laporan tugas besar praktikum perpetaan 1
Post on 12-Aug-2015
228 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
A. Acara Praktikum :
Tugas Besar
B. Waktu dan Tanggal Pengamatan :
22 April 2008, Pukul 14.00 – 17.00
24 April 2008, Pukul 14.00 – 18.00
C. Lokasi Praktikum :
Kampus Universitas Mulawarman ( Rute Praktikum : BM Rektorat – BM Fisipol –
BM PPLH – BM Perikanan – BM Rektorat )
D. Pendahuluan
1.Latar belakang
Dalam melakukan pemetaan kita perlu memperhatikan berbagai macam hal yang
sangat penting dalam melakukan pekerjaan ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah sudut
horizontal jarak, beda tinggi, azimut, koordinat, pengukuran titik detail dan yang paling harus
diperhatikan adalah pengoreksian titik yang telah kita ukur. Setelah proses tersebut kita
lakukan, maka barulah kita dapat melakukan ploting dan penggambaran hasil yang telah kita
peroleh kedalam sebuah peta. Untuk mengurangi kesalahan yang terjadi sebaiknya dalam
melakukan pemetaan kita memasang patok / titik yang kita gunakan sebagai titik acuan
sebaiknya jaraknya tidak terlelu jauh satu sama lain. Biasanya jika jarak yang kita gunakan
berdekatan kesalahan yang kita peroleh sangat kecil dan dapat diabaikan.
Kesalahan yang terjadi pada pengukuran jarak dekat dan pada daerah yang sempit
juga akan mempermudah kita dalam melakukan pengoreksian titik. Kesalahan dalam
pengukuran jarak, sudut horizontal, beda tinggi, azimuth, koordinat dan titik detail yng sagat
kecil sehingga proses pengolahan data akan dianggap akurat . Semacam ini sangat perlu
ketelitian lain halnya jika pemetaan dengan menggunakan foto udara dan satelit maka hasil
yang diperoleh lebih akurat jika dibandingkan pemetaan langsung dilapangan.
Hal – hal inilah yang melatar belakangi kita untuk melakukan praktikum perpetaan ini
agar kita bisa mengetahui serta mengukur langsung secara praktek dilapangan sehingga bisa
lebih mengerti secara langsung proses - proses pemetaan tanpa hanya terpaku pada teori yang
digunakan. Selain itu praktikum ini diharapkan bisa dimengerti dengan baik agar apaila kita
1
memperoleh pekerjaan dibidang pemetaan kita bisa lebih mudah melakukannya karena sudah
mempelajari dasar- dasarnya selama dibangku kuliah.
2.Tujuan praktikum
– melakukan pengukuran sudut horizontal. jarak optis dan beda tinggi
– melakukan pengukuran azimuth dan koordinat
– melakukan pengukuran titik detail
– melakukan pengoreksian titik dan memploting data
E. Dasar Teori
Teodolit merupakan salah satu alat ukur yang dipergunakan dalam menentukan sudut
mendatar dan sudut tegak. Sudut yang dibaca bisa sampai satuan sekon ( detik ). Dalam
pekerjaan- pekerjaan ukur tanah, teodolit sering digunakan dalam pengukuran poligon,
pemetaan situasi maupun pengamatan matahari.
Istilah pemetaan atau surveying menggambarkan teknik pengukuran posisi relatif dari
permukaan bumi baik buatan maupun alami dan menggambarkan hasilnya dengan skala
tertentu untuk pengerjaan jalan raya, peta yang dihasilkan adalah hasil pengukuran dua
dimensi. Pemetaan secara umum dibagi atas dua jenis yaitu pemetaan geodesi dan pemetaan
bidang.
Pada pemetaan geodesi, lengkung permukaan bumi ikut diperhitungkan dan salah satu
contoh dari pemetaan ini adalah Ordnance of Great Britain. Peta – peta ini dibuat dengan
memperlihatkan sifat – sifat geometric bentuk bola. Akan tetapi pada pemetaan bidang, lokasi
suatu daerah diambil sebagai bidang horizontal dan penggambaran suatu hasil pengukuran
berupa proyeksi peta pada bidang horizontal dari pengukuran dilapangan. Jika teknik
pemetaan ini dilakukan pada daerah yang luas, akan terlihat adanya kesalahan. Akan tetapi,
pemetaan yang dilakukan pada daerah yang tidak luas kesalahan yang terjadi dapat diabaikan.
Tedapat dua kekurangan dari pemetaan yaitu proses pengukuran yang dilakukan
diatas permukaan tanah (apabila tanah tidak teratur bisa jadi proses pengukuran menjadi lebih
sulit). Dan yang kedua adalah apabila banyak pengukuran linear , diperlukan kerja pemetaan
sangat memberatkan dan memakan banyak waktu. Teknik teknik pemetaan jarak optis
2
mengatasi masalah yang pertama adalah karena dialaksanakan diatas tanah dan masalah yang
kedua adalah karena ia biasanya bisa dilakukan dan masa yang singkat dari yang diperlukan.
Kerangka dasar pemetaan
Tahapan awal dari pekerjaan pemetaan adalah pengadaan titik dasar kerangka
pemetaan yang cukup merata dengan kerapatan tertentu, permanen, mudah dikenali dan
didokumentasikan secara baik didaerah yang akan dipetakan , sehingga memudahkan
penggunaan selanjutnya. Titik – titik kerangka dasar pemetaan yang akan ditentukan terlebih
dahulu koordinat dan ketinggiannya. Kerangka dasar pemetaan ini akan dijadikan ikatan dari
detail – detail yang merupakan obyek dari unsur – unsur yang ada di permukaan bumi yang
akan dijadikan isi peta.
Kerangka peta umumnya dilapangan ditandai dengan patok, baik patok yang
permanen maupun patok sementara dari kayu. Baik tidaknya kualitas peta yang dihasilkan
sangat bergantung dari kerangka peta. Apabila kerangka peta ini baik dalam arti bentuk dan
ketelitiannya sesuai dengan yang diharapkan, maka bisa diharapkan bahwa peta yang akan
dihasilkan juga baik. Namun sebaliknya apabila kerangka dasar pemetaannya tidak baik,
maka peta yang dihasilkan juga diragukan kualitasnya.
Macam Macam Kerang Dasar Pemetaan
Adapun macam kerangka dasar pemetaan yang biasanya banyak dipakai antara lain :
1. Metode rangkaian / jejaring segitiga.
a. Triangulasi.
Triangulasi merupakan metode yang hanya dilakukan pengukuran semua sudut dan
diserati 1 buah pengukuran jarak untuk seluruh jejaring. Bentuk posisi titik – titik metode ini
adalah segitiga. Triangulasi digunakan untuk membuat kerangka dasar horizontal pada daerah
yang luas.
b. Trilaterasi
Metode ini mirip seperti metode triangulasi, tetapi yang diukur adalah semua jarak
dan 1 buah pengukuran sudut.
c. Triangulaterasi.
Triangulaterasi merupakan gabungan dari metode triangulasi dan trilaterasi. Pada
metode ini, dilakukan pengukuran semua sudut dan semua jarak dari segitiga tiap jaringan.
2. Pemotongan/ Pengikatan
3
a. Pemotongan ke muka.
Pemotongan ke muka merupakan metode yang hanya dilakukan pengukuran sudut.
Metode ini banyak digunakan untuk penentuan posisi horizontal yang berjarak jauh, karena
tidak mengukur jarak. Pengukuran dilakukan pada titik yang telah deiketahui posisinya
( koordinat ) dan sebagai target adalah titik yang akan ditentukan koordinatnya. Pengukuran
dilakukan untuk menentukan 1 buah titik yang belum diketahui koordinatnya dari 2 buah
yang telah diketahui koordinatnya dari 2 buah titik yang telah diketahui koordinatnya.
b. Pemotongan kebelakang
Pemotongan kebelakang merupakan metode yang digunakan untuk menentukan posisi
horizontal satu titik, tanpa pengukuran jarak. Pengukuran dilakukan pada titik yang akan
ditentukan posisinya ( berlawanan dengan metode pengikatan muka )
3. Poligon atau Transverse.
Poligon atau transverse merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui banyak
buah titik. Pengukuran yang dilakukan adalah semua jarak dan sudut serta 1 buah azimuth
awal sebagai orientasi ( poligon tertutup )
Dalam bidang ukur tanah atau plane surveying, umumnya lebih sering digunakan
poligon dari pada yang lain. Hal ini karena poligon mempunyai keuntungan dan
kelebihannya, yaitu :
1. Bentuknya mudah disesuaikan dengan daerah yang akan dipetakan
2. Pengukuran sederhana
3. Perhitungannya mudah, dan lainnya.
Poligon adalah rangkaian titik – titik yang secara berurutan yang digunakan sebagai
kerangka dasar dalam pemetaan. Sebagai kerangka dasar, maka titik – titik poligon harus
diketahui atau ditentukan posisi atau koordinatnya secara baik, karena akan digunakan
sebagai ikatan detail, sehingga pengukurannya harus memenuhi kriteria atau persyaratan
tertentu.
Unsur – unsur yang diukur pada polion adalah semua jarak sudut. Kemudian agar
poligon yang diukur terarah ( tertentu orientasinya ), maka perlu diketahui sudut arah atau
azimuth dari salah satu sisi poligon. Sudut arah adalah sudut yang dihitung terhadap arah
utara magnetis dan arah ini berimpit dengan sumbu Y pada peta ( untuk daerah yang tidak
terlalu luas ). Agar titik – titik pada poligon dapat diketahui dalam sistem koordinat yang ada,
maka poligon tersebut harus diikatkan pada titik yang telah diketahui koordinatnya ( titik
tetap ). Koordinat titik tetap dapat berupa :
4
1. Koordinat global baik dalam system geografis ( lintang dan bujur ), maupun dalam
suistem kartesian ( TM, UTM dan lainnya).
2. Koordinat Lokal
Berdasarkan rumus umum penentuan koordinat, misalkan akan dicari koordinat suatu
titik ( titik 2 ) dan dikaitkan ketitik 1 yang sudah diketahui koordinatnya, maka koordinat titik
2 dapat dihitung sebagai berikut :
X2 = X1 + J12 Sin α12
Y2 = Y1 + J12 Cos α12
Macam – Macam Poligon
Poligon ini bermacam – macam. Untuk membedakannya, maka didasarkan atas
kriteria tertentu antara lain :
A. Atas dasar titik ikat
1. Poligon tertutup
2. Poligon terbuka
B. Atas dasar titik ikat
1. Poligon terikat sempurna
2. Poligon terbuka terikat sebagian
3. Poligon bebas ( tanpa ikatan )
C. Atas dasar hirarki dalam pemetaan
1. Poligon utama
2. Poligon induk
Poligon tertutup adalah poligon yang titik awal dan akhirnya menjadi satu. Poligon
jenis ini merupakan poligon yang paling banyak digunakan dilapangan, karena tidak
membutuhkan titik ikat yang banyak. Karena bentuknya tertutup, maka akan membentuk segi
banyak atau segi n ( n adalah banyaknya titik poligon )
Syarat geomertris poligon tertutup :
Σβ = ( n - 2 ) x 180o (sudut dalam )
Σβ = ( n + 2 ) x 180o (sudut luar )
Syarat Absis : Σd Sin α = 0
5
Syarat Ordinat : Σd Cos α = 0
Pada kenyataanya, dalam setiap pengukuran terdapat kesalahan, akibatnya pada
poligon tertutup terjadi kesalahan - kesalahan sebagai berikut :
1. Kesalahan penutup sudut ( fβ )
Jika menggunakan sudut dalam : Σβ = ( n – 2 ) x 180o ± fβ
Jika menggunakan sudut luar : Σβ = ( n + 2 ) x 180o ± fβ
Kesalahan penutup sudut ini harus dikoreksikan sama rata pada sudut – sudut hasil
ukuran. Apabila fβ tidak habis dibagi, sisa pembagian itu diberikan koreksi tambahan pada
sudut yang mempunyai kaki pendek.
