laporan penelitian 2015 lanjutan - repositori.unud.ac.id filelaporan penelitian penegakan hukum...
Post on 21-Jun-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PENELITIAN
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP
PERTAMBANGAN BATUAN DI KABUPATEN KARANGASEM
Oleh:
Dr. I Gusti Ayu Putri Kartika, SH.,MH. (Ketua)
Prof Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH.,MS. (Anggota)
Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH.,MHum.(Anggota)
Ni Made Lidia Lestari Karlina Dewi (Mahasiswa S2)
Made Dandy Pranajaya, S.Sos (Sekretariat Peneliti)
PENELITIAN INI DIBIAYAI DARI DANA DIPA BLU PROGRAM
STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM PPS UNUD DENGAN SK
REKTOR NOMOR:
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL PENELITIAN
1. Judul : Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap
Pertambangan Batuan di Kabupaten Karangasem.
2. Bidang Ilmu Penelitian : Ilmu Hukum
3. Ketua Pelaksana
a) Nama : Dr. I Gusti Ayu Putri Kartika, SH.,MH.
b) Jenis Kelamin : Perempuan
c) NIP : 19660331 199303 2 003
d) Pangkat/ Golongan : Penata Tk I / III/d
e) Jabatan : Lektor
f) Program Studi/Konsentrasi : Hukum Administrasi
4. Jumlah Tim Peneliti : 5 (lima) orang
5. Lokasi Penelitian : Kabupaten Karangasem
6. Waktu Penelitian : 6 Bulan
7. Biaya : Rp. 9.900.000
Mengetahui, Denpasar, 15 November 2015 Ketuan Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum. Ketua Peneliti
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM Dr. I Gusti Ayu Putri Kartika,
SH.,MH
NIP. 19660331 199303 2 003 NIP. 19660331 199303 2 003
Menyetujui,
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp,S(K).
NIP. 195902151985102001
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………
PRAKATA…………………………………………………………………………..
ABSTRACT dan ABSTRAK………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………… 4
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN…………………………….. 8
BAB IV METODE PENELITIAN………………………………………………… 9
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….. 11
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….. 28
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 30
LAMPIRAN
a. Perincian Biaya Penelitian…………………………………………. 33
b. Jadwal pelaksanaan………………………………………………… 34
c. Instrumen Penelitian………………………………………………...
d. Personalia Tenaga Penelitian……………………………………….
e. CV Peneliti…………………………………………………………... 35
PRAKATA
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas tuntunanNya laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Keberhasilan penelitian ini dilaksanakan tidak terlepas dari dukungan berbagai
pihak baik berupa finansial maupun moril. Penelitian ini kami lakukan dengan
maksud untuk menambah pengetahuan dan wawasan dan juga untuk mengetahui dan
menganalisis temuan dari hasil penelitian.
Kerjasama yang baik antara anggota tim peneliti dalam proses menyelesaikan
laporan penelitian ini merupakan kontribusi yang sangat berharga bagi saya selaku
ketua tim peneliti.
Kami juga tidak lupa menghaturkan ucapan terima kasih yang sedalam-
dalamnya terhadap semua bantuannya.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari harapan, untuk
itu kritik dan saran sangat diharapkan, akan tetapi kami yakin bahwa hasil penelitian
ini ada manfaatnya bagi pengembangan keilmuan.
Denpasar 15 Nopember 2015
Ketua Tim Peneliti
ABSTRACT
The central theme of this research is the Environmental Law Enforcement Against
Rock Mining District in Karangasem.
Based on the central theme of the sub-sub-issue of this study consists of: 1. How is the
supervisory arrangements in the field of mining rock in Karangasem? 2. How is the
administrative enforcement of environmental law and penal law in the field of mining rock in
Karangasem?
The issue of two sub-study was conducted using the approach of legislation (statute
approach) and approaches the concept (conceptual approach). The result achieved is to
provide prescriptions of what is supposed to be over the legal issues raised
With this approach the results of this research study are:
1. Monitoring the environment in mining rock in Karangasem by the Regent of the IUP
and IPR, while Team coordinated by Unit / SKPD in charge of monitoring and
controlling the implementation of mining rocks. Supervision is intended only for
administration, orderly excavation and preservation of the environment, thus not
reflecting the nature of the surveillance.
2. Enforcement of administrative law and penal law in the regulation is not adequate
because it only set of administrative sanctions in the form of a written warning,
temporary suspension of part or all activities of exploration or production operations,
and / or revocation of IUP or IPR. Organized criminal sanctions only in the form of
imprisonment and a maximum fine of Rp. 50 million. Criminal offenses there is only a
violation.
On that basis it is advisable to back revised Regulation No. 13 Year 2012 on the
Management of the Mining business, especially concerning administrative sanctions
and criminal sanctions are still visible light with the management objectives rock
mining can provide for the public welfare. This is in accordance with the law
enforcement carried out by the progressive nature of law. Supervision should be done
based on the stages in mining activities.
Keywords: rock mining, environmental law enforcement, supervision.
ABSTRAK
Tema sentral penelitian ini adalah Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap
Pertambangan Batuan Di Daerah Kabupaten Karangasem.
Berdasarkan tema sentral tersebut sub-sub isu penelitian ini terdiri atas: 1.
Bagaimanakah pengaturan pengawasan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten
Karangasem? 2. Bagaimanakah penegakan hukum lingkungan administratif dan kepidanaan
di bidang pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem?
Dari dua sub isu tersebut penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual
approach). Hasil yang dicapai adalah memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya
atas isu hukum yang diajukan
Dengan pendekatan tersebut hasil kajian penelitian ini adalah:
1. Pengawasan lingkungan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten
Karangasem dilakukan oleh Bupati terhadap IUP dan IPR sedangkan Tim yang
dikoordinir oleh Unit/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi
pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan usaha pertambangan batuan.
Pengawasan ditujukan hanya untuk tertib administrasi, tertib penggalian serta
kelestarian fungsi lingkungan hidup, dengan demikian belum mencerminkan
hakekat dari pengawasan.
