laporan praktikum sifat koligatif larutan
Post on 15-Aug-2015
397 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PRAKTIKUM FARMASI FISIK I
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
DOSEN PENGAMPU :
Dewi Ekowati, M.Si., Apt
Kelompok : V.7.I
Tanggal Praktikum : 05 Oktober 2012
Nama : Khoiril Liana
NIM : 18123657A
LABORATORIUM FARMASI FISIK I
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2012
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK I
“SIFAT KOLIGATIF LARUTAN”
I. JUDUL :
“SIFAT KOLIGATIF LARUTAN”
II. TUJUAN :
Memahami sifat koligatif.
Menentukan kenaikan titik didih suatu pelarut sebagai salah satu sifat koligatif.
III. LANDASAN TEORI :
Gambaran umum sifat koligatif
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada
macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut
(konsentrasi zat terlarut). Sekarang kita kembali lagi dari reaksi kimia larutan ke sifat
fisiknya, yaitu tekanan uap dan diagram fasa nya. Pertama – tama, kita lihat larutan
yang dibuat dengan melarutkan zat terlarut tak-atsiri dalam suatu pelarut. Dengan
“takatsiri” dimaksudkan bahwa tekanan uap zat terlarut diatas lautannya tak diabaikan.
Contohnya ialah larutan sukrosa (gula tebu) dalam air, dengan tekanan uap sukrosa di
atas larutannya ialah nol.
Tekanan uap pelarut tidak nol dan berubah menurut komposisi larutan pada suhu
tertentu. Jika fraksi mol pelarut (X1 adalah 1, maka tekanan uap nya adalah P1o, yaitu
tekanan uap pelarut murni), maka tekanan uap P1 pelarut harus nol juga, sebab pelarut
sudah tidak ada lagi. Jika fraksi mol X1 berubah dari 1 menjadi 0, maka P1 merosot dari
P1o menjadi 0.
Kimiawan Prancis Francois. Marie Raoult menemukan bahwa untuk beberapa
larutan. Plot dari tekanan uap pelarut versus fraksi mol pelarut dapat sangat tepat
dengan garis lurus. larutan yang mengikuti hubungan garis lurus ini sesuai dengan
persamaan sederhana
P1=X1 P1O
Yang dikenal sebagai hukum Raoult. Larutan seperti ini disebut larutan ideal.
Larutan lain menyimpang dari perilaku garis lurus dan disebut non ideal. Larutan non
ideal dapat menunjukan penyimpangan positif (dengan tekanan uap lebih tinggi dari
pada yang diprediksi oleh hukum Raoult) atau penyimpangan negatif (dengan tekanan
uap lebih rendah). Pada tingkat molekul, penyimpangan negatif muncul bila zat terlarut
menarik molekul pelarut dengan sangat kuat, sehingga mengurangi kecenderungannya
untuk lari ke fase uap. Penyimpangan positif muncul pada kasus kebalikannya, yaitu
bila mol pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu sama lain. Bahkan larutan non
ideal dengan zat terlarut yang tidak berdisosiasi mendekati g hukum Raoult jika X1
mendekati 1; bagaimanapun, ini sama seperti gas nyata mematuhi gas ideal pada rapatan
yang cukup rendah.
Hukum Raoult merupakan dasar bagi empat sifat larutan encer yang disebut sifat
koligatif (dari bahasa latin colligare, “mengumpul bersama”) sebab sifat – sifat itu
bergantung pada efek kolektif jumlah partikel terlarut, bukannya pada sifat partikel yang
terlibat. Keempat sifat itu ialah Apabila suatu pelarut ditambah dengan sedikit zat
terlarut, maka akan didapat suatu larutan yang mengalami:
1. Penurunan tekanan uap jenuh
2. Kenaikan titik didih
3. Penurunan titik beku
4. Tekanan osmosis
Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat
larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan
jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal ini
dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non
elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan
dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan elektrolit.
