laporan pk bilirubin
Post on 04-Jul-2015
507 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PATOLOGI KLINIK
BILIRUBIN DAN TRANSAMINASE
Nama : Charlina Amelia Br Barus
NIM : 41090003
Kel/Tgl : B/08 Februari 2011
Asisten : Dian Candra
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERUNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA
2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan salah satu faktor penunjang yang
sangat penting dalam membantu diagnosis suatu penyakit. Pelayanan pemeriksaan
laboratorium klinik biasanya dilakukan sesuai dengan permintaan dokter sehubungan
dengan gejala klinis dari penderita.
Pemeriksaan bilirubin total adalah salah satu pemeriksaan laboratorium untuk
menegakkan diagnosis suatu penyakit hati. Pada saat ini banyak test faal hati yang dapat
dilakukan, salah satu test faal hati adalah pemeriksaan kadar bilirubin dalam serum.
Pemeriksaan bilirubin dalam serum dapat menggambarkan faal sekresi hati, dan dapat
memberikan informasi tentang kesanggupan hati mengangkut empedu secara umum
disamping memberikan informasi tentang kesanggupan untuk mengkonjugasi bilirubin
dan diekresikan ke empedu. Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect digunakan untuk
menentukan lokasi gangguan aliran darah, apa kah berada di lokasi sebelum, dalam, atau
sesudah organ hati). Batas normal bilirubin total: 0,3-1 mg/l. Bila lebih tinggi dari
normal, kemungkinan terjadi penyumbatan atau gangguan aliran bilirubin. Pemeriksaan
lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan bilirubin dalam urin, jika didapatkan
bilirubin maka menunjukkan adanya kelainan hati atau saluran empedu.
Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator
terhadap adanya kerusakan sel hati.. Keduanya sangat membantu dalam mengenali
adanya penyakit pada hati. Enzim-enzim tersebut adalah aspartat aminotransferase
(AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Peningkatan kadar enzim-
enzim tersebut mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati. Dalam uji SGOT dan
SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam plasma lebih besar
dari kadar normalnya.
B. Tujuan
1. Mengetahui dan mengukur kadar bilirubin total, direct dan indirect pada serum.
2. Mengetahui pemeriksaan bilirubin dalam urin.
3. Mengetahui pemeriksaan GOT dan GPT untuk melihat adanya kerusakan pada sel-sel
hati.
BAB II
DASAR TEORI
BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar
20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin
tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada
albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan
ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses
konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.(Joyce,2007)
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi
urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin
terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin
(reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat
albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat
bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung. (Joyce,2007)
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat
keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam
aliran darah. (Joyce,2007)
Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi
eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau
eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan
kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin
indirek. (Joyce,2007)
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin
yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang
lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl;
kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak jika kadar
bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenaikan ikterus timbul karena bilirubin yang berlebihan larut
dalam lipid ganglia basalis. (calbe.co.id)
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
1) Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih
pendek.
2) Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) sehingga terjadi penurunan ambilan
bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
3) Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim akibat
glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.(calbe.co.id)
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh
faktor/keadaan:
1) Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,
sferositosis herediter dan pengaruh obat.
2) Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
3) Polisitemia.
4) Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
5) Ibu diabetes.
6) Asidosis.
7) Hipoksia/asfiksia.
8) Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk.
Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin
direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang
mengukur intensitas warna azobilirubin. (Joyce,2007)
Nilai Rujukan
DEWASA : total : 0.1 – 1.2 mg/dl, direk : 0.1 – 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 – 1.0 mg/dl
ANAK : total : 0.2 – 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
BAYI BARU LAHIR : total : 1 – 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa. (Joyce,2007)
Masalah Klinis
Bilirubin Total dan Direk
1. PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis,
sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.
Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin,
linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-
aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin,
dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin),
flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid,
kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
2. PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat
(aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi. (Joyce,2007)
Bilirubin Indirek
1. PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse,
malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis
terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin.
2. PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (Joyce,2007)
Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan
bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam
diazonium terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam
yang dipakai adalah asam sulfo salisilat. Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan
memberikan hasil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu.
Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine
dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung
metabolit pyridium atau serenium. (Joyce,2007)
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
1. Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat
mempengaruhi kadar bilirubin.
2. Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
3. Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen
empedunya akan menurun.
4. Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin. (Joyce,2007)
Aminotransferase (transminase)
Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator terhadap
adanya kerusakan sel hati (liver). Keduanya sangat membantu dalam mengenali adanya
penyakit pada hati (liver). Enzim-enzim tersebut adalah aspartat aminotransferase
(AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Peningkatan kadar enzim-enzim
tersebut mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati (liver). Namun demikian derajat ALT
lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati (liver) dibanding AST.
ALT ditemukan terutama di hati (liver), sedangkan AST selain dapat ditemukan di
hati (liver) juga dapat ditemukan di otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel
darah putih dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST bisa jadi yang
mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang mengandung AST. Pada penyakit hati
akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST.
(http://www.penyakithepatitis.com/)
Pemeriksaan SGPT/SGOT
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), sebuah enzim yang biasanya hadir
dalam dan jantung sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam darah ketika hati atau jantung
rusak. Tingkat darah SGOT ini adalah demikian tinggi dengan kerusakan hati ( misalnya,dari
hepatitis virus ) atau dari serangan jantung. Beberapa obat juga dapat meningkatkan kadar
SGOT. SGOT juga disebut aspartateaminotransferase (AST). Sedangkan SGPT adalah Serum
Glutamic Piruvic Transaminase. SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase)
merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis
destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal
dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada
kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. SGPT/ALT
serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau
otomatis. Batas normal SGOT: 0-37 U/L dan batas normal SGPT : 0-45 U/L.
(http://www.penyakithepatitis.com/)
Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L
Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam
plasma lebih besar dari kadar normalnya. (Joyce,2007)
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
1) Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati
(toksisitasobat atau kimia)
2) Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif,
sumbatanempedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
3) Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec,
sirosisbiliaris. (http://www.penyakithepatitis.com/)
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
1) Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
2) Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat
meningkatkan kadar
3) Hemolisis sampel
4) Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin,eritromisin,
gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika
(meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin),
preparatdigitalis, indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane),
propanolol(Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin.
5) Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT yang berkala juga akan membantu menduga
transformasi sirosis hepatis menjadi kanker hati. Pada hepatitis kronis dan sirosis hepatis,
akan didapatkan peninggian SGOT dan SGPT. Tetapi apabila terdapat peninggian SGOT
yang melebihi SGPT dan rasio De Ritis, yaitu SGOT/SGPT melebihi 2 atau 3, maka
dicurigai kanker hati. Peninggian SGOT yang berlebihan ini diduga karena nekrosis sel hati
yang luas tidak saja pada bagian yang ada karsinoma, tetapi juga pada bagian hati yang tidak
ada jaringan tumornya. (http://www.penyakithepatitis.com/)
BAB III
METODELOGI
1. Pemeriksaan bilirubin urin
A. Alat dan Bahan
1) Specimen : urin
2) Reagen Fouchet
3) Larutan barium klorid 10%
4) Tabung reaksi
5) Kertas saring
6) Pipet
B. Cara Kerja
Masukkan 10 ml urin ke dalam tabung reaksi (erlemeyer).
Tambahkan larutan barium klorid yang sama banyak. Campur merata, kemudian disaring dengan kertas saring.
Letakkan kertas saring tersebut di atas kertas saring lain yang kering hingga benar- benar tersisa endapan.
Endapan di atas kertas saring ditetesi reagen Fouchet 1 tetes, kemudian tunggu ± 1menit.
Jika urin mengandung bilirubin, akan timbul warna biru atau hijau.
2. Pemeriksaan bilirubin total
A. Alat dan Bahan
1) Reagen blanko
2) Calibrator
3) Spesimen : serum
4) Air / aquadest
5) Tabung reaksi
6) Pipet
7) Fotometer
B. Cara Kerja
1) Dengan menggunakan pipet, masukkan RB (reagen blanko), K (calibrator), dan S
(sample) pada tabung reaksi dan berikan label, masukkan sesuai dengan petunjuk
pada table dibawah ini.
RB(cc) K(cc) S(cc)
“ Total” reagen 1 1 1
Oxidant 1 1 1
Air 0,05 - -
Kalibrator - 0,05 -
Serum - - 0,05
2) Inkubasi atau tunggu selama ± 5 menit pada suhu kamar.
