laporan ilmiah gabungan 2018 · menjerat tokoh-tokoh politik. peristiwa semacam ini selalu menyedot...
Post on 17-Jan-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN ILMIAHGABUNGAN2018
Pemerintahan bersih terus diupayakan terwujud baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan integritas birokrasi. Kondisi ini bisa berdampak pada pelayanan publik yang tidak akuntabel atau kebocoran anggaran. Berbagai upaya pemberantasan korupsi melalui perbaikan integritas telah diinisiasi oleh berbagai K/L/ PD (Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah). Namun sayangnya, capaian upaya pemberantasan korupsi tersebut belum memiliki ukuran yang obyektif.
Survei Penilaian Integritas (SPI) berusaha menjawab kebutuhan akan perangkat diagnostik yang dapat membantu memetakan capaian upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan K/L/PD. Kegiatan ini merupakan kerjasama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah dilakukan sejak tahun 2016. Pada tahun 2018, SPI mencakup 6 Kementerian/Lembaga dan 20 Pemerintah Provinsi.
Hasil kegiatan SPI 2018 yang disajikan dalam laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi K/L/PD sebagai dasar perbaikan program pencegahan korupsi. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya SPI 2018 dengan baik. Kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan pelaksanaan kegiatan serupa dimasa datang.
Jakarta, Desember 2018
Tim PenyusunSurvei Penilaian Integritas 2018
Kata Pengantar
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, telah meratifikasi United Nations Convention against Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi, UNCAC) 2003 untuk menekan terjadinya korupsi. Di Indonesia, upaya pertahanan korupsi melalui integritas diinisiasi oleh berbagai K/L/PD (Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah). Untuk itu, dibutuhkan perangkat diagnostik yang mampu membantu organisasi publik untuk memetakan persoalan integritas dan mengembangkan pendekatan yang sifatnya kontekstual untuk mengatasi persoalan korupsi.
Sehubungan dengan hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) menyelenggarakan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2018. Survei ini bertujuan untuk mengukur integritas organisasi terkait dengan upaya pencegahan korupsi. Survei ini memanfaatkan data yang dikumpulkan dari 3 (tiga) kelompok responden. Kelompok pertama berasal dari responden internal yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) pada lokus survei, kelompok kedua berasal dari responden eksternal yang merupakan pengguna layanan pada lokus survei, dan kelompok ketiga berasal dari beberapa ahli atau tokoh masyarakat yang menguasai kualitas pelayanan di instansi lokus.
Pada tahun 2018, SPI dilaksanakan pada 26 K/L/PD dengan target sampel pada setiap K/L/PD sebanyak 130 responden yang terdiri dari 60 responden internal, 60 responden eksternal, dan 10 responden eksper. Lokus survei pemerintah daerah (PD) mencakup 6 dinas, sedangkan lokus survei pada Kementerian atau Lembaga (K/L) disesuaikan dengan layanan publik yang menjadi fokus perhatian KPK. Lokus survei ini ditetapkan secara purposive oleh KPK dengan pertimbangan merupakan unit eselon II pada K/L/PD yang menjadi fokus perhatian dalam pencegahan korupsi. Oleh karena itu Indeks yang dihasilkan hanya menggambarkan kondisi integritas pada lokus survei sehingga tidak dapat digeneralisasi untuk penilaian K/L/PD secara umum.
Indeks integritas K/L/PD secara keseluruhan mencapai skor sebesar 68,75 dari rentang skala interval 0-100. Semakin tinggi angka indeks menunjukkan tingkat integritas institusi yang semakin baik. Indeks yang dihasilkan merupakan gabungan/komposit dari skor penilaian integritas internal (pegawai) sebesar 84,45 poin, skor penilaian integritas eksternal (layanan publik) sebesar 72,07 poin dan skor penilaian eksper (ahli) sebesar 54,35 poin. Pada tahun 2018, Indeks Integritas K/L/PD di Indonesia mengalami peningkatan dibanding Indeks Integritas pada tahun 2017 dengan skor 66,00.
RingkasanEksekutif
Daftar Isi
KATA PENGANTAR 1RINGKASAN EKSEKUTIF 2DAFTAR ISI 3DAFTAR GAMBAR 5DAFTAR TABEL 7
BAB 1 PENDAHULUAN 81.1 Latar Belakang 81.2 Rumusan Masalah 81.3 Tujuan 81.4 Manfaat 81.5 Target Lembaga 8
BAB 2 METODOLOGI 102.1 Kerangka Penilaian Integritas 102.2 Metode Pengumpulan Data 10
BAB 3 KERANGKA PENILAIAN 143.1 Skema Perhitungan Indeks 143.2 Variabel yang Digunakan 143.3 Bobot Variabel Indeks 16
BAB 4 HASIL SURVEI 264.1 Profil Responden SPI 2018 264.2 Hasil SPI 2018 304.3 Analisis Hasil SPI 2018 47
BAB 5 KESIMPULAN 495.1 Kesimpulan 495.2 Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 52
Daftar Gambar
Gambar 2.1. Kerangka Kerja Pengukuran Integritas 11Gambar 3.1. Skema Perhitungan Penilaian Integritas 15Gambar 3.2. Perhitungan Indeks Integritas 15Gambar 3.3. Perhitungan Indeks Penilaian Internal 17Gambar 3.4. Perhitungan Indeks Penilaian Eksternal 21Gambar 3.5. Perhitungan Indeks Penilaian Eksper 23Gambar 3.6. Perhitungan Faktor Koreksi 25Gambar 4.1. Profil Jenis Kelamin Responden Internal 26Gambar 4.2. Profil Usia Responden Internal 26Gambar 4.3. Profil Jabatan Responden Internal 26Gambar 4.4. Profil Pendidikan Terakhir Responden Internal 27Gambar 4.5. Profil Jenis Kelamin Responden Eksternal 27Gambar 4.6. Profil Usia Responden Eksternal 27Gambar 4.7. Profil Pekerjaan / Kegiatan Sehari-hari Responden Eksternal 28Gambar 4.8. Profil Pendidikan Terakhir Responden Eksternal 28Gambar 4.9. Profil Jenis Kelamin Responden Eksper 29Gambar 4.10. Profil Usia Respoden Eksper 29Gambar 4.11. Profil Pendidikan Terakhir Responden Eksper 29Gambar 4.12. Indeks Integritas SPI 2018 30Gambar 4.13. Indeks Integritas Kementerian/Lembaga SPI 2018 30Gambar 4.14. Indeks Integritas Pemerintah Daerah SPI 2018 30Gambar 4.15. Skema Indeks Integritas SPI 2018 31Gambar 4.16. Perbandingan Indeks Integritas K/L/PD 2017-2018 32Gambar 4.17. Indeks Penilaian Internal K/L/PD 2018 33Gambar 4.18 Keberadaan Calo di K/L/PD 2017-2018 34Gambar 4.19 Pelaku Percaloan di K/L/PD 2017-2018 35Gambar 4.20 Konflik Kepentingan di K/L/PD 2017-2018 35Gambar 4.21 Penyalahgunaan wewenang di K/L/PD 2017-2018 36Gambar 4.22. Gratifikasi di K/L/PD 2017-2018 36Gambar 4.23. Sosialisasi Antikorupsi di K/L/PD 2017-2018 37Gambar 4.24. Bentuk Sosialisasi Antikorupsi di K/L/PD 2017-2018 37Gambar 4.25 Pengaduan Pelaku Korupsi di K/L/PD 2017-2018 38Gambar 4.26. Perlindungan Pelapor Korupsi di K/L/PD 2017-2018 39Gambar 4.27. Pengaruh Konflik Kepentingan dalam Penerimaan Pegawai di K/L/PD 2017-2018 39Gambar 4.28. Pengalaman terhadap Konflik Kepentingan dalam Penerimaan Pegawai K/L/PD 2017-2018 40Gambar 4.29. Faktor yang Berpengaruh pada Promosi Karir K/L/PD 2017-2018 40Gambar 4.30. Promosi Karir di K/L/PD 2017-2018 41Gambar 4.31. Peningkatan Kualitas SDM di K/L/PD 2017-2018 41Gambar 4.32. Bentuk Penyelewengan Anggaran K/L/PD 2017-2018 42Gambar 4.33. Pengalaman Penyelewengan Anggaran K/L/PD 2017-2018 42Gambar 4.34 Perjalanan Dinas Fiktif K/L/PD 2017-2018 43Gambar 4.35. Indeks Penilaian Eksternal K/L/PD 2017-2018 43Gambar 4.36. Transparansi Eksternal K/L/PD 2017-2018 44Gambar 4.37. Sistem Antikorupsi Eksternal K/L/PD 2017-2018 45Gambar 4.38. Integritas Pegawai Eksternal K/L/PD 2017-2018 46Gambar 4.39. Penilaian Eksper Terhadap K/L/PD 2017-2018 47
Daftar Tabel
Tabel 3.1. Variabel dalam Perhitungan Penilaian Internal 20Tabel 3.2. Variabel dalam Perhitungan Penilaian Eksper 21Tabel 3.3. Variabel dalam Perhitungan Penilaian Eksper 24Tabel 4.3. Realisasi Responden Eksper SPI 2018 29Tabel 4.4. Faktor Koreksi K/L/PD SPI 2018 31
8
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi dikategorikan sebagai extraordinary crime, satu kategori dengan terorisme dan kejahatan narkoba. Banyak upaya yang dilakukan oleh negara untuk memerangi ketiganya. Korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik sebagian kasusnya bahkan menjerat tokoh-tokoh politik. Peristiwa semacam ini selalu menyedot perhatian masyarakat karena terus berulang sekalipun gencar dilakukan penindakan. Belum lagi jika menilik fakta masih adanya praktik pungli (pungutan liar) pada pelayanan masyarakat. Presiden bahkan mengeluarkan Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). Langkah ini dilakukan karena sekalipun jumlahnya kecil, pungli dinilai meresahkan masyarakat. Potret ini sekaligus menunjukkan korupsi telah menjangkiti hingga ke lapis terluar birokrasi dan berhadapan langsung dengan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berapa tingkat integritas dari K/L/PD yang menjadi peserta pada SPI 2018?
1.3 Tujuan
Secara umum, kegiatan SPI 2018 dimaksudkan untuk memetakan kondisi integritas dan capaian upaya pencegahan korupsi pada K/L/PD yang
menjadi target. Secara khusus, laporan ini mempunyai tujuan untuk:
1. Membandingkan indeks integritas pada K/L/PD2. Menyajikan gambaran umum permasalahan
integritas yang dialami K/L/PD
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diraih dari hasil SPI 2018, terutama bagi KPK dan K/L/PD yang menjadi lokus survei, antara lain:
1. Perangkat untuk mengidentifikasi prioritas area perbaikan yang rentan terhadap korupsi, sebagai dasar perbaikan program pencegahan korupsi di K/L/PD
2. Memberikan capaian upaya pencegahan korupsi dan aktifitas antikorupsi yang sudah dilakukan di K/L/PD
3. Mendorong peran serta masyarakat dalam peningkatan integritas dan meningkatkan kepercayaan (trust) publik pada K/L/PD secara umum.
1.5 Target Lembaga
SPI 2018 dilaksanakan pada 26 K/L/PD dengan target sampel pada setiap K/L/PD sebanyak 130 responden yang terdiri dari 60 responden
Indonesia membutuhkan gerakan bersama untuk mengatasi ini. Upaya ini minimal berfokus pada dua hal, peningkatan integritas birokrasi dan perbaikan sistem pencegahan korupsi. Untuk itu KPK yang memiliki fungsi pencegahan korupsi, bekerjasama dengan BPS menyelenggarakan Survei Penilaian Integritas. Survei ini memotret integritas sebuah lembaga pemerintah melalui tiga sumber; internal pegawai, publik yang pernah berhubungan atau mengakses layanan lembaga tersebut (eksternal), dan dari kalangan ahli (eksper). Kegiatan ini dilakukan sepanjang Bulan September – Oktober di 26 Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD).
9
internal, 60 responden eksternal dan 10 responden eksper. Terdapat 6 Kementerian/Lembaga dan 20 Pemerintah Provinsi yang tercakup dalam survei ini, yaitu:
• 6 Kementerian/Lembaga, yaitu:1. Mahkamah Agung2. Kepolisian RI3. Kementerian Kesehatan4. Kementerian Perhubungan5. Kementerian Keuangan6. Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional (KemenATR/BPN)
• 20 Pemerintah Provinsi, yaitu:1. Provinsi Aceh2. Provinsi Sumatera Utara3. Provinsi Sumatera Barat4. Provinsi Riau5. Provinsi Jambi6. Provinsi Bengkulu7. Provinsi Kepulauan Riau8. Provinsi DKI Jakarta9. Provinsi Jawa Barat10. Provinsi Jawa Tengah11. Provinsi Jawa Timur12. Provinsi Banten13. Provinsi Nusa Tenggara Barat14. Provinsi Nusa Tenggara Timur15. Provinsi Kalimantan Tengah16. Provinsi Kalimantan Selatan17. Provinsi Kalimantan Timur18. Provinsi Sulawesi Tengah19. Provinsi Sulawesi Selatan20. Provinsi Gorontalo
Lokus survei Pemerintah Daerah mencakup 6 (enam) dinas, sedangkan Kementerian/Lembaga disesuaikan dengan layanan publik yang disediakan pada lokus survei. Lokus survei ini ditetapkan secara purposive oleh KPK dengan pertimbangan merupakan unit Eselon II pada K/L/PD yang menjadi fokus perhatian dalam pencegahan korupsi. Oleh karena itu Indeks yang dihasilkan hanya menggambarkan kondisi integritas pada lokus survei sehingga tidak dapat digeneralisasi untuk penilaian K/L/PD secara umum.
