laporan kasus besar all
Post on 12-Jan-2016
49 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KASUS BESAR
SEORANG PEREMPUAN 32 TAHUN DENGAN
ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM, LEUKOSITOSIS
DENGAN SPLENOMEGALI, DAN SEVERE
TROMBOSITOPENIA
DiajukanuntukmelengkapisyaratkepaniteraanKlinik Senior
DibagianIlmuPenyakitDalam
Pembimbing:
Prof. dr. Catharina Soeharti,PhD, SpPD, K-HOM
Disusunoleh:
Artika Ramadhani
22010113210050
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
1
HALAMAN PENGESAHAN
Nama Mahasiswa : Artika Ramadhani
N.I.M : 22010113210050
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK UNDIP
Judul Kasus : SEORANG PEREMPUAN 32 TAHUN DENGAN
ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROMIK,
LEUKOSITOSIS DENGAN SPLENOMEGALI,
SEVERE TROMBOSITOPENIA
Pembimbing : Prof. Dr. Catharina Soeharti, PhD, Sp.PD, K-HOM
2
Semarang, 7 April 2015Pembimbing
Prof.dr. Catharina Soeharti, PhD,SpPD, K-HOM
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. E
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Alamat : Kedungsukun Tegal Jateng
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Bangsal : Rajawali 6A
Masuk RS : 19 Maret2015
No CM : C526455
II. DATA DASAR
A. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal19 Maret 2015, pukul 14.00 WIB
Keluhan Utama :Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
1 bulan yang lalu pasien merasa lemas pada seluruh tubuh.
Lemas dirasakan semakin memberat dan terus menerus sehingga
membuat pasien sulit beraktivitas. Lemas berkurang bila pasien istirahat.
Lemas disertai dengan pandangan berkunang (+), gusi berdarah (+), mual
(+), muntah (+) setiap kali makan, lebam pada tangan dan kaki (+)
semakin lama bertambah banyak, penurunan berat badan (+), kulit pucat
(-),mimisan (-), gusi bengkak (-), demam (-), keringat pada malam hari(-),
nyeri tulang (-), muntah darah (-), BAK seperti teh (-), BAB hitam (-).
Pasien kemudian memeriksakan diri ke RSUD Tegal dikatakan kelainan
darah kemudian dirujuk ke RSUP dr Kariadi Semarang.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat transfusi berulang di RSUD Tegal
- Rawat inap I : 6 kantung darah merah dan 6 kantung darah kuning
- Rawat inap II : 4 kantung darah kuning
Riwayat menorrhagia (+) 1 bulan yang lalu, ganti pembalut >8x sehari
Riwayat kelainan darah (-)
Riwayat perdarahan tidak berhenti (-)
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit kelainan darah (-)
Riwayat keganasan (-)
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis(-)
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga,Mempunyai seorang anak. Tinggal
di rumah sederhana, makan 3 kali sehari. Biaya pengobatan dengan
BPJS. Kesan sosial ekonomi kurang.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanggal19 Maret2015 pukul 14.00 WIB :
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
:
:
Lemah
Composmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC aksiler
Status Gizi :
4
BB : 43Kg
TB : 150cm
BMI
Kesan
:
:
19.1 kg/m2
Normoweight
Kepala
Wajah
:
:
Alopesia (-)
Pucat (-)
Kulit
Mata
:
:
Ekhimosis (+) pada tangan dan kaki
Konjungtiva palpebra pucat (-/-)
Telinga : Discharge (-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung : Discharge (-), mimisan (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), Mukosa mulut pucat (-), Hipertrofi
ginggiva (-), Perdarahan gusi (-), atrofi papil lidah (-)
Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : Trakea di tengah, JVP R+1, pembesaran KGB(-)
Thorax : Bentuk normal, pembesaran nnll axilla (-)
Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC V2cm medial LMCS, tidak
kuat angkat, thrill(-), pulsasi parasternal
(-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-).
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC V 2 cm medial LMCS
Pinggang jantung : cekung
Auskultasi
Paru depan
: HR 80x/menit, BJ I-II normal, bising (-), gallop
(-)
5
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD: Vesikuler, ST: (-)
Paru belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD: Vesikuler, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
:
:
BU (+) normal
Timpani, PS (+)N, PA (-), area traube pekak
Supel, hepar tak terabadan lien membesar 4
cm dibawah arcus costa (schuffner II) dengan
tepi tumpul, konsistensi kenyal, nyeri tekan
(-), permukaan rata, incisura lienalis (-)
Teraba 4 cm dibawah arcus costa
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
6
Pucat
Ekhimosis
-/-
+/+
-/-
+/+
Ekstremitas superior Inferior
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Klinik
19/03/2015 ( pada saat masuk ) Nilai Normal/Satuan
HEMATOLOGIHemaglobin 8.1 (↓) 12.0-15.0 g/dlHematokrit 22,6 (↓) 35-47%Eritrosit 2,6 (↓) 4,4-5,9 jt/mmkMCH 30,5 27-32 PgMCV 85,1 76-96 fLMCHC 35,8 29-36 g/dlLeukosit 9.8 3,6-11 ribu/mmkTrombosit 16,0 (↓) 150-400 ribu/mmkRDW 16,5 (↑) 11,6 – 14,8 %
MPV 12,3 (↑) 4 – 11 fL
7
KIMIA KLINIKGlukosa sewaktu 114 80 – 160 mg/dlUreum 39 15-39 mg/dLKreatinin 0,4 0,60-1,30 mg/dLELEKTROLITNatrium 141 136-145 mmol/LKalium 4,0 3,5-5,1 mmol/LChlorida 99 98-107 mmol/L
HEMATOLOGIHITUNG JENIS
Eosinofil 2%Basofil 0%Batang 0%Segmen 37%Limfosit 51%Monosit 1%AMC 7%BLAST 1%MIELOSIT 1%ERITROSIT BERINTI 38/100
Gambaran darah tepiEritrosit Anisositosis ringan (Normokrom
mikrositik)Poikiositosis ringan (ovalosit, pear shape cell, tear drop cell)Polikromasi (+)Eritrosit muda (+)
Trombosit Estimasi jumlah menurunBentuk besar (+)
Leukosit Estimasi jumlah leukosit normalLimfositotosis (+)Atypical mononuclear cell 7 % dengan ratio inti sitoplasma besar, kromatin agak padat, anak inti tak jelas, sitoplasma kebiruan, Blast 1%
Kesan Curiga keganasan hematologi akut
8
Pemeriksaan X-Foto Thoraks AP (19 Maret 2015)
Cor : Bentuk dan letak jantung normalPulmo : Corakan vaskuler normal
Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru Hemidiafragma kanan setinggi costa 9 posterior Sinus costofrenikus kanan, kiri lancip
Kesan : Cor tidak membesar Pulmo tak tampak kelainan
RESUME
1 bulan yang lalu pasien merasa lemas pada seluruh tubuh.