2. Kesalahan Penutup Absis : ΣJ Sin α = 0 ± fx
3. Kesalahan penutup Ordinat : ΣJ Cos α = 0 ± fx
4. Kesalahan penutup jarak linier poligon ( fl )
fl = √fx2 + fx2
Kesalahan fx dan fy dibagikan pada absis dan ordinat tritik – titik poligon dengan
perbandingan lurus dengan jarak – jarak sisi poligon, dapat dinyatakan sebagai berikut :
∆x1 = d1/Σd x fx dan ∆y1 = d1/Σd x fy
Secara garis besar tahapan perhitungan poligon tertutup dan terbuka adalah :
Hitungan azimuth setiap jurusan secara berangkai
Hitungan selisih atau beda absis dan ordinat setiap sisi
Hitungan koordinat setiap titik secara berangkai
Poligon Terbuka
Poligon terbuka adalah poligon yang titik awal dan akhirnya tidak berimpit. Sesuai
dengan teori kesalahan dalam pengukuran jarak maupun sudut, maka semakin jauh dari titik
ikat kesalahannya akan menjadi semakin besar. Oleh karenanya poligon yang paling baik
agar kesalahan tersebut tidak merambat adalah dengan mengontrol diakhir dari poligon.
tersebut baik koordinat maupun jurusannya. Poligon yang demikian dinamakan poligon
terbuka terikat sempurna.
Telah diketahui bahwa sudut – sudut ukuran digunakan untuk mencari sudut jurusan
atau azimut sisi poligon selanjutnya untuk mencari koordinat. Berdasarkan azimut awal dan
sudut ukuran akan dicari sudut jurusan semua sisi poligon.
Syarat geometris pada poligon terikat sempurna :
Syarat sudut : Σβ = αakhir – αawal + n x 180o
6
Syarat absis : Σ J Sin α = Xakhir - Xawal
Syarat ordinat : Σ J Cos α = Yakhir – Yawal
Dengan demikian didapat syarat yang harus dipenuhi oleh sudut – sudut poligon yang
telah diukur, yaitu : jumlah sudut – sudut yang diukur harus sama dengan selisih sudut
jurusan akhir dan awal ditambah kelipatan dari 180o.
Pada kenyataannya, dalam setiap pengukuran terdapat kesalahan. Kesalahan –
kesalahan tersebut adalah :
Σβ = αakhir – αawal + n x 180o ± fβ
fβ dinamakan kesalahan penutup sudut, sehingga harus dikoreksikan sama rata pada sudut –
sudut ukuran.
Σ J Sin α = Xakhir – Xawal ± fx. fx dinamakan kesalahan penutup absis
Σ J Cos α = Yakhir – Yawal ± fy. fy dinamakan kesalahan penutup ordinat
Kesalahan penutup jarak linier poligon ( fl )
fl = √ ( fx )2 + (fy )2
Kesalahan fx dan fy dibagi habis pada absis dan ordinat titik – titik poligon dengan
perbandingan lurus dengan jarak – jarak sisi poligon atau dapat ditulis :
kxi = Ji/ ΣJ x fx dan kyi = Ji/ ΣJ x fy
Poligon Cabang
Daerah atau areal yang dipetakan yang biasanya luas, sehingga tidak seluruh detail
dapat diikatkan pada titik poligon utama. Pada kondisi seperti ini, harus dibuaat poligon
cabang yang diikatkan pada poligon utama. Selain luasan areal pemetaan, keadaan topografi
juga menjadi salah satu faktor alasan dilakukan pembuatan poligon cabang. Cara dan
prosedur pengukuran poligon cabang sama seperti poligon utama. Hanya saja dalam proses
perhitungannya berbeda, perhitungan poligon cabang dilakukan seperti halnya perhitungan
poligon terikat sempurna.
Tingkat ketelitian Poligon
Karena unsur poligon adalah sudut dan jarak, maka ketelitian pengukuran poligon
didasarkan pada ketelitian penukuran sudut dan jarak. Pada poligon tertutup dan poligon
terikat sempurna dimana jumlah sudut hasil ukuran serta jumlah d sin α dan d cos α sudah
tertentu, maka tingkat ketelitian poligon didasarkan pada besarnya kesalahan penutup sudut
dean jarak.
7
Dengan dasar tersebut maka ketelitian poligon dibedakan menjadi :
Kelas ketelitian
poligon
Orde
Orde 1 Orde 2 Orde 3 Orde 3
Kesalahan penutup
sudut2” √N 10” √N 30” √N 60”√N
Koreksi maksimum
per sudut1” 2” 3“ 4:
Ketelitian penutup
jarak1 : 35.000 1 : 10.000 1 : 5.000 1 : 2.000
Metode Pengukuran sudut
a. Pengukuran Sudut Horizontal
Sudut horizontal adalah sudut yang diperoleh dengan mengurangkan bacaan skala /
arah horizontal piringan mendatar suatu alat ukur ( biasanya teodolit ). Sudut horizontal dapat
diperoleh dengan mengurangkan azimuth dua buah garis / sisi pembentuk sudut.Sudut
horizontal pada suatu titik dilapangan dapatr dibagi dalam sudut tunggal dan sudut yang lebih
dari satu, sehingga teknik pengukuran juga berbeda.
Pengukuran horizontal dapat dilakukan dengan beberapa metode :
Pengukuran Tunggal Cara Tunggal
Rumus :
β = H2 – H1
Pengukuran Sudut Tunggal Cara Seri Rangkap
Apabila sudut yang akan diukur akan dipakai untuk menetukan koordinat titik control
dalam pemetaan, maka cara tunggal tidak bisa dipakai, dan metode yang digunakan adalah
sudut tunggal cara seri rangkap.Pengukuran sudut tunggal cara seri rangkap dilakukan dua
kali yaitu pengukuran biasa dan luar biasa
Rumus :
β2 = ( HB3 – HB1 ) + ( HLB3 – HLB1 )
2
Pengukuran sudut banyak
Pengukuran cara ini dilakukan denagn dua cara yaitu metode arah dan metode
kombinasi
b. Pengukuran Sudut vertikal
8
Sudut vertikal adalah sudut antara arah horisontal dan target yang dibidik, diperlukan
untuk mengkonversikan jarak miring menjadi jarak meendatar. Pada penentuan azimut
matahari, sudut vertikal diperlukan untuk menentukan ketinggian matahari. Pembagian skala
dan posisi dari angka nol pada piringan vertikal pada setiap alat ukur teodolit tidak selalu
sama. Ada yang 1 x 360o , 2 x 180o dan 4 x 90o.
Bacaan vertikal pada alat teodolit adakalanya merupakan bacaan sudut zenith, namun
adakalanya merupakan bacaan sudut helling. Untuk mengetahui apakah penggunaan sistem
bacaan vertikal pada alat teodolit dilakukan denagn cara sebagai berikut :
1. Jika pada waktu garis bidik mendatar ( saat teropong mendatar ) bacaan piringan vertikal
bernilai 90o, berarti bacaan vertikal tersebut merupakan sudut zenith.
2. Akan tetapi jika pada waktu garis bidik mendatar ( saat teropong mendatar ) bacaan
piringan vertikal bernilai 0o, berarti bacaan vertikal tersebut merupakan sudut helling.
Kedua sudut tersebut saling berhubungan satu sama lain, hubungan antara sudut helling dan
sudut zenith adalah sebagai berikut :
Sudut zenith ( z ) + Sudut helling ( h ) = 90o
Pengukuran Jarak Optis
Pengukuran jarak dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
pengukuran jarak secara tidak langsung dengan menggunakan instrumen ukur. Pengukuran
jarak optis adalah merupakan pengukuran jarak secara tidak langsung, karena dalam
pelaksanaannya digunakan alat bantu berupa teropong pada alat ukur dan menembak rambu
ukur ( alat ukur ini bisanya disebut teodolit yang merupakan alat optis ).
Pengukuran jarak optis dapat dilakukan dengan beberapa system seperti :
1. Pengukuran jarak optis system Stadia
Pengukuran jarak optis system stadia dapat dibagi menjadi dua system, yaitu :
a. Sistem stadia dengan posisi garis mendatar ( teropong mendatar )
Sistem ini apabila teropong yang kita gunakan dalam kondisi mendatar ( sama tinggi antara
objek dan arah penglihatan teropong )
Rumus :
J12 = A ( ba – bb)
Dimana : J12 = Jarak antara titik 1 dan 2
A = konstanta pengali (~ 100 )
ba = benang atas
bb = benang bawah
9
b. system stadia dengan posisi garis bidik membentuk sudut miring ( metode tachymetri )
Metode ini biasanya digunakan untuk kondisi medan miring, maka teropong
pembidikan di arahkan miring untuk dapat membaca rambu ukur, sehingga membentuk sudut
miring yang disebut helling ( h )
Rumus :
J12 = A ( ba – bb ) cos2 h
J12 = A ( ba – bb ) sin2 z
jika menggunakan sudut zenith maka menggunakan rumus J12 = A ( ba – bb ) sin2 z
sedangkan apabila menggunakan sudut helling adalah J12 = A ( ba – bb ) cos2 h
2. Pengukuran jarak optis dengan system tangensial
Pada metode ini, pengukuran rambu dilakukan sebanyak dua kali, dengan penempatan
tinggi rambu yang berbeda. jarak dihitung dengan menggunakan rumus :
J12 =
Stgh1 tgh2
Dimana : J12 = Jarak antara titik 1 dan 2
S = Selisih bacaan ( S = bt2 – bt1 )
Pengukuran Beda Tinggi
Teodolit selain berfungsi sebagai pengukur jarak optis, juga berfungsi sebagai
pengukur beda tinggi. Pengukuran beda tinggi beda tinggi menggunakan teodolit digunakan
metode:
1. Pengukuran beda tinggi system tachimetri
jika menggunakan sudut helling :
∆h12 = J12 tg h + ti - bt
Jika menggunakan sudut zenith :
∆h12 = J12 cotg z + ti – bt
2. Pengukuran beda tinggi degan system tangensial
sudut helling :
H2 = H1 + J12 tgh1 + ti – bt1
sudut zenith :
H2 = H1 + J12 cotg z1 + ti – bt1
Untuk keadaan luar biasa, sudut zenith menggunakan rumus :
10
H2 = H1 + J12 cotg ( 360o - z1 ) + ti – bt1
Azimuth dan Koordinat
Azimuth magnetis adalah besar sudut horizontal yang dimulai dari salah satu ujung
jarum magnet ( U, S ) sampai ujung objektif garis bidik yang besarmya sama dengan angka
pembacaan azimuth magmatis dibaca pada ujung utara jarum magnet. Pada setiap
pengukuran pemetaan, pengukuran azimut suatu garis selalu dilakukan. Azimuth dapat
ditentukan dengan menggunakan kompas, pengamatan matahari dan dua titik yang sudah
diketahui koordinatnya. Ada empat kemungkinan azimuth, yaitu : azimut selatan -timur,
azimut selatan - barat, azimut utara - barat dan azimut utara – timur.
Rumus untuk menentukan azimut :
untuk sudut dalam α23 = α12 – βi’ + 180o
untuk sudut luar α23 = α12 + βi’ - 180o
Berdasarkan rumus untuk menentukan koordinat, misalkan yang sudah diketahui
koordinatnya suatu titik ( misalkan titik 2 ) dan diikatkan ketitik 1 yang sudah diketahui
koordinatnya, maka koordinat titik 2 dapat dihitung dengan rumus :
X2 = X1 + J12 Sin α12
Y2 = Y1 + J12 Cos α12
Z2 = Z1 + ∆h12
Titik detail
Detail adalah objek yang ada dilapangan, baik yang bersifat alamiah ( sungai, gunung,
lembah, bukit, danau dll ) maupan yang bersifat buatan manusia ( gedumg, jembatan, jalan
dan lainnya ) yang akan dijadikan isi peta yang akan dibuat.