10
BAB 2METODOLOGI
2.1 Kerangka Penilaian Integritas
Integritas institusi merupakan gambaran terhadap integritas pegawai yang bekerja di institusi tersebut. Namun perlu disadari
bahwa integritas merupakan konsep multidimensi yang tidak mudah diukur. Selain itu, belum ada indikator penilaian terhadap integritas pegawai karena standar penilaian integritas oleh setiap individu dapat berbeda-beda. Pengukuran integritas institusi perlu melibatkan variabel multidimensi berdasarkan berbagai sumber data. Pengukuran tidak boleh hanya berdasarkan sumber data dari sisi pegawai internal, namun perlu juga melibatkan penilaian para pengguna layanan dan pendapat para narasumber yang pernah berkecimpung dalam institusi tersebut atau mengetahui kondisi integritas institusi. Dalam SPI 2018, yang dimaksud dengan integritas adalah suatu penilaian dengan menggunakan kombinasi pendekatan persepsi dan pengalaman (langsung maupun tidak langsung) mengenai bagaimana organisasi yang dalam hal ini diwakili pegawai/pejabat publik dalam melaksanakan tugas melakukannya secara transparan, akuntabel, dan antikorupsi.
Penilaian integritas institusi dilihat dari cara pegawai atau pejabat publik dalam melaksanakan tugasnya secara transparan, akuntabel, dan tidak melakukan korupsi. Kombinasi antara persepsi dan pengalaman responden perlu dipertimbangkan untuk melakukan penilaian. Penilaian internal yang dilakukan oleh para pegawai sebagai anggota institusi perlu mencermati integritas institusi dari sisi budaya organisasi, keberadaan sistem antikorupsi, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengelolaan anggaran. Keterlibatan pengguna layanan atau eksternal sangat dibutuhkan untuk memberikan penilaian berdasarkan pengalaman mereka berinteraksi dengan institusi tertentu. Penilaian yang diberikan oleh para pengguna layanan perlu mencakup transparansi, keberadaan sistem antikorupsi, dan penilaian terhadap integritas pegawai secara umum. Sedangkan pada sisi lain, penilaian eksper atau narasumber ahli dibutuhkan untuk mengungkapkan permasalahan integritas pada institusi secara komprehensif. Kerangka Kerja Pengukuran Integritas dalam SPI 2018 secara visual disajikan pada Gambar 2.1.
Dengan demikian, ukuran integritas yang dihasilkan merupakan sebuah indikator komposit (gabungan) yang menggabungkan 3 (tiga) sisi penilaian dari internal–perspektif pegawai, eksternal–perspektif pengguna layanan dan eksper–pemerhati integritas institusi terkait. Pengukuran integritas ini, juga terbuka dengan pemanfaatan data sekunder yang mendukung keakuratan ukuran integritas yang dihasilkan. Beberapa data sekunder yang mungkin digunakan diantaranya adalah laporan pengaduan masyarakat terkait permasalahan integritas di institusi, kepatuhan pejabat negara di institusi terkait dalam melaporkan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dan sebagainya.
2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data SPI 2018 menggunakan CAPI (Computer Assisted Personal Interview) dengan sistem
pairing. Pewawancara akan memandu wawancara dengan membacakan setiap pertanyaan dan responden dapat langsung mengisikan jawaban pada android yang disediakan. Responden survei ini terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok pertama berasal dari responden internal yang merupakan ASN pada lokus survei, kelompok kedua berasal dari responden eksternal yang merupakan para pengguna layanan pada lokus survei, dan kelompok ketiga berasal dari beberapa ahli/tokoh masyarakat yang menguasai betul kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi dimana lokus berada.
A) Lokus Survei Lokus survei pada Kementerian/Lembaga
adalah unit kerja setara Eselon II yang memberikan pelayanan publik tertentu yang menjadi fokus perhatian KPK. Sementara, lokus survei pada Pemerintah Provinsi mencakup 6 (enam) dinas tertentu, yaitu Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendapatan Daerah, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (ULP).
B) Target Sampel Responden survei ini terdiri dari 3 (tiga)
kelompok, yaitu kelompok pertama berasal dari responden internal yang merupakan ASN
11
pada lokus survei, kelompok kedua berasal dari responden eksternal yang merupakan para pengguna layanan pada lokus survei, dan kelompok ketiga berasal dari beberapa narasumber ahli yang menguasai betul kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi dimana lokus berada.
C) Pemilihan Sampel Internal Responden internal adalah ASN yang telah
bekerja minimal satu tahun. Pemilihan responden dilakukan secara random (on the spot) saat petugas datang ke unit tersebut dengan target sampel yang telah ditentukan. Lokus survei dilakukan pada unit Eselon II, sehingga cakupan responden internal pada setiap lokus adalah pegawai pada unit Eselon II dimaksud. Tempat wawancara diusahakan di ruangan kerja masing-masing (untuk menghindari terjadinya bias jawaban dari responden). Untuk menjamin keterwakilan distribusi sampel berdasarkan kelompok jabatan, maka kuota sampel tersebut disebar secara proporsional, dengan pertimbangan:
• Jabatan Eselon II atau setingkat dipilih semua sebagai sampel
• Jabatan Eselon III & IV dan Staf dipilih sampel secara proporsional.
D) Pemilihan Sampel Eksternal Responden eksternal merupakan para
pengguna layanan pada lokus survei. Secara umum, ketentuan pemilihan sampel eksternal adalah sebagai berikut:
i. Alokasi sampel responden eksternal sebanyak 60 responden dibagi rata pada masing-masing lokus. Contoh:
• Jika jumlah lokus survei pada K/L terdapat 2 (dua) lokus maka target responden eksternal pada masing-masing lokus survei sebanyak 30 responden.
• Untuk pemerintah provinsi terdapat 6 (enam) lokus survei sehingga target sampel responden eksternal pada masing-masing lokus sebanyak 10 responden.
Gambar 2. 1
Kerangka Kerja Pengukuran Integritas
Indeks PenilaianInternal
Indeks PenilaianInstitusi
BudayaOrganisasi
Sistem AntiKorupsi
Transparansi
Pengelolaan SDM
Pengelolaan Anggaran
Sistem Anti-Korupsi
Integritas Pegawai
Indeks PenilaianEksternal
Indeks PenilaianEksper
12
ii. Untuk lokus survei lebih dari satu dan jumlah responden eksternal belum terpenuhi, maka sisa target sampel dapat di alokasikan pada lokus survei lainnya dengan populasi yang lebih besar.
iii. Secara umum, jenis pelayanan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelayanan loket dan non loket. Alokasi sampel eksternal untuk setiap jenis layanan pada masing-masing lokus survei dijelaskan sebagai berikut:
• Jika pada lokus survei hanya terdapat pelayanan loket saja, maka alokasikan semua target sampel eksternal pada pelayanan loket.
• Jika terdapat pelayanan loket dan non loket, maka prioritaskan target sampel eksternal pada pelayanan loket, jika target sampel belum terpenuhi maka dapat dialihkan untuk responden non loket.
• Jika terdapat pelayanan non loket saja, maka alokasikan semua target sampel eksternal pada pelayanan non loket dengan memaksimalkan resource yang ada.
Pelayanan Loket
Pemilihan sampel eksternal untuk pelayanan yang menggunakan sistem loket dilakukan dengan memperhatikan:
i. Pemilihan sampel eksternal loket dilakukan pada waktu tersibuk layanan. Informasi terkait waktu tersibuk layanan dapat ditetapkan berdasarkan informasi dari penanggungjawab lokus.
ii. Eligible responden adalah pengguna layanan loket yang sudah selesai mengakses pelayanan atau responden yang sudah pernah mengakses pelayanan sampai selesai dalam kurun waktu maksimal pelayanan 12 bulan terakhir.
iii. Eligible loket adalah loket yang memberikan pelayanan dari pertama sampai akhir. Jika proses pelayanan melalui beberapa loket, maka eligible loket adalah loket yang terakhir memberikan pelayanan.
iv. Penentuan Target Responden:
• Jika eligible loket hanya 1 (satu), maka target responden pada loket tersebut adalah sama dengan target sampel eksternal loket untuk lokus tersebut.
• Jika eligible loket lebih dari 1 (satu), maka target sampel responden setiap loket adalah jumlah target sampel eksternal loket per hari dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah rata-rata pengguna layanan pada masing-masing eligible loket.
v. Setelah target per loket ditentukan maka dengan mempertimbangkan aspek operasional lapangan, maka pemilihan sampel dilakukan dengan prinsip “Accidental Random Sampling”, yaitu sampel diambil sedemikian rupa sesuai kedatangan responden di setiap loket sampai terpenuhi target yang diharapkan pada jam atau waktu pelayanan tersibuk yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.
Pelayanan Non Loket (Stakeholder)
Responden eksternal non loket ditentukan berdasarkan informasi daftar konsumen eksternal (customer list) dalam jangka waktu tertentu pada suatu lokus. Pemilihan responden dilakukan secara sistematik. Dengan mempertimbangkan aspek operasional maka customer list tersebut perlu ditentukan jangka waktunya dengan syarat tertentu, misalnya customer list dalam rentang satu tahun terakhir dan berada dalam kota yang sama. Rentang waktu yang panjang memberikan kemudahan dalam pencapaian target, karena daftar akan semakin banyak.
13
E) Pemilihan Sampel Eksper Survei Eksper ini ditujukan untuk wawancara
kepada beberapa orang yang memiliki pengetahuan komprehensif terhadap masalah integritas, korupsi dan lain-lain terkait lokus survei. Pemilihan responden dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan calon eksper yang kompeten dengan kriteria yang ditetapkan. Teknik ini dikenal sebagai targeting sampling atau metode pengambilan sampel dengan pertimbangan target populasi yang ditetapkan.
Jumlah sampel eksper untuk masing-masing lokus telah ditetapkan sebanyak 10 orang yang pemilihannya diserahkan pada KPK. Survei Eksper dilakukan dengan wawancara mendalam oleh pihak ketiga yang dipilih oleh KPK. Sepuluh 10 kriteria ahli/tokoh yang bisa dijadikan sampel eksper, yaitu:
I. Akademisi yang memiliki reputasi melakukan kajian terhadap tema pemerintahan/sektor terkait
II. Jurnalis yang memiliki pengalaman bekerja di desk hukum atau politik/pemerintah
III. Sekretariat DPR/DPRD komisi bidang pemerintah
IV. Inspektorat/Pengawas internal, Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)/Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
V. Ombudsman
VI. Pensiunan (pejabat minimal setara eselon II yang pensiun tidak lebih dari lima tahun yang lalu)
VII. LSM yang fokus pada kinerja pemerintah atau antikorupsi
VIII. Pimpinan lembaga (Menteri/Dirjen atau Kepala Daerah/Sekda)
IX. Asosiasi pengusaha
X. Kedeputian Pencegahan KPK (Unit Koordinasi dan Supervisi Pencegahan/Korsupgah, Direktorat Litbang, Direktorat Gratifikasi).
14
BAB 3KERANGKA PENILAIAN
3.1 Skema Perhitungan Indeks
Penghitungan Indeks Integritas dilakukan dengan skema menggabungkan indeks yang diperoleh dari tiga dimensi
utama, yaitu Indeks Penilaian Internal, Indeks Penilaian Eksternal, dan Indeks Penilaian Eksper. Indeks penilaian Internal dihitung berdasarkan penilaian pegawai pada masing-masing lokus survei terkait integritas organisasi. Indeks Penilaian Eksternal dihitung berdasarkan penilaian para pengguna layanan publik di lokus survei. Indeks Penilaian Eksper dihitung berdasarkan penilaian beberapa narasumber atau eksper yang dianggap memiliki pengetahuan komprehensif terkait permasalahan integritas dan korupsi pada Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah tertentu.