Lemas dirasakan semakin memberat dan terus menerus sehingga
9
membuat pasien sulit beraktivitas. Lemas berkurang bila pasien istirahat.
Lemas disertai dengan pandangan berkunang (+), gusi berdarah (+), mual
(+), muntah (+) setiap kali makan, lebam pada tangan dan kaki (+)
semakin lama bertambah banyak, penurunan berat badan (+).
Pasien memiliki riwayat transfusi berulang (+) di RSUD tegal,
pada rawat inap pertama pasien ditransfusi 6 kantung darah merah dan 6
kantung darah kuning, pada rawat inap kedua pasien ditransfusi 4 kantung
darah kuning. Pasien memiliki riwayat menorrhagia (+) 1 bulan yang lalu,
ganti hingga pembalut > 8x sehari.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ekhimosis pada ekstremitas
superior dan inferior, pada pemeriksaan abdomen ditemukan lien
membesar 4 cm dibawah arcus costae (schuffner II) dengan tepi tumpul,
konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), permukaan rata, incisura lienalis (-).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia normositik
normokrom dengan hemoglobin 6,19 gr%, trombositopenia 7,0 ribu/mmk,
dan leukositosis 25,7 ribu/mmk. Pada gambaran darah tepi leukosit
didapatkan limfositosis (+), atypical mononuclear cell 7% dan blast 1 %.
DAFTAR ABNORMALITAS
1. Lemas
2. Pandangan berkunang
10
3. Lebam pada tangan dan kaki
4. Penurunan berat badan
5. Riwayat mual muntah
6. Riwayat gusi berdarah
7. Riwayat menorrhagia
8. Riwayat transfusi berulang
9. Splenomegali (schuffner II)
10. Ekstremitas superior dan inferior ekhimosis (+/+)
11. Anemia normositik normokrom
12. Severe trombositopenia 7 ribu/mm3
13. Leukositosis 25,7 ribu/mmk
14. Hitung jenis : blast 1%
15. Gambaran darah tepi : limfositosis (+), AMC 7 % dan blast 1 %
I. DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tgl No Masalah Pasif Tgl
1 Anemia normositik normokrom 19/03/2015
2 Leukositosis dengan
splenomegali, gambaran darah
tepi blast 1 %
19/03/2015
3 Severe trombositopenia 19/03/2015
II. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1. Problem 1 : Anemia normositik normokrom
Assessment : Perdarahan akut
11
Tanda hemolisis positif
Kelainan sumsum tulang
Ip Dx : Retikulosit
Ip Rx : Infus RL 20 tpm
Diet biasa 1500 kkal
Transfusi PRC 2 kolf
Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, cek lab darah rutin post transfusi
Ip Ex :Menjelaskan tanda-tanda reaksi transfusi.
2. Problem 2: Leukositosis dengan splenomegali, blast 1% pada gambaran darah
tepi
Assesment : Keganasan hematologi akut
Keganasan hematologi kronis
Ip Dx : BMP, BMB, asam urat, LDH, USG abdomen
Ip Rx : -
Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, darah rutin
Ip Ex : Menjelaskan tentang prosedur BMP dan informed consent
3. Problem 3 : Severe trombositopenia
Assessment : Gangguan produksi trombosit sekunder problem 2
Ip Dx : BMP, BMB
Ip Rx : Transfusi trombosit 8 kolf
Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, tanda tanda perdarahan, darah rutin
post transfusi
Ip Ex : Menjelaskan tanda-tanda reaksi transfusi
Catatan Kemajuan
Tanggal
Keadaan Klinis Assesment Terapi dan Tindakan
12
23/03/2015
S : Lemas (+),O :TD:110/70 mmHgN : 80x/ menitRR : 20x/ menitTemp: 36,6°C
1. Anemia normositik normokromik Ass: Perdarahan akut Tanda hemolisis positif Kelainan sumsum tulang
2. Leukositosis dengan splenomegali,gambaran darah tepi blast 1% Ass :Keganasan hematologi akut Keganasan hematologi kronis
3. Severe trombositopeniaAss : Gangguan produksi trombositsekunder problem 2
Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalBMP, BMB
Monitor:
Keadaan umum, tanda vital,darah rutin
25/03/2015
S : Lemas (+),O : TD : 130/70 mmHg N : 86x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,6°C Hb : 6.19 g/dl Ht : 17,4 % Eritrosit : 1,97 jt /mmk Trombosit : 7000 /mmk Leukosit : 25.700 /mmk
1. Anemia normositik normokromik Ass: Perdarahan akut Tanda hemolisis positif Kelainan sumsum tulang
2. Leukositosis dengan splenomegali,gambaran darah tepi blast 1% Ass :Keganasan hematologi akut Keganasan hematologi kronis
3. Severe trombositopeniaAss : Gangguan produksi trombosit
sekunder problem 2
Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalTransfusi PRC 2 kolfTransfusi TC 8 kolfPremedikasi difenhidramin 10 mg iv
Monitor:
Keadaan umum, tanda vital,Cek darah rutin post transfusiTunggu hasil BMP, BMB
28/3/2015
S : Lemas (+),O : TD:110/70 mmHg N : 80x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,5°C Hb: 9.5 g/dl Ht: 28.8 % Eritrosit: 3,4 jt/mmk Trombosit: 11.000/mmk Leukosit:25.900/mmk
1. Anemia normositik normokromik Hb naik menjadi 9,5 g/dl
2. Leukositosis dengan splenomegali, gambaran darah tepi blast 1% Ass : Keganasan hematologi akut Keganasan hematologi kronis
3. Severe trombositopenia Trombosit naik menjadi 11.000/mmk
Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalTransfusi TC 8 kolf premedikasi difenhidramine 10 mg iv
Monitor:
Keadaan umum, tanda vital, cek darah rutin post transfusiTunggu hasil BMP, BMB
30/3/2015
S : Lemas (+),O : TD:110/70 mmHg N : 80x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,3°C Hb: 9,78 g/dl Ht: 27,3 %
1. Anemia normositik normokromik Hb naik menjadi 9,78 g/dl
2. Leukositosis dengan splenomegali, gambaran darah tepi blast 1% Ass : Keganasan hematologi akut
Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkal
MonitorKeadaan umum, tanda vital,Tunggu hasil BMP,
13
Eritrosit: 3, 15 jt/mmk Leukosit: 21.900 /mmk Trombosit: 25.300/mmk
Keganasan hematologi kronis
3. Severe trombositopenia Trombosit naik menjadi 25.300/mmk
BMB
31/3/2015
S : Lemas (+),O : TD:110/70 mmHg N : 82x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,4°C
Pembacaan Preparat BMPTempat Aspirasi SIPS Dextra,konsistensi tulang keras, aspirasi sulit,fragmen sumsum tulang sedikit,selularitas hiperselulerJumlah sel yang dihitung:300 sel
Blas 0 %
Promielosit 0 %
Mielosit neutrofil 1 %
Mielosit eosinofil 0 %
Mielosit basofil 0 %