Metode pengukuran merupakan metode yang memberikan posisi tiga dimensi relative
terhadap alat dan kurang teliti :
Posisi horizontal titik tersebut
Posisi Vertikal titik tersebut
Keterangan, berupa data kualitatif dari titik yang bersangkutan
Metode pengukuran titik detail dibagi menjadi tiga metode, yaitu :
Metode ekstrapolasi
11
Metode ekstrapolasi dibagi mebnjadi dua cara, yaitu :
a Cara koordinat orthogonal
Bila menggunakan cara ini data yang di dapatkan hanya sebatas posisi x dan y saja.
b. Cara koordinat kutub
Cara ini bila digunakan maka hasil yang didapatkan meliputi posisi x, y dan z.
Cara interpolasi
Cara interpolasi digunakan maka yang didapatkan hanya posisi planimetris atau x dan
y saja.
Semua pekerjaan pemetaan melibatkan serangkaian pengukuran dan denagn demikian
dapat memiliki akumulasi kesalahan pengukuran itu. Metode pengukuran yang lebih
sederhana dan cepat cenderung mendorong terjadinya banyak kesalahan dalam pengukuran.
Agar hasil pemetaan baik, beberapa titik yang tersebar dilokasi diukur dengan teliti, baru
kemudian titik – titik diantaranya diukur dengan cara yang lebih sederhana dan mudah yang
sesuai untuk pengukuran jarak pendek.
Beberapa hal yang perlu diingat agar diperoleh hasil pemetaan yang baik adalah :
1. Kerjakan alat yang menyeluruh terlebih dahulu kemudian baru detail. Akumulasi
kesalahan diminimalkan dengan membuat titik – titik acuan yang meliputi seluruh daerah
pemetaan
2. Pastikan menggunakan metode yang tepat, karena akurasi menuntut alat yang baik dan
mahal, serta memerlukan waktu yang lama.
3 Pastikan untuk melakukan pengontrolan pengukuran semua titrik penting. Jika dilakukan
pengukuran panjang ketiga sisi sebuah segitiga, maka pengontrolan dapat dilakukan
dengan mengukur jarak dari satu sudut ketitik yang terletak diseberangnya.
4. Lakukan penimjauan awal kelokasi, kemudian tentukan apa yang akan dilakukan sebelum
pekerjaan pengukuran dimulai.
F. Metodologi Percobaan
1. Alat dan Bahan
1.1Alat
– statif
– teodolit
12
– kompas
– rambu ukur
– pita ukur / meteran
1.2. Bahan
– Patok
– Paku
– Alat Tulis
– Payung
– Baterai
– Formulir Ukur Sudut
2. Cara Kerja
– Dilakukan Orientasi Lapangan untuk menentukan titik - titik yang digunakan
sebagai kerangka dassar
– Dilakukan pemasangan patok pada titik – titik yang telah ditentukan
– Ditempatkan alat pada titik 1 ( BM 1 ) buat sumbu 1 vertikal
– Ditentukan azimuth magnetis dari titik 1 ketitik didepannya sebanyak tiga kali
– Dilakukan penembakan ketitik terakhir dan setel pembacaan sudut horizontal
menjadi 0o00’00” dan dilakukan pengam bilan data dalam keadaan biasa dan luar
biasa
– Dilakukan pengukuran dari titik 1 ( BM 1 ) ketitik didepannya, data yang diambil
meliputi sudut horizontal, sudut vertikal jarak optis dan beda tinggi
– Diarahkan teodolit kerambu catat BA, BT dan BB
– dilakukan pengukuran terhadap titik detail yang berada didepannya yang berada
dalam poligon
– Dicatat sudut vertikal, horizontal, BA, BT dan BB dari detail tersebut
– Diulangi Langkah – langkah 7- 9 untuk patok 2 dan seterusnya
– Diolah data yang didapat dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan
sebelumnya
G. Hasil dan Pembahasan.
13
1. Hasil Pengamatan.
a. Hasil Pengukuran Poligon
Ked &
Ti Alat
Titik
Arah
Ti
Patok
(cm)
Pir.Horisontal Pir.VertikalPembacaan Rambu Jarak
(m)
Beda
Tinggi
(m)
Biasa/L Biasa Biasa/L Biasa
o ‘ “ o ‘ “ ba bt bb
1130
15 0 00 00 88 54 21 1440 1000 0560 87,97 -1,98
15 180 00 00 271 54 22 1440 1000 0560 87,9 -2,63
1130
2 211 12 40 85 47 05 1400 1000 0600 79,57 6,16
2 17 43 46 274 19 05 1400 1000 0600 79,55 5,71
2140
1 0 00 00 94 46 45 1410 1000 0590 81,36 -6,41
1 180 00 00 265 12 55 1410 1000 0590 81,43 -7,21
2140
3 129 14 45 78 08 10 1230 1000 0770 44,06 9,68
3 309 13 15 281 14 50 1230 1000 0770 44,25 8,38
3145
2 0 00 00 102 32 45 1240 1000 0760 45,74 -9,73
2 180 00 00 257 27 35 1240 1000 0760 45,74 -10,62
3145
4 121 05 25 90 39 45 1370 1000 0630 73,99 0,41
4 301 04 35 269 21 35 1370 1000 0630 73,99 1,28
4140
3 0 00 00 90 06 40 1305 1000 0695 60,99 -0,28
3 180 00 00 279 56 45 1305 1000 0695 59,18 -1,47
4140
5 152 04 15 98 21 40 1105 1000 0895 20,56 2,64
5 332 03 35 263 35 10 1105 1000 0895 20,74 2,72
5139
4 0 00 00 85 59 10 1110 1000 0890 21,89 -1,93
4 180 00 00 274 00 10 1110 1000 0890 21,89 -1,14
5139
6 50 58 15 92 38 35 1130 1000 0870 25,95 -0,81
6 230 58 15 267 21 25 1130 1000 0870 25,95 -1,59
6154
5 0 00 00 98 00 15 1120 1000 0880 23,53 2,80
5 180 00 00 270 48 55 1120 1000 0880 23,99 0,20
6154
7 261 56 40 90 20 20 1500 1000 0500 99,99 0,05
7 81 56 35 269 38 45 1500 1000 0500 99,99 1,16
7145
6 0 00 00 90 09 25 1500 1000 0500 99,99 -0,18
6 180 00 00 269 49 45 1500 1000 0500 99,99 -0,75
7145
8 224 23 40 96 43 40 1190 1000 0810 37,48 -3,97
8 44 23 15 263 15 30 1190 1000 0810 37,48 -4,88
8154
7 0 00 00 84 42 50 1190 1000 0810 37,68 4,03
7 180 00 00 275 16 15 1190 1000 0810 37,68 2,94
8154
9 161 04 55 91 53 10 1560 1000 0440 111,94 -3,15
9 341 04 45 268 06 20 1560 1000 0440 111.88 -4,24
8 0 00 00 88 36 05 1560 1000 0440 111,94 3,23
14
9150
8 180 00 00 271 22 25 1560 1000 0440 111,94 1,28
9150
10 206 46 25 94 20 40 1540 1000 0460 107,38 -7,66
10 264 45 55 265 30 45 1540 1000 0460 107,34 -8,91
10151
9 0 00 00 86 06 25 1540 1000 0460 107,51 7,83
9 180 00 00 273 52 35 1540 1000 0460 107,51 6,77
10151
11 40 01 45 91 09 50 1190 1000 0810 37,98 -0,26
11 270 01 25 268 49 10 1190 1000 0810 37,98 -1,29
11141
10 0 00 00 90 17 10 1180 1000 0820 35,99 0,23
10 180 00 00 269 41 55 1180 1000 0820 35,99 0,59
11141
12 190 29 40 89 07 35 1320 1000 0680 63,99 -1,39
12 349 17 35 269 29 25 1320 1000 0680 63,99 -0,98
12157
11 0 00 00 90 18 45 1320 1000 0680 63,99 0,22
11 180 00 00 269 40 20 1320 1000 0680 63,99 0,94
12157
13 201 12 40 90 32 05 1170 1000 0830 33,99 0,25
13 21 12 40 269 27 10 1170 1000 0830 33,99 0,89
13155
12 0 00 00 91 06 45 1160 1000 0840 31,99 -0,07
12 180 00 00 268 52 20 1160 1000 0840 31,99 -1,18
13155
14 141 47 75 90 18 55 1430 1000 0570 85,99 -0,08
14 321 48 00 269 40 50 1430 1000 0570 85,99 -1,03
14153
13 0 00 00 90 23 25 1420 1000 0580 83,99 0,04
13 180 00 00 269 41 20 1420 1000 0580 83,99 1,19
14153
15 113 51 35 89 32 15 1600 1000 0400 126,99 1,49
15 324 31 25 270 11 20 1600 1000 0400 126,99 0,13
15154
14 0 00 00 90 33 15 1560 1000 0440 111,99 -0,54
14 180 00 00 269 25 45 1560 1000 0440 111,99 -1,66
15154
1 151 25 55 89 13 35 1440 1000 0560 146 1,73
1 309 25 50 270 46 10 1440 1000 0560 146 0,64
b. Hasil Pengukuran Detail
Ked & Ti Alat
Titik Arah
Piringan Horizontal
Piringan Vertikal Pembacaan Rambu ( mm )
Jarak( m )
Beda Tinggi( m )o ‘ “ o ‘ “ ba bt bb
P1 1 347 26 20 87 01 35 1150 1000 0850 29,92 1,85422 331 52 25 87 09 50 1160 1000 0840 41,5 1,8833
P2 1 205 53 00 98 58 20 2410 2300 2190 21,47 - ,29092 56 16 55 97 03 05 2440 2300 2160 24,5 - ,3115
P4 1 136 25 05 98 19 05 1215 1000 0785 27,5 - ,75532 123 56 50 96 02 25 1140 1000 0860 27,69 - ,8297
