua tingkatan, baik ditingkat nasional, regional
maupun internasional. Meskipun mekanisme pengawasan secara umum
yang ada di dunia masih berdasarkan pada negara masing-masing.
Kesepakatan pada tingkat internasioanl masih diperlukan untuk
melindungi spesies dan habitat tertentu dari ancaman kerusakan yang
semakin mengalami kenaikan. Kerjasama internasional sangat mutlak
diperlukan untuk menyelesaikan beberapa hal yang sangat krusial dalam
penyelamatan flora dan fauna tertentu. Tujuan dari diadakannya kesepakat
internasional ini adalah:
1. Untuk memberikan kewajiban pada setiap negara bahwa setiap negara
tetap harus menjaga spesies maupun habitat tertentu meskipun tidak
memiliki andil yang besar dalam pelestarian spesies tersebut dan
kewajiban ini dilindungi oleh hukum internasioanl. Usaha konservasi
harus melindungi spesies pada semua titik dan ruang lingkupnya.
Usaha suatu negara tidak akan efektif dalam menjaga suatu habitat atau
spesies, apabila habitat kritisnya dirusak oleh negara lain, yang
kebetulan merupakan daerah untuk melakukan imigrasi spesies
tertentu. Contoh, usaha untuk melindungi spesies burung yang
berimigrasi di Eropa Utara ke Afrika tidak akan berhasil jika habitat
yang ada di Afrika mengalami kerusakan. Jenis burung tersebut akan
mengalami masalah jika mereka berimigrasi, mungkin akan mengalami
31 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains, hal. 77
43
kelelahan, membutuhkan banyak makanan dan minuman, dan lain-
lainnya yang berakibat pada gagalnya proses migrasi dan punahnya
spesies tersebut.32
2. Adanya perdagangan Internasional pada beberapa produk biologi.
Permintaan yang banyak untuk beberapa produk pada negara-negra
kaya, dapat berakibat pada eksploitasi alam yang berelebihan pada
spesies tertentu oleh negara-negara miskin untuk melayani permintaan
tersebut. untuk mencegah eksploitasi yang berelebihan, dibutuhkan
regulasi untuk mengontrol perdagangan tersebut, baik pada sisi eksport
maupun import.
3. Manfaat dari kenekaragaman flora dan fauna merupakan kebutuhan
internasional. Contoh dalam spesies atau varietas tertentu dari
keanekaragaman hayati ini yang digunakan dalam bidang pertanian dan
obat-obatan. Jika sebuah habitat pada spesies tertentu mengalami
masalah, maka penelitian terhadap obat-obatan yang berasal dari
spesies tersebut juga akan mengalami kendala, dan tentu akan
merugikan banyak pihak. Ekosistem yang baik akan membantu untuk
memprediksi cuaca, mencegah terjadinya banjir, juga dapat digunakan
sebagai taman nasional, sebagai biosfer yang memiliki nilai lebih untuk
kegiatan wisata. Negara-negara maju yang memiliki suhu yang sangat
tinggi akan memperoleh keuntungan dari keanekaragaman hayati
tropis, sehingga mereka seharusnya membantu negara-negara miskin di
dunia untuk menjaga lingkungan tersebut.33
Berdasarkan penjelasan di atas, ternyata banyak faktor yang
mempengaruhi ekosistem di dunia yang membutuhkan kerjasama
32 Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi (Integrasi Teori Konservasi Modern
Dengan Konservasi Alam Menurut Islam), hal. 75
33
Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi (Integrasi Teori Konservasi Modern
Dengan Konservasi Alam Menurut Islam), hal. 81
44
internasional, di antaranya adalah overfishing (penangkapan ikan secara
besar-besaran), polusi udara dan hujan asam yang melanda dunia, polusi
danau, sungai dan laut, serta permasalahan yang menjadi pembicaraan
secara global adalah perubahan iklim global dan penipisan ozon yang
mengakibatkan pemanasan global.
Adapun bentuk konservasi alam dalam kerjasama internasional di
antaranya adalah:
a. Kerjasama internasional untuk melindungi spesies
Salah satu kerjasama yang paling penting untuk melindungi spesies
adalah The Convention International Trade in Endangered Species
(CITES), yang berdiri pada tahun 1973 yang berasosiasi dengan United
National Environmental Program (UNEP). CITES terletak di Jenewa
Swiss dengan delapan staf. Lembaga ini didukung oleh 118 negara.
CITES melakukan pengawasan terhadap spesies yang diperdagangkan
pada tingkat internasional. Negara yang telah menjadi anggota telah
menyetujui untuk melarang perdagangan dan eksploitasi pada spesies
tersebut. lembaga CITES mengumpulkan 406 hewan dan 148
tumbuhan yang dapat diperdagangkan dan juga mengumpulkan 2.500
jenis hewan dan 2.500 jenis tumbuhan yang perdagangannya diatur dan
diawasi.
Adapun beberapa jenis tumbuhan yang diatur dan diawasi di
antaranya adalah anggrek, paku-pakuan, kaktus, tumbuhan pemakan
serangga, pohon pakis-pakisan, kemudian ditingkatkan ke jenis
tumbuhan yang berkayu. Untuk jenis binatang, beberapa yang diatur
dan diawasi adalah parrot, jenis kucing besar, burung liar, ikan paus,
badak, beruang, primata, ikan hias, beberapa jenis yang digunakan
45
untuk dipelihara dan spesies yang digunakan sebagai produk
komersial.34
Perjanijan internasional seperti CITES baru dapat diterapkan ketiga
sebuah negara telah mendaftar pada perjanjian tersebut dan telah
meratifikasi perjajian pada CITES. Di samping CITES ada beberapa
perjanjian internasional yang lain dengan tujuan untuk melindungi
spesies, di antaranya adalah:
1) The Convention on Conservation of Antartctic Marine Living
Resources merupakan sebuah konvensi yang digunakan untuk
melakukan konservasi di laut antartika.
2) The International Convention for The Regulation of Whaling, yang
didirikan oleh The International Whaling Commision.
3) The International Convention for The Protection of Bird and The
Benelux Convention on The Hunting and Protection merupakan
kerjasama internasional untuk melindungi burung tertentu dan
pemburuan liar yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.
4) The Convention on Fishing and Conservation of Living Resources in
The Baltic Sea and The Belts, konvensi ini ditunjukkan untuk
melindungi kekayaan alam yang berarda di sekitar laut Baltik dan
eksploitasi ikan yang berlebihan, termasuk di dalamnya adalah
teknologi yang diizinkan untuk digunakan dalam penangakapan
ikan.
5) Bermacam-macam perjanijian yang melindungi spesies binatang
yang lebih spesifik, seperti udang, lobster, kepiting, anjing laut, dan
lain-lain.35
34 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Wali Press,
2014), hal. 57
35
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia, hal. 60
46
b. Kerjasama internasional untuk melindungi habitat
Konvensi habitat merupakan pelengkap dari konvensi spesies
dengan melakukan penekanan pada ekosistem yang memiliki keunikan
tertentu saja yang akan dilindungi. Dengan habitat ini, maka banyak
spesies individual yang dapat dilindungi. Tiga perjanjian yang paling
penting adalah The Ramsar Convention on Wetlands of International
Important Especially as Waterfowl Habitat, The Conventional
Concerning of Protecting of World Culture Heritage dan The UNESCO
Biosphere Reserves Programme.
The Ramsar Convention on Wetlands didirikan pada tahun 1971
untuk menghentikan perusakan yang terjadi pada lahan basah, serta
untuk mengenali ekologi, sisi keilmuan, ekonomi, cultural, dan nilai
dari lahan basah tersebut. dalam perjanjian tersebut ada 61 negara yang
telah bergabung dan setuju untuk ikut melakukan konservasi dan
melindungi lahan basahnya. Negara yang menjadi anggota tersebut juga
telah merancang untuk melakukan konservasi habitat, salah satunya
adalah lahan basah yang sangat berguna untuk kepentingan
internasional.
The Conventional Concerning of Protecting of World Culture
Heritage merupakan konvensi yang diadopsi oleh UNESCO pada tahun
1972. Jumlah negara yang telah menandatangani konvensi ini hingga
tanggal 31 Maret 2005 lebih dari 180 negara, hal ini yang menjadi
hukum internasional yang paling universal untuk perlindungan warisan
budaya dan alam. The UNESCO Biosphere Reserves Programme
merupakan salah satu program UNESCO yang dirancang untuk
menjawab salah satu pertanyaan terpenting yang dihadapi dunia saat
ini, seperti: Bagaimana kita dapat menyelaraskan konservasi
47
keanekaragaman hayati, pencaharian bagi perkembangan ekonomi dan
sosial, serta melestarikan nilai-nilai budaya yang terkait.36
Cagar biospher adalah kawasan ekosistem darat dan pesisir laut
yang diakui keberadannya di tingkat internasional sebagai bagian dari
program UNESCO: Man and The Biosphere Programme (program
manusia dan biosfer). Pada bulan MARET 1995, UNESCO telah
menyelenggarakan suatu konferensi internasional di Seville, Spanyol
yang dihadiri oleh para ahli. Strategi yang dihasilkan dari konferensi
tersebut dikenal sebagai “strategi seville” yang berisi rekomendasi bagi
pengembangan cagar biosfer pada abad ke 21. Pada konferensi seville
juga dirumuskan suatu kerangka hukum yang menetapkan persyaratan
pelaksanaan jaringan Cagar Biosfer Dunia.
Kedua dokumen tersebut telah diadopsi menjadi 28 C/Reso/‹‹si 2.4
oleh General Converence UNESCO pada bulan November 1995.
Adapun salah satu topik utama yang dikemukakan di dalam dokumen
tersebut adalah peran baru cagar biosfer untuk menjawab beberapa
tantangan dari agenda 21 yang dihasilkan dalam konferensi
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai pembangunan dan
lingkungan. Pada saat yang bersamaan, mereka menggarisbawahi
pentingnya cagar biosfer sebagai sarana untuk melaksanakan konvensi
keanekaragaman hayati, termasuk pada flora dan fauna.37
E. Konsep Konservasi Alam Di Indonesia
Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian
terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari flora, fauna ataupun
berupa fenomena alam yang mempunyai fungsi dan manfaat sebagai
36 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia, hal. 69
37
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia, hal. 76
48
unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat
diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan mempunyai
kedudukan dan peranan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya
konservasi flora dan fauna, serta ekosistemnya adalah menjadi kewajiban
mutlak bagi setiap generasi. Tindakan yang tidak bertanggung jawab
yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam, kawasan
pelestarian alam, ataupun tindakan yang melanggar ketentuan tentang
perlindungan tumbuhan dan satwa yang dilindungi, maka akan diancam
dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda. Pidana yang
berat tersebut dipandang perlu, karena kerusakan atau kepunahan flora
dan fauna, serta ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi
masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan
pemulihannya kepada keadaan semula tidak akan mungkin lagi.38
Oleh karenanya sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan
masyarakat secara keseluruhan, maka upaya konservasi flora dan fauna,
serta ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban
pemerintah serta masyarakat. peranserta rakyat akan diarahkan oleh
pemerintah melalui kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.
Untuk itu, pemerintah berkewajiban mengingatkan pendidikan dan
penyuluhan bagi masyarakat dalam rangka sadar konservasi.
Berhasilnya konservasi flora dan fauna berkaitan erat dengan
tercapainya tiga sasaran konservasi, di antaranya:
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologi yang menunjang sistem
penyangga kehidupan bagi kelangsungan dan kesejahteraan manusia
(perlindungan sistem penyangga manusia).
38 Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad dan Rozy Munir, Lingkungan: Sumber Daya Alam
dan Kependudukan Dalam Pembangunan, (Jakarta: UI Press, 1988), hal. 45
49
2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman seumber genetik dan tipe-
tipe ekosistemnya, sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan
kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi
kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah).
3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati,
sehingga terjamin kelestariannya (pemanfaatan alam secaa lestari).
Akibat dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana,
belum harmonisnya penggunaan dan peruntukkan tanah, serta belum
berhasilnya sasaran konservasi secara optimal baik di darat maupun di
perairan, dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi
dan penurunan potensi sumber daya alam hayati, termasuk terhadap
flora dan fauna.39
Untuk meningkatkan kegiatan perekonomian nasional, agar tingkat
perkembangan ekonomi sedapat mungkin lebih besar daripada tingkat
pertumbuhan penduduk, maka pemerintah secara kuantitatif dan
kualitatif meningkatkan proyek-proyek pembangunan dalam segala
bidang. Sebagai negara agraris maka hal pertama yang harus
dilaksanakan untuk tujuan tersebut adalah modernisasi di bidang
pertanian agar mendapatkan hasil produktivitas yang tinggi dari sektor
tersebut, selain membuka daerah-daerah pertanian baru.
Kemudian dilanjutkan dengan peningkatan industrialisasi, baik pada
bidang-bidang industri maupun dengan penambangan industri baru, baik
yang besar atau kecil dengan mempergunakan teknologi modern.
Dengan harapan di kemudian hari titik berat perekonomian negara tidak
39 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains, hal.
106
50
lagi bergantung kepada sektor agraria, akan tetapi menjadi beralih ke
sektor industri, mengingat sektor tanah pertanian yang sifatnya terbatas.
Sifat atau ciri-ciri sumber daya alam di Indonesia yang menonjol ada
dua macam yaitu penyebaran yang tidak merata dan sifat ketergantungan
antara sumber daya alam. Sumber daya alam sendiri dapat
diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya menjadi dua golongan yaitu
sumber daya alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tidak
dapat pulih. Sumber daya buatan adalah hasil pengembangan dari
sumber daya alam hayati atau sumber daya alam non hayati, yang
ditunjuk untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan kemampuan daya
dukungnya antara lain hutan buatan,waduk dan jenis unggul.40
Dalam proses pembangunan tersebut, umumnya aspek lingkungan
kurang diperhatikan, baru disadari setelah ada perusakan dan
pencemaran lingkungan yang merugikan, baik untuk kehidupan masa
kini maupun untuk kehidupan masa mendatang. Oleh karena itu, dalam
perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan dan penggalian
sumber daya alam untuk kehidupan harus disertai dengan beberapa hal,
di antaranya:
a. Strategi pembangunan yang sadar akan persoalan lingkungan hidup
dengan dampak ekologi yang sekecil-kecilnya.
b. Suatu poitik lingkungan di seluruh Indonesia yang bertujuan untuk
mewujudkan persyaratan kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih
baik untuk masa mendatang.
c. Eksploitasi sumber daya alam hayati, terutama terhadap flora dan
fauna harus didasarkan pada tujuan kelangsungan dan kelestarian
40 Mukhlis Akhadi, Ekologi Energi (Mengenali Dampak Lingkungan Dalam
Pemanfaatan Sumber-sumber Energi), (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal. 88
51
lingkungan, dengan prinsip memanen hasil yang tidak akan
menghancurkan daya autoregenerasinya.
d. Perencanaan pembanguan dalam rangka memenuhi kebutuhan
penghidupan, hendaknya dengan tujuan mencapai suatu
keseimbangan dinamis dengan lingkungan hingga memberikan
keuntungan secara fisik, ekonomi dan sosial spritual.
e. Usahakan agar sebagian hasil pembangunan dapat dipergunakan
untuk memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proyek
pembangunan, dalam rangka untuk menjaga kelestarian lingkungan.
f. Pemakaian sumber daya alam yang tidak dapat diganti, harus
digunakan dengan sehemat dan seefisien mungkin.41
Pembangunan selain menimbulkan berbagai masalah dalam
lingkungan, juga diperlukan untuk menanggulangi masalah lingkungan.
Masalah pengelolaan lingkungan hidup erat hubungannya dengan
masalah pemangunan. Oleh karena itu, perlu dipahami dengan benar
akibat sampingan yang mungkin menimbulkan permasalahan lingkungan
dalam tahap pembangunan, baik untuk masa sekarang maupun untuk
masa mendatang juga perlu diusahakan cara penggarapan pembangunan
yang tidak menyebabkan terjadinya kemerosotan, kerusakan dan
kemusnahan yang tidak dapat diperbaiki kembali, akan tetapi tujuan
pembangunan itu sendiri secara ekonomi dan aosialspiritual tetap
menguntungkan.
Terkadang situasi dan kondisi tertentu proses pembangunan
dilaksanakan tanpa melihat akibat yang mungkin timbul akibat terhadap
lingkungan, dengan perhitungan bahwa keuntungan yang akan diperoleh
jauh lebih besar daripada kerugian yang diderita akibat adanya
41 Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad dan Rozy Munir, Lingkungan: Sumber Daya Alam
dan Kependudukan Dalam Pembangunan, hal. 65
52
pencemaran lingkungan, dengan alasan bahwa pencemaran tersebut
masih dalam taraf yang tidak membahayakan. Kebijaksanaan demikian
sebaiknya tidak dilaksanakan secara terus-menerus, tetapi perlu ada
peninjauan kembali setelah jangka waktu tertentu, mengingat
keterbatasan kemampuan lingkungan agar tidak membahayakan
kepentingan hidup manusia.
Harus ada faktor pengintegrasian, faktor perlindungan lingkungan ke
dalam perencanaan pembangunan agar menguntungkan langsung secara
ekonomi dan tidak akan menyebabkan perubahan pada lingkungan
biotik, abiotik, sosio budaya dari masyarakat. misalnya dalam
merencanakan pembuatan suatu waduk dalam rangka modernisasi
pertanian, pembangunan tenaga listrik, proyek pariwisata, pengendalian
banjir, dan lain-lain, maka yang perlu diperhatikan selain dari segi
ekonomi dan teknologinya yang bertalian langsung dengan
pembangunan waduk tersebut, juga perlu diperhitungkan masalah
perusakan lingkungan seperti kemungkinan adanya penularan penyakit,
pelumpuran waduk, pengaruhnya terhadap perikanan, hilangnya
beberapa mineral, hilangnya perkampungan dan tanah-tanah pertanian,
akibat dari adanya pariwisata terhadap soaio budaya, adat istiadat, dan
sebagainya.42
Pencemaran sebagai akibat proses pembangunan, umumnya
langsung merasakan adalah masyarakat sekitar proyek, karena itu
masyarakat harus dilindungi dari pengaruh buruk yang mungkin akan
ditimbulkan. Mengingat hal tersebut, maka pada setiap proyek industri
selain memperhatikan lokasi proyek yang harus memenui persyaratan
lingkungan untuk menjaga kelestariannya, perlu juga diperhatikan
42 Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad dan Rozy Munir, Lingkungan: Sumber Daya Alam
dan Kependudukan Dalam Pembangunan, hal. 73
53
pencegahan pengotoran dalam bentuk pengaturan pembuagan zat sisa
dari kotoran sebaik-baiknya. Ditambah lagi untuk proyek-proyek
pembangunan lainnya yang perlu pengaturan-pengaturan khusus untuk
menjaga kelestarian lingkungan, misalnya dalam proyek eksploitasi
kekayaan hutan untuk keperluan ekspor harus ada ketentuan-ketentuan
dalam hal penebangan, pengelolaan dan peremajaan hutan-hutan.
Pada eksploitasi minyak lepas pantai perlu perhatian serta usaha
pencegahan dan penanggulangan terhadap pencemaran laut oleh minyak,
baik yang berasal dari eksploitasinya sendiri maupun dari minyak yang
keluar secara tidak sengaja dari kapal atau akibat kecelakaan, sepertinya
pecahnya kapal tangki minyak. Mengingat besarnya kerugian yang
ditimbulkan pencemaran laut oleh minyak seperti pada kesehatan
penduduk pantai, perikanan, objek-objek pariwisata pantai dan kekayaan
hayati (flora dan fauna) laut, maka perlu adanya ketentuan-ketentuan
yang mengatur pembuangan minyak dari kapal. Jadi penting dalam
membangun dan mengelola suatu proyek pembangunan adalah
menguntungkan dari segi ekonomi dan menjaga dari terjadinya
pencemaran lingkungan.43
Oleh karena itu, dalam perencanaan lokasi proyek memegang
peranan penting dalam usaha mencegah pencemaran dari bahan-bahan
buangan yang bisa mengakibatkan pencemaran lingkungan. Penempatan
daerah industri misalnya perlu mendapat pertimbangan secara seksama
dalam perencanaan planologi kota, agar buangan dari industri tersebut ke
dalam air (laut, danau, sungai, dan lain-lain) tidak akan mengotori daerah
sekitarnya yang sering dipergunakan untuk rekreasi atau untuk keperluan
penghidupan lainnya dari penduduk kota.
43 Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad dan Rozy Munir, Lingkungan: Sumber Daya Alam
dan Kependudukan Dalam Pembangunan, hal. 86
54
Pemilihan tempat untuk industri ini harus dipertimbangkan pula agar
tidak menimbulkan pengotoran udara di daerah pegunungan yang dingin,
karena udara kotor tersebut mudah tertahan lama. Sebagai contoh
pengotoran udara dari pabrik pupuk PUSRI Palembang dapat
menyebabkan pencemaran terhadap tanaman dalam radius tertentu di
sekitar pabrik tersebut. Sebaliknya banyak pula terjadi yang secara
ekologis lokasi proyek sudah baik dan memenuhi persyaratan, tetapi
kemudian timbul pemukiman baru dari masyarakat di sekitar lokasi
proyek, sehingga yang awalnya tidak ada permasalahan lingkungan, jadi
timbul masalah lingkungan yang cukup serius terhadap masyarakat di
pemukiman baru.44
Hal tersebut terjadi sebagai akibat ketidakmengertian masyarakat
terhadap lingkungan dan dalam hal ini yang dirugikan adalah proyek
pembangunan. Dalam usaha meningkatkan pembangunan dan
modernisasi, juga jangan dilupakan pengaruhnya terhadap kebudayaan
dan sosiokultural daerah yang bersangkutan, sebagai contoh di Bali yang
nilai budayanya masih asli dan tinggi, sehingga banyak menarik
wisatawan baik wisatawan asing maupun domestik. Akibat
pembangunan hotel-hotel dan restoran-restoran bertaraf internasional dan
pembangunan lainnya bisa mengubah kehidupan tradisi setempat serta
bisa merusak nilai-nilai kultural dan spiritual yang merupakan kekayaan
utama daerah tersebut.
Startegi konservasi alam di Indonesia sebagai tindak lanjut dari
pelaksanaan Undang-undang nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan-
ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup (sekarang Undang-
undang no 23 tahun 1997). Startegi konservasi sumber daya alam
disusun dengan tujuan untuk memeberikan pedoman kepada para
44 Dwidjo Seputro, Ekologi Manusia Dengan Lingkungannya, hal. 106
55
pengelola sumber daya alam dalam menggunakan sumber daya alam
tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Menurut Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah
daerah, kewenangan daerah mencangkup kewenangan dalam seluruh
bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
kewenangan lain. Kewenangan lain yang dimaksud meliputi
kebijaksanaan tentang pendayagunaan sumber daya alam dan
konservasi.45
Kebijakan tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam PP Nomor 25
Tahun 2000 tentang tugas pemerintah yang berkaitan dengan konservasi
sumber daya alam hayati (flora dan fauna). Pada tahun 1970, konservasi
sumber daya alam di Indonesia berkembang dan memiliki suatu strategi
yang bertujuan di antaranya adalah memelihara proses ekologi yang
penting dan sisitem penyangga kehidupan, menjamin keanekaragaman
genetik, pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.
