laporan magang fh unib jakarta 2010
Post on 01-Jul-2015
1.471 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
LAPORAN MAGANG KERJA INSTITUSIONAL
MAHASISWA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
JAKARTA, 10 SAMPAI 17 OKTOBER 2010
Disusun Oleh:
NAMA : ASEF ADIANTO
NPM : B1A107018
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS HUKUM
2010
2
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN MAGANG KERJA INSTITUSIONAL
MAHASISWA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2010/2011
“Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia”
Disusun Oleh:
NAMA : ASEF ADIANTO
NPM : B1A107018
Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing Lapangan (DPL)
EDITYAWARMAN, S.H, M.Hum
NIP :196304061989011002
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya jualah sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Laporan Hasil Kegiatan Magang Kerja Institusional dari tanggal 10 s/d 17
Oktiber 2010 di Jakarta. Kegiatan ini merupakan salah satu bagian yang
diprogramkan oleh Fakultas Hukum Universitas Bengkulu.
Tujuan dari kegiatan ini adalah dalam upaya untuk meningkatkan
wawasan, pengalaman, keterampilan kerja, meningkatkan disiplin pribadi dan
ilmu pengetahuan mahasiswa Fakultas Hukum terutama mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan lembaga-lembaga baik itu pemerintah maupun Non-
pemerintah, yang bidang kegiatannya relevan dengan bidang ilmu hukum
yang berkedudukan di Jakarta. Lembaga yang dimaksud tersebut adalah
Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Lembaga Perlindungan Saksi Dan
Korban (LPSK), dan Dirjen Pajak.
Dalam laporan kerja magang institusional ini Penulis mencoba untuk
memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan lembaga/instansi
tempat magang seperti: sejarah pembentukan, struktur organisasi, fungsi,
4
tugas dan wewenang, visi dan misi, dasar-dasar hukum pelaksanaan
kegiatan, serta kegiatan-kegiatan lain yang ada diinstansi tersebut.
Pada kesempatan ini Penulis dengan segala kerendahan hati
menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Herlambang, S.H.,M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Bengkulu.
2. Bapak M. Abdi S.H.,M.Hum. selaku Ketua Laboratorium Hukum Fakultas
Hukum Universitas Bengkulu.
3. Bapak Edityawarman, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Lapangan
(DPL).
4. Bapak Sudirman Sitepu, S.H.,M.Hum., Ahmad Wali, S.H.,M.H., Ibu Patricia
E. Suryaningsih, S.H.,M.Hum., Ibu Lidia BR. Karo, S.H.,M.Hum. selaku tim
dari Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Magang Kerja Institusional tahun
2010/2011.
5. Kedua Orang Tuaku, Ayah Bambang Hermanto dan Ibu Yurhani yang
selalu mendukungku di setiap kebutuhanku. Pengorbanan kalian tidak
akan ku sia-siakan dan kebaikan kalian tidak akan terbalas walau sebesar
Gunung Puji sekalipun.
6. Teman-teman 1 kamar, Arif Budiman, Revolusi, Novan Harmawan, Roby
Wijaya, Frandika Yusdi, Andi Berliansyah, Feriansyah, semoga
persahabatan yang kita jalani selama di Graha Wisata Mahasiswa
5
Kuningan murni tanpa ada batasan tertentu. Persahabatan kita jangan
sampai di Graha Wisata Mahasiswa Kuningan aja. Dan;
7. Semua pihak yang telah membantu sehingga penulisan laporan ini dapat
terselesaikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan
mendapat keridho’annya. Amin.
Dalam penulisan laporan ini Penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan tidak lengkapnya sumber-
sumber informasi untuk melengkapi literatur dalam pembuatan laporan.
Namun Penulis berharap laporan ini dapat dijadikan alternatif dalam
mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai Lembaga/Instansi
pemerintahan yang dimaksud Penulis diatas. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi kalangan Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Bengkulu.
Bengkulu, 22 Oktober 2010
Penulis
6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
BAB II DESKRIPSI INSTITUSI .................................................. 5
A. Komisi Yudisial ................................................................... 5
B. Mahkamah Konstitusi .......................................................... 11
C. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).... 17
D. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ........................................ 19
E. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).......................... 22
F. Kejaksaan Agung RI ............................................................ 26
G. Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK).................. 28
H. Dirjen Pajak ....................................................................... 31
BAB III Pembahasan ................................................................. 36
A. LPSK Secara Umum .......................................................... 37
1. Tanggung Jawab LPSK .................................................... 38
2. Fungsi LPSK ................................................................... 38
3. Ruang Lingkup Kewenangan LPSK ................................... 39
7
B. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan ................................. 40
C. Mekanisme Pemberian Perlindungan .................................. 42
BAB IV Penutup ......................................................................... 45
A. Kesimpulan ....................................................................... 45
B. Saran ................................................................................ 45
Biodata ......................................................................................... 47
Lampiran ...................................................................................... 48
8
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan Magang Kerja Institusional yang diselenggarakan oleh
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu ini berlangsung mulai dari tanggal 10
Oktober s/d 17 Oktober 2010 yang bertempat di Jakarta. Kegiatan ini
merupakan mata kuliah pilihan wajib, yang harus diambil oleh setiap
mahasiswa sesuai dengan Kurikulum Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Bengkulu yang berbobot 2 (dua) sks atau 160 efektif di
lapangan.
Tujuan secara umum dari kegiatan magang ini adalah untuk
memberikan tambahan pengetahuan kepada Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu berkaitan dengan instansi pemerintahan maupun Non-
pemerintahan yang mempunyai keterkaitan dengan bidang ilmu hukum.
Secara spesifik tujuan magang institusional ini adalah untuk:
a. Memberikan keterampilan kerja, pengalaman praktik kerja serta
bersosialisasi dan berinteraksi dalam dunia kerja.
b. Memberikan pengetahuan prosedur pelayanan baik secara formal dan
dasar-dasar juridis yang menjadi dasar pijakan untuk melaksanakan
aktifitas/operasional suatu instansi.
9
c. Mengenal instansi/institusi yang menangani masalah-masalah tertentu
dengan baik secara berjenjang.
d. Dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab serta mengenal dunia
kerja sebelum mahasiswa tersebut masuk kepasar kerja yang
sesungguhnya.