P5 1 153 32 35 101 50 05 1130 1000 0870 22,5 - ,8297P7 1 05 40 40 01 45 50 1440 1000 0560 57,95 - ,3346
2 04 56 30 91 17 20 2000 1500 1000 99,95 - 2,2875
15
P13 1 80 30 20 88 55 30 1330 1000 0670 65,98 1,78812 96 12 45 88 48 50 1320 1000 0680 65,99 1,8749
P15 1 53 17 20 90 10 25 1290 1000 0710 57,99 0,36432 124 48 10 89 53 30 1240 1000 0760 47,19 0,6307
2. Perhitungan
Perhitungan Sudut
1.β1=
(H B 2−HB 15)+( HLB 2−H LB 15)2
=(211∘12 ' 40 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )+(17∘ 43 ' 46 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 '00 )
2
=211∘28 ' 13} {¿
2.β2=
(H B 3−HB 1 )+( H LB 3−H LB1 )2
=(129∘14 ' 45 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )+(309∘13 ' 15 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=127∘14 ' 00 } {¿
3.β3=
( HB 4−H B 2 )+( H LB 4−H LB 2 )2
=(121∘05 ' 25 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 '00 )+(301∘04 ' 35 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=119∘04 ' 55 } {¿
4.β4=
( H B 5−H B 3 )+( H LB 5−HLB 3 )2
=(152∘04 ' 15 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )+(332∘03 ' 35 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=150∘ 03' 55} {¿
5.β5=
( HB 6−H B 4 )+( H LB 6−H LB 4 )2
16
=(50∘58 ' 15 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 '00 )+(230∘58 ' 15 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=48∘58 ' 15 } {¿
6.β6=
( HB 7−H B 5 )+( H LB7−H LB 5 )2
=(261∘56 ' 40 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )+(81∘56 ' 35 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00' 00 )
2
=259∘56 ' 38 } {¿
7.β7=
( HB 8−H B 6 )+( H LB 8−H LB 6 )2
=(224∘23 ' 40 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 '00 )+(44∘23 ' 15 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=222∘23 ' 28 } {¿
8.β8=
( HB 9−H B 7 )+( H LB 9−H LB 7 )2
=(161∘05 ' 55 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00' 00 )+(341∘04 ' 45 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=159∘ 04 ' 45 } {¿
9.β9=
( HB 10−H B 8 )+( H LB 10−H LB 8)2
=(206∘46 ' 25 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00' 00 )+(26∘45 ' 55 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00' 00 )
2
=204∘46 ' 10 } {¿
10.β10=
( HB 11−H B 9 )+( H LB11−H LB 9 )2
=( 40∘01 ' 45 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00' 00 )+(270∘01 ' 25 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=63∘01 ' 35 } {¿
17
11.β11=
(H B 12−HB 10 )+( H LB12−H LB 10)2
=(190∘29 ' 40 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )+(349∘17 ' 35 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 '00 )
2
=177∘53 ' 38 } {¿
12.β12=
( HB 13−H B 11 )+( H LB13−HLB 11 )2
=(201∘12 ' 40 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 '00 )+(21∘12 ' 40 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=199∘12 ' 40 } {¿
13.β13=
( HB 14−HB 12)+( HLB 14−HLB 12)2
=(141∘ 47 ' 75 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )+(321∘48 ' 00 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=139∘ 48 ' 08 } {¿
14.β14=
( H B 15−HB 13)+( HLB 15−H LB 13)2
=(113∘51' 35 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )+(324∘31 ' 25 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=113∘41 ' 30 } {¿
15.β15=
( HB 1−H B14 )+( H LB 1−H LB 14 )2
=(151∘25 ' 55 - 0 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )+(309∘25 ' 50 - 180 rSup { size 8{ circ } } 00 ' 00 )
2
=151∘25 ' 50 } {¿
Pengoreksian
18
Syarat jumlah sudut ( ∑β ) = ( n – 2 ) x 180○
= ( 15 – 2 ) x 180○
= 2340○00’00”
Jumlah sudut terukur = 2339○03’40”
Kesalahan penutup sudut ( fβ ) = 2340○00’00” - 2339○03’40”
= 0○56’20”
Kesalahan penutup per sudut = 0 ° 56'20} over { 15} } =0° 03 ' 45 . 3 ¿¿Pengoreksian kesalahan tiap sudut
βi=β ui+kβi
β1=211°28 ' 13 - 0°03 ' 45 . 3
= 211○31’58,3”
β2=127 °14 ' 00 - 0° 03 ' 45 . 3
= 127○17’45,3”
β3=119° 04 ' 55 - 0° 03 ' 45 . 3
= 119○08’40,3”
β4=150 ° 03 ' 55 - 0° 03 ' 45 . 3
= 150○07’40,3”
β5=48 °58 ' 15 - 0°03 ' 45 . 3
= 49○02’00,3”
β6=259 °56 ' 38 - 0°03 ' 45 . 3
= 260○00’23,3”
β7=222° 23 ' 28 - 0°03 ' 45 . 3
= 222○27’13,3”
19
β8=159 °04 ' 45 - 0°03 ' 45 . 3
= 1159○08’30,3”
β 9=204 ° 46 ' 10 - 0° 03' 45 . 3
= 204○49’55,3”
β10=63 ° 01 ' 35 - 0°03 ' 45 . 3
= 63○05’20,3”
β11=177 ° 53 ' 38 - 0° 03 ' 45 . 3
= 177○57’23,3”
β12=199 °12 ' 40 - 0°03 ' 45 . 3
= 199○16’25,3”
β13=139 ° 48 ' 08 - 0° 03 ' 45 . 3
= 139○51’53,3”
β 14 =113 ° 41 ' 30 - 0° 03' 45 . 3
= 113○45’15,3”
β 15=151 °25 ' 50 - 0°03 ' 45 . 3
= 151○29’35,3”
Perhitungan jarak
1. Patok 1 ( BM Rektorat )
J1-15 biasa = 100 ( ba – bb ) sin2z
= 100 ( 1,44 – 0,56 ) sin2( 88o54’21” )
= 87,97 m
J1-15 luar biasa = 100 ( ba – bb ) sin2z
20
= 100 ( 1,44 – 0,56 ) sin2( 271o54’22” )
= 87,9 m
J1-15 rata-rata =
87 , 97+87 , 92
= 87,93 m
J1-2 biasa = 100 ( 1,4 – 0,6 ) sin2( 85o47’05” )
= 79,57 m
J1-2 luar biasa = 100 ( 1,4 – 0,6 ) sin2(85o47’05” )
= 79,55 m
J1-2 rata-rata =
79 , 57+79 ,552
= 79,56 m
2. Patok 2
J2-1 biasa = 100 ( 1,41 – 0,59) sin2( 94o46’45” )
= 81,36 m
J2-1 luar biasa = 100 ( 1,41 – 0,59 ) sin2(265o12’55” )
= 81,43 m
J2-1 rata-rata =
81 , 36+81 , 432
= 81,395 m
J2-3 biasa = 100 ( 1,23 – 0,77 ) sin2( 78o08’10” )
= 44,06 m
J2-3 luar biasa = 100 ( 1,23 – 0,77 ) sin2(281o14’50” )
= 44,25 m
J2-3 rata-rata =
44 ,06+44 ,252
= 44,16 m
3. Patok 3
J3-2 biasa = 100 ( 1,24 – 0,76 ) sin2( 102o32’45” )
21
= 45,74 m
J3-2 luar biasa = 100 ( 1,24 – 0,76 ) sin2(257o27’35” )
= 45,74 m
J3-2 rata-rata =
45 ,74+45 , 742
= 45,74 m
J3-4 biasa = 100 ( 1,37 – 0,63 ) sin2( 90o39’45” )
= 73,99 m
J3-4 luar biasa = 100 ( 1,37 – 0,63 ) sin2(269o21’35” )
= 73,99 m
J3-4 rata-rata =
73 , 99+73 ,992
= 73,99 m
4. Patok 4
J4-3 biasa = 100 ( 1,305 – 0,695 ) sin2( 90o06’40” )
= 60,99 m
J4-3 luar biasa = 100 ( 1,305 – 0,695 ) sin2(279o56’45” )
= 59,18 m
J4-3 rata-rata =
60 , 99+59 , 182
= 60,09 m
J4-5 biasa = 100 ( 1,105 – 0,895 ) sin2( 98o21’40” )
= 20,56 m
J4-5 luar biasa = 100 ( 1,105 – 0,895 ) sin2(263o35’10” )
= 20,74 m
J4-5 rata-rata =
20 , 56+20 ,742
= 20,65 m
5. Patok 5 ( BM Fisipol )
J5-4 biasa = 100 ( 1,11 – 0,89) sin2( 85o59’10” )
22
= 21,89 m
J5-4 luar biasa = 100 ( 1,11 – 0,89 ) sin2(274o00’10” )
= 21,89 m
J5-4 rata-rata =
21 , 89+21 , 892
= 21,89 m
J5-6 biasa = 100 ( 1,13 – 0,87 ) sin2( 92o38’35” )
= 25,95 m
J5-6 luar biasa = 100 ( 1,13 – 0,87 ) sin2(267o21’25” )
= 25,95 m
J5-6 rata-rata =
25 , 95+25 ,952
= 25,95 m
6. Patok 6
J6-5 biasa = 100 ( 1,12 – 0,88) sin2( 98o00’15” )
= 23,53 m
J6-5 luar biasa = 100 ( 1,12 – 0,88 ) sin2(270o48’55” )
= 23,99 m
J6-5 rata-rata =
23 , 53+23 , 992
= 23,76 m
J6-7 biasa = 100 ( 1,5 – 0,5 ) sin2( 90o20’20” )
= 99,99 m
J6-7 luar biasa = 100 ( 1,5 – 0,5 ) sin2(269o38’45” )
= 99,99 m
J6-7 rata-rata =
99 , 99+99 ,992
= 99,99 m
7. Patok 7
J7-6 biasa = 100 ( 1,5 – 0,5) sin2( 90o09’25” )
23
= 99,99 m
J7-6 luar biasa = 100 ( 1,5 – 0,5 ) sin2(269o49’45” )
= 99,99 m
J7-6 rata-rata =
99 , 99+99 ,992
= 99,99 m
J7-8 biasa = 100 ( 1,19 – 0,81 ) sin2( 96o43’40” )
= 37,48 m
J7-8 luar biasa = 100 ( 1,19 – 0,81 ) sin2(263o15’30” )