Adapun peranan kawasan konservasi dalam pembangunan meliputi:
1. Penyelamat usaha pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
2. Pengembangan ilmu pendidikan.
3. Pengembangan kepariwisataan dan peningkatan devisa.
4. Pendukung pembangunan bidang pertanian.
5. Manfaat bagi manusia.
Berdasarkan pasal 5 UU No. 5 Tahun 1990 dan strategi konservasi
dunia, kegiatan konservasi sumber daya alam hayati (flora dan fauna)
dan ekosistemnya meliputi kegiatan di antaranya: Perlindungan proses-
ekologis yang pokok dalm sistem penyangga kehidupan dan pengawetan
45 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012), hal. 54
56
dan pemanfaatan keanekaragaman jenis flora dan fauna beserta
ekosistemnya.
Menurut UU No. 5 Tahun 1990, kawasan suaka alam adalah
kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
flora dan fauna beserta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai
wilayah penyangga kehidupan. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar
alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindngan flasma nutfah
dan daerah pengungsian satwa.46
Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu
baik di darat maupun diperairan, yang mempunyai fungsi perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis flora
dan fauna, serta pemanfaatan secara lestari flora dan fauna beserta
ekosistemnya. Dalam kegiatan pengawetan jenis flora dan fauna dapat
dilaksanakan di dalam kawasan (konservasi in situ47
) ataupun di luar
kawasan (konservasi ex situ48
).
Pada saat sekarang ini, pembangunan di bidang pertanian masih
merupakan tulang punggung ekonomi negara. Oleh karena itu, harus
ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin
bertambah melalui Imnmas, Bimas, dan penggunaan teknologi modern.
Misalnya mekanisme pertanian, pembuatan bendungan-bendungan besar
untuk irigasi, penyediaan bibit-bibit yang berproduksi tinggi dan tahan
terhadap hama, pemupukan tanah pertanian dalam rangka penyuburan
tanah, pemakaian pestisida untuk menanggulangi hama penyakit
tanaman, pemakaian insektisida untuk membunuh serangga, serta
46 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia, hal. 56
47
Konservasi insitu adalah konservasi jenis flora dan fauna yang dilakukan di
habitat aslinya baik di hutan, di laut, di danau, di pantai, dan sebagainya.
48
Konservasi exsitu adalah konservasi jenis flora dan fauna yang dilakukan di luar
habitat aslinya.
57
pemakaian zat-zat kimia lainnya untuk memberantas tikus atau tanaman-
tanaman benalu dan sebagainya.49
Pembangunan pertanian dan perkebunan yang tangguh dan
berkelanjutan hanya dapat terlaksana, jika teknologi pertanian yang
diterapkan tepat dan berwawasan lingkungan. Dengan teknologi yang
tepat, maka kerusakan lahan dapat diminimalkan sehingga daya dukung
lingkungan dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Sejak tahun 1970,
para pakar pertanian teah mengembangkan berbagai alternatif
pengelolaan lahan. Untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas
lahan dapat dilakukan melalui pendekatan sistem pertanian konservasi50
.
F. Tujuan Dan Manfaat Konservasi
Secara hukum tujuan konservasi tertuang dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu bertujuan mengusahakan
terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Selain tujuan
yang tertera di atas tindakan konservasi mengandung tujuan:
1. Preservasi yang berarti proteksi atau perlindungan sumber daya alam
terhadap eksploitasi komersial, untuk memperpanjang
pemanfaatannya bagi keperluan studi, rekreasi dan tata guna air.
2. Pemulihan atau restorasi, yaitu koreksi kesalahan-kesalahan masa
lalu yang telah membahayakan produktivitas pengkalan sumber daya
alam.
49 Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad dan Rozy Munir, Lingkungan: Sumber Daya Alam
dan Kependudukan Dalam Pembangunan, hal. 89
50
Pertanian konservasi adalah suatu sistem budi daya pertanian dalam pengelolaan
tanah atau tanaman dengan menggunakan pendekatan teknologi konservasi, sehingga lahan
dapat diusahakan secara lestari dengan produktivitas yang tinggi.
58
3. Penggunaan yang seefisien mungkin. Misal teknologi makanan
harus memanfaatkan sebaik-baiknya biji rambutan, biji mangga, biji
salak dan lain-lainnya yang sebetulnya berisi bahan organik yang
dapat diolah menjadi bahan makanan.
4. Penggunaan yang seefisien mungkin. Misal teknologi makanan
harus memanfaatkan sebaik-baiknya biji rambutan, biji mangga, biji
salak dan lain-lainnya yang sebetulnya berisi bahan organik yang
dapat diolah menjadi bahan makanan.
5. Penggunaan kembali (recycling) bahan limbah buangan dari pabrik,
rumah tangga, instalasi-instalasi air minum dan lain-lainnya.
Penanganan sampah secara modern masih ditunggu-tunggu.
6. Mencarikan pengganti sumber alam yang sepadan bagi sumber yang
telah menipis atau habis sama sekali. Tenaga nuklir menggantikan
minyak bumi.
7. Penentuan lokasi yang paling tepat guna. Cara terbaik dalam
pemilihan sumber daya alam untuk dapat dimanfaatkan secara
optimal, misalnya pembuatan waduk yang serbaguna di Jatiluhur,
Karangkates, Wonogiri, Sigura-gura.
8. Integrasi, yang berarti bahwa dalam pengelolaan sumber daya
diperpadukan berbagai kepentingan sehingga tidak terjadi
pemborosan, atau yang satu merugikan yang lain. Misalnya,
pemanfaatan mata air untuk suatu kota tidak harus mengorbankan
kepentingan pengairan untuk persawahan.51
51 Dwidjo Seputro, Ekologi Manusia dengan Lingkungannya, (Jakarta: Erlangga,
1994), hal. 31
59
G. Etika Konservasi Alam
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti adat
istiadat atau kebiasaan. Dalam hal ini etika berkaitan dengan adat istiadat
atau kebiasaan yang baik dalam hidup manusia. Kebiasaan baik tersebut
diturunkan dan dipertahankan dari generasi ke generasi. Kebiasaan baik
dibakukan dalam bentuk kaidah, aturan atau norma yang disebarluaskan
dan diajarkan dalam masyarakat. Menurut Poerwadarminta, etika adalah
sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dengan kata
lain, etika menentukan perilaku baik, yang harus dilakukan dan perilaku
buruk yang harus dihindari.52
Etika konservasi adalah adat istiadat atau kebiasaan baik manusia
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Masyarakat dengan etika
konservasi adalah masyarakat yang dalam interaksi dengan sumber daya
alam dan lingkungan hidupnya senantiasa memegang teguh dan
berperilaku sesuai dengan prinsip etika, kaidah dan norma yang berlaku
pada sistem alam (sunatullah), yang sesuai dengan sumber daya alam
yang memiliki keterbatasan daya dukung, mempunyai hak hidup dan
harus diperlakukan sama seperti halnya manusia sebagai ciptaan Allah.53
Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan berbuat baik dan
bijak. Menurut Keraf etika terbagi menjadi tiga bagian, di antaranya:
1. Etika Deontologi
Berdasarkan etika deontologi, suatu tindakan danilai baik atau
buruk berdasarkan apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan
kewajiban. Sikap hormat terhadap alam dianggap baik karena hal itu
merupakan kewajiban. Sebaliknya merusak alam merupakan sikap
buruk, karena tidak wajib dilakukan, bahkan hal tersebut dilarang.
52 Zaini, Syahminan, Isi pokok ajaran Al-Qur‟an, hal. 67
53
Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi (Integrasi Teori Konservasi Modern
Dengan Konservasi Alam Menurut Islam), hal. 104
60
Dalam perspektif ajaran Islam, ada enam komponen utam hidup yang
wajib dipelihara dan dijaga oleh seluruh umat manusia yaitu
memelihara jiwa (hifdzul nafs), memlihara akal (hifdzul aql),
memelihara harta (hifdzul maal), memelihara agama (hifdzul diin),
memelihara keturunan (hifdzul nasl), dan memelihara lingkungan
hidup (hifdzul biah).54
Berkaitan dengan memelihara lingkungan hidup, banyak ayat-
ayat Al-Qur‟an yang memberikan pesan yang dapat dimaknai secara
kontekstual terkait dengan kewajiban memelihara lingkungan. Allah
menegaskan di dalam surat Thaha ayat 6:
“Kepunyaan Allah-lah semua yang ada di langit, semua yang
di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di
bawah tanah” (QS. Thaha [20]: 6).
Ayat di atas menegaskan kepada manusia untuk tidak melampaui
kewenangan karena manusia bukan pemilik sebenarnya bumi beserta
isinya. Allah adalah pencipta dan pemilik segalanya. Manusia tidak
berhak merusak milik Allah. Manusia wajib memelihara milik Allah,
sebagai amanah yang diberikan-Nya kepada umat manusia. Ayat lain
menyebutkan:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
54 Hadi S. Ali Kodra, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2012), hal. 54
61
muka bumi. “Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al-Baqarah [2]: 30).
Ayat di atas mengandung pengertian bahwa manusia adalah wakil
Tuhan di muka bumi (khalifah) yang wajib untuk memakmurkan
bumi. Sebagai khalifah di muka bumi manusia dilarang membuat
kerusakan. Hal tersebut juga ditegaskan dalam beberapa ayat Al-
Qur‟an, yaitu:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-
Qashash [28]: 77).
Ayat-ayat di atas tertuang dalam Al-Qur‟an merupakan pedoman bagi
umat muslim. Apa yang tertulis dalam Al-Qur‟an merupakan aturan-
aturan yang wajib dilakukan umat manusia ataupun larangan yang
harus dihindari. Dalam ayat di atas telah jelas tersurat bahwa alam
semesta merupakan milik Allah, karena bukan pemilik maka manusia
dilarang berbuat sesuka hati. Allah hanya menitipkan alam semesta
kepada manusia, untuk dipelihara dan dijaga. Manusia wajib
memelihara alam karena Allah SWT telah mengangkat manusia
62
sebagai khalifah di muka bumi ini. Sebagai khalifah, manusia wajib
mengatur, memelihara dan menjaga alam.55
2. Etika Teleologi
Etika teleologi menjawab pertanyaan bagaimana bertindak dalam
situasi konkrit dengan melihat tujuan atau akibat dari suatu tindakan.
Sudut pandang etika teleologi bersifat situasional dan subyektif.
Tindakan yang dianggap benar berbeda dalam situasi yang lain. Suatu
tindakan yang bertentangan dengan norma dan nilai moral bisa
dibenarkan karena tindakan tersebut membawa akibat yang baik.
Dalam konservasi flora dan fauna, etika konservasi terkadang
bersifat pengelolaan keanekaragaman flora dan fauna memberikan
akibat yang bertentangan kepada subyek yang berbeda. Misalnya di
tengah kawasan hutan yang terletak di Papua Barat diketahui terdapat
tambang emas, timbul pertentangan apakah hutan tersebut akan
dibuka untuk eksplorasi tambang atau keutuhan hutan tetap dijaga
demi mempertahankan fungsi hutan sebagai habitat dari
keanekaragaman flora dan fauna yang berada di dalamnya. Dalam
kasusu tersebut, pengambi kebijakan berfikir bahwa pembukaan hutan
untuk tujuan ekplorasi emas memberikan manfaat bagi kesejahteraan
rakyat Papua. Pembukaan hutan untuk tujuan ekplorasi tambang emas
tersebut adalah hal yang dapat dibenarkan menurut etika konservasi
dalam sudut pandang teleologi.56
Sebagai landasan moral dan etik, etika konservasi (conservation
ethic) dapat dibangun dengan dua prinsip pendekatan, yaitu
pendekatan antroposentris dan biosentris. Pendekatan antroposentris
55 Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi (Integrasi Teori Konservasi Modern
Dengan Konservasi Alam Menurut Islam), hal. 119
56
Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi (Integrasi Teori Konservasi Modern
Dengan Konservasi Alam Menurut Islam), hal. 121
63
menekankan pada akibat tindakan orang mengenal sumber daya alam
atau lingkungan terhadap kepentingan orang lain. Artinya etika
konservasi ini mengatur bagaimana seharusnya seseorang dapat
bertindak atau berbuat terhadap sumber daya alam atau lingkungan.
Artinya bahwa etika konservasi ini mengatur bagaimana seharusnya
seseorang bertindak atau berbuat terhadap sumber daya alam dan
lingkungannya secara baik dan bijaksana agar tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap kepentingan orang lain, sekaligus mengatur
hukum atau sanksi bila terjadi pelanggaran. Misalnya jika seseorang
membuang limbah pabrik tekstil ke sungai, harus difikirkan apa
dampaknya bagi pertanian dan tambak yang menggunakan air sungai
tersebut. Pembuangan limbah akan menyebabkan ikan dan tanaman
pertanian akan mati. Akibat hal tersebut, maka berapa banyak
kerugian ekonomi yang akan ditimbulkan. Maka seseorang yang
memuang limbah pabrik ke sungai akan dianggap salah.57
Pendekatan biosentris menekan pada akibat tindakan orang atau
sekelompok orang mengenai sumber daya alam atau lingkungan tanpa
mempertimbangkan adanya akibat terhadap orang lain, melainkan
lebih kepada dampaknya terhadap kelestarian alam. Artinya lebih
menekankan pada akibat tindakan seseorang atau sekelompok orang
terhadap kepentingan kelestarian ekosistem.
Misalnya, jika menebang sesuatu pohon dalam hutan, maka harus
mempertimbangkan dampak penebangan pohon itu terhadap
kepentingan satwa tertentu yang menggunakan pohon tersebut untuk
kelangsungan hidupnya, baik sebagai sumber pakan, tempat berteduh
maupun sebagai tempat berkembang biak. Bila kita akan
mengeksplorasi batuan gamping di bukit Karts, maka perlu difikirkan
57 Hadi S. Ali Kodra, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, hal. 68
64
kembali berapa banyak sumber air akan hilang dan berapa jenis flora
dan fauna endemik Karts yang akan hilang akibat habitatnya yang
hancur.58
3. Etika keutamaan
Menurut Keraf, etika keutamaan lebih mengutamakan
pengembangan karakter moral pada setiap diri seseorang. Dalam hal
ini, nilai moral ditemukan dan muncul dari pengalaman hidup dalam
masyarakat, dari teladan dan contoh hidup yang diperlihatkan oleh
tokoh-tokoh besar dalam menyikapi persoalan-persoalan hidupnya.
Sesungguhnya agama dengan kitab-kitab suci dan tokoh-tokohnya
berupa para Nabi telah memberikan teladan melalui perumpamaan
dan kisah-kisah atau perbuatan para Nabi terhadap sumber daya
alam.59
Manusia dalam pedoman hidupnya berkeyakinan bahwa
memelihara alam adalah suatu perbuatan terpuji, sementara yang
berbuat kerusakan alam adalah perbuatan tercela yang dilarang.
Primack menuliskan nila-nilai etika konservasi, sebagai berikut60
:
a. Setiap spesies memiliki hak untuk hidup, karena setiap spesies
memiliki nilai intrinsik, nilai untuk kebaikannya sendiri, meskipun
tidak berhubungan dengan kebutuhan manusia.
b. Semua spesies saling bergantung satu sama lain. Spesies
berinteraksi dengan cara yang kompleks sebagai bagian dari
komunitas alami. Hilangnya satu spesies memiliki konsekuensi
yang jauh bagi anggota lain di dalam komunitas, sehingga secara
etik semua spesies harus dijaga kelestariannya.
58 Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan Sains, hal.
132
59
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 116
60
S.Anwar Shaleh Muchijidin Effendie, dkk, Alam Raya Dan Al-Qur‟an, hal. 103
65
c. Manusia harus hidup di dalam keterbatasan ekologi seperti spesies
lainnya. Artinya manusia harus berhati-hati untuk meminimalkan
kerusakan tersebut, karena akan mempengaruhi manusia juga.
d. Manusia harus bertanggung jawab sebagai penjaga dan pelindung
bumi. Karena jika manusia merusak sumber daya alam di bumi
dan menyebabkan kepunahan spesies, maka generasi mendatang
harus membayarnya dengan standar dan kualitas hidup yang lebih
rendah.
e. Menghargai kehidupan manusia dan keanekaragaman manusia,
sebanding dengan menghargai keanekaragaman hayati flora dan
fauna.
f. Alam memiliki nilai spiritual dan estetika yang melebihi nilai
ekonominya. Hampir setiap orang membutuhkan kehidupan liar
dan lansekap secara estetika, dan banyak orang yang menganggap
bumi sebagai ciptaan yang agung dengan kebaikannya sendiri dan
nilai yang harus dihargai. Oleh karena itu harus dijaga dan
dipertahankan keberadaannya.
g. Keanekaragaman hayati (flora dan fauna) dibutuhkan untuk
menentukan asal kehidupan. Dua misteri utama dunia filosofi dan
ilmu pengetahuan adalah bagaimana kehidupan timbul dan
bagaimana keanekaragaman hidup yang ditemukan di muka bumi
ini ada. Ribuan ahli biologi bekerja untuk memecahkan misteri
tersebut dan sudah mendekati jawabannya. Jika suatu spesies
punah, bukti-bukti menjadi hilang, maka misteri tersebut sulit
dipecahkan.
Dalam cara pandang biosentris, manusia tidak meiliki hak lebih
dari makhluk lain. Manusia adalah salah satu makhluk dalam
biosentris, maka kehidupan yang dimilikinya adalah sama. Adapun
66
yang membedakannya adalah bahwa manusia memilki akal budi,
sehingga manusia memiliki kebebasan mental. Dengan kebebasan
mentalnya manusia dapat memperlakukan makhluk hidup lain
berlandaskan moral.61
Secara moral, tindakan yang menyebabkan
terganggunya ekosistem dan terampasnya hak asasi makhluk lain
merupakan pelanggaran terhadap hak asasi. Taylor menjelaskan
beberapa hak asasi alam, di antaranya:
1. Alam memiliki hak untuk tidak dirusak atau diganggu. Dalam hal
ini, alam tidak boleh dibatasi atau dihambat perkembangan
kehidupannya. Flora dan fauna berhak untuk diberi kebebasan
untuk tumbuh dan berekembang sesuia dengan kodratnya. Maka
manusia tidak boleh mengurung, merampas makanan dan tempat
hidupnya.
2. Manusia memiliki kewajiban untuk membiarkan flora dan fauna
berkembang sesuai denga hakikatnya. Manusia harus mengakui
bahwa flora dan fauna membutuhkan ekosistem dan habitat untuk
hidupnya. Tanpa ekosistem dan habitat yang baik, maka flora dan
fauna tidak akan dapat berekembang.62
Dalam memenuhi hak asasi semua makhluk, diperbolehkan
membatsi hak asasi makhluk lain. Artinya hak asasi tidak bersifat
absolute. Misalnya dalam kasus tertentu, ketika flora atau fauan
menjadi penggangu bagi makhluk hidup lain, maka pertumbuhan
yang ekstrim harus dibatasi, agar tidak mengganggu kehidupan
makhluk lainnya. Untuk memenuhi haknya terhadap sumber
makanan, maka membunuh hewan bukanlah pelanggaran hak asasi.
61 S.Anwar Shaleh Muchijidin Effendie, dkk, Alam Raya Dan Al-Qur‟an, hal. 115
62
Hadi S. Ali Kodra, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, hal. 108
67
Sejalan dengan hal tersebut, manusia tidak membela hak flora
dan fauna secara individual, akan tetapi ynag dibela adalah hak hidup
kolektif sebagai spesies yang berkedudukan sama dengan manusia.
Manusia perlu membela hak setiap spesies untuk tumbuh dan
berkembang secara alamiah tanpa intervensi manusia. Flora dan
fauna mempunyai nilai masing-masing, terlepas apakah makhluk
hidup tersebut menunjang kehidupan makhluk lain atau tidak.
Dengan mengahargai hak asasi alam, maka manusia dilarang
mengeksploitasi bumi melebihi batas kemampuan pulihnya.63
Dalam pandangan Islam, setiap umat muslim dituntut untuk
berlaku bijak kepada alam, karena Islam adalah rahmatan lil „âlamin
(rahmat bagi seluruh alam). Setiap manusia wajib menjaga dan
memanfaatkan alam secara lestari, sebagaiman firman Allah:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya
dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-A‟raf [7]: 56).
Manusia telah diciptakan sebagai khalifah di muka bumi ini
bukan berarti manusia dapat menjajah makhluk hidup lain, karena
Allah memberi hak hidup kepada makhluk hidup lain, sebagaimana
manusia berhak terhadap kehidupan di dunia. Syari‟at Islam
mengutamakan keselamatan bagi semua makhluk hidup yang ada di
muka bumi. Syari‟at Islam ada untuk mewujudkan nilai-nilai yang
melekat dalam konsep kunci Islam seperti tauhid, ishtishlah, halal
63 Hadi S. Ali Kodra, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, hal. 110
68
dan haram. Tujuan akhir dari pelaksanaan hukum Islam adalah untuk
kesejahteraan manusia di akhirat kelak.64
Menurut Mangunjaya, kerangka yang sangat penting dalam
tindakan seorang muslim adalah keyakinannya kepada keesaan Allah
SWT. Memahami ketauhidan berarti memberikan penghargaan
kepada ciptaan-Nya. Khalifah merupakan sarana penting dalam
merumuskan etika konservasi alam dalam pendektan Islam. Khalifah
dapat bermakna bahwa segala sesuatu yang ada di bumi sangat
bergantung kepada manusia yang memiliki kebijakan untuk
memelihara atau membinasakan alam.65
H. Konsep Konservasi Flora (Tumbuhan) Dalam Al-Qur’an
Dalam kamus besar ilmu pengetahuan, flora (tumbuhan) adalah
segala yang hidup yang mempunyai akar, batang, daun, berbunga,
bebuah dan dapat mengambil makanan organik dari zat-zat organik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, flora adalah segala tumbuh-
tumbuhan yang terdapat dalam suatu daerah atau di masa, kemudian
dipakai untuk seluruh jenis tumbuhan dan tanaman. Sebagai padanan
dari kata flora, dalam Al-Qur‟an digunakan kata نبات (tumbuh-
tumbuhan), yang diulang dalam Al-Qur‟an sebanyak 9 kali dan الحرث
(tanaman) yang diulang dalam Al-Qur‟an sebanyak 12 kali.66
Dalam ilmu biologi, tumbuhan termasuk ke dalam kategori
tingkatan paling atas dari tingkatan kalsifikasi makhluk hidup (Regnum
Plantae). Sepert organisme yang kita kenal menegenai istilah
pepohonan, semak, rerumputan, paku-pakuan, lumut serta sejumlah alga
64 Ahmad Daudy, Allah dan Manusia, (Jakarta: Raja Wali, 1983), hal. 34
65
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 65
66
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik
(Tumbuhan), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009), hal. 6
69
hijau termasuk ke dalam tumbuhan. Tercatat sekitar 350.000 spesies
organisme termasuk di dalamnya, tidak termasuk alga hijau.Dari jumlah
itu, 258.650 jenis merupakan tumbuhan berbunga dan 18.000 jenis
tumbuhan lumut.67
Tanpa adanya tumbuhan, maka tidak akan mungkin manusia dan
hewan dapat terus hidup di bumi ini. Akan tetapi, banyak jenis
tumbuhan yang punah karena manusia tidak berupaya untuk
melestarikannya.68
Allah memerintahkan kepada umat manusia agar
memikirkan cara bagaimana mengelola dan memanfaatkan alam segala
macam tumbuhan di atas bumi untuk kesejahteraan manusia sendiri,
baik untuk kesehatan, kelengkapan hidupnya maupun rekreasi.69
Dan
Allah mengkhendaki hamba-Nya agar hidup dalam kondisi kecukupan
lahiriah dan rohaniyah dengan cara mengelola dan memanfaatkan
kekayaan tumbuhan yang telah disediakan Allah, sebagaimana dalam
firman-Nya:
“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya
gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala
macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi
pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali
(mengingat Allah)” (QS. Qaf [50]: 7-8).