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas
Bengkulu Nomor: 26/J30.1.11/HK/2004 tanggal 6 januari 2004, kegiatan
magang Mahasiswa Fakultas Hukum dibagi kedalam tiga bentuk yaitu:
1. Magang Perkantoran, yaitu bekerja dan ditempatkan di kantor pada dinas
pemerintah atau perusahaan swasta atau LSM.
2. Magang di daerah dan kelompok masyarakat bermasalah, yaitu kegiatan
magang mahasiswa yang ikut memformulasikan serta menyelesaikan
konflik masal di suatu daerah.
3. Magang Kerja Institusional (MKI) yaitu; magang mahasiswa yang
dilakukan pada beberapa instansi pemerintah pusat dan atau lembaga-
lembaga tinggi negara maupun instansi swasta di Jakarta.
Dengan adanya tiga jenis/bentuk pelaksanaan magang tersebut dan
usulan mahasiswa regular dan ekstensi, maka panitia pelaksana yang
diangkat dengan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas
Bengkulu Nomor: 1243/H30.1/HK/2010 tanggal 29 Juni 2010 sepakat untuk
melaksanakan kegiatan magang jenis/bentuk ke-3 yaitu Magang Kerja
10
Institusional di beberapa lembaga tinggi negara dan instansi swasta di
Jakarta.
Pelaksanaan kegiatan magang ini dimulai pada hari Senin tanggal 11
Oktober 2010 dimana peserta magang melakukan kunjungan ke Komisi
Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK), hari Selasa tanggal 12 Oktober
2010 ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), hari Rabu tanggal 13 Oktober 2010 ke
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kejaksaan Agung RI, serta
terakhir hari Kamis tanggal 14 Oktober 2010 ke Lembaga Perlindungan Saksi
Dan Korban (LPSK) dan Dirjen Pajak.
Pada Bab pembahasan, penulis mengambil salah satu yang berkaitan
dengan hukum yaitu masalah “Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban
Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia”. Dasar pertimbangan penulis
mengambil topik ini adalah karena LPSK di Indonesia merupakan salah satu
lembaga Mandiri yang berada dalam lingkup Sistem Peradilan Pidana, baik
dalam proses penyelidikan, praperadilan, penuntutan, peradilan, maupun
pemasyarakatan dalam kasus-kasus pidana yang tertuju khusus pada upaya
perlindungan hak-hak saksi dan korban dalam setiap tahapan proses
peradilan hukumnya. Dengan adanya lembaga tersebut maka akan tercipta
rasa aman kepada para saksi dan korban dalam memberikan keterangan
pada semua tahapan peroses peradilan pidana. Atas dasar alasan tersebut
11
penulis membahas masalah “ Pelindungan Saksi Dan Korban Dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia”.
12
BAB II
DESKRIPSI INSTITUSIONAL
A. KOMISI YUDISIAL
Dalam kunjungan kami yang Pertama ini adalah ke Komisi Yudisial
pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2010 diisi oleh pembicara Bapak
Edy Hary Susanto S.H.,M.H., Hilman Purwanasuma, S.H Jabatan Tenaga
Ahli dan Staf Khusus Komisi Yudisial, Dra. Nita Kurniasih, M.Si Jabatan
Kepala Pusat Data dan Layanan Informasi. Dengan materinya yaitu
Mencari Sosok Pemimpin Komisi Yudisial (KY) Kedepan.
1. Sejarah Komisi Yudisial
Pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis
Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH). Majelis ini berfungsi untuk
memberikan, mempertimbangan dan mengambil keputusan terakhir
mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan
pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian dan
tindakan/hukuman jabatan para hakim yang diajukan baik oleh
Mahkamah Agung maupun Menteri Kehakiman. Namun dalam
perjuangannya, ide tersebut menemui kegagalan dan tidak berhasil
dimasukkan dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
13
Kemudian pada tahun 1998-an ide tersebut muncul kembali dan
menjadi wacana yang semakin kuat dan solid sejak adanya desakan
penyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan pengawasan
eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk mewujudkan
peradilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional dapat
tercapai.
Pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas
amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, telah disepakati beberapa perubahan dan penambahan
pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di
dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah
dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Setelah melalui seleksi yang ketat, terpilih 7 (tujuh) orang yang
ditetapkan sebagai anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 dan
dikukuhkan dalam Keputusan Presiden tanggal 2 Juli 2005.
Selanjutnya, pada tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh anggota Komisi
14
Yudisial mengucapkan sumpah dihadapan Presiden, sebagai awal
memulai masa tugasnya.
2. Visi dan Misi Komisi Yudisial
Pernyataan VISI adalah perwujudan harapan tertinggi yang
diupayakan untuk terwujud dengan mengoptimalkan pendayagunaan
sumber daya manusia di Komisi Yudisial melalui serangkaian tindakan
yang dilakukan secara terus menerus berdasarkan amanat konstitusi
dan Undang-Undang.
Visi Komisi Yudisial
“Terwujudnya penyelenggara kekuasaan kehakiman yang jujur, bersih,
transparan, dan professional”.
Pernyataan MISI adalah komitmen, tindakan, dan semangat
sehari-hari seluruh sumber daya manusia di Komisi Yudisial yang
diarahkan untuk mencapai VISI Komisi Yudisial.
Misi Komisi Yudisial
a. Menyiapkan calon hakim agung yang berakhlak mulia, jujur, berani
dan kompeten.
b. Mendorong pengembangan sumber daya hakim menjadi insan
yang mengabdi dan menegakkan hukum dan keadilan.
c. Melaksanakan pengawasan penyelenggara kekuasaan kehakiman
yang efektif, terbuka dan dapat dipercaya.
15
3. Tugas dan Kewenangan Komisi Yudisial
Tugas-tugas Komisi Yudisial yaitu:
a. Berkaitan dengan pengusulan pengangkatan hakim agung:
1. Melakukan pendaftaran calon hakim agung.
2. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung.
3. Menetapkan calon hakim agung.
4. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
b. Berkaitan dengan menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran, martabat, serta perilaku hakim:
1. Menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim.
2. Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan
berkaitan dengan perilaku hakim.