= 37,48 m
J7-8 rata-rata =
37 , 48+37 , 482
= 37,48 m
8. Patok 8
J8-7 biasa = 100 ( 1,19 – 0,89) sin2( 84o42’50” )
= 37,68 m
J8-7 luar biasa = 100 ( 1,19 – 0,89 ) sin2(275o16’15” )
= 37,68 m
J8-7 rata-rata =
37 , 68+37 , 682
= 37,68 m
J8-9 biasa = 100 ( 1,56 – 0,44 ) sin2( 91o53’10” )
= 111,94 m
J8-9 luar biasa = 100 ( 1,56 – 0,44 ) sin2(268o06’20” )
= 111,88 m
J8-9 rata-rata =
111 , 94+111 ,882
= 111,91 m
9. Patok 9
J9-8 biasa = 100 ( 1,56 – 0,44) sin2( 88o36’05” )
24
= 111,94 m
J9-8 luar biasa = 100 ( 1,56 – 0,44 ) sin2(271o22’25” )
= 111,94 m
J9-8 rata-rata =
111 , 94+111 , 942
= 111,94 m
J9-10 biasa = 100 ( 1,54 – 0,46 ) sin2( 94o20’40” )
= 107,38 m
J9-10 luar biasa = 100 ( 1,54 – 0,46 ) sin2(265o30’45” )
= 107,34 m
J9-10 rata-rata =
107 , 38+107 , 342
= 107,36 m
10. Patok 10 ( BM PPLH )
J10-9 biasa = 100 ( 1,54 – 0,46) sin2( 86o06’25” )
= 107,51 m
J10-9 luar biasa = 100 ( 1,54 – 0,46 ) sin2(273o52’35” )
= 107,51 m
J10-9 rata-rata =
107 , 51+107 , 512
= 107,51 m
J10-11 biasa = 100 ( 1,19 – 0,81 ) sin2( 91o09’50” )
= 37,98 m
J10-11 luar biasa = 100 ( 1,19 – 0,81) sin2(268o49’10” )
= 37,98 m
J10-11 rata-rata =
37 , 98+37 ,982
= 37,98 m
11. Patok 11
J11-10 biasa = 100 ( 1,18 – 0,82) sin2( 90o17’10” )
25
= 35,99 m
J11-10 luar biasa = 100 ( 1,18 – 0,82 ) sin2(269o41’55” )
= 35,99 m
J11-10 rata-rata =
35 , 99+35 , 992
= 35,99 m
J11-12 biasa = 100 ( 1,32 – 0,68 ) sin2( 89o07’35” )
= 63,99 m
J11-12 luar biasa = 100 ( 1,32 – 0,68 ) sin2(269o29’25” )
= 63,99 m
J11-12 rata-rata =
63 , 99+63 ,992
= 63,99 m
12. Patok 12
J12-11 biasa = 100 ( 1,32 – 0,68) sin2( 90o18’45” )
= 63,99 m
J12-11 luar biasa = 100 ( 1,32 – 0,68 ) sin2(269o40’20” )
= 63,99 m
J12-11 rata-rata =
63 , 99+63 , 992
= 63,99 m
J12-13 biasa = 100 ( 1,17 – 0,83 ) sin2( 90o32’05” )
= 33,99 m
J12-13 luar biasa = 100 ( 1,17 – 0,83) sin2(269o27’10” )
= 33,99 m
J12-13 rata-rata =
33 , 99+33 ,992
= 33,99 m
13. Patok 13 ( BM Perikanan )
J13-12 biasa = 100 ( 1,16 – 0,84) sin2( 91o06’45” )
26
= 31,99 m
J13-12 luar biasa = 100 ( 1,16 – 0,84 ) sin2(268o52’20” )
= 31,99 m
J13-12 rata-rata =
31 , 99+31 , 992
= 31,99 m
J13-14 biasa = 100 ( 1,43 – 0,57 ) sin2( 90o18’55” )
= 85,99 m
J13-14 luar biasa = 100 ( 1,43 – 0,57 ) sin2(269o40’50” )
= 85,99 m
J13-14 rata-rata =
85 , 99+85 ,992
= 85,99 m
14. Patok 14
J14-13 biasa = 100 ( 1,42 – 0,58) sin2( 90o23’25” )
= 83,99 m
J14-13 luar biasa = 100 ( 1,42 – 0,58 ) sin2(269o41’20” )
= 83,99 m
J14-13 rata-rata =
83 , 99+83 ,992
= 83,99 m
J14-15 biasa = 100 ( 1,6 – 0,4 ) sin2( 90o33’15” )
= 126,99 m
J14-15 luar biasa = 100 ( 1,6 – 0,4 ) sin2(270o11’20” )
= 126,99 m
J14-15 rata-rata =
126 , 99+126 , 992
= 126,99 m
15. Patok 15
J15-14 biasa = 100 ( 1,56 – 0,44) sin2( 90o33’15” )
27
= 111,99 m
J15-14 luar biasa = 100 ( 1,56 – 0,44 ) sin2(269o25’45” )
= 111,99 m
J15-14 rata-rata =
111 , 99+111 , 992
= 111,99 m
J15-1 biasa = 100 ( 1,44 – 0,56 ) sin2( 80o13’35” )
= 146 m
J15-1 luar biasa = 100 ( 1,44 – 0,56 ) sin2(270o46’10” )
= 146 m
J15-1 rata-rata =
146+1462
= 146 m
Perhitungan Beda Tinggi
1. Patok 1 ( BM Rektorat )
ΔH 1−15 biasa=D1−15 Ctgz+ ti−bt
= 87,93 Ctg ( 88o54’21” ) + 1,3 – 1
= -1,98 m
ΔH 1−15 luarbiasa=D1−15Ctgz+ti−bt
= 87,93 Ctg ( 271o54’22” ) + 1,3 – 1
= -2,63 m
ΔH 1−15 rata2=−1 ,98+(−2 ,63 )
2
= -2,3 m
ΔH 1−2 biasa=D1−2 Ctgz+ti−bt
= 79,56 Ctg ( 85o47’05” ) + 1,3 – 1
= 6,16 m
ΔH 1−2 luarbiasa=D1−2 Ctgz+ti−bt
= 79,56 Ctg ( 274o19’05” ) + 1,3 – 1
28
= 5,71 m
ΔH 1−2 rata2=6 ,16+5 ,712
= 5,94 m
2. Patok 2
ΔH 2−1 biasa=81, 395 Ctg( 94 ° 46 ' 45 \) +1,4 - 1} {¿
= -6,41 m
ΔH 2−1 luarbiasa=81 , 395Ctg (265 °12 ' 55 \) +1,4 - 1} { ¿
= -7,21 m
ΔH 2−1 rata2=−6 ,41+(−7 ,21)
2
= -6,81 m
ΔH 2−3 biasa=81 ,395 Ctg (78° 08 ' 10 \) +1,4 - 1} {¿
= 9,68 m
ΔH 2−3 luarbiasa=81 , 395 Ctg(281 °14 ' 50 \) +1,4 - 1} {¿
= 8,38 m
ΔH 2−3 rata2=9 ,68+8 ,382
= 9,03 m
3. Patok 3
ΔH 3−2 biasa=45 , 74 Ctg (102 ° 32' 45 \) +1, 45 - 1} {¿
= -9,73 m
ΔH 3−2 luarbiasa=45 ,74 Ctg (257 ° 27 ' 35 \) +1, 45 - 1} {¿
= -10,62 m
ΔH 3−2 rata2=−9 ,73+(−10 ,62 )
2
= -10,18 m
ΔH 3−4biasa=73 , 99Ctg (90° 39 ' 45 \) +1, 45 - 1} { ¿
= 0,41 m
29
ΔH 3−4 luarbiasa=73 ,99 Ctg(269 °21 ' 35 \) +1, 45 - 1} {¿
= 1,28 m
ΔH 3−4 rata2=0 , 41+1 , 282
= 0,84 m
4. Patok 4
ΔH 4−3biasa=60 ,09 Ctg (90 °06 ' 40 \) +1,4 - 1} { ¿
= -0,28 m
ΔH 4−3 luarbiasa=60 ,09 Ctg(279 °56 ' 45 \) +1,4 - 1} { ¿
= -1,47 m
ΔH 4−3 rata2=−0 ,28+(−1 ,47 )
2
= -0,88 m
ΔH 4−5biasa=20 , 65 Ctg( 98° 21 ' 40 \) +1,4 - 1} {¿
= 2,64 m
ΔH 4−5 luarbiasa=20 ,65Ctg (263 °35 ' 10 \) +1,4 - 1} {¿
= 2,72 m
ΔH 4−5 rata2=2 , 64+2 , 722
= 2,68 m
5. Patok 5 ( BM Fisipol )
ΔH 5−4biasa=21 , 89 Ctg(85 ° 59 ' 10 \) +1, 39 - 1} {¿
= -1,93 m
ΔH 5−4 luarbiasa=21 ,89 Ctg (274 ° 00 ' 10 \) +1, 39 - 1} {¿
= -1,14 m
ΔH 5−4 rata2=−1 , 93+(−1 , 14 )
2
= -1,54 m
ΔH 5−6 biasa=25 , 95 Ctg(92 ° 38 ' 35 \) +1,39 - 1} {¿
30
= -0,81 m
ΔH 5−6 luarbiasa=25 ,95 Ctg (267 °21 ' 25 \) +1,39 - 1} { ¿
= -1,59 m
ΔH 5−6 rata2=−0 , 81+(−1 ,59 )
2
= -1,20 m
6. Patok 6
ΔH 6−5 biasa=23 , 76 Ctg(98 ° 00 ' 15 \) +1, 54 - 1} {¿
= 2,8 m
ΔH 6−5 luarbiasa=23 ,76 Ctg (270° 48 ' 55 \) +1,54 - 1} { ¿
= 0,20 m
ΔH 6−5 rata2=2,8+0,22
= 1,5 m
ΔH 6−7 biasa=99 , 99 Ctg( 90° 20 ' 20 \) +1,54 - 1} {¿
= 0,05 m
ΔH 6−7 luarbiasa=99 ,99Ctg (269 °38 ' 45 \) +1, 54 - 1} {¿
= 1,16 m
ΔH 6−7 rata2=0 , 05+1 ,162
= 0,61 m
7. Patok 7
ΔH 7−6 biasa=99 , 99 Ctg( 90° 09 ' 25 \) +1,45 - 1} {¿
= -0,18 m
ΔH 7−6 luarbiasa=99 ,99Ctg (269 ° 49 ' 45 \) +1,45 - 1} {¿
= -0,75 m
ΔH 7−6 rata2=−0 , 18+(−0 , 75)
2
= -0,47 m
31
ΔH 7−8 biasa=37 , 48 Ctg (96 ° 43 ' 40 \) +1, 45 - 1} {¿
= -3,97 m
ΔH 7−8 luarbiasa=37 ,48Ctg(263 °15 ' 30 \) +1, 45 - 1} { ¿
= -4,88 m
ΔH 7−8 rata2=−3 , 97+(−4 ,88 )
2
= -4,43 m
8. Patok 8
ΔH 8−7 biasa=37 , 68 Ctg(84 ° 42 ' 50 \) +1,54 - 1} {¿
= 4,03 m
ΔH 8−7 luarbiasa=37 ,68 Ctg (275° 16 ' 15 \) +1,54 - 1} {¿
= 2,94 m
ΔH 8−7 rata2=4 ,03+2 ,942
= 3.49 m
ΔH 8−9biasa=111 ,91 Ctg (91° 53 ' 10 \) +1, 54 - 1} {¿
= -3,15 m
ΔH 8−9 luarbiasa=111 . 91Ctg (268 °06 ' 20 \) +1,54 - 1} { ¿
= -4,24 m
ΔH 8−9 rata2=−3 , 15+(−4 ,24 )
2
= -3,69 m
9. Patok 9
ΔH 9−8biasa=111. 94 Ctg (88 °36 ' 05 \) +1,5 - 1} {¿
= 3,23 m
ΔH 9−8 luarbiasa=111 . 94 Ctg(271 ° 22 ' 25 \) +1,5 - 1} {¿
= 2,18 m
ΔH 9−8rata2=3 ,23+2 ,182
= 2,71 m
32
ΔH 9−10 biasa=107 , 36 Ctg (94 °20 ' 40 \) +1,5 - 1} { ¿
= -7,66 m
ΔH 9−10 luarbiasa=107 ,36 Ctg(265 °30 ' 45 \) +1,5 - 1} {¿
= -8,91 m
ΔH 9−10 rata2=−7 , 66+(−8 , 91)
2
= -8,29 m
10. Patok 10 ( BM PPLH )
ΔH 10−9biasa=107 , 51 Ctg(86 ° 06 ' 25 \) +1,51 - 1} { ¿
= 7,83 m
ΔH 10−9 luarbiasa=107 ,51Ctg (273° 52 ' 35 \) +1, 51 - 1} {¿
= 6,77 m
ΔH 10−9rata2=7 , 83+6 ,772
= 7,3 m
ΔH 10−11biasa=37 , 98 Ctg(91 ° 09 ' 50 \) +1,51 - 1} {¿
= -0,26 m
ΔH 10−11luarbiasa=37 ,98 Ctg (268 ° 49 ' 10 \) +1,51 - 1} {¿
= -1,29 m
ΔH 10−11 rata2=−0 , 26+(−1 ,29)
2
= -0,79 m
11. Patok 11
ΔH 11−10 biasa=35 , 99Ctg(90 ° 17 ' 10 \) +1, 41 - 1} { ¿
= 0,23 m
ΔH 11−10luarbiasa=35 , 99 Ctg (269° 41 ' 55 \) +1,41 - 1} {¿
= 0,59 m
ΔH 11−10 rata2=0 .23+0 ,592
33
= 0,41 m
