labiopalatoschizis
Post on 14-Dec-2015
47 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Celah palatum (cleft palate) dan celah bibir (cleft lip) adalah salah satu
kelainan kongenital orofasial. Kelainan tersebut terjadi karena kegagalan
penyatuan prossesus fasialis dengan sempurna sehingga terjadi celah pada bibir
atau palatum. Cleft palate dan cleft lip tidak selalu terjadi secara bersamaan1,2.
Ada tiga jenis kelainan cleft yaitu cleft lip tanpa disertai cleft palate,
cleftpalate tanpa disertai cleft lip, cleft lip disertai dengan cleft palate. Celah yang
terbentuk tersebut bisa unilateral maupun bilateral. Tingkat pembentukan cleft
palate dan cleft lip bervariasi mulai dari ringan yaitu berupa sedikit tarikan hingga
berat yaitu celah yang terbentuk sampai nasal dan menuju tenggorokan3.
Data Internasional menunujukan kasus cleft palate dan cleft lip ditemukan 1
dari 1000 bayi yang lahir. Dari keseluruhan kasus cleft palate dan cleft lip
prevalensinya adalah 45%, cleft lip 25% dan cleft palate 35%. Insiden cleft lip
sering ditemukan pada anak laki – laki dibanding perempuan dengan
perbendingan 1: 2 sedang cleft palate adalah sebaliknya. Hasil penelitian
epidemologi menunjukan bahwa daerah Isana NTT Indonesia merupakan daerah
dengan prevalensi cleft palate dan cleft lip tertinggi di dunia4,5.
Walaupun angka kejadian yang tidak menunjukan sebagai kasus endemic
namun akibat yang ditimbulkan dari cleft palate dan cleft lip membutuhkan
penanganan yang segera. Masalah kesulitan bicara dan kesulitan makan
merupakan masalah utama yang timbul akibat kelainan ini. Komplikasinya
antara lain adalah kekurangan gizi, infeksi, gangguan pertumbuhan wajah,
missing teeth dan supernumery teeth. Akibat yang ditimbulkan biasanya menjadi
masalah terberat adalah mengenai kondisi psikologi anak2.
Penanganan yang tepat harus segera dilakukan baik penanganan fisik
maupun psikologis. Pada kasus cleft palate dan cleft lip memerlukan penanganan
1
multidisiplin karena kasus ini sangat kompleks, variatif, lama dan memerlukan
tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tenaga ahli yang dibutuhkan dalam
penanganan kasus ini antara lain adalah dokter anak, dokter bedah mulut, dokter
bedah plastik, dokter gigi anak, dokter gigi ortodonti, prostodontik, dokter THT, ahli
genetik, psikiater, dan terapis wicara1.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi dan Anatomi
Gambar 1. Anatomi normal bibir dan palatum
Perkembangan Wajah
Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan antara lain
prosesus frontonasalis, prosesus nasalis medialis dan lateralis, prosesus maksilaris
dan prosesus mandilbularis. Pada awal perkembangan, wajah janin adalah daerah
yang dibatasi di sebelah cranial oleh lempeng neural, di cauda oleh pericardium, dan
di lateral oleh processus mandibularis arcus pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di
tengah-tengah daerah ini, terdapat cekungan ectoderm yang dikenal sebagai
stomodeum. Pada dasar cekungan terdapat membrane buccopharyngeal. Pada minggu
keempat, membrane buccopharyngeal pecah sehingga stomodeum berhubungan
langsung dengan usus depan (foregut).4,6,7
3
Perkembangan wajah selanjutnya bergantung pada menyatunya sejumlah
processus penting (teori fusi processus), yaitu processus frontonasalis, processus
maxillariss, dan processsus mandibularis. Processus frontonasalis mulai sebagai
proliferasi mesenchym pada permukaan ventral otak yang sedang berkembang,
menuju ke arah stomodeum. Sementara itu, processus maxillaris tumbuh keluar dari
ujung atas arcus pertama dan berjalan ke medial, membentuk pinggiran bawah orbita.
