kulkem gangguan pada periode kebuntingan
Post on 31-Dec-2014
75 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Mas’ud HariadiDepartemen Reproduksi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Bunting normal
Inseminasi Kelahiran
Fertilisasi Kelahiran
patologis
Periode Kebuntingan
1. Kematian embrio dini ( early embryonic death) Prenatal
2. Kematian embrio tua (late embryonic death) death
3. Kematian fetus : Mumifikasi, Maserasi, Stillbirth, Abortus
4. Abnormalitas kongenital
5. Prolapsus serviko – vaginal
6. Torsio uteri
7. Ruptura uteri
8. Hidrops amnii dan hidrops alantois
9. Peradangan plasenta
10. Perdarahan plasenta
11. Tumor plasenta
12. Kebuntingan diluar uterus
13. Hernia uteri
Gangguan pada Periode Kebuntingan
• Embrio mati sebelum hari ke 13 umur kebuntingan
• Embrio beserta selaputnya diresorbsi, induk sapi kembali bersiklus
dan menunjukkan tanda – tanda birahi pada waktu yang normal,
oleh karena itu sulit dibedakan dengan kegagalan fertilisasi
1. Kematian embrio dini(Early embryonic death)
• Embrio mati antara hari ke 13 dan 42 dari umur kebuntingan
• Cairan fetus diresorbsi dan embrio dan selaputnya mengalami autolisis
• Kemungkinan terdapat lendir dan selaput fetus yang keluar dari vulva
tetapi tidak diperhatikan.
• Induk sapi kembali berahi pada waktu yang lebih panjang dari normal
2. Kematian embrio tua(late embryonic death)
• Faktor genetik
• Stres
• Infeksi yang disertai peningkatan suhu tubuh
• Penyakit degenerasi melemak dari hati
• Defisiensi nutrisi dan kelebihan nutrisi
• Defisiensi, asinkroni dan ketidak seimbangan hormonal
• Agens infeksius yang non – spesifik
• Agens infeksius spesifik (Tritrichomonas fetus, Campylobacter fetus
venerealis, virus Bovine viral diarrhoea /BVD, Infectious bovine
rhinotracheitis /IBR, bovine herpes virus 1 /BHV – 1, Catarrhal vagino –
cervicitis, Chlamydia psittaci, Haemophilus somnus)
Penyebab kematian embrio dini
Mumifikasi fetus Setelah fetus mati terjadi pengeluaran cairan fetus, dehidrasi
jaringan tubuh fetus dan selaputnya. Korpus luteum graviditatum menjadi persisten (KLP) Fetus beserta selaputnya menetap di dalam uterus Fetus dan selaputnya steril (tidak ada kuman yang meng – infeksi) Gejala/tanda – tanda adanya mumifikasi pada sapi : Induk sapi tidak melahirkan pada waktunya Tidak ada perubahan dan perkembangan ambing pada trimester
akhir dari kebuntingan Pada palpasi rektal : uterus dan isinya (fetus) teraba seperti benda
keras, karunkula dan kotiledon dan fremitus tidak teraba Penyebab kematian fetus pada mumifikasi tidak diketahui Fetus dapat dikeluarkan dengan penyuntikan PGF2α dan pemberian
bahan pelicin pada jalan kelahiran
3. Kematian fetus
Maserasi fetusKematian fetus pada pertengahan s/d akhir kebuntingan
Fetus tidak diabortuskan, kuman masuk kedalam uterus dan terjadi proses pembusukan dan autolisis dari fetus dan selaputnya, sehingga tinggal tulang belulangnya saja.
Pengobatan hormonal dengan preparat estrogen, oksitosin atau PGF2α kurang efektif, cara lain adalah dengan histerotomi.