Penghitungan indeks Integritas juga memasukkan faktor koreksi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pembentukan Indeks Integritas. Faktor Koreksi berperan sebagai penyeimbang indeks yang dihasilkan dari Indeks Penilaian Internal, Eksternal dan Eksper dengan kondisi riil integritas Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah. Faktor koreksi dijadikan faktor pengurang besaran indeks dengan menggunakan 3 (tiga) data sekunder, yaitu laporan pengaduan, laporan kepatuhan LHKPN dan jumlah kejadian pengarahan yang dilakukan instansi sebelum pelaksanaan survei ini. Secara visual, rumus perhitungan indeks integritas ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Penentuan bobot pada masing-masing dimensi utama dihitung menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dilakukan oleh KPK. AHP dilakukan dengan melibatkan 22 orang ahli yang terdiri dari sebelas orang ahli yang berasal dari pihak eksternal dan sebelas orang ahli lainnya yang berasal dari pihak internal KPK. Narasumber ahli dari pihak eksternal berasal dari beragam latar belakang, meliputi akademisi Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM), Civil Society Organizations (CSO) Antikorupsi (Transparancy International Indonesian/TII, Kemitraan), ahli yang berkecimpung terkait Strategis Nasional (Stranas) dari instansi Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dan Bappenas, CSO SDA, serta pakar antikorupsi lainnya. Sementara itu, data sekunder terkait Laporan Pengaduan dan Laporan Kepatuhan LHKPN untuk keperluan penghitungan
faktor koreksi disediakan oleh KPK. KPK sebagai lembaga yang dianggap memiliki pemahaman mendalam mengenai seluk-beluk korupsi di Indonesia juga turut andil dalam memberikan judgments bobot faktor koreksi sebesar 20 persen.
Penghitungan indeks dari tiga dimensi utama dilakukan secara terpisah untuk masing-masing dimensi penilaian internal, penilaian eksternal ataupun penilaian eksper. Metode yang digunakan untuk menghitung indeks pada ketiga dimensi utama tersebut adalah metode Principal Component Analysis (PCA). Secara umum, tahapan penghitungan indeks ini meliputi: 1) Penentuan variabel analisis; 2) Penyetaraan skala variabel; 3) Penentuan bobot setiap variabel; 4) Penghitungan Indeks dan Faktor Koreksi. Hasil ataupun proses dari berbagai tahapan penghitungan indeks tersebut akan dijelaskan secara rinci dalam subbab selanjutnya.
Penghitungan Indeks Integritas dilakukan dengan menjumlahkan perkalian bobot dengan masing-masing indeks pada tiga dimensi utama, kemudian hasilnya dikurangi dengan perkalian bobot dengan faktor koreksi. Secara visual, rumus penghitungan indeks dapat dilihat pada Gambar 3.2. Nilai Indeks Integritas berkisar dari skala 0 sampai dengan 100. Semakin mendekati 100 menunjukkan suatu lembaga semakin berintegritas.
3.2 Variabel yang Digunakan
Proses penentuan variabel yang digunakan dalam penghitungan indeks telah mengacu pada kerangka kerja yang telah
dijelaskan sebelumnya. Dari proses seleksi tersebut terdapat 59 variabel terpilih yang terdiri dari 33 variabel indeks penilaian internal, 16 variabel indeks penilaian eksternal, dan 10 variabel indeks penilaian eksper. Secara ringkas, dapat dijabarkan bahwa:
A. Variabel dalam Indeks Penilaian Internal
Terdapat 33 variabel yang membentuk keempat dimensi penilaian internal. Keempat dimensi tersebut adalah:
1) Budaya organisasi, mencakup adanya transparansi, pemanfaatan fasilitas pekerjaan untuk kepentingan pribadi,
15
Gambar 3. 1
Skema Perhitungan Penilaian Integritas
Gambar 3. 2
Perhitungan Indeks Integritas
0,4189 + 0,2962 + 0,2849 - 0,2 X (1/3 + 1/3 + 1/3 )X1 X4X2 X5X3 X6
X1 X4X2 X5X3 X6
IndeksPenilaianInternal
% Pengarahan Instansi Sebelum
Survei
% Laporan Kepatuhan
LHKPN
IndeksPenilaian
Eksper
IndeksPenilaianEksternal
% Laporan Pengaduan
Indeks Penilaian Integritas 2018
LaporanPengaduan
(1/3)
LaporanKepatuhan
LHKPN (1/3)
PengarahanInstansi Sebelum
Survei (1/3)
FaktorKoreksi
(0,2)
Indeks PenilaianInternal(0,4189)
BudayaOrganisasi Transparansi
Sistem AntiKorupsi
Sistem AntiKorupsi
PengelolaanSDM
IntegritasPegawai
PengelolaanAnggaran
Indeks PenilaianEksternal(0,2962)
Indeks PenilaianEksper
(0,2849)
16
keberadaan calo/perantara/biro jasa, korupsi kolusi dan nepotisme dalam menjalankan tugas, serta perintah atasan yang menyalahi aturan.
2) Sistem antikorupsi, yang mencakup adanya kegiatan sosialisasi antikorupsi, sanksi bagi para pelaku korupsi, suasana yang aman bagi pelapor praktik korupsi, dan keteladanan anti korupsi dari pimpinan.
3) Pengelolaan SDM, yang mencakup hal-hal negatif dalam seleksi penerimaan pegawai dan praktik KKN dalam peningkatan karir pegawai.
4) Pengelolaan anggaran, yang mencakup penyelewengan anggaran, perjalanan dinas, pemotongan honor/transport lokal maupun perjalanan dinas.
B. Variabel dalam Indeks Penilaian Eksternal
Indeks Penilaian Eksternal tersusun atas 3 indikator yaitu transparansi, sistem anti korupsi dan integritas pegawai. Ketiga variabel tersebut terbentuk dari 16 variabel, yaitu:
1) Transparansi, meliputi adanya transparansi, ketaatan pada prosedur layanan, dan bebas dari pengistimewaan kelompok tertentu.
2) Sistem anti korupsi, meliputi adanya kampanye anti korupsi, sistem pencegahan korupsi yang efektif, pemberian hukuman setimpal pada pelaku korupsi, mekanisme pelaporan korupsi, dan responsif pada laporan korupsi.
3) Integritas pegawai, meliputi budaya kejujuran pegawai, bebas dari kepentingan pribadi, bebas dari penyalahgunaan wewenang, pelayanan yang baik, dan bebas dari penerimaan suap.
C. Variabel dalam Indeks Penilaian Eksper
Indeks Penilaian Eksper tersusun atas 10 variabel, yang meliputi transparansi, mengedepankan kepentingan umum, taat pada prosedur yang berlaku, pemberian perlakuan khusus, penyalahgunaan wewenang, keberadaan suap, dan sebagainya.
3.3 Bobot Variabel Indeks
Indeks Integritas sebagai sebuah indeks komposit dihitung menggunakan beberapa variabel interdependensi yang signifikan secara statistik. Oleh karena itu, dibutuhkan metode analisis statistik yang mampu menangani interdependensi antarvariabel dan sekaligus memberikan besaran bobot bagi setiap variabel yang signifikan secara statistik. Secara umum, penghitungan bobot Indeks Integritas menggunakan dua metode utama yaitu Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Principal Component Analysis (PCA). Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu model perhitungan statistik yang berguna untuk menguraikan masalah dari berbagai faktor yang kompleks menjadi suatu susunan yang tampak lebih terstruktur dan sistematis. Terdapat 3 (tiga) prinsip dasar meliputi:
• Dekomposisi• Perbandingan penilaian / pertimbangan• Sintesa prioritas
Metode AHP hanya dilakukan oleh para ahli dan dilakukan untuk pembobotan Dimensi dan Sub Indikator dalam Penilaian Integritas, sedangkan bobot Indikator dan Variabel dihitung menggunakan metode PCA.
Principal Component Analysis (PCA) adalah sebuah tata cara perhitungan statistik untuk melakukan analisis multivariat yang berguna untuk membangun variabel-variabel baru yang merupakan kombinasi linear dari variabel-variabel aslinya. Variabel-variabel asli yang saling berhubungan akan diubah menjadi variabel-variabel baru yang tidak saling berhubungan dengan cara mereduksi sejumlah variabel tersebut sehingga mempunyai dimensi yang lebih kecil namun dapat menerangkan sebagian besar keragaman aslinya. Banyaknya komponen utama yang terbentuk sama dengan banyaknya variabel asli.
Syarat yang perlu dilakukan sebelum menggunakan pembentukan bobot dengan metode PCA adalah:
• Kaiser-Mayer-Olkin Measure of Sampling Adequacy ≥ 0,6
• Eigen value > 1• Loading Factor ≥ 0,4• Total Variance Explained ≥ 60%
17
Sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, metode AHP hanya digunakan untuk penentuan bobot pada tiga dimensi utama, sementara penentuan bobot indikator dan variabel menggunakan metode PCA.
A. Indeks Penilaian Internal
Penghitungan Indeks Penilaian Internal dihitung dari rata-rata tertimbang dari seluruh skor pada variabel
penyusun setelah dikali bobot standarnya. Secara visual, rumus penghitungan indeks dapat dilihat pada Gambar 3.3. Nilai Indeks Penilaian Internal berkisar dari skala 0 sampai dengan 100. Semakin mendekati 100 menunjukkan penilaian internal semakin bagus terhadap integritas lembaga.
Berikut adalah variabel yang terdapat pada perhitungan Indeks Penilaian Internal serta butir pertanyaan dan bobotnya masing-masing:
X1 X4X2 X3
Indikator Budaya Organisasi
Indikator Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Indikator Sistem Anti Korupsi
Indikator Pengelolaan Anggaran
Gambar 3. 3
Perhitungan Indeks Penilaian Internal
0,2687 + 0,2622 + 0,2579 - 0,2112 X1 X4X2 X3
Indeks Penilaian Internal
18
Indikator Variabel Butir Pertanyaan Bobot
Budaya Organisasi (0,2617)
Pegawai mampu memberikan penjelasan dengan baik kepada pengguna layanan R401A 0,0713
Penyediaan informasi lengkap terkait pelayanan yang diberikan R401B
0,0907Penyediaan informasi terkait pelayanan melalui website R401C
Penyediaan layanan online R401D
Pemanfaatan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi R402A 0,1148
Pemanfaatan kegiatan kantor untuk kepentingan pribadi R402B 0,1131
Keberadaan calo/perantara yang mengurus sesuatu R403A 0,0893
Keberadaan pihak luar (parpol, organisasi, swasta) yang dapat memengaruhi keputusan atau pelayanan R403B 0,0638
Pengalaman terkait keberadaan calo/perantara perorangan/biro jasa/rekanan R403C 0,0967
Pengaruh suku, agama, hubungan kekerabatan, almamater, dan sebagainya dalam pelaksanaan tugas R404A 0,0613
Atasan memberikan perintah yang tidak sesuai dengan peraturan R405A 0,0319
Pengalaman terkait perintah atasan kepada bawahan yang tidak sesuai aturan R405B 0,0598
Penerimaan suap/gratifikasi oleh pegawai R406A 0,0682
Pengalaman terkait penerimaan suap/gratifikasi oleh pegawai R406B 0,0857
Petugas melakukan tindakan tidak sesuai peraturan R407 0,0534
Sistem Antikorupsi
(0,2104)
Efektivitas sosialisasi anti korupsi yang telah dilaksanakan R501C 0,1114
Pegawai yang diduga korupsi diproses internal maupun hukum R502A 0,0888
Pengalaman melihat/mendengar pelaku korupsi terungkap R502B 0,1914
Pengalaman pelaku korupsi yang terungkap diproses hukum R502C 0,1914
Perlindungan terhadap pelapor praktik korupsi R503A 0,0481
Pengalaman terkait perlindungan pada pelapor praktik korupsi R503C 0,0957
Inisiatif upaya anti korupsi oleh pimpinan puncak organisasi/lembaga R504A 0,1341
Inisiatif upaya anti korupsi oleh kepala organisasi R504B 0,1391
19
Indikator Variabel Butir Pertanyaan Bobot
Pengelolaan Sumber
Daya Manusia (0,2666)
Rekruitmen pegawai tanpa dipengaruhi hubungan:
R601A 0,1423
a. Hubungan kekerabatan
b. Kedekatan dengan pejabat
c. Kesamaan Almamater
d. Gratifikasi
e. Suap
Pengalaman terkait rekruitmen pegawai R601B 0,1186
Promosi/peningkatan jabatan tanpa dipengaruhi hubungan:
R602 0,1403
a. Hubungan kekerabatan
b. Kedekatan dengan pejabat
c. Kesamaan Almamater
d. Gratifikasi
e. Suap
Bebas dari balas budi atau pemberian sesuatu terkait kebijakan promosi dan mutasi pegawai R603A 0,1292
Pengalaman melihat/mendengar balas budi atau pemberian sesuatu terkait kebijakan promosi dan mutasi pegawai R603B 0,1633
Bebas dari balas budi atau pemberian sesuatu terkait kebijakan peningkatan kualitas SDM R604A 0,0906
Pengalaman melihat/mendengar balas budi atau pemberian sesuatu terkait kebijakan peningkatan kualitas SDM R604B 0,2157
20
Tabel 3. 1
Variabel dalam Perhitungan Penilaian Internal
Indikator Variabel Butir Pertanyaan Bobot
Pengelolaan Anggaran (0,2613)
Bentuk-bentuk penyelewengan anggaran:
R701A 0,1551
a. Penggelembungan anggaran (mark up)
b. Pengadaan barang/jasa yang fiktif
c. Hasil output pengadaan barang/jasa yang tidak sesuai spesifikasi yang tercantum pada dokumen pengadaan
d. Hasil pengadaan barang/jasa yang kurang bermanfaat
Pengalaman melihat/mendengar penyelewengan anggaran di instansi R701B 0,1342
Bebas dari perjalanan dinas, kuitansi hotel, atau tiket fiktif R705A 0,1801
Pengalaman melihat/mendengar ada perjalanan dinas, kuitansi hotel, atau tiket fiktif R705B 0,1783
Penerimaan honor/uang transport lokal/perjadin sesuai SPJ yang ditandatangani R706A 0,1832
Pengalaman melihat/mendengar ada penerimaan honor/uang transport lokal/perjadin tidak sesuai SPJ yang ditandatangani R706B 0,1692
21
X1 X2 X3
Indikator Transparansi Indikator Integritas Pegawai
Indikator Sistem Anti Korupsi
0,3264 + 0,3329 + 0,3407 X1 X2 X3
Indeks Penilaian Eksternal
Gambar 3. 4
Perhitungan Indeks Penilaian Eksternal
Indikator Variabel Butir Pertanyaan Bobot
Transparansi (0,3230)
Adanya transparansi R401 0,1901
Adanya prosedur layanan R402 0,1858
Ketaatan pada prosedur R403 0,1738
Bebas dari pengistimewaan pada orang/kelompok tertentu R404 0,2243
Pengaruh suku, agama, kekerabatan, almamater, dan sejenisnya dalam memproses layanan R405 0,2260
Tabel 3. 2
Variabel dalam Perhitungan Penilaian Eksper
B. Indeks Penilaian Eksternal
Penghitungan Indeks Penilaian Eksternal dihitung dari rata-rata tertimbang dari seluruh skor pada variabel penyusun setelah dikali bobot standarnya. Secara visual, rumus penghitungan indeks penilaian
eksternal dapat dilihat pada Gambar 3.4. Nilai Indeks Penilaian Eksternal berkisar dari skala 0 sampai dengan 100. Semakin mendekati 100 menunjukkan penilaian eksternal semakin bagus terhadap integritas lembaga.
