laporan 1
Post on 14-Aug-2015
98 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Laporan Praktikum Hari / Tanggal : Senin / 08 Maret 2013
Teknologi Minyak Atsiri Gol/Kel : P1/5
Dosen : Dr. Ir.Dwi Setyaningsih,M.Si
Asisten : 1. Athin Nuryanti
F34090111
2. Imastia Rahma S.
F34090120
TEKNOLOGI PRODUKSI MINYAK ATSIRI
Oleh :
Kelompok 5
Nadhif Nabhan Rabbani F34100004
Novi Kurniawan F34100006
Heldinnie Gusty A. F34100025
Dhita Anggraini Annisa F34100015
M. Zaky Hadi F34100032
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk daii komoditi pertanian yang terbilang mewah adalah minyak atsiri. Hal itu bukan
berlebihan mengingat cara pengambilan serta rendemen yang sangat sedikit dari minyak tersebut
membuat hargaanya melambung tinggi. Minyak atsiri banyak digunkan dalam industri
fitofarmaka, farfum, maupun bahan tambahan pangan. Minyak atsiri di Indonesia kebanyakan
masih menggunakan teknologi yang sederhana dalam mengisolasi minyak atsirinya. Minyak yang
sangat terkenal di Indonesia adalah minyak nilam yang berasal dari aceh.
Minyak atsiri banyak terkandung dalam berbagai komoditi pertanian. Masing-masing minyak
tersebut memiliki kandungan yang khas, sehingga mempunyai bau yang sangat berbeda masing-
masing komoditi. Minyak atsri yang sering diperjualbelikan diantaranya minyak nilam, minyak
cengkeh, minyak sereh wangi, minyak pala, minyak lemon, minyak jahe, dan minyak kayu putih.
Hal ini karena penggunaannya yang sudah sangat meluas dan digunakan dalam berbagai macam
produk farfum maupun obat-obatan.
Teknik mengisolasi minyak atsiri sudah ada sejak zaman dahaulu kala dan beberpa
metodenya masih dipakai sampai sekarang. Sejak dahulu orang sudah lama mengetahui akan
kandungan pada berbagai macam tanaman yang mengeluarkan wangi-wangian tersebut. Produk
tersebut lebih sering dugunakan pada upacara kerajaan. Teknik isolasi yang sering dugunakan
adalah teknik penyulingan karena kebanyakan bahan dari minyak atsiri msih banyak mengandung
serat dan bahan plomer lainnya yang mengikat kandungan atsirinya, sehingga teknik penyulingan
merupakan hal yang cocok untuk mengluarkan minyak dari bahan tersebut.
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi isolasi minyak atsiri saat ini berkembang
pesat. Di Indonesai sendiri terdapat organisasi yang membawahi dibidang minyak atsiri dengan
selalu melakuakn pengembangan dibidang teknologinya mengingat begitu pentingnya minyak
atsiri untuk produk-produk komersial tertentu . Saat ini skala besar sedang dikembangkan untuk
menunjang kebutuhan industri tersebut. Berbagai cara isolasi selalu dikaji demi efisiensi hasil
produksi.
Untuk itu prisip dan dasar pengetahuan dari isolasi minyak atsiri ini perlu diketahui terlebih
dahulu untuk membuka pemahan selanjutnya mengenai pengembangan minyak atsiri. Dalam
pratikum ini hal itu menjadi titik penting, sehingga mahasiswa mempunyai pengetahuan dasar
dalam mengisolasi minyak atsiri. Pratikum ini juga membantu mahasiswa untuk memahami
formulasi dan kegunaan minyak atsiri secara luas sehingga dapat menimbulkan bibit-bibit
technopreneur di bidang minyak atsiri.
B. Tujuan
Tujuan pratikum ini adalah mengetahui prinsip dan metode dalam memproduksi minyak
atsiri yaitu cara penyulingan, ekstraksi pelarut, dan ekstraksi lemak padat dari berbagai komoditi
pertanian serta dapat membandingkan kualitas dan efisiensi produksi pada berbagai cara produksi
tersebut.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam pratikum ini terdiri dari bahan yang mengandung minyak
atsiri yaitu jahe, bungan sedap malam dan bunga melati, serta bahan penunjang seperti air,
pelarut heksan, lemak padat dan etanol. Sedangkan alat-alat yang digunakan pada partikum
ini adalah ketel suling, labu Florentine, gelas ukur, timbangan, pisau, talenan, erlenmeyer,
pendingin balik, klafenger, aufhaser, neraca, ekstraktor, evaporator, gelas bekker, kaca
enfluransi, dan sudip.
B. Metode
1. Penyulingan
Air
Ketel suling diisi dengan air
secukupnya
Boiler dipanaskan Suhu maks 800 C
Lapu florentine dipasang dak dialirkan air melalui
kondensor
Jahe dimasukkan dalam dalam ketel suling
Suhu ketel uap dinaikkan dan diatur tekanannya
Distilat dipisahkan dan disimpan dalam
botol
Setelah tetesan pertama
penyulingan diamati
selama kurang lebih 2 jam
Minyak jahe
Jahe
(10 kg)
Volminyak (ml)
berat bahan (gram)𝑥100%
dihitung
Rendemen minyak
2. Enflourasi
Lemak Padat
Dioleskan pada alat enfleuransi 1-2 cm
Bunga ditaburkan pada sisi alat
Lemak diambil, bunga dikeluarkan dan
dikerok
Didiamkan selama 24 jam (suhu kamar
dan tertutup)
Larutkan lemak pada alkohol 90%
lemak dipisahkan dan disaring
Dinginkan (suhu -150)
sampai beku
Dipekatkan (Rotary
Evaporator)
Bunga sedap
malam/melati
Filtrat
Cairan Absolute enflleuransi
Volminyak (ml)
berat bahan (gram)𝑥100%
dihitung
Rendemen Minyak
3. Solvent Extraction
4. Kadar Air Minyak Atsiri
Bunga sedap malam
/melati (100 g)
Dimasukkan dalam ekstraktor
Dicampur dengan pelarut
Concrete
Disuling pada suhu rendah dan tekanan
rendah
Concrete dimurnikan
Minyak bunga sedap
malam/melati
heksan
Jahe (20 g)
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Dihubungkan dengan alat destilasi, cap alat diisi 10
ml toluene
Labu dipanaskan (±1 jam)
Volume air dibaca
toluene
air (ml)
bahan (gram)𝑥100%
Dihitung kadar air
Kadar air
III. PEMBAHASAN
A. Hasil Pratikum
Terlampir
B. Pembahasan
Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang merupakan bahan
yang bersifat mudah menguap (volatile), mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya
yang diambil dari bagian-bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit
kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor
agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan Indonesia. Minyak atsiri dapat digunakan
sebagai bahan pewangi, penyedap (flavoring), antiseptic internal, bahan analgesic, sedative
serta stimulan. Terus berkembangnya penggunaan minyak atsiri di dunia maka minyak atsiri di
Indonesia merupakan penyumbang devisa negara yang cukup signifikan setelah Cina
(Sastrohamidjoyo 2004).
