laporan status lingkungan hidup kota mojokerto … · pernulihan kerusakan lingkungan yang sudah...
Post on 19-Mar-2019
240 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I. PENDAHULUAN
I-0
LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP
KOTA MOJOKERTO TAHUN 2008
KANTOR LINGKUNGAN HIDUP
KOTA MOJOKERTO 2009
BAB I. PENDAHULUAN
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Telah banyak program dan kegiatan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh
pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, namun upaya yang telah
dilakukan selama ini terkesan seolah-olah kurang optimal, karena skala kegiatan yang
belum “critical momentum " sehingga tenggelam dalam laju atau percepatan yang
sedemikian besar dari kerusakan lingkungan.
Dengan melihat percepatan perusakan lingkungan yang terjadi saat ini, maka
tidak ada jalan lain bagi kita semua untuk : a). Mengerahkan segala daya upaya yang ada pada
kita untuk bertindak secara bersama-sama mencegah dan memulihkan kerusakan
lingkungan, b). Mendorong pengembangan kemitraan kepada semua pihak untuk
bersama-sama mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui pengarusutamaan
aspek lingkungan dalam tiap bentuk pembangunan, c). Revitalisasi kearifan tradisional
sebagai "gerakan moral dan estetika lingkungan" dalam perubahan perilaku dan
perubahan sikap, melalui pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara terstruktur dan
terintegrasi untuk menumbuhkan kesadaran, kemandirian dan keberdayaan yang merupakan
wujud kesadaran kolektif menuju lingkungan yang baik dan sehat.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu konsep
pembangunan yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup dalam
upaya mensejahterakan masyarakat. Hal itu mengacu pada pertumbuhan dengan
memperhatikan keterbatasan sumberdaya alam dan kemampuan institusi masyarakat di
dalam melaksanakan pembangunan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang merupakan
dasar di dalam menyusun program-program pembangunan. Disamping itu pembangunan
berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa memasukkan unsur konservasi lingkungan ke dalam
kerangka proses pembangunan.
Untuk itu diperlukan keterpaduan, yaitu tuntutan adanya kerjasama lintas sektoral melalui
pertukaran informasi dan penyesuaian pasaritas sektoral. Proses pertukaran informasi di dalam
pengambilan keputusan merupakan suatu sistem, yang menyangkut penataan penggunaan
sumberdaya alam, buatan dan sumberdaya manusia di dalam suatu ruang/wilayah. Kenyataan
ini menggarisbawahi pentingnya laporan pengelolaan lingkungan hidup disusun, baik pada
tingkat Iokal/daerah, regional maupun nasional, karena hal tersebut diperlukan dalam penyajian
informasi segala aspek lingkungan dalam rangka melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Berbagai bencana yang terjadi saat ini terkadang sulit dikategorikan sebagai
bencana alam murni, hal ini disebabkan karena masih terjadinya eksploitasi sumberdaya alam yang
tidak memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, sehingga
mengakibatkan berbagai musibah yang merugikan masyarakat, tidak hanya harta benda
tetapi yang terpenting hilangnya nyawa manusia.
BAB I. PENDAHULUAN
I-2
Pembangunan yang merusak lingkungan bukanlah kegiatan pembangunan,
melainkan bencana yang tertunda. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan hidup
menjadi sangat rentan terjadinya perubahan yang disebabkan karena aktivitas alam
maupun manusia. Aktivitas manusia inilah yang justru lebih banyak menimbulkan
kerentanan bagi lingkungan, sehingga perlu dicarikan solusi yang tepat untuk
mengeliminasi terjadinya bencana dalam menekan terjadinya degradasi lingkungan di
masa yang akan datang, sehingga lingkungan dapat memberikan dukungan bagi
keberlanjutan kehidupan di planet bumi.
Dua hal penting yang perlu segera mendapatkan perhatian kita semua,
setelah banyaknya terjadi bencana lingkungan, yaitu komitmen tinggi untuk
menghentikan kerusakan lingkungan yang kini sedang berlangsung, rehabilitasi dan
pernulihan kerusakan lingkungan yang sudah terjadi. Dengan melihat kejadian bencana
lingkungan selama ini dalam kontek pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan,
maka sangat diperlukan informasi, analisis dan data base lingkungan yang merupakan
sebagai sarana untuk menyusun perencanaan pembangunan yang lebih komprehensip.
Informasi, analisis dan data base lingkungan tersebut dijadikan dalam bentuk laporan,
yang mana laporan tersebut adalah Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (State of The
Environment Report).
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan Penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Kota
Mojokerto adalah:
1) Menyediakan data, informasi, dan dokumentasi untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan pada semua tingkat dengan memperhatikan aspek dan
daya dukung serta daya tampung lingkungan hidup.
2) Meningkatkan mutu informasi tentang lingkungan hidup sebagai bagian dari sistem
pelaporan publik serta sebagai bentuk dari akuntabilitas publik.
3) Menyediakan sumber informasi utama bagi Rencana Pembangunan Tahunan
Daerah (Repetada), Program Pembangunan Daerah (Propeda), dan kepentingan
penanam modal (investor).
4) Menyediakan informasi lingkungan hidup sebagai sarana publik untuk melakukan
pengawasan dan penilaian pelaksanaan Tata Praja Lingkungan (Good
Environmental Governance) serta sebagai landasan publik untuk berperan dalam
menentukan kebijakan pembangunan berkelanjutan bersama-sama dengan
pemerintah.
1.3. Isu - Isu Utama Lingkungan Hidup Di Kota Mojokerto
1. Masih rendahnya skor Kota Mojokerto dalam Penilaian Adipura tahun 2007-2008,
yaitu 61 pada Tingkat Nasional dan 33 di Jawa, atau kota terkotor kedua adalah
merupakan tantangan tersediri bagi Kantor Lingkungan Hidup yang menjadi
BAB I. PENDAHULUAN
I-3
Leading-Sektor Tim Adipura Kota Mojokerto. Meskipun hasil Pantau I telah
menunjukkan adanya peningkatan nilai namun karena adanya peningkatan passing
grade, maka hal itu belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan grade Kota Mojokerto. Namun pada tahun 2009 akhirnya Kota
Mojokerto berhasil meraih adipura (Lampiran......).
2. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka pembenahan kelembagaan
Lingkungan Hidup di Daerah juga menjadi hal yang mendesak untuk segera disikapi.
3. Perkembangan yang cepat dalam pertumbuhan kota, membawa dampak yang tidak
baik bagi sanitasi lingkungan. Hal ini terlihat dari semakin tingginya tingkat
pencemaran lingkungan, akibat tidak terkontrolnya pembuangan limbah, baik limbah
domestik rumah tangga maupun limbah akibat kegiatan industri kecil dan
menengah, ataupun masih sedikitnya kegiatan usaha yang memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berfungsi optimal.
4. Pembangunan yang cepat juga membawa akibat samping berupa turunnya kualitas
lingkungan hidup karena polusi air, udara dan tanah dan hilangnya keanekaragaman
hayati. Persoalan pengelolaan sampah dan pemantauan kualitas lingkungan tetap
akan mendapatkan perhatian lebih dalam tahun 2009.
5. Penyusunan Produk Hukum Daerah (Peraturan Daerah) tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
6. Peningkatan kepedulian masyarakat dan khususnya pelaku dunia usaha terhadap
upaya pelestarian lingkungan
7. Peningkatan kompetensi dan kualitas Sumber Daya aparatur Kantor LIngkungan
Hidup
8. Penyusunan Konsep Tata Ruang Wilayah yang berwawasan Lingkungan
9. Penyusunan Data Base Industri Kota Mojokerto.
1.4. Kebijakan Pengelolaan Dan Pendanaan Lingkungan Hidup Kota Mojokerto
1.4.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup
a) Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Mojokerto
Pengelolaan lingkungan hidup tidaklah secara otomatis atau langsung
menampakkan hasil yang dapat dilihat secara nyata, tetapi memerlukan waktu
yang panjang. Untuk itu maka perkembangan pelaksanaan kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan apa yang selama ini ada
serta tantangan, kendala dan peluang yang diperkirakan akan dihadapi dalam
kurun waktu 25 tahun mendatang.
Selanjutnya disebutkan pula bahwa misi dari pengelolaan lingkungan
hidup dalam kurun waktu 25 tahun mendatang adalah tercapainya keselarasan,
BAB I. PENDAHULUAN
I-4
keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup,
terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan,
tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan terkendalinya pemanfaatan
sumberdaya secara bijaksana. Disebutkan pula bahwa kebijaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup seyogyanya mengacu pada:
Pendayagunaan sumberdaya alam sebagai pokok-pokok kemakmuran
rakyat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan
kemampuan daya dukung alam serta mengutamakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Tata ruang nasional yang berwawasan lingkungan yang merupakan
suatu pedoman bagi perencanaan pembangunan daerah.
Pembangunan ekonomi dan ekologi berimbang dalam pengelolaan kekayaan
alam Indonesia sehingga dapat menjamin manfaatnya pada masa kini
juga kehidupan di masa yang akan datang.
Pengelolaan sumberdaya alam yang dapat diperbarui dengan prinsip
kelestarian hasil alam, sehingga fungsinya harus dapat selalu terpelihara sepanjang
masa.
b) Surat Keputusan Walikota Mojokerto tentang Lingkungan Hidup
Selama Tahun 2002 - 2008 Pemerintah Kota Mojokerto telah menetapkan
peraturan mengenai lingkungan hidup diantaranya adalah
a. SK Walikota Mojokerto No. 188.45/433/417.104/2002 Tanggal 2
September 2002 tentang Pembentukan Komisi Penilai dan Tim
Teknis AMDAL dan Komisi Pengarah UKL/UPL
b. SK Walikota Mojokerto No. 24 Tahun 2003 Tanggal 30 Juni 2003
tentang Pengambilan Contoh Air/Udara dan Uji Limbah Cair dan Padat
c. SK Walikota Mojokerto No. 188.45/410/417.104/2005 Tanggal 14 Juli
Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup.
d. Peraturan Walikota Mojokerto Nomor 37 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas
Pokok dan Fungsi Kantor Lingkungan Hidup Kota Mojokerto.
1.4.2. Kebijakan Pendanaan Lingkungan dalam Rangka Melaksanakan
Pembangunan yang Berkelanjutan di Kota Mojokerto a. Kkan
Anggaran pembangunan pada dasarnya merupakan cerminan kebijakan
pemerintah dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan berdasarkan
perencanaan yang telah ditetapkan. Anggaran pembangunan juga dapat memberikan
gambaran lembaga pemerintah yang mana bertanggung jawab melaksanakan tugas
dan fungsi tertentu maupun menggambarkan amanat/kebijakan yang telah ditetapkan.
Aspek pembiayaan Rencana Kerja Kantor Lingkungan Hidup Kota
Mojokerto sepenuhnya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BAB I. PENDAHULUAN
I-5
Kota Mojokerto maupun Dana Alokasi Khusus bidang Lingkungan Hidup dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Sejak awal Pemerintah Kota Mojokerto melalui Kantor Lingkungan
Hidup memiliki komitmen yang kuat berupaya memperhatikan aspek lingkungan
pada setiap sisi kegiatan pembangunan. Berbagai upaya selama ini telah
dilakukan untuk melindungi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, antara lain
dengan menyusun Peraturan Daerah, Keputusan Walikota dan Perijinan
Lingkungan serta meletakkan landasan yang kuat berupa peraturan perundang-
undangan yang menyangkut pengelolaan lingkungan hidup, RTH, persampahan,
konservasi maupun tata ruang.
1.5. Agenda Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Mojokerto
Sesuai dengan agenda pokok pembangunan di kota Mojokerto sebagaimana
tercantum dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah)
Kota Mojokerto, prioritas pembangunan tahun 2009 yaitu menciptakan Kota Mojokerto
yang aman dan damai, menciptakan Kota Mojokerto yang adil dan demokratis serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Mojokerto; maka penyusunan program-
program pembangunan pada pelaksanaan RPJMD tahun ke–2 juga ditujukan kepada
pencapaian ketiga agenda tersebut.
Agenda kebijakan ini dirumuskan dalam program - program prioritas
pembangunan untuk mendukung ketiga agenda tersebut dalam setiap urusan
Pembangunan. Adapun program-program prioritas untuk Kantor Lingkungan Hidup
yang ditetapkan dalam RPJMD Kota Mojokerto adalah :
1. Program Peningkatan Sumber Daya Alam untuk Kepentingan Masyarakat
a. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup,
b. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup.
c. Program Peningkatan Pengendalian Polusi
2. Program Penataan dan Pengembangan Kawasan Pembangunan.
a. Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
Pada tahun 2010, terdapat 7 (tujuh) Prioritas Program yang akan dilaksanakan, yaitu:
1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
2. Program Peningkatan sarana dan Prasarana Aparatur
3. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
4. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
5. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
6. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan
7. Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
BAB I. PENDAHULUAN
I-6
BAB II. GAMBARAN UMUM
II-7
BAB II GAMBARAN UMUM
2.1. Visi dan Misi Pembangunan Kota Mojokerto
Dengan nilai-nilai strategis dan segala potensi yang dimiliki oleh Kota Mojokerto
serta memperhatikan peluang dan tantangan yang ada pada saat ini dan akan
datang, ditetapkanlah visi dan misi Kota Mojokerto.
Visi Kota Mojokerto adalah :
"Terwujudnya Kota Mojokerto Yang Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral"
Untuk mewujudkan visi pemerintah Kota Mojokerto, maka telah di tetapkan misi yang
akan dicapai selama kurun waktu Tahun 2009 - 2014 sebagai berikut
1. Mewujudkan clean and good governance
2. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam proses pembangunan
3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
4. Meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia
5. Meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi
6. Meningkatkan upaya pengentasan kemiskinan
7. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif, profesional dan berdaya saing tinggi
8. Meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan dan tata ruang
9. Meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan kesalehan sosial
10. Menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, transparansi, akuntabilitas dan kesetaraan
gender
11. Memantapkan stabilitas keamanan, politik, dan pemerintahan
2.2. Kondisi Geografis, Demografis, Geologi, Tata Ruang, Kependudukan dan
Kesehatan Masyarakat
1. Geografis
Kota Mojokerto terletak di tengah-tengah Kabupaten Mojokerto,
terbentang pada 70 27' 0.16’’ - 7
0 29' 37.11’’ Lintang Selatan dan 112
0 24' 23’’ -
1120 28' 12’’ Bujur Timur. Wilayahnya merupakan dataran rendah dengan
ketinggian rata - rata 22 m diatas permukaan laut dengan kondisi permukaan tanah
yang agak miring ke Timur dan Utara antara 0-3%. Dengan lokasi geografis
tersebut, Kota Mojokerto mempunyai iklim tropis, dipengaruhi oleh angin
muson yang selalu berhembus berganti arah laut ke Tenggara dan sebaliknya. Batas-
batas Kota Mojokerto adalah
Sebelah Utara : Sungai Brantas
Sebelah Timur : Kecamatan Mojoanyar
BAB II. GAMBARAN UMUM
II-8
Sebelah Selatan : Kecamatan Sooko dan Puri
Sebelah Barat : Kecamatan Sooko
Secara administratif Kota Mojokerto dibagi menjadi 2 Kecamatan, 18 Kelurahan, 655
Rukun Tetangga (RT), 176 Rukun Warga (RW) dan 70 Dusun/Lingkungan yaitu::
1. Kecamatan Magersari
Mempunyai luas wilayah ± 870.27 Ha, meliputi 10 Kelurahan, 37
lingkungan, 106 Rukun Warga dan 375 Rukun Tetangga.
2. Kecamatan Prajuritkulon
Mempunyai luas wilayah ± 776.27 Ha, meliputi 8 Kelurahan, 33 Lingkungan, 70
Rukun Warga dan 280 Rukun Tetangga.
Luas wilayah total Kota Mojokerto adalah ± 1.646,54 hektar, merupakan
satuan luas dan satuan wilayah kota terkecil di Jawa Timur maupun di Indanesia
saat ini. Luasan kota tersebut terdiri dari ± 633,82 hektar tanah sawah (± 40.81 %) dan
± 156,27 hektar tanah kering (± 9,49%), ± 774,23 hektar bangunan (± 45,24%)
dan ± 81,57 hektar penggunaan lain - lain.
2. Demografis
Kota Mojokerto mempunyai penduduk sebanyak 116.355 jiwa yang tersebar
di 2 (dua) kecamatan dan 18 (delapan belas) kelurahan. Penduduk Laki-laki
sebanyak 57.243 jiwa atau sebesar 49,2 persen; dan Penduduk yang berjenis kelamin
Perempuan adalah sebanyak 59.112 atau sebesar 50,8 persen. Dari komposisi
penduduk laki-laki dan perempuan itu bisa dilihat bahwa Rasio Jenis Kelamin (Sex
Ratio) Kota Mojokerto adalah sebesar 96,84 persen; artinya di setiap 100 penduduk
wanita terdapat 96 penduduk laki-laki.
Besarnya jumlah penduduk di Kota Mojokerto dengan luas wilayah yang
sangat kecil akan menyebabkan kepadatan Kota Mojokerto menjadi sangat tinggi,
yaitu 7.018 penduduk per kilometer persegi (km2) di tahun 2007 dan sebesar 7.069
penduduk per kilometer persegi di tahun 2008. Pada tahun 2008 wilayah yang
mempunyai tingkat kepadatan tertinggi adalah Kelurahan Mentikan, yaitu sebesar
23.674 jiwa per km2; disusul oleh Kelurahan Sentanan sebesar 21.507; selanjutnya
Kelurahan Kauman sebesar 21.179 jiwa per km2.
Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, perkembangan penduduk
Kota Mojokerto memiliki pertumbuhan yang fluktuatif. Namun pada tahun 2008
pertumbuhan penduduk Kota Mojokerto mengalami penurunan yang sangat
siginifikan hingga sebesar 0,72 persen dibanding dengan tahun sebelumnya.
Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini disinyalir terkait dengan perpindahan
penduduk ke luar Kota Mojokerto yang meningkat, menurunnya angka kelahiran
serta meningkatnya angka kematian.
BAB II. GAMBARAN UMUM
II-9
Dari jumlah penduduk di atas apabila dilihat secara kelompok umur, maka
struktur umur penduduk Kota Mojokerto adalah struktur umur muda yang artinya
jumlah penduduk usia muda yang terdiri dari usia remaja dan usia produktiflah
yang dominan, sedangkan untuk usia tua masih relatif sedikit. Struktur penduduk
menurut kelompok umur ini apabila digambarkan akan berbentuk piramida.
Namun yang terjadi di Kota Mojokerto justru tidak sepenuhnya menganut
teori demografi, dimana semakin tua usia penduduk jumlahnya akan semakin
berkurang. Dalam kondisi begitu bentuk piramida akan bisa terlihat semakin
mengerucut ke atas, yang menggambarkan usia tua semakin kecil jumlahnya. Di
Kota Mojokerto penduduk usia 0–14 tahun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah penduduk yang berusia 15–34 tahun. Usia 0–14 tahun hanya
sebanyak 29.237 jiwa. Sedangkan penduduk usia 15-34 tahun berjumlah 44.815
jiwa. Penduduk usia 35-64 tahun apabila diklasifikasikan menurut kelompok 5
tahunan jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok umur
sebelumnya (Tabel 2.1). Tetapi yang istimewa adalah penduduk usia 65 ke atas,
ternyata jumlahnya melebihi kelompok umur 60-64 tahun. Hal ini bisa dijadikan
sebagai indikator bahwa usia harapan hidup penduduk Kota Mojokerto sudah di
atas 65 tahun.
Tabel 2.1. Jumlah Penduduk (Jiwa) Kota Mojokerto Tahun 2008
NO KELOMPOK UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
I
1 0 - 4 4 940 4 690 9 630
2 5 - 9 4 965 4 700 9 665
3 10 - 14 5 026 4 916 9 942
4 15 - 19 6 463 6 445 12 908
5 20 - 24 5 422 5 493 10 915
6 25 - 29 5 404 5 455 10 859
7 30 - 34 4 855 5 278 10 133
8 35 - 39 4 509 4 900 9 409
9 40 - 44 4 292 4 338 8 630
10 45 - 49 3 525 3 197 6 722
11 50 - 54 2 205 2 324 4 529
12 55 - 59 1 859 1 932 3 791
13 60 - 64 1 387 1 883 3 270
14 65 - 69 997 1 463 2 460
15 70 - 74 800 1 035 1 835
16 >75 594 1 063 1 657
JUMLAH 57 243 59 112 116 355
Sumber : BPS Kota Mojokerto
BAB II. GAMBARAN UMUM
II-10
3. Topografi dan Geologi
Wilayah Kota Mojokerto merupakan dataran rendah dengan ketinggian
rata-rata ± 22 meter diatas permukaan laut dengan kondisi permukaan
tanah yang agak miring ke Timur dan Utara antara 0 - 3%. Tanahnya terdiri
dari 2 jenis, yaitu tanah jenis Alluvial seluas ± 1.033,05 Ha (±62,74%) dan
jenis Gromosol seluas ± 613,49 ha (± 37,26%), dengan karakteristik daya
tahan air cukup baik. Permeabilitas tanah umumnya lambat, kepekaan tanah
terhadap erosi sedang dan produktivitas tanah rendah sampai sedang, dengan
kedalaman efektifnya ± 60 - 90 cm.
Secara geografis wilayah Kota Mojokerto juga memiliki kekayaan alam
berupa sungai-sungai yang cukup besar. Beberapa sungai yang melintasi
wilayah Kota Mojokerto antara lain:
Sungai Brantas dengan panjang ± 3,5 Km di sebelah utara
Sungai Sadar yang mempunyai panjang ± 2 Km berada di Sebelah
Selatan
Sungai Brangkal sepanjang ± 2,25 Km serta Sungai Gedeg sepanjang ±
2 Km berada di Sebelah Barat
4. Kebijakan Tata Ruang Kota Mojokerto
Pertumbuhan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan
utamanya di perkotaan menyebabkan terjadinya pergeseran pola penggunaan
tanah/lahan. Sering dijumpai penggunaan lahan tidak sesuai dengan kaidah
penataan ruang wilayah, seperti pengembangan permukiman yang tidak diikuti
dengan sistem penataan jalan dan drainase yang baik, sehingga timbul berbagai
masalah seperti banjir, pencemaran tanah dan hilangnya ruang terbuka hijau.
Pemerintah Kota Mojokerto dalam melaksanakan pembangunan telah
berpedoman pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 yaitu mengenai
Penataan Ruang serta Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk Tata Cara Peran serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang dan Permendagri No.2 Tahun 1987 tentang
Penyusunan Rencana Kota. Secara umum rencana pengembangan tata ruang
wilayah kota Mojokerto tercermin pada penetapan berbagai aspek seperti tersebut
dibawah ini:
1. Pemanfaatan lahan
2. Penggunaan lahan (rencana struktur), misal kawasan lindung dan kawasan
budidaya
3. Pengalokasian unit perencanaan, untuk penyebaran dan pengaturan
BAB II. GAMBARAN UMUM
II-11
besaran/jumlah penduduk pada suatu wilayah tertentu
4. Pengaturan kawasan dan pembagian wilayah pengembangan kota
5. Pengaturan sistem transportasi
6. Penetapan kebutuhan utilitas, dan lain-lain
Pemanfaatan ruang diharapkan berdaya guna dan berhasil guna serta
bertujuan untuk terpeliharanya kelestarian kemampuan lingkungan hidup. Dalam
pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ini perlu
diperhatikan kelestarian, keselarasan dan keseimbangan pemanfaatan ruang
dengan memperhatikan kondisi manusia (seperti latar belakang sosial,
ekonomi dan budayanya), daya dukung lingkungan (seperti struktur tanah,
siklus hidrologi, siklus udara), fungsi lingkungan (seperti resapan air, konservasi
flora dan fauna), estetika lingkungan (seperti bentang alam, pertamanan dan
arsitek bangunan; lokasi seperti jarak yang sesuai dari suatu tempat ke tempat
lain), dan struktur kawasan (seperti pusat lingkungan dalam perumahan dan
pusat kegiatan dalam kawasan perdagangan).
5. Kesehatan Masyarakat
Perkembangan kesehatan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia.
Bila pembangunan kesehatan berhasil dengan baik maka akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat secara langsung. Selain itu pembangunan kesehatan juga
memuat mutu dan upaya kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan fasilitas kesehatan yang didukung oleh sumberdaya yang
memadai seperti rumah sakit, puskesmas dan tenaga kesehatan serta ketersediaan
obat. Upaya pemerintah dalam menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
(Yankes) seperti rumah sakit, puskesmas dan puskesmas pembantu terus
mengalami peningkatan.
BAB II. GAMBARAN UMUM
II-12
Tabel 2.2 Jenis Pelayanan Kesehatan dan Paramedis di Kota Mojokerto Tahun 2006 dan 2007
NO Jenis Pelayanan Kesehatan dan Paramedis Jumlah
2007 2008
1 1
Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta 7 7
3 Puskesmas 4 5
4 Puskesmas Pembantu 14 14
5 Klinik KB - -
6 Tempat Praktek Dokter 83 86
7 Apotek 28 34
8 Laboratorium Medis 5 12
9 Dokter Spesialis 38 69
10 Dokter Umum 83 86
11 Dokter Gigi 24 29
12 Sarjana Farmasi 25 36
13 Penilik Kesehatan 6 11
14 Analis Medis dan Anestesi 18 18
15 Ahli Gizi 14 25
16 Asisten Apoteker 38 66
17 Sanitarian 4 5
18 Fisioterapi 4 5
19 Bidan 88 97
20 Perawat 243 272
21 Perawat gigi 12 12
22 Penata Rontgen 2 3
Sumber : Dinkes Kota Mojokerto
Jumlah rumah sakit yang ada di Kota Mojokerto tahun 2008 adalah
sebanyak 7 Rumah Sakit Umum milik pemerintah maupun swasta, 5 puskesmas
dan 14 puskesmas pembantu. Jumlah puskesmas meningkat bila dibandingkan
pada tahun 2007.
Dokter merupakan sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam
dunia kesehatan. Dengan bantuan dokter maka banyak kemungkinan penyakit
dapat disembuhkan. Menurut data yang tersedia di Dinas Kesehatan Kota
Mojokerto, jumlah dokter pada tahun 2008 bertambah dibandingkan tahun 2007
menjadi 86 orang, sedangkan tahun 2007 sebanyak 83 orang. Dari sini terlihat
bahwa kesehatan penduduk di Kota Mojokerto sudah menjadi perhatian. Jumlah
apotek juga sudah cukup tersedia, terbukti selama tahun 2008 ada sebanyak 34
apotek di wilayah Kota Mojokerto.