Processus mandibularis arcus pertama kini saling mendekat satu dengan yang lain di
garis tengah, di bawah stomodeum dan bersatu membentuk rahang bawah dan bibir
bawah.6,7
Gambar 2. Proses perkembangan wajah manusia
Primordium kavum nasi tampak sebagai cekungan pada ujung bawah
processus frontonasalis yang sedang berkembang, membaginya menjadi processus
nasalis medialis dan processus nasalis lateralis. Dengan berlanjutnya perkembangan,
4
processus maxillaris tumbuh ke medial dan menyatu dengan processus nasalis
medialis. Processus nasalis medialis membentuk philtrum pada bibir atas dan
premaxilla. Processus maxillaris meluas ke medial, membentuk rahang atas dan pipi,
dan akhirnya menutupi premaxilla dan menyatu pada garis tenggah. Berbagai
processus yang membentuk wajah menyatu selama dua bulan kedua.6,7
Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxillaris arcus pharyngeus
pertama pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya, processus maxillaris
saling bertemu di garis tengah dan bersatu, juga dengan processus nasalis medialis.
Jadi bagian lateral bibir atas dibentuk oleh processus maxillaris, dan bagian medial
atau philtrum dibentuk oleh processus nasalis medialis dengan bantuan processus
maxillaries pada akhir minggu ke-6 sampai minggu ke-7.6,7
Bibir bawah dibentuk dari processus mandibularis arcus pharyngeus pertama
masing-masing sisi. Processus ini tumbuh ke arah medial di bawah stomodeum dan
bersatu di garis tengah untuk membentuk seluruh bibir bawah. Kulit yang menutupi
processus frontonasalis dan derivatnya mendapat persarafan sensoris dari divisi
ophthalmica n. trigeminus, sedangkan divisi maxillaries n. trigeminus mempersarafi
kulit di daerah processus maxillaris. Kulit yang meliputi processus mandibularis
dipersarafi oleh divisi mandibularis n. trigeminus. Otot-otot untuk ekspresi wajah
berasal dari mesenchym arcus pharyngeus kedua. Saraf yang menyuplai ini adalah
saraf arcus pharyngeus kedua, yaitu nervus kranialis.6,7
Berdasarkan teori di atas, hipotesa terjadinya bibir sumbing yaitu karena
kegagalan fusi antara processus maksilaris dengan processus nasalis medialis dimana
pertama terjadi pendekatan masing – masing processus, setelah processus bertemu,
terjadi regresi lapisan epitel dan pada akhirnya mesoderm saling bertemu dan
mengadakan fusi.4,7
Teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah sebagai berikut :
- Labioschizis : perkembangan abnormal dari processus nasomedial dan
maksilaris
- Palatoschizis : kegagalan fusi antara 2 processus palatine
5
2.2 LABIOPALATOSCHIZIS
2.2.1 Palatoschizis
Cleft palate (palatoschizis) adalah suatu kelainan dimana dua plat palatum
yang membentuk palatum keras tidak menyatu dengan sempurna. Palatum lunak
dalam hal ini akan juga mengalami cleft8.
Cleft palate dapat terjadi secara lengkap (dalam palatum keras, palatum
lunak dan juga gap pada rahang) dan tidak lengkap (berupa lubang pada atap
rongga mulut biasanya sebagai palatum lunak saja). Saat terjadi cleft palate, maka
biasanya uvula akan terbagi. Hal ini terjadi oleh karena kegagalan fusi pada
prosessus palatina lateralis, septum nasalis, dan prosessus palatina mediana
(pembentukan palatum sekunder). Lubang pada atap rongga mulut disebabkan
oleh karena adanya hubungan secara langsung antara rongga mulut dengan cavum
nasi.
