laproan tpht 4
Post on 21-Dec-2015
32 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK
PEMBUATAN ABON TELUR DAN DANGKE
NAMA : HERDY DWI WIBOWO
NIM : I111 11 313
KELOMPOK : VI (ENAM)
GELOMBANG : II (DUA)
ASISTEN : SYAMSUDDIN, S.Pt
LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAKFAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu hasil produksi ternak adalah susu dari sapi perah dan telur dari
ayam dan itik. Telur dan susu sebagai produk dari ternak yang merupakan
penyuplai protein hewani terbesar bagi Indonesia. Telur ayam, telur itik dan susu
merupakan sebagian produk ternak yang dapat diolah menjadi berbagai produk
sesuai dengan kebutuhan protein hewani masyarakat.
Berbagai produk olahan daging antara lain bakso, nugget, dendeng, sosis,
abon dan lain-lain. Produk olahan susu antara lain ice cream, yogurt, keju, susu
skim dan lain-lain. Untuk produk olahan telur antara lain telur asin, telur pindang,
egg nog, tepung telur dan lain-lain. Bahan pangan hewani memiliki karakteristik
yang membedakan dengan bahan pangan nabati. Bahan pangan hewani memiliki
daya simpan yang jauh lebih pendek daripada bahan pangan nabati bila dalam
keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya simpan ini terkait dengan struktur
jaringan hasil hewani dimana bahan pangan hewani tidak memiliki jaringan
pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman. Bahan pangan
hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor
tekanan dari luar. Karakteristik masing-masing bahan pangan hewani sangat
spesifik sehingga tidak bisa digeneralisasi. Sifat pada daging sangatlah berbeda
dengan sifat telur.
Berbeda dengan pangan nabati yang memiliki kesamaan dalam hal
jaringan jaringan atau komponen-komponen penyusunnya. Pada bahan pangan
hewani, lemak pada daging terletak pada jaringan lemak, pada susu terletak pada
globula globula lemak dan pada telur terdapat pada kuning telur. Bahan pangan
hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak dan bahan pangan
nabati merupakan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, lemak dan protein.
Berdasarkan hal tersebut maka pengolahan menjadi penting. Pengolahan penting
karena dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya tahan,
meningkatkan kualitas, nilai tambah dan sebagai sarana diversifikasi produk.
Dengan demikian maka suatu roduk menjadi memiliki daya ekonomi yang lebih
setelah mendapat sentuhan teknologi pengolahan. Hal inilah yang
melatarbelakangi dilakukannya Praktikum Abon Telur dan Dangke.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan praktikum pembuatan telur asin, abon telur dan dangke
adalah Untuk mengetahui bahan yang digunakan dalam pembuatan abon telur dan
dangke, mengetahui cara pengolahan telur menjadi abon, megetahui alternative
pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan bahan pangan lebih lama dan
mengetahui kualitas abon yang baik di konsumsi, Untuk mengetahui cara
pembuatan dangke dan pemeriksaan kualitasnya, serta mengetahui karakteristik
dangke yang diolah.
Adapun kegunaan praktikum pembuatan telur asin, abon telur dan dangke
adalah Agar mengetahui cara pengolahan telur menjadi abon, mengetahui bahan
yang digunakan dalam pembuatan abon telur dan dangke, mengetahui alternative
pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan bahan pangan lebih lama dan
mengetahui kualitas abon yang baik di konsumsi, dan agar mengetahui cara
pembuatan dangke dan mengetahui karakteristik dangke yang diolah.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Telur Ayam
Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk
perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur
akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian
utama : kulit telur, bagian cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning
(Rasyaf, 1990).
Menurut Suprapti (2002), telur merupakan salah satu produk peternakan
unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur
merupakan salah satu sumber protein hewani disamping daging, ikan dan susu.
Secara umum terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang
(11 % dari bobot tubuh), putih telur (57 % dari bobot tubuh) dan kuning telur (32
% dari bobot tubuh).
Tepung telur pada dasarnya masih merupakan telur mentah juga, namun
sudah dikeringkan sebagian besar kandungan airnya, hingga hanya tersisa kurang
lebih 10 % saja. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan tepung telur ini adalah
telur-telur yang mengalami retak atau pecah telur, serta telur-telur yang telah
mendekati batas akhir umur penyegarannya (Suprapti, 2002).
Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk
perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur
akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian
utama : kulit telur, bagian cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning
(Rasyaf, 1990).
Menurut Suprapti (2002), telur merupakan salah satu produk peternakan
unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur
merupakan salah satu sumber protein hewani disamping daging, ikan dan susu.
Secara umum terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang
(11 % dari bobot tubuh), putih telur (57 % dari bobot tubuh) dan kuning telur (32
% dari bobot tubuh).
Ciri-ciri telur yang baik antara lain : kerabang bersih, halus, rongga udara
kecil, kuning telurnya terletak ditengah dan tidak bergerak, putih telur bagian
dalam kental dan tinggi pada bagian putih telur maupun kuning telur tidak
terdapat noda darah maupun daging. Bentuk telur serta besarnya juga proporsional
dan normal (Sudaryani dan Samosir, 1997).
Telur sangat tahan terhadap kehilangan isi karena ketahanan kerabang
terhadap penyusupan zat cair atau perbanyakan jasad renik. Telur utuh terdiri atas
beberapa komponen, yaitu air 66 % dan bahan kering 34 % yang tersusun atas
protein 12 %, lemak 10 %, karbohidrat 1 % dan abu 11 %. Kuning telur adalah
salah satu komponen yang mengandung nutrisi terbanyak dalam telur. Kuning
telur mengandung air sekitar 48 % dan lemak 33 %. Kuning telur juga
mengandung vitamin, mineral, pigmen dan kolesterol. Putih telur terdiri atas
protein, terutama lisosin yang memiliki kemampuan anti bakteri untuk membantu
mengurangi kerusakan telur (Akoso, 1993).
B. Tinjauan Umum Abon Telur
Banyak orang menganggap bahwa abon merupakan sumber protein.
Makanan ini memang memang terbuat dari bahan makanan sumber protein
(daging sapi, ayam, ikan). Pengolahan makanan terutama penggunaan suhu tinggi
dapat menyebabkan kerusakan zat gizi baik jumlah maupun mutunya. Yang paling
mudah rusak adalah vitamin, terutama vitamin larut air (Sunaryo, 2009).
Penggunaan panas yang tidak terlalu tinggi dapat meningkatkan mutu/nilai
gizi terutama protein. Contoh telur yang dimasak lebih baik daripada telur
mentah, kacang-kacangan yang dimasak lebih baik daripada kacang mentah
karena senyawa-senyawa penghambat enzim protease menjadi in-aktif. Tetapi
penggunaan suhu tinggi misalnya digoreng sampai kering, dipanggang, dibakar
itu merusak nilai gizi protein (bukan kadarnya) karena terjadi polimerisasi, ikatan
kompleks, ikatan silang sehingga enzim yang ada di perut manusia tidak mampu
mencerna. Tidak ada bahan makanan satupun yang bermanfaat bagi manusia
kalau tidak dapat dicerna dan diserap. Pembuatan Abon Telur ayam merupakan
suatu produk pangan hasil pengolahan dari Telur ayam yg diolah secara
tradisional dengan cara yang sangat sederhana namun memiliki kandungan protein
yang tinggi yg meliputi proses menggoreng, mengepres minya, mencampur
bumbu (Tjahjadi, 2008).
Komoditas hasil ternak seperti daging, umumnya memiliki masa simpan
yang singkat karena mudah rusak (Perishable). Usaha memperpanjang daya
simpan dan meningkatkan cita rasa dapat dilakukan dengan pengolahan bahan
pangan tersebut. Dengan pengolahan bahan pangan tersebut, satu jenis bahan
pangan dapat dibuat berbagai macam bentuk produk dengan cita rasa yang
berbeda. Salah satu hasil olahan tersebut adalah abon. Bagi masyarakat Indonesia
abon bukan merupakan produk asing. Abon dapat diperoleh di pasar atau di toko-
toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat merupakan jenis lauk pauk kering
berbentuk khas dengan bahan baku pokok berupa daging atau ikan. Bahan
campuran abon dapat menggunakan bahan nabati misalnya keluwih atau jantung
pisang (Astawan, 1989).
Abon umumnya memiliki komposisi gizi yang cukup baik dan dapat
dikonsumsi sebagai makanan ringan atau sebagai lauk pauk. Abon sebagai salah
satu bentuk produk olahan kering sudah dikenal masyarakat luas karena harganya
cukup terjangkau dan rasanya lezat. Pembuatan abon dapat dijadikan sebagai
salah satu alternatif pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan bahan
pangan lebih lama. Abon memiliki umur simpan yang relatif lama karena
berbentuk kering. Dengan cara pengolahan yang baik abon dapat disimpan
berbulan-bulan tanpa mengalami banyak penurunan mutu (Afrisanti, 2010).