22
Indikator Variabel Butir Pertanyaan Bobot
Sistem Anti Korupsi(0,3142)
Kampanye/imbauan anti korupsi R406 0,1579
Sistem pencegahan korupsi R407 0,1966
Mekanisme pengaduan terkait korupsi R408 0,2183
Perlindungan pada whistle blower R409 0,2195
Responsif pada laporan korupsi R410 0,2078
Integritas Pegawai (0,3628)
Adanya budaya kejujuran R501 0,2252
Bebas dari kepentingan pribadi dalam bertugas R502 0,2086
Bebas dari penyalahgunaan wewenang R503 0,2236
Pelayanan yang baik R504 0,2078
Bebas dari penerimaan suap R505 0,1349
23
C. Indeks Penilaian Eksper
Penghitungan Indeks Integritas Eksper dihitung dari rata-rata tertimbang dari seluruh skor pada variabel penyusun setelah dikali bobot standarnya. Secara visual, rumus penghitungan indeks penilaian eksper dapat dilihat pada Gambar 3.5. Nilai Indeks Penilaian Eksper berkisar dari skala 0 sampai dengan 100. Semakin mendekati 100 menunjukkan
Gambar 3. 5
Perhitungan Indeks Penilaian Eksper
0,0992 + 0,0997 + 0,1024 + 0,0962 + 0,1015 +0,1032 + 0,0989 + 0,1028 + 0,0966 + 0,0995
X1 X4X2 X5X3
X6 X7 X8 X9 X10
X1 X4
X9
X2
X7
X5
X10
X3
X8X6
Variabel penilaian tentang keberadaan
suap
Variabel penilaian tentang objektifitas pengadaan barang
dan jasa
Variabel penilaian tentang transparansi
anggaran
Variabel penilaian tentang integritas
pegawai
Variabel penilaian tentang transparansi
layanan publik
Variabel penilaian tentang mekanisme pengaduan korupsi
Variabel penilaian tentang keberadaan
pungli
Variabel penilaian tentang objektifitas
kebijakan SDM
Variabel penilaian tentang keberadaan calo pada layanan
publik
Variabel penilaian tentang mekanisme pencegahan korupsi
Indeks Penilaian Eksper
penilaian para ahli semakin bagus terhadap integritas Lembaga.
Berikut adalah variabel yang terdapat pada perhitungan Indeks Penilaian Eksper serta butir pertanyaan dan bobotnya masing-masing:
24
Tabel 3. 3
Variabel dalam Perhitungan Penilaian Eksper
Variabel Butir Pertanyaan Bobot
(1) (2) (3)
Adanya praktik suap R401 0,1235
Adanya pungli R402 0,1241
Adanya konflik kepentingan R403 0,1086
Kualitas transparansi layanan publik R404 0,0700
Praktik percaloan R405 0,0954
Kualitas transparansi anggaran R406 0,0836
Transparansi dan akuntabilitas pengadaan barang dan jasa R407 0,0802
Objektivitas kebijakan SDM R408 0,0856
Sistem pengaduan korupsi R409 0,0867
Sosialiasi antikorupsi R410 0,0688
Penilaian tentang integritas pegawai R501 0,0735
D. Faktor Koreksi
Penghitungan indeks Integritas juga memasukkan faktor koreksi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pembentukan Indeks Integritas. Faktor koreksi dihitung dengan memanfaatkan
25
3 (tiga) data sekunder, yaitu laporan pengaduan, laporan kepatuhan LHKPN dan jumlah kejadian pengarahan yang dilakukan instansi sebelum pelaksanaan survei ini. Masing-masing data tersebut disetarakan ke dalam skala 0-100 kemudian diberi bobot yang sama.
X1 X2 X3
Persentase laporan pengaduan masyarakat
terkait korupsi yang diterima KPK selama
tahun 2017-2018
Persentase responden yang menerima
pengarahan sebelum LHKPN
Persentase jumlah wajib lapor yang belum
melaporkan LHKPN
1/3 ( + + )X1 X2 X3
Faktor Koreksi
Gambar 3. 6
Perhitungan Faktor Koreksi
26
BAB 4HASIL SURVEI
4.1 Profil Responden
Secara garis besar, responden dari SPI dapat dikelompokkan berdasarkan jenis instrumen pengumpulan data yang dilakukan. Kelompok pertama berasal dari responden internal yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) pada lokus survei, kelompok kedua berasal dari responden eksternal yang merupakan para pengguna layanan pada lokus survei, dan kelompok ketiga berasal dari beberapa ahli/tokoh masyarakat yang menguasai betul kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi dimana lokus berada. Berikut disajikan profil responden pada setiap kelompok.
A. Profil Responden Internal
Target sampel internal sudah tercapai sesuai target yaitu sebanyak 1514 responden yang tersebar di 6 (enam) Kementerian/Lembaga dan 20 Pemerintah Provinsi. Semua Eselon II pada masing-masing dinas dipilih sebagai sampel, sementara responden untuk Eselon III, IV dan staf jumlah dipilih secara sistematik. Gambar 4.1. adalah profil responden internal berdasarkan jenis kelamin, Gambar 4.2. berdasarkan usia responden, Gambar 4.3. berdasarkan jabatan responden, dan Gambar 4.4. berdasarkan pendidikan terakhir responden.
Gambar 4. 1
Profil Jenis Kelamin Responden Internal
Gambar 4. 2
Profil Usia Responden Internal
39,8%
Setara Eselon I/IIPejabat Utama/Pratama
Setara Eselon IV/Pejabat Pengawas
Staf/fungsional umum
Setara Eselon III/Pejabat Administrator
Setara Eselon V/Kaur/Pelaksana
Fungsional tertentu
8,3%
12,4%
61,3%
9,2%
1,2%
7,7%
20-29 th: 5,2% 30-39 th: 27,4%40-49 th: 33,3%
50-59 th: 33,9%>59 th: 0,1%
60,2%
Gambar 4. 3
Profil Jabatan Responden Internal
27
Responden internal di K/L/PD memiliki mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Kemudian, mayoritas responden berusia 50-59 tahun dengan persentase sebesar 33,9%. Menurut jabatan, responden didominasi oleh staf/fungsional umum sebesar 61,3%. Kemudian, dari tingkat pendidikan, sekitar 42,5% responden internal berpendidikan sarjana.
B. Profil Responden Eksternal
Target sampel eksternal sudah tercapai sesuai target yaitu sebanyak 1525 responden. Eligible respondent adalah pengguna layanan yang sudah pernah mengalami pelayanan yang diberikan oleh dinas terkait dari awal sampai dengan selesai dalam kurun waktu maksimal pelayanan 12 bulan terakhir.
33,6%
SMP ataulebih rendah
Diploma
Pascasarjana
SMA
Sarjana
0,3%
9,8%
34,9%
12,5%
42,5%
66,4%
Gambar 4. 4
Profil Pendidikan Terakhir Responden Internal
Gambar 4.5. adalah profil responden eksternal berdasarkan jenis kelamin, Gambar 4.6. berdasarkan usia responden, Gambar 4.7. berdasarkan jabatan responden, dan Gambar 4.8. berdasarkan pendidikan terakhir responden.
Gambar 4. 5
Profil Jenis Kelamin Responden Eksternal
Gambar 4. 6
Profil Usia Responden Eksternal
<20 th: 1,0%20-29 th: 33,1%30-39 th: 28,1%
40-49 th: 23,2%50-59 th: 11,1% >59 th: 3,3%
28
Karyawan swasta
51,5%
PNS
8,3% TNI/Polri
0,5%
Petani/Nelayan
0,4%
Tidak Bekerja
3,5%Lainnya
6,0%
IbuRumah Tangga
3,7%
Pelajar/Mahasiswa
4,9%
Wiraswasta
21,1%
Responden eksternal dari K/L/PD memiliki mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Kemudian, mayoritas responden berusia 20-29 tahun dengan persentase sebesar 33,1%. Menurut profesi, responden didominasi oleh karyawan swasta sebesar 51,5%, dan diikuti oleh wiraswasta sebesar 21,1%. Kemudian, dari tingkat pendidikan, sekitar 42,2% responden eksternal berpendidikan sarjana.
Gambar 4. 7
Profil Pekerjaan / Kegiatan Sehari-hari Responden Eksternal
Gambar 4. 8
Profil Pendidikan Terakhir Responden Eksternal
Pendidikan Terakhir
SD
1,2%
Tidak Tamat SD/Tidak Sekolah
0,2%
SMP
3,0%SMA
32,7%Diploma
15,9%Sarjana
42,2%Pascasarjana
4,9%
C. Profil Responden Eksper
Survei Eksper ini dilakukan dengan mewawancarai 262 responden eksper dan ditujukan kepada narasumber ahli yang memiliki pengetahuan komprehensif terhadap masalah integritas, korupsi dan lain-lain terkait lokus survei. Pemilihan responden dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan calon eksper yang kompeten dengan kriteria yang ditetapkan. Teknik ini dikenal sebagai targeting sampling atau metode pengambilan sampel dengan pertimbangan target populasi yang ditetapkan. Rincian untuk jumlah responden eksper yang disurvei ditunjukkan pada Tabel 4.3.
29
20-29 th: 3,4% 30-39 th: 16,4%40-49 th: 34,0%
50-59 th: 34,4%>59 th: 11,5%
S1 ke bawah
49,6%Pascasarjana
50,4%
Gambar 4. 9
Profil Jenis Kelamin Responden Eksper
Gambar 4. 10
Profil Usia Respoden Eksper
Gambar 4. 11
Profil Pendidikan Terakhir Responden Eksper
12,2% 87,8%
Gambar 4.9. adalah profil responden eksper berdasarkan jenis kelamin, Gambar 4.10. berdasarkan usia responden, dan Gambar 4.11. berdasarkan pendidikan terakhir responden.
Responden eksper dari SPI 2018 mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Kemudian, mayoritas responden berusia 50-59 tahun dengan persentase sebesar 34,4%. Dari tingkat pendidikan, sekitar 50,4% responden eksper pascasarjana.
Tabel 4. 3
Realisasi Responden Eksper SPI 2018
Eksper Jumlah Responden
Akademisi yang memiliki reputasi melakukan
kajian terhadap tema pemerintahan/sektor terkait
39
Jurnalis yang memiliki pengalaman bekerja di
desk hukum atau politik/pemerintah
24
Sekretariat DPR/DPRD Komisi Bidang Pemerintah 13
Inspektorat/Pengawas Internal, Auditor Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK)/Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKB)
49
Ombudsman 25
Pensiunan (pejabat minimal setara Eselon II yang
pension tidak lebih dari lima tahun yang lalu)
21
LSM yang fokus pada kinerja pemerintah atau
antikorupsi22
Pimpinan Lembaga (Menteri/Dirjen atau Kepala
Daerah/Sekda)16
Asosiasi Pengusaha 21
Kedeputian Pencegahan KPK (Unit Koordinasi dan Supervisi Pencegahan/Korsupgah, Direktorat
Litbang, Direktorat Gratifikasi).
32
30
4.2 Hasil SPI 2018
a. Indeks Integritas Umum
SPI 2018 pada 6 (enam) Kementerian/Lembaga dan 20 Pemerintah Provinsi menghasilkan indeks sebesar 61,11 sampai 78,26 dari skala interval 0-100, seperti yang disajikan di Gambar 4.12. Semakin tinggi angka indeks menunjukkan tingkat integritas K/L/PD yang semakin baik.