1. PENURUNAN TEKANAN UAP
Karena X1 = 1 – X2 untuk larutan yang terdiri atas dua komponen, maka hukum
Raoult daopat ditulis ulang sebagai
∆ P1=P1−P°=X1 P °−P1°=−X2 P1 °
Jadi, perubahan tekanan uap pelarut berbanding klurus dengan fraksi mol zat terlarut.
Tanda negatif menyiaratkan penurunan tekanan uap: tekanan uap selalu lebih rendah di
atas larutan encer dibandingkan di atas murninya.
2. PENURUNAN TEKANAN UAP JENUH
Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini
adalah tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat
cair menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu
mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapan berkurang.
Gambaran penurunan tekanan uap
Menurut Roult :
p = po . XB
keterangan:
p : tekanan uap jenuh larutan
po : tekanan uap jenuh pelarut murni
XB : fraksi mol pelarut
Karena XA + XB = 1, maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi :
P = Po (1 – XA)
P = Po – Po . XA
Po – P = Po . XA
Sehingga :
ΔP = po . XA
keterangan:
ΔP : penuruman tekanan uap jenuh pelarut
po : tekanan uap pelarut murni
XA : fraksi mol zat terlarut
3. PENINGKATAN TITIK DIDIH
Titik didih normal cairan murni atau laarutan ialah suhu pada tekanan uap
mencapai 1 atm. Karena zat terlarut tekanan uap, maka suhu larutan harus dinaikkan
agar ia mendidih. Artinya, titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut
murni Gejala ini, yang disebut sebagai peningkatan titik didih, merupakan metode
alternatif untuk menentukan massa molar.
Kurva tekanan uap untuk larutan encer sedikit di bawah kurva pelarut murninya.
∆ P1 adalah penurunan tekanan uap pada T b, dan ∆ T b adalah perubahan suhu yang
diperlukan untuk mempertahankan agar tekanan uap tetap 1 atm (dengan kata lain,
∆ T b=T b−Tbadalah peningkatan titik didih yang disebabkan oleh penambahan zat
terlarut padapelarut murn). Untuk konsentrasi zat terlarut tak – berdisosiasi yang
rendah, kedua kurva sejajar, sehingga
−∆ P1
∆ T B
=lerengkurva=S
∆ T b=−∆ P1
S=
X2 P1
S
¿ 1S ( n2
n1+n2)(dari hukum Raoult , denganP1°=atm.)
Tetapan S hanya merupakan sifat pelarut murni saja, sebab ini merupakan lereng
kurva tekanan uap −∆ P1/ ∆T b di deket 1 atm. Dengan kata lain, S tidak bergantung
pada spesies zat terlarut yang digunakan.
Untuk larutan yang encer,n1 ≫>n2, dan ini dapat di sederhanakan menjadi
∆ T b=1S
n2
n1
=1s (m1
m2
/M 1
M 2)
Dengan m1 dan m2 adalah massa pelarut dan massa zat terlarut (dalam gram) dan
M 1, seperti S1, merupakan sifat pelarut saja, maka keduanya dapat digabungkan dan kita
dapat mendefinisikan tetapan baru Kb melalui
Kb=M1
(1000 g kg−1 ) S
Maka
∆ T b=K b( m2/ M 2
m1/1000 g kg−1 )Oleh karena m1diukur dalam gram, m1/1000 g kg−1 merupakan angka kilogram
pelarut. Demikian juga, m2/ M 2 adalah jumlah mol zat terlarut. Dengan demikian, rumus
dalam tanda kurung adalah molalitas (m) larutan.
∆ T b=K bm
Untuk pelarut tertentu, Kb di peroleh dengan mengukur kenaikan titik didih dari
larutan encer yang molalitasnya diketahui (artinya, mengandung zat terlarut yang
diketahui).
4. KENAIKAN TITIK DIDIH
Titik didih normal cairan murni atau laarutan ialah suhu pada tekanan uap
mencapai 1 atm. Karena zat terlarut tekanan uap, maka suhu larutan harus dinaikkan
agar ia mendidih. Artinya, titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut
murni Gejala ini, yang disebut sebagai peningkatan titik didih, merupakan metode
alternatif untuk menentukan massa molar.