Abon memiliki prospek ekonomi yang baik karena konsumennya luas.
Kalangan masyaidak hanya masyarakat kota saja tetapi masyarakat desa pun
banyak yang menyukainya. Abon memiliki harga cukup beragam tergantung pada
biaya produksi dan bahan baku yang digunakan. Abon yang terbuat dari daging
atau ikan biasanya memiliki harga cukup tinggi. Tetapi walaupun harga abon dari
bahan tertentu cukup tinggi namun peminatnya cukup banyak. Untuk menekan
harga agar terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah maka produk abon
dapat dibuat dari bahan nabati yang dikombinasikan dengan bahan hewani
(Dwiari, 2008).
Upaya pengembangan industri abon tidak begitu sulit karena bahan baku
untuk pembuatan abon mudah di dapat di setiap daerah. Pemilihan bahan baku
dapat didasarkan atas ketersediaan jenis bahan baku yang terdapat di daerah
tersebut dan kemudahan memperolehnya. Cara pembuatan abon juga cukup
mudah sehingga dapat dikerjakan oleh anggota keluarga sebagai industri rumah
tangga (Home industri). Teknologi dan peralatan yang digunakan juga sederhana
dan relatif tidak memerlukan investasi modal yang besar Dengan
mempertimbangkan sarana produksi, teknologi dan prospek pasar yang cerah,
pembuatan abon layak dijadikan salah satu alternatif usaha (Sunaryo, 2009).
C. Tinjauan Umum Dangke
Menurut Marzoeki (1978), dangke adalah sejenis makanan bergizi yang
dibuat dari susu kerbau. Kadang-kadang dangke juga dibuat dari susu sapi.
Dangke dibuat di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Daerah yang terkenal
sebagai penghasil dangke di Kabupaten Enrekang adalah Kecamatan Cendana,
Baraka, Anggeraja, dan Kecamatan Alla. Dangke telah dikenal sejak sebelum
tahun 1905. Adapun nama dangke berasal dari bahasa Belanda, sewaktu orang
Belanda melihat jenis makanan yang terbuat dari susu tersebut, mereka
mengatakan “DANK WELL” yang artinya terima kasih. Rakyat yang mendengar
kata dangke mengira itulah nama makanan tersebut. Khususnya di Kabupaten
Enrekang, susu sapi dan kerbau segar yang diperah sebagian besar diperuntukkan
untuk pembuatan dangke dalam skala usaha rumah tangga. Untuk menghasilkan
sebuah dangke berukuran setengah tempurung kelapa, dibutuhkan sekitar 1,25 –
1,50 liter susu segar, tergantung bangsa sapi, getah papaya dan garam melalui
proses pemanasan/pemasakan yang selanjutnya dikemas menggunakan daun
pisang.
Kuantitas produksi yang dihasilkan tiap unit usaha rumah tangga
bergantung pada jumlah induk laktasi yang dimiliki. Data yang tercatat pada
Januari 2008 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 256 unit usaha pengolah
dangke dan berdasarkan jumlah populasi yang ada sekarang (Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Enrekang, 2009): dapat dihasilkan susu murni sekitar
672.000 liter/tahun yang diolah menjadi dangke. Dari tahun 2008 hingga
pertengahan tahun 2009, tercatat angka produksi susu antara 3.287 sampai 3.376
liter/hari se-Kabupaten Enrekang. Jika diasumsikan untuk menghasilkan sebuah
dangke dibutuhkan 1,5 liter susu segar, berarti sekitar 2000 dangke di produksi
setiap harinya. Sebagai salah satu produk olahan susu, dangke memiliki nilai
tambah (added value) tersendiri dari limbahnya yakni berupa whey dangke yang
juga dapat diolah menjadi produk olahan bergizi tinggi lainnya, misalnya dalam
bentuk nata de whey. Namun untuk saat ini, whey hanya dimanfaatkan untuk
dijadikan sebagai susu subtitusi (tambahan/pengganti) bagi pedet sapi perah. Saat
ini pemasaran dangke tidak hanya di daerah Sulawesi Selatan, tetapi bahkan
sampai ke Kalimantan, Jakarta, Papua, Malaysia, dan daerah-daerah dimana
komunitas masyarakat Enrekang berada (Marzoeki,1978).