2. Penegakan hukum administrasi dan kepidanaan dalam perda belum memadai
karena hanya diatur Sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian
sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, dan /
atau pencabutan IUP atau IPR. Sanksi pidana diatur hanya berupa pidana
kurungan dan pidana denda paling banyak Rp. 50 juta. Tindak pidana yang ada
hanya merupakan pelanggaran.
Atas dasar itu disarankan untuk revisi kembali Perda No 13 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan usaha Pertambangan khususnya tentang sanksi administrasi dan sanksi pidana
yang nampak masih ringan dengan tujuan pengelolaan usaha pertambangan batuan dapat
memberikan kesejahtraan bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan penegakan hukum yang
dilakukan dengan sifat hukum progresif. Pengawasan harus dilakukan berdasarkan tahapan-
tahapan dalam kegiatan usaha pertambangan.
Kata kunci: pertambangan batuan, penegakan hukum lingkungan, pengawasan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Telaah Pasal 33 UUD NRI 1945 selalu mengemuka dan dijadikan dasar dalam
pengelolaan pertambangan. UUD NRI 1945 Pasal 33 ayat (3) dengan jelas menentukan bahwa
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sesuai dengan ketentuan tersebut
dikuasai oleh negara dapat diartikan bahwa negara sebagai organisasi bangsa memiliki
kedaulatan tunggal yang tidak terbagi-bagi dan kekuasaan tertinggi terhadap segala sumber daya
alam termasuk pertambangan. Dengan demikian siapa saja yang memanfaatkan harus seizin
negara dan apabila tidak seizin negara dapat dikatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum
dan dikenakan sanksi.
Menurut Bagir Manan bahwa penguasaan negara atas pertambangan dengan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat menimbulkan kewajiban negara antara lain:
1. Bahwa segala bentuk pemanfaatan sumber daya alam pertambangan serta hasil
yang didapat harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahtraan
masyarakat.
2. Negara menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam dan di atas bumi
yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat.
3. Negara mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan
rakyat tidak mempunyai kesempatan dan kehilangan hak yang terdapat di dalam
dan di atas bumi. Ketiga inilah yang seharusnya dijadikan pedoman oleh
2
pemerintah dan pemerintah daerah dalam rangka menentukan arah kebijakan di
bidang pertambangan.
Untuk tingkat Daerah penguasaan terhadap pertambangan dilakukan oleh Pemerintah
Daerah baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang
kewenangannya dalam melakukan pengelolaan pertambangan meliputi wilayah administrasinya.
Daerah Kabupaten Karangasem yang terdiri dari daratan dan perairan banyak
mengandung berbagai jenis mineral membawa keuntungan sehingga merupakan wilayah yang
kaya sumber daya alam jenis mineral. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di
alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya
yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas dan padu. Batuan adalah mineral selain
mineral radioaktif, mineral logam dan mineral bukan logam. Pertambangan mineral adalah
pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, diluar panas bumi, minyak, gas
bumi, serta air tanah.
Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa pemanfaatan sumber daya alam ada yang dapat
diperbaharui (renewable resources) dan ada yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable
resources). Bahan galian tambang yang terkandung di wilayah hukum Indonesia khususnya
mineral batuan di Karangasem sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat diperbaharui
(unrenewable resources) yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang
banyak sehingga pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara, untuk memberi nilai tambah bagi
perekonomian nasional dan kesejahtraan rakyat yang berkeadilan, sekaligus pembangunan
daerah secara berkelanjutan.
Melakukan kegiatan usaha pertambangan dari segi ekonomi memang sangat
menguntungkan karena memiliki nilai jual yang sangat tinggi namun dilain fihak juga dapat
3
menimbulkan hal yang buruk terhadap lingkungan hidup. Permasalahannya adalah seperti yang
diungkapkan oleh I Ketut Wage Saputra sebagai Asisten Tata Praja Pemerintah Daerah
Kabupaten Karangasem melalui media harian Bali Post bahwa ada 60 perusahaan yang
beroperasi mengeruk pasir ditiga kecamatan yaitu Selat, Rendang dan Bebandem. Dan beliau
juga mengatakan bahwa sampai saat ini ada puluhan pengusaha yang melakukan kegiatan
pertambangan batuan tanpa izin. Dan lebih jauh lagi bahwa Bupati Karangasem I Wayan
Geredeg juga mengakui belum bisa untuk melakukan penegakan hukum melalui Peraturan
Daerah (Perda) untuk menertibkan sejumlah penambang galian C tanpa izin.
Oleh karena itu penegakan hukum lingkungan terhadap pertambangan batuan wajib
dilakukan untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab apabila penambang tanpa
izin dibiarkan terus menerus, tidak menutup kemungkinan dapat merusak lingkungan,
pengerukan juga semakin marak dilakukan dan dapat mengganggu warga sekitar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut di atas, permasalahan pokok yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pengawasan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten
Karangasem?
2. Bagaimanakah penegakan hukum lingkungan administratif dan kepidanaan di bidang
pertambangan batuan di kabupaten Karangasem?
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum pertambangan mempunyai keterkaitan dengan hukum lingkungan karena setiap
usaha pertambangan khususnya pertambangan batuan diwajibkan untuk memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Salim HS, mengemukakan
bahwa: “Hukum pertambangan adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur kewenangan
Negara dalam pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan Negara dengan
orang dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian”1
Sebagai salah satu bidang ilmu hukum, hukum pertambangan mempunyai berbagai
dimensi yang salah satunya adalah lingkungan karena objek dan aktivitas pertambangan adalah
lingkungan. Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah abiotik dan biotik. Hukum
pertambangan menempatkan aspek lingkungan merupakan aspek yang penting karena adanya
perubahan sifat dan fisik dari lingkungan sehingga perlakuan khusus terhadap lingkungan sangat
diperlukan dalam rangka lingkungan yang dikelola akibat pertambangan senantiasa memiliki
fungsi dan daya lingkungan hidup yang terjaga dan dimungkinkan untuk ada peningkatan.