Kurva tekanan uap untuk larutan encer sedikit di bawah kurva pelarut murninya.
∆ P1 adalah penurunan tekanan uap pada T b, dan ∆ T b adalah perubahan suhu yang
diperlukan untuk mempertahankan agar tekanan uap tetap 1 atm (dengan kata lain,
∆ T b=T b−Tbadalah peningkatan titik didih yang disebabkan oleh penambahan zat
terlarut padapelarut murn). Untuk konsentrasi zat terlarut tak – berdisosiasi yang
rendah, kedua kurva sejajar, sehingga
−∆ P1
∆ T B
=lerengkurva=S
∆ T b=−∆ P1
S=
X2 P1
S
¿ 1S ( n2
n1+n2)(dari hukum Raoult , denganP1°=atm.)
Tetapan S hanya merupakan sifat pelarut murni saja, sebab ini merupakan lereng
kurva tekanan uap −∆ P1/ ∆T b di deket 1 atm. Dengan kata lain, S tidak bergantung
pada spesies zat terlarut yang digunakan.
Untuk larutan yang encer,n1 ≫>n2, dan ini dapat di sederhanakan menjadi
∆ T b=1S
n2
n1
=1s (m1
m2
/M 1
M 2)
Dengan m1 dan m2 adalah massa pelarut dan massa zat terlarut (dalam gram) dan
M 1, seperti S1, merupakan sifat pelarut saja, maka keduanya dapat digabungkan dan kita
dapat mendefinisikan tetapan baru Kb melalui
Kb=M1
(1000 g kg−1 ) S
Maka
∆ T b=K b( m2/ M 2
m1/1000 g kg−1 )Oleh karena m1diukur dalam gram, m1/1000 g kg−1 merupakan angka kilogram
pelarut. Demikian juga, m2/ M 2 adalah jumlah mol zat terlarut. Dengan demikian, rumus
dalam tanda kurung adalah molalitas (m) larutan.
∆ T b=K bm
Untuk pelarut tertentu, Kb di peroleh dengan mengukur kenaikan titik didih dari
larutan encer yang molalitasnya diketahui (artinya, mengandung zat terlarut yang
diketahui) .
Adanya penurunan tekanan uap jenuh mengakibatkan titik didih larutan lebih
tinggi dari titik didih pelarut murni. Untuk larutan non elektrolit kenaikan titik didih
dinyatakan dengan:
ΔTb = m . Kb
keterangan:
ΔTb = kenaikan titik didih (oC)
m = molalitas larutan
Kb = tetapan kenaikan titik didihmolal
(W menyatakan massa zat terlarut), maka kenaikan titik didih larutan dapat dinayatakan
sebagai:
∆ T b=( WMr )( 1000
p )Kb
Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik didih larutan
dinyatakan sebagai :
Keterangan :
Tb = kenaikan titik didih
kb = tetapan kenaikan titik didih molal
m = massa zat terlarut
Mr = massa molekul relatif
Tabel Tetapan Kenaikan Titik Didih (Kb) Beberapa Pelarut
Pelarut Titik Didih Tetapan (Kb)
Aseton 56,2 1,71
Benzena 80,1 02,53
Kamfer 204,0 05,61
Karbon tetraklorida 76,5 04,95
Sikloheksana 80,7 02,79
Naftalena 217,7 05,80
Fenol 182 03,04
Air 100,0 00,52
5. PENURUNAN TITIK BEKU
Untuk penurunan titik beku persamaannya dinyatakan sebagai:
Keterangan :
Tf = penurunan titik beku
kf = penurunan titik beku molal
m = molal larutan
Mr = massa molekul relatif
Tabel Penurunan Titik Beku (Kf) Beberapa Pelarut
Pelarut Titik Beku Tetapan (Kf)
Aseton -95,35 2,40
Benzena 5,45 5,12
Kamfer 179,8 39,7
Karbon tetraklorida -23 29,8
Sikloheksana 6,5 20,1
Naftalena 80,5 6,94
Fenol 43 7,27
Air 0 1,86
Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik beku larutannya dinyatakan
sebagai:
Tf = (O – ΔTf)oC
Apabila zat terlarut yang tidak menguap di campurkan dengan pelarut yang
