laporan enzim
Post on 04-Jan-2016
195 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM
BIOKIMIA II
PUTU EKA WAHYU RATNANINGSIH
G1C 007032
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS MATARAM
2010
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nyalah maka Laporan Tetap Praktikum Biokimia II ini dapat saya selesaikan.
Adapun dalam laporan ini terdapat empat percobaan yang telah dilakukan, antara lain:
Uji Sifat Fisik dan Kimia Cairan Tubuh (Air Liur dan Empedu), Penetapan Kadar Kolesterol,
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kerja Enzim (Pengaruh Suhu dan pH Terhadap Aktifitas
Enzim), dan Percobaan Protein.
Dalam penulisannya laporan tetap ini, serta saat praktikum berlangsung tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini saya mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pembimbing mata kuliah biokimia dan
kepada semua pihak atas bantuan, dukungan, dan motivasinya.
Saya menyadari laporan tetap ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat saya harapkan dating dari semua pihak. Akhirnya, semoga
laporan tetap ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Mataram, 10 Juli 2010
Penilis
3
DAFTAR ISI
Kata pengantar ……………………………………………………………………. 2
Daftar isi ……………………………………………………………………. 3
Uji Sifat Fisik dan Kimia Cairan Tubuh (Air Liur dan Empedu) ……………………. 4
Penetapan Kadar Kolesterol ……………………………………………………………. 17
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kerja Enzim (Pengaruh Suhu dan pH Terhadap
Aktifitas Enzim) ……………………………………………………………………. 32
Percobaan Protein ……………………………………………………………………. 44
4
UJI SIFAT FISIK DAN KIMIA CAIRAN TUBUH
(AIR LIUR DAN EMPEDU)
I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : menguji sifat fisik dan kimia cairan tubuh (air liur dan empedu)
Hari/Tanggal : Selasa, 18 Mei 2010
Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA
UNIVERSITAS MATARAM
II. LANDASAN TEORI
Empedu adalah cairan bersifat basa yang pahit dan berwarna hijau kekuningan, yang
disekresikan oleh hepatosit hati pada sebagian besar vertebrata. Empedu dihasilkan secara
terus-menerus oleh hati, akan tetapi ditampung dalam sebuah alat penampungan yaitu
kantung empedu diantara waktu makan. Bila makanan masuk ke duodenum, lepasnya
kolesistokinin akan merangsang kontraksi kantung empedu dan keluarnya empedu akan
dihimpun ke dalam duodenum (Kimball, 2007: 451).
(Y3n, 2009)
Fungsi cairan empedu adalah untuk mencerna makanan di dalam usus, terutama
lemak. Cairan empedu dari hati ini sebagian disalurkan langsung ke usus dan bercampur
dengan makanan yang akan dicerna. Sementara sebagian cairan lagi masuk ke kantung
empedu. Disini sebagian air akan diserap/dibuang, sehingga cairannya akan lebih pekat.
5
Cairan empedu yang pekat ini lebih efektif untuk mencerna makananan dibandingkan yang
langsung dari hati tadi (Y3n, 2009).
Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari
pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium
dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat/turunan dari
sistin. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting
dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu (Jevuska, 2009).
Asam-asam empedu membantu emulsifikasi lipid yang dimakan, suatu proses yang
memudahkan pencernaan enzimatik dan absorbsi lemak diet. Asam-asam deoksikolat dan
litokolat adalah asam-asam empedu sekunder yang disintesis dalam usus lewat kerjanya
enzim-enzim bakteri pada asam-asam empedu primer. Hanya sebagian asam-asam empedu
primer yang terdapat dalam usus diubah menjadi asam empedu sekunder (Montgomery,
1993: 911-912).
Pada rongga mulut terdapat tiga macam kelenjar ludah (saliva) yang menghasilkan
cairan ludah. Kelenjar-kelenjar tersebut adalah: kelenjar parotis, yang terletak di dekat
telinga, kelenjar sublingualis yang terletak di bawah rahang atas, kelenjar submandibularis
yang terletak di bawah lidah. Di dalam cairan ludah mengandung sebanyak 90% air, dan
sisanya terdiri atas garam-garam bikarbonat, lendir (mukus), lizozim (enzim penghancur
bakteri), dan amilase (ptialin). Ketiga kelenjar ludah setiap harinya dapat menghasilkan lebih
kurang 1600 cc air ludah. Cairan ludah berfungsi untuk memudahkan dalam menelan
makanan karena makanan tercampur dengan lendir dan air, melindungi rongga mulut dari
kekeringan, panas, asam dan basa, serta membantu pencernaan kimiawi, karena kelenjar
ludah menghasilkan enzim ptialin (amilase) yang berperan dalam pencernaan amilum
menjadi maltosa dan glukosa, enzim ini berfungsi dengan baik pada pH netral (pH 7)
(Cryonpedia, 2010).
6
Gambar. Kelenjar ludah
(Cryonpedia, 2010)
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Saliva terdiri atas ion-ion
Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3
-, SO42-, dan zat-zat organic seperti musin dan enzim
amilase atau ptyalin. Saliva mempunyai pH antar 5,75 sampai 7,05. Pada umumnya pH saliva
sedikit dibawah 7. Rangsangan yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar saliva
adalah pikiran tentang makanan yang disukai, adanya bau makanan yang sedap atau melihat
makanan yang diharapkan sehingga menimbulkan selera. Rangsangan demikian disebut
rangsangan reflex. Rangsangan keluarnya saliva karena adanya makanan dalam mulut disebut
rangsangan mekanik, sedangkan rasa makanan yang lezat atau manis dapat menimbulkan
rangsangan yang disebut rangsangan kimiawi (Poedjadi, 2007: 235-236).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
- Tabung reaksi
- Tutup tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Pipet tetes
- Pipet ukur
- Kertas saring
- Gelas kimia
- Gelas ukur
7
- Penjepit tabung reaksi
- Pengaduk
B. Bahan
- Air liur
- Aquadest
- Empedu
- Larutan NaOH 10%
- Larutan CuSO4
- Pereaksi molish
- Asam sulfat pekat
- Larutan asam asetat encer
- Larutan HCl
- Larutan BaCl2 10%
- HNO3 pekat
- Larutan sukrosa 5%
- Minyak
IV. CARA KERJA
A. Air Liur
Air liur
+ aquadest
Sampai V = 200 ml
• Penetapan pH Air Liur
Air liur encer
Diukur pH
pH = …
8
• Uji Biuret
2 ml air liur encer
+ NaOH 10%
Dicampur
+ beberapa tetes H2SO4
Hasil
• Uji Molish
2 ml air liur encer
+ 2 tetes pereaksi molish
Dicampur
Tabung reaksi dimiringkan
+ 2 ml H2SO4 melalui dinding tabung
Hasil
• Uji Presipitasi
2 ml air liur encer
+ 1 tetes asam asetat encer
Dicampur dengan baik
Hasil
• Uji Sulfat
1 ml air liur
+ 3 – 5 tetes HCl
+ 5 – 10 tetes BaCl2 2%
Hasil
B. Empedu
• Sifat Fisik Empedu
Empedu
Diperhatikan dan dicatat sifat fisik empedu
Hasil
9
Empedu
Dihancurkan dengan pengaduk
+ aquadest
disaring
Larutan empedu encer
• Uji Gmelin
Tabung reaksi
+ 3 mL HNO3 pekat
+ 3 mL larutan empedu encer (melalui
dinding tabung)
Hasil
• Uji Pettenkofer
5 ml larutan larutan empedu encer
+ 5 tetes larutan sukrosa 5%
Tabung reaksi dimiringkan
+ 3 ml H2SO4 (melalui dinding tabung)
Hasil
• Fungsi Empedu Sebagai Emulgator
2 tabung reaksi
@ + 1 tetes minyak
Tabung 1 Tabung 2
+ 3 ml larutan empedu
Dikocok
Hasil
10
V. HASIL PENGAMATAN
A. Air Liur
1. Uji Biuret
Perlakuan Hasil Pengamatan
+ 2 mL NaOH Terbentuk 3 fase
Bagian atas: busa
Bagian tengah: kental
Bagian bawah: larutan bening
+ CuSO4
Awal
Setelah dicampur dengan baik
CuSO4 tidak larut, pada larutan terdapat
seperti bercak biru.
Terdapat endapan biru tua, larutan biru
keunguan.
2. Uji Molish
Perlakuan Hasil Pengamatan
+ Pereaksi Molish Coklat susu → busa
+H2SO4 Hangat pada bagian atas, semakin kental →
kental coklat bening.
Terbentuk cincin ungu kehitaman.
Sebagian larutan lama kelamaan berubah
menjadi hitam, beruap dan semakin panas.
3. Uji Presipitasi
Perlakuan Hasil Pengamatan
Filtrate liur + asam asetat Terbentuk gel bening keputihan,
Ada yang larut dan tidak larut.
4. Uji Sulfat
Perlakuan Hasil Pengamatan
+ HCl Terbentuk seperti gel
+ BaCl2 Terdapat butiran-butiran putih kecil.
Larutan hasil bening.
11
B. Empedu
� Uji Gmelin
Perlakuan Hasil Pengamatan
HNO3 + empedu Terbentuk 4 fase.