Menurut Siti Sundari Rangkuti, substansi undang-undang tentang pengelolaan
lingkungan harus memuat prinsip-prinsip kebijaksanaan lingkungan (Principles of environmental
policy) untuk dituangkan dalam aturan yang berisi norma hukum sebagai berikut:
a) Abatement at the source (penanggulangan pada sumbernya)
b) The best available Technology (Bat) = the “alara principle” (“as law as
reasonably achieveable”).
c) The polluter pays principle (prinsip pencemar membayar)
d) Stand still principle (prinsip cegat tangkal/cekal)
e) Principle of regional differentiation (prinsip perbedaan regional)
1 Salim H.S., Hukum Pertambangan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakatra, 2005, hal 8.
5
f) Shifting the burden of proof = “het beginsel van de omkering der bewijlast” (beban
pembuktian terbalik)2
Asas-asas sebagaimana tertuang diatas mendasari penetapan instrument hukum
pengelolaan lingkungan sebagai sarana pencemaran lingkungan dan merupakan salah satu kunci
keberhasilan pengelolaan lingkungan.3
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan merupakan mata rantai (Regulatory chain) yang meliputi :
legislation, regulation, issueing permit, implementation, and enforcement yang digambarkan
dalam skema berikut:
Legislation Regulation
Enforcement Isuueing permit
Implementation
2 Rangkuti, Siti Sundari, Perangkat Hukum Lingkungan: Dari Ius Constitutum, Sekali Lagi, Ke Ius Constituendum,
disampaikan pada Seminar “ Good Governance and Good Environmental Governance” Penyelenggara FH UNAIR
tanggal 28 Pebruari 2008, Surabaya, hal 5. 3 Ibid.
6
Dalam pengelolaan lingkungan, hukum selain berfungsi sebagai perlindungan dan
kepastian bagi masyarakat (social control) juga sebagai sarana pembangunan ( a tool social
engineering) dengan peran sebagai agent of development atau agent of change.Dalam fungsinya
sebagai sarana pembangunan, hukum melegitimasi instrument kebijaksanaan dalam pengelolaan
lingkungan, yaitu, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau UKL-UPL dan
perizinan lingkungan.
Izin lingkungan wajib dimiliki oleh setiap perusahaan sehingga izin itu sifatnya umum
dan mutlak. Kewajiban tersebut dilatarbelakangi, karena Negara atau pemerintah berkeinginan
agar setiap perusahaan untuk sungguh-sungguh memperhatikan lingkungan hidup supaya dapat
dicegah dan diminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan. Kedudukan izin lingkungan
merupakan dasar untuk memperoleh izin usaha perusahaan sebagaimana diatur berdasarkan
Pasal 40 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 yaitu: “Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk
memperoleh izin usaha dan atau kegiatan”.
Izin merupakan suatu persetujuan dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan
larangan perundang-undangan.4 Berdasarkan pengertian dari izin tersebut, maka izin berfungsi
sebagai sarana kepastian hukum bagi pemegang izin untuk melakukan aktivitas yang dilarang
dalam suatu peraturan perundang-undangan. Selain sebagai sarana kepastian hukum, izin juga
digunakan sebagai sarana bagi pemerintah untuk mengendalikan aktivitas tertentu yang dapat
mengganggu hak orang lain atau lingkungan. Sehingga izin juga merupakan instrument yang
4 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, 1994 hal 2.
7
biasa dipakai di dalam bidang hukum Administrasi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi para
warganya agar supaya mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai tujuan yang konkrit.5
Penegakan hukum lingkungan sebagaimana dikemukakan oleh Siti Sundari Rangkuti
berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan
yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana dan perdata, hal ini
senada dengan pengertian tentang penegakan hukum lingkungan sebagaimana dikemukakan oleh
Biezeveld yaitu:
Environmental law enforcement can be defined as the application of legal
governmental powers to ensure compliance with environmental regulations by mean of;
a. Administrative supervision of the compliance with environmental regulations (=
inspection) (mainly preventive activity);
b. Administrative measures or sanction in case of non compliance (= corrective
activity);
c. Criminal investigation in case of presumed offences (= repressive activity);
d. Criminal measures or sanction in case offices (= repressive activity);
e. Civil action (law suit) in case of (threatening) non compliance (= preventive or
corrective activity)
Dari uraian sebagaimana tersebut diatas, bagaimana kita menarik sinergisitas antara
aspek hukum lingkungan dengan aktivitas pertambangan sehingga integrasi yang holistik
diantara aspek-aspek tersebut menghasilkan perpaduan yang ideal sehingga tercipta suatu tatanan
norma yang mengarah kepada pembangunan hukum yang efektif dan efisien.
Peran aparatur negara sebagai pemegang kewenangan aktif memiliki peran penting
dalam proses penegakan hukum. Aparatur negara yang berkompeten dan memiliki integritas
yang tinggi terhadap penegakan hukum diharapkan menjadi sarana penggerak aktif yang
bersenjatakan norma perundang-undangan yang berlaku sehingga dikemudian hari kelak sistem
pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan khususnya pertambangan batuan dapat
diterapkan secara konsekuen berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5 Tatik Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, 2004, hal.1.
8
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan instrument hukum lingkungan di bidang pertambangan batuan di
Kabupaten Karangasem
2. Mengkaji dan menganalisis untuk menentukan penegakan hukum lingkungan terhadap
pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem.
B. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan
dan bobot keilmuan yang dapat disampaikan kepada peserta didik serta menjadi dasar
untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut terkait dengan topik penelitian ini.
2. Bagi Praktisi melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang
bagaimana menerapkan hukum yang tepat apabila dihadapkan pada suatu kasus yang
konkrit sama sebagaimana dibahas dalam penelitian ini.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat keilmuan mengenai penegakan
hukum lingkungan terhadap pertambangan batuan sehingga berguna bagi pemerintah
daerah khususnya daerah Kabupaten Karangasem dalam pembuatan kebijakan dan
pengambilan keputusan.
C. Luaran Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat keilmuan untuk
menghasilkan Publikasi Ilmiah berupa jurnal.
9
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini merupakan penelitian
hukum normatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Morris L. Cohen, Legal Research is the
process of finding the law that governs activities in human society. Begitu pula Cohen
mengemukakan bahwa “it involves locating both the rules which are enforced by the states and
contraries which explain or analyze the rules”6 Sebagai penelitian hukum normatif, pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konsep
(conceptual approach). Hal ini dilakukan untuk mencari pemecahan atas permasalahan hukum.