Dalam perannya manusia sebagai khalifah terhadap pelestarian
tumbuhan, manusia harus mengurus, memanfaatkan, dan memelihara,
67 Yayan Sutrian, Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2011), hal. 8
68
Yayan Sutrian, Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2011), hal. 12
69
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik
(Tumbuhan), hal. 10
70
baik langsung maupun tidak langsung amanah tersebut meliputi bumi
dan segala isinya, seperti tumbuh-tumbuhan. Upaya manusia dalam
melestarikan tumbuhan adalah sikap yang terpuji, karena dengan begitu
ia mempunyai sifat kepedulian terhadap sesama bahkan makhluk lain.
Karena dengan ikut melestarikan tumbuhan sama halnya dengan
melestarikan kehidupan, karena tanpa tumbuhan manusia dan hewan
akan mati dikarenakan sumber makanan mereka adalah tumbuhan.70
Konservasi flora bermakna upaya pengelolaan, pemeliharaan dan
perlindungan terhadap flora (tumbuh-tumbuhan) secara teratur dan
bijaksana untuk mencegah terjadinya kerusakan dan kemusnahan. Salah
satu konsep konservasi flora yang dianjurkan oleh Allah di antaranya
adalah:
1. Bercocok tanam (bertani). Allah telah mengisyaratkan agar manusia
melaksanakan upaya pertanian, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka
adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami
keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka
makan.Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan
anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
supaya mereka dapat Makan dari buahnya, dan dari apa yang
diusahakan oleh tangan mereka. Maka Mengapakah mereka
tidak bersyukur?” (QS. Yasin [36]: 33-35).
70 Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi (Integrasi Teori Konservasi Modern
Dengan Konservasi Alam Menurut Islam), hal. 172
71
Menurut Al-Qur‟an, dari berbagai aspeknya bercocok tanam dari
bertani adalah alasan mengapa manusia bereksistensi di muka bumi.
Proses inilah yang menyediakan makanan bagi manusia, baik secara
fisik maupun spiritual. Betapa tidak, Nabi Muhammad saw
menegaskan bahwa ketika seseorang menanam pohon yang
kemudian berbuah dan buah itu dimakan oleh orang lain atau bahkan
oleh binatang, maka itu semua akan diperhitungkan sebagai sedekah
baginya.71
Islam mengajarkan kepada manusia bahwa tugas mereka terbatas
pada persoalan menanam pohon saja, dan apa yang terjadi
sesudahnya (seperti gempa bumi, kebakaran hutan atau bahkan
kiamat) adalah murni urusan Allah. Dengan demikian, semangat
yang Islam tanamkan salah satunya adalah menghijaukan bumi.
Islam telah memberi warna tersendiri dalam perkembangan pola
bercocok tanam. Baik dalam Al-Qur‟an mupun hadis, sama-sama
menganjurkan umat Islam untuk bercocok tanam dengan menanami
lahan dan menjadikannya sebagai kawasan yang produktif.
2. Ihyâ‟ al-Mawât (Menghidupkan lahan yang terlantar)
Islam adalah agama yang mengajarkan pemeluknya untuk selalu
produktif, selalu melakukan perbaikan (ishlâh) dan menjauhkan diri
dari perbuatan yang sia-sia. Ihyâ‟ al-mawât adalah menghidupkan
lahan yang terlantar. Menurut Mangunjaya menjelaskan ihyâ‟ al-
mawât secara umum maksudnya adalah bercocok tanam, yaitu
memperlakukan lahan sesuai fitrahnya dengan cara menanaminya
dengan jenis tanaman yang bermanfaat bagi manusia. Bermanfaat
71 Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik
(Tumbuhan), hal. 15
72
disini, maksudnya dapat memenuhi kebutuhan manusia berupa
makan, minum dan yang mendukung keduanya agar bertahan hidup.
Para ulama berselisih paham ketika mendefinisikan tanah al-
mawât ini. Sebagian mereka mengatakan, bahwa yang dimaksud
adalah tanah yang tidak ada pemiliknya. Oleh karena itu tanah yang
sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya, masih digolongkan tanah
al-mawât. Ulama lain mengartikannya dengan tanah yang tidak
pernah dikelola oleh seorangpun. Tanah yang sudah pernah
dimanfaatkan, lalu ditinggalkan oleh pemiliknya, tidak disebut tanah
al-mawât.72
Ibn Rif‟ah membagi menjadi dua bentuk tanah al-
mawât, yaitu:
a. Tanah yang tidak pernah dikelola oleh seseorang. Ini adalah
bentuk asal dan tanah al-mawât
b. Tanah yang pernah dimanfaatkan oleh orang kafir, kemudian
ditinggalkan.
Secara khusus, ihyâ‟ al-mawât memiliki pengertian luas yang
mencakup penghijauan, pemanfaatan, pemeliharaan dan penjagaan:
1. Penghijauan adalah usaha memproduktifkan lahan dengan cara
menanam bagi lahan subur sesuai karakternya (jenis tanah untuk
tanaman atau pohon tertentu) dan upaya pengolahan bagi lahan
tandus tanpa mengubah karakter dasarnya.
2. Pemanfaatan adalah memanfaatkan lahan dan atau hasilnya sesuai
kebutuhan secara seimbang, tidak berlebihan dan tidak pula
kurang.
72 Onrizal, Ayat-ayat Konservasi (Menghimpun dan Menghidupakn Khazanah Islam
Dalam Konservasi Hutan Leuser), (Medan: Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, 2012),
hal. 53
73
3. Pemeliharaan adalah pemeliharaan lahan dan segala yang ada
padanya termasuk hasil kandungan lahan itu sesuai aturan yang
patut dibenarkan oleh syari‟at dan undang-undang.
4. Penjagaan adalah jaminan atas lahan dan semua yang terkait
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diakui secara
nasional maupun internasional.
Mengolah dan memanfaatkan tanah kosong untuk ditanami
adalah salah satu bentuk kesadaran manusia dalam memperlakukan
bumi yang semakin tua dengan memanfaatkan lahan yang tidak
produktif, mengembalikan fungsi lahan dan menjadikan sebagai
usaha sekaligus berperan dalam upaya konservasi. Mengolah lahan
yang semula tidak produktif karena kondisi tanah yang belum pernah
dikerjakan oleh siapapun yang berarti tanah tersebut belum dipunyai
oleh seseorang atau tidak diketahui pemiliknya. Ihyâ‟ al-mawât
dalam kajian fiqih Islam berarti mengolah atau menggarap lahan
gersang dan tandus karena diterlantarkan kemudian mengubahnya
melalui pengolahan menjadi lahan subur, produktif yang dapat
dimanfaatkan bercocok tanam, bertempat tinggal atau hunian, dan
lainnya.73
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat memperoleh
hak mengelola tanah ini yakni apa yang disebut dengan cara ihyâ‟
yaitu pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh individu. Dalam hal
ini, seseorang mematok lahan untuk dapat digarap dan difungsikan
untuk kepentingan pribadinya. Orang yang telah melakukannya dapat
memiliki lahan tersebut. Karena itu, orang lain tidak dibenarkan
untuk mengambil alihnya.
73 Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi (Integrasi Teori Konservasi Modern
Dengan Konservasi Alam Menurut Islam), hal. 111
74
Dalam masalah ini, terjadi perbedaan pendapat diantara pakar
fiqih. Madzhab Syafi‟i menyatakan siapapun berhak mengambil
manfaat atau memilikinya, meskipun tidak mendapat izin dari
pemerintah. Beda halnya dengan Imam Abu Hanifah. Imam Abu
Hanifah berpendapat, ihya‟ boleh dilakukan dengan catatan
mendapat izin dari pemerintah yang sah. Imam Malik juga
berpendapat hampir sama dengan Imam Abu Hanifah. Akan tetapi
Imam Malik menengahi dua pendapat itu dengan cara membedakan
dari letak daerahnya. Jika tanah tersebut berada di daerah yang tidak
terlalu penting bagi manusia, maka tidak perlu izin pemerintah,
misalnya berada di daerah padang pasir yang tidak dihuni oleh
manusia. Tapi bila berada di daerah yang dekat dengan pemukiman,
atau daerah strategis yang menjadi incaran setiap orang untuk
melakukan ihyâ‟ izin pemerintahan sangat dibutuhkan. Oleh karena
itu, ihyâ‟ al-mawât merupakan syariat dalam memakmurkan dan
memanfaatkan bumi untuk kepentingan kemaslahatan manusia baik
secara individu maupun kolektif.74
Adapun peraturan perundangan negara kita mengatur
pembatasan kepemilikan lahan yaitu PP No. 11 tahun 2010 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Salah satu yang
menjadi pertimbangan dalam PP tersebut adalah:
a) Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria yang menyatakan hak atas tanah terhapus
antara lain karena diterlantarkan.
b) Kenyataan yang menunjukkan penelantaran tanah makin
menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan
rakyat serta menurunkan kualitas lingkungan.
74 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta: Attahiriyah, 1976), hal. 319
75
Berdasarkan catatan BPN yang dikutip oleh Menteri Kehutanan
bahwa terdapat sedikitnya 7 juta ha tanah terlantar yang kondisinya
sangat kritis. Lahan kritis dapat dikatakan merupakan lahan yang
terlantar dan tidak produktif disebabkan oleh faktor-faktor alam
seperti iklim kering dan karakteristik tanah yangmemang miskin
hara, juga disebabkan ketidakpedulian manusia yang mengakibatkan
lahan menjadi rusak. Penebangan hutan merupakan salah satu
penyebab utama terjadinya erosi yang menghanyutkan lapisan humus
di permukaan tanah sehingga lahan menjadi tidak lagi subur.75
Oleh karena itu, syariat memberikan peluang kepada setiap
muslim mengelola tanah dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan tanah
yang baik ini terkait erat dengan persoalan hajat hidup manusia
dalam memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kesejahteraannya
sendiri. Mengenai pentingnya memanfaatkan tanah tandus agar
menjadi tanah yang subur, sebagaimana Allah berfirman:
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur
dengan seizin Allah dan tanah yang tidak subur, tanaman-
tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami
mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang
yang bersyukur” (QS. Al-A‟raf [7]: 58).
Pada tanah yang subur, tentulah akan bersemi tumbuh-
tumbuhan dengan mudah dan cepat serta hasilnya pun sangat bagus
dengan kualitas yang baik. Sebaliknya, di bumi yang berbatu dan
75 Indriyanto, Ekologi Hutan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2017), hal. 129
76
gersang, tanaman dan buah-buahan tentulah sukar bisa tumbuh
dengan baik.76
3. Larangan mengeksploitasi flora (tumbuhan) secara berlebihan.
Allah melarang manusia untuk mengeksploitasi tumbuhan
secara berlebihan, sebagaimana dalam firman Allah:
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung
dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah,
dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan” (QS. Al-An‟am [6]: 141).
Allah memberikan kepada manusia wewenang untuk mengatur
bumi, namun dipertegas bahwa kepemilikan tunggal bumi dan isinya
adalah kepunyaan Allah.77
Manusia boleh memanfaatkan bumi dan
seisinya untuk keperluan hidupnya, sebatas kewajaran dan tidak
boleh berlebihan. Karena alam ini milik Allah semata dan
diperuntukkan bagi makhluk yang ada di dalamnya, sebagaimana
firman Allah:
76 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012), hal. 65
77
Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi (Integrasi Teori Konservasi Modern
Dengan Konservasi Alam Menurut Islam), hal. 183
77
“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-
keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-
makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya”
(QS. Al-Hijr [15]: 20).
Allah memberi rizki kepada makhluk penghuni bumi lainnya
selain manusia, yaitu tumbuhan. Dengan demikian di dalam bumi
terdapat hak makhluk lain. Manusia tidak boleh berlebihan dan
menghambur-hamburkan sumber daya alam hayati di bumi.78
I. Konservasi Fauna (Hewan) Dalam Al-Qur’an
Fauna (hewan) adalah semua jenis hewan yang hidup di muka bumi.
Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keseluruhan
kehidupan hewan suatu habitat atau daerah atau strata geologi tertentu
atau disebut juga dengan hewan. Fauna berasal dari bahasa latin atau
alam hewan yang artinya adalah khazanah segala macam jenis hewan
yang hidup di bagian tertentu dan periode tertentu. Hewan adalah
binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya
berada di darat, air, atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di
habitatnya.79
Di antara hewan yang banyak disebutkan dalam Al-Qur‟an jenis-
jenis hewan mamalia, burung, serangga, reptil dan amfibi. Di dalam Al-
Qur‟an ada 200 ayat yang berbicara tentang hewan, baik secara umum
maupun menunjuk secara spesifik jenis tertentu, akan tetapi kehidupan
hewan tidak terlalu rinci.80
Al-Qur‟an memberi manusia kekuatan untuk
78 Hadi S. Ali Kodra, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, hal. 76
79
Tim Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an
Tematik (Hewan), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009), hal. 35
80
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik
(Hewan), hal. 5
78
memperlakukan hewan dengan baik, tidak mnyakiti maupun
merendahkannya. Membicarakan hubungan manusia dengan hewan,
Fazlur Rahman Anshari mengatakan bahwa segala yang di muka bumi ini
diciptakan untuk kita. Maka sudah menjadi kewajiban alamiah manusia
untuk menjaga segala sesuatu dari kerusakan, memanfaatkannya dengan
tetap menjaga martabatnya sebagai ciptaan dari Allah dan
melestarikannya sebisa mungkin.
Adapun Nabi saw. disaat melakukan perjalanan bersama sahabatnya
ketika berhenti ditengah perjalanan untuk menunaikan shalat dan
beristirahat, beliau menganjurkan agar menurunkan beban diatas tubuh
hewan-hewan itu serta memberinya makan. Beliau juga memperingatkan
bahwa hewan-hewan itu harus dimanfaatkan sesuai fungsinya. Adapun
ayat atau hadits menuntun manusia untuk membalas jasa yang telah
diberikan hewan mereka dengan memperlakukan hewan tersebut sebaik
mungkin. Manusia diharuskan menyediakan apa yang diperlukan oleh
hewan peliharaan mereka.
Di dalam Al-Qur‟an banyak disebutkan nama-nama hewan baik
sebagai tamsil maupun model untuk memberi pelajaran dan petunjuk
kepada manusia. Peran hewan dalam manusia sejajar dengan sumber
daya alam lainnya seperti air dan tumbuhan.Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
79
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan” (QS. Al-Baqarah [2]: 164).
Ayat di atas menegaskan bahwa hewan merupakan salah satu tanda
keesaan dan kebesaran Allah dan yang memahami hal tersebut hanyalah
manusia yang memikirkannya. Ayat di atas juga bisa memotivasi manusia
untuk memanfaatkan hewan-hewan dalam kepentingannya, salah satunya
melalui proses yang dinamakan domestika81
. Beberapa manfaat hewan
yaitu sebagaimana terdapat dalam firman Allah:
“Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya
ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan
sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang
indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan
ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia
memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup
sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang
memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan (dia telah menciptakan) kuda,
bagaldan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya)
perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak
mengetahuinya” (QS. Al-An‟am [6]: 5-7).
Al-Qur‟an dan hadis sudah mengingatkan manusia tentang beberapa
hal yang harus dijadikan pertimbangan dalam memanfatkan hewan, salah
81 Domestika hewan adalah proses penjinakan hewan dan penyesuaian hidup untuk
berbagai keperluan hidup manusia.
80
satunya dengan usaha konservasi hewan. Dalam kaitan produk hewan
ternak dan hewan liar Al-Qur‟an menyatakan bahwa manusia boleh
memanfaatkan semua bagian tubuh hewan ternak. Di sisi yang lain
Rasulullah saw. melarang pemanfaatan kulit hewan liar, meskipun untuk
sekedar dijadikan alas lantai atau alas pelana jika aturan ini ditaati oleh
semua orang, maka pembunuhan sia-sia terhadap beberapa jenis hewan
liar demi meraih keuntungan semata niscaya tidak terjadi lagi.82
Adapun Islam mengajarkan kepada manusia untuk menyayangi hewan
dan melestarikan kehidupannya. Di dalam Al-Qur‟an, Allah menekankan
bahwa Dia telah menundukkan bagi kepentingan manusia apa saja yang
ada di bumi ini, sebagaimana dalam firman Allah:
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir” (QS. Al-Jatsiyyah
[45]: 13).
Sikap nyata agama Islam terhadap pelestarian alam telah ditunjukkan
oleh Nabi Muhammad saw. semasa hidupnya. Rasulullah saw. pernah
menetapkan suatu kawasan pelestarian yang dikenal dengan istilah himâ‟
dan Harim. Himâ‟adalah suatu kawasan khusus dilindungi oleh
pemerintah (Imam negara atau khalifah) atas dasar syari‟at, guna
melestarikan kehidupan hewan serta hutan. Definisi himâ‟ hampir sama
dengan cagar alam atau taman nasional yang telah ditetapkan oleh
pemerintah saat ini. kawasan tersebut dilarang dikelola kecuali bagi
kemashlahatan umum dan kepentingan pelestarian. kawasan yang pernah
82 Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, hal. 179
81
ditetapkan Rasul sebagai himâ‟ yaitu kawasan alam gunung al-Naql yang
berada di sekitar Madinah dengan luas satu kali enam mil.83
Kawasan tersebut memiliki fungsi perlindungan untuk hewan, dan
tumbuhan yang ada di dalamnya. Sikap Rasul tersebut kemudian
dilanjutkan setelah wafatnya beliau oleh khalifah Abu Bakar dan Umar ibn
Khattab. Dua khalifah ini semasa pemerintahannya telah melakukan
tambahan kawasan perlindungan terhadap kawasan al-Rabadzah dan al-
Syaraf.84
Adapun Harim memiliki pengertian yang sedikit berbeda dari hima‟.
Jika hima‟ lebih terfokus pada plelestarian hewan atau tumbuhan, maka
harim lebih menekankan perlindungan pada lahan pertanian, sungai dan
pemukiman. Fungsi harim tidak jauh berbeda dengan kawasan hutan
lindung yang telah ditetapkan pemerintah masa sekarang. Ketentuan yang
telah diterapkan adalah pembangunan pemukiman di kawasan harim
sangat dilakukan secara terbatas demi menjaga kestabilan mata air untuk
kehidupan keanekaragaman hayati yang ada di sekitarnya.
Di dalam teladan lainnya banyak diceritakan Rasulullah saw
melarang membebani hewan melebihi kemampuannya. salah satunya
adalah tentang masyarakat Arab pada masa itu yang memperlakukan unta
yang membantu mereka membawa barang dalam perjalanan jauh,
sebagaimana dalam firman Allah:
83 1 mil= 1.848 km atau 2049 ha
84
Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi (Integrasi Teori Konservasi Modern
Dengan Konservasi Alam Menurut Islam), hal. 186
82
“Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak
sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-
kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-
benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan (dia telah
menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya
dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang
kamu tidak mengetahuinya” (QS.An-Nahl [16]: 7-8).
Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 04 Tahun 2014
tentang Pelestarian Satwa Langka Untuk Menjaga Keseimbangan
Ekosistem. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :
Menimbang :
1. Bahwa dewasa ini banyak satwa langka seperti harimau, badak, gajah,
dan orangutan serta berbagai jenis reptil, mamalia, dan aves terancam
punah akibat kesalahan perbuatan manusia.
2. Bahwa manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di bumi
(khalifah fi al-ardl) mengemban amanah dan bertanggung jawab untuk
memakmurkan bumi seisinya.
3. Bahwa seluruh makhluk hidup, termasuk satwa langka seperti seperti
harimau, badak, gajah, dan orangutan serta berbagai jenis reptil,
mamalia, dan aves diciptakan Allah dalam rangka menjaga
keseimbangan ekosistem dan ditundukkan untuk kepentingan
kemaslahatan manusia secara berkelanjutan.
4. Bahwa oleh karenanya manusia wajib menjaga keseimbangan
ekosistem dan kelestariannya agar tidak menimbulkan kerusakan
(mafsadah).
83
5. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, b, c, dan d Komisi
Fatwa MUI perlu menetapkan fatwa tentang pelestarian satwa langka
untuk menjaga keseimbangan ekosistem guna dijadikan pedoman.
MENGINGAT: Ayat-ayat Al-Quran, hadits Rasulullah saw qâidah
ushûliyyah dan qâidah fiqhiyyah.
MEMPERHATIKAN:
a. Pendapar para ulama terkait masalah pelestarian satwa
b. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
c. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun
2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-undang.
Peraturan
d. Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan
Satwa Liar.
e. Hasil pertemuan MUI dan Focus Group Discussion (FGD) MUI dengan
Kementerian Kehutanan, Universitas Nasional, WWF Indonesia dan
Forum Harimau Kita tentang “Pelestarian Harimau dan Satwa Langka
lainnya Melalui Kearifan Islam”, pada 13 Juni 2013 dan 25 Juli 2013.
f. Hasil kunjungan lapangan bersama antara MUI, Universitas Nasional,
WWF Indonesia dan Forum Harimau Kita ke Taman Nasional Tesso
Nilo dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Riau pada 30 Agustus
sampai dengan 1 September 2013.
g. Hasil Rapat Pendalaman Komisi Fatwa MUI bersama Kementerian
Kehutanan, LPLH-MUI, Universitas Nasional dan WWF pada 20
Desember 2013.
84
h. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Rapat Pleno
Komisi Fatwa pada tanggal 22 Januari 2014.85
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :Fatwa tentang pelestarian satwa langka untuk menjaga
keseimbangan ekosistem.
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan: Satwa langka adalah semua jenis
sumber daya alam hewani yang hidup di darat, air, atau di udara, baik
yang dilindungi maupun yang tidak, baik yang hidup di alam bebas
maupun yang dipelihara; mempunyai populasi yang kecil serta jumlahnya
di alam menurun tajam, dan jika tidak ada upaya penyelamatan maka akan
punah.
Kedua : Ketentuan Hukum
1) Setiap makhluk hidup memilki hak untuk melangsungkan
kehidupannya dan didayagunakan untuk kepentingan kemaslahatan
2) manusia.Memperlakukan satwa langka dengan baik (ihsan), dengan
jalan melindungi dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan
hidupnya hukumnya wajib.
3) Perlindungan dan pelestarian satwa langka sebagaimana angka 2 antara
lain dengan jalan:
a) Menjamin kebutuhan dasarnya, seperti pangan, tempat tinggal, dan
kebutuhan berkembang biak.
b) Tidak memberikan beban yang di luar batas kemampuannya.
c) Tidak menyatukan dengan satwa lain yang membahayakannya.
d) Menjaga kebutuhan habitat.
e) Mencegah perburuan dan perdagangan illegal.
85 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 04 Tahun 2014 tentang
Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem, hal. 11
85
f) Mencegah konflik dengan manusia.
g) Menjaga kesejahteraan hewan (animal welfare).
4) Satwa langka boleh dimanfaatkan untuk kemaslahatan sesuai dengan
ketetuan syariat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Pemanfaatan satwa langka sebagaimana angka 4 antara lain dengan
jalan:
a. Menjaga keseimbangan ekosistem.
b. Menggunakannya untuk kepentingan ekowisata, pendidikan dan
penelitian.
c. Menggunkannya untuk menjaga keamanan lingkungan.
d. Membudidyakan untuk kepentingan kemaslahatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Membunuh, menyakiti, menganiaya, memburu atau melakukan
tindakan yang mengancam kepunahan satwa langka hukumnya haram
kecuali ada alasan syar‟i, seperti melindung dan menyelamatkan jiwa
manusia.
7) Melakukan perburuan atau perdagangan illegal satwa langka hukumnya
haram. 86
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), H.