ΔH 11−12biasa=63 , 99Ctg (89 ° 07 ' 35 \) +1, 41 - 1} { ¿
= -1,39 m
ΔH 11−12 luarbiasa=63 , 99 Ctg(269 ° 29 ' 25 \) +1, 41 - 1} {¿
= -0,98 m
ΔH 11−12rata2=−1, 39+(−0 ,98 )
2
= -1,19 m
12. Patok 12
ΔH 12−11 biasa=63 , 99Ctg (90 °18 ' 45 \) +1, 57 - 1} {¿
= 0,22 m
ΔH 12−11 luarbiasa=63 , 99Ctg(269 ° 40 ' 20 \) +1,57 - 1} {¿
= 0,94 m
ΔH 12−11rata2=0 ,22+0 ,942
= 0,58 m
ΔH 12−13 biasa=33 , 99 Ctg( 90° 32 ' 05 \) +1, 57 - 1} { ¿
= 0,25 m
ΔH 12−13 luarbiasa=33 , 99Ctg (269 °27 ' 10 \) +1,57 - 1} {¿
= 0,89 m
ΔH 12−13 rata2=0 , 25+0 , 892
= 0,57 m
13. Patok 13 ( BM Perikanan )
ΔH 13−14biasa=13 , 97739739Ctg (87 ° 42 ' 20 \) +1, 35 - 1} { ¿
= 0,9100328032 m
ΔH 13−14 luarbiasa=13 , 97739739 Ctg(360 °−272 ° 18 ' 40 \) +1, 35 - 1} { ¿
= 0,9141052381 m
34
ΔH 13−14rata2=0 ,9100328032+0 , 91410523812
= 0,9120690207 m
ΔH 14−13biasa=13 ,89128342 Ctg (95 °04 ' 05 \) +1, 34 - 1} {¿
= -0,8919578285 m
ΔH 14−13luarbiasa=13 , 89128342 Ctg(360 °−264 ° 57 ' 25 \) +1,34 - 1} {¿
= -0,8858491763 m
ΔH 14−13rata2=−0 ,8919578285+(−0 ,8858491763)
2
= -0,8889035024 m
14. Patok 14
ΔH 14−15biasa=19 ,65003778 Ctg (97 °35 ' 55 \) +1,34 - 1} { ¿
= -2,28139001 m
ΔH 14−15 luarbiasa=19 , 65003778 Ctg(360 °−262 °23 ' 45 \) +1, 34 - 1} {¿
= -2,283329265 m
ΔH 14−15rata2=−2, 28139001+(−2 ,283329265)
2
= -2,282359637 m
ΔH 15−14biasa=19 ,79919869 Ctg (84 °15 ' 05 \) +1,33 - 1} {¿
= 2,323189664 m
ΔH 15−14luarbiasa=19 , 79919869Ctg (360 °−275 ° 45 ' 10 \) +1, 33 - 1} { ¿
= 2,324644105 m
ΔH 15−14rata2=2 , 323189664+23246441052
= 2,323916884 m
15. Patok 15
ΔH 15−14biasa=111, 99 Ctg( 90° 33 ' 15 \) +1, 54 - 1} {¿
= -0,54 m
ΔH 15−14 luarbiasa=111 ,99Ctg (269 °25 ' 45 \) +1, 54 - 1} {¿
35
= -1,66 m
ΔH 15−14rata2=−0 ,54+(−1 , 66)
2
= -1,1 m
ΔH 15−1biasa=87 ,98 Ctg( 89° 13 ' 35 \) +1, 54 - 1} {¿
= 1,73 m
ΔH 15−1luarbiasa=87 , 98Ctg (270 ° 46 ' 10 \) +1, 54 - 1} {¿
= 0,64 m
ΔH 15−1rata2=1 ,73+0 ,642
= 1,19 m
15. Patok 17
ΔH 17−18biasa=23 ,59508845 Ctg (97 °28 ' 50 \) +1,36 - 1} {¿
= -2,738206445 m
ΔH 17−18 luarbiasa=23 , 59508845Ctg (360 °−262 °33 ' 15 \) +1,36 - 1} {¿
= -2,723662036 m
ΔH 17−18rata2=−2 , 738206445+(−2 , 723662036)
2
= -2,73093424 m
ΔH 18−17biasa=23 ,76612014 Ctg (84 ° 19 ' 50 \) +1, 41 - 1} { ¿
= 2,769374209 m
ΔH 18−17 luarbiasa=23 , 76612014 Ctg(360 °−275° 39 ' 40 \) +1, 41 - 1} {¿
= 2,765883551 m
ΔH 18−17rata2=2 , 769374209+2 ,7658835512
= 2,76762888 m
15. Patok 18
ΔH 18−19biasa=36 ,52822318 Ctg (101 ° 20 ' 35 \) +1, 41 - 1} { ¿
= -6,917609082 m
ΔH 18−19 luarbiasa=36 , 52822318Ctg (360 °−258 ° 38 ' 35 \) +1, 41 - 1} { ¿
= -6,926820542 m
36
ΔH 18−19rata2=−6 ,917609082+(−6 , 926820542)
2
= -6,922214812 m
ΔH 19−18biasa=36 ,81428921 Ctg(79 ° 50 ' 15 \) +1, 37 - 1} { ¿
= 6,969064104 m
ΔH 19−18luarbiasa=36 , 81428921Ctg (360 °−280 °11 ' 10 \) +1,37 - 1} { ¿
= 6,984723585 m
ΔH 19−18rata2=6 , 969064104+6 , 9847235852
= 6,976893845 m
15. Patok 19
ΔH 19−20biasa=11 ,68434056 Ctg (121° 21 ' 45 \) +1,37 - 1} {¿
= -6,751659397 m
ΔH 19−20 luarbiasa=11 , 68434056 Ctg(360 °−238 ° 47 ' 05 \) +1,37 - 1} { ¿
= -6,710547192 m
ΔH 19−20rata2=−6 ,751659397+(−6 , 710547192)
2
= -6,731103295 m
ΔH 20−19biasa=12 , 27710229 Ctg(61 ° 05 ' 40 \) +1, 34 - 1} {¿
= 7,118877846 m
ΔH 20−19 luarbiasa=12 ,27710229 Ctg (360°−298 ° 46 ' 30 \) +1, 34 - 1} {¿
= 7,08241986 m
ΔH 20−19rata2=7 , 118877846+7 ,082419862
= 7,100648853 m
Perhitungan Azimut
37
α 1−2=(35 ° 42 ' 52 \) + \( 35 ° 41' 42 )+(35 ° 44 ' 08 ,1 \) } over {3} } } {¿¿¿=35 ° 42 ' 53 ,7} {¿
α 2−3=α 1−2−β2+180 °
=35 ° 42 ' 53 ,7 - 127 °17 ' 45 ,3+180°
=88° 25 ' 8,4 } {¿
α 3−4=α 2−3−β3+180 °
=88° 25 ' 8,4 - 119°08 ' 40 ,3+180°
=149 ° 16 ' 28 ,1} {¿
α 4−5=α 3−4−β 4+180 °
=149 ° 16 ' 28 ,1 - 150 °07 ' 40 ,3+180 °
=179 ° 08 ' 47 ,8 } {¿
α 5−6=α4−51−β5+180 °
=179 ° 08 ' 47 , 8 - 49°02 ' 00 ,3+180 °
=310 ° 06 ' 47 ,5} {¿
α 6−7=α5−6−β6+180 °
=310 ° 06 ' 47 ,5 - 260 °00 ' 23 ,3+180 °
=230 ° 06 ' 47 ,5} {¿
α 7−8=α6−7−β7+180 °
=230 ° 06 ' 47 ,5 - 222° 27 '13 ,3+180 °
=187 ° 39 ' 10 ,9} {¿
α 8−9=α7−8−β8+180 °
=187 ° 39 ' 10 , 9 - 159 °08 ' 30 ,3+180 °
38
=208 ° 30 ' 40 , 6 } {¿
α 9−10=α 8−9−β9+180 °
=208 ° 30 ' 40 ,6 - 204 °49 ' 55 ,3+180 °
=183 ° 40 ' 45 ,3 } {¿
α 10−11=α9−10−β10+180 °
=183 ° 40 ' 45 ,3 - 63°05 ' 20 ,3+180 °
=300 ° 35 ' 25 } {¿
α 11−12=α 10−11−β11+180 °
=300 ° 35 ' 25 - 177 °57 ' 23 ,3+180 °
=302 ° 38' 1,7 } {¿
α 12−13=α11−12−β12+180 °
=302 ° 38' 1,7 - 199°16 ' 25 ,3+180 °
=283 ° 21 ' 36 , 4 } {¿
α 13−14=α 12−13−β13+180 °
=283 ° 21 ' 36 ,4 - 139 °51' 53 ,3+180 °
=323 ° 29 ' 43 , 1} {¿
α 14−15=α 13−14−β14+180 °
=323 ° 29 ' 43 ,1 - 142 °45 ' 15 ,3+180 °
=360 ° 44 ' 27 ,8} {¿
α 15−1=α14−15−β15+180 °
=360 ° 44 ' 27 ,8 - 127 °29 ' 35 ,3+180 °
=413 °14 ' 52 , 5 } {¿
Perhitungan d sin α
39
1. d1-2 sin α1-2 = 79,56 sin (35o42’53,7”)
= 46,4434
2. d2-3 sin α2-3 = 44,16 sin (88o25’8,4”)
= 44,1432
3. d3-4sin α3-4 = 73,99 sin (149o16’28,1”)
= 37,8034
4. d4-5 sin α4-5 = 20,56 sin (179o08’47.8”)
= 0,3075
5. d5-6 sin α5-6 = 25,95 sin (310o06’47,5”)
= -19,8459
6. d6-7 sin α6-7 = 99,99 sin (230o06’24,2”)
= -76,7164
7. d7-8 sin α7-8 = 37,48 sin (187o39’10,9”)
= -4,9914
8. d8-9sin α8-9 = 111,91 sin (208o30’40,6”)
= -53,4182
9. d9-10 sin α9-10 = 107,36 sin (183o40’45,3”)
= -6,8894
10. d10-11 sin α10-11 = 37,98 sin (300o35’25”)
= -92,4185
11. d11-12 sin α11-12 = 63,99 sin (302o38’01,7”)
= -54,0524
12. d12-13 sin α12-13 = 33,99 sin (283o21’36,4”)
= -33,0701
13. d13-14 sin α13-14 = 85,99 sin (323o29’43.1”)
= -50,8575
14. d14-15 sin α14-15 = 119,99 sin (360o44’27,8”)
= 1,5519
15. d15-1 sin α15-1 = 87,98 sin (413o14’52,5”)
= 70,4924
Perhitungan koreksi d sin α
Syarat Σd sin α = 0,0000 ( poligon tertutup )
Jumlah d sin α ( Σd sin α ) = -191, 518
40
Jumlah jarak ( Σ J ) = 1030,97 m
Pengkoreksian
1. d1-2 sin α1-2 +
J 1−2
ΣJ×Σd sin α
= 46,4434 +
79 ,561030 ,97
×191 ,518
= 61,2229
2. d2-3sin α2-3 +
J 2−3
ΣJ×Σd sin α
= 44,1432 +
44 ,161030 ,97
×191 ,518
= 52,3466
3. d3-4sin α3-4 +
J 3−4
ΣJ×Σd sin α
= 37,8034 +
73 ,991030 ,97
×191 ,518
= 51,5481
4. d4-5sin α4-5 +
J 4−5
ΣJ×Σd sin α
= 0,3075 +
20 ,651030 ,97
×191 ,518
= 4,1435
5. d5-6 sin α5-6 +
J 5−6
ΣJ×Σd sin α
= -19,8459 +
25 ,951030 ,97
×191 ,518
= -15,0253
6. d6-7 sin α6-7 +
J 6−7
ΣJ×Σd sin α
= -76,7164 +
99 ,991030 ,97
×191 ,518
= -58,1418
7. d7-8 sin α7-8 +
J 7−8
ΣJ×Σd sin α
= -4,9914 +
37 ,481030 ,97
×191 ,518
= 1,9711
8. d8-9 sin α8-9 +
J 8−9
ΣJ×Σd sin α
= -53,4182 +
111 , 911030 ,97
×191 ,518
= -32,6293
9. d9-10 sin α9-10 +
J 9−10
ΣJ×Σd sin α
= -6,8894 +
107 ,361030 ,97
×191 ,518
= 13,0543
10. d10-11 sin α10-11 +
J 10−11
ΣJ×Σd sin α
= -92,4185 +
37 ,981030 ,97
×191 ,518
41
= -85,3632
11. d11-12 sin α11-12 +
J 11−12
ΣJ×Σd sin α
= -54,0524 +
63 ,991030 ,97
×191 ,518
= -42,1653
12. d12-13 sin α12-13 +
J 12−13
ΣJ×Σd sin α
= -33,0701 +
33 ,991030 ,97
×191 ,518
= -26,7559
13. d13-14 sin α13-14 +
J 13−14
ΣJ×Σd sin α
= -50,8575 +
85 ,991030 ,97
×191 ,518
= -34,8836
14. d14-15 sin α14-15 +
J 14−15
ΣJ×Σd sin α
= 1,5519 +
119 ,991030 ,97
×191 ,518
= 23,8418