*) Nilai Indeks Integritas Kepolisian RI tidak dapat ditampilkan karena
kecukupan sampel eksternal tidak terpenuhi
*) Nilai Indeks Integritas Sulawesi Tengah tidak dapat ditampilkan karena
kecukupan sampel eksternal tidak terpenuhi
Gambar 4. 13
Indeks Integritas pada Kementerian/Lembaga SPI 2018
Gambar 4. 12
Indeks Integritas SPI 2018
Gambar 4. 14
Indeks Integritas Pemerintah Daerah SPI 2018
Rentang indeks yang dihasilkan pada Kementerian/Lembaga sebesar 61,11 sampai 78,26 (Gambar 4.13). Pada lokus survei di Kementerian/Lembaga, Indeks Integritas tertinggi dicapai oleh lokus survei Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan nilai 78,26, sementara capaian Indeks Integritas terendah berada di lokus survei Mahkamah Agung dengan nilai 61,11.
Rata-rata K/L/PD
Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah
Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Kementerian Kesehatan
Pemerintah Provinsi Sumatera
Barat
Pemerintah Provinsi Gorontalo
Pemerintah Provinsi Kepulauan
Riau
Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Barat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Kementerian Keuangan (Dirjen
Bea Cukai)
Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur
Kementerian Perhubungan
Pemerintah Provinsi Bengkulu
Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara
Pemerintah Provinsi Kalimantan
Tengah
Pemerintah Provinsi Banten
Badan Pertanahan Nasional
Pemerintah Provinsi Aceh
Pemerintah Provinsi Jambi
Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan
Pemerintah Provinsi Riau
Mahkamah Agung
Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tengah*
Kepolisian RI*
68,75
78,26
74,96
74,75
74,63
73,85
73,34
73,13
72,97
70,20
68,76
68,45
67,65
67,55
66,99
66,47
66,13
66,00
65,88
64,67
64,24
63,87
63,85
62,33
61,11
N/A
N/A
Rata-rata K/L
Kementerian Kesehatan
Kementerian Keuangan (Dirjen
Bea Cukai)
Kementerian Perhubungan
Badan Pertanahan Nasional
Mahkamah Agung
67,54
74,75
70,20
66,99
64,67
61,11
Rata-rata PD
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Sumatera Barat
Provinsi Gorontalo
Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi DKI Jakarta
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Bengkulu
Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Banten
Provinsi Aceh
Provinsi Jambi
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Riau
69,07
78,26
74,96
74,63
73,85
73,34
73,13
72,97
68,76
68,45
67,65
67,55
66,47
66,13
66,00
65,88
64,24
63,87
63,85
62,33
31
Aspek Koreksi Nilai Faktor Koreksi
Pengaduan 23,26
Kepatuhan 31,60
Pengarahan 1,52
Total Faktor Koreksi 3,76
b. Indeks Integritas K/L/PD 2018
Pada tahun 2018, K/L/PD kembali disurvei indeks integritasnya. Indeks integritas K/L/PD mencapai skor sebesar 68,75 dari rentang skala interval 0-100. Semakin tinggi angka indeks menunjukkan tingkat integritas instansi yang semakin baik. Indeks Integritas yang dihasilkan merupakan gabungan (komposit) dari penilaian integritas internal dan penilaian integritas publik serta penilaian integritas
oleh eksper. Gambar 4.15 menyajikan Skema Indeks Integritas K/L/PD dalam bentuk diagram pohon untuk mempermudah visualisasi. Skor Indeks Integritas SPI 2018 sebesar 68,75 poin merupakan gabungan/komposit dari skor penilaian integritas pegawai (internal) sebesar 84,45 poin, skor penilaian integritas publik (eksternal) sebesar 72,07 poin dan skor penilaian ahli (eksper) sebesar 54,35. Berikut disajikan Skema Perhitungan Indeks Integritas SPI tahun 2018.
Tabel di bawah ini merupakan faktor koreksi dari K/L/PD yang mempengaruhi hasil akhir indeks integritas.
Gambar 4. 15
Skema Indeks Integritas SPI 2018
Indeks PenilaianInternal(84,45)
Indeks PenilaianInstitusi
BudayaOrganisasi(82,09)
Sistem AntiKorupsi(80,74)
Transparansi(75,32)
Pengelolaan SDM(85,98)
Pengelolaan Anggaran(88,22)
SistemAnti-Korupsi(67,77)
Integritas Pegawai(72,91)
Indeks PenilaianEksternal(72,07)
Indeks PenilaianEksper(54,35)
Tabel 4. 4
Faktor Koreksi K/L/PD SPI 2018
32
Berdasarkan hasil survei pada tahun 2017 dan 2018, K/L/PD dapat mengevaluasi capaian integritas institusi. Berikut merupakan perbandingan indeks integritas K/L/PD pada tahun 2017 dan 2018.
Gambar 4. 16
Perbandingan Indeks Integritas
K/L/PD 2017-2018
66,00% 68,75%
2017 2018
2017 2018
2017 2018
2017 2018
Indeks integritas K/L/PD
81,75% 84,45%
71,31% 72,07%
62,11% 54,35%
Internal
Eksternal
Eksper
Berdasarkan Gambar 4.16, indeks integritas K/L/PD mengalami peningkatan dari 66,00 di tahun 2017 menjadi 68,75 di tahun 2018. Indeks penilaian internal dan ekternal mengalami sedikit peningkatan sehingga menyebabkan indeks integritas K/L/PD juga mengalami peningkatan. Meski, indeks penilaian eksper mengalami penurunan dari tahun lalu, yaitu sebesar 7,76 poin.
Indeks Integritas Tahun 2017-2018 ini sedianya akan dijadikan nilai acuan/baseline (dasar) bagi penilaian integritas di waktu-waktu yang akan datang. Dengan mengetahui kondisi integritas instansi saat ini diharapkan menjadi dasar bagi evaluasi, perencanaan dan tindak lanjut perbaikan integritas di K/L/PD terkait.
c. Indeks Penilaian Internal SPI 2018
Integritas organisasi dinilai berdasarkan budaya organisasi, keberadaan sistem antikorupsi, pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan anggaran. Dalam hal ini, penilaian integritas menggunakan kombinasi pendekatan persepsi dan pengalaman (langsung maupun tidak langsung) mengenai bagaimana organisasi yang diwakili oleh pegawai/pejabat publik melaksanakan tugas secara transparan, akuntabel, dan antikorupsi.
33
82,09%
2018
2018
2018
2018
Budaya Organisasi
80,74%
85,98%
88,22%
Sistem Anti Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Pengelolaan Anggaran
Gambar 4. 17
Indeks Penilaian Internal K/L/PD 2018
Gambar 4.17 menunjukkan integritas internal pegawai di K/L/PD yang diukur dari dimensi Budaya Organisasi, Sistem Antikorupsi, Pengelolaan SDM dan Pengelolaan Anggaran. Terlihat bahwa dimensi sistem antikorupsi memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan dimensi lainnya. Sementara itu, dimensi pengelolaan anggaran mempunyai indeks yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi perlu lebih ditingkatkan lagi melalui pembenahan sistem antikorupsi.
Berikut adalah permasalahan yang terjadi pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah menurut internal pegawai:
- Budaya Organisasi
Indeks Budaya Organisasi diukur berdasarkan penilaian, pemahaman, dan pengalaman responden terkait beberapa perilaku yang mungkin sudah menjadi kebiasaan dan membudaya dilakukan dalam unit kerja/organisasi. Indeks Budaya Organisasi sebesar 82,09 diukur dari beberapa variabel yang dapat mencerminkan integritas organisasi diantaranya adalah kejelasan informasi, pemanfaatan fasilitas dan kegiatan kantor, keberadaan calo, nepotisme dalam pelaksanaan tugas, integritas pimpinan, gratifikasi, dan tindakan tidak sesuai aturan oleh petugas. Berikut disajikan beberapa permasalahan integritas terkait budaya organisasi yang masih terindikasi dari penilaian internal.
Kejelasan Informasi• Sekitar 15,7% responden internal
mengatakan bahwa hanya sedikit pegawai K/L/PD yang dapat memberikan penjelasan dengan baik kepada pengguna layanan.
• 8% responden internal mengatakan bahwa belum disediakannya informasi yang lengkap terkait pelayanan yang diberikan. Informasi yang lengkap harus mencakup empat informasi utama, yaitu jenis pelayanan, alur layanan, tarif, dan waktu pelayanan. Informasi tersebut dapat disajikan melalui poster, brosur, dan layar monitor.
• Belum adanya penyediaan informasi terkait layanan yang dapat diakses melalui website juga dikatakan oleh 10,2% responden internal pada hasil SPI 2018. Bahkan, 20,9% responden internal mengatakan belum disediakannya layanan berbasis online.
34
Pemanfaatan Fasilitas dan Kegiatan Kantor• Banyaknya pegawai yang memanfaatkan
fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi terdengar oleh 10,2% responden internal.
• Sekitar 4,2% responden internal mengatakan terdapat banyak pegawai yang memanfaatkan kegiatan kantor untuk kepentingan pribadi.
Keberadaan Calo
Informasi keberadaan calo dalam pengurusan
Gambar 4. 18
Keberadaan Calo di K/L/PD 2017-2018
17,6%
2017
22,2%
2018
Pengalaman terhadap keberadaan calo
pelayanan publik di lokus survei tercakup dalam jawaban pertanyaan di kuesioner internal, yaitu pengalaman responden pernah melihat/mendengar adanya calo. Pada beberapa pelayanan publik tertentu, keberadaaan pihak ketiga dalam mengurus sesuatu di pelayanan publik masih diperbolehkan jika menggunakan surat kuasa. Namun, secara umum, keberadaan calo menunjukkan ada sesuatu yang tidak berjalan dengan baik dalam mekanisme kerja pelayanan publik.• Sekitar 9,0% responden internal berpendapat
kemungkinan adanya calo di K/L/PD sangat besar.
• Terdapat 6,1% responden internal mengatakan besar kemungkinan terdapat keberadaan pihak luar yang dapat memengaruhi keputusan atau pelayanan.
• Keberadaan calo pernah terlihat atau terdengar oleh 22,2% responden internal. Kondisi tersebut memburuk karena mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2017, dimana terdapat 17,6% responden internal melihat hal yang sama. (Gambar 4.18)
• Fakta keberadaan calo ini muncul di semua instansi yang menjadi target sampling (26/26).
• Berdasarkan Gambar 4.19, calo terbanyak yang ditemukan di K/L/PD pada SPI 2018 berasal dari biro jasa sebesar 47,3%. Sedangkan pada tahun 2017, calo terbanyak berasal dari perorangan (bukan pegawai) dengan persentase 45,0%.
35
Konflik Kepentingan Dalam Pelaksanaan Tugas• Pada hasil SPI 2018, 29,5% responden
internal percaya bahwa masih adanya pengaruh suku, agama, hubungan kekerabatan, almamater, dan sejenisnya dalam pelaksanaan tugas pegawai di K/L/PD. Angka ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2017. (Gambar 4.20)
Penyalahgunaan Wewenang
Penyalahgunaan wewenang biasanya dalam bentuk perintah dari atasan yang tidak sesuai aturan yang dapat mengarah ke tindak korupsi. Pengertian integritas sendiri dalam kepemimpinan adalah bertindak secara konsisten antara apa yang dikatakan dengan tingkah lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut, dimana nilai yang dianut bisa berasal dari nilai kode etik di tempat kerja.• Sekitar 23,5% responden internal
berpendapat masih adanya atasan yang memberikan perintah di luar aturan. Angka ini mengalami peningkatan cukup tinggi dibandingkan tahun 2017, dimana hanya 9,4% responden internal yang beranggapan masih adanya atasan yang memberikan perintah di luar aturan. (Gambar 4.21)
• Berdasarkan pengalaman responden internal, 8,1% pernah melihat atau mendengar atasan yang memberikan perintah di luar aturan. Angka ini tidak jauh berbeda dari tahun lalu, dimana terdapat 5,3% responden internal yang pernah melihat atau mendengar atasan memberikan perintah di luar aturan. (Gambar 4.21)
Gambar 4. 19
Pelaku Percaloan di K/L/PD 2017-2018
10,1%
2018
Pegawai
2018
44,6%Perorangan (bukan) pegawai
2018
41,1%Perorangan (bukan) pegawai
dengan surat kuasa
2018
47,3%Biro jasa
14,7%
45,0%
35,1%
39,5%
2017
2017
2017
2017
2017
29,3%
2018
29,5%Kepercayaan akan Nepotisme
Gambar 4. 20
Konflik Kepentingan di K/L/PD 2017-2018
36
• Fakta adanya penyalahgunaan wewenang ini muncul di 24 dari 26 instansi yang disurvei.
Sedangkan, fakta berikut merupakan penyalahgunaan wewenang di tingkat pegawai.• Menurut 3,8% responden internal, masih
banyak petugas yang melakukan tindakan di luar aturan.
