laporan akhir program p2m penerapan...
Post on 05-Aug-2019
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
SOSIALISASI KONTEN PEMBELAJARAN ANTIKORUPSI
BAGI GURU SEKOLAH DASAR (SD) DI KOTA SINGARAJA
KABUPATEN BULELENG
Oleh:
Ratna Artha Windari, S.H., M.H. (Ketua)
NIP: 198312152008122003
Drs. Ketut Sudiatmaka, M.Si (Anggota)
NIP: 195812311982031045
Drs. I Nyoman Pursika, M.Hum. (Anggota)
NIP: 196412221991021001
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Universitas Pendidikan Ganesha
SPK Nomor: 023.04.2.552581/2015 Revisi 1 tanggal 5 Pebruari 2015
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015
PRAKATA
Puji syukur dan segala hormat dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih
dan karunia-Nya sehingga laporan kemajuan program pengabdian kepada masyarakat dengan
judul “Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) di Kota
Singaraja, Kabupaten Buleleng” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkan kami mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya terhadap Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Pendidikan
Ganesha yang telah mempercayai program ini untuk dibiayai dan guru-guru sekolah dasar di
kota Singaraja yang telah menjadi mitra yang sangat baik bagi terlaksananya program ini,
serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan program ini.
Adapun laporan ini sangatlah kurang sempurna secara tata penulisan yang
kemungkinan besar belum dapat mewakili apa yang telah kami lakukan dalam pelaksanaan
program pengabdian kepada masyarakat ini, besar harapan kami adanya saran dan masukan
membangun bagi kesempurnaan laporan ini yang nantinya akan dikembangkan menjadi
laporan akhir.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ............................................................................................... i
Halaman Lembaran Pengesahan.................................................................. ii
Prakata ............................................................................................................ iii
Daftar Isi ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Analisis Situasi...................................................................................... 1
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah .................................................... 2
BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN
KHALAYAK SASARAN ................................................................ 4
2.1. Kerangka Pemecahan Masalah ............................................................. 4
2.2. Khalayak Sasaran .................................................................................. 4
BAB III METODE PELAKSANAAN ......................................................... 6
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 6
3.2. Prosedur Pelaksanaan ........................................................................... 7
3.3. Rancangan Evaluasi ............................................................................. 7
BAB IV HASIL YANG DICAPAI................................................................ 9
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Analisis Situasi
Kota Singaraja sebagai ibu kota Kabupaten Buleleng yang terletak di Bali Utara,
memiliki iklim kondusif dalam pembentukan karakter anak melalui pendidikan. Luas kota
Singaraja adalah 27,98 km² dan penduduknya berjumlah 80.500 jiwa. Kepadatan
penduduknya adalah 2877 jiwa/km². Pola permukiman di kota Singaraja ini telah mengarah
pada perkotaan dengan tingkat heterogenitas yang cukup tinggi. Secara administratif, Kota
Singaraja terbagi menjadi 18 kelurahan dan 1 desa, yaitu kelurahan Banyuasri, kelurahan
Kaliuntu, kelurahan Kampung Anyar, kelurahan Kampung Bugis, kelurahan Kampung
Kajanan, kelurahan Kampung baru, kelurahan Banjar Bali, kelurahan Banjar Jawa, kelurahan
Banyuning, kelurahan Astina, kelurahan Kendran, kelurahan Singaraja, kelurahan Liligundi,
kelurahan Paket agung, kelurahan Banjar Tegal, kelurahan Bratan, kelurahan Penarukan,
kelurahan Sukasada, Desa Baktiseraga.
Dari segi sarana prasarana pendidikan, kota Singaraja memiliki begitu banyak sarana
pendidikan, khususnya pendidikan sekolah dasar yang berjumlah kurang lebih 35 SD yang
tersebar di 18 kelurahan. Kondisi demikian tentunya harus diimbangi dengan kualitas
pengajar yang baik dan mampu melakukan proses transfer ilmu kepada peserta didik
khususnya dalam hal peningkatan pemahaman dan kesadaran antikorupsi di usia dini.
Pendidikan anti korupsi untuk anak usia dini bertujuan membiasakan perilaku-perilaku baik
sejak dini. Hal tersebut diawali dengan menanamkan nilai-nilai kasih sayang (Pedagogy of
Love), memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar anak, seperti makanan sehat dan bergizi,
pembelajaran yang ramah anak, serta nilai-nilai dasar pembentuk karakter anak, seperti jujur,
peduli, disiplin, mandiri, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Semua itu
dibangun melalui proses internalisasi dan konstruktif. yang dapat digunakan untuk
menginternalisasi dan membangun karakter antikorupsi kepada anak sejak dini.
Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses
belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka
Pendidikan Anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan
(kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran
moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku
korupsi. Dasar Pemikiran Pendidikan Anti Korupsi adalah sebagai berikut:
1. Realitas dan praktek korupsi di Indonesia sudah sangat akut, maka masalah tidak dapat
diselesaikan hanya melalui penegakan hukum.
2. Menurut Paulo Freire, pendidikan mesti menjadi jalan menuju pembebasan permanen
agar manusia menjadi sadar (disadarkan) tentang penindasan yang menimpanya, dan
perlu melakukan aksi-aksi budaya yang membebaskannya.
3. Perlawanan masyarakat terhadap korupsi masih sangat rendah dan jalur penyelenggaraan
Pendidikan Antikorupsi selama ini belum berjalan secara maksimal.
Singaraja sebagai pusat administrasi pemerintahan Kabupaten Buleleng memiliki
iklim pendidikan yang sangat menunjang. Hal ini ditandai dengan ketersediaan sarana dan
prasarana pendidikan baik di jenjang pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan
tinggi. Sehingga tak heran bila kota Singaraja dinobatkan sebagai salah satu kota pendidikan
yang ada di propinsi Bali. Berdasarkan observasi awal di lapangan menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa sekolah dasar yang ada di kota Singaraja belum memiliki pemahaman
terkait pendidikan antikorupsi. Hal ini terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan secara
informal kepada beberapa siswa sekolah dasar ternama di Singaraja, kecenderungan siswa
belum memahami apa itu korupsi dan pendidikan antikorupsi.
Dengan demikian, menjadi sangat penting untuk memberikan pemahaman bagi guru-
guru sekolah dasar sebagai aktor intelektual dalam pembentukan karakter antikorupsi kepada
siswa terkait penyampaian konten pembelajaran antikorupsi yang mudah dipahami oleh
peserta didik, baik sifatnya terintegrasi dalam mata pelajaran maupun diberikan secara
khusus melalui mata pelajaran antikorupsi dan budi pekerti. Rangkaian kegiatan tersebut
harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pembentukan karakter generasi penerus dan
pemimpin bangsa yang antikorupsi.
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses
belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka
Pendidikan Anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan
(kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran
moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku
korupsi. Permasalahan yang seringkali terjadi adalah sekolah sebagai lingkungan pendidikan
formal bagi tumbuh kembang anak yang seharusnya mampu memberikan pembelajaran
antikorupsi justru terkadang melupakannya dan hanya fokus terhadap pembelajaran tekstual
semata. Padahal empat faktor utama yang harus diperhatikan dalam pembentukan karakter
unggul bagi peserta didik, yaitu: materi ajar, metodologi pembelajaran, guru, dan kultur
budaya sekolah.
Kurang tersentuhnya peserta didik usia dini dari pembelajaran kontekstual yang
mengedepankan nilai-nilai budi pekerti dan antikorupsi secara tidak langsung telah
memberikan sumbangsih cukup besar bagi pembentukan calon pemimpin dan penerus bangsa
yang miskin akan pemahaman antikorupsi serta justru berbalik pada penciptaan individu yang
mudah terpengaruh oleh perilaku korupsi. Guru juga diharapkan mampu mengemas
pembelajaran antikorupsi secara menarik dengan menyesuaikan usia dan jenjang kelas
peserta didik agar tujuan pendidikan antikorupsi dapat terealisasi sebagaimana mestinya.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam
pengabdian masyarakat ini adalah: bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan guru sekolah dasar dalam menyampaikan pembelajaran
antikorupsi bagi peserta didik dengan menarik dan mudah dipahami sesuai dengan tingkatan
usia siswa.
BAB II
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
DAN KHALAYAK SASARAN
2.1. Kerangka Pemecahan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana program
pengabdian masyarakat, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat permasalahan yang
saat ini dihadapi oleh guru-guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng,
khususnya menyangkut pengetahuan berkaitan dengan korupsi dan pendidikan antikorupsi,
serta untuk memberikan pemahaman konten pembelajaran antikorupsi bagi siswa sekolah
dasar.