Bila dapat disembuhkan maka induk sapi tersebut biasanya infertil atau steril
Stillbirth
Adalah kelahiran pedet mati sesudah kebuntingan berumur 272 hari, sebagian besar stillbirth terjadi pada saat partus
3. Kematian fetus
Abortus• Keluarnya fetus dalam keadaan mati atau hidup kurang dari 24 jam
pada umur kebuntingan kurang dari 271 hari sesudah kawin/inseminasi
• Abortus dianggap normal apabila kejadiannya berkisar antara 1 – 2%
dari seluruh ternak yang bunting, tetapi bila kejadian abortus
meningkat sampai lebih dari 3% harus dilakukan investigasi
• Perlu diperhatikan pula adanya kasus – kasus stillbirth dan kelahiran
prematur
• Penyebab abortus dikelompokkan menjadi 2 yakni : Non – infeksius Infeksius
3. Kematian fetus (lanjutan)
• Abnormalitas kongenital akibat kelainan genetik atau teratogenik
• Defisiensi atau ekses endokrin
• Keracunan tanam – tanaman
• Substansi beracun misalnya nitrat, mikotoksin, warfarin, goitrogen
dan derivatnya
• Defisiensi nutrisi misalnya defisiensi vitamin A, yodium
• Kelebihan (ekses) nutrisi misalnya diet protein tinggi
• Stres temperatur lingkungan
• Kesalahan dalam pemberian pengobatan : PGF2α atau analognya,
estrogens, corticosteroids dan derivatnya
Abortus Non - infeksius
Penyebab abortus pada ternak sapi sangat luas meliputi berbagai macam bakteri, virus, protozoa dan jamur• Spirochaeta : Leptospira interrogan, L. pomona, L. canicola,
L ichterohaemorrhagiae, L grippotyphosa and L hardjo.
• Abortus umumnya terjadi pada umur kebuntingan 4 s/d 6 bulan.
• Gejala klinisnya adalah sebagai berikut panas badan tinggi yang akut,
disertai dengan “agalactiae” atau “leptospiral mastitis”
• Diagnosis : identifikasi leptospira pada organ fetus secara langsung
atau dikultur, tehnik imunofluoresen, “fetal serology” untuk
diagnosis individual atau “maternal serology” untuk screening pada
kelompok ternak.
Abortus infeksius
Salmonella dublin Meliputi 80% dari penyebab abortus oleh spesies salmonella lainnya. Abortus biasanya terjadi secara sporadis setelah menderita diare
berat. Penyakit ini seringkali berhubungan erat dengan padang rumput atau
sumber air yang terkontaminasi. Abortusnya bervariasi tetapi seringkali terjadi pada kebuntingan umur
7 bulan Diagnosis : isolasi kuman dari fetus, selaput fetus atau cairan dari
uterus.
S. typhimurium dan spesies Salmonella lainnya kurang berperan di dalam menyebabkan abortus pada ternak dibandingkan dengan S. dublin
Diagnosis dan kontrol nya sama dengan pada S. dublin
Abortus infeksius (lajutan)
Bacillus licheniformis
• Telah diidentifikasi sebagai penyebab abortus sporadis sekitar
tahun ’80 – an
• Infeksi terjadi akibat mengkonsumsi air atau pakan yang bercampur
dengan silase atau rumput kering yang lama dan membusuk.
• Abortus terjadi pada akhir kebuntingan
• Diagnosis : berdasarkan identifikasi organisme dan lesi pada plasenta
yang menyerupai lesi pada abortus yang disebabkan oleh jamur
Actinomyces pyogenes
• Penyebab abortus sporadis pada semua umur kebuntingan tetapi
utamanya pada akhir kebuntingan
• Umumnya merupakan bukan merupakan penyebab primer tetapi
adalah “secondary invader”
• Diagnosis : isolasi organisme dari fetus atau membrannya
Abortus infeksius (lanjutan)
Listeria monocytogenes
• Penyebab dari abortus sporadis, abortus terjadi pada akhir
kebuntingan dan kemungkinan diikuti oleh pireksia
• Diagnosis : identifikasi organisme pada preparat ulas darah atau
menggunakan imunofluoresen dan adanya fokus nekrotik berwarna
kelabu – kekuningan pada hati fetus dan kotiledon.
• Penyebab penyakit ini sering dikaitkan dengan mengkonsumsi
silase
Jamur
• Penyebab abortus sporadis pada kebuntingan umur 4 – 9 bulan
• Ada 2 jenis jamur : Aspergillus sp dan Mucor sp.