Dalam mengambil atau mendapatkan minyak atsiri dari berbagai komoditi pertanian terdapat
beberapa metode dalam mengisolasi minyak atsiri yang sering digunakan yaitu penyulingan,
ekstraksi dengan pelarut menguap, pengepresan, dan enfleurasi. Isolasi dengan penyulingan
merupakan proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau
lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya, dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang
tidak larut dalam air (Guenter 1948). Penyulingan atau destilasi dimana proses ini merupakan
salah satu metode yang dilakukan untuk mendapatkan minyak atsiri dari tanaman penghasil
minyak atsiri. Campuran yang disuling terdiri dari larutan cair yang memiliki karakteristik mampu
saling bercampur dan mudah menguap. Selain itu, komponen-komponen didalam campuran
tersebut mempunyai perbedaan tekanan uap sehingga dapat dipisahkan.
Pada proses penyulingan (destilasi), pemisahan didasarkan pada kondisi dimana campuran
cair ada dalam keadaan setimbang dengan uapnya. Komposisi uap dan cairan tentunya akan
berbeda, uap akan mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap, sedangkan cairan
mengandung lebih sedikit komponen mudah menguap. Apabila uap dipisahkan dari cairan, maka
uap tersebut akan dikondensasikan dan selanjutnya akan didapatkan cairan yang berbeda dari
cairan awal dengan lebih banyak komponen mudah menguap (volatile) dibandingkan dengan
cairan tidak teruapkan. Komponen mudah menguap ini salah satunya adalah minyak atsiri,
sehingga melalui proses penyulingan tersebut bisa didapatkan komponen minyak atsiri yang
diinginkan dari tanaman. Dalam industri pengolahan minyak atsiri, dikenal tiga macam sistem
penyulingan yaitu penyulingan dengan air (water distillation), penyulingan dengan air dan uap
(water and steam distillation), serta penyulingan dengan uap langsung (direct steam distillation).
1. Penyulingan dengan air / sistem rebus (water distillation)
Prinsip dari penyulingan dengan air adalah bahan yang akan disuling kontak langsung dengan
air mendidih. Bahan tersebut akan mengapung diatas air atau terendam secara sempurna
tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang akan disuling. Penyulingan jenis ini dilakukan
dengan cara memasukkan bahan baku baik yang sudah dilayukan, bahan kering, maupun bahan
basah ke dalam ketel penyuling yang telah diisi air. Kemudian air beserta bahan baku didalamnya
dipanaskan. Uap yang keluar dari ketel dialirkan melalui pipa dan dihubungkan dengan kondensor.
Uap yang merupakan campuran uap air beserta minyak yang teruapkan akan terkondensasi
menjadi cair serta kemudian ditampung didalam wadah. Selanjutnya cairan minyak dan air
dipisahkan dengan separator pemisah minyak untuk diambil minyaknya saja. Hal penting yang
perlu diperhatikan adalah ketel penyuling harus terbuat dari bahan anti karat seperti stainless steel,
tembaga, atau besi berlapis aluminium.
Penyulingan dengan air ini merupakan metode penyulingan yang paling sederhana. Namun
terjadinya kontak langsung antara bahan dan air mendidih dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis
pada komponen minyak karena suhu pemanasan tidak dapat dikontrol. Selain itu, dengan
pemanasan yang tidak merata dapat menyebabkan terjadinya penggosongan pada bahan. Metode
ini juga membutuhkan ketel penyulingan yang lebih besar serta jumlah bahan bakar yang lebih
banyak.
2. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation)
Pada penyulingan dengan uap dan air, prinsipnya adalah bahan diletakkan diatas piring yang
berupa ayakan dan terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air di dalam ketel penyuling.
Pada metode ini uap akan selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan yang
disuling hanya akan berhubungan dengan uap. Metode penyulingan ini biasa dikenal dengan
sistem kukus. Cara penyulingan ini merupakan metode yang paling sering digunakan di dunia
industri. Hal ini disebabkan karena hanya membutuhkan sedikit air sehingga dapat menyingkat
waktu pelaksanaan proses produksi. Metode penyulingan air-uap ini dilengkapi dengan sistem
kohobasi yaitu air kondensor yang keluar dari separator akan masuk kembali secara otomatis ke
dalam ketel untuk meminimumkan kehilangan air. Hal ini tentunya salah satu langkah untuk dapat
menekan biaya produksi.
Selain itu, metode penyulingan kukus ini juga lebih menguntungkan karena tidak
menyebabkan proses hidrolisis terhadap komponen minyak atsiri serta proses difusi dengan air
panas. Dekomposisi minyak akibat panas juga akan lebih baik dibandingkan dengan metode uap
langsung (direct steam distillation). Metode ini dapat menghasilkan uap dan panas yang stabil
karena tekanan uap yang konstan. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau kelewat panas pada
tekanan lebih dari 1 atmosfer.
3. Penyulingan dengan uap langsung (direct steam distillation)
Penyulingan dengan menggunakan uap langsung ini sebenarnya memiliki prinsip yang
hampir sama dengan penyulingan air-uap. Namun pada penyulingan uap langsung ini, air yang
digunakan sebagai uap panas terdapat di dalam boiler yang letaknya terpisah dari ketel penyuling.
Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan udara
luar. Pada metode ini, bahan baku tidak mengalami kontak langsung dengan air ataupun api,
namun kontak dengan uap bertekanan tinggi yang berfungsi untuk menyuling komponen minyak
yang diinginkan. Prinsip kerja metode ini adalah membuat uap bertekanan tinggi di dalam boiler,
kemudian uap tersebut dialirkan melalui pipa dan masuk ke dalam ketel penyuling yang berisi
bahan baku. Uap yang keluar dari ketel dihubungkan dengan kondensor. Cairan kondensat yang
berisi campuran minyak dan air dipisahkan menggunakan separator sesuai dengan berat jenis
minyak. Penyulingan menggunakan metode ini umumnya digunakan untuk bahan baku yang
membutuhkan tekanan tinggi pada proses pengeluaran minyak dari sel tanaman atsiri, seperti
gaharu, cendana, dan lain-lain.
Kelebihan penggunaan metode ini adalah efisiensi penyulingan yang lebih tinggi
dibandingkan metode penyulingan lainnya karena waktu penyulingan relatif singkat dan
rendemen yang dihasilkan juga lebih tinggi. Namun penyulingan dengan uap langsung ini
membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan mahal.
Metode lain yang sering juga dilakukan pada industri minyak atsiri adalah metode ekstraksi.
Ekstraksi merupakan sistem pembuatan minyak atsiri yang bahan bakunya memiliki rendemen
kecil, rusak pada suhu tinggi, dan rata-rata larut dalam air. Cara ekstraksi biasanya digunakan
untuk bahan baku minyak atsiri berupa bunga. Beberapa komoditas minyak atsiri yang
menggunakan sistem ekstraksi di antaranya mawar, melati, dan sedap malam. Cara ekstraksi dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak
dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas. Ekstraksi minyak atsiri secara komersial umumnya
dilakukan dengan pelarut menguap (solvent extraction).
Prinsip metode ekstraksi dengan pelarut menguap adalah melarutkan minyak atsiri di dalam
bahan pelarut organik yang mudah menguap. Pelarut yang dapat digunakan di antaranya alkohol,
heksana, benzena, dan toulena. Selain itu, dapat juga menggunakan pelarut non-polar seperti
metanol, etanol, kloroform, aseton, petroleum eter, dan etila setat dengan kadar 96%.
Alat yang digunakan dalam metode ini adalah ekstraktor yang terdiri dari tabung ekstraktor
berputar dan tabung evaporator (penguap). Tabung ekstraktor dan evaporator ini dilengkapi
dengan penunjuk tekanan dan suhu. Di dalam ekstraktor berputar terdapat saluran masuk pelarut
organik dan pompanya. Sementara itu, saluran masuk evaporator dibuat tertutup agar pelarut tidak
mudah menguap (Rusli 2010). Menurut Guenther (1987), ekstraksi dengan pelarut menguap
dilakukan dengan merendam bunga di dalam pelarut dalam sebuah bejana dari plastik, kemudian
ekstraksi berjalan secara sistematis pada suhu kamar. Pelarut akan berpenetrasi kedalam bahan dan
melarutkan minyak bunga beserta beberapa jenis lilin dan albumin serta zat warna. Larutan
tersebut selanjutnya diuapkan ke dalam evaporator dan minyak dipekatkan pada suhu rendah.
Setelah semua pelarut diuapkan dalam keadaan vakum, maka diperoleh minyak bunga yang pekat.
Suhu harus dijaga tetap rendah selama proses ini berlangsung. Dengan demikian uap aktif yang
terbentuk tidak akan merusak persenyawan minyak bunga.
Kelemahan metode ekstraksi dengan pelarut menguap adalah harga pelarut yang cukup
mahal (Anonim 2009). Kemudian menurut Unadi (2010), recovery bahan pelarut tersebut rendah
karena menguap dan memiliki bahaya kebakaran karena bahan pelarut sangat mudah terbakar.
Disamping itu pada tekanan atmosfer suhu didih pelarut seperti heksan adalah 650 C. Dengan suhu
ini dapat merusak komponen minyak atsiri. Kelebihan dari metode ekstraksi dengan pelarut
menguap antara lain metode ini dapat digunakan untuk minyak bunga yang mudah rusak oleh
pemanasan, uap dan air. Produk yang dihasilkan beberapa concrete dan absolute yang bersifat
larut dalam etanol dan memiliki bau yang hampir menyamai bunga asli. Selain itu mutu minyak
yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan bunga hasil penyulingan (Anonim 2009).
Metode berikutnya yaitu enfleurasi atau ekstraksi lemak padat. Teknik enfleurasi merupakan
salah satu cara pengambilan minyak atsiri bunga dari lemak sebagai absorben yang telah jenuh
dengan aroma wangi bunga, dimana proses penyerapan aroma oleh lemak terjadi dalam keadaan
tanpa pemanasan. Metode enfleurasi digunakan dengan alasan bahwa metabolisme atau kegiatan
sintesis senyawa minyak dalam bunga masih terjadi bahkan ketika bunga tersebut telah dipetik.
Kegiatan tersebut akan berhenti ketika bunga tersebut diberi perlakuan panas dan terendam atau
kontak dengan pelarut organik.
Metode ini sudah sejak lama digunakan di wilayah Prancis Selatan, yang sangat terkenal
kualitas parfumnya. Penggunaan teknik enfleurasi pada pembuatan minyak atsiri bunga dilaporkan
dapat meningkatkan rendemen minyak hingga 4-5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan cara
solvent extraction ataupun penyulingan (Moates dan Reynolds 1991). Begitu pula yang dikatakan
oleh Guenther (1987), bahwa proses enfleurasi menghasilkan minyak dengan rendemen lebih
banyak dan minyak yang dihasilkan lebih wangi dibandingkan dengan ekstraksi pelarut menguap.
Hal yang perlu diingat adalah pada saat memoleskan lemak dipermukaan bingkai kaca atau
chassis, lemak hendaknya digores dengan alat apapun yang bisa menciptakan pola garis-garis
dipermukaan lemak. Tujuannya adalah untuk memperluas permukaan penyerapan minyak bunga
oleh lemak, sehingga minyak bunga yang diserap akan lebih banyak (Guenther, 1987). Metode
enfleurasi dilakukan dengan menaburkan bunga diatas lapisan lemak. proses tersebut diulang
selama 3-30 kali, sampai aroma bunga terserap secara optimal dalam lemak.