Secara skematis alur kerja pemecahan masalah dalam kegiatan ini, dapat dijabarkan
sebagai berikut:
2.2. Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran strategis yang dituju dalam pengabdian masyarakat ini adalah guru-
guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng. Adapun rasionalnya adalah: (1)
Siswa sekolah dasar sebagai generasi penerus bangsa diharapkan mampu menjadi individu-
individu antikorupsi untuk menciptakan perubahan budaya korupsi di Indonesia melalui
Orientasi Lapangan
Identifikasi Masalah
Studi Literatur Ceramah
Terlaksananya
Pendidikan Antikorupsi
di jenjang sekolah dasar
Sosialisasi
Internalisasi
pengenalan pendidikan antikorupsi sejak dini di jenjang pendidikan formal; dan (2) Guru
sebagai aktor utama pembentuk karakter anak di bangku sekolah dasar diharapkan mampu
memiliki pemahaman yang terintegralistik berkaitan dengan konten pembelajaran antikorupsi
di sekolah dasar dengan pengemasan yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa. maka
sasaran yang dipilih dan dipandang cukup visibel untuk diberikan sosialisasi adalah guru-
guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan,
dimulai dari 05 Maret sampai dengan 30 Nopember 2015. Tempat pelaksanaan kegiatan di
Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.
3.2. Prosedur Pelaksanaan
Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan maraknya kasus korupsi yang terjadi di berbagai lini
kehidupan dan belum maksimalnya peran guru dalam memberikan pembelajaran antikorupsi
yang tepat bagi siswa khususnya di jenjang pendidikan dasar. Berangkat dari rasional
tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan sistem jemput bola, dimana tim
pelaksana akan menyelenggarakan program sosialisasi konten pembelajaran antikorupsi bagi
guru-guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng. Model pelaksanaan kegiatan
ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistem pembelajaran
yang dilakukan di sekolah atau perguruan tinggi.
Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi dengan melibatkan guru-guru sekolah
dasar se-kota Singaraja, yang terdiri atas kurang lebih 35 sekolah dan masing-masing sekolah
akan diwakili 2 orang guru dengan proporsi berimbang, sehingga jumlah pesertanya sebanyak
70 orang. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti
partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Melalui program ini, diharapkan guru-guru sekolah
dasar mendapatkan pengetahuan dan penyamaan persepsi berkaitan dengan konten
pembelajaran antikorupsi yang digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah
3.3. Rancangan Evaluasi
Untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan
dilakukan evaluasi minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi
tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha Singaraja.
Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk menjustifikasi
tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 01. Indikator Keberhasilan Program
No Jenis Data Sumber
Data
Indikator Kriteria
Keberhasilan
Instrumen
1. Pengetahuan
tentang Korupsi
secara umum
dan pendidikan
antikorupsi
Guru-
guru
Sekolah
Dasar
Pengetahuan
guru-guru
sekolah dasar
di kota
Singaraja
Terjadi
perubahan yang
positif terhadap
pengetahuan
tentang Korupsi
secara umum
dan pendidikan
antikorupsi
Tes obyektif
2. Pengetahuan
tentang konten
pembelajaran
antikorupsi bagi
peserta didik
usia dini
Guru-
guru
Sekolah
Dasar
Pengetahuan
guru-guru
sekolah dasar
di kota
Singaraja
Terjadinya
perubahan yang
positif
pengetahuan
guru-guru
sekolah dasar
tentang konten
pembelajaran
antikorupsi bagi
peserta didik
usia dini
Pedoman
wawancara
dan format
observasi
BAB IV
HASIL YANG DICAPAI
Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat “Sosialisasi Konten Pembelajaran
Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng” telah
dilaksanakan 100% program yaitu: Identifikasi dan Analisis masalah terkait pemahaman
siswa dan guru sekolah dasar terhadap pendidikan antikorupsi Pengembangan model dan alur
birokrasi dengan pihak sekolah melalui kepala sekolah dasar di kota Singaraja, pelaksanaan
Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar di kota Singaraja
yang saat ini terkatagori sebagai salah satu kota pendidikan dan taha internalisasi dalam
bentuk kegiatan Focus Group Discussion (FGD) serta evaluasi program.
