laporan imuno fix
Post on 09-Aug-2015
294 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM IMUNOLOGI
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN NANGKA
TERHADAP TITER ANTIBODI PADA MENCIT YANG DIVAKSINASI HEPATITIS B
DI SUSUN OLEH :
GOLONGAN IVFBA ‘05
LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGIBAGIAN KIMIA FARMASI
FAKULTAS FARMASI UGMYOGYAKARTA
2007
1
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN NANGKA
TERHADAP TITER ANTIBODI PADA MENCIT YANG DIVAKSINASI HEPATITIS B
4. TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun nangka dengan variasi
kadar terhadap respon imun tubuh mencit yang di vaksin dengan virus hepatitis B
2. Mahasiswa memahami preparasi pengambilan serum dari darah hewan uji (mencit)
yang telah diberi immunostimulator dan immunisasi
3. Mahasiswa memahami prosedur isolasi makrofag dan isolasi limfosit
4. Mahasiswa memahami prosedur pengukuran titer antibody menggunakan metode
ELISA
DASAR TEORI
Imunologi merupakan studi mekanisme yang melindungi individu dari injuri.
Injuri atau tantangan dapat berasal dari mikroorganisme eksogenus, zat-zat kimiawi
eksogenus atau sel-sel eksogenus.
Sistem imun menjalankan tiga fungsi, yaitu pertahanan, homeostatis dan
pengawasan. Fungsi pertahanan yang dimaksud adalah pertahanan melawan invasi
mikroorganisme. Jika elemen pertahanan seluler berhasil menyebar maka hospes akan
muncul sebagai pemenang. Tetapi bila elemen-elemen tersebut hiperaktif maka tanda-
tanda tertentu yang tidak diinginkan seperti alergi atau hipersensitivitas timbul.
Sebaliknya, jika elemen-elemennya hipoaktif maka kerentanan terhadap infeksi ulang
akan bertambah seperti terlihat pada penyakit defisiensi imun.
Homeostatis berfungsi untuk memenuhi kebutuhan umum dari organisme
multiseluler untuk mempertahankan keseragaman dari jenis sel tertentu. Homeostatis
tersebut memperhatikan fungsi degenerasi dan katabolit normal dari isi tubuh dengan
2
pembersihan elemen-elemen yang rusak, seperti eritrosit dan leukosit dalam sirkulasi.
Elemen-elemen sel ini mungkin rusak selama perjalanan jika hidup normal atau
sebagai akibat yang merugikan.
Pengawasan dini berfungsi untuk memonitor pengenalan jenis-jenis sel yang
secara tetap selalu timbul dalam tubuh. Sel-sel mutan tersebut dapat terjadi secara
spontan atau disebabkan oleh pengeruh virus tertentu. System imun diberi tugas
pengenalan atau pembuangan badan-badan baru yang di dapat, sebagian besar tugas
ini terjadi di permukaan sel.
Imunomodulasi merupakan cara untuk mengembalikan dan memperbaiki sistem
imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan.
Obat-obatan yang dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun disebut
imunomodulator. (Barathawidjaja, 2000)
Obat-obat golongan imunomodulator bekerja menurut tiga cara, yakni :
1) Imunorestorasi
Suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan
memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti immunoglobulin.
2) Imunostimulasi
Merupakan cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan
yang merangsang sistem tersebut. Bahan-bahan yang dapat meningkatkan respon
imun disebut imunomodulator, misalnya levamisol. (Barathawidjaja, 2000)
3) Imunosupresi
Merupakan suatu tindakan untuk menekan respon imun. Kegunaannya di klinik
terutama pada transplatasi alat tubuh dalam usaha mencegah reaksi penolakan dan
pada penyakit autoimun untuk menghambat pembentukan antibodi. Contohnya
steroid.
Sedangkan cara untuk memasukkan bahan-bahan imunomodulator tersebut adalah
melalui imunisasi atau vaksinasi, yaitu suatu prosedur untuk meningkatkan derajat
imunitas seseorang terhadap patogen tertentu atau toksin. Idealnya adalah yang dapat
mengaktifkan sistem pengenalan imun dan sistem imun yang diperlukan. Menurut
Kato, vaksinasi adalah suatu cara memproduksi imunitas dengan memperkenalkan
3
antigen tidak toksik atau virus yang dilemahkan dalam wujud suatu vaksin.
Sedangkan imunisasi adalah suatu tindakan terhadap tubuh agar tubuh mempunyai
imunitas terhadap penyakit tertentu.
Definisi imunitas mencakup semua mekanisme fisiologi yang membantu tubuh
untuk mengenal pada dirinya, untuk menetralkan, menyisihkan atau memetabolisme
benda asing tersebut dengan atau tanpa kerusakan pada jaringannya.
Imunisasi sendiri dapat terjadi secara alamiah ataupun buatan, masing-masing
dibedakan menjadi imunisasi aktif dan pasif. Respon imun nonspesifik dapat terjadi
melalui mekanisme seluler dan humoral. Sedangkan respon imun spesifik
diklasifikasikan menjadi respon imun humoral serta respon yang diperantarai sel.
Respon imun humoral meliputi produksi antibodi oleh limfosit B dengan atau tanpa
bantuan limfosit T dan produk-produknya.
Limfosit
Limfosit diproduksi di sumsum tulang. Sekitar 20-30% leukosit darah
perifer tersusun atas limfosit. Sel ini mempunyai masa hidup lama. Limfosit bisa
diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu limfosit kecil (yang dibagi menjadi dua
tipe berdasrkan fungsinya yaitu limfosit T dan limfosit B), serta limfosit granula besar
(Large Granular Lymphocytes / LGL). Limfosit kecil berdiameter 8-10μm, dengan
perbandingan antara inti dan sitoplasma besar. Limfosit kecil ini tidak memiliki
granula sitoplasmik, sedangkan limfosit LGL mempunyai diameter lebih dari 16μm,
dengan perbandingan antara inti dan sitoplasma lebih kecil daripada limfosit kecil.
Sitoplasma ini bergranula.
Limfosit B menyusun kira-kira 5-10% dari limfosit total dan mengekspresikan
immunoglobulin permukaan. Immunoglobulin permukaan berfungsi sebagai reseptor
untuk antigen spesifik. Sebagian besar immunoglobulin permukaan adalah IgM dan
IgD. Beberapa sel B juga mengekspresikan IgA (Fike, 1997). Limfosit B
berdiferensiasi di sumsum tulang (Bellanti, 1993). Setelah matang sel B pindah ke
organ limfoid, seperti kelenjar getah bening ataupun limpa (Case dkk, 2001). Sel B
yang teraktivasi menghasilkan antibodi. Proses pembentukan antibodi dimulai ketika
sel B terpapar oleh antigen bebas atau ekstra seluler. Sel B menjadi teraktivasi,
4
membelah dan berdiferensiasi menjadi sebuah klon sel efektor yang disebut sel
plasma.
Makrofag
Sifat dasar fungsi makrofag adalah kemampuan mengingesti dan melenyapkan
bahan-bahan asing dan bahan yang mudah rusak. Proses endositik makrofag diduga
dimulai dengan interaksi bahan asing dengan membrane sel. Fagositosis dapat
dipermudah oleh adanya antigen yang diselimuti antibodi, ialah proses opsonisasi.
Antibodi dari bermacam-macam spesifitas dapat dilekatkan pada permukaan
makrofag melalui reseptor Fc-nya. Antibodi sitofilik ini memperlengkapi makrofag
dengan peningkatan kemampuan untuk mengenal, mengingesti, dan menghancurkan
substansi antigenic. Reseptor-reseptor untuk komponen-komponen yang tidak
tergantung pada reseptor-reseptor Fc juga membantu makrofag dalam melenyapkan
antigen-antigan dari lingkungannya.
Adjuvan adalah substansi-substansi yang dapat meningkatkan secara non spesifik
efektifitas imunologin pengimunisasi. Perannya yakni menambah area permukaan
antigen, memperlama penyimpanan antigen dlam tubuh, memberi kesempatan pada
sistem limfoid untuk menuju ke antigen.