Akibat dari hubungan terbuka antara rongga mulut dan rongga hidung
disebut sebagai Velopharingeal Inadequency (VPI). Oleh adanya gap tersebut,
maka udara akan memasuki rongga hidung menyebabkan resonansi suara
hipernasal (Hypernasal voice resonance) dan emisi nasal. Efek sekunder dari VPI
diantaranya adalah adanya kekacauan dalam berbicara (speech articulation errors)9.
2.2.2 Labioschizis
Cleft lip(labioschizis) atau lebih dikenal dengan Bibir sumbing adalah
suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya
berlokasi tepat di bawah hidung. Terdapat dua klasifikasi cleft lip yaitu Celah bibir
satu sisi yang meliputi clef lip satu sisi tidak lengkap dan cleft lip satu sisi lengkap.
Clef lip satu sisi tidak lengkap yaitu terjadi celah pada satu sisi dan terlihat
sebagai suatu celah kecil pada bibir. Sedangkan pada cleft lip satu sisi lengkap
yaitu celah yang terbentuk sampai ke lubang hidung dan mengenai prosesus
6
alveolaris. Klasifikasi yang kedua adalah cleft lip dua sisi yang meliputi cleft lip dua
sisi tidak lengkap dan cleft lip dua sisi lengkap4,9.
2.2.3 Epidemiologi
Insiden labioschizis sebanyak 2,1 dalam 1000 kelahiran pada etnis asia,
1:1000 pada etnis Afrika-Amerika. Presentase labioschizis adalah 21% dari seluruh
kasus bibir sumbing. Insiden palatoschizis adalah 1:2000. Hampir 50% kasus
palatoschizis disertai dengan sindrom kelainan bawaan lain. Presentase kasus
sumbing palatum saja adalah 33% dari seluruh kasus sumbing. Bibir sumbing lebih
sering terjadi pada anak laki – laki. Kemungkinan penyebabnya yaitu ibu yang
terpajan obat, kompleks sindrom malformasi, murni – tidak diketahui, atau genetik10.
2.2.4 Etiologi
Penyebab labiopalatoschizis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan
berpendapat bahwa labiopalatoschizis muncul akibat kombinasi dari faktor genetik
Faktor penyebab yang diduga dapat menyebabkannya yaitu :11,12,13
- Genetik
Dia Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan
bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labiopalatoschizis
akan mengalami labiopalatoschizis. Kemungkinan seseorang bayi
dilahirkan dengan labiopalatoschizis meningkat bila keturunan garis
pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat
labiopalatoschizis.
Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma Patau
dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga
jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal
seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan
gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun
7
kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi
yang lahir.
- Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional
dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas
(defisiensi asam folat, vitamin C dan Zn) serta penggunaan vitamin A
dalam bentuk 13-cis-retinoic acid dapat menigkatkan risiko melahirkan
anak dengan labio / palatoschizis.
- Penggunaan obat teratologi termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin.
Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini
masih belum jelas. Kontrasepsi hormonal pada ibu hamil terutama
hormone estrogen yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi sehingga berpengaruh terhadap sirkulasi fetomaternal. Obat –
obatan seperti thalidomide, kortikosteroid dan obat penenang (diazepam,
phenytoin) juga dapat menyebabkan kelainan ini.
- Infeksi, terutama pada infeksi toksoplasma dan klamidia.
- Faktor usia ibu
Semakin bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula
risiko ketidak sempurnaan pembelahan meiosis.
- Faktor lingkungan
Zat kimia (rokok dan alkohol) karena zat toksik yang terkandung pada
rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama
masa embrional. Gangguan metabolik seperti diabetes mellitus dan
penyinaran radioaktif juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ
selama masa embrional.
2.2.5 Patogenesis
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, celah bibir dan palatum
nyata sekali berhubungan erat secara embriologis, fungsional dan genetik. Prosesnya
8
karena terdapat hipoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan
prosesus nasalis media dan prosesus maksilaris. Celah palatum muncul akibat
terjadinya kegagalan dalam mendekatkan atau mefusikan lempeng palatum.Cacat ini
berupa celah pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai ke gusi, rahang dan
langitan, sehingga besarnya cacat bervariasi. Juga dapat terjadi pada dua sisi.