3) Baca RB, K dan S pada fotometer dengan gelombang 540 nm.
3. Pemeriksaan bilirubin direct
A. Alat dan Bahan
1) Reagen blanko
2) Calibrator
3) Spesimen : serum
4) Air / aquadest
5) Tabung reaksi
6) Pipet
7) Fotometer
B. Cara Kerja
1) Dengan menggunakan pipet, masukkan RB (reagen blanko), K (calibrator), SB
(specimen blanko), dan S (sample) pada tabung reaksi dan berikan label,
masukkan sesuai dengan petunjuk pada table dibawah ini.
RB(cc) K(cc) SB(cc) S(cc)
“ Total” reagen 1 1 1 1
Oxidant 1 1 - 1
Air 0,1 - - -
Kalibrator - 0,1 - -
Serum - - 0,1 0,1
2) Inkubasi atau tunggu selama ± 3 menit pada suhu kamar.
3) Baca RB, K, SB, dan S pada fotometer dengan gelombang 540 nm.
4. Pemeriksaan GOT dan GPT
A. Alat dan Bahan
1) Larutan buffer-enzim
2) Koenzim
3) Specimen : serum
4) Larutan 2 oxoglutarate
5) Tabung reaksi
6) Stopwatch
7) Penangas air
8) Fotometer
B. Cara Kerja
Siapkan reagen kerja AST/GOT dan ALT/GPT
Untuk setiap sampel dan kontrol, tambahkan 1 ml reagen kerja pada cuvett dan inkubasi 370C selama 3 menit
Tambahkan 100 ml serum pada masing-masing tabung dan campur perlahan.
Baca dan absorbansi dengan fotometer pada gelombang 540 nm pada 1 menit pertama,kemudian ulangi lagi pada menit ke 2 dan 3.
Tentukan rata-rata absorbansi per menit, kemudian kalikan dengan faktor 1746 untuk hasil dalam U / L
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Probandus urine : Charlina
Probandus serum : Anita
1) Pemeriksaan bilirubin urin
Tidak ada perubahan warna setelah endapan ditetesi larutan Fouchet, bilirubin(-) =
tidak terdapat bilirubin pada urin.
2) Pemeriksaan bilirubin total
Hasil yang dibaca pada fotometer (540nm) :
a. Sample : λ = 98 0,09
b. Kalibrator : λ = 63 0,201
c. Reagen blanko : λ = 100
Bilirubin total = Absorbance sample−Ab . specimen blanko
Absorbancekalibrator x 10
= 0,09−0,71
0,201 x 10
= 0,94
3) Pemeriksaan bilirubin direct
Hasil yang dibaca pada fotometer (540nm) :
a. Sample : λ = 98 0,09
b. Specimen blanko: λ = 85 0,071
c. Kalibrator : λ = 17 0,767
d. Reagen blanko : λ = 100
Bilirubin direct = Absorbance sample−Ab . specimen blanko
Absorbancekalibrator x 10
= 0,09 – 0,071
0,767 x 10
= 0,25
Bilirubin indirect = bilirubin total – bilirubin direct
= 0,94 – 0,25
= 0,69
4) Pemeriksaan SGOT
Menit 1 : λ = 88 0,56
Menit 2 : λ = 88 0,56
Menit 3 : λ = 89 0,051
U/L = ΔAMin
x 1.746 0,05
3 x 1.746 = 29,1
5) Pemeriksaan SGPT
Menit 1 : λ = 84 0,76
Menit 2 : λ = 84 0,76
Menit 3 : λ = 82 0,086
U/L = ΔAMin
x 1.746 0,01
3 x 1.746 = 5,82
B. Pembahasan
Pada pemeriksaan bilirubin pada urin didapatkan hasil yaitu tidak ada perubahan
warna setelah endapan ditetesi larutan Fouchet, bilirubin(-) atau menunjukkan tidak terdapat
bilirubin pada urin. Hal ini dikarenakan dalam kondisi normal bilirubin tidak melewati
glomerulus. Apabila terjadi perubahan warna menjadi hijau atau biru memberikan hasil
positif dan keadaan ini menunjukkan adanya kelainan hati atau saluran empedu.