15. d15-1 sin α15-1 +
J 15−1
ΣJ×Σd sin α
= 70,4924 +
87 ,981030 ,97
×191 ,518
= 86,8360
Perhitungan d cos α
1. d1-2 cos α1-2 = 79,56 cos (35o42’53,7”)
= 64,5973
2. d2-3 cos α2-3 = 44,16 cos (88o25’8,4”)
= 1,2184
3. d3-4 cos α3-4 = 73,99 cos (149o16’28,1”)
= -63,6036
4. d4-5 cos α4-5 = 20,56 cos (179o08’47.8”)
= -20,6477
5. d5-6 cos α5-6 = 25,95 cos (310o06’47,5”)
= 16,7196
6. d6-7 cos α6-7 = 99,99 cos (230o06’24,2”)
= -64,1295
7. d7-8 cos α7-8 = 37,48 cos (187o39’10,9”)
= -37,1464
42
8. d8-9 cos α8-9 = 111,91 cos (208o30’40,6”)
= -98,3379
9. d9-10 cos α9-10 = 107,36 cos (183o40’45,3”)
= -10,1387
10. d10-11 cos α10-11 = 37,98 cos (300o35’25”)
= 19,3278
11. d11-12 cos α11-12 = 63,99 cos (302o38’01,7”)
= 34,5077
12. d12-13 cos α12-13 = 33,99 cos (283o21’36,4”)
= 7,8541
13. d13-14 cos α13-14 = 85,99 cos (323o29’43.1”)
= 69,1195
14. d14-15 cos α14-15 = 119,99 cos (360o44’27,8”)
= 119,9799
15. d15-1 cos α15-1 = 87,98 cos (413o14’52,5”)
= 52,6432
Perhitungan koreksi d cos α
Syarat Σd cos α = 0,0000 ( poligon tertutup )
Jumlah d cos α ( Σd cos α ) = -5,0804
Jumlah jarak ( Σ J ) = 1030,97 m
Pengkoreksian
1. d1-2 cos α1-2 +
J 1−2
ΣJ×Σd cos α
= 64,5973 +
79 , 561030 ,97
×5,0804
= 64,9894
2. d2-3 cos α2-3 +
J 2−3
ΣJ×Σd cos α
= 1,2184 +
44 ,161030 ,97
×5,0804
= 1,4360
3. d3-4 cos α3-4 +
J 3−4
ΣJ×Σd cos α
= -63,6036 +
73 , 991030 ,97
×5,0804
= -63,2390
43
4. d4-5 cos α4-5 +
J 4−5
ΣJ×Σd cos α
= -20,6477 +
20 , 651030 ,97
×5,0804
= -20,5459
5. d5-6 cos α5-6 +
J 5−6
ΣJ×Σd cosα
= 16,7196 +
25 , 951030 ,97
×5,0804
= 16,8475
6. d6-7 cos α6-7 +
J 6−7
ΣJ×Σd cosα
= -64,1295 +
99 , 991030 ,97
×5,0804
= -63,6368
7. d7-8 cos α7-8 +
J 7−8
ΣJ×Σd cosα
= -37,1464 +
37 , 481030 ,97
×5,0804
= -36,9617
8. d8-9 cos α8-9 +
J 8−9
ΣJ×Σd cosα
= -98,3379 +
111 , 911030 ,97
×5,0804
= -97,7864
9. d9-10 cos α9-10 +
J 9−10
ΣJ×Σd cos α
= --107,1387 +
107 , 361030 ,97
×5,0804
= -106,6096
10. d10-11 cos α10-11 +
J 10−11
ΣJ×Σd cosα
= 19,3278 +
37 , 981030 ,97
×5,0804
= 19,5150
11. d11-12 cos α11-12 +
J 11−12
ΣJ×Σd cos α
= 34,5077 +
63 , 991030 ,97
×5,0804
= 34,8230
12. d12-13 cos α12-13 +
J 12−13
ΣJ×Σd cosα
= 7,8541 +
33 , 991030 ,97
×5,0804
= 8,0216
13. d13-14 cos α13-14 +
J 13−14
ΣJ×Σd cos α
= 69,1195 +
85 , 991030 ,97
×5,0804
= 69,5432
44
14. d14-15 cos α14-15 +
J 14−15
ΣJ×Σd cos α
= 119,9799 +
119 ,991030 ,97
×5,0804
= 120,5712
15. d15-1 cos α15-1 +
J 15−1
ΣJ×Σd cosα
= 52,6432 +
87 , 981030 ,97
×5,0804
= 53,0767
Perhitungan Koordinat
X1 = 5000
X2 = X1 + J1-2 Sin α1-2
= 5000 + (-23,71543107)
= 4976,083521
X3 = X2 + J2-3 Sin α2-3
= 5000+ (-80,12860442)
=
X4 = X3 + J3-4 Sin α3-4
= 517215,57 + 51,5481
= 517267,1176
X5 = X4 + J4-5 Sin α4-5
= 517267,1176 + 4,1435
= 517271,26
X6 = X5 + J5-6 Sin α5-6
= 517271,26 - 15,0253
= 517156,24
X7 = X6 + J6-7 Sin α6-7
= 517156,24 + 1,9711
= 517198,09
X8 = X7 + J7-8 Sin α7-8
= 517198,09 + 1,9711
= 517200,07
X9 = X8 + J8-9 Sin α8-9
= 517200,07 - 32,6293
= 517167,44
45
X10 = X9 + J9-10 Sin α9-10
= 517167,44 + 13,0543
= 517180,49
X11 = X10 + J10-11 Sin α10-11
= 517180,49 - 85,3632
= 517095,13
X12 = X11 + J11-12 Sin α11-12
= 517095,13 - 42,1653
= 517052,96
X13 = X12 + J12-13 Sin α12-13
= 517052,96 - 26,7559
= 517026,21
X14 = X13 + J13-14 Sin α13-14
= 517026,21 - 34,8836
= 516991,32
X15 = X14 + J14-15 Sin α14-15
= 516991,32 + 23,8418
= 517015,16
X16 = X15 + J15-1 Sin α15-1
= 517015,16 + 86,8360
= 517101,99
Y1 = 9948262
Y2 = Y1 + J1-2 Cos α1-2
= 9948262 + 64,9894
= 9948326,99
Y3 = Y2 + J2-3 Cos α2-3
= 9948326,99 + 1,4360
= 9948328,43
Y4 = Y3 + J3-4 Cos α3-4
= 9948328,43 - 63,2390
= 9948265,19
Y5 = Y4 + J4-5 Cos α4-5
= 9948265,19 - 20,5459
46
= 9948244,64
Y6 = Y5 + J5-6 Cos α5-6
= 9948244,64 + 16,8475
= 9948261,49
Y7 = Y6 + J6-7 Cos α6-7
= 9948261,49 - 63,6368
= 9948197,85
Y8 = Y7 + J7-8 Cos α7-8
= 9948197,85 - 36,9617
= 9948160,89
Y9 = Y8 + J8-9 Cos α8-9
= 9948160,89 - 97,7864
= 9948063,1
Y10 = Y9 + J9-10 Cos α9-10
= 9948063,1 - 106,6096
= 9947956,49
Y11 = Y10 + J10-11 Cos α10-11
= 9947956,49 + 19,5150
= 9947976,01
Y12 = Y11+ J11-12 Cos α11-12
= 9947976,01 + 34,8230
= 9948010,83
Y13 = Y12 + J12-13 Cos α12-13
= 9948010,83 + 8,0216
= 9948018,85
Y14 = Y13 + J13-14 Cos α13-14
= 9948018,85 + 69,5432
= 9948088,4
Y15 = Y14 + J14-15 Cos α14-15
= 9948088,4 + 120,5712
= 9948208,97
Y16 = Y15 + J15-1 Cos α15-1
= 9948208,97 + 53,0767
= 9948262,044
47
Z1 = 67,875
Z2 = Z1 + ∆h1-2
= 67,875 + 5,94
= 73,815
Z3 = Z2 + ∆h2-3
= 73,815 + 9,03
= 82,845
Z4 = Z3 + ∆h3-4
= 82,845 + 0,84
= 83,685
Z5 = Z4 + ∆h4-5
= 83,685 + 2,68
= 86,365
Z6 = Z5 + ∆h5-6
= 86,365 - 1.20
= 85,165
Z7 = Z6 + ∆h6-7
= 85,165 + 0,61
= 85,775
Z8 = Z7 + ∆h7-8
= 85,775 – 4,43
= 81,345
Z9 = Z8 + ∆h8-9
= 81,345 – 3,69
= 77,657
Z10 = Z9 + ∆h9-10
= 77,657 – 8,29
= 69,365
Z11 = Z10 + ∆h10-11
= 69,365 – 0,78
= 68,585
Z12 = Z11 + ∆h11-12
= 68,585 - 1,19
48
= 67,355
Z13 = Z12 + ∆h12-13
= 67,355 + 0,57
= 67,965
Z14 = Z13 + ∆h13-14
= 67,965 - 0,56
= 67,484
Z15 = Z14 + ∆h14-15
= 67,484 + 0,81
= 68,215
Z16 = Z15 + ∆h15-1
= 68,215 + 1,19
= 69,405
Perhitungan Detail
a. Patok 1
- det 1
Jarak = 100 ( ba – bb ) Sin2 z
= 100 ( 1,15 – 0,85 ) Sin2 ( 87o01’35”)
= 29, 92 m
∆H = Jarak Ctg z + ti – bt
= 29,92 m Ctg ( 87o01’35”) + 1,3 – 1
= 1,8542 m
- det 2
Jarak = 100 ( 1,16 – 0,84 ) Sin2 ( 87o09’50”)
= 41,5 m
∆H = 31,96 m Ctg ( 87o09’50”) + 1,3 – 1
= 1,8833 m
b. Patok 2
- det 1
Jarak = 100 ( 2,41 – 2,19 ) Sin2 ( 98o58’30”)
49
= 21,47 m
∆H = 21,47 m Ctg ( 98o58’30”) + 1,4 – 2,3
= - 4, 2909 m
- det 2
Jarak = 100 ( 2,44 – 2,16 ) Sin2 ( 97o03’05”)
= 24,5 m
∆H = 27,58 m Ctg ( 97o03’05”) + 1,4 – 2,3
= - 4, 3115 m
c. Patok 4
- det 1
Jarak = 100 ( 1,215 – 0,785 ) Sin2 ( 98o19’05”)
= 27,5 m
∆H = 42,1 m Ctg ( 98o19’05”) + 1,4 – 1
= - 5, 7553 m
- det 2
Jarak = 100 ( 1,14 – 0,86 ) Sin2 ( 96o02’25”)
= 27,69 m
∆H = 27,69 m Ctg ( 96o02’25”) + 1,4 – 1
= - 2, 53 m
d. Patok 5
- det 1
Jarak = 100 ( 1,13 – 0,87 ) Sin2 ( 101o50’05”)
= 22,5 m
∆H = 24,91 m Ctg ( 101o50’05”) + 1,39 – 1
= - 4,8297 m
e. Patok 7
- det 1
Jarak = 100 ( 1,14 – 0,56 ) Sin2 ( 91o45’50”)
= 57,95 m
∆H = 57,95 m Ctg ( 91o45’50”) + 1,45 – 1
= - 1,3346 m
- det 2
Jarak = 100 ( 2,00 – 1,00 ) Sin2 ( 91o17’20”)
50
= 99,95 m
∆H = 99,95 m Ctg ( 91o17’20”) + 1,45 – 1,5
= - 2, 2875 m
f. Patok 13
- det 1
Jarak = 100 ( 1,33 – 0,67 ) Sin2 ( 88o55’30”)
= 65,98 m
∆H = 65, 98 m Ctg ( 88o55’30”) + 1,55 – 1
= 1,7881 m
- det 2
Jarak = 100 ( 1,32 – 0,68 ) Sin2 ( 88o48’50”)
= 63,99 m
∆H = 63,99 m Ctg ( 88o48’50”) + 1,55 – 1
= 1,8749 m
g. Patok 15
- det 1
Jarak = 100 ( 1,29 – 0,71 ) Sin2 ( 90o10’25”)
= 58,8 m
∆H = 57,99 m Ctg ( 90o10’25”) + 1,54 – 1
= 0,3643 m
- det 2
Jarak = 100 ( 1,24 – 0,76 ) Sin2 ( 89o53’30”)
= 40,5 m
∆H = 47,99 m Ctg ( 89o53’30”) + 1,54 – 1
= 0,6307 m
3. Pembahasan
Untuk memulai suatu kegiatan pengukuran dengan teodolit terlebih dahulu teodolit
kita sentering barulah kita bisa menggunakan teodolit tersebut.Pada pembacaan rambu ukur
menggunakan satuan millimeter, setiap satu kotak pada rambu ukur ukurannya 10 milimeter.