Diagnosis dalam bahasa latin tergantung dari cacatnya, misalnya bila mengenai bibir,
gusi dan rahang disebut Labiognatopalatoschizis.12,14
Dua teori yang muncul tentang embryogenesis bibir sumbing :12-14
a) Teori klasik
Kegagalan fusi processus maksila dan processus nasalis medialis selama interval
waktu menghasilkan celah palatum primer.
b) Teori penetrasi mesodermal (dikemukakan oleh Stark)
Penutupan palatum didasari oleh penetrasi mesodermal, tanpa migrasi dan penguatan
oleh mesodermal ini, akan terjadi kerusakan epitel dan bagian yang telah menyatu
(proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali sehingga terjadi pemisahan yang
berakibat adanya celah bibir / palatum.
Masalah yang ditimbulkan cacat ini adaah psikis, fungsi dan estetik, ketiganya
saling berhubungan. Masalah psikis yang mengenai orang tua dapat diatasi dengan
penerangan yang baik. Bila cacat terbentuk lengkap sampai langit – langit, bayi tak
dapat menghisap. ASI harus dimanfaatkan dengan cara lain, dipompa dulu dan
diberikan per sendok atau dengan botol yang lubang dotnya cukup besar. Karena
sfingter pada muara tuba eustachii kurang normal lebih mudah terjadi infeksi ruang
telinga tengah.kemungkinan ini harus selalu diingat supaya tidak sampai terjadi otitis
media perforata.12-14
2.2.6 Klasifikasi 4,12
Unilateral : apabila celah sumbing terjadi hanya pada salah satu bibir
Bilateral : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
Bisa tanpa atau disertai belah langit-langit
9
Bisa komplit dan tidak komplit : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung
Gambar 3. Klasifikasi berdasarkan The Royal College of Surgeons of England (2000)
Celah bibir dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai dari takik kecil pada batas
yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar hidung.12
- Celah unilateral (lebih sering pada sisi kiri)
- Celah bilateral biasanya melibatkan rigi – rigi alveolus
- Biasanya disertai dengan gigi yang cacat bentuk, gigi tambahan atau bahkan
tidak tumbuh gigi. Celah kartilago cuping hidung – bibir seringkali disertai
dengan defisiensi sekat hidung dan pemanjangan vomer, menghasilkan
tonjolan keluar bagian anterior celah prosesus maksilaris.
- Celah palatum murni terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan hanya
uvula saja atau dapat meluas ke dalam atau melalui palatum molle dan
palatum durum sampai ke foramen incisivus. Apabila celah palatum ini terjadi
bersamaan dengan celah bibir (sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea
10
mediana palatum molle dan meluas sampai ke palatum durum pada satu atau
kedua sisi, memaparkan satu atau kedua rongga hidung sebagai celah palatum
unilateral atau bilateral.
2.2.7 Manifestasi Klinis
Labioschizis
Labioschizis terjadi pada satu dari seribu kelahiran, faktor genetik berperan pada
etiologi, selain obat seperti fenobarbital atau difenilhidantoin yang digunakan saat
hamil muda. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan
mengganggu pada waktu menyusui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal
rahang serta perkembangan bicara. Labioschizis selalu disertai dengan hidung yang
asimetrik karena gnatoschizis dan palatoschizis.4,12
Palatoschizis
Karena terdapat hubungan antara rongga mulut dan hidung pada palatoschizis, anak
pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Koreksi sebaiknya
dilakukan sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan
bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama dalam cara memberikan
minum agar gizi anak memadai saat akan menjalani bedah rekonstruksi.
Labiognatopalatoschizis merupakan gabungan dari dua kelainan tersebut di atas.