Metamielosit neutrofil 1 %
Metamielosit eosinofil 0 %
Metamielosit basofil 0 %
Staff neutrofil 1 %
Staff eosinofil 0 %
Staff basofil 0 %
Segmen neutrofil 5 %
Segmen eosinofil 1 %
Segmen basofil 0 %
Total granulosit 9 %
Limfoblas 42 %
Prolimfosit 0 %
Limfosit 30 %
Plasmoblas 0 %
Proplasmosit 0 %
Plasmosit 0 %
Sel retikulum 0 %
Monoblas 0 %
Promonosit 0 %
Monosit 1 %
Proeritroblas 0 %
Basofilik eritroblas 0 %
Polikromatik eritroblas 5 %
Ortokromatik eritroblas 13 %
Total eritroid 18 %
1. Anemia normositik normokromik Akibat kelainan sumsum tulang (ALL L1)
2. Leukositosis dengan splenomegali,gambaran darah tepi blast 1% ALL L1
3. Severe trombositopenia Gangguan pada produksi trombosit
oleh karena ALL L1
Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalPRC 1 kolfPro kemoterapiHyper CVAD
MonitorKeadaan umum, tanda vital,Cek darah rutin post transfusi
14
M : E ratio = 0,5 :1Megakariosit tampakSBB : predominan positifSmudge sel (+)/positif
Resume:Megakariosit tampak,maturasi normal, trombosit menurun,Maturasi diseritropoesis(inti ganda),simpanan besi +3 tanpa kontrol,granulopoiesis aktifitas menurun,maturasi normal,Dispersi neutrofilik ratio M:E =0.5:1Limfoblas 42%, limfosit 30%, monosit 0% ,sel plasma 0%
Kesimpulan :Sumsum tulang hiperselulerPeningkatan aktivitas seri limfositdengan limfoblast 42% ukurankecil-kecil monotonKesan: sesuai gambaran ALL L1
2/4/2015
S : Lemas (+),O : TD:110/70 mmHg N : 80x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,2°C Hb: 12,2 g/dl Ht: 36,9 % Eritrosit: 4,29 jt/mmk Leukosit: 14.100 /mmk Trombosit:15.900/mmk
Analisa Patologi Anatomi:Sediaan biopsi SIPS kanandengan diagnosa klinis bisitopenia
Makroskopik:1 keping jaringan panjang 0,6 cmdiameter 3 cm putih keras
MikroskopikSelularitas :hiposelular ringan menurut umurLemak :sel: sulit dinilaiMieloid:eritoid : 2:1
Hasil BMB mendukung diagnosisAcute Lymphoblastic Leukemia (ALL)
Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalPro kemoterapi hyper CVAD
Monitor:Keadaan umum, tanda vital
15
Sel blast > 30% terutama sel limfoblastMegakariosit atipik: dapat ditermukanLimfosit matur : dapat ditemukanTrabekula tulang: melebarParatrabekular space : melebarStroma sumsum tulang : fibrotik
Kesimpulan:sumsum tulang hiposeluler ringandapat menyokong akut limfoblastik leukemia
BAB II
16
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia
Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa hemoglobin
yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah kadar
normal hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit.1,2
Untuk menjabarkan definisi anemia diatas maka perlu ditetapkan batas
hemoglobin atau hematokrit yang kita anggap sudah terjadi anemia. Batas ini disebut
cut off point, yang umum dipakai adalah kriteria WHO tahun 1968 yaitu dinyatakan
anemia apabila1:
- Laki dewasa : Hb < 13 g/dl
- Perempuan dewasa tak hamil : Hb < 12 g/dl
- Perempuan hamil : Hb < 11 g/dl
- Anak umur 6-14 tahun : Hb < 12 g/dl
- Anak umur 6 bulan-6 tahun : Hb < 11 g/dl
Sedangkan untuk alasan praktis kriteria klinis dirumah sakit di Indonesia
pada umumnya
- Hb < 10 g/dl
- Ht < 30 %
- Eritrosit < 2,8 juta/mmk
Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Klasifikasi
derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut:
- Ringan sekali : Hb 10 g/dl – cut off point
- Ringan : Hb 8 g/dl – Hb 9.9 g/dl
- Sedang : Hb 6 g/dl – Hb 7.9 g/dl
- Berat : Hb < 6 g/dl
Anemia dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, klasifikasi yang sering
dipakai adalah:
1. Klasifikasi morfologik yang berdasarkan morfologi eritrosit pada
pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit.
17
Dengan melihat morfologi anemia maka dapat diduga penyebab anemia
tersebut.1,2,3
A. Anemia hipokromik mikrositer ( MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalasemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
B. Anemia normokromik normositer ( MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia aplastik-hipoplastik
3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia mieloplastik
6. Anemia pada gagal ginjal kronik
7. Anemia pada mielofibrosis
8. Anemia pada sindrom mielodisplastik
9. Anemia pada leukemia akut
C. Anemia makrositer ( MCV > 95 fl )
1. Megaloblastik
a. Anemia defisiensi folat
b. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Nonmegaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodisplastik
2. Klasifikasi etiopatogenesis yang berdasarkan etiologi dan patogenesis
18
terjadinya anemia
A. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Vitamin B12 dan asam folat disebut sebagai anemia megaloblastik
2. Gangguan utilisasi besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang
a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak: anemia
aplastik/hipoplastik
b. Penggantian oleh jaringan fibrotik/tumor: Anemia
leukoeritoblastik/mieloptisik
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui
a. Anemia diseritropoetik
b. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Kehilangan eritrosit dari tubuh
1. Anemia pasa perdarahan akut
2. Anemia pasca perdarahan kronik
C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh
1. Faktor ekstrakorpuskuler
a. Antibodi terhadap eritrosit
i. Autoantibodi-AIHA
ii Isoantibodi-HDN
b. Hipersplenisme
c. Pemaparan terhadap bahan kimia
d. Akibat infeksi bakteri/parasit
e. Kerusakan mekanik
2. Faktor intrakorpuskulr
a. Gangguan membran
i. Hereditary spherocytosis
ii. Hereditary eliptocytosis
19
b. Ganggua enzim
i. Defisiensi pyruvate kinase
ii. Defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin
i. Hemoglobinopati struktural
ii. Thalasemia
D. Bentuk campuran
E. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas
Pada dasarnya anemia timbul karena2 :
1. Anoksia organ target, karena berkurangnya jumlah oksigen yang
dapat dibawa oleh darah ke jaringan menimbulkan gejala pada organ
yang terkena.