Hasil yang dicapai adalah memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya atas isu hukum
yang diajukan.
B. Sumber Bahan Hukum.
Karakteristik utama penelitian ilmu hukum normatif dalam melakukan pengkajian
hukum salah satunya adalah sumber utamanya yaitu bahan hukum bukan data atau fakta sosial,
karena dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi
aturan-aturan yang bersifat normatif. Bahan-bahan hukum tersebut adalah bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder.Bahan hukum primer yang dimaksud adalah peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pertambangan
Batuan di Daerah Kabupaten Karangasem. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini adalah buku-buku ilmu hukum, hasil-hasil penelitian ilmu hukum, jurnal ilmiah
6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, hal. 29.
10
ilmu hukum dan artikel ilmiah hukum khususnya berkait dengan Penegakan Hukum Lingkungan
Terhadap Pertambangan Batuan di Daerah Kabupaten Karangasem.
C. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.
Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,
pendapat atau pemikiran konseptual dari penelitian terdahulu yang berhubungan dengan telaah
penelitian ini. Dilakukan prosedur identifikasi serta inventarisasi bahan-bahan hukum primer dan
sekunder secara cermat. Atas bahan-bahan yang terkumpul dilakukan klasifikasi secara
sistematis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Klasifikasi dimaksudkan untuk
melakukan penilaian bahan hukum berdasar tema-tema analisis yang relevan dengan
menggunakan kartu catatan.
Analisis terhadap bahan hukum dilakukan melalui proses penalaran hukum (legal
reasoning) yang logis sistematis. Penalaran hukum juga bertumpu pada aturan berfikir yang
dikenal dalam logika. Namun demikian penggunaan logika dalam ilmu hukum mengandung cirri
khas yang berkenaan dengan hakikat hukum (the nature of law), sumber hukum (the sources of
laws) dan jenis hukum (the kinds of laws)7.
Dalam penelitian ini pembahasan dilakukan dengan pengkajian deskriptif analisis
dengan maksud untuk menelaah konsep-konsep hukum yang mencakup pengertian-pengertian
hukum, norma-norma hukum dan sistem hukum yang berkaitan dengan Penegakan Hukum
Lingkungan Terhadap Pertambangan Batuan di Daerah Kabupaten Karangasem. Interpretasi
juga dilakukan dalam rangka mempertajam analisis terhadap permasalahan.
7 Irving M. Copi, Introduction to logic dalam P. M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Yuridika,
No. 6 Tahun XI November-Desember 1994, hal 8.
11
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tentang Pengawasan
Untuk menganalisis pengawasan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten
Karangasem digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), melalui aturan
hukum sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4959);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang –
undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan,
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
12
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5110);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5142);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5172);
10. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 04 / P / M / Pertamben / 1977 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Terhadap Gangguan dan Pencemaran sebagai Akibat
Urusan Pertambangan Umum;
11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Minera Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 341);
12. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem No 13 tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha
Pertambangan Batuan ( Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2012 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem No. 13).
13
Pengawasan merupakan factor yang sangat penting dalam penegakan hukum
lingkungan. Tanpa adanya pengawasan, hukum lingkungan materiil tidak akan berarti dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
Menurut Siti Sundari Rangkuti bahwa penegakan hukum lingkungan berkait erat dengan
kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku antara
lain bidang hukum administrasi, hukum pidana dan juga hukum perdata. Oleh karena itu
penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan
persyaratan yang berlaku melalui pengawasan dan penerapan sanksi administrasi, pidana dan
sarana perdata. Penegakan hukum menjadi begitu penting atau sangat dibutuhkan mengingat
kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun dan mengancam kelangsungan kehidupan
manusia serta makhluk lainnya. 8
J.B.J.M. Ten Berge mengemukakan bahwa kewajiban yang muncul dari peraturan
perundang-undangan tidak selalu ditaati oleh subyek hukum. Hal tersebut bukanlah kenyataan
baru. Sepanjang ada hukum, maka ada ketidakpatuhan terhadap hukum. Oleh sebab itu
penegakan hukum dilaksanakan untuk mengatasi ketidakpatuhan dimaksud. Penegakan hukum
dapat dilakukan melalui pengawasan dan penerapan sanksi dengan menggunakan berbagai
sarana baik sarana hukum administrasi, hukum pidana maupun sarana hukum perdata agar
ketentuan hukum yang berlaku dapat ditaati.9
Menurut Kusnadi Harjasoemantri, pandangan berbagai kalangan yang memandang
penegakan hukum hanyalah melalui proses peradilan dan pertanggungjawaban penegakan
8 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press,
Surabaya, 1996, hal 190. 9 J.B.J.M. ten Berge, ……
14
hukum semata-mata adalah tanggung jawab aparat penegak hukum adalah sesuatu yang keliru.
Penegakan hukum adalah merupakan kewajiban dari seluruh elemen masyarakat.10
Dalam konsep hukum administrasi, pengawasan adalah bagian dari penegakan hukum.
Pengawasan dimaksudkan sebagai langkah preventif untuk memaksakan agar orang mematuhi
ketentuan yang ada, sedangkan sanksi merupakan langkah refresif untuk memaksakan kepatuhan
warga masyarakat terhadap hukum.
Dalam hal pengelolaan usaha pertambangan, pengawasan adalah hal yang harus
menjadi perhatian utama, oleh karena usaha pertambangan potensial dengan terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pengawasan adalah sarana penegakan hukum lingkungan
yang sifatnya preventif, guna untuk memastikan peraturan perundang-undangan telah ditaati.
Pengawasan ini ditujukan kepada pemberian penerangan dan saran serta upaya untuk
meyakinkan seseorang dengan bijaksana agar beralih dari suasana pelanggaran ke tahap
pemenuhan aturan.
Menurut Moestaji pengawasan yang dilakukan pada kegiatan pertambangan meliputi:
1. Izin, apakah izin yang diterbitkan sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan juga
sudah dirumuskan dengan jelas tentang persyaratan dan kewajiban yang harus dipenuhi.