Pemilihan adjuvan sangat mempengaruhi rute injeksi. Imunogen yang terlarut
dapat diberikan dengan cara intra dermal, intra peritoneal, sub cutan, intra muscular,
dan intra vena. Sebagai alasan perbedaan ini adalah bagaimana cepatnya imunogen
dibersihkan dari tempat injeksi dan kecenderungannya mencapai pusat limfoid yang
sangat penting.
Nangka
Nangka adalah nama sejenis pohon, sekaligus buahnya. Pohon nangka termasuk
ke dalam suku Moraceae; nama ilmiahnya adalah Artocarpus heterophyllus. Dalam
bahasa Inggris, nangka dikenal sebagai jackfruit.
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
5
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Species : Artocarpus Heterophyllus
Pemerian
Pohon nangka umumnya berukuran sedang, sampai sekitar 20 m tingginya,
walaupun ada yang mencapai 30 m. Batang bulat silindris, sampai sekitar 1 m garis
tengahnya. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat
terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai.
Daun tunggal, tersebar, bertangkai 1-4 cm, helai daun agak tebal seperti kulit,
kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik sampai jorong (memanjang), 3,5-12 × 5-25 cm,
dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing atau agak
runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan
meninggalkan bekas serupa cincin.
Tumbuhan nangka berumah satu (monoecious), perbungaan muncul pada ketiak
daun pada pucuk yang pendek dan khusus, yang tumbuh pada sisi batang atau cabang
tua. Bunga jantan dalam bongkol berbentuk gada atau gelendong, 1-3 × 3-8 cm,
dengan cincin berdaging yang jelas di pangkal bongkol, hijau tua, dengan serbuk sari
kekuningan dan berbau harum samar apabila masak. Setelah melewati umur
masaknya, babal akan membusuk (ditumbuhi kapang) dan menghitam semasa masih
di pohon, sebelum akhirnya terjatuh. Bunga betina dalam bongkol tunggal atau
berpasangan, silindris atau lonjong, hijau tua.
Buah majemuk (syncarp) berbentuk gelendong memanjang, seringkali tidak
merata, panjangnya hingga 100 cm, pada sisi luar membentuk duri pendek lunak.
'Daging buah', yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda bunga, berwarna
kuning keemasan apabila masak, berbau harum-manis yang keras, berdaging,
terkadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat lonjong sampai
jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, berturut-turut tertutup oleh kulit biji yang tipis
coklat seperti kulit, endokarp yang liat keras keputihan, dan eksokarp yang lunak.
Keping bijinya tidak setangkup.
6
Ekologi dan Ragam jenis
Nangka tumbuh dengan baik di iklim tropis sampai dengan lintang 25˚ utara
maupun selatan, walaupun diketahui pula masih dapat berbuah hingga lintang 30˚.
Tanaman ini menyukai wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm pertahun di
mana musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka kurang toleran terhadap udara
dingin, kekeringan dan penggenangan.
Irisan buah nangka
Pohon nangka yang berasal dari biji, mulai berbunga pada umur 2-8 tahun.
Sedangkan yang berasal dari klon mulai berbunga di umur 2-4 tahun. Di tempat yang
cocok, nangka dapat berbuah sepanjang tahun. Akan tetapi di Thailand dan India
panen raya terjadi antara Januari – Agustus, sementara di Malaysia antara April –
Agustus atau September – Desember.
Varian nangka amat banyak jenisnya, baik dengan melihat perawakan pohon dan
bagian-bagian tanamannya, rasa dan sifat-sifat buahnya, maupun sifat-sifat yang tak
mudah dilihat seperti kemampuan tumbuhnya terhadap variasi-variasi lingkungan.
Dari segi sifat-sifat buahnya, umum mengenal dua kelompok besar yakni:
nangka bubur (Indonesia dan Malaysia), yang disebut pula sebagai khanun
lamoud (Thailand), vela (Srilangka) atau koozha chakka (India selatan); dengan
daging buah tipis, berserat, lunak dan membubur, rasanya asam manis, dan berbau
harum tajam.
nangka salak (Ind.), nangka belulang (Mal.), khanun nang (Thai), varaka
(Srilangka), atau koozha pusham (India selatan); dengan daging buah tebal, keras,
mengeripik, rasa manis agak pahit, dan tak begitu harum.
Nangka dapat berkawin silang dengan cempedak secara alami. Hasil silangannya
dinamai nangka cempedak.
7
Kandungan kimia
Kayu : morin, sianomaklurin ( zat samak ), flavon, tannin
Kulit kayu : tanin
Getah : asam serotat
Daging buah :
Mineral ( kalsium, besi, magnesium, phosphor, potassium, sodium, seng,
tembaga mangaan, selenium ),
Vitamin (vit. A, B-6, B-12, C, E, thiamin, riboflavin, niacin, folate )
Lemak ( asam lemak jenuh, saturated; asam lemak tak jenuh, monounsaturated;
asam lemak tak jenuh, polyunsaturated )
Karbohidrat
Albunimoid
Manfaat
Nangka terutama dipanen buahnya. "Daging buah" yang matang seringkali
dimakan dalam keadaan segar, dicampur dalam es, dihaluskan menjadi minuman
(jus), atau diolah menjadi aneka jenis makanan daerah: dodol nangka, kolak nangka,
selai nangka, nangka-goreng-tepung, keripik nangka, dan lain-lain. Nangka juga
digunakan sebagai pengharum es krim dan minumnan, dijadikan madu-nangka,
konsentrat atau tepung. Biji nangka, dikenal sebagai "beton", dapat direbus dan
dimakan sebagai sumber karbohidrat tambahan.
Babal alias tongtolang nangka
Buah nangka muda sangat digemari sebagai bahan sayuran. Di Sumatra, terutama
di Minangkabau, dikenal masakan gulai nangka. Di Jawa Barat buah nangka muda
antara lain dimasak sebagai salah satu bahan sayur asam. Di Jawa Tengah dikenal
8
berbagai macam masakan dengan bahan dasar buah nangka muda (disebut gori),
seperti sayur lodeh, sayur megana, oseng-oseng gori, dan jangan gori (sayur nangka
muda). Di Jogyakarta nangka muda terutama dimasak sebagai gudeg. Sementara di
seputaran Jakarta dan Jawa Barat, bongkol bunga jantan (disebut babal atau
tongtolang) kerap dijadikan bahan rujak.
Daun-daun nangka merupakan pakan ternak yang disukai kambing, domba
maupun sapi. Kulit batangnya yang berserat, dapat digunakan sebagai bahan tali dan
pada masa lalu juga dijadikan bahan pakaian. Getahnya digunakan dalam campuran
untuk memerangkap burung, untuk memakal (menambal) perahu dan lain-lain.
Kayunya berwarna kuning di bagian teras, berkualitas baik dan mudah dikerjakan.
Kayu ini cukup kuat, awet dan tahan terhadap serangan rayap atau jamur, serta
memiliki pola yang menarik, gampang mengkilap apabila diserut halus dan digosok
dengan minyak. Karena itu kayu nangka kerap dijadikan perkakas rumah tangga,
mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai ke alat musik. Dari kayunya
juga dihasilkan bahan pewarna kuning untuk mewarnai jubah para pendeta Buddha.
Levamisol
Levamisol merupakan derivate tertramizol yang sebelumnya digunakan untuk
mengeliminasi parasit intestine. Levamisol merupakan imunomodulator yang
memperbaiki fungsi system imun yang menurun. Levamisol dapat menstimulasi
pembentukan antibody yang bermacam-macam, mempertinggi respon sel T melalui
aktivasi dan proliferilasi sel T, fungsi makrofag dan monosit potensial yang meliputi
fagositosis, kemotaksis, peningkatan pergerakan dan perlekatan.
Levamisol dapat menstimulasi system imun normal dan menurun dan sering
diklasifikasikan keduanya dalam imunoregulator dan imunostimulan. Levamisol
mempengaruhi imunitas humoral dan imunitas yang ditengahi oleh sel dan telah
menunjukkan perbaikan pergerakan netrofil pada pasien yang terinfeksi virus herpes
simpleks. Levamisol mempengaruhi sel T pada tingkat yang lebih besar daripada sel
B, menimbulkan reaktivitas kutaneus pada hipersensitif tipe diperlambat dan
peningkatan fungsi sel T helper, supresor, dan sitotoksik (Anonim, 2003)
9
Menurut Barathawidjaja (2000), levamisol merupakan obat cacing yang dapat
meningkatkan proliferasi dan sitotoksisitas sel T serta mengembalikan energi (tidak
adanya daya untuk bereaksi) pada penderita kanker (imunostimulasi nonspesifik).
