laporan kasus obsgyn dyta
Post on 29-Jan-2016
31 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Laporan KasusFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman
PREEKLAMPSIA BERAT
Disusun Oleh
Anindyta Audie D.A.
0910015028
Pembimbing
dr. H. Handy Wiradharma, Sp.OG
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik PadaSMF/Laboratorium Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas MulawarmanRumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan,
persalinan dan nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20
menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak
balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun.
Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di negara miskin, terutama di
Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita menurun
15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988
menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002 (Survei
Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka
kematian bayi di negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000
kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian besar kematian perempuan disebabkan
komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi,
aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Anonim, 2005).
Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih
merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi
di Indonesia. Wahdi, dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat
preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-
1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18
September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian
terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak
langsung adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini
1
preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta
penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Disamping itu,
pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mencari tanda
preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam usaha
pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya,
2003).
Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan
ras dan etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga
faktor lingkungan. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di
Colorado meningkatkan insiden preeklampsia. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju jarang
terkena preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering
terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain
yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik,
kelainan faktor pembekuan, diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti
Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia
dalam keluarga (George, 2007).
1.2 Tujuan
Pada laporan kasus kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
preeclampsia berat terkait alur penegakan diagnosis, komplikasi, beserta
penatalaksanaannya.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 29 Januari
2015 pukul 14.00 Wita di ruang nifas Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.
Anamnesis:
Identitas pasien:
Nama : Ny. Fe
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Suku : Jawa
Alamat : Palaran
Masuk RS (MRS) : 16 Januari 2015
Identitas suami:
Nama : Tn. Ro
Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku : Sunda
Alamat : Palaran
Keluhan Utama:
Kaki dan tangan bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan kaki dan tangan bengkak sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan ini datang tiba-tiba dan lama kelamaan bengkak makin
3
besar. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada kaki, namun pasien mengeluhkan
tangannya terasa keram. Pasien juga mengeluhkan kadang mengalami sakit kepala
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak mengeluhkan adanya mual/
muntah , nyeri epigastrium , pandangan kabur, dan riwayat kejang.
Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya disangkal. Riwayat keluar air-air
