lembar pengesahan - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/1.lapkir...
Post on 06-May-2019
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP
:
Perbaikan Budidaya Jagung Di Lahan Kering Di Provinsi Aceh
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Aceh
3. Alamat Unit Kerja : Jalan P. Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda Aceh - 23125
4. Sumber Dana : DIPA BPTP Aceh 2017
5. Status Penelitian : Baru 6. Penanggung Jawab : A. Nama : Fenty Ferayanti, SP, M.Si
B. Pangkat / Golongan : Penata/ IIIc
C. Jabatan Peneliti Muda
7. Lokasi : Provinsi Aceh
8. Agroekosistem : Lahan Kering
9. Tahun Mulai : 2017
10. Tahun Selesai : 2017
11. Output Tahunan : - Penerapan teknologi VUB jagung hibrida di lahan kering di Provinsi Aceh.
- Terjadinya peningkatan produksi dan produktivitas lahan kering melalui sistem olah tanah dan mulsa sampah kota pada Jagung.
- Data usahatani budidaya VUB hibrida dengan penerapan teknologi pada lahan kering di Provinsi Aceh.
12. Output Akhir : - Di adopsinya penerapan teknologi VUB jagung hibrida di lahan kering di Propinsi Aceh.
- Tersedianya paket teknologi sistem olah tanah dan mulsa sampah kota di lahan kering spesifik lokasi dan berkelanjutan
13. Biaya : :
Rp. 210.000.000,- (dua ratus sepuluh juta rupiah).
Mengetahui : Koordinator program
Penanggung Jawab Kegiatan,
Dr. Rachman Jaya NIP. 19740503 200003 1 001
Fenty Ferayanti,SP, M.Si NIP. 19770331 200212 2 001
Mengetahui : Kepala Balai Besar
Menyetujui Kepala Balai
Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA NIP. 19680415 199203 1 001
Ir. Basri A. Bakar, M.Si. NIP. 19600811 198503 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas terlaksananya penyusunan laporan
akhir dari hasil pelaksanaan Perbaikan Budidaya Jagung Di Lahan Kering Di Provinsi Aceh
yang telah dilaksanakan dari bulan Maret – Desember 2017.
Terlaksananya kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan dan peran aktif seluruh
Dinas/Instansi yang terkait, petani kooperator dan penyuluh/peneliti yang ada di BPTP Aceh.
Namun demikian kami menyadari dalam pelaksanaan kegiatan ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dimasa yang
akan datang.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini mulai dari
perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang dilanjutkan dengan penyusunan laporan akhir ini,
kami ucapkan terimakasih dan semoga laporan ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat adanya.
Banda Aceh, Desember 2017 Penanggung Jawab Kegiatan,
Fenty Ferayanti,SP, M.Si NIP. 19770331 200212 2 001
iii
RINGKASAN
1 Judul : Perbaikan Budidaya Jagung Di Lahan Kering Di Provinsi Aceh
2 Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
3 Lokasi : Provinsi Aceh
4 Agroekosistem : Lahan kering
5 Status (L/B) : Baru
6 Tujuan
:
- Penerapan teknologi VUB jagung hibrida di lahan kering
suboptimal di Provinsi Aceh.
- Mengkaji beberapa paket teknologi sistem olah tanah dan
mulsa sampah kota yang optimal pada lahan kering dan
spesifik lokasi.
- Rekomendasi sistem olah tanah dan mulsa sampah kota yang
adaptif spesifik lokasi dan berkelanjutan
- Data usahatani budidaya VUB hibrida dengan penerapan
teknologi pada lahan kering suboptimal di Provinsi Aceh
7 Keluaran
: - Meningkatnya produktivitas jagung hibrida melalui
penerapan teknologi VUB jagung di lahan kering di Propinsi
Aceh.
- Meningkatnya produksi dan produktivitas Jagung di lahan
kering spesifik lokasi serta berkelanjutan.
- Tersedianya paket teknologi sistem olah tanah dan mulsa
sampah kota spesifik lokasi dan berkelanjutan.
- Data usahatani budidaya VUB jagung dengan penerapan
teknologi pada lahan kering suboptimal di Propinsi Aceh
8 Prakiraan Manfaat : - Manfaat yang diperoleh dari pengkajian ini adalah
meningkatnya produktivitas jagung hibrida melalui
penerapan teknologi VUB jagung di lahan kering suboptimal
di Propinsi Aceh dan pemanfaatan lahan suboptimal untuk
peningkatan produksi dan produktivitas jagung hibrida
berbasis sistem bisnis di Propinsi Aceh.
- Meningkatnya produksi jagung akibat tersedianya teknologi
sistem olah tanah dan mulsa sampah kota pada lahan kering
yang adaptif spesifik lokasi dan berkelanjutan
9 Prakiraan Dampak : - Dengan meningkatnya produksi jagung melalui penerapan
teknologi sehingga meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani jagung berbasis sistem bisnis di
Provinsi Aceh
- Meningkatnya produksi secara meluas akibat tersedianya
teknologi sistem olah tanah dan mulsa sampah kota pada
lahan kering yang adaptif spesifik lokasi dan berkelanjutan .
iv
10 Metodologi : Pengkajian ini dilaksanakan pada lahan milik petani di
Kabupaten Aceh Utara dengan luas ± 7 ha yang dimulai dari
bulan Maret hingga Desember 2017. Metode pengkajian
menggunakan rancangan split plot design dan RAK faktorial.
Teknologi yang diintroduksikan meliputi : penggunaan VUB
jagung, jarak tanam, penggunaan bahan organik (sampah kota),
pemupukan berdasarkan status hara tanah melalui uji tanah,
pengendalian gulma, hama dan penyakit secara PHT (Badan
Litbang Pertanian 2007). Untuk pengkajian yang menggunakan
rancangan split plot design, varietas merupakan petak
utama/main plot sedangkan 2 (dua) paket pemupukan sebagai
anak petak. Varietas yang digunakan yaitu :
V1 = Bima 15 V5 = Sukmaraga
V2 = Bima 19 V6 = Pioner
V3 = Bima 20 V7 = Bisi
V4 = Lamuru
Sedangkan 2 (dua) paket pemupukan yang akan digunakan
yaitu :
P1 = rekomendasi pemupukan petani setempat
P2 = rekomendasi pemupukan berdasarkan status hara tanah
(PUTK)
Untuk pengkajian yang menggunakan rancangan RAK faktorial,
terdiri dari 2 (dua) faktor yaitu faktor sistem olah tanah yang
terdiri dari :
Po = Tanpa Olah Tanah
P1 = Olah Tanah Minimum (tanah diolah pada barisan tanaman)
Sedangkan faktor kedua yaitu dosis pemberian kompos, yang
terdiri dari :
Mo = Tanpa mulsa
M1 = Diberi mulsa sampah kota 5 ton/ha
M2 = Diberi mulsa sampah kota 10 ton/ha
Parameter pengamatan yang akan diambil yaitu tinggi
tanaman yang diukur pada saat panen, diameter tongkol
(cm),berat tongkol kering tanpa kelobot (g/tan), berangkasan
kering (g/tan),biji pipilan kering (g/tan),berat 1000 biji (g), hasil
pipilan kering dari ubinan. Analisis usahatani meliputi: 1)
penggunaan sarana produksi, 2) penggunaan tenaga kerja, dan
3) tingkat efisiensi usahatani dengan analisis finansial R/C ratio.
Analisis data dilakukan dengan analisis finansial untuk
mengetahui tingkat kelayakan usahatani jagung hibrida. Analisis
yang digunakan adalah analisis penerimaan dan pendapatan,
analisis imbangan penerimaan atas biaya (R/C) dan analisis
v
imbangan pendapatan atas biaya (B/C). (Swastika 2004 dan
Malian 2004).
Data pendukung yang dikumpulkan yaitu preferensi
petani, curah hujan 5 tahun terakhir, pH tanah, kandungan
unsur hara tanah (N, P, K, C-organik), dan tekstur tanah.
Sampel tanah dianalisis di laboratorium sesuai dengan
parameter yang dibutuhkan. Data-data yang diperoleh dianalisis
dengan analisis ragam dan diteruskan dengan uji jarak
berganda Duncan pada taraf 5 %.
11 Hasil : Pada kegiatan penerapan teknologi budidaya jagung hibrida dan
komposit di lahan kering, hasil pengamatan terhadap
pertumbuhan vegetatif antar varietas pada pola introduksi dan
pola petani menunjukkan bahwa pada pola petani tinggi
tanaman tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20 dan berbeda
nyata dengan varietas lainnya. Pada pengamatan diameter
tongkol, hasil tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20 yang
tidak berbeda nyata dengan varietas Bima 15 dan Bima 19.
Sedangkan untuk pengamatan tinggi tongkol, hasil tertinggi
dijumpai pada varietas Bima 20 yang tidak berbeda nyata
dengan varietas Bima 15 dan Bima 19 dan Lamuru. Untuk pola
introduksi, tinggi tanaman tertinggi dijumpai pada varietas Bima
20 dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Pada
pengamatan diameter tongkol, hasil tertinggi dijumpai pada
varietas Bima 20 yang tidak berbeda nyata dengan varietas
Bima 15 dan Bima 19 dan berbeda sangat nyata dengan varietas
Lamuru, Sukmaraga, Pioner 32 dan Bisi 18. Sedangkan untuk
pengamatan tinggi tongkol, hasil tertinggi dijumpai pada
varietas Bima 20. Pada pengamatan bobot tongkol dengan
kelobot dan bobot tongkol kupasan pada pola introduksi dan
pola petani menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata,
dimana hasil tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20 dan
berbeda nyata dengan varietas lainnya yaitu 6.2 ton/ha.
Pada kegiatan sistem olah tanah dan kompos limbah
sampah kota perlakuan olah tanah minimum dan penambahan
kompos limbah sampah kota 10 ton/ha memiliki hasil tertinggi
untuk semua parameter pengamatan, dimana hasil/produksi
mencapai 4.9 ton/ha.
12 Jangka Waktu : 1 (Satu) Tahun
13 Biaya : Rp. 210.000.000,- (dua ratus sepuluh juta rupiah).
vi
SUMMARY
1. Title : Improvement of Maize Cultivation on Dry Land in Aceh Province
2. Implementing Unit : Assessment Institute for Agricultural Technology of Aceh
3. Location : North Aceh District 4. Objectives
:
- Application of Maize hybrid varieties technology in suboptimal dry land in Aceh Province.
- the optimal package of soil municipal system and municipal solid waste technology on dry land and specific location
- Recommendations of a site-specific soil-specific and sustainable adaptive soil and urban waste mulch system
- Data on Maize hybrid varieties cultivation farming with application of technology on suboptimal dry land in Aceh Provinc
6. Expected output of the year : - Increased productivity of hybrid corn through the application of VUB corn technology in dry land in Aceh Province.