Levamisol juga dapat meningkatkan efek berbagai bahan seperti antigen, mitoxin, dan
factor kemotaktik.
Untuk merangsang limfosit, granulosit dan makrofag levamisol telah pula
digunakan dalam penanggulangn arthritis rheumatoid, penyakit virus dan lupus
eritematosus sistemik. Dosis yang diberikan 2,5 mg/kg BB secara oral untuk dua
minggu berturut-turut setiap hari dan sesudah itu, kalau masih perlu dapat diberikan
beberapa hari dalam seminggu. Efek sampingnya adalah mual, muntah, urtikaria, dan
agranulositosis (Barathawidjaja, 2000).
Levamisol ini mempunyai nama dagang Askamex (Konimex) tablet 25 mg dan
Ascaridil (Johnson and Johnson Indonesia) tablet 25 mg, 50 mg (Anonim, 2002)
Prednison
17-hydroxy-17-(2-hydroxyacetyl)-10,13-dimethyl- 7,8,9,10,12,13,14,15,16,17-decahydro- 6H-cyclopenta[a]phenanthreen-3,11-dione
Prednisone merupakan senyawa sintetik kortikosteroid biasanya diberikan secara
per oral atau dapat pula diberikan secara injeksi intramuskuler. Senyawa ini memliki
glukokortickoid effect. Prednisone merupakan suatu prodrug yang dalam hati
dimetabolisme menjadi prednisolosn, yang merupakan obat yang aktif dan beresifat
steroid.
Dosis : 20-80mg per hari, 1 mg/kg untuk anak-anak yang beratnya lebih dari
50mg.
Efek samping dari obat ini sam denga obat glukokortikoid, yaitu mengakibatkan
kadar gula darah yang tinggi, apalagi padsa pasien penderita diabetes melitus. Efek
10
samping yang imsomnia, euphoria, pada pemejanan yang lama dapat mengakibatakan
Cushing's syndrome, kegemukan, osteoporosis, glaukoma, DM tipe II, serta depresi.
Hepatitis B
Istilah hepatitis dipakai untuk semua jenis peradangan hati (liver). Penyebabnya dapat
berbagai macam, mulai dari virus sampai obat-obatan, termasuk obat tradisional.
Virus hepatitis ada beberapa jenis, yakni hepatitis A, B, C, D,E, F, dan G. manifestasi
penyakit hepatitis akibat virus bisa akut (Hepatitis A) dapat pula hepatitis kronik
(hepatitis B,C) dan ada pula yang kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B,C)
(Anonim, 2003).
Enzime Linked Immunosorbent Assay (ELISA )
ELISA merupakan immunoassay heterogen paling popular yang
mempunyai label enzim dan menggunakan fase padat dalam teknik pemisahan
(Sheehan, 1997). Ciri utama teknik ini adalah dipakai indicator enzim untuk reaksi
imunologi (Burgess, 1995).
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi. Dalam hal ini antigen
mula-mula diikat benda padat kemudian ditambah antibodi yang akan dicari. Setelah
itu ditambah lagi antibodi yang bertanda enzim, seperti periksodasefosfatase.
Akhirnya ditambahkan substrat kromogenik yang bila bereaksi dengan enzim dapat
menimbulkan perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi sesuai dengan jumlah
enzim yang diikat dan sesuai pula dengan kadr antibodi yang dicari (Barathawidjaja,
2000).
Menurut Burgess (1995), ELISA dapat dikelompokkan ke dalam lima
konfigurasi, yaitu :
I. ELISA langsung
Merupakan konfigurasi ELISA paling sederhana. Antigen secara langsung
diabsorpsikan ke substrat padat permukaan substrat di cuci dan antibodi yang
ditempeli enzim digunakan untuk menunjukkan adanya antigen. Hasilnya kan
terlihat bila ditambah substrat. Konfigurasi ini memerlukan antiserum spesifik
11
untuk antigen yang dimaksud. Antiserum ini harus dikonjugasikan pada enzim.
Keterbatasan konfigurasi ini berkaitan dengan sifat pengikatan substrat padat dan
kualitas antibodi indikator. Pembatas utama sistem ini adalah tidak adanya
fleksibilitas. Keuntungan utama adalah kesederhanaan sistem. Konfigurasi ini
biasanya digunakan dalam assay untuk mengenali antigen.
II. ELISA tidak langsung
Merupakan konfigurasi paling sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur
titer antibodi. Antigen terabsorpsi pada substrat padat. Antibodi primer tidak
belabel dan dapat diperoleh dari serum atau cairan tubuh lain. Antibodi sekunder
terikat pada enzim ayng sesuai. Antibodi ini biasanya disebut dengan konjugat.
Hasil akan tampak jika ditambah substrat. Antigen dan antibodi sekunder
biasanya dibuat konstan dan yang berubah adalah antibodi primer. Kerapatan
optik berhubungan dengan konsentrasi antibodi primer. Kelemahan utama
konfigurasi ini terletak pada tidak adanya spesifitas. Sebagai akibat bereaksi
dengan antigen yang tidak murni.
III. ELISA penangkap antigen atau ELISA sandwich
Konfigurasi ini menggunakan antibodi yang terikat pada fase padat untuk
menangkap antigen secara spesifik. Jika tingkat antibodi yang terdapat dalam
tubuh harus diukur, konfigurasi sisanya serupa dengan ELISA tak langsung.
Antibodi penangkap antigen dan sistem indikator dan yang akan berubah adalah
titer antibodi primer untuk antigen spesifik.
IV. ELISA penangkap antibodi
Konfigurasi ini menggunakan antiglobulin yang terikat pada substrat padat.
Antibodi sampel yang diuji ditangkap dan sistem indikator menempeli antigen
berlabel.
V. ELISA kompetitif atau ELISA pemblok
12
Teknik ini dapat digunakan dalam sejumlah konfigurasi dasar. Kompetisi dapat
terhadap antigen atau antibodi. Assay kompetitif membutuhkan antigen untuk
ditangkap antigen secara langsung maupun lewat antibodi spesifik ke substrat
padat. Antibodi yang telah dikenal bersaing dan antibodi yang tidak dikenal akan
mendapatkan tempat penempelan pada antigen. Antibodi yang telah diketahui
dapat dilabel atau dideteksi menggunakan antibodi anti spesiesnya. Cara ini dapat
membedakan respon imun terhadap organisme yang dekat hubungannya.
Kelebihan ELISA adalah cukup sensitif, reagen mempunyai self life cukup
panjang, dapat menggunakan spektrofotometer biasa dan mudah dilakukan untuk
automatisasi dan yang paling penting adalah tidak mengandung bahan radioaktif
(Kresno, 1996). Tiap plate dapat mengandung sampai dengan 96 sumuran sehingga
sampel yang banyak dapat diukur. Prosedur ini dari observasi mempunyai
keuntungan bahwa permukaan plastik dapat mengabsorpsi rendah tapi mampu
mendeteksi sejumlah protein (Kenney and Arakawa, 1997).
Penerapan klinik metode ELISA bermacam-macam, baik untuk diagnosis
serologic infeksi, misalnya penerapan antibody terhadap bakteri, parasit, atau virus
maupaun serodiagnosis yang lain, misalnya penetapan petanda ganas, alergi, penyakit
autoimun, dan sebagainya.
5. ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Pipa kapiler
- Ependrof
- Jarum suntik ujung tumpul (per-oral)
- Jarum suntik (intraperitoneal)
- Erlenmeyer
- Gabus
- Aluminium foil
- Jarum penthul
- Mikropipet
13
- Alat sentrifuge
- Sumuran
- Inkubator
- ELISA reader
Bahan:
- Mencit jantan dan betina (jenis Swiss)
- Daun nangka
- Kloroform
- CMC
- Levamisol
- Prednison
- Vaksin Hepatitis B
- OPD (Ortho-phenylendiamine)
- BSA1%
- PBS
- PBST20
- RPMI
6. CARA KERJA
Penentuan Perlakuan pada Hewan Uji
Mencit (Swiss) dibagi untuk 9 kelompok
(@ 6 mencit)
Masing-masing mencit ditimbang
14
Kontrol CMC
Levamisol
Prednison
Ekstak polar 50 mg/kg
BB
Ekstrak polar 100
mg/kg BB
Ekstrak polar 200 mg/ kg
BB
Ekstrak non-polar
50 mg/kg
BB
Ekstrak non-polar 100
mg/kg BB
Ekstrak non-polar 200
mg/kg BB
Diambil sampel darah dari vena cavila occulair
Diberi perlakuan per-oral
Imunisasi pada Hewan Uji
Vaksin hepatitis B diberikan
Secara intraperitoneal
Imunisasi pertama dilakukan setelah 7 hari perlakuan
Imunisasi kedua dilakukan pada hari ke- 21
Imunisasi ketiga dilakukan pada hari ke-35
Pengumpulan Serum dari Darah Hewan Uji
Gunakan pipa kapiler untuk mengalirkan darah
dari vena cavila occulair
Tampung darah dalam ependrof
Diamkan selama 1 jam pada suhu kamar
Sentrifugasi
Ambil serrumnya
Serum diisolasi dan disimpan dengan temperatur –200C
Pengukuran titer antibodi dengan metode ELISA
Mikropipet dilapisi vaksin Hepatitis B 100 mikroltr dalam PBS 10 ml
15
Masukkan pada tiap sumuran
Inkubasi pada suhu 40C
Cuci sumuran dengan PBST20 sebanyak 3 kali
Pada sumuran ditambahkan BSA 1% dalam PBS 100 mikroliter
Inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C
Cuci sumuran dengan PBST20 sebanyak 3 kali
Pada sumuran diberi serum yang telah diencerkan dengan PBS sebanyak 100
mikroliter
Inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C
Cuci sumuran dengan PBST20 sebanyak 3 kali
Ditambah konjugat yang telah diencerkan PBS
Inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C
Cuci sumuran dengan PBST20 sebanyak 3 kali
Ditambah substrat ODP 100 mikroliter
Inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar
Amati warna yang terbentuk
16
Baca pada Elisa reader
Isolasi Limfosit dan Makrofag
Mencit dimatikan dengan kloroform
Mencit ditelentangkan pada gabus yang telah dilapisi alumunium foil dan dijepit
di kedua kaki tangannya
Kulit bagian perut dibuka
Selubung peritoniumnya disterilisasi dengan alkohol 70%
Suntikkan RPMI sebanyak 5-7 ml pada rongga peritonium hingga
menggelembung, namun tidak bocor
Ditepuk perlahan-lahan
Campuran media dan makrofag diaspirasi kembali dari rongga peritoneal
Limfosit dilisis dengan Natrium Hiperklorat
Sentrtifuge
Hitung jumlah limfosit dan makrofag dengan alat hemositimeter di bawah
mikroskop
7. DATA DAN PERHITUNGAN
UJI SIGNIFIKANSI ANTARA BASE LINE DENGAN SERUM HARI KE-14 DAN HARI KE-28 DENGAN UJI PAIR SAMPLE T TEST (WILCOXON SIGNED RANKS TEST)
NPar TestsWilcoxon Signed Ranks Test
17
Ranks
14a 17.36 243.00
23b 20.00 460.00
0c
37
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
O.D14 - BaseLineN Mean Rank Sum of Ranks
O.D14 < BaseLinea.
O.D14 > BaseLineb.
O.D14 = BaseLinec.
Test Statisticsb
-1.637a
.102
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
O.D14 -BaseLine
Based on negative ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Ranks
12a 11.29 135.50
9b 10.61 95.50
0c
21
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
O.D.28 - BaselineN Mean Rank Sum of Ranks
O.D.28 < Baselinea.
O.D.28 > Baselineb.
O.D.28 = Baselinec.
Test Statisticsb
-.695a
.487
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
O.D.28 -Baseline
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
HipotesisHo: tidak ada perbedaan nilai optical density sebelum dan sesudah diberi vaksin.Ha: ada perbedaan nilai optical density sebelum dan sesudah diberi vaksin.Pengambilan keputusanJika sig>0.05 maka Ho diterimaJika sig<0.05 maka Ho ditolak
UJI DISTRIBUSI HASIL ELISA DENGAN UJI KOLMOGOROV-SMIRNOV
18
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Base Line O.D.14 O.D.28N 54 37 21
Normal Parameters(a,b)Mean .0667 .0682 .0551Std. Deviation .05657 .05626 .04520
Most Extreme Differences
Absolute .190 .201 .227Positive .190 .201 .227Negative -.158 -.159 -.134
Kolmogorov-Smirnov Z 1.394 1.224 1.042Asymp. Sig. (2-tailed) .041 .100 .228
a Test distribution is Normal.b Calculated from data.
OnewayTest of Homogeneity of Variances
pengambilan1
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.584 8 28 .006
NPar TestsKruskal-Wallis Test
Ranks
4 24.00
3 22.33
3 19.17
6 11.75
4 5.13
3 27.00
4 14.00
5 23.80
5 27.10
37
kelompok1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
O.D14N Mean Rank
19
Test Statisticsa,b
16.692
8
.033
Chi-Square
df
Asymp. Sig.
O.D14
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: kelompokb.
HipotesisHo: tidak ada perbedaan nilai optical density antar kelompok pada pengambilan serum.Ha: ada perbedaan nilai optical density antar kelompok pada pengambilan serum.Pengambilan keputusan
Jika sig>0.05 maka Ho diterimaJika sig<0.05 maka Ho ditolak
Tabel Signifikansi Antar Kelompok Pada Serum Hari Ke-14 (Mann-Whitney)
Kelompok (I) Kelompok (J) Signifikansi (I-J)1 2
3456789
1.0000.8570.0380.0290.8570.2001.0000.556
2 3456789
1.0000.1670.0570.7000.6291.0000.571
3 456789
0.3810.1140.4000.6290.7860.250
4 56789
0.1710.0480.7620.0520.082
5 6789
0.0570.3430.0160.016
6 789
0.0570.7860.571
7 89
0.4130.111
8 9 0.841
20
ANALISIS PEMBERIAN EKSTRAK NANGKA SEBAGAI IMUNOMODULATOR
Data dan Perhitungan ELISATabel Optical Density setelah dikurangi blangko
Absorbansi blangko rata-rata:
Kelompok Perlakuan Serum M1 M2 M3 M4 M5 M6 Rata-rataI CMC Base line
Hari 14Hari 28
0.0390.0930.028
0.0410.1320.115
0.0260.043-
0.081--
0.0420.0470.031
0.087--
0.0530.0790.058
II Levamisol Base lineHari 14Hari 28
0.095--
0.0480.0330.015
0.078--
0.0530.0460.032
0.0400.1510.037
0.071--
0.0640.0770.028
III Prednison Base lineHari 14Hari 28
0.103--
0.019--
0.0610.101-
0.2500.025-
0.056--
0.0620.053-
0.0920.060-
IV Ekstrak Polar 50mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.0190.025-
0.0800.088-
0.0100.0180.013
0.0100.0300.017
0.0150.0360.005
0.0170.0310.033
0.0250,0380,017
V Ekstral Polar 100 mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.055--
0.0230.021-
0.0210.024-
0.0410.027-
0.0280.021-
0.018--
0,0310,023-
VI Ekstrak Polar 200mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.0660.0630.082
0.044--
0.088--
0.0560.0900.084
0.0600.103-
0.065--
0,0630,0850,083
VII Ekstrak Non Polar 50mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.105--
0.097--
0.0340.035-
0.2770.0080.048
0.0360.0430.085
0.0720.057-
0,1040,0360,067
VIII Ekstrak Non Polar 100mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.2680.2710.133
0.106--
0.0740.137-
0.0470.0520.034
0.0390.0320.033
0.0470.0370.057
0,0970,1060,064
IX Ekstrak Non Polar 200mg/kgBB
Base lineHari 14Hari 28
0.0620.0270.022
0.051--
0.1520.1840.188
0.0620.152-
0.0720.1060.050
0.0900.086-
0,0820,1110,087
Perbandingan Optical Density antara Ekstrak Nangka dengan Kontrol CMC Ekstrak terenapkan etanol
Kadar 50 mg/kg BB
21
Kadar 100 mg/kg BB
Kadar 200 mg/kg BB
Ekstrak tak terendapkan etanolKadar 50 mg/kg BB
Kadar 100 mg/kg BB
Kadar 200 mg/kg BB
Kontrol positif
Kontrol negatif
22
Serum Optical Density Kontrol CMC
Perlakuan-dosis
Optical Density
Indeks Efek imunostimulansia menurut Wagner
Hari-14 0.079 Polar-50Polar-100Polar-200Non polar-50Non polar 100Non polar 200LevamisolPrednison
0.0380.0230.0850.0360.1060.1110.0770.060
0.4810.2911.0760.4561.3421.4050.9750.759
ImunosupresanImunosupresanTidak aktifImunosupresanImunostimulan sedangImunostimulan sedangImunostimulan ?Imnosupresan
Hari-28 0.058 Polar-50Polar-100Polar-200Non polar-50Non polar 100Non polar 200LevamisolPrednison
0.017-0.0830.0670.0640.0870.028-
0.293-1.4311.1551.1031.5000.483-
Imunosupresan-Imunostimulan sedangTidak aktifTidak aktifImunostimulan sedangImunosupresan-
PEMBAHASAN
Penentuan Perlakuan pada Hewan Uji
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun
nangka dengan variasi kadar terhadap respon imun tubuh mencit yang di vaksin dengan
virus hepatitis B. Selain itu, agar mahasiswa mengetahui prosedur isolasi makrofag dan
isolasi limfosit serta memahami prosedur pengukuran titer antibody menggunakan
metode ELISA.