Berturut-turut dari atas ke bawah : larutan
hijau, orange, kuning dan bening.
� Uji Pettenkofer
Perlakuan Hasil Pengamatan
+ Sukrosa Tidak terjadi perubahan apa-apa
+ H2SO4 Terbentuk 4 fase
Berturut-turut dari atas ke bawah: larutan
berwarna hijau, hitam, coklat, bening
kekuningan.
� Fungsi Empedu sebagai Emulgator
Perlakuan Hasil Pengamatan
Tabung 1
Air + Minyak
Terbentuk 2 fase
Bagian atas minyak
Bagian bawah air
Tabung 2
Air + minyak + empedu
Terbentuk emulsi, hijau lumut
VI. ANALISIS DATA
a. Uji Biuret
Protein (gugus –CO dan –NH2) + Cu2+ NaOH
kompleks berwarna ungu
12
b. Uji Molish
O
OH
HH
H
OH
OH
H OH
H
OH
OH
O
OH2SO4
3H2O
Heksosa Hidroksimetilfurfural
OH
O
O +
OH
H2SO4
OH
OOH
O
Hidroksimetilforfural α-naftol cincin ungu
c. Uji Presipitasi
Air liur + CH3COOH → mengendap (koagulasi)
d. Uji Sulfat
BaCl2 + SO42-
HCl BaSO4(s) + 2Cl-
e. Uji Gmelin
Bilirubin + HNO3 → kompleks kuning kemerahan
f. Uji Pattenkofer
Sukrosa + H2SO4 → hidroksometilfurfural
Hidroksimetilfurfural + cairan empedu → cincin ungu
g. Fungsi Empedu sebagai Emulgator
Garam-garam empedu + minyak → micelles
Micelles + air → larut
13
VII. PEMBAHASAN
Air liur atau saliva memiliki peran penting dalam system pencernaan makanan. Saliva
berfungsi untuk memudahkan dalam menelan makanan, melindungi rongga mulut dari
kekeringan, panas, asam dan basa, dan untuk membantu pencernaan kimiawi. Pada umumnya
pH saliva berada sedikit dibawah 7.
Uji biuret pada air liur merupakan uji warna yang dilakukan untuk mengetahui adanya
protein dalam air liur. Uji biuret ini khas untuk mengetahui adanya ikatan peptide yang ada
pada protein. Dimana dalam suasana basa (akibat penambahan NaOH) Cu2+ akan bereaksi
dengan gugus –CO dan –NH2 pada asam amino dalam protein sehingga membentuk suatu
kompleks berwarna. Dari uji yang dilakukan didapatkan hasil positif yang artinya di dalam
air liur terdapat protein. Hal ini karena air liur mengandung enzim amilase yang merupakan
suatu protein dan musin yang merupakan suatu glikoprotein serta senyawa-senyawa protein
lain yang juga terkandung dalam air liur (Poedjadi, 2007).
Uji molish yang dilakukan pada air liur adalah uji warna untuk mengetahui adanya
karbohidrat pada air liur. Hasil yang didapat adalah positif yaitu dengan terbentuknya cincin
ungu yang merupakan hasil reaksi kondensasi antara hidroksimetilfurfural dengan α-naftol
(Poedjadi, 2007). Hidroksimetilfurfural terbentuk dari reaksi dehidrasi dengan H2SO4 dengan
gula heksosa. Hal ini dikarenakan adanya karbohidrat yang dapat berupa maltose atau
glukosa (yang merupakan gula heksosa) hasil pemecahan amilum oleh enzim maltase yang
masih tersisa dari proses pencernaan makanan.
Air liur yang ditambahkan asam asetat encer pada uji presipitasi menghasilkan larutan
yang seperti gel. Hal ini terjadi karena adanya koagulasi dari melekul-molekul yang berupa
protein (misalnya enzim amilase) yang terkandung pada air liur. Dimana protein pada
penambahan asam akan menyebabkan terjadinya koagulasi. (Simanjuntak, 2003).
Uji sulfat dilakukan untuk mengetahui adanya sulfat dalam air liur. Hasil yang didapat
adalah positif yang ditandai dengan adanya endapan/butiran-butiran putih BaSO4. Hal ini
dikarenakan dalam air liur juga terkandung ion sulfat (Poedjadi, 2007).
Cairan empedu dihasilkan dari hati dan disimpan didalam kandung empedu yang
memiliki panjang sekitar 5-7 cm dan merupakan membran berotot. Kandung empedu terbagi
ke dalam sebuah fundus, badan, dan leher. Cairan empedu yang berwarna hijau tua berasal
dari bilirubin yang merupakan pigmen empedu. Bilirubin ini terbentuk dari penguraian
hemoglobin, asam-asam empedu, dan kolesterol. Adanya bilirubin ini dapat dibuktikan
dengan reaksi gmelin sehingga diperoleh hasil positif yang menghasilkan turunan yang
14
berwarna yang ditandai dengan adanya banyak fase yang terbentuk yang terdiri dari berbagai
warna. (Trinaningsih, 2007). Hal ini terjadi akibat oksidasi bilirubin yang merupakan pigmen
empedu oleh HNO3. Pada uji pettenkofer, larutan sukrosa dengan H2SO4 sehingga terbentuk
gula heksosa yang kemudian membentuk suatu senyawa hidroksimetilfurfural yang dengan
adanya cairan empedu akan terbentuk suatu cincin ungu.
Pada percobaan untuk membuktikan fungsi empedu sebagai emulgator ternyata
didapatkan hasil yang positif yang ditandai dengan terbentuknya emulsi yang stabil dari
minyak yang semula tidak bercampur dengan air. Empedu memegang peran penting dalam
proses pencernaan lemak. Dimana garam-garam empedu ini mempunyai peranan sebagai
pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul besar lemak (dalam hal ini yang digunakan
adalah minyak) menjadi suspensi dari lemak. Garam-garam empedu ini bergabung dengan
lemak dan membentuk micelles, yaitu kompleks yang larut dalam air. Hal inilah yang
menyebabkan lemak lebih mudah terserap dalam system pencernaan (efek hidrotrofik)
(Jevuska, 2009).
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan:
- Air liur mekandung enzim amilase yang merupakan suatu protein dan musin yang
merupakan suatu glikoprotein sehingga memberikan hasil positif pada uji biuret.
- Di dalam air liur terdapat karbohidrat dalam bentuk maltose atau glukosa yang
merupakan hasil pemecahan amilum oleh enzim amilase sehingga memberikan
hasil positif pada uji molish.
- Adanya asam dapat menyebabkan koagulasi molekul-molekul protein (misalnya
enzim) yang terkandung dalam air liur.
- Dalam air liur terkandung ion sulfat sehingga memberikan uji positif pada uji
sulfat yang ditandai dengan adanya endapan/butiran-butiran putih Ba2SO4.
- Kandung empedu mempunyai panjang sekitar 5-7 cm dan merupakan membrane
berotot yang berfungsi menyimpan cairan empedu yang berwarna hijau tua.
- Didalam empedu terdapat bilirubin yang merupakan pigmen empedu yang dapat
diidentifikasi dengan uji gmelin dan membentuk suatu turunan berwarna.
- Uji pettekofer akan menghasilkan suatu cincin ungu pada larutan.
15
- Empedu mempunyai fungsi sebagai emulgator yang menyebabkan emulsi stabil
dari lemak dengan membentuk micelles yaitu kompleks yang larut dalam air.
16
DAFTAR PUSTAKA
Cryonpedia. 2010. Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia. http://www.crayonpedia.org/
mw/2._Sistem_Pencernaan_Makanan_Pada_Manusia_11.2 [21 Mei 2010].
Jevuska. 2009. Proses Pembentukan dan Sekresi Empedu. http://www.jevuska.com/2009/
10/08/proses-pembentukan-dan-sekresi-empedu [24 Mei 2010].
Kimball, John W. 2007. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Montgomery, Rex. 1993. Biokimia. Yogyakarta: UGM Press.
Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supryanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Simanjuntak, M.T. dan J. silalahi. 2003. Penuntun Praktikum Biokimia. http://library.usu.
ac.id/download/fmipa/farmasi-mtsim2.pdf [28 Mei 2010].
Tutinaningsih. 2010. Biokimia Urine. http://treesnasmart.blogspot.com/2009/05/biokimia-
urine.html [28 Mei 2010].
Y3n. 2009. Empedu Batu?. http://masteryen.com/y3n/?p=110 [24 Mei 2010].
PENETAPAN KADAR KOLESTEROL
I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : Menentukan kadar
tinggi.
Hari/Tanggal : Selasa, 11 mei 2010
Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA
Universitas Mataram
II. LANDASAN TEORI
Kolesterol merupakan steroid hewani yang terdapat
dalam hampir semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan
sumber yang kaya akan senyawa ini. Kolesterol merupakan zat antara yang dipe
biosintesis hormon steroid. Kolesterol dapat disintesi
yang tinggi dalam darah dikaitkan dengan arteriesklerosis (pengerasan pembuluh darah) yaitu
suatu keadaan dimana kolesterol dan lipid
(Fessenden, 2007: 425).