- Increased production and productivity of maize on site-specific dry land and sustainable.
- Availability of technology package of land system and soil mulch of specific location and sustainable municipal waste.
- VUB maize farming data with application of technology on suboptimal dry land in Aceh Province
7. Methodology : This assessment was carried out on farmers' land in Aceh Utara Regency with an area of ± 7 ha starting from March to December 2017. The assessment method used the design of split plot design and factorial RAK. Introduced technologies include: the use of corn VUB, plant spacing, organic matter use (municipal waste), fertilization based on soil nutrient status through soil test, weed control, pests and diseases by IPM (Agricultural Research Agency 2007). For assessment using split plot design, the variety is the main plot and 2 (two) fertilization packages as subplots. Varieties used are: V1 = Bima 15 V5 = Sukmaraga
vii
V2 = Milky 19 V6 = Pioner V3 = Bima 20 V7 = Bisi V4 = Lamuru While 2 (two) fertilizer package that will be used are: P1 = fertilizer recommendation of local farmers P2 = fertilizer recommendation based on soil nutrient status (PUTK) For an assessment using factorial RAK design, it consists of 2 (two) factors, ie land system factors consisting of: Po = Without Land Sports P1 = Minimum Soil (the soil is processed on the line of plants) While the second factor is the dose of composting, which consists of: Mo = No mulch M1 = Given a municipal waste mulch 5 tons / ha M2 = Given mulch of city waste 10 tons / ha Observation parameters to be taken were plant height measured at harvest time, diameter of cob (cm), dry weight without dry weight (g / tan), dried (g / tan), dry powder (g / tan), weight 1000 seeds (g), dried powder results from tiles. Farming analysis includes: 1) use of production means, 2) labor usage, and 3) farm efficiency level with financial analysis R / C ratio. Data analysis was done with financial analysis to know the feasibility level of hybrid corn farming. The analysis used is revenue and income analysis, revenue balance analysis on cost (R / C) and cost-balance analysis on cost (B / C). (Swastika 2004 and Malian 2004). Supporting data collected were farmer preference, rainfall last 5 years, soil pH, soil nutrient content (N, P, K, C-organic), and soil texture. Soil samples were analyzed in the laboratory in accordance with required parameters. The data obtained were analyzed by multiform analysis and continued by Duncan multiple-range test at 5% level.
8. Outcome/Result : In the application of hybrid corn and composite cultivation technology in dry land, observations on vegetative growth among varieties on the pattern of introduction and farmer pattern shows that the highest pattern of farmers is found in Bima 20
viii
varieties and significantly different with other varieties. In the observation of tuna diameter, the highest yield was found in the Bima 20 varieties which was not significantly different with the varieties of Bima 15 and Bima 19. As for the observation of tuna height, the highest yield was found in the Bima 20 variety which was not significantly different with the varieties of Bima 15 and Bima 19 and Lamuru . For the introductory pattern, the highest plant height is found in the Bima variety 20 and is significantly different from other varieties. In the observation of the tuna diameter, the highest yield was found in the Bima 20 varieties which were not significantly different from the varieties of Bima 15 and Bima 19 and differed significantly with Lamuru, Sukmaraga, Pioner 32 and Bisi 18 varieties. While for the observation of tuna height, the highest yield was found in varieties Bima 20. In observation of tongkol weights with weights and weights of tongkol kupasan on introduction pattern and farmer pattern showed that varieties had real effect, where the highest yield was found in Bima 20 varieties and significantly different with other varieties that is 6.2 ton / ha. In the case of land and waste composting systems, urban minimum wastewater treatment and the addition of municipal solid waste composter of 10 tons / ha have the highest yield for all observation parameters, where yields reach 4.9 tons / ha.
9. Duration : 1 (one) year 10. Proposed Budget : IDR.210.000.000,-
ix
DAFTAR ISI
Hal LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………………………………. ii KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………… iii RINGKASAN…………………………………………………………………………………………….. v SUMMARY……………………………………………………………………………………………….. vii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………….. x
I. I. PENDAHULUAN………………………………………………………………. 1.1. Latar Belakang…..…………………………………………………………………...... 1.2. Dasar pertimbangan………………………………………………………………………. 1.3. Tujuan…………………………………………………………………………………………..
1.4. Keluaran yang diharapkan.……………………………………………………………… 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak..……………….……………………………………
1 1 3 6 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA……………………..……………..………………… 1.3. Kerangka Teoritis…………………………………………………………………………...
8 8
III. METODOLOGI……………….…………………………………………………… 3.1 . Pendekatan (Kerangka Pikir)……………………… …………………..……….. 3.2 . Ruang Lingkup Kegiatan………..……………………………….………………. 3.3 . Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan…………………………………..
A. Bahan dan Alat…………………………………………………………………………. B. Metode Pelaksanaan Kegiatan…………………………………………………..
18 18 18 19 19 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………….………………….. 23 V. KESIMPULAN ……………….…………………………………………………… 38 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. 38 LAMPIRAN 1. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN………………… 39 LAMPIRAN 2. ANGGARAN…………………………………………………………. 40 LAMPIRAN 3. FOTO KEGIATAN…………………………………………………… 41
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jagung merupakan tanaman pangan stategis sebagai bahan pangan, pakan, dan
bahan baku industri. Produksi jagung terus meningkat setiap tahun 5.6 % seiring dengan
meningkatnya produktivitas dan luas penanaman jagung, namun produksi dalam negeri
ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang meningkat 6.4% per
tahun. Secara umum, jagung ditanam pada lingkungan yang beragam yaitu berdasarkan
agroekologi, kesuburan tanah, ketersediaan pengairan/sumber air, musim tanam, dan
kemampuan modal petani. Keragaman yang sangat besar tersebut mengakibatkan
terjadinya keragaman produktivitas jagung (Karsyno, 2002).
Pada aspek yang lain, Kebutuhan jagung untuk industri pakan mencapai sekitar 4
juta ton/tahun (Zubachtirodin et al., 2007). Produktivitas jagung bergantung pada
varietas yang ditanam dan lingkungan tumbuhnya (Betran et al. 2003). Pertumbuhan
jagung akan baik bila hara dan cahaya tersedia dalam jumlah cukup dan sesuai dengan
kebutuhan tanaman selama pertumbuhan. Jagung hibrida maupun komposit
dibudidayakan pada berbagai tipe lahan dan jenis tanah. Jagung ditanam pada berbagai
agroekologi termasuk lahan kering/tegalan, lahan sawah irigasi, sawah irigasi sederhana,
dan sawah tadah hujan, yang umumnya dalam kondisi suboptimal. Budidaya jagung di
lahan kering seringkali menghadapi masalah kemasaman tanah, kesuburan tanah yang
rendah serta kekeringan (Miti et al. 2010).
Namun pada umumnya petani masih banyak yang berusahatani secara
konvensional (tradisional), belum maksimalnya penerapan pemupukan berimbang serta
pengaturan jarak tanam yang belum optimal. Peningkatan produktivitas jagung terus
dilakukan dengan upaya-upaya penerapan teknologi budidaya yang tepat spesifik lokasi.
Salah satu teknologi yang diterapkan untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah
penggunaan varietas unggul, rekomendasi pemupukan dan pengaturan jarak tanam
(sistem jajar legowo) dengan pendekatan PTT.
2
Dalam budidaya jagung komponen teknologi penggunaan varietas unggul,
rekomendasi pemupukan dan pengaturan jarak tanam diperlukan untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Pemilihan varietas unggul yang akan ditanam harus
mempertimbangkan aspek tanah dan iklim (lingkungan), minat petani, potensi hasil
tinggi, tahan hama penyakit dan kekeringan serta berumur genjah. Varietas unggul
mempunyai peran besar dalam upaya peningkatan produktivitas karena berpotensi
memberikan hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit serta potensi produksi pakan
ternak (tebon) tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Di dalam konsep pemupukan berimbang, pemberian sejumlah pupuk untuk
mencapai ketersediaan hara - hara esensial yang seimbang dan optimum ke dalam tanah,
adalah untuk meningkatkan produktivitas dan mutu hasil pertanian; meningkatkan
efisiensi pemupukan; meningkatkan kesuburan dan kelestarian tanah; serta enghindari
pencemaran lingkungan dan keracunan tanaman. Diharapkan dengan pemupukan sesuai
status hara tanah, maka kebutuhan tanaman dan target hasil (neraca hara)bisa
tercapai. Adapun penentuan dosis pupuk yang sesuai status hara tanah dan kebutuhan
tanaman ditetapkan dengan uji tanah. Pengelolaan bahan organik dan pupuk hayati
dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pupuk anorganik.
Sedangkan komponen teknologi pengaturan jarak tanam diperlukan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Teknologi ini diperlukan untuk mendapatkan tingkat
populasi yang optimal; mempermudah dalam perawatan; mendapatkan efek tambahan
pakan (pada tanam jajar legowo sisip); mengurangi kompetisi mendapatkan unsur hara
antar tanaman serta memaksimalkan penerimaan sinar matahari ke tanaman sehingga
proses fotosintesis dapat maksimal. Inovasi teknologi pengaturan jarak tanam salah
satunya adalah tanam jajar legowo. Kombinasi ukuran sistem tanam ini bervariasi antara
lain 80x40x20cm (1 biji per lubang tanam), 80x40x40 (2 Biji per lubang tanam),
100x40x40 (2 biji perlubang).
Provinsi Aceh merupakan salah satu propinsi yang memiliki lahan kering yang luas
yaitu ± 562.789 ha (BPS, 2014), yang sebagian besarnya merupakan lahan kering
suboptimal yang dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian khususnya jagung . Luas
3
tanam tanaman jagung di Propinsi Aceh ± 52.3 26 dengan produksi mencapai ± 202.319
ton, masih sangat jauh jika dibandingkan dengan daerah sentra produksi jagung lainnya
di Sumatera yaitu Lampung (± 1.801.556 ton). Untuk meningkatkan produksi jagung di
Aceh dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu memanfaatkan lahan
suboptimal sebagai lahan untuk budidaya jagung hibrida dengan menerapkan teknologi
budidaya yang tepat. Penggunaan VUB jagung hibrida dan komposit, rekomendasi
pemukan yang berimbang dan pengaturan jarak tanam yang diusahakan di lahan
suboptimal diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi untuk
memenuhi kebutuhan jagung di Aceh.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut Kementerian Pertanian telah
mencanangkan beberapa program aksi berupa upaya peningkatan kapasitas produksi
jagung akan dilakukan melalui: (a) peningkatan produktivitas, (b) perluasan areal tanam,
(c) peningkatan efisiensi produksi, (d) penguatan kelembagaan petani, (e) peningkatan
kualitas produk, (f) peningkatan nilai tambah dan perbaikan akses pasar, (g)
pengembangan unit usaha bersama, (h) perbaikan permodalan, (i) pewilayahan
komoditas atas dasar, ketersediaan, nilai tambah, daya saing, dan pendapatan, serta (j)
pengembangan infrastruktur dan pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Untuk dapat
melaksanakan strategi tersebut diperlukan dukungan kebijakan harga, tataniaga, subsidi,
pembiayaan, investasi, dan moneter, standarisasi, dan karantina (Badan Litbang
Pertanian, 2013).