Sholahuddin Al-Ayubi. menyatakan bahwa Fatwa Majelis Ulama
Indonesia bersinergi dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU)
Aceh mendukung pelestarian satwa langka untuk pelestarian ekosistem.
Sebagai bentuk kepedulian, ulama Nabi tidak akan tinggal diam apabila
melihat terjadi kerusakan lingkungan termasuk ancaman kepunahan satwa
sebagai makhluk Allah.
86 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 04 Tahun 2014 tentang
Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem, hal. 12
86
Menurut al Ayubi, Kepunahan satwa langka di Indonesia terjadi sangat
cepat. Hal ini dikarenakan dengan berbagai tindakan manusia, Padahal
seluruh satwa diciptakan untuk kepentingan kemaslahatan umat manusia,
sehingga perlu dijaga keseimbangannya dalam ekosistem. MUI
berpandangan harus ada upaya nyata untuk memperkecil laju kepunahan.
Fatwa ini berisikan tentang upaya penyelamatan satwa-satwa langka,
termasuk gajah, harimau, badak, orangutan dan satwa langka lainnya yang
terancam kepunahan.
Fatwa ini menyasar perlindungan dan pelestarian satwa langka
melalui penyediaan kebutuhan dasarnya, tidak memberikan beban diluar
batas kemampuan satwa itu sendiri termasuk hak satwa dalam
mendapatkan perlindungan habitat. Hal yang terpenting adalah mencegah
perburuan dan perdagangan ilegal. Fatwa ini dapat mencegah konflik
antara satwa dengan manusia. Perlakuan yang baik terhadap satwa juga
termasuk dalam menyikapi binatang dan hewan ternak, dengan berbuat
ihsan.
Berdasarkan fatwa, satwa langka boleh dimanfaatkan sesuai dengan
ketentuan syariat dan ketentuan peraturan perundang-undangan melalui
prinsip-prinsip menjaga keseimbangan ekosistem, menggunakannya untuk
kepentingan ekowisata, pendidikan dan penelitian. Selain itu, satwa juga
dapat digunakan untuk menjaga keamanan lingkungan, serta untuk
kebutuhan budidaya.87
87 Hadi S. Ali Kodra, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, hal.154
87
BAB III
MENGENAL MUHAMMAD MUTAWALLI ASY-SYA’RAWI DAN
KITAB TAFSÎR ASY-SYA’RÂWÎ
A. Biografi Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi
1. Latar Belakang Sosio Historis Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟rawi
Nama lengkap asy-Sya‟rawi adalah Muhammad Mutawalli asy-
Sya‟rawi. Beliau adalah tokoh kenamaan yang lahir di tanah Mesir,
yang menjadi daerah tempat tinggalnya para ulama pembaharu Islam
(mujaddid) seperti al-Thanthawi, Jamal al-Din al-Afghani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain-lain. Asy-Sya‟rawi
dikenal sebagai seorang pemikir yang populer saat itu juga, termasuk
salah seorang mufassir kontemporer yang telah melahirkan beberapa
karya tafsir.1
Asy-Sya‟rawi merupakan anak sulung dari empat bersaudara.
Salah seorang dari saudaranya yaitu Ibrahim meninggal dala perang
Suez tahun 1956, sedangkan saudaranya yang lain yaitu Husain
meninggal dalam perang pada tahun 1967. Ayahnya bernama Syekh
Abdullah al-Anshari. Beliau sangat bersemangat untuk menjadikan
anaknya sebagai seorang ahli agama. Ayahnya selalu berdo‟a agar
Allah memberikan seorang anak yang kelak akan menjadi seoramg
ulama. Do‟anya pun terkabul dengan lahirnya seorang anak laki-laki
yang diberi nama Muhammad karena tafa’ul kepada Nabi
Muhammad saw. Ayahnya juga memberi gelar “Amîn” ketika asy-
Sya‟rawi masih kecil dan gelar ini dikenal masyarakat di daerahnya.2
1 Khusnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir: Kumpulan Kitab-kitab
Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, (Depok: Lingkar Studi Al-Qur‟an,
2013) hal. 219
2 Sa‟id Abu Al-Ainan, Asy-Sya’râwî Allazdiî Lana’rifah, (Kairo, Akhbar al-Yaum,
1995), hal. 9
88
Berkaitan dengan nasab (keturunan) asy-Sya‟rawi, dalam sebuah
kitab yang berjudul Ana min Sulalat Ahl al-Bait, asy-Sya‟rawi
menjelaskan bahwa beliau merupakan keturunan dari cucu
Rasulullah saw. yaitu Hasan dan Husain. Asy-Sya‟rawi diberikan
dilingkungan keluarga terhormat yang mempunyai pertalian dengan
para ulama serta wali. Ayahnya bekerja sebagai seorang petani
sederhana yang mengolah tanah milik orang lain, walaupun demikan,
ayahnya mempunyai kecintaan terhadap ilmu dan sering mendatangi
majlis-majlis untuk mendengarkan tausiyah para ulama.3
Ayahnya mempuyai hasrat dan keinginan yang besar untuk
mengarahkan anaknya menjadi seorang ilmuan. Untuk
merealisasikan cita-citanya ini, ia selalu memantau asy-Sya‟rawi
kecil ketika sedang belajar. Ayahnya ingin kelak asy-Sya‟rawi masuk
ke Universitas al-Azhar. Asy-Sya‟rawi sendiri mengaui besarnya
peranan sang ayah dalam membentuk kepribadiannya, diibaratkan
kalau dari gurunya asy-Sya‟rawi mengambil 10%, maka yang 90%
diperoleh dari ayahnya.
Daerah Daqdus dipenuhi dengan nuansa keagamaan yang kental.
Kesibukan hari-hari besar keagamaan sepanjang tahun mewarnai
kota ini, di kota ini terdapat lima orang syekh pemimpin tarekat
bersama dengan pengikut-pengikutnya masing-masing memeriahkan
suasana perayaan hari-hari besar keagamaan yang berlangsung setiap
bulan tersebut. Sedangkan provinsi Daqhliyyat sendiri merupakan
sebuah provinsi produktif yang melahirkan generasi bangsa yang
jenius, yang banyak memberikan kontribusi berharga bagi negara
Mesir.
3 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern,
(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011), hal. 144
89
Lingkungan alam dikampung halamannya telah membukakan
matanya, sehingga ketika memandang keindahan alam sekitarnya,
maka Asy-Sya‟rawi teringat kepada Allah. Alam sekitar baginya
merupakan kitab yang terbuka. Maka lingkungan halaman yang
indah itu dihayatinya sedemikian rupa, sehingga menyita banyak
perhatiannya dan menjadi penangkal baginya dari kenakalan remaja.
Dalam sehari-hari, asy-Sya‟rawi banyak bergaul dengan dengan
orang-orang tua yang sebaya atau yang lebih muda dengannya.
Lingkungan pergaulannya itulah yang memberi andil sangat besar
dalam membentuk jiwa dan kepribadiannya.4
Asy-Sya‟rawi menikah ketika usianya masih muda atas
permintaan ayahnya yang menginginkan beliau menikah lebih awal
dan istrinya adalah pilihan keluarga. Mereka dikaruniai lima orang
putra dan putri yaitu Sami, „Abd al-Rahim, Ahmad, Fatimah dan
Shalihah. Asy-Sya‟rawi berpendapat bahwa sesungguhnya faktor
utama keberhasilan pernikahan adalah ikhtiar dan kerelaan kedua
belah pihak. Mengenai pendidikan anak-anak asy-Sya‟rawi
menyebutkan bahwa hal yang penting adalah memberi contoh dan
teladan dan menunjukkan akhlak yang mulia kepada mereka
sehingga diharapkan mereka nanti akan mengikutinya.5
2. Perjalanan Intelektual Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟rawi
Sejak kecil asy-Sya‟rawi sudah gemar menuntut ilmu. Hal ini
tidak terlepas dari dorongan orang tuanya yang sangat mencintai
ilmu. Asy-Sya‟rawi mengatakan: “Ayahku sangat gandrung dengan
ilmu dan senantiasa berteman dengan para ulama”. Beliau juga suka
4 Sa‟id Abu Al-Ainan, Asy-Sya’râwî Allazdiî Lana’rifah, hal. 12
5 Ahmad Al-Mursi Husein Jauhar, Al-Syekh Muhammad Mutawalli Al-Sya’rawi,
(Kairo: Nahdhoh, 1990), hal. 63
90
menolong orang-orang yang sedang menuntut ilmu. Ayahku sangat
antusias memasukkanku ke lembaga pendidikan al-Azhar, karena
mimpi yang pernah dilihat oleh pamannya ketika aku dilahirkan ke
dunia, kakekku berkata: “Di malam ini aku diberi kabar gembira, aku
melihatnya dalam mimpiku seraya menunjuk ke arah mimbar masjid,
ia pun berkata: Aku melihatnya di atas mimbar masjid dengan wajah
seperti anak ayam berkhutbah di hadapan manusia”.
Kebiasaan ayahku adalah mengerjakan shalat shubuh di masjid
dan beliau senantiasa melakukannya. Adapun kakekku dari kalangan
keluarga yang baik-baik, ia juga selalu melakukan shalat shubuh di
masjid. Di malam saat aku dilahirkan, ayahku terlambat pergi ke
masjid para jama‟ah menunggunya karena beliau biasa menjadi
imam. Ketika datang, kakekku bertanya: “Kamu dari mana?”, ayahku
menjawab: “Istriku tadi malam melahirkan sehingga aku sangat
sibuk, serta bidan yang mengurusi kelahiran asy-Sya‟rawi berkata:
“Alhamdulillah istrinya telah melahirkan anak laki-laki”.
Para jama‟ah serentak berkata: “MasyaAllah, semoga Allah
memberkahi Mutawalli”. Kemudian kakekku berkata: “Aku
mendapat kabar gembira malam ini, aku melihatnya dalam
mimpiku”. Ia menunjuk ke arah mimbar dan berkata: “Aku
melihatnya di atas mimbar, dia seperti seekor anak ayam yang
berkhutbah di hadapan manusia”. Para jama‟ah tercengang dan
mereka berkata: “Anak ayam di atas mimbar dan berkhutbah?”,
kemudian salah seorang dari jama‟ah yang mengetahui asal anak
ayam berkomentar: “Anak ayam yang berbicara semula dari telur
yang berbicara pula”, spontanitas mereka tertawa.
Kemudian kakekku berkata: “Ini bukanlah anak ayam yang
keluar dari telur yang berkokok, tapi dia adalah Mutawalli Asy-
91
Sya‟rawi”. Ketika ayahku mendengarnya, ia berkata: “Anak ini harus
menjadi orang yang berilmu”. Sejak saat itu ayahku sudah sangat
berkeinginan kelak ingin memasukkanku ke sekolah al-Azhar”.6
Sejak kecil, asy-Sya‟rawi sudah biasa bekerja di ladang dan
pernah punya cita-cita untuk menjadi seorang petani yang
mempunyai tanah sendiri. namun besarnya tekad sang ayah untuk
menyekolahkannya di sekolah dasar, ia pun beralih perhatian untuk
belajar prinsip-prinsip berhitung, membaca, menulis, dikte dan
qawa’id. Selain itu asy-Sya‟rawi juga belajar Al-Qur‟an atau kuttab
yang meliputi pelajaran membaca, menulis dan menghafalkan Al-
Qur‟an. lembaga pendidikan terakhir ini sangat banyak berperan
dalam membentuk akhlaknya, karena murid yang usianya lebih tua di
lembaga tersebut terlatih untuk membimbing murid-murid yang lebih
muda dan murid yang usianya muda menghormati murid yang lebih
tua usianya. Masing-masing menjalankan hak dan kewajibannya
secara seimbang.
Dalam usia 11 tahun, beliau sudah hafal Al-Qur‟an. Asy-
Sya‟rawi terdaftar di Madrasah Ibtidaiyyah (lembaga pendidikan
dasar) di al-Azhar, Zaqaziq pada tahun 1926 M. Sejak beliau kecil,
sudah timbul kecerdasannya dalam menghafal sya‟ir (puisi) dan
pepatah Arab dari sebuah perkataan hikmah. Asy-Sya‟rawi sangat
mencintai sastra khususnya sya‟ir. Ia menulis sya‟ir ketika menjadi
siswa di Ma‟had Zaqaziq al-Dini. Sya‟ir-sya‟irnya di dominasi oleh
dimensi keagamaan sesuai dengan latar belakang pendidikannya di
6 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern,
hal. 144
92
al-Azhar. Asy-Sya‟rawi mendapatkan ijazah Madrasah Ibtidaiyyah
al-Azhar pada tahun 1923 M.7
Memasuki Madrasah Tsanawiyyah (lembaga pendidikan
menengah), bertambahlah minatnya dalam sya‟ir dan sastra. Beliau
telah mendapatkan tempat khusus di antara rekan-rekannya, serta
terpilih sebagai ketua persatuan mahasiswa dan menjadi ketua
perkumpulan sastrawan di Zaqaziq.8 Pada tahun 1934, ia sempat
memimpin demonstrasi menuntut turunnya sang raja Muhammad
Fuad. Hal tersebutlah yang membawanya ditangkap dengan beberapa
temannya dan dipenjara selama satu bulan.9
Setelah menyelesaikan studinya di sekolah tingkat atas, asy-
Sya‟rawi melanjutkan studinya pada fakultas bahasa Arab,
Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 1937 dan menyelesaikan
studi S1 pada tahun 1941. Kecerdasannya telah memaksakannya
untuk masuk pada fakultas Bahasa Arab. Asy-Sya‟rawi mengatakan
bahwa ketika dirinya lulus dari Ma‟had Tsanawi, nilainya sangat
tinggi dan ia bermaksud untuk melanjutkan kuliahnya pada fakultas
Ushuluddin atau Syari‟ah di Universitas al-Azhar, Kairo. Karena
kedua fakultas tersebut erat kaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman.
Tetapi panitia penerimaan mahasiswa baru mengetahui bahwa
jumlah nilainya sangat tinggi kemudian mereka mendaftarkannya ke
fakultas Bahasa Arab.
Adapun alasan yang disyaratkan untuk masuk ke fakultas bahasa
Arab lebih tinggi dibanding fakultas Ushuluddin dan fakultas
7 Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsîr Asy-Sya’râwî: Studi Analisis Terhadap
Ayat-ayat Kauniyah, hal. 111
8 Muhammad Mutawalli asy-Sya‟rawi, Qashash Al-Qur’an, (Kairo: Al-Maktabah
al-Taufiqiyyah, 2004), hal. 4
9 Henry Muhammad, Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani, 2006), hal. 274
93
Syari‟ah, karena bahasa Arab merupakan kunci untuk mempelajari
ilmu-ilmu keislaman. Inilah sebab masuknya asy-Sya‟rawi ke
fakultas bahasa Arab. Di fakultas bahasa Arab tidak hanya
mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab saja, tetapi juga mempelajari
ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu tafsir, hadis, fiqih dan sebagainya
hanya saja melalui bahasa Arab, sebagaimana juga di fakultas
Ushuluddin dan Syari‟ah mempelajari bahasa Arab untuk
kepentingan ilmu-ilmu keislaman. Jadi ilmu-ilmu yang dipelajari di
al-Azhar saling berkaitan satu sama lain. 10
Asy-Sya‟rawi pernah ditangkap dan dikeluarkan dari Al-Azhar
beberapa kali dari gerakan-gerakan yang beliau lakukan. Selama
belajar, beliau cukup aktif digerakan pelajar, di antaranya adalah
memimpin gerakan al-Maraghi yang bertujuan untuk menurunkan
Syekh al-Dzawahiri dari jabatannya sebagai Syekh Al-Azhar, karena
bersekongkol dengan Sidqi Pasya. Sebab lainnya beliau ditangkap
adalah karena ulama lulusan Al-Azhar yang mengajar di sana, digaji
lebih rendah dari biaya hidup seekor anjing piaran milik bangsa
asing, yaitu tiga pound Mesir perbulan.
Dalam gerakannya tersebut, beliau sempat ditahan selama 30
hari karena dianggap menghina penguasa. Setelah keluar dari
tahanan, beliau meneruskan gerakannya sampai berhasil menaikkan
Syekh al-Maraghi menjadi Syekh al-Azhar, sesuai dengan keinginan
masyarakat banyak dan gaji dinaikkan menjadi 12 pound.11
Setelah
lulus pendidikan S1, beliau melanjutkan pada jenjang Doktoral yang
10 Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsîr asy-Sya’râwî: Studi Analisis Terhadap
Ayat-ayat Kauniyah, hal. 117
11
Muhammad mutawalli asy-sya‟rawi, Anda Bertanya Islam Menjawab, Terj. Abu
Abdillah Al-Mansur, (Jakarta: Gema Insani, 1990), hal 15
94
berhasil diselesaikannya pada tahun 1943 dan memperoleh gelar
‘Alâmiyyat dalam bidang ahasa dan sastra Arab.12
3. Karir Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟rawi
Asy-Sya‟rawi semasa hidupnya memangku berbagai jabatan.
Adapun awal karir yang ia tekuni adalah sebagai guru di sekolah al-
Azhar yang berada di kota Iskandaria (Alexandaria), lalu
dipindahkan ke kota Zaqaziq, tempat beliau menimba ilmu
sebelumnya. Lambat laun karir asy-Sya‟rawi semakin menanjak,
beliau kemudian diangkat menjadi dosen jurusan Tafsir Hadis di
Fakultas Syari‟ah, Universitas Malik Abdul Aziz di Makkah. Pada
tahun 1951, di Universitas tersebut beliau mengajar selama sembilan
tahun. Pada tahn 1960, beliau diangkat menjadi wakil kepala sekolah
lembaga pendidikan al-Azhar di Thantha.
Asy-Sya‟rawi juga memangku jabatan sebagai direktur dalam
Pengembangan Dakwah Islam pada Departemen Wakaf pada tahun
1961. Pada tahun 1962, asy-Sya‟rawi diangkat menjadi Pengawas
Departemen Bahasa Arab al-Azhar dan ditunjuk sebagai asisten
pribadi Grand Syekh Al-Azhar Hasan Ma‟mun pada tahun 1964.
Pada tahun 1966, asy-Sya‟rawi mengikuti ekspedisi al-Azhar ke
Aljazair pasca kemerdekaan negeri ini. Asy-Sya‟rawi juga berjasa
terhadap pemerintahan Aljazair dalam rangka berupaya menanamkan
kembali nilai-nilai keimanan dan menghapuskan sisa-sisa
kebudayaan yang pernah ditanamkan oleh imperialisme Prancis
dengan meletakkan kaidah-kaidah baru dalam Bahasa Arab. Beliau
mengingatkan masyarakat Aljazair akan pentingnya kembali kepada
12 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 145
95
Bahasa Arab sebagai salah satu identitas negara Islam. usaha tersebut
mendapat respon yang positif dari penduduk Aljazair.13
Setelah kembali ke Mesir, asy-Sya‟rawi dtunjuk sebagai ketua
Departemen Agama cabang Provinsi Gharbiyyah. Pada tahun 1967,
asy-Sya‟rawi kembali ke Kairo dan bekerja sebagai Direktor kantor
Grand Syekh al-Azhar Hasan Ma‟mun. Pada tahun 1970, asy-
Sya‟rawi menjadi tenaga pengajar tamu di Universitas King Abdul
Malik Abdul Aziz di Makkah dan diangkat pada program Pasca
Sarjana. Sekembalinya ke Mesir, beliau mulai terkenal sebagai
seorang da‟i. Pada tahun 1973, ketika asy-Sya‟rawi ditawari untuk
mengisi acara Nur „Ala Nur di stasiun televisi Mesir, mulailah
namanya mencuat di tengah masyarakat Mesir sebagai seorang da‟i
kondang.
Ketika Mesir dipimpin oleh Presiden Anwar Sadat yaitu pada
tahun 1976, beliau dipilih oleh pimpinan Mahmud Salim sebagai
Menteri Wakaf. Pada tanggal 26 Oktober 1977, beliau ditunjuk
kembali menjadi Menteri Wakaf dan Menteri Negara yang berkaitan
erat dengan Al-Azhar dan kabinet yang dibentuk oleh Mahmud
Salim. Ketika menjabat sebagai menteri wakaf, Asy-Sya‟rawi
memprakarsai pendirian bank Faisal al-Islam yang beroperasi
berdasarkan syari‟at Islam. Kemudian beliau juga mengeluarkan
ketetapan didirikannya Bank Faisal tersebut dan menyatakan bahwa
Departemen Wakaf turut menyumbang saham sebagai modal
awalnya. Beberapa tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1974, beliau
juga merupakan salah seorang pemarkasa berdirinya Bank Dubai
Islami.14
13 Henry Muhammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, hal. 275
14
Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsîr asy-Sya’râwî: Studi Analisis Terhadap
Ayat-ayat Kauniyah, hal. 123
96
Pada tanggal 15 Oktober 1978, ia diturunkan dari jabatannya
dengan hormat dan tidak dimasukkan dalam formatur kabinet yang
dibentuk oleh Musthafa Khalil. Kemudian beliau ditunjuk sebagai
salah satu pemrakarsa berdirinya Universitas al-Syu‟aib al-
Islamiyyah al-Arâbiyyah, namun asy-Sya‟rawi menolaknya. Pada
tahun 1980 asy-Sya‟rawi pernah diangkat menjadi anggota MPR dan
beliau menolaknya juga. dalam rangka peringatan hari lahir al-Azhar
yang ke 1000 pada tahun 1983, asy-Sya‟rawi mendapat penghargaan
dari presiden Husni Mubarak dalam bidang Pengembangan Ilmu dan
Budaya di Mesir. 15
Dalam bidang penelitian, asy-Sya‟rawi ditunjuk sebagai anggota
Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Bahasa Arab oleh Lembaga
Majamma‟ al-Khalidin yaitu perkumpulan yang menangani
Organisasi Pengembangan Bahasa Arab di Kairo pada tahun 1987.
Pada tahun 1988, asy-Sya‟rawi kembali memperoleh wisam al-
Jumhuriyah (mendali kenegaraan) dari presiden Husni Mubarak pada
peringatan hari da‟i, di mana pada tahun ini juga Asy-Sya‟rawi
memeperoleh penghargaan negara atas jasa-jasanya.16
Pada tahun 1990, asy-Sya‟rawi mendapat gelar guru besar dari
Universitas al-Manshurah dalam bidang adab. Selanjutnya pada
tahun 1998, asy-Sya‟rawi mendapat gelar kehormatan sebagai al-
Syakhshiyah al-Islamiyyah al-‘Ula (Profil Islami Pertama di dunia
Islam) di Dubai, serta mendapat penghargaan dalam bentuk uang dari
putra mahkota Ali Nahyan, akan tetapi beliau menyerahkan
penghargaan ini kepada Universitas al-Azhar dan uangnya ia
serahkan kepada para pelajar al-Bu’uts al-Islamiyyah (pelajar-pelajar
15 Henry Muhammad, Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, hal. 276
16
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 147
97
yang berasal dari negara-negara Islam di seluruh dunia). Rabithah al-
‘Alam al-Islami (organisasi Islam internasional) yang bermarkas di
Makkah memilihnya sebagai salah satu pemrakarsa berdirinya
Rabithah ini.