Karena tidak larut dalam darah, maka kolesterol ditransportasikan dalam
sirkulasi lipoprotein. Ada beberapa jenis lipoprotein di dalam darah dari ukuran besar hingga
yang berukuran paling kecil: chylomicrons, very low density
intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density
lipoprotein (HDL) (Sudarma, 2009: 85).
PENETAPAN KADAR KOLESTEROL
I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Menentukan kadar kolesterol total dalam serum rendah dan
tinggi.
: Selasa, 11 mei 2010
: Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA
Universitas Mataram
Kolesterol merupakan steroid hewani yang terdapat paling meluas dan dan dijumpai
dalam hampir semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan
yang kaya akan senyawa ini. Kolesterol merupakan zat antara yang dipe
steroid. Kolesterol dapat disintesis dari asetil koenzim A. kadar ko
yang tinggi dalam darah dikaitkan dengan arteriesklerosis (pengerasan pembuluh darah) yaitu
suatu keadaan dimana kolesterol dan lipid-lipid lain melapisi dinding dalam pembuluh darah
Gambar Kolesterol
Karena tidak larut dalam darah, maka kolesterol ditransportasikan dalam
sirkulasi lipoprotein. Ada beberapa jenis lipoprotein di dalam darah dari ukuran besar hingga
yang berukuran paling kecil: chylomicrons, very low density lipoprote
intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density
lipoprotein (HDL) (Sudarma, 2009: 85).
17
rendah dan serum
paling meluas dan dan dijumpai
dalam hampir semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan
yang kaya akan senyawa ini. Kolesterol merupakan zat antara yang diperlukan dalam
ari asetil koenzim A. kadar kolesterol
yang tinggi dalam darah dikaitkan dengan arteriesklerosis (pengerasan pembuluh darah) yaitu
lipid lain melapisi dinding dalam pembuluh darah
Karena tidak larut dalam darah, maka kolesterol ditransportasikan dalam sistem
sirkulasi lipoprotein. Ada beberapa jenis lipoprotein di dalam darah dari ukuran besar hingga
lipoprotein (VLDL),
intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density
18
kolesterol berfungsi membentuk dinding sel (membran sel) dalam tubuh.
Selain itu ia juga berperan penting dalam produksi hormon seks, vitamin D, serta untuk
fungsi otak dan saraf. Manusia rata-rata membutuhkan 1.100 miligram kolesterol per hari
untuk memelihara dinding sel dan fungsi fisiologis lain. Kolesterol yang terdapat dalam
tubuh manusia berasal dari dua sumber utama yaitu dari makanan yang dikonsumsi dan dari
pembentukan oleh hati. Kolesterol yang berasal dari makanan terutama terdapat pada daging,
unggas, ikan, dan produk olahan susu. Jeroan daging seperti hati sangat tinggi kandungan
kolesterolnya, sedangkan makanan yang berasal dari tumbuhan justru tidak mengandung
kolesterol sama sekali (Akang, 2009).
Sedikitnya lebih dari separuh jumlah kolesterol dalam tubuh berasal dari sintesis
(sekitar 700 mg/hari), dan sisanya berasal dari makanan sehari-hari. Pada manusia, hati
menghasilkan kurang lebih 10% dari total sintesis, sementara usus sekitar 10% lainnya. Pada
hakekatnya semua jaringan yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol.
Fraksi mikrosomal (reticulum endoplasma) dan sitosol sel terutama bertanggung jawab atas
sintesis kolesterol. Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu, (1) Mevalonat
yang merupakan senyawa enam karbon disintesis dari asetil KoA, (2) Unit isoprenoid
dibentuk dari mevalonat dengan menghilangkan CO2, (3) Enam unit isoprenoid mengadakan
kondensasi untuk membentuk intermediet, skualen, (4) Skualen mengalami siklisasi untuk
menghasilkan senyawa steroid induk, yaitu lanosterol, (5) Kolesterol dibentuk dari lanosterol
setelah melewati beberapa tahap lebih lanjut, termasuk menghilangnya tiga gugus metil
(Murai, dkk, 2003)
Adanya kolestesterol dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa reaksi warna.
Salah satu diantaranya ialah reaksi salkowski. Apabila kolesterol dilarutkan dalam kloroform
dan larutan ini dituangkan di atas larutan asam sulfat pekat dengan hati-hati, maka bagian
asam berwarna kekuningan dengan fluoresensi hijau bila dikenai cahaya. Bagian kloroform
akan berwarna biru yang berubah menjadi merah dan ungu. Larutan kolesterol dalam
kloroform bila ditambahkan anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat, maka larutan
tersebut yang mula-mula akan berwarna merah kemudian menjadi biru dan hijau. Ini disebut
reaksi Lieberman Burchard. Warna hijau yang terjadi ternyata sebanding dengan konsentrasi
kolesterol. Karenanya reaksi Lieberman Burchard dapat digunakan untuk menentukan
kolesterol secara kuantitatif. Dalam darah manusia normal terdapat antara 150-200 miligram
tiap 100 ml darah (Poedjadi, 2007: 75-76).
19
Hasil pemeriksaan kadar kolesterol biasanya dinyatakan dalam milligram per 100
milliliter darah. Rentangan kadar kolesterol total dalam darah manusia ditampilkan pada tabel
dibawah ini:
Kadar (mg/100 ml)
Kurang dari 200 Normal
Antara 200-239 Batas normal-tinggi
Lebih dari 240 Tinggi
(Anonim1, 2009).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Pipet ukur
- Rak tabung reaksi
- Penjepit tabung reaksi
- Penangas air
- Tutup tabung reaksi
- Spektrofotometer UV-VIS
- Vortex mixer
B. Bahan
- Serum kolesterol tinggi
- Serum kolesterol rendah
- Alcohol absolute
- Petroleum benzin
- Aquadest
- Colour reagent (1,0 mgr FeCl3.6H2O/ml asam asetat glacial)
- Asam asetat glacial
- Asam sulfat pekat
20
IV. PROSEDUR KERJA
A. Uji Sampel
2,5 ml alcohol absolute
Dimasukkan dalam tabung reaksi tertutup
(tabung S)
+ 0,1 ml serum kolesterol rendah
Dikocok
Hasil
+ 5 ml petroleum benzin
Tabung ditutup
Dicampur ( ± 30 detik)
Hasil
+ 3 ml aquadest
Dikocok 10-15 menit
Didiamkan
Terbentuk 2 lapisan
Diambil lapisan atas
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain
Hasil
Dimasukkan dlm penangas (T= ± 80 oC)
Cairan tinggal sedikit
Dibiarkan mengering di udara terbuka
Hasil
+ 4 ml colour reagent
Tabung reaksi ∆ penangas air beberapa menit
+ 4ml CH3COOH glasial Didinginkan pada T kamar
Blanko Sampel
+ 3 ml H2SO4 pekat
2 lapisan
Dikocok
Didiamkan dalam ruang gelap ± 30 menit
Diukur A dan %T pada λ = 560 nm
21
Hasil
Dilakukan hal yang sama untuk kolesterol tinggi
Hasil
B. Kurva Kalibrasi
Larutan kolesterol standar 0,05 mg/ml petroleum eter
0,5 ml larutan 1 ml larutan 2 ml larutan
Diuapkan (penangas air, T = 80 oC)
Larutan tersisa sedikit
Diuapkan dalam temperatur kamar
Hasil
+ 4 ml colour reagent
∆ penangas air beberapa menit
Didinginkan pada T kamar
+ 3 ml H2SO4 pekat
2 lapisan
Dikocok
Didiamkan dalam ruang gelap ± 30 menit
Diukur A dan %T pada λ = 560 nm
Hasil
V. HASIL PENGAMATAN
A. Uji Sampel
• Kolesterol Tinggi
PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN
+ 0,1 ml serum Keruh keputihan, terdapat semacam koloid
putih yang menyebar dalam larutan.
+ 5 ml petroleum benzin
dikocok
Terbentuk 3 fase
Fase atas: bening
22
Fase tengah: putih kental
Fase bawah: putih, seperti endapan
+ 3 ml aquadest
Sebelum dikocok
Setelah dikocok
Terbentuk 3 fase
Fase atas: bening
Tengah: putih
Fase bawah: keruh
Bagian atas berupa larutan bening.
Bagian bawah berupa larutan keruh, banyak
terdapat seperti koloid
Diuapkan dengan penangas air Larutan berwarna kekuningan dan menjadi
sedikit.
+ 4 ml colour reagent Terdapat seperti gel kecil, bening, dan
banyak pada dinding tabung reaksi.
Dipanaskan Terdapat gelembung dan noda lemak pada
dinding tabung reaksi
+ 3 ml H3SO4 pekat Terbentuk cincin orange kecoklatan (jelas)
• Kolesterol Rendah
PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN
+ 0,1 ml serum Terdapat lebih banyak endapan putih yang
menyebar dalam larutan, larutan berwarna
keruh keputihan.