BAB II. GAMBARAN UMUM
II-13
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, persentase 18
(delapan belas) penyakit yang diderita oleh penduduk wilayah Kota Mojokerto adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.3. Daftar 18 (Delapan belas) Penyakit Menurut Persentase di Kota Mojokerto Tahun
2006 dan 2007
NO. JENIS PENYAKIT 2007 2008
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1. Infeksi Akut lain Pada Saluran Pernafasan Atas
33 727 35.75 9 889 12.51
2. Penyakit Tekanan Darah Tinggi
12 613 13.37 21 973 27.79
3. Penyakit Kulit Infeksi 1 050 1.11 843 1.07
4. Penyakit Kulit Alergi 1 827 1.94 1 827 2.31
5. Penyakit Kulit Karena Jamur
614 0.65 614 0.78
6. Infeksi Usus yang Lain - - - -
7. Diare (termasuk tersangka kolera)
4 694 4.98 4 694 5.94
8. Gingivitis dan Penyakit Periodental
6 069 6.43 6 069 7.68
9. Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal
1 363 1.44 758 0.96
10. Penyakit Rongga Mulut,Kelenjar Ludah,Rahang
1 329 1.41 1 329 1.68
11. Gangguan Neurotik 1 443 1.53 1 443 1.83
12. Asthma 1 598 1.69 1 598 2.02
13. Pusing 2 785 2.95 2 785 3.52
14. Gastritis 7 832 8.30 7 832 9.91
15. Pharingitis 8 083 8.57 8 083 10.22
16. Artritis tidak Spesifik 3 900 4.13 3 900 4.93
17. Rheumatoid Arthritis Lain
5 417 5.74 5 417 6.85
18. Selain Penyakit tersebut di atas
- - - -
Sumber : Dinkes Kota Mojokerto
Data tersebut diperoleh berdasarkan pemantauan kasus di puskesmas sekitar
wilayah Kota Mojokerto. Jumlah pasien yang terdeteksi penyakit mengalami penurunan
dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2007 terdapat 94.344 pasien sedangkan pada
tahun 2008 sebanyak 79.054 pasien. Sedangkan jenis penyakit terbanyak yang
menyerang penduduk di Kota Mojokerto untuk tahun 2008 ini adalah Tekanan Darah
Tinggi sebanyak 27,79 persen. Berbeda dari tahun 2007 penyakit terbanyak yang
diderita penduduk Kota Mojokerto yaitu ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)
sebanyak 35,75 persen, namun keluhan penyakit ini menurun tahun 2008 menjadi
hanya 12,51 persen.
BAB II. GAMBARAN UMUM
II-14
Beberapa penyebab yang mendukung meningkatnya penyakit tersebut
antara lain : mobilitas penduduk yang sangat tinggi, banyaknya
industri/perusahaan yang berdiri di wilayah kota sehingga meningkatkan polusi
udara, padatnya lalu lintas kendaraan serta rendahnya kualitas lingkungan.
BAB III. KUALITAS AIR
III- 15
BAB III
KUALITAS AIR
Segala bentuk kehidupan di bumi ini bermula dari air. Air menopang kehidupan manusia,
termasuk kehidupan dan kesinambungan rantai pangan mahluk hidup di bumi. Oleh karena itu air
merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan
perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal
dasar dan faktor utama pembangunan. Disamping itu air merupakan komponen lingkungan hidup yang
penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam
menunjang kehidupannya manusia melakukan usaha dan atau kegiatan yang memerlukan air dengan
kualitas yang baik sesuai dengan peruntukannya, akan tetapi di lain pihak kegiatan dan atau usaha
tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat
mengancam ketersediaan air, daya guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya.
Air sebagai sumber kehidupan makhluk hidup berpotensi mengalami pencemaran dan
bahkan sumber air secara fisik dapat mengalami kerusakan. Limbah yang berasal dari
kegiatan industri, pertanian, dan rumah tangga mempunyai pengaruh besar terhadap
perubahan kuantitas dan kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah serta sumber air
lainnya.
Melihat fakta tersebut, penyelamatan sumber daya air di Indonesia pada umumnya dan Kota
Mojokerto pada khususnya, perlu dilakukan secara terpadu, sistematis dan terarah. Dalam rangka
melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta
keseimbangan ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No. 5 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Jawa Timur, pemerintah Kota Mojokerto melalui Kantor
Lingkungan Hidup Kota Mojokerto melakukan perlindungan, penanggulangan dan permulihan
mutu air pada sumber-sumber air, pencegahan pencemaran air pada sumber pencemaran,
penetapan perizinan pembuangan limbah cair dan pengawasan. Adapun kegiatan pengendalian
pencemaran air di Kota Mojokerto antara lain adalah menginventarisasi dan mengidentifikasi
sumber-sumber air dan sumber pencemaran, pemantauan kualitas pada sumber-sumber air,
penetapan perizinan pembuangan limbah cair dan pengawasan.
3.1. Status
Potensi sumber air di Kota Mojokerto terdiri dari sumber air permukaan, air tanah dan air
hujan. Potensi sumber air permukaan umumnya berasal dari sungai, sedangkan untuk air
tanah berasal dari sumur artesis dan sumur air tanah dangkal. Pada saat ini kondisi sumber air di
Kota Mojokerto belum mengalami defisit air, namun demikian apabila pemanfaatan
BAB III. KUALITAS AIR
III- 16
sumberdaya air di berbagai tempat di Kota Mojokerto dilakukan secara berlebihan, tidak
mustahil pada suatu saat akan mengalami defisit air, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sumber
air tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pertanian, industri, rumah tangga, dan
lain-lain.
3.1.1. Potensi Air Permukaan
Air permukaan merupakan salah satu ekosistem air yang memiliki fungsi penting
bagi kehidupan. Air permukaan yang terdapat di Kota Mojokerto adalah sungai, dimana
sungai ini memiliki multifungsi baik sebagai penyimpan air dan pencegah banjir, maupun
sebagai kesatuan ekologi dan sumber bahan pangan. Potensi sumber air yang berasal dari sungai
perlu dikelola dengan baik dan berkelanjutan.
Air sungai memiliki peranan penting terhadap aktivitas masyarakat Kota Mojokerto. Kota
Mojokerto dilalui oleh 3 Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yaitu DAS Kali Brantas, DAS Kali
Brangkal dan DAS Kali Sadar. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sumberdaya air yang
dapat digunakan sebagai penyedia air bagi cadangan air tanah, untuk perikanan dan pertanian,
oleh sebab itu pengelolaan DAS perlu dilakukan mulai hulu sampai hilir. Berikut data mengenai
panjang sungai utama yang terdapat di Kota Mojokerto.
Tabel 3.1. Daftar Nama dan Panjang Sungai Utama di Kota Mojokerto, 2008
No Nama Sungai Panjang (Km)
1 2 3
DAS Kali Brantas DAS Kali Brangkal DAS Kali Sadar
3,5 2,25 2
Sumber: Kota Mojokerto dalam Angka, 2008
Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI no.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sungai utama di Kota Mojokerto dapat diklasifikasikan
sebagai badan air kelas III. Dimana badan air tersebut adalah sebagai air yang peruntukannya
dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Sebagai salah satu upaya untuk melindungi sumber air di Kota Mojokerto, dilakukan
pemantauan secara periodik terhadap kualitas air sungai utama. Data kualitas air sungai
diperoleh guna mengoptimalkan kemampuan Pemerintah Kota Mojokerto dalam memantau
kualitas air sungai, maka sejak Tahun 2002 Kantor Lingkungan Hidup Kota Mojokerto telah
melakukan sampling rutin terhadap kualitas air sungai yang ada di Kota Mojokerto, terutama pada
DAS Kali Brantas, DAS Kali Brangkal dan DAS Kali Sadar serta anak sungainya.
BAB III. KUALITAS AIR
III- 17
Pemilihan badan air atau sungai yang dipantau sesuai dengan prioritas masing-masing
yang rawan atau berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, seperti sungai yang berada
di sekitar daerah industri, industri rumah tangga, dan pemukiman penduduk. Selain itu juga
dipilih sungai yang melintasi batas kabupaten/kota atau sungai lintas propinsi tanpa
mengabaikan sungai/saluran yang ada di pusat kota.
Aliran air permukaan yang dipantau oleh Kantor Lingkungan Hidup Kota Mojokerto
dalam kurun waktu 2007 dan 2008 adalah DAS Kali Brantas, DAS Kali Sadar, DAS Kali
Brangkal, Saluran Jembatan R. Wijaya, Saluran Sinoman, Saluran Depan Pasar Hewan,
Saluran Benteng Pancasila, Kali Cemporat, Saluran Brawijaya, Saluran Prajurit Kulon, Saluran
Jalan Pemuda, Saluran Jalan Majapahit dan Kali Ngrayung Meri. Adapun hasil pemantauan
kualitas air dari badan air tersebut disajikan pada bagian berikut ini.
Pada DAS Kali Brantas dilakukan pemantauan pada dua titik, dengan lokasi
pengambilan sampel di Jembatan Padangan dan di Jembatan Tol Surabaya-Mojokerto.
Pemantauan kualitas DAS Kali Brantas dilakukan terhadap paramater fisik, kimia dan biologi.
Secara kualitas fisik dapat digambarkan melalui parameter TSS (Total Suspended Solid), adapun
hasil pemantauan terhadap TSS disajikan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram Hasil Pemantauan TSS di DAS Kali Brantas Tahun 2007-2008
Berdasarkan Gambar 3.1. tampak bahwa menurut parameter TSS kualitas DAS Kali
0
5
10
15
20
25
30
35
Tanggal Pengambilan Sampel
TS
S (
mg
/L)
Jembatan Padangan 14 16 20 21
Jembatan Surabaya-
Mojokerto
18 6 21.4 30.5
10 Desember '07 14 Desember '07 12 Juni '08 8 Juli '08
BAB III. KUALITAS AIR
III- 18
Brantas sangat baik karena jauh di bawah baku mutu air Kelas III (lebih kecil dari 400 mg/L),
sehingga dapat diperoleh gambaran bahwa kualitas fisik DAS Kali Brantas masih memenuhi
baku mutu air Kelas III.
Kualitas kimia DAS Kali Brantas dapat diperoleh secara umum melalui pemantauan
terhadap parameter BOD, COD, dan DO, dimana hasilnya juga menunjukkan hasil di bawah
baku mutu air Kelas III (BOD < 6 mg/L; COD < 50 mg/L; DO > 3 mg/L). Data hasil pemantauan
BOD, COD dan DO disajikan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.
Gambar 3.2. Diagram Hasil Pemantauan BOD, COD dan DO di hulu Sungai Brantas
(Jembatan Padangan) Tahun 2007-2008
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Tanggal Pengambilan Sampel
mg
/L
BOD 3.2 1.6 2.4 4.8
COD 10.9 6.8 6.8 14.8
DO 6.2 6.3 8.7 6
10 Desember '07 14 Desember '07 12 Juni '08 8 Juli '08
0
2
4
6
8
10
12
Tanggal Pengambilan Sampel
mg
/L
BOD 2.1 1.7 5.2 1.7
COD 11 8.1 9.8 6.8
DO 6.6 6.5 8.6 5.9
10 Desember '07 14 Desember '07 12 Juni '08 8 Juli '08
BAB III. KUALITAS AIR
III- 19
Gambar 3.3. Diagram Hasil Pemantauan BOD, COD dan DO di hilir Sungai Brantas (Jembatan Surabaya-Mojokerto) Tahun 2007-2008
Berdasarkan data pada Gambar 3.2 dan 3.3, menunjukkan bahwa secara umum tidak
terjadi pencemaran secara kimia. Namun berdasarkan parameter kimia yang lain yaitu parameter
nitrit dan phenol kualitas DAS Kali Brantas telah melampaui baku mutu air Kelas III (nitrit < 0,06
mg/L, phenol < 1 µg/L). Data untuk parameter nitrit ditampilkan pada Gambar 3.4, dan phenol
pada Gambar 3.5.
Gambar 3.4. Diagram Hasil Pemantauan Nitrit di DAS Kali Brantas Tahun 2007-2008
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
Tanggal Pengambilan Sampel
Nit
rit
(m
g/L
)
Jembata Padangan 0.054 0.223 0.061 0.056
Jembatan Surabaya-Mojokerto 0.058 0.246 0.154 0.063
10 Desember '07 14 Desember '07 12 Juni '08 8 Juli '08
Catatan : Baku mutu air Kelas III, nitrit < 0.06 mg/L
0
10
20
30
40
50
60
70
Tanggal Pengambilan Sampel
Ph
en
ol
(ug
/L)
Jembata Padangan 44 42 32 32
Jembatan Surabaya-
Mojokerto
49 42 58 26
10 Desember '07 14 Desember '07 12 Juni '08 8 Juli '08
Catatan : Baku mutu air Kelas III, phenol < 1 ug/L
BAB III. KUALITAS AIR
III- 20
Gambar 3.5. Diagram Hasil Pemantauan Phenol di DAS Kali Brantas Tahun 2007-2008
Gambaran mengenai kualitas mikrobiologi pada DAS Kali Brantas diperoleh melalui
pemantauan terhadap parameter fecal coli dan total koliform. Berdasarkan hasil pemantauan,
fecal coli dan total koliform DAS Kali Brantas menunjukkan hasil jauh di bawah baku mutu air
Kelas III (Fecal Coli < 2000 MPN/100ml; Total Koliform < 10.000 MPN/100 ml), adapun data
secara lengkap disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Hasil Pemantauan Kualitas Mikrobiologi DAS Kali Brantas Tahun 2007-2008
Tanggal Pengambilan Sampel
Lokasi sampling
Jembatan Padangan Jembatan Surabaya-Mojokerto
Fecal Coli (MPN/100ml)
Total Koliform (MPN/100ml)
Fecal Coli (MPN/100ml)
Total Koliform (MPN/100ml)
10 Desember ’07 2 2 1300 7000
14 Desember ’07 2 200 2 2
12 Juni ’08 20 40 20 40
8 Juli ’08 20 110 40 800
Selain melakukan pemantauan terhadap DAS Kali Brantas, juga dilakukan pemantauan
kualitas air pada badan air lainnya. Pada tahun 2007 selain pada DAS Kali Brantas juga
dilakukan pemantauan kualitas air pada 5 badan air di Kota Mojokerto, yaitu DAS Kali Sadar,
DAS Kali Brangkal, Saluran Sinoman, Saluran Jembatan R. Wijaya dan Saluran Depan Pasar
Hewan. Sedangkan pada tahun 2008 disamping DAS Kali Brantas dilakukan pula pemantauan
kualitas air pada 10 badan air di Kota Mojokerto, yaitu DAS Kali Sadar, DAS Kali Brangkal,
Saluran Depan Pasar Hewan, Saluran Benteng Pancasila, Kali Cemporat – Jl. R. Wijaya, Saluran
Brawijaya, Saluran Prajurit Kulon – Jl. Tribuana Tungga Dewi, Saluran Jalan Pemuda, Saluran Jl.
Majapahit (Samping RS. Rekso Waluyo), dan Kali Ngrayung Meri,.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Tanggal Pengambilan Sampel
BO
D (m
g/L)
S.Sadar 8.9 6 16.5 7.7 5.2
S. Brangkal 4.9 2.4 1.6 5.9 3
Sal. Jembatan R. Wijaya 71.8 33.3 42.8
Sal Sinoman 2.8 2.7 1.6
Sal. Depan Pasar Hewan 6.8 16.5 8.1 4.3 2.2
Sal. Benteng Pancasila 7.9 4.4
Kali Cemporat 15.2 15.1
Sal. Brawijaya 4.6 2.1
Sal. Prajurit Kulon 8.2 3.6
Sal Jl. Pemuda 15.2 12.9
Sal. Jl. Majapahit 4.6 3.9
Kali Ngayung Meri 2.3 2.7
Baku Mutu BOD 6 6 6 6 6
31 Juli 2007 28 Agustus 2007 18 September 2007 12 Juni 2008 8 Juli 2008
BAB III. KUALITAS AIR
III- 21
Gambar 3.6. Diagram Hasil Pemantauan BOD Badan Air di Kota Mojokerto Tahun 2007-
2008
Hasil pemantauan BOD terhadap badan air yang disajikan pada Gambar 3.6 tampak
bahwa terdapat badan air yang melampaui baku mutu BOD untuk badan air Kelas III (> 6 mg/L),
antara lain adalah DAS Sadar, Saluran Jembatan R. Wijaya, Saluran Depan Pasar Hewan,
Saluran Benteng Pancasila, Kali Cemporat, Saluran Prajurit Kulon dan Saluran Jl. Pemuda.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Tanggal Pengambilan Sampel
CO
D (
mg
/L)
S. sadar 25.8 17.9 24.8 19.7 15.2
S. Brangkal 16.7 13.6 9.6 12.7 7.7
Jembatan R. Wijaya 148.9 58.9 164.1
Sal. Sinoman Hulu 12.5 9.3 8.5
Sal. Depan Pasar Hew an 14.5 43.6 12.3 11.9 10.2
Sal Benteng Pancasila 22.7 12.7
Kali Cemporat 45.5 32.9
Sal. Jl.Braw ijaya 9.1 7.2
Sal. Jl.Prajurit Kulon 32.8 11.7
Sal. Jl Pemuda 46.6 22.9
Sal. Jl Majapahit 13.2 14.1
Kali Ngrayung Meri 6.8 9.7
COD standar 50 50 50 50 50
31 Juli 2007 28 Agustus 2007 18 September 2007 12 Juni 2008 8 Juli 2008
BAB III. KUALITAS AIR
III- 22
Gambar 3.7. Diagram Hasil Pemantauan COD Badan Air di Kota Mojokerto Tahun 2007-2008
Hasil pemantauan COD terhadap badan air disajikan ada Gambar 3.7, dimana terdapat 1
badan air yang melampaui baku mutu COD untuk badan air Kelas III (> 50 mg/L), yaitu Saluran
Jembatan R. Wijaya. Sedangkan badan air lainnya masih di bawah baku mutu COD untuk badan
air kelas III.
BAB III. KUALITAS AIR
III- 23
Gambar 3.8. Diagram Hasil Pemantauan DO Badan Air di Kota Mojokerto Tahun 2007-2008
Hasil pemantauan DO terhadap badan air disajikan ada Gambar 3.8, secara umum DO
badan air ada di Kota Mojokerto berada di atas baku mutu DO untuk badan air Kelas III (DO > 3
mg/L). Hanya saja yang perlu mendapat perhatian adalah DAS. Sadar, Saluran Jl. Benteng
Pancasila dan Saluran Jl. Pemuda karena nilai DOnya kurang dari 3 mg/L.
0
2
4
6
8
10
Tanggal Pengambilan Sampel
DO
(m
g/L
)
S. sadar 4.6 4.2 5.3 5.9 2.5
S. Brangkal 7.7 6.9 6.5 9.1 6.3
Jembatan R. Wijaya 3.7 3.3 3.1
Sal. Sinoman Hulu 9.1 6.8 4.2
Sal. Depan Pasar Hew an 5.9 3.1 5 8.6 4.5
Sal Benteng Pancasila 2.4 2.7
Kali Cemporat 3.9 2.4
Sal. Jl.Braw ijaya 7.5 6.5
Sal. Jl.Prajurit Kulon 7.7 6
Sal. Jl Pemuda 1.4 1.5
Sal. Jl Majapahit 9.1 5.3
Kali Ngrayung Meri 8.9 4
DO standar 3 3 3 3 3
31 Juli 2007 28 Agustus 200718 September
200712 Juni 2008 8 Juli 2008
BAB III. KUALITAS AIR
III- 24
Gambar 3.9. Diagram Hasil Pemantauan TSS Badan Air di Kota Mojokerto Tahun 2007-2008
Hasil pemantauan TSS terhadap badan air disajikan ada Gambar 3.9. Nilai TSS badan
air ada di Kota Mojokerto berada di bawah baku mutu TSS untuk badan air Kelas III (TSS < 400
mg/L).
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Tanggal Pengambilan Sampel
TS
S (
mg
/L)
S. sadar 25.5 20 22 15.7 21
S. Brangkal 18 10 18 14.3 16
Jembatan R. Wijaya 62 28 32
Sal. Sinoman Hulu 20 16 34
Sal. Depan Pasar Hewan 28 52 26 41.8 37
Sal Benteng Pancasila 42.9 22
Kali Cemporat 50 61
Sal. Jl.Brawijaya 44.3 40
Sal. Jl.Prajurit Kulon 157.1 24
Sal. Jl Pemuda 28.6 14
Sal. Jl Majapahit 24.3 27
Kali Ngrayung Meri 18.6 27.5
31 Juli 200728 Agustus
2007
18 September
200712 Juni 2008 8 Juli 2008
BAB III. KUALITAS AIR
III- 25
Gambar 3.10. Diagram Hasil Pemantauan Fecal Coli Badan Air di Kota Mojokerto Tahun 2007-2008
Hasil pemantauan Fecal Coli terhadap badan air disajikan ada Gambar 3.10. Pada
sebagian besar badan air hasil pengukuran Fecal Coli berada di bawah baku mutu Fecal Coli
untuk badan air Kelas III (< 2000 mg/L). Namun terdapat beberapa badan air yang memiliki hasil
pengukuran Fecal Coli yang cukup tinggi yaitu Saluran Jembatan Raden Wijaya, DAS. Sadar,
Saluran Depan Pasar Hewan, Saluran Jl Benteng Pancasila, Kali Cemporat. Kondisi ini perlu
diwaspadai karena hal ini menunjukkan adanya potensi pencemaran akibat pembuangan tinja
manusia.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Tanggal Pengambilan Sampel
Fecal
Co
li (
MP
N/1
00m
l)
S. sadar 1900 50000 600 5000 16000
S. Brangkal 200 200 2 20 40
Jembatan R. Wijaya 24000 42000 17000
Sal. Sinoman Hulu 2 400 2
Sal. Depan Pasar Hewan 2 22000 2600 330 9000
Sal Benteng Pancasila 23000 3000
Kali Cemporat 30000 11000
Sal. Jl.Brawijaya 40 40
Sal. Jl.Prajurit Kulon 2800 170
Sal. Jl Pemuda 3000 1900
Sal. Jl Majapahit 200 300
Kali Ngrayung Meri 20 80
Fecal Coli standar 2000 2000 2000 2000 2000
31 Juli 2007 28 Agustus 200718 September
200712 Juni 2008 8 Juli 2008
BAB III. KUALITAS AIR
III- 26
Gambar 3.11. Diagram Hasil Pemantauan Total Koliform Badan Air di Kota Mojokerto Tahun 2007-2008
Hasil pemantauan Total Koliform terhadap badan air disajikan pada Gambar 3.11. Pada
sebagian besar badan air hasil pengukuran Total Koliform berada di bawah baku mutu Total
Koliform untuk badan air Kelas III (< 10000 mg/L). Namun terdapat beberapa badan air yang
memiliki hasil pengukuran Total Koliform yang cukup tinggi yaitu Saluran Jembatan Raden
Wijaya, DAS. Sadar, Saluran Sinoman Hulu, Saluran Depan Pasar Hewan, Saluran Jl Benteng
Pancasila, Kali Cemporat, Saluran Jl. Prajurit Kulon, dan Saluran Jl.Pemuda.
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
180000
Tanggal Pengambilan Sampel
To
tal
Ko
lifo
rm (
MP
N/1
00
ml)
S. sadar 17000 160000 900 22000 16000
S. Brangkal 400 400 2 80 110
Jembatan R. Wijaya 160000 160000 50000
Sal. Sinoman Hulu 200 17000 200
Sal. Depan Pasar Hewan 5 160000 30000 1700 16000
Sal Benteng Pancasila 170000 16000
Kali Cemporat 170000 50000
Sal. Jl.Brawijaya 170 70
Sal. Jl.Prajurit Kulon 16000 500
Sal. Jl Pemuda 17000 1900
Sal. Jl Majapahit 2400 500
Kali Ngrayung Meri 130 80
Total Koliform standar 10000 10000 10000 10000 10000
31 Juli 2007 28 Agustus 200718 September
200712 Juni 2008 8 Juli 2008
BAB III. KUALITAS AIR
III- 27
Secara umum hampir sebagian besar kualitas air sungai telah tercemar limbah
industri maupun limbah domestik. Hal ini secara tak langsung disebabkan oleh semakin
berkembangnya industri dan bertambahnya penduduk.
3.1.2. Potensi Air tanah
Berdasarkan siklus hidrologi, tanah adalah tempat menyimpan cadangan air pada musim
hujan, maka penggunaan lahan sesuai dengan fungsinya merupakan langkah penting untuk
tetap menjaga tersedianya air secara berkesinambungan. Kondisi hidrogeologi suatu daerah
sangat menentukan potensi jumlah maupun mutu air tanah, sehingga batas aman jumlah air
tanah yang bisa diambil sangat berbeda dari suatu daerah ke daerah yang lain. Karena itu,
perlu ada pembatasan pengambilan air tanah. Kenyataannya, sektor industri dan jasa masih
terus mengandalkan air tanah untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga pengambilan air
tanah menjadi berlebihan. Belum lagi adanya penggunaan air tanah yang dimanfaatkan
penduduk sebagai sumber air bersih dengan membuat sumur gali, sumur bor, dan sumur
pompa tangan. Penggunaan air tanah dan jumlah sumur bor yang terus meningkat dari tahun
ke tahun. Pemakaian air tanah yang terus meningkat akan menyebabkan penurunan muka
air tanah.
Potensi kuantitas air tanah di Kota Mojokerto telah dilakukan dalam studi Potensi Air
Bawah Tanah atau dalam Neraca Air Tanah, jumlah air tanah yang masuk meliputi presipitasi
dan kembalian penggunaan air sebesar ± 359.865.971,892 m3/tahun sedangkan jumlah air
tanah yang hilang meliputi evapotranspirasi, aliran sungai, penggunaan air tanah domestik
dan non domestik sebesar ± 290.431.808.830 m3/tahun sehingga terdapat cadangan air tanah
yang tersimpan sebesar ± 69.434.163.061 m3/tahun. Studi Neraca Air Tanah ini tidak dilakukan
tiap tahun namun dilakukan tiap 5 tahun sekali. Perhitungan kesetimbangan air yang pernah
dilakukan ada 3 sistem, yaitu Climatic System, Surface Water System dan Ground Water
System diperoleh seperti Tabel 3.3. Tabel. 3.3. Kesetimbangan Air di Kota Mojokerto
No Uraian Jumlah Kesetimbangan Air
(m3)
1 Presipitasi 350.836.474.048
2 Evapotranspirasi 279.868.260.047,166
3 Limpasan Permukaan 227.975,23
4 Imbuhan Air Bawah Tanah 70.967.986.025,223
5 Penggunaan Air (Domestik dan Non Domestik) 10.563.320.808
Cadangan Air yang Tersimpan 69.434.163.061
Sumber: Laporan Data Base Potensi Air Bawah Tanah Kota Mojokerto 2006
BAB III. KUALITAS AIR
III- 28
3.1.3. Curah Air Hujan
Curah hujan yang turun di Kota Mojokerto sedikit banyak mempengaruhi kondisi
air di Kota Mojokerto. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan
iklim, keadaan perputaran atau pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah
hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Curah hujan pada bulan
Desember 2007 merupakan curah hujan tertinggi yang terjadi dalam kurun waktu 2007 -
2008 yaitu mencapai 452 mm. Jumlah bulan hujan pada tahun 2008 lebih sedikit
dibandingkan pada tahun 2007. Data tentang hari hujan dan rata-rata curah hujan tahun
2007-2008 disajikan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata Bulanan Kota Mojokerto Tahun 2007-
2008
Bulan Curah Hujan Rata-rata (mm) Hari Hujan Rata-rata (hari)
2007 2008 2007 2008
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
225 99 262 193 23 67 -
14 -
12 -
452
245 250 387 19 18 - - - -
71 110 356
7 8 11 8 2 6 - 1 - 5 -
18
16 17 18 4 1 - - - - 2 9 10
Sumber : Kota Mojokerto Dalam Angka tahun 2009 .