1.2. Dasar Pertimbangan
Provinsi Aceh merupakan salah satu propinsi yang memiliki lahan kering yang luas
yaitu ± 562.789 ha (BPS, 2015), yang sebagian besarnya merupakan lahan kering
suboptimal dengan tipe berbukit yang dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian
khususnya jagung. Sebagai salah satu provinsi penghasil jagung di Indonesia dengan
produksi jagung yang masih tergolong rendah dibanding provinsi lain di Indonesia karena
perluasan areal dan produksi jagung tidak menunjukkan angka yang cukup berarti. Pada
tahun 2014 produksi jagung di Kabupaten Aceh Tenggara 122.331 ton, luas panen 28.634
ha dengan produktifitas 42.72 kw/ha. Kabupaten Aceh Selatan 45.166 ton, luas panen
4
10.572 ha dengan produktifitas 42.72 kw/ha. Kabupaten Bireuen 3.584 ton, luas panen
839 ha dengan produktifitas 42.71 kw/ha dan Kabupaten Pidie Jaya 572 ton, luas panen
134 ha dengan produktifitas 42.68 kw/ha (BPS, 2015).
Peningkatan produksi jagung dapat dicapai dengan menggunakan varietas unggul
baru, pemupukan yang optimum, dan pengaturan populasi tanam. Upaya tersebut
didukung dengan kebijakan Kementerian Pertanian pada tahun 2014 dengan target
penanaman jagung hibrida mencapai 75% (Sutarjo et al, 2013). Di Indonesia, sekitar
43% pertanaman jagung ditanam pada musim kemarau (Kasryno dalam Zubachtirodin,
2007). Ketersediaan air pada musim kemarau sangat menentukan keberhasilan
pertanaman jagung. Pada musim kemarau, tanaman jagung seringkali mengalami
kekeringan. Pada tahun 2010, pertanaman jagung yang mengalami kekeringan mencapai
sekitar 33.000 ha (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2012).
Adaptabilitas/toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat diperoleh
dari mekanisme penghindaran (escape) dari cekaman. Penanaman varietas unggul
berumur genjah dapat menghindari cekaman kekeringan dan dapat digunakan untuk
meningkatkan intensitas pertanaman. Varietas unggul yang adaptif pada kondisi lahan
suboptimal diperlukan untuk meningkatkan produksi. Varietas unggul tertentu memiliki
komponen adaptasi pada lahan suboptimal. Varietas unggul dapat diperoleh melalui
program pemuliaan tanaman yang berkelanjutan (Banziger et al., 2000; O’Neill et al.,
2004).
Dalam pertanian maju, benih berperan sebagai pengantar teknologi yang
terkandung dalam potensi genetik varietas kepada petani. Varietas Unggul baru (VUB)
merupakan komponen teknologi utama dalam peningkatan produktivitas tanaman jagung
(Badan Litbang Pertanian 2009). Peningkatan produktivitas jagung dapat dilakukan
dengan memadukan varietas unggul jagung hibrida dan komposit menggunakan
teknologi inovatif yang lebih berdaya saing melalui pendekatan model Pengelolaan
Tanaman Terpadu jagung (Erawati et al., 2013).
Dengan berkembangnya jagung hibrida dan komposit, petani cenderung
menggunakan pupuk urea lebih banyak dari yang direkomendasi. Karena itu sudah
5
selayaknya jumlah pupuk yang digunakan oleh para petani harus berdasarkan jumlah
pupuk yang diperlukan tanaman untuk mencapai hasil sesuai potensi hasil varietas yang
digunakan. Varietas dengan potensi hasil yang rendah (berumur genjah) kebutuhan
pupuknya akan lebih sedikit dibanding dengan jenis hibrida ataupun bersari bebas
dengan potensi hasil 6 yang tinggi. Dengan demikian diperlukan uji tanah baik ditinjau
dari kondisi fisik (physical properties) dan dari segi kesuburan kimia (chemical properties).
Demikian pula penggunaan pupuk organik pada tanaman jagung sudah perlu
mendapatkan perhatian, dan biomas tanaman jagungpun dapat dimanfaatkan untuk
pakan ternak bagi petani yang memelihara ternak.
Populasi tanaman sangat tergantung dengan varietas, lingkungan pertumbuhan
tingkat kesuburan tanah dan distribusi curah hujan / ketersediaan air. Untuk jagung
hibrida pada umumnya jarak tanam yang digunakan adalah 75 X 25 cm (satu tanaman /
lubang) pada musim hujan dan 75 X 20 (satu tanaman / lubang) pada musim kemarau ,
untuk memudahkan oprasi alat penyiang ataupun alsin pembuat alur. Pada MK 2 dengan
priode tumbuh yang relative singkat, yang lebih banyak ditanam adalah jagung bersari
bebas dengan umur genjah (Gumarang). Untuk itu jarak tanam dapat lebih ditingkatkan
dengan pengaturan jarak tanam yang lebih rapat, yaitu 70 X 20 cm satu tanaman/lubang.
Seiring dengan pergeseran paradigma pengembangan pertanian intensif di lahan
basah sebagai penopang utama kebutuhan pangan nasional, maka pengembangan
pertanian di lahan kering merupakan alternatif yang sangat penting. Mengingat
rentannya lahan kering terhadap kerusakan (degradasi) baik dari segi biofisik lahan
maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat, maka pengelolaan lahan kering harus
berazaskan pada kelestarian lingkungan yaitu dengan pemahaman yang paripurna
terhadap sifat dan ciri agroekosistem wilayah dan karakteristik sosial-ekonomi dan
budaya masyarakat setempat. Hal ini penting agar tujuan pengelolaan pertanian lahan
kering dapat tercapai. Tujuan dimaksud bukan saja semata-mata untuk meningkatkan
kualitas biofisik lahan dan produktivitasnya, tetapi juga dapat berimplikasi terhadap
kesinambungan peningkatan pendapatan petani dengan wawasan agribisnis disertai
dukungan pembangunan infrastruktur ekonomi.
6
Percepatan peningkatan produksi jagung nasional melalui peningkatan
produktivitas dan peningkatan intensitas tanam (IP) dari 1-2 kali menjadi 3-4 kali tanam
(IP400) dilakukan dengan pemanfaatan varietas berumur super dan ultra genjah.
Pembentukan populasi dasar dilaksanakan di KP. Maros, dengan materi genetik yang
MS6(RRS)C0 sebagai tetua betina dan varietas Gumarang sebagai tetua jantan.
Persilangan dilakukan dengan metode plant to plant. Hasil persilangan diperoleh 200
tongkol dengan persilangan diri (selfing).
Pada lahan kering khususnya untuk tanaman jagung, pemberian bahan organik
sangat besar sekali manfaatnya, karena sebagian besar lahan pertanian intensif di
Indonesia berkadar bahan organik rendah (Badan Litbang Pertanian, 2005). Bahan
organik ini dalam tanah akan mengalami dekomposisi dan menghasilkan humus dan
humus ini merupakan sumber hara bagi tanaman terutama N,P,K dan beberapa unsur
hara mikro yang sangat dibuuhkan oleh tanaman. Bahan organik sangat penting artinya
bagi pertumbuhan tanaman dan sebagai pengendali berbagai sifat fisis tanah, penyangga
ketersediann hara dan perbaikan struktur tanah (Sutidjo, 1992; Ahmad, 1993). Akibat
pemberian bahan organik kepadatan tanah menjadi rendah, porositas tanah meningkat,
dapat mencegah kehilangan air tanah melalui pengikisan maupun evaporasi (Foth, 1988;
Tan, 1991).
1.3. Tujuan
- Penerapan teknologi VUB jagung hibrida di lahan kering suboptimal di Provinsi Aceh.
- Mengkaji beberapa paket teknologi sistem olah tanah dan mulsa sampah kota yang
optimal pada lahan kering dan spesifik lokasi.
- Rekomendasi sistem olah tanah dan mulsa sampah kota yang adaptif spesifik lokasi
dan berkelanjutan
- Data usahatani budidaya VUB hibrida dengan penerapan teknologi pada lahan kering
suboptimal di Provinsi Aceh.
7
1.4. Keluaran Yang DiHarapkan
- Meningkatnya produktivitas jagung hibrida melalui penerapan teknologi VUB jagung di
lahan kering di Propinsi Aceh.
- Meningkatnya produksi dan produktivitas Jagung di lahan kering spesifik lokasi serta
berkelanjutan.
- Tersedianya paket teknologi sistem olah tanah dan mulsa sampah kota spesifik lokasi
dan berkelanjutan.
- Data usahatani budidaya VUB jagung dengan penerapan teknologi pada lahan kering
suboptimal di Propinsi Aceh .
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
1.5.1. Perkiraan Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pengkajian ini adalah meningkatnya produktivitas
jagung hibrida melalui penerapan teknologi VUB jagung di lahan kering suboptimal di
Propinsi Aceh dan pemanfaatan lahan suboptimal untuk peningkatan produksi dan
produktivitas jagung hibrida berbasis sistem bisnis di Propinsi Aceh.
1.5.2. Perkiraan Dampak
Dampak dari pengkajian ini adalah dengan meningkatnya produksi jagung melalui
penerapan teknologi sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
jagung di Provinsi Aceh.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Jagung (Zea mays L).
Menurut Rukmana (2009), jagung merupakan tanaman berumah satu
(monoecious), bunga jantan (staminate) terbentuk pada malai dan bunga betina
(tepistila) terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi masih dalam
satu tanaman. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80 - 150 hari. Paruh pertama dari
siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap
pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi, meskipun tanaman
jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat
mencapai tinggi 6 m. Berdasarkan hal tersebut, maka klasifikasi jagung dijelaskan sebagai
berikut :
Devisi : Spermatophyta
Sub Devisi : Angiospermae
Kelas : Monocotiledoneae
Ordo : Graminales
Famili : Poasceae
Sub Famili : Pamicoidae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung berasal dari daerah tropis, tapi karena banyak tipe jagung dengan variasi
sifat-sifat yang dimilikinya dan sifat sifat adaptasi yang tinggi maka jagung dapat
menyebar luas dan dapat hidup baik diberbagai tipe iklim. Berdasarkan morfologinya,
tanaman jagung terbagi atas :
a. Akar
9
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m,
meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Tanaman jagung mempunyai akar
serabut dengan tiga jenis akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait
atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio.
Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah
dan pertumbuhan akar seminal akan berhenti 10-18 hari setelah berkecambah. Akar
adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku diujung mesokotil, kemudian
akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus keatas antara 7-10
buku, semuanya dibawah permukaan tanah. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa
muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga
tegaknya tanaman. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal
hanya sedikit berperan dalam pengambilan air dan hara. Akar kait atau penyangga adalah
akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku diatas permukaan tanah. Fungsi dari
akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang.
Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air (WcWilliams et al, 1999).
b. Batang
Batang jagung beruas-ruas yang jumlahnya bervariasi antara 8-12 ruas. Panjang
berkisar antara 60-300 cm tergantung dari tipe jagung. Batang jagung berwarna hijau
sampai keunguan, berbentuk bulat dengan penampang melintang selebar 125 – 250 cm.
Batang berbuku – buku yang dibatasi oleh ruas – ruas. Batang jagung tidak bertulang
tetapi padat dan terisi oleh bekas bekas pembuluh sehingga memperkuat tegaknya
tanaman. Batang jagung beruas-ruas yang jumlahnya bervariasi antara 10-14 ruas,
umumnya tak berkecambah, panjang batang berkisar antara 60-300 cm tergantung dari
jenis jagung (Effendi,1990).
c. Daun
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang antara pelepah dan
helai daun terdapat ligula yang transparan yang mempunyai telinga daun (auriculae)
jumlah daun jagung tanaman bervariasi antara 12-18 helai (Muhadjir,1998). Ligula ini
berbulu dan berlemak, fungsi ligula adalah mencegah air masuk kedalam kelopak daun
10
dan batang, tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin
dan ada yang berambut (Purwono dan Hartono, 2006). Daun jagung muncul dari buku-
buku batang, sedangkan pelepah daun menyelubungi ruas batang untuk memperkuat
batang. Panjang daun bervariasi antara 30-150 cm dan lebar 4-15 cm dengan ibu tulang
daun yang sangat keras dan terdapat lidah daun (ligula).
d. Bunga
Bunga jagung terdiri dari dua macam yaitu bunga jantan dan bunga betina yang
terpisah (diklin) dalam satu tanaman (Monoecious). Bunga betina berwarna putih
panjang dan biasa disebut rambut jagung. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol
tumbuh dari buku, diantara batang dan pelepah daun (ketiak daun). Bunga jantan hanya
memiliki benang sari saja berbentuk malai, keluar dari ujung batang dan warnanya putih
kekuning-kuningan dan beraroma khas. Bunga jantan cenderung siap untuk penyerbukan
2 – 5 hari lebih dini dari bunga betinanya (Protandri) (Muhadjir, 1988).
e. Biji
Tanaman jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada
jenisnya. Pada umumnya jagung memiliki barisan biji yang melilit secara lurus atau
berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung terdiri atas tiga bagian
utama yaitu kulit biji, endosperm dan embrio (Rukmana, 2009).
2.1.2. Syarat Tumbuh
Tanaman jagung dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi,
pada lahan sawah atau tegalan. Suhu optimal antara 21-34 C, pH tanah antara 5,6 – 7,5
dengan ketinggian antara 50-600 m dpl. Tanaman jagung membutuhkan sekitar 100-140
mm/bulan. Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan
penyebarannya. Penanaman diulai bila curah hujan sudah mencapai 100 mm/ bulan.
(Badan penelitian dan pengembangan pertanian, 2008).
Tanah berdebu yang kaya unsur hara dan humus amat cocok untuk tanaman
jagung. Di samping itu, tanaman jagung toleran terhadap berbagai jenis tanah, misalnya
11
tanah andosol dan latosol, asalkan memiliki keasaman tanah (pH) yang memadai untuk
tanaman tersebut. Tingkat asaman tanah yang paling ideal untuk tanaman jagung adalah
pada pH 6,8 (Rukmana, 2009). Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan
ketersediaan air dalam kondisi baik.
Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung yakni maksimum 8%. Hal
ini dikarenakan kemungkinan terjadi erosi tanah yang sangat kecil. Pada daerah dengan
tingkat kemiringan 5-8%, sebaiknya dilakukan pembuatan teras. Tanah dengan
kemiringan lebih dari 8% kurang sesuai untuk penanaman jagung (Purwono dan Hartono,
2006).
2.2. Varietas Unggul Hibrida
Untuk mengasilkan varietas unggul diperlukan pemilihan benih penjenis jagung
yang unggul (Martodireso, 2002). Dalam pemuliaan/ produksi benih ada empat macam
benih yang penting diperhatikan yaitu breeder seed, foundation seed, registered/ parent
seed dan commercial seed. Jagung hibrida merupakan generasi pertama atau F1 dari
persilangan antara dua galur. Jagung hibrida dapat diperoleh dari hasil seleksi kombinasi
atau biasa disebut hibridisasi. Hibridisasi merupakan perkawinan silang antara tanaman
satu dengan tanaman yanglain dalam satu spesies untuk mendapatkan genotipe (sifat-
sifat dalam) yang unggul. Hal ini dapat menciptakan suatu jenis atau spesies baru yang
dapat meningkatkan produksi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta
berumur pendek. Penggunaan tipe hibrida selain meningkatkan hasil, jagung hibrida juga
memberikan beberapa keuntungan lain yaitu lebih toleran terhadap hama penyakit, lebih
tanggap terhadap pemupukan, pertanaman dan tongkol lebih seragam (Warisno, 2009).
2.3. Rekomendasi Pemupukan Berimbang
Secara tehnis, upaya peningkatan produksi dan produktivitas jagung dapat
ditempuh dengan menerapkan teknologi dengan pendekatan pengelolaan tanaman
terpadu (PTT). Dalam pengembangannya pengelolaan tanaman terpadu pada komoditi
jagung lebih dititk beratkan pada penggunaan pemupukan berimbang spesifik lokasi yang
tujuan utamanya adalah meningkatkan produksi serta menjaga kelestarian lingkungan.
12
Pemupukan spesifik lokasi memiliki arti suatu upaya menambah/menyediakan semua
hara penting untuk kebutuhan tanaman jagung sehingga tanaman dapat tumbuh optimal.
Oleh karna itu, pemupukan merupakan faktor penentu keberhasilan budidaya jagung.
Pemberian pupuk, baik pupuk organik maupun anorganik, pada dasarnya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hara yang diperlukan oleh tanaman, mengingat hara dari dalam
tanah umumnya tidak tercukupi.
Efisiensi pemupukan mutlak diperlukan dalam budidaya jagung karena
menentukan produktivitas tanamandan pendapatan yang akan diperoleh. Pemupukan
dengan efisiensi yang tinggi dapat dicapai dengan penggunaan pupuk secara berimbang.
Tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah.
Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga
disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut
hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut hara makro. Hara Fe, Mn, Zn,
Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit, disebut hara mikro. Unsur
C, H, dan O diperoleh dari air dan udara.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara dalam tanah untuk dapat
diserap tanaman antara lain adalah total pasokan hara, kelembaban tanah dan aerasi,
suhu tanah, dan sifat fisik maupun kimia tanah. Keseluruhan faktor ini berlaku umum
untuk setiap unsur hara.
Pola serapan hara tanaman jagung dalam satu musim mengikuti pola akumulasi
bahan kering. Sedikit N, P, dan K diserap tanaman pada pertumbuhan fase 2, dan serapan
hara sangat cepat terjadi selama fase vegetatif dan pengisian biji. Unsur N dan P terus-
menerus diserap tanaman sampai mendekati matang, sedangkan K terutama diperlukan
saat silking. Sebagian besar N dan P dibawa ke titik tumbuh, batang, daun, dan bunga
jantan, lalu dialihkan ke biji. Sebanyak 2/3-3/4 unsur K tertinggal di batang. Dengan
demikian, N dan P terangkut dari tanah melalui biji saat panen, tetapi K tidak.
13
2.4. Pengaturan Jarak Tanam
Perbaikan budi daya jagung dapat melalui penerapan teknologi budi daya dan
penggunaan varietas unggul (Sania et al. 2002; Gunarto et al. 1986). Penerapan teknologi
pemupukan berdasarkan uji tanah, pengapuran, penggunaan varietas unggul,
pengaturan jarak tanam, dan perbaikan pola tanam dapat meningkatkan hasil dan
mengurangi biaya produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi usahatani (Ardi et al.
1986; Indrianto 1994; Nursyamsi et al. 1996; Nursyamsi et al. 2002; Soepratini dan
Sholeh 1986; Maemunah dan Iskandar 2002). Akil et al. (2005) melaporkan bahwa
dengan pengaturan jarak tanam dan populasi jagung dapat memberikan hasil cukup
tinggi, berkisar 5, 1-5, 3 t biji/ha.
2.5. Sistem Olah Tanah
Pengelolaan sumberdaya lahan untuk mendukung pertanian berkelanjutan perlu
diawali dengan kegiatan persiapan lahan melalui teknologi olah tanah dan sistem
budidaya pertanian untuk mengurangi pengaruh buruk dari pengolahan tanah biasa dan
tetap mempertahankan kondisi tanah agar dapat ditanami dan teknologi olah tanah
tersebut merupakan komponen penting dalam pembangunan pertanian (Alfons, 2006).
Olah tanah konservasi merupakan teknologi penyiapan lahan yang menganut
kepada prinsip konservasi tanah dan air yang tujuannya untuk mengatasi dan
mengendalikan terjadinya degradasi kesuburan tanah terutama pada lahan-lahan
marginal, sehingga produktivitas lahan dapat dipertahankan dan berkelanjutan
(Simatupang, 2006). Selanjutnya Sarno (2006) mengatakan dengan meningkatnya
kesuburan tanah pada sistim olah tanah konservasi erat kaitannya dengan adanya
pendaurulangan internal hara melalui pemanfaatan gulma in situ dan pencucian hara. Hal
ini diperkuat oleh Gonggo, Hermawan dan Anggraeni (2005), pengolahan tanah tanpa
didukung dengan tindakan konservasi tanah menyebabkan menurunnya produktivitas
tanah secara cepat, sehingga sistim olah tanah berperan penting dalam usaha menekan
erosi dan aliran permukaan (Widiyono, 2005) dan perhatian kepada sistim olah tanah
14
minimum suatu cara untuk mengurangi biaya produksi tanaman, mengurangi kebutuhan
energi mekanis dan tenaga kerja serta menjaga kelembaban tanah (Tas, 2008).
Tanpa pengolahan tanah (no tillage) merupakan sistem penanaman langsung
tanpa didahului pengolahan tanah. Sistem tanpa olah tanah memerlukan herbisida untuk
pengendalian gulma sebelumnya. Penggunaan herbisida Isopropilamine Glifosfat
biasanya mempersingkat waktu persiapan lahan, menurunkan biaya produksi dan
mempertahankan produktivitas lahan pertanian serta mengendalikan gulma sebelumnya
(Gonggo, Hermawan dan Anggraeni, 2003).
Pengolahan tanah merupakan manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan
untuk menciptakan keadaan tanah yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman.