• Diagnosis : lesi seperti ringworm pada integumen fetus, plasentitis
nekrotik, permukaan interkotiledon–allantochorion kasar , adanya
hyphae
• Kontrol : hindari pakan ternak berjamur/buluken
Abortus infeksius (lanjutan)
Brucella abortuso Abortus biasanya terjadi pada umur kebuntingan 6 – 9 bulan, tetapi
abortus yang labih awal juga dapat terjadi dan fetus yang dilahirkan
lemah dan matio Infeksi terjadi melalui ingesti dari pakan yang terkontaminasi oleh
bagian dari selaput fetus atau lendir/cairan dari induk sapi yang
mengalami abortus.o Diagnosis : identifikasi kuman pada preparat ulas dari material yang
terkontaminasi, biakan/kultur, FAT, ELISA dan test serologis pada
milk, serum, lendir/mukus vagina dan semen.o Kontrol : 1. Vaksinasi dengan vaksin S19, S45/20 atau
2. Identifikasi ternak yang terinfeksi dan yang positip
dipotong
Abortus infeksius (lanjutan)
Campylobacter fetus • Ada 2 subspesies yakni : subspesies fetus dan venerealis
• C. fetus menyebabkan abortus sporadis pada kebuntingan umur 4
bulan
• C. fetus venerealis, dapat mencegah terjadinya fertilisasi atau
menyebabkan kematian embryo dan juga terjadinya abortus pada
kebuntingan 6 – 8 bulan.
• Dagnosis : identifikasi kuman dengan preparat ulas atau kultur dari
mukus/lendir vagina, uji aglutinasi dan uji serologis lainnya.
• Kontrol : Infeksi dengan C. fetus venerealis dapat timbul kekebalan
3 – 6 bulan setelah infeksi; inseminasi buatan
Abortus infeksius (lanjutan)
Clamydia psittaci menyebabkan abortus pada kebuntingan umur
7 – 9 bulan Mycoplasma bovis, Acholeplasma laidlawii dan spesies mycoplasma
lainnya menyebabkan infertilitas, lesi vulva dan vagina dan abortus. Haemophilus somnus , menyebabkan abortus dan lesi pada saluran
reproduksi dan infertilitas Coxiella burnetii
Eschericia coli Catarrhal vaginocervicitis (enterovirus) Virus Parainfluenza 3
Abortus infeksius (lanjutan
Abnormalitas struktur dan fungsi dari organ organ fetus yang terjadi sebelum atau pada saat lahir. Pada kasus kasus tertentu kelainan tsb tidak terlihat sampai beberapa saat setelah lahir, sebagai konsekwensinya maka dapat terjadi : Kematian prenatal Distokia Berpengaruh terhadap kemampuan pedet untuk hidup Kemungkinan pedet yang dilahirkan kurang ekonomis untuk
dipelihara (kurang produktif), atau dapat menularkan cacat tsb pada
keturunannya Lebih kurang 1% dari pedet yang dilahirkan menderita cacat
kongenital ini
4. Abnormalitas kongenital
Penyebab
• Faktor lingkungan misalnya stres panas mengakibatkan hipertermia,
atau agen teratogenik
• Defek genetik akibat dari mutasi gen atau abnormalitas kromosom
• Penyakit infeksi : BVD, virus bluetongue atau virus Akabane
• Pada beberapa kasus penyebabnya tidak diketahui, oleh karenanya
apabila diketemukan defek kongenital, maka dianggap sebagai
cacat berasal yang berasal dari faktor genetik dan pedet tsb
sebaiknya tidak dipelihara untuk tujuan breeding (diternakkan)
4. Abnormalitas kongenital (lanjutan)
Beberapa abnormalitas kongenital dan penyebabnya
4. Abnormalitas kongenital (lanjutan)
No.