3.2. Tekanan Pada bagian ini akan diuraikan tentang faktor penekan terhadap status kualitas dan
kuantitas air. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Mojokerto sebesar 0,72% dengan jumlah
penduduk sebesar 116.355 jiwa pada akhir tahun 2008 (Kota Mojokerto Dalam Angka, 2009)
secara tak langsung menyebabkan tekanan terhadap sumber daya air. Sumber daya air di
Kota Mojokerto dimanfaatkan oleh penduduk sebagai sumber air bersih baik digunakan oleh
penduduk untuk memenuhi kebutuhan domestik sehari-hari dan juga oleh sektor industri. Selain
itu dimanfaatkan pula sebagai air irigasi pertanian. Di lain pihak sumber daya air juga
dimanfaatkan sebagai badan air penerima limbah dari kegiatan industri ataupun kegiatan
domestik yang berpotensi menurunkan kualitas dari badan air tersebut.
Penurunan kualitas air dapat disebabkan antara lain oleh :
a). Pertumbuhan dan kegiatan penduduk
BAB III. KUALITAS AIR
III- 29
Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan penduduk, akan menyebabkan terjadinya
peningkatan kebutuhan air bersih dan meningkatnya volume limbah domestik.
b). Perubahan tata ruang
Pembangunan yang tidak mengindahkan pola tata ruang kota dan lingkungan akan
mengakibatkan terganggunya sumberdaya alam khususnya air.
c). Pertumbuhan industri, usaha jasa terutama di pusat kota Kegiatan perubahan lahan dijadikan industri/kegiatan maupun pemukiman dengan cara
pemanfaatan/penggunaan lahan juga menjadi salah satu penyebab terganggunya lingkungan dan sumberdaya alam khususnya air.
d). Alih fungsi hutan kota dan lahan Kerusakan hutan kota ataupun ruang terbuka hijau menyebabkan terjadinya kerusakan
cadangan air serta menyebabkan terjadinya banjir. Sedimentasi sungai akan menyebabkan menyebabkan daya tampung sungai menjadi berkurang sehingga potensi air yang ditampung juga terbatas.
e). Penyediaan air Semua jenis kegiatan aktivitas manusia maupun kegiatan lainnya serta pertambahan
penduduk akan berkorelasi dengan kebutuhan air dan meningkatnya kebutuhan akan air bersih.
f). Pencemaran Air Keberadaan industri, baik industri besar, menengah maupun kecil dan kegiatan pertanian
(yang menggunakan pupuk dan pestisida), TPA sampah (yang menghasilkan lindi), bengkel, service kendaraan, kegiatan cuci mobil dan pembuangan oli bekas yang ada di pusat kota di Kota Mojokerto memungkinkan terjadinya pencemaran air.
3.2.1. . Penyediaan Air Bersih
Penyediaan air bersih bagi kegiatan sehari-hari penduduk Kota Mojokerto dalam skala
rumah tangga maupun industri dikelola oleh PDAM Kota Mojokerto, dengan memanfaatkan
sumber air dari sumur dalam berkapasitas 200 liter/detik. Menurut data dari Kantor PDAM Kota
Mojokerto, konsumsi air yang telah disalurkan pada tahun 2007 adalah sebesar 665.549 m3
untuk memenuhi kebutuhan 4.688 pelanggan, sedangkan untuk tahun 2008 adalah sebesar
781.496 m3 untuk memenuhi kebutuhan 4.254 pelanggan. Ditilik dari jumlah pelanggannya
memang terjadi penurunan, namun dari segi kuantitas air yang dikonsumsi tampak adanya
kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini tentunya merupakan suatu tekanan tersendiri bagi
sumberdaya air di Kota Mojokerto karena tentunya dengan adanya peningkatan konsumsi air
bersih akan meningkatkan pula volume air limbah yang dibuang ke lingkungan.
Selain disuplai oleh PDAM Kota Mojokerto, penduduk Kota Mojokerto memenuhi
kebutuhan air bersihnya dengan memanfaatkan sumber daya air tanah dengan
menggunakan sumur pompa tangan dan sumur gali.
3.2.2. Potensi Pencemaran Air
Pencemaran air di daratan terjadi pada air permukaan yang meliputi sungai dan
pencemaran air tanah. Sumber pencemaran dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu rumah
BAB III. KUALITAS AIR
III- 30
tangga (domestik), limbah industri, dan limbah pertanian/perkebunan. Berbagai macam sumber
pencemar menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa pencemar sangat bervariasi, hal ini
disebabkan karena sumber air limbah juga bervariasi sehingga faktor waktu dan metode
pengambilan sampling sangat mempengaruhi besarnya konsentrasi.
3.2.2.1. Air Limbah Domestik
Sumber air limbah domestik adalah seluruh buangan air yang berasal dari seluruh
kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, asrama yang meliputi limbah
buangan kamar mandi, toilet, dapur dan air bekas pencucian pakaian. Perkiraan
persentase kontribusi air limbah domestik menurut sumbernya adalah sebagai berikut dari
toilet ± 30%, air cucian dapur ± 39%, kamar mandi ± 21% dan dari cucian pakaian ± 10%.
Tingginya tingkat pencemaran dari limbah domestik yang terjadi saat ini belum
dilakukan penanganan yang serius, sehingga dikhawatirkan tingkat kualitas lingkungan
akan semakin turun, jika tidak segera ditanggulangi struktur/fungsi lingkungan akan rusak
dan diperlukan waktu pemulihan yang lama dengan biaya yang sangat mahal.
Secara visual kasus pencemaran dari limbah cair domestik dan pembuangan
sampah pada saluran air/sungai, dapat dilihat dari kualitas air sungai/saluran air yang
berwarna hitam atau berbusa, dan berbau busuk. Selain itu kualitas air tanah semakin
menurun dan banyaknya masyarakat yang terserang berbagai penyakit yang diakibatkan
oleh penggunaan air yang berkualitas rendah, seperti diare, kholera, disentri, typus, gatal-gatal
dan lain-lain.
Gambar 3.12. Saluran air yang tercemar akibat kegiatan domestik
United Nation - Habitat (UN Habitat) telah menyerukan kepada semua negara di dunia
termasuk Indonesia, agar negara-negara di dunia mendukung dan melaksanakan program
BAB III. KUALITAS AIR
III- 31
pencapaian " Millenium Development Goals " (MDGs) 2015. Target pencapaian pengolahan air
limbah di perkotaan baru ± 69% dan pedesaan baru ± 46%.
Jumlah penduduk Kota Mojokerto pada Tahun 2008 adalah sebesar ± 116.355 jiwa
dengan rata-rata kepadatan ± 7.069 jiwa/km2 (Kota Mojokerto dalam Angka, 2009) secara
otomatis akan juga meningkatkan buangan limbah cair domestik, yang nantinya tentu akan
berpengaruh terhadap lingkungan. Limbah cair domestik berpotensi untuk mencemari tanah
permukaan ataupun air tanah. Limbah cair domestik dapat berasal dari pembuangan tinja
yang tidak tepat, misalnya saja pada air sungai ataupun pada saluran air lainnya. Oleh
karena itu kepemilikan jamban keluarga merupakan salah satu hal yang penting untuk dapat
memperkirakan terjadinya pencemaran air akibat limbah domestik yang berasal dari tinja.
Berikut adalah data mengenai jumlah sarana tempat buang air besar (jamban keluarga)
penduduk Kota Mojokerto tahun 2008.
Tabel 3.5. Jumlah Sarana Tempat Buang Air Besar (Jamban Keluarga) Tahun 2008
No Kecamatan/ Kelurahan
Jumlah Rumah
Jumlah Sarana Pembuangan Air Besar (Jamban)
Septic Tank
Cemplung MCK/WC
Umum Sanimas
Kecamatan Magersari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wates Kedundung Gunung Gedangan Meri Gedongan Magersari Purwotengah Sentanan Jagalan Balongsari
4.748 3.406 1.277 1.695
508 1.726
494 434 743
1.990
4.564 2.239
695 1.405
505 1.056
455 470 723
1.257
43 199
18 37
7 4 4 3 1 6 2
10 9 5
1 1 1
Kecamatan Prajurit Kulon
11 12 13 14 15 16 17 18
Mentikan Kauman Pulorejo Miji Blooto Prajurit Kulon Surodinawan Kranggan
1.737 760
1.289 1.778 1.225 1.159 2.209 2.063
1.013 518 957
1.395 677 649
1.327 1.366
140 190
56 230
56 20 33
128
3 1
14
1 1 1 1
JUMLAH 29.241 21.271 1.150 69 7 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, 2009
Berdasarkan Tabel 3.5. sebagian besar penduduk telah memiliki jamban keluarga
yang dilengkapi dengan septic tank, bahkan Pemerintah Kota Mojokerto telah berpartisipasi
pula dalam program Sanimas yang bertujuan untuk mengurangi beban pencemaran
terhadap badan air oleh limbah domestik. Berdasarkan data tersebut tekanan terhadap
sumber daya air akibat pencemaran tinja telah dapat diminimalkan. Namun perlu diwaspadai
BAB III. KUALITAS AIR
III- 32
adanya kemungkinan pencemaran tinja yang berasal dari rembesan septic tank yang bocor
atau rusak.
Selain data mengenai sarana buang air besar, diperlukan juga data, mengenai
sarana pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga ini berasal dari
kegiatan air cucian dapur, kamar mandi dan cucian pakaian. Berikut disajikan data
mengenai jumlah sarana pembuangan air limbah rumah tangga tahun 2008.
Tabel 3.6. Jumlah Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) Rumah Tangga Tahun 2008
No Kecamatan/ Kelurahan
Jumlah Rumah
Jumlah SPAL Rumah Tangga
Asal bantuan dari Sektor
Swadaya Masyarakat
Kesehatan Non
Kesehatan Ada
Memenuhi Syarat
Kecamatan Magersari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Wates Kedundung Gunung Gedangan Meri Gedongan Magersari Purwotengah Sentanan Jagalan Balongsari
4.748 3.406 1.277 1.695
508 1.726
494 434 743
1.990
2 8
10 9
2 40
4.635 2.787 1.106 1.596
508 1.926
494 434 743
1.990
4.388 2.787 1.106 1.596
426 1.329
425 345 580
1.573
Kecamatan Prajurit Kulon
11 12 13 14 15 16 17 18
Mentikan Kauman Pulorejo Miji Blooto Prajurit Kulon Surodinawan Kranggan
1.737 760
1.289 1.778 1.225 1.159 2.209 2.063
17
1.058 654
1.192 1.681
894 777
1.657 1.671
634 557 859
1.678 894 777
1.657 1.671
JUMLAH 29.241 29 59 25.803 23.282 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, 2009
Berdasarkan data pada Tabel 3.6, sebagian besar telah memiliki SPAL sehingga
tekanan terhadap sumber daya air telah diminimalkan. Berdasarkan kondisi pencemaran
kualitas air (beban pencemaran yang masuk ke lingkungan per satuan area) dan daya
dukung lingkungan, maka pengelolaan penanganan air limbah perkotaan di Kota Mojokerto
hirarkinya dilaksanakan berdasarkan pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang
tinggi. Hal ini disebabkan karena kepadatan penduduk merupakan faktor yang paling
dominan terhadap pencemaran air.
Kepemilikan sarana dan prasarana fasilitas sanitasi kesehatan khususnya jamban dan
tangki septik serta bangunan resapan terutama didaerah pemukiman padat, dan daerah
bantaran sungai di Kota Mojokerto merupakan kebutuhan yang harus dilakukan karena bila
BAB III. KUALITAS AIR
III- 33
tidak dilakukan menimbulkan dampak terhadap kehidupan biota air, kualitas air tanah,
kesehatan masyarakat dan estetika lingkungan.
3.2.2.2. Air Limbah Industri
Keberadaan industri selain menghasilkan produk yang mempertinggi laju pertumbuhan
ekonomi, juga menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan pencemaran air apabila tidak
dikelola dengan benar. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto
Tahun 2007, terdapat beberapa industri besar dan kecil, adapun jumlah industri menurut
kelompok di Kota Mojokerto disajikan pada Tabel 3.7, dimana tampak adanya kenaikan
jumlah usaha industri yang berada di Kota Mojokerto yang memiliki dampak sampingan
berupa tekanan terhadap sumberdaya air baik dari segi kuantitas ataupun kualitas.
Tabel 3.7. Jumlah industri menurut kelompok industri di Kota Mojokerto tahun 2007-2008
Kelompok Industri Jumlah Usaha (unit)
2007 2008
INDUSTRI BESAR Industri kimia agro dan hasil hutan Industri logam, mesin, elektronika, dan aneka INDUSTRI KECIL Formal Non formal
28 18
582
1.376
28 18
661
1.416
JUMLAH 2.004 2.123 Sumber : Mojokerto dalam Angka, 2009
Terdapat beberapa industri/usaha di Kota Mojokerto yang berpotensi mencemari air
antara lain pencucian mobil, pabrik karet, pabrik kecap, rumah potong hewan, pabrik tahu dan
pabrik plastik. Industri tersebut di samping menghasilkan air limbah dalam jumlah besar juga
membutuhkan air dalam jumlah besar untuk proses produksi. Oleh sebab itu diperlukan upaya
pengelolaan dan penerapan teknologi bersih dalam proses produksi untuk mengurangi volume
limbah.
Pencucian mobil Kwik merupakan salah satu usaha yang berpotensi untuk
mencemari badan air di Kota Mojokerto. Oleh karenanya Tim Kantor Lingkungan Hidup
Kota Mojokerto memantau inlet dan outlet pencucian mobil Kwik. Adapun hasil
pemeriksaan terhadap limbah usaha pencucian mobil Kwik ditampilkan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Hasil Pemantauan terhadap Kualitas Air Limbah Pencucian Mobil Kwik, 2007
No Tanggal pemeriksaan Inlet Outlet
1 30 Juli 2007 pH = 7 pH = 6,9
BAB III. KUALITAS AIR
III- 34
BOD = 27,6 mg/L COD = 122,6 mg/L TSS = 124 mg/L Orthofosfat = 2,692 mg/L Deterjen = 6,395 mg/L Minyak lemak = 6,5 mg/L
BOD = 21,7 mg/L COD = 106,5 mg/L TSS = 142 mg/L Orthofosfat = 2,749 mg/L Deterjen = 6,745 mg/L Minyak lemak = 5,5 mg/L
2 27 Agustus 2007 pH = 6,9 BOD = 50,4 mg/L COD = 244,2 mg/L TSS = 322 mg/L Orthofosfat = 2,783 mg/L Deterjen = 7,550 mg/L Minyak lemak = 23,0 mg/L
pH = 6,9 BOD = 45,9 mg/L COD = 218,7 mg/L TSS = 270 mg/L Orthofosfat = 13,104 mg/L Deterjen = 8,530 mg/L Minyak lemak = 21,5 mg/L
3 17 September 2007 pH = 7,1 BOD = 261,0 mg/L COD = 1168,0 mg/L TSS = 910 mg/L Orthofosfat = 9,404 mg/L Deterjen = 9,190 mg/L Minyak lemak = 160,0 mg/L
pH = 7,1 BOD = 183,5 mg/L COD = 1063,7 mg/L TSS = 898 mg/L Orthofosfat = 7,494 mg/L Deterjen = 7,800 mg/L Minyak lemak = 135,0 mg/L
Berdasarkan hasil pemantauan terhadap air limbahnya, pencucian mobil Kwik
perlu meningkatkan pengolahan limbahnya karena kualitas air limbah di outletnya masih
berada di atas ambang batas yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur melalui Surat
Keputusan Gubernur no. 45 tahun 2002.
Pabrik Kecap Santoso merupakan salah satu usaha yang berpotensi untuk
mencemari badan air di Kota Mojokerto. Oleh karenanya Tim Kantor Lingkungan Hidup
Kota Mojokerto memantau inlet dan outlet Pabrik Kecap Santoso. Adapun hasil
pemeriksaan terhadap limbah Pabrik Kecap Santoso ditampilkan pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Hasil Pemantauan terhadap Kualitas Air Limbah Pabrik Kecap Santoso, 2007
No Tanggal pemeriksaan Inlet Outlet
1 30 Juli 2007 pH = 6,6 BOD = 61,4 mg/L COD = 344,8 mg/L TSS = 106,0 mg/L
pH = 6,6 BOD = 56,8 mg/L COD = 117,6 mg/L TSS = 46,5 mg/L
2 27 Agustus 2007 pH = 6,7 BOD = 800,9 mg/L COD = 1261,0 mg/L TSS = 220,0 mg/L
pH = 6,5 BOD = 508,4 mg/L COD = 803,2 mg/L TSS = 90,0 mg/L
3 17 September 2007 pH = 5,7 BOD = 9001 mg/L COD = 24.844,4 mg/L TSS = 1590 mg/L
pH = 5,7 BOD = 2546,0 mg/L COD = 5002,7 mg/L TSS = 307,5 mg/L
Berdasarkan hasil pemantauan terhadap limbahnya, Pabrik Kecap Santoso perlu
meningkatkan pengolahan limbahnya karena kualitas air limbah di outletnya masih berada
di atas ambang batas yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur melalui Surat Keputusan
BAB III. KUALITAS AIR
III- 35
Gubernur no. 45 tahun 2002.
Pabrik Tahu Winarto merupakan salah satu usaha yang berpotensi untuk
mencemari badan air di Kota Mojokerto. Oleh karenanya Tim Kantor Lingkungan Hidup
Kota Mojokerto memantau inlet dan outlet Pabrik Tahu Winarto. Adapun hasil
pemeriksaan terhadap limbah Pabrik Tahu Winarto ditampilkan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Hasil Pemantauan terhadap Kualitas Air Limbah Pabrik Tahu Winarto, 2007
No Tanggal pemeriksaan Inlet Outlet
1 30 Juli 2007 pH = 6,2 BOD = 1463,1 mg/L COD = 1975,3 mg/L TSS = 933,3 mg/L
pH = 6,6 BOD = 56,8 mg/L COD = 117,6 mg/L TSS = 46,5 mg/L
2 27 Agustus 2007 pH = 6,3 BOD = 1340,9 mg/L COD = 2085,6 mg/L TSS = 450,0 mg/L
pH = 6,7 BOD = 513,4 mg/L COD = 897,1 mg/L TSS = 253,3 mg/L
3 17 September 2007 pH = 5,3 BOD = 1751,0 mg/L COD = 3528,8 mg/L TSS = 520 mg/L
pH = 5,3 BOD = 1381,0 mg/L COD = 2196,2 mg/L TSS = 256,7 mg/L
Berdasarkan hasil pemantauan terhadap limbahnya, Pabrik Tahu Winarto perlu
meningkatkan pengolahan limbahnya karena kualitas air limbah di outletnya masih berada
di atas ambang batas yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur melalui Surat Keputusan
Gubernur no. 45 tahun 2002.
Kegiatan Rumah Potong Hewan di Kota Mojokerto dipantau limbah cairnya oleh
Tim KLH Kota Mojokerto, karena juga merupakan salah satu kegiatan yang berpotensi
untuk mencemari badan air di Kota Mojokerto. Oleh karenanya Tim Kantor Lingkungan
Hidup Kota Mojokerto memantau inlet dan outlet Rumah Potong Hewan. Adapun hasil
pemeriksaan terhadap limbah Rumah Potong Hewan ditampilkan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11. Hasil Pemantauan terhadap Kualitas Air Limbah Rumah Potong Hewan, 2007
No Tanggal pemeriksaan Inlet Outlet
BAB III. KUALITAS AIR
III- 36
1 30 Juli 2007 pH = 7,2 BOD = 75,6 mg/L COD = 332,8 mg/L TSS = 127,1 mg/L Amonia = 16,340 mg/L Minyak lemak = 5,5 mg/L
pH = 6,7 BOD = 75,4 mg/L COD = 268,7 mg/L TSS = 120,0 mg/L Amonia = 4,328 mg/L Minyak lemak = 2,8 mg/L
2 27 Agustus 2007 pH = 6,9 BOD = 48,9 mg/L COD = 107,1 mg/L TSS = 46,0 mg/L Amonia = 1,318 mg/L Minyak lemak = 16,5 mg/L
pH = 6,9 BOD = 48,9 mg/L COD = 107,1 mg/L TSS = 46,0 mg/L Amonia = 1,318 mg/L Minyak lemak = 13,0 mg/L
3 17 September 2007 pH = 7,1 BOD = 161,0 mg/L COD = 666,6 mg/L TSS = 440,0 mg/L Amonia = 16,090 mg/L Minyak lemak = 44,2 mg/L
pH = 7,1 BOD = 46,5 mg/L COD = 95,0 mg/L TSS = 34,0 mg/L Amonia = 1,560 mg/L Minyak lemak = 7,3 mg/L
Berdasarkan hasil pemantauan terhadap limbahnya, Rumah Potong Hewan perlu
meningkatkan pengolahan limbahnya karena kualitas air limbah di outletnya masih berada
di atas ambang batas yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur melalui Surat Keputusan
Gubernur no. 45 tahun 2002.
Pabrik Plastik Jasa Santoso merupakan salah satu usaha yang berpotensi untuk
mencemari badan air di Kota Mojokerto. Oleh karenanya Tim Kantor Lingkungan Hidup
Kota Mojokerto memantau inlet dan outlet Pabrik Plastik Jasa Santoso. Adapun hasil
pemeriksaan terhadap limbah Pabrik Plastik Jasa Santoso ditampilkan pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12. Hasil Pemantauan terhadap Kualitas Air Limbah Pabrik Plastik Jasa Santoso,
2007
No Tanggal pemeriksaan Inlet Outlet
1 30 Juli 2007 Temperatur = 27,2OC
pH = 6,9 BOD = 97,6 mg/L COD = 381,5mg/L TSS = 419,0 mg/L Barium = 2,3505 mg/L
Temperatur = 28,5OC
pH = 6,7 BOD = 36,1 mg/L COD = 93,3mg/L TSS = 53,0 mg/L Barium = 10,2747 mg/L
2 27 Agustus 2007 Temperatur = 29,5OC
pH = 6,3 BOD = 78,2 mg/L COD = 136,9mg/L TSS = 68,0 mg/L Barium = 0 mg/L
Temperatur = 27,2OC
pH = 6,9 BOD = 36,2 mg/L COD = 60,5mg/L TSS = 28,0 mg/L Barium = 0 mg/L
No Tanggal pemeriksaan Inlet Outlet
3 17 September 2007 Temperatur = 27,0OC Temperatur = 26,5
OC
BAB III. KUALITAS AIR
III- 37
pH = 6,5 BOD = 91,0 mg/L COD = 168,0mg/L TSS = 263,8 mg/L Barium = 6,0655 mg/L
pH = 6,4 BOD = 2,8 mg/L COD = 28,9mg/L TSS = 4,2 mg/L Barium = 3,6971 mg/L
Berdasarkan hasil pemantauan terhadap limbahnya, Pabrik Plastik Jasa Santoso
telah dapat mengolah air limbahnya dengan cukup baik, namun diperlukan pengolahan
lanjutan untuk dapat memisahkan Barium dari air limbah.
3.2.2.3. Air Irigasi Kegiatan Pertanian
Kegiatan lain yang berpotensi untuk mencemari badan air adalah kegiatan pertanian.
Penggunaan pupuk anorganik dan pestisida sebagai pengendali hama tanaman yang
digunakan dalam kegiatan pertanian merupakan sumber pencemaran terhadap badan air.
Pestisida yang dapat mencemari air adalah pestisida yang termasuk dalam Persistent
Organic Pollutants (POPs). Senyawa POPs merupakan senyawa yang berbahaya bagi
lingkungan karena selain mempunyai toksisitas tinggi senyawa ini juga bersifat persisten
atau bertahan lama di lingkungan. POPs juga mempunyai sifat bioakumulasi dalam mahluk
hidup dan juga biokonsentrasi melalui rantai makanan. DDT (Dich/oro biphenyl
Trychloroethane) merupakan salah satu bahan kimia yang termasuk POPs dari golongan
organoklorin yang digunakan untuk membunuh serangga hama tumbuhan di pertanian.
Meskipun senyawa DDT sudah lama dilarang digunakan baik untuk pertanian atau
kesehatan, hasil pemantauan lingkungan menunjukkan DDT masih terdeteksi di
lingkungan. Umumnya DDT terdeteksi paling rendah di air sungai dibandingkan dengan
sedimen sungai atau pun di tanah pertanian.
DDT yang terdeteksi di air sungai umumnya berada di bawah baku mutu air, dua
part per billion atau ppb (Peraturan Pemerintah RI no. 82 Tahun 2001). Turunan dari DDT
juga masih terdeteksi di beberapa air sungai dengan konsentrasi rendah, demikian juga untuk
senyawa aldrin dan senyawa organoklorin.
Selain pencemaran pada badan air, air tanah juga berpotensi mengalami pencemaran
akibat kegiatan dari sektor transportasi/bengkel yang disebabkan oleh pembuangan oli bekas
yang tidak ramah lingkungan. Selain dari limbah domestik dan industri, di Kota Mojokerto
pencemaran lingkungan juga dapat berasal dan kegiatan service kendaraan, bengkel
dan cuci mobil, mengingat limbah dari oli bekas dari sektor transportasi/bengkel ini merupakan
salah satu limbah B3 yang harus mendapatkan pengelolaan khusus dan sungguh-sungguh
secara berkelanjutan dari Kantor Lingkungan Hidup Kota Mojokerto.