3. Melakukan pemeriksaaan terhadap dugaan pelanggaran
perilaku hakim.
4. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga
melanggar kode etik perilaku hakim.
5. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendas
dan disampaikan kepada Mahkamah Agung serta tindasannya
disampaikan kepada Presiden dan DPR.
c. Mengusulkan kepada Mahkamah Agung untuk memberikan
penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam
16
menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku
hakim.
Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 secara prsial dan tidak langsung
telah mengatur kewenangan Komisi Yudisial berkaitan dengan proses
pengusulan calon hakim agung. Sedangkan pasal 24B ayat (1) UUD
1945 mengurai kewenangan komisi yudisial menjadi dua hal :
a. Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR.
b. Mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
4. Tujuan Komisi Yudisial
a. Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-
unsur masyarakat.
b. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik
yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring
perilaku hakim.
c. Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan,
karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang
benar-benar independen.
17
d. Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan
kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman.
5. Keanggotaan Komisi Yudisial
- Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan hakim, praktisi
hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat.
- Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat Negara, terdiri dari 7 orang
(termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota). Saat
ini anggota Komisi Yudisial tinggal 6 orang.
- Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima)
tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.
Untuk keanggotaan KY Periode 2005-2010 terdiri dari:
Ketua Komisi Yudisial : M. Busyro Muqoddas, S.H.,M.Hum.
Wakil Ketua Komisi Yudisial : M. Thahir Saimima, S.H.
KorBid Penilaian Prestasi Hakim
dan Seleksi Hakim Agung : Prof. Dr. H. Mustafa Abdullah, S.H
KorBid Pengawasan Kehormatan,
Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim : H. Zainal Arifin, S.H
KorBid Pengembangan SDM : Prof. Dr. Chatamarrasjid Ais,
S.H,M.H
KorBid Hubungan Antar Lembaga : Soekotjo Soeparto, S.H,.LLm
18
6. Dasar Hukum Dibentuknya Komisi Yudisial
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
hasil amandemen ketiga Pasal 24A ayat (3): “Calon hakim agung
diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai
hakim agung oleh Presiden”. Pasal 24B ayat (1): a. Komisi Yudisial
bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim. b. Mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial,
Pasal 2 disebutkan bahwa Komisi Yudisial adalah lembaga Negara
yang bersifat mandiri dan dalam menjalankan tugasnya bebas dari
campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.
B. MAHKAMAH KONSTITUSI
Pada kunjungan selanjutnya tetap pada hari Senin tanggal 11
Oktober 2010 kami ke Mahkamah Konstitusi. Dengan materi berjudul
Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
19
dan Pemilu dan Perselisihan Hasil Pemilu yang diberikan oleh bapak Dr.
H. M. Akil Mochtar, S.H., M.H selaku Hakim Konstitusi.
1. Sejarah Mahkamah Konstitusi
Lembaran sejarah pertama Mahkamah Konstitusi (MK) adalah
diadopsinya ide Mahkamah Konstitusi (constitusional court) dalam
amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam
ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan pasal 24C Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 hasil perubahan ketiga yang disahkan pada 9 November
2001.
Ide pembentukan mahkamah konstitusi merupakan salah satu
perkembangan pemikiran hokum dan kenegaraan modern yang
muncul pada abad ke-20 ini. Ditinjau dari aspek waktu, Negara kita
tercatat sebagai Negara ke-78 yang membentuk MK sekaligus
merupakan Negara pertama di dunia pada abad ke-21 yang
membentuk lembaga ini.
Sambil menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan
Mahkamah Agung (MA) untuk menjalankan fungsi MK untuk
sementara waktu, yakni sejak disahkan Pasal III aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Keempat, pada 10
Agustus 2002. Untuk mempersiapkan pengaturan secara rinci
20
mengenai MK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah
membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Mahkamah
Konstitusi. setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan
Pemerintah menyetujui secara bersama pembentukan Undang-
Undang No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13
Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu juga
(Lembaran Negara Tahun 2003, nomor 98, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4316). Tanggal 13 Agustus 2003 inilah yang kemudian
disepakati para hakim konstitusi menjadi hari lahir MKRI.
Pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui keputusan
Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 mengangkat 9 (sembilan) Hakim
Konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan
pengucapan sumpah jabatan para Hakim Konstitusi di Istana Negara,
pada 16 Agustus 2003.
Lembaran perjalanan Mahkamah Konstitusi selanjutnya adalah
pelimpahan perkara dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi,
pada 15 Oktober 2003, yang menandai mulai beroperasinya kegiatan
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu cabang kekuasaan
kehakiman menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Mulai beroperasinya kegiatan Mahkamah Konstitusi juga menandai
berakhirnya kewenangan Mahkamah Agung dalam melaksanakan
21
kewenangan Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangan
Mahkamah Konstitusi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal III Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
2. Visi dan Misi Mahkamah Konstitusi
Visi Mahkamah Konstitusi
“Tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan
demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat”
Misi Mahkamah Konstitusi
a. Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman yang modern dan terpercaya.
b. Membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar
berkonstitusi.
3. Kedudukan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan suatu lembaga negara yang
melakukan kekuasaan Kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
4. Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai empat
(4) kewenangan dan satu (1) Kewajiban sebagaimana diatur dalam
UUD 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan akhir yang putusannya bersifat final untuk :
22
a. Menguji UU terhadap UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Memutuskan sengketa kewenagan lambaga negara yang
kewenangannya diberikan UUD Negara Republik Indonesia tahun
1945.
c. Memutuskan pembubaran Partai Politik.
d. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum (Pemilu).
5. Kewajiban Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas
pendapat DPR bahwa Presiden dan/ atau wakil Presiden diduga :
a. Telah melakukan Pelanggaran Hukum berupa :
a. Penghianatan terhadap Negara.
b. Korupsi.
c. Penyuapan.
d. Tindak Pidana berat lainnya.
e. Atau perbuatan tercela.
f. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
6. Susunan Organisasi Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 (sembilan) orang Hakim
Konstitusi yang diajukan masing-masing 3 orang dipilih dan diusulkan
23
oleh DPR, 3 orang dipilih dan diusulkan oleh Presiden dan 3 orang
dipilih dan diusulkan Mahkamah Agung, dan ditetapkan dengan
Putusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri atas seorang Ketua
merangkap Anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota dan 7
(tujuh) Anggota Hakim Kostitusi.
