laporan sistem neuropsikiatri umj modul 1
Post on 12-Jul-2016
70 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat disegala bidang
kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Kesibukan yang luar biasa terutama
dikota besar membuat manusia lalai terhadap kesehatan tubuhnya. Pola makan tidur
tidak teratur,kurang olahraga,serta konsumsi makanan cepat saji sudah menjadi
kebiasaan lazim yang berpotensi menimbulkan serangan stroke (Mulyatsih,2003).
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global yang terjadi
akut,berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau meninggal)
berasal dari gangguan aliran darah otak (lamsudin, 2000). Akibatnya nurisi dan oksigen
yang dibutuhkan otak tidak terpenuhi dengan baik. Penyebab stroke bisa karena adanya
sumbatan di pembuluh darah dan adanya pembuluh darah yang pecah.
I.2 Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan bermacam-
macam gejala lumpuh anggota gerak yang kemungkinan disertai dengan gangguan
kejiwaan yang dapat menyertainya, meliputi diagnosis, penanganan, dan rehabilitasi
penderita dengan gangguan lumpuh anggota gerak.
I.3 Strategi Pembelajaran
1. Diskusi kelompok mandiri tanpa tutor, melakukan curah pendapat bebas antar
anggota kelompok.
2. Diskusi kelompok yang diarahkan oleh tutor untuk melihat pertanyaan alternatif
terhadap masalah tertentu.
1
3. Konsultasi pada nara sumber yang ahli pada permaalahan dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam
4. CSL : pemeriksaan visus, funduskopi, pemeriksaan tekanan bola mata (tonometri),
pemeriksaan segmen anterior bola mata, pemeriksaan lapangan pandang.
5. Praktikum : Anatomi mata, Histologi
6. Aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku ajar,
majalah, slide, dan intern
2
BAB II
PERMASALAHAN
II.1 Skenario
Seorang laki laki berbadan gemuk, berusia 47 tahun, datang ke rumah Sakit dengan
keluhan tangan dan kaki kiri terasa baal dan sulit digerakkan.tangan dan kaki kiri yang sulit
digerakan, baru dirasakan 2 jam yang lalu.sedangkan keluhan baal telah dialaminya selama
kurang lebih 4 bulan.baal dirasakan sesaat namun sembuh lagi, bersifat hilang timbul
dengan frekuensi seminggu 2 kali.
Ia sendiri tidak ingat kejadian yang menyebabkan timbulnya keluhan ini, biasanya
terjadi di rumah setelah bangun tidur atau dikantor setelah bekerja seharian, dan dirasakan
sangat mengganggu aktivitasnya sehari-hari.selain baal dan kesulitan bergerak, ia juga
merasa jantungnya berdebar-debar, pusing, nyeri ulu hati, dan kadang merasa akan pingsan
jika berada ditengah keramaian seperti jika berada di mal.ia kadang merokok ( tidak
teratur).
II.2 Kata Sulit
-
II.3 Kata/ Kalimat Kunci
Laki-laki 47 tahun berbadan gemuk kaki dan tangan kiri terasa baal sejak + 4 bulan, dirasakan hilang timbul dengan
frekuensi 2 kali dalam 1 minggu. Kaki dan tangan kiri sulit digerakkan sejak 2 jam yang lalu.
Penyebab penyakit tidak diketahui keluhan dirasakan setelah bangun tidur dan saat bekerja seharian di kantor, keluhan
mengganggu aktivitas sehari-hari. Jantung terasa berdebar-debar, pusing, nyeri ulu hati, kadang merasa akan pingsan
jika dalam keramaian. Pasien terkadang merokok (tidak teratur)
II.4 Pertanyaan
1. Jelaskan Histologi Sistem Saraf!
3
2. Jelaskan mekanisme baal dan mengapa terjadinya saat baru bangun tidur dan
bekerja seharian?
3. Jelaskan patomekanisme kelumpuhan anggota gerak
4. Apakah ada hubungan antara faktor risiko dg keluhan pada pasien di skenario?
5. Mengapa keluhan hanya terjadi pada satu sisi tangan dan kaki?
6. Hubungan baal 4 bulan lalu dengan anggota gerak sulit digerakkan 2 jam yang lalu
7. Mengapa baal yang dirasakan hilang timbul?
8. Apakah Diagnosis Banding yang Terkait dengan Skenario Tersebut?, jelaskan!
9. Apakah Diagnosis Banding yang Terkait dengan Skenario Tersebut?, Jelaskan!
10. Bagaimana hubungan jantung berdebar, pusing, nyeri ulu hati, merasa ingin pingsan
saat di keramaian dengan kasus skenario?
11. Bagaimanakah Alur Diagnostik yang baik untuk Skenario tersebut?
II.5 Mind Map
3
BAB III
PEMBAHASAN
1. Histologi Sistem Saraf
Jaringan saraf dibagi dalam dua bagian besar, susunan saraf pusat (SSP) dan susunan
saraf tepi (SST), SSP terdiri atas neuron dan akson yang terdapat pada otak dan medulla
spinalis, yaitu pusat pengintegrasi dan komunikasi tubuh. SST terdiri atas neuron dan akson
yang terletak di luar SSP, yaitu nervus kranialis dari otak, nervus spinalis dari medulla
spinalis, dan ganglia terkait. Otak dan medulla spinalis terdiri atas substansi putih (alba)
dan substansi kelabu (grisea). Substansi alba terutama terdiri atas akson bermielin,
beberapa akson tanpa myelin, dan sel penyokong. Selubung myelin pada akson
memberikan warna putih (alba). Substansi grisea terdiri atas neuron, dendrit, dan sel
neuroglia. Tidak adanya selubung myelin memberikan warna kelabu (grisea) pada daerah
ini.
1.1 NEURON
Jaringan saraf terdiri atas dua jenis sel utama: neuron (sel saraf) dan neuroglia (sel
penyokong). Sel structural dan fungsional jaringan saraf adalah neuron. Neuron-neuron
membentuk jaringan penghubung yang sangat rumit, terdiri atas sel yang menerima dan
meghantar impuls sepanjang jalur neural atau akson ke SSP untuk dianalisis, diintegrasi,
diinterpretasi, dan direspons. Respons terhadap stimulus dari SSP adalah aktivasi otot dan/
atau kelenjar tertentu.
1.2 SEL PENYOKONG PADA SSP: NEUROGLIA
Neuroglia adalah sel penyokong pada SSP yang non neural, dengan banyak cabang
yang terdapat di antara neuron. Sel-sel ini tidak menghantarkan impuls dan secara
morfologik dan fungsional, berbeda dengan neuron. Neuroglia dapat dikenali karena jauh
lebih kecil, dan intinya terpulas gelap. Jumlahnya kira-kira 10 kali jumlah neuron di dalam
susunan saraf.
6
Ada 3 jenis sel neuroglia: astrosit, oligodendrosit, dan mikroglia
1.3 SEL PENYOKONG PADA SST
Dalam SST juga terdapat sel penyokong, yaitu sel schwann (neurolemosit) dan sel
satelit. Sel schwann membungkus dan terdapat di sepanjang akson. Sel satelit adalah sel-sel
kuboid kecil yang terdapat pada ganglia paravertebral dan perifer. Di sini sel satelit
mengelilingi sel saraf pada ganglia.
Neuron Motoris: Kornu Anterior Medula Spinalis
Neuron motoris multipolar besar (7) SSP memiliki inti besar ditengah (11), sebuah
nucleolus yang jelas (12) dan sejumlah cabang sel, yaitu dendrit (10, 16). Suatu akson
halus (5, 14) muncul dari daerah terang berbentuk kerucut pada neuron; ini adalah akson
hillock (6, 13). Akson (5, 14) yang meninggalkan neuron (7) lebih halus dan jauh lebih
panjang dari dendrit (10, 16).