3.3. Respon
Untuk melindungi potensi sumberdaya air terutama sungai yang ada di Kota Mojokerto,
maka Pemerintah Kota Mojokerto telah menetapkan Sungai Prokasih, diantaranya adalah
BAB III. KUALITAS AIR
III- 38
Sungai Brantas, Sungai Sadar dan Sungai Brangkal.
Sumberdaya alam senantiasa harus dikelola secara seimbang untuk menjamin
keberlangsungan pembangunan nasional. Program perlindungan dan konservasi sumberdaya
alam bertujuan untuk melindungi sumberdaya alam dari kerusakan serta untuk menjamin
kualitas ekosistem agar fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga
dengan balk. Berkaitan dengan persoalan sumberdaya air, pemerintah telah melakukan
berbagai upaya pengelolaan yang merespon persoalan tersebut, diantaranya adalah:
1). Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNK - PA)
Komponen kegiatan GNK-PA meliputi:
a). Konservasi Sumberdaya Air
b). Pendayagunaan Sumberdaya Air
c). Pengendalian Daya Rusak Air
d). Informasi Pengelolaan Sumberdaya Air
e). Peran serta Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Air
2). Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
a. Penetapan Kelas Air
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, sumber air perlu ditetapkan kelas airnya sesuai
dengan peruntukkannya. Untuk memenuhi mutu air yang sesuai dengan kelas air yang
akan ditetapkan, pemerintah setempat agar menetapkan mutu air, yang dituangkan dalam
peraturan daerah.
b. Program Kali Bersih (Prokasih)
Program Kali Bersih (Prokasih) merupakan salah satu upaya pengelolaan lingkungan
yang dititikberatkan pada peningkatan kualitas perairan sungai. Program ini telah
dicanangkan sejak Tahun 1989, program ini sempat terhenti pada Tahun 1999 dan
dilaksanakan kembali pada Tahun 2003 melalui Program Superkasih (Surat Pernyataan
Kali Bersih) yang merupakan salah satu tahapan di dalam Program Prokasih.
Prokasih bertujuan mendorong percepatan pentaatan industri pada peraturan
perundang-undangan, khususnya tentang Baku Mutu Air Limbah (BMAL). Ruang
lingkup Prokasih adalah seluruh jenis industri, meliputi manufaktur, agroindustri, hotel,
domestik dan rumah sakit yang membuang limbah cair ke sungai
c. Superkasih
Pemerintah Kota Mojokerto juga mendorong perusahaan-perusahaan taat terhadap ketentuan peraturan perundangundangan di bidang lingkungan hidup yang berlaku melalui pendekatan alternatif non penegakan hukum. Langkah ini dilakukan melalui program SUPERKASIH. Dalam SUPERKASIH, penegakan hukum lingkungan tidak dilakukan secara langsung terhadap perusahaan yang belum taat. Perusahaan yang belum taat terlebih dahulu dilakukan pembinaan melalui Surat Pernyataan tertulis.
Kewajiban yang harus ditaati oleh perusahaan dalam Surat Pernyataan ini dibuat dengan
memperhatikan faktor teknis dan administrasi. Penandatanganan Surat Pernyataan
BAB III. KUALITAS AIR
III- 39
tertulis ini disaksikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, Gubernur dan Walikota.
Dalam Surat Pernyataan tertulis ini pihak perusahaan diberikan kesempatan untuk
melakukan upaya perbaikan pentaatan dalam batas waktu tertentu sebelum upaya penegakan
hukum selanjutnya dilakukan. d. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER)
PROPER merupakan salah satu bentuk pengawasan yang sekaligus upaya transparansi
dengan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan sebagaimana yang
diamanatkan oleh Undang-undang No. 23 tahun 1997. Melalui PROPER hasil pengawasan
yang telah dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup disampaikan secara terbuka
kepada masyarakat. Disamping UU No. 23 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah terkait, PP. No.
18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, Jo. PP No. 85 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas PP. No. 18 Tahun 1999, PP. No. 82 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, PP. No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Kegiatan Proper dilakukan dengan penyebaran
informasi tingkat kinerja penataan suatu perusahaan kepada publik dan stakeholder.
Peringkat yang diberikan dalam Proper adalah Peringkat Emas, Hijau, Biru, Merah dan
Hitam. Landasan operasional pelaksanaan PROPER adalah Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 127/MENLH/2002 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sebagai bagian dari pengawasan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Mojokerto,
maka pelaksanaan PROPER dilakukan untuk semua perusahaan dan dititikberatkan pada:
1. Perusahaan yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan
2. Perusahaan yang mempunyai dampak pencemaran atau kerusakan lingkungan sangat
besar
3. Perusahaan yang mencemari dan merusak lingkungan dan atau berpotensi
mencemari dan merusak lingkungan
4. Perusahaan publik yang terdaftar pada pasar modal di dalam dan di luar negeri
5. Perusahaan yang berorientasi ekspor
Dampak PROPER terhadap peningkatan penaatan perusahaan telah mengurangi
pencemaran air, pencemaran udara, dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ke
media lingkungan hidup, pada akhirnya masyarakat di sekitar lokasi dapat merasakan
dampak peningkatan penaatan ini. Hasil peringkat kinerja masing-masing perusahaan
ini telah disampaikan kepada masyarakat secara terbuka melalui berbagai media massa. e. Pengendalian Air Tanah
Untuk mengantisipasi eksploitasi air tanah yang tidak terkendali telah dikeluarkan Surat
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.
1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di
BAB III. KUALITAS AIR
III- 40
Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Surat keputusan ini memuat pedoman teknis dan prosedur penyusunan peraturan daerah
dalam pengelolaan air tanah di daerah. Khusus untuk Pulau Jawa dan Madura yang kondisi air tanahnya krisis, Menteri ESDM menetapkan batas horisontal cekungan air tanah menggunakan peta cekungan air tanah skala 1:250.000 melalui SK No 716.x/40/MEM/ 2003. Untuk melengkapi surat keputusan tersebut, pemerintah saat ini sedang menyiapkan pedoman teknis, prosedur, dan kriteria pengelolaan air tanah.
Dalam upaya konservasi air tanah, maka kegiatan Pemerintah Kota Mojokerto adalah: 1. Inventarisasi kuantitas dan kualitas air tanah
2. Penyusunan data base Potensi Air Bawah Tanah
3. Menyusun peta konservasi air tanah
4. Menetapkan Tata Ruang Wilayah untuk penggunaan lahan wilayah kota
5. Mengendalikan pengambilan air tanah dengan cara:
(i) Memperketat pengeluaran izin baru untuk pengambilan air tanah
(ii) Izin pengambilan air tanah meliputi masa berlaku, besarnya debit, dan
kedalaman sumur
(iii) Menetapkan pajak/retribusi
(iv) Memberi rekomendasi dan saran teknis tentang kedalaman pengambilan air tanah.
f. Dokumen Lingkungan (AMDAL dan UKL/UPL)
Adalah suatu kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada Lingkungan hidup yang diperlukan bagi pengambilan keputusan.
Fungsi dari dokumen lingkungan ini adalah sebagai pedoman dalam pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang wajib dimiliki oleh setiap kegiatan usaha/usaha. Melalui kantor
Lingkungan Hidup Kota Mojokerto bahwa setiap kegiatan usaha/industri wajib menyusun,
memiliki dan menerapkannya, sehingga dampak yang ditimbulkan terutama bila kegiatan
tersebut memiliki potensi untuk mencemari air dapat ditekan semaksimal mungkin.
g. Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC)
IPLC adalah izin pembuangan limbah cair yang ditujukan pada orang/badan usaha
yang menggunakan sumber-sumber air sebagai tempat pembuangan limbah cair atas
kegiatan usahanya.
Maksud dan tujuan dan perizinan ini adalah sebagai upaya pencegahan pencemaran
dari sumber pencemar, penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumber-
sumber air serta untuk mewujudkan kelestarian fungsi air, agar air yang ada pada
sumber-sumber air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peruntukkannya.
Dasar landasan hukum:
Dalam pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2002.
" Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air
yang lintas Kabupaten atau Kota "
Dalam pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2002.
" Setiap usaha dan/atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air
BAB III. KUALITAS AIR
III- 41
wajib mendapatkan izin tertulis dari Bupati / Walikota "
Jenis Usaha/ Kegiatan yang wajib Mengajukan / Memperoleh Ijin Pembuangan Limbah
Cair ke sumber-sumber air adalah:
(i) Perindustrian dan Perdagangan
(ii) Hotel / usaha akomodasi
(iii) Pertanian
(iv) Kehutanan dan Perkebunan
(v) Pekerjaan Umum dan Pengolahan Limbah Terpusat
(vi) Rumah Sakit dan Kesehatan
Dengan banyaknya kegiatan/industri yang membuang limbah cairnya ke media air di
Kota Mojokerto serta terdapat adanya beberapa sungai dan anak sungai maka
diwajibkan setiap industri harus mempunyai izin tersebut. Kota Mojokerto Izin
Pembuangan Limbah Cair yang sampai saat ini belum dapat dilakukan, sehingga
perizinan dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Timur.
Diantara ± 93 industri pangan, ± 125 industri sandang/kulit, ± 25 industri kerajinan
umum, ± 66 industri kimia dan bahan bangunan dan ± 26 industri logam dan aneka
usaha lainnya yang mempunyai perijinan IPLC berjumlah hanya 1 industri, yaitu CV
Bumi Indo.
Kegiatan pengelolaan sumberdaya air khususnya air tanah yang dilakukan
Pemerintah Kota Mojokerto melalui Kantor Lingkungan Hidup serta instansi terkait lain,
diantaranya adalah:
a. Inventarisasi dan pemetaan potensi air bawah tanah
b. Pengelolaan dan pengendalian eksplorasi air bawah tanah
c. Sosialisasi tentang bahaya pencemaran lingkungan akibat pemanfaatan air bawah tanah
yang berlebihan
d. Melaksanakan rehabilitasi ekosistem dan habitat yang rusak di kawasan bantaran
sungai
e. Menerapkan perijinan dan meningkatkan pengawasan industri penghasil limbah cair
f. Melakukan pengawasan dan pengendalian sumber-sumber pencemaran kali
g. Mengembangkan teknologi yang berwawasan lingkungan dalam pengelolaan sumberdaya
air dan industri yang ramah lingkungan
h. Menerapkan sanksi hukum kepada semua pihak yang dengan sengaja melakukan
pencemaran lingkungan
i. Peningkatan pusat informasi dan studi lingkungan hidup
j. Mempertimbangkan faktor lingkungan dalam pengembangan teknologi
k. Pengolahan limbah rumah tangga dan industri
BAB III. KUALITAS AIR
III- 42
l. Menetapkan indeks dan baku mutu lingkungan
m. Memantau kualitas lingkungan secara terpadu dan terus menerus
n. Membangun, merehabilitasi dan memelihara jaringan pembuangan air limbah
o. Melakukan monitoring terhadap pembuangan air limbah
p. Mengharuskan semua pihak industri atau kegiatan lain yang mempunyai kontribusi sebagai
pencemar untuk mengolah limbahnya sebelum dibuang ke media lingkungan
q. Merealisasikan program monitoring limbah secara rutin
r. Perijinan pembuangan limbah cair (IPLC).
Untuk mengatasi permasalahan limbah domestik pada tempat-tempat umum di
berbagai wilayah di Kota Mojokerto telah dibangun fasilitas sanitasi umum, seperti di Alun-
Alun Kota Mojokerto. Upaya yang dilakukan terhadap pengelolaan limbah cair domestik
dan tinja yang mendesak yang telah dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup Kota Mojokerto
sampai saat ini antara lain:
a. Pengawasan terhadap fungsi badan air/sungai sebagai fungsi sungai/drainase bukan
sebagai tempat pembuangan limbah tinja secara langsung;
b. Limbah yang berasal hotel dan restoran wajib mengolah limbahnya sebelum dibuang
ke sungai.
c. Perencanaan sarana dan prasarana IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja),
diharapkan limbah tinja yang berasal dan pemukiman penduduk diolah ke tempat
tersebut sehingga dampak lingkungan diharapkan tidak terjadi.
d. Membangun tangki septik komunal dan resapan untuk limbah yang berasal dan
WC, terutama limbah yang berasal dan fasilitas umum, seperti dari terminal, pasar dan
tempat-tempat umum lainnya.
e. Pengembangan teknologi pengolahan limbah rumah tangga.
BAB IV. UDARA
IV-1
BAB IV UDARA
Kualitas udara dibagi menjadi dua, yaitu udara emisi dan udara ambien. Kualitas
udara ambien selalu dipengaruhi oleh jumlah emisi yang di buang ke atmosfer dari
sumbernya. Aktivitas industri, transportasi dan kegiatan rumah tangga adalah beberapa
sumber emisi pencemaran. Pertumbuhan industri dan perkembangan motorisasi yang
cepat, juga terkonsentrasinya kegiatan penduduk pada area tertentu telah menyebabkan
masalah pencemaran udara. Emisi gas buang memberikan kontribusi pencemaran
udara yang paling besar dibandingkan dengan sumber-sumber pencemar lainnya seperti
industri. Pencemaran udara berasal dari emisi kendaraan bermotor, industri besar dan kecil
akan menyebabkan gangguan kesehatan manusia bahkan merusak organ tubuh serta dapat
mengganggu kestabilan atmosfer.
Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun
yang dimuntahkan oleh ratusan bahkan ribuan knalpot kendaraan bermotor. Salah satu
faktor penyebab meningkatnya pencemaran udara adalah semakin meningkatnya
populasi penduduk di suatu tempat, terutama di kota-kota besar/pusat kota. Kegiatan
transportasi, industri dan aktivitas penduduk juga menjadi sumber pencemaran udara.
Tingkat pencemaran gas buang secara pasti akan terus naik dengan bertam bahnya
jumlah kendaraan bermotor yang memadati jalan-jalan, yang hampir 100 % masih
menggunakan bahan bakar fosil. Pembakaran BBM oleh mesin kendaraan akan
menghasilkan gas sisa pembakaran yang umumnya berupa gas-gas Nitrogen (NOx),
Sulfur (SOx), Gas-gas Karbon (CO dan C02) dan Partikel Timbal.
Pemantauan kualitas udara ambien merupakan kegiatan yang penting dilakukan
karena dapat mengetahui tingkat pencemaran udara yang telah terjadi pada suatu wilayah.
Dengan diketahuinya tingkat pencemaran udara, maka pemerintah akan dapat
menentukan arah kebijakan pembangunan yang berkaitan pengelolaan kualitas udara
dan mengambil tindakan dengan tepat. Pemantauan kualitas udara merupakan hal
penting, karena dapat mencegah terjadinya dampak turunnya kesehatan manusia dan
kerusakan lingkungan.
4.1 Status Kualitas Udara 4.1.1 Kualitas udara ambien
4.1.1.1 Pemantuan kualitas udara ambien dengan Non-Air Quality Monitoring System (Non-
AQMS) di wilayah Kota Mojokerto
a). Udara Ambien di Perempatan JI. Gajah Mada
Umumnya kontribusi pencemaran udara terbesar berasal dari sumber bergerak
(kendaraan bermotor, mobil, bus, truk dan angkutan). Hasil sampling udara ambien
yang dilakukan di perempatan JI. Gajah Mada oleh PT. ENVILAB INDONESIA
menunjukkan semua parameter masih memenuhi Baku Mutu Peraturan Gubernur
BAB IV. UDARA
IV-2
Jatim No. 39 Tahun 2008.
Tabel 4.1 Kualitas Udara Ambien di Perempatan JI. Gajah Mada Tahun 2007 dan 2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling
Tahun 2007 Hasil Sampling
Tahun 2008
Baku Mutu Peraturan Gub. Jatim No.
39/2008
1. Sulfur Dioksida (SO2) µg/m3 <26.15 <26.15 262
2. Karbon Monoksida (CO) µg/m3 <1000 <1000 22600
3. Nitrogen Dioksida (NO2) µg/m3 <10 <10 92.5
4. Ozon (03) µg/m3 <0.01 <0.01 200
5. Debu µg/m3 26.92 60.58 260
6. Timah Hitam (Pb) µg/m3 <0.2 <0.2 60
7. Hidrogen Sulfida (HZS) µg/m3 42.32 <0.01 42
8. Ammonia (NH3) µg/m3 13.33 65.00 1360
9. Hidrokarbon (CH4) µg/m3 44.16 22.19 160
10. Kebisingan dBA 73 85. 6 -
11. Suhu ºC 34 33.8 -
12. Kelembaban % 50 55.2 -
13. Kecepatan Angin m/s - 0.4-0.8 -
14. Arah Angin - Timur Selatan -
b). Udara Ambien di Depan Terminal Bus Selain menjadi salah satu kota penyangga Kota Surabaya, tentu secara langsung
keberadaannya juga menjadi penyumbang pencemaran udara seperti keberadaan
Terminal Kertajaya Kota Mojokerto adalah salah satu terminal transit bus ke
beberapa daerah/wilayah lain ke wilayah Pasuruan, Malang dan Surabaya, sehingga
kontribusi terhadap perubahan kualitas udara di Kota Mojokerto cukup besar. Adapun hasil
sampling yang telah dilakukan PT. ENVILAB INDONESIA bahwa semua parameter
memenuhi Baku Mutu Peraturan Gubernur Jatim No. 39 Tahun 2008.
BAB IV. UDARA
IV-3
Tabel 4.2 Kualitas Udara Ambien di Depan Terminal Bus Tahun 2007 dan 2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling
Tahun 2007 Hasil Sampling
Tahun 2008
Baku Mutu Peraturan Gub. Jatim No.
39/2008
1. Sulfur Dioksida (SO2) µg/m3 <26.15 <26.15 262
2. Karbon Monoksida (CO) µg/m3 <1000 <1000 22600
3. Nitrogen Dioksida (NO2) µg/m3 <10 <10 92.5
4. Ozon (03) µg/m3 <0.01 <0.01 200
5. Debu µg/m3 104.32 16.83 260
6. Timah Hitam (Pb) µg/m3 <0.2 <0.2 60
7. Hidrogen Sulfida (HZS) µg/m3 23.54 <0.01 42
8. Ammonia (NH3) µg/m3 <0.01 66.67 1360
9. Hidrokarbon (CH4) µg/m3 49.26 28.14 160
10. Kebisingan dBA 74 85. 6 -
11. Suhu ºC 30 34.6 -
12. Kelembaban % 58 55.1 -
13. Kecepatan Angin m/s - 0.3-0.6 -
14. Arah Angin - Timur Selatan -
C). Udara Ambien di Pertigaan Bayangkara
Hasil sampling laboratorium udara yang dilakukan PT. ENVILAB INDONESIA di
Pertigaan Bayangkara, menunjukkan bahwa semua parameter memenuhi Baku Mutu
Peraturan Gubernur Jatim No. 39 Tahun 2008.
Tabel 4.3 Kualitas Udara Ambien di Pertigaan Bayangkara Tahun 2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling Baku Mutu Peraturan
Gub. Jatim No. 39/2008
1. Sulfur Dioksida (SO2) µg/m3 <26.15 262
2. Karbon Monoksida (CO) µg/m3 <1000 22600
3. Oksida Nitrogen (NO2) µg/m3 <10 92.5
4. Ozon (03) µg/m3 <0.01 200
5. Debu µg/m3 47.11 260
6. Timah Hitam (Pb) µg/m3 <0.2 60
7. Hidrogen Sulfida (HZS) µg/m3 <0.01 42
8. Ammonia (NH3) µg/m3 78.33 1360
9. Hidrokarbon (CH4) µg/m3 24.32 160
10. Kebisingan dBA 83. 4 -
11. Suhu ºC 34.2 -
BAB IV. UDARA
IV-4
No Parameter Satuan Hasil Sampling Baku Mutu Peraturan
Gub. Jatim No. 39/2008
12. Kelembaban % 54.5 -
13. Kecepatan Angin m/s 0.6-0.9 -
14. Arah Angin - Selatan -
d). Udara Ambien di Perempatan JI. Raden Wijaya
Hasil sampling yang telah dilakukan di Perempatan JI. Raden Wijaya oleh PT.
ENVILAB INDONESIA menunjukkan bahwa semua parameter memenuhi Baku Mutu
Peraturan Gubernur Jatim No. 39 Tahun 2008.
Tabel 4.4 Kuali tas Udara Ambien di Perempatan JI. Raden W ijaya Tahun 2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling Baku Mutu Peraturan
Gub. Jatim No. 39/2008
1. Sulfur Dioksida (SO2) µg/m3 <26.15 262
2. Karbon Monoksida (CO) µg/m3 <1000 22600
3. Oksida Nitrogen (NO2) µg/m3 <10 92.5
4. Ozon (03) µg/m3 <0.01 200
5. Debu µg/m3 47.11 260
6. Timah Hitam (Pb) µg/m3 <0.2 60
7. Hidrogen Sulfida (HZS) µg/m3 <0.01 42
8. Ammonia (NH3) µg/m3 58.33 1360
9. Hidrokarbon (CH4) µg/m3 29.16 160
10. Kebisingan dBA 82. 4 -
11. Suhu ºC 34.8 -
12. Kelembaban % 54.9 -
13. Kecepatan Angin m/s 1.0-1.5 -
14. Arah Angin - Selatan -
e). Udara Ambien di Perempatan Depan Swalayan Bentar
Hasil sampling yang telah dilakukan di Perempatan Depan Swalayan Bentar oleh
PT. ENVILAB INDONESIA menunjukkan bahwa semua parameter memenuhi Baku
Mutu Peraturan Gubernur Jatim No. 39 Tahun 2008.
BAB IV. UDARA
IV-5
Tabel 4.5 Kuali tas Udara Ambien di Perempatan Depan Swalayan Bentar Tahun 2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling Baku Mutu Peraturan
Gub. Jatim No. 39/2008
1. Sulfur Dioksida (SO2) µg/m3 <26.15 262
2. Karbon Monoksida (CO) µg/m3 <1000 22600
3. Oksida Nitrogen (NO2) µg/m3 <10 92.5
4. Ozon (03) µg/m3 <0.01 200
5. Debu µg/m3 40.37 260
6. Timah Hitam (Pb) µg/m3 <0.2 60
7. Hidrogen Sulfida (HZS) µg/m3 <0.01 42
8. Ammonia (NH3) µg/m3 55.83 1360
9. Hidrokarbon (CH4) µg/m3 20.23 160
10. Kebisingan dBA 80. 5 -
11. Suhu ºC 34.8 -
12. Kelembaban % 54.8 -
13. Kecepatan Angin m/s 0.7-1.1 -
14. Arah Angin - Selatan -
f). Udara Ambien di TPA Randegan
Tempat pembuangan akhir sampah merupakan salah satu kontributor dalam
penyumbang pencemaran udara yang cukup signifikan. Sampling pengambilan
kualitas udara ambien di TPA Randegan dilakukan oleh PT. ENVILAB INDONESIA
menunjukkan bahwa semua parameter memenuhi Baku Mutu Peraturan Gubernur
Jatim No. 39 Tahun 2008.
Tabel 4.6 Kualitas Udara Ambien di TPA Randegan Tahun 2007 dan 2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling
Tahun 2007 Hasil Sampling
Tahun 2008
Baku Mutu Peraturan Gub. Jatim No.
39/2008
1. Sulfur Dioksida (SO2) µg/m3 <26.15 <26.15 262
2. Karbon Monoksida (CO) µg/m3 <1000 <1000 22600
3. Oksida Nitrogen (NO2) µg/m3 <10 <10 92.5
4. Ozon (03) µg/m3 <0.01 <0.01 200
5. Debu µg/m3 51.15 26.92 260
6. Timah Hitam (Pb) µg/m3 <0.2 <0.2 60
7. Hidrogen Sulfida (HZS) µg/m3 36.45 <0.01 42
8. Ammonia (NH3) µg/m3 13.33 91.67 1360
9. Hidrokarbon (CH4) µg/m3 12.31 25.31 160
BAB IV. UDARA
IV-6
No Parameter Satuan Hasil Sampling
Tahun 2007 Hasil Sampling
Tahun 2008
Baku Mutu Peraturan Gub. Jatim No.
39/2008
10. Kebisingan dBA 60 66. 2 -
11. Suhu ºC 33 33.2 -
12. Kelembaban % 50 60.4 -
13. Kecepatan Angin m/s - 0.1-0.4 -
14. Arah Angin - Timur Selatan -
g). Udara Ambien di Incenerator RS. Gatoel
Keberadaan incenerator pada suatu rumah sakit juga merupakan kontributor
dalam pencemar udara dari sumber tidak bergerak. Menurut hasil sampling yang
dilakukan PT. ENVILAB INDONESIA terhadap RS. Gatoel, bahwa hampir semua
parameter memenuhi Baku Mutu Keputusan Kepala Bapedal No.
03/Bapedal/09/1995, hanya parameter Karbon Monoksida (CO) yang melebihi baku
mutu. Hal tersebut dikarenakan pembakaran yang tidak sempurna dan suhu yang
kurang optimal pada Incenerator. Incenerator di RS. Gatoel memiliki suhu <1000 °C
sedangkan suhu yang optimal >1000 °C.
Tabel 4.7 Kualitas Udara Ambien di Incenerator RS. Gatoel Tahun 2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling Kep.Ka. Bapedal No. 03 /BAPEDAL/09/1995
1. Debu mg/Nm3 11.43 50
2. Hidrogen Florida (HF) mg/Nm3 <0.01 10
3. Hidrogen Klorida (HCl) mg/Nm3 <0.01 70
4. Oksida Nitrogen (NO2) mg/Nm3 9 300
5. Sulfur Dioksida (SOZ) mg/Nm3 <0.01 250
6. Arsenik (As) mg/Nm3 <0.003 1
7. Cadmium (Cd) mg/Nm3 <0.00002 0.2
8. Mercury (Hg) mg/Nm3 <0.0006 0.2
9. Karbon Monoksida (CO) mg/Nm3 473 100
10. Kromium (Cr) mg/Nm3 <0.005 1
11. Timah Hitam (Pb) mg/Nm3 <0.0002 5
12. Thalium (TI) mg/Nm3 <0.0002 0.2
13. Hidrokarbon (CH4) mg/Nm3 20.5 35
14. Karbon Dioksida (CO2) % 1.1 -
15. Opacity % 2.5 10
BAB IV. UDARA
IV-7
h). Udara Ambien di Incenerator RSUD Wahidin Sudiro Husodo
Menurut hasil sampling yang dilakukan PT. ENVILAB INDONESIA terhadap RSUD
Wahidin Sudiro Husodo, bahwa semua parameter memenuhi Baku Mutu
Keputusan Kepala Bapedal No. 03/Bapedal/09/1995.