Pada pemeriksaan bilirubin total didapatkan hasil 0,94 mg/dl. Berdasarkan dasar
teori hal ini menunjukkan bilirubin total probandus (dewasa) adalah normal karena masih
dalam batas nilai rujukan yaitu 0,1 – 1,2 mg/dl. Pada pemeriksaan bilirubin direct didapatkan
hasil 0,25 mg/dl. Berdasarkan dasar teori hal ini menunjukkan bilirubin direct probandus
(dewasa) adalah normal karena masih dalam batas nilai rujukan yaitu 0,1 – 0,3 mg/dl. Jika
hasil tersebut didapatkan pada anak-anak maka bisa disimpulkan anak tersebut mengalami
ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati, mononucleosis
infeksiosa, metastasis (kanker) hati, dan penyakit Wilson.
Bilirubin indirect dapat diketahui dengan menghitung selisih antara bilirubin total
dan bilirubin direct. Sehingga didapatkan bilirubin indirect = bilirubin total – bilirubin direct
adalah 0,94 – 0,25 = 0,69 mg/dl. Berdasarkan dasar teori hal ini menunjukkan bilirubin
indirect probandus (dewasa) adalah normal karena masih dalam batas nilai rujukan yaitu 0,1
– 1,0 mg/dl. Peningkatan kadar bilirubin indirect dapat menunjukkan adanya eritroblastosis
fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia
0,05
0,01
hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis, ataupun pengaruh obat seperti
aspirin, rifampin, fenotiazin.
Untuk pemeriksaan SGOT/AST didapatkan hasil berturut-turut setiap menitnya
adalah 0.056, 0,056 dan 0,051, sehingga didapatkan rata-rata atau selisihnya 0,05 yang
kemudian dihitung dengan rumus U/L = ΔAMin
x 1.746 0,05
3 x 1.746 = 29,1 U/L.
Berdasarkan dasar teori hal ini menunjukkan nilai SGOT probandus adalah normal karena
masih dalam batas normal nilai rujukan yaitu 0 - 37 U/L.
Sedangkan untuk pemeriksaan SGPT/ALT didapatkan hasil berturut-turut setiap
menitnya adalah 0.076, 0,076 dan 0,086, sehingga didapatkan rata-rata atau selisihnya 0,01
yang kemudian dihitung dengan rumus U/L = ΔAMin
x 1.746 0,01
3 x 1.746 = 5,82 U/L.
Berdasarkan dasar teori hal ini menunjukkan nilai SGPT probandus (perempuan) adalah
normal karena masih dalam batas normal nilai rujukan yaitu 0 - 35 U/L. Pada umumnya nilai
tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST merupakan pada kerusakan parenkim hati
akut, sedangkan pada proses kronis didapatkan sebaliknya. Namun hal ini juga bisa
disebabkan karena kesalahan dalam pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-
vena yang dapat menurunkan kadar SGPT atau kesalahan dalam membaca hasil absorbansi
pada fotometer akibat waktu yang tidak tepat.
BAB V
KESIMPULAN
1) Pada bilirubin urin tidak ada perubahan warna setelah endapan ditetesi larutan Fouchet,
atau menunjukkan tidak terdapat bilirubin pada urin. Hal ini dikarenakan dalam kondisi
normal bilirubin tidak melewati glomerulus.
2) Bilirubin total dan direct dihitung dengan rumus :
Absorbance sample−Ab . specimen blanko
Absorbancekalibrator x 10
3) Bilirubin indirect dapat diketahui dengan menghitung selisih antara bilirubin total dan
bilirubin direct.
4) Hasil pemeriksaan bilirubin total, direct dan indirect pada probandus menunjukkan
hasilnya adalah normal, karena masih didalam batas normal nilai rujukan.
5) Nilai SGPT dan SGOT dapat dihitung dengan rumus: U/L = ΔAMin
x 1.746
6) Hasil dari uji SGOT dan SGPT pada probandus mendapatkan nilai tes SGPT/ALT lebih
tinggi daripada SGOT/AST yang dapat menunjukkan adanya kerusakan parenkim hati,
namun hal ini juga bisa disebabkan karena kesalahan dalam pengambilan darah pada area
yang terpasang jalur intra-vena yang dapat menurunkan kadar SGPT atau kesalahan
dalam membaca hasil absorbansi pada fotometer akibat waktu yang tidak tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Joyce LeFever Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6, EGC: Jakarta.
http://www.penyakithepatitis.com/
top related