Umumnya pengolahan tanah dilakukan oleh petani, namun cara tersebut banyak
memerlukan tenaga kerja, biaya dan waktu (Widiyono, 2005). Pengolahan tanah secara
sempurna dapat menyebabkan terbentuknya struktur primer sehingga tanah menjadi
padat dan terhambatnya pertumbuhan akar (Kay, 1995) dan meningkatkan kehilangan
bahan organik karena tanah lebih mudah tererosi (Champbell dan Jansen, 1995),
menurunnya kadar air tanah, menurunnya kandungan fauna tanah yang sangat berguna
bagi proses biologi tanah dan pada akhirnya menurunkan kesuburan tanah (Karlen,
1995).
Pengolahan tanah konvensional (traditional tillage) berupa pencangkulan sedalam
15-20 cm sebanyak dua kali diikuti penggarukan sampai rata memerlukan waktu, tenaga
dan biaya yang besar. Pengolahan tanah lebih dari satu kali disertai dengan selang waktu
tertentu dapat menekan pertumbuhan gulma, sebab setiap pengulangan pengolahan
tanah akan membunuh gulma yang telah tumbuh. Saat dilakukan pengolahan tanah,
lahan dalam keadaan terbuka, tanah dihancurkan oleh alat pengolah, sehingga agregat
tanah mempunyai kemantapan rendah, tetapi jika pada saat tersebut terjadi hujan, tanah
dengan mudah dihancurkan. Dengan demikian Mursito dan Kawiji (2007) menyatakan
tujuan pengolahan tanah untuk memberikan lingkungan tumbuh yang optimum bagi
perkecambahan benih dan perkembangan akar tanaman, mengendalikan gulma dan
memungkinkan infiltrasi air, sehingga air tersedia bagi tanaman.
15
2.6. Bahan Organik
Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen,
fosfor dan belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang
dapat ditahan di dalam tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman. Akhirnya
bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan organik semua
kegiatan biokimia akan terhenti (Doeswono, 1983).
Bahan tersebut dapat berupa pupuk organik, yang proses perubahannya dapat
terjadi secara alami atau buatan. Bahan organik merupakan bahan penting dalam
menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah.
Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang sangat baik dan merupakan
sumber dari unsur hara tumbuhan. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi
dari sebagian besar organisme tanah. Bahan organik dapat diperoleh dari residu tanaman
sepert akar, batang, daun gugur yang dikembalikan ke tanah 5% tetapi pengaruhnya
terhadap sifat-sifat tanah. Adapun fungsi bahan organik adalah:
1. Sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah.
2. Sumber unsur hara N, P, K, unsur mikro dan lain-lain.
3. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air.
4. Menambah kemampuan tanah untuk menyerap unsur-unsur hara (Kapasitas tukar
kation tanah menjadi tinggi).
5. Sumber energi bagi mikroorganisme.
Bahan organik tidak mutlak dibutuhkan di dalam nutrisi tanaman, tetapi untuk
nutrisi tanaman yang efisien, peranannya tidak boleh ditawar lagi. Sumbangan bahan
organik terhadap pertumbuhan tanaman merupakan pengaruhnya terhadap sifat-sifat
fisik, kimia dan biologis dari tanah. Mereka memiliki peranan kimia di dalam menyediakan
N, P dan K untuk tanaman peranan biologis di dalam mempengaruhi aktifitas organisme
mikroflora dan mikrofauna, serta peranan fisik di dalam memperbaiki struktur tanah dan
lainnya.
16
Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di tanah. Sebab bahan
organik berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi unsur-unsur hara yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik mempengaruhi struktur tanah dan
cenderung untuk menjaga menaikkan kondisi fisik yang diinginkan. Hewan-hewan tanah
tergantung pada bahan organik untuk makanan dan mendukung kondisi fisik yang
diinginkan dengan mencampur tanah membentuk alur-alur. Sejak perang dunia ke dua,
terdapat suatu peningkatan yang besar hasil tanaman pada beberapa negara. Hasil
tanaman yang lebih besar terutama dimana hanya biji-bijian saja yang dipanen, sisa-sisa
tanaman lebih banyak dikembalikan ke lahan dan disini lebih banyak penutupan oleh
tanaman selama musim pertumbuhan.
Perlu dipelajari juga faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik dan nitrogen
tanah, faktor yang penting adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase.
Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan N. Kadar bahan organik
terbanyak ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm (15-20%). Semakin ke bawah kadar
bahan organik semakin berkurang. Hal itu disebabkan akumulasi bahan organik memang
terkonsentrasi di lapisan atas. Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah
hujan. Makin ke daerah dingin, kadar bahan organik dan N makin tinggi. Pada kondisi
yang sama kadar bahan organik dan N bertambah 2 hingga 3 kali tiap suhu tahunan rata-
rata turun 100 oC. Bila kelembaban efektif meningkat, kadar bahan organik dan N juga
bertambah. Hal itu menunjukkan suatu hambatan kegiatan organisme tanah. Tekstur
tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah liat maka makin tinggi kadar bahan
organik dan N tanah, bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi
yang baik sehingga bahan organik cepat habis. Pada tanah dengan drainase buruk,
dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena kondisi aerasi yang buruk. Hal ini
menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik.
Disamping itu vegetasi penutup tanah dan adanya kapur dalam tanah juga
mempengaruhi kadar bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang
rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini saling berkaitan, sehingga sukar menilainya
sendiri (Hakim, 1986).
17
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan
bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah,
yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk
granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil.
Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui
penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang
relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah
dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian
pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas)
bertambah akibat terbentuknya agregat.
18
III. METODOLOGI
3.1 Pendekatan (Kerangka Pemikiran)
Kajian ini merupakan kegiatan lapangan yang bersifat partisipatif dan kemitraan
antara peneliti/penyuluh BPTP Aceh, PPL, petani, kelompok tani serta melibatkan instansi
terkait yaitu Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Aceh Utara, BPP Kecamatan
serta lembaga desa lainnya.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
- Koordinasi, identifikasi permasalahan dan kendala dalam penerapan teknologi VUB
jagung serta peluang mengatasinya
- Penentuan lokasi dan calon petani kooperator
- Fokus identifikasi dilakukan terhadap : Karakterisasi lokasi, mencakup validasi peta
desa, peta topografi dan hidrologi, peta usaha industri rumah tangga, peta
sumberdaya, kalender musim, rangking matriks, sejarah budidaya jagung hibrida,
penggunaan tenaga kerja berdasarkan gender, dan arus sumberdaya.
- Penentuan petak /plot perlakuan sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan
dan pelaksanaan kegiatan penerapan teknologi VUB jagung
- Temu lapang untuk mensosialisasikan hasil kegiatan penerapan teknologi VUB jagung
3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
A. Bahan dan alat yang digunakan
Bahan tanaman yang digunakan yaitu terdiri atas benih jagung hibrida varietas Bima
15, Bima 19, Bima 20, Lamuru, Sukmaraga, Pioner dan Bisi. Pupuk dasar yaitu pupuk
organik 3 ton/ha, urea 450 kg/ha dan NPK 325 kg/ha. Pemupukan urea dilakukan dengan
Bagan Warna Daun (BWD) pada umur vegetatif. Uji signifikan menggunakan ANOVA dan
Uji Duncan pada taraf nyata 5% (Gomes and Gomes 2007). Pestisida yang dipakai adalah
Furadan 3G,Curacron, Antractol, Dithane M - 45, Decis, Agrimec, Proclaim, Kelhtane, dan
19
Agrept. Sedangkan alat yang digunakan adalah gembor, ajir, cangkul, kored, meteran,
timbangan analitik, timbangan kasar, sprayer, tali rafia, plastik, label, dan jangka sorong.
B. Metode Pelaksanaan Kegiatan
Pengkajian ini dilaksanakan pada lahan milik petani di Kabupaten Aceh Utara
dengan luas ± 7 ha yang dimulai dari bulan Maret hingga Desember 2017. Metode
pengkajian menggunakan rancangan split plot design dan RAK faktorial. Teknologi yang
diintroduksikan meliputi : penggunaan VUB jagung, jarak tanam, penggunaan bahan
organik (sampah kota), pemupukan berdasarkan status hara tanah melalui uji tanah,
pengendalian gulma, hama dan penyakit secara PHT (Badan Litbang Pertanian 2007).
Untuk pengkajian yang menggunakan rancangan split plot design, varietas merupakan
petak utama/main plot sedangkan 2 (dua) paket pemupukan sebagai anak petak.
Varietas yang digunakan yaitu :
V1 = Bima 15 V5 = Sukmaraga
V2 = Bima 19 V6 = Pioner
V3 = Bima 20 V7 = Bisi
V4 = Lamuru
Sedangkan 2 (dua) paket pemupukan yang akan digunakan yaitu :
P1 = rekomendasi pemupukan petani setempat
P2 = rekomendasi pemupukan berdasarkan status hara tanah (PUTK)
Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali. Denah
perlakuan dapat dilihat sebagai berikut :
20
Untuk pengkajian yang menggunakan rancangan RAK faktorial, terdiri dari 2 (dua) faktor
yaitu faktor sistem olah tanah yang terdiri dari :
Po = Tanpa Olah Tanah
P1 = Olah Tanah Minimum (tanah diolah pada barisan tanaman)
Sedangkan faktor kedua yaitu dosis pemberian kompos, yang terdiri dari :
Mo = Tanpa mulsa
21
M1 = Diberi mulsa sampah kota 5 ton/ha
M2 = Diberi mulsa sampah kota 10 ton/ha
Varietas yang digunakan yaitu Bima 15, masing-masing kombinasi perlakuan
diulang sebanyak 4 (empat) kali. Denah perlakuan dapat dilihat sebagai berikut :
Parameter pengamatan yang akan diambil yaitu tinggi tanaman yang diukur pada
saat panen, diameter tongkol (cm),berat tongkol kering tanpa kelobot (g/tan),
berangkasan kering (g/tan),biji pipilan kering (g/tan),berat 1000 biji (g), hasil pipilan
kering dari ubinan. Analisis usahatani meliputi: 1) penggunaan sarana produksi, 2)
penggunaan tenaga kerja, dan 3) tingkat efisiensi usahatani dengan analisis finansial R/C
ratio. Analisis data dilakukan dengan analisis finansial untuk mengetahui tingkat
kelayakan usahatani jagung hibrida. Analisis yang digunakan adalah analisis penerimaan
dan pendapatan, analisis imbangan penerimaan atas biaya (R/C) dan analisis imbangan
pendapatan atas biaya (B/C). (Swastika 2004 dan Malian 2004).
22
Data pendukung yang dikumpulkan yaitu preferensi petani, curah hujan 5 tahun
terakhir, pH tanah, kandungan unsur hara tanah (N, P, K, C-organik), dan tekstur tanah.