Pada tahun 1998, asy-Sya‟rawi mengabdikan dirinya dalam
bidang dakwah, selain mengajar, beliau juga mengisi kegiatan-
kegiatan sosial keagamaan, seperti menjadi khatib, mengisi kegiatan
ceramah, mengisi pengajian tafsir Al-Qur‟an yang disiarkan secara
langsung melalui televisi di Mesir. Ia juga menulis buku, menulis
kolom di berbagai surat kabar dan majalah, di antaranya adalah
majalah Liwaul Islam, Mimbarul Islam, Al-Mukhtar dan al-
I’tishâm.17
Asy-Sya‟rawi juga berseminar ke berbagai negeri, berceramah di
radio dan televisi. Kata-katanya puitis, uraiannya mudah dicerna dan
pembawaannya terdengar tegas namun tetap lembut. Semua
pembahasan yang disampaikan selalu merujuk kepada Al-Qur‟an dan
Sunnah Nabi Muhammad saw. Renungan-renungan yang
disampaikannya ditelvisi Mesir itu kemudian dicetak dan jadilah
tafsir Al-Qur‟an kontemporer yang mudah dipahami.18
Beliau wafat
pada tanggal 22 safar 1419 H, yang bertepatan dengan 17 Juni 1998
M dan dimakamkan di daerah Daqadus.19
17 Hikmatir Pasya, Studi Metodologi Tafsîr Asy-Sya’râwî, Jurnal Studi Al-Qur‟an,
Vol. 1, No. 2, hal. 148
18
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 143
19
Muhammad Sa‟id Nursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (Jakarta:
Pustaka Al-Kausar: 2007), hal. 351
98
4. Latar Belakang Pemikiran Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟rawi
Pemikiran asy-Sya‟rawi terbentuk dari aktifitasnya sebagai
seorang intelektual yang lahir dalam kondisi sosio kultural dan
politik Mesir. Hiruk pikuk pergerakan untuk memperoleh
kemerdekaan dan instabilitas politik yang terjadi sampai masa
kepemimpinan Anwar Sadat telah membentuk karakter asy-Sya‟rawi
menjadi tokoh pembaharu dalam bidang keagamaan, sekaligus figur
yang ditauladani oleh masyarakat Mesir, sehingga sampai terwujud
karya besarnya dalam bidang tafsir. 20
a. Pengaruh Sosial Politik
Pergolakan perpolitikan yang terjadi di Mesir sejak
pertengahan abad 19 sampai pertengahan abad 20, ditandai
dengan adanya pergantian bentuk pemerintahan. Mulai dari
bentuk pemerintahan absolut, kemudian bentuk pemerintahan
monarki konstitusional, sampai akhirnya terbentuk pemerintahan
Republik yaitu sejak terjadinya revolusi pada tahun 1952 yang
dipimpin oleh Gamal Abdu Nasser.
Perubahan bentuk pemerintahan menjadi Republik, menjadi
situasi politik saat itu memaksa munculnya ide-ide pembaharuan
yang didasarkan kepada formulasi modernisasi Islam dan
kemunculan Nasionalisme Mesir. Rif‟ah Badawi Rafi‟ al-
Tahtawi, memformulasikan sebuah gerakan untuk merubah mesir
dari hal-hal yang sebelumnya dianggap tabu, kebutuhan
organisasi politik dan ekonomi. Kemudian dilanjutkan oleh
Jamaluddin al-Afghani, seorang berkebangsaan India yang
menetap di Mesir. Kemudian direalisasikan dalam sebuah
20 Hikmatir Pasya, Studi Metodologi Tafsir Asy-Sya’rawi, Jurnal Studi Al-Qur‟an,
Vol. 1, No. 2, hal. 145
99
gerakan politik al-Hizb al-Wathani dengan slogan Mishr li al-
Misriyyun.
Selanjutnya diteruskan oleh Sa‟ad Zaghlul, yang tampil
sebagai tokoh pergerakan untuk menuntut kemerdekaan Mesir
dari Inggris. Kemudian beliau membentuk delegasi untuk
menuntut kemerdekaan Mesir kepada Konferensi Perdamaian di
Paris pada tahun 1919, yang diakhiri dengan penangkapan
Zaghlul oleh kolonial Inggris, karena gerakannya dianggap
gerakan pemberontak dan ia dibuang ke Malta.21
Hal tersebut tidak mengurungkan semangat masyarakat
Mesir, hingga pada tanggal 22 Januari 1922, Mesir
memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, lalu diikuti
dengan pemberlakuan konstitusi. Kemudian umat Muslim
mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin (The Muslim
Brotherhood) pada tahun 1928 yang diprakarsai oleh seorang
tokoh, Hasan al-Banna. Beliau mewariskan ide-ide reformasi
tradisional melalui organisasinya untuk dua tujuan, yaitu:
Pertama, terbebas dari jajahan asing. Kedua, menjadi negara
sebagai basis Islam.22
Partai Wafd, menyebar luas ke penjuru Mesir, salah satunya
Daqdus, tempat kelahiran asy-Sya‟rawi. Pengaruh ide-ide
pembaharu dalam pergerakan dan sikap nasionalisme memiliki
peran signifikan bagi perkembangan pemikiran asy-Sya‟rawi.
Asy-Sya‟rawi juga merupakan salah satu tokoh yang mengagumi
21 Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006),
hal. 962
22
M. Atiqul Haque, 100 Pahlawan Muslim Yang Mengubah Dunia, (Yogyakarta:
Didlossia, 2007). hal. 376
100
Hasan al-Banna, karena idealismenya dan keikhlasannya dalam
berdakwah.23
b. Pengaruh Intelektual
Mesir pada masa kepemimpinan Muhammad Ali Pasha,
sangat bereperan dalam mempengaruhi ideologi sekuler pada
pendidikan di Mesir, dengan membentuk sistem pendidikan
tradisional dan pendidikan modern sekuler. Pada masa itu juga
berusaha ingin meruntuhkan pengaruh Al-Azhar di Mesir, salah
satunya dengan menguasai badan wakaf Al-Azhar yang
merupakan urat nadinya, namun rencana itu tidak berhasil.
Abad ke 19, Al-Azhar masih menggunakan sistem
tradisional, di mana hampir seluruh lembaga pendidikan di Mesir
menggunakan sistem modern sekuler. Demikian itu, sedikit
banyak mempengaruhi pada sistem al-Azhar, yang kemudian
mulai muncul sistem ujian untuk mendapatkan ijazah al-
‘Alamiyah (kesarjanaan) al-Azhar pada tahun 1872. Disusul
dengan dibentuknya dewan administrasi di al-Azhar pada tahun
1896.
Ide-ide pembaharuan di al-Azhar mulai mengalami percepatan.
Kemudian lahirlah ilmu-ilmu modern ke dalam kurikulumnya, yang
saat itu diprakarsai oleh Muhammad Abduh. Berbagai fakultas mulai
didirikan seperti Fakultas Induk Syarî’ah wa al-Qanûn (Hukum
Internasional) yang merupakan bangunan pertama yang berdiri pada
tahun 1930, kemudian Fakultas Ushuluddin dan Bahasa Arab,
Fakultas, Fakultas Syari‟ah Islamiyyah, Fakultas Dakwah
23 Hikmatir Pasya, Studi Metodologi Tafsîr Asy-Sya’râwî, Jurnal Studi Al-Qur‟an,
Vol. 1, No. 2, hal. 147
101
Islamiyyah, Fakultas Dirasat Islâmiyyah wa al-‘Arâbiyyah dan lain
sebagainya.
Pada masa itu, al-Azhar menjadi pilihan pertama bagi
masyarakat Mesir untuk menimba ilmu. Alasan itulah yang
menjadikan orang tua asy-Sya‟rawi sangat menginginkan anaknya
untuk belajar di sana. Ia mengatakan pengalamannya di al-Azhar
pada tahun 1926 tidak seperti al-Azhar sebelumnya, di mana
menjadi basis gerakan kebencian terhadap Inggris. Sehingga sempat
dikenal berporos pada suatu gerakan politik tertentu. Riwayat hidup
asy-Sya‟rawi ini memberikan pelajaran berharga yang harus
diteladani yaitu kesungguhan dalam bidang dakwah dan pendidikan,
khususnya dalam bidang tafsir Al-Qur‟an.24
5. Karya-karya Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟rawi
Asy-Sya‟rawi merupakan ulama yang produktif. Semasa
hidupnya beliau telah banyak mengahasilkan karya. Perlu diketahui
bahwa semua karyanya bukanlah hasil tulisan asy-Sya‟rawi,
melainkan hasil tulisan muridnya. Asy-Sya‟rawi tidak menulis
sendiri buku-bukunya karena ia berpendapat bahwa kalimat yang
disampaikan secara langsung dan diperdengarkan akan lebih
mengena dari pada kalimat yang disebarluaskan dengan tulisan,
sebab semua orang akan mendengar dari narasumber yang sama.25
Meskipun asy-Sya‟rawi berependapat demikian, beliau tidak
menafikan kebolehan muridnya untuk mengalihbahasakan pelajaran
yang sudah beliau sampaikan secara langsung ke dalam bahasa
24 Hikmatir Pasya, Studi Metodologi Tafsîr Asy-Sya’râwî, Jurnal Studi Al-Qur‟an,
Vol. 1, No. 2, hal. 148
25
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 148
102
tulisan, Sehingga tertulis dalam sebuah buku, karena tidakan ini
membantu program sosialisasi pemikirannya dan juga mencangkup
atas asas manfaat yang lebih besar bagi manusia secara keseluruhan.
Adapun lembaga yang berhak menerbitkan karangan asy-
Sya‟rawi yaitu Lembaga Penerbitan Akhbar al-Yaum dan Maktabah
al-Turats al-Islam di bawah pimpinan „Abd al-Hajjaj. Penerbitan
buku-buku ini tidak terlepas dari pengawasan Majma’ asy-Sya’rawi
al-Islami. Karangan-karangan yang dicetak oleh penerbit Akhbar al-
Yaum di antaranya adalah hasil dari perkuliahan-perkuliahan yang
kemudian dikumpulkan dan dibuat buku, di antaranya adalah:
a. Al-Isrâ wa al-Mi’râj
b. Al-Qadhâ wa al-Qadr
c. Beberapa tafsir tematik yang pernah disampaikan oleh Asy-
Sya‟rawi, di antaranya:
1) Al-Syaithân wa al-Insân
2) Ayat Kursi
3) Surat al-Kahf
4) Al-Du’â al-Mustajabah
5) Al-Mar’ah fî Al-Qur’ân
6) Al-Khâlîl wa al-Harîm
7) Al-Hayât wa al-Maut
8) Al-Asmâ’ wa al-Husnâ
9) Muhammad Rasulullah
10) Nihayat al-‘Alim
11) Al-Hajj wa al-Mabrûr
12) Al-Ghaib, dan lain-lain.26
26 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 150
103
Adapun buku-buku yang dicetak pleh Lembaga Penerbit
Maktabah al-Turats dan juga penerbit Dar al-Jair Beirut, di antaranya
adalah:
a. Al-Mukhtâr min Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Adzîm
b. Al-Nubu’at al-Syaikh asy-Sya’râwî
c. Al-Jihâd al-Islâmi al-Sirâh al-Nabâwiyah
d. al-Hijrah an-Nabâwiyah
e. Syekh Mutawalli Asy-Sya’râwî Qadhâya al-‘Ashr
f. Al-Fatawa al-Kubrâ
Penerbit lainnya yang telah mencetak buku-buku sy-Sya‟rawi
seperti Dar al-Audhah dan Beirut, di antaranya adalah:
a. Al-Islâm Hadatsah wa Hadlârah
b. Tarbiyah al-Insân al-Muslim
c. ‘Ala Maidat al-Fikrî al-Islamî
Buku-buku yang dikarang asy-Sya‟rawi juga dicetak oleh
Bimbingan Rohani dan Kementrian Pertahanan Mesir, di antaranya
adalah:
a. Al-Isrâ wa al-Mi’raj
b. Al-Qadhâ wa al-Qadr
c. I’jâz Bayani wa I’jaz ‘Ilmi fî Al-Qur’an
d. Majmu’at Muhadlârah asy-Sya’rawi (kumpulan catatan kuliah
asy-Sya‟rawi)
e. Allah wa al-Nafs al-Basyariyyah
f. Al-Mausu’ah al-Islamiyyah li al-Athfâl (ensiklopedi Islam untuk
anak-anak).27
27 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 148
104
Suplemen majalah al-Azhar menyebutkan beberapa karangan asy-
Sya‟rawi di bawah naungan dan bimbingannya. Sebagai contoh
adalah Tafsîr asy-Sya’râwî, di mana sebagian karangannya ini bukan
hanya ditulis dalam bentuk tafsir tapi juga diformat menjadi audio
visual pasca permintaan izin darinya. Dalam hal ini asy-Sya‟rawi
tidak melakukan revisi tetapi beliau mengembalikannya kepada hati
nurani orang-orang yang mengerjakan formasi audio visual tersebut.
sedangkan hadis-hadis yang ada di dalam Tafsîr asy-Sya’râwî,
ditakhrij oleh Umar Hasyim yang pernah menjabat sebagai rektor al-
Azhar.28
6. Pandangan Para Ulama Terhadap Muhammad Mutawalli Asy-
Sya‟rawi
Menurut Ahmad Umar Hasyim, Asy-Sya‟rawi merupakan profil
da‟i yang mampu menyelesaikan permasalahan umat secara
proposional. Tidak hanya menolak mentah-mentah inovasi masa kini,
bahkan beliau sangat antusias dalam penemuan ilmiah terutama yang
berkaitan dengan substansi Al-Qur‟an. Asy-Sya‟rawi juga
mengatakan bahwa karangan-karangan asy-Sya‟rawi merupakan harta
kekayaan yang sangat berkualitas karena beliau mencangkup semua
segi kehidupan. Karangannya tidak hanya memuat satu permasalahan
fenomenal saja, tetapi juga membahas permasalahan kontemporer
yang dihadapi umat di era globalisasi secara keseluruhan.
Yusuf al-Qardhawi memandang asy-Sya‟rawi sebagai penafsir
yang handal, karena penafsirannya tidak terbatas ruang dan waktu,
tetapi juga mencangkup kisi-kisi kehidupan. Seorang intelek muslim
28 Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsîr asy-Sya’râwî: Studi Analisis Terhadap
Ayat-ayat Kauniyah, (Ciputat: Pustakapedia, 2019), hal. 120
105
Mesir, Muhammad Imarah yang juga merupakan rekan kerja asy-
Sya‟rawi menyatakan bahwa asy-Sya‟rawi adalah pemimpin zaman
yang dicintai umat di negeri Arab dan di dunia Islam.29
Ketika asy-Sya‟rawi mengahafal Al-Qur‟an dan belajar agama di
sekolah al-Azhar, Zaqaziq, beliau berkecimpung dalam pergerakan
politik untuk membebaskan umat dari penjajah. Keuletannya dalam
kegiatan belajar dan politik, mendorong asy-Sya‟rawi menjadi
seorang penyair yang mempunyai hafalan yang sangat kuat dan
keberanian untuk memimpin demonstrasi, kekacauan dan kemogokan
demi kemerdekaan Mesir dan reformasi di al-Azhar. Keunggulan dan
keistimewaan asy-Sya‟rawi dalam berbagai hal, mengangkatnya ke
permukaan masyarakat sejak usia kecil.30
„Abd al-Fattah al-Fawi berpendapat bahwa asy-Sya‟rawi
bukanlah seorang yang tekstual, beku di hadapan nash, tidak terlalu
cenderung ke akal, tidak pula sufi yang hanyut dalam ilmu kebatinan,
namun asy-Sya‟rawi menghormati nash, memakai akal yang terpancar
darinya keterbukaan dan kekharismatikannya.31
Selanjutnya Syekh al-Azhar Muhammad Sayyid Thantawi sangat
menghormati dan mengahragai kegigihan asy-Sya‟rawi dalam
mensosialisasikan Islam di tengah hingar bingar kehidupan
materialistik dan jasa-jasanya terhadap al-Azhar. Beliau mengatakan
bahwa asy-Sya‟rawi telah menyerahkan seluruh kehidupannya demi
Islam dengan bekal ilmu dan akhlak. Asy-Sya‟rawi merupakan profil
pecinta agama Islam yang mempunyai sanak keluarga dan sahabat
yang ideal yang senantiasa memperhatikan kekuatan fisik dan non
29 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 159
30
Henry Muhammad, Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, hal. 275
31
Husain Jauhar, Ma’a Da’iyah al-Islam Syekh Muhammad Mutawalli Asy-
Sya’rawi Imam al-‘Ashr, (Kairo: Maktabah Nahdah, t.th.), hal. 29
106
fisik untuk generasi al-Azhar. Asy-Sya‟rawi juga memiliki kecerdasan
yang luar biasa dan hati yang lapang, serta berkelakuan baik terhadap
lingkungan sekitar. Tidak ada lafadz dalam bahasa Arab yang
memadai untuk menyatakan perasaan sedih yang mendalam atas
wafatnya asy-Sya‟rawi.32
B. Profil Kitab Tafsir Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi
1. Identifikasi Fisiologis Tafsîr asy-Sya‟râwî
Karya tulis asy-Sya‟rawi diberi judul Tafsîr asy-Sya‟râwî, yang
diambil dari nama asli pemiliknya yaitu Syekh Muhammad Mutawalli
asy-Sya‟rawi. Menurut Muhammad Ali Iyazi, judul yang terkenal dari
karya ini Tafsîr asy-Sya’râwî, Khawâtir asy-Sya’râwî Haulâ Al-Qur’ân
al-Karîm. Pada mulanya tafsir ini hanya diberi nama Khawâtir asy-
Sya’râwî yang dimaksudkan sebagai perenungan (khawâtir) dari diri
asy-Sya‟rawi terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an. Tafsîr asy-Sya‟râwî mulai
diterbitkan dalam bentuk karya tafsir oleh penerbit Akbâr al-Yaum
Idarah al-Kutub wa al-Maktabah pada tahun 1991 (tujuh tahun
sebelum asy-Sya‟rawi meninggal dunia). Sebelum diterbitkan, kitab
tafsir ini pernah dimuat dalam majalah al-Liwa dari tahun 1986-1989,
pada edisi 251-332.33
Tafsîr asy-Sya‟râwî selain mendapatkan
pentashihan dari pemiliknya, juga ditashih oleh Lembaga al-Azhar
yaitu Majma’ al-Buhuts al-islamiyyah.34
32 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 160
33
Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsîr Asy-Sya’râwî: Studi Analisis Terhadap
Ayat-ayat Kauniyah, hal. 124
34
Majma’ al-Buhûts al-islamiyyah adalah suatu lembaga otoritatif yang bisa
menentukan apakah suatu karya ilmiyyah itu layak atau tidak, dapat dikonsumsi atau tidak.
107
Kitab ini dicetak dalam 29 jilid, namun ada yang mengatakan
bahwa kitab Asy-Sya‟rawi ditulis dalam 18 jilid dengan uraian sebagai
berikut:
a. Jilid I: Pendahuluan, QS. Al-Fatihah [1] sampai QS. Al-Baqarah [2]:
154
b. Jilid II: QS. Al-Baqarah [2]: 155 sampai QS. Ali Imran [3]: 13
c. Jilid III: QS. Ali Imran [3]: 14-189
d. Jilid IV: QS. Ali Imran [3] 190 sampai QS. An-Nisa‟ [4]: 100
e. Jilid V: QS. An-Nisa‟ [4]: 101 sampai QS. Al-Maidah [5]: 54
f. Jilid VI: QS. Al-Maidah [5]: 55 sampai QS. Al-An‟am [6]: 109
g. Jilid VII: QS. Al-An‟am [6]: 110 sampai QS. Al-a‟raf [7]: 188
h. Jilid VIII: QS. Al-A‟raf [7]: 189 sampai QS. At-Taubah [9]: 44
i. Jilid IX: QS. At-Taubah [9]: 45 sampai QS. Yunus [10]: 14
j. Jilid X: QS. Yunus [10]: 15 sampai QS. Hud [11]: 27
k. Jilid XI: QS. Hud [11]: 28 sampai QS. Yusuf [12]: 96
l. Jilid XII: QS. Yusuf [12]: 97 sampai QS. Al-Hijr [15]: 47
m. Jilid XIII: QS. Al-Hijr [15]: 48 sampai QS. Al-Isra‟ [17]: 4
n. Jilid XIV: QS. Al-Isra‟ [17]: 5 sampai QS. Al-Kahfi [18]: 8
o. Jilid XV: QS. Al-Kahfi [18]: 99 sampai QS. Al-Anbiya‟ [21]: 90
p. Jilid XVI: QS. Al-Anbiya‟ [21]: 91 sampai QS. An-Nur [24]: 35
q. Jilid XVII: QS. An-Nur [24]: 36 sampai QS. Al-Qashash [28]: 29
sampai QS. Ar-Rum [30]: 58
r. Jilid XVIII: QS. Al-Qashash [28]: 30 sampai QS. Ar-Rum [30]: 58
s. Jilid XIX: QS. Ar-Rum [30]: 59 sampai QS. Al-Ahzab [33]: 63
t. Jilid XX: QS. Al-Ahzab [33]: 64 sampai QS. Ash-Shaffat [37]: 138.
Muhammad „Ali Iyazi menyatakan bahwa kitab ini dicetak 29 jilid,
yang mencangkup semua ayat-ayat Al-Qur‟an 30 juz. Hal ini penulis
pahami juga dari keterangan Abu Irfah yang mengatakan bahwa kitab
108
tafsir Asy-Sya‟rawi ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh Tim Terjemah Safir Al-Azhar Indonesia, yang diketuai oleh Zainal
Arifin. Abu Irfah mengatakan yang saya tahu kitab tafsir ini telah
diterjemahkan dari juz 1 sampai juz 30, kecuali juz 27 sampai juz 29.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa isi ceramah Asy-Sya‟rawi yang
menafsirkan Juz „Amma juga telah dibukukan dan diterbitkan oleh
penerbit Dar al-Rayah, Mesir pada tahun 2008.35
Satu hal yang cukup unik pada Tafsir asy-Sya‟rawi yaitu terletak
pada penomoran halamannya. Halaman pertama pada jilid 2 ditulis
lanjutan dari halaman terakhir pada jilid 1. Jadi sampai akhir jilid,
penomoran halaman ditulis berlanjut. Pada jilid terakhir dari koleksi
penulis (jilid 20), halaman yang paling akhir adalah halaman 12832.
2. Identifikasi Metodologis Tafsîr Asy-Sya‟râwî
a. Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsîr Asy-Sya‟râwî
Tafsîr asy-Sya‟râwî pada awalnya bukan merupakan suatu karya
tafsir yang sengaja disusun sebagai suatu karya tafsir Al-Qur‟an.
melainkan dokumentasi yang ditulis dari hasil rekaman ceramah
seorang ulama besar Mesir pada waktu itu yaitu Syekh Muhammad
Mutawalli asy-Sya‟rawi. Sebelum menjadi suatu karya tafsir,
pendokumentasi ceramah-ceramah asy-Sya‟rawi tersebut telah
terlebih dahulu dimuat dalam majalah al-Liwâ al-Islam, kemudian
dikumpulkan dalam bentuk buku seri yang diberi nama Khawâtir
Haula Al-Qur’ân Al-Kârîm, yang diterbitkan mulai tahun 1982.