Gratifikasi
Gratifikasi dapat mempunyai dampak yang negatif dan dapat disalahgunakan, khususnya dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga unsur ini diatur dalam perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi. Gratifikasi atau hadiah dapat berbentuk pemberian uang, barang, maupun fasilitas oleh pengguna layanan kepada pegawai di institusi untuk mempermudah pengurusan di luar biaya resmi layanan. Dalam UU 20 tahun 2001 diatur sanksi pidana tindak pidana gratifikasi, yaitu pada pasal 12 dimana ancamannya adalah dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20
tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
• Sekitar 6,0% responden internal beranggapan bahwa besar kemungkinan adanya gratifikasi di K/L/PD.
• Perilaku yang mengarah kepada gratifikasi pernah dilihat oleh 12,1% responden internal. Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2017, dimana hanya 10,0% responden internal yang pernah melihat atau mendengar gratifikasi di K/L/PD. (Gambar 4.22)
• Kejadian gratifikasi muncul di semua instansi yang disurvei (26/26) pada SPI tahun 2018
- Sistem Anti Korupsi
Sistem antikorupsi merupakan hal yang cukup penting pada suatu instansi untuk mencegah adanya tindak korupsi di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah di Indonesia. Hal ini bisa berupa sosialisasi/workshop/seminar, pengaduan pelaku korupsi, perlindungan pelapor tindak korupsi.
Sosialisasi Anti Korupsi• Sekitar 9,2% pegawai mengaku tidak pernah
mendapatkan sosialisasi antikorupsi, selain itu 7,4% pegawai juga mengaku tidak tahu adanya sosialisasi antikorupsi dalam satu tahun terakhir. Meskipun demikian, kondisi ini sedikit lebih baik dibandingkan tahun 2017. (Gambar 4.23)
• Jika dilihat lebih dalam, berdasarkan Gambar 4.24, bentuk sosialisasi antikorupsi yang paling tinggi setahun terakhir yaitu berupa Arahan/Amanat dari Pimpinan. Sedangkan, bentuk sosialisasi yang terendah adalah melalui Seminar/Workshop Internal. Jika dilihat secara keseluruhan, semua bentuk
Gambar 4. 21
Penyalahgunaan wewenang di K/L/PD 2017-2018
9,4%
5,3%
2017
2017
23,5%
8,1%
2018
2018
Persepsi Perintah Atasan yang Melanggar Aturan
Pengalaman Terhadap Perintah Atasan yang Melanggar Aturan
20182017
12,1%10,0%Pengalaman terhadap
Gratifikasi
Gambar 4. 22
Gratifikasi di K/L/PD 2017-2018
37
sosialisasi telah mengalami peningkatan dibanding tahun 2017.
• Secara umum, sosialisasi antikorupsi yang telah dilaksanakan dianggap cukup efektif oleh 94,5% responden internal. Meskipun demikian, terdapat 5.5% responden pegawai yang berpandangan bahwa sosialisasi antikorupsi yang telah dilaksanakan belum efektif.
Pengaduan Pelaku Korupsi
Dalam proses penegakan korupsi, harus ada keberanian dari pegawai dalam mengungkap pelaku korupsi dan harus ada perlindungan terhadap pelapor tindak korupsi. Jika hal ini dapat dilakukan di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah di Indonesia, maka akan berdampak positif pada pemberantasan korupsi di Indonesia. • Dari hasil SPI 2018, terdapat 5,4% responden
yang tidak percaya bahwa pelaku korupsi akan diproses. Ketidakpercayaan ini tidak banyak berubah dibanding tahun 2017, dimana hanya 4,4% responden yang berpendapat sama. Pemrosesan pelaku korupsi merupakan hal yang penting dilakukan oleh K/L/PD di Indonesia. (Gambar 4.26)
• Saat ini, sekitar 16,1% pegawai di K/L/PD
2017
2017
2018
2018
12,0%
9,8%
9,2%
7,4%
Tidak pernah mendapat sosialisasi antikorupsi
Tidak tahu adanyasosialisasi antikorupsi
Gambar 4. 23
Sosialisasi Antikorupsi di K/L/PD 2017-2018
Gambar 4. 24
Bentuk Sosialisasi Antikorupsi di K/L/PD 2017-
2018
31,0%
2018
Seminar/Workshop Internal
2018
85,7%Arahan/Amanat Pimpinan
2018
61,9%Pemasangan Alat Peraga
2018
2018
50,0%
54,8%
Sosialisasi Inspektorat
Sosialisasi Instansi Lain
16,7%
51,7%
31,7%
31,7%
26,7%
2017
2017
2017
2017
2017
38
9,4% responden.
- Pengelolaan SDM
Indeks Pengelolaan SDM diukur berdasarkan penilaian persepsi dan pengalaman responden terkait pengelolaan SDM sebagai bagian dari integritas kerja pegawai. Indeks pengelolaan SDM diukur berdasarkan beberapa indikator yang mencakup hal-hal negatif dalam seleksi penerimaan pegawai, dan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam promosi/peningkatan karir pegawai. Pembahasan adanya nepotisme dan suap di institusi merujuk pengakuan responden yang pernah melihat atau mendengar adanya nepotisme dalam penerimaan pegawai dan adanya
mengatakan pernah melihat atau mendengar pelaku korupsi terungkap dalam satu tahun terakhir. Angka ini bukan merupakan angka yang bisa diabaikan dan mengindikasi masih maraknya praktik korupsi di instansi tersebut. Angka tersebut tidak banyak berubah dari tahun 2017 dimana 12,4% pegawai pernah melihat atau mendengar pelaku korupsi berhasil diungkap. (Gambar 4.26)
• Kemudian, terdapat 32,4% pegawai yang belum pernah melihat pelaku korupsi yang terungkap diproses secara hukum. Angka tersebut menujukkan kenaikan yang cukup besar dibanding tahun 2017, dimana terdapat 11,6% responden internal yang tidak pernah melihat pelaku korupsi terungkap diproses secara hukum. (Gambar 4.26)
Perlindungan Pelapor Korupsi• Selain itu, perlindungan kepada pelapor
tindak korupsi juga belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari hasil SPI 2018 yang menyebutkan setidaknya terdapat 27,2% pegawai yang percaya bahwa setiap pegawai yang melaporkan adanya praktik korupsi akan dikucilkan, diberi sanksi, karirnya akan dihambat, dimutasi, dan sejenisnya.
• Kejadian mengenai pelapor korupsi yang mendapat respon negatif pernah dialami oleh 3,0% responden internal. Terjadi penurunan angka terkait hal ini karena pada tahun 2017, terdapat 18,6% responden yang pernah melihat/mendengar pelapor korupsi mendapat respon negatif. (Gambar 4.27)
Partisipasi Atasan• Berdasarkan hasil SPI 2018, terdapat 12,0%
pegawai yang berpendapat bahwa upaya pimpinan puncak K/L/PD untuk mendorong pencegahan korupsi masih kecil.
• Upaya kepala unit kerja di K/L/PD terhadap pencegahan korupsi masih dirasa kecil oleh
20182017
20182017
20182017
5,4%4,4%
16,1%12,4%
32,4%11,6%
Tidak Percaya Pelaku Korupsi Diproses
Pengalaman Pelaku Korupsi Terungkap
Tidak Melihat Pelaku Korupsi Terungkap Diproses
Gambar 4. 25
Pengaduan Pelaku Korupsi di K/L/PD 2017-2018
2018
4,8%Lainnya
3,3%
2017
39
suap dalam kebijakan promosi atau karir.
Penerimaan Pegawai• Gambar 4.27 di bawah memperlihatkan
besarnya kepercayaan responden internal terhadap adanya konflik kepentingan dalam penerimaan pegawai. Hubungan kekerabatan dan kedekatan dengan pejabat menjadi variabel utama yang mempengaruhi penerimaan pegawai, dengan angka 35,2% dan 35,9%. Angka tersebut tidak banyak berubah dari tahun 2017. Sedangkan, almamater, gratifikasi, dan suap mengalami penurunan yang cukup banyak.
• Menurut hasil SPI 2018, setidaknya terdapat 25,0% pegawai mengatakan bahwa dirinya pernah melihat/mendengar seleksi penerimaan pegawai karena mempunyai hubungan kekerabatan, kedekatan dengan pejabat, atau karena memberikan sesuatu. Angka tersebut menunjukkan peningkatan dari tahun 2017, dimana sebesar 20,1% pegawai yang mengatakan pernah melihat/mendengar adanya konflik kepentingan dalam penerimaan pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem penerimaan pegawai di K/L/PD belum memiliki sistem yang cukup transparan sehingga konflik kepentingan masih sering terjadi dalam penerimaan pegawai. (Gambar 4.28)
Promosi Karir• Gambar 4.29 di bawah memperlihatkan
besarnya pengaruh faktor lain bagi pegawai dalam memperoleh promosi. Hubungan kekerabatan dan kedekatan dengan pejabat masih menjadi variabel utama dalam promosi karir, dengan angka 23,9% pada
2017 2018
18,6% 3,0%Pengalaman Pelapor Korupsi Mendapat
Respon Negatif
Gambar 4. 26
Perlindungan Pelapor Korupsi di K/L/PD
2017-2018
Gambar 4. 27
Pengaruh Konflik Kepentingan dalam Penerimaan Pegawai di K/L/
PD 2017-2018
35,2%
2018
Hubungan Kekerabatan
2018
35,9%Kedekatan dengan Pejabat
2018
14,0%Almamater
2018
2018
6,4%
5,5%
Gratifikasi
Suap
36,9%
36,7%
30,3%
32,6%
33,6%
2017
2017
2017
2017
2017
40
29,8%. Angka tersebut tidak banyak berubah dibandingkan tahun 2017. Sedangkan, almamater, gratifikasi, dan suap mengalami penurunan yang cukup banyak (Gambar 4.29)
• 21,3% pegawai percaya bahwa kebijakan
promosi dipengaruhi oleh balas budi atau pemberian. Angka ini tidak banyak berubah pada tahun 2018 yang sebesar 22,4%. (Gambar 4.30)
• Sekitar 5,5% responden pegawai internal K/L/PD mengatakan bahwa dirinya pernah mendengar atau melihat suap dalam kebijakan atau promosi karir. Angka tersebut menunjukkan tidak banyak berubah dibandingkan tahun 2017, dimana 4,1% responden pernah mendengar/melihat suap
dalam kebijakan/promosi karir. Dengan terjadinya pelanggaran proses penerimaan pegawai atau peningkatan jabatan pegawai, hal ini mengindikasi bahwa internal K/L/PD perlu dilakukan perbaikan dan penguatan penerapan kode etik agar proses yang terdapat di internal institusi pun terjadi dengan baik dan transparan. (Gambar 4.30)
Peningkatan Kualitas SDM• Peningkatan kualitas SDM dipengaruhi oleh
balas budi atau pemberian dipercaya oleh 9,0% responden di tahun 2018. Responden
20182017
25,0%20,1%Pernah Melihat
Gambar 4. 28
Pengalaman terhadap Konflik Kepentingan dalam Penerimaan
Pegawai K/L/PD 2017-2018
20182017
2018
2018
2017
2017
2018
2018
2017
2017
23,9%33,0%
29,8%
5,7%
34,3%
30,0%
12,8%
5,5%
28,3%
30,0%
Hubungan Kekerabatan
Kedekatan dengan Pejabat
Gratifikasi
Almamater
SuapGambar 4. 29
Faktor yang Berpengaruh pada Promosi Karir K/L/
PD 2017-2018
41
yang percaya tersebut menurun jumlahnya dibanding tahun 2017, dimana 13,1% responden internal percaya hal serupa. (Gambar 4.31)
• Pemberian atau balas budi guna peningkatan kualitas SDM pernah dilihat oleh 2,3% responden di tahun 2018. Pada tahun 2017, persentase responden internal yang pernah melihat lebih kecil, yaitu sebesar 1,7%.
(Gambar 4.31)• Pengalaman pegawai melihat pemberian
atau balas budi guna peningkatan kualitas SDM muncul di 16 dari 26 instansi yang disurvei pada tahun 2018.
- Pengelolaan Anggaran
Indeks pengelolaan anggaran diukur berdasarkan beberapa indikator yang mencakup penyelewengan anggaran secara umum, dalam perencanaan maupun pelaksanaan, perjalanan dinas, pemotongon honor/transport lokal maupun perjalanan dinas. Pembahasan adanya penyelewengan dalam pengelolaan anggaran merujuk pada 3 (tiga) jawaban pertanyaan di kuesioner internal, yaitu pengakuan responden yang pernah melihat atau mendengar adanya kejadian penyelewengan anggaran, adanya perjalanan dinas
fiktif, dan adanya honor fiktif/tidak sesuai SPJ.
Penyelewengan Anggaran
Pengelolaan anggaran menjadi hal yang cukup krusial pada setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Seringkali tindak korupsi oleh pegawai terjadi pada penyalahgunaan anggaran
2017
2017
2017
20172018
2018
2018
2018
22,4%
13,1%
4,1%
1,7%21,3%
9,0%
5,5%
2,3%Kepercayaan bahwa Kebijakan
Promosi dipengaruhi Balas Budi
Kepercayaan bahwa Peningkatan Kualitas SDM dipengaruhi Balas Budi
Pengalaman terhadap Kebijakan Promosi dengan Pemberian
Pengalaman Melihat Balas Budi untuk Peningkatan kualitas SDM
Gambar 4. 30
Promosi Karir di K/L/PD 2017-2018
Gambar 4. 31
Peningkatan Kualitas SDM di K/L/PD 2017-
2018
42
institusi, salah satunya melalui penyelewengan anggaran.