Sitoplasma atau perikarion neuron bercirikan banyak gumpalan granul kasar (masa
basofilik). Gumpalan ini adalah badan Nissl (4,8) yang memperlihatkan reticulum
endoplasma granular neuron. Bila bidang irisan tidak melalui inti (4), hanya tampak badan
Nissl (4) yang terpulas gelap di dalam perikarion . neuron. Badan Nissl meluas ke dendrit
namun tidak ke dalam akson hilok. Inti neuroglia di sekitarnya (2,9) terpulas nyata
sementara sitoplasmanya tetap tidak terpulas nyata. Di sekeliing neuron dan neuroglia
terdapat banyak pembuluh darah (1,3,5) dengan berbagai ukuran
7
Astrosit Fibrosa Otak
Pada bagian pusat gambar, terdapat sebuah astrosit fibrosa (5). Yampak sebuah
badan sel kecil, berinti besar, dan banyak cabang/ prosesus (2) halus yang panjang dan
bercabang, terjulur ke segala arah. Sebagian cabang ini yang berasal dari astrosit berbeda,
telihat di kiri atas gambar, berakhir pada pembuluh darah sebagai pedikel vascular (4) atau
lempeng-lempeng kaki.
7
Oligodendrosit Otak
Pada sudut kanan atas gambar, terdapat sebuah astrosit protoplasmic (4). Tampak
badan sel yang kecil, inti besar, dan banyak prosesus yang tebal dan bercabang.
Jika dibanding dengan astrosit, oligodendrosit (2, 5) memiliki inti dan badan sel
lonjong yang lebih kecil dengan sedikit prosesus halus dan pendek yang tidak bercabang.
Prosesus ini dapat sangat halus atau kadang-kadang sedikit tebal
Oligodendrosit terdapat di substansia alba dan grisea SSP. Di substansi alba,
oligodendrosit membentuk selubung myelin di sekeliling akson (6) dan analog dengan sel
Schwann yang membentuk myelin pada akson SST.
Sebagia neuron (1) dibagian kiri atas gambar menampakan ukuran yang berbeda
dengan astrosit dan oligodendrosit.
7
Mikroglia Otak
Pada sediaan otak ini, terdapat mikroglia (1, 4). Badan selnya sangat kecil, dengan
bentuk bervariasi dan sering mempunyai kontur yang tidak teratur. Intinya yang kecil dan
terpulas gelap hampir mengisi seluruh sel. Cabang selnya sedikit, pendek, langsing,
berkelok, dan ditutupi “duri” kecil (5). Neuronnya (3) terdapat pada bagian atas gambar,
memperlihatkan perbedaan ukurannya dengan mikroglia
Umumnya mikroglia tidak banyak, namun terdapat pada substansia alba maupun
grisea SSP. Mikroglia merupakan fagosit utama.
7
Serat Saraf Bermielin
Pada potongan longitudinal, selubung myelin (1) tampak sebagai pita hitam tebal
mengelilingi akson pusat (2) yang lebih terang. Pada interval berjarak beberapa micron,
selubung myelin ini terlihat terputus-putus di antara sel Schwann. Daerah ini adalah nodus
Ranvier (4).
Juga tampak disini sekelompok serabut saraf atau fasikulus. Fasikulus dikelilingi
lapisan jaringan ikat yang tampak pucat, disebut perineum (3, 5, 8). Setiap serabut saraf
atau akson pada gilirannya akan dikelilingi selapis tipis jaringan ikat yang disebut
endoneurium (7, 11).
Pada potongan transversal, terlihat macam ukuran akson bermielin. Selubung
myelin (9) tampak sebagai cincin hitam tebal mengelilingi akson (13) pucat yang tidak
terpulas (13) di pusat.
Jaringan ikat yang mengelilingi serabut saraf atau fasikulus memiliki banyak pembuluh
darah (6, 12) dengan berbagai ukuran.
7
Saraf Tepi (potongan transversal)
Sejumlah berkas (fasikulus) serabut saraf (1) terpotong transversal (1) atau oblik
(8). Setiap fasikulus saraf dikelilingi selubung jaringan ikat perineum (2) yang menyatu
dengan jaringan ikat interfasikular (17). Septa perineurial membagi fasikulus saraf yang
lebih besar. Dari sini atau langsung dari perineum, jaringan ikat halus yang mengelilingi
tiap-tiap serabut saraf dalam fasikulus meluas dan membentuk endoneurium (5).
Terlihat banyak inti diantara serabut saraf. Kebanyakan adalah inti sel Schwann
(3); yang lain adalah inti fibroblast endoneurieum (5)
Banyak pembuluh darah (9-12, 16) yang melintasi jaringan ikat interfasikular,
bercabang ke dalam fasikulus, dan akhirnya menjadi kapiler di dalam endoneurium (5)
7
Medula Spinalis : Daerah Servikal (Potongan Transversal)
Untuk memperlihatkan subtansi alba dan grisea medulla spinalis, sediaan potongan
melintang medulla dipotong dengan teknik impregnasi perak. Setelah dipulas tampak jelas
substansi alba yang terpulas coklat tua dan substansi grisea (4, 14) terpulas pucat.
Substansi alba (3) terutama terdiri atas akson atau serabut saraf bermielin asendens dan
desendens. Sebaliknya, substansi grisea mengandung badan sel neuron, interneuron dan
aksonnya. Substansi grisea mempeelihatkan bentuk H simetris yang kedua sisinya
dihubungkan oleh bagian yang disebut komisura grisea (15) yang dipusatnya mengandung
kanalis sentralis (16) medula spinalis.
Kornu anterior (6) substansi grisea meluas ke depan korda dan lebih menonjol
dibandingkan dengan kornu posterior (2, 13). Kornu anterior mengandung badan-badan
sel neuron motoris (7, 17) yang besar. Sebagian akson (8) neuron motoris kornu anterior
melintasi substansi alba dan keluar dari medulla spinalis sebagai unsur radiks anterior (9,
21) saraf tepi. Kornu posterior adalah daerah sensoris dan mengandung badan-badan sel
neuron yang lebih kecil.
7
Medula spinalis dikelilingi meninges jaringan ikat, terdiri atas dura mater (luar),
araknoid (tengah) (5), dan pia mater dalam (18). Medula spinalis secara tidak sempurna
dibagi menjadi belahan kiri dan kanan oleh sebuah alur posterior yang sempit (yaitu sulkus
mediana posterior) (10), dan sebuah celah yang dalam di anterior (yaitu fisura mediana
anterior) (19). Pada gambar ini pia meter terlihat paling jelas pada fissure mediana
anterior.
Diantara sulkus mediana posterior dan kornu posterior substansia grisea terdapat
kolumna dorsalis substansia alba yng jelas terlihat. Di daerah servikal medulla spinalis,
setiap kolumna dorsalis dibagi menjadi dua fasikulus, kolumna posteromedial (fasikulus
grasilis) (11) dan kolumna posterolateralis (fasikulus kuneatus) (1, 12).
Serebelum (Pandangan Setempat, Potongantransversal)
Serebelum terdiri dari korteks substansia grisea (3) diluar dan substansi alba (4,
10) di dalam. Substansi alba terdiri atas akson atau serabut saraf bermielin.
7
Serabut ini adalah serabut aferen dan eferen korteks serebri. Cabang-cabangnya (10)
membentuk bagian pusat lipatan serebelar.
Substansi grisea membentuk korteks yang terdiri atas tiga lapisan sel berada di
dalam korteks, lapisan molekular (luar) (6) dengan sedikit sel dan serat yang berjalan
horizontal, lapisan granular (dalam) (7) dengan banyak sel kecil dan inti terpulas gelap,
dan lapisan tengah terdiri atas sel-sel purkinje (8) . Sel purkinje berbentuk fusiform
dengan dendrit yang bercabang dan meluas ke dalam lapisan molecular.