Abnormalitas Causa
1. Abnormalitas utama
Schistosoma reflexsus Tidak diketahui
Kembar cacat Tidak diketahui
Achondroplasia Genetik
2. Abnormalitas tulang dan otot
Hydrocephalus Genetik
Torticollis dan scoliosis Genetik
Cleft palate Genetik dan teratogenik
Arthrogryposis Genetik dan teratogenik
Agenesis ekor Tidak diketahui
Rahang bawah pendek Tidak diketahui
4. Abnormalitas kongenital (lanjutan)
No. Abnormalitas Causa
Polidactyly Tidak diketahui
Syndactyly Genetik
Otot ganda Genetik
Pemendekan tendon flexor Genetik
3. Abnormalitas mata
Microphthalmia Tidak diketahui
Dermoid Genetik
Cataract Genetik
4. Defek kardiovaskuler
Jantung ektopik Kemungkinan genetik
Ductus arteriosus dan foramen ovale menetap
Tidak diketahui
4. Abnormalitas kongenital (lanjutan)
No. Abnormalitas Causa
5. Defek kulit
Epitheliogenesis imperfecta genetik
Hernia umbilikalis genetik
6. Defek sistem genital
Freemartin Tidak diketahui
Defek – defek pada ovarium
7. Mola/amorphous globosus Tidak diketahui
Terjadi akibat kelemahan dari musculus konstriktor vestibulum vagina dan vulva serta berkurangnya ketegangan ligamentum suspensori dari tractus genitalis
Beberapa faktor predisposisi pada kondisi ini adalah :o Genetik, seringkali terdapat pada sapi potong bangsa Hereford dan Charolaiso Obesitas, terutama akibat deposisi lemak yang berlebihan pada
daerah retroperitonealo Kebuntingan : sering terjadi pada bunting tua , mungkin berhubungan
erat dengan relaksasi vagina dan perineum akibat perubahan status
hormonal pada waktu buntingo Ransum berserat kasar tinggi, rumen menjadi sesak dan membesar
akibatnya meningkatkan tekanan intra abdominalo Self – perpetuation, pada saat prolapsus mulai terjadi mukosa vagina
yang tersembul keluar mengering, lemah, luka dan terinfeksi,
akibatnya merangsang induk sapi untuk merejan.
5. Prolapsus serviks dan vagina (Cervico – vaginal)
Diagnosis dan prognosis Awalnya pada inspeksi kondisi nya tidak jelas, polip pada vagina dan
tersembulnya selaput fetus dapat menyebabkan kesalahan
diagnosis. Prolapsus berderajat ringan yang terjadi dalam kurun waktu
seminggu sebelum melahirkan tidak begitu penting; prolapsus yang
lebih berat terutama terjadi lebih dari 6 minggu sebelum melahirkan
harus ditangani. Kegagalan menangani kasus tersebut dapat
berakibat rusaknya mukus penutup serviks, invasi kuman kedalam
uterus, kematian fetus dan abortus.
5. Prolapsus serviks dan vagina/Cervico – vaginal (lanjutan)
Treatment Tujuan utama dari penanganan kasus prolapsus ini adalah menahan
serviks dan mukosa vagina yang tersembul tersebut sampai dengan
induk melahirkan. Besar kemungkinan bahwa prolapsus akan
kembali terjadi pada kebuntingan berikutnya dan adanya
kecenderungan bahwa kasus ini menurun. Anestesi epidural caudal dilakukan untuk mengurangi perejanan,
mukosa dibersihkan dengan cairan yang tidak iritasi (NaCl fisiologis
atau akuades), dikeringkan dan digosok dengan petroleum jelly atau
atau pelumas lainnya kemudian direposisi dan ditahan pada posisi
normal semula dengan jahitan sementara sebagai berikut :