• Gambar 4.32 memperlihatkan bentuk-bentuk penyelewengan anggaran yang ditemukan di K/L/PD. Bentuk tertinggi yang ditemukan yaitu berupa pengadaan barang/jasa tidak sesuai prosedur dengan persentase sejumlah 7,8%. Semua bentuk penyelewengan mengalami sedikit penurunan persentase dibanding tahun 2017, khususnya pada hasil output pengadaan barang/jasa tidak bermanfaat mengalami penurunan terbesar
dari 18,5% di tahun 2017 menjadi 6,8% di tahun 2018.
• Setidaknya terdapat 5,7% responden mengatakan bahwa dirinya pernah mendengar adanya penyelewengan anggaran di K/L/PD. Angka ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2017. (Gambar 4.33)
• Kejadian penyelewengan anggaran terjadi di
24 dari 26 instansi yang disurvei pada tahun 2018.
Perjalanan Dinas Fiktif• Selain penyelewengan anggaran, kecurangan
kerap terjadi pada perjalanan dinas fiktif oleh pegawai K/L/PD. Sekitar 13,8% responden percaya bahwa pegawai pernah melakukan perjalanan fiktif. Angka tersebut tidak banyak berubah dibanding tahun 2017, dimana terdapat 14,4% responden yang percaya akan hal serupa. (Gambar 4.34)
• Pada hasil SPI 2018, terdapat minimal 11,2% responden yang pernah melihat atau mendengar adanya perjalanan dinas fiktif, atau kuitansi hotel fiktif, atau biaya transportasi fiktif. Angka tahun ini tidak banyak berubah dari tahun 2017 dimana terdapat 7,2% responden internal menjawab hal serupa. (Gambar 4.34)
• Adanya perjalanan dinas fiktif muncul di 22 dari 26 instansi yang disurvei pada tahun 2018.
• Penerimaan honor atau perjadin yang tidak sesuai dengan SPJ sering dilihat oleh 4,6% responden internal di tahun 2018.
20182017
20182017
2018
2018
2017
2017
6,5%17,4%
7,8%15,9%
6,6%
6,8%
16,9%
18,5%
Penggelembungan Anggaran (Mark Up)
Pengadaan Barang/Jasa Tidak sesuai prosedur
Hasil output pengadaan barang/jasa tidak sesuai
Hasil Output Pengadaan barang/jasa tidak bermanfaat
Gambar 4. 32
Bentuk Penyelewengan Anggaran K/L/PD 2017-
2018
2017 2018
5,9% 5,7%Pernah Melihat/Mendengar
Gambar 4. 33
Pengalaman Penyelewengan Anggaran K/L/PD
2017-2018
43
• Penerimaan honor yang tidak sesuai SPJ pernah dilihat atau didengar oleh 9,4% pegawai internal. Angka tersebut tidak banyak berubah dari tahun 2017, dimana terdapat 7,1% responden yang pernah melihat atau mendengar hal serupa. (Gambar 4.34)
• Adanya penerimaan honor yang tidak sesuai SPJ muncul di 23 dari 26 instansi yang disurvei pada tahun 2018.
c. Indeks Penilaian Eksternal SPI 2018
Integritas organisasi dalam pelayanan publik dinilai berdasarkan adanya transparansi dalam pelayanan publik, akuntabilitas penanganan laporan korupsi serta akuntabilitas pegawai. Dalam hal ini, penilaian integritas menggunakan kombinasi pendekatan persepsi dan pengalaman (langsung maupun tidak langsung) oleh pihak eksternal terkait bagaimana organisasi yang diwakili oleh pegawai atau pejabat publik melaksanakan tugas.
Gambar 4.35 menunjukkan Indeks Penilaian Eksternal di K/L/PD yang diukur dari dimensi transparansi, sistem antikorupsi, dan integritas pegawai. Terlihat bahwa dimensi sistem antikorupsi mempunyai nilai yang paling rendah dibandingkan dimensi lainnya. Sementara itu, dimensi tranparansi mempunyai indeks yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi perlu lebih ditingkatkan lagi melalui pembenahan sistem antikorupsi.
2018
2018
2017
2018
2018
2017
2018
20182018
2017
2017
13,8%
75,32%
14,4%
11,2%
67,77%
7,2%
4,6%
72,91%9,4%
8,3%
7,1%
Percaya tentang Dinas Fiktif
TransparansiPengalaman Melihat Dinas
Fiktif
Sistem Anti KorupsiPercaya tentang Penerimaan Honor tidak Sesuai
Integritas PegawaiPengalaman Penerimaan honor tidak sesuai
Gambar 4. 34
Perjalanan Dinas Fiktif K/L/PD 2017-2018
Gambar 4. 35
Indeks Penilaian Eksternal K/L/PD 2017-2018
44
Berikut adalah permasalahan yang terjadi pada K/L/PD menurut pihak eksternal:
- Transparansi
Dimensi transparansi memeroleh indeks 75,32 dan merupakan dimensi dengan indeks tertinggi dibandingkan tiga dimensi lain pada indeks penilaian ekternal. Dimensi transparansi memiliki beberapa variabel penilaian seperti keberadaan transparansi dalam layanan publik, kejelasan tata cara dan prosedur, kesesuaian pelayanan dengan prosedur, keberadaan perlakuan khusus yang menyalahi aturan, dan pengaruh konflik kepentingan dalam memberi pelayanan.• Pada proses perizinan di K/L/PD,
transparansi dibutuhkan oleh pihak eksternal dalam pelayanan yang diberikan K/L/PD kepada masyarakat. Menurut SPI 2018, transparansi ini masih belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh K/L/PD. Hal ini terlihat dari sekitar 4,3% responden eksternal yang merasa bahwa informasi yang disediakan mengenai tata cara, persyaratan, dan biaya pelayanan di K/L/PD masih tidak jelas.
• Setidaknya ada 6,6% responden eksternal yang merasa kesulitan dalam mengikuti tata cara dan persyaratan pelayanan.
• Sekitar 2,8% responden eksternal merasa bahwa petugas tidak memberikan upaya terbaik dalam memberikan pelayanan sesuai prosedur.
• Bahkan sebesar 27,7% responden percaya bahwa masih ada pegawai yang memberikan perlakuan/layanan khusus yang tidak sesuai aturan. Angka ini meningkat dari tahun 2017, dimana 20,4% responden tidak percaya pada pelayanan yang bebas dari pengistimewaan. (Gambar 4.36)
• Sekitar 18,6% juga percaya bahwa suku, agama, kekerabatan, almamater, dan sejenisnya yang memengaruhi proses perizinan atau memberi pelayanan. Namun kondisi ini membaik dibandingkan tahun 2017, dimana terdapat 40,7% responden eksternal yang berpendapat bahwa suku, agama, kekerabatan, almamater, dan sejenisnya berpengaruh pada proses layanan. (Gambar 4.36)
- Sistem AntiKorupsi
Dimensi sistem antikorupsi memeroleh indeks 67,77 dan merupakan dimensi dengan indeks yang paling rendah dibandingkan tiga dimensi lain pada indeks penilaian ekternal. Dimensi sistem antikorupsi memiliki beberapa variabel penilaian seperti kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan kampanye antikorupsi, upaya perbaikan layanan untuk pencegahan korupsi, mekanisme pengaduan, perlindungan pelapor, dan responsivitas terhadap pengaduan korupsi. • Terdapat 21,6% responden eksternal yang
tidak percaya sudah diadakannya kampanye antikorupsi di K/L/PD. Ketidakpercayaan masyarakat meningkat dari tahun 2017, dimana hanya 12,9% masyarakat yang tidak percaya mengenai adanya kampanye antikorupsi di dalam instansi. (Gambar 4.37)
• Setidaknya ada 10,6% masyarakat yang tidak percaya bahwa sudah ada upaya perbaikan layanan untuk pencegahan korupsi di K/L/PD. Angka tersebut tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2017, dimana terdapat 12,1% masyarakat yang tidak percaya hal serupa. (Gambar 4.37)
• Selain pegawai internal, masyarakat sebagai pengguna layanan juga mengatakan bahwa masih terdapat permasalahan pada pengaduan pelaku dan perlindungan pelapor korupsi. Terdapat sekitar 22,4% responden
20182017
20182017
27,7%20,4%
18,6%40,7%
Tidak Bebas dari Pengistimewaan
Pengaruh Suku, Agama, dll pada Layanan
Gambar 4. 36
Transparansi Eksternal K/L/PD 2017-2018
45
eksternal mengatakan bahwa dirinya tidak percaya bahwa unit kerja telah memiliki media pengaduan/pelaporan masyarakat terkait korupsi. Angka tersebut tidak jauh berbeda dari tahun 2017, dimana terdapat 17,2% responden eksternal yang tidak percaya akan hal serupa. (Gambar 4.37)
• Selain belum adanya mekanisme pengaduan korupsi, sekitar 23,3% responden eksternal juga tidak percaya K/L/PD akan memberikan perlindungan pada masyarakat yang melaporkan korupsi. Angka ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2017, dimana terdapat 20,0% responden eksternal yang tidak percaya akan perlindungan pada whistle blower. (Gambar 4.37)
• Kemudian, 18,8% responden tidak percaya bahwa laporan dari masyarakat tentang korupsi akan ditindaklanjuti. Angka ini tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2017 yang hanya 17,0%. (Gambar 4.37)
- Integritas Pegawai
Dimensi integritas pegawai memeroleh indeks 72,91. Dimensi ini memiliki beberapa variabel penilaian seperti keberadaan budaya jujur dalam K/L/PD, terbebas dari kepentingan pribadi, penyalahgunaan wewenang, pelayanan yang baik dari K/L/PD, dan terbebas dari penerimaan suap.• Setidaknya terdapat 16,2% responden
eksternal yang tidak percaya akan adanya budaya kejujuran dalam K/L/PD. Angka ini tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2017 (17,8%). (Gambar 4.38)
• Sekitar 24,2% responden tidak percaya bahwa semua pegawai yang melayani di unit pelayanan terbebas dari kepentingan pribadi. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan tahun 2017 (24,7%). (Gambar 4.38)
• Pelayanan yang bebas dari penyalahgunaan wewenang tidak dipercaya oleh 13,0% responden eksternal. Angka ini tidak jauh berbeda dibandingkan tahun sebelumnya dimana terdapat 16,0% responden yang tidak percaya pada hal serupa. (Gambar 4.38)
• 6,4% responden eksternal tidak mempercayai adanya perilaku yang baik dari pegawai
20182017
20182017
2018
2018
2018
2017
2017
2017
21,6%12,9%
10,6%12,1%
22,4%
23,3%
18,8%
17,2%
20,0%
17,0%
Tidak adanya kampanye anti korupsi
Tidak adanya upaya pencegahan korupsi
Belum adanya mekanisme pengaduan korupsi
Tidak adanya perlindungan whistle blower
Tidak responsif terhadap laporan korupsi
Gambar 4. 37
Sistem Antikorupsi Eksternal K/L/PD 2017-2018
46
yang melayani. Namun, angka ini menurun dibandingkan tahun 2017 dimana terdapat 13,7% responden eksternal yang mengatakan hal serupa. (Gambar 4.38)
• Penerimaan suap oleh pegawai pernah dilihat atau didengar oleh 4,9% responden eksternal.
d. Indeks Penilaian Eksper SPI 2018
Integritas organisasi dalam pelayanan publik juga dinilai dari pandangan eksper yang ahli dan mengerti tentang instansi yang disurvei. Secara keseluruhan, nilai indeks integritas dari eksper pada tahun 2018 menurun dibanding tahun 2017, dari 62,11 menjadi 54,35.• 55,7% responden eksper berpendapat
seringnya terjadi praktik suap di K/L./PD
• Setidaknya ada 49,6% responden eksper yang berpendapat seringnya petugas yang memungut pungli.
• Sekitar 64,9% responden eksper berpendapat masih banyaknya konflik kepentingan dilakukan oleh pegawai.
• Kualitas transparansi layanan publik masih dirasa buruk oleh 26,0% responden eksper. Angka ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2017. (Gambar 4.39)
• Sekitar 42,0% responden berkata masih banyaknya praktik percaloan di K/L/PD. Jika dibandingkan dengan hasil SPI 2017, angka tersebut meningkat cukup besar dari 11,3%. (Gambar 4.39)
• 30,9% responden eksper berpendapat bahwa masih buruknya kualitas transparansi anggaran yang dimiliki K/L/PD. Angka tersebut tidak banyak berubah dari tahun 2017 yang sebesar 25,0%. (Gambar 4.39)
• Transparansi pengadaan barang dan jasa juga masih dianggap buruk oleh 31,3% responden eksper. Angka tersebut tidak banyak berubah dibandingkan tahun 2017 yaitu 29,9%. (Gambar 4.39)
• Menurut 34,7% responden eksper, objektivitas kebijakan SDM di K/L/PD masih dianggap buruk. Angka ini tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya dimana 33,8% responden eksper yang berpendapat hal serupa. (Gambar 4.39)
• Sekitar 31,7% responden masih berpendapat bahwa sistem pengaduan korupsi yang dimiliki K/L/PD masih buruk. Angka ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2017. (Gambar 4.39)
• Keberhasilan sosialisasi antikorupsi masih dianggap rendah oleh 41,6% responden eksper.