Korteks Serebri
Macam-macam jenis sel yang membentuk korteks serebri tersebar dalam lapisan-
lapisan dengan satu atau lebih jenis sel utama pada setiap lapisan. Serabut horizontal pada
setiap lapisan memberi korteks ini penapilan berlapis-lapis. Juga terdapat serabut-serabut
dengan susunan radial (14).
Meskipun ada variasi susunan sel pada bagian-bagian berbeda di korteks serebri,
namun dapat dikenali enam lapisan berbeda. Lapisan-lapisan ini tertera di sebelah kiri
gambar.
Mulai dari tepi korteks, lapisan terluar adalah lapisan molecular (1). Bagian
perifernya terutama terdiri atas cabang-cabang neuron (dendrit maupun akson) kea rah
15
horizontal. Pada bagian dalam lapisan molekular, terdapat sel-sel horizontal Cajal (10)
yang berbentuk gelendong atau stelata, aksonnya ikut membentuk serat-serat horizontal.
Lapisan sel molecular ditutupi oleh lapisan jaringan ikat otak, yaitu pia meter (8).
Pada ke empat lapisan berikut, sel utamanya adalah sel-sel pyramidal khas korteks
serebri, sel-sel ini mempunyai banyak ukuran. Pada gambar terlihat sel-sel pyramidal (11,
13) yang membesar secara progresif pada lapisan 2,3,4,5. Dendritnya (13) mengarah ke
perifer korteks dan aksonnya terjulur dari dasar sel. Pada lapisan glanular dalam (4),
banyak sel stelata (12) kecil dan besar membentuk hubungan kompleks dengan sel-sel
pyramidal.
Lapisan multiformis (6) tidak memiliki sel pyramidal, namun terdapat banyak sel
fusiform. Sel granular, sel stelata, dan sel Martinotti saling berbaur di lapisan multiformis.
Semua sel ini mempunyai bermacam-bermacam ukuran. Akson sel Martinotti mengarah ke
perifer, sedangkan akson dari sel lain memasuki substansi alba (16).
15
Saraf Tepi : Nodi Ranvier Dan Akson
Gambar ini merupakan fotomikograf pembesaran sedang sebuah saraf tepi yang
terpotong memanjang. Selubung mielin yang biasanya mengelilingi akson telah larut pada
sediaan ini dan hanya ruang mielin (7) yang tampak. Akson sentral (2, 8) terlihat pada
sejumlah serat saraf dengan selubung myelin. Pada jarak-jarak teratur di sepanjang akson,
terlihat lekukan kecil di selubung myelin (nodi Ranvier) (1, 9) yang menandakan tepi dua
selubung myelin berbeda yang membungkus akson. Sebuah inti sel Schwann (3) terlihat
pada salah satu akson dan lapisan tipis jaringan ikat endoneurium (6) yang mengelilingi
akson. Di luar akson terlihat kapiler (4) dengan sel-sel darah dan fibroblast (5) jaringan
ikat sekitarnya.
15
2. Patomekanisme Baal
Baal adalah rasa kebal sehingga tidak lagi merasakan dingin, sakit, dan sabagainya;
mati rasa., atau dalam istilah medis disebut hipestesia yang merupakan gangguan sensorik
negatif.
Organ sesnsorik khusus yang merekam perubahan fisik dan kimiawi di
lingkungan eksternal dan internal organisme dan mengubahnya (transduksi) menjadi
impuls elektrik yang akan di proses oleh system saraf disebut reseptor. Organ ini
merupakan lokasi awal alur informasi pada system saraf, berdasarkan urutan prinsip
organisasi dasar, persepsi, pengolahan, respon. Impuls somatosensorik dari
perifer dihantarkan di sepanjang serabut saraf aferen ke badan sel neuron, yang
terletak di ganglian radiks dorsalis (ganglion spinale). Impuls kemudian dihantarkan
menuju system saraf pusat, tanpa melewati sinaps perantara, di sepanjang penonjolan
sentral (akson) pada neuron yang sama. Akson ini membuat kontak sinaptik dengan
neuron kedua di medulla spinalis atau batang otak, yang aksonnya kemudian berjalan
15
kea rah sentral, dan menyebrangi garis tengah menuju sisi yang berlawanan pada level
tertentu di sepanjang perjalanannya. Neuron ketiga terdapat di thalamus, sehingga
disebut “gerbang kesadaran”; neuron ini berproyeksi ke berbagai area kortikal, yang
terpenting adalah korteks somatosensorik yang terletak di gitus post-sentralis di lobus
parietalis.
Jika terdapat lesi pada jalur aferen atau di sepanjang jaras somatosensorik, maka
dapat menyebabkan defisit sensorik sesuai letak lesinya, yaitu:
Lesi subkortikal atau kortikal di area somatosensorik yang sesuai pada lengan
dan tungkai menyebabkan parestesia (kesemutan dan sebagainya) dan kebas
pada ekstremitas kontralateral, yang lebih jelas di bagian distal daripada
bagian proksimal. Lesi iritatif pada lokasi ini dapat menimbulkan kejang fokal
sensorik; karena korteks motorik terletak tepat disebelahnya, umumnya sering
didapatkan cetusan motorik juga.
Lesi di semua jaras sensorik di bawah talamus menghilangkan semua jenis
sensasi pada tubuh sisi kontralateral
Jika semua jaras somatosensorik terkena kecuali jaras untuk nyeri dan suhu,
terdapat hipestesia pada sisi tubuh dan wajah kontralateral, tetapi sensasi nyeri dan
suhu tidak terganggu.
Lesi yang mengenai beberapa radiks posterior yang berdekatan menyebabkan , serta
kerusakan atau hilangnya semua modalitas sensorik di area tubuh yang terkena,
selain itu didapatkan hipotonia atau atonia, arefleksia, dan ataksia jika radiks
tersebut mempersarafi ekstremitas atas atau bawah
3. Mekansime Kelumpuhan
Setiap serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel
saraf , salah satunya terdapat pada korteks motorik, serabut – serabutnya berada tepat pada
traktus piramida yaitu penyilangan traktus piramida, dan serat lainnya berada pada ujung
anterior medula spinalis, serat – seratnya berjalan menuju otot.
19
Yang pertama disebut sebagai neuron motorik atas ( upper motor neuron ) dan yang
terakhir disebut neuron motorik batah ( lower motor neuron ). Setiap saraf motorik yang
menggerakkan setiap otot merupakan komposisi gabungan ribuan saraf – saraf motorik
bawah.
Jaras motorik dari otot ke medula spinalis dan juga dari serebrum ke batang otak
dibentuk oleh UMN. UMN mulai di dalam korteks pada sisi yang berlawanan di otak,
menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi berlawanan di dalam batang otak,
menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir pada sinaps LMN. LMN
menerima impuls di bagian ujung saraf posterior dan berjalan menuju sambungan
mioneural. Berbeda dengan UMN, LMN berakhir di dalam otot.
Ciri – ciri klinik pada lesi di UMN dan LMN adalah :
UMN : kehilangan kontrol volunter, peningkatan tonus otot, spastisitas otot, tidak ada
atropi otot, reflek hiperaktif dan abnormal.
LMN : kehilangan kontrol volunter, penurunan tonus otot, paralysis flaksid otot,
atropi otot, tidak ada atau penurunan reflek.
Rangkaian sel saraf berjalan dari otak melalui batang otak keluar menuju otot yang
disebut motor pathway. Fungsi otot yang normal membutuhkan hubungan yang lengkap
disepanjang semua motor pathway. Adanya kerusakan pada ujungnya menurunkan
kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan – pergerakan otot.