Tali bundel; Jahitan sederhana pada vulva; Jahitan perivulva
menggunakan benang nilon “Buhner method”; Operasi Caslick
Jahitan sementara diambil pada saat melahirkan Jahitan permanen yakni reseksi submukosa atau fiksasi
serviko – vaginal dapat dilakukan tetapi sulit pelaksanaannya
5. Prolapsus serviks dan vagina/Cervico – vaginal (lanjutan)
• Perputaran uterus pada sumbu memanjangnya pada ternak yang
sedang bunting
• Sering terjadi pada bunting tua dan pada saat melahirkan
• Gejala klinis timbul bila perputaran uterus lebih dari 180° yakni :
Rasa tidak enak (nyeri) pada perut pada bunting tua
Meningkatnya denyut nadi
• Diagnosis :
Palpasi per – vaginal pada sapi induk (bukan dara/premipara)
Palpasi per – rektal
• Penanganan/koreksi :
Dengan memutar induk ternak
Laparotomi
Histerotomi
Pada kasus tertentu dapat terjadi kematian fetus dengan mumifikasi atau ruptura uteri dengan pseudo ectopic pregnancy
6. Torsio uteri
Ruptura uteri dapat terjadi spontan selama kebuntingan akibat dari
torsio uteri Kemungkinan fetus mati, atau pada beberapa kasus apabila fetus dan
plasentanya masih utuh maka dapat berkembang menjadi pseudo
ectopic pregnancy
7. Ruptura uteri
Adanya cairan berlebihan di dalam selaput fetus (amnion dan
allantois) Banyak terjadi pada kuda dan sapi, jarang pada domba, kambing,
babi atau anjing Pada kuda dan sapi di akhir kebuntingan volume cairan amnion
berkisar antara 3 – 5 liter, cairan allantois 8 – 15 liter Pada kasus hidrops selaput fetus yang berat, maka volume cairan
amnion dapat meningkat sampai 100 l dan cairan allantois sampai
250 l Penyebabnya belum jelas, tetapi faktor pendorongnya adalah :
Adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju ke tubuh fertus atau
di dalam tubuh fetus sendiri
Adanya transudat yang berlebihan, karena bendung atau torsio tali
pusar
8. Hidrops amnii dan hidrops allantois
Gejala klinis
• Pada sepertiga akhir kebuntingan, terdapat tekanan abdomen yang
berlebihan
• Nafsu makan berkurang karena rumen tertekan menjadi kecil
• Ternak menjadi sulit berjalan, pada keadaan yang berat ternak
berbaring
Diagnosis :
• Berdasarkan sejarah dan gejala klinisnya
• Perkusi abdomen terasa adanya suatu massa cairan yang besar
• Pada palpasi rektal uterus teraba amat besar dan teraba beberapa
karunkula
•
8. Hidrops amnii dan hidrops allantois (lanjutan)
Prognosis :
• Jelek, kecuali apabila dekat saat partus sehingga dapat melahirkan
secara spontan atau ditolong untuk melahirkan (dilahirkan).
• Dapat terjadi distokia karena uterus mengalami inersia, atau terjadi
retensi sekundinarum dan diikuti dengan metritis.
Pengobatan :
• Dipotong/jagal, pertolongan diberikan pada ternak yang bernilai
ekonomis tinggi.
• Induksi kelahiran dengan pemberian preparat kortikosteroid
• Histerotomi, cairan dikeluarkan perlahan – lahan (± 30 menit), untuk
mencegah circulatory shock akibat dari menurunnya secara tiba tiba
tekanan pada rongga dada apabila cairan dikeluarkan secara cepat
dan tekanan intra abdominal yang tiba tiba menurun.