Sejak awal, kitab ini tidak pernah dinamai dengan kitab tafsir,
sebab menurutnya Al-Qur‟an adalah kitab yang sangat jelas dan
35 A. Khusnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir: Kumpulan Kitab-Kitab
Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, hal. 221
109
tidak perlu ditafsirkan. Beliau lebih suka jika karyanya disebut
sebagai Khâwatir Haulâ Al-Qur’ân (telepati di sekitar makna-makna
Al-Qur‟an). Hal tersebut sebagaimana beliau sampaikan dalam
muqaddimahnya: “Hasil renungan saya terhadap Al-Qur’an bukan
berarti tafsir Al-Qur’an, melainkan hanya percikan pemikiran yang
terlintas dalam hati seorang mukmin pada saat membaca Al-
Qur’an. Seandainya Al-Qur’an memungkinkan untuk ditafsirkan,
pastilah Rasulullah saw. adalah yang paling berhak untuk
menafsirkan Al-Qur’an, karena kepada beliaulah Al-Qur’an
diturunkan dan langsung berinteraksi dengan kehidupannya”.36
Khawâtir asy-Sya’rawi berasal dengan kata kha, tha dan ra
berarti sesuatu yang terbetik di dalam hati secara tiba-tiba tanpa
diketahui dari mana datangnya. Telepati semacam ini hanya
diperoleh oleh orang-orang yang jernih hati dan pikirannya, karena
merupakan hal yang tidak mengalir jelas dalam hati dan pikiran
manusia alam ini. Jika hal itu disampaikan tentu akan menimbulkan
polemik yang pada gilirannya akan merusak ajaran agama, bahkan
akan memalingkan umat dari kitab sucinya.37
Adapun tujuan penulisan kitab ini adalah untuk memberikan
pemahaman sekitar ayat-ayat Al-Qur‟an. oleh sebab itu, beliau tidak
menamainya dengan kitab tafsir. Tulisan ini juga sekaligus sebagai
klarifikasi terhadap mereka yang pernah mendengar dan membaca
penafsirannya, lalu menganggapnya sebagai sesuatu yang pasti
36 Lihat muqoddimah Tafsir asy-Sya’rawi, Jilid I, hal. 6
37
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 152
110
benar. Padahal hal tersebut hanyalah bentuk keprihatinan asy-
Sya‟rawi yang tentunya sangat relatif antara benar dan salah.38
Tafsîr asy-Sya‟râwî adalah tafsir yang hadir pada abad 20 M,
yang termasuk tafsir kontemporer. Kitab tafsir ini merupakan hasil
kreasi yang dibuat oleh murid asy-Sya‟rawi yang bernama
Muhammad al-Sinrawi dan „Abd al-Waris al-Dasuqi dari kumpulan
pidato atau ceramah yang dilakukan oleh asy-Sya‟rawi. Tafsir asy-
Sya‟rawi disebut demikian adalah keinginan dari penerbit. Mulai
diterbitkan pada tahun 1991 oleh penerbit Akhbar al-Yaum. Sebagai
pengakuan bahwa tafsir asy-Sya‟rawi dapat disandarkan kepada asy-
Sya‟rawi, pada jilid pertama dimuat tulisan tangan asy-Sya‟rawi
yang berisi pengakuan bahwa karya tersebut adalah benar-benar
rekaman atas apa yang telah ia sampaikan, sehingga memang benar
menjadi karyanya.
Sebagaimana menurut Ahmad Mursi Husein Jauhar mengatakan
bahwa asy-Sya‟rawi menjelaskan sebelum melakukan kegiatan
penafsiran Al-Qur‟an, terlebih dahulu beliau telah melakukan
perenungan dan pembacaan terhadap Al-Qur‟an selama 20 tahun
tanpa terganggu bacaan-bacaan lainnya. Hal ini pula yang
mempengaruhinya dalam perjalanan kegiatan menafsirkan Al-
Qur‟an, di mana pada saat menemukan kesulitan, ia tidak membuka
buku bacaan, melainkan mencari ilham dengan cara mengambil air
wudhu dan shalat dua raka‟at untuk memohon petunjuk dari Allah.39
Tafsîr asy-Sya‟râwî tidak seperti karya tafsir lainnya, karena
maksud dan tujuannya adalah mengungkapkan kemukjizatan Al-
38 A. Khusnul Hakim IMZI, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir: Kumpulan Kitab-Kitab
Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, hal. 220
39
Ahmad Al-Mursi Husein Jauhar, Al-Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi:
Imam Al-Ashr, (Kairo: Nahdhoh, 1990), hal. 217
111
Qur‟an dan menyampaikan ide-ide keimanan kepada para pembaca
dan pendengar. Oleh karena itu, kitab ini tidak ditulis dengan gaya
bahasa pidato dan tidak ditulis pula dengan gaya karya tulis ilmiah,
melainkan ditulis dengan gaya bahsa ceramah dari seorang guru di
hadapan para murid dan pendengarnya yang beragam tingkat
pendidikan maupun beragam status.
Asy-Sya‟rawi memandang bahwa Al-Qur‟an sebagai kitab
petunjuk yang mempunyai kedudukan yang berbeda dari kitab-kitab
yang telah diturunkan Allah kepada para Nabi sebelumnya yaitu
Taurat, Zabur dan Injil. Menurut Asy-Sya‟rawi, kitab-kitab sebelum
Al-Qur‟an hanya berfungsi sebagai ajaran saja, tidak yang lainnya.
Sedangkan Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
memiliki dua fungsi yaitu sebagai ajaran dan berfungsi sebagai
mukjizat. Adapun mukjizat para Nabi sebelumnya diberikan Allah
terpisah dari kitab yang menjadi ajarannya. Atas dasar kerangka
berfikir demikian, penafsiran Asy-Sya‟rawi tidak akan terlepas
untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman bahwa Al-Qur‟an
merupakan ajaran sekaligus mukjizat. Asy-Sya‟rawi
merealisasikannya dalam menafsirkan Al-Qur‟an dengan berbagai
langkah atau metode penafsiran sebagai media untuk sampai pada
gagasan utamanya.
Ketika menafsirkan Al-Qur‟an, asy-Sya‟rawi berpegang pada
dua aspek, yaitu: Pertama, komitmen kepada Islam yang
dianggapnya sebagai metode dan landasan memperbaiki kerusakan
yang diderita umat Islam saat ini, terutama dalam bidang pemikiran
dan keyakinannya. Kedua, modernisasi, dimana asy-Sya‟rawi
112
menganggap atau mengikuti perkembangan saat ini, sehingga
tafsirannya bisa dikatakan bercirikan modern.40
b. Metode Tafsîr asy-Sya‟râwî
Pada umumnya para mufassir menggunakan metode yang tidak
terlepas dari empat metode penafsiran, yaitu tahlilî, ijmalî, muqaran
dan maudhû’î. Adapun metode yang dipakai asy-Sya‟rawi dalam
penafsirannya adalah metode tahlilî yaitu menjelaskan kandungan
makna ayat-ayat Al-Qur‟an dari berbagai aspeknya, dengan
memperhatikan urutan ayat sebagaimana yang tercantum dalam
mushaf.
Langkah-langkah yang dilakukan asy-Sya‟rawi telah sesuai
dengan ciri-ciri kitab tafsir yang menggunakan metode tahlîlî, yaitu
menjelaskan kosa kata dan lafadz, menejelaskan arti yang
dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat yaitu unsur
i’jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan
istinbath dari ayat, serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan
relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya (munasabat al-
ayat wa al-suwar), dengan merujuk kepada asbab al-nuzul, hadis-
hadis Rasulullah saw, riwayat sahabat dan riwayat tabi‟in.41
Namun di sisi lain, tafsir ini juga menggunakan metode
gabungan antara tahlîlî dan maudhû’î (tematik), di mana dibahas
berdasarkan tema bahasan. Dengan kata lain, Asy-Sya‟rawi
menggunakan metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang
40 Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsîr Asy-Sya’râwî: Studi Analisis Terhadap
Ayat-ayat Kauniyah, hal. 129
41
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 154
113
ditafsirkan itu dan menerangkan makna-makna yang tercangkup di
dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan penafsir serta
urutan bacaan yang terdapat dalam Al-Qur‟an Mushaf Utsmani,
kemudian menjelaskan dengan metode dan pendekatan maudhû’î
(tematik) yaitu membahas ayat-ayat Al-Qur‟an dalam sebuah tema
yang teratur.42
c. Corak Tafsîr asy-Sya‟râwî
Mengenai corak penafsiran dalam kitabnya, asy-Sya‟rawi
mengikuti mufassir sebelumnya yaitu Muhammad Abduh yang
dikenal sebagai mufassir yang mempelopori pengembangan tafsir
yang bercorak adab ijtima’i43
atau tafsir yang berorientasi pada
sastra, budaya dan kemasyarakatan di Mesir. Karena itulah
penafsiran asy-Sya‟rawi penuh dengan pemahaman kebahasaan,
fiqih, al-Lughâh dan i’jâz lughâwi, di mana penalarannya berbeda
dengan mufassir lainnya. Namun yang lebih menonjol dari corak
tafsîr asy-Sya‟râwî adalah sisi ijtima‟nya atau sosialnya.44
Melalui penafsirannya ini, asy-Sya‟rawi mengemukakan
pemikirannya tentang pendidikan. Perhatiannya yang besar
ditunjukkan untuk memberi solusi, bukan hanya berbagai problem
masyarakat muslim, tetapi juga problem pemerintahan. Asy-
Sya‟rawi dalam penafsirannya bisa dikatakan sorang reformer dan
42 M. Quraisy Shihab, Sejarah dan ‘Ulumul Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2001), hal. 172
43
M. Quraisy Shihab menjelaskan bahwa tafsir yang bercorak adabi ijtima’i adalah
tafsir yang menitikberatkan penjelasan ayat-ayat Al-Qur‟a pada segi ketelitian redaksi Al-
Qur‟an, kemudian menyusun kandungan yat-ayat tersebut dalam suatu redaksi yang indah
dengan menonjolkan tujuan diturunkannya Al-Qur‟an yaitu sebagai petunjuk dalam
kehidupan, lalu menggandengakan pengertian ayat-ayat tersut dengan hukum-hukum alam
yang berlaku dalam masyarakat dan pengembangan dunia.
44
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 155
114
pejuang, meskipun ia tida melalaikan pendapat ulama-ulama tafsir
sebelumnya. Dia juga komitmen menjelaskan akidah umat dan
akhlak, mengingatkan penafsiran dengan kehidupan manusia dan
aktifitasnya. Memberikan mereka petunjuk dengan metode
pendidikan. Oleh sebab itu, Ali Iyazi mengatakan corak tafsir asy-
Sya‟rawi adalah tarbâwi (pendidikan) dan ishlâhi (reformasi).
Di sisi lain, asy-Sya‟rawi merupakan penafsir yang
mementingkan dan memperhatikan konsep relasi antar ayat-ayat Al-
Qur‟an dengan realitas ilmiah (al-haqâiq al-‘ilmiyyah). Menurutnya,
ide-ide ilmiah sangat tidak sesuai dengan Al-Qur‟an apabila hanya
sebatas ide, ia menjadi benar dan memiliki keselarasan dengan Al-
Qur‟an ketika sudah menjadi kenyataan.45
d. Sumber Tafsîr asy-Sya‟râwî
Tafsîr asy-Sya‟râwî merupakan kitab tafsir yang menggunakan
tafsir bi al-ma’tsur. Adapun kategori tafsir bi al-ma’tsur adalah
penafsiran Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an, penafsiran Al-Qur‟an
dengan riwayat, penafsiran Al-Qur‟an dengan qaul as-shahâbah wa
tabi’în.46
Di sisi lain, tafsirnya juga menggunakan tafsir bi al-ra’yi,
karena ayat-ayat yang dijadikan sumber penafsiran adalah hasil
ijtihad asy-Sya‟rawi, di mana ayat-ayat Al-Qur‟an dan Sunnah itu
dianggap dapat menjadi penjelas terhadap ayat Al-Qur‟an yang
sedang disajikan, bukan berdasarkan informasi riwayat, bahwa ayat-
ayat Al-Qur‟an dan Sunnah tersebut menjadi penjelasnya.
45 Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsîr Asy-Sya’râwî: Studi Analisis Terhadap
Ayat-ayat Kauniyah, hal. 133
46
Muhammad Husein Adz-Dzahabi, At-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, Terj. Nabhani
Idris, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hal. 145
115
Penafsiran bi al-ra’yi ini mempunyai peranan penting bagi
corak tafsir „ilmi (saintifik) yang dilakukan asy-Sya‟rawi pada
penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an. Penafsiran ilmiah yang dilakukan
asy-Sya‟rawi banyak berasal dari penalaran ilmiah asy-Sya‟rawi,
yang pada awalnya karena kecintaan asy-Sya‟rawi terhadap ilmu
pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu umum.
Berkaitan dengan sumber ilmiah penafsiran asy-Sya‟rawi, pada
awalnya berasal dari permintaan ayahnya untuk dibelikan buku-buku
literatur termasuk buku-buku umum. Dari buku-buku itulah asy-
Sya‟rawi mulai mempelajari ilmu umum dan sains. Selain itu,
wawasan tentang ilmu umum terus bertambah karena kecintaannya
terhadap ilmu pengetahuan. Namun, meskipun penafsiran asy-
Sya‟rawi dikatakan sebagai penafsiran modern, tetapi tetap saja
ukuran modernnya sampai terbatas pada waktu kitab ini disusun.47
e. Karakteristik Tafsîr asy-Sya‟râwî
Adapun Karakteristik penafsiran Asy-Sya‟rawi adalah sebagai
berikut48
:
1) Sangat memperhatikan kebahasaan dan arti kosa kata. Sering kali
beliau menganalisa arti kosa kata ayat per ayat dengan
menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan tanpa mengurangi
konsentrasi pembaca pada pesan-pesan hidayah Al-Qur‟an. Asy-
Sya‟rawi meyakini bahwa Al-Qur‟an mempunyai kesatuan tema
yang saling berkaitan antara satu ayat dengan ayat yang lain,
47 Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsîr Asy-Sya’râwî: Studi Analisis Terhadap
Ayat-ayat Kauniyah, hal. 139
48
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 155
116
yang ada di beberapa surah hanya untuk menjelaskan makna yang
dikandung oleh ayat tersebut.
2) Dalam ayat-ayat yang berisi pesan-pesan akidah, asy-Sya‟rawi
yang mengikuti aliran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah
menggunakan berbagai cara, baik dalam bentuk penjelasan dan
argumen dari dalil dalil maupun dialog yang dianggap logis dan
ilmiah untuk memantapkan akidah dan tauhid serta mengajak
manusia untuk kembali ke jalan Allah. Beliau menjawab semua
tuduhan-tuduhan yang diarahkan orang-orang musyrik yang
dianggapnya menyesatkan orang Islam dan menjelaskan
kebohongan-kebohongan mereka.
3) Sangat memperhatikan mukjizat ilmiah. Asy-Sya‟rawi
menganggap sangat penting untuk mengaitkan penafsiran dengan
penemuan-penemuan modern yang sudah mapan, sehingga beliau
mengarang buku yang berjudul “Mukjizat Al-Qur‟an” dalam tiga
jilid. Beliau menjelaskan dalam bukunya bahwa mukjizat ilmiah
adalah mukjizat Al-Qur‟an yang paling menonjol untuk orang-
orang yang hidup pada era saat ini yaitu era teknologi. Tafsir ilmi
dianggap mengungguli sisi-sisi mukjizat Al-Qur‟an lainnya.
Namun demikian, asy-Sya‟rawi tidak mau mengaitkan penafsiran
dengan teori-teori ilmiah yang belum mapan. Beliau yakin Al-
Qur‟an bukan kitab ilmu pengetahuan, tetapi kitab petunjuk,
ibadah dan hidayah bagi manusia.49
49 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 157
117
f. Sistematika Tafsîr asy-Sya‟râwî
Tafsîr asy-Sya‟râwî dimulai dengan pendahuluan sebanyak 30
halaman, penjelasan tentang arti al-Isti’adzah, susunan ayat-ayat Al-
Qur‟an, baru kemudian menafsirkan surat Al-Fatihah. Adapun
sistematika penulisan Tafsîr asy-Sya‟râwî adalah sebagai berikut:
1) Menyebutkan arti surah, nama dan hikmah dinamakannya surat
tersebut.
2) Menyebutkan urutan ayat berdasarkan turunnya.
3) Menyebutkan ruang lingkup isi surah tersebut secara global.
4) Menyebutkan asbab an-nuzûl (jika ada).
5) Membahas dan menafsirkan ayat demi ayat dan mengaitkannya
dengan ayat lain yang memiliki keterkaitan dengan tema, karena
menurut asy-Sya‟rawi ada kesatuan.50
3. Identifikasi Ideologis Muhammad Mutawalli Asy-Sya‟rawi
Asy-Sya‟rawi dalam menafsirkan ayat-ayat akidah mengikuti
aliran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah atau madzhab Sunni dengan
menggunakan berbagai cara, baik dalam bentuk penjelasan dan
argumen dari dalil-dalil maupun dialog yang dianggap logis dan ilmiah
untuk memantapkan akidah dan tauhid, serta mengajak manusia untuk
kembali ke jalan Allah. Asy-Sya‟rawi menjawab semua tuduhan-
tuduhan yang diarahkan orang-orang musyrik yang dianggapnya
menyesatkan orang Islam dan menjelaskan kebohongan-kebohongan
mereka.
Kecenderungan asy-Sya‟rawi pada tafsir tidak menjadikannya lupa
dengan kepiawaiannya dalam mengambil kesimpulan hukum fiqih atas
50 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 158
118
realita kehidupan, sehingga tidak jarang ia mengeluarkan hukum
berdasarkan dalil syar‟i yang sangat logis. Asy-Sya‟rawi memiliki
kontribusi dalam bidang fiqih, kendati jalan pikiran yang ditempuhnya
terkadang tidak seiring dengan pemikiran para ulama lain, seperti
sikapnya yang mengharamkan pencangkokan tubuh manusia.51
51 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, hal. 159
119
BAB IV
Analisis Penafsiran Ayat-ayat Tentang Konsep Konservasi Flora dan
Fauna dalam Kitab Tafsîr asy-Sya’râwî
A. Penafsiran Ayat-ayat Tentang Anjuran Melakukan Konservasi
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk
Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan” (QS. Al-
Baqarah [2]: 205).
Sebagaimana ayat di atas dijelaskan di dalam kitab Tafsîr Asy-
Sya’râwî bahwa sebelum ada campur tangan manusia, bumi diciptakan
manusia dalam keadaan tertata rapi, kerusakan di bumi akibat ulah
perbuatan manusia dalam mengolah kehidupan yang tidak dibimbing
dengan iman. Makhluk selain manusia tidak mempunyai manhaj, tapi dia
diciptakan dengan insting untuk menjalankan tugasnya. Seekor binatang
misalnya tidak pernah berontak di saat ditunggangi dan tidak pernah
mogok membawa beban yang berat, atau minta tolong ketika membajak
sawah, hingga saat dipotong sekalipun dia tidak enggan. Karena demikian
mereka (hewan) diciptakan dengan insting untuk melaksanakan tugas yang
bermanfaat tanpa ikhtiar. Meskipun sewaktu waktu dia enggan,
disebabkan sesuatu hal seperti sakit.1
Manusia yang berbuat ikhtiar harus memakai manhaj “berbuat atau
tidak berbuat”. Bila konsisten dengan manhaj ini, kehidupan akan berjalan
stabil, bila tidak maka kehidupan akan rusak. Ayat di atas
mengindikasikan bahwa kerusakan itu membutuhkan aksi dan pekerjaan,
1 Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr asy-Sya‟râwî, (Kairo: Akhbâr al-
Yaum, 1991), Juz II, hal. 649
120
dan cara yang paling sederhana merawat alam dan makhluk di bumi ini
(selain manusia) adalah membiarkannya hidup dan berkembang biak apa
adanya sesuai sesuai dengan kodratnya, niscaya dia akan berkembang
dengan sempurna sesuai dengan yang diharapkan. Pada dasarnya bumi
beserta apa yang ada di atasnya hidup dalam keadaan baik dan alami.
Maka bila manusia tidak berusaha untuk menambah kebaikan, jangan pula
untuk merusaknya. Allah tidak menyukai kerusakan, karena semua yang
diciptakan-Nya sudah baik.2
B. Penafsiran Ayat-ayat Tentang Konservasi Flora (Tumbuhan)
1. Ayat Tentang Bercocok Tanam (Bertani)
Cara mensyukuri amanat yang dipercayakan Allah kepada manusia
adalah dengan memelihara, mengolah, mengembangkan dan
memanfaatkan kekayaan alam. Karena tumbuh-tumbuhan merupakan
salah satu unsur yang sangat penting dalam menunjang kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satu konsep konservasi
flora yang telah disyaratkan oleh Allah SWT adalah agar manusia
melaksanakan upaya pertanian, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka
adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami
keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka
makan.Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan
anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya
mereka dapat Makan dari buahnya, dan dari apa yang
2 Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr asy-Sya‟râwî, Juz XI, hal. 649
121
diusahakan oleh tangan mereka. Maka Mengapakah mereka tidak
bersyukur?” (QS. Yasin [36]: 33-35).
Di dalam kitab Tafsîr Asy-Sya’râwî menjelaskan bahwa tanda
kebesaran Allah yang disebutkan pada ayat di atas dapat dilihat oleh
setiap manusia dan mereka dapat merasakan dan memanfaatkannya.3
Kita menyaksikan bahwa tanah yang gersang, kemudian disirami air
hujan, maka dari dalam tanah itulah akan tumbuh beragam tumbuh-
tumbuhan. Oleh karena itu, hendaklah manusia mengambil pelajaran
dari apa yang ia lihat.
Termasuk tanda-tanda yang besar dan
menunjukkan kesempurnaan kekuasaan dan keesaan Allah adalah
bumi yang besar ini. Bumi ini kering dan tandus tanpa adanya
tumbuhan dan pohon, lalu Kami menghidupkannya dengan hujan.4
Para ulama tafsir berkata: “Matinya bumi adalah tandusnya dan
menghidupkannya dengan hujan”. Jika Allah menurunkan hujan
kepada bumi, maka bumi bergerak (bereaksi) dan menumbuhkan tiap
jenis makhluk hidup yang indah. Itulah sebabnya Allah berfirman:
“dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka
makan”. Kami keluarkan dengan hujan itu bermacam-macam biji-
bijian agar menjadi makanan bagi mereka dan agar mereka hidup.5
Tanda ini merupakan bukti kekuasaan Allah di alam semesta yang
disebut juga dengan ayat kauniyah. Selain sebagai tanda kekuasaan
Allah untuk menghidupkan yang mati, maka hidupnya kembali tanah
yang gersang dan mengeluarkan beraneka ragam tumbuh-tumbuhan
adalah sebagai bahan makanan untuk makhluk hidup di atasnya.
Sekalipun yang tumbuh dari dari dalam tanah itu rumput-
rumputan yang tidak dapat dimakan, maka fungsi rerumputan itu
3 Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr asy-Sya‟râwî, Juz XI, hal. 295
4 Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsîr asy-Sya‟râwî, Jilid XI, hal. 296
5 Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, Shâfwatut Tafâssîr, Terj. KH. Yasin, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2011), Cet. I, Jilid III, hal. 336
122
untuk menghijaukan permukaan bumi. Hal tersebut membuat
pandangan jadi redup dan indah, dan dapat pula dimanfaatkan oleh
hewan sebagai makanan bagi mereka. Jadi, ada tumbuh-tumbuhan
yang dapat kita konsumsi secara langsung seperti sayur-sayuran, akan
tetapi ada pula yang mengonsumsinya secara tidak langsung seperti
rerumputan yang dimakan oleh hewan ternak dan lain-lain, kemudian
dari daging binantang itu kita makan.
Pada ayat selanjutnya Allah menyebutkan buah kurma dan anggur
secara khusus:
....
“Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur....”
Kurma dan anggur merupakan buah yang sangat penting bagi
bangsa Arab pada saat itu. Keduanya sebagai makanan pokok dan juga
sebagai buah-buahan yang dimakan di waktu istirahat. Suatu isyarat
yang sangat menarik dalam penyebutan ayat ini bahwa Allah ketika
menyebutkan pohon kurma, maka Allah tidak menyebut nama
buahnya yaitu tamar, akan tetapi menyebutkan pohonnya nakhil.