Kelemahan dari metode antara lain kurang praktis karena memerlukan waktu yang panjang,
banyak tenaga kerja dan keterampilan khusus dalam memisahkan ampas bunga dari lemak agar
lemaknya tidak melekat (Unadi 2010). Sedangkan kelebihan dari metode enfleurasi yaitu pada
proses ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dilakukan pada suhu rendah, sehingga minyak
terhindar dari kerusakan yang disebabkan panas, biaya yang relatif lebih murah dan rendemen
minyak yang lebih tinggi (Anonim 2009).
Pada pratikum ini jenis isolasi penyulingan bahan yang dugunakan adalah jahe. Jahe
(Zingiber officinale Roscoe ) merupakan tanaman temu-temuan yang banyak digunakan sebagai
rempah-rempah dan bahan obat. Jahe tumbuh subur di daerah tropis. Berdasakan data statistik,
penghasil jahe terbesar di dunia masih dipegang Brazil juga Equador. Tanaman jahe berasal dari
Asia Pasifik dan tersebar dari India dan kemudian menyebar ke berbagai negara seperti Republik
Rakyat Cina, Jepang, negara-negara Eropa dan juga Asia Tenggara termasuk Indonesia. Sejak 250
tahun yang lalu, di Cina jahe sudah digunakan sebagai bumbu dapur dan obat. Di Malaysia,
Filipina, dan Indonesia jahe banyak digunakan sebagai obat tradisional. Sedangkan di Eropa pada
abad pertengahan, jahe digunakan sebagai aroma pada bir. Secara biologis tanaman dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale
Jahe merupakan satu dari tujuh tanaman obat paling mujarab di dunia, selain peterseli,
oregano, kayu manis, kunyit, sage, dan bubuk cabai merah. Jahe merupakan salah satu tanaman
yang banyak digunakan sebagai ramuan obat-obatan, bahan makanan dan minuman. Beberapa
propinsi penghasil jahe adalah Jawa Tengah, Jawa barat, Lampung dan Sumatera Barat. Indonesia
merupakan salah satu dari lima besar negara pengekspor jahe di dunia. Menurut Rukamana (2004),
jahe yang dikonsumsi masyarakat Indonesia dan dipercaya secara tradisional dapat menghilangkan
masuk angin, mengurangi atau mencegah influenza, rematik dan batuk serta mengurangi rasa sakit
(analgesik) dan bengkak (anti-inflamasi). Khasiat jahe tersebut dikarenakan kandungannya yang
kompleks. Berbagai senyawa aktif yang baik bagi tubuh ditemukan pada jahe, yaitu pada bagian
rimpangnya. Rimpang jahe mengandung senyawa bioaktif, seperti senyawa phenolic (shogaol dan
gingerol) dan minyak atsiri, seperti bisapolen, zingiberen, zingiberol, curcurmen, 6- dehydro-
gingerdion, galanolakton, asam gingesulfonat, zingeron, geraniol, neral, monoakyl-
digalaktosylglykerol, gingerglycolipid (Kemper 1999). Salah satu senyawa yang paling menojol
tersebut adalah minyak atsiri.
Minyak atsiri jahe merupakan cairan yang berwarna kuning coklat hingga kemerahan-
merahan , mudah menguap pada suhu kamar, berat jenis lebih kecil dari berat jenis air, mempunyai
rasa getir, berbau wangi khas tanaman jahe, larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
Minyak jahe diketahui memiliki berbagai fungsi, diantaranya digunakan dalam industri kosmetik,
makanan, aroma terapi dan farmasi. Minyak atsiri tersebut digunakan sebagai bahan pengharum
atau pewangi pada makanan, sabun, pasta gigi, wangi-wangian dan obat-obatan. Minyak ini
biasanya digunakan sebagai aroma terapi karena ampuh untuk memberi efek relaksasi. Oleh
karena itu minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman jahe mempunyai nilai cukup tinggi di pasar
dunia. Dengan kemajuan teknologi di bidang minyak atsiri maka usaha penggalian sumber-
sumber minyak atsiri dan pendayagunaannya dalam kehidupan manusia semakin meningkat.
Sifat khas jahe disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma harum jahe
disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresin-nya menyebabkan rasa pedas. Minyak atsiri
dapat diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Ekstrak minyak jahe
berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki
komponen pembentuk rasa pedas.
Minyak jahe dapat diperoleh dengan ditilasi rimpang jahe ataupun ampas jahe. Proses
produksi minyak jahe dilakukan dengan penyulingan (melalui steam distillation atau water
distillation) atau ekstraksi rimpang jahe yang sebelumnya telah dikeringkan dalam bentuk serpihan
atau dibuat serbuk. Rendemen rata-rata minyak jahe adalah 1-3% (kering) tergantung jenis jahe
serta penanganan dan efektifitas proses penyulingan.
Pada isolasi penyulingan, total bahan jahe yang digunakan 10,8 kg. Dari hasil destilasi
pratikum ini, minyak jahe yang dihasilkan sebesar 2,05 g atau 0,3 ml/100 gram bahan (0,3%)
dengan kadar air basah sebesar 31 %. Menurut Hadi (2006), Kandungan minyak atsiri pada
tanaman jahe rata-rata yaitu 1-3%. Sedangkan menurut SNI (Standar Nasional Nasional) minyak
jahe, rendemen yang dihasilkan minimal 1,5 ml/100 g bahan dan kadar air maksimal 12 %.
Dengan perbandingan tersebut hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur, hal ini mungkin
dikarenakan oleh kualitas jahe yang digunakan. Bahan sebelum dilakukan penyulingan
memerlukan beberapa perlakuan yaitu pengecilan ukuran dengan kondisi semi kering sedangkan
kondisi jahe pada pratikum masih dalam keadaan basah. Waktu penyulingan juga berpengaruh
pada rendemen minyak, hal ini karena minyak jahe yang dihasilkan pada pratikum hanya dalam
kurun waktu 2 jam dan keadaan belum konstan, sehingga masih banyak kandungan atsiri yang
belum teruapakan dari bahan. berikut adalah Standar Nasional Indonesia untuk minyak jahe.