Sampel tanah dianalisis di laboratorium sesuai dengan parameter yang dibutuhkan. Data-
data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dan diteruskan dengan uji jarak
berganda Duncan pada taraf 5 %.
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan
4.1.1. Kabupaten Aceh Utara
Kabupaten Aceh Utara merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 125
meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 04.46.000 - 05.00. 400 Lintang Utara
dan 6.52.000 - 97.31.000 Bujur Timur, dengan luas wilayah 3.296,86 km² yang terbagi
menjadi 27 Kecamatan yang tersebar dari 70 Kemukiman dan 852 Desa. Batas-batas
administrasi wilayah Kabupaten Aceh Utara adalah sebagai berikut :
❖ Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Lhokseumawe & Selat Malaka
❖ Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur
❖ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah
❖ Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bireuen
Gambar 1. Peta Wilayah Kabupaten Aceh Utara
24
Adapun pembagian wilayah administrasi Kabupaten Aceh Utara berikut luasnya
dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Luas Daerah Kabupaten Aceh Utara Menurut Kecamatan, 2016
No. Kecamatan Luas (Km2) Desa
1. Sawang 384.65 39
2. Nisam 114.74 29
3. Nisam Antara 84.38 6
4. Banda Baro 42.35 9
5. Kuta Makmur 151.32 39
6. Simpang Kramat 79.78 16
7. Syamtalira Bayu 77.53 38
8. Geureudong Pase 269.28 11
9. Meurah Mulia 202.57 50
10. Matang Kuli 56.94 49
11. Paya Bakong 418.32 39
12. Pirak Timu 67.70 23
13. Cot Girek 189.00 24
14. Tanah Jambo Aye 162.98 47
15. Langkahan 150.52 23
16. Seunuddon 100.63 33
17. Baktiya 158.67 57
18. Baktiya Barat 83.08 26
19. Lhoksukon 243.00 75
20. Tanah Luas 30.64 57
21. Nibong 44.91 20
22. Samudera 43.28 40
23. Syamtalira Aron 28.13 34
24. Tanah Pasir 20.38 18
25. Lapang 19.27 11
26. Muara Batu 33.34 24
27. Dewantara 39.47 15
Jumlah/Total 3,296.86 852 Sumber : BPS - Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara (Aceh Utara dalam Angka, 2016)
Berdasarkan elevasi (ketinggian dari permukaan laut), dataran di Kabupaten Aceh
Utara terdiri dari : 0 m - 100 m = 4,69 %, 101 m - 500 m = 3,52 %, 501 m -1000 m =
84,98 % dan 1.001 m keatas = 6,81 %. Kabupaten Aceh Utara pada umumnya beriklim
25
tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau
berkisar antara bulan Januari -Juni. Musim hujan, biasanya berkisar antara bulan Agustus
sampai Desember, dengan curah hujan rata – rata per tahun 1402 mm3. Tentang
keadaan curah hujan di Kabupaten Aceh Utara dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Rata - rata Curah Hujan, Hari Hujan dan Penyinaran Matahari di Kabupaten Aceh Utara 2016
BULAN Curah Hujan
(mm) Hari Hujan
(hari) Penyinaran
Matahari (%)
1 2 3 4
Januari 183 17 74
Februari 66 12 77
Maret 2 5 78
April 51 15 57
Mei 45 8 71
Juni 95 13 72
Juli 72 14 56
Agustus 119 17 65
September 207 21 56
Oktober 97 21 50
November 327 23 51
Desember 138 21 71
Sumber : BPS - Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara (Aceh Utara dalam Angka, 2016).
Suhu udara rata-rata di Kabupaten Aceh Utara berkisar antara 31,6° C – 34,8° C.
Kabupaten Aceh Besar juga mengalami musim kemarau dan hujan. Rata – rata suhu
udara, tekanan udara dan kelembaban di Kabupaten Aceh Utara dapat di lihat pada Tabel
4 berikut :
Tabel 4. Rata - rata suhu udara, tekanan udara dan kelembaban di Kabupaten Aceh Utara tahun 2016.
26
BULAN Suhu Udara
(oC)
Tekanan Udara
(mb)
Kelembaban Nisbi
(%)
Januari 31,8 1,011 85
Februari 31,6 1,011 81
Maret 33,3 1,011 82
April 33,6 1,009 80
Mei 34,8 1,009 83
Juni 34,4 1,009 82
Juli 34,0 1,009 82
Agustus 33,4 1,009 83
September 34,0 1,010 85
Oktober 32,4 1,011 85
November 32,0 1,011 88
Desember 32,2 1,009 85
Sumber : BPS - Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara (Aceh Utara dalam Angka, 2016).
Jagung merupakan salah satu komoditi andalan di Kabupaten Aceh Utara dalam
menunjang perekonomian petani dan daerah. Saat ini jagung telah menggantikan
komoditi kedelai yang semakin hari semakin berkurang minat petani dalam menanam
kedelai akibat harga yang tidak menentu. Luas tanam, luas panen, produksi dan
produktivitas jagung menurut kecamatan di Kabupaten Aceh Utara dapat di lihat pada
Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas jagung menurut kecamatan di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016
27
No.
Kecamatan Luas Tanam (ha)
Luas Panen (ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/ha)
1. Sawang 19 8 40.04 50.05
2. Nisam 245 116 642.41 55.38
3. Nisam Antara 139 55 287.16 52.21
4. Banda Baro 50 26 250.55 50.11
5. Kuta Makmur 441 0 0 0
6. Simpang Kramat 400 302 1,522.38 50.41
7. Syamtalira Bayu 20 2 91.44 45.72
8. Geureudong Pase 486 398 2,163.93 54.37
9. Meurah Mulia 92 0 0 0
10. Matang Kuli 24 2 8.67 43.36
11. Paya Bakong 57 0 0 0
12. Pirak Timu 94 0 0 0
13. Cot Girek 90 48 220 46
14. Tanah Jambo Aye 11 5 20 40
15. Langkahan 84 5 20 40
16. Seunuddon 3 0 0 0
17. Baktiya 42 19 82 43
18. Baktiya Barat 35 12 50 42
19. Lhoksukon 68 60 267 45
20. Tanah Luas 107 38 174 46
21. Nibong 43 34 154 45
22. Samudera 615 3 13 43
23. Syamtalira Aron 12 0 0 0
24. Tanah Pasir 0 0 0 0
25. Lapang 1 0 0 0
26. Muara Batu 21 2 9 44
27. Dewantara 17 1 3 32
Jumlah/Total 1,762 426 1,923.40 45.15 Sumber : BPS - Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara (Aceh Utara dalam Angka, 2016).
28
4.1.2. Kecamatan Sawang
Sawang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Aceh utara
dengan luas 384,65 km2, terdiri dari 39 desa dan ibu kota Kecamatan terletak di Gampong
Sawang. Batas-batas administrasi wilayah Kecamatan Sawang adalah sebagai berikut :
❖ Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muara Batu
❖ Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Nisam Antara dan Kabupaten Bener
Meriah
❖ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Nisam Antara dan Kabupaten
Bener Meriah
❖ Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bireuen dan Kecamatan Bener
Meriah
Gambar 2. Peta Wilayah Kecamatan Sawang
4.2. Hasil Yang Diperoleh
Kegiatan Perbaikan Budidaya Jagung Di Lahan Kering Di Provinsi Aceh diawali
dengan melakukan koordinasi dan survey calon lokasi kegiatan dan calon petani
kooperator yang akan terlibat dalam kegiatan ini. Koordinasi dilakukan dengan dinas
29
terkait dalam hal ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Aceh Utara. Dari hasil survey
lokasi di beberapa kecamatan sentra penanaman jagung, ditetapkan Desa Tanjong
Keumala, Kecamatan Sawang sebagai lokasi kegiatan dan kelompok tani Bungong
Tanjong sebagai kelompok tani pelaksana kegiatan ini.
Gambar 3. Lahan tempat pelaksanaan kegiatan
Selanjutnya dilakukan pembersihan dan penyiapan lahan serta penanaman
jagung hibrida sesuai dengan petunjuk teknis yang telah disusun sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatan di lapangan. Penyiapan lahan yaitu tanpa olah tanah (TOT), lahan
yang ditumbuhi sisa tanaman dan gulma dapat disemprot dengan herbisida golongan
paraguat ataupun jenis Glyphosat, tergantung dari kondisi gulma di lokasi tersebut. Satu
minggu setelah disemprot benih sudah dapat ditugal. Pada lahan kering pembuatan
saluran drainase diperlukan untuk mengalirkan air, terutama pada musim hujan, karena
tanaman jagung peka terhadap kelebihan air. Kemudian pembuatan petak perlakuan
dengan ukuran : panjang = 7 m, lebar 4 m. jarak antara perlakuan 1 m dan jarak antara
ulangan 1.2 m.
Kemudian dilanjutkan dengan penanaman tujuh varitas unggul jagung yaitu Bima
15, Bima 19, Bima 20, Lamuru, Sukmaraga, Pioner, dan Bisi. Menggunakan benih
bermutu dan berlabel. Perlakuan benih (seed treatment) menggunakan metalaksil untuk
mencegah penyakit bulai. Populasi tanaman sekitar 66.600 -75.000 tanaman/ha, benih
ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm (1 biji per lubang) atau 70 cm x 40 cm (2
biji per lubang).
30
Gambar 4. Penanaman 7 Varietas Jagung Hibrida
Pemupukan pertama dilakukan 15 hari setelah tanam (HST) dengan dosis
berdasarkan PUTK. Untuk pola rekomendasi didasarkan pada hasil analisa tanah
berdasarkan PUTK, sedangkan untuk pola petani yaitu dosis yang digunakan oleh petani.
Hasil analisa tanah berdasarkan PUTK pada lahan yang akan digunakan diperoleh hasil
unsur P sedang, unsur K sedang,bahan organik rendah dan pH agak masam. Berdasarkan
hasil tersebut maka dosis pemupukan N, P dan K yang akan digunakan sebagai
rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yaitu NPK 300 kg/ha, SP36 75 kg/ha dan Urea
200 kg/ha.
A. PENERAPAN TEKNOLOGI VUB JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN KERING DIPROVINSI
ACEH
Keragaan Agronomis
Pertumbuhan vegetatif berpengaruh sangat penting untuk perkembangan pada
fase generatif. Pertumbuhan vegetatif yang optimal akan mendorong pertumbuhan
generatif yang optimal sehingga akan diperoleh hasil yang tinggi. Pengamatan tinggi
tanaman merupakan salah satu parameter utama untuk mengetahui tingkat adaptasi
suatu varietas pada suatu agroekosistem.
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan vegetatif antar varietas pada pola
introduksi dan pola petani menunjukkan bahwa pada pola petani tinggi tanaman tertinggi
dijumpai pada varietas Bima 20 dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Pada
31
pengamatan diameter tongkol, hasil tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20 yang tidak
berbeda nyata dengan varietas Bima 15 dan Bima 19. Sedangkan untuk pengamatan
tinggi tongkol, hasil tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20 yang tidak berbeda nyata
dengan varietas Bima 15 dan Bima 19 dan Lamuru. Untuk pola introduksi, tinggi tanaman
tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20 dan berbeda nyata dengan varietas lainnya.