Sedangkan ketika menyebutkan buah anggur yang disebutkan buahnya
yaitu „inâb, bukan pohonnya yaitu karam.6
Asy-Sya’rawi mengatakan bahwa para ulama tedahulu mencoba
mendalami makna dari ayat ini, sehingga mereka sampai pada suatu
kesimpulan bahwa disebutkan nama pohon pada kurma, bukan nama
buahnya, karena seluruh bagian dari pohon itu sangat bermanfaat bagi
kehidupan umat manusia. Dari batangnya yang bisa dijadikan tiang
rumah dan pelepahnya dijadikan atap. Adapun pohon anggur, setelah
diambil buahnya, maka pohonnya tidak lagi dimanfaatkan. Jadi Allah
6 Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsîr asy-Sya‟râwî, Terj. Tim Safir al-
Azhar Mesir (Medan: Duta Azhar, 2011), Cet. I, Jilid 11, hal. 297
123
menyebutkan dalam ayat ini sesuatu yang sangat besar manfaatnya
bagi kehidupan manusia.
Al-Qur’an memberikan isyarat tentang perlunya memberi
perhatian dan usaha sungguh-sungguh, agar hasil pertanian terus
bertambah dan baik sebagai akibat dari keterlibatan manusia dalam
mengolahnya.7 Di dalam Tafsîr al-Munîr dikatakan bahwa
diciptakannya sawah atau ladang adalah agar manusia dapat mengolah
tumbuh-tumbuhan melalui sawah atau ladang.8
Menurut Al-Qur’an, dari berbagai aspeknya bercocok tanam dari
bertani adalah alasan mengapa manusia bereksistensi di muka bumi.
Proses inilah yang menyediakan makanan bagi manusia, baik secara
fisik maupun spiritual. Islam telah memberi warna tersendiri dalam
perkembangan pola bercocok tanam. Baik dalam Al-Qur’an mupun
hadis, sama-sama menganjurkan umat Islam untuk bercocok tanam
dengan menanami lahan dan menjadikannya sebagai kawasan yang
produktif.9
2. Ayat Tentang Ihyâ‟ al-Mawât (Menghidupkan Lahan yang Terlantar)
Ihyâ‟ al-mawât merupakan syariat dalam memakmurkan dan
memanfaatkan bumi untuk kepentingan kemaslahatan manusia baik
secara individu maupun kolektif. Semangat ini tercermin dengan
penguasaan dan upaya memberikan nilai pada sebuah kawasan yang
tadinya tidak mempunyai manfaat sama sekali (lahan kosong) menjadi
lahan produktif karena dijadikan ladang untuk ditanami buah-buahan,
7 M. Quraisy Shihab, Tafsîr Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 11, hal. 148
8 Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr: Fî al-„Akidah wa al-Syarî‟ah wa al-Manhaj,
Terj. Abu Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani,2013), Jilid 11, hal. 34
9 Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al-Qur‟an Tematik
(Tumbuhan), hal. 180
124
sayuran dan tanaman yang lain. Semangat ihyâ‟ al-mawât merupakan
anjuran kepada setiap muslim untuk mengelola lahan supaya tidak ada
kawasan yang terlantar (tidak bertuan) dan tidak produktif dan
merupakan petunjuk syariat secara mutlak.10
Mengenai pentingnya memanfaatkan tanah tandus agar menjadi
tanah yang subur, sebagaimana Allah berfirman:
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur
dengan seizin Allah dan tanah yang tidak subur, tanaman-
tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami
mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang
yang bersyukur” (QS. Al-A’raf [7]: 58).
Menurut asy-Sya’rawi, ayat di atas dapat dipahami dengan tiga makna:
Pertama, ayat alam yang kita lihat jelas di langit dan bumi. Kedua,
ayat suci Al-Qur’an. Ketiga, ayat yang merupakan mukjizat para
Nabi.11
Dalam Tafsîr asy-Sya’râwî dijelaskan bahwa ayat di atas mengenai
fenomena alam yang ada. Angin yang membawa awan dan diarahkan
pada daerah yang gersang. Tanah yang subur dan baik akan
menghasilkan pohon kecil yang tidak berubah. Negeri yang bagus
adalah negeri yang daerahnya subur dan tidak memerlukan kecuali
hanya sedikit air. Daerah yang gersang meskipun disirami air, tidak
10 Onrizal, Ayat-ayat Konservasi (Menghimpun dan Menghidupakn Khazanah Islam
Dalam Konservasi Hutan Leuser), hal. 56
11
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Terj. Tim Safir al-
Azhar Mesir, Jilid 4, hal. 698
125
akan menghasilkan kecuali setelah diberi berbagai macam obat dan
pupuk. 12
Allah mengkiaskan masalah ini dengan hari berbangkit dan
penyebaran agama. Nabi saw bersabda:
عن النب صلى الل عن أب موسى مثل م ب عثن الل بو من عل و لسل، كمثل الغ ث الكثير أص ه نق ة، بلت الهدى لالعل ب أرض ، فك ن من
ء، ه أج دب، أمسكت الم ء، فأن بتت الكل لالعشب الكثير، لك نت من
الم
ه ط ئفة أخرى، إ ف ن فع الل ب الن س، فشربوا لسقوا لزرعوا، لأص بت من ن ، ىي ع ن لا تسك م ء للا ت نبت كل، فذلك مثل من ف قو ف دين الل، لمثل من ل ي رفع بذلك رأس ، لل ي قبل لعل لن فعو م ب عثن الل بو ف عل
13)رله البخ ري( سلت بو الذي أر ىدى الل
“Dari Abi Musa bahwa Nabi saw bersabda: Permisalan petunjuk
dan ilmu yang Allah SWT mengutusku dengannya adalah
bagaikan ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah.
Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak.
Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa
menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka
dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk
banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum
dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan
ternaknya dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis
tanah ketiga adalah tanah qi‟an (tanah yang tidak bisa
menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah pemisalan orang
yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang
Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran
Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah
orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia
12 Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Terj. Tim Safir al-
Azhar Mesir, Jilid 4, hal. 699
13
Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar
Thurûq an-Najâh, 1422 H), Juz 1, hal. 20
126
tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk
membawanya” (HR. al-Bukhari).
Tanah yang baik dan subur itu akan mengeluarkan tanaman-
tanamannya, melimpah manfaatnya dengan kehendak Allah dan
kemudahan dari-Nya. Ibnu Abbas berkata: “Ini adalah perumpamaan
yang dibuat Allah kepada orang mukmin dan kafir. Orang mukmin
adalah baik dan amalannya baik. Sedangkan orang kafir adalah jelek
dan perbuatannya juga jelek, seperti tanah yang mengandung garam
dan bebatuan yang tidak ada manfaatnya”.14
Tumbuhan itu tumbuh dengan sangat mengagumkan karena
mendapat anugerah khusus dari Allah, serta diizinkan untuk meraih
yang terbaik. Berbeda dengan yang lain, yang hanya diperlakukan
dengan perlakuan umum yang berkaitan dengan hukum-hukum alam
yang menyeluruh. Pada tanah yang subur, tentulah bersemi tumbuh-
tumbuhan dengan mudah dan cepat serta hasilnya pun sangat bagus
dengan kualitas yang baik. Sebaliknya, di bumi yang berbatu dan
gersang, tanaman dan buah-buahan tentulah sukar bisa tumbuh dengan
baik. 15
3. Ayat Tentang Larangan Mengeksploitasi Tumbuhan Secara
Berlebihan
Allah melarang manusia untuk mengeksploitasi tumbuhan secara
berlebihan, sebagaimana dalam firman-Nya:
14 Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwatut Tafâssîr, Terj. KH. Yasin, Cet. I,
Jilid II, hal. 316
15
M. Quraisy Shihab, Tafsîr al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
Vol. 4, hal. 149
127
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari
buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kamu berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan” (QS. Al-An’am [6]: 141).
Firman Allah Swt.: “Dialah yang menjadikan”, bermakna
menciptakan sesuatu dari yang tidak ada tanpa sampel sebelumnya,
karena tidak ada pencipta selain-Nya. Kata “kebun-kebun”,
menunjukkan tempat yang ditumbuhi berbagai jenis tanaman dan
buah-buahan yang dapat dikonsumsi. Kata jannah (kebun) adalah
tempat yang dipenuhi oleh tumbuhan yang besar, tinggi, rindang,
berbuah lebat, dan berdahan yang banyak hingga dapat menutupi dan
menaungi orang yang ada di dalamnya.16
Di dalam kebun terdapat
berbagai unsur yang penting dalam kehidupan yaitu makanan, buah-
buahan, air, sayuran, ternak dan berbagai macam kesenangan yang
16 Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Terj. Tim Safir al-
Azhar Mesir, Jilid 4, hal. 511
128
lain. Kebun di sebut juga dengan rumah agung, karena dilengkapi
dengan seluruh fasilitas atau diistilahkan dengan istana karena segala
keperluan terdapat di dalamnya.
Kata “merambat”, dasarnya adalah menjunjung.
Karena „Arsy menunjukkan suatu tempat yang tinggi. Maksud dari
kata ma‟rûsyat adalah tanaman merambat sejenis anggur yang jatuh
ke tanah karena buahnya yang banyak. Untuk itu tanaman ini perlu
ditopang kayu, karena dahannya lemah dan panjang hingga tidak
cukup kuat untuk berdiri. Ada juga jenis yang dapat berdiri sendiri
yang disebut dengan anggur bumi. Tumbuhan yang tidak punya dahan
dan menjalar di bumi seperti buah cery, semangka dan kusah, untuk
menambahkan hasil produksinya kita buatkan kayu penyangga.17
Pada lafadz ayat:
“Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya
(dengan dikeluarkan zakatnya)....” (QS. Al-An’am [6]: 141).
Tidak diragukan lagi bahwa istiqamah dalam akidah berupa keimanan
terhadap Allah membutuhkan dalil. Karena manfaat iman lebih utama
dari sekadar manfaat makanan. Makanan hanya bermanfaat selama
manusia masih hidup, namun iman akan memeberikan pahala yang
abadi dan nikmat yang kekal.18
17 Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Terj. Tim Safir al-
Azhar Mesir, Jilid IV, hal. 511
18
Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Jilid IV, hal. 511
129
Lafadz “makanlah buahnya bila sudah
matang dan masak”. Ayat ini menunjukkan suatu kebolehan memetik
buah sebelum masak, jika tidak menimbulkan bahaya. Buktinya
banyak orang yang senang makan jagung bakar yang masih muda dan
belum masak.19
Lafadz “Dan tunaikanlah haknya di
hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)”. Asy-Sya’rawi
megatakan bahwa sebagian mufassir berpendapat ayat di atas khusus
berkenaan dengan tanaman yang dipanen secara musiman. Adapun
hasil tanaman yang dipanen setiap saat, maka tidak termasuk konteks
ayat seperti buah-buahan. Namun Imam Hanafi menolak pendapat di
atas. Setiap buah yang tumbuh di atas bumi, maka wajib dizakati
sesuai dengan arahan teks. Sebab memanen di sini dipahami dari segi
bahasa, bukan kebiasaan.
Kata “Panen”, menurut bahasa artinya memotong pada
tangkai, kemudian buahnya diambil. Pada biji-bijian ditandai dengan
menguning atau matang ditangkainya.20
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”.
Kata al-Isrâf yaitu melampaui batas, dimengerti sebagai tindakan
yang berlebihan. hakikatnya, tindakan melampaui batas baik bersifat
19 Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya‟rawi, Jilid IV, hal. 512
20
Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya‟rawi, Jilid IV, hal. 513
130
menambahi atau mengurangi disebut mubadzir. Maka makna dari
lafadz “Janganlah berlebihan”, bisa dipahami: Pertama,
janganlah melampaui batas yang dibolehkan, walaupun dengan
melakukan maksiat kecil. Kedua, jangan terlalu kikir sampai memberi
fakir miskin sesuatu yang kurang dari semestinya.
Allah memberikan kepada manusia wewenang untuk mengatur
bumi, namun dipertegas bahwa kepemilikan tunggal bumi dan isinya
adalah kepunyaan Allah. Manusia boleh memanfaatkan bumi dan
seisinya untuk keperluan hidupnya, sebatas kewajaran dan tidak boleh
berlebihan. Karena alam ini milik Allah semata dan diperuntukkan
bagi makhluk yang ada di dalamnya, sebagaimana firman Allah:
“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-
keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-
makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya”
(QS. Al-Hijr [15]: 20).
Allah memberi rizki kepada makhluk penghuni bumi lainnya
selain manusia, yaitu tumbuhan. Dengan demikian di dalam bumi
terdapat hak makhluk lain. Manusia tidak boleh berlebihan dan
menghambur-hamburkan sumber daya alam hayati di bumi.21
Islam adalah agama yang seimbang. Islam membawa manusia
untuk berlaku adil, baik kepada manusia maupun dalam pemanfaatan
tumbuhan. Bahkan umat Islam juga disebut sebagai Ummatan
Wasatho yang bermakna umat yang bearada di tengah. Sehingga
dalam pemanfaatan tumbuhan sampai diatur sedemikian rupa bahwa
21 Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik
(Tumbuhan), hal. 17
131
tidak diperbolehkan memanfaatkan tumbuhan secara berlebihan
karena hal itu akan membahayakan bagi manusia generasi sekarang
dan generasi penerus.
Di antara konsep Islam tentang pemanfaatan alam adalah hadd al-
kifâyah (standar kebutuhan layak) yang menjelaskan pola konsumsi
manusia yang tidak boleh melebihi standar kebutuhan yang layak.
Pengelolaan alam dan pemanfaatannya harus dilakukan secara baik
dengan memperhatikan aspek keberlanjutan kehidupan, kelestarian
dan keseimbangan ekosistem, sehingga pemanfaatan alam tidak
dilakukan secara eksploratif dan eksploitatif secara berelebihan.22
Manusia diizinkan Allah untuk memakan rizki-Nya, namun
dalam memanfaatkannya ada aturan main yang harus dipegang oleh
manusia, salah satunya adalah tidak boleh memanfaatkannya dengan
tanpa batas dan tanpa aturan. Karena kerusakan lingkungan hidup
yang terjadi banyak disebabkan oleh gaya hidup manusia yang
konsumtif dan eksploitatif. Manusia belum begitu sadar akan dampak
yang diperbuat terhadap lingkungan hidupnya, dalam hal ini dampak
yang ditanggung oleh generasi berikutnya.23
Maka dari itu, prinsip moral hidup sederhana harus tertanam,
salah satunya adalah hidup berhemat yaitu bagaimana memanfaatkan
sumber daya alam dengan memperlihatkan dan mempertimbangkan
dampak yang ditimbulkannya. Inilah prinsip yang senantiasa
diharapkan dari manusia yaitu sikap adil dan moderat dalam konteks
keseimbangan lingkungan, tidak hiperbolis ataupun meremehkan.
22 Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Al-Qur‟an dan Isu Kontemporer I,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2015), hal. 300
23
Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik
(Tumbuhan), hal. 216
132
Sebab ketika manusia sudah bersikap hiperbolis24
, maka akan
cenderung menyimpang, lalai serta merusak.
Sikap adil, moderat, di tengah-tengah dan seimbang seperti inilah
yang diharapkan dari manusia dalam menyikapi setiap persoalan,
terutama dalam persoalan lingkungan hidup. Pada zaman sekarang ini,
campur tangan manusia terhadap lingkungan terlihat semakin
meningkat.Tindakan-tindakan mereka tersebut merusak keseimbangan
lingkungan serta keseimbangan antar elemen-elemennya. Terkadang
karena terlalu berelebihan dan terkadang pula terlalu meremehkan.
Seperti penggundulan hutan di berbagai tempat, (hutan merupakan
salah satu habitat dari flora), gangguan terhadap habitat secara global,
meningkatnya suhu udara, serta menipisnya lapisan ozon.25
C. Penafsiran Ayat-ayat Tentang Konservasi Fauna
1. Ayat Tentang Domestikasi Hewan
Hewan merupakan salah satu tanda keesaan dan kebesaran Allah
dan yang memahami hal tersebut hanyalah manusia yang
memikirkannya.26
Proses domestika hewan sangat berkaitan dengan
keberadaan hewan ternak yang telah banyak disebutkan di dalam Al-
Qur’an, tanpa menyebut kata “domestika” secara spesifik. Allah
memberikan gambaran bagaimana Dia telah memberi petunjuk dengan
menunjukkan hewan ternak. Tentunya hewan ternak dimulai dari suatu
proses penjinakan jenis tertentu dari kerabatnya yang liar. Semua
24 Hiperboles di sini maksudnya adalah berlebih-lebihan dan melewati batas
kewajaran.
25
Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta:
Kamil Pustaka, 2014), hal. 93
26
Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik (hewan),
hal. 25
133
hewan ternak dan semua proses penjinakannya merupakan anugerah
Allah yang Maha pengasih dan Maha Penyanyang.
Manusia melakukan proses domestika hewan dengan berbagai
alasan, di antaranya adalah untuk menjamin ketersediaan makanan
(seperti sayuran, padi, ayam peliharaan atau kambing) atau barang-
barang yang berharga (seperti wool, kapas atau sutra), untuk
membantu melancarkan pekerjaan (seperti transportasi), untuk
perlindungan bagi manusia dan ternak (seperti obat-obatan), sebagai
sarana penyaluran hobi (seperti burung berkicau), maupun untuk
mengahasilkan barang perhiasan. 27
Hewan-hewan peliharaan ini sangat berguna bagi manusia, baik
dalam kondisi hidup maupun mati. Saat mulai mengenal pertanian,
manusia mulai memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk tanaman.
Dalam kondisi mati, hewan-hewan ternak itu dimanfaatkan daging dan
organ lainnya, seperti kulit untuk pakaian, tulang atau tanduk untuk
mata panah, mata tombak dan jarum, lemak untuk bahan bakar lampu
minyak dan kuku untuk bahan lem. Beberapa manfaat hewan yaitu
sebagaimana terdapat dalam firman Allah:
“Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu,
padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai
manfaat, dan sebahagiannya kamu makan” (QS. An-Nahl [16]:
5).
Di dalam Tafsîr asy-Sya’râwî menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan dif‟u adalah kehangatan untuk menghilangkan rasa dingin.
Inilah yang dilakukan oleh pendingin udara (AC) pada rumah-rumah
modern. Kita temukan di sini bahwa Allah berbicara tentang
27 Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik (hewan),
hal. 394
134
kehangatan dan tidak berbicara tentang masalah dingin. Hal ini
dikarenakan lawannya dalam ayat lain:
“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang
telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat
tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang
memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang
memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah
menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri
(kepada-Nya)” (QS. An-Nahl [16]: 81).
Asy-Sya’rawi mengatakan inilah yang kita lakukan saat berjalan
di bawah terik matahari. Kita meletakkan payung di atas kepala untuk
melindungi diri dari panas matahari yang sangat menyengat.
Sedangkan pada waktu musim dingin, kita menggunakan topi atau
sesuatu untuk menutupi kepala dan badan kita. Demikianlah fungsi
pakaian yang melindungi tubuh dari panas matahari dan dari hawa
dingin. Tapi tentu dengan syarat bahwa manusia harus memilih
pakaian yang sesuai dengan cuaca tertentu.28
Binatang ternak memiliki banyak manfaat lainnya di antaranya
adalah anaknya, air susunya, juga untuk membuat keju dan lemak,
dapat memanfaatkan bulunya untuk ditenun menjadi pakaian hangat,
dagingnya untuk dimakan dan sebagai alat transportasi.29
Penjelasan
tentang jenis binatang ternak telah disebutkan pada ayat lain, “(yaitu)
28 Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Terj. Tim Safir al-
Azhar Mesir, Jilid VII, hal. 495
29
Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwatut Tafâsîr, Terj. KH. Yasin, Cet.I,
Jilid III, hal. 120
135
delapan binatang yang berpasangan” (QS. Al-An’am [16]: 143),
yaitu domba, kambing, unta dan lembu. Kehangatan dari bulu domba,
unta dan bulu kambing.
Asy-Sya’rawi mengatakan barangsiapa yang memperhatikan bulu
kambing, maka dia akan menemukannya terpisah-pisah, sedangkan
bulu unta menggempal dan bulu domba seluruhnya mengandung pipa-
pipa yang di tengahnya kosong. Inilah keagungan ciptaan Allah yang
dapat digunakan manusia sesuai kebutuhan.30
“Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika
kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu
melepaskannya ke tempat penggembalaan” (QS. An-Nahl [16]: 6).
Di dalam Tafsîr Asy-Sya’râwî menjelaskan bahwa melalui ayat di
atas Allah telah memberikan kepada manusia kemewahan di samping
kebutuhan pokok lainnya. Rasa hangat dan makanan adalah
kebutuhan pokok hidup, sedangkan kecantikan adalah kebutuhan
sekunder. Kecantikan adalah apa yang dilihat oleh mata hingga
menimbulkan rasa senang dalam jiwa. Kehangatan, manfaat dan
makan adalah hal-hal yang terbatas pada orang yang memiliki
binatang ternak. Tetapi kecantikan adalah sesuatu yang dinikmati oleh
seluruh manusia.31
Binatang ternak, manusia dapat memperoleh perhiasan dan
keelokan ketika mereka kembali di sore hari dari pengembalaan dan
ketika berangkat di pagi hari untuk mulai digembalakan. Keelokan
pemandangannya ketika sehat dan gemuk.32
Ketika melihat seekor
30 Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Jilid VII, hal. 495
31
Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî i, Terj. Tim Safir al-
Azhar Mesir, Jilid 7, hal. 496
32
Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwatut Tafâsîr, Terj. KH. Yasin, Cet. I,
Jilid III, hal. 120
136
kuda yang bagus atau lembu yang tumbuh dengan sehat, maka
manusia akan dapat melihat nikmat Allah yang diciptakan-Nya,
sehingga orang yang melihatnya menjadi senang. Coba perhatikan
lembu pada saat dilepaskan dan pada saat dikembalikan ke kandang.
Di desa sering disebut dengan “sarahat al-bahaim”33
.
2. Ayat Tentang Hak dan Etika Terhadap Hewan
Hubungan manusia dan hewan dimulai dengan peringatan.
Sebagai khalifah, manusia diperingatkan agar memperlakukan hewan
dengan baik. Al-Qur’an menjadikan hewan sebagai guru bagi manusia.
Al-Qur’an pun mengingatkan manusia bahwa hewan juga memiliki
nurani dan karenanya harus diperlakukan dengan baik. Manusia
dengan kemampuannya dapat menghindarkan hewan dari
penderitaannya dalam memenuhi kebutuhan manusia atau paling tidak
mengurangi penderitaan hewan. Begitupun dalam hal penggunaan
hewan sebagai objek percobaan, pemanfaatan daging atau bagian
tubuh hewan lainnya. Al-Qur’an telah memberikan acuan dan rambu-
rambu secara global.34
Konsep Islam tentang hak dan etika terhadap hewan sangat jelas,
misalnya bagaimana seharusnya manusia memperlakukan hewan yang
telah mempermudah kehidupannya, khususnya pada zaman dahulu
masyarakat Arab memperlakukan unta yang membantu mereka
membawa barang dalam perjalanan jauh dijelaskan dalam firman
Allah:
33 Sarahat al-Bahaim artinya binatang-binatang tersebut keluar dari kandangnya
untuk digembalakan dan mencari makan.
34
Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik (hewan),
hal. 425
137
“Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu
tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-
kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (QS. An-
Nahl [16]: 7).
Di dalam Tafsîr asy-Sya’râwî dijelaskan bahwa manusia dalam
kehidupannya berada antara dua kondisi yaitu dalam keadaan
perjalanan dan menetap (muqim). Dalam keadaan mukim, binatang
ternak memberikan kehangatan, makanan dan pakaian baginya.