2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia:
- Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkat enzim
2,3 DPG (2,3 diphospho glycerate)
- Meningkatkan curah jantung
- Redistribusi aliran darah
- Menurunkan tekanan oksigen darah
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut
dengan sindrom anemia.
Eritrosit/hemoglobin menurun
Kapasitas angkut oksigen menurun
Anoksia organ target Mekanisme kompensasi tubuh
Gejala anemia
Gejala anemia biasanya timbul apabila hemoglobin menurun kurang dari 7
20
atau 8 g/dl. Berat ringannya gejala tergantung pada berikut2:
1. Beratnya penurunan kadar hemoglobin
2. Kecepatan penurunan hemoglobin
3. Umur: adaptasi orang tua lebih jelek, gejala lebih cepat timbul
4. Adanya kelainan kardiovaskular sebelumnya
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada
setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di
bawah nilai tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena: anoksia organ,
mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.2
Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simptomatik) apabila kadar
hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum anemia
tergantung pada: derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan
hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung paru sebelumnya.2
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenia gejala yaitu:
1. Gejala umum anemia.
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia
setelah penurunan hemoglobin <7g/dL. Sindrom anemia terdiri dari rasa
lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin, mata berkunang-kunang, kaki
terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien
tampak pucat, dilihat dari konjunctiva, mukosa mulut, telapak tangan dan
jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik.
2. Gejala khas masing-masing anemia.
- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis
dan kuku sendok.
- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitamin B12.
- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, hepatomegali.
21
3. Gejala Penyakit Dasar
Diagnosis1,2
Langkah – langkah untuk menegakkan diagnosis anemia :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
Warna kulit : pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning
seperti jerami
Purpura : petechia dan echymosis
Kuku : koilonychias (kuku sendok)
Mata : ikterus, kunjungtiva pucat, perubahan fundus
Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis
dan stomatitis angularis
Limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali.
3. Pemeriksaan laboraturium hematologik
- Tes penyaring : kadar Hb, indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), apusan
darah tepi
- Pemeriksaan rutin : LED, hitung diferensial, hitung retikulosit
- Pemeriksaan sumsum tulang
- Pemeriksaan atas indikasi khusus
Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi tranferin dan
feritin serum
Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
Anemia hemolitik hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforsis Hb
Anemia pada leukemia akut : pemeriksaan sitokimia
- Pemeriksaan laboratorium nonhematologik : faal ginjal, faal endokrin,
asam urat, faal hati, biakan kuman, dll
- Pemeriksaan penunjang lain :
Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
Radiologi : toraks, bone survey, USG, limfangiografi
Pemeriksaan sistogenetik
22
Pemeriksaan biologi molekuler (PCR, FISH)
Transfusi Darah
Transfusi adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari donor
kepada resipien.
Jenis-Jenis Transfusi Darah
Bahan-bahan yang dapat ditranfusikan antara lain:4
a. Darah (whole blood), u unit darah (250-450 ml) dengan antikoagulan
sebanyak 15 ml / 100 cc darah. Dilihat dari masa penyimpanannya maka
whole blood dapat dibagi dua, yaitu:
darah segar (fresh blood) yaitu darah yang disimpan kurang dari 6
jam, masih lengkap mengandung trombosit dan faktor pembekuan.
darah yang disimpan (stored blood): darah yang sudah disimpan
lebih dari 6 jam. Darah dapat disimpan sampai 35 hari tetapi
kandungan trombosit dan sebagian faktor pembekuan sudah
menurun jumlahnya.
Indikasi :
Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma
atau luka bakar.
Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari
25% dari volume darah total.
b. Komponen darah
preparat sel darah merah
o Sel darah merah yang dimampatkan (packed red cell) . Darah
dipekatkan sehingga mencapai hematokrit 70-80 % yang
berarti menghilangkan 125-150 ml plasma dari satu unit nya.
PRC merupakan pilihan untuk anemia kronik karena
volumenya yang lbih kecil dibandingkan dengan whole blood.
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien
23
tanpa menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan
menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah:
- Mengurangi kemungkinan penularan penyakit
- Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
- Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga
kemungkinan overload berkurang
- Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.
Indikasi: :
- Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000
ml.
- Hemoglobin <8 gr/dl.
- Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama :
(misalnya empisema, atau penyakit jantung iskemik)
- Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.
o Sel darah merah yang dicuci (washed red cell) atau
leucocyte-platelet and plasma poor RBC. Preparat ini
berguna untuk mencegah reaksi tranfusi. Dapat diberikan
pada Autoimmune Hemolytic Anemia dan untuk
mengurangi sensitisasi terhadap antigen leukosit.
Diberikan untuk penderita yang alergi terhadap protein
plasma.
Konsentrat trombosit (platelet concentrate) preparat ini dipakai
untuk mengatasi keadaan trombositopenia berat, misalnya pada
leukemia akut, anemia aplastik, atau ITP.
Indikasi pemberian komponen trombosit ialah :
1. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan
jumlah trombositnya kurang dari 50.000/mm3. Misalnya
perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia, anemia
aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang
karena pemberian sitostatika terhadap tumor ganas.
2. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun
24
hipertensi portal juga memerlukan pemberian suspensi
trombosit prabedah.
Konsentrat granulosit (granulocyte concentrate) Dipakai untuk
leukopenia berat dengan netrofil <0,5 x 109/L
Five percent albumin solution = plasma protein fraction: preparat
ini dipakai untuk penggantian volume plasma pada luka bakar,
kedaruratan abdomen, dan trauma jaringan yang luas
Fresh frozen plasma (plasma segar dibekukan): mengandung
plasma dan faktor koagulasi labil (faktor V dan faktor VIII).
