kosmetologi lipstik
Post on 24-Sep-2015
815 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap orang akan sependapat bahwa dasar kecantikan adalah
kesehatan. Orang sakit tentunya tidak akan terlihat cantik. Sehat dalam arti
luas adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial. Kulit sehat berarti
kulit yang tidak menderita suatu penyakit, baik penyakit yang mengenai
kulit secara langsung ataupun penyakit dalam tubuh yang secara tidak
langsung mempengaruhi kesehatan kulitnya. Penampilan kulit sehat dapat
dilihat dari struktur fisik kulit berupa warna, kelenturan, tebal dan tekstur
kulit (Wasitaatmadja, 2003).
Berbagai faktor yang mempengaruhi penampilan kulit sehat, misalnya
umur, ras, iklim, sinar matahari serta kehamilan. Untuk mempertahankan
kesehatan kulit, sejak jaman dahulu dibuat ramuan dari bahan alami. Itulah
tujuan semula kosmetika tradisional yang dibuat oleh pakar kesehatan jaman
dahulu. Seiring adanya perkembangan, kemudian tujuan pemakaian
kosmetika bertambah yaitu untuk mempercantik diri, mengubah rupa,
menutupi kekurangan dan menambah daya tarik dengan keharuman kulit
(Wasitaatmadja, 2003).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
445/Menkes/Per/V/1998 yang dimaksud dengan kosmetika adalah sediaan
atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidemis,
rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi
kulit supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak
dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Kosmetika merupakan suatu komponen sandang yang sangat penting
peranannya dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
Masyarakat tertentu sangat bergantung pada sediaan kosmetika pada
setiap kesempatan. (Anonim, 1997)
-
2
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui Pengertian dan jenis-jenis Kosmetik
2. Mengetahui Syarat-syarat Kosmetik
3. Mengetahui Kosmetik dan komposisi Lipstik
-
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kosmetik
2.1.1. Pengertian Kosmetik
Menurut Wall dan Jellinek (1970), kosmetik dikenal
manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain
untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu
kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada
abad ke-20 (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti
berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri
ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitar.
Sekarang kosmetik dibuat tidak hanya dari bahan alami tetapi juga
bahan sintetis untuk maksud meningkatkan kecantikan
(Wasitaatmadja, 1997).
Sejak semula kosmetologi merupakan salah satu ilmu
pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik
dahulu adalah juga pakar kesehatan; seperti para tabib, dukun,
bahkan penasehat keluarga istana. Dalam perkembangannya
kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik
dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja,
1997).
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap
untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis,
rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan,
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).
-
4
2.2. Kosmetik Dekoratif
Kekhasan kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan
sematamata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik
dan noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif
tidak perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai
jika tidak merusak kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.2.1. Persyaratan Kosmetik Dekoratif
Persyaratat untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah (Tranggono
dan Latifah, 2007) :
1) Warna yang menarik.
2) Bau harum yang menyenangkan.
3) Tidak lengket.
4) Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau.
5) Tidak merusak atau mengganggu kulit
2.2.2. Pembagian Kosmetik Dekoratif
Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu
(Tranggono dan Latifah, 2007) :
1) Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada
permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak,
lipstik, pemerah pipi, eye shadow, dan lain-lain.
2) Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam
waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit,
cat rambut, dan pengeriting rambut.
2.2.3. Peranan Zat Pewarna dalam Kosmetik Dekoratif
Dalam kosmetik dekoratif, zat pewarna memegang peranan sangat
besar. Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai
kelompok:
1. Zat warna alam yang larut.
Zat ini sekarang sudah jarang dipakai dalam kosmetik.
Sebetulnya dampak zat alam ini pada kulit lebih baik dari pada
zat warna sintetis, tetapi kekuatan pewarnaannya relatif lemah,
-
5
tak tahan cahaya, dan relatif mahal. Misalnya carmine zat
warna merah yang diperoleh dari tubuh serangga Coccus
cacti yang dikeringkan, klorofil daun-daun hijau, henna yang
diekstraksi dari daun Lawsonia inermis, carotene zat warna
kuning.