+ 5 ml petroleum benzin
Sebelum dikocok
Setelah dikocok
Terbentuk 3 fase
Fase atas: bening
Fase tengah: sangat kental, keruh kekuningan
Fase bawah: seperti terbentuk endapan putih
Terbentuk 3 fase
Fase atas: bening
Fase tengah: kental
Fase bawah: seperti endapan putih
+ 3 ml aquadest
23
Sebelum dikocok
Setelah dikocok
Terbentuk 3 fase
Fase atas: berwarna bening
Fase tengah: putih
Fase bawah: kental
Terbentuk 3 fase
Fase atas: bening
Fase tengah: seperti ada endapan
Fase bawah: agak keruh
Diuapkan dalam penangas air Terbentuk larutan bening kekuningan, larutan
menjadi sedikit.
+ 4 ml colour reagent Terbentuk gel bening (sedikit) pada dinding,
dan sedikit gelembung.
Dipanaskan Terdapat gelembung dan sedikit noda lemak
pada dinding dalam larutan
+ 3 ml H2SO4 pekat Terdapat cincin orange (kabur, tidak teratur)
• Blanko
PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN
+ 3 ml H2SO4 pekat Terbentuk 3 fase
Fase atas: berwarna bening agak pink
Fase tengah: orange bening
Fase bawah: putih bening
• Hasil Pengukuran dengan UV-VIS
TABUNG % T ABSOBANS
Blanko
Sampel kolesterol rendah
Sampel kolesterol tinggi
077,8
087,0
079,8
0,098
0,061
0,097
24
B. Kurva Kalibrasi
PERLAKUAN 0,5 ml 1 ml 2 ml
Dipanaskan Larut
bening
Bening
larut
Bening
larut
+ H2SO4 pekat - - 2 fase
PERLAKUAN % T ABSORBANS
0,5 ml 088,3 0,050
1 ml 087,4 0,057
2 ml 083,5 0,077
VI. ANALISIS DATA
� Persamaan Reaksi
� Perhitungan
a. Kolesterol volume 0.5 mL
Kadar kolesterol standar = 1.25 mg
Massa = V x kadar
25
= 0.5 mLx 0.05 mg/mL
= 0.025 mg
b. Kolesterol volume 1 mL
Kadar kolesterol standar = 0.05 mg/mL
Massa = V x kadar
= 1.0 mLx 0.05 mg/mL
= 0.005 mg
c. Kolesterol volume 2 mL
Kadar kolesterol standar = 0.05 mg/mL
Massa = V x kadar
= 2.0 mLx 0.05 mg/mL petroleum eter
= 1.0 mg
Kurva Kalibrasi
Berdasarkan kurva didapatkan persamaan Y = 0,685X + 0,016
1. Penentuan Kadar Kolestrol Dalam Serum Darah
a. Kadar Kolesterol Dalam Serum Tinggi
A larutan serum tinggi = 0.097 = Y
Y = 0.685X + 0.016
0.097 = 0.685X + 0.016
y = 0.685x + 0.016
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
A
b
s
o
r
b
a
n
konsentrasi (mg)
Series1
Linear (Series1)
26
X = 0.118
Jadi kadar kolesterol dalam serum tinggi = 0.118 mg/0.1 mL = 118 mg/dL
Sehingga kadar kolesterol tersebut tergolong rendah.
b.Kadar Kolesterol Dalam Serum Rendah
A larutan serum tinggi = 0.097 = Y
Y = 0.685X + 0.016
0.061 = 0.685X + 0.016
X = 0.065
Jadi kadar kolesterol dalam serum tinggi = 0.065 mg/0.1 mL = 65 mg/dL
Sehingga kadar kolesterol tersebut tergolong rendah
VII. PEMBAHASAN
Kolesterol merupakan salah satu sterol yang penting yang terdapat dalam jaringan dan
lipoprotein plasma. Biasanya terdapat dalam bentuk kolesterol bebas atau gabungan dengan
asam lemak rantai panjang seperti ester kolesteril. Kolesterol tidak larut dalam air karena
adanya perbedaan kepolaran (Anonim, 2010). Akan tetapi kolesterol larut dalam pelarut
lemak dan sangat nonpolar seperti petroleum benzin.
Untuk mendapatkan kolesterol murni dari serum rendah maupun tinggi maka
dilakukan pemisahan yang menggunakan prinsip seperti ekstraksi pelarut. Alkohol absolute
atau yang lebih dikenal dengan etanol dicampurkan dengan serum untuk melarutkan
senyawa-senyawa lain selain kolesterol karena kolesterol tidak larut dalam pelarut ini.
Penambahan petroleum benzin ini berfungsi sebagai pelarut bagi kolesterol. Setelah diaduk
terlihat seperti ada 3 fase, kemudian ditambahkan air agar pemisahannya lebih jelas sehingga
akan terbentuk 2 fase dengan fase air dibagian bawah. Etanol ini sendiri merupakan pelarut
yang juga dapat larut dalam air (Anonim3, 2010). Larutan yang bening dibagian atas diambil
kemudian pelarutnya diuapkan dalam penangas air sehingga didapatkan kolesterol murni
untuk selanjutnya dilakukan uji kadar totalnya.
Pengujian kuantitatif kadar kolesterol total ini dilakukan dengan teknik Lieberman
Burchard. Dimana dalam praktikum ini yang digunakan adalah colour reagent yang
merupakan FeCl3.6H2O dalam asam asetat glasial untuk melarutkan kolesterol. Setelah
penambahan asam sulfat pekat larutan tetap bening dan terdapat cincin berwarna orange
dibagian tengahnya. Asam sulfat ini berguna untuk membentuk kompleks warna. Larutan ini
setelah didiamkan dalam ruang gelap ternyata tidak mengalami perubahan warna. Larutan
27
didiamkan ditempat gelap agar tidak ada penyerapan cahaya oleh kolesterol sebelum
kolesterol diukur dengan UV-VIS karena hal ini tentunya dapat mempengaruhi serapan
cahaya pada saat pengukuran sehingga turut mempengaruhi hasil pengukuran (Murray,
2003). Seharusnya larutan menjadi berwarna kemerahan setelah ditambahkan asam sulfat
pekat yang setelah didiamkan akan akan berubah menjadi warna biru dan hijau. Dimana
warna hijau yang terjadi sebanding dengan kadar kolesterol. Akan tetapi larutan tetap bening
setelah disimpan diruang gelap. Dari hasil pengukuran didapatkan absorbans untuk kolesterol
rendah sebesar 0,061 dan absorbans kolesterol tinggi sebesar 0,097.
Untuk menentukan kadar kolesterol sebelumnya dibuat terlebih dahulu kurva kalibrasi
larutan kolesterol standar 0,05 mg/ml petroleum benzin dan ditentukan persamaan garisnya.
Kadar kolesterol total didapat dengan memasukkan nilai absorbans yang didapat dari hasil
pengukuran ke dalam persamaan yang didapat. Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh
kadar kolesterol rendah sebesar 65 mg/100 ml darah dan kadar kolesterol tinggi sebesar 118
mg/100 ml darah dengan persamaan grafik Y= 0,685X + 0,016. Hasil yang didapat kemudian
dibandingkan dengan standar kadar kolesterol dalam darah dan didapat kadar serum rendah
maupun kadar serum tinggi yang masih dalam batas rendah karena biasanya rentang normal
kolesterol sekitar 150-200 mg/100 ml darah (poedjiadi, 2007).
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan:
a. Penentuan kadar kolesterol total dapat dilakukan dengan teknik Lieberman Burchard
dimana kadar kolesterol dapat dihitung berdasarkan nilai absorbans yang didapat.
b. Pemisahan kolesterol dari serum untuk mendapatkan kolesterol murni menggunakan
prinsip ekstraksi pelarut yaitu kolesterol larut dalam petroleum benzin sedang
senyawa-senyawa lainnya larut dalam etanol. Dimana etanol dapat larut dalam air
sehingga kolesterol dapat dipisahkan.
c. Kolesterol bersifat dapat menyerap cahaya dan absorbansinya dapat diukur dengan
UV-VIS.
d. Kadar kolesterol total untuk kolesterol rendah sebesar 65 mg/100 ml darah sedangkan
kadar kolesterol total untuk kolesterol tinggi sebesar 118 mg/100 ml darah.
e. Kadar kolesterol total untuk kolesterol rendah maupun tinggi masih tergolong normal,
sedangkan kadar kolesterol total untuk kolesterol tinggi tergolong rendah.
28
DAFTAR PUSTAKA
Akang. 2009. Si Baik dan Si Jahat Itu Bernama Kolesterol. http://aa-kolesterol.blogspot.com/
2009/12/si-jahat-dan-si-baik-itu-bernama_06.html [19 Mei 2010].
Anonim1. 2009. Apa Arti Hasil Test Kolesterol Darah Anda. http://www.mangkukmerah.
com/ [17 mei 2010].
Anonim2. 2010. Air, Si Cantik yang Tersia-sia. http://www.chem-is-try.org/
artikel_kimia/kimia_anorganik/air-si-cantik-yang-tersia-sia/ [17 Mei 2010].
Anonim3. 2010. Etanol. http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol [16 Mei 2010].
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2009. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Poedjadi, Anna dan F. M. Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar biokimia. Jakarta: UI Press.
Sudarma, I Made. 2009. Kimia Bahan Alam. Mataram: FMIPA Press.