Koreksinya dapat dilakukan bertahap maupun sekaligus.4,12
2.2.8 Diagnosis
Penegakkan diagnosis adanya celah bibir / bibir sumbing maupun celah palatum
terlihat dari tampilan klinis anak tersebut dan dinilai apa saja bagian yang mengalami
defek. Sebanyak 86% anak dengan labioschizis bilateral disertai dengan palatoschizis
dan 68% labioschizis unilateral disertai palatoschizis.13
Labioschisis inkomplit / komplit
Labiognatho schisis
11
Labiognathopalatoschisis
Palatoschisis
Selain pemeriksaan fisik yang dapt dilakukan saat bayi lahir, Labioschizis juga dapat
dideteksi selama kehamilan dengan USG rutin.12
Gambar 4. Antenatal diagnosis pada labioschizis
2.2.9 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami labiopalatoschizis :2
- Labioschizis dapat menyebabkan masalah kosmetik, serta susunan gigi yang
tidak beraturan
- Palatoschizis dapat menyebabkan mudahnya mengalami penyakit ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut) serta berbicara sengau
- Otitis media berulang dan ketulian sering kali terjadi, jarang dijumpai kasus
karies gigi yang berlebihan. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila terdapat
kesalahan penempatan arkus maksilaris dan letak gigi geligi.
- Cacat bicara bisa ada atau menetap meskipun penutupan palatum secara
anatomi telah dilakukan dengan baik. Cacat wicara yang demikian ditandai
dengan pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan kualitas
hipernasal jika mebuat suara tertentu. Baik sebelum dan sesudah operasi
12
palatum, cacat bicara disebabkan oleh fungsi otot – otot paltum dan faring
yang tidak adekuat. Selama proses menelan dan saat mengeluarkan suara
tertentu, otot – otot palatum mole dan dinding lateral serta posterior
nasofaring membentuk suatu katup yang memisahkan nasofaring dan
orofaring. Jika katup tersebut tidak berfungsi secara adekuat, orang itu sukar
mencipatkan tekanan yang cukup di dalam mulutnya untuk membuat suara –
sura tertentu. Kemungkinan terapi wicara diperlukan setelah suatu operasi.
2.2.10 Terapi
Masalah yang mendesak adalah proses makan, segera setelah lahir, bayi
dipasangi penutup plastik yang cocok, maksudnya untuk membantu pengendalian
cairan, memberikan bidang referensi untuk pengisapan dan menjaga stabilitas segmen
– segmen arkus lateral. Pertumbuhan arkus gigi yang cepat memerlukan pengukuran
alat penutup yang berulang – ulang setiap beberapa minggu. Putting artificial lunak
dengan lubang yang besar berguna pada penderita celah palatum. Penderita dengan
celah bibir (sumbing) murni mungkin dapat minum ASI.2
Program habilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir
sumbing atau celah palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam waktu
bertahun – tahun, dari tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah atau bedah
plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dan
giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara.4
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi 2,4,9
- Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi
Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia
yang memadai tindakan operasi pertama dikerjakan untuk menutup celah bibirnya,
biasanya pada umur tiga bulan. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten yaitu.
13
Saat melaksanakan tindakan koreksi dianut hukum sepuluh, yaitu berat badan
minimal empat setengah kilo (10 pon), kadar hemoglobin 10 gram persen dan umur
sekurang – kurangnya 10 minggu dan tidak ada infeksi, leukosit dibawah 10.000.
- Edukasi kepada orang tua
Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasehat yang seharusnya
diberikan kepada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak
bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika
dot dibalik, susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah optimal artinya tidak
terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga
membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan lubang khusus ini tidak
tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan dengan bantuan sendok secara
perlahan dengan posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu
melewati langit – langit yang terbelah.
- Celah bibir direkatkan dengan menggunakan plaster khusus non alergenik
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibar proses tumbuh
kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kea rah depan (protrusion pre
maksila) akibat dodorngan lidah prolabium, karena jika hasil ini terjadi tindakan
koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang
didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai
waktu operasi tiba.