2. Pelaksanaan ketentuan izin, untuk mengetahui apakah pemegang izin mematuhi ketentuan
yang terdapat dalam izin.
Pengawasan terletak pada pejabat pemberi izin di bidang pertambangan sesuai dengan
kewenangannya. Kewenangan di bidang pertambangan diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah
Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan juga
berdasarkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Adapun kewenangan tersebut adalah:
10
Koesnadi Hardjasoemantri,…….
15
PP 38 tahun 2007 UU No. 4 Tahun 2009
No Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Kewenangan Pemerintah kabupaten/Kota
1 Pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten
/Kota tentang Mineral dan Batubara
Pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten
/Kota tentang Mineral dan Batubara
2 Penyusunan data dan informasi wilayah
kerja usaha pertambangan mineral dan
batubara skala Kabupaten/Kota
Pemberian IUP dan IPR, pembinaan,
penyelesaian konflik masyarakat, dan
pengawasan wilayah pertambangan di
wilayah kabupaten/Kota.
3 Pemberian izin usaha pertambangan
mineral dan batubara pada wilayahlintas
kabupaten/kota
Pemberian IUP dan IPR pembinaan,
penyelesaian konflik masyarakat dan
pengawasan usaha pertambangan usaha
operasi produksi yang kegiatannya berada di
wilayah Kabupaten/Kota.
4 Pemberian izin usaha pertambangan
mineral, dan batubara untuk operasi
produksi lintas kabupaten/kota
Penginventarisasian, penyelidikan dan
penelitian, serta eksplorasi dalam rangka
memperoleh data dan informasi mineral dan
batubara
5 Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
izin usaha pertambangan mineral dan
batubara pada wilayah lintas
kabupaten/kota
Pengelolaan informasi geologi, informasi
potensi mineral dan batubara, serta
informasi pertambangan pada wilayah
Kabupaten/Kota.
6 Pemberian izin badan usaha jasa
pertambangan mineral dan batubara dalam
rangka PMA dan PMDN lintas
kabupaten/kota
Penyusunan neraca sumber daya mineral
dan batubara pada wilayah kabupaten/Kota.
7 Pengelolaan, pembinaan dan pengawasan
pelaksanaan izin usaha jasa pertambangan
mineral dan batubara dalam rangka
penanaman modal lintas kabupaten/kota
Pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat setempat dalam usaha
pertambangan dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan.
8 Pembinaan dan pengawasan keselamatan
dan kesehatan kerja, lingkungan
Pengembangan dan peningkatan nilai
tambah dan manfaat kegiatan usaha
16
pertambangan terhadap usaha
pertambangan mineral dan batubara
(lintas kab/kota yang berdampak regional)
pertambangan secara optimal
9 Pembinaan dan pengawasan pengusahaan
KP lintas kabupaten/kota
Penyampaian informasi hasil inventarisasi,
penyelidikan umum, dan penelitian, serta
eksplorasi dan eksploitasi kepada Menteri
dan Gubernur
10 Pembinaan dan pengawasan keselamatan
dan kesehatan kerja, lingkungan
pertambangan terhadap KP lintas kab/kota
Penyampaian informasi hasil produksi,
penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada
Menteri dan Gubernur
11 Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
izin usaha pertambangan mineral, dan
batubara untuk operasi produksi (lintas
kab/kota)
Pembinaan dan pengawasan terhadap
reklamasi lahan pascatambang
B. Pengawasan menurut UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara,
pengawasan diatur dalam pasal 140, Pasal 141, dan Pasal 143.
Pasal 140.
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha
pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota.
17
(3) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan
pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh
pemegang IUP, IPR, atau IUPK.
Pasal 141
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, antara lain dapat berupa:
a. teknis pertambangan;
b. pemasaran;
c. keuangan;
d. pengolahan data mineral dan batubara;
e. konservasi sumber daya mineral dan batubara;
f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g. keselamatan operasi pertambangan;
h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang;
i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang
bangun dalam negeri;
j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakal setempat:
l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;
m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut
kepentingan umum;
n. pengelolaan lUPatau R/PK; dan
o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.
18
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf e, huruf f, huruf g,
huruf h, dan huruf l dilakukan oleh Inspektur tambang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota belum
mempunyai inspektur tambang, menteri menugaskan inspektur tambang yang sudah
diangkat untuk melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 143.
(1) Bupati/Wali kota melakukan pengawasan terhadap usaha pertambangan rakyat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pertambangan rakyat diatur dengan
peraturan daerah kabupaten/kota.
Adapun pengawasan lingkungan di bidang pertambangan sebagaimana tertuang dalam
Pasal 141 huruf (h) Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara yaitu pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pasca tambang.
Mengenai pengelolaan lingkungan hidup berkaitan dengan instrumen lingkungan yang
meliputi Baku Mutu Lingkungan (BML), Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup (KBKL),
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau UKL dan UPL serta izin lingkungan.
Reklamasi dan pasca tambang berkaitan dengan pemulihan dan perbaikan kualitas lingkungan
yang digunakan setelah kegiatan pertambangan.
Untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 144 UU No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan
Mineral dan Batubara maka keluarlah Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan.
19
Pengawasan Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010, diatur dalam Bab
III, yaitu dalam Pasal 13 -Pasal 37. Dari 24 Pasal ada 3 macam pengawasan yang dilakukan yaitu
Pengawasan yang bersifat Umum sebagaimana ditentukan berdasarkan Pasal 13 sebagai berikut:
1. Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha
pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan
pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertarnbangan yang dilakukan oleh pemegang IUP,
IPR, atau IUPK.
Selanjutnya Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan
sebagaimana diatur berdasarkan Pasal 14. Pengawasan ini meliputi :
a. penetapan WPR;
b. penetapan dan pemberian WIUP mineral bukan logam dan batuan;
c. pemberian WIUP mineral logam dan batubara;
d. penerbitan IPR;
e. penerbitan IUP; dan
f. penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan kegiatan yang dilakukan oleh pemegang
IPR dan IUP.