51
Apabila ingin menggunakan satuan meter kita maka hasil yang kita peroleh dibagi dengan
100.
Sudut horizontal adalah sudut yang dibentuk oleh titik optik dengan teropong alat
(teodolit) dalam bacaan secara horizontal atau mendatar , sedangkan sudut vertikal adalah
sudut yang dibentuk oleh titik / patok serta rambu ukur dengan teodolit dalam keadaan
bacaan secara vertikal atau tegak terhadap rambu / patok .Sudut helling adalah sudut miring
pada teropong yang dibentuk pada bidang datar , sedankan pada sudut zenith adalah sudut
miring yang dibentuk dengan bidang tegak sudut vertikal yang digunakan atau bisa dikatakan
bahwa sudut zenith dan sudut helling saling berimpit dan penjumlahan sudut keduanya
berjumlah 180o.
Sudut horizontal dapat dicari dengan menolkan waterpass kesudut yang akan diukur
kemudian diarahkan kemana sudut horizontal yang akan dicari ( dengan melihat selisih sudut
pada horizontal ) selain itu dapat juga menggunakan dengan mengurangkan azimut dua sisi /
garis pembentuk sudut. Pengukuran jarak optis merupakan pengukuran jarak secara tidak
langsung, karena dalam pelaksanaannya digunakan alat bantu berupa teropong pada alat ukur
dan menembak pada rambu ukur kemudian menghitungnya dengan menggunakan rumus : J12
= A ( ba – bb ) sin2 z untuk sudut biasa dan luar biasa.Pengukura beda tinggi dengan teodolit
dapat dilakukan dengan metode tachymetri dan metode tangensial.
Pada prakteknya biasanya sudut yang digunakan sudut biasa dan luar biasa karena
untuk menentukan besar sudut yang diperoleh antar titik yang sama atau sejajar sehingga
mempermudah dalam mengecek data. Pada perhitungan biasanya didapat tanda negatif,
maksud dari tanda negatif adalah terjadi penurunan ketinggian atau pengurangan ketinggian
patok titik yang ditembak lebih rendah dari titik tempat alat ditempatkan ( titik tempat
menembak patok / rambu tujuan ).
Detail adalah objek yang ada dilapangan baik yang bersifat alami ataupun buatan
manusia yang akan dijadikan isi peta yang akan dibuat. Fungsi dari detail adalah untuk
menentukan posisi titik – titik koordinat dan sudut suatu objek yang ada dilapangan dengan
melakukan pengukuran dengan alat ukur pada titik detail yang telah ditentukan untuk
mengetahui lokasi titik detail dari suatu daerah yang akan dijadikan isi peta.Pada pengukuran
titik detail dilapangan biasanya tidak semua detail dari suatu objek bisa terlihat untuk
menentukan detail yang akan digambarkan biasanya detail yang tidak terlihat diukur dengan
mennggunakan meteran panjang atau lebar yang tidak terlihat.
Azimuth adalah besarnya sudut horizontal yang dimulai dari salah satu ujung jarum
magnet ( U, S ) sampai pada ujung objektif garis bidik yang besarnya sama dengan angka
52
pembacaan azimuth magnetis yang dibaca pada ujung jarum magnet. Penentuan azimut
dilakukan dengan cara menggunakan kompas, dengan bantuan cahaya matahari dan dengan
menggunakan koordinat dari dua buah titik yang telah diketahui.
Dari pengamatan diperoleh nilai azimut :
∆z1 = 35o42’52:
∆z2 = 35o41’42”
∆z3 = 35o44’08,1”
Pada saat pengukuran sudut biasanya terjadi kesalahan - kesalahan sehingga perlu
untuk melakukan koreksi sudut. koreksi sudut perlu dilakukan agar sudut yang kita hasilkan
tidak terlalu jauh bedanya dengan sudut yang ada pada koordinatnya. Selain itu koreksi sudut
perlu dilakukan agar data yang kita peroleh bisa kita ploting kedalam sebuah peta / gambar
dan hasilnya sesuai dengan keadaannya karena sudut yang kita gunakan telah kita koreksi
sebelumnya.
Faktor kesalahan yang mungkin terjadi yang terjadi dalam praktikum ini adalah :
- kesalahan dalam penyentringan alat sehingga data yang diambil kurang akurat.
- kesalahan dalam membidik titik sehingga mempengaruhi hasil perhitungan
- terlalu jauhnya jarak antara patok satu dengan patok berikutnya, hal ini juga berpengaruh
dalam pengolahan data
- kesalahan praktikan, seperti keliru dalam menuliskan hasil dari penembakan titik
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dan perhitrungan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan :
- Hasil pengukuran sudut horizontal yang diperoleh adalah :
1. β1 =211∘28 ' 13} {¿ 6. β6 =259∘56 ' 38} {¿ 11. β11
=177∘53 ' 38 } {¿
2. β2 =127∘14 ' 00 } {¿ 7. β7
=222∘23 ' 28 } {¿ 12. β12 =199∘12 ' 40} {¿
3. β3 =119∘04 ' 55} {¿ 8. β8
=159∘ 04 ' 45 } {¿ 13. β13 =139∘ 48 ' 08 } {¿
4. β4 =150∘ 03' 55} {¿ 9. β9
=204∘46 ' 10 } {¿ 14. β14 =113∘41 ' 30 } {¿
5.β5 =48∘58 ' 15} {¿ 10. β10
=63∘01 ' 35 } {¿ 15. β15 =151∘25 ' 50 } {¿
- Hasil pengukuran jarak optis yang diperoleh adalah :
53
1. J1-2 rata-rata = 79,56 m 6. J6-7 rata-rata = 99,99 m 11. J11-12 rata-rata = 63,99 m 2. J2-3
rata-rata = 44,16 m 7. J7-8 rata-rata = 37,48 m 12. J12-13 rata-rata = 33,99 m
3. J3-4 rata-rata = 73,99 m 8. J8-9 rata-rata = 111,91 m 13. J13-14 rata-rata = 85,9 m
4. J4-5 rata-rata = 20,65 m 9. J9-10 rata-rata = 107,36 m 14. J14-15 rata-rata = 126 m
5. J5-6 rata-rata = 25,95 m 10. J10-11 rata-rata = 37,98 m 15. J15-1 rata-rata = 146 m
- Hasil pengukuran beda tinggi yang diperoleh adalah :
1. ∆H1-2 = 5,94 m 6. ∆H6-7 = 0,61 m 11. ∆H11-12 = -1,19 m
2. ∆H2-3 = 9,03 m 7. ∆H7-8 = -4,43 m 12. ∆H12-13 = 0,57 m
3. ∆H3-4 = 0,84 m 8. ∆H8-9 = -3,69 m 13. ∆H13-14 = -0,56 m
4. ∆H4-5 = 2,68 m 9. ∆H9-10 = -8,29 m 14. ∆H14-15 = 0,81 m
5. ∆H5-6 = -1,20 m 10. ∆H10-11 = -0,79 m 15. ∆H15-1 = 1,19 m
- Hasil pengukuran pengukuran azimuth yang diperoleh adalah :
1. α1-2=35 ° 42 ' 53 ,7 } {¿ 6. α6-7
=230 ° 06 ' 47 ,5 } {¿ 11. α11-12=302 ° 38' 1,7 } {¿
2. α2-3=88° 25 ' 8,4 } {¿ 7. α7-8
=187 ° 39 ' 10 , 9} {¿ 12. α13-13=283 ° 21 ' 36 , 4 } {¿
3. α3-4=149 ° 16 ' 28 ,1 } {¿ 8. α8-9
=208 ° 30 ' 40 , 6 } {¿ 13. α13-14=323 ° 29 ' 43 , 1} {¿
4. α4-5=179 ° 08 ' 47 , 8 } {¿ 9. α9-10
=183 ° 40 ' 45 ,3 } {¿ 14. α14-15=360 ° 44 ' 27 ,8} {¿
5. α5-6=310 ° 06 ' 47 ,5 } {¿ 10. α10-11
=300 ° 35 ' 25 } {¿ 15. α15-1=413 °14 ' 52 , 5 } {¿
- Hasil pengukuran pengukuran koordinat yang diperoleh adalah :
X1 = 517102 Y1 = 9948262 Z1 = 67,875
X2 = 517163,22 Y2 = 9948326,99 Z2 = 73,815
X3 = 517215,57 Y3 = 9948328,43 Z3 = 82,845
X4 = 517267,1176 Y4 = 9948265,19 Z4 = 83,685
X5 = 517271,26 Y5 = 9948244,64 Z5 = 86,365
X6 = 517156,24 Y6 = 9948261,49 Z6 = 85,165
X7 = 517198,09 Y7 = 9948197,85 Z7 = 85,775
X8 = 517200,07 Y8 = 9948160,89 Z8 = 81,345
X9 = 517167,44 Y9 = 9948063,1 Z9 = 77,567
X10 = 517180,49 Y10 = 9947956,49 Z10 = 69,365
X11 = 517095,13 Y11 = 9947976,01 Z11 = 68,585
54
X12 = 517052,96 Y12 = 9948010,83 Z12 = 67,355
X13 = 517026,21 Y13 = 9948018,85 Z13 = 67,965
X14 = 516991,32 Y14 = 9948088,4 Z14 = 67,484
X15 = 517015,16 Y15 = 9948208,97 Z15 = 68,215
X16 = 517101,99 Y16 = 9948262,044 Z16 = 69,405
- Hasil pengukuran pengukuran titik detail yang diperoleh adalah :
a. Patok 1
- det 1 Jarak = 29, 92 m ∆H = 1,8542 m
- det 2 Jarak = 41,5 m ∆H = 1,8833 m
b. Patok 2
- det 1 Jarak = 21,47 m ∆H = - 4, 2909 m
- det 2 Jarak = 24,5 m ∆H = - 4, 3115 m
c. Patok 4
- det 1 Jarak = 2,75 m ∆H = - 5, 7553 m
- det 2 Jarak = 27,69 m ∆H = - 2, 53 m
d. Patok 5
- det 1 Jarak = 22,5 m ∆H = - 4,8297 m
e. Patok 7
- det 1 Jarak = 57,95 m ∆H = - 1,3346 m
- det 2 Jarak= 99,95 m ∆H = - 2, 2875 m
f. Patok 13
- det 1 Jarak= 65,98 m ∆H = 1,7881 m
- det 2 Jarak= 63,99 m ∆H = 1,8749 m
g. Patok 15
- det 1 Jarak= 58,5 m ∆H = 0,3643 m
- det 2 Jarak= 40,5 m ∆H = 0,6307 m
2. Saran
- usahakan agar alat teodolit bener benar dalam keadaan sentring agar tidak terjadi
kesalahan dalam pengambilan data
- dalam melakukan penembakan titik harus tepat sebab dapat mempengaruhi data
55
- sebaiknya jarak antara patok satu dengan patok berikutnya jangan terlalu jauh sebab
data yang dihasilkan bisa kurang akurat
56
DAFTAR PUSTAKA
Agus,A.Soedomo.2000. Dasar – Dasar Pemetaan.Bandung: ITB
Davis,R.E.1981. Surveying Theory and Practice. New York : Graw Hill Book
Frick,Heinz.1984.Ilmu dan Alat Ukur Tanah.Yogyakarta:Kanisius
Soetomo,Wongsotjitro.1980.Ilmu Ukur Tanah.Yogyakarta: Kanisius
Subagio.2002.Pengetahuan Peta. Bandung:ITB
Wignall,Arthur.dkk.1999.Proyek Jalan Teori dan Praktek Edisi ke-4.Jakarta:Erlangga
57
top related