(-) keluar lendir darah (-)
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu dan adik pasien mengalami hipertensi
Riwayat Haid:
- Menarche usia 11 tahun
- Lama haid + 7 - 10 hari
- Jumlah darah haid : 2x ganti pembalut per hari
- HPHT 6 Juni 2014
- TP : 13 Maret 2015
Riwayat Perkawinan:
Perkawinan pertama, lama menikah 14 tahun, pertama kali kawin saat usia 22
tahun.
Riwayat Obstetrik:
No
Tahu
n
Partus
Tempat
Partus
Umur
kehamilan
Jenis
Persali
nan
Penolong
Persalina
n
Jenis
Kelamin
Anak/
BB
Keadaan
Anak
Sekarang
1 2001 Praktek
Bidan
Aterm Spontan Bidan Perempu
an / 2500
Hidup
4
gram
5 2015 Hamil ini
Kontrasepsi:
Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan dengan lama penggunaan 3 tahun
Pemeriksaan Obstetri :
- Inspeksi : Perut membesar dengan arah memanjang, linea nigra (+),
stria albicans (+)
- Palpasi :
1. TFU : 25 cm
2. DJJ : 138x/menit, teratur
3. His : (-)
4. Pemeriksaan Leopold :
I : bokong
II: punggung kanan
III: presentasi kepala, belum masuk PAP
IV: -
5. Vaginal toucher : tidak dilakukan
Pemeriksaan fisik :
1. Berat badan : 69 kg, Tinggi badan : 146 cm
2. Keadaan Umum : Baik
3. Kesadaran : Composmentis, GCS:
E4V5M6
4. Tanda vital:
Tekanan darah : 200/110 mmHg
Frekuensi nadi : 88x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,5°C
5
5. Status generalis:
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan: tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (+/+)
Pemeriksaan Tambahan :
Laboratorium Darah Lengkap
Jenis
PemeriksaanHasil Lab Nilai Normal
Hb 10,2 mg/gl 11,0-16,00 mg/dl
Ht 29 % 37-54%
BT 3’ 2-5’
CT 8’ 5-10’
Leu 13400 μL 4000-10.000 μL
Tr 162.000 μL 150.000-450.000 μL
GDS 135 gr/dl 60-150 mg/dl
Ureum 39.9 10-40 mg/dl
Creatinin 1.0 0,5-1,5 mg/dl
HbsAg NR NR
112 NR NR
Proteinuria +3
6
Diagnosis Kerja:
G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu + belum inpartu + PEB + primitua sekunder
Penatalaksanaan
- MRS
- Protap MgSO4
- Konsul jantung
- Injeksi Deksametason 4 x 5 mg IV
- Rencana USG
Follow up:
No Tanggal Follow up Lab
1. 16/1/2015 S : Tangan terasa keram, sakit
kepala, keluar air-air (-), keluar
lendir darah (-)
O : TD = 200/110 mmHg, N=
88x/menit, RR= 20x/menit T= 36,5o
C DJJ = 138x/menit His = (-)
A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +
belum inpartu + PEB + primitua
sekunder
P : (lapor dr. Sp. OG)
- Konsul jantung
- Injeksi Deksametason 4 x 5 mg (IV)
- Rencana USG
Konsul dr. Sp.JP, advis :
Nifedipin 3 x 10 mg
Bisoprolol 1 x 5 mg
2. 17/1/2015 S : tangan terasa keram sudah
berkurang, mual (-), pusing (-)
O : TD = 150/90 mmHg, N=
78x/menit, RR= 20x/menit DJJ =
140x/menit His = (-)
A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +
belum inpartu + PEB + primitua
P : (lapor dr. Sp. OG)
- Terapi lanjutkan
- Rencana USG dari ruangan
7
sekunder
3. 17/1/2015 S : -
O : TD = 200/120 mmHg, N=
96x/menit, RR= 18x/menit DJJ =
152x/menit His = (-)
A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +
belum inpartu + PEB + primitua
sekunder
P : (lapor dr. Sp. OG)
- Konsul ulang jantung
- Drip MgSO4, bila sudah 24 jam
hentikan
Konsul dr. Sp. JP, advis :
Clonidin 3 x 0.15 mg
4. 18/1/2015 S : -
O : TD = 160/120 mmHg, N=
72x/menit, RR= 22x/menit DJJ =
136x/menit His = (-)
A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +
belum inpartu + PEB + primitua
sekunder
P :
- Terapi lanjut
5. 19/1/2015 S : Pusing (+), mual (-), muntah (-)
O : TD = 190/100 mmHg, N=
88x/menit, RR= 24x/menit T = 36 oC DJJ = 124x/menit His = (-)
A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +
belum inpartu + PEB + primitua
sekunder
P :
- Terapi lanjut
- Observasi DJJ dan TD
- Rencana USG
8
6. 20/1/2015 S : Pusing berkurang, batuk
berdahak
O : TD = 180/120, N = 94 x/menit,
RR = 22 x/menit, T = 36.2 C, DJJ =
138 x/menit
A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +
belum inpartu + PEB + primitua
sekunder
Terapi lanjut
7. 21/1/2015 S : Sakit kepala (+)
O : TD = 190/100 mmHg, N = 84
kali/menit, RR = 22 kali/menit, DJJ
= 131 kali/menit His (-)
A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +
belum inpartu + PEB + primitua
sekunder
Terapi lanjut
Lapor dr. SpOG :
Rencana SC
9
8. 22/1/2015 S : Pandangan kabur (-), nyeri
kepala (-)
O : TD = 220/120, N = 88
kali/menit, RR = 24 kali/menit, T =
36.2 C
A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +
belum inpartu + PEB + primitua
sekunder
Nifedipin 3 x 10 mg
Bisoprolol 1 x 5 mg tab
Clonidin 3 x 0.15 mg tab
Dexametason 4 x 5 mg IV (1 hari)
Konsul dr. Sp.JP, advis :
Acc operasi
9. 22/1/2015 S : Keluhan (-)
O : TD = 160/100, N = 96
kali/menit, RR = 20 kali/menit, T =
36.2 C
A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +
belum inpartu + PEB + primitua
sekunder
Rencana SC + IUD
Laporan Operasi
Diagnosa Pre Operatif G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu + PEB
konservatif gagal + primitua sekunder
Diagnosa Post Operatif G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu + PEB
konservatif gagal + primitua sekunder
Macam Operasi Sectio Caesaria + Insersi IUD
10
Tanggal 23 – 01 – 2015
Laporan Operasi Asepsis lapangan operasi
Duk steril dipasang
Dibuat insisi mediana lapis demi
lapis dinding abdomen
Pisahkan plika vesica uterina
secara tumpul dengan tangan
operator
Fiksasi blast dengan
menggunakan hak blast
Dilakukan insisi pada segmen
bawah rahim
Dilakukan pemecahan ketuban
dan kemudian dilakukan suction
Meluksir janin mulai dari kepala
janin,badan, dan kaki
Mengusap kepala bayi dengan
kassa steril, kemudian ulut dan
hidung bayi di suction
Klem tali pusat kemudian
dilakukan pemotongan tali
pusat, dan kemudian melakukan
injeksi oksitosin sebanyak 10 UI
pada uterus
Melakukan manual plasenta
untuk mengeluarkan plasenta
Dilakukan pembersihan kavum
uteri dengan kassa betadin dan
pastikan tidak ada sisa plasenta
yang tertinggal
Dilakukan penjahitan segmen
bawah rahim dengan
11
menggunakan benang cat gut
plain 2.0
Cari tuba sebelah kanan
kemudian diangkat pada
pertengahannya sampai
membentuk lengkungan,
dasarnya diklem
Bagian di bawah klem diikat
dengan benang dari bahan yang
bisa diserap oleh darah,
kemudian lakukan pemotongan
(tubektomi) pada bagian atas
ikatan. Cauter perdarahan yang
terjadi
Cari tuba sebelah kiri kemudian
diangkat pada pertengahannya
sampai membentuk lengkungan,
dasarnya diklem
Bagian di bawah klem diikat
dengan benang dari bahan yang
bisa diserap oleh darah,
kemudian lakukan pemotongan
(tubektomi) pada bagian atas
ikatan. Cauter perdarahan yang
terjadi
Membersihkan kavum abdomen
dengan cairan NaCl dan
kemudian dilakukan suction
Menjahit lapisan abdomen lapis
demi lapis
- Peritoneum
menggunakan cat gut plain No
12
2.0
- Otot dijahit
menggunakan cat gut plain No
2.0
- Fasia tranversalis
dijahit menggunakan vicryl No
1.0
- Lemak menggunakan
cat gut plain No. 2.0
- Kutis dengan
menggunakan silk 3.0
Permukaaan abdomen
dibersihkan dengan Nacl 0,9 %
Menutup luka dengan kassa
steril dan diplester
menggunakan leukomed
Operasi selesai
Instruksi Post Operasi Inj. Cefotaksim 3 x 1 gr
Inj. Ketorolac 3 x 30 mg IV
Inj. Tramadol 3 x 100 mg
Drip induksin 2 amp dalam 500 cc 20
tpm
Drip RL : D5 20 tpm
Setelah 8 jam post operasi :
Miring kanan kiri
Setelah bising usus (+), minum, diet
bubur, terapi dari jantung lanjut
Cek Hb Post operasi
Observasi 2 jam post operasi
13
Jam Tekanan Darah Nadi Frekuensi
Napas
Urin
Tampung
12.00 TD 230/90 mmHg N 96 kali/menit RR 24
kali/menit
UT 200 cc
pekat
12.15 TD 220/100 mmHg N 96 kali/menit RR 24
kali/menit
UT 200 cc
pekat
12.30 TD 210/100 mmHg N 88 kali/menit RR 24
kali/menit
UT 200 cc
pekat
12.45 TD 210/100 mmHg N 88 kali/menit RR 24
kali/menit
UT 200 cc
pekat
13.15 TD 220/100 mmHg N 92 kali/menit RR 20
kali/menit
UT 200 cc
pekat
13.45 TD 230/120 mmHg N 90 kali/menit RR 22
kali/menit
UT 200 cc
pekat
14
10. 23/1/2015
10.30
Bayi lahir perempuan dengan
BB1500 gram, dan APGAR
score 4/6
23/1/2015 S : Nyeri luka operasi (+)
O : TD = 170/100, N = 92
kali/menit, RR = 20
kali/menit, T = 36.2 C
A : Post SC + IUD hari 1 a/i
konservatif gagal + primitua
sekunder
Cefotaksim 3 x 1 gr
SF 2 x 300 mg tab
Asam mefenamat 3 x 500 mg tab
Perdipin maksimal 21 cc / jam,