Preparat ini dibuat dari donor tunggal sehingga resiko penularan
hepatitis rendah. Efek samping berupa urtikaria, menggigil,
demam, hipervolemia.
Indikasi :
1. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)
2. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat
perdarahan yang mengancam nyawa.
3. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang
abnormal setelah transfusi massif
4. Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor
pembekuan
Cryoprecipitate: mengandung F VIII (80-100 unit), faktor von
Willebrand, F. XIII, fibronectin dan fibrinogen.
Indikasi :
1. Hemophilia A
2. Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
3. Penyakit von wilebrand
Lyophylized (freeze dried) factor VIII concentrate: dipakai untuk
terapi Hemofili A. Preparat ini dibuat dari pooled plasma sehingga
ada risiko penularan hepatitis B dan HIV
Lyophylized (freeze dried) factor IX – prothrombin complex
concentrate: dipakai untuk terapi Hemofili B. Mengandung
25
prothrombin, F IX, F VII, dan F X
Fibrinogen (Freeze dried) dipakai untuk mengatasi DIC
Immunoglobulin (gamma globuline)
o Immune gamma globulin
o hyperimmune gamma globulin
o Rh immunoglobulin
Indikasi Transfusi Darah
Transfusi darah dapat menyelamatkan penderita jika diberikan dengan tepat,
tetapi juga dapat menimbulkan reaksi tranfusi yang dapat mengakibatkan
kematian. Indikasi transfusi perlu diketahui dengan baik
Indikasi pemberian sel darah merah4
Indikasi Transfusion guidelines
Anemia simptomatik (pusing, takikardi,
takipneu, sianosis
indikasi jelas
Kehilangan darah > 15% volume darah transfusi diindikasikan jika kehilangan
darah terus berlanjut
Anemia hipoproliferatif kronik mungkin memerlukan transfusi
periodik
Penyakit sel sabit Mungkin memerlukan tranfusi selama
krisis atau untuk mencegah krisis
Indikasi pemberian transfusi plasma:4
defisiensi faktor pembekuan
DIC
mengatasi efek warfarin berlebih
koagulopati dilusional
perdarahan pada penyakit hati
TTP
26
Prosedur Transfusi Darah
Transfusi darah harus melalui prosedur yang ketat untuk mencegah efek samping
(reaksi transfusi yang dapat timbul. Prosedur tersebut antara lain:4
1. Penentuan Golongan darah ABO dan Rh. Baik donor maupun reipien
harus mempunyai golongan darah yang sama.
2. Pemeriksaan untuk donor terdiri atas
a. Penapisan terhadap antibodi dalam serum donor dengan tes
antiglobulin indirek (tes coomb indirek)
b. tes serologik untuk hepatitis B dan C, HIV, sifilis (VDRL), dan CMV
3. Pemeriksaan untuk resipien terdiri atas
a. Major side crossmatch: serum reisipien diinkubasikan dengan RBC
donor untuk mencari antibodi dalam serum resipien.
b. minor side crossmatch: mencari antibodi dalam serum donor.
4. Pemeriksaan klerikal (identifikasi) yaitu memeriksa dengan teliti dan
mecocokkan label darah resipien dan donor. Reaksi transfusi berat
sebagian besar timbul akibat kesalahan identifikasi (klerikal)
5. Prosedur pemberian darah
a. Hangatkan darah perlahan-lahan
b. Catat nadi, tensi, suhu, dan resipirasi sebelum transfusi
c. Pasang transfusi set
d. Pertama diberi larutan NaCl fisiologik
e. Pada 5 menit pertama pemberian darah, berikan tetesan pelan-pelan
awasi adanya urtikaria, bronkhospasme, rasa tidak nyaman, menggigil,
selanjutnya awasi tensi, nadi, suhu, dan respirasi.
6. Kecepatan transfusi, yaitu:
a. tetesan cepat untuk syok hipovolemik
b. 500 ml/6jam untuk normovolemi
c. tetesan perlahan 500ml/24 jam untuk anemia kronik, penyakit jantung,
dan paru, atau beri diuretika (furosemid) sebelum transfusi
Komplikasi Transfusi
27
Komplikasi yang dapat timbul akibat transfusi darah disebut sebagai reaksi
transfusi, berupa:
1. Reaksi segera (immediate reactions)
reaksi hemolitik akibat lisis eritrosit donor oleh antibodi dalam
serum resipien
reaksi febril karena antibodi terhadap leukosit atau trombosit
reaksi sensitivitas paru dan bronkhospasme karena antibodi
terhadap leukosit
reaksi alergik anafilaktoid terhadap suatu antigen protein dalam
plasma
endotoksinemia akibat transfusi memakai darah yang
terkontaminasi kuman gram negatif
edema paru karena volume overload
reaksi keracunan sitrat
reaksi akibat transfusi masif
2. Reaksi lambat (delayed reactions)
reaksi hemolitik lambat
penularan infeksi: hepatitis Bdan C, CMV, malaria, dan sifilis
graft versus host disease
Reaksi Hemolitik Terhadap Transfusi
Reaksi Hemolitik akut terjadi dalam waktu 24 jam dari transfusi . Sebagian besar
reaksi hemolitik terjadi akibat kesalahan identifikasi. Patogenesisnya sebagai
berikut:4
a. terjadi hemolisis intravaskuler masif akibat antibodi IgM/ IgG dengan aktivasi
komplemen, misal antibodi ABO.
b. terjadi hemolisis ekstravaskuler akibat antibodi IgG terhadap faktor rhesus.
Gejala reaksi transfusi :
1. Reaksi Hemolitik Akut
Gejala yang timbul pada reaksi hemolisis akut:
a. Fase syok hemolitik akut, timbul 1-2 jam setelah transfusi, disertai urtikaria,
28
nyeri pinggang, flushing, sakit kepala, nyeri dada, sesak nafas, muntah, mengigil,
febris, hipotensi, sampai syok. Dapat terjadi hemoglobinemia, bilirubinemia,
ikterus, atau DIC
b. Fase oliguria: timbul akibat acute tubular necrosis yang dapat menimbulkan
gagal ginjal akut
c. Fase diuresis: timbul setelah rekoveri dari gagal ginjal akut
Tindakan pada reaksi hemolitik akut:
a. Segera hentikan transfusi. Kerusakan berbanding lurus dengan jumlah darah
yang masuk. Ganti infus set.