Lebih lanjut Pengawasan atas Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan sebagaimana
diatur berdasarkan ketentuan PasaI 16. Pengawasan ketiga ini meliputi:
a. teknis pertambangan;
b. pemasaran
c. keuangan;
20
d. pengelolaan data mineral dan batubara;
e. konservasi sumber daya mineral dan batubara;
f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g. keselamatan operasi pertambangan;
h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang;
i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa serta rancang bangun dalam
negeri;
j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
1. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan
m. kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum;
n. pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, IPR, atau IUPK; dan
o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.
Secara khusus pengaturan mengenai pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan yang berkaitan dengan lingkungan ada di Pasal 16 huruf h PP No. 55 Tahun 2010
tentang pengawasan penyelenggaraan dan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara. Didalam penjelasan lebih lanjut pada Pasal 28 PP tersebut dinyatakan bahwa:
Pengawasan pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi. dan pascatambang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 huruf h paling sedikit meliputi:
a. pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan dokumen pengelolaan
lingkungan atau izin lingkungan yang dimiliki dan telah disetujui;
b. penataan, pemulihan, dan perbaikan lahan sesuai dengan peruntukannya;
c. penetapan dan pencairan jaminan reklamasi:
21
d. pengelolaan pascatambang;
e. penetapan dan pencairan jaminan pascatambang; dan
f. pemenuhan baku mutu lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem No 13 tahun 2012 tentang
Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan ( Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Tahun
2012 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem No. 13), pengawasan
diatur dalam Pasal sebagai berikut:
Pasal 37
Bupati melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang
dilakukan oleh pemegang IUP atau IPR
Pasal 38
(1) Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan usaha pertambangan batuan
ditujukan untuk tertib administrasi, tertib penggalian serta kelestarian fungsi lingkungan
hidup.
(2) Pengawasan dan Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Tim yang dikoordinir oleh Unit/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi
pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan usaha pertambangan batuan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
pertambangan batuan diatur dengan Peraturan Bupati.
Pengawasan sebagaimana diatur dalam Perda tersebut diatas yaitu Bupati melakukan
pengawasan terhadap pemegang IUP dan IPR, sedangkan pengawasan terhadap usaha
pertambangan batuan dilaksanakan oleh Tim yang dikoordinir oleh Unit/Satuan Kerja Perangkat
Daerah. Adapunp pengawasan ditujukan untuk tertib administrasi, tertib penggalian serta
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
22
C. Penegakan Hukum Lingkungan Administratif
Penegakan hukum administrasi dianggap sebagai upaya penegakan hukum terpenting
karena melalui penegakan hukum administrasi lebih ditujukan kepada upaya mencegah
terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. Disamping itu, penegakan hukum administrasi
juga bertujuan untuk menghukum pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.11
Penegakan hukum lingkungan administratif bertujuan agar perbuatan atau pengabaian
yang melanggar hukum tidak memenuhi persyaratan, berhenti dan megembalikan kepada
keadaan semula (sebelum adanya pelanggaran).12
Hukum administrasi lebih menekankan pada
perbuatan, berbeda dengan hukum pidana yang lebih menekankan pada subyek hukum dari
pencemar atau perusak lingkungan. Disamping memberi ganjaran atau ganti kerugian
(retribution), juga merupakan nestapa bagi pembuat dan untuk memuaskan kepada korban
individual maupun kolektif.13
Sarana administratif dapat ditegakkan dengan kemudahan- kemudahan pengelolaan
lingkungan, terutama di bidang keuangan, seperti keringanan bea masuk alat- alat pencegahan
pencemaran dan kredit bank untuk biaya pengelolaan dan sebagainya. Sanksi administrasi
terutama mempunyai fungsi instrumental yaitu pengendali perbuatan terlarang. Disamping itu
sanksi administrasi ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang
dilanggar tersebut.14
Undang Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH) menyatakan bahwa : Menteri, gubemur, atau bupati/walikota menerapkan
sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan
11
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Tahun 2009, hal 92. 12
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 82. 13
Ibid. 14
Siti Sundari Rangkuti, Op. Cit., hal. 217.
23
ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi admnistratif menurut Pasal 76 ayat 2
UUPPLH meliputi:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Jadi sanksi- sanksi tersebut merupakan urutan dari pengenaan sanksi dari teguran
tertulis sampai dengan pencabutan izin. Tetapi dalam Pasal 80 ayat 2 menyatakan bahwa
pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran
yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya.
Sanksi Admnistratif menurut Pasal 151 ayat 2 UU No. 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) menyatakan sanksi administrasi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi
produksi; dan/ atau;
c. pencabutan IUP, IPR dan SUPK.
Jadi pada dasarnya pengenaan sanksi admnistratif di dalam UUPPLH dan UU Minerba
adalah sama hanya saja dalam UUPPLH menambahkan aspek paksaan pemerintah yang berupa:
24
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan
memulihkan fungsi lingkungan hidup.
D. Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan Menurut UUPPLH
Tujuan dari pengenaan sanksi pidana bagi pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan adalah
nestapa. Sehingga baik orang atau badan hukum yang mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan diharapkan menjadi jera (detterent effect) dan tidak mengulangi perbuatannya. Di
dalam UUPPLH juga mengenai sanksi yang berupa pidana penjara dan denda. Ada beberapa hal
mengenai penerapan sanksi pidana dalam UUPPLH yang berkaitan dengan kegiatan
pertambangan yaitu :
a. Berkaitan dengan Baku Mutu Lingkungan. Di dalam ayat 1 Pasal 100 UUPPLH
menyatakan bahwa setiap orang yang melanggar baku mutu air, baku mutu emisi. atau
baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah). Tetapi dalam ayat 2 Pasal 100
ini menyatakan bahwa pengenaan tindak pidana ini dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau peianggaran yang dilakukan lebih
dari satu kali.