Untuk menjalankan serangkaian praktikum ini, praktikan dibagi menjadi sembilan
kelompok. Masing-masing kelompok diberi enam ekor mencit percobaan, dengan
pembagian sebagai berikut: Kelompok 1 diberi perlakuan sebagai control CMC,
kelompok 2 diberi Levamisol, kelompok 3 diberikan Prednison, kelompok 4 perlakuan
ekstrak polar 50 mg/kg BB, kelompok 5 perlakuan ekstrak polar 100 mg/kg BB,
23
kelompok 6 perlakuan ekstrak polar 200 mg/kg BB, kelompok 7 perlakuan ekstrak non-
polar 50 mg/kg BB, kelompok 8 perlakuan ekstrak non-polar 100 mg/kg BB, kelompok 9
perlakuan ekstrak non-polar 200 mg/kg BB.
Langkah pertama, masing-masing hewan uji ditimbang, agar volume pemberian
larutan perlakuan dapat dihitung. Sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu sampel
darah dari masing-masing mencit diambil melalui vena cavila occulair agar lebih mudah
mendapatkannya dan tidak menyakiti hewan uji bila prosedur pengambilan dijalankan
dengan cara yang benar. Setelah itu, baru diberikan larutan perlakuan secara per oral.
Imunisasi pada Hewan Uji
Imunisasi dilakukan setelah 7 hari mencit diberi perlakuan. Tujuan imunisasi
adalah untuk mengenalkan antigen yang akan menstimulasi system imun dalam
memproduksi antibody. Untuk imunisasi digunakan vaksin hepatitis B yang berisi protein
virus hepatitis B yang telah mengalami proses pengurangan virulensi yang dikenal
sebagai atenuasi (perlemahan). Pada atenuasi, meskipun organisme itu hidup tetapi tidak
dapat menyebabkan penyakit.
Imunisasi yang dilakukan adalah imunisasi aktif secara buatan karena yang diberikan
adalah vaksin. Vaksin mengandung antigen yang merangsang system imun tubuh untuk
membentuk antibody guna melawan antigen yang dianggap sebagai benda asing pada
imunisasi aktif. Perlindungan tidak terbentuk segera, tetapi sekali terbentuk akan
berlangsung lama. Pemberian imunisasi ulang akan mengakibatkan peningkatan tanggap
kebal sekunder.
Injeksi dilakukan secara intraperitoneal, karena rongga peritoneal relatif besar
sehingga volume antigen yang diinjeksikan dapat lebih banyak. Penyuntikan secara
intraperitoneal tidak secara langsung membawa antigen ke dalam sirkulasi sistemik
sehingga partikulat antigen dapat menstimulasi respon imun. Pada penelitian yang
dilakukan Kahl dkk (1989), menunjukkan bahwa imunisasi secara intraperitoneal pada
mencit menghasilkan titer antibody lebih tinggi dibandingkan subkutan.
Kemudian, imunisasi kedua dilakukan pada hari ke-21. Injeksi sekunder ini
dilakukan pada hari ke-21 agar antibody yang terbentuk dari imunisasi pertama telah
mencapai puncak sebelum imunisasi yang kedua. Injeksi sekunder dimaksudkan untuk
24
memberikan antigen pada pemaparan yang kedua sehingga system memori dari system
kekebalan tubuh dapat aktif dan menghasilkan antibody lebih cepat dibandingkan pada
pemaparan antigen yang pertama.
Imunisasi ketiga dilakukan pada hari ke-35, yaitu satu minggu sebelum dilakukan
kultur limfosit dan makrofag. Injeksi ini dilakukan untuk menginduksi respon imun yang
baik dan kuat. Selain untuk menginduksi respon, injeksi ini bertujuan untuk menghindari
shock anafilaksis (hipersensitivitas tipe cepat berupa gangguan pernafasan).
Pengumpulan Serum dari Darah Hewan Uji
Pengambilan darah dari mencit dilakukan pada hari ke-0, 14, dan 28. Sampel
diambil pada waktu tersebut karena diperkirakan jumlah antibody yang terbentuk akibat
vaksinasi dengan vaksin hepatitis B telah mencapai kadar puncak sehingga dapat
dideteksi dengan metode ELISA.
Darah yang telah diambil, didiamkan selama satu jam pada suhu kamar agar
terjadi koagulasi sempurna, kemudian disentrifuge sehingga didapatkan serum. Serum
diisolasi dan disimpan pada temperatur –200C sampai saat akan digunakan.
ELISA
Enzyme Ling Immuno Sorbent Assay merupakan metode biokimia yang digunakan
dalam immunologi untuk mendeteksi antibody maupun anti gen dalam suatu sampel.
Prinsip dasar kerja Elisa adalah bahwa suatu antibody dapat mengenali epitop tertentu
secara spesifik. Ikatan kovalen kompleks antigen-antibody tersebut kemudian
divisualisasi dengan cara penambahan antibody kedua yang dikonjugasikan dengan suatu
enzim atau senyawa fluoresens. Kemudian kompleks tadi dipaparkan pada kompleks
tertentu sehingga akan terbentuk warna yang dapat diukur menggunakan metode
kolorimetri maupun spektrofotometri.
Penetapan kadar immunoglobulin dalam percobaan ini menggunakan metode
ELISA tidak langsung dengan sampel serum. Sampel serum dipilih karena di dalam
serum tersebut mengandung berbagai bahan larut tanpa sel, jumlah protein yang lebih
sedikit daripada plasma karena ribrin dan fibrinogennya telah digunakan untuk
pembekuan darah.
25
Prinsip metode elisa tidak langsung adalah mereaksikan antigen dalam hal ini
antigen HAV (Havrix) yang sudah dilekatkan pada permukaan sumuran dengan antibody
serum, kemudian direaksikan lagi dengan antigen spesifik berlabel enzim (AgE) yaitu
antimouse peroksidase sehingga membentuk kompleks Ag-Ab-AgE. Sehingga ketika
ditambahkan substrat yang sesuai maka kompleks tersebut akan menghidrolisis substrat.
Substrat yang dipilih adalah substrat yang kromogenik sehingga ketika dihidrolisis akan
menghasilkan senyawa berwarna yang dapat diukur intensitasnya (optikal density).