Untuk kelancaran tugas dan wewenangnya Mahkamah
Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan,
yang susunan organisasinya, fungsi, tugas dan wewenangnya diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah
Konstitusi.
Masa jabatan hakim Konstitusi adalah 5 tahun dan dapat
dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Sedangkan ketua
dan wakil Ketua dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa
jabatan 3 tahun. Hakim Konstitusi adalah pejabat negara.
C. Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Pada kunjungan ke 2 hari Selasa tanggal 12 Oktober 2010 kami ke
PPATK, diisi oleh Bapak Subintoro. Adapun materi yang kami dapat
adalah Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia dan Kelembagaan PPATK.
1. Defenisi Pencucian Uang
24
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang berbunyi perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan,
atau perbuatan lainnya atas kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduga merupakan hasil tindak pidan dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan
sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
2. Dampak Money Laundring
Ekonomis
- Instabilitas system keuangan.
- Distorsi terhadap system persaingan bebas.
- Mempersullit pengendalian moneter.
- Meningkatnya country risk.
Hukum dan Sosial
- Meningkatnya kejahatan baik jenis maupun kualitasnya.
- Meningkatnya kerawanan sosial.
3. Predicat of Crimes (Pasal 2)
1. Korupsi 14. Terorisme
2. Penyuapan 15. Pencurian
3. Penyelundepan barang 16. Penggelapan
25
4. Penyelundupan Tenaga Kerja 17. Penipuan
5. Penyelundupan imigran 18. Pemalsuan Uang
6. Perbankan 19. Perjudian
7. Pasar Modal 20. Prostitusi
8. Asuransi 21. Perpajakan
9. Narkotika 22. Kehutanan
10. Psikotropika 23. Lingkungan Hidup
11. Perdagangan Manusia 24. Kelautan
13. Perdgn. Senjata gelap 25. Tindak pidana lain dengan
Ancaman pidana penjara
lebih dari 4 tahun.
4. Tugas dan Kewenangan PPATK
Tugas PPATK
a. Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mengevaluasi
informasi yang diperoleh.
a. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian.
b. Membuat pedoman tatacara pelaporan STR.
c. Memberikan nasehat dan bantuan.
d. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kapada PJK tentang
kewajibannya.
26
e. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya
pencegahan.
f. Melaporkan hasil analisis kepada penyidik.
g. Membuat dan memberikan laporan berkala kepada Presiden,
DPR.
Kewenangan PPATK
a. Meminta dan menerima laporan dari PJK.
b. Meminta informasi mengenai perkembangan
penyidikan/penuntutan.
c. Melakukan audit kepatuhan terhadap PJK.
d. Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan tunai (CTR).
D. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Kunjungan kami selanjutnya pada hari Kedua yaitu Selasa tanggal
12 Oktober 2010 ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan pemateri
Ketua DPD Irman Gusman. Dengan tema “Perkembangan Penegakan
Hukum Persaingan di Indonesia”.
1. Sejarah DPD RI
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang
berkedudukan sebagai lembaga Negara. DPD terdiri dari atas wakil-
27
wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum dan
mempunyai alat kelengkapan yang meliputi:
Pimpinan DPD;
Panitia Ad Hoc;
Badan Kehormatan;
Panitia Musyawarah;
Panitia Perancang Undang-undang; dan
Panitia Kerjasama Antar Lembaga Perwakilan.
DPD mempunyai sebuah Seketariat Jendral. DPD dalam
melaksanakan tugasnya berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebelum perubahan UUD 1945, system ketatanegaraan
Indonesia mengenal MPR sebagai Lembaga Negara tertinggi.
Dibawahnya terdapat 5 lembaga yang berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi termasuk DPR. DPR merupakan lembaga
Perwakilan Rakyat, kedudukan DPR adalah kuat dan senatiasa dapat
mengawasi tindakan-tindakan Presiden.
Setelah amandemen, DPR mengalami perubahan-perubahan,
fungsi legislasi yang sebelumnya berada di tangan Presiden, maka
setelah amandemen UUD 1945 fungsi legislasi berpindah ke DPR.
Selanjutnya amandemen kedua UUD 1945 juga memunculkan
28
ketentuan baru yang memperkuat posisi DPR. Ketentuan itu
dirumuskan dalam pasal 20a UUD 1945, yaitu DPR memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan pengawasan. DPR mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat serta
ketentuan lebih lanjut tentang hak DPR dan Hak anggota DPR diatur
dalam UU.
Perkembangan selanjutnya, dibentuk DPD sebagai kamar
kedua di lembaga perwakilan rakyat dalam sidang tahunan MPR 2001.
Lembaga baru ini diatur dalam ketentuan yang sama sekali baru,
yaitu BAB VIIA tentang DPD. Eksistensi DPD dinyatakan dalam pasal
22C UUD 1945, yaitu:
1) Anggota DPD dipilih di setiap provinsi melalui Pemilu;
2) Anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah
seluruh anggota DPD ini tidak lebih dari sepertiga jumlah
anggota DPR;
3) DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun;
4) Susunan dan kedudukan DPD diatur dalam UU.
Salah satu berkenaan kewenangan DPD, Dapat mengajukan
kepada DPR rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
29
daya ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
Kunjungan kami pada hari Ketiga yaitu Rabu tanggal 13 Oktober
2010 ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dengan tema
“Perkembangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia”.
1. Sejarah KPPU
KPPU merupakan komisi negara yang dibentuk untuk
mengawasi pelaksanaan Undang-undang No. 5/1999. KPPU adalah
suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan Pemerintah serta pihak lain (pengambilan putusan).
Terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain,
KPPU berfungsi menyusun peraturan pelaksanaan dan memeriksa
berbagai pihak yang diduga melanggar UU No. 5/1999 tersebut serta
memberi putusan mengikat dan menjatuhkan sanksi terhadap para
pelanggarnya.