Dangke adalah produk semacam keju tanpa pemeraman, dan tidak
dikoagulasi dengan rennet melainkan dengan papain (getah buah pepaya). Dangke
yang diproduksi di Enrekang, Sulawesi Selatan umumnya dikonsumsi sebagai
lauk pauk. Dangke asli berwarna putih dan bersifat elastis sedangkan dangke
campuran (palsu) warnanya agak kuning kusam dan tidak elastic. Dangke
merupakan bahan pangan dengan nilai gizi yang tinggi. Dangke diolah dari susu
sapi atau susu kerbau yang dipanaskan dengan api kecil sampai hampir mendidih,
kemudian ditambahkan koagulan berupa getah buah pepaya (papain) sehingga
terjadi penggumpalan, dan terkadang juga ditambahkan garam. Setelah terjadi
pemisahan antara gumpalan dan cairan berwarna kuning, gumpalan tersebut
dimasukkan ke dalam cetakan khusus yang terbuat dari tempurung kelapa (bagian
ujungnya dilubangi untuk jalan ke luar cairan) sambil ditekan-tekan supaya
cairannya terpisah (Marzoeki, 1978).
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Abon Telur dan Dangke dilaksanakan pada hari senin, tanggal
22 April 2014 pukul 14.00 sampai dengan 17.00 WITA bertermpat di
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau, timbangan,
wajan, sendok, kompor gas, panci dan saringan minyak, wadah abon, spinner atau
kain pengepress, pengaduk, dan termometer
Adapun bahan yang digunakan adalah 5 butir telur ayam, gula merah 60 gr,
garam, bawang putih 8 gr, bawang merah 8 gr, masako 1 bungkus, ketumbar 5 gr,
asam jawa tanpa biji 20 gr, minyak goreng, kecap 5 gr, merica bubuk 3 gr, susu
rekonstruksi, dan enzim papain/getah pepaya.
C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Abon Telur
Adapun prosedur kerja dari praktikum Abon Telur yang telah dilakukan
adalah pertama-tama menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Setelah
itu, menimbang semua bahan sesuai dengan jumlah berat yang akan digunakan.
Kemudian memasukkan 5 butir telur ke dalam wadah lalu dikocok dan
menghaluskan bawang merah, bawang putih, gula merah, asam jawa. Selanjutnya
memasukkan bumbu yang telah dihaluskan ke wadah yang berisi telur, lalu
menambahkan masako, ketumbar dan merica halus lalu diaduk hingga bumbu
bersatu dengan telur. Kemudian memanaskan minyak, setelah minyak goreng
panas, menurunkan kocokan bahan abon ke wajan menggunakan saringan sambil
diaduk. Setelah warnanya menjadi kecokelatan, abon diangkat dan ditiriskan lalu
dimasukkan ke dalam spinner dan menunggu hingga abon telur kering.
2. Pembuatan dangke
Membuat larutan papain kasar (getah pepaya : aquades = 1:20) volume awal
papain, lalu memanaskan susu segar dan menambahkan garam, menambahkan
larutan papain sedikit demi sedikit pada suhu 400C lalu mengaduknya. Saa5t
mendidih amati cairan susu jika masih putih, kecilkan apinya dan menambahkan
larutan papain (sedikit demi sedikit) aduk perlahan tanpa merusak gumpalan yang
sudah terbentuk setelah gumpalan terbentuk menaikkan suhu hingga 950C dan
mempertahankan selama 5 menit untuk mengeraskan dan memadatkan curd
(padatan susu), dan memisahkan curd yang terbentuk dengan whey (air).