29
LAMPIRAN
3. Jalur biosintesa kolesterol dari asetil KoA
Biosintesis kilesterol dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu:
Tahap 1: Aseti KoA membentuk HMGKoA dan Mavalonat. Pada mulanya, 2 molekul asetil
KoA berkondensasi membentuk asetoasetil KoA. Reaksi ini dikatalis oleh enzim-sitosol
tiolase. Kemudian asetoasetil KoA berkondensasi dengan molekul asetil KoA berikutnya
yang dikatalisis oleh enzim HMG-KoA sintase untuk membentuk HMG-KoA. HMG-KoA
dikonversi menjadi mevalonat pada sebuah proses reduksi dua tahap oleh NADPH dengan
dikatalisis enzim HMG-KoA reduktase.
Tahap 2: Mevalonat membentuk unit isopreid yang aktif. Mevalonat mengalami fosforilasi
oleh ATP untuk membentuk beberapa intermediet terfosforilasi aktif. Dengan cara
dekarboksilasi terbentuk unit isopreid aktif, yaitu isopentil difosfat.
Tahap 3: Enam unit Isopreid membentuk squalen. Tahap ini melibatkan kondensasi tiga
molekul isopentenil difosfat untuk membentuk farnesil difosfat. Proses ini terjadi lewat
isomerisasi senyawa isopentil difosfat yang melibatkan pergeseran ikatan rangkap untuk
membentuk dimetilalil difosfat, yang kemudian diikuti oleh kondensasi dengan molekul
isopentil difosfat lainnya untuk membentuk intermedietdengan sepuluh karbon, yaitu geranil
difosfat. Kondensasi lebih lanjut dengan isopentil difosfat membentuk farnesil difosfat. Dua
molekul farnesil difosfat berkondensasi pada ujung difosfat dalam sebuah reaksi yang
melibatkan, pertama-tama eliminasi pirofosfat anorganik untuk membentuk praskualen
difosfat dan kemudian diikuti oleh reduksi NADPH yang disertai eliminasi radikal pirofosfat
anorganik sisanya senyawa yang dihasilkan adalah skualen.
Tahap 4: Skualen dikonversi menjadi lanosterol. Sebelum terjadi penutupan cincin, skualen
dikonversi menjadi skualen 2,3-epoksida oleh enzim oksidase dengan fungsi campuran di
dalam reticulum endoplasma, yaitu skualen epoksidase. Gugus metil pada C14 dipindahkan
kepada C13, dan gugus metil pada C8 kepada C14 ketika terjadi siklisasi yang dikatalisis oleh
oksidoskualen: lanosterol siklase.
Tahap 5: Lanosterol dikonversi menjadi kolesterol. Pembentukan kolesterol dari lanosterol
berlangsung di dalam membrane reticulum endoplasma dan melibatkan perubahan pada inti
steroid serta rantai samping. Kolesterol dihasilkan ketika ikatan rangkap pada rantai samping
direduksi.
30
Gambar Biosintesis Kolesterol
2. Berikan alasan mengapa larutan kolesterol perlu disimpan dalam ruang gelap
sebelum diukur absorbansinya?
Kolesterol bersifat dapat menyerap cahaya sehingga sebelum dilakukan pengukuran
kolesterol harus didiamkan ditempat gelap agar tidak ada penyerapan cahaya dari luar
sebelum kolesterol diukur dengan UV-VIS yang dapat mengacaukan atau mempengaruhi
hasil pengukuran.
31
1. Apa fungsi Alkohol absolute, petroleum benzin dan asam sulfat dalam percobaan ini?
Alcohol absolute atau yang lebih dikenal dengan etanol merupakan pelarut polar yang baik
yang berfungsi untuk melarutkan senyawa-senyawa selain kolesterol yang terdapat dalam
serum.
Petroleum benzin merupakan pelarut yang sangat nonpolar yang berfungsi untuk melarutkan
kolesterol.
Asam sulfat pekat berfungsi untuk membentuk kompleks warna pada larutan kolesterol.
32
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA ENZIM
(PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM)
I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : - mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amylase.
- Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase.
- Mengetahui suhu dan pH optimum dari enzim amilase.
Hari/Tanggal : Rabu, 19 Mei 2010
Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA
UNIVERSITAS MATARAM
II. LANDASAN TEORI
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat
proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim
merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut
sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang
berbeda yang disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar
dapat berlangsung dengan lebih cepat. Enzim bekerja dengan cara menempel pada
permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi.
Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya
akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang
artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia.
Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. (Wikipedia,
2010).
Beberapa enzim mempunyai struktur yang agak sederhana, namun sebagian besar
enzim mempunyai struktur yang rumit. Banyak enzim yang strukturnya belum diketahui.
Untuk aktifitas biologis, beberapa enzim memerlukan gugus-gugus prostetik, atau kofaktor.
Kofaktor merupakan bagian non-protein dari enzim. Gugus prostetik organic seringkali
dirujuk sebagai suatu koenzim. Enzim memiliki berat molekul mulai dari 12000-120000 atau
lebih (Fessenden, 2007: 395-397).
33
Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai
bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan
manusia adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva
yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung
99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan
menelan makanan. Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga
kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam
menembus partikel makanan (Prima, 2009).
Air liur atau saliva sebagian besar diproduksi oleh tiga kelenjar utama yakni kelenjar
parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis. Volume air liur yang diproduksi
bervariasi yaitu 0,5 – 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat perangsangannya. air liur
atau saliva mengandung dua tipe pengeluaran atau sekresi cairan yang utama yakni sekresi
serus yang mengandung ptyalin (suatu alfa amylase) dan sekresi mucus yang mengandung
musin untuk tujuan pelumasan atau perlindungan permukaan yang sebagian besar dihasilkan
oleh kelenjar parotis. Dalam hal pencernaan, air liur berperan dalam membantu pencernaan
karbohidrat. Karbohidrat atau tepung sudah mulai dipecah sebaagian kecil dalam mulut oleh
enzim ptyalin. Enzim dalam air liur itu memecah tepung (amylum) menjadi disakarida
maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya (Heru, 2009).
Enzim amylase dapat memecah ikatan-ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa.
Ada 3 macam enzim amylase, yaitu α amylase, β amylase, dan γ amylase. Enzim ini
memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amylase sebab enzim ini
memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum. β amylase terutama terdapat
pada tumbuhan dan dinamakan ekso amylase sebab memecah dua unit glukosa yang terdapat
pada ujung molekul amilum secara berurutan sehingga pada akhirnya terbentuk maltosa. γ
amylase terdapat dalam hati. Enzim ini memecah ikatan 1-4 dan 1-6 pada glikogen dan
menghasilkan glukosa (Poedjadi, 2007: 155).
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktifitas suatu enzim.
Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan
meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan bertubrukan dengan sisi aktif
lebih sering ketika molekul tersebut bergerak lebih cepat. Namun demikian, di luar suhu itu,
kecepatan reaksi enzimatik akan menurun drastis. Sebagian besar enzim manusia memiliki
suhu optimal sekitar 35oC sampai 40oC (mendekati suhu tubuh manusia). Selain setiap enzim
memiliki suhu optimal, enzim juga memiliki nilai pH optimal untuk bekerja paling aktif. pH
optimal sebagian besar enzim adalah sekitar 6-8, akan tetapi terdapat perkecualian (misalnya
34
pepsin, enzim pencernaan dalam lambung yang bekerja pada pH 2) (Campble, dkk,2002:
101-102).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
• Tabung reaksi
• Penjepit tabung reaksi
• Pipet tetes
• Gelas ukur
• Gelas kimia
• Tutup tabung reaksi
• Rak tabung reaksi
• Penangas air
• Alat UV-VIS
B. Bahan
• Air liur
• Aquadest
• Larutan pati 0,4 mg/mL
• Larutan iodium
• Es batu
• Larutan pati pH 3, 5, 9, 11
IV. CARA KERJA
Pengenceran Air Liur
2 ml air liur
+ 200 ml aquadest
Air Liur Encer
35
A. Pengaruh Suhu Terhadap Aktifitas Enzim Amilase
4 pasang tabung reaksi
Pasangan 1 Pasangan 2 Pasangan 3 Pasangan 4
Ditempatkan ditempatkan ditempatkan ditempatkan dlm
Dalam bejana suhu kamar dlm penangas air penangas air
(T= 0oC) (T= 60oC) (T= 100oC)
@ pasang diberi tanda B (blanko) dan U (uji)
Diperlakukan seperti dalam tabel
Diukur serapan (A) pada λ = 680 nm
Hasil
Tabel Perlakuan Tabung
Larutan Tabung B Tabung U
Larutan pati 1 mL 1 mL
Keram pasangan tabung dari tiap suhu paling sedikit 5 menit
Liur encer - 2 mL
Campurkan baik-baik, keram tepat 1 menit
Larutan iodium (untuk suhu
60 oC dan 100oC,
penambahan dilakukan diluar
penangas)
1 mL 1 mL
Air suling 8 mL 8mL
36
B. Pengaruh pH Terhadap Aktifitas Enzim
4 pasang tabung reaksi
Pasangan 1 (pH 3) Pasangan 2 (pH 5) Pasangan 3 (pH 9) Pasangan 4 (pH 11)
@ pasang diberi tanda B (blanko) dan U (uji)
Perlakukan seperti pada tabel
Diukur serapan (A) pada λ = 680 nm
Hasil
Tabel Perlakuan Tabung
Larutan Tabung B Tabung U
Larutan pati pada berbagai pH 1 mL 1 mL
Keram pada suhu 37oC paling sedikit 5 menit
Larutan liur encer - 2 mL
Campurkan baik-baik, keram tepat 1 menit
Larutan iodium 1 mL 1 mL
Air suling 4 mL 4 mL
V. HASIL PENGAMATAN
A. Pengaruh Suhu terhadap Aktifitas Enzim
Tabung Hasil Pengamatan
Tabung 1. Suhu 0oC
Tabung B
Tabung U
Kurang bening, endapan lebih sedikit.