8. Hidrops amnii dan hidrops allantois (lanjutan)
Peradangan pada plasenta umumya disebabkan oleh infeksi kuman
baik yang spesifik seperti Brucella sp atau Campylobacter sp, maupun
yang non – spesifik seperti C. pyogenes, E. coli dan kokus yang berasal
dari radang ambing (mastitis). Derajat keradangan dapat dibedakan menjadi :
Peradangan ringan, tanpa gejala yang jelas
Peradangan berat, terjadi nekrosis pada plasentomnya disertai gejala
yang jelas Pencegahan :
Sanitasi lingkungan kandang Pengobatan :
Antibiotika atau kemoterapeutika
Perdarahan plasentaTumor plasentaKebuntingan diluar uterusHernia uteri
9. Peradangan plasenta
o Sangat jarang terjadi pada ternak, sering terjadi pada manusia dan
primatao Penyebabnya adalah trauma misalnya jatuh, ditendang/ditanduk/
dipukul pada bagian perut yang mengakibatkan persobekan pada
mukosa uterus atau karunkulanya.o Perdarahan ringan dapat diserap oleh dinding uterus dan tidak
memberikan gejala kliniso Perdarahan berat, terjadi pengeluaran darah melalui vulva, akibatnya
terjadi gangguan suplai darah dari induk ke fetus makanan
dan oksigen berkurang fetus abnormal atau matio Induk ternak mengalami anemia, pucat, kurus dan bila berlangsung
lama, dapat menyebabkan kematian
10. Perdarahan plasenta
o Prognosis :
Jelek
o Pengobatan :
Istirahat total, tidak di palpasi per – rektal
Abortus buatan/provokatus
Balok es pada punggung induk ternak
Haemostatika
10. Perdarahan plasenta (lanjutan)
Tumor plasenta
Kasusnya jarang
Hipertropi karunkula, hemangioma, korioepithelioma, papilomata
Pengobatan :
Pertolongan berupa operasi, dilakukan setelah melahirkan
Prognosis :
Baik
11. Tumor plasenta
Synonim, graviditas ektopi, ectopic pregnancy, extra uterine pregnancy
Perkembangan embryo/fertus diluar tubuh induk
Menurut proses kejadiannya dibedakan menjadi 2 macam :
1.Graviditas ektopik primer
Fertilisasi terjadi di luar ampula tuba falopii (di rongga abdomen), embrio berkembang s/d waktu tertentu
2. Graviditas ektopik sekunder
Fertilisasi terjadi di tempat yang normal, embrio berpindah keluar dari rongga uterus
Hubungan iduk – anak (plasentasi) melalui jari – jari atau bagian lain
tubuh fetus dengan organ – organ di rongga abdomen
ernia uteri
12. Kebuntingan diluar uterus
Sebab – sebab terjadinya graviditas ektopi adalah adanya gangguan anatomis dan fisiologis di tuba falopii
Macam graviditas ektopi :
Berdasarkan lokasi embrio/fetus
1.Graviditas ovarika
2.Graviditas tubaria
3.Graviditas abdominalis
4.Graviditas vaginalis
12. Kebuntingan diluar uterus (lanjutan)
Keadaan pada hewan bunting, uterus dan fetusnya terperosok ke
rongga hernia, suatu rongga di antara peritoneum dan urat daging
perut dengan kulit dinding perut, sering disebut dengan hysterocele. Pada kuda biasanya terjadi pada bulan ke 9 sampai akhir kebuntingan,
pada sapi terjadi pada bulan ke 7 sampai akhir kebuntingan. Terdapat 3 bagian hernia :
Gerbang/cincin hernia
Rongga/kantong hernia
Isi hernia (fetu bersama selaputnya) Menurut letak hernianya :
Hernia ventralis, cicin hernia di lantai bawah rongga perut
Hernia inguinalis, bila cincin hernia berada di saluran inguinal
13. Hernia uteri
• Penyebab/faktor pendorong hernia :
Kemungkinan herediter
Trauma
Fetus terlalu besar
Bunting kembar
Hidrops selaput fetus
• Gejala klinis :
Pembengkaan kecil makin lama makin besar sesuai dengan umur
kebuntingan di daerah bawah perut
Oedem sekitar cincin hernia
Kondisi tubuh menurun
13. Hernia uteri (lanjutan)
Gejala klinis :
Palpasi sakit
Suhu tubuh meningkat
Pernafasan cepat
Kotoran keras dll
Diagnosis :
Palpasi pada bagian/bidang perut yang membengkak , dapat dirasakan adanya gerakan fetus.
Prognosis :
Tidak jelek, bila cepat diketahui dan diadakan pertolongan
13. Hernia uteri (lanjutan)
Pertolongan :
• Harus dilakukan secepat mungkin
• Isi hernia dikembalikan ke rongga abdomen dan menahannya dengan
papan yang diikatkan pada bagian bawah rongga perut, induk
dibiarkan melahirkan secara normal
• Operasi , mengeluarkan fetus dan selaputnya, mereposisi uetrus dan
menutup cincin hernia
13. Hernia uteri (lanjutan)
Sekian, terimakasih atas perhatian saudara
top related