target 140 /90 mmHg
Nifedipin 3 x 10 mg tab
Bisoporoliol 1 x 5 mg tab
11. 24/1/2015 S : Nyeri luka operasi (+),
sakit kepala (+)
O : TD = 180/90, N = 88
kali/menit, RR = 20
kali/menit, T = 36.2 C
A : Post SC + IUD hari 2 a/i
konservatif gagal + primitua
sekunder
Cefotaksim 3 x 1 gr
SF 2 x 300 mg tab
Asam mefenamat 3 x 500 mg tab
Perdipin 21 cc / jam, target 140 /90
mmHg
Nifedipin 3 x 10 mg tab
Bisoporoliol 1 x 5 mg tab
12 25/1/2015
09.30
S : Nyeri luka operasi (+),
nyeri kepala berkurang
O : TD = 140/80, N = 88
kali/menit, RR = 20
kali/menit, T = 36.2 C
A : Post SC + IUD hari 2 a/i
konservatif gagal + primitua
sekunder
Perdipin 11 cc/jam, observasi TD
sejam lagi
13 11.00 S : Keluhan (-)
O : TD = 140/80, N = 80
kali/menit, RR = 20
kali/menit, T = 36.2 C
A : Post SC + IUD hari 2 a/i
Perdipin stop
Aff kateter
15
konservatif gagal + primitua
sekunder
14 26/11/201
5
S : Nyeri kepala berkurang
O : TD = 210/100, N = 80
kali/menit, RR = 20
kali/menit, T = 36.2 C
A : Post SC + IUD hari 2 a/i
konservatif gagal + primitua
sekunder
Nifedipin 3 x 10 mg
Bisoprolol 1 x 5 mg
Cefotaksim 3 x 1 gram
Asam mefenamat 3 x 1
SF 2 x 1
Perdipin 11 cc/jam
15. 27/1/2015 S : Nyeri kepala (-)
O : TD 160/100, N 88
kali/menit, RR 20 kali/menit,
T 36.2
A : Post SC + IUD hari 2 a/i
konservatif gagal + primitua
sekunder
Nifedipin 3 x 10 mg
Bisoprolol 1 x 5 mg
Cefotaksim 3 x 1 gram
Asam mefenamat 3 x 1
SF 2 x 1
Pulang
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003,
Matthew warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20
minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat
juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat
berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat
(George, 2007). Preeklampsia berat adalah preeclampsia dengan tekanan darah
sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria 5
gram/ 24 jam (Prawirohardjo, 2009)
3.2 Epidemiologi Preeklampsia
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia
frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), Sedangkan di
Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari
semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada
primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka
kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar
17
74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13
kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan
primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda,
hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan
kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya
hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Deborah E
Campbell, 2006).
Di samping itu, preklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk
(1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU
Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu
sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37
minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan
tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan
preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu,
wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang
lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).
3.3 Etiologi Preeklampsia
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin meningkat.
18
Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstrikso
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan
pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume
plasma (Y. Joko, 2002).
2) Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada
kehamilan I terjadi pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia
terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini
dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
3) Peran Faktor Genetik
Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang menderita
preeklampsia.
4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus
5) Defisiensi kalsium.
Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan
vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006).