Lebih bening, endapan lebih banyak.
Tabung 2. Suhu kamar
Tabung B
Tabung U
Putih keruh, terdapat endapan putih di dasar tabung.
Bening, lebih jernih, terdapat endapan putih di dasar tabung.
Tabung 3. Suhu 600C
Tabung B
Endapan putih, larutan ungu kehitaman.
37
Tabung U Larutan bening kekuningan, endapan putih kebiruan di dasar
tabung.
Tabung 4. Suhu 100oC
Tabung B
Tabung U
Larutan biru tua pekat.
Larutan biru jernih.
Tabel Pengamatan Pengukuran dengan UV-VIS
Suhu A uji A blanko
0oC
Suhu ruang
60 0C
100oC
0,122
0,363
1,099
1,736
0,169
0,448
2,096
2,500
B. Pengaruh pH Terhadap Aktifitas Enzim
Tabung Hasil Pengamatan
Tabung 1. pH 3
Tabung B
Tabung U
Larutan biru tua, endapan putih.
Terbentuk 3 fase: larutan biru muda pada fase atas, larutan biru tua di
bagian tengah, dan endapan putih di bagian bawah.
Tabung 2. pH 5
Tabung B
Tabung U
Larutan warna ungu kehitaman, terdapat endapan putih.
Di bagian bawah terdapat endapan putih dengan cincin ungu
diatasnya, larutan bening kekuningan.
Tabung 3. pH 9
Tabung B
Tabung U
Larutan ungu kehitaman, terdapat endapan putih.
Larutan bening keunguan, terdapat endapan putih.
Tabung 4. pH 11
Tabung B
Tabung U
Larutan ungu kehitaman, terdapat endapan putih.
Larutan biru keunguan, terdapat endapan putih.
38
Tabel Pengamatan Pengukuran dengan UV-VIS
pH A uji A blanko
3
5
9
7
2,470
0,165
0,107
0,087
1,363
2,500
0,161
0,501
VI. ANALISIS DATA
Tabel Hasil Pengukuran UV-VIS (Pengaruh Suhu)
Suhu A uji A blanko ∆A
0oC
Suhu ruang
60 0C
100oC
0,122
0,363
1,099
1,736
0,169
0,448
2,096
2,500
0,074
0,085
0,997
0,764
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 20 40 60 80 100 120
ΔA
T (°C)
Grafik Hubungan T vs ΔA
39
Tabel Hasil Pengukuran dengan UV-VIS (Pengaruh pH)
pH A uji A blanko ΔA
3
5
9
7
2,470
0,165
0,107
0,087
1,363
2,500
0,161
0,501
1,107
2,335
0,554
0,414
VII. PEMBAHASAN
enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam
tubuh. Enzim bersifat spesifik yang berarti bahwa enzim dapat bekerja secara khas terhadap
suatu substrat tertentu. Hal ini menyebabkan suatu enzim hanya dapat mengkatalisa suatu
reaksi tertentu. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat yang
bereaksi sehingga dengan demikian dapat mempercepat reaksi yang terjadi karena enzim
dapat menurunkan energi pengaktifan yang menyebabkan terjadinya reaksi akan lebih
mudah.
Enzim merupakan suatu protein, oleh karena itu sama halnya seperti protein, kerja
enzim juga dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama substrat, suhu, keasaman, kofaktor,
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 2 4 6 8 10 12
ΔA
pH
Grafik Hubungan pH vs ΔA
40
dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH optimum yang berbeda-beda. Dimana
enzim dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan pH berubah sehingga dapat
menyebabkan enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau bahkan dapat mengalami
kerusakan (denaturasi) (Poedjadi, 2007).
Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan adalah enzim amilase yang
berfungsi memecah ikatan pada amilum sehingga terbentuk maltosa. Enzim amilase ini
terkandung dalam air liur (saliva) sehingga dalam praktikum kali ini saliva digunakan sebagai
sumber enzim amilase. Enzim amilase yang terdapat dalam saliva merupakan enzim α-
amilase yang juga disebut ptyalin (Heru, 2009).
Pada percobaan untuk menyelidiki pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase,
larutan pati (terdiri dari amilum dan amilopektin) yang dicampur dengan saliva diperlakukan
pada suhu yang bervariasi sehingga nantinya dapat diketahui suhu optimum dari enzim
tersebut. Tabung 1 diperlakukan pada suhu 0oC dan tabung 2 pada suhu kamar. Keduanya
memberikan hasil yang sama yaitu pada tabung uji yang ditambahkan saliva, larutan yang
dihasilkan lebih jernih jika dibandingkan larutan pada tabung blanko. Hal ini mungkin karena
sebagian amilum telah terhidrolisis oleh adanya enzim amilase sehingga larutan menjadi
lebih bening. Akan tetapi hal ini tidak membuktikan secara pasti apakah amilum telah
terhidrolisis ataukah masih ada dalam larutan karena ke dalam larutan tersebut tidak
ditambahkan iodium. Iodium ini sendiri dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya
amilum dalam larutan karena iodium jika bereaksi dengan amilum akan membentuk suatu
kompleks berwarna biru keunguan. Sehingga jika didalam suatu larutan terdapat amilum
maka larutan yang tadinya bening dapat berubah warna menjadi biru. Pada suhu 0oC
kemungkinan enzim amilase tidak aktif yang diakibatkan oleh rendahnya suhu. Akan tetapi
pada peningkatan suhu (menjadi suhu kamar) maka aktifitas enzim akan meningkat (hingga
mencapai suhu optimal). Larutan bening pada tabung 3 blanko (T= 60oC) dan tabung 4
blanko (T= 100oC) setelah ditambahkan iodium berubah menjadi berwarna biru tua pekat.
Hal ini karena tidak adanya enzim amilase sehingga amilum tidak terhidrolisis dan
membentuk kompleks dengan iodium. Sedangkan tabung 3 uji (T= 60oC) larutan yang
dihasilkan berwarna bening kekuningan, akan tetapi terdapat larutan warna biru didasar
tabung. Hal ini mengindikasikan enzim amilase telah memecah amilum akan tetapi
aktivitasnya tidak maksimal yang ditandai dengan adanya larutan biru yang akan menghilang
jika didiamkan beberapa lama lagi (ada amilum yang belum terhidrolisis). Sedangkan pada
tabung 4 uji (T= 100oC) larutan yang dihasilkan berwarna biru jernih yang berarti lebih
banyak amilum yang belum terhidrolisis (aktivitas enzim berkurang). Suhu optimum enzim
41
amilase adalah sekitar 37oC (suhu badan). Dimana dengan peningkatan suhu menyebabkan
aktifitas enzim berkurang atau bahkan menyebabkan denaturasi pada enzim (Filzahasni,
2009). Dari grafik hasil percobaan terlihat bahwa dari beberapa variasi suhu yang dicobakan,
tabung dengan perlakuan suhu 60oC memberikan nilai ΔA yang paling besar. Hal ini berarti
dari keempat suhu yang dicobakan, enzim amilase memiliki aktifitas paling baik pada suhu
tersebut. Akan tetapi kita belum bisa mengatakan bahwa suhu tersebut merupakan suhu
optimum enzim amilase karena perlu dilakukan percobaan untuk variasi suhu yang lebih
banyak lagi.
Sama halnya seperti suhu, enzim juga memiliki pH optimal. Larutan blanko pada
keempat pH yang berbeda menunjukkan warna yang hampir sama yaitu biru keunguan. Hal
ini karena tidak adanya enzim amilase yang dapat memecah amilum. Tabung uji pada pH 3
menghasil larutan berwarna biru. Hal ini karena enzim amilase terinaktif pada pH kurang dari
4. Pada pH 5 larutan yang dihasilkan berwarna bening kekuningan, akan tetapi terdapat
seperti cincin ungu yang berarti kerja enzim belum optimal. Pada pH 9 larutan berwarna
bening keunguan yang menandakan aktifitas enzim menurun. Sedangkan pada pH 11
dihasilkan larutan biru keunguan yang hampir sama seperti pada larutan blanko. Hal ini
berarti aktifitas enzim semakin menurun. pH optimal enzim amilase adalah sekitar 6,6
dimana saliva mempunyai pH sedikit dibawah 7. Pada pH yang tinggi enzim akan mengalami
denaturasi sehingga dapat menurunkan aktifitas enzim (Campble, 2002). Berdasarkan grafik
hasil percobaan diketahui aktifitas enzim paling optimal diantar keempat pH yang dicobakan
berada pada pH 5.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan:
- Aktifitas enzim amilase dipengaruhi oleh suhu dan pH.