mudah menguap, uap di atas larutan hanya akan diberikan oleh pelarut saja. Zat terlarut
mengurangi kecenderungan melepaskan diri dari pelarut berdasarkan hukum
Raolt,tekanan uap larutan yang terisi zat terlarut tidak menguap akan mengalami
penurunan sebanding dengan bilangan relatif dari molekul zat yang terlarut. Penurunan
tekanan uap, penurunan titik beku, tekanan osmosis dan kenaikan titik didih merupakan
sifat – sifat koligatif larutan. Semua sifat tersebut hannya tergantung pada jumlah
molekul zat terlarut yang ada dan tidak bergantung pada ukuran atau pun berat molekul
zat terlarut. Kata koligatif berarti dikumpulkan bersama – sama dan menunjukkan pada
sekumpulan sifat – sifat umum yang dimiliki larutan encer. Sifat koligatif adalah sifat
larutan yang hannya di tentukan oleh jumlah partikel dalam larutan yang tidak
tergantung jenis partikelnya.
Titik didih adalah temperatur dimana tekanan uap cairan menjadi sama dengan
tekanan luar yaitu 760 mm Hg. Titik didih larutan yang mengandung zat terlarut yang
tidak menguap adalah lebih tinggi daripada pelarut murninya, dengan melihat kenyataan
bahwa zat terlarut menurunkan tekanan uap pelarut. Seperti terlihat dalam kurva
dibawah ini :
Kurva tekanan uap terletak di bawah pelarut murni dan temperatur larutan harus
dinaikkan pada temperatur di atas temperatur pelarut murni dengan maksud untuk
mencapai titik didih normal. Kenaikan titik didih terlihat pada gambar sebagai
persamaan T−T o=∆T b. Perbandingan kenaikan titik didih ∆ T b. Terhadap penurunan
tekanan uap ∆ P=Po−P, pada 100oC kira – kira konstan pada temperatur ini dan ditulis
sebagai :
∆ T b
∆ P=k atau ∆ Tb=k' ∆ P ………….(1)
Karena po konstan kenaikan titik didih dapat dianggap sebanding dengan ∆ P /P°,
yaitu penurunan tekanan uap relatif sama dengan fraksi mol zart terlarut sehingga
∆ T b=k . x2… … …… … … …… ... (2)
Karena kenaikan titik didih hannya tergantung pada fraksi mol zat terlarut maka
ini adalah sifat koligatif. Dalam kondisi encer X2 kira – kira sama dengan m /( 1000Ml
)
sehingga persmaan (2) dapat ditulis :
∆ Tb=
kM1
1000m… … …… …… ..(3)
atau ∆ T b=kbm…………. (4 )
k b=BM b W A ∆ Tb
1000W b
………(5)
Dimana ∆ T b=¿¿ kenaikan titik didih, Kb = tetapan kenaikan titik didih molal
(tetapan ebulioskopi), m=¿molalitas zat terlarut, W A=¿¿ massa pelarut (gram) dan B M B = berat molekul zat terlarut.
Kalau dibuat grafik titik didih sebagai fungsi dari berat zat yang di larutkan akan
didapatkan suatu garis lurus dan gradien sehingga ∆ T /W Bdapat diketahui
Kb=B M B W A
1000X gradien ………… ..(6)
Harga Kb dapat diketahui jika massa molar dari zat terlarut diketahui. Jadi dari
penentuan titik didih pelarut murni dan kenaikan titik didih larutan yang diketahui
konsentrasinya, dapatlah ditentukan berat molekul dari zat terlarut dengan
menggunakan persamaan :
B M B=1000 Kb
W A x (gradien)………….(7)
6. TEKANAN OSMOSIS
Tekanan osmosis adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang dapat
menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui membran
semi permeabel (proses osmosis) seperti ditunjukkan pada.