Pada tahap awal pelaksanaan program dilaksanakan kegiatan berupa perancangan
desain dan kegiatan sosialisasi, persiapan tutor, persiapan sarana dan prasarana, dan
sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan bersama tim
pengusul didasari oleh analisis situasi yang dibuat berdasarkan identifikasi masalah
penyampaian konten pendidikan antikorupsi yang muncul dikalangan guru-guru sekolah
dasar. Perancangan ini dilaksanakan pada akhir bulan Maret dan awal Mei 2015 yang juga
melibatkan peran serta aktif peserta program pengabdian kepada masyarakat. Perencanaan
ini berjalan dengan sangat baik berkat peranan aktif tim pelaksana dan peserta yang menjadi
mitra program.
Tahap persiapan dilaksanakan pada awal kegiatan untuk mematangkan kembali
program yang akan dilaksanakan kepada masyarakat, sehingga terjadi sinergi yang baik
dalam kegiatan ini. Persiapan ini meliputi: koordinasi awal dengan pihak sekolah, observasi
kesiapan guru-guru sekolah dasar sebagai peserta, dan persiapan bahan sosialisasi. Dalam
rangka penyamaan persepsi dan waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat,
maka dilaksanakan kegiatan sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Hal ini dilaksanakan
untuk mendapatkan kesepakatan waktu dalam pelaksanaan program, sangat disyukuri peserta
kegiatan sangat antusias dalam menerima sosialisasi program sehingga tidak ada halangan
yang berarti dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD)
dilaksanakan pada tanggal 16 April 2015, bertempat di Ruang Seminar Fakultas Ilmu Sosial
UNDIKSHA. Dalam pelaksanaan sosialisasi ini tidak ditemukan kendala yang berarti
karena respon yang sangat bagus dari peserta dalam mengikuti pelaksanaan kegiatan ini.
Peserta juga memperoleh CD dan buku panduan pendidikan anti korupsi yang diperuntukkan
bagi siswa SD kelas 1, 2, dan 3, serta buku panduan bagi guru. Pada proses sosialisasi para
peserta sangat antusias mendengarkan dan memahami berbagai penjelasan umum terkait
tindak pidana korupsi dan penegakan hukum yang menjadi dasar dalam pelaksanaan
pendidikan antikorupsi.
Secara etimologis korupsi berarti “sesuatu yang busuk” (corumpe). Istilah korupsi
berasal dari kata Latin “corruptus” atau Corruptio. Kata "corruptus" yang semula berarti : to
abuse (menyalah-gunakan“ atau “to deviate” (menyimpang). Dalam bahasa Belanda, korupsi
berasal dari kata corruptie, yang turun ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata korupsi.
Secara sederhana, korupsi dapat diartikan busuk, palsu, dan suap (KPK,2006). Dalam
perkembangan semantisnya, kata korupsi diartikan sesuai perspektif yang dipergunakannya.
Dalam dunia politik, korupsi sering diartikan sebagai “abuse of public power” untuk
kepentingan pribadi atau kelompok (Choirul Fuad Yusuf, 2010). Dari sisi moralitas atau
humanitas, korupsi dikonotasikan sebagai mode of conduct yang menyimpang dari standar
nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma kemasyarakatan (Martiman Projohamidjoyo,
2009). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan mengambil
secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang untuk kepentingan dirinya sendiri,
keluarga atau kelompok tertentu (Martawiansyah, 2007). Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Pengertian korupsi secara umum dapat dirumuskan sebagai penyalahgunaan
kekuasaan untuk kepentingan sendiri. “Kepentingan” yang dimaksud disini adalah meliputi
kepentingan yang bersifat materiil berupa harta benda dengan segala wujud, maupun non
materiil seperti misalnya popularitas, persaudaraan, persahabatan, politik, ilmu pengetahuan
dan lain-lain.
Secara lebih luas, terdapat tiga lapis korupsi sebagaimana diuraikan melalui tabel
berikut:
Tabel 01: Tiga Lapis Korupsi
(Kerangka Teoritis Alatas, Chambliss dan Djilas)
Lapis Korupsi Jenis Korupsi
Lapis Pertama Persentuhan langsung antara warga dan birokrasi. Bentuk
korupsi: Suap (bribery), ketika inisiatif datang dari warga;
Pemerasan (extortion), ketika prakarsa untuk mendapatkan
dana datang dari aparatur negara.
Lapis Kedua Nepotisme (diantara mereka yang punya hubungan darah
dengan pejabat publik); Kronisme (diantara mereka yang
tidak punya hubungan darah dengan pejabat publik); “Kelas
Baru” (terdiri dari semua partai pemerintah dan keluarga
mereka yang menguasai semua pos basah, pos ideologis dan
pos yuridis penting).