Pada pengamatan diameter tongkol, hasil tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20 yang
tidak berbeda nyata dengan varietas Bima 15 dan Bima 19 dan berbeda sangat nyata
dengan varietas Lamuru, Sukmaraga, Pioner 32 dan Bisi 18. Sedangkan untuk
pengamatan tinggi tongkol, hasil tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20.
Tabel 6. Rata-rata Pertumbuhan Tanaman Jagung Hibrida dan Komposit pada Pola
Introduksi dan Pola Petani kegiatan Penerapan Teknologi Vub Jagung Hibrida
Di Lahan Kering Provinsi Aceh
VARIETAS
POLA PETANI POLA INTRODUKSI
Tinggi Tanaman
(cm)
Diameter Tongkol
(cm)
Tinggi/Jarak Tongkol
(cm)
Tinggi Tanaman
(cm)
Diameter Tongkol
(cm)
Tinggi/Jarak Tongkol
(cm)
BIMA 15 169.2a 2.8b 119.0b 200.3b 3.3a 130.0a
BIMA 19 177.6c 2.9b 120.0b 201.3b 3.4a 135.0b
BIMA 20 185.8d 3.1c 121.0b 215.2c 3.6b 139.0c
LAMURU 173.4b 2.2a 119.7b 202.8b 3.1a 138.3c
SUKMARAGA 173.4b 2.2a 112.3a 202.8b 3.0a 138.1c
PIONER 165.3a 2.3a 113.0a 180.0a 3.0a 137.0c
BISI 167.0a 2.2a 118.5b 189.8b 3.0a 133.5a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji T 0,05).
Adanya perbedaan tinggi tanaman disebabkan oleh sifat genetik dan karakteristik
serta kemampuan adaptasi dari masing-masing varietas yang berbeda terhadap
lingkungannya (Ermanita et al., 2004). Selanjutnya menurut Zulaiha et al., (2012),
perbedaan tinggi tanaman antar varietas dipengaruhi oleh struktur genetik dan
32
lingkungan tumbuh yaitu sinar matahari, tanah dan air, sedangkan keragaman
penampilan menunjukkan bahwa faktor genetik mempunyai pengaruh yang nyata untuk
beradaptasi sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Selain itu
pengaruh genetik merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh setiap varietas
sedangkan pengaruh lingkungan merupakan pengaruh yang ditimbulkan oleh habitat dan
kondisi lingkungan (Kuruseng & Kuruseng 2008).
Perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada masing-masing varietas
mengindikasikan adanya perbedaan vigor pertumbuhan, semakin tinggi tanaman maka
akan semakin efisien dalam memanfaatkan cahaya matahari sehingga dapat
menghasilkan fotosintat yang lebih banyak yang berguna untuk pertumbuhan vegetatif
dan generatif tanaman jagung (Vivianthi, 2012).
Jarak tongkol tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20 dan berbeda nyata dengan
varietas lainnya. Meskipun tinggi kedudukan tongkol pada masing – masing varietas
memilki nilai rata-rata yang berbeda tetapi secara umum letak tongkol pada batang relatif
sama yakni sekitar setengah dari tinggi tanaman, hal ini menyebabkan tanaman lebih
efektif dalam mengakumulasi hasil fotosintesis terutama dari daun yang letaknya di atas
posisi tongkol. Yasin dan Zubachtirodin (2004) menyatakan bahwa sifat ideal bagi
tanaman jagung, yakni tongkol berada pada posisi tengah yakni sekitar setengah dari
tinggi tanaman.
Komponen Hasil
Pada pengamatan bobot tongkol dengan kelobot dan bobot tongkol kupasan pada
pola introduksi dan pola petani menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata, dimana
hasil tertinggi dijumpai pada varietas Bima 20 dan berbeda nyata dengan varietas lainnya.
33
Tabel 7. Rata-rata Pertumbuhan Tanaman Jagung Hibrida dan Komposit pada Pola Introduksi dan Pola Petani kegiatan Penerapan Teknologi VUB Jagung Hibrida Di Lahan Kering Provinsi Aceh.
VARIETAS
POLA PETANI POLA INTRODUKSI
Tongkol + Klobot
(Gr)
Tongkol Kupasan
(Gr)
Pipilan Kering (Gr)
1000 Butir (Gr)
Hasil (Ton/Ha)
Tongkol + Klobot (Gr)
Tongkol Kupasan
(Gr)
Pipilan Kering (Gr)
1000 Butir (Gr)
Hasil (Ton/Ha)
BIMA 15 272.1d 250.1c 112.2a 47.7a 4.4a 399.1d 377.1c 138.2a 57.7a 5.5a
BIMA 19 281.3e 259.3c 120.2b 49.5a 4.8a 402.4e 380.4c 146.2b 59.5a 5.8a
BIMA 20 326.8f 304.8d 129.2c 50.7a 5.1b 469.7f 447.7d 155.2c 65.7c 6.2b
LAMURU 229.5c 207.5b 114.7a 49.5a 4.5a 349.5c 327.4b 140.7a 55.5a 5.6a
SUKMARAGA 217.5a 195.5a 115.2a 50.1a 4.6a 277.5a 255.5a 141.2a 55.4a 5.6a
PIONER 221.2b 199.2a 118.9b 49.8a 4.7a 261.5a 239.5a 144.9b 54.8a 5.7a
BISI 280.6e 258.6c 120.0b 48.2a 4.8a 300.0b 278.0a 146.0b 52.9a 5.8
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji T 0,05).
34
Sarief (1986) menyatakan bahwa tersedianya unsur hara yang cukup pada saat
pertumbuhan menyebabkan aktivitas metabolisme tanaman akan lebih aktif sehingga
proses pemanjangan dan diferensiasi sel akan lebih baik yang akhirnya dapat mendorong
peningkatan bobot buah. Menurut Susilowati (2001) Hasil tanaman jagung ditentukan
oleh bobot segar tongkol per tanaman. Semakin tinggi bobot tongkol per tanaman maka
akan diperoleh hasil yang semakin tinggi.
Pengamatan terhadap bobot 1000 biji pada pola introduksi menunjukkan bahwa
varietas berpengaruh terhadap bobot 1000 biji, dimana yang tertinggi dijumpai pada
varietas Bima 20. Bobot pipilan kering pada pola introduksi dan pola petani menunjukkan
bahwa varietas berpengaruh terhadap bobot pipilan kering, dimana hasil tertinggi di
jumpai pada varietas Bima 20. Pada pengamatan produksi (ton/ha) menunjukkan bahwa
varietas berpengaruh nyata terhadap hasil, dimana produksi tertinggi dijumpai pada
varietas Bima 20.
Ekspresi fenotipe yang berbeda ini kemudian ditampilkan secara berbeda
merupakan variasi genetik dari masing - masing varietas. Genotip yang berbeda akan
memberikan tanggapan yang berbeda bila ditanam pada lingkungan yang sama,
demikian sebaliknya. Menurut Welsh (1991), dalam Haris dan Askari, (2008), jika terdapat
perbedaan antara individu pada lingkungan yang sama dan dapat diukur, maka
perbedaan ini berasal dari variasi genotipe masing – masing tanaman tersebut.
Efisiensi penggunaan cahaya matahari yang lebih tinggi melalui fotosintesis
menyebabkan hasil tanaman yang diperoleh juga meningkat, dalam hal ini adalah biji
jagung yang dihasilkan. Ukuran biji tergantung pada faktor-faktor yang mengendalikan
penyediaan asimilat untuk pengisian biji. Lebih sedikit cahaya yang diterima oleh daun
menyebabkan laju asimilat lebih lambat sehingga berpengaruh paling besar terhadap
hasil biji (Goldswothy dan Fisher, 1992). Jumlah baris biji dan jumlah biji serta berat biji
yang dihasilkan akan menentukan produksi biji pipilan yang dihasilkan baik secara
kualitas maupun kuantitas. Gardner et al., (2008) menambahkan bahwa semakin tinggi
hasil fotosintesis, semakin besar pula penimbunan cadangan makanan yang
ditranslokasikan ke biji dengan asumsi bahwa faktor lain seperti cahaya, air, suhu dan
35
hara dalam keadaan optimal. Selain itu, hasil tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat
genetik dan kemampuan interaksinya terhadap lingkungan tumbuh yang berbeda-beda.
Menurut Takdir et al., (1998), bahwa hasil biji jagung dipengaruhi oleh interaksi
antara genotipe dengan lingkungan, adanya interaksi genotipe dengan lingkungan
disebabkan oleh kemampuan genotipe yang berbeda dalam memanfaatkan kondisi
lingkungan. Kemampuan produksi tanaman jagung merupakan resultante dari beberapa
faktor komponen produksi seperti jumlah baris biji dan berat biji yang dihasilkan yang
digambarkan pada hasil akhir berupa produksi biji pipilan kering. Jumin (2005),
menyatakan bahwa produksi suatu tanaman merupakan resultante dari proses
fotosintesa, penurunan asimilat akibat respirasi dan translokasi bahan kering ke dalam
hasil tanaman.
Besar kecilnya tongkol berpengaruh terhadap jumlah biji, hal ini berkaitan dengan
tongkol yang besar maka semakin besar ruang untuk tumbuh dan berkembangnya biji
jagung. Perbedaan penampilan dari masing-masing varietas hibrida terutama perbedaan
pada beberapa peubah pengamatan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Pengaruh genetic merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh setiap galur
sedangkan pengaruh lingkungan adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh habitat dan
kondisi lingkungan. Gardner et al., (1991) menyatakan bahwa faktor lingkungan dapat
menyebabkan gagalnya penyerbukan, serangan hama penyakit dan persaingan unsur
hara, air, sinar matahari.
Gen-gen yang beragam dari masing-masing varietas mempunyai karakter yang
beragam pula. Selain itu, lingkungan memberikan peranan dalam penampakan karakter
yang terkandung dalam gen tersebut sehingga penampilan suatu gen masih labil yang
menyebabkan sering terdapat tanaman sejenis tapi dengan karakter yang berbeda
(Mahdiannoor & Nurul Istiqomah, 2015). Hal ini sejalan dengan Pandia et al., (2013),
bahwa respon genotif terhadap faktor lingkungan ini dapat terlihat dalam penampilan
fenotipik dari tanaman bersangkutan.
36
B. SISTEM OLAH TANAH DAN KOMPOS PADA TANAMAN JAGUNG DI LAHAN KERING
PROVINSI ACEH
Respon yang berbeda antara perlakuan varietas jagung hibrida Bima 15
ditunjukkan terhadap sifat tinggi tanaman, diameter tongkol, tinggi tongkol, bobot
tongkol dengan klobot, bobot tongkol kupasan, bobot pipilan kering bobot 1000 butir biji,
dan hasil.