Menurut Van’t hoff tekanan osmosis mengikuti hukum gas ideal:
PV = nRT
Karena tekanan osmosis = Π , maka :
π°= tekanan osmosis (atmosfir)
C = konsentrasi larutan (M)
R = tetapan gas universal. = 0,082 L.atm/mol K
T = suhu mutlak (K)
Larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah dari yang lain disebut
larutan Hipotonis.
Larutan yang mempunyai tekanan lebih tinggi dari yang lain disebut larutan
Hipertonis.
Larutan yang mempunyai tekanan osmosis sama disebut Isotonis.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa larutan elektrolit di dalam
pelarutnya mempunyai kemampuan untuk mengion. Hal ini mengakibatkan larutan
elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan non elektrolit
pada konsentrasi yang sama.
Yang menjadi ukuran langsung dari keadaan (kemampuannya) untuk mengion
adalah derajat ionisasi. Besarnya derajat ionisasi ini dinyatakan sebagai :
α° = jumlah mol zat yang terionisasi/jumlah mol zat mula-mula
Untuk larutan elektrolit kuat, harga derajat ionisasinya mendekati 1, sedangkan
untuk elektrolit lemah, harganya berada di antara 0 dan 1 (0 < α < 1). Atas dasar
kemampuan ini, maka larutan elektrolit mempunyai pengembangan di dalam perumusan
sifat koligatifnya.
7. PENGGUNAAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
Sifat koligatif larutan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, ilmu
pengetahuan, dan industri. Yakni :
Membuat Campuran Pendingin
Cairan pendingin adalah larutan berair yang memiliki titik beku jauh di bawah 0
derajat Celcius. Cairan pendingin digunakan pada -pabrik Es, juga digunakan untuk
membuat es putar.Cairan pendingin dibuat dengan melarutkan berbagai jenis garam ke
dalam air.
Pada pembuatan Es Putar, Cairan pendingan dibuat dengan mencampurkan garam
dapur dengan kepingan Es batu dalam sebuah bejana berlapis kayu, Oada pencampuran
itu, es batu akan mencair sementara suhu turun . Selanjutnya, campuran bahan pembuat
es putar dimasukan ke dalam cairan pendingin, sambil terus-menerusdiaduk sehingga
campuran membeku.
Antibeku
Antibeku adalah zat yang ditambahkan kedalam suatu cairan untuk menurunkan
titik bekunya. Antibeku mencegah pembekuan cairan yang digunakan sebagai
pendingin, misalnya dalam pesawat terbang dan kendaraan bermotor. Zat anti beku
yang ideal adalah zat yang dapat larut dalam cairan pendingin sendiri, mempunyai
viskositas dan konduktivitas listrik yang rendah, titik didih tingggi, tidak korosif, dan
mempunyai daya hantar panas yang baik. Antibeku yang banyak digunakan dalam
kendaraan bermotor berupa etinglikol. Selain menurunkan titik beku, antibeku juga
menaikan titik didih, sehingga mengurangi penguapan.
Pencairan Salju di Jalan Raya
Lapisan salju di jalan raya dapat membuat kendaraan tergelincir atau selip,
sehingga perlu disingkirkan. Lapisan salju tersebut sebagian besar dapat disingkirkan
dengan buldoser, namun untuk membersihkana digunakan garam dapur atau urea.
Prinsip dasar dari proses ini juga berdasarkan penurunan titik beku.
Penentuan Massa Molekul Relatif
Pengukuran sifat koligatif dapat digunakan untuk menentukan massa molekul
relatif zat terlarut. Hal itu dapat dilakukan karena sifat koligatif bergantung pada
konsentrasi zat terlarut (jumlah zat).
Contohnya dengan mengetahui massa zat terlarut serta nilai penurunan titik
bekunya, maka massa molekul relatif zat terlarut dapat ditentukan.