Hal ini menurunkan efesiensi disebabkan kelemahan, juga disebut paresis. Kehilangan
hubungan yang komplit menghalangi adanya keinginan untuk bergerak lebih banyak.
Ketiadaan kontrol ini disebut paralisis. Batas antara kelemahan dan paralisis tidak absolut.
Keadaan yang menyebabkan kelemahan mungkin berkembang menjadi kelumpuhan. Pada
tangan yang lain, kekuatan mungkin memperbaiki lumpuhnya anggota badan. Regenerasi
saraf untuk tumbuh kembali melalui satu jalan yang mana kekuatan dapat kembali untuk
otot yang lumpuh. Paralisis lebih banyak disebabkan perubahan sifat otot. Lumpuh otot
mungkin mebuat otot lemah, lembek dan tanpa kesehatan yang cukup, atau mungkin
19
kejang, mengetat, dan tanpa sifat yang normal ketika otot digerakkan.
4. Hubungan Antara Faktor Risiko Dengan Keluhan Pada Pasien Diskenario
Usia. Risiko akan meningkat seiring bertambahnya usia, terutama bagi lansia di atas
60 tahun.
Jenis kelamin. Risiko pria untuk terkena lebih tinggi daripada wanita.
Faktor keturunan. Jika ada anggota keluarga anda yang pernah mengalami TIA,
Anda memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena serangan yang sama.
Pola hidup yang buruk. Misalnya merokok, mengonsumsi minuman keras secara
berlebihan, kurang olahraga, mengonsumsi makanan asin dan berlemak, serta
menggunakan obat-obatan terlarang. Pola hidup yang tidak terjaga juga dapat
memicu faktor-faktor kepada risiko penyakit hipertensi, obesitas, dan kolesterol
tinggi.
Pengaruh penyakit atau kelainan tertentu. Risiko TIA pada pengidap kelainan
jantung,gagal jantung, infeksi jantung, detak jantung yang abnormal,
dan diabetes akan lebih tinggi dibandingkan orang normal.
5. Mekanisme Terjadinya Kelumpuhan pada Satu Sisi Tangan dan Kaki
Hemiparesis adalah kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang biasanya disebabkan oleh lesi
vaskuler unilateral di kapsula interna atau korteks motorik.
Penyebab Hemiparesis :
Sumbatan aterosklerosis
Pendarahan intrakranial
Inflamasi karena bakteri dan virus
Mekanisme terjadinya hemiparesis dimulai saat adanya lesi/sumbatan pada otak sehingga
terjadi hambatan neurotransmitter yang dilepaskan ke sel neuron yang lain sehingga terjadi
gangguan penghantaran impuls dari otak ke otot sehingga terjadi kelemahan.
19
Jadi pada pasien diskenario mengalami kelumpuhan pada bagian kaki dan tangan kirinya
dimungkinkan karena pada awalnya ada Lesi pada hemisfer dextra yang menyebabkan
19
terjadinya hambatan neurotransmitter yang dilepaskan ke sel neuron yang lain sehingga
terjadi gangguan penghantaran impuls dari otak ke otot sehingga terjadi kelemahan. Pada
jaringan intraserebri terdapat kapsula interna yang menjadi jembatan jaras-jaras motorik
sistem piramidalis seperti kortikospinalis dan kortikobulbar, sumbatan pada jaringan ini
mengakibatkan hambatan fungsional konduksi saraf. Hambatan jaras motorik pada
hemisfer kanan akan menyebabkan gangguan fungsi motorik pada bagian kiri, dan
sebaliknya.
Manifestasi yang kontralateral ini disebabkan oleh jaras – jaras motorik kortikospinalis dan
kortikobulbar bersilangan di decussatio piramydium pda daerah medulla oblongata sebelum
menuju medulla spinalis. Kelumpuhan yang timbul akibat terputusnya hubungan antara
korteks motorik dan motorneuron yang dikenal sebgai kelumpuhan upper motor neuron.
6. Hubungan baal 4 bulan lalu dengan anggota gerak sulit digerakkan 2 jam yang lalu
Ada, kemungkinana pasien 4 bulan yang lalu terkena (TIA), TIA adalah serangan-
serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia fokal yang
cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya
dalam 24 jam yang biasanya bisa diakibatkan oleh arteroskerosis. TIA ini tidak
menyebabkan kerusakan permanen pada otak, tetapi merupakan resiko terjadinya stroke di
kemudian hari atau kematian (karena penyumbatan pada arteri koroner atau karena faktor
resiko lainnya dan kemungkinan menjadi stroke bisa 90 hari setelah terkena TIA.
7. Penyebab Baal Terasa Hilang Timbul
Secara umum diketahui bahwa tekanan darah akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur dan semakin meningkat lagi dengan berat badan lebih(overweight) dan
obesitas. Peningkatan tekanan darah akan menjadi lebih besar lagi bila ada riwayat keluarga
yang hipertensi dan mempunyai stres emosional yang tinggi. Pada orang obesitas, jumlah
darah yang beredar akan meningkat, cardiac output akan naik dan ini akan meningkatkan
tekanan darah. Tekanan darah tinggi atau hipertensi meningkatkan morbiditas dan
mortalitas penyakit kardiovaskuler, stroke, dan ginjal.
22
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat
melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Saat melakukan aktivitas seperti
bekerja seharian dibutuhkan energi yang banyak sehingga jantung bekerja lebih untuk
mengalirkan darah yang mengandung oksigen ke seluruh tubuh untuk menghasilkan ATP.
Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan
paling rendah pada saat tidur malam hari. Pada saat tidur seseorang dalam keadaan
berbaring, tubuh berada pada posisi horizontal. Hal tersebut mengakibatkan peredaran
darah dalam tubuh seseorang tidak dipengaruhi oleh gaya gravitasi karena dalam keadaan
sejajar sehingga denyut nadi dan tekanan darah menurun. Maka dari itu ketika bangun pada
pagi hari tubuh mulai menyesuaikan diri untuk meningkatkan tekanan darah.
8. Hubungan Jantung Berdebar, Pusing, Nyeri Ulu Hati, Merasa Ingin Pingsan Saat
di Keramaian Dengan Kasus Skenario
Pada kasus dalam skenario diketahui bahwa pasien memiliki berat tubuh yang
berlebihan atau gemuk, kegemukan telah dibuktikan merupakan suatu faktor risiko
independen untuk stroke iskemik dan hemoragik dimana permulaan nya bisa diawali
dengan terbentuknya suatu Aterosklerosis yang ditandai dengan lesi intima yang disebut
plak atheroma yang menonjol kedalam dan menyumbat lumen vascular serta melemahkan
tunika media dibawahnya.
Dalam kegemukan dapat ditemukan hyperlipidemia yang secara spesifik
mengisyaratkan hiperkolesteronemia. Komponen utama kolesterol serum total yang
menyebabkan peningkatan risiko adalah tingginya LDL dan HDL yang menurun pada
darah. LDL adalah kolesterol jahat dimana ini dapat menyebabkan kerusakan endotel pada
pembuluh darah yang menyebabkan perlekatan trombosit dan monosit serta pelepasan
faktor pertumbuhan termasuk platelet-derived growth factor (PDGF) yang menyebabkan
migrasi dan proliferasi sel otot polos. Sel busa pada plak atheromatosa berasal dari
makrofag dan sel otot polos dari makrofag melalui modifikasi lipoprotein berdensitas
rendah (LDL) dan reseptor VLDL yang dikenali oleh scavenger receptor. Lipid ekstrasel
berasal dari insudasi lumen pembulun, terutama dengan keberadaan hiperkolesterolnemia,
22
dan juga dari sel busa yang berdegenerasi. Plak yang terbentuk ini, akan terlepas dan
terbawa aliran darah hingga ke otak yang dimana di bagian tersebut dapat menempel dan
dapat menghasilkan mekanisme yang sama sehingga membuat terjadinya penyumbatan
pada alirah darah otak sehingga otak mengalami iskemia dan terganggu daripada kerjanya,
disinilha yang dapa mengakibatkan pasien merasakan pusing serta mengakibat pasien
pingsan, sedangkan jantung berdebar dapat dirasakan apabila hal ini terjadi pada pembuluh
darah jantung dimana hal ini dapat mengakibatkan kenaikan kerja jantung untuk lebih
menekan aliran darah yang tersumbat.