KPPU bertanggung jawab kepada Presiden dan melaporkan
hasil kerjanya kepada Dewan Pewakilan Rakyat. Komisi yang
diresmikan pada 7 Juni 2000 ini terdiri atas sebelas anggota -
30
termasuk seorang Ketua dan Wakil Ketua - yang pengangkatannya
atas persetujuan DPR, dengan masa jabatan selama lima tahun.
KPPU turut berperan mewujudkan perekonomian Indonesia
yang efisien melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, yang
menjamin adanya kepastian berusaha.
Pengawasan pelaksanaan Undang-Undang tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan
KPPU dimaksudkan untuk mewujudkan perekonomian Indonesia yang
efisien melalaui penciptaan iklim usaha yang kondusif, yang
menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
semua pelaku usaha. Dengan tujuan yang sama, KPPU juga berupaya
mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Upaya KPPU menjamin agar setiap orang yang berusaha di
Indonesia berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar
adalah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan
oleh pelaku ekonomi tertentu. Kesempatan berusaha yang terjaga
akan membuka lebar kesempatan konsumen untuk mendapatkan
pilihan produk yang tak terbatas, yang memang menjadi hak mereka.
Berjalannya kehidupan ekonomi yang menjamin keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum ini pada akhirnya
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
31
2. Visi dan Misi KPPU
Visi KPPU
“Menjadi Lembaga Pengawas Persaingan Usaha yang Efektif dan
Kredibel untuk Meningkatkan Kesejahteraan rakyat”.
Misi KPPU
1. Menegakan Hukum Persaingan.
2. Menginternalisasi nilai-nilai Persaingan.
3. Membangun kelembagaan yang efektif dan kredibel.
3. Tugas dan Wewenang KPPU
Tugas KKPU
a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian sebagaimana yang
diatur dalam pasal 4 s.d. 16.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau pelaku
usaha sebagaimana yang pasal 17 s.d. 24.
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya
penyalahgunaan posisi dominan sebagaimana yang diatur dalam
pasal 25 s.d. 28.
d. Mengambil tindakan sesuai wewenang komisi sesuai dengan
pasal 36.
32
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan
Undang-undang ini.
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi
kepada Presiden dan DPR.
Wewenang KPPU
a. Menerima laporan tentang dugaan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Melakukan penelitian terhadap kegiatan usaha atau tindakan
pelaku usaha.
c. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus
laporan maupun inisiatif.
d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan.
e. Memanggil pelaku usaha.
f. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang
yg dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang
ini.
33
F. KEJAKSAAN AGUNG RI
Kunjungan kami pada hari Ketiga yaitu Rabu tanggal 13 Oktober
2010 ke Kejaksaan Agung RI.
1. Kejaksaan Agung Secara Umum
Kejaksaan Agung adalah lembaga pemerintahan yang
melaksanakan Kekuasaan Negara di bidang penuntutan. Kekuasaan
Negara tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Ibukota),
Kejaksaan Tinggi (Provinsi), dan Kejaksaan Negeri
(Kabupaten/Kotamadya).
Jaksa adalah pejabat Negara yang diberi wewenang oleh
Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta
melaksanakan putusan pengadilan negeri yang inkracht.
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang sesuai dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hukum.
Susunan Kejaksaan
Kejagung Kejati Kejari Kacabjari
Kejaksaan bertindak untuk atas nama Negara. Dalam melakukan
tugasnya, jaksa senantiasa bertidak berdasarkan:
Hukum;
Mengindahkan Norma;
34
- Agama
- Kesopanan
- Kesusilaan
Menggali nilai-nilai
- Kemanusiaan
- Hukum
- Keadilan yang ada dalam masyarakat.
Kejaksaan agung memiliki pandangan acuan dalam bertugas “ SATYA
ADHI WICAKSANA”. Yang artinya:
1) Satya adalah dalam bertugas bersumber pada rasa jujur, baik, kepada
tuhan maupun sesame manusia.
2) Adhi adalah kesempurnaan dalam bertugas dan mempunyai rasa
tanggung jawab yang tinggi.
3) Wicaksana adalah bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku.
Kejaksaan Agung Mempunyai Visi dan Misi yaitu sebagai berikut:
Visi Kejasaan Agung
“Kejaksaan yang Independent dengan posisi sentral dalam penegakan hukum
guna mewujudkan supremasi hukum dan penghormatan hak asasi manusia”.
Misi Kejaksaan Agung
35
1. Mengamankan dan mempertahankan pancasila sebagai falsafah hidup
bangsa terhadap usaha-usaha yang dapat menggoyahkan sendi-sendi
kehudupan bermasyrakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Mewujudkan kepastian hukum ketertiban, keadilan, dan kebenaran
hukum serta mengindahkan norma-norma beragama.
Dalam kerjanya Jaksa Agung dibantu oleh beberapa Jaksa Agung
Muda antara lain: pengawasan yaitu berfungsi mengawasi jaksa-jaksa
yang nakal atau tidak menjalankan apa yang sudah ditentukan. Jaksa
Agung Muda dibidang Pembinaan yang nbertugas melakukan pembinaan
serta pelaksana pembangunan sarana dan prasarana, keuangan,
pegawai, pelengkapan serta organisasi tata laksana.
G. LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK)
Kunjungan kami pada hari Keempat yaitu kamis tanggal 14
Oktober 2010 ke Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK).
Dengan tema “Sistem Kelembagaan Dan LPSK Dalam Sistem Peradilan
Pidana Indonesia”.
1. Sejarah LPSK
LPSK memang tidak akan mungkin mengiformasikan hak-hak
seseorang sebagai saksi dan korban dalam system peradilan pidana
36
kepada lebih dari dua ratus tiga puluh juta orang penduduk Indonesia
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Tahun 2006 bisa jadi merupakan salah satu tahun yang
bersejarah dalam perjalanan panjang penegak hukum dan hak asasi
manusia di Indonesia. Setelah melaui advokasi panjang dari berbagai
kalangan pemerhati hukum dan hak asasi manusia, akhirnya Undang-
undang tentang Perlindugan Saksi Dan Koraban di sahkan. Namun hal
ini tidak serta merta membuka akses bagi Lembaga Perlindungan Saksi
Dan Korban (LPSK) untuk segera dapat bekerja secara optimal. Tahun-
tahun awal berdirinya LPSK diwarnai berbagai kendala baik dari
internal (terkait kelembagaan) maupun ekternal (terkait dukungan
pihak-pihak yang selama ini berhubungan langsung dengan para saksi
dan korban dalam system peradilan pidana).