Membuat cairan fisiologi
Cairan infus dan berbagai cairan fisiologilainya, seperti obat tetes mata, harus
isotonik dengan cairan tubuh kita. Oleh karena itu , konsentrasinya perlu disesuaikan.
Anda tentu mengetahui bahwa salah satu masalah yang dihadapi korban kecelakaan
ditengah laut yang terpaksa harus terapung-apung berhari-hari yaitu rasa haus.
Meminum air laut tidak akan menghilangkan rasa haus, malah sebaliknya akan
menambah rasa haus. Hal itu terjadi karena air laut hipertonik terhadap cairan tubuh
kita. Akibatnya air laut justru akan menarik air dari jaringan tubuh.
Desalinasi air larut melalui osmosis balik
Telah disebutkan bahwa osmosis balik adalah perembesan pelarut dari larutan ke
pelarut, atau dari larutan yang lebih pekat ke larutan yang lebih encer. Osmosis balik
terjadi jika kepada larutan diberikan tekanan yang lebih besar dari tekanan osmotiknya
Osmosis balik digunakan untuk membuat air murni dari air laut. Dengan memberi
tekanan osmotiknya, air dipaksa untuk merembes dari air asin ke dalam air murni
melalui selaput yang permeabel untuk air tetapi tidak untuk ion-ion dalam air.
Penggunaan lain dari osmotik balik, yaitu untuk memisahkan zat-zat beracun
dalam air limbah sebelum dilepas ke lingkungan bebas.
IV. ALAT :
1. Labu alas bulat berleher dua
2. Kondensator Liebigh
3. Termometer
4. Erlnmeyer (100 ml)
5. Neraca elektrik
6. Gelas ukur 100 ml
7. Batu didih
8. Corong glasss
9. Waterbath
10. Alumunium foil
11. Alat pres pelet
V. BAHAN :
1. Kloroform
2. Naftalena
VI. CARA KERJA :
1. Rangkaikan alat terdiri labu alas batu berleher dua, kondensor dan termometer
2. Masukkan kloroform sebanyak kira – kira 50 ml ke dalam erlenmeyer bertutup
alumunium foil kemudian timbang dengan teliti.
3. Tuang kloroform ke dalam labu alas bulat dan masukkan 3 butir batu didih.
4. Timbang kembali erlenmeyer beserta tutupnya sehingga diketahui berat
kloroform.
5. Didihkan pelarut dengan hati – hati hingga tercapai titik didih nya (pelarut akan
stabil mendidih setelah ± 10 menit).
6. Kalau titik didih sudah tercapai baca suhunya pada termometer setiap 2 menit.
7. Timbang 8 buah naftalena, buat pelet dengan alat press lalu timbang dengan
saksama berat tiap pelet (± 0,002 gram).
8. Lepaskan hubungan labu alas bulat dengan kondensor secara cepat, masukkan
satu pelet naftalena kedalam labu dan tutup kembali kondensor, teruskan
pembacaan suhu, catat setelah 2 kali pembacaan nilainya tetap.
9. Ulangi langkah tersebut sampai pelet terlarutkan.
10. Buat grafik hubungan antara titik didih dengan berat naftalena yang
ditambahkan.
11. Kalau yang dicari adalah berat molekul suatu zat X, ulangi langkah 1 – 10
dengan pelarut murni dan zat yang tidak diketahui berat molekulnya.