Lapis Ketiga Jejaring (cabal), baik regional, nasional ataupun
internasional, yang meliputi unsur pemerintahan, politisi,
pengusaha, dan aparat penegak hukum.
Sumber: George Junus Aditjondro, 2002, Korupsi Kepresidenan.
Selain tiga lapis korupsi diatas, dari aspek motivasi korupsi dapat dikelompokkan
menjadi dua terminologi sederhana, pertama adalah korupsi yang didorong karena
kemiskinan (corruption driven by proverty) dan kedua adalah korupsi yang di dorong karena
kerakusan (corruption driven by greed).
Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah mengalami
4 (empat) kali perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
tindak pidana korupsi, yakni :
1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi;
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi;
3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi; dan
4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis
tindak pidana korupsi. Ketentuan tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan
yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Secara lebih spesifik, berikut adalah
bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang tindak pidana korupsi:
Tabel 02: Bentuk/Jenis Tindak Pidana Korupsi
dalam UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001
Bentuk/Jenis
Tipikor
Dasar Hukum Konsekuensi Yuridis
1. Kerugian
keuangan Negara
Pasal 2, Pasal 3 Pidana penjara maksimal 20 tahun
atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
2. Suap-menyuap Pasal 5 ayat (1)
huruf a dan b
Pidana penjara maksimal 5 tahun
atau denda maksimal Rp. 250 Juta.
Pasal 5 ayat (2) Pidana penjara maksimal 5 tahun
atau denda maksimal Rp. 250 Juta.
Pasal 6 ayat (1)
huruf a dan b,
Pasal 6 ayat (2)
Pidana penjara maksimal 15 tahun
atau denda maksimal Rp. 750 Juta.
Pasal 11 Pidana penjara maksimal 5 tahun
atau denda maksimal Rp. 250 Juta.
Pasal 12 huruf a,
b, c, d
Pidana penjara maksimal 20 tahun
atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Pasal 13 Pidana penjara maksimal 3 tahun
atau denda maksimal Rp. 150 Juta.
3. Penggelapan
dalam jabatan
Pasal 8 Pidana penjara maksimal 15 tahun
atau denda maksimal Rp. 750 Juta.
Pasal 9 Pidana penjara maksimal 5 tahun
atau denda maksimal Rp. 250 Juta.
Pasal 10 huruf a,
b, dan c
Pidana penjara maksimal 7 tahun
atau denda maksimal Rp. 350 Juta.
4. Pemerasan Pasal 12 huruf e
dan f
Pidana penjara maksimal 20 tahun
atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
5. Perbuatan curang Pasal 7 ayat (1)
huruf a, b, c dan
d, Pasal 7 ayat (2)
Pidana penjara maksimal 7 tahun
atau denda maksimal Rp. 350 Juta.
Pasal 12 huruf h Pidana penjara maksimal 20 tahun
atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
6. Benturan
kepentingan
Pasal 12 huruf i Pidana penjara maksimal 20 tahun
dalam pengadaan atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
7. Gratifikasi Pasal 12 huruf b
dan c
Pidana penjara maksimal 20 tahun
atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Setelah diberikan sosialisasi oleh tim pakar hukum dari Undiksha Singaraja, para
peserta mengetahui pengetahuan umum tentang Anti korupsi yang pada prinsipnya adalah
semua tindakan yang melawan, memberantas, menentang, dan mencegah korupsi. Pendidikan
anti korupsi merupakan upaya memberikan pemahaman dan penanaman nilai-nilai kepada
peserta didik agar berperilaku anti korupsi (Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kemendikbud). Pendidikan anti korupsi penting guna mencegah aksi korupsi. Pendidikan anti
korupsi harus diberikan sejak dini dan dimasukkan dalam proses pembelajaran mulia dari
tingkat pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini sebagai upaya membentuk
perilaku peserta didik yang anti korupsi. Inti dari materi pendidikan antikorupsi ini adalah
penanaman nilai-nilai luhur yang terdiri dari Sembilan nilai yang disebut dengan Sembilan
Nilai Anti Korupsi. Sembilan tersebut adalah: tanggung jawab, disiplin, jujur, sederhana,
mandiri, kerja keras, adil, berani, dan peduli.