b. Berikan terapi penanggulangan
c. Ambil contoh darah dari penderita
d. Ambil serum, antara lain:
satu dikirim kembali ke dinas transfusi untuk pemeriksaan ulang golongan
darah dan pemeriksaan serologik
satu lagi dikirim ke laboratorium klinik untuk pemeriksaan bilirubin,
hemoglobinemia, dan methemalbuminemia
e. Serahkan kembali sisa darah ke dinas transfusi untuk pemeriksaan kembali
golongan darah dan serologik
f. Periksa adanya hemoglobinuria
g. Setelah 8-10 jam ambil contoh darah kedua untuk pemeriksaan kembali
bilirubin dan methalbuminemia
2. Reaksi Hemolitik Lambat
Reaksi hemolisis terjadi setelah satu hari sampai beberapa minggu. reaksi ini
timbul karena hemolisis ekstravaskuler dengan penurunan kadar hemoglobin dan
peningkatan bilirubin indirek dalam serum. Reaksi timbul karena adanya antibodi
dalam bentuk IgG yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan pretransfusi. Sering
bersifat silent atau timbul gejala berupa anemia dan ikterus ringan. Lebih sering
tidak memerlukan terapi dan cukup dilakukan observasi saja, kecuali jika terjadi
anemia atau ikterus berat.
3. Reaksi Alergi dan reaksi Febris non-Hemolitik
29
Reaksi febris umumnya timbul karena antibodi dalam serum resipien
terhadap leukosit donor oleh karena itu dapat dicegah dengan leukocyte
depletet packed red cell. Reaksi febris memberikan gejalademam yang timbul
segera setelah transfusi berjalan, sering disertai menggigil. reaksi ini harus
dibedakan dengan demam karena bakteriemia akibat pemberian darah yang
terkontaminasi bakteri. Reaksi alergi dapat terjadi dalam bentuk gatal-gatal,
urtikaria, hingga syok anafilaktik.
Syok anafilaktik dijumpai pada reispien yang mengalami defisiensi
IgA akibat sensitisasi tranfusi sebelumnya. Pada transfusi ulangan maka terjadi
reaksi antigen antibodi yang menimbulkan reaksi anafilaksis.
Terapi untuk reaksi febris adalah smptomatik berupa kompres atau
paracetamol. Untuk reaksi alergi dapat diberikan hidrokortison atau
antihistamin. Pada syok anafilaktik segera harus diberikan adrenalin serta
dilakukan tindakan untuk mengatasi syok anafilaktik.
B. Leukemia
30
Leukemia ialah keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel
hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas
tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik2
Sel induk pluripoten
Sel induk limfoid Sel induk myeloid
Prekursor sel B Prekursor sel T Prekursor Prekursor prekursor
granulosit eritoid megakariosit
monosit
Limfosit B Limfosit T
Klasifikasi leukemia2
Akut Kronik1. Acute myeloid leukemia/acute
nonlymphoblastic leukemia (ANLL)
1.Chronic myeloid leukemia2. Chronic lymphocytic leukemia3. Bentuk yang tidak biasa
31
CML
AML (M0)
Common ALL
Pre –B ALLB-ALL
CLL B-ALLMycosis funguidesT-prolympocyticT-CLL
AMLM1-5
Erythroleukemia
Acute Megaka-riocytic
Thy-ALL
Klasifikasi FAB1. M0-myeloblastic without
differentiation2. M1-myeloblastic without
maturation3. M2-myeloblastic with
maturation4. M3- acute promyelocytic5. M4-acute myelomonocytic6. M5-monocytic7. M6-erythroleukemia8. M7-acute megakaryocytic
leukemia
a. hairy cell leukemia b. prolymphocytic c. cutaneus cell leukemia d. mycosis funguides
2. Acute lymphoblastic leukemia (ALL)
1. Common – ALL2. Null-ALL3. Thy – ALL4. B- ALLVarian menurut FAB:a. L1b. L2c. L3
3. Sindrom preleukemia/sindrom mielodisplastic
Leukemia akut
Leukemia akut merupakan leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat.
Leukemia akut dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi FAB, tetapi dalam
praktik klinik dibagi menjadi 2 golongan besar2
1. Acute lymphoblastic leukemia (ALL)
Secara morfologik, menurut FAB ALL dibagi menjadi tiga yaitu :
1. L1: ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari
ALL
2. L2: sel lebih besar, inti reguler, kromatin bergumpal, nukleoli
prominen dan sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari ALL
3. L3: ALL mirip dengan limfoma burkitt, yaitu sitoplasma basofil
dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL
2. Acute myeloid leukemia ( AML) atau acute nonlymphoblastic leukemia
(ANLL)
32
Klasifikasi morfologik umumnya dengan FAB yaitu
1. M0: acute myeloid leukemia without differentiation
2. M1: acute myeloid leukemia without maturation
3. M2: acute myeloid leukemia with maturation
4. M3: acute promyelocytic leukemia
5. M4: acute myelomonocytic leukemia
6. M5: acute monocytic leukemia
7. M6: erythroleukemia
8. M7: megakaryocytic leukemia
M1+M2+M3 disebut sebagai acute myeloblastic leukemia yang merupakan 75%
dari seluruh ANLL.
Proses patofisiologi leukemia akut dimulai dari transformasi ganas sel
induk hematologik atau turunannya.Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan
sel leukemia akan mengakibatkan:
1. Penekanan hemopoesis normal sehingga terjadi bone marrow failure
2. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan
organomegali
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik
Skema patofisilogi timbulnya gejala klinik leukemia akut adalah2
Faktor predisposisiFaktor etiologiFaktor pencetus
33
Mutasi somatik sel induk
Proliferasi neoplastik& differentiation arrest
Akumulasi sel muda dalam sumsum tulang
Kaheksia Gagal sumsum tulang
Katabolisme AnemiaKeringat malam hiperkatabolik perdarahan&infeksi Gagal ginjal Asam uratsel leukemia inhibisi homopoesis normal Gout
Infiltrasi ke organ
Tulang Darah RES Tempat ekstra meduler lain
Nyeri sindroma limfadenopati meningitis, lesi kulittulang hiperviskositas hepatomegali pembesaran testis splenomegali
Gejala klinik leukemia akut pada umumnya timbul cepat. Gejala leukemia akut
dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar2,5:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang, yaitu:
a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi
rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran napas, sepsis sampai syok
septik
c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, perdarahan kulit,
perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis
2. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh
a. Kaheksia
b. Keringat malam
c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
34
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain
seperti:
a. Nyeri tulang dan nyeri sternum
b. Limfadenopati superfisisal
c. Splenomegali atau hepatomegali, biasanya ringan
d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
e. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku
kuduk
4. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah:
a. Leukositosis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/L.Penderita
dengan leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion,
dan gangguan visual. Leukositosis pulmoner ditandai oleh sesak
nafas, takipneu, ronkhi dan adanya infiltrat pada foto rontgen
b. Koagulasi dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer.
c. Hiperurikemia
d. Sindroma lisis tumor
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik2:
1. Darah tepi
a. Dijumpai anemia normokromik normositer, anemia sering berat dan
timbul cepat
b. Trombositopenia, sering sangat besar dibawah 10 x 10 6
c. Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun
d. Apusan sel darah tepi: khas menunjukkan adanya sel muda
( mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, eritroblast, atau
megakariosit) yang melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi.