VII. HASIL PRAKTIKUM :
Tabel Data Perhitungan
Nama sampel Suhu oC Suhu rata – rata (oC)
menjadi (° K ¿
Berat neftalena
(gram)
Kloroform 1 61oC = 333°K 67,96
2 61oC = 334°K
Palet I 1 62oC = 335°K 1,82
2 62oC = 335°K
Palet II 1 63oC = 335°K 1,72
2 63oC = 335°K
Palet III 1 64oC = 336°K 2,03
2 64oC = 336°K
Palet IV 1 65oC = 337°K 2,00
2 65oC = 337°K
Palet V 1 65oC = 337°K 2,04
2 65oC = 337°K
Data Perhitungan
1. Berat E + K + t = 133,95
E + t = 65,99
Berat kloroform = 67,96
Kb 1
Kb ¿B M B W A ∆ T B
1000. W B
¿128,17.67,96 .(335−334 )° K
1000.1,82
¿8710,43
1820
¿4,78 gr /mol° K
Kb 2
Kb ¿MBB .W A . ∆ T b
1000. W B
¿128,17.67,96 .336−334¿° K ¿1000.1,27+1,82
¿ 172120,861721,82
¿4,921 gr /mol ° K Kb 3
Kb ¿B M B W A ∆ Tb
1000. W B
¿128,17 .67,96 .(338−334 )° K
1000.2,03+1,82+1,72
¿26.131,292033,54
¿4,691 gr /mol ° K
Kb 4
Kb ¿B M B W A ∆ T B
1000. W B
¿128,17 .67,96 .(338−334)° K
1000.2,00+1,82+1,72+2,03+2,00
¿ 34 .841,732.005,57
¿4,602 gr / Mol ° K
Kb 5Kb ¿ BM B W A ∆ T B
1000 . W B
¿
128,17 .67,96 .(338−334)° K1000. 2,04+1,82+1,72+2,03+2,00
¿ 34.841,732.047,57
¿3,625 gr /mol ° K
Grafik
1,82 gram 1,72 gram 2,03 gram 2 gram 2,04 gram0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
Berat Neftalen (gram) KB
VIII. PEMBAHASAN
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada
macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut
(konsentrasi zat terlarut). Sekarang kita kembali lagi dari reaksi kimia larutan ke sifat
fisiknya, yaitu tekanan uap dan diagram fasa nya. Pertama – tama, kita lihat larutan
yang dibuat dengan melarutkan zat terlarut tak-atsiri dalam suatu pelarut.
Kimiawan Prancis Francois. Marie Raoult menemukan bahwa untuk beberapa
larutan. Plot dari tekanan uap pelarut versus fraksi mol pelarut dapat sangat tepat
dengan garis lurus. larutan yang mengikuti hubungan garis lurus ini sesuai dengan
persamaan sederhana
P1=X1 P1O
Yang dikenal sebagai hukum Raoult. Larutan seperti ini disebut larutan ideal.
Larutan lain menyimpang dari perilaku garis lurus dan disebut non ideal
Rangkaikan alat terdiri labu alas batu berleher dua, kondensor dan termometer.
Masukkan kloroform sebanyak kira – kira 50 ml ke dalam Serlenmeyer bertutup
alumunium foil kemudian timbang dengan teliti. Tuang kloroform ke dalam labu alas
bulat dan masukkan 2 – 3 butir batu didih. Timbang kembali erlenmeyer beserta
tutupnya sehingga diketahui berat kloroform. Didihkan pelarut dengan hati – hati
hingga tercapai titik didih nya (pelarut akan stabil mendidih setelah ± 10 menit). Kalau
titik didih sudah tercapai baca suhunya pada termometer setiap 2 menit. Timbang 8
buah naftalena dengan berat masing – masing ±0,5 gram, buat pelet dengan alat press
lalu timbang dengan saksama berat tiap pelet (± 0,002 gram). Lepaskan hubungan labu
alas bulat dengan kondensor secara cepat, masukkan satu pelet naftalena kedalam labu
dan tutup kembali kondensor, teruskan pembacaan suhu, catat setelah 2 kali pembacaan
nilainya tetap. Ulangi langkah 7 sampai kedelapan pelet terlarutkan. Buat grafik
hubungan antara titik didih dengan berat naftalena yang ditambahkan. Kalau yang dicari
adalah berat molekul suatu zat X, ulangi langkah 1 – 10 dengan pelarut murni dan zat
yang tidak diketahui berat molekulnya.
IX. KESIMPULAN
X. DAFTAR PUSTAKA
Purba, michel.2007. Kimia untuk SMA kelas XII. Jakarta : Erlangga
Titik beku
Kondensor spiral
top related