6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel
endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah
wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah
dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat
19
sesuai dengan kemajuan kehamilan
3.4 Patofisiologi Preeklampsia
Preeklampsia terjadi pada wanita yang memiliki kehamilan abdomen
dan mola hidatidosa. Penyakit ini lebih sering terjadi pada kondisi plasenta
besar (seperti pada kehamilan kembar dan hydrops fetalis) dan pada wanita
yang memiliki penyakit mikrovaskular seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit
vascular lainnya. Pada preeclampsia, implantasi trofoblastik abnormal sehingga
perfusi plasenta berkurang. (Duley, 2003) Pada preeclampsia terjadi
abnormalitas dalam pelepasan kadar nitrit oksida sehingga menyebabkan
peningkatan resistensi arteri uterine. Adanya peningkatan resistensi ini
mengakibatkan peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen
(seperti prostaglandin, tromboxan, radikal bebas, lipid yang teroksidasi, dan
endothelial growth factor) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet.
Disfungsi endotel ini bertanggung jawab terhadap gejala klinis yang
ditemukan pada pasien preeclampsia. Disfungsi endotel pada pembuluh darah pada
hepar berkontribusi terhadap onset sindrom HELLP. Penumpukan trombus dan
pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit
kepala dan defisit saraf lokal dan
kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi
20
terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya
cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan
hemolisis microangiopati menyebabkan anemia, trombositopenia, serta
menyebabkan peningkatan hiperpermeabilitas vascular yang menyebabkan adanya
edema. Deplesi dari faktor pertumbuhan endotel di dalam podosit menyebabkan
endoteliosis menyumbat diafragma pada membrane basalis, sehingga menyebabkan
kemampuan glomerulus untuk berfiltrasi dan menyebabkan adanya proteinuria.
Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat
bahkan kematian janin dalam rahim.
Kaskade preeclampsia ini diduga terjadi akibat adanya kegagalan sistem
imun ibu yang tidak bisa mengenali unit fetoplasenta. Produksi eksesif dari sel imun
yang tidak bisa mengenali unit fetoplasenta ini menyebabkan terjadinya sekresi dari
TNF- α yang menginduksi adanya apoptosis dari sitotrofoblas ekstravili. (Uzan,
Carbonnel, & Ayoubi, 2011)
3.6 Diagnosis Preeklampsia Berat
Diagnosis dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Preeklampsia berat ditegakkan apabila terdapat indikasi terlibatnya
beberapa sistem, sebagai berikut:
Tekanan darah sistolik ≥ 160/110 mmHg. Tekanan darah ini tidak
menurun mespikun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan harus
menjalani tirah baring.
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau dalam
pemeriksaan kualitatif 4+
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
21
Adanya kenaikan kadar kreatinin plasma, > 120 µmol/ L
Adanya gangguan visus dan gangguan serebral : penurunan
kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur
Nyeri epihastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
( akibat teregangnya kapsula Glisson).
Terdapat edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan
trombosit dengan cepat
Gangguan fungsi hepar : peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase
Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
Sindrom HELLP
Preeklampsia berat dibagi menjadi preeclampsia berat tanpa impending
eclampsia dan preeclampsia berat disertai dengan impending eclampsia yang
disertai dengan gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
Fetus harus diperiksa dengan elektrokardiografi. Tes laboratorium meliputi
perhitungan darah lengkap, hapusan darah tepi untuk melihat adanya skistosit,
pemeriksaan bilirubin, aspartat transaminase dan alanin transaminase untuk
mengidentifikasi adanya potensi sindrom HELLP, cek fungsi ginjal untuk
mengetahui adanya kegagalan ginjal akut atau uremia, proteinuria, cek
protrombin, activated thromine time, dan fibrinogen perlu dilakukan. (Uzan,
Carbonnel, & Ayoubi, 2011)
3.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Pengobatan Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan untuk tirah baring miring ke kiri. Pemeriksaan sangat teliti
diikuti dengan observasi harian tetang tanda-tanda klinik berupa : nyeri kepala,
22
gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu
perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.
Perawatan yang penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan cairan
karena penderita preeklampsia dan eklampsia memiliki risiko tinggi untuk
mengalami edema paru dan oliguria. Harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa
jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan oleh urin. Bila terjadi tanda-tanda
edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa
5% Ringer Dekstrose atau cairan NaCl jumlah tetesan < 125 cc/jam, atau Infus
Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer Laktat (60 – 125
cc/jam) 500 cc.
Selain diberikan cairan, dipasang juga Foley Catheter untuk mengukur
pengeluaran urin. Dikatakan oliguria bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 – 3 jam
atau < 500 cc dalam 24 jam.