Tabel 1. Syarat Mutu Jahe Kering Menurut SNI 01-3393-1994
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Bau dan rasa - Khas
2. Kadar air, (b/b) % Maks. 12.0
3. Kadar minyak atsiri ml/ 100 g Min. 1.5
4. Kadar abu, (b/b) % Maks. 8.0
5. Berjamur dan berserangga - Tidak ada
6. Benda asing, (b/b) % Maks. 2.0
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1994)
Inti dari proses penyulingan adalah jumlah minyak yang diuapkan bersama-sama dengan air
untuk diambil komponen minyaknya. Faktor yang mempengaruhi jumlah minyak yang diuapkan
ini antara lain besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen
dalam minyak, serta kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Satyadiwiria 1979). Semakin cepat
aliran uap air dalam ketel suling, maka jumlah minyak yang dihasilkan per kilogram kondensat
uap akan semakin tinggi, sebaliknya semakin lambat gerakan uap dalam ketel maka waktu
penyulingan lebih lama dan rendemen minyak per jam akan lebih rendah.
Salah satu permasalahan yang dihadapai oleh industri minyak atsiri adalah rendahnya
rendemen dan mutu minyak yang kurang baik. Menurut Guenter (1948), mutu minyak atsiri
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah mutu tanaman yang disuling, penyulingan, dan
penyimpanan minyak. Menurut Ketaren (1985), terdapat beberapa cara penanganan bahan yang
dapat dilakukan sebelum penyulingan, yaitu pengecilan ukuran bahan, pengeringan, pelayuan, dan
fermentasi oleh mikroorganisme. Pengecilan ukuran dilakukan untuk memperbesar luas
permukaan bahan sehingga komponen dalam bahan akan lebih mudah keluar melalui proses
penguapan pada penyulingan. Pengeringan bertujuan untuk memperbaiki kualitas bahan baku dan
kualitas minyak yang dihasilkan. Kandungan air yang banyak akan menghasilkan rendemen yang
rendah karena minyak yang berada di dalam sel tidak bisa keluar akibat terhalang oleh kandungan
air dalam sel tanaman. Proses isolasi yang disertai dengan pengeringan langsung belum sempurna
karena minyak masih terikat pada jaringan. Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk
menghancurkan jaringan agar jumlah minyak yang didapat dari proses isolasi dapat semakin
optimal. Salah satu metode yang dapat dilakukan utnuk menghancurkan jaringan ini adalah
menggunakan proses fermentasi. Prinsip pada proses fermentasi disini adalah dengan cara
memecahkan dinding sel dengan menggunakan enzim yang terdapat dalam mikroorganisme.
Dinding sel yang telah hancur akan mengakibatkan minyak terpisah dari jaringan dan dapat
diisolasi dengan lebih mudah. Disamping itu semua, proses pengeringan tidak boleh dilakukan
terlalu lama. Semakin lama dilakukan penjemuran atau pengeringan, akan cenderung menurunkan
rendemen minyak. Namun sebaliknya, pelayuan yang semakin lama justru akan memperlihatkan
peningkatan rendemen minyak yang dihasilkan (Hernani dan Risfaheri 1989).
Kandungan minyak atsiri pada minyak jahe terdiri dari α-pinen, β-phellandren, borneol,
limonene, linalool, citral, nonylaldehyde, decylaldehyde, methyleptenon, 1,8 sineol, bisabilen, 1-α-
curcumin, farnese, humulen, 60% zingiberen dan zingiberole menguap, zat pedas gingerol.
Kandungan minyak tidak menguap disebut oleoresin, suatu komponen yang memberi rasa pahit.
Beberapa komponen kimia utama penyusun minyak atsiri jahe adalah zingiberene, zingiberol,
fenol, asetat, lanalool, sitral dan metil hetenon.
Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan
zingiberol. Zingiberin (C15H24) adalah senyawa paling utama dalam minyak jahe. Senyawa ini
memiliki titik didih 340 C pada tekanan 44 mmHg, dengan berat jenis pada 20
0C adalah 0,8684.
Indeks biasnya 1,4956 dan putaran optic 730 38’ pada suhu 20
0 C. Selama penyimpanan
zingiberence akan mengalami resinifikasi. Senyawa zingeberen merupakan senyawa yang sangat
penting mengingat akan memberikan aroma pedas pada jahe (Muhamed 2005). Sementara
zingiberol merupakan seskwiterpen alcohol (C15H26O) yang menyebabkan aroma khas, yaitu
aroma pedas pada minyak jahe. Minyak jahe berisi gingerol yang berbau harum khas jahe,
berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah. Rasanya yang tajam meningkatkan nafsu
makan, memperkuat otot usus, membantu mengeluarkan gas usus serta membantu fungsi jantung.
Tabel 2. Syarat Mutu Minyak Jahe Berdasarkan SNI 06-1312-1998
No. Jenis uji Satuan Persyaratan
1. Berat jenis, (25C) - 0.8720- 0.8890
2. Indeks bias, (25C) 1.4853- 1.4920
3. Putaran optik - (-32)-(-14)
4. Bilangan asam Mg KOH/ g Maks. 2
5. Bilangan ester Mg KOH/ g Maks. 15
6. Bilangan ester setelah asetilasi Mg KOH/ g Maks. 90
7. Minyak lemah - Negatif
8. Sidik jari (kromatografi gas) - Sesuai datar
Sumber : Badan Standarisai Nasional (1998)
Selanjutnya isolasi minyak atsiri dengan metode ekstraksi dengan pelarut menguap dan
enflourasi. Pengambilan minyak atsiri yang terkandung dalam bunga tidak bisa dilakukan dengan
cara penyulingan/destilasi seperti halnya pada bunga melati, sedap malam, violet, jonquil, dan
beberapa jenis bunga lainnya. Hal ini disebabkan oleh penyulingan dengan uap air atau air
mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen minyak karena proses hidrolisa,
polimerisasi dan resinifikasi, komponen yang bertitik didih tinggi khususnya yang larut dalam air
tidak dapat diangkut oleh uap air sehingga rendemen minyak dan mutu yang dihasilkan lebih
rendah (Guenther 1987). Oleh karena itu melati harus diproses dengan metode ekstraksi lain untuk
mengambil minyak atsirinya. Salah satu metode ekstraksi yang dapat dilakukan untuk bunga
melati dan sedap malam adalah metode enfleurasi (ekstraksi dengan lemak dingin) dan ekstraksi
pelarut menguap. Metode enfleurasi memanfaatkan lemak sebagai media untuk mengadsorpsi
aroma wangi yang dihasilkan oleh jenis bunga tertentu misalnya melati, sedap malam dan mawar.