- pH optimal dari enzim amilase yaitu sekitar pada pH 7.
- Suhu optimal dari enzim amilase yaitu sekitas 37 oC.
- Enzim amilase terinaktifkan pada suhu rendah (sekitar 0oC ) dan pH dibawah 4.
42
- Aktifitas enzim amilase akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu dan pH sampai
pada batas optimumnya. Dimana pada pH dan suhu diatas suhu optimum, aktifitas
enzim amilase akan berkurang seiring dengan kenaikan suhu atau pH.
- Dilihat dari grafik hasil percobaan diketahui suhu optimum enzim amilase berada
pada T= 60oC dan pH optimumnya berada pada pH 5.
43
DAFTAR PUSTAKA
Campble, Neil A., dkk. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2007. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Filzahazny. 2009. Enzim. http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/enzim-2/
[21 Mei 2010].
Heru. 2009. Kandungan Air Liur dan Manfaat.
http://blognyaheru.wordpress.com/2009/10/27/
kandungan-air-liur-dan-manfaat/ [24 Mei 2010].
Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Prima, X-3. 2009. Aktifitas Enzim. http://www.x3-prima.com/2009/06/aktivitas-enzim.html
[21 Mei 2010].
Wikipedia. 2010. Enzim. http://id.wikipedia.org/wiki/Enzim [21 Mei 2010].
44
PERCOBAAN PROTEIN
I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : - Memperlihatkan bahwa sebagai makromolekul yang larut dalam
bentuk larutan koloid, protein dapat dipisahkan satu dari yang lain.
- Memperlihatkan bahwa sebagai makromolekul yang larut, protein
dapat dipisahkan d4engan mengendapkannya dengan penambahan
etanol absolute.
Hari/Tanggal : Selasa, 25 Mei 2010
Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.II, Fakultas MIPA
Universitas Mataram
II. LANDASAN TEORI
Cairan dimana sel-sel darah terdapat ialah cairan berwarna kekuning-kuningan,
disebut plasma. Komponen terbesar plasma adalah air yaitu sekitar 90%. Selain itu didalam
plasma darah juga terkandung garam organik kurang dari 1%, protein besar 1% (terdiri dari
albumin serum 4%, globulin serum 2,7%, dan fibrinogen 0,3%), dan bahan lainnya
(makanan, limbah hormon, dsb) 2%. Protein dalam plasma memiliki konsentrasi sekitar 1
mmol/L. Dengan bantuan elektroforesis, protein plasma dapat dipisahkan menjadi fraksi
albumin serta fraksi α1, α2, β, dan γ-globulin. Sekitar 56% protein plasma merupakan fraksi
albumin, 4% adalah α1-globulin, α2-globulin sebanyak 10%, β-globulin 12%, dan 18% dari
jumlah protein plasma merupakan γ-globulin. Setelah darah diambil dari sebuah vena dan
dibiarkan membeku, bekuan darah berkerut secara lambat. Ketika hal itu terjadi, cairan
bening disebut serum. Serum pada dasarnya merupakan plasma darah tanpa
fibrinogen(Kimball, 2007: 518-519).
45
(Evanjie, 2010)
Serum terdiri dari semua protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah)
termasuk cairan elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan semua substansi exogenous.
Rumusan umum yaitu: serum = plasma - fibrinogen - protein faktor koagulasi. Serum terbagi
menjadi 4 jenis yaitu: a). Serum protein (bahasa Inggris: globular protein, spheroprotein)
merupakan salah satu dari tiga jenis protein di dalam tubuh yang terbentuk dari asam amino
berupa larutan koloidal di dalam plasma darah, b). Serum globulin adalah istilah umum yang
digunakan untuk protein yang tidak larut, baik di dalam air maupun di dalam larutan garam
konsentrasi tinggi, tetapi larut dalam larutan garam konsentrasi sedang, mempunyai rasio
35% dari protein plasma, berguna untuk sirkulasi ion, hormon dan asam lemak dalam sistem
kekebalan, c). Serum lipoprotein adalah senyawa biokimiawi yang mengandung protein dan
lemak yang dapat terikat secara kovalen maupun non kovalen dengan protein, dan d). Serum
wewenang yang hanya berjumlah 1% dari protein plasma, terdiri dari enzim, proenzim dan
hormon(Wikipedia, 2010).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan
polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein
merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan
oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Protein sederhana dapoat dibagi menjadi dua
bagian menurut bentuk molekulnya, yaitu protein globular yang berbentuk bulat dan protein
fiber yang mempunyai bentuk panjang seperti serat(Budi, 2009).
Dua jenis protein globular yaitu globulin dan albumin. Albumin adalah protein yang
dapat larut dalam air serta terkoagulasi oleh panas. Larutan albumin dalam air dapat
diendapkan dengan penambahan amonium sulfat hingga jenuh. Albumin antara lain terdapat
pada serum darah dan putih telur. Globulin mempunyai sifat sukar larut dalam air murni,
tetapi dapat larut dalam larutan garam netral, misalnya NaCl encer. Larutan globulin dapat
diendapkan dengan penambahan garam amoniumsulfat hingga setengah jenuh. Globulin
46
dapat diperoleh dengan jalan mengekstraksinya dengan larutan garam (5-10%) NaCl,
kemudian ekstrak yang diperoleh diencerkan dengan penambahan air. Globulin akan
mengendap dan dapat dipisahkan. Seperti albumin, globulin antara lain terdapat dalam serum
darah, pada otot, dan jaringan lain(poedjiadi, 2007).
Struktur protein tidak stabil karena mudah mengalami denaturasi. Denaturasi suatu
protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi atau terkacaunya ikatan hidrogen dan
gaya-gaya sekunder lain yang mengutuhkan molekul tersebut sehingga berakibat pada
hilangnya banyak sifat fisiologis protein itu. Faktor-faktor penyebab denaturasi diantaranya,
perubahan temperatur, pH, detergent, radiasi, zat pengoksidasi atau pereduksi (yang dapat
mengubah hubungan S-S), dan perubahan tipe pelarut(Fessenden, 2007: 395).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada
struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat
untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses
denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier
protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan
pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi
hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum
ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein(Roypd, 2009).
Putih telur mengandung air, protein, karbohidrat, dan mineral. Protein terdiri dari 5
bentuk yang berbeda-beda, yaitu: ovalbumin, ovomukoid, ovomusin, ovokonalbumin dan
avoglobumin. Ovalbumin paling banyak terdapat pada bagiuan putih telur, yaitu sekitar 75%.
Karbohidrat terdapat dalam jumlah sedikit, terdapat dalam bentuk manosa dan galaktosa
(Syamsir, dkk, 1994: 34).
Protein dapat diidentifikasi dengan berbagai reaksi warna, salah satunya adalah reaksi
biuret. Pada reaksi biuret, larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus
amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif
yang ditandai dengan timbulya warna merah violet atau warna biru violet (Roypd, 2009).
47
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
• Tabung reaksi
• Penjepit tabung reaksi
• Pipet tetes
• Kertas saring
• Corong
• Penangas air
• Sentrifuge
B. Bahan
• Serum darah ayam
• Larutan amonium sulfat, (NH4)2 SO4 jenuh
• Larutan NaOH 10%
• Larutan CuSO4 0,1 %
• Larutan albumin telur
• Etanol 95%
IV. PROSEDUR KERJA
A. Pengendapan Protein dengan Larutan Garam Konsentrasi Tinggi (Salting Out)
Tabung Reaksi
+ Serum darah
+ (NH4)2 SO4, tetes demi tetes
Endapan: ada/tidak ada
Disaring
Filtrate Endapan
Dilakukan uji biuret
Hasil
48
B. Pemisahan Protein dengan Etanol
2 Tabung reaksi
Tabung 1 Tabung 2
+ 2 ml serum + 2 ml albumin telur
+ etanol absolute + etanol absolute
Endapan: ada/tidak ada Endapan: ada/tidak ada
Disaring
Endapan Filtrat
Dilakukan uji biuret
Hasil
V. HASIL PENGAMATAN
A. Pengendapan Protein dengan Larutan Garam Konsentrasi Tinggi (Salting Out)
PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN
Serum + amoniumsulfat Orange putih keruh.
Lapisan bawah terdapat gumpalan putih
keruh
Setelah disentrifuge Larutan bening dibagian atas.
Dibagian bawah terdapat endapan.
Endapan + CuSO4 + NaOH Terdapat endapan berwarna krem.
Larutan berwarna ungu bening
Setelah pemanasan Larutan menjadi hijau kehitaman
Endapan krem.
Filtrate + CuSO4 + NaOH Larutan berwarna ungu bening.
Endapan kuning bening
Setelah pemanasan Larutan hijau lumut (lebih muda dari
pada larutan pada endapan)
Endapan kuning seperti gel.
49
B. Pemisahan Protein dengan Etanol
PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN
Tabung 1. Serum + etanol 95% Terdapat 3 lapisan:
Lapisan atas: larutan putih bening
Lapisan tengah: putih
Lapisan bawah: endapan orange bening
Filtrate + CuSO4 + NaOH Larutan bening keunguan,
Terdapat partikel yang melayang dalam
larutan.