Dapat diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat
asam.
Diet yang diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium
sulfat ( MgSO4) yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang
efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun
janinnya.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi
23
neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian MgSO4,
magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsaangan tidak terjadi
karena terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium. Kadar
kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
Cara pemberian :
Loading dose : initial dose
o 4 gram MgSO4 intravena (40 % dalam 10 cc) selama 15
menit
Maintenance dose :
o Infus 6 gramd alam larutan Ringer / 6 jam ; atau diberikan 4
atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram IM tiap 4 – 6 jam
Syarat pemberian MgSO4 :
o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10 % = 1 g (10 % dalam 10 cc)
diberikan IV 3 menit.
o Refleks patella (+) kuat
o Frekuensi pernapasan > 16 kali / menit , tidak ada tanda-
tanda distress napas.
Magnesium sulfat dihentikan bila :
o Ada tanda-tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
o Dosis terapeutik 4 –7 mEq/l 4.8 – 8.4 mg/dl
o Hilangnya refleks tendon 10 mEq/ l 12 mg/dl
o Terhentinya pernapasan 15 mEq/l 18 mg/dl
o Terhentinya jantung > 30 mEq/l > 36 mg/dl
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan
salah satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital,
diazepam, atau fenitoin.
24
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif, atau edema anasarka. Diuretik yang dipakai ialah furosemid.
Hati – hati dalam pemberian diuretikum karena menyebabkan hipovolemia,
memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.
Antihipertensi masih diperdebatkan tentang penentuan batas tekanan darah untuk
pemberiannya. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160 / 105 atau MAP < 125.
Antihipertensi lini pertama
o Nifedipin
Dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam
Nifedipin merupakan jenis antihipertensi yang diberikan di
Indonesia.
Antihipertensi lini kedua
o Sodium nitroprusside
0.25 µg IV/kg/menit, infuse ; ditingkatkan 0.25 µg IV/kg/5
menit
o Diazokside
30 – 60 mg IV/ 5 menit ; atau IV infuse 10 mg / menit /
dititrasi
Antihipertensi sedang dalam penelitian
o Calcium channel blockers : isradipin, nimodipin
o Serotonin reseptor antagonis : ketan serin
Obat lain yang diberikan di Indonesia dalam bentuk injeksi ialah klonidine
(Catapres). Satu ampul mengandun 0.15 mg / cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan.
Glukokortikoid
25
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32 – 34 minggu, 3 x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap
kehamilannya dibagi menjadi :
1. Aktif (aggressive management ) : berarti kehamilan segera diakhiri /
diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa
2. Konservatif (ekspektatif) : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Perawatan Aktif (agresif) : sambil member pengobatan, kehamilan
diakhiri.
o Ibu
Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
Adanya tanda-tanda/gejala Impending Eclampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu :
keadaan klinik dan laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
o Janin
Adanya tanda-tanda fetal distress
Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
(IUGR)
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadinya oligohidramnion
o Laboratorik
Adanya tanda-tanda syndrome HELLP khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat.
Perawatan Konservatif
26
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin
baik. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa
pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif ; sikap
terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda
preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setalah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita
boleh pulang bila menunjukkan gejala preeclampsia ringan.
Penyulit Ibu
Sistem saraf pusat
o Perdarahan intrakanial, thrombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau
retina detachment dan kebutaan korteks.
o Gastrointestinal – hepatic : subskapsular hematoma hepar,
ruptur kapsul hepar
o Ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
o Hematologik : DIC, trombositopenia dan hematoma luka
operasi
o Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik atau non
kardiogenik, depresi atau arrest pernapasan, kardiak arrest,
iskemia miokardium
o Lain-lain : asites, edema laring, hipertensi yang tidak
terkendalikan.
Penyulit Janin
Intrauterine Fetal Growth Restriction
Solusio Plasenta
Prematuritas
27
Sindroma distress napas
Kematian janin intrauterine
Kematian neonatal perdarahan intraventikular
Necrotizing enterocolitis
Sepsis
Cerebral Palsy
28
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Penegakkan Diagnosis
No Teori Fakta
1 Anamnesis :
- Preeklampsia adalah hipertensi
disertai proteinuria yang terjadi
pada umur kehamilan di atas 20
minggu
- Pada preeclampsia, pasien
mengalami nyeri kepala,
penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, mual atau muntah-
muntah.