Lemak yang sudah siap digunakan ditempatkan diatas bingkai kaca atau chasis, kemudian disusun
bertingkat dan diusahakan terbebas dari sinar matahari dan udara. Karena jika terganggu dua hal
tersebut dapat menyebabkan kerusakan lemak dan terganggunya proses yang pada akhirnya gagal
produksi. Metode ekstraksi pelarut menguap merupakan suatu metode ekstraksi yang
menggunakan pelarut menguap untuk memisahkan minyak dari jaringan tumbuhan. Pelarut yang
biasa digunakan dalam metode ini adalah etanol dan n-heksan.
Bahan yang digunakan adalah bunga melati dan bunga sedap malam dengan pelarutnya
heksan. Melati merupakan tanaman bunga hias berupa perdu berbatang tegak yang hidup
menahun. Melati (Jasminum sambac) merupakan tanaman perdu, berbatang tegak merayap, hidup
menahun. Melati tumbuh baik di iklim panas tropik, kondisi tanah ringan, porus, berpasir sampai
agak liat. Bunga melati berukuran kecil, umumnya berwarna putih, petala (mahkota bunga) selapis
atau bertumpuk, daun bentuk membulat. Melati mempunyai bentuk mahkota yang sederhana.
Melati memiliki bunga berwarna putih. Melati memiliki aroma yang lembut menenangkan. Bunga
melati selalu berwarna putih. Meskipun mempunyai ukuran yang biasa dikatakan kecil tapi
mengeluarkan aroma terapi yang dapat dimanfaatkan dalam kesehatan, terutama dalam refleksi
dan menghilangkan stress. Di tempat terbuka bunga melati akan cepat layu, sehingga untuk
mempertahankan atau memperpanjang kesegaran bunga tersebut dihamparkan dalam tampah
beralas lembar plastik kemudian disimpan di ruangan bersuhu udara dingin antara 0-50
C (Anonim
2011). Secara biologis bunga melati dapat diklasifikan sebagai berikut.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Oleaceae
Genus : jasminum
Spesies : Jasminum sambac (Anonim 2013).
Bunga sedap malam biasa mekar di malam hari. Bunga ini mempuyai aroma yang kuat sekali
dan penampilan bunganya putih bersih dengan tangkai panjang dan kokoh. Mahkota Bunga kekar ,
lebar dan berlapis dua. Mekarnya bunga Sedap Malam (Polianthes tuberosa) tidak serempak
melainkan berurutan. Kuntum bunga bagian bawah akan mekar terlebih dahulu lalu menyusul
kuntum-kumtum bunga di atasnya secara berurutan (Anonim 2011). Klasifikasi ilmiah bunga
sedap malam adalah sebagai berikut.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Asparagales
Famili : Agavaceae
Genus : Polianthes
Spesies : Polianthes tuberosa (Anonim 2013).
Pelarut heksana (hexane) adalah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14
(isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Awalan heks- merujuk pada enam
karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada
ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Seluruh isomer heksana amat
tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Heksana juga umumnya
terdapat pada bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil. Dalam keadaan standar senyawa ini
merupakan cairan tidak berwarna yang tidak larut dalam air. Heksana diproduksi oleh kilang-
kilang minyak mentah. Komposisi dari fraksi yang mengandung heksana amat bergantung kepada
sumber minyak, maupun keadaan kilang. Produk industri biasanya memiliki 50% berat isomer
rantai lurus, dan merupakan fraksi yang mendidih pada 65-70 °C. N-heksana merupakan jenis
pelarut organik. Fungsi dari heksana adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan
lemak jernih (Mahmudi 1997).
Penggunaan pelarut heksana memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu kekurangan dari
pelarut heksana yaitu menimbulkan efek negatif berupa penyakit dan pencemaran udara. Pelarut
heksana merupakan materi yang mudah terbakar dan memiliki biodegradabilitas yang rendah.
Oleh karena itu diperlukan alternatif yang lebih aman. Etanol dan isopropil alkohol dapat
digunakan sebagai alternatif heksana, mengingat heksana merupakan materi yang sangat mudah
terbakar dan biodegradabilitasnya rendah, beresiko menimbulkan penyakit dan menyebabkan
pencemaran udara.
Etanol atau etil alkohol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan
termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua. Etanol termasuk ke
dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia
merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan
"Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Etanol banyak digunakan sebagai pelarut
berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya
adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam
sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
Untuk metode enflourasi menggunakan mentega sebagai lemak padat. Mentega merupakan
produk berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan
atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan makanan yang diizinkan SNI (1995). Mentega
mengandung lemak 81%, kadar air 18 % dan kadar protein maksimal 1 % (Wahyuni dan Made
1998). Lemak mentega berasal dari lemak susu hewan. Lemak mentega sebagian besar terdiri dari
asam palmitat, oleat dan stearat serta sejumlah kecil asam butirat dan asam lemak sejenis lainnya.
Jenis mentega yang sering digunakan adalah mentega putih. Mentega putih
(Shortening/Compound fat) adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan
tertentu dan umumnya berwarna putih (Winarno 1991). Pada umumnya sebagian besar mentega
putih dibuat dari minyak nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang
tanah dan lain-lain. Mentega putih mengandung 80% lemak dan 17% air (Wahyuni dan Made
1998).
Dari hasil pratikum, pada metode ekstraksi pelarut menguap didapatkan bahwa dari bunga
sedap malam dihasilkan warna minyak yang cokelat tua. Padahal seharusnya warna minyak bunga
sedap malam tersebut kuning cerah. Hal tersebut bisa saja terjadi karena kandungan dalam minyak
bunga sedap malam hasil evaporasi tersebut masih terdapat senyawa-senyawa pengotor.
sedangkan dari segi aroma, minyak bunga sedap malam tersebut memberikan aroma khas bunga
sedap malam. Selanjutnya pada bunga melati aroma minyak yang muncul adalah aroma khas
bunga melati sedangkan dari segi warna sudah mendekati warna sebenarnya yakni kuning bening,
tetapi pada bagian tengah sedikit keruh akibat adanya pengotor pada minyak tersebut. Menurut
Sani (2012), rendemen melati pada metode ekstraksi pelarut menguap, concrete yang dihasilkan
0,32% sedangkan menurut Suryanti (1999), bunga sedap malam memiliki rendemen sebesar 0,22-
0,31% .