Tabel 4.8 Kualitas Udara Ambien di Incenerator RSUD Wahidin Sudiro Husodo Tahun 2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling Kep.Ka. Bapedal No. 03 /BAPEDAL/09/1995
1. Debu mg/Nm3 22.86 50
2. Hidrogen Florida (HF) mg/Nm3 <0.01 10
3. Hidrogen Klorida (HCl) mg/Nm3 <0.01 70
4. Oksida Nitrogen (NO2) mg/Nm3 <0.01 300
5. Sulfur Dioksida (SOZ) mg/Nm3 <0.01 250
6. Arsenik (As) mg/Nm3 <0.003 1
7. Cadmium (Cd) mg/Nm3 <0.00002 0.2
8. Mercury (Hg) mg/Nm3 <0.0006 0.2
9. Karbon Monoksida (CO) mg/Nm3 <10 100
10. Kromium (Cr) mg/Nm3 <0.005 1
11. Timah Hitam (Pb) mg/Nm3 <0.0002 5
12. Thalium (TI) mg/Nm3 <0.0002 0.2
13. Hidrokarbon (CH4) mg/Nm3 18.6 35
14. Karbon Dioksida (CO2) % 0.2 -
15. Opacity % 5.5 10
i). Udara Ambien di Incenerator RS. EMMA
Menurut hasil sampling yang dilakukan PT. ENVILAB INDONESIA terhadap RSUD
Wahidin Sudiro Husodo, bahwa hampir semua parameter memenuhi Baku Mutu
Keputusan Kepala Bapedal No. 03/Bapedal/09/1995, hanya parameter Karbon
Monoksida (CO) yang melebihi baku mutu. Hal tersebut dikarenakan pembakaran yang
tidak sempurna dan suhu yang kurang optimal pada Incenerator. Incenerator di RS.
EMMA memiliki suhu <1000 °C sedangkan suhu yang optimal >1000 °C.
BAB IV. UDARA
IV-8
Tabel 4.9 Kualitas Udara Ambien di Incenerator RS. EMMA Tahun 2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling Kep.Ka. Bapedal No. 03 /BAPEDAL/09/1995
1. Debu mg/Nm3 20.00 50
2. Hidrogen Florida (HF) mg/Nm3 <0.01 10
3. Hidrogen Klorida (HCl) mg/Nm3 <0.01 70
4. Oksida Nitrogen (NO2) mg/Nm3 4 300
5. Sulfur Dioksida (SOZ) mg/Nm3 <0.01 250
6. Arsenik (As) mg/Nm3 <0.003 1
7. Cadmium (Cd) mg/Nm3 <0.00002 0.2
8. Mercury (Hg) mg/Nm3 <0.0006 0.2
9. Karbon Monoksida (CO) mg/Nm3 309 100
10. Kromium (Cr) mg/Nm3 <0.005 1
11. Timah Hitam (Pb) mg/Nm3 <0.0002 5
12. Thalium (TI) mg/Nm3 <0.0002 0.2
13. Hidrokarbon (CH4) mg/Nm3 22.4 35
14. Karbon Dioksida (CO2) % 3.2 -
15. Opacity % 8.0 10
j). Udara Ambien di Incenerator Dinas Kesehatan Mojokerto
Menurut hasil sampling yang dilakukan PT. ENVILAB INDONESIA terhadap RSUD
Wahidin Sudiro Husodo, bahwa semua parameter memenuhi Baku Mutu
Keputusan Kepala Bapedal No. 03/Bapedal/09/1995.
Tabel 4.10 Kualitas Udara Ambien di Incenerator Dinas Kesehatan Mojokerto Tahun
2008
No Parameter Satuan Hasil Sampling Kep.Ka. Bapedal No. 03 /BAPEDAL/09/1995
1. Debu mg/Nm3 11.43 50
2. Hidrogen Florida (HF) mg/Nm3 <0.01 10
3. Hidrogen Klorida (HCl) mg/Nm3 <0.01 70
4. Oksida Nitrogen (NO2) mg/Nm3 <0.01 300
5. Sulfur Dioksida (SOZ) mg/Nm3 <0.01 250
6. Arsenik (As) mg/Nm3 <0.003 1
7. Cadmium (Cd) mg/Nm3 <0.00002 0.2
8. Mercury (Hg) mg/Nm3 <0.0006 0.2
9. Karbon Monoksida (CO) mg/Nm3 <10 100
10. Kromium (Cr) mg/Nm3 <0.005 1
BAB IV. UDARA
IV-9
No Parameter Satuan Hasil Sampling Kep.Ka. Bapedal No.
03 /BAPEDAL/09/1995
11. Timah Hitam (Pb) mg/Nm3 <0.0002 5
12. Thalium (TI) mg/Nm3 <0.0002 0.2
13. Hidrokarbon (CH4) mg/Nm3 18.5 35
14. Karbon Dioksida (CO2) % 0.2 -
15. Opacity % 3.0 10
4.1.2 Atmosfer
Semua bentuk kegiatan makhluk hidup akan menghasilkan gas dan
partikulat yang terlepas ke atmosfer. Di dalam atmosfer kemudian terjadi proses
yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian terhadap manusia dan
lingkungan hidup. Beberapa gangguan dalam atmosfer yang ditimbulkan oleh
kegiatan manusia adalah penipisan lapisan Ozon Stratosferik, terjadinya
pemanasan global dan perubahan iklim serta terjadinya deposisi asam.
4.1.2.1 Emisi dan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK)
Gangguan terhadap atmosfer dapat dibedakan atas gangguan dalam
bentuk pemanasan global/perubahan iklim, gangguan pada lapisan ozon
stratosferik serta gangguan dalam bentuk deposisi asam. Emisi Gas Rumah Kaca
(GRK) mengganggu keseimbangan atmosfer sehingga menimbulkan
pemanasan global dan perubahan iklim. Emisi GRK yang penting adalah Karbon
dioksida (C02), Metana (CH4), Nitrooksida (N20), berbagai gas Hidrofluorokarbon
(HFCs), gas Perfluorokarbon (PFCs) dan gas Sulfur Heksa Klorida (SF6) yang
berasal dan kegiatan yang menggunakan bahan bakar. Setiap Gas Rumah
Kaca berbeda-beda kontribusinya pada pemanasan global. IPCC
(Intergovernmental Panel on Climate Change) menetapkan CH4 memiliki potensi
pemanasan global sebesar 21 artinya untuk tiap 1 ton CH4 memberikan dampak
pada pemanasan global yang setara dengan dampak yang disebabkan oleh 21 ton C02.
Kecenderungan penurunan ozon stratosfer kemungkinan dapat
disebabkan kenaikan bahan perusak ozon yang dapat mencapai stratosfer,
sehingga terjadi reaksi perusakan ozon secara berantai. Hasil pemantauan
menunjukkan terjadi kenaikan ozon stratosfer pada Tahun 1982-1983, 1986-
1987, 1987-1988, 1990-1991, ketika itu bilangan sunspot masih kecil. Kenaikan
ozon stratosfer diperkirakan karena peristiwa ENSO (El Nino Southern
Oscillation). Pada saat terjadi ENSO kondisi atmosfer kering sehingga perusakan
oleh uap air berkurang. Uap air yang dapat mencapai stratosfer merupakan
sumber senyawa OH (Hidrogen Oksida) yang dapat merusak ozon.
BAB IV. UDARA
IV-10
4.1.2.2 Variabilitas iklim
Perubahan iklim terjadi akibat pemanasan global yang dipicu oleh emisi
gas rumah kaca ke atmosfer. Perubahan iklim di Indonesia memang belum
dipantau secara khusus. Data pengamatan temperatur permukaan dan kondisi
curah hujan yang dipantau BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) dan Lapan
dalam jangka waktu yang panjang dapat digunakan sebagai indikator.
4.1.2.3 Deposisi asam
Gas-gas polutan dan partikel-partikel akan tinggal beberapa waktu di
udara dan kemudian musnah terdeposisi, baik dalam bentuk deposisi kering
maupun deposisi basah. Selama polutan berada di udara akan menyebabkan
kualitas udara ambien menurun, yang berakibat langsung pada kesehatan
manusia. Polutan seperti oksida sulfur (SOx) dan oksida Nitrogen (NOx) melalui
reaksi oksidasi akan berubah menjadi S03 dan N0 3, selanjutnya berubah
menjadi senyawa sulfat dan senyawa nitrat. Senyawa-senyawa tersebut akan
berpindah dari atmosfer ke permukaan bumi melalui presipitasi dan deposisi
langsung, sehingga dikenal sebagai deposisi basah dan deposisi kering.
4.2. Tekanan
4.2.1. Pembakaran Bergerak 4.2.1.1. Jumlah Kendaraan Bermotor dan Bahan Bakarnya
Pertumbuhan industri dan perkembangan motorisasi yang cepat, juga
terkonsentrasinya kegiatan penduduk pada area tertentu telah menyebabkan
masalah pencemaran udara. Telah cukup banyak penelitian dan kajian maupun
sampling pencemaran udara yang telah dilakukan di Kota Mojokerto. Pada
umumnya studi yang dilaksanakan di wilayah Kota Mojokerto hanya pada titik
sampling yang terbatas, waktu sampling pendek dan tentu tidak
merepresentasikan kondisi kualitas Kota Mojokerto yang sebenarnya atau
mengadopsi data sekunder dari luar yang belum tentu sesuai dengan kondisi
kualitas udara Kota Mojokerto yang sebenarnya.
Sumber pencemar udara bergerak yang terbesar adalah alat
transportasi darat. Tingginya tingkat pencemaran di Kota Mojokerto dapat dilihat
dari volume kepadatan lalu lintas di tiap ruas jalan di Kota Mojokerto. Semakin
tinggi volume kepadatan lalu lintas maka makin tinggi pula emisi gas buang
yang dikeluarkan dan menyebabkan tingginya pencemaran udara. Distribusi
Volume Lalu Lintas per Jenis Kendaraan (kendaraan/jam) di tiap ruas jalan dapat
dilihat pada tabel 4.11.
BAB IV. UDARA
IV-11
Gambar 4.1. Pencemar Udara Sumber Bergerak di Kota Mojokerto
Dengan diketahuinya tingkat pencemaran udara, maka pemerintah
akan dapat menentukan arah kebijakan pembangunan yang berkaitan
pengelolaan kualitas udara dan mengambil tindakan dengan tepat. Pemantauan
kualitas udara merupakan hal penting, karena dapat mencegah terjadinya
dampak turunnya kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan.
Tabel 4.11 Volume Lalu Lintas per Jenis Kendaraan Tahun 2008
No. Nama Ruas Jalan
Volume Lalu Lintas per Jenis Kendaraan (kendaraan/jam)
Sepeda Motor
Mobil Bensin
Mobil Diesel
Truk/Bus Bensin
Truk/Bus Diesel
Truk Bus
1 Gajah Mada 3447 341 129 0 77 44 11
2 Pahlawan 3502 423 151 0 88 55 14
3 Raden Wijaya 768 67 36 0 2 19 3
4 Bhayangkara 861 89 40 0 1 23 5
5 Ahmad Yani 347 53 21 0 1 11 5
6 Mojopahit Utara 1759 107 49 0 1 16 5
7 Mojopahit Selatan 787 96 37 0 2 22 7
8 Pemuda 333 52 20 0 1 11 2
9 Brawijaya 1912 156 64 0 30 20 5
10 Empunala 1584 179 73 0 24 23 6
Selama ini kualitas udara yang dipantau hanya udara ambien atau
BAB IV. UDARA
IV-12
sumber emisi. Masih sangat sedikit penelitian yang mengukur pencemar udara
yang terhirup langsung oleh manusia. Pengukuran besarnya resiko kesehatan
akibat pencemaran udara ini pada hakikatnya dapat memberikan gambaran
tingkat pencemaran udara menurut aktivitas yang dilakukan. Hasil penelitian
menunjukkan tingginya konsentrasi pencemar udara yang terhirup manusia,
mengingat aktivitasnya hampir setiap hari sering berada di jalan raya, misalnya
untuk pergi pulang ke kantor, sekolah, belanja atau keperluan lainnya. Rata-
rata waktu di jalan raya bagi pengguna jalan adalah 3 jam hingga 4 jam, bagi
polisi lalu lintas sekitar enam jam. Disaat lalu lintas semakin padat dan macet,
konsentrasi Partiku/at Matter dan CO semakin tinggi, ketika berada di
rumah/sekolah/kantor konsentrasi pencemar udara yang terhirup relatif rendah.
Emisi gas buang memberikan kontribusi pencemaran udara yang
paling besar dibandingkan dengan sumber-sumber pencemar lainnya seperti
industri. Semua unsur gas-gas pencemar tersebut memiliki dampak negatif bagi
lingkungan dan kesehatan manusia. Partikel Timbal saja, bila terhirup masuk
dalam saluran pernafasan dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan,
seperti bronkitis dan asma. Bila masuk ke dalam pembuluh darah, timbal dapat
menyebabkan penyakit hipertensi dan jantung koroner, ketika terakumulasi di otak
partikel timah hitam akan mengakibatkan penurunan kecerdasan.
Partikel Timah Hitam atau Plumbum (Pb) ini bukan murni dari hasil pembakaran
minyak, tapi merupakan bahan yang dicampurkan ke dalam bensin. Penambahan
unsur alkali timbal atau Tetra Ethyl Lead (TEL) itu diperlukan untuk menaikkan
angka oktan atau meningkatkan kecepatan pembakaran bensin hingga dapat
lebih memacu daya kerja mesin. Unsur tersebut selama ini dipilih karena
tergolong paling mudah dan murah dalam menaikkan oktan. Untuk
menggantikan timbal, Pertamina nantinya akan memproduksi High Octane
Mogas Component (HOMC). Dengan demikian gas buang kendaraan bermotor yang
menggunakan bensin akan bebas dari partikel timbal.
4.2.1.2. Jumlah SPBU dan Penjualan Bahan Bakar
Tingkat pencemaran udara dapat dipantau dari jumlah SPBU yang dimiliki
oleh suatu wilayah dan jumlah penjualan bahan bakar tiap tahunnya. Kota
Mojokerto memiliki 4 SPBU yaitu: Jl. Empu Nala, Jl. Gajah Mada, Jl. By Pass
Mojokerto, Jl. Bayangkara yang mampu menyuplai kebutuhan bahan bakar
kendaraan bermotor warga Kota Mojokerto, namun hingga saat ini masih belum
dilakukan rekapitulasi jumlah penjualan bahan bakar di tiap SPBU.
4.2.2. Pembakaran Tak Bergerak
BAB IV. UDARA
IV-13
4.2.2.1. Jenis dan Jumlah Industri, Kapasitas Produksi dan Satuannya
Sektor Industri kini menjadi sektor yang mendominasi perekonomian di
Indonesia, tidak terkecuali di Kota Mojokerto. Bahkan sektor inipun telah banyak
menyerap tenaga kerja. Industri di Kota Mojokerto terbagi menjadi Industri
Besar/Sedang, Industri Kecil Formal, dan Industri Kecil Non Formal. Pada tahun
2008, jumlah industri besar/sedang sebanyak 46 unit, industri kecil formal sebanyak
661 unit, dan industri kecil non formal sejumlah 1.416 unit.
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Mojokerto
telah melakukan pendataan kapasitas produksi masing-masing jenis industri di Kota
Mojokerto, namun belum dapat diperoleh gambaran kapasitas produksi total untuk
setiap kelompok industri sejenis.
Jumlah tenaga kerja yang terserap di industri selama tahun 2006 sebanyak
65.722 orang, tahun 2007 jumlah tenaga kerja tetap yaitu sebesar 66.463 orang,
sedangkan tahun 2008 jumlah tenaga kerja di sektor industri mengalami peningkatan
menjadi 67.058 orang. Sedangkan nilai produksi tahun 2008 sebesar 225.067,339 juta
rupiah dan nilai investasi yang terserap dari kegiatan tersebut adalah sebesar
1.142.472,184 juta rupiah. Penyerapan investasi ini harus menjadi perhatian pihak
birokrat, mengingat masuknya investor asing ke Kota Mojokerto menjadi harapan
pemerintah untuk dapat menggenjot pemasukan PAD.
Industri kecil formal yang berjumlah 661 unit ternyata mampu menyerap
tenaga kerja sebanyak 5.643 orang. Sedangkan nilai produksinya sebesar
130.194,31 juta rupiah. Sementara itu jumlah tenaga kerja yang terserap di industri
kecil non formal selama tahun 2008 sebesar 14.324 orang, nilai produksi industri
kecil non formal sebesar 32.739,79 juta rupiah.
Tabel 4.12 Perkembangan Industri Menurut Kelompok Industri Kota Mojokerto Tahun 2008
Kelompok Industri
Jumlah
Unit Usaha Tenaga Kerja Nilai Produksi
(Juta Rp) Investasi (Juta Rp)
Industri Besar
1. Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan (IKAH)
2. Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka (ILMEA)
28
18
2.919
44.172
56.675
5.458,24
10.245
1.108.962
Industri Kecil
1. Formal 2. Non Formal
661 1.416
5.643 14.324
130.194,31 32.739,79
21.310,15 1.955,04
Jumlah 2008 2007 2006
2.123 2.004 1.892
67.058 66.463 65.722
225.067,339 216.177,793 180.938,573
1.142.472,184 1.136.035,982 1.132.740,720
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Mojokerto
4.2.2.2. Jumlah Penggunaan Energi Bagi Rumah Tangga
BAB IV. UDARA
IV-14
Sebagian besar kebutuhan listrik di Indonesia dipenuhi oleh PT.
Perusahaan Listrik Negara (Persero). Sementara sebagian lagi masih disuplai oleh
perusahaan-perusahaan non PLN. Sampai dengan tahun 2008, semua wilayah yang
ada di Kota Mojokerto sudah tersentuh oleh jaringan PLN. Secara operasional
produksi listrik PLN yang dikonsumsi oleh penduduk Kota Mojokerto berasal dari
Pembangkit Jawa Bali II, dimana kantor pembangkitnya berlokasi di Surabaya.
Jumlah pelanggan tahun 2007 sebanyak 29.346 pelanggan atau mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2008 sebanyak 28.071 pelanggan. Dilihat
dari daya terpasangnya, tahun 2007 sebesar 23.400 KVA dan tahun 2008 sebesar
22.546,6 KVA, hal ini berarti telah terjadi penurunan kapasitas. Penurunan jumlah
pelanggan dan daya terpasang diakibatkan oleh faktor kenaikan tarif listrik dan
adanya program hemat energi yang telah ditetapkan pemerintah.
Tabel 4.13 Banyaknya Pelanggan, Daya Terpasang dan Listrik Terjual Menurut
Golongan Tarip Rumah Tangga Kota Mojokerto Tahun 2008
Golongan Tarip
Pelanggan Daya Terpasang
(KVA) Terjual (KWH)
Nilai (000 Rp)
Rumah Tangga
R1 27.847 21.489,70 38.771.437 21.562.447,00
R2 207 866,20 1.382.659 1.098.484,00
R3 17 190,70 284.020 305.623,00
Total 28.071 22.546,6 40.438.116 22.966.554 Sumber: P.T. PLN (Persero) Cabang Mojokerto
4.3. Respon
Kebijakan Lingkungan Hidup Kota Mojokerto
1. Sumber bergerak
Langit Biru adalah salah satu Program Kementrian Lingkungan Hidup yang
bertujuan untuk mewujudkan udara bersih yang memenuhi standart kesehatan.
Dalam program ini KLH mengembangkan sistem penataan pengendalian pencemaran
udara, khususnya dan emisi sumber bergerak. Salah satu upayanya adalah
menghapuskan senyawa timbal dalam bensin yang telah dimulai sejak Tahun 1996.
Pada Tanggal 29 Mei 2005 yang lalu, KLH bersama para pemangku kepentingan
mencanangkan "Tahun Indonesia Bebas Timbal" atau ”The Year Free Leaded
Gasoline 2005". Pencanangan ini dimaksudkan untuk merealisasikan program
penghapusan bensin bertimbal di seluruh Indonesia yang selama ini tertunda.
Salah satu komponen penting dalam Program Langit Biru adalah partisipasi
dalam pengendalian emisi kendaraan bermotor. Masyarakat diharapkan melakukan
pemeriksaan dan perawatan kendaraan bermotornya secara rutin untuk masyarakat
memastikan emisinya memenuhi baku mutu. Sebagai instrument penunjang Program
Langit Biru, Menteri Lingkungan Hidup telah menetapkan Ambang Batas Emisi Gas
Buang Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi (Current Production) melalui
keputusan Nomor 141 Tahun 2003. Ambang Batas ini mengacu pada standart emisi
BAB IV. UDARA
IV-15
kendaraan EURO - II yang mensyaratkan tiadanya kandungan timbal dan sulfur di
bawah 500 ppm pada bensin dan verifikasi emisi baku pada kendaraan tipe baru.
Untuk mendukung program-program tersebut diatas langkah kebijakan yang
diambil oleh Pemerintah Kota Mojokerto dalam pengelolaan kualitas udara dari
sumber bergerak, baik untuk pengelolaan kualitas udara emisi maupun pengelolaan
kualitas udara ambien, diantaranya adalah
a. Pengendalian sumber pencemar langsung dari sumbernya
b. Pelaksanaan uji emisi kendaraan bermotor
c. Penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan
d. Pengembangan teknologi
e. Pemberdayaan masyarakat
f. Pengembangan manajemen transportasi
g. Pengembangan perangkat peraturan
h. Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau (RTH), keteduhan dan keasrian kota
i. Peningkatan RTH melalui gerakan penanaman atau penghijauan kota secara
partisipatif
j. Menetapkan indeks dan baku mutu lingkungan
k. Melaksanakan upaya pencegahan, pengendalian dan pemulihan pencemaran
lingkungan secara profesional dan terpadu dengan didukung informasi yang
valid dan reliabel kepada masyarakat
l. Mengembangkan dan memanfaatkan ruang terbuka hijau secara konsisten dan
efektif sesuai dengan fungsinya serta dinamika kehidupan masyarakat
m. Meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat akan pentingnya ruang
terbuka hijau bagi keseimbangan ekosistem
n. Meningkatkan pengelolaan dan pemeliharaan taman-taman kota secara tepat
dan baik
o. Mempertimbangkan faktor lingkungan dalam pengembangan teknologi industri
dan transportasi
p. Terwujudnya penyempurnaan penataan dan pengembangan Ruang Terbuka
Hijau sebagai upaya untuk meningkatkan penghijauan kota
q. Terkendalinya dampak lingkungan akibat pencemaran lingkungan dan
pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya
alam yang berlebihan serta memberi dukungan terhadap kegiatan transportasi
yang ramah lingkungan
BAB IV. UDARA
IV-16
Gambar 4. 2. Kegiatan Sampling Udara Ambien
2. Sumber tidak bergerak
Dalam rangka untuk mengendalikan pencemaran udara dari sumber tidak bergerak
yang dominan dan berpotensi menimbulkan pencemaran udara seperti dari industri skala
besar/menengah dan kecil di Kota Mojokerto dilakukan beberapa upaya kebijakan,
diantaranya adalah
a. Pentaatan peraturan perundang-undangan, dimana industri yang mengeluarkan emisi
gas buang ke udara harus memenuhi Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Kep-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak, seperti
industri yang mempunyai potensi besar dalam pencemaran udara, industri dengan
kapasitas produksi yang besar dan industri yang berlokasi di daerah yang sensitif,
seperti dekat daerah permukiman, sekolah, fasilitas umum, dan lain-lainl.
b. Peningkatan peran serta industri untuk mentaati baku mutu emisi
c. Relokasi industri (industri pencemar udara) ke kawasan industri atau zone industri
d. Pengembangan baku mutu industri lainnya
e. Pemenuhan aspek-aspek pendukung (baku mutu emisi beberapa jenis
industri, pemantauan, penyusunan dan penetapan pedoman-pedoman teknis
dan peran serta masyarakat)
f. Program PROPER yang telah dilaksanakan sangat mendukung dalam
rangka pengendalian pencemaran udara untuk itu dalam pelaksanaannya perlu ada
pengawasan terhadap keberlanjutan pelaksanaan program.
BAB IV. UDARA
IV-17
g. Pengelolaan sampah dengan sistem ramah lingkungan, seperti dengan
pemilahan jenis sampah, Incenerator, komposting dan lain-lain, serta Perda
mengenai sampah
h. Peningkatan pengawasan dampak lingkungan
3. Kebijakan Perlindungan Atmosfer
a. Kebijakan Perubahan Iklim
Sebagai wujud nyata komitmen Indonesia berkaitan dengan isu
perubahan iklim, Tahun 1994 Indonesia meratifikasi UNFCCC (United Nations
Framework Convention on Climate Change). Indonesia telah merencanakan
meratifikasi Protokol Kyoto awal Tahun 2004 yang lalu. Keuntungan yang bisa
dimanfaatkan Indonesia jika meratifikasi Protokol Kyoto adalah mendapatkan
manfaat dari proyek Clean Development Mechanism (CDM).
CDM adalah salah satu mekanisme kerja sama penurunan emisi yang
tercantum dalam Protokol Kyoto dan CDM merupakan satu-satunya
mekanisme kerja sama penurunan emisi gas rumah kaca yang dapat dilakukan
antara negara maju (Annex l) dan negara berkembang (non Annex 1). Tujuan
utama CDM adalah membantu negara maju (industri) untuk memenuhi sebagian
kewajibannya menurunkan Greenhouse Gases (GHGs) atau Gas Rumah Kaca
(GRK) sebesar ± 5,2% di bawah tingkat emisinya pads tahun 1990 dan untuk
membantu negara berkembang melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Proyek CDM yang dilakukan di Indonesia harus sejalan dan
mendukung strategi pembangunan berkelanjutan untuk kepentingan masyarakat
setempat. Proyek CDM harus konsisten dengan Konvensi Keanekaragaman
Hayati dan konvensi PBB lainnya yang mencakup masalah lingkungan,
pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia, serta perjanjian Organisasi Buruh
Internasional (ILO).
Untuk menunjang pelaksanaan proyek CDM di waktu mendatang,
KLH RI telah selesai membuat Studi Strategi Nasional (National Strategi Study -
NSS), baik dari sektor energi maupun kehutanan. Studi ini menghasilkan suatu
analisis yang bersifat komprehensif tentang strategi dan pilihan yang paling
optimal dalam pelaksanaan penurunan emisi GRK dari kedua sektor tersebut di
atas. Hasil analisis dari NSS tersebut dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi instansi terkait dalam menyusun strategi dan kebijakan untuk mengambil
keputusan yang paling optimal dan bersifat menguntungkan bagi semua pihak
sebagai dampak positif dari proyek CDM.