Sehingga masing-masing keluhan tersebut memiliki keterhubungan satu sama lain.
9. Langkah Diagnostic Pada Scenario
9.1 Urutan pemeriksaan neurologis mencakup evaluasi 6 elemen utama :
Status mental dan fungsi mental
Kepala dan leher termasuk saraf kranial
Fungsi motorik
Fungsi sensorik
Reflek regangan otot
Reflek khusus ( plantaris dan glabela ).
9.2 Pemeriksaan Status mental dan fungsi mental
1. Tingkat kesadaran Sadar, Otomatisme, Konfusi, Delirium, Stupor, Stupor dlm, Koma, Koma intersibel dan kematian
2. Fungsi serebral
3. Pemeriksaan bahasa dan bicara
salah satu fungsi hemisfer dominan adalah bicara. ada tiga gangguan bicara : distrasia, disfonia, dan afasia
9.3 Pemeriksaan Kepala dan leher termasuk saraf kranial
22
Dua belas serabut saraf cranial, Terdiri dari : 3 pasang saraf sensori, 5 pasang saraf
motori, 4 pasang saraf gabungan
1. Nervus Olfactorius : berfungsi untuk menghantarkan sensasi bau/ penghidu. Merupakan saraf kranialis yang terpendek.
2. Nervus Opticus : berfungsi utnuk menghantarkan sensasi penglihatan3. Nervus Oculomotorius :Saraf ini mempersarafi otot yg berfungsi dalam gerakan
bola mata an mengangkat kelopak mata dan bersama nervus II mengatur besar kecilnya pupil
4. Nervus Trochlearis : bersama nervus III dan nervus VI berfungsi mengatur gerakan bola mata
5. Nervus Trigeminus : Saraf ini berfungsi menghantarkan rangsang sensorik/ sensibilitas dari wajah dan selaput lendir mulut dan hidung, sedangkan serabot motoriknya mempersarafi otot-otot pengunyah dan mempersarafi juga kelenjar ludah submaksilaris dan sublingualis
6. Nervus Abduscens : berperan dalam mengatur gerakan bola mata 7. Nervus Facialis : cabang motorik saraf ini mempersarafi otot wajah. Saraf ini juga
berfungsi menghantarkan rasa pengecapan dari lidah 2/3 depan, selain itu juga mempersarafi kelenjar ludah sublingalis
8. Nervus Vestibulocochlearis : Saraf ini berfungsi untuk pendengaran dan mengatur keseimbangan
9. NervusGlossopharyngeus:Serabut motorik mempersarafi otot stilopharyngeus, serabut sensorik menghantarkan sensasi umum dari pharyng, palatum mole, sepertiga belakang lidah, bagian atas tenggorokan, tonsil, tuba auditorius dan cavum tymphani. Sedangkan serabut parasimpatik memperasarfi kelenjar ludah parotis.
10. Nervus Vagus : Bagian motorik dari nervus X ini menuju otot-otot palatum mole dan pharyng. Cabang para simpatik mempersarafi alat-alat viscera dada dan abdomen
11. Nervus Acsesorius : Cabang eksterna atau spinalis mempersarafi otot-otot trapezius dan sternocleidomastoideus, sedangkan cabang interna bersama-sama dengan nervus IX, X ke otot-otot intrinsik laring.
12. Nervus Hypoglossus :saraf ini mempersarafi otot-otot intrinsik lidah
10.4 Pemeriksaan Fungsi motorik
sindrom lower motor neuron mempunyai gejala : lumpuh, atoni, atrofi, dan arefleksi. Sindrom lower motor neuron didapatkan pada kerusakan di neuron
22
motorik, neuraksis neuron motorik (misalnya saraf spinal, pleksus, saraf perifer), alat penghubung neuraksis dan otot (myoneural junction) dan otot.
Sindrom upper motor neuron, yang dijumpai pada kerusakan sistem pyramidal, mempunyai gejala : lumpuh, hipertoni, hiper refleksi, dan klonus, serta refleks patologis.
10.5 Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang dapat berupa :
Reseptor eksteroseptif, yang ber-respons terhadap stimulus dari lingkungan eksternal, termasuk visual, auditor, dan taktil.
Reseptor proprioseptif, misalnya yang menerima informasi mengenai posisi bagian tubuh atau tubuh di ruangan.
Reseptor interoseptif, mendeteksi kejadian internal seperti perubahan tekanan darah.
Sistem sensorik somatik menerima informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan proprioseptif. Didapatkan 4 sub-kelas mayor dari sensasi somatik, yaitu :
Sensasi nyeri yang dicetuskan oleh rangsang yang dapat mencederai (noxious).
Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin. Rasa (sensasi) sikap, dicetuskan oleh perubahan mekanis di otot dan
persendian, dan mencakup rasa sikap anggota gerak serta gerakan anggota gerak (kinestesia).
Sensasi (rasa) tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan pada permukaan tubuh.
10.6 Pemeriksaan Reflek Dalam
Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi.Refleks dalam juga dinamai refleks regang otot (muscle stretch reflex). Nama lain bagi refleks dalam ini ialah refleks tendon, refleks periostal miotatik dan refleks fisiologis
Refleks dalam dapat dinamai menurut otot yang bereaksi atau menurut tempat merangsang, yaitu tempat insersio otot. Misalnya refleks kuadriseps femoris disebut juga refleks tendon Iutut atau refleks patela.
22
9.7 Pemeriksaan Reflek patologis
Cara membangkitkan refleks palologis ini bermacam-macam, di antaranya : Chaddock : rangasangan diberikan dengan jalan menggoreskan bagian
lateral maleolus. Gordon : memencet ( mencubit ) otot betis. Oppenheim : mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior ( arah
kebawah distal ). Gonda : memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian kelepaskannya
dengan segera. Schaefer : memencet (mencubit) tendon Achilles.
10. Diagnosis Banding 1 - TIA ( transient ischemic attack)
10.1 Definisi
TIA ( transient ischemic attack) yakni serangan disfungsi otak yang fokal, dengan
sebab berasal dari pembuluh darah. Permulaannya cepat (dari tak ada gejala sampai gejala
maksimum, dicapai dalam waktu kurang dari lima menit, biasanya kurang dari satu menit),
lamanya beraneka ragam, biasanya 2-15 menit, akan tetapi kadang-kadang sampai satu hari
(24 jam). Terjadi akibat gangguan sementara aliran darah keotak yang menyebabkan
timbulnya gejala stroke sementara.
Gejala-gejala dan tanda-tandanya yang nampak berhubungan dengan terkenanya
sistim arteri carotis (SAC) dan sistim vertebro-basilaris (SVB).