2. Sumsum tulang
Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukemia gap
( terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang,
tanpa sel antara).sustem hemopoesis normal mngalami depresi.
3. Pemeriksaan immunophenotyping
35
Untuk pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia
4. Pemeriksaan sitogenik
Tahap-tahap diagnosis leukemia akut
1. Tentukan adanya leukemia akut
a. Klinis
- Adanya gejala gagal sumsum tulang anemia, perdarahan, dan infeksi,
sering disertai tanda-tanda hiperkatabolik
- Sering dijumpai organomegali: limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali
b. Darah tepi dan sumsum tulang
- Blast dalam darah tepi lebih 5%
- Blast dalam sumsum tulang lebih dari 30%
c. Tentukan jenisnya:
- Immunophenotyping
- Pemeriksaan sitogenik
Perbedaan ALL dan AML2
ALL AML1. Morfologi Limfoblast Mieloblast
Kromatin: bergumpal Lebih halusNukleoli: lebih samar, lebih sedikit
Lebih prominen, lebih banyak
Auer rod: negatif PositifSetelah pengiring: limfosit Netrofil
2. Sitokimiaa. Mieloperoksidase - +b. Sudan black - +c. Esterase non spesifik - +d. PAS (kasar) + (monositik)e. Acid phosphatase + (Thy ALL) + (halus)f. Platelet peroxidase - + M73. Enzima. Tdt + -b. Serum lysozime - + (monositik)4. Imunofenotipe
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu1,2:
1. terapi spesifik : kemoterapi
36
a. fase induksi remisi
berupa kemoterapi untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan
dimana gejala klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang
kurang dari 5%. Dalam pemeriksaan morfologi tidak dijupai sel
leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi.
b. Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin
yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan.hal ini dicapai dengan
- kemoterapi lanjutan, terdiri atas :
terapi konsolidasi
terapi pemeliharaan
late intensification
- transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang
memberikan penyembuhan permanen pada sebagian penderita
yang berusia dibawah 40 tahun
2. terapi suportif : untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena
proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi
a. terapi untuk mengatasi anemia:transfusi PRC untuk mempertahankan
hemoglobin sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplantasi sumsum
tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari
b. terapi untuk mengatasi infeksi
- antibiotik adekuat
- transfusi konsentrat granulosit
- perawatan khusus ( isolasi )
- hemopoietic growth factor
c. terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas
- transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit
minimal 10x 106/ml
- pada M3 diberikan heparin untuk mengatasi DIC
3. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain:
37
a. Pengelolaan leukositosis: dilakukan dengan hidrasi intravenous dan
leukapharesis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan
jumlah leukosit
b. Pengelolaan sindrom lisis tumor : dengan hidrasi yang cukup,
pemberian alopurinol dan alkalinasi urin
Kemoterapi
Kemoterapu untuk ALL yang paling mendasar terdiri dari panduan obat
(regimen)2:
I. Induksi remisi
a. Obat yang dipakai terdiri atas:
- Vincristine (VCR) 1,5 mg/m2/minggu iv
- Prednison (Pred) 6 mg/m2/hari oral
- L asparaginase 10.000U/m2
- Daunorubicin (DNR) 25 mg/m2/minggu-4 minggu
b. Regimen yang dipakai untuk ALL dengan risiko standar terdiri
atas:
- Pred +VCR
- Pred+ VCR + Lasp
c. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau ALL pada orang
dewasa
- Pred+VCR+DNR dengan atau tanpa L-asp
2. Terapi postremisi
a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang
bersembunyi di SSP dan testis)
i. Triple IT yang terdiri atas intrathecal methotrexate (MTX)
ii. Cranial radiotherapy (CRT)
b. Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen
noncrossresitant terhadap regimen induksi remisi
c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya dipakai 6
mercaptopurine (6 MP) per oral dan MTX tiap minggu.Diberikan
38
selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi atau
intensifikasi.
Leukemia Mieloid Kronik
Leukemia mieleoid kronik atau chronic myeloid leukemia (CML)
merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel
leukemia yang berasal dari transformasi sel induk mieloid.
CML termasuk kelainan klonal ( clonal disorder ) dari pluripotent
stem cell dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif.
Fase perjalanan penyakit CML dibagi menjadi 2 fase yaitu2,5:
1. Fase kronik: fase ini berjalan selama 2-5 tahun dan responsif terhadap
kemoterapi
2. Fase akselerasi atau transformasi akut
a. Pada fase ini perangai klinik CML berubah mirip leukemia akut
b. Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya masuk dalam ‘blast crisis’
atau krisis blastik
c. Sekitar 2/3 menunjukkan sel blast seri myeloid sedangkan 1/3
menunjukkan seri limfoid
Gejala klinik CML tergantung pada fase yang dijumpai pada penyakit tersebut,
yaitu2,5 :
a. Fase kronik
1. Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia,
berkeringat malam
2. Splenomegali hampir selalu ada, sering masif
3. Hepatomegali lebih jarang atau ringan
4. Gejala gout, gangguan penglihatan dan priapismus
5. Anemia pada fase awal sering hanya ringan
6. Kadang asimtomatik
b. Fase transformasi akut
39
1. Perubahan terjadi pelan-pelan dengan prodormal selama 6 bulan,
disebut fase akselerasi.timbul keluhan baru: demam, lelah, nyeri
tulang yang semakin progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun,
leukositosis meningkat, trombosit menurun dan akhirnya menjadi
gambaran leukemia akut
2. Tanpa didahului masa prodormal keadaan ini disebut krisis blastik.
Tanpa pengobatan adekuat penderita sering meninggal dalam 1-2
bulan
Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai:
1. Darah tepi
- Leukositosis berat
- Apusan darah tepi; yang paling menonjol segmen netrofil dan
mielosit
- Anemia mula-mula ringan jadi progresif pada fase lanjut bersifat
normokromik normositer
- Trombosit bis ameningkat, normal, atau menurun.