2. Tahap operasi
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan setelah umur 3 bulan,
ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan berat badan yang memuaskan dan
bebas dari infeksi oral, saluran nafas atau sistemik.2,9
Tujuan pembedahan / operasi :2
- Menyatukan bagian – bagian celah
- Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas
14
- Mengurangi regurgitasi hidung
- Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila
Teknik operasi :9
A. Labioplasty
Cara Millard : “rule of ten” (10 minggu, 10 pound, Hb ≥10 gr%, leukosit <
10.000)
B. Palatoplasty
Dilakukan pada usia ± 20 bulan saat anak mulai belajar bicara
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara Millard yang caranya memutar dan
memajukan (rotation and advacement). Teknik operasinya yaitu : 2,9,12
- Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris, kemudian otot
orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan dari sisanya.
- Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara tajam, sampai
kira – kira sulkus nasolabialis.
- Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya, secukupnya,
kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap :
mukosa, otot dan kulit.
- Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat flap C, kemudian
dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap lubang hidung.
- Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae, menggunakan gunting
halus melengkung.
- Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan yang dipasang ke
kulit.
- Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang hidung
lebih simetris. Kolumela dan rangka tulang rawan dan vomer yang miring dari
depan ke belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring.
15
- Luka dipinggir dalam atap nares dijahit, kemudian mukosa oral mulai dari
cranial, menghubungkan sulkus ginngivo labialis. Jahitan diteruskan sampai
ke dekat merah bibir.
- Setelah itu, otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai dari titik yang
perlu ditemukan yaitu ujung busur Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa
bibir. Jaringan kulit atau mukosa yang berlebihan dapat dibuang.
- Terakhir luka operasi ditutup dengan tulle dan kasa lembab selama 1 hari,
untuk menyerap rembesan darah / serum yang masih akan keluar. 1 hari
sesudahnya, barulah luka dirawat terbuka dengan pemberian salep antibiotik.
Gambar 5. Reparasi labioschizis (labioplasti) (A dan B) pemotongan sudut celah
pada bibir dan hidung (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura (D)
bagian atas bibir disatukan dan (E) jahitan memanjang sampai ke bawah untuk
menutup celah secara keseluruhan
16
Gambar 6. Teknik operasi labioplasty dan palatoplasty
Tindakan selanjutnya adalah menutup langitan (palatoplasti),
dikerjakan sedini mungkin (15 – 24 bulan) sebelum anak mampu bicara
lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau
operasi dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan bicara
atau mengeluarkan suara normal atau tak sengau, sulit di capai.4,12
Perbaikan celah palatum dapat dilakukan dengan teknik :2,12,15
a) Von Langenbeck Palatoplasty
Dasar tehnik ini yaitu memisahkan celah palatum yag terpisah.
Pembedahan dan penjahitan otot merupakan prosedur untuk membuat
sling otot. Skematik palatoplasti Von Langenbeck, melibatkan flap
bipedikel mukoperiosteal untuk menutup celah patum durum dan
molle.
Gambar 7. Von Langenbeck Palatoplasty
17
b) Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)
Penutupan mukoperiosteal dibuat dengan W – shaped incison.
Pembebasan mukoperiostal dari palatum disambung ke palatum durum
dan pembukaan tulang secara anterior dan lateral.
Gambar 8. Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)
c) Bardach Two flap
Dilakukan pada bibir sumbing bilateral, merupakan modifikasi dari
tehnik Von Langenbeck dimana dilakukan insisi di sepanjang tepi
celah palatum dan tepi alveolar. Penggabungan secara anterior ini,
untuk membebaskan penutupan mucoperiosteal. Palatum molle
diperbaiki pada jahitan garis lurus. Pemotongan dan rekonstruksi m.
levator veli palatine sebagai sling otot dinamakan intravelar
palatoplasty.