Setelah pemanasan Larutan berwarna kuning bening, terdapat
partikel coklat agak kehijauan, endapan
coklat.
Endapan + CuSO4 + NaOH Larutan ungu keruh, endapan berwarna
krem.
Setelah pemanasan Larutan coklat agak kehijauan, terdapat
endapan coklat.
Tabung 2. Albumin + etanol 95% Terbentuk 3 lapisan:
Lapisan atas: larutan bening
Lapisan tengah: larutan putih
Lapisan bawah: gumpalan kental
kekuningan.
Pada saat penyaringan tidak didapatkan
filtratnya.
Endapan + CuSO4 + NaOH Larutan ungu bening,
Terdapat endapan putih.
Setelah pemanasan Endapan putih, larutan berwarna coklat,
terdapat partikel coklat yang tersebar
merata dalam larutan.
50
VI. ANALISIS DATA
A. Pengendapan Protein dengan Larutan Garam Konsentrasi Tinggi (Salting Out)
Protein + (NH4)2SO4 → mengendap
Cu2+ → Cu+
Cu+ + Protein → kompleks berwarna ungu
B. Pemisahan Protein dengan Etanol
Protein + C2H5OH → terkoagulasi
Cu2+ → Cu+
Cu+ + Protein → kompleks berwarna ungu
VII. PEMBAHASAN
Serum adalah plasma darah (mengandung sekitar 90% air) tanpa fibrinogen. Serum
darah terdiri dari protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah) termasuk cairan
elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan semua substansi exogenous(Wikipedia, 2010).
Protein yang terdapat dalam serum terdiri dari sekitar 56% merupakan fraksi albumin, 4%
α1-globulin, 10% α2-globulin, 12% β-globulin, dan 18% γ-globulin.
Protein globulin yang terdapat pada serum memiliki berbagai fungsi bioligik,
diantaranya sejumlah α-globulin dan β-globulin mempunyai fungsi tranpor khusus misalnya
kelompok α1-globulin yaitu transkobalamin yang mengangkut vitamin B12 dan transkortin
yang mengangkut kortisol, β-globulin bertanggungjawab untuk transport besi bervalensi tiga
dalam plasma, γ-globulin merupakan glikoprotein yang berperan pada reaksi imun sehingga
disebut immunoglobulin (IgG). Sedangkan albumin berperan besar untuk ikatan protein
obat(Evanjhie, 2010).
Protein mempunyai struktur yang tidak stabil sehingga mudah mengalami denaturasi
yang meliputi presipitasi dan koagulasi. Denaturasi protein ini dipengaruhi oleh pH, panas,
adanya garam logam berat, perubahan tipe pelarut, dll. Pada denaturasi terjadi perubahan
terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuarterner molekul protein tanpa terjadinya
pemecahan ikatan kovalen sehingga terkadang dapat berlangsung secara reversible dan dapat
mengalami renaturasi atau penyusunan kembali molekul protein (Zulfikar, 2008). Sifat
protein ini dapat dimanfaatkan untuk proses pemisahan protein yang merupakan
makromolekul yang banyak terdapat pada serum darah.
51
Percobaan pertama yaitu memisahkan protein dengan cara pengendapan dengan
penambahan larutan garam berkonsentrasi tinggi yang biasa disebut dengan salting out.
Albumin merupakan protein yang larut dalam air sedangkan globulin mempunyai sifat sukar
larut dalam air. Akan tetapi bila ke dalam serum yang mengandung kedua protein tersebut
ditambahkan garam ammonium sulfat maka daya larut protein akan berkurang sehingga
protein akan terpisah sebagai endapan. Dimana globulin akan mengendap pada penambahan
garam ammonium sulfat setengah jenuh sedangkan albumin akan mengendap pada
penambahan ammonium sulfat hingga jenuh(Poedjiadi, 2007).
Pengendapan dapat terjadi karena saat ammonium sulfat ditambahkan pada larutan
protein, ion-ion garam ammonium sulfat menarik molekul air menjauh dari protein. Hal ini
disebabkan ion-ion pada garam ammonium sulfat memiliki muatan berat jenis yang lebih
besar dibanding protein, sehingga ketika ditambahkan dan berikatan dengan molekul air,
dapat memaksa molekul protein berinteraksi dan ketika penambahan ammonium sulfat dalam
jumlah cukup menyebabkan protein terpresipitasi(ddbiotechnology, 2009).
Endapan protein dapat dipisahkan dari filtratnya dengan cara penyaringan biasa
dengan kertas saring. Endapan yang didapat kemudian diuji dengan uji biuret yang
merupakan uji warna untuk identifikasi protein. Dimana larutan protein dibuat alkalis dengan
NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk mendeteksi adanya ikatan-
ikatan peptide dimana Cu2+ dari CuSO4 akan direduksi menjadi Cu+ yang akan bereaksi
dengan gugus –CO dan –NH2 pada protein sehingga membentuk suatu kompleks
berwarna(Anonim, 2006). Dari percobaan diperoleh hasil positif untuk uji biuret terhadap
endapan maupun filtrate yang ditandai dengan timbulnya warna ungu pada larutan. Hal ini
menandakan dalam filtrate maupun endapan terkandung protein yang disebabkan belum
semua protein terendapkan oleh penambahan ammonium sulfat. Sehingga kemungkinan
ammonium sulfat yang ditambahkan belum sampai keadaan jenuh yang menyebabkan tidak
semua albumin terendapkan.
Pada percobaan kedua, protein dipisahkan dari serum dengan penambahan etanol
95%. Pada percobaan ini digunakan albumin telur sebagai pembanding. Adanya penambahan
pelarut organik akan mengubah (mengurangi) konstata dielektrika dari air sehingga kelarutan
protein berkurang dan juga akibat etanol yang akan berkompetensi dengan protein terhadap
air(Roypg, 2009). Tabung 2 yang menggunakan larutan albumin diendapkan hampir
seluruhnya sehingga hampir tidak didapatkan filtrat. Sedangkan tabung 1 yang berisi serum,
protein tidak terendapkan seluruhnya sehingga terbentuk 3 fase dimana lapisan atasnya
adalah air dan etanol yang tidak saling bercampur sehingga akan terbentuk 2 fase larutan.
52
Sedangkan bagian bawahnya adalah protein yang terkoagulasi. Dari perbandingan hasil
keduanya berarti albumin lebih mudah terkoagulasi oleh etanol dibandingkan globulin.
Baik filtrat maupun endapan dari serum setelah dilakukan uji biuret menunjukkan
hasil yang positif. Hal ini karena di dalam filtrat masih terkandung globulin yang belum
terkoagulasi seluruhnya. Endapan albumin telur juga menunjukkan uji positif yang berarti di
dalam endapan tersebut terdapat protein albumin yang hampir semuanya terkoagulasi
sehingga hampir tidak didapat filtrat.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan:
a. Di dalam serum darah terkandung protein yang terdiri dari albumin dan globulin.
b. Protein dalam serum dapat dipisahkan dengan cara mengendapkannya dengan
penambahan ammonium sulfat. Proses ini disebut salting out.
c. Globulin akan mengendap pada penambahan ammonium sulfat setengah jenuh,
sedangkan albumin akan mengendap pada penambahan ammonium sulfat hingga
jenuh.
d. Penambahan larutan garam, misalnya ammonium sulfat dapat menurunkan kelarutan
protein.
e. Identifikasi adanya protein dapat dilakukan dengan uji warna biuret yang akan
memberika hasil positif dengan terbentuknya kompleks berwarna ungu pada larutan.
f. Protein serum juga dapat diendapkan dengan penambahan etanol 95% yang dapat
mengurangi konstanta dielektrik air sehingga kelarutan protein berkurang.
g. Albumin lebih mudah diendapkan dengan etanol dibandingkan dengan globulin.
53
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Biuret Test untuk protein. http://www.scumdoctor.com/Indonesian/
nutrition/protein/Biuret-Test-For-Proteins.html [6 Juni 2010]
Budi, Darmawan Setia. 2009. Amino dan Protein. http://darmaqua.blogspot.com/
2008/04/amino-dan-protein.html [6 Juni 2010]
Ddbiotechnology. 2009. Isolasi dan Purifikasi Enzim. http://ddbiotechnology.wordpress.com/
[6 Juni 2010]
Evanjie. 2010. Plasma Darah. http://evantherapy.wordpress.com/tag/protein/ [6 Juni 2010]
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2007. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kimball, John W. 2007. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI press.
Roypg. 2009. Asam Amino dan Protein. http://roypg.blogspot.com/2009_02_01_archive.html
[6 Juni 2010]
Syamsir, Elvira, dkk. 1994. Studi Komparatif Sifat Mutu dan Fungsional Telur Puyuh dan
Telur Ayam Ras. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan: 5(3): 4.
Wikipedia. 2010. Serum Darah. http://id.wikipedia.org/wiki/Serum_darah [6 Juni 2010]
Zulfikar. 2008. Kimia Kesehatan. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=2015
[6 Juni 2010]
top related