- Fosfatase alkali netrofil selalu rendah
2. Sumsum tulang : hiperseluler dengan sistem granulosit dominan
3. Sitogenik: Ph1 kromosome pada 95% kasus
4. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat
5. Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi adanya chimeric protein ber-abl pada
99% kasus
6. Kadar asam urat serum meningkat
Tanda-tanda transformasi akut ditandai oleh:
1. Demam yang tidak jelas penyebabnya
2. Respon penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang sebelumnya baik
jadi tidak adekuat
3. Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil
4. Blast dalam sumsum tulang >10%
Diagnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO adalah
Blast 10%-19% dari WBC darah tepi
40
1. Basofil darah tepi ≥ 20%
2. Trombositopenia persisten (<100x109/L)yang tidak dihubungkan dengan
terapi, atau trombositosis (>1000x109/L) yng tidak responsif pada terapi
3. Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi
4. Bukti sitogenik adanya evolusi klonal
Diagnosis CML fase krisis blastik menurut WHO adalah
1. Blast ≥ 20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang
berinti
2. Profilerasi blast ekstrameduler
3. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsi sumsum tulang
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu: 1. Fase kronik
Obat pilihan:
a. Busulphan, dosis: 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya.
Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit
naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum
tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut.
b. Hydroxiurea, memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek
samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg.
Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-
15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya keganasan sekunder
hampir tidak ada.
c. Interferon α biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi
hematologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai
pada 5 – 10% kasus.
2. Fase akselerasi
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
3.Transplantasi sumsum tulang
41
Memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk
penderita yang berumur kurang dari 40 tahun. Sekarang yang umum
diberikan adalah allogenic peripheral blood stem cell transplantation.
Modus terapi ini merupakan satu-satunya yang dapat memberikan
kesembuhan total.
4. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi
molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate
(Gleevec) dapat menduduki ATP-binding site of abl oncogen sehingga
dapat menekan aktivitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi
seri mieloid.
4.
42
BAB III
PEMBAHASAN
1 bulan yang lalu pasien merasa lemas pada seluruh tubuh.
Lemas dirasakan semakin memberat dan terus menerus sehingga
membuat pasien sulit beraktivitas. Lemas berkurang bila pasien istirahat.
Lemas disertai dengan pandangan berkunang (+), gusi berdarah (+), mual
(+), muntah (+) setiap kali makan, lebam pada tangan dan kaki (+)
semakin lama bertambah banyak, penurunan berat badan (+).
Pasien memiliki riwayat transfusi berulang (+) di RSUD tegal,
pada rawat inap pertama pasien ditransfusi 6 kantung darah merah dan 6
kantung darah kuning, pada rawat inap kedua pasien ditransfusi 4 kantung
darah kuning. Pasien memiliki riwayat menorrhagia (+) 1 bulan yang lalu,
ganti hingga pembalut > 8x sehari.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ekhimosis pada ekstremitas
superior dan inferior, pada pemeriksaan abdomen ditemukan lien
membesar 4 cm dibawah arcus costae (schuffner II) dengan tepi tumpul,
konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), permukaan rata, incisura lienalis (-).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia normositik
normokrom dengan hemoglobin 6,19 gr/dl, trombositopenia 7,0
ribu/mmk, dan leukositosis 25,7 ribu/mmk. Pada gambaran darah tepi
leukosit didapatkan limfositosis (+), atypical mononuclear cell 7% dan
blast 1 %.
Dari temuan temuan yang didapat dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dibuat diagnosis kerja anemia
normositik normokromik, leukositosis dengan splenomegali dan
gambaran darah tepi blast 1%.
Untuk menegakkan diagnosis dari gejala anemia normositik
normokromik, leukositosis dengan splenomegali dan gambaran darah tepi
blast 1% dilakukan pemeriksaan BMP ( Bone marrow puncture) pada
tanggal 23 maret 2015 dengan hasil sumsum tulang hiperseluler,
43
peningkatan aktivitas seri limfosit dengan limfoblast 42% ukuran kecil-
kecil monoton memberikan kesan sesuai gambaran ALL L1.
Terapi spesifik yang akan dilakukan untuk acute limfoblastic
leukemia (ALL) adalah kemoterapi, dimana pada pasien ini dipilih
protokol hyper CVAD (Hyperfractionated cyclophosphamide, vincristine,
doxorubicin & dexamethason).
Selain itu, juga diberikan terapi suportif yaitu transfusi Packed
Red Cell (PRC) untuk mengatasi kondisi anemia pasien, dengan estimasi
1 kantong PRC dapat menaikkan Hb sejumlah 1 gr%, dengan target Hb
post tranfusi: 10 gr%. Pada tanggal 2 April 2015 didapatkan Hb post
transfusi 12,2 gr% dan secara klinis pasien merasakan lemas membaik
setelah mendapatkan transfusi darah.
Untuk indikasi anemia PRC memiliki keunggulan dari whole
blood karena memiliki volume yang lebih kecil sehingga tidak
membebani preload jantung dan memiliki jumlah komponen plasma yang
lebih kecil sehingga lebih meminimalisir reaksi transfusi karena jumlah
antibodi pada plasma yang lebih sedikit.
Pasien juga diberikan terapi transfusi Trombosit Concentrate (TC)
untuk mengatasi trombositopenia berat, dengan estimasi 1 kantung TC
dapat menaikkan trombosit sejumlah 10 ribu/mmk dengan target
trombosit post transfusi 80 ribu/mmk. Pada tanggal 2 April 2015
didapatkan trombosit post transfusi masih menurun yaitu 15,9 ribu /mmk,
masih tampak tanda perdarahan yaitu ekhimosis pada tangan dan kaki
pasien.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam Jilid II.Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009:1112-1275.
2. Bakta IM Prof.Hematologi Klinik.Jakarta:EGC.2006
3. Warsono B, Sugianto, Ashariati A, Sedana MP, Ugroseno.Naskah Lengkap
Hematologi Onkologi Medik Update-III.Surabay:HOM.2006
4. Blood transfusion safety [internet]. World health organization; 2014 [cited
2015 jan 28]. Available from:
http://www.who.int/bloodsafety/en/Blood_Transfusion_Safety.pdf
5. Supandiman I, Sumantri R, Fadjari TH, Fianza PI, Oedihan A.Pedoman
Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik 2003.Bandung:Q-
communication.2003
6. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diktat
Pegangan Kuliah Patologi Klinik I Jilid II. Semarang : Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.2009
45
top related