18
Gambar 9. Bardach Two flap
d) Furlow Z plasty
Teknik dimana bagian palatum di reposisi dan veli palatine disambung
oleh double opposing (menyilang) secara Z plasty. Operasi plastik cara
ini adalah teknik yang paling sering digunakan; garis jahitan yang
diatur berguna untuk memperkecil takik bibir akibat retraksi jaringan
parut.
Gambar 10. Skema palatoplasti Z plasty. (A) Garis ganda adalah garis insisi dan garis putus-putus adalah garis lipat. (B) Flap kiri terdiri dari otot dan mukosa oral dan flap kanan hanya terdiri dari mukosa oral.
(C) Penutupan akhir Z plastyKarena celah palatum sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan
derajat kerusaknnya; penentuan waktu operasi koreksi seharusnya bersifat
19
individual. Kriteria seperti lebarnya celah, cukupnya segmen palatum yang
ada, morfologi daerah sekitarnya (seperti lebarnya orofaring) dan fungsi
neuromuskuler palatum mulut serta dinding faring mempengaruhi
pengambilan keputusan.2
Cacat celah ini hampir selalu menyilang rigi – rigi alveoulus dan
menganggu pembentukan gigi pada daerah tersebut. Elemen – elemen gigi
yang hilang harus diganti dengan alat – alat prostetik; kemungkinan juga
diperlukan perubahan posisi gigi. Setelah operasi, pada usia anak dapat belajar
bicara dari orang lain, speech therapist dapat diminta mengajar atau melatih
anak bicara yang normal. Bila ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar
masi sengau maka dapat dilakukan Faringoplasti. Operasi ini adalah membuat
bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi, biasanya pada umur 6
tahun ke atas.2
Pada umur 8 – 9 tahun dilakukan tindakan operasi penambalan tulang
pada celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti nanti
mengatur pertumbuhan gigi dikanan kiri celah supaya normal. Graft tulang
diambil dari bagian spongius Krista iliaka. Tindakan operasi terakhir yang
mungkin diperlukan dikerjakan setelah pertumbuhan tulang – tulang muka
mendekati selesai yaitu pada umur 15 – 17 tahun.8
Sering ditemukan hipoplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligi
depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan
bedah ortognatik, memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya
dan mengubah posisinya maju ke depan. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis)
kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan
pada saat usia 8 – 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.2,4
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu
(multidisipliner). Dokter umum, biasanya orangtua penderita mengontrol
kesehatan bayi atau anak dan menulis surat rujukan yang perlu. Ahli bedah
plastik memberikan penerangan yang lebih terperinci dan melakukan semua
20
tindakan operasi. Ahli THT mungkin diperlukan bila terjadi gangguan pada
telinga. Speech therapist untuk mengajarkan bicara dan dokter gigi untuk
tindakan ortodonti.2,8
3. Penanganan Prabedah dan Pasca Bedah
Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat dibersihkan
dengan kapas yang diberi larutan hydrogen peroksida dan salep antibiotika yang
diberikan beberapa kali perhari. Jahitan dapat diangkat pada hari ke 5-7.
Kecurigaan infeksi merupakan kontraindikasi operasi, jika gizi anak baik, cairan
dan elektrolit seimbang, pemberian makan dapat diijinkan pada hari ke enam
pasca bedah. Selama waktu yang singkat dalam masa pasca bedah, perawatan
khusus sangat diperlukan. Tindakan pengisapan nasofaring yang dilakukan secara
lembut mengurangi kemungkinan komplikasi yang lazim terjadi, sperti atelektasis
dan pneumonia.2
Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah adalah rumatan kebersihan
garis jahitan dan menghindari ketegangan pada jahitan, karenanya bayi diberikan
makan dengan penetes obat dan tangan diikat manset siku. Diet cair atau
setengah cair dipertahankan. selama 3 minggu dan pemberian makanan dilakukan
dengan tetesan atau sendok. Tangan penderita dan mainan juga benda – benda
asing harus dijauhkan dari palatum. Setelah operasi labioplasti, pasien harus
dievaluasi secara periodik terutama status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran
dan kemampuan berbicara, dan juga keadaan psikososial.2
2.2.11 Prognosis
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi
atau disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan
operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secra
signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak
dengan labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan
21
bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil
peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak labioschsis.14,15
22
BAB III
KESIMPULAN
Secara garis besar baik cleft palate dan cleft lip disebabkan oleh
kegagalan proses penggabungan lempeng palatina lateral untuk bergabung satu
sama lain, dengan septum nasal, atau dengan palatum primer. Celah bibir dan
celah palatum dapat dibedakan berdasarkan abnormalitas kongenital dan keduanya
sering terjadi secara bersamaan.