Untuk metode enflourasi, didapatkan hasil bahwa pada bunga sedap malam memiliki warna
kuning bening dengan aroma khas bunga sedap mala, sedangkan pada bunga melati didapatkan
warna kuning keruh dengan bau melati yang tidak terlalu menyengat. Warnah keruh mreupakan
indikasi masih banyaknya pengotor pada minyak dan bau yang tidak menyengat kemungkinan
diakibatkan oleh masih banyaknya pelarut alkohol yang tedapat pada larutan tersebut. Rendemen
melati pada metode enfleurasi, concrete yang dihasilkan 0,416% (Sani, 2012) sedangkan bunga
sedap malam memiliki rendemen sebesar 0,52-0,72% (Sailah, 2000). Secara umum terlihat dari
volume yang dihasilkan bahwa metode ekstraksi pelarut menguap lebih banyak dibandingkan
dengan ekstraksi lemak padat, namun menurut Guanther (1987), seharusnya Proses enfleurasi
menghasilkan minyak dengan rendemen lebih banyak dan minyak yang dihasilkan lebih wangi
dibandingkan dengan ekstraksi pelarut menguap. Kesalahan ini kemungkinan diakibatkan oleh
kurangnya keterampilan dalam penyiapan lemak pada kaca flouren, mulai dari pengolesan dan
penempelan bunga diatas lemak tersebut, sehingga banyak permukaan bunga yang tidak terektaksi
dengan sempurna. Selain itu juga waktu yang singkat (24 jam) pada enflorasi sangat
mempengaruhi hasil yang didapatkan. Secara umum pengekstakan minyak melalui metode
enflourasi ini dapat dilakukan selama seminggu atau sampai bunga layu.
Bunga yang digunakan pada ekstraksi harus dalam kondisi kering karena bunga dengan
kondisi basah yang biasa disebabkan karena embun dapat menimbulkan ketengikan pada lemak
yang disebabkan oksidasi lemak karena adanya kandungan H2O. Kondisi bunga yang masih
kuncup serta mekar penuh juga tidak dapat digunakan untuk menghasilkan minyak atsiri selain
karena tidak dapat mekar dan tidak harum, bunga pada kondisi kuncup sangat sulit digunakan
untuk proses enfleurasi karena bunga harus diletakkan dengan posisi seluruh bagian menempel
pada lemak sehingga lemak dapat mengadsorbsi minyak di seluruh kelopak bunga. Bunga dengan
kondisi mekar penuh aroma harumnya telah banyak yang menguap sehingga tidak dapat
dimanfaatkan baik (Prabawati et al 2004).
Keberhasilan proses enfleurasi tergantung pada kualitas lemak yang digunakan dan
ketrampilan dalam mempersiapkan lemak. Penggunaan lemak dalam metode enfleurasi bisa
menggunakan lemak sapi, lemak babi, lemak kambing, lemak ayam, minyak kelapa, minyak sawit,
minyak jagung, minyak kedelai. Campuran antara 1 bagian lemak sapi dan 2 bagian lemak babi
menurut Guenther (1987), dapat menghasilkan mutu minyak paling baik. Penggunaan lemak babi
dalam proses enfleurasi harus dihindari karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim.
Sebagai alternatif dapat juga menggunakan adsorben mentega yang terbuat dari lemak hewan dan
mentega putih. Setyopratomo (2001), meneliti proses enfleurasi menggunakan adsorben lemak
sapi dengan campuran minyak jagung, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak sawit. Rendemen
yang dihasilkan berkisar 0,005% - 0,07%, sedangkan Huda (2010), menggunakan adsorben lemak
sapi, lemak kambing, dan lemak ayam. Komponen minyak melati yang terbaca hanya indole
dengan kadar 0,6% dan yang lainnya adalah lemak.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam mengisolasi minyak atsiri metode yang sering digunakan yaitu penyulingan, ekstraksi
dengan pelarut menguap, pengepresan, dan enfleurasi. Metode penyulingan menggunakan uap
untuk mengambil bagian atisri bahan dan kemudian dikondensasi. Metode perlarut menguap
menggunakan pelarut yang mudah menguap untuk mengambil bahan yang mengandung minyak
atsiri, sedangkan metode enflourasi menggunakan lemak padat yang juga melakukan penetrasi
pada bahan kemudian menangkap bahan-bahan yang mengandung minyak atsiri pada saat bahan
tersebut masih dalam keadaan bermetabolisme. Metode penyulingan cocok untuk bahan dengan
kadar serat tinggi, tekstur keras dan masih banyak terdapat bahan lain seperti pati, lemak dan
sebagainya, cocok untuk minyak atsiri yang berasal dari akar, batang , dan daun. Metode ekstraksi
cocok untuk bahan yang mudah rusak seperti bunga-bungaan karena dapat mencegah terjadinya
kerusakan bahan. Metode ekstraksi membutuhkan biaya yang relatif lebih mahal dan juga harus
lebih terampil. Demikian halnya dengan enflourasi sangat cocok untuk jenis bunga-bungaan
karena metode ini memanfaatkan metabolisme bunga yang masih berlangsung setelah dipetik. Hal
ini karena metabolisme akan terhenti ketika kontak dengan panas atau dalam keadaan terendam
pelarut. Namun memerlukan waktu yang lebih lama dari metode lainnya bahkan bisa sampai
berminggu-minggu.
Dari hasil pratikum penyulingan menggunakan bahan baku jahe, didapatkan hasil rendemen
0,3 ml/100 g bahan, sehingga dapat dikatakan hasil penyulingan tidak efisien karena tidak sesuai
dengan syarat mutunya yaitu minimal 1,5 ml/100 g bahan. sebelum dilakukan penyulingan bahan
harus dilakuakn perlakuan diantaranya pengecilan ukuran, pengeringan basah, atau fermentasi
untuk memudahkan pengeluaran minyak dari bahan. Penyulingan juga harus mempertimbangkan
tekanan dan suhu uap. Lama penyulingan bervariasi tergantung dari bahannya. Pada saat
penghentian penyulingan keadaan aliran produk sudah konstan atau tidak ada lagi tambahan
minyak yang keluar.
