laporan foto. cerita dari ciwalengke

Post on 01-Jun-2015

280 Views

Category:

Documents

2 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

diterbitkan oleh Cita Citarum Tahun 2010

TRANSCRIPT

Foto: Veronica Wijaya, Diella DachlanTeks & Layout: Diella DachlanEditor: Candra Samekto

xx

Cerita dari Ciwalengke

Kampung Ciwalengke terletak di tepian jalan utama di Kabupaten Majalaya, Jawa Barat, diapit oleh sederetanpabrik dan hamparan sawah. Kampung itu sendiri terdiri dari rumah-rumah sederhana yang dibangunrapat satu sama lain. Jalan utama dikampung itu sempit, berliku-liku dan becek di-sana-sini.

Di beberapa tempat terlihat rumah-rumah petak seluas 2x3 meter persegi yang disewakan sehargaRp 70.000,-/bulan kepada warga pendatang yang sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik atau pedagangkeliling. Terlihat banyak pula warga yang saat ini tidak memiliki pekerjaan tetap dan bekerja serabutanuntuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

xx

Terdapat kesamaan pada sebagian besarwarga kampung Ciwalengke, Majalaya.Hampir seluruh warganya terlihatmengalami gatal-gatal pada kulit.

“Kalau digaruk jadi makin parah, seringsampai berdarah-darah” Kata Pak Jajang(38 tahun), sambil menunjukkan kulitnyayang mengelupas di bagian kakinya.

Sementara Ruhayati (17 tahun) berusahamencegah Kisha, bayinya yang berusia 7bulan, menggaruk-garuk kepalanya. “Kalaubayi lebih susah, karena gak bisa dilarangmenggaruk. Jadinya rewel bangetdia”keluh Ruhayati. .

Salah satu MCK di Ciwalengke.. Air di saluran ini juga menerima buangan limbah dari pabrik.Warga menggunakan air yang sama untuk kebutuhan sehari-hari

xx

Menurut warga yang menempati rumah-rumah kontrakan, di dalam rumah tidakterdapat kamar mandi. “Untuk sehari-harikami mandi dan mencuci di kamar mandiumum yang dibangun oleh pemilik kontrakan”cerita Ibu Ida (24 tahun). “Air yang digunakandi unit-unit kamar mandi warga kontrakan disini, sumbernya mengambil langsung darisaluran irigasi yang melewati kampung ini”.

“Masalahnya pabrik-pabrik itu buanglimbahnya ke sini juga, dan air ini yang kamipakai. Jadi ya gak heran kalau jadinya gatal-gatal begini” Kata Pak Ali (26 tahun) mendugapenyebab gatal yang dialaminya.

Melihat kondisi air ini, warga mengaku tidakberani menggunakan air tersebut untuk airminum meski sudah dimasak. Sebagian wargamemiliki sumur resapan, meski ternyata airyang masuk ke dalam sumur tersebut berasaldari rembesan air dari saluran yang sama.Hal ini disadari oleh warga.

Beberapa warga mencoba membuat saringan sederhana, tetapi hasilnya tidak banyak membantu. Airtetap keruh dan gatal-gatal masih dialami.

Untuk air minum, warga memilih memilih berlangganan air botol isi ulang seharga Rp 3.500,- per galonnya.Namun, beberapa warga mengaku jika sedang tidak memiliki uang, mereka akhirnya menggunakan airsumur yang dimasak untuk minum.

xx

xx

Meskipun demikian, tetap ada juga warga yangmemanfaatkan sumber air tersebut untuk sumberpenghidupan. Misalnya mencuci plastik bekas yangselanjutnya dijual untuk didaur ulang.

Menurut salah satu pengumpul plastik, mencuci plastikbekas di saluran yang berdekatan dengan pabrik tersebutbisa membuat plastik menjadi lebih bersih.

xx

Menurut warga setempat, bukan hanya masalah air, tetapihampir setiap hari, udara di seputar kampung itu berbaumenyengat. Warga menduga hal ini ada kaitannya denganbatubara yang sejak beberapa tahun terakhir digunakansebagai bahan bakar industri.

Menghadapi kondisi seperti ini, hampir seluruh warga yangditemui mengaku enggan untuk pindah. “Ini rumah kamidan sumber penghidupan kami ya disini, mau kemana lagi?.Saya sih kepingin situasinya lebih baik dari sekarang. Minimalgak bau lagi setiap hari dan gak gatal-gatal lagi” Kata Ibu Ita(45 tahun) dengan mimik penuh harap.

Cerita Ibu ItaIbu Ita (45 tahun) warga Kampung Ciwalengke, mengakusangat mengkhawatirkan suaminya,Pak Ojan (50 tahun). Pasalnya beberapa tahun terakhirini kondisi suaminya terus menurun.”Dokter bilang, beliausakit paru-paru, yang sebelah sudah tidak lagi berfungsidengan baik” cerita Ibu Ita, sambil menunjukkan hasilrontgen paru-paru suaminya.

Pak Ojan bekerja sebagai tukang batagor keliling untukmenghidupi istri dan ke-empat anaknya. Menurut Ibu Ita,awalnya Pak Ojan sering batuk-batuk dan demam. Tapi

demi menghidupi keluarganya, Pak Ojan seringkali tidak memperdulikan kondisi kesehatannya. Hujanangin pun sering diabaikan beliau, pulang ke rumah hingga larut malam.

Karena keterbatasan dana, Pak Ojan hanya memeriksakan diri ke puskesmas terdekat. Oleh puskesmas,beliau dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk di-rontgen, dengan keringanan biaya. Namun, meskipunharus beristirahat dan berobat intensif, Pak Ojan memilih untuk tetap bekerja dan berobat jalan dirumah.

Menurut Ibu Ita, keluarga mereka ditawari pindah dan tinggal di kampung oleh kerabatnya. Tetapitawaran ini ditampiknya. “Ini rumah kami dari dulu, dan mata pencaharian kami pun disini. Di kampungbingung mau kerja apa. Biarpun kondisi di sini sudah tidak terlalu nyaman dengan udara yang baudan air yang kurang bagus, tapi kami akan tetap tinggal disini”.

xx

Di kampung Ciwalengke, ketika ditanya, berapa banyak warga yang mengalami gatal-gatal, mereka berpandangandan saling bertanya “Memangnya ada yang tidak gatal-gatal?”

Seputar Gatal

xx

Hampir seluruh warga menduga bahwa penyebab gatal-gatal adalah air yang berasal dari saluran irigasi sungaiCitarum yang dipakai untuk mandi dan mencuci. Menurutwarga, aliran air seringkali hitam, kecoklatan dan berbau,terutama kalau sedang ada “buangan” (begitu wargamenyebutnya ) dari pabrik. Namun disisi lain, wargamenyadari bahwa menutup pabrik bukanlah solusi, karenaakan banyak keluarga dan sanak saudara mereka yangakan kehilangan pekerjaan.

“Kami hanya ingin air bersih, biar tidak lagi gatal-gatal,namun apa jalan keluarnya?”

Akses air yang bersih, kamar mandi dan sistem sanitasi yang layak (kedap air dan ramah lingkungan)semoga dapat terwujud di masa mendatang

www.citarum.org

top related