Perkembangan embriologis pada bibir atas dan hidung membutuhkan
tahapan yang rumit, hal ini telah terprogram secara genetis. Hal yang paling utama
yang menjadi permasalahan adalah fusi (penyatuan) dari 5 jaringan fasial
prominens pada minggu ke-3 hingga ke-8, perkembanan bibir pada usia
kandungan 3 hingga 7 minggu, dan perkembangan palatum pada minggu ke 5
hingga 12. Hal tersebut pada akhirnya akan akan menyebabkan kecacatan pada
palatum dan bibir jika berlangsung secara abnormal.
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu
(multidisipliner) yang melibatkan tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah
atau bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan
rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing
kemampuan bicara. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki dengan
berbagai teknik operasi labioplasty seperti teknik Millard untuk dan teknik
palatoplasty seperti teknik Von Langenbeck, V-Y palatoplasty, Bardach two flap
serta Furlow Z Plasty.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. The Northern and Yorkshire Cleft Lip and Palate Service. Cleft Lip and Palate. Dalam : Neonatal Network Handout. 2013.
2. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC. 20023. Zucchero, T.M. et al. 2004 Interferon Regulatory Factor 6 (IRF6) Gene
Variants and the Risk of Isolated Cleft Lip or Palate New England Journal of Medicine 351:769-780 [1] ^ "Cleft palate genetic clue found". BBC News. 2004-08-30. http://news.bbc.co.uk/1/hi/health/3577784.stm.
4. Sadler TW. Wajah Dalam : Embriologi Langman. Edisi ke – 7. Jakarta: EGC; 1997. 334 - 338
5. Sutrisno6. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal dan Tingginya Prevalensi
Sumbing Bibir / Langit – Langit di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Diunduh dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18.ht.ml
7. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam : Schwartz’s Principles of Surgery. FC Brunicardi, DK Andersen, TR Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE PUllock. Edisi ke 8. Volume 2. Library of Congress Cataloging in Publication Data; 1999. 1796 – 1800.
8. Statistics by country for cleft palate. WrongDiagnosis.com. http://www.wrongdiagnosis.com/c/cleft_palate/stats-country.htm.
9. Sloan GM (2000). "Posterior pharyngeal flap and sphincter pharyngoplasty: the state of the art". Cleft Palate Craniofac. J. 37 (2): 112–22. doi:10.1597/1545-1569(2000)037<0112:PPFASP>2.3.CO;2. PMID 10749049.).
10. Widjoseno, Gardjito. Kelainan Bawaan Kepala dan Leher. Dalam : R Sjamsuhidajat, W De Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke – 2. Jakarta: EGC; 2004. 344 – 345.
11. Converse JM, VM Hogan, JG McCarthy. Cleft Lip and Palate, Introduction. Dalam : Reconstructive Plastic Surgery. Edisi ke – 11. Volume 4. Philadelphia : WB Saunders.
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam : Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005
13. Muhammad AH. Cleft Lip and Palate :Etiological Factos, a Review. Indian J Adv (serial online) 2012 June (diakses 4 Juli 2015); 4(2): (8 layar).
24
14. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Binarupa Aksara. 393 – 396.
25
top related