10.2 Epidemiologi
Menurut penyelidikan di Rochester-Minnesota (I955 — 1969) insidensnya pada
umur 55-64 tahun : kurang dari satu per I000 penduduk per tahun ; pada umur 65-74 tahun :
dua per 1000 penduduk per tahun; sedangkan pada umur 75 tahun atau lebih : tiga per 1000
penduduk pertahun. Menurut penyelidikan di Evans Councy insidensnya pada umur 30-70
tahun : 1,1 per 1000 penduduk kulit putih pertahun. Menurut penyelidikan
FRAMINGHAM insidensnya pertahun, pada laki-laki yang berumur 50- 62 tahun adalah
22
1,2 per 1000 penduduk. Sedangkan pada wanita yang berumur 50- 62 tahun adalah 1,3 per
1000 penduduk per tahun. Menurut DYKEN. M.L terdapat 5,4 penderita per 100 tempat
tidur per tahun.
Usia rata-rata adalah 59,25 tahun, pada umur 30-54 tahun : rata-rata 25,25% ; pada umur
55-64 tahun : rata-rata 42,25%; pada umur lebih dari 64 tahun : rata-rata 32,25% (lihat tabel
I).Menurut DYKEN. M.L. Usia rata-rata dari TIA adalah 63 tahun, usia rata-rata timbulnya
pada wanita lebih tinggi, ialah 80 tahun.
10.3 Etiologi dan Patogenesa
Ada dua faktor, yaitu :
A. Faktor emboli
B. Faktor hemodinamika.
A. Faktor emboli.
Emboli arteri-arteri
Penelitian yang baru-baru ini mengatakan bahwa kebanyakan TIA disebabkan
oleh embolisasi dari trombosit, fibrin atau runtuhan-runtuhan (debris) atheroma yang
berasal dari atherosclerotic plaque yang letaknya lebih proksimal.
Ada dua bentuk emboli arteri-arteri yaitu : Emboli trombosit-fibrin dan Emboli
kholesterol- debris atheroma.
1. Emboli trombosit-fibrin
Emboli jenis ini terdiri atas gumpalan trombosit, fibrin, leukosit dan sedikit lemak.
Gejala-gejala yang cepat hilang pada TIA, disebabkan karena embolus trombosit ini
28
cepat dirusak akibat deaggregasi dari gumpalan trombosit dan mungkin karena
pembukaan dari kolateral-kolateral.
Menurut MC BRIEN , BRADLEY dan RUSSELL ROSS serangan sepintas lalu
dari satu mata (transient monocular blindness) disebabkan karena embolisasi berulang
dari arteriae retinae dengan mikro-emboli yang terdiri terutama atas trombosit, sedikit
lekosit dan lipid, akan tetapi tak ada fibrin atau eritrosit serta kholesterol. lni
bertentangan dengan pendapat HOLLENHORST.
2. Emboli Kholesterol-debris atheroma.
Emboli jenis ini terdiri terutama atas kholesterol dan sedikit bahan atheromatous
plaque. Embolus ini dilukiskan oleh HOLLENHORST sebagai plaque yang terang
cemerlang (bright plaque), ia berwarna jingga tua, kuning atau wama tembaga, yang
dapat dilihat dengan ophthalmoscope pada percabangan dari arteriae retinae. Sebelas
persen dari penyakit penyumbatan sistim arteri carotis (SAC) dan 4% dari penderita
dengan penyakit penyumbatan dari sistim vertebro-basilaris (SVB) menunjukkan
plaque ini.
Ia mengira bahwa plaque ini adalah kristal kholesterol atau cairan kholesterol yang
tersangkut dan berasal dari lesi atheromateus di aorta, arteria carotis, arteriaophthalmica
atau arteria vertebralis.
Emboli jantung-arteri.
Emboli yang berasal dari jantung biasanya besar sekali, sehingga menimbulkan
lesi neurologis yang hebat. Emboli kecil-kecil sering berasal dari katup-katup jantung
umpamanya pada subacute bacterial endocarditis (SBE); nonbacterial thrombotic
endocarditis dan katup mitral yang prolaps (prolapsing mitral valve) dan dari myxoma
atrium.
28
2. Faktor hemodinamika.
Angina dan dekompensasi jantung. Semua yang tersebut diatas biasanya
berhubungan dengan terganggunya kuncup semenit (cardiac output) atau gangguan
untuk mempertahankan perfusi otak dan ini biasanya mengakibatkan hilangnya
secara difus fungsi otak dan hilangnya kesadaran, jarang memberi tanda-tanda fokal
dengan TIA. Akan tetapi kadang-kadang semua keadaan tersebut menyebabkan
TIA.
Viskositas darah meningkat umpamanya pada polycythemia, hemoglobinopathies
dan dysproteinemias. Pada polycythemia mungkin hyperviskositas sebagai faktor
utama penyebab TIA. Titik kritis dicapai bila hematokrit ≥ 60%.
Mekanisme “steal.” Pada penutupan atau penyempitan arteria subclavia terdapat
terbaliknya aliran darah dari kepala ke lengan atau dari kulit kepala kemuka
(“subclavian stealsyndrome.”). “Hemodynamic steal” ini dapat juga terjadi di satu
hemisfer (intrahemisfer); antara kedua hemisfer (interhemisfer) atau dari otak
kedalam tumor. Ini terdapat pada meningioma yang banyak pembuluh darahnya
atau pada arterio-venous malformation (AVM).
Keadaan dengan perfusi rendah. Penyempitan pembuluh darah yang multipel
menyebabkan insuffisiensia cerebro-vaskuler lokal dan umum dari TIA. Perfusi
rendah akibat penyempitan atau penutupan arteri bukan penyebab TIA. pada
umumnya dan trombosis otak yang mengancam.
Vasospasme. Vasospasme jarang sekali menyebabkan TIA . Jarang sekali, tekanan
darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan serangan okuler dan ischemia otak
yang sepintas lalu. Tekanan diastole antara serangan adalah 130 mm Hg atau lebih.
28
Penekanan mekanis. Penekanan pembuluh darah oleh struktur-struktur muskulo-
sekelet umpamanya spondylosis cervicalis dengan penekanan osteophyt pada arteria
vertebralis atau processus transversus cervicalis bagian atas yang panjang menekan
pada arteria carotis. Keadaan seperti ini jarang sekali terjadi.
Pembuluh darah arteri carotis berkelok-kelok seperti gulungan kawat atau seperti
rambut keriting. (tortuous, coiled and kinked carotid arteries) Kelainan ini jarang
sekali terdapat.
Payah jantung kongesti (congestive heart failure) TIA. dalam hal ini disebabkan
oleh hypotensi atau oleh karena rendahnya kuncup semenit pada payah jantung kiri
(left heart failure)
Vasodilatasi termal (thermal vasodilatation). Sering TIA timbul pada waktu mandi
uap (steam bath). Ini disebabkan karena penimbunan darah di sirkulasi kulit.
Keadaan gravitasi (gravitational states). Pada waktu mengemudikan mobil terlalu
lama sering timbul TIA. Ini disebabkan karena penimbunan darah pada ekstrimitas
bagian bawah.
Hypotermia. Hypotermia sering menyebabkan bradykardi dengan akibat kuncup
semenit menurun.
Tidur. Pada tidur dengan posisi tegak atau tidur dengan obat tidur yang banyak,
sering terdapat hypotensi dengan akibat TIA.
10.4 Gejala dan tanda.
Table 2. Kelainan klinis yang biasa timbul pada TIA
Area yang terkena Tanda dan gejala Implikasi
Nervus Cranialis Hilangnya penglihatan pada satu / kedua mata
Hilangnya penglihatan bilateral pertanda
ominous onset of iskemia batang otak.
28
Diplopia Penglihatan kabur
Gangguan keseimbanganVertigo sejati seperti sensasi berputar
Difficulty swallowing
Trouble swallowing may indicate brainstem
involvement; if the swallowing problem is
severe,mungkin beresiko besar terjadinya
aspirasi.
Fungsi motoric Kelemahan lengan, tungkai, muka unilateral/bilateralBilateral menandakan iskemia batang otak.