Dengan penambahan pupuk organik 5 – 10 ton/ha disertai dengan olah tanah
minimun dan pengaturan jarak tanam dapat memperbaiki tinggi tanaman, diameter
batang, diameter tongkol, tinggi tongkol, bobot tongkol dengan klobot, bobot tongkol
kupasan, bobot pipilan kering bobot 1000 butir biji, dan hasil. Hal ini diperkuat dari hasil
penelitian Al-Kaisi dan Yin (2003). Penambahan pupuk organik dapat menyediakan
ketersediaan bahan organik tanah, memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah serta aktifitas
organisme di dalam tanah. Perbaikan ini akan berakibat terhadap penyediaan unsur hara
dan penyediaan air di dalam tanah menjadi lebih baik. Peningkatan jumlah populasi
tanaman berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sampai tingkat
tertentu, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimal pada awal
pertumbuhan (Sudiana, 2007).
Hasil penelitian Fattah (2010), menyatakan bahwa pupuk organik berperan dalam
menyediakan unsur hara mineral dan asam amino bagi tanaman, mengembalikan
keseimbangan tanah dan mempertahankan unsur hara lebih lama sehingga dapat
mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Rata – rata komponen pertumbuhan
dan komponen hasil disajikan pada Tabel 8.
37
Tabel 8. Rata-rata Tinggi Tanaman, Diameter Tongkol, Tinggi Tongkol, Tongkol Dengan Klobot, Bobot Tongkol Kupasan, Bobot Pipilan Kering Bobot 1000 Butir Biji, dan Hasil/produksi Kegiatan Sistem Olah Tanah Dan Kompos Pada Tanaman Jagung Di Lahan Kering Provinsi Aceh.
KODE
PERLAKUAN
PARAMETER PENGAMATAN
TINGGI
TANAMAN
(CM)
DIAMETER
TONGKOL
(CM)
TINGGI/JARAK
TONGKOL
(CM)
TONGKOL +
KLOBOT (GR)
TONGKOL
KUPASAN
(GR)
PIPILAN
KERING
(GR)
1000
BUTIR
(GR)
HASIL
(TON/HA)
P0M0 173.7a 4.9a 83.9a 185.1a 163.1a 122.2a 57.7a 3.9a
P0M1 175.8a 5.0a 85.1a 187.9a 165.9a 130.2b 59.5a 4.2b
P0M2 182.0b 5.1a 88.3b 204.7b 182.7b 139.2c 60.7b 4.5b
P1M0 188.3b 5.3b 89.4b 188.5a 167.5a 143.9d 62.0b 4.6b
P1M1 192.7c 5.4b 90.7c 217.5c 195.5c 147.2e 64.4c 4.7b
P1M2 195.2d 5.5b 92.9c 229.5d 207.5d 154.7f 65.5c 4.9c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji T 0,05).
38
IV. KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh pada kegiatan Perbaikan Budidaya Jagung Lahan
Kering di Provinsi Aceh menunjukkan bahwa :
- Penerapan teknologi pemupukan spesifik lokasi dalam perbaikan budidaya jagung
hibrida dan komposit di lahan kering dapat meningkatkan produksi jagung hibrida
dan komposit. Varietas Bima 20 menunjukkan produksi paling tinggi (6,2 ton/ha).
- Penambahan bahan organik dalam bentuk kompos limbah sampah kota 10 ton/ha
serta pengolahan tanah minimun dapat meningkatkan produksi jagung hibrida
Bima 15 yaitu 4.9 ton/ha.
39
V. DAFTAR PUSTAKA
Al-Kisi, M.M., Yin, X. 2003. Effect of Nitrogen Rate, Irrigation Rate and Plant Population on Corn Yield and Water Use Efficiency. Am. J. Agron. 95:1475-1482.
Badan Litbang Pertanian. 2009. Statistik Badan Litbang Pertanian 2009: sumberdaya,
program dan hasil penelitian.Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Betran, F.J., D. Beck, M. Banziger, and G.O. Edmeades.2003. Genetic analysis of
inbred and hybrid grainyield under stress and non-stress environments intropical maize. Crop Sci. 43: 807-817.
BPS Aceh. 2015. Aceh Dalam Angka Tahun 2015. Banda Aceh. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2012. Luasserangan OPT utama, banjir dan
kekeringan pada tanaman jagung Rerata 5 Tahun (2006-2010), Tahun 2010 dan 2011. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta.
Erawati, B., T., R., Herawati, N., & Widiastuti, E. 2013. Peran PTT Jagung Dalam
Peningkatan Produksi Dan Finansial: Kasus Di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima NTB. Seminar Nasional Serealia. 2013 : 267 - 278.
Fattah. 2010. Efektifitas Pupuk Organik Saputra Nutrient pada Tanaman Jagung. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan. Dalam: Prosiding Pekan Serealia Nasional : 1-7.
Foth, H.D. 1984. Foundamental of Soil Science. Gadjah Mada University, Yogyakarta. Gardner, F.P., R.B. Peace & R.L. Mitchell, 1991.Fisiologi Tanaman Budidaya
(EdisiTerjemahan oleh Herawati Susilo danSubiyanto). Universitas Indonesia Press.Jakarta. 428 p.
Goldsworthy, P.R., dan N.M Fisher. 1992. The Physiology Of Tropical Field Crops
(Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Terjemahan Tohari). Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 428 hal.
Haris Kuruseng Dan M. Askari Kuruseng, 2008. Pertumbuhan dan Produksi Berbagai
Varietas Tanaman Jagung Dua Dosis Pupuk. Jumin, H., B. 2005. Dasar-dasar agronomi. Edisi Revisi. Raja Grafindo Perkasa.
Jakarta. 250 hal. Kasyrno, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Selama Empat
Decade yang lalu dan Implikasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Bogor Badan Litbang Pertanian.
40
Kuruseng, H., & Kuruseng, M., A. 2008. Pertumbuhan Dan Produksi Berbagai Varietas Tanaman Jagung Pada Dua Dosis Pupuk Urea, Jurnal Agrisistem, 4 (1) : 26 - 36.
Mahdiannoor & Nurul Istiqomah. 2015. Pertumbuhna Dan Hasil Dua Varietas Jagung
Hibida Sebagai Tanaman Sela Dibawah Tegakan Karet. ZIRAA’AH, 40 (1) : 46-53.
Miti F., P. Tongoona, and J. Derera. 2010. S1 selectionof local maize landraces for low
soil nitrogen tolerance in Zambia. African Journal of Plant Science, Vol. 4(3):67-81.
Pandia, A., Bangun, M., K., & Hasyim, H. 2013. Respon Pertumbuhandan Produksi
Beberapa Varietas Tanaman Jagung Terhadap Pemberian Pupuk N dan K. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1 (3) : 348 - 361.
Sudiana, I.M. 2007. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Hasil Biji, Kadar Protein Kasar,
Serat Kasar dan Ekstrak Bebas Nitrogen Brangkasan Beberapa Varietas Jagung Ungul di Lahan Kering (Tesis). UNUD Denpasar.
Susilowati. 2001. Pengaruh pupuk kalium terhadap pertumbuhan dan hasil jagung
manis (Zea mays saccharata Stury). Jurnal Budidaya Pertanian. Vol. 7(1):36-45.
Sutardjo, Sulastri, Nawfetrias, W. 2012. Optimasi Produksi Empat Varietas Jagung
Hibrida Di Kertosono Kabupaten Nganjuk. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 14 (1) : 74 - 80.
Tan, 2008. Pengolahan Tanah dan Dinamika Tanah. http://www.teknoperta.co.cc/.
Hal: 1-22. Vivianthi, E. L. 2012. Penampilan 21 Hibrida Silang Tunggal Yang Dirakit Menggunakan
Varietas Jagung Lokal Pada Kondisi Input Rendah, Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 1 (3) : 153 - 158.
Zubachtirodin, MS. Pabbage, dan Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi
Pengembangan Jagung. Dalam Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Zubachtirodin, MS. Pabbage, dan Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi
Pengembangan Jagung. Dalam Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
41
LAMPIRAN 1. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA
No Nama Lengkap Pendidikan Bidang
Kepakaran Jabatan
Fungsional Waktu
1. Fenty Ferayanti,SP.MSi
S2 Budidaya Peneliti Muda
30
2. Idawanni,SP.MSi S2 Budidaya Peneliti Muda 20
3. Abdul Azis, SPi.MP S2 Farming Sistem
Peneliti Madya
10
4. Ir. Chairunas,MS S2 Budidaya Peneliti Madya
10
5. Ahmad IB SPMA - Teknisi 10
6. M.Ramlan, SP S1 Budidaya Teknisi 10
7. Darna Maulida Putri SPMA - Administrasi 10
42
LAMPIRAN 2. ANGGARAN KEGIATAN
1. Belanja Bahan
- Bahan pendukung kegiatan, pelatihan, temu lapang
- Konsumsi, pelatihan, temu lapang
2 KALI
200 OH
25.000.000,-
50.000,-
50.000.000,-
10.000.000,-
Total……1 60.000.000,-
2. Belanja Barang Untuk Persediaan Barang Konsumsi
ATK dan Komputer Supplies 1 PAKET 3.000.000,- 3.000.000,-
Bahan utama, saprodi (benih, pupuk, obat-obatan)
2 KALI 41.000.000,- 82.000.000,-
Total……2 85.000.000,-
3. Honor Output Kegiatan
Upah Harian Lepas 300 OH 100.000,- 30.000.000,-
Total……3 30.000.000,-
4. Belanja Perjalanan Biasa
Perjalanan ke daerah dalam rangka pelasanaan kegiatan
20 OP 1.500.000,- 30.000.000,-
Total……4 33.000.000,-
5. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota
Biaya Transport dan Uang Saku Peserta Temu Lapang
100 OH 50.000,- 5.000.000,-
Total……5 4.500.000,-
6. Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota
Perjalanan Pelaksanaan Kegiatan 1 OP 1.000.000,- 1.000.000,-
Perjalanan Pelaksanaan Kegiatan 2 OH 2.000.000,- 4.000.000,-
Total……6 5.000.000,-
7. Belanja Jasa Profesi
Narasumber 4 OJ 500.000,- 2.000.000,-
Total……7 2.000.000,-
Total 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 + 7…………….. 210.000.000,-
43
LAMPIRAN 3. FOTO KEGIATAN
LOKASI KEGIATAN DI DESA TANJONG KEUMALA KECAMATAN
SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA
44
SAAT PENANANAM JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT
45
46
PERTUMBUHAN JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT
PELATIHAN BUDIDAYA JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT
TEMU LAPANG KEGIATAN PERBAIKAN BUDIDAYA JAGUNG
DI LAHAN KERING PROVINSI ACEH
top related