Dasar Hukum Lembaga Perlindungan Saksi Dan korban adalah:
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
Dan Korban.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008
tentang Pemberian Konpensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada
Saksi dan Korban.
Peraturan Perundang undangan lainnya yang selaras mengenai
Perlindungan Saksi, Korban dan Pelapor.
37
Melalui proses seleksi yang panjang dan diakhiri dengan Fit
and Proper Test oleh Komisi III DPR RI, terpilih 7 orang Anggota LPSK
yang kemudian diangkat oleh Presiden RI berdasarkan Keppres
No/65/P/2008.
7 (tujuh) Anggota LPSK tersebut adalah:
1. Abdul Haris Semendawai, S.H., LLM;
2. I Ktut Sudiharsa, S.H., M.Si;
3. Lies Sulistiani, S.H., M.H;
4. Lili Pintauli Siregar, S.H;
5. Dra. Myra Diarsi, MA;
6. R.M. Sindhu Krishno, Bc.IP,. S.H., M.H;
7. Dr. Teguh Soedarsono, SIK., S.H., M.Si.
Pada 7 April 2010, LPSK Menerima Keppres No. 39/P Tahun
2010 tertanggal 5 April 2010 yang memuat 3 (tiga) hal: (1)
Memberhentikan sebagian Anggota LPSK, masing-masing atas nama I
Ktut Sudiharsa, S.H., M.Si; dan Dra. Myra Diarsi, MA; (2) pelaksanaan
Keppres ini lebih lanjut dilakukan oleh Ketua Lembaga LPSK; dan (3)
Keppres ini dimulai berlaku pada akhir bulan sejak Keppres ini
ditetapkan.
VISI LPSK
Terwujudnya perlindungan saksi dan korban dalam system peradilan pidana.
38
MISI LPSK
1. Mewujudkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak bagi
saksi dan korban dalam peradilan pidana.
2. Mewujudkan kelembagaan yang professional dalam
memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak bagi
saksi dan korban.
3. Memperkuat landasan hukum dan kemampuan dalam
pemenuhan hak-hak saksi dan korban.
4. Mewujudkan dan mengembangkan jejaring dengan para
pemangku kepentingan dalam rangka pemenuhan hak
saksi dan korban.
5. Mewujudkan kondisi yang kondusif serta partisipasi
masyarakat dalam perlindungan saks dan korban.
H. DIRJEN PAJAK
Kunjungan kami pada hari Keempat berikutnya yaitu kamis
tanggal 14 Oktober 2010 ke Direktorat Jendral Pajak. Dengan
penyampaian Materi diberikan oleh Staf-staf bagian khusus yang bekerja
di Instansi Dirjen Pajak.
A. DIRJEN PAJAK Secara Umum
39
Direktorat Jendral Pajak merupakan unit eselon I dibawah
Departemen Keuangan Republik Indonesia diberi tugas yang cuku
berat dalam memaksimalkan penerimaan Negara dari sector pajak
yang semakin meningkat setiap tahunnya untuk membiayai
pembangunan melalui kebijakan dan model pelayanan yang dapat
dibanggakan masyarakat.
Tiga pilar utama sebagai tugas DJP, yaitu penyuluhan,
pelayanan/pembinaan dan pengawasan (law enfocement) sangat
mendesak untuk ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya.
Struktur Organisasi Direktorat Jendral Pajak (DJP) terdiri dari
kantor pusat berlokasi di Jend. Gatot Subroto Kav. 40-42. Kantor pusat
ini membawahi sebanyak 31 kantor wilayah sebanyak diseluruh
Indonesia dan kanwil akan membawahi Kantor Pelayanan Pajak
sebanyak 185 KPP, 53 Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, dan
164 kantor Pelayanan PBB. Di seluruh Indonesia selanjutnya KPP dan
KPPBB akan membawahi 236 Kantor Penyuluhan dan Pengamatan
Potensi Perpajakan diseluruh Indonesia.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
40
kemakmuran rakyat. Pajak merupakan sumber utama penerimaan
Negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan Negara tidak dapat
untuk dilaksanakan.
Penggunaan uang pajak meliputi:
Pembayaran gaji Pegawai Negeri Sipil dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan;
Pembangunan sarana umum;
Pembiayaan lainnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pajak dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan dari lembaga
yang mengelolanya yaitu:
1. Pajak Pusat
Pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini sebagian
dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak yaitu antara lain:
a. Pajak Pengahsilan (PPh);
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
c. Pajak Penjualan Barang yang tergolong Mewah (PPnBM);
d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
e. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB);
f. Bea Materai.
2. Pajak Daerah
41
Pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang dalam hal ini ditangani
oleh Dinas Pendapatan Daerah, yaitu antara lain:
Provinsi
- Pajak Kendaraan Bermotor (baik di darat maupun di laut);
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (di darat maupun di air);
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas
air;
- Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah dan Air
Permukaan Restoran.
Kabupaten
- Pajak Hotel;
- Pajak Reklame;
- Pajak Restoran;
- Pajak Hiburan;
- Pajak Penerangan Jalan;
- Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.
Pada dasarnya setiap orang pribadi baik Warga Negara
Indonesia/Warga Negara Asing yang bertempat tinggal di Indonesia
dan badan yang didirikan di Indonesia merupakan wajib pajak, kecuali
ketentuan perundang-undangan menetukan lain. Mengingat sifatnya
yang wajib, maka orang atau sesuatu badan yang menurut peraturan
42
menurut perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan disebut sebagai Wajib Pajak (WP).
43
BAB III
PEMBAHASAN
Sistem Kelembagaan Dan LPSK Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia.