Ekstraksi dengan pelarut menggunakan pelarut yang mudah menguap dilakukan dengan
mengunakan bahan baku bunga sedap malam dan bunga melati. Hasil ekstraksi didapatkan minyak
kasar beraroma khas bunga asal. Minyak yang dihasilkan sedikit hal ini karena karena waktu
perlakuan yang singkat. Demikian halnya dengan metode enflourasi dengan lemak padat,
didapatkan minyak kasar berbau khas namun dengan hasil yang sangat sedikit. Hal ini karena
waktu ekstraksi yang singkat. Hasil yang didapat dari pratikum, metode enflourasi lebih sedikit
dibandingkan dengan metode ekstraksi pelarut menguap. Hal ini betolak belakang dengan literatur
sehingga baik waktu maupun metode perlu diperbaiki.
B. Saran
Waktu pengekstrakan pada pratikum enflourasi perlu ditambah sehingga hasil yang didapat
lebih banyak dan efisien. Metode ekstraksi lain juga perlu dilakukan pada pratikum untuk
menambah keterampilan mahasiswa dalam mengisolasi minyak atsiri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Kosmetologi Parfum. [Terhubung Berkala]. http://ocw.usu.ac.id/. (15 Maret 2013).
______. 2011. Melatih Putih. . [Terhubung Berkala]. http://sayangilingkungan.wordpress.com/.
(17 Maret 2013).
______ . 2013. Melati. . [Terhubung Berkala].http://id.wikipedia.org/wiki/.(18 Maret 2013).
______. 2013. Sedap Malam. . [Terhubung Berkala]. http://id.wikipedia.org/wiki/Sedap_malam.
(17 Maret 2013).
______. 2011. Bunga Sedap Malam. [Terhubung Berkala]. http://www.pasuruankab.go.id/.
(17 Maret 2013).
Badan Standarisasi Nasional . 1994. SNI Jahe Kering 01-3393-1994. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional.
Badan Standarisasi Nasional . 1998. SNI Minyak Jahe 06-1312-1998. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional.
Guenter, E. 1948. The Essential Oil. New York: D. Van Nostrand Inc.
Guenther, Ernest.1987. Minyak Atsiri Jilid I. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Hadi, Sri Priyatmo Cipto. 2006. Kajian Proses Penyulingan Rimpang Jahe pada Sistem Distilasi Uap
Menggunakan Alat Penggetar Sarangan dengan Variabel Ketebalan Irisan Bahan.
[Terhubung Berkala]. http://etd.ugm.ac.id/. (15 Maret 2013).
Hermani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh Perlakuan Bahan Sebelum Penyulingan Terhadap Rendemen
dan Karakteristik Minyak Nilam. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Industri.
Huda, Muhammad Nurul. 2010. Pengambilan minyak Bunga Melati Dengan Metode Enfleurasi
Menggunakan Lemak Sapi-Kambing-Ayam. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri
Semarang.
Kemper, K. J.1999. Ginger (Zingiber officinale ). Longwood Herbal Task Forceand The Center for
Holistic Pediatric Education and Research.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.
Mahmudi M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Phospat Menggunakan Cara Ekstraksi
Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksane. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Moates and Reynolds. 1991. Comparison of Rose Extracts Produced by Different Extraction
Techniques. J. Ess. Oil Res. 3:289-294
Muhamed, N.A. 2005. Study On Important Parametrs Affecting The Hydro-Distillation For Ginger
Oil Production. Tesis. Malaysia : Faculty of Chemical and Natural Resources
Engineering,University Teknologi Malaysia.
Prabawati, Suyanti, et al. 2002. Perbaikan Cara Ekstraksi untuk Meningkatkan Rendemen Minyak
Bunga Melati Gambir Skala Pilot. Jakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca
Panen Pertanian.
Rukamana, R.. 2004. Temu-Temuan (Apotik Hidup di Pekarangan). Kanisius : Yogyakarta.
Rusli, Meika Syahbana. 2010. Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Jakarta : AgroMedia.
Sani, Nazma Sabrina. 2012. Pengambilan Minyak Atsiri dari Minyak Melati dengan Metode
Enfleurasi dan Ekstraksi Pelarut Menguap. Skripsi. Surabaya : ITS Press
Sailah, Ilah. 2000. Ekstraksi Minyak Atsiri dari Bunga Sedap Malam. Bogor : IPB Press
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Satyadiwiria, Y. 1979. Pembuatan Minyak Atsiri. Medan: Dinas Pertanian.
Setyopratomo, Puguh. 2001. Kajian Awal Proses Ekstraksi Minyak Bunga Melati (Jasminum sambac)
dengan Metode Enfleurasi. Tesis. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Suyanti. 1999. Teknik Produksi Minyak Bunga Sedap Malam Berbunga Tunggal. Jakarta : Balai
Penelitian Tanaman Hias.
Unadi, Astu. 2010. Rekayasa Mesin Ekstraksi Tekanan Vakum untuk Minyak Atsiri dengan Pelarut
Heksan. Jakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Wahyuni dan Made. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Jakarta : Cv
Akademika Pressindo.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Hasil praktikum minggu I
Destilasi jahe
Berat jahe 10.8 kg
Berat minyak jahe 2.05 g = 0.00205 kg
Data praktikum Minggu II
Jenis bahan
Teknologi Isolasi
Bobot awal
Warna Aroma Gambar
Bunga Sedap Malam
Ekstraksi dengan Pelarut Heksan
100
gr
Coklat tua
aroma bunga sedap
malam
Enflurasi khas bunga sedap malam
Bunga Melati
Ekstraksi dengan Pelarut Heksan
100 gr
Kuning
berlapis.
Lapisan 1
bening
kuning,
lapisan 2
kuning
muda yang
keruh,
danlapisan
3 kuning.
Bunga melati ( 7 dari
10 skala )
Enflurasi kuning
keruh
Wangi bunga melati
(tidak terlalu
menyengat)
Bahan : Jahe
Jenis Uji Bobot Awal Volume Yg
dihasilkan
Kadar Minyak
Uji kadar Minyak 100 gr 0.3 ml 0.3 %
Uji kadar air 20 gr 6.2 ml 31 %
top related