25
b. Limbah B3. Pasal 103 menyatakan bahwa Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan
tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
c. Berhubungan dengan izin lingkungan. Pasal 109 menyatakan bahwa setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 36 ayat 1 berhubungan dengan persyaratan perizinan atas suatu usaha/dan atau
kegiatan.
d. Tindak Pidana Korporasi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 115-118 UUPPLH.
e. Pidana tambahan atau lindakan tata tertib dalam Pasal 119 UUPPLH yang berupa :
1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
2. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
3. perbaikan akibat tindak pidana;
4. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
5. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
26
E. Penegakan Hukum Lingkungan Administrasi Menurut Perda Kabupaten
Karangasem No. 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan.
Pengaturan sanksi administrasi terdapat dalam Pasal 40 yaitu:
a. Bupati berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP atau IPR atas
pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5), Pasal 11, Pasal
13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat
(2), Pasal 34, atau Pasal 35 ayat (1).
b. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : peringatan
tertulis; penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau
operasi produksi; dan / atau pencabutan IUP atau IPR.
D. Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan Menurut UU Minerba.
Pengaturan khusus mengenai sanksi pidana bagi kegiatan pertambangan yang
berhubungan dengan lingkungan meliputi :
a. Kegiatan pertambangan tanpa izin. Pasal 158 menyatakan bahwa Setiap orang yang
melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
b. Informasi yang tidak benar atau keterangan palsu. Pasal 159 menyatakan bahwa
Pemegang IUP, IPR, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal
110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana
27
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
c. Pidana tambahan. Pasal 164 menyatakan pidana tambahan berupa :
1. perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;
2. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
3. kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
F. Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan Menurut Perda Kabupaten
Karangasem No. 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan.
Pengaturan mengenai sanksi pidana diatur berdasarkan Bab XIII Pasal 42 yaitu:
1. Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP atau IPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 8 ayat (3), Pasal 31 dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Sanksi pidana sebagaimana diatur berdasarkan Perda hanya berupa pidana kurungan da
pidana denda paling banyak Rp. 50 juta. Tindak pidana sebagaimana tersebut diatas hanya
merupakan pelanggaran.
28
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengawasan lingkungan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten
Karangasem dilakukan oleh Bupati terhadap IUP dan IPR sedangkan Tim yang
dikoordinir oleh Unit/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pengawasan
dan pengendalian terhadap pelaksanaan usaha pertambangan batuan.
Pengawasan ditujukan hanya untuk tertib administrasi, tertib penggalian serta
kelestarian fungsi lingkungan hidup, dengan demikian belum mencerminkan hakekat
dari pengawasan.
2. Penegakan hukum administrasi dan kepidanaan dalam perda belum memadai karena
hanya diatur Sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara
sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, dan / atau
pencabutan IUP atau IPR. Sanksi pidana diatur hanya berupa pidana kurungan dan
pidana denda paling banyak Rp. 50 juta. Tindak pidana yang ada hanya merupakan
pelanggaran.
B. Saran-Saran
1. Untuk mengoftimalkan pengawasan maka sebaiknya pengawasan itu harus dilakukan
berdasarkan tahapan-tahapan dalam kegiatan usaha pertambangan yaitu
2. Disarankan untuk revisi kembali Perda No 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan usaha
Pertambangan agar pengaturan tentang sanksi administrasi dan sanksi pidana yang
29
nampak masih ringan disesuaikan dengan tujuan pengelolaan usaha pertambangan
batuan dapat memberikan kesejahtraan bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan
penegakan hukum dilakukan dengan sifat hukum yang progresif.
30
Daftar Bacaan.
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
Hadjon Philipus M, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, 1994.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005.
Rangkuti, Siti Sundari, Perangkat Hukum Lingkungan: Dari Ius Constitutum, Sekali Lagi, Ke Ius
Constituendum, disampaikan pada Seminar “ Good Governance and Good Environmental
Governance” Penyelenggara FH UNAIR tanggal 28 Pebruari 2008.
…………., Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University
Press, Surabaya, 1996.
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Tahun 2009.
Tatik Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Airlangga, 2004.
Irving M. Copi, Introduction to logic dalam P. M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik
(Normatif), Yuridika, No. 6 Tahun XI November-Desember 1994
J.B.J.M. ten Berge, dan Spelt N.M, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, 1993.
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1999.
Peraturan Perundang-undangan:
1. UUD NRI 1945.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
31
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4959);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang –
undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan,
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5110);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5142);
32
10. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5172);
11. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 04 / P / M / Pertamben / 1977 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Terhadap Gangguan dan Pencemaran sebagai Akibat
Urusan Pertambangan Umum;
12. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Minera Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 341);
13. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem No 13 tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha
Pertambangan Batuan ( Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2012 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem No. 13).
33
LAMPIRAN:
PERINCIAN BIAYA PENELITIAN
1 Persiapan (Pembuiatan Proposal/ATK) 25% Rp. 2. 750.000.00
2 Honor 20% Rp. 1. 100.000.00
3 Pelaksanaan Penelitian (Bahan Habis Pakai/ ATK, Perjalanan)
50% Rp. 5. 500.000.00
4 Pelaporan 5% Rp. 550.000.00
TOTAL BIAYA KESELURUHAN Rp 9.900.000,-
34
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
NO
Bulan ke
Kegiatan
Mei
2015
J
Juni
2015
J
Juli
2015
Agustus
2015
September
2015
Oktober
2015
1 Persiapan & Proposal
2 Pengumpulan Data/Bahan
Hukum
3 Pengolahan & Analisis data
4 Penulisan Laporan
5 Pelaporan - FGD
35
CV PENELITI
IDENTITAS DIRI
Nama : Dr. I Gusti Ayu Putri Kartika, SH, MH.
NIP/NIK : 19660331 199303 2003
Tempat dan Tanggal Lahir : Karangasem, 31 Maret 1966.
Jenis Kelamin : � Perempuan
Status Perkawinan : � Kawin
Agama : Hindu
Golongan / Pangkat : III/d
Jabatan Akademik : Lektor
Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
Alamat : Bukit Jimbaran
Telp / Faks : (0361) 701812, 701954
Alamat Rumah : Jalan Pudak gang Pudak Harum I No 11A
Telp / Hp. : 085935197954
Alamat e-mail : akartika09@yahoo.co.id.