- Faktor risiko pada preeclampsia
adalah riwayat preeclampsia,
primigravida, kegemukan,
kehamilan ganda, riwayat
penyakit hipertensi kronik, dan
diabetes miletus.
-
Pasien adalah wanita primi tua
sekunder dengan umur kehamilan 30
– 31 minggu.
Pasien mengeluhkan kaki dan tangan
bengkak sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan kadang
mengalami sakit kepala sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit.
Pasien tidak mengeluhkan adanya
mual/ muntah , nyeri epigastrium ,
pandangan kabur, dan riwayat kejang.
Riwayat hipertensi pada kehamilan
sebelumnya disangkal
29
2 Pemeriksaan Fisik :
- Pada preeclampsia dapat
ditemukan tekanan darah sistolik
≥ 160 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 110 mmHg.
- Dapat juga ditemukan takikardia,
takipneu, edema paru, perubahan
kesadaran, hipertensi
ensefalopati, dan hiperefleksia.
- Pada pasien ini ditemukan tekanan
darah 200/110 mmHg
- Didapatkan edema pada
ekstremitas bawah
3 Pemeriksaan Penunjang
Pada preeclampsia berat,
didapatkan proteinuria lebih dari 5
gr/24 jam atau 4 + dalam
pemeriksaan kualitatif
Oliguria, kenaikan kadar kreatinin
plasma, trombositopenia berat,
peningkatan kadar alanin dan
aspartat aminotransferase.
Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan proteinuria dan
didapatkan hasil + 3. Pada pasien
tidak ditemukan kenaikan kadar
kreatinin plasma, trombositopenia,
dan peningkatan kadar alanin dan
aspartat aminotransferase.
30
4.2Penatalakasanaan
Teori Fakta
Pasien preeclampsia berat dirawat inap
dan dinasihati agar bed rest total.
Dilakukan pemasangan kateter untuk
memonitor cairan output dan input.
Diet yang cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, dan garam.
Untuk pemberian anti kejang, yang
diberikan pertama adalah MgSO4.
Diberikan anti hipertensi apabila
tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau
tekanan diastolic ≥ 110 mmHg. Jenis
obat anti hipertensi yang diberikan di
Indonesia nifedipin dengan dosis awal
10 – 20 mg, diulangi setelah 30 menit ;
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Sikap terhadap kehamilan pada
preeclampsia yaitu dapat dilakukan
perawatan aktif atau perawatan
konservatif. Perawatan konservatif
dilakukan bila kehamilan preterm ≤ 37
minggu tanpa disetai tanda impending
eclampsia dengan keadaan janin baik.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan,
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus
diterminasi.
Pasien dirawat inap (MRS) dan
diberikan MgSO4. Pasien diberikan
injeksi intravena deksametason 4 x 5
mg selama 2 hari.
Terapi dari Sp. JP adalah Nifedipin 3 x
10 mg , Bisoprolol 1 x 5 mg, dan
klonidin 3 x 0.15 mg.
Pada pasien dilakukan terapi
konservatif karena umur kehamilan 30
– 31 minggu, namun pada proses
perawatan tekanan darah pasien tidak
turun sehingga dilakukan terminasi
kehamilan dengan cara sectio caesaria.
31
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pasien Ny. F usia 38 tahun datang ke RSUD AW Sjahranie dengan
keluhan kaki bengkak dan didapatkan tekanan darah tinggi dari hasil pemeriksaan
fisik. Pasien didiagnosa dengan preeklampsia berat dan primitua sekunder
berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
32
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Leveno, Bloom, Dashe, & Spong. (2014). William Obstetrics 24th Edition. Philadelpia: McGraw Hill.
Duley, L. (2003). Preeclampsia and the Hypertensive Disorders of Pregnancy.
Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, B. A. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Uzan, J., Carbonnel, M., & Ayoubi, J. M. (2011). Preeclampsia : patophysiology, diagnosis and management. Vascular Health and Risk Management, 467 - 474.
33
top related