Pada kunjungan kami pada hari keemepat tanggal 14 Oktober
2010 ke Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK). Di LPSK kami
mendapat Materi dari Nara sumber 4 Anggota yang telah bergabung di
LPSK dengan, yaitu: 1. Bapak Abdul Haris Semendawai, S.H., LLM. Selaku
Ketua LPSK, 2. Lies Sulistiani, S.H., M.H, selaku Wakil Ketua, 3. DR. H.
Teguh Soedarsono SIK., S.H., M.Si., Dan Terakir 4. R.M. Sindhu Krishno,
Bc.IP., S.H., M.H., Selaku anggota. Dengan Tema “Sistem Kelembagaan
Dan LPSK Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia.
Dasar pertimbangan penulis mengambil topik ini adalah dari tidak
tahu sehingga mengetahui tentang kelembagaan apa itu LPSK, karena
LPSK di Indonesia merupakan salah satu lembaga Mandiri yang berada
dalam lingkup Sistem Peradilan Pidana, baik dalam proses penyelidikan,
praperadilan, penuntutan, peradilan, maupun pemasyarakatan dalam
kasus-kasus pidana yang tertuju khusus pada upaya perlindungan hak-
hak saksi dan korban dalam setiap tahapan proses peradilan hukumnya.
44
A. LPSK Secara Umum
Kehadiran Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pelindungan Saksi Dan Korban memberikan angin segar bagi
perkembangan hukum pidana di Indonesia, khususnya hukum formal
yang selama ini diakomodasikan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana, bahkan di dalam Undang-undang
tersebut telah diamanatkan secara khusus mengenai Lembaga
Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK) yang bertugas dan berkewajiban
untuk memberikan perlindungan saksi dan koraban dalam kasus-kasus
pidana. Seberapa penting arti bagi saksi maupun korban (termasuk
keluarga, orang-orang dekatnya, dan harta bendanya) dalam suatu
proses peradilan pidana.
LPSK di Indonesia merupakan lembaga yang berada dalam lingkup
dalam Sistem Peradilan Pidana, baik dalam proses penyelidikan,
praperadilan, penuntutan, peradilan, maupun pemasyrakatan dalam
kasus-kasus pidana yang tertuju khusus pada upaya perlindungan hak-
hak saksi dan korban dalam setiap tahap proses peradilan hukumnya.
Oleh karena itu, peran dan fungsi serta keberadaan LPSK harus ditata,
dibudayakan, dan disinergikan dengan fungsi dan kewenangan unsure
lembaga penegak hukum pidana lainnya secara luas, rinci, dan tegas.
45
1. Tanggung Jawab LPSK
Sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 yang
mengamanatkan bahwa LPSK Mempunyai Tanggung Jawab sebagai
berikut:
a) Memberikan rasa aman kepada para saksi dan korban dalam
memberikan keterangan pada semua tahapan proses peradilan
pidana;
b) Memberikan perlindungan dan hak-hak kepada para saksi dan
korban yang akan, sedang, dan atau telah memberikan
keterangan dalam perkara pidana pada kasus-kasus tertentu;
c) Mendayagunakan berbagai sumber daya kemampuan dan
anggaran Negara untuk melakukan perlindungan, bantuan, dan
perwujudan hak-hak saksi dan korban berkenaan dengan proses
peradilan pidana pada kasus-kasus tertentu;
d) Membuat laporan berkala tentang pelaksanaan tugas LPSK
kepada DPR-RI dan Presiden.
2. Fungsi LPSK
Adapun Fungsi Lembaga Perlndungan Saksi Dan Korban yaitu
sebagai berikut:
46
a) Mengkordinasikan fungsi dan peran perlindungan saksi dan korban
dalam sistem peradilan pidana;
b) Penerima permintaan, penyerahan dan atau permohonan untuk
dilakukan perlindungan terhadap saksi dan atau korban dalam
kasus perkara pidana tertentu;
c) Menetukan persyaratan dan wujud perlindungan kepada saksi dan
korban sesuai pertimbangan yang dilakukan;
d) Melakukan koordiansi, kerjasama dan kemitraan dengan berbagai
pihak dalam proses maupun aktivitas perlindunagn saksi dan
korban;
e) Melakukan upaya perlindungan dan pemberian bantuan kepada
saksi dan korban sesuai kewenangannya;
f) Menentukan tata manajemen, sistem informasi, dan siklus
pelaporan tentang aktivitas perlindungan saksi dan korban.
3. Ruang Lingkup Kewenangan LPSK
Bahkan dalam hal-hal tertentu LPSK diberikan kewenangan
untuk mefasilitasi pemberian kesaksiandi luar ruang pengadilan,
khususnya terhadap saksi dan/atau korban yang berada dalam
suasana ancaman yang sangat besar; memfasilitasi pemberian
kesaksian secara langsung melaui sarana elektronikdengan
47
didampingi oleh pejabat tang berwenang; memfasilitasi kesaksian
secara tertulis; dan memfasilitsi pemberian kesaksian secara dengan
pendampingan penasehat hukumnya.
Pemberian layanan perlindungan dan fasilitas kepada LPSK
atas berbagai pertimbangan, antara lain: sifatnya pentingnya
keterangan yang disampaikan saksi dan /atau korban tersebut;
tingkat ancaman yang membahayakan baginya; hasil analisis tim
medis dan atau psikososial terhadap yang bersangkutan; serta rekam
jejak kejahatan yang pernah dilakukan saksi dan/atau korban
tersebut.
B. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
LPSK saat ini sedang berupaya menyusun suatu peraturan system
menajemen SDM yang diharapkan mampu menciptakan tata kerja dan
peningkatan kinerja lembaga. Untuk mendukung hal ini, LPSK menyadari
bahwa penguatan kapasitas internal tidak terlepas dari dukungan Sumber
Daya Manusia yang kompeten sebagai pelaksana aktivitas perlindungan.
Apabila LPSK didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkompetensi
tinggi serta sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor
13 Tahun 2006 dapat terlaksana secara maksimal.
48
Menyadari arti penting keberadaan saksi dan korban sebagai
front-gate untuk mengungkap kejahatan, LPSK membentuk satu unit
khusus yang bertugas untuk menerima permohonan perlindungan yang
dating ke LPSK. Unit ini diberi nama Unit Pernerimaan Permohonan
(UP2)LPSK. Tugas utama dari unit ini adalah penanganan pertama bagi
setiap permohonan yang masuk ke LPSK. Diharapakan melalui UP2 akan
mampu menangkap isu-isu pelindungan terhadap saksi dan korban yang
tengah menjadi sorotan publik.