Fungsi sensorik
Unilateral/ bilateral: baik parestesi maupun peningkatan ambang sensasi (tingling,nyeri) pada muka, lengan, tungkai, punggung
Jika terjadi kelainan sensoris tanpa tanda dan
gejala lain, prognosisnya mungkin bonam
tapi tingkat recurennya tinggi.
Bicara dan berbahasa
Slurring of words or reduced verbal output; language difficulty pronouncing, comprehending, or “finding” words
Bila berbicara dan kelumpuhan muka parah,
beresiko besar terjadinya aspirasi.
Ggn. menulis dan membaca
KoordinasiClumsy lengan, tungkai badan; hilang keseimbangan (biasanya satu sisi) berdiri atau berjalan
Inkoordinasi of limbs, leher, or gait may
indicate iskemia batang otak atau cerebelum.
28
Fungsi kejiwaan dan kognitif Apatis dan tingkah laku yang tidak kooperatif
Mengenai lobus frontalis dan seringkali
kurang kooperatif.
Somnolen
Menandakan keterlibatan hemisfer bilateral
dan batang otak
Agitasi atau psychosis
Jarang, menandakan iskemia batang otak,
biasanya jika terjadi disertai ggn. motorik
dan nervus cranial
Binggung atau lupa
Jarang; seringnya disertai ggn. berbahasa,
motorik, sensoris dan penglihatan
Inattention to surrounding environment, khususnya satu sisi; if severe, patient may deny deficit or even his or her own body parts.
Depending on the severity of neglect,
dokter perlu mengangkat lengan pasien untuk
mengecek kekuatan daripada menyuruh
pasient melakukannya.
Gejala dan tanda-tanda TIA pada sistim arteria carotis (TIA-SAC) :
· Gangguan motorik (kontralateral dari lesi) : kelemahan, paralisis, atau kakunya satu
ekstremitas atau kedua ekstremitas pada sisi yang sama dengan gangguan motorik.
28
· Gangguan sensorik (kontralateral dari lesi) berupa rasa tebal, termasuk hilangnya
sensibilitas atau paresthesiae mengenai satu atau kedua ekstremitas pada sisi yang sama
dengan gangguan sensorik.
· Aphasia (bila hemisfer dominan terkena) berupa : gangguan pembicaraan dan/atau
bahasa, yang global atau hanya gangguan sedikit, diikuti atau tidak diikuti kesukaran
membaca, menulis atau menghitung.
· Hilangnya visus pada satu mata atau sebagian dari satu mata, yang sepintas lalu
(ipsilateral dari lesi), bila visus pada kedua mata normal dikenal sebagai amaurosis
fugax atau transient monocular blindness.
· Gangguan yojana penglihatan kontralateral dari lesi umpamanya hemianopsia
homonim.
Gejala dan tanda-tanda TIA dari sistim vertebro-basilars(TIA-SVB) :
Tabel 3. Karakteristik Gejala Iskemia yang Melibatkan Sirkulasi Anterior dan Posterior
Gejala Iskemia: sirkulasi TANDA GEJALA
Sirkulasi Anterior * Lapang pandang sempit
Tidak mampu untuk melihat dengan baik
(mis., kesulitan membaca atau mengendarai)
Gangguan berbahasa (hemisfer kiri): afasia
Kesulitan memahami kata, tidak bisa membaca,
bicara tidak jelas
Gangguan motorik: kelemahan tungkai, lengan, muka kontralateral
Menjatuhkan benda;
28
tergantung keparahan, tidak
mampu untuk mengangkat atau memindahkan bagian tubuh atau benda
Gangguan sensorik: peningkatan sensasi kolateral Paresthesia
Ggn tingkah laku (hemisfer kanan): tidak perhatian terhadap lingkungan sekitar, khususnya satu sisi; bila berat, may deny deficits or even his or her own body parts
Biasanya tidak ada gejala, tapi anggota keluarganya
atau orang lain mengeluh bahwa pasien mengalami
kesulitan untuk berpakaian, membiarkan
separuh makanannya dipiring, atau kurangnya
perhatian pada satu sisi ruangan atau pada orang
yang berbicara ke pasien di satu sisi yang
berlawanan dengan yang lain.
(lebih sering, sisi kirinya tidak diacuhkan).
Sirkulasi Posterior** Nistagmus
Vertigo (sensation berputar)
Disconjugate gazeIf subtle, penglihatanya kabur atau berbayang
Lapang pandang sempit homonim Tidak mampu untuk
28
melihat dengan baik
terutama satu sisi
Kelemahan kontralateral
Menjatuhkan benda, tidak mampu untuk
mengangkat atau memindahkan the limb
Incoordination of trunk or limbs (ataxia)
Clumsiness, jatuh, tidak mampu mengkoordinasi
gerakan (mis. Minum dengan cangkir tanpa
spilling isi)
Ggn motorik dan sensorik berlawanan dengan daerah yang mengalami defisit nervus cranialis (bersilangan berarti keterlibatan batan otak)
Contohnya, pasien mengeluh diplopia, muka
sebelah kiri lumpuh, and dragging tungkai kanan
(karena kelemahan)
Tanda bilateralAbrupt kelemahan kedua tungkai, jatuh
Decreased mentation; stupor atau koma Anggota keluarga atau oarng lain mengeluh bahwa
pasien has poor responsiveness or that they are
28
unable to arouse the patient.
*-Termasuk arteri carotis interna, arteri cerebral medialis, dan arteri cerebral anterior, serta cabang dari arteri-arteri tadi.
** -Termasuk arteri vertebralis, arteri basiler, dan arteri cerebral posterior,.serta cabang dari arteri-arteri tadi
– Gangguan motorik, berupa : kelemahan, kekakuan atau paralisis dari gabungan
ekstremitas-ekstremitas sampai quadriplegia, kadang-kadang berpindah-pindah dari satu
sisi ke sisi yang lain pada serangan yang berbeda-beda (unilateral, bilateral or alternating
limb weakness).
– Gangguan sensorik berupa : rasa tebal, termasuk hilangnya sensibilitas atau
paresthesia , pada tiap gabungan dari ektremitas, keempat ektremitas,kedua sisi dari muka
atau mulut. Sering bilateral, penyalurannya (distribution) dapat berubah-ubah dari satu sisi
kesisi yang lain pada serangan yang berbeda-beda. Gangguan sensorik pada muka terutama
circumoral.
– Hilangnya visus, seluruhnya atau sebagian pada kedua yojana penglihatan yang
homonim (bilateral homonymous hemianopia). Kelainaan ini terdapat pada 50% dari
kasus.Hemianopsia homonim.
– Ataxia, tak ada keseimbangan (imbalance), jalannya berubah-ubah tak menentu
(unsteadiness) atau disequffibrium.Semua ini tak ada hubungan dengan vertigo. Serangan
vertigo (dengan atau tanpa mual dan muntah-muntah), diplopia, dysphagia atau dysarthria.
Semua gejala ini tak dianggap TIA, bila tiap gejala ini timbul tersendiri. Serangan ini baru
dianggap TIA bila terjadi bersamaan dengan 4 gejala yang tersebut diatas.
28
– “Drop attacks”ialah kelemahan tungkai, jatuh sekonyong-konyong dengan tak
terduga, tanpa atau dengan hilangnya kesadaran sebentar dan sakit kepala. Serangan ini
terdapat pada 15% dari kasus TIA-SVB. Hal ini disebabkan karena kegagalan sementara
dari aliran darah ke formatio reticularis. Lain penulis mengatakan bahwa mungkin hal ini
disebabkan karena gangguan regulasi vaskuler intrinsik dari aliran darah akibat
atherosclerosis. “Drop attacks ini harus dibedakan dengan :(i) syncope; dan (ii)”cryptogenic
drop attacks”. Serangan ini terdapat pada wanita berumur setengah abad yang jatuh
kedepan menumbuk lantai tanpa memberi isyarat terlebih dulu. Biasanya keadaan ini terjadi
waktu berjalan. Mekanismenya tak diketahui.