2. Zat warna sintetis yang larut.
Zat warna sintetis pertama kali disintetis dari anilin, yang
berfungsi sebagai produk awal bagi kebanyakan zat warna. Sifat-
sifat zat warna sintetis yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Intensitas harus kuat sehingga jumlah sedikit pun sudah
memberi warna.
b. Harus bisa larut dalam air, alkohol, minyak, atau salah
satunya. Bahan larut air untuk emulsi O/W dan larut minyak
untuk emulsi W/O. Bahan larut air hampir selalu juga larut
dalam alkohol encer dan gliserol. Bahan larut minyak juga
larut dalam benzena, karbon tetraklorida, dan pelarut
organik lainnya, kadang-kadang juga dalam alkohol
tinggi. Tidak pernah ada zat warna yang sekaligus larut
dalam air dan minyak.
c. Sifat yang berhubungan dengan pH. Beberapa zat warna
hanya larut dalam pH asam, lainnya hanya dalam pH alkalis.
d. Kelekatan pada kulit atau rambut. Daya lekat berbagai zat
warna pada kulit dan rambut berbeda-beda. Terkadang kita
memerlukan daya lekat besar seperti cat rambut, namun
terkadang kita menghindarinya misalnya untuk pemerah
pipi.
e. Toksisitas. Bahan toksis harus dihindari, tapi ada derajat
keamanannya.
3. Pigmen alam.
Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang
memang terdapat secara alamiah, misalnya aluminium silikat,
-
6
yang warnanya tergantung pada kandungan besi oksida atau
mangan oksidanya (misalnya kuning, coklat, merah bata, coklat
tua). Zat warna ini murni, sama sekali tidak berbahaya,
penting untuk mewarnai bedak-krim dan make-up sticks.
Warnanya tidak seragam, tergantung asalnya, dan pada
pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna baru.
4. Pigmen sintetis.
Dewasa ini besi oksida sintetis sering menggantikan zat
warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan
warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah, dan violet.
Pigmen sintetis putih seperti zinc oxida dan titanium oxida
termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang
terpenting. Zinc oxida tidak hanya memainkan satu peran
dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam
preparat kosmetik dan farmasi lainnya. Banyak pigmen
sintetis yang tidak boleh dipakai dalam preparat kosmetik
karena toksis, misalnya kadmiun sulfat dan cupri sulfat.
2.3. Lipstik
Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang
terbuat dari campuran lilin dan minyak dalam komposisi yang sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang
dikendaki. Suhu lebur lipstik yang ideal sesungguhnya diatur hingga
suhu yang mendekati suhu bibir, bervariasi antara 36-38o C. Tetapi
karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap suhu cuaca
sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat lebih
tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang 62oC,
biasanya berkisar antara 55-75oC (Ditjen POM, 1985).
Dari segi kualitas, lipstik harus memenuhi beberapa persyaratan
berikut (Mitsui, 1977) :
-
7
1. Tidak menyebabkan iritasi atau kerusakan pada bibir
2. Tidak memiliki rasa dan bau yang tidak menyenangkan
3. Polesan lembut dan tetap terlihat baik selama jangka waktu tertentu
4. Selama masa penyimpanan bentuk harus tetap utuh, tanpa kepatahan dan
perubahan wujud.
5. Tidak lengket
6. Penampilan tetap menarik dan tidak ada perubahan warna
2.3.1. Komponen utama dalam sediaan lipstik
Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari minyak,
lilin, lemak dan zat warna.
1. Minyak
Minyak adalah salah satu komponen dalam basis lipstik
yang berfungsi untuk melarutkan atau mendispersikan zat
warna. Minyak yang sering digunakan antara lain minyak
jarak, minyak mineral dan minyak nabati lain. Minyak jarak
merupakan minyak nabati yang unik karena memiliki viskositas
yang tinggi dan memiliki kemampuan melarutkan staining-dye
dengan baik. Minyak jarak merupakan salah satu komponen
penting dalam banyak lipstik modern. Viskositasnya yang
tinggi adalah salah satu keuntungan dalam menunda
pengendapan dari pigmen yang tidak larut pada saat
pencetakan, sehingga dispersi pigmen benar benar merata
(Balsam, 1972).