Dalam praktikum ini digunakan OPD (Ortho-phenylendiamine). Intensitas warna
akan sebanding pula dengan banyaknya substrat yang terhidrolisis dan secara otomatis
akan sebanding pula dengan banyaknya antibody yang ada dalam serum. Hidrolisis
substrat biasanya memerlukan waktu tertentu dan untuk menghentikan reaksinya
digunakan asam atau basa kuat. Reaksi ELISA harus dalam keadaan optimal, konsentrasi
reaktan, suhu maupun wqaktu inkubasi. Biasanya tiap kit reagen memberikan petunjuk
yang berbeda-beda.
Pengukuran titer antibodi dengan metode ELISA
Titer antibodi diukur dari serum mencit yang diambil setelah vaksinasi.
Pengambilan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebagai base line, hari ke-14, dan hari
ke-28 Kemudian dianalisis antibodinya menggunakan ELISA. Metode ELISA yang
digunakan adalah ELISA tak langsung karena metode tersebut karena metode merupakan
metode yang paling sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi
dimana antigen antigen teradsorbsi secara pasif pada matriks padat. Matriks yang
digunakan adalah mikroplate karena mudah dipakai bila jumlah sampelnya banyak.
Mikroplate ini juga dapat digunakan pada percobaan dengan rektan yang sedikit dan
hasilnya dapt ditentukan dengan mengukur substrat yang teredegradasi. Titer yang diukur
tidak spesifik satu jenis saja, dan merupakan antibodi polimonoklonal. Akan tetapi
sebagian besar berupa subkelas IgG karena divaksinasi Havrix secara i.p. untuk IgM dan
IgA akan lebih besar keluar jika divaksinasi secara rectal.
Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah mikropipet dilapisi
dengan vaksin hepatitis B 100 µl dalam coating buffer sebanyak 10 ml. Dalam hal ini
coating buffer yang digunakan adalah PBS. Kemudian dimasukkan pada tiap sumuran
kemudian diinkubasi 4°C agar antigen benar-benar teradsorbsi kuat pada mikroplet.
26
Lama inkubasi harus diperhatikan dan tidak boleh terlalu lama yaitu sekitar 1jam, karena
jika terlalu lama akan menimbulkan reaktivitas antigen-antibodi akibat pelapisan yang
berlebihan. Peningkatan jumlah antigen maka laju pelepasan antigen akan lebih cepat.
Hal tersebut akan menghambat pengikatan antibody terhadap antigen sehingga akan
menurunkan sensitivitas. Konsentrasi antigen yang tinggi juga dapat menyebabkan
kerapatan pengikatan antigen yang tinggi pada matriks padat sehingga dapat merubah
konformasi antigen serta mengurangi tempat pengikatan sterik antibody. Hal tersebut
dikarenakan oleh susunannya yang rapat dan berlapis-lapis.
Langkah berikutnya yaitu mencuci dengan PBST20 sebanyak tiga kali. Tujuan dari
pencucian ini adalah untuk menghilangkan antigen yang terikat pada pada mikroplate
untuk mengurangi reaksi pengikatan non-spesifik. Mikropipet kemudian dilakukan
pemblokingan menggunakan BSA 1% dalam PBS sebanyak 100µl kemudian diinkubasi
selama 1 jam pada suhu 37ºC. dengan pemblokingan ini cairan BSA 1% akan menutupi
tempat-tempat yang kosong sehingga reaksi non-spesifik dapat dihambat. Penghambatan
ini sangatlah penting karena karena jika tidak dihambat akan mengganggu hasil analisis.
Perlakuan inkubasi dimaksudkan agar pemblokingan dapat terjadi secara sempurna.
Kemudian dicuci kembali menggunakan PBST20 sebanyak tiga kali, untuk
menghilangkan BSA yang tidak terikat. Sumuran kemudian ditambahkan dengan serum
yang telah diencerkan dengan PBS, dengan faktor pengenceran 10 kali. Serum yang
ditambahkan pada tiap sumuran adalah sebanyak 100µl. Setelah penambahan serum
maka mikroplate diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37ºC. Hal ini dimaksudkan agar
antibodi yang terkandung dalam serum dapat dapat mengenali dan berikatan dengan
antigen yang telah terikat pada mikroplate. Kemudian dilanjutkan dengan pencucian
kembali menggunakan PBST20 sebanyak tiga kali, dengan maksud untuk menghilangkan
bahan-bahan lain serta antibodi yang tidak terikat pada antigen pada mikropiopet,
sehingga gangguan analisis dapat diminimalisir.
Kemudian dilakukan penambahan konjugat sebanyak 100µl yang telah
diencerkan dengan PBS sebanyak 10 kali. Setelah penambahan konjugat maka dilakukan
inkubasi selama 1 jam dalam suhu 37 ºC. Hal ini dimaksudkan agar konjugat dapat terikat
sempurna dengan antibodi yang telah berikatan dengan antigen. Konjugat ini merupakan
antibodi kedua yang membawa enzim. Konjugat yang digunakan adalah Whole conjugate
27
yang berisi IgA, IgM, IgG, dan enzim pendegradasi substrat. Selanjutnya dilakukan
pencucian kembali menggunakan PBST20 untuk menghilangkan konjugat yang tidak
terikat dengan antibodi pertama. Kemudian ditambahakan substrat ODP (O-
Phenilenediamine). Substrat yang dimasukkan dalam tiap sumuran sebanyak 100 µl yang
kemudian diinkubasi selama 10 menit dalam suhu kamar. Substrat yang digunakan ini
bersifat sebagai kromogenik sehingga saat substrat terdegradasi oleh enzim yang terikat
pada konjugat maka akan terbentuk warna yang dapat terbaca pada ELISA reader.
Perlakuan inkubasi dimaksudkan agar reaksi degradasi substrat oleh dapat dapat berjalan
sempurna. Pada akhir perlakuan dilakukan penyetopan menggunakan H2SO4 2.5
sebanyak 10 µ untuk tiap sumuran. Tujuan pemberian H2SO4 ini dimaksudkan agar
menghentikan reaksi degradasi yang terjadi. Tahap akhir yaitu pembacaan absorbansi
pada 492 nm denagn ELISA reader dan hasilnya dianalisis secara statistic dengan
membandingkan nilai absorbansi yang terbentuk yang dianalogkan dengan jumlah
antibody yang terikat pada mikroplate untuk tiap-tiap perlakuan yang diambil serumnya
pada hari yang bertahap.
Langkah ELISA diawali dengan berikatannya antigen yang dilapisi pada
mikroplate dengan antibodi yang berasal dari mencit. Antibodi tersebut merupakan
antibodi pertama. Ikatan antigen-antibodi pertama akan kuat adan tidak terlepas saat
pencucian jika antigen spesifik terhadap antibodi pertama. Konjugat yang ditanbahkan
merupakan antibodi kedua yang mengikat enzim, antibodi kedua ini berikatan secara
spesifik dengan antibody pertama. Pada tahap kahir, ditambahkan substrat kromogenik.
Substrat secara spesifik akan berikatan dengan dengan enzim yang dibawa oleh antibodi
antibodi kedua dan substrat akan terdegradasi oleh enzim kan membentuk warana yang
dapat dibaca oleh ELISA. Pada warna yang terbentuk adalah orange. Absorbansi yang
terukur menunjukkan keberadaan antibodi yang pada serum mencit karena absorbansi
setara dengan jumlah substrat yang terdegradasi oleh enzim. Jumlah substrat sertara
dengan enzim, dan jumlah enzim setara dengan jumlah antibodi kedua. Antibodi kedua
ini jumlahnya sebandung dengan antibodi pertama. Maka secara tidak langsung
absorbansi menggambarkan jumlah antibodi pertama yang terdapat dalam hewan uji.
Maka ELISA yang dipakai dalam percobaan in adalah ELISA secara tidak langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam ELISA:
28
1. Pencucian harus mengenai seluruh bagian sumuran dan diulangi sebanyak tiga
kali setiap pencucian agar reaktan yang tidak diperlukan tidak ikut dalam reaksi-
reaksi selanjutnya. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan semua materi dari
luar dan yang ikatannya longgar dari permukaan fase padat. Jika pencucian tidak
dilakukan maka akan terbentuk ion berlapis ganda diffuse pada permukaan plastik
sumuran yang biasanya bermuatan negative sehingga pada bidang temu
lapisannya terganggu. Pencucian dilakukan sebanyak 4 kali:
a. Pencucian I : dilakukan setelah penempelan antigen pada substrat padat.
Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan antigen yang tidak terikat
pada substrat. Karena jika tidak dihilangkan maka antigen ini akan
berkompetisi dengan antigen yang terikat pada substrat padat dalam
mengikat antibody pada sampel.
b. Pencucian II : pencucian kedua dilakukan setelah antibody terikat pada
antigen (Ab-Ag). Hal ini bertujuan untuk menghilangkan antibody yang
tidak terikat pada antigen, antiboby berafinitas rendah serta senyawa lain
dalam serum yang dapat menggangu reaksi selajutnya. Di dalam tubuh
terdapat antibody yang berafinitas tinggi dan rendah, semakin tinggi
afinitasnya maka semakin kuat pula respon imunnya.
c. Pencucian III : pencucian ketiga dilakukan setelah panambahan AgE dan
kompleks Ag-Ab-AgE terbentuk. Pencucian ini bertujuan untuk
menghilangkan Age yang tidak terikat pada Ag-Ab.
d. Pencucian IV : pencucian keempat dilakukan setelah penambahan substrat
dan terjadi hidrolisa substrat ortho-phenylendiamine (OPD) oleh kompleks
Ag-Ab-AgE menjadi senyawa berwarna. Pencucian ini dilakukan untuk
menghilangkan substrat yang tidak terhidrolisis.
2. Sebaiknya dilakukan pengenceran sempel dengan mengunakan PBS yang
mengandung Tween 20 untuk menghindari absorbsi non spesifik pada dinding
sumuran oleh partikel. Selain itu digunakan control sebagai pembanding.
3. Pengaruh pinggir lempeng mikro, menurut dogma pengaruh pinggir atau
terbentuknya warna yang tidak terduga lebih banyak pada pinggir sumuran
lempeng mikrotiter adalah karena perbedaan suhu antara bagian dalam dan luar
29
sumuran. Hal demikian benar terjadi apabila regen yang disimpan pada suhu
kamar atau suhu yang lebih rendah ditamba kelempeng mikrotiter yang kemudian
diinkubasi pada suhu 37 C. Namun ada 2 hipotesis suhu yang perlu dikemukakan:
a. Pengaruh pinggir ditemukan meski reagen diseimbangkan pada suhu
tertentu dan diinkubasi yang dilakukan pada suhu ini.
b. Gradient suhu yang terlihat paling banyak 1-2 c, tidak cukup tinggi untuk
menyebabkan serum dengan antigen fase padat.
Uji signifikansi antara base line dengan serum hari ke-14 dan hari ke-28 dengan
uji Pair Sample T Test ( Wilcoxon Signed rangks Test). Dari hasil uji tersebut taraf
signifikansi optikal density hari ke-14 dan hari ke-28 dengan base line adalah sebesar
0,102 dan 0,487. Hasil keduanya menunjukan tidak ada perbedan signifikan antara base
line dengan serum hari ke-14 maupun hari ke-28. Tidak adanya perbedaan nilai optikal
density sebelum dan sesudah diberi vaksin ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang
didapat lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada kemungkinan mencit pernah
terpapar antigen sebelum diberi vaksin.
Uji Statistic Data Elisa
Suatu data dikatakan baik jika data tersebut terdistribusi normal. Oleh karena itu
perlu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data tersebut terdistribusi normal
atau tidak. Uji ini dilakukan dengan uji normalitas Kolmodorof-Smirnov, uji ini
sebaiknya dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-model penelitian. Uji
normalitas ini bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variable yang akan
digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah
data yang memiliki distribusi normal. Dari uji distribusi hasil ELISA dengan uji
Kolmogorof-Smirnov (NPar Tests) menunjukan hasil terdistribusi normal. Untuk
meyakinkan bahwa data tersebut terdistribusi normal maka dilakukan uji homogenitas
varian (Oneway). Dari hasil uji homogenitas varian di dapat taraf signifikansi sebesar
0,006 yang berarti data tersebut tidak homogen. Taraf signifikansi menunjukkan
homogenitas data, sedangkan suatu data dikatakan homogen jika taraf signifikansinya di
atas 0,005. Oleh sebab itu, uji Anova tidak dapat dilakukan dan untuk uji stastistiknya
dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis.
30
Uji Kruskal-Wallis
Uji Kruskal-Wallis dilkukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai
optical density antar kelompok pada pengambila serum. Dari table hasil uji Kruskal-
Wallis didapat nilai signivikansi antar kelompok pada pengambilan serum hari ke-14
sebesar 0,033 dan nilai signifikansi antar kelompok pada pengambilan serum hari ke 28
sebesar 0.147. hal ini berarti pada pengambilan serum hari ke 14 terdapat perbedaan nilai
optical density yang signifikan antar kelompok karena nilai signifikansi dibawah 0,05.
Sedangkan pada pengambilan serum hari ke 28, tidak terdapat perbedaan nilai optical
density yang signifikan antar kelompok karena nilai signivikansinya di atas 0,05. Uji ini
tidak dapat menunjukkan kelompok mana saja yang berbeda signifikan dan kelompok
mana yang tidak berbeda signifikan. Oleh karena itu untuk mengetahui kelompok mana
saja yang berbeda signifikan dan yang tidak berbeda signifikan, maka dilakukan uji
Mann-Whitney. (hasil output SPSS ada di lampiran)
Uji Mann-Whitney
Uji Mann-Whitney merupakan bagian dari statistic non parametric yang bertujuan
untuk membantu para peneliti di dalam membedakan hasil kinerja kelompok yang
terdapat dalam sempel kedalam 2 kelompok dengan dua criteria yang berbeda. Uji ini
digunakan untuk mengetahui beda dengan menggunakan rata-rata variable dengan jumlah
data sample penelitian yang sangat sedikit (kurang dari 30). Uji mann-whitney di
gunakan untuk menguji satu variable kategori dengan satu variable ordinat. (Tommi
poltak Mario, hal 78). Data dikatakan berbeda secara signifikan apabila memiliki taraf
signifikansi < 0.05. Data yang berbeda signifikan adalah data antara kelompok: 1-4, 1-5,
4-6, 5-8, dan 5-9
Analisis pemberian ekstrak nangka sebagai immunomodulator.
Dari perbandingan optical density antara ekstrak nangka dengan kontrtol CMC
didapat indeks fagositik untuk menentukan kriteria immunostimulansi (menurut Wagner)
Indeks immunostimulan menurut wagner yaitu aktif sebagai immunostimulan
jika nilai indeks fagositik ( K) berbeda diantara 1-1,5.
Jika 1< k ≤1,5 bersifat immunostimulan sedang.
31
Jika nilai K > 1,5 bersifat immunostimulan kuat.
jika nilai K < 1,5 maka bersifat immunosupresan
Dari indeks fagositik (K) yang menunjukkan hasil:
a. immunosupresi = serum hari ke-14 perlakuan dosis polar 50,
serum hari ke-14 perlakuan dosis polar 100,
serum hari ke-14 perlakuan dosis non polar 100
serum hari ke-28 perlakuan dosis polar 50.
b. immunostimulan aktif sedang = serum hari ke-14 perlakuan dosis non polar 100
serum hari ke-14 perlakuan dosis non polar 200,
serum hari ke-28 perlakuan dosis polar 200
serum hari ke-28 perlakuan dosis non polar 200
c. immunostimulan tidak aktif = serum hari ke-14 perlakuan dosis polar 200
serum hari ke-28 perlakua dosis non polar 50
serum hari ke-28 perlakuan dosis non polar 100.
Isolasi Makrofag dan Limfosit
Makrofag merupakan antigen yang membantu proses antigen sedemikian rupa
sehingga menimbulkan interaksi dengan sel sistem imun spesifik. Makrofag dapat
diisolasi dari rongga peritonial atau perut mencit, mencit yang digunakan adalah mencit
jenis swiss.