Pemerintah saat ini perlu menyusun modalitiesnya seperti kelembagaan
yang siap dengan kewenangannya, petunjuk aturan pelaksanaan, hukum-hukum
yang melandasinya, peraturan-peraturan, penyediaan data dasar (baseline data)
baik sektor energi maupun kehutanan, serta kebijakan nasional pemerintah
BAB IV. UDARA
IV-18
Indonesia dalam pemberlakuan proyek CDM namun terutama berkaitan dengan
masih adanya peraturan yang tumpang tindih, kewenangan antara pemerintah
pusat dan daerah serta antarsektor terkait hal ini dapat menghambat pelaksanaan
proyek CDM tersebut. Selain itu untuk pelaksanaan CDM perlu adanya kriteria dan
indikator yang ditentukan oleh Indonesia sesuai dengan kepentingan untuk
pencapaian pembangunan berkelanjutan.
Indonesia telah membentuk Komisi Nasional Perubahan Iklim. Komnas
tersebut merupakan revitalisasi dari Komite Nasional Iklim dan Lingkungan yang
telah dibentuk pada tahun 1992. Komnas ini bertugas membantu dan
bertanggung jawab kepada presiden dalam mempersiapkan dan menyusun
strategi dan kebijakan nasional mengenai perubahan iklim.
b. Kebijakan Terhadap Deposisi Asam
Walaupun telah terjadi indikasi hujan asam pada beberapa lokasi
pemantauan penanganan masalah deposisi asam di Indonesia, saat ini belum
menjadi prioritas. Kegiatan yang dilakukan adalah pemantauan, tukar menukar
informasi dalam jaringan pemantauan di tingkat nasional dan regional, dan
melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat. Pemantauan dilakukan
dengan peralatan yang ada dan masih belum memenuhi standar untuk pemantauan
deposisi asam.
Untuk melakukan pemantauan yang efisien dan efektif pemerintah
membentuk jaringan pemantauan deposisi asam, yang anggotanya terdiri
lembaga Kantor Kementrian lingkungan Hidup dan instansi/lembaga penelitian
yang berkaitan dengan lingkungan hidup lainnya.
Deposisi asam yang diakibatkan oleh emisi industri maupun transportasi,
merupakan ancaman bagi keanekaragaman hayati, keindahan bangunan,
kerusakan ekosistem tanaman pangan, tanah, sungai serta danau. Untuk
mengatasi persoalan yang terjadi maka perlu dibentuk suatu kerjasama yang
baik di antara instansi pemerintah, serta peran serta masyarakat dalam mencegah
makin memburuknya kualitas lingkungan.
c. Kebijakan Perlindungan Lapisan Ozon di Indonesia
Pada tahun 1992 Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan untuk
berpartisipasi dalam program perlindungan lapisan ozon dengan meratifikasi
Konvensi Wina, Protokol Montreal dan Amandemen London melalui Keppres
No. 23 Tahun 1992. Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi dan
protokol perlindungan lapisan ozon, Indonesia mempunyai kewajiban
mengembangkan program perlindungan lapisan ozon di tingkat nasional serta
melaksanakan upaya penghapusan BPO (Bahan Perusak Ozon) secara bertahap
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pelaksanaan Kepres No. 23 Tahun 1992 kemudian ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya beberapa keputusan departemen teknis terkait seperti Menteri
BAB IV. UDARA
IV-19
Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Pertanian. Sejalan dengan
perkembangan yang terjadi di tingkat Internasional, dengan dikeluarkannya
Amandemen Kopenhagen pada tahun 1992 mengenai pengaturan Methyl
Bromida, Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan Keputusan Presiden No. 92
Tahun 1998 untuk meratifikasi amandemen tersebut.
Program Perlindungan Lapisan Ozon di Indonesia dilaksanakan
berdasarkan strategi umum sebagai berikut:
Peningkatan kesadaran seluruh pihak terkait mengenai bahan perusak ozon
Peningkatan kemampuan institusi balk pusat maupun daerah tentang
pemahaman bahan-bahan perusak ozon, serta peningkatan kapasitas SDM
Transfer teknologi dan penguasaan teknologi baru yang terkait dengan
penggantian bahan-bahan perusak ozon
Pengembangan sistem insentif bagi perusahaan yang dengan sukarela
melakukan penggantian bahan - bahan yang merusak lapisan ozon, serta
disinsentif bagi industri yang masih menggunakan BPO pada proses
produksinya.
Penghapusan BPO di Indonesia dilaksanakan secara bertahap dengan
mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan serta menjaga agar
tahapan penghapusan BPO tidak memberikan implikasi negatif terhadap
pengembangan industri nasional. Pelaksanaan program tersebut mendapat
dukungan hibah Multi Lateral Fund (MLF) Protokol Montreal karena Indonesia
dikategorikan sebagai negara Artikel 5 dengan tingkat konsumsi BPO lebih
kecil dan 0.3 kg/perkapita/tahun yang layak untuk memperoleh bantuan.
BAB V. LAHAN DAN HUTAN
V - 20
BAB V LAHAN DAN HUTAN
5.1. Status Lahan dan Hutan Kota
Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan terjadi sebagai akibat dari laju
urbanisasi dan industrialisasi. Dimana pada gilirannya akan mengakibatkan pertumbuhan kota
yang akan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang bagi kegiatan penduduk. Persediaan
lahan yang semakin terbatas menyebabkan kenaikan harga lahan tidak terhidarkan lagi dan
lahan telah menjadi suatu komoditi yang nilainya ditentukan oleh kekuatan pasar.
Kota sebagai perwujudan geografis akan selalu mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Dalam perkembangan suatu kota akan dipengaruhi oleh banyak faktor, yang antara lain
faktor penduduk (demografis) dan aspek-aspek lainnya. Kebutuhan akan ruang di daerah
perkotaan tidak akan lepas dari suatu sistem utama sebagai pembentuk keruangan kota.
Kota Mojokerto merupakan kota kecil dengan luas wilayah ± 16 46,7 Ha yang hanya
terdiri dari 2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan Prajurit Kulon seluas 776,3 Ha dan
Kecamatan Magersari seluas 870,4 Ha, dimana Kecamatan Prajurit Kulon terdiri dari 8
Kelurahan, 33 Dusun, 70 Rukun Warga dan 280 Rukun Tetangga sedangkan Kecamatan
Magersari terdiri dari 10 Kelurahan, 37 Dusun, 106 Rukun Warga dan 375 Rukun Tetangga.
Pemanfataan lahan di Kota Mojokerto dibagi beberapa penggunaan lahan, diantaranya
adalah sawah, tegalan atau tanah kering, bangunan dan lainnya disajikan pada Tabel 5 .1.
Tabel 5.1. Luas wilayah menurut penggunaan lahan per Kecamatan/Kelurahan 2007-2008.
Kecamatan/
Kelurahan
Tanah Sawah (ha)
Tanah Kering (ha)
Bangunan (ha)
Lainnya (ha)
Jumlah (ha)
2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008 Prajurit Kulon Surodinawan Kranggan Miji Prajurit Kulon Blooto Mentikan Kauman Pulorejo Magersari Meri Gunung Gedangan Kedundung Balongsari Jagalan Sentanan Purwotengah Gedongan Magersari Wates
250,95 42,00
5,00 0,00
40,00 97,95
0,00 0,00
66,00
382,87 103,78
97,79 116,00
55,30 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10,00
250,95 42,00
5,00 0,00
40,00 97,95
0,00 0,00
66,00
382,87 103,78
97,79 116,00
55,30 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10,00
156,07 58,89
0,00 0,00
12,65 41,18
0,00 0,00
43,35
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
156,07 58,89
0,00 0,00
12,65 41,18
0,00 0,00
43,35
0,20 0,00 0,00 0,15 0,05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
328,42 37,05 79,78 35,85 46,06 57,75 16,04 16,42 39,49
444,96
56,74 68,49 96,68 27,06 12,28 12,57 13,37 12,22 30,28
115,37
329,32 37,05 79,78 35,83 46,96 57,75 16,04 16,42 39,49
444,91
56,74 68,49 96,68 27,01 12,28 12,57 13,27 12,22 30,28
115,37
39,38 4,72 8,98 3,77 3,30 3,29 2,86 2,21
10,25
42,49 4,32 3,98
16,09 0,55 4,27 1,28 0,20 2,46 4,61 6,73
39,28 4,69 8,98 3,77 3,27 3,29 2,86 2,21
10,21
42,49 4,32 3,98
15,94 0,50 4,27 1,28 0,20 2,46 2,61 6,73
774,82 142,66
93,76 39,60
102,01 200,17
18,90 18,63
159,09
870,32 164,84 170,26 228,77
82,91 16,55 13,85 13,47 14,68 32,89
132,10
775,62 142,63
93,76 39,60
102,88 200,17
18,90 18,63
159,05
870,27 164,84 170,26 228,77
82,86 16,55 13,85 13,47 14,68 32,89
132,10
Total 633,82 633,82 156,07 156,27 773,38 774,23 81,87 81,57 1.645,14 1.645,89
Sumber : Kota Mojokerto Dalam Angka, 2009
BAB V. LAHAN DAN HUTAN
V - 21
Berdasarkan data pada Tabel 5.1. terdapat penambahan luas wilayah yang digunakan
sebagai lahan terbangun yaitu seluas 0,85 ha dengan penambahan yang nyata pada Kelurahan
Prajurit Kulon. Hal ini sesuai dengan perencanaan kota dalam dokumen Rencana Teknik Ruang
Kota Mojokerto tahun 2002-2012 dimana lahan tersebut direncanakan untuk fungsi perumahan,
perdagangan, industri kecil skala rumah tangga, fasilitas pendidikan dan fasilitas umum.
Kelurahan yang paling luas di Kota Mojokerto adalah Kedundung (228,77 Ha) dan yang paling
kecil adalah Purwotengah (13,47 Ha). Lahan pertanian sawah yang paling luas di Kelurahan
Kedundung (116 Ha). Berdasarkan data BPS dalam Laporan Eksekutif Potensi Desa Kota
Mojokerto tahun 2008 dinyatakan bahwa dibanding tahun 2003 luas lahan sawah di Kota
Mojokerto saat ini menyusut sekitar 158,1 Ha atau berkurang 31,62 Ha tiap tahun, yang
diakibatkan oleh konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan industri. Data mengenai
luasan lahan terutama masih digunakan untuk tujuan memberikan informasi tingkat kerawanan
pangan dan penggunaan lahan untuk kesejahteraan rakyat, data mengenai luasan lahan kritis
belum tersedia.
Gambar 5.1. Hutan Kota & Taman Bermain Kota Mojokerto
BAB V. LAHAN DAN HUTAN
V - 22
Pemerintah Kota Mojokerto telah mengupayakan adanya Hutan Kota sebagai
pengembangan kawasan hijau kota yang dikelola oleh Dinas Pertanian Kota Mojokerto. Selain
berfungsi sebagai pengembangan kawasan hijau area ini juga difungsikan sebagai arena
bermain anak-anak. Namun data mengenai luasan lahan berhutan belum tersedia.
5.2 Tekanan
Peran strategis Kota Mojokerto sebagai penyangga pertumbuhan Industri Kota
Surabaya menarik minat para migran untuk bertempat tinggal di Kota Mojokerto. Posisi Kota
Mojokerto yang tidak terlalu jauh dari Kota Surabaya memungkinkan para pekerja ulang-alik.
Sehingga kota Mojokerto berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan perumahan.
Sesuai dengan perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Mojokerto dalam
dokumen Rencana Teknik Ruang Kota Mojokerto tahun 2002-2012, wilayah yang akan
dikembangkan meliputi 3 wilayah kelurahan, yaitu wilayah Kelurahan Surodinawan, sebagian
wilayah Kelurahan Blooto, dan sebagian wilayah Kelurahan Prajurit Kulon. Ketiga wilayah ini
akan dikembangkan sebagai kawasan pengembangan perumahan, fasilitas umum, perkantoran
dan ruang terbuka hijau. Bila ditilik dari kondisi kawasan hijaunya, masih menunjukkan adanya
ketidakselarasan dengan kondisi lainnya. Pada kawasan pengembangan ini ada hal yang perlu
diperhatikan karena adanya area yang memiliki kawasan sempadan sungai dan rel kereta api.
Dalam dokumen Rencana Teknik Ruang Kota Mojokerto BWK B Unit Lingkungan B3,
area sepanjang DAS kali Brangkal telah dipenuhi dengan fungsi peruntukan perumahan.
Dengan demikian maka fungsi ruang terbuka hijau terganggu dengan aktivitas permukiman.
5.3 Respon
Upaya untuk mewujudkan kawasan hijau, Pemerintah Kota Mojokerto melakukan upaya
yang terintegrasi dengan melibatkan beberapa dinas di lingkungan Pemerintah Kota Mojokerto.
Pemerintah Kota Mojokerto melalui Dinas Pertanian melakukan beberapa kegiatan yang
bertujuan untuk menghijaukan Kota Mojokerto pada kurun waktu 2004-2007, antara lain adalah :
a. Penghijauan Kota dan Pemeliharaan Hutan Kota tahun 2004 dengan melibatkan 18
kelompok tani di setiap kelurahan untuk menanam bibit pohon trembesi, mahoni, glodokan,
sawo, mangga dan melinjo.
b. Pengkayaan Hutan Rakyat dan Pemeliharaan Hutan Kota pada tahun 2005 dengan
melibatkan 11 kelompok tani di Kelurahan Meri, Gunung Gedangan, Kedundung, Magersari,
Pulorejo, Kauman, Surodinawan, Prajurit Kulon, Blooto, Miji, dan Kranggan untuk menanam
bibit pohon mahoni, glodokan, jati dan rambutan.
c. Pemeliharaan Penghijauan Kota tahun 2006 dengan melibatkan 18 kelompok tani di setiap
kelurahan untuk menanam bibit pohon mahoni, trembesi, melinjo dan mangga. Selain itu
juga terdapat kegiatan Penghijauan Lingkungan dengan melibatkan organisasi masyarakat
BAB V. LAHAN DAN HUTAN
V - 23
NU Muslimat untuk menanam bibit pohon glodokan dan rambutan.
d. Penghijauan Lingkungan tahun 2007 dengan melibatkan 5 sekolah dan 1 kwarcab Pramuka
Kota Mojokerto untuk menaman bibit pohon mangga dan rambutan.
Dalam hal perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Mojokerto dalam
dokumen Rencana Teknik Ruang BWK B Unit Lingkungan B3 tahun 2002-2012 telah
diantisipasi dengan perencanaan untuk menjaga kawasan konservasi yaitu sepanjang sungai,
sepanjang rel kereta api dan sempadan jalan. Pengelompokan kawasan hijau yang akan
dikembangkan, diatur sebagai berikut:
- kawasan hijau sebagai tempat olah raga dan rekreasi
- kawasan hijau sebagai kawasan konservasi lahan kritis yang tidak boleh dibangun
- kawasan hijau sebagai taman kota
- kawasan hijau sebagai kawasan cadangan
Berdasarkan rencana pengembangan Unit Lingkungan B3 Kota Mojokerto maka kawasan yang
perlu dikembangkan adalah:
- ruang terbuka hijau sekeliling perumahan Surodinawan Estate dengan fungsi sebagai
pemersatu tingkat kepadatan yang berbeda antara lingkungan perumahan (kepadatan
tinggi) dan lingkungan kampung (kepadatan rendah).
- ruang terbuka hijau sempadan sungai dan jalur jalan sebagai jalur inspeksi dan
perawatan sungai.
- ruang terbuka hijau sempadan jalan kereta api.
Selain itu Pemerintah Kota Mojokerto juga bersikap tegas dengan jalan membebaskan kawasan
perumahan yang berada di sempadan sungai dan jalan kereta api tersebut secara bertahap,
yaitu digunakan konsep insentif dan disinsentif. Konsep insentif artinya memberikan banyak
fasilitas dan kemudahan jika masyarakat mau dengan suka rela pindah ke lokasi lain. Akan
tetapi justru memberikan berbagai sanksi dan hambatan (disinsentif) kepada warga yang tetap
bersikeras di lokasi konservasi.
Selain itu untuk menjaga kelestarian sungai maka ditetapkan konsep bahwa sungai
bukan merupakan daerah belakang, sehingga fasade bangunan dimungkinkan menghadap ke
arah sungai. Dengan demikian maka antara kelompok bangunan permukiman dengan badan
sungai dapat dibuat jalan inspeksi untuk menjaga eksistensi sungai Brangkal dari gangguan
akibat adanya aktivitas permukiman kampung di sekitarnya.
Kantor Lingkungan Hidup Kota Mojokerto juga melakukan kegiatan penghijauan kota
dengan menanam ± 9.600 bibit pohon pada tahun 2006, ± 2.400 bibit pohon pada tahun 2007,
dan ± 500 bibit pohon pada tahun 2008.
Pemerintah Kota Mojokerto mengikutsertakan masyarakat dalam usaha meningkatkan
kawasan hijau dengan melibatkan sekolah hal ini sejalan dengan program pemerintah yang
dicanangkan yaitu Program Adiwiyata. Pada tahun 2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup
BAB V. LAHAN DAN HUTAN
V - 24
(KNLH) bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional menelurkan suatu program yang
bermaksud membentuk masyarakat sekolah yang pro lingkungan. Program tersebut dinamakan
Adiwiyata, dimana arti harafiahnya adalah “tempat yang baik dan ideal untuk memperoleh
berbagai ilmu pengetahuan, norma, dan etika, yang dapat menjadi dasar manusia menuju
terciptanya kesejahteraan hidup manusia dan cita-cita pembangunan berkelanjutan”. Untuk
pertama kalinya KNLH memiliki program dan kegiatan pendidikan lingkungan dengan
penerapannya langsung di lembaga pendidikan formal mencakup sekolah dasar hingga
menengah atas. Prinsip-prinsip dasar dalam Program Adiwiyata adalah partisipatif dan
berkelanjutan. Partisipatif dalam arti, komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah
meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai tanggung jawab
dan perannya. Sementara berkelanjutan berarti seluruh kegiatan harus dilakukan secara
terencana, komprehensif, dan terus menerus.
Gambar 5.2. Penghijauan di lingkungan sekolah di Kota Mojokerto
Pengelolaan sumber daya alam harus selalu dikelola secara berkesinambungan untuk
menjamin keberlangsungan pembangunan nasional. Program konservasi sumber daya alam
salah satu tujuannya bertujuan untuk menjamin kualitas ekosistem agar fungsinya sebagai
penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik. Program pemerintah yang berkaitan
dengan permasalahan tersebut diantaranya adalah Program Menuju Indonesia Hijau. Pada
peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia pada tanggal 12 Juni 2006 Kementerian Lingkungan
Hidup mencanangkan Program Menuju Indonesia Hijau (MIH) yang bertujuan untuk
melaksanakan pengawasan kinerja pemerintah kabupaten dalam penaatan peraturan
perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya alam dan pengendalian kerusakan
lingkungan. Melalui Program MIH pemerintah kabupaten didorong untuk meningkatkan
konservasi lingkungan dan mengendalikan kerusakan lingkungan melalui sistem insentif dan
BAB V. LAHAN DAN HUTAN
V - 25
disinsentif dan membuka peran masyarakat dalam pelestarian lingkungan.
Indikator dari program ini adalah tersedianya pedoman pengendalian kerusakan
lingkungan, pengawasan, sistem penilaian dan kriteria, pedoman pemantauan dan evaluasi,
database dan citra satelit. Indikator lain dari kegiatan ini adalah terselanggaranya pemantauan
dan verifikasi lapangan untuk pemetaan kondisi permasalahan lingkungan dan pembinaan
dalam perumusan kebijakan/program sesuai kebutuhan setempat. Indikator yang tidak kalah
penting bagi kegiatan ini adalah penilaian kinerja dalam pelaksanaan konservasi,
penanggulangan dan pemilihan kerusakan lingkungan.
Untuk merealisasikan program ini, berbagai upaya yang mengarah terwujudnya
Indonesia Hijau telah dilakukan, di antaranya adalah: (i) meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia dan kelembagaan dalam pengelolaan lingkungan secara terpadu, baik di tingkat pusat
maupun di daerah, (ii) mengembangluaskan penerapan pengelolaan lingkungan melalui
pengembangan lokasi dan bantuan teknis bagi penerapan program di daerah, bertumpu pada
komitmen dan kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, (iii) mendorong
diterapkannya secara konsisten prinsip, metodologi dan prosedur pengelolaan lingkungan
secara terpadu dan ketataprajaan lingkungan yang baik (good environmental governance)
dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya serta pembangunan berkelanjutan dengan
memperhatikan keseimbangan antara pencapaian tujuan ekologis, ekonomis dan sosial, dan (iv)
mengembangkan dan mendorong pelaksanaan program aksi di tingkat nasional dan daerah di
bidang konservasi sumber daya alam dan pengendalian kerusakan lingkungan.
Adapun cakupan program Menuju Indonesia Hijau meliputi: pengendalian kerusakan
hutan dan lahan, pengelolaan kualitas dan kuantitas sumber daya air, pengendalian kerusakan
pesisir dan laut, pengelolaan keanekaragaman hayati, pengendalian sumber penyebab
kerusakan atmosfer, dan konservasi energi dan penggunaan energi alternatif. Di dalam
pelaksanaan program, strategi yang diterapkan adalah: (i) pemantauan, disertai dengan upaya
memfasilitasi dan memperkuat data dasar, (ii) pengawasan dan evaluasi melalui penilaian
kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam konservasi sumber dan pengendalian kerusakan
lingkungan, (iii) publikasi hasil kinerja pemerintah kabupaten/kota, (iv) pemberian insentif dan
disinsentif sesuai dengan kinerjanya, (v) review dalam rangka penyelarasan kebijakan, dan (vi)
mendorong peningkatan pendapatan alternatif masyarakat dikaitkan dengan konservasi sumber
daya alam dan pengendalian kerusakan lingkungan.
BAB VI. KEANEKARAGAMAN HAYATI
VI-1
BAB VI KEANEKARAGAMAN HAYATI
“BIODIVERSITAS” atau Keanekaragaman Hayati, adalah keanekaragaman di antara
makhluk hidup dari semua sumber termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik
lain serta kompleks-kompleks ekologis yang merupakan bagian dari keanekaragamannya;
mencakup keanekaragaman di dalam spesies, di antara spesies, dan ekosistem”.
Keanekaragaman hidup di bumi, mencakup jutaan spesies tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme; materi genetik yang dikandungnya; serta ekosistem yang dibangun sehingga
menjadi sebuah lingkungan hidup”.
6.1. Status
6.1.1. Keanekaragaman ekosistem
Potensi sumberdaya hayati di wilayah Kota Mojokerto yang letak wilayahnya hanya 2
(dua) kecamatan saat ini dipastikan memiliki keanekaragaman hayati yang tidak sedikit dan
sudah dimanfaatkan masyarakat Kota Mojokerto. Dengan luas wilayah ± 16,46 km2,
tentunya akan memberikan pengaruh terhadap ketersediaan keragaman jenis flora dan fauna.
Adanya potensi keragaman hayati yang dimiliki Kota Mojokerto merupakan sumberdaya
penting untuk dijadikan modal dasar dalam pengembangan berbagai keperluan, terutama
sebagai sumber plasma nutfah serta sebagai suatu komponen dari sistem penyangga
kehidupan, selain itu juga dapat dijadikan sebagai sumber yang mempunyai nilai ekonomi.
Menurut sumber data dari Dinas Pertanian Kota Mojokerto tentang potensi
keanekaragaman hayati, terdapat beberapa species tumbuhan, diantaranya algae, jamur,
bunga dan tanaman merambat, serta species fauna diantaranya jenis burung, amphibi, reptil, mamalia, kupu-
kupu dan jenis ikan air tawar.
Gambar 6.1. Potensi Sumberdaya Hayati
Kecenderungan semakin berkurangnya keragaman hayati sebenarnya mulai nampak
BAB VI. KEANEKARAGAMAN HAYATI
VI-2
dengan indikator bahwa jenis tertentu yang dahulu merupakan jenis fauna dan flora yang
dikenal dan dijumpai oleh masyarakat sudah mulai jarang ditemui di Kota Mojokerto, begitu
pula lunturnya buah dan tanaman lokal akibat impor jenis flora dan fauna dari luar wilayah/luar
negeri, seperti buah impor maupun jenis hewan yang merupakan identitas Kota Mojokerto. Tetapi
dengan adanya budaya kecintaan masyarakat setempat akan buah lokal yang merupakan
identitas Kota Mojokerto, Buah Sawo Kecik tetap menjadi produk buah lokal ataupun jenis
buah identitas Kota Mojokerto, sedangkan tanaman identitas berupa Tanaman Sawo Kecik
dan Mojo serta identitas Kota Mojokerto adalah Ayam Bekisar dan Burung Kenari
6.1.2. Keanekaragaman spesies dan genetik
6.1.2.1. Daratan
Keanekaragaman hayati yang terdapat di daratan terdiri dari bermacam-macam
tumbuhan dan satwa. Semakin beranekaragam jenis tumbuhan dan satwa maka potensi sumber
daya alam di wilayah tersebut semakin tinggi.dan dapat memberikan keuntungan bagi manusia
untuk mencukupi segala kebutuhannya.
6.1.2.1.1. Tumbuhan
Jenis tanaman buah-buahan yang terdapat di Kota Mojokerto sangat bervariasi dan
apabila dilihat dari jumlahnya sebagian besar selalu meningkat setiap tahunnya. Jumlah tanaman
buah-buahan yang terbanyak pada tahun 2008 adalah Mangga sebanyak 17.410 pohon, Sawo
sebanyak 11.022 pohon, dan pisang sebanyak 10.660 pohon. Sampai saat ini di Kota Mojokerto
tidak dijumpai jenis tanaman buah duku dan manggis. Hal tersebut dikarenakan jenis tanah yang
kurang sesuai sehingga tanaman buah tersebut sulit untuk dapat tumbuh dengan baik. Distribusi
Jenis dan jumlah tanaman buah di Kota Mojokerto dapat dijumpai pada tabel 6.1.
BAB VI. KEANEKARAGAMAN HAYATI
VI-3
Tabel 6.1 Banyaknya Tanaman Buah-buahan Menurut Jenisnya di Kota Mojokerto Tahun 2006, 2007, dan 2008
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Mojokerto
6.1.2.1.2. Satwa
Populasi ternak besar maupun kecil di Kota Mojokerto yang terdiri dari sapi potong, sapi
perah, kerbau, kambing, domba, itik, ayam ras dan ayam buras pada tahun 2007 berturut-turut
sebesar 175, 25, 42, 908, 995, 3.430, 4.450 dan sebesar 16.555 ekor. Dibandingkan dengan
tahun sebelumnya produksi telur mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 25,14
persen, menjadi sebesar 24.958 kg. Sedangkan tahun 2006 produksi telur ayam dan itik adalah
19.943 kg (Tabel 6.2). Melihat jumlah pemotongan ternak, pada tahun 2007 jumlah ternak sapi
dan babi yang dipotong mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, begitu pula
pemotongan kambing dan domba juga meningkat. Pemotongan sapi sebanyak 7.970 ekor;
pemotongan kambing 3.594 ekor; domba sebesar 3.605 ekor dan babi 1.815 ekor.