2. Lilin
Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada
lipstik dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat.
Campuran lilin yang ideal akan menjaga lipstik tetap padat
setidaknya pada suhu 50C dan mampu mengikat fase minyak
agar tidak ke luar atau berkeringat, tetapi juga harus tetap
lembut dan mudah dioleskan pada bibir dengan tekanan serendah
mungkin. Lilin yang digunakan antara lain carnauba wax,
-
8
candelilla wax, beeswax, ozokerites, spermaceti dan setil
alkohol. Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang
yang sangat keras karena memiliki titik lebur yang tinggi yaitu
85C. Biasa digunakan dalam jumlah kecil untuk
meningkatkan titik lebur dan kekerasan lipstik (Balsam,
1972).
3. Lemak
Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat
yang berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir,
memberi tekstur yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik
dan dapat mengurangi efek berkeringat dan pecah pada
lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses pembuatan lipstik
adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak dan fase
lilin dan sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat
yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak
coklat, lanolin, lesitin, minyak nabati terhidrogenasi dan lain-
lain.
4. Zat warna
Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu
staining dye dan pigmen. Staining dye merupakan zat warna
yang larut atau terdispersi dalam basisnya, sedangkan pigmen
merupakan zat warna yang tidak larut tetapi tersuspensi dalam
basisnya. Kedua macam zat warna ini masing-masing
memiliki arti tersendiri, tetapi dalam lipstik keduanya
dicampur dengan komposisi sedemikian rupa untuk
memperoleh warna yang diinginkan. Pigmen-pigmen yang
diigunakan dalam lipstik dapat berupa lake dari barium atau
kalsium, akan tetapi lake dari stronsium juga sering digunakan
karena menghasilkan warna yang tahan lama dan jernih. Untuk
menghasilkan warna yang agak pudar (muda), pigmen putih
-
9
seperti titanium dioksida dan zink oksida harus ditambahkan
(Balsam, 1972).
2.3.2. Zat tambahan dalam sediaan lipstik
Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam
formula lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik, yaitu
dengan cara menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan syarat
zat tersebut harus inert, tidak toksik, tidak menimbulkan alergi,
stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain dalam
formula lipstik. Zat tambah yang digunakan yaitu antioksidan,
pengawet dan parfum.
1. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak
jenuh lain yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHT, BHA
dan vitamin E adalah antioksidan yang paling sering digunakan
(Butler, 2000).
2. Pengawet
Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam
sediaan lipstik sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak
mengandung air. Akan tetapi ketika lipstik diaplikasikan pada
bibir kemungkinan terjadi kontaminasi pada permukaan
lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme.
Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet di dalam
formula lipstik. Pengawet yang sering digunakan yaitu metil
paraben dan propil paraben (Butler, 2000).
3. Parfum
Parfum perlu ditambahkan dalam formula lipstik untuk menutupi
bau dari minyak dan lilin yang terdapat dalam basis dan bau lain
yang tidak enak yang timbul setelah lipstik digunakan atau
disimpan. Parfum yang berasal dari minyak tumbuhan (bunga)
adalah yang paling banyak digunakan (Balsam, 1972).
-
10
2.4. Formulasi Lipstik
Contoh Formulasi Lipstik :
Cera alba 10,86 g
Lanolin 2,286 g
Vaselin 9,716 g
Setil alkohol 1,714 g
Carnauba wax 1,428 g
Oleum ricini 2,286 g
Pewarna 6 g
Oleum rosae 0,15 g
Propilen glikol 1,5 g
Butil hidroksitoluen 0,03 g
Metil paraben (nipagin) 0,03 g
-
11
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
-
12
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1997. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Kosmetika,
Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Balsam, M.S. (1972). Cosmetic Science and Technology Second Edition. London:
Jhon Willy and Son, Inc.
Butler, H. (2000). Pouchers Perfumes, Cosmetics and Soaps Tenth Edition.
Netherlands: Kluwer Academic Publishers. .
Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Tranggono, R.I. dan Fatma Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik, Editor: Joshita Djajadisastra. Jakarta: Penerbit Pustaka Utama.
Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas
Indonesia
top related