D. Uji Organoleptik
Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian
dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan terhadap produk. Pengujian dilakukan oleh 5 orang panelis masing-
masing perwakilan dari kelompok 1, 2, dan 3. Sehingga didapatkan hasil sebagai
berikut:
1. Pembuatan Abon Telur
1. Kerenyahan
1 2 3 4 5 6 Keterangan:
1. Sangat tidak renyah2. Sedikit tidak renyah3. Tidak renyah 4. Sedikit renyah5. Renyah 6. Sangat renyah
2. Warna
1 2 3 4 5 6 Keterangan:
1. Sangat coklat pucat 2. Sedikit coklat pucat3. Coklat pucat 4. Sedikit coklat pekat 5. Coklat pekat 6. Sangat coklat pekat
3. Kesukaan
1 2 3 4 5 6
Keterangan:1. Sangat tidak suka2. Tidak suka3. Sedikit tidak suka4. Sedikit suka5. Suka6. Sangat suka
4. Aroma
1 2 3 4 5 6
Keterangan:1. Sangat lemah rasa telur2. Lemah rasa telur3. Sedikit lemah rasa telur4. Sedikit kuat rasa telur 5. Kuat rasa telur6. Sangat kuat rasa telur
2. Pembuatan Dangke
1. Warna
1 2 3 4 5 6
Keterangan:
1. Sangat kuning2. Sedikit kuning3. kuning4. Sedikit cokelat5. Cokelat6. Sangat Cokelat
2.Tekstur
1 2 3 4 5 6
Keterangan:
1. Sangat kasar 2. Sedikit kasar3. Kasar 4. Sedikit lembut 5. Lembut 6. Sangat lembut
3.Kesukaan
1 2 3 4 5 6
Keterangan:1. Sangat tidak suka2. Tidak suka3. Sedikit tidak suka4. Sedikit suka5. Suka6. Sangat suka
4. Aroma
1 2 3 4 5 6
Keterangan:1. Sangat lemah rasa susu2. Lemah rasa susu3. Sedikit lemah rasa susu4. Sedikit kuat rasa susu5. Kuat rasa susu6. Sangat kuat rasa susu
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Dangke
Dari hasil pembuatan dangke diketahui bahwa panelis terdiri dari 5 orang
dengan uji organoleptik terbagi menjadi 4 kategori yaitu kategori memiliki
warna, tekstur, aroma, dan kesukaan. Adapun hasil praktikum pembuatan dengke
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Perbandingan praktikum pembuatan dangkeNo Parameter Skala1 Warna 4
2 Tekstur 3
3 Kesukaan 24 Aroma 4
Sumber : Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2014
Berdasarkan tabel 1. diperoleh hasil bahwa pada uij organoleptik warna
pada dangke yang dibuat memiliki penilaian sangat bagus dimana dangke yang
diperoleh memiliki warna putih karena merupakan dangke asli yang terbuat dari
susu segar, hal ini sesuai dengan pendapat Marzoeki (1978) yang menyatakan
bahwa dangke asli berwarna putih, sedangkan dangke campuran agak kuning
kusam.
Tekstur dengan hasil penilaian 3 yang artinya kasar, dangke yang bagus
sebetulnya harus lembek. Dangke berkualitas sangat bagus ditandai dengan body
yang tidak terlalu lembek, tidak berlendir dan tekstur yang halus, hal ini sesuai
dengan pendapat Marzoeki (1978) yang menyatakan bahwa dangke sebagai salah
satu produk susu fermentasi melalui pemanasan dan penambahan getah papaya
memiliki body dan tekstur yang halus, lembek, elastis dan mudah dikunyah.
Kesukaan pada dangke yang bernilai 2 menunjukkan bahwa tingkat
kesukaan yang dimiliki dangke tidak suka karena campuran enzim papain dalam
rebusan susu terlalu banyak sehingga dangkenya menjadi pahit. Hal ini sesuai
pendapat Marzoeki (1978) yang menyatakan bahwa getah dari buah papaya
mengandung enzim papain yang dimana enzim papain itulah yang dapat
memisahkan air dan protein dalam susu. Setelah susu itu terlihat menggumpal,
pemberian enzim papain dihentikan. Jika terlalu banyak campuran enzim papain
dalam rebusan susu, rasa dangke menjadi pahit.
Pada aroma yang terdapat pada dangke bernilai 4 yang artinya rasa susunya
kuat. Ini menunjukkan bahwa penambahan susu pada pembuatan dangke sesuai
dengan takaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Marzoeki (1978) yang
menyatakan bahwa susu segar adalah produk utama yang di butuhkan dalam
pembuatan dangke.