Jenis Tanaman Buah
Tahun
2006 2007 2008
01. Alpukat/ Avocado 82 82 67
02. Belimbing/ Starfruits 7 370 7 450 8610
03. Duku/ Duku - - -
04. Durian/ Durian 600 700 700
05. Jambu Air/ Rose Apple 1 570 1 538 1503
06. Jambu Biji/ Guava 2 102 2 067 2012
07. Jeruk/ Orange 275 275 267
08. Mangga/ Mango 5 259 17 414 17410
09. Manggis/ Mangosteen - - -
10. Nangka/ Jackfruit 400 410 410
11. Nanas/ Pineapple 10 10 -
12. Pepaya/ Papaya 181 1 819 1654
13. Pisang/ Banana 10 965 10 688 10660
14. Rambutan/ Rambutan 710 783 833
15. Salak/ Salacia palm 35 25 25
16. Sawo/ Chiku 11 522 11 222 11022
17. Sirsak/ Soursop 115 125 120
18. Sukun/ bread tree 16 16 16
19. Melinjo/ Belinjo 1 796 1 066 916
20. Petai/ Petai - - -
BAB VI. KEANEKARAGAMAN HAYATI
VI-4
Tabel 6.2 Banyaknya Ternak dan Unggas Menurut Jenisnya di Kota Mojokerto Tahun 2006, 2007, dan 2008
Jenis Ternak dan Unggas Tahun
2006 2007 2008
01. Sapi/ Cow 141 175 197
02. Sapi Perah/ Dairy Cow 27 25 23
03. Kerbau/ Buffalo 44 42 38
04. Kambing/ Goat 977 908 1441
05. Domba/ Sheep 1 192 995 735
06. Babi/ Pig - - -
07. Itik/ Duck 3 830 3 430 3425
08. Ayam Ras/ Hen 2 550 4450 2300
09. Ayam Buras/ Domestic Hen 18 880 16 555 14654 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Mojokerto
6.1.2.2. Perairan
6.1.2.2.1. Tumbuhan
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, hingga saat ini belum
dilakukan pendataan mengenai potensi sumber daya alam untuk jenis tumbuhan air, hal tersebut
dikarenakan jumlah dan jenis tumbuhan air di Kota Mojokerto sangat langka.
6.1.2.2.2. Satwa
Data jumlah produksi ikan yang ada di wilayah Kota Mojokerto diperoleh dari Dinas
Pertanian Tanaman Pangan. Pada tahun 2008 produksi ikan darat mengalami peningkatan
dibandingkan dari tahun 2006 dan 2007, yaitu dari 26.600 kg (tahun 2006) menjadi 33.900 kg
(tahun 2007) dan 35.134 kg.
Tabel 6.3 Banyaknya Ikan Menurut Jenisnya di Kota Mojokerto Tahun 2006, 2007, dan 2008
Jenis Ikan Tahun
2006 2007 2008
01. Ikan Mas/ Gold Fish - - -
02. Ikan Tawes 1 800 3 200 3330
03. Ikan Mujair 850 1 300 1740
04. Ikan Nila 1 150 2 600 2903
05. Ikan Lele 18 500 19 000 19000
06. Ikan Gurami 3 150 3 300 3793
07. Lainnya/ Others 1 150 4 500 4368 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Mojokerto
6.2. Tekanan
Persoalan pelestarian satwa liar yang dilindungi di Indonesia umumnya cukup kompleks,
sedangkan di Kota Mojokerto perdagangan satwa belum terjadi, perdagangan satwa bukan saja
karena habitat asal mereka semakin menyempit dan rusak, tetapi juga karena bentuk-bentuk
kejahatan eksploitasi, seperti kepemilikan, perdagangan dan penyelundupan satwa yang terus
BAB VI. KEANEKARAGAMAN HAYATI
VI-5
berkembang. Hal ini mudah dilihat dalam pemberitaan mengenai berbagai kejahatan kepemilikan,
perdagangan dan penyelundupan satwa dilindungi. Kepentingan ekonomi selalu menjadi alasan untuk
mengeksploitasi satwa liar, walaupun sejauh ini belum ada dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat.
Satwa-satwa itu semakin berkurang jumlahnya karena diperdagangkan, dipelihara, dikonsumsi dan
diburu. Strategi komprehensif diharapkan dapat dilaksanakan secara bertahap untuk menyelesaikan
permasalahan perdagangan satwa ini.
Penurunan biodiversitas dari suatu ekosistem meningkatkan kerentanannya terhadap
penyakit, dan stress lingkungan, menurunkan daya lentingnya (resilience) terhadap gangguan, dan
menurunkan produktivitas ekosistem. Pertumbuhan penduduk, pemanfaatan berlebih (Over-
hunting), pencemaran, pemanasan global dan perubahan iklim dapat mempercepat hilangnya
spesies dan ekosistem
Berbagai penyebab penurunan/tekanan terhadap keanekaragaman hayati di berbagai
ekosistem di Kota Mojokerto antara lain konversi lahan, pencemaran, eksploitasi yang berlebihan,
praktek teknologi yang merusak dan perubahan iklim. Berikut ilustrasi kerusakan keanekaragaman
hayati pada tingkat ekosistem, jenis/spesies dan genetik:
1. Kerusakan Ekosistem
2. Kepunahan Spesies
3. Penyusutan Keragaman Sumberdaya Genetik
6.3. Respon
Upaya Pengendalian
Pemerintah Kota Mojokerto sejak lama telah melakukan beberapa upaya
pengendalian dan penanggulangan kerusakan lingkungan yang dapat menyebabkan
penyusutan keanekaragaman hayati. Beberapa kebijakan telah dicanangkan terutama terkait
dengan upaya pelestarian/konservasi, seperti Mascot Identitas Flora Tumbuhan/Tanaman Kota Mojokerto
yaitu Tanaman SAWO KECIK & TANAMAN MOJO. Selain itu diupayakan pula suatu kebijakan
pemanfaatan yang mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan serta
pembagian keuntungan/kesejahteraan yang adil dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati.
Gambar 6.2. Sawo Kecik
BAB VI. KEANEKARAGAMAN HAYATI
VI-6
Sejak Tahun 1990 telah diterbitkan UU no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang mana undang-undang ini
mengatur konservasi keanekaragaman ekosistem dan spesies, terutama di kawasan
lindung. Namun pengelolaan kawasan lindung sampai saat ini, khususnya dalam
menjamin partisipasi masyarakat, penegakan hukum dan alokasi pendanaan kurang
memadai, sehingga beberapa kawasan lindung terancam oleh kegiatan perburuan,
penangkapan ikan, penebangan dan pemungutan sumberdaya hutan illegal serta adanya konflik
dengan masyarakat lokal.
Mengingat kondisi hutan kota di Kota Mojokerto di beberapa wilayah mengalami
penurunan, hendaknya semua lembaga/instansi pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas sumberdaya hutan kota yang ada, melalui pengambilan kebijakan yang tegas untuk
tidak mengizinkan lagi adanya kegiatan konversi lahan.
Prinsip pelestarian keanekaragaman hayati yang dilakukan Pemerintah Kota Mojokerto
demi kelangsungan semua agen hayati yaitu:
1. Setiap bentuk kehidupan adalah unik dan memerlukan penghargaan dari manusia
2. Pelestarian keanekaragaman hayati adalah investasi yang menghasilkan keuntungan
penting, baik secara lokal, nasional dan global
3. Biaya dan keuntungan keanekaragaman hayati harus dibagi secara lebih adil kepada
semua penduduk
4. Sebagai bagian dari upaya yang lebih besar untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan, pelestarian keanekaragaman hayati menuntut perubahan mendasar dalam
pola dan praktek pembangunan ekonomi
5. Peningkatan pendanaan untuk pelestarian keanekaragaman hayati perlu diimbangi
dengan pembaharuan kebijakan dan lembaga
6. Prioritas-prioritas untuk pelestarian keanekaragaman hayati berbeda-beda bila ditinjau dari
sudut pandang lokal, nasional dan global
7. Pelestarian keanekaragaman hayati hanya dapat dipertahankan jika kesadaran dan
perhatian masyarakat dan para pengambil kebijakan cukup besar
8. Tindakan untuk melestarikan keanekaragaman hayati haruslah direncanakan dan
diimplementasikan pada suatu skala yang ditetapkan berdasarkan kriteria ekologis dan
sosial
9. Keanekaragaman budaya sangat berkaitan dengan keanekaragaman hayati,
pengelolaan keanekaragaman hayati harus bertumpu pada keragaman budaya,
sebaliknya melestarikan keanekaragaman hayati seringkali membantu memperkokoh
integrasi dan nilai-nilai budaya
10. Meningkatkan partisipasi masyarakat, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia.
Semakin balk tingkat pendidikan dan informasi dalam masyarakat serta makin
BAB VI. KEANEKARAGAMAN HAYATI
VI-7
besarnya tanggung jawab lembaga merupakan unsur-unsur hakiki dari pelestarian
keanekaragaman hayati.
Kebijakan nasional pengelolaan keanekaragaman hayati diarahkan pada pemanfaatan
sumberdaya hayati untuk kesejahteraan masyarakat dengan penekanan pada upaya
pelestarian untuk mendukung pemanfaatannya. Oleh karena itu pengelolaan
keanekaragaman hayati merupakan suatu peluang untuk memanfaatkan sumberdaya hayati
tersebut disamping mencegah kehilangannya yang terus berlanjut.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah menyusun suatu strategi
pengelolaan keanekaragaman hayati dan sekaligus rencana aksi yang harus
diimplementasikan secara efektif, termasuk perlindungan pengetahuan tradisional dan kearifan
masyarakat yang sejak dahulu telah memanfaatkan sumberdaya hayati. Tahun 2003
dicatat sebagai salah satu milestone perkembangan kebijakan keanekaragaman hayati di
Indonesia yaitu dengan diterbitkannya Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati
Nasional yang lebih dikenal dengan Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP).
IBSAP merupakan acuan pelaksanaan program-program keanekaragaman hayati
nasional sampai Tahun 2020. IBSAP yang penyusunannya dikoordinasikan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), merupakan hasil kerja sama seluruh
instansi dan lembaga pemerintah terkait dan berbagai organisasi di seluruh pelosok Indonesia.
Sayangnya dokumen IBSAP tidak mengikat secara hukum agar program-programnya bisa
dilaksanakan. Demikian pula kemitraan atau partnership yang menjadi salah satu keluaran dari
pertemuan KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg, September 2002, merupakan
modal utama dalam pelaksanaan program-program yang berkaitan dengan keanekaragaman
hayati.
Pelaksanaan berbagai kegiatan pengelolaan keanekaragaman hayati perlu
melibatkan semua pemangku kepentingan terutama pemangku kepentingan yang berada di
daerah, sejalan dengan semangat UU No. 21/2004 Tentang Pengesahan Cartagena Protocol
On Biosafety To The Convention On Biological Diversity, yang memberikan kewenangan dan
tanggung jawab pada pemerintah daerah untuk mengelola lingkungan hidup, termasuk
sumberdaya alam, kecuali yang bersifat sumberdaya strategis.
1. Konservasi In-situ
Konservasi in-situ adalah upaya melindungi ekosistem atau habitat alami untuk konservasi
kekayaan keanekaragaman hayati. Penggolongan kawasan konservasi in-situ adalah
cagar alam (nature reserves), suaka margasatwa (wildlife reserves), taman nasional
(national parks), taman wisata alam (nature recreation park), taman hutan raya (grand forest
parks) dan taman buru (games reserves).
BAB VI. KEANEKARAGAMAN HAYATI
VI-8
2. Konservasi Eks-situ
Konservasi sumber daya alam eks-situ (ex-situ) adalah konservasi sumberdaya alam di luar
kawasan yang pembangunannya diupayakan sesuai dengan aslinya, sehingga
memungkinkan dilakukan pengembangan dan pembinaan sumberdaya alam beserta
ekosistemnya untuk berbagai tujuan. Upaya konservasi eks-situ meliputi antara lain
kegiatan pengelolaan kebun raya, kebun binatang, taman safari, penangkaran dan
pembudidayaan. Pelestarian keragaman sumberdaya genetik, terutama untuk tanaman
pertanian dan ternak dilakukan melalui koleksi plasma nutfah yang sebagian besar
merupakan koleksi hidup. Penyusutan sumberdaya genetik atau plasma nutfah secara
kuantitatif sulit diketahui secara pasti, hal ini antara lain karena belum ada sistem
pengelolaan plasma nutfah nasional dan peraturan perundangan yang mengatur
sumberdaya genetik ini.
3. Pemanfaatan Sumberdaya Genetik, Bioteknologi dan Keamanan Hayati Pemanfatan
sumberdaya genetik sesungguhnya telah dilakukan sejak lama. Sumberdaya hayati ini
merupakan sumberdaya strategis yang pelestarian dan pemanfaatannya belum dilakukan
secara optimal walaupun program pemuliaan dan program bioteknologi modern telah
dilaksanakan di Indonesia. Ada indikasi bahwa banyak sumberdaya genetik Indonesia
yang dibawa ke luar negeri untuk dikembangkan (misalnya untuk industri makanan, obat-
obatan dan kosmetik). Lemahnya pemantauan dan belum adanya pengaturan tentang
pengelolaan sumberdaya genetik ini telah mendorong pemerintah bekerja sama dengan
beberapa organisasi non pemerintah, termasuk wakil masyarakat adat, menyusun
peraturan perundangan tentang pengelolaan sumberdaya genetik maupun peraturan lain
yang terkait. Peraturan mengenai sumberdaya genetik tetap menekankan perlunya
pengaturan pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya genetik kepada pihak
penyedia dan pengguna dan masyarakat adat maupun masyarakat lokal yang
mempunyai pengetahuan tradisional pemanfaatan sumberdaya ini. Di samping
keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan bioteknologi modem, disadari rekayasa
genetik masih mempunyai dampak samping yang dapat mengancam upaya konservasi
dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati dan juga bagi kesehatan manusia.
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-1
BAB VII LINGKUNGAN PERMUKIMAN
Pembangunan permukiman harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
permukiman masyarakat di perkotaan yang sehat, aman, nyaman, terjangkau serta
terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana penunjang seperti transportasi, kebutuhan
air bersih, pasar, sarana ibadah, dan fasilitas umum lainnya dengan tetap mempertahankan
kondisi daya dukung lahan yang tersedia.
7.1. Status Lingkungan Permukiman
7.1.1. Pertumbuhan permukiman
a. Pola pertumbuhan dan penyebaran permukiman di wilayah perkotaan
Wilayah perencanaan berada pada kawasan pusat kota, yang sebagian besar
wilayahnya merupakan daerah pertanian. Secara umum, pola penggunaan lahan di
wilayah perencanaan terbentuk dengan pola penyebaran yang tidak merata dan
mengelompok pada area-area tertentu. Penggunaan lahan terbangun di wilayah
perencanaan masih di dominasi oleh fungsi perumahan, perdagangan, industri kecil
skala rumah tangga, fasilitas pendidikan dan fasilitas umum, sedangkan pada
kawasan daerah belum terbangun adalah dalam bentuk lahan pertanian dan tegalan
produktif. Penggunaan lahan perumahan pada wilayah perencanaan pada saat ini
berkembang secara linier (mengikuti jaringan jalan yang sudah ada), sehingga pada
daerah-daerah tertentu banyak lahan yang sebetulnya sangat potensial untuk
perumahan akan tetapi tidak dimanfaatkan serta tidak teraturnya letak daripada
perumahan itu sendiri.
b. Banyaknya rumah tangga bertempat tinggal di bantaran/ tepi sungai
Bantaran sungai adalah lahan/tanah yang berada di dekat tepi sungai, berjarak
sekitar 5-10 meter dai tepi sungai. Rumah di bantaran sungai terdapat di 7 kelurahan
di Kecamatan Prajurit Kulon dan 4 kelurahan di Kecamatan Magersari. Di Prajurit
Kulon jumlah keluarga yang mendiami rumah di bantaran sungai sebanyak 1009
keluarga, sedangkan di Magersari sebanyak 219 keluarga. Keluarga di bantaran
sungai perlu mendapat perhatian lebih saat air sungai meluap (rawan banjir).
c. Banyak Desa yang Tinggal di bawah Jaringan Listrik Tegangan Tinggi dan
Permukiman Kumuh
Jaringan listrik tegangan tinggi adalah jaringan listrik dengan tegangan lebih
dari 500 KV. Keluarga dan bangunan yang dimaksud adalah keluarga dan bangunan
yang berada di bawah jaringan dengan radius kurang dari 20 meter dari jaringan
tersebut (Permentamben No. 1. P/47/MTE/1992). Rumah di bawah jaringan listrik
tegangan tinggi terdapat di 2 kelurahan di Magersari, yaitu Kelurahan Meri dan
Gunung Gedangan. Jumlah keluarga yang tinggal di daerah suthet tersebut sebanyak
66 keluarga.
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-2
Pemukiman kumuh adalah lingkungan hunian yang ditandai oleh : rumah tidak
layak huni (gubuk, rumah dari bahan bekas), banyak saluran pembuangan limbah
macet, penduduk/bangunan sangat padat, buang air besar tidak di jamban dan
berada di area marjinal (tepi sungai, pingir rel kereta, dan sebagainya). Pemukiman
kumuh masih terdapat di Kecamatan Prajurit Kulon Kelurahan Mentikan, tepatnya
lingkungan Cakarayam Pemukiman tersebut dihuni oleh keluarga tuna wisma dan
tuna susila. Jumlah keluarga yang tinggal di pemukiman tersebut sebanyak 60
keluarga.
Tabel 7.1 Ketidakteraturan Perumahan di Kota Mojokerto Tahun 2008
Kecamatan Rumah di Bantaran Sungai
Rumah di Bawah Listrik Tegangan Tinggi
Rumah Kumuh
Prajurit Kulon 925 - 40
Magersari 219 62 -
Kota Mojokerto 1144 62 40 Sumber: BPS Kota Mojokerto
7.1.2. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang dalam kota dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area) memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan dan dalam pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman (Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota).
Tujuan dari penyelenggaraan hutan kota dari peraturan pemerintah tersebut
adalah antara lain:
a. Menekan/mengurangi peningkatan suhu udara di perkotaan
b. Menekan/mengurangi pencemaran udara (kadar karbon monoksida dan
debu)
c. Mencegah terjadinya penurunan air tanah dan permukaan tanah
d. Mencegah terjadinya banjir atau genangan dan kekeringan
Sesuai dengan tujuan penyelenggaraan hutan kota, maka penyelenggaraan
hutan kota lebih ditekankan kepada fungsinya yaitu antara lain sebagai penyerap karbon
dioksida dan penghasil oksigen, sebagai penyerap polutan (logam berat, debu dan
belerang), peredam kebisingan, pelestarian plasma nutfah, mendukung keanekaragaman
flora dan fauna, keseimbangan ekosistem, penahan angin dan peningkatan keindahan.
Masalah Klasik yang terus mengancam pembangunan kota berkelanjutan
adalah menghargai sebidang lahan hijau terbuka. Sebagai komponen utama Ruang
Terbuka Hijau (RTH) kota terhadap tekanan ekonomi dan tingginya spekulasi nilai
tanah. Sebagian besar luas total tanah/lahan di Kota Mojokerto (± 84,83% lebih) merupakan
lingkungan terbangun, sisanya merupakan kawasan belum terbangun. Kawasan lain yang
termasuk RTH adalah taman kota, hutan kota, jalur hijau, halaman rumah,
perkantoran, pusat bisnis serta makam. Adapun Luas RTH (Ruang Terbuka Hijau) di
Kota Mojokerto terdiri dari Taman Kota seluas ± 18.120 m2 dan Hutan Kota seluas ±
3.000 m2.
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-3
Perwujudan ruang terbuka hijau di Kota Mojokerto adalah taman, taman
monumen, taman bermain anak, lapangan olahraga dan makam. Dad segi
pemanfaatannya, ruang terbuka hijau di Kota Mojokerto selain sebagai penyejuk dan
elemen estetika lingkungan jugs sebagian dimanfaatkan untuk sarana rekreasi dan
olah raga baik pada skala lingkungan maupun kota (misalnya, taman-taman
lingkungan di kawasan perumahan, taman perumahan, lapangan olah raga dll). Jalur
hijau di sepanjang Kali Brantas dimanfaatkan pula untuk Ruang Terbuka Hijau dan Jogging
Track
Tabel 7.2 Jumlah, luas, dan lokasi Median dan Pulau-pulau Jalan Kota Mojokerto
NO NAMA TAMAN/MONUMEN LOKASI LUAS (m2)
1 Taman Jalur Pemisah JI. Benteng Pancasila 100
2 Perempatan Bhayangkara JI. Bhayangkara 10 3 Perempatan Sekar Putih JI. By Pass 15 4 Perempatan Sekar Sari JI. Empunala 40
5 Taman Jalur Pemisah JI. Gajah Mada 600 6 Taman Monumen Adipura JI. Gajah Mada 20
7 Taman PKK JI. Gajah Mada 50 8 Monumen Trophy Matematika JI. Jawa 40 9 Taman Air Tumpah Penarip JI. Mojopahit 55
10 Taman Air Tumpah Perempatan Miji JI. Mojopahit 25 11 Taman R. Wiyono JI. Mojopahit 125 12 Taman Jalur Pemisah JI. Pahlawan 500
Sumber: BPS Kota Mojokerto
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-4
Tabel 7.3 Jumlah, luas, dan lokasi Taman Kota di Kota Mojokerto
NO NAMA TAMAN/MONUMEN LOKASI LUAS (m2) KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Monumen Proklamasi Taman Kota (Alun-alun) Taman Gapura Pintu Masuk Kota Taman Tabanas Taman Jalur Pemisah Taman Sudut Pom Bensin Taman Kelurahan Miji Taman Swadesi Taman Pot Sekarsari Taman Kerp. Empunala Kirab Remaja Pot Space Wan Taman Jalur Pemisah Taman Monumen Adipura Taman PKK Taman Sudut KBN Taman Masjid Jamik Al - Fatttah Monumen Pancasila Monumen Pancasila Taman 8 Jalur Pemerataan Taman Jogging Track Taman Selamat Datang ( PMI ) Monumen Trophy matematika Taman Jalan jawa Gapura Pintu masuk Kota Monumen AMD Monumen Pancasila Taman Air Tumpah Penarip Taman Air Tumpah Perempatan Miji Taman Kerp. Taman R. Wiyono Taman Kerp. Monumen Koperasi Pot Space Wan Taman Jalur Pemisah Taman Surya Mojopahit Taman Tebek Taman TMP Taman Sudut Pemuda Taman Kerp. R. Wijaya
Alun-alun Alun-alun By Pass JI. A. Yani JI. Benteng Pancasila JI. Bhayangkara JI. Brawijaya JI. Brawijaya JI. Empunala Sepanjang JI. Empunala JI. Gajah Mada JI. Gajah Mada JI. Gajah Mada JI. Gajah Mada JI. Gajah Mada JI. Gajah Mada JI. Hasyim Asyari JI. Hayam Wuruk JI. Hayam Wuruk JI. Hayam Wuruk JI. Hayam Wuruk JI. Hayam Wuruk JI. Jawa JI. Jawa JI. Mojopahit JI. Mojopahit JI. Mojopahit JI. Mojopahit JI. Mojopahit JI. Mojopahit JI. Mojopahit JI. Mojopahit Selatan JI. Mojopahit Utara J1. Pahlawan JI. Pahlawan JI. Pahlawan JI. Pahlawan JI. Pahlawan J1. Pemuda JI. R. Wijaya
200 10.000 25 150 100 80 50 45 50 2.390 30 - 600 20 50 65 300 15 15 50 1.050 200 40 100 25 20 15 55 25 100 125 100 50 - 500 50 50 400 100 600
36 unit 34 unit
Sumber: BPS Kota Mojokerto
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-5
7.1.3. Sanitasi lingkungan
a. Banyaknya rumah tangga tanpa septic tank
Sarana pembuangan air besar (jamban) yang terdapat di Kota
Mojokerto berbagai macam jenisnya, yaitu: Septic Tank, Cemplung, MCK/WC
Umum dan Sanimas (Sanitasi Masyarakat). Jumlah rumah tangga Penduduk
Kota Mojokerto pada Tahun 2008 yang mempunyai Septic Tank sebanyak 21.271
rumah tangga, masing-masing di Kecamatan Magersari sebanyak 13.369 rumah
tangga dan Kecamatan Prajurit Kulon sebanyak 7.902 rumah tangga. Rumah yang
berada di wilayah pinggiran kota memanfaatkan WC umum maupun sungai
sebagai jamban.
Gambar 7.1 Kondisi Kepemilikan Sarana Sanitasi
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-6
Tabel 7.4 Jumlah Sarana Tempat Buang Air Besar (Jamban Keluarga) Tahun 2008
NO KELURAHAN JUMLAH RUMAH
JUMLAH SARANA PEMBAUNGAN AIR BESAR (JAMBAN)
Septic Tank Cemplung MCK/WC Umum
Sanimas
KECAMATAN MAGERSARI
1 Wates 4748 4564 43 7 -
2 Kedundung 3406 2239 199 4 -
3 Gunung Gedangan 1277 695 18 4 -
4 Meri 1695 1405 37 3 -
5 Gedongan 508 505 - 1 -
6 Magersari 1726 1056 - 6 -
7 Purwotengah 494 455 - 2 -
8 Sentanan 434 470 - 10 1
9 Jagalan 743 723 - 9 1
10 Balongsari 1990 1257 - 5 1
Jumlah 17.021 13.369 297 51 3
KECAMATAN PRAJRIT KULON
1 Mentikan 1701 1013 140 - -
2 Kauman 761 518 190 - -
3 Pulorejo 1289 957 56 - -
4 Miji 1778 1395 230 - -
5 Blooto 1225 677 56 - 1
6 Prajurit Kulon 1159 649 20 3 1
7 Surodinawan 2209 1327 33 1 1
8 Kranggan 2063 1366 128 14 1
Jumlah 12.185 7.902 853 18 4
Total 29.206 21.271 1150 69 7
Sumber: Dinkes Kota Mojokerto
b. Banyaknya penderita penyakit yang berhubungan dengan sanitasi
Penyakit yang diderita oleh penduduk Kota Mojokerto hingga saat ini belum
diidentifikasi faktor penyebabnya yang terkait dengan sanitasi. Namun beberapa
penelitian terkait dengan sanitasi sebagai salah satu fakor penyebab penyakit sudah
mulai dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, dimana hasilnya
diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mendiagnosis suatu penyakit.