Hal lain yangn akan sanagat menentukan keberhailan LPSK dalam
melakukan perlindungan terhadap saksi dan korban adalah dukungan
dari aparat penegak hukum (kepolisian, Kejaksaan, MA, serta Advokat).
Eratnya korelasi anatara kinerja LPSK sebagai lembaga penyelenggara
hak-hak saksi dan korban dalam siste peradilan pidana dengan dukungan
aparat penegak hukum menuntut suatu pola hubungan yang erat serta
mampu bersinergi
Dukungan lain yang harus pula dimiliki LPSK adalah political will
dari pihak pemerintah serta dukungan dari masyarakat terhadap upaya-
upaya LPSK dalam mewujudkan perlindungan saksi dan korban. Sehebat
apapun upaya LPSK untuk membangun fondasi kelembagaan serta
menunjukan kinerja terbaiknya, tanpa dukungan dari pihak pemerintah
serta segenap elemen masyarakat, kinerja LPSK tidak akan maksimal.
49
Pada akhirnya catatan tahunan LPSK bukan sekedar cacatan angka-
angka semata. Namun lebih dari itu, cacatan akhir tahun ini
menggambarkan sekilas tantangan bagi peningkatan kinerja LPSK di hari-
hari mendatang. Semoga tuntutan yang tergambarkan melaui cacatan
akhir tahun LPSK akan mampu dijawab dengan kinerja LPSK yang jauh
lebih maksimal lagi di tahun 2010 dan seterusnya.
C. Mekanisme Pemberian Perlindungan
1. Proses Pemberian Perlindungan Bagi Saksi dan/atau Korban:
1) Permintaan diajukan secara tertulis oleh pihak yang bersangkutan,
baik atas inisiatif sendiri, diajukan oleh orang yang mewakilinya,
dan atau oleh pejabat yang berwenang kepada LPSK;
2) Pemberian perlindungan dan bantuan kepada Saksi dan/atau
Korban ditentukan dan didasarkan pada “Keputusan LPSK;
3) Dalam hal LPSK menerima permohonan tersebut, Saksi dan/atau
Korban yang bersangkutan berkewajiban menandatangani
pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan
perlindungan Saksi dan Korban;
4) Perlindungan LPSK diberikan kepada Saksi dan/atau Korban
termasuk keluarganya sejak ditandatanganinya pernyataan
kesediaan;
50
5) Perlindungan bagi Saksi dan/ atau Korban diberikan sejak
ditandatanganinya perjanjian pemberian perlindungan;
6) Pembiayaan perlindungan dan bantuan yang diberikan dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
7) Perlindungan bagi Saksi dan/ atau Korban hanya dapat dihentikan
berdasarkan alasan:
a. Inisiatif sendiri dari Saksi dan/ atau Korban yang dilindungi,
b. Atas permintaan pejabat yang berwenang,
c. saksi dan/ atau korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis
dalam perjanjian; atau
d. LPSK berpendapat bahwa Saksi dan/ atau Korban tidak lagi
memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang
meyakinkan; dan
8) Penghentian perlindungan bagi Saksi dan/ atau Korban harus
dilakukan secara tertulis.
2. Bagan Alur Pemberian Perlindungan Saksi Dan/atau
Korban
51
52
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tersebut diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa masing-masing lembaga/institusi telah mempunyai
tugas dan wewenang tersendiri dan dilakukan dengan penuh rasa
tanggung jawab, sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan akan
terlaksana seperti apa yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia sesuai
dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan hal itu harus
didukung oleh sarana dan prasarana yang baik dan memadai, Sumber
Daya Manusia yang berkualitas dan yang terpenting adalah moral yang
baik dari pejabat itu sendiri.
Apabila suatu kondisi negara telah lengkap sarana dan prasarana
serta telah memiliki Sumber Daya Manusia yang berkulitas, jika tidak
diikuti dengan moral pejabat yang baik, maka negara tersebut cenderung
anarkis, sewenang-wenang dan hanya menyengsarakan rakyat.
B. Saran
Dari pembahasan diatas maka penulis memberikan saran bahwa:
1. Hendaknya ada hubungan koordinasi antara lembaga-lembaga yang
berwenang dalam menyelesaikan dan menjalankan tugas yang di
pertanggung jawabkan kepada lembaga tersebut.
53
2. Hendaknya lembaga negara yang berwenang dalam menyelesaikan
masalah bekerja secara suguh-sungguh, professional dan bertindak
sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
3. Dengan berjalannya tugas dan fungsi lembaga-lembaga tersebut
dengan baik dan selalu berpegang teguh kepada kebenaran
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha ESA, bersama pemerintah
membawa bangsa kearah yang dicita-citakan rakyat Indonesia.
54
BIODATA
Nama : ASEF ADIANTO
NPM : BIA107018
Semester : VII (tujuh)
Fakultas : Hukum
Jurusan : Hukum Pidana
Tempat dan Tanggal Lahir : Bengkulu, 20 September 1988
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Pendidikan : SD Negeri No. 38 Bengkulu
SLTP N 12 Bengkulu
SMA. Muhammadiyah 4 Bengkulu
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
Angkatan 2007
Alamat : JL. Batang Hari Gg Kelapa No. 32 Rt 11
Kecamatan Ratu Agung Kelurahan Tanah Patah
Kota Madya Bengkulu
55
Lampiran 1
Photo di Komisi Yudisial, Senin 11 Oktober 2010
Photo di Mahkamah Konstitusi, Senin 11 Oktober 2010
56
Photo di PPATK, Selasa 12 Oktober 2010
Photo di DPD RI, Selasa 12 Oktober 2010
57
Photo di KPPU, Rabu 13 Oktober 2010
Photo di LPSK, Kamis 14 Oktober 2010
58
Photo di Direktorat Jendaral Pajak, 14 Kamis Oktober 2010
top related