Selanjutnya pada tanggal 12 Mei 2015dilaksanakan kegiatan Focus Group Discussion
(FGD) dan evaluasi program dengan indikator keberhasilan program meliputi:
1. Terjadi perubahan yang positif terhadap pengetahuan tentang Korupsi secara umum
dan pendidikan antikorupsi.
2. Terjadinya perubahan yang positif perihal pengetahuan guru-guru sekolah dasar
tentang konten pembelajaran antikorupsi bagi peserta didik usia dini.
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada guru-guru sekolah dasar di Kota Singaraja,
Kabupaten Buleleng dengan baik dan tanpa kendala apapun. Berbagai masukan diperoleh
dari kegiatan FGD dan evaluasi program, salah satunya adalah keinginan para guru agar
kegiatan pengabdian kepada masyarakat seperti ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan
sehingga tercipta sekolah berkarakter anti korupsi.
Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa para peserta
yang mengikuti sosialisasi konten pembelajaran antikorupsi memiliki pengetahuan yang
konsisten mengenai pengetahuan umum tentang tindak korupsi, jenis-jenis tindak pidana
korupsi beserta ketentuan hukumnya, hakekat pendidikan antikorupsi, dan cara menerapkan
konten pembelajaran antikorupsi bagi siswa sekolah dasar sehingga mudah dipahami sesuai
tingkatan usia peserta didik. Disamping itu, beberapa manfaat praktis yang diperoleh oleh
peserta sosialisasi yaitu: (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai
pengetahuan tentang Korupsi secara umum dan pendidikan antikorupsi, (2) para peserta
sosialisasi memperoleh penyamaan persepsi tentang konten pembelajaran antikorupsi bagi
peserta didik usia dini, (3) Peserta juga memperoleh CD dan buku panduan pendidikan anti
korupsi yang diperuntukkan bagi siswa SD kelas 1, 2, dan 3, serta buku panduan bagi guru.
Dengan demikian, sesuai dengan kriteria keberhasilan program pelatihan ini, maka kegiatan
ini dinilai berhasil apabila mampu meningkatkan pengetahuan peserta dalam menerapkan
konten pembelajaran anti korupsi sejak dini bagi siswa sekolah dasar di kota Singaraja.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan program pengabdian kepada
masyarakat “Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) di
Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng”, adalah:
1. Tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra program pengabdian kepada masyarakat
memberikan dampak positif bagi pelaksanaan program, terlihat dari sosialisasi konten
pembelajaran antikorupsi yang dihadiri oleh peserta dapat berjalan dengan baik.
2. Pelaksanaan program mampu menghasilkan luaran-luaran yang diharapkan oleh
program pengabdian kepada masyarakat ini, hingga terlaksananya kegiatan Focus
Group Discussion (FGD) dan evaluasi program.
5.2. Saran
Tingginya partisipasi dan animo guru-guru sekolah dasar di Kota Singaraja
Kabupaten Buleleng, perlu terus dipupuk dengan pendampingan, sehingga guru-guru sekolah
dasar sebagai ujung tombak pendidikan mampu menanamkan dan memberikan pemahaman
akan arti pentingnya karakter antikorupsi kepada anak-anak sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Irawan, dkk. 2004. Mendagangkan Sekolah. Jakarta : Indonesia Corruption Watch
Bawa Atmaja, Nengah, (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif : (Makalah) disampikan
Pada Sosialisasi Dosen Muda Lemlit Undiksha Singaraja.
Buchori, Muchtar, 2007, Pendidikan Anti Korupsi, dimuat dalam Harian Kompas, 21
Februari 2007
Bali Post, “Menanamkan Budaya Antikorupsi, Perlunya Panutan dari Guru dan Orangtua”,
Edisi Minggu 7 September 2014
Direktorat Pendidikan dan pelayanan masyarakat-KPK. 2014. ”Buku Pendidikan
Antikorupsi”. Dalam www.acch.kpk.go.id, accessed 15 September 2014.
Martiman Projohamidjoyo, 2009. Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di
Indonesia. Diakses dalam www.kemenag.go.id , tanggal 15 September 2014.
Severe, Sal. 2001. Bagaimana Bersikap Pada Anak Agar Anak Bersikap Baik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sadia, Wayan. (2001). Pedoman Penyusunan Proposal Penelitian. Singaraja: Lembaga
Penelitian IKIP Negeri Singaraja
Soehartono. (1995). Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Sugyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140.
Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4150.
www.asiarisk.com/No.871, “Corruption’s Impact on the Business Environment”, accessed 15
september 2014
top related