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-7
7.1.4. Akses terhadap infrastruktur permukiman
a. Distribusi air bersih PDAM menurut jenis pelanggan
Air bersih di kota Mojokerto dikelola oleh PDAM Kota Mojokerto, dengan
memanfaatkan sumber air dari sumur dalam berkapasitas 200 liter/detik. Menurut data
dari Kantor PDAM Kota Mojokerto, konsumsi air yang telah disalurkan pada
tahun 2008 mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun sebelumnya yaitu
sebesar 781.496 m3 untuk memenuhi kebutuhan 4.254 pelanggan. Adapun distribusi
air bersih menurut jenis pelanggan disajikan pada Tabel 7.4.
Tabel. 7.5 Distribusi Air Bersih PDAM Kota Mojokerto Menurut Jenis Pelanggan Tahun
2007-2008
Jenis Pelanggan Jumlah pelanggan Jumlah konsumsi air (m
3)
2007 2008 2007 2008
Sosial umum Sosial khusus Rumah tangga A Rumah tangga B Instansi pemerintah Niaga kecil Niaga besar Industri kecil Industri besar Tangki dan lain sebagainya
5 12
4.419 103
33 102
13 - 1 -
3 11
3.971 123 33 95 16
- 1 1
2.049 19.103
596.700 18.033 11.803 14.512 2.835
- 480
4
1.201 18.900
708.377 21.387 10.842 14.829 4.854
- 480 626
Total 4.688 4.254 665.549 781.496 Sumber : Kota Mojokerto Dalam Angka, 2009
Selain disuplai oleh PDAM Kota Mojokerto, penduduk Kota Mojokerto
memenuhi kebutuhan air bersihnya dengan memanfaatkan daya air tanah
dengan menggunakan sumur pompa tangan dan sumur gali.
b. Jumlah Rumah Tangga Pelanggan Listrik
Jumlah pelanggan tahun 2007 sebanyak 29.346 pelanggan atau mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2008 sebanyak 28.071 pelanggan. Dilihat dari
daya terpasangnya, tahun 2007 sebesar 23.400 KVA dan tahun 2008 sebesar
22.546,6 KVA, hal ini berarti telah terjadi penurunan kapasitas. Penurunan jumlah
pelanggan dan daya terpasang diakibatkan oleh faktor kenaikan tarif listrik dan adanya
program hemat energi yang telah ditetapkan pemerintah.
Tabel 7.6 Banyaknya Pelanggan, Daya Terpasang dan Listrik Terjual Menurut Golongan
Tarip Rumah Tangga Kota Mojokerto Tahun 2008
Golongan Tarip
Pelanggan Daya Terpasang (KVA)
Terjual (KWH)
Nilai (000 Rp)
Rumah Tangga
R1 27.847 21.489,70 38.771.437 21.562.447,00
R2 207 866,20 1.382.659 1.098.484,00
R3 17 190,70 284.020 305.623,00
Total 28.071 22.546,6 40.438.116 22.966.554 Sumber: P.T. PLN (Persero) Cabang Mojokerto
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-8
7.1.5. Timbulan sampah
a. Data Pengelolaan Sampah (jenis dan sistem pengelolaan)
Lokasi TPA sampah di Kota Mojokerto berada di Kelurahan Kedundung Kecamatan
Magersari dengan luas area ± 3,5 hektar dengan menggunakan kombinasi
pengolahan sampah sistem Open Dumping dan Controlled Landfil l. Selain itu di
lokasi TPA Sampah juga dilengkapi dengan 2 (dua) buah alat pencacah/penghancur
sampah yang fungsinya agar pengelolaan sampah lebih mudah serta kegiatan
pengkomposan yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Mojokerto.
Gambar 7.2 Kondisi TPA Sampah Randegan
b. Data rata-rata timbunan Sampah
a). Kondisi Timbulan Sampah
Berdasarkan komposisi dan karakteristik sampah, persentase jenis sampah
terbanyak adalah sampah organik (± 70 persen), kemudian kertas dan plastik.
Persentase ini menunjukkan besarnya potensi dalam pengolahan sampah organik
menjadi kompos serta daur ulang kertas dan plastik. Berdasarkan hasil pemantauan
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Mojokerto, volume sampah pada tahun
2007 dan 2008 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan ada beberapa wilayah di
beberapa kelurahan yang telah memanfaatkan sampah rumah tangga menjadi
produk daur ulang / produk baru yang dapat dimanfaatkan kembali, selain itu Dinas
Kebersihan dan Pertamanan juga telah menyediakan bebrapa komposter yang dapat
digunakan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos.
Prosentase volume sampah terangkut meningkat pada tahun 2007 dan 2008,
hal tersebut dikarenakan adanya penambahan Depo sampah dan TPS di masing-
masing kelurahan serta penambahan jumlah armada pengangkut sampah dari TPS
dan depo untuk dibawa ke TPA randegan.
Tabel 7.7 Perkembangan Jumlah Volume Sampah 2003 – 2008
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-9
NO TAHUN VOLUME SAMPAH (m
3/HARI)
VOLUME SAMPAH TERANGKUT
(m3/HARI)
PROSENTASE VOLUME SAMPAH
TERANGKUT (%)
1. 2003 352.30 267.00 75.79
2. 2004 367.31 288.00 78.41
3. 2005 377.00 338.55 89.80
4. 2006 394.01 361.50 91.75
5. 2007 374 349,5 93,45
6. 2008 352 339,5 96,49
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Mojokerto
Tabel 7.8 Kapasitas dan Prosentase Sampah di Kota Mojokerto Tahun 2008
NO KECAMATAN / KELURAHAN
TIMBULAN SAMPAH (m
3/hari)
SAMPAH YANG TERANGKUT
(m3/hari)
PROSENTASE YANG TERTANGGULANGI
(%)
PRAJURIT KULON
1 Dipo Prapanca 30 29,5 98
2 TPS Surodinawan 5 4,5 90
3 TPS Perum Gatoel 9 8 88,89
4 TPS Les Padangan 15 14,5 96,67
5 TPS Prajurit Kulon 9 8,5 94,44
6 TPS Kranggan 12 12 100
7 TPS Blooto 6 6 100
MAGERSARI
1 Dipo Wates 40 39,5 98,75
2 Dipo A Yani 40 39,5 98,75
3 Dipo Tropodo 46 45 97,83
4 TPS Kandang Babi 33 32,5 98,48
5 Dipo Pasar Tanjung 62 61 98.39
6 TPS Terminal 10 10 100
7 TPS Kedundung 10 9,5 95
8 TPS Gunung Gedangan 6 6 100
9 TPS Rumah Dinas Walikota
3 3 100
Sampah Lain-lain 12 12 100
Sampah Saluran 4 4 100
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Mojokerto
c. Data-data persoalan sanitasi
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-10
Persoalan sampah terjadi akibat belum ada kebijakan yang bersifat
menyeluruh dan konsisten dalam pengelolaan sampah perkotaan. Penanganan
masalah sampah masih bersifat sementara. Belum banyak kota-kota di Indonesia
yang membuat master plan sistem pengelolaan sampah kota yang secara konsisten
serta permasalahan sampah bukan merupakan prioritas utama dari sekian banyak
permasalahan kota yang harus ditangani.
Angka anggaran sampah per kapita rata-rata ini dapat dijadikan acuan
untuk menyusun perencanaan anggaran. Dengan demikian, kota dengan anggaran
sampah per kapita yang jauh melebihi angka rata-rata dapat dikatakan kurang
optimal dalam mengelola sampahnya sehingga perlu melakukan pembenahan
manajemen. Bagi Kota Mojokerto yang mempunyai anggaran sampah per kapita
lebih kecil, anggaran tersebut masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kondisi
kebersihan kota yang lebih baik. Selain masalah timbulan sampah yang besar dan
anggaran yang kurang memadai, kondisi TPA sampah yang dimiliki Kota Mojokerto
juga menjadi masalah yang cukup pelik.
Umumnya permasalahan dalam pengelolaan TPA disebabkan oleh biaya
operasional yang sangat tinggi untuk pengumpulan, pengangkutan, dan
pengolahan lebih lanjut. Anggaran yang terbatas menyebabkan pemerintah daerah
tidak dapat membangun TPA yang memperhatikan aspek sanitasi dan lingkungan
(sanitary landfill sehingga sampah dibuang masih berpotensi mencemari lingkungan.
Berdasarkan pemantauan, kondisi TPA Sampah di Kota Mojokerto adalah
sebagai berikut:
Pengolahan belum berfungsi dengan baik
Drainase cukup memadai
Penanganan gas tidak ada/aliran gas keluar sehingga berpotensi
menimbulkan ledakan
Pengaturan lahan atau zonasi/cell tidak ada
Jarang dilakukan sampling di Sumur Monitoring, namun pada tahun 2008 telah
diagendakan sampling secara berkala
Pencatatan rutin volume sampah yang masuk ke TPA belum dilakukan
Penutupan lahan belum maksimal
Kolam Lindi sudah ada sejak tahun 2006
7.1.6. Limbah B3 Perkotaan
Industri maupun home industri di Kota Mojokerto tersebar di beberapa wilayah
kelurahan. Di Kota Mojokerto pertumbuhan industri terutama terkonsentrasi di pusat kota
dan sekitarnya. Setelah diberlakukan peraturan pemerintah tentang pengelolaan limbah B3,
perubahan yang paling terasa adalah meningkatnya kesadaran penghasil limbah B3 akan
kewajibannya untuk mengelola limbah B3 dengan benar.
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-11
Kota Mojokerto yang hanya memiliki 2 kecamatan dengan luas ± 16,46 Km2
terdapat 7 Rumah Sakit Umum milik pemerintah maupun swasta, 5 puskesmas dan 14
puskesmas pembantu serta ditambah laboratorium serta kegiatan fasilitas kesehatan
lainnya yang menghasilkan limbah B3.
Gambar 7. 3. Kondisi Penyimpanan Sementara Sampah Medis Rumah Sakit di Kota Mojokerto Tabel 7.9 Industri/Kegiatan Penghasil Limbah B3 di Kota Mojokerto Tahun 2008
No. Nama Kegiatan/Industri Jenis Industri Jenis Limbah B3
Pengelolaan Limbah B3
1. RSUD Dr. Wahidin S Rumah Sakit Limbah Medis Incenerator
2. RS Hadiono Singgih Rumah Sakit Limbah Medis Incenerator
3. RS Hasanah Rumah Sakit Limbah Medis Incenerator
4. RS Gatoel Rumah Sakit Limbah Medis Incenerator
5. RSK Rekso Waluyo Rumah Sakit Limbah Medis Bekerja sama dgn RS Gatoel
6. RS Emma Rumah Sakit Limbah Medis Bekerja sama dgn Puskesmas
Gedongan
7. Rahardjo Motor Bengkel/Service Sepeda Motor
Oli Bekas Diterima Pengepul
Dari Luar Kota
8. Bengkel Sumber Lancar Service Mobil Oli Bekas Diterima Pengepul
Dari Luar Kota
9. Bengkel Suzuki, Toyota Service Mobil Oli Bekas Diterima Pengepul
Dari Luar Kota
10. Bengkel Honda Service Mobil Oli Bekas Diterima Pengepul
Dari Luar Kota
11. Bengkel Daihatsu Service Mobil Oli Bekas Diterima Pengepul
Dari Luar Kota Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Mojokerto
7.2. Tekanan
a. Jumlah dan kepadatan penduduk
Jumlah penduduk Kota Mojokerto pada Tahun 2008 adalah berjumlah ±
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-12
116.355 jiwa yang mana setiap jiwa pasti menimbulkan sampah. Laju
pertumbuhan penduduk pada Tahun 2008 ini mengalami penurunan sebesar 0,72
% dibandingkan tahun sebelumnya, penurunan ini disebabkan oleh adanya arus
perpindahan penduduk keluar Kota Mojokerto untuk mencari pengalaman di luar
kota.
Selaras dengan perkembangan penduduk tersebut timbulan sampah rata-
rata dari ± 377 m3/hari pada Tahun 2005 menjadi sekitar ± 394 m
3/hari pada
Tahun 2006. Sedangkan pada Tahun 2007 dan 2008 mengalami penurunan
sebesar ± 374 m3/hari (tahun 2007) dan ± 352 m
3/hari (tahun 2008).
b. Kebutuhan lahan untuk pengembangan permukiman
Secara geografis wilayah perencanaan berada di sebelah barat Kota
Mojokerto, dengan luas wilayah adalah 242,31 Ha yang meliputi 3 wilayah, yaitu
wilayah Surodinawan, sebagian wilayah Kelurahan Blooto, dan sebagian wilayah
Kelurahan Prajurit Kulon. Secara geografis letak wilayah perencanaan ini cukup
strategis untuk perluasan Kota Mojokerto, karena terletak tidak jauh dari pusat kota
dan dilewati jalan arteri sekunder dan kolektor sekunder. Untuk lebih jelasnya
orientasi geografis wilayah perencanaan terhadap Kota Mojokerto dapat dilihat pada
lampiran 6.
7.3. Respon
7.3.1. Upaya Pengelolaan Tata Guna Lahan dan RTH
Kebijakan Pemerintah Kota Mojokerto dalam pemanfaatan ruang merupakan
pengaturan bagi wilayah atau kawasan yang akan dimanfaatkan sesuai dengan
fungsinya, meliputi:
a. Pelaksanan pemanfaatan ruang melalui pelaksanan program pemanfaatan
ruang beserta pembiayaannya yang didasarkan rencana tata ruang dan
secara bertahap sesuai jangka waktu yang ditetapkan rencana tata ruang
b. Penanaman penghijauan di area Ruang Terbuka Hijau
c. Pola yang dikembangkan dalam pemanfaatan ruang adalah pola tata guna
tanah, air, udara, sumber daya alam lainnya, sesuai asas-asas penataan
ruang dan perangkat insentif dengan tetap menghormati hak penduduk
sebagai warga negara
d. Prioritas program pemanfaatan ruang kawasan-kawasan guna pembentukan
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah kota
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-13
Gambar 7. 4. Upaya Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
Dalam rangka pengelolaan RTH selama Tahun 2006 Pemerintah Kota Mojokerto
melalui Kantor Lingkungan Hidup melakukan penghijauan kota dengan penanaman
pohon ± 1.395 pohon, seperti Tanaman Glodokan Pecut sebanyak ± 2.100 bibit,
Palem Putri sebanyak ± 3.650 bibit, dan Cemara Laut ± 1.395 bibit yang tersebar
di beberapa kelurahan di Kota Mojokerto sedangkan pada Tahun 2007 kegiatan
penanaman dilakukan sebanyak ± 2.400 bibit dan ± 500 bibit pohon pada tahun
2008.
7.3.2. Kebijakan Pengelolaan Sampah
Untuk dapat mewujudkan lingkungan yang bersih dan bebas sampah di
wilayah Kota Mojokerto diperlukan perubahan pola pikir atau cara pandang
terhadap sampah. Adapun secara teknologi di Kota Mojokerto limbah
padat/sampah akan diolah dengan dijadikan kompos ataupun dengan dilapisi dengan
tanah penutup. Daur Ulang Kompos hingga saat ini hanya bisa dilakukan sebanyak
± 6 m3 /hari. Untuk pengelolaan sampah hendaknya meminimalkan dari sumbernya
ataupun dengan sistem pembakaran/incenerator yang dilakukan di masing-masing
TPS/Transfer Depo sehingga beban volume sampah yang masuk ke TPA lebih
sedikit dan secara otomatis pengolahan sampah di TPA semakin mudah.
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-14
Gambar 7.5. Pengomposan dan Pencacahan Sampah
Konsep pengelolaan sampah di perkotaan harus diperbaiki agar
terintegrasi dengan sektor lain sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan
dengan baik. Beberapa tahapan pengelolaan sampah dengan menggunakan
prinsip 4R yang merupakan usaha untuk mencapai zero waste adalah
a. Mengurangi sampah dari sumbernya
b. Pemilahan dan pemisahan jenis sampah organik dan anorganik sehingga
mempermudah pengelolaan sampah pada tahap berikutnya
c. Mengupayakan pengambilan kembali bahan-bahan yang berguna
d. Daur ulang sampah anorganik menjadi berbagai produk baru
e. Waste to energy, yaitu pemanfaatan sampah organik sebagai sumber energi
(biogas)
f. Lahan urug saniter (sanitary landfill).
7.3.3. Kebijakan Pengelolaan Limbah B3
Sebagai penjabaran UU Nomor 23 Tahun 1997, diterbitkanlah Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun yang kemudian disempumakan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 85 Tahun 1999. Selanjutnya peraturan itu menjadi dasar bagi penataan
peraturan dan program program pengelolaan limbah B3 di Indonesia.
Untuk mendorong industri supaya memenuhi ketentuan mengenai
pengelolaan limbah B3, KLH RI meluncurkan Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan (Proper). Proper merupakan program alternatif yang bertujuan
mendorong industri secara sukarela dan dengan kesadaran sendiri memenuhi
ketentuan pengelolaan lingkungan yang baik berdasarkan peraturan yang berlaku.
Selain Proper, untuk mendorong perusahaan mau mengelola limbah
B3 yang dihasilkannya KLH membuat Program Kendali B3 (Kemitraan dalam
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-15
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun). Dalam tahap awal
program ini, KLH menyertakan perusahaan prioritas sebagai mitra ikut memantau
pengelolaan limbah B3. Diharapkan melalui dua program ini pemerintah pusat,
daerah, pengusaha, dan masyarakat luas dapat memahami dan melaksanakan
peraturan pemerintah tentang pengelolaan limbah B3.
Selain pemantauan melalui Program Kendali B3, KLH juga melakukan
pemantauan pengelolaan limbah B3 melalui perizinan. Sesuai dengan PP No. 85
Tahun 1999 tentang perubahan atas PP No. 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah B3, semua kegiatan pengelolaan limbah B3 yang meliputi
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemanfaatan,
penimbunan limbah B3, penerbitan persetujuan uji coba untuk mengevaluasi
kelayakan teknis pengelolaan limbah B3, proses permintaan izin pembuangan
limbah B3 memerlukan izin atau rekomendasi dari Kementrian Lingkungan Hidup
RI.
Saat ini pengelolaan limbah medis atau limbah B3 yang dilakukan oleh
rumah sakit adalah menggunakan Incenerator seperti di RS Dr. Wahidin, RS
Gatoel, RS Emma, dan RS Hasanah, sedangkan rumah sakit yang tidak
mempunyai incenerator bekerjasama dengan rumah sakit yang mempunyai
incenerator.
Gambar 7.6. Pengelolaan/Pembakaran Sampah Medis di RS di Kota Mojokerto
Mengingat pengelolaan dan pengolahan Limbah B3 membutuhan
teknologi yang tepat dan biaya yang sangat mahal, maka kebijakan pengolahan
Limbah B3 sampai saat ini adalah wewenang KLH, sehingga upaya-upaya
yang perlu dan harus dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup dan seluruh
dinas/kantor/lembaga di Kota Mojokerto diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Inventarisasi kegiatan/industri penghasil Limbah B3
BAB VII. LINGKUNGAN PERMUKIMAN
VII-16
b. Inventarisasi dan pemantauan Jenis Limbah B3 yang dihasilkan oleh
industri/kegiatan
c. Pemantauan penyimpanan limbah B3
d. Pemantauan pengelolaan limbah B3
e. Perumusan perencanaan kebijaksanaan dan pengendalian perijinan di bidang
pengendalian dan pengelolaan dampak lingkungan
f. Pelaksanaan pembinaan, koordinasi, analisis dan evaluasi, pemantauan dan
pemulihan kualitas lingkungan
g. Terwujudnya peningkatan kualitas lingkungan hidup dalam upaya
mencegah pengrusakan dan atau pencemaran lingkungan seperti sungai
dan tanah dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat kegiatan industri
BAB VIII. AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
VIII-17
BAB VIII AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Rencana Kerja (Renja) Kantor Lingkungan Hidup Kota Mojokerto Tahun 2009 dan
2010 adalah merupakan dokumen perencanaan pembangunan tahun 2009 dan 2010
sebagai acuan bagi Kantor Lingkungan Hidup dalam melaksanakan tugas-tugas dan
fungsinya. Pelaksanaan Rencana Kerja diupayakan dilakukan secara efektif, efisien, dan
sinergis dengan pelaksanaan kegiatan Satuan Kerja yang lain untuk mendukung perwujudan
visi misi Kota Mojokerto.
Keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan akan dilaksanakan dengan memanfaatkan
forum perencanaan, rapat koordinasi maupun penjaringan aspirasi masyarakat, dengan
tetap menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, monitoring dan evaluasi.
Untuk itu, keterlibatan masyarakat luas dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan maupun
pelaksanaan program-program kegiatan menjadi faktor yang cukup penting bagi
terwujudnya pembangunan yang berkesinambungan.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan sangat ditentukan oleh sikap, mental, tekad,
semangat, etos kerja, ketaatan, kejujuran, disiplin dan transparansi dari para aparatur
pelaksana kegiatan, sehingga diharapkan akan mampu menjawab dan mengurai
permasalahan yang muncul serta memberikan solusi terbaik dari setiap permasalahan yang
ada.
Gambaran tentang program/kegiatan, sasaran, dan tujuan pengelolaan lingkungan
hidup yang direncanakan akan dilaksanakan oleh Kantor Lingkungan Hidup Kota Mojokerto,
secara lengkap dapat diamati pada tabel berikut.
BAB VIII. AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
VIII-18
AGENDA PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA MOJOKERTO TAHUN 2009 dan 2010
No. Program Kegiatan Sasaran Program/ Kegiatan Tujuan Program/Kegiatan Tahun
1. Program Pengendalian
Pencemaran dan
Perusakan Lingkungan
Hidup
Koordinasi Penilaian Kota Sehat /
Adipura Meningkatnya peringkat
Kota Mojokerto dalam
penilaian
Adipura
Penurunan tingkat
pencemaran air badan
sungai di kota Mojokerto
Dokumen Perda
Pengendalian Pencemaran
Laporan Hasil Analisis
Sample Air Avour
Terselesaikannya
pembangunan gedung
laboratorium
Meningkatnya kesiapan
dalam menghadapi
penilaian Adipura tahun
2009
Terpantaunya tingkat
pencemaran pada sungai
dan anak sungai di kota
Mojokerto
Sosialisasi Produk Bersih
bagi Kegiatan Usaha
2009
Koordinasi Pengelolaan
Prokasih/Superkasih
Pengembangan Produksi Ramah
Lingkungan
Penyusunan Kebijakan
Pengendalian Pencemaran dean
Perusakan Lingkungan Hidup
Peningkatan Peran Serta
Masyarakat dalam Pengendalian
Lingkungan hidup
2. Program Peningkatan
Kualitas dan Akses
Informasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan
Peningkatan Edukasi dan
Komunikasi Masyarakat Bidang
Lingkungan Hidup
Buku SLHD dan Buku Laporan
Kualitas Air tersusun
Sosialisasi masalah
Lingkungan Hidup dalam
rangka ADI WIYATA 2009
Pengembangan data dan informasi
Lingkungan
Tersusunnya dokumen SLHD
Kota Mojokerto
BAB VIII. AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
VIII-19
No. Program Kegiatan Sasaran Program/ Kegiatan Tujuan Program/Kegiatan Tahun
3. Program Peningkatan
Pengendalian Polusi
Monitoring, Evaluasi dan
Pelaporan Laporan Hasil Analisis
Sampel Udara
Laporan Hasil Analisis
Sampel Limbah Cair
industri
Terukurnya kualitas udara di
kawasan industri dan
kawasan padat lalu lintas
2009
Pengujian emisi/polusi udara
akibat aktivitas industri dan
ambient
Pengujian kadar polusi limbah
padat dan limbah cair
Minimalisasi dampak
kegiatan industri terhadap
lingkungan
4. Program Pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau
Peningkatan Peran Serta
Masyarakat dalam Pengelolaan
RTH
Penanaman Bibit Tanaman Pengadaan dan Pembagian
Bibit Tanaman 2009
5. Program Perencanaan
Pembangunan Daerah
Penyusunan Renstra SKPD Dokumen Renstra Tersusunnya Dokumen
Renstra 2010
6. Program Pelayanan
Administrasi Perkantoran
Penyediaan Jasa Surat Menyurat Uang lembur PNS yang tersedia
2010
Penyediaan Jasa Komunikasi,
sumber daya air dan listrik
Tagihan listrik dan telepon
yang terbayar selama 12 bulan
Penyediaan jasa pemeliharaan dan
perijinan kendaraan dinas /
operasional
Terlaksana pemeliharaan rutin 2
mobil dan 2 sepeda motor dinas
setahun
Penyediaan jasa administrasi
keuangan
Tersedia jasa adm keuangan
bagi 6 pejabat keuangan SKPD
Penyediaan jasa perbaikan
peralatan kerja
Terlaksana perbaikan AC dan
PC setahun
Penyediaan alat tulis kantor Tersedianya kebutuhan kertas,
materai untuk 12 bulan
Penyediaan barang cetakan dan
penggandaan
Tersedianya barang cetakan dan
copy dokumen selama 12 bulan
BAB VIII. AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
VIII-20
Sumber: Kantor Lingkungan Hidup Kota Mojokerto
No. Program Kegiatan Sasaran Program/ Kegiatan Tujuan Program Tahun
Penyediaan komponen instalasi
listrik/penerangan bangunan
kantor
Tersedianya komponen listrik
kantor selama 1 tahun
Penyediaan bahan bacaan dan
peraturan perundang-undangan
Terpenuhinya biaya langganan
surat kabar selama 1 tahun
Penyediaan bahan logistik kantor Tersedia bahan2 kebersihan
untuk gedung kantor setahun
Penyediaan makanan dan
minuman
Tersedianya makanan dan
minuman untuk tamu dan rapat
selama 1 tahun
Rapat-rapat koordinasi dan
konsultasi dalam daerah
Tersedianya biaya perjalanan
dinas dalam daerah selama
1tahun
Rapat-rapat koordinasi dan
konsultasi luar daerah
Tersedianya biaya perjalanan
dinas luar daerah selama
1tahun
7. Program Peningkatan
Sarana dan Prasarana
Aparatur
Pengadaan Peralatan Gedung
Kantor
Terlaksana pengadaan
peralatan kantor
2010 Pemeliharaan Rutin / Berkala
Gedung Kantor
Terlaksananya pemeliharaan
gedung kantor selama 1 tahun
Pengadaan Perlengkapan Gedung
Kantor
Terlaksana pengadaan
perlengkapan gedung kantor
8. Program Peningkatan
Kapasitas Sumber Daya
aparatur
Pendidikan dan Pelatihan Formal Jumlah PNS yang dikirim
Diklat Lingkungan
2010
BAB VIII. AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
VIII-21
top related