• Sekitar 25,2% responden eksper mengatakan
20182017
20182017
2018
2018
2017
2017
16,2%17,8%
24,2%24,7%
13,0%
6,4%
16,0%
13,7%
Tidak adanya Budaya Kejujuran
Tidak bebas dari kepentingan pribadi
Tidak bebas dari penyalahunaan wewenang
Tidak adanya pelayanan yang baik
Gambar 4. 38
Integritas Pegawai Eksternal K/L/PD 2017-2018
47
bahwa integritas pegawai K/L/PD masih buruk. Angka ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2017. (Gambar 4.39)
20182017
2018
2018
2017
2017
2018
2018
2018
2018
2017
2017
2017
2017
26,0%22,5%
42,0%
34,7%
11,3%
33,8%
30,9%
31,7%
31,3%
25,2%
25,0%
31,4%
29,9%
26,0%
Buruknya transparansi layanan publik
Adanya praktik pencaloan
Buruknya objektivitas kebijakan SDM
Buruknya kualitas transparansi anggaran
Buruknya sistem pengaduan korupsi
Buruknya transparansi pengadaan barang dan jasa
Buruknya integritas pegawai
Gambar 4. 39
Penilaian Eksper Terhadap K/L/PD 2017-2018
4.3 Analisis Hasil SPI 2018
Berdasarkan pemaparan deskriptif dan kecenderungan data serta informasi pada bagian sebelumnya, didapatkan beberapa hal (insight) sebagai berikut: 1. Risiko korupsi muncul disemua
instansi peserta dengan bermacam pola dan kecenderungan. Hal ini mengindikasikan bahwa risiko korupsi merupakan isu yang harus menjadi perhatian bersama dan ditangani secara serius.
2. Pola risiko korupsi yang muncul dari sudut pandang pemangku kepentingan (diurutkan dari yang terbesar dan kecenderungannya):
a. Konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas dan layanan: Resiko korupsi ini cenderung stagnan sejak 2017 di angka kejadian yang cukup tinggi.
48
b. Penyalahgunaan kewenangan oleh atasan:
c. Resiko korupsi ini meningkat dibandingkan tahun 2017.
d. Suap/Gratifikasi/pungli :
e. Kejadian suap/gratifikasi/pungli mengalami peningkatan pada tahun 2018.
f. Jual beli Jabatan:
g. Kejadian suap/gratifikasi/pungli mengalami peningkatan pada tahun 2018.
h. Penyelewengan anggaran:
i. Resiko korupsi ini cenderung stagnan sejak 2017
j. Hal lain yang mendukung meningkatnya Risiko korupsi:
i. Meningkatnya respon persepsi terhadap kurangnya transparansi layanan dan akuntabilitas dalam layanan menurut pemangku kepentingan.
ii. Meningkatnya peran perantara dalam layanan meski perannya dalam mempengaruhi keputusan cenderung menurut.
3. Sistem antikorupsi di instansi secara umum sudah ada/dimiliki oleh instansi peserta dan menunjukan kecenderungan perbaikan menurut sudut pandang pengguna layanan dan pegawai, namun efektivitasnya dalam merubah perilaku masih merupakan tantangan melihat masih terdapat pengalaman dari pemangku kepentingan terkait korupsi.
49
BAB 5Penutup
5.1 Kesimpulan
1. Hasil Survei Penilaian Integritas 2018 pada K/L/PD di Indonesia, yang dilakukan pada 6 Kementerian/Lembaga dan 20 Pemerintah Provinsi menunjukkan bahwa Indeks Integritas SPI 2018 adalah sebesar 68,75.
2. Indeks integritas K/L/PD secara keseluruhan pada tahun 2018 dapat dirinci menjadi indeks penilaian internal sebesar 84,45 indeks penilaian eksternal sebesar 72,07 dan indeks penilaian eksper sebesar 54,35. Untuk dimensi penilaian internal, nilai terendah terdapat pada variabel sistem antikorupsi, sementara variabel sistem antikorupsi juga menjadi nilai terendah pada dimensi penilaian eksternal.
3. Jika dibandingkan dengan hasil SPI tahun 2017, Indeks Penilaian Internal mengalami peningkatan dari 81,75 menjadi 84,45. Indeks Penilaian Eksternal juga mengalami sedikie peningkatan dari 71,31 menjadi 72,07. Sedangkan Indeks Penilaian Eksper mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari 62,11 menjadi 54,35.
4. Beberapa indikasi yang mengarah pada praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dalam penyelenggaraan pemerintahan di lokus survei dalam 12 bulan terakhir adalah:a. Sekitar 10,2% responden internal
mengatakan banyaknya pegawai yang memanfaatkan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.
b. Pemanfaatan kegiatan kantor oleh pegawai masih dilihat oleh 4,2% responden internal.
c. Keberadaan calo masih terlihat/terdengar oleh 9,0% responden internal, dimana pelaku percaloan didominasi oleh perorangan (bukan pegawai).
d. Adanya atasan yang masih memberikan perintah yang melanggar aturan yang terlihat oleh 8,1% responden internal.
e. Praktik gratifikasi masih terlihat atau terdengar oleh 12,1% responden internal.
f. Terdapat 9,2% pegawai yang tidak pernah mengikuti sosialisasi antikorupsi dan 7,4% yang tidak mengetahui tentang sosialisasi tersebut.
g. 32,4% pegawai mengaku tidak pernah melihat adanya pelaku korupsi yang terungkap diproses secara hukum.
h. Pelapor korupsi mendapatkan respon negatif pernah ditemukan oleh 3,0% responden.
i. Sekitar 12,0% responden mengatakan kecilnya partisipasi puncak organisasi dalam upaya pencegahan korupsi. Sedangkan, usaha kepala unit kerja yang kecil dikatakan oleh 9,4% responden.
j. Sekitar 25% responden internal pernah melihat atau mendengar adanya nepotisme dalam penerimaan pegawai, dimana hubungan kedekatan dengan pejabat merupakan faktor utama dalam penerimaan pegawai.
k. Sekitar 5,5% responden internal juga pernah mendengar atau melihat adanya suap dalam kebijakan promosi atau karir. Selain itu, kedekatan dengan pejabat masih menjadi faktor utama dalam promosi karir dengan persentase 29,8%.
l. Terdapat 2,3% responden internal juga pernah mendengar atau melihat adanya suap dalam kebijakan peningkatan SDM.
m. Sekitar 5,7% responden internal pernah melihat atau mendengar adanya penyelewengan anggaran, dimana penggelembungan anggaran dan pengadaan barang atau jasa tidak sesuai prosedur menjadi bentuk penyelewengan yang utama.
n. Keberadaan perjalanan fiktif juga masih terlihat atau terdengar oleh sekitar 11,2% responden internal.
o. Sekitar 9,4% responden internal pernah melihat atau mendengar adanya honor fiktif/tidak sesuai SPJ.
50
5. Beberapa indikasi yang mengarah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pelayanan publik dalam 12 bulan terakhir adalah:a. 4,3% responden berpendapat
tidak jelasnya transparansi dalam pelayanan publik.
b. 22,4% tidak percaya adanya mekanisme pengaduan korupsi oleh publik kepada K/L/PD.
c. 4,9% responden mengaku sering melihat petugas menerima suap dari pengguna layanan.
6. Beberapa indikasi yang mengarah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme menurut eksper dalam 12 bulan terakhir adalah:a. 55,7% responden eksper berpendapat
seringnya terjadi praktik suap di K/L/PD.
b. 49,6% responden eksper berpendapat seringnya terjadi pemungutan liar di K/L/PD.
c. 64,9% responden eksper berpendapat seringnya terjadi konflik kepentingan di K/L/PD.
d. 42,0% responden eksper berpendapat banyaknya praktik percaloan di K/L/PD.
e. 30,9% responden eksper berpendapat bahwa kualitas transparansi anggaran masih buruk.
f. 31,7% responden eksper berkata bahwa sistem pengaduan korupsi masih buruk.
g. 25,2% responden eksper menilai bahwa integritas pegawai di K/L/PD masih buruk.
5.2 Saran
Instansi dapat memperkecil terjadinya risiko melalui:
1. Pengembangan/memperkuat peraturan pengelolaan konflik kepentingan dan implementasinya termasuk internalisasi dan pengawasan/penegakannya untuk mendukung pengembangan budaya integritas di instansi. Pendekatan ini dilakukan untuk mendorong berperilaku tidak saja sesuai dengan peraturan yang berlaku tetapi juga bertindak berdasarkan standar etika yang telah ditetapkan oleh institusi. Cakupan yang diatur sebaiknya mencakup area rawan saja pada saat pemberian layanan, pelaksanaan tugas pegawai, pengelolaan sumber daya manusia hingga pengelolaan anggaran. Kebijakan ini bisa menjadi garda terdepan mencegah tindak pidana korupsi dengan mengelola potensi yang bisa mengakibatkan kejadian tindak pidananya.
2. Pengembangan internalisasi antikorupsi secara sistemik dalam program pendidikan dan pengembangan karir pegawai. Program ditujukan mempengaruhi perubahan perilaku terutama untuk para pengambil keputusan dalam instansi. Pelatihan antikorupsi untuk tingkatan pimpinan yang ditujukan agar pimpinan dapat mengambil keputusan secara akuntabel dan menghindari penyalahgunaan wewenang. Materi terkait aturan tindak pidana korupsi, penanganan konflik kepentingan dan materi antikorupsi relevan lainnya. Optimalisasi peran atasan dikombinasikan dengan pengawasan internal dan eksternal mampu menekan frekuensi kejadian korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang muncul.
3. Mendorong tindak lanjut penanganan tindak pidana korupsi bekerjasama dengan APH terkait maupun penegakan sanksi internal bagi mereka yang melakukan korupsi secara konsisten.
4. Penguatan whistleblowing system untuk meningkatkan partisipasi pelapor dan memastikan Perlidungan terhadap pelapor tindak pidana korupsi.
51
5. Mendorong SPI dilakukan secara berkala dalam skala yang lebih luas untuk memetakan risiko korupsi instansi. Memperkuat dan mengoptimalkan kemampuan sistem internal dan sumberdayanya untuk mendeteksi risiko kejadian korupsi secara lebih proaktif. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan dan meningkatkan jam terbang SDM.
6. Pengembangan sistem atau mekanisme yang dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas proses pelaksanaan tugas pegawai di instansi. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan menindaklanjuti kerjasama program Kordinasi Supervisi Pencagahan yang dilakukan oleh KPK. Perbaikan yang dilakukan hendaknya mengarah pada perbaikan yang sifatnya subtantif untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dan bukan yang bersifat prosedural tanpa menyentuh akar permasalahan.
7. Melakukan inovasi melalui optimalisasi penggunaan teknologi (dapat berupa misalnya layanan online atau dalam bentuk lain), meningkatkan keterbukaan dan kemudahan akses informasi, deregulasi aturan dan pemangkasan birokrasi yang menghambat dan tidak diperlukan serta penguatan tata kelola kelembagaan. Perbaikan ini dilakukan untuk mengurangi peran perantara dalam layanan, memperkuat peran pemangku kepentingan untuk menjadi mitra dalam meningkatkan kualitas layanan yang antikorupsi.
Daftar Pustaka
A. Buku • Corruption and Civil Rights Commission (ACRC), 2014, Introduction to Korea’s Anti-Corruption
Initiative Assessment : A Tool to Evaluate Anti-Corruption Efforts in the Public Sector in the Republic of Korea, the Republic of Korea
• Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2006, Buku Panduan Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta
• Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD), 2005, Public Sector Integrity : A Framework For Assessment, Paris, France
B. Journal• Alexandrina, Christina (2016), An original assessment tool for transparency in the public
sector based on integrated reporting approach, Accounting and Management Information System Vol.15.
• Ionescu, L. (2011). The Construction of Corruption as a Global Problem. Contemporary Readings in Law and Social Justice, 166-171.
• Hood C. ( 2006) Transparency in historical perspective. In: Hood C and Heald D (eds) Transparency: The Key to Better Governance? New York: Oxford University Press, 3-23. Google Scholar, Crossref
• Miller, Seumas (2010), Integrity System and Profesional Reporting in Police Organization, Criminal Justice Ethics Vol. 29
• Tisné, M. (2010) ‘Transparency, Participation and Accountability: Definitions.’ Unpublished Background Note for Transparency and Accountability Initiative.
C. Dokumen/Undang-Undang • Laporan Hasil Survei Penilaian Integritas 2018• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
https://www.kpk.go.id/id/
@official.kpkKomisiPemberantasanKorupsi@KPK_RI
top related