36
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI
Tahun
Lulus
Pendidikan
Nama Sekolah
Jurusan/
Program
Studi
1980 SD SD Negeri II Sidemen -
1963 SMP SMP Negeri Sidemen -
1966 SMA SMA Negeri I Karangasem -
1979 S1 S1 FH UNRAM Ilmu Hukum
2002 S2 S2 UNAIR Ilmu Hukum
2008 S3 S3 UNAIR Ilmu Hukum
Penelitian - Kedudukan dan Peranan Wanita dalam Lembaga Politik
- Perspektif Etika dalam penegakan hukum - Perlindungan dan penegakan hukum
terhadap benda cagar budaya. - Pembagian kewenangan pemerintah dalam
pengelolaan pajak dan retribusi berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi
- Legal aspek of one service implementation system in licience proses of financial capital invest for building tourism bali.
- Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah dalam Bidang Perizinan Pertambangan Minerba.
-
Jurnal Ilmiah 5 Tahun Terakhir - Pembagian Kewenangan pemerintah dalam pengelolaan pajak (Yustitia, Oktober 2009).
- Otonomi Daerah dalam pengelolaan Wilayah Laut (Yustitia, April 2010).
- Etika Hakim dalam mewujudkan keadilan tinjauan dari aspek Efistemologi.(Kerta Patrika, September Tahun 2010)
- Peran logika dan Bahasa dalam Argumentasi Hukum (Yustitia, Volume 4 No.2 Oktober 2010)
- Menguji Asas Droit De Suite dalam
37
Jaminan Fidusia (Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 4 Nomor 3 Tahun 2015
- Kebijakan Kriminal dalam Penanggulangan Tindak Pidana dan Kenakalan Siswa SMA : Suatu Kajian Tentang Penerapan Teori Kontrol Sosial dan Kearifan Lokal di Bali (Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 4 Nomor 1 Tahun 2015)
- Implementasi Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 dalam Berbagai Perundang-Undangan Tentang Sumber Daya Alam (Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 4 Nomor 1 Tahun 2015)
-
Penulisan Buku Belajar argumentasi Hukum (Penerbit
Humanika Cerdas Harmoni, Tahun 2010).
Buku Ajar Sosiologi Hukum
Pengalaman Mengajar - Pengantar Ilmu Hukum - Filsafat Hukum - Etika dan Tanggung Jawab Profesi - Penalaran dan Argumentasi Hukum - Hak Asasi Manusia - Sosiologi Hukum - Filsafat Pancasila - Pengantar Filsafat
Kegiatan Ilmiah - Languange center faculty of humanities airlangga university, Surabaya,09 Juli 2009.
- Pinlabs Universitas Airlangga, Center for Information and Service in International Languanges, Surabaya, 06 Juli 2009.
- Sandiwch Program, Utrecht University the Netherlands, 15 September – 15 Desember 2010.
- Workshop Nasional Legal Reasoning, Legal Research, Legal Writing, and Publication, Denpasar 28 Maret 2011.
- Presenter dalam International Indonesia Law Society (ILS) Conference : Right to Justise, Exploring Legal Innovation Toward Ideal State of Sosial Order, Utrecht University, The Netherlands. Utrecht, 8 Desember 2010.
- Peserta Dalam Seminar Nasional, Hukum Dan Globalisasi, Diselenggarakan Dalam Rangka HUT FH Dan BKFH UNUD KE-47
38
Serta Dies Natalis ke-49 Universitas Udayana, Denpasar, 17 September 2011.
- Social Research Method. - Workshop on Administrative Law and
Corruption. - In Training Educational Methodology
Problem Base Learning to Support Curriculum.
- Training In Basic Computer SkiELLS, The Use of Appropriate Software, and Internet.
- Workshop for conducting Research and wraiting on environmental law and Economic.
- Criminal Law and Criminal Prosedure. - Pelatihan Program Peningkatan
Keterampilan Dasar Teknik Intruksional (PEKERTI).
- Penataran pendekatan terapan (Applied Approarch/AA).
- Peserta Dalam Stadium Generale, Sustainability : Conceptual Ideas Sustainability & Financial Market, Surabaya 14 April 2011.
- Peserta dalam seminar ” Pancasila Sebagai Ideologi Dan Pandangan Hidup Bangsa Menguak Ancaman Teroris Dan Bahaya Laten Komunis” Denpasar 25 Juli 2011.
- Debat publik identifikasi masalah pemberantasan Korupsi di indonesia.
- Building Blocks for the rule of Law Workshop on Land Law
- International Workshop on Land Law ”Good Land Governance from the Comparative Perspective of Indonesia and the Netherlands”, Yogyakarta, 21- 25 februari 2011.
- Seminar ”Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa menguak ancaman teroris dan budaya laten komunis” Denpasar, 25 Juli 2011.
- Seminar Nasional Hak Kekayaan Intelektual”Strategi Perlindungan Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional (SDGPTEBT) Indonesia Dan Isu Terkini Di Bidang HKI Dalam Menghadapi Liberalisasi
39
Perdagangan Internasional”. FH Denpasar 26 September 2013.
- Seminar Nasional Eksistensi Koperasi Sebagai Perwujudan Demokrasi Ekonomi Dalam Meningkatkan Kesejahtraan Rakyat di Era Globalisasi, Bandung 12 Juni 2013.
- Presenter dalam The 3��Acikita
International Conference on Science and Technologi in BKKBN Building, August
25��- 27��, 2013.
- Narasumber, Pengembangan Hukum Di Indonesia, Kanwil Agama Provinsi Bali, 8 September 2013.
- Pembicara pada Seminar Hasil Penelitian Dan Penulisan Buku Ajar” Denpasar 11 Nopember 2013.
- Peserta dalam Training of Trainer (TOT) Reviewer Pengabdian Kepada Masyarakat Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada masyarakat Universitas Udayana, Denpasar, Selasa 18 Pebruari 2014.
- As Participant at: 2 ND International Cyberlaw Seminar ” Trusted Digital Identity And Authentication Policy For E-Public Servaces And Global Commerce, Bali-Indonesia, 18-19 Maret 2014
Pengabdian - Sosialisasi Pentingnya Pencatatan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Propinsi Bali (Program Studi Magister Kenotariatan, tahun 2015)
top related