– Gangguan saraf otak yang tunggal atau multipel.
– Amnesia global sepintas lalu. Penderitanya lupa akan orientasi waktu, tempat dan
ingatan akan kejadian yang telah lalu untuk beberapa waktu. Akan tetapi masih dapat bicara
dan tanpa adanya gangguan fisik.
Lamanya dan banyaknya serangan.
Lamanya serangan rata-rata pada TIA-SAC: 14 menit dan pada TIA-SVB : delapan
menit. Sembilan puluhpersen dari semua serangan TIA-SAC berlangsung kurang dari enam
jam dan pada TIA-SVB kurang dari dua jam.
TIA-SVB dua kali lebih banyak dibandingkan dengan TIA-SAC dan mempunyai
kecenderungan untuk kambuh dalam waktu yang lebih panjang.
Banyaknya TIA dan panjang rata-rata dari tiap-tiap TIA bukan patokan berguna
untuk mengetahui risiko timbulnya”stroke.”
10.5 Diagnosis
Diagnosa didasarkan atas hasil:
1. Penemuan klinis
Anamnesis:
28
-Terutama terjadinya keluhan/ gejala defisit neurologik yang mendadak
-Tanpa trauma kepala
-Adanya faktor resiko GPOD.
Pemeriksaan fisik:
-Adanya defisit neurologik fokal
-Ditemukannya faktor resiko (Hipertensi, kelainan jantung, dll)
-Fundus oculi adanya plaque dari Hollenhorst.
-Keadaan pembuluh darah (vaskuler): Pada auskultasi sering terdengar adanya bising
didaerah supraclaviculer (TIA-SVB) atau pada perjalanan dari art. Carotis: di bulbus
mata, pelipis dan didaerah leher pada perbatasan atas dari cartilago thyreoidea (tempat
percabangan art. Carotis communis) (TIA-SAC).
-Pada palpasi nadi kanan dan kiri sering tak sama, kadang-kadang terdapat nadi yang
kurang atau hilang sama sekali sehingga palpasilah arteri carotis communis, arteri
carotis interna/eksterna, arteri temporalis, arteri subclavia dan arteri perifer lain dari
lengan dan tungkai. Tekanan darah perlu diukur pada lengan dan paha. Perbedaan
tekanan lebih dari 20 mm Hg, harus dipertimbangkan adanya stenosis.
2. Pemeriksaan Tambahan / laboratorium
Pemeriksaan neuro-radiologik:
Computerized tomography (CT) scanning: amat membantu diagnosis dan
membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut.Memperlihatkan
struktur otak secara tiga dimensi dengan menggunakan X-ray.
Computerized tomography angiography (CTA) scanning. Scanning kepala yang
noninvasif mengevaluasi arteri-arteri pada leher dan otak. Menggunakan X-rays
dan CT scan kepala, serta disuntikkan kontras ke pembuluh darah.
28
Angiografi serebral (Carotis, atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang pembuluh darah yang terganggu atau bila scan tak jelas.Tehnik ini
merupakan gold standard untuk melengkapi penilaian mengenai pembuluh darah
intra dan extracranial. Aliran darah vena maupun arteri cerebral akan tampak.
Carotid ultrasonography. Alat transduser yang mengirimkan gelombang suara
berfrekuensi tinggi. Setelah gelombang suara melalui jaringan akan dapat dinilai
ada tidaknya penyempitan maupun bekuan–bekuan darah pada arteri carotis.
Magnetic resonance imaging (MRI). Ini mempergunakan kekuatan magnetic yang
akan memperlihatkan struktur otak secara tiga dimensi..
Transesophageal echocardiography (TEE). Pemeriksaan dengan alat transducer
dan menggunakan pipa yang menghubungkan mulut dengan lambung., gambaran
ultrasound lebih detail diperoleh, seperti adanya bekuan darah (trombus) yang tidak
mungkin terlihat jelas pada ekokardiografi biasa
Pemeriksaan liquor cerebralis; seringkali dapat membantu membedakan infark,
perdarahan otak, baik PIS (Perdarahan inraserebral) maupun PSA (Perdarahan
subarachnoid).
3. Pemeriksaan lain-lain:
Pemeriksaan untuk menentukan faktor resiko, seperti; darah rutin (HB), hematokrit,
leukosit, eritrosit, LED, hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. komponen
kimia darah, gas darah , elektrolit
EKG
9.6 Pengobatan
Tujuan pengobatan TIA yakni untuk mengurangi faktor resiko terjadinya stroke,
serangan jantung, ataupun serangan TIA. Terdiri dari:
Pengobatan untuk mengurangi resiko terjadinya pembentukan bekuan darah.
28
11. Diagnosis Banding 2 - Stroke11.1 Defenisi StrokeStroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian. Secara umum stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO).Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas
11.2 Stroke Non HemoragikKlasifikasi Stroke Non HemoragikSecara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik (kausal):a. Berdasarkan manifestasi klinik:
i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama makin berat.
iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal: i. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
41
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah
41
yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
ii. Stroke Emboli/Non Trombotik Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
11.3 Faktor risikoAda beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun.
2. Jenis kelamin
42
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.
3. HeriditerGen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
4. Rasa atau etnikOrang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.
2. HipertensiHipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan
42
risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.
3. Penyakit jantungPenyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.
4. (DM) Diabetes melitusKadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.
5. TIAMerupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.
6. Hiperkolesterol
42
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.
7. ObesitasObesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke.
8. MerokokMerokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi
42
komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.
11.5 Gejala Stroke Non Hemoragik Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna. i. Buta mendadak (amaurosis fugaks). ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan. iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior. i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol. ii. Gangguan mental. iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh. iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air. v. Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media. i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol. ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
42
iii.Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan system vertebrobasilar. i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas. ii. Meningkatnya refleks tendon. iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh. iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepala berputar (vertigo). v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia). vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria). vii.Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).
viii.Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
ix.Gangguan pendengaran. x. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior i. Koma ii. Hemiparesis kontra lateral. iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia). iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
42
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
42
vii.Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
viii. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
11.6 Diagnosis Stroke Non HemoragikDiagnosis didasarkan atas hasil:a. Penemuan Klinis
i. Anamnesis Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
ii. Pemeriksaan Fisik Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium i. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).
ii. Pemeriksaan lain-lain
42
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).
11.7 PenatalaksanaanWaktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragika. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam
pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.
42
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akuta. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)
10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di
42
jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis3) Stroke dalam evolusi4) Diseksi arteri5) Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika
42
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.28
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.
Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi.
42
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,2006.
Bates. Pemeriksaan fisik dan diagnostik
Burns, Dennis K, Vinay Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC
Eroscheno, Victor. 2003. Atlas Histologi Dengan Korelasi Fungsional. Jakarta : EGC.
Fausto, Kumar, Abbas. 2010. Robbins & Cotran Dasar Patologis Penyakit Ed 7. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mardjono, Mahar. Priguna Sidharta. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta, Jakarta,2005.Simpson,Iain A.,dkk. Lecture Notes Kardiologi Ed 4. Erlangga Medical Series.
Pujarini LA. Dislipidemia pada Penderita Stroke dengan Demensia di RS Dr. Sardjito
Jogjakarta. Yogyakarta. 2007
Soebroto L. Hubungan Antara Kadar LDL Kolesterol Pada Penderita Stroke di Rumah
Sakit Dr. Moewardi Surakarta. USM. Surakarta. 2010
Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta. 2006
Wilson, Lorraine W., Sylvia A. Price. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
52
top related