B. Abon Telur
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai pembuatan Abon
telur maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Abon telurAspek Penilaian Skala Keterangan
Kerenyahan 4 Sedikit HalusWarna 5 Coklat
Kesukaan 5 SukaAroma 5 Manis
Sumber: Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2014
Berdasarkan table 2. diperoleh hasil bahwa abon telur dari indikator
kerenyahan, diketahui bahwa terdapat perbedaan uji organoleptik benilai 4 yang
artinya sedikit halus. Ini dikarenakan bahwa pengepresan abon dilakukan untuk
mengeluarkan minyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Adnan (1984) yang
menyatakan bahwa pengepresan abon dilakukan untuk mengeluarkan minyak,
apabila setelah pengepresan abon benar – benar kering maka abon akan tahan
lama karena mengalami ketengikan. Melalui pengepresan dengan menggunakan
alat yang disebut spinner, maka abon akan berkurang kandungan minyaknya
sehingga abon telur ayam akan terasa lebih renyah dan spinner pada pembuatan
abon telur berfungsi untuk mengeluarkan minyak yang dikandung pada abon
setelah digoreng sehingga abon akan terasa renyah dan tahan lama.
Dari indikator warna, diketahui bahwa terdapat perbedaan uji organoleptik
pembuatan abon telur bernilai 5 yang artinya cokelat. Ini menunjukkan bahwa dari
segi warna, abon telur ayam sudah bernilai baik dengan ditunjukkan dengan
warna yang cokelat. Hal ini sesuai dengan pendapat Adnan (1984) yang
menyatakan bahwa salah satu langkah penting dalam pembuatan abon telur ayam
adalah menggoreng pada minyak panas sambil diaduk sampai berwarna kuning
hingga kecokelatan.
Dari indikator kesukaan, diketahui bahwa terdapat perbedaan uji
organoleptik pembuatan abon telur benilai 5 yang artinya suka. Ini menunjukkan
bahwa dari segi kesukaan pencampuran bumbunya sangat baik. Hal ini sesuai
pendapat Karangsari (2007) yang menyatakan bahwa salah satu langkah yang
harus diperhatikan dalam pembuatan abon telur ayam adalah pembuatan bumbu,
proses pembuatan bumbu harus dilakukan dengan cermat dimana dosis bumbu
harus sesuai anjuran sehingga rasa abon lezat dan gurih, pencampuran dengan
bumbu harus benar-benar tercampur secara merata sehingga tidak ada abon yang
menggumpal dan bumbu yang menggumpal.
Dari indikator aroma, bernilai 5 yang artinya manis. Ini dikarenakan pada
pembuatan abon banyak menggunakan gula merah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Karangsari (2007) yang menyatakan bahwa pada pembuatan abon telur
bahan yang digunakan yaitu telur, gula merah, dan lain-lain.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Pembuatan abon telur, dapat disimpulkan bahwa
bahan yang digunakan yaitu 5 butir telur ayam, gula merah 60 gr, garam, bawang
putih 8 gr, bawang merah 8 gr, masako 1 bungkus, ketumbar 5 gr, asam jawa
tanpa biji 20 gr, minyak goreng, kecap 5 gr, dan merica bubuk 3 gr.
Berdasarkan praktikum Pembuatan dangke, dapat disimpulkan bahwa bahan
yang digunakan yaitu susu rekonstruksi, dan enzim papain/getah pepaya.
B. Saran
Sebaiknya dalam pembuatan abon telur, gula merah yang digunakan
sebanyak 60 gr dan kecap 5 gr 5 butir telur ayam dan masako 1 bungkus.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu bagian 1. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Andi Offset, Yogyakarta.
Afrisanti, D.W. 2010. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Presindo . Jakarta
Akoso, B. T., 1993. Perlindungan Masyarakat Veteriner dan Pengembangan Produk Hewani. In Rapat Koordinasi dan Konsultasi. Penyusunan Program Proyek T.A 2000. Jakarta.
Astawan, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. AkademiPresindo. Jakarta.
Dwiari, S.R. 2008. Teknologi Pangan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Karangsari. 2007. Telur Asin Omega 3 tinggi. Balai Pengkajian Pertanian. Yogyakarta.
Marzoeki, A. 1978. Penulisan Peningkatan Mutu Dangke. Departemen Perindustrian.Balai Penulisan Kimia, Ujung Pandang.
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.Sudaryani dan Samosir, 1997. Mengatasi Permasalahan Beternak Ayam.Penebar
Swadaya. Jakarta.Sunaryo, 2009. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.Suprapti, L., 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin, Tepung Telur, dan Telur Beku.
Penerbit kanisius. Yogyakarta.Tjahjadi .2008. Pengantar Teknologi Pngan Volume 1. Jatinagor: Universitas
Padjajaran.
top related