Pertama-tama mencit dikorbankan dengan memasukkannya ke dalam wadah yang
telah dijenuhi oleh kloroform, tutup rapat-rapat. Setelah didiamkan, mencit yang mati
dibiarkan terlentang pada gabus yang telah diberi aluminium foil dan dijepit di kedua
kaki tangannya. Langkah berikutnya adalah, kulit bagian perut dibuka atau dibedah,
selubung peritoniumnya dilakukan sterilisasi dengan menggunkan alkohol 70%.
Kemudian disuntikkan RPMI sebanyak sekitar 5 ml pada rongga peritonium hingga
mengelembung, namun tidak sampai bocor, kemudian ditepuk-tepuk atau ditekan-tekan
secara perlahan-lahan agar makrofag yang berada dalam jaringan ikat dapat larut dalam
larutan RPMI. Pengambilan ini dipilah dalam rongga peritonium karena secara teoritis,
makrofag akan bermigrasi besar-besaran ke tempat terjadinya infeksi.
32
Vaksinasi yang dilakukan adalah secara intraperitonial maka dapat diasumsikan
makrofag akan banyak terdapat di rongga peritonial karena di sanalah terjadi infeksi.
Setelah campuran media dengan makrofag diaspirasi kembali ke rongga peritonial, maka
cairan tadi disenterifuge dan dihitung jumlahnya dengan menggunakan alat
hemositimeter di bawah mikroskop. Sebelum disentrifuge, limfosit dilisis dengan bantuan
Natrium Hiperklorat. Namun ternyata uji dengan alat hemositometer tidak dilaksanakan
karena alat yang tidak ada atau terbatas . Namun secara teoritis memperlihatkan bahwa
jumlah makrofag lebih kecil daripada limfosit, kadang hasil ujinya menunjukkan
kenaikan seiring dengan kenaikan kadar pemberian ekstrak daun nangka. Hal ini
kemungkinan besar karena antigen yang disuntikkan pada mencit adalah antigen spesifik
sehingga ketika dipaparkan , antibodi spesifik langsung diproduksi untuk mengikat
antigen tersebut. Hal ini menunjukkan adanya sel memori,yang mengenali antigen
bersangkutan, yang dihasilkan terhadap antigen karena vaksinasi dilakukan sebanyak tiga
kali pemejanan. Sebab, makrofag dikenal sebagai pengaktif limfosit karena salah satu
fungsinya adalah sebagai Antigen Presenting Cell(APC). Sebenarnya jumlah limfosit dan
makrofag pada manusia adalah sama, namun pada mencit jumlah limfositnya lebih
banyak daripada makrofag.
Pada praktikum, dilakukan dua kali sentrifugasi yaitu pada suhu kamar dan suhu
40 derajat celcius. Ternyata dihasilkan adanya perbedaan letak endapan. Pada suhu ruang
atau kamar, hasil endapannya terletak pada dinding sisi ependorf, sedangkan pada suhu
40 derajat celcius letak endapannya terletak di bawah. Jumlah makrofag mencit yang telah
diberi perlakuan ekstrak daun nangka memperlihatkan jumlah yang lebih besar pada
kontrol negatif dan pada kadar 10%, jumlahnya tampak lebih besar daripada perlakuan
dengan levamisol. Dengan demikian dapat disimpulkam bahwa meningkatnya kadar,
maka jumlah makrofagnya dan limfosit semakin meningkat. Kemampuan ekstrak daun
nangka relatif lebih besar daripada kekuatan levamisol dalam menginduksi proliferasi
makrofag dan limfosit karena jumlah limfosit dan makrofag yang dihasilkan ekstrak daun
nangka lebih banyak daripada perlakuan dengan levamisol.
Faktor-faktor kesalahan yang terjadi dalam praktikum ini sehingga datanya tidak
begitu signifikan, disebabkan oleh.:
1. faktor hewan uji
33
faktor kejiwaan mencit, yaitu mengalami sterss karena perlakuan yang lama,
perkelahian denagn sesamamanya di tempat dan pengambilan serum darah dari vena
mata yang memungkinkan menimbulkan respon imun yang tidak maksimal.
Suhu ruangan yang terlalu panas sehingga metabolisme tubuh dan kekebalan mencit
tidak teratur.
2. faktor praktikan
pemberian makan yang kurang teratur, atau tidak pasti setiap harinya.
Pemberan ekstrak yang dimuntahakan mencit karena ketidakatepatan dalam
menyuntikkannya.
Penyuntukan vaksin yang tidak tssepat pada rongga peritonial.
Pengambilan darah yang tidak tepat karena tekanan oleh tangan praktikan
Waktu yang tidak sama saat pendiaman darah saat koagulasi , dikhawatirkan jika
terlalu lama terdapat protein pengganggu dan terjadi hemolisis.
Kekeliruan saat pelabelan mencit
Warna limpa hasil isolasi yang tidak sesuai yang diharapkan, karena sel limfosit yang
tidak semuanya bisa dikeluarkan.
Kebocoran selaput peritonial saat isolasi makrofag yang kemungkinan makrofag ada
yang tercecer.
Masih adanya sisa pereaksi pada alat–alat ELISA karena pencucian yang tidak
sempurna.
Pengenceran yang tidak tepat
Ketelitian saat penghitungan jumlah limfosit dan makrofag pada hemositimeter
3. faktor alat dan bahan
spesifitas dan sensitivitas alat yang kuranag sempurna karena memberikan serapan
meskipun dalam keadaan kosong.
pereaksi elisa yang sudah tidak murni lagi dan terkontaminasi sehingga ikatan antara
antigen antibodinya kurang kuat.
enzim yang digunakan sudah berkuarang aktivitasnya sehingga terjadi penurunan
kemmpuan mengikat substrat.
34
blanko yang digunakan tidak murni lagi , justru memberikan serapan lebih besar
daripada sampel.
saat pengambilan serum , mikropipetnya tidak disertai heparin sehingga banyak darah
yang tertinggal dalam mikropipet sehingga didapat serum yang kurang mencukupi.
8. KESIMPULAN
1. Imunisasi atau vaksinasi adalah suatu prosedur untuk meningkatkan derajat
imunitas seseorang terhadap patogen tertentu atau toksin.
2. Obat-obat golongan imunomodulator bekerja menurut tiga cara, yakni:
imunorestorasi, imunostimulasi, dan imunosupresan.
3. Imunisasi sendiri dapat terjadi secara alamiah ataupun buatan, masing-masing
dibedakan menjadi imunisasi aktif dan pasif.
4. Percobaan yang dilakukan kali ini termasuk imunisasi aktif. Karena hepatitis B
mengaktifkan limfosit
5. Levamisol merupakan imunomodulator yang memperbaiki fungsi system imun
yang menurun.
6. Tidak ada perbedaan nilai optikal density sebelum dan sesudah diberi vaksin,
ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang didapat lebih besar dari 0,05.
7. Suatu data dikatakan baik jika data tersebut terdistribusi normal dengan dilakukan
uji normalitas.
8. Meningkatnya kadar ditunjukkan dengan jumlah makrofag dan limfosit yang
semakin meningkat.
9. Ekstrak daun nangka sebagai imunostimulan pada ekstrak non polar 50 mg/kgBB
(hari ke 28), non polar 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB.
10. Ekstrak daun nangka sebagai imunosupresan terdapat pada ekstrak polar 50
mg/kgBB, polar 100 mg/kgBB dan non polar 50 mg/kgBB.
11. Pengaruh ekstrak nangka sebagai imunomodulator dipengaruhi oleh dosis, rute
pemberian dan waktu pemberian, serta kondisi hewan uji.
12. Ekstrak daun nangka memberikan perubahan terhadap titer antibodi pada mencit
yang diinduksi oleh vaksin Hepatitis B.
35
9. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Modulasi Respon Imun Spesifik dan Non-spesifik oleh Daun Dewa [Gynura
Procumbens (Lour.) Merr, Asteraceae] pada Mencit BALB/c, Departemen
Farmasi FMIPA ITB: Bandung
Iwo, Maria Immaculata, dkk, 2004. Risalah Ilmiah Nasional Hasil Penelitian Farmasi.
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta
Mario, Tommi Poltak, dkk, 2006. SPSS untuk Paramedis. Ardana Media: Yogyakarta
Yogyakarta, 14 Mei 2007
Praktikan,
Golongan IV FBA
36
top related