Biasanya orang yang hidup sederhana dan miskin, selalu menetap di
suatu tempat. Tetapi orang kaya, sehari berada di Kairo dan pada hari
yang lain telah berada di Iskandaria atau Thantha, bahkan tak jarang
melakukan perjalanan ke luar negeri. Hal ini dapat dilakukan di zaman
yang penuh dengan transportasi modern.
Zaman dahulu, sarana transportasi sangat sulit. Tidak ada yang
dapat melakukan perjalanan jauh kecuali orang yang memiliki unta
yang sehat atau kuda yang kuat. Sedangkan orang yang hanya
memiliki keledai tua yang lemah tidak pernah berfikir kecuali untuk
melakukan perjalanan jarak pendek.35
“Dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal36
dan keledai, agar
kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan
Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya” (QS.
An-Nahl [16]: 8).
35 Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Jilid VII, hal. 498
36
Bagal yaitu peranakan kuda dengan keledai.
138
Di dalam Tafsîr asy-Sya’râwî dijelaskan bahwa bintang ternak
yang dapat digunakan sebagai alat transportasi atau sebagai hiasan
yang tidak dapat kita makan dagingnya. Seperti kuda, bagal dan
kedelai. Allah menjelaskan bahwa binatang-binatang ini dapat
digunakan sebagai kendaraan dan perhiasan, karena manusia berhias
dengan apa yang dikendarainya. Persis seperti anak-nak muda zaman
sekarang yang berhias dengan mobil mewah. Susunan ayat ini
menunjukkan adanya derajat dan tingkatan manusia. Setiap tingkatan
memiliki kendaraan yang sesuai untuk digunakannya. Kuda adalah
untuk orang-orang yang terpandang dan kaya. Derajat di bawahnya
mengendarai bagal dan orang yang tidak cukup untuk membeli kuda
atau bagal, hanya membeli keledai untuk digunakannya.37
Di dalam ayat di atas, membahas antara kuda dan keledai, Allah
meletakkan bagal di tengah, karena dia bukan sebuah jenis asli, akan
tetapi perpaduan akan keduanya. Allah memerintahkan buraq untuk
melayani Rasulullah saw. dan menjadikan angin sebagai pelayan Nabi
Sulaiman as. Jika mukjizat-mukjizat seperti itu telah terjadi pada para
Nabi, maka manusia diberi petunjuk untuk menciptakan sarana
transportasi yang banyak, mulai dari pedati yang ditarik oleh
binantang, hingga mobil, kereta api bahkan pesawat.
Islam juga mengajarkan kepada manusia untuk menyayangi dan
melestarikan kehidupan hewan. Di dalam Al-Qur’an Allah
menekankan bahwa Dia telah menganugerahi manusia wilayah
kekuasaan yang mencangkup segala sesuatu di dunia ini, sebagaimana
dalam firman Allah:
37 Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Jilid VII, hal. 499
139
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir” (QS. Al-
Jatsiyah [45]: 13).
Ayat di atas menjelaskan tentang penundukkan langit dan bumi.
Dipahami dalam arti semua bagian-bagian alam yang terjangkau dan
berjalan atas dasar satu sistem yang pasti kait-berkaitan dan dalam
bentuk konsisten. Allah menetapkan hal tersebut dari saat ke saat
mengilhami manusia tentang pengetahuan fenomena alam yang dapat
mereka manfaatkan untuk kemaslahatan dan kenyamanan hidup
manusia. Allah menundukkan semua untuk manusia agar dia tunduk
kepada yang ditundukkan itu, tetapi hanya kepada yang menundukkan.
Dengan demikian, ayat di atas tidak sama sekali meligitimasi
manusia untuk berbuat semaunya dan sewenang-wenangnya kepada
makhluk-makhluk hidup lainnya.38
Manusia tidak pula memiliki hak
terbatas untuk menggunakan alam sehingga merusak keseimbangan
ekologisnya. Islam tidak membenarkan manusia untuk
menyalahgunakan binatang untuk tujuan tertentu, misalnya untuk
tujuan olahraga maupun sebagai objek eksperimen sembarangan.39
Al-Qur’an sudah mengingatkan manusia tentang beberapa hal yang
harus dijadikan pertimbangan dalam memanfatkan hewan, salah
satunya dengan usaha konservasi hewan. Dalam kaitan produk hewan
ternak dan hewan liar Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia boleh
38 Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Terj. Tim Safir al-
Azhar Mesir,Jilid 12, hal. 346
39
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Terj. Tim Safir al-
Azhar Mesir,Jilid 13, hal. 405
140
memanfaatkan semua bagian tubuh hewan ternak. Di sisi yang lain
Rasulullah saw. melarang pemanfaatan kulit hewan liar, meskipun
untuk sekedar dijadikan alas lantai atau alas pelana jika aturan ini
ditaati oleh semua orang, maka pembunuhan sia-sia terhadap beberapa
jenis hewan liar demi meraih keuntungan semata niscaya tidak terjadi
lagi. 40
Ayat di atas mengingatkan umat manusia bahwa Sang Pencipta
telah menjadikan semua yang ada di bumi ini termasuk hewan, sebagai
salah satu amanah yang harus dijaga. Allah adalah pemiliknya, yang
lantas memberikannya kepada manusia sebagai rahmat dari-Nya.
Karena itulah Allah mengingatkan bahwa manusia harus
mempertanggung jawabkan perbuatannya terhadap apa yang diberikan-
Nya di dunia ini, kelak kemudian hari.41
Dengan demikian, Al-Qur’an menuntun manusia untuk membalas
jasa yang diberikan hewan dengan memperlakukan hewan sebaik
mungkin, tidak menyakiti maupun merendahkannya. Manusia wajib
berinteraksi dengan hewan peliharaan mereka menurut cara-cara yang
dibenarkan, karena mereka juga ciptaan Allah. Maka sudah menjadi
kewajiban alamiah manusia untuk memenuhi hak-hak mereka (hewan)
dengan menjaganya dari segala kerusakan, memanfaatkannya dengan
tetap menjaga martabatnya sebagai ciptaan dari Allah dan
melestarikannya dengan sebaik mungkin.42
40 Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik (hewan),
hal. 427
41
Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr: Fî al-„Akidah wa al-Syarî‟ah wa al-Manhaj,
Jilid 7, hal. 13
42
M. Quraisy Shihab, Tafsîr Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
Vol. 13, hal. 232
141
3. Larangan Membunuh Hewan Sembarangan
Dalam rangka mengajak manusia untuk menyayangi semua
makhluk, Nabi Muhammad saw. mengaitkannya dengan pahala.
Dikatakan oleh Nabi saw bahwa Tuhan yang Maha Penyayang akan
memberikan kasih sayang-Nya kepada orang yang penyayang. Jika
seseorang menunjukkan kasih sayang kepada semua makhluk yang ada
di muka bumi, maka Allah SWT yang singgasana-Nya berada di langit
akan mencurahkan kasih sayang kepadanya.43
Selain itu Nabi saw. juga mengajarkan bahwa perlakuan dan
tindakan manusia terhadap hewan akan menentukan nasibnya di akhirat
nanti, sebagaimana Nabi saw. bersabda:
هم أن رسو الل صلى الل عل و لسل عن عبد الل بن عمر رضي الل عن ه حت م تت فدخلت ف ه الن ر لا ىي عذبت امرأة ف ى رة سجنت
ه تأكل من خش ش الأرض ه للا ىي ت ركت ه إذ حبست ه للا سقت أطعمت 44)رله البخ ري(
“Dari „Abdullah bin Umar ra, bahwa sesungguhnya Rasulullah
saw bersabda: “Seorang wanita disiksa Allah (pada hari kiamat)
lantaran mengurung seekor kucing sehingga kucing itu mati.
Karena itu Allah SWT memasukannya ke neraka. Kucing itu
dikurungnya tanpa diberi makan dan minum, dan tidak pula
dilepaskannya supaya kucing-kucing itu makan serangga-
serangga bumi (dengan sendirinya)” (HR. Bukhari).
Nabi Muhammad saw. melarang umatnya melakukan hal-hal
kejam kepada hewan, salah satu di antaranya adalah larangan untuk
membunuh hewan tanpa tujuan yang dibenarkan oleh syari’at Islam.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
43 Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik (hewan),
hal. 429
44
Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 4, hal.
176
142
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh
binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di
antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya
ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan
buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil
di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah
atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi Makan
orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan
yang dikeluarkan itu, supaya Dia merasakan akibat buruk dari
perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan
Barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan
menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan
untuk) menyiksa”. (QS. Al-Maidah [5]: 95).
Ayat di atas turun pada tahun Hudaibiyyah. Allah menguji mereka
dengan binatang buruan yang liar yang membahayakan perjalanan
mereka. Sekiranya mereka menghendaki dapat memburunya dengan
tangan mereka atau dengan tombak mereka, akan tetapi yang demikian
adalah diharamkan bagi mereka. Di dalam tafsir al-Bahr al-Muhith
dijelaskan bahwa binatang buruan itu adalah yang hidup di tengah-
tengah orang Arab dan dagingnya sering dinikmati oleh mereka.
Bintang itu juga berbulu dan berbentuk elok.45
Ayat di atas maksudnya adalah janganlah kamu membunuh
binatang jika kamu telah berihram, baik untuk ihram untuk haji
45 Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwatut Tafâssir, Cet. I, Jilid II, hal. 100
143
maupun umrah atau keduanya sekaligus. Seandainya kamu tidak
berihram, maka kamu juga tidak diperbolehkan untuk membunuh
binatang, karena kamu berada pada daerah haram. Allah telah
menjadikan haram dalam dua bentuk: haram waktu dan haram
tempat.46
“barang siapa yang membunuh dengan
sengaja”, Allah mengaitkan pemburuan tersebut dengan kesengajaan.
Siapapun yang melakukannya dengan sengaja maka dia wajib
membayar denda. Karena menurut asy-Sya’rawi, setiap kesalahan
walaupun itu kecil dan sederhana dalam pandangannya akan
dikenakan sanksi denda. Oleh sebab itu, siapapun yang melakukan
pembunuhan binatang tanpa tujuan yang dibenarkan oleh syari’at
Islam, maka akan dikenakan sanksi denda, karena telah berlaku zalim
terhadap yang dilarang oleh Allah.47
46 Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Jilid IV, hal. 62
47
Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Tafsîr Asy-Sya‟râwî, Jilid IV, hal. 63
144
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsîr asy-Sya’râwî merupakan tafsir yang berdimensi saintifik.
Asy-Sya’rawi termasuk ulama tafsir yang sangat memberikan perhatian
terhadap mukjizat ilmiah. Beliau menganggap sangat penting untuk
mengaitkan penafsirandengan penemuan-penemuan modern. Asy-
Sya’rawi juga beranggapan bahwa tafsir saintifik mengungguli sisi
mukjizat Al-Qur’an lainnya.
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi di dalam kitab Tafsîr asy-
Sya’râwî memandang alam khususnya flora dan fauna sebagai makhluk
hidup yang mempunyai nilai tinggi pada dirinya sendiri dan dianggap
berharga. Setiap makhluk hidup yang ada di alam dunia ini memiliki
jiwa yang harus dihormati, dilindungi dan dilestarikan dengan sebaik
mungkin. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki kewajiban dan
tanggung jawab moral untuk menjaga alam termasuk terhadap eksistensi
flora dan fauna.
Sikap menghargai dan melestarikan flora dan fauna memberikan
banyak keuntungan bagi manusia dengan cara mengimplementasikan
konsep-konsep konservasi alam untuk meminimalisir terjadinya
kerusakan, kepunahan flora dan fauna yang diakibatkan oleh perbuatan
manusia dan sebagainya. Menurut Asy-Sya’rawi, Islam adalah agama
yang seimbang. Islam membawa manusia untuk berlaku adil, baik
kepada manusia maupun makhluk hidup lainnya. Bahkan umat Islam
juga disebut sebagai Ummatan Wasatho yang bermakna umat yang
berada di tengah. Sehingga dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati
(flora dan fauna) sampai diatur sedemikian rupa. Pengelolaan alam dan
pemanfaatannya harus dilakukan secara baik dengan memperhatikan
145
aspek keberlanjutan kehidupan, kelestarian dan keseimbangan ekosistem,
sehingga pemanfaatan alam tidak dilakukan secara eksploratif dan
eksploitatif secara berelebihan.
Manusia diizinkan Allah untuk memakan rizki-Nya, namun dalam
memanfaatkannya ada aturan main yang harus dipegang oleh manusia,
salah satunya adalah tidak boleh memanfaatkannya dengan tanpa batas
dan tanpa aturan. Karena kerusakan lingkungan hidup yang terjadi
banyak disebabkan oleh gaya hidup manusia yang konsumtif dan
eksploitatif. Manusia belum begitu sadar akan dampak yang diperbuat
terhadap lingkungan hidupnya, dalam hal ini dampak yang ditanggung
oleh generasi berikutnya.
Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang konsep konservasi flora
(tumbuhan) dan fauna (hewan), asy-Sya’rawi menafsirkannya secara
saintifik dengan mengkorelasikannya pada realitas ilmiah, di antaranya
sebagai berikut:
1. Kajian penafsiran Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab
Tafsîr Asy-Sya’râwî tentang tentang anjuran melakukan konservasi
adalah QS. Al-Baqarah [2]: 205
2. Kajian penafsiran Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab
Tafsîr Asy-Sya’râwî tentang konsep konservasi flora (tumbuhan), di
antaranya: Anjuran untuk bercocok tanam dalam QS. Yasîn [36]: 33-
36, melakukan Ihyâ al-Mawât (menghidupkan lahan yang terlantar)
dalam QS. Al-A’raf [7]: 58 dan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan
dengan bijak, serta tidak mengekploitasi tumbuhan secara berlebihan
dalam QS. Al-An’am: [6]: 141.
3. Kajian penafsiran Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab
Tafsîr Asy-Sya’râwî Konsep konservasi fauna (hewan) di antaranya:
Proses domestika hewan QS. An-Nahl [16]: 5, 6 dan 81, memenuhi
146
hak dan etika terhadap hewan QS. An-Nahl [16]: 7-8, QS. Al-
Jatsiyah [45]: 13 dan larangan membunuh hewan sembarangan dalam
QS. Al-Maidah [5]: 95.
B. Saran
1. Implementasi konsep konservasi flora dan fauna dalam Al-Qur’an
dapat dijadikan pegangan khususnya bagi masyarakat Indonesia
untuk bisa menjaga kelesatarian kehidupan flora dan fauna dan
membangun kesadaran akan pentingnya keanekaragaman hayati flora
dan fauna bagi kehidupan makhluk hidup lainnya di muka bumi ini.
2. Sadar saja belum cukup, perlu keberanian untuk melawan arus
modernisasi yang belum tentu bisa mensejahterakan masyarakat.
Manusia harus sadar dan berani untuk melindungi dan memelihara
kearifan lokal. Ajakan untuk mengelola sumber daya alam hayati
(flora dan fauna) dengan bijak, sesuai kebutuhan. Tidak bersikap
berlebihan dan menghambur-hamburkan sumber daya alam hayati di
bumi ini.
3. Pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dan pengolahan sumber
daya alam hayati harus terus-menerus diupayakan oleh pihak yang
terkait khususnya untuk pemerintah Indonesia, agar tidak terjadi
kerusakan dan kelangkaan flora dan fauna akibat dari pemanfaatan
alam yang dilakukan secara eksploratif dan eksploitatif secara
berelebihan.
4. Konsep konservasi harus dilakukan secara spesifik dengan
memperhatikan jenis-jenis tertentu misalnya penyelamatan suatu
spesies langka, jika flora dan fauna tersebut dikategorikan diambang
kepunahan. Maka diharapkan upaya konservasi harus mencangkup
segala upaya untuk merehabilitasi spesies untuk kembali ke alam.
147
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal, Hadis Rasul Tentang Konservasi Alam: Analisis
Empirik Menghidupkan Kembali Bukit Prambanan
Yogyakarta, dalam Aplikasia Jurnal Aplikasi llmu-ilmu
Agama, Vol. VI, No.2, Desember 2005
Al-Ainan, Sa’id Abu, Asy-Sya’râwi Allazdî Lana’rifah, Kairo,
Akhbar al-Yaum, 1995
Akhadi, Mukhlis, Ekologi Energi (Mengenali Dampak Lingkungan
Dalam Pemanfaatan Sumber-sumber Energi), Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009
Arifin, Bustanul, Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Indonesia,
Jakarta: Erlangga, 2001
Aryati, Dimensi Saintifik Dalam Tafsir asy-Sya’rawi Dalam Tafsir
asy-Sya’rawi, Tangerang: Pustaka Media, 2019
Budimanta, Arif, Kekuasaan dan Penguasaan Sumber Daya Alam,
Jakarta: Indonesian Center for Sustainable Development
(ICSD), 2007
Al-Bukhâri, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il, Shahîh al-
Bukhâri, Beirut: Dar Thurûq an-Najah, 1422 H
Daudy, Ahmad, Allah dan Manusia, Jakarta: Raja Wali, 1983
Adz-Dzahabi, Muhammad Husein, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Terj.
Nabhani Idris, Jakarta: Kalam Mulia, 2009
Edition, Sixth, General Zoology, Terj. Nawangsari Sugiri, Jakarta:
Erlangga, 1984
Hanbal, Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn, Musnad Imam
Ahmad ibn Hanbal, Mu’asasa Ar-Risalah, 1421
Haque, M. Atiqul, 100 Pahlawan Muslim Yang Mengubah Dunia,
Yogyakarta: Didlossia, 2007
148
Hitti, Philip K., History of The Arabs, Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2006
Muhammad, Henry, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20,
Jakarta: Gema Insani, 2006
IMZI, A. Khusnul Hakim, Ensiklopedia Kitab-Kitab Tafsir Dari
Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer, Depok: Lingkar
Studi Al-Qur’an, 2013
Indriyanto, Ekologi Hutan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2017
Irwan, Zoer’aini Djamal, Prinsip-Prinsip Ekologi Dan Organisasi
Sistem, Komunitas, dan Lingkungan, Jakarta: Bumi Aksara,
2003
Jauhar, Ahmad Al-Mursi Husein, Al-Syekh Muhammad Mutawalli
Al-Sya’rawi, Kairo: Nahdhoh, 1990
Kementerian Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan (Etika
Pengelolaan Lingkungan Dalam Perpektif Islam),
Yogyakarta: Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah,
2011
Kodra, Hadi S. Ali, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012
Machmud, Syahrul, Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012
Mahendra, Fidi, The Secret of Water, Yogyakarta: Mutiara Media,
2008
Mangunjaya, Fachruddin M, Konservasi Alam Dalam Islam, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005
_____ , Khazanah Alam: Menggali Tradisi Islam untuk Konservasi,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009
149
Mardani, Anggi Alvionita, Analisis Eksploitasi Sumber Daya Alam
Guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Dalam
Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada Penambang Batu Di
Gunung Kunyit Kelurahan Bumi Waras Kecamatan Bumi
Waras), Lampung: UIN Raden Intan Lampung, 2016
Mufid, Sofyan Anwar, Islam Dan Ekologi Manusia: Paradigma
Baru, Komitmen Dan Integritas Manusia Dalam
Ekosistemnya, Refleksi Jawaban Atas Tantangan Pemanasan
Global (Dimensi Inteletual, Emosional Dan Spiritual),
Bandung: Nuansa, 2010
Nafisah, Mamluatun, Al-Quran dan Konservasi Lingkungan (Suatu
Pendekatan Maqâsid al-Syarî’ah)”, dalam karya tesisnya di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017
Nirwono Joga, dkk, RTH 30% Resolusi Kota Hijau, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2011
Nursi, Muhammad Sa’id, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang
Sejarah, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2007
Onrizal, Ayat-ayat Konservasi (Menghimpun dan Menghidupakan
Khazanah Islam Dalam Konservasi Hutan Leuser), Medan:
Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, 2010
Pasya, Hikmatir, Studi Metodologi Tafsir Asy-Sya’rawi, Jurnal Studi
Al-Qur’an, Vol. 1, No. 2
Pertiwi, Ummi Sholihah, Studi Kritis Terhadap Undang- undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Perspektif Fiqh al-Bi’ah,
dalam karya skripsinya di Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 2018
Raharjo, Mursid, Memahami Amdal, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012
150
Rahmadi,Takdir, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Jakarta: Raja
Wali Press, 2014
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Jakarta: Attahiriyah, 1976
Salim, Emil, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, Jakarta: Kompas,
2010
Seputro, Dwidjo, Ekologi Manusia Dengan Lingkungannya, Jakarta:
Erlangga, 1994
Al-Shabuni, Syaikh Muhammad Ali, Shafwatut Tafâssîr, Terj. KH.
Yasin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011
Shaleh,S. Anwar Muchijidin Effendie, dkk, Alam Raya Dan Al-
Qur’an, Jakarta: Pradnya Paramita, 1994
Ash-Shamad, Muhammad Kamil ‘Abd, Mukjizat Ilmiah dalam Al-
Qur’an, Terj. Alimin, Lc, dkk, Jakarta: Akbar Media Eka
Sarana, 2002
Shihab, M. Quraisy, Sejarah dan ‘Ulumul Qur’an, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2001
_____ , Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Soerjani, Moh, dkk, Lingkungan:Sumber Daya Alam dan
Kependudukan Dalam Pembangunan, Jakarta: UI Press, 1988
Sutrian,Yayan, Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan, Jakarta:
Rineka Cipta, 2011
Asy-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli, TafsÎr asy-Sya’râwî, Kairo:
Akhbâr al-Yaum, 1991
_____ , Qashash Al-Qur’an, Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyyah,
2004
_____ ,Tafsîr asy-Sya’râwî, Terj. Tim Safir al-Azhar Mesir, Medan:
Duta Azhar, 2011
151
Syibromalisi, Faizah Ali, dkk, Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2013
Tim Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al-
Qur’an Tematik (Tumbuhan), Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, 2009
_____ ,Tafsir Al-Qur’an Tematik (Hewan), Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2009
_____ , Tafsir Al-Qur’an Tematik (Peletarian Lingkungan
Hidup), Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2009
Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Isu
Kontemporer I, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Qur’an, 2015
_____ , Tafsir Al-Qur’an Tematik, Jakarta: Kamil Pustaka, 2014
Utami, Ulfah, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam Dan
Sains, Malang: UIN Malang Press, 2008
Wijayanti, Fahma, Biologi Konservasi, Jakarta: UIN Press, 2015
Yusuf, Riswandi, Ekologi Dan Konservasi Alam Dalam Perspektif
Teologi Kristiani, dalam karya skripsinya di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016
Zaini, Syahminan, Isi Pokok Ajaran Al-Qur’an, Jakarta: Kalam
Mulia, 2005
Zuhaili, Wahbah, al-Tafsîr al-Munîr: Fî al-‘Akidah wa al-Syarî’ah
wa al-Manhaj, Terj. Abu Hayyie al-Kattani, Jakarta: Gema
Insani, 2013
BIOGRAFI PENULIS
Indah sundari, mahasiswi berdarah asli betawi Jakarta
yang lahir di Jakarta pada tanggal 22 November 1997.
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Lahir
dari pasangan suami istri bapak Iman dan ibu Masanih.
Penulis menempuh jenjang pendidikan formal di
Madrasah Ibtidaiyyah Miftahussalam Jakarta, MTSN 37
Jakarta, MA di Ma’had Syamsul ‘Ulum Sukabumi. Dilanjutkan pada jenjang
pendidikan selanjutnya yakni pendidikan strata satu (S1) dI Institut Ilmu Al-
Qur’an (IIQ) Jakarta. Penulis merupakan mahasiswi aktif IIQ Jakarta
angkatan tahun 2015, pada Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, program studi
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
top related