(life span)repository.poltekkes-tjk.ac.id/347/3/6. lta bab ii putri.pdf · 8 maka organ-organ,...
Post on 18-Oct-2020
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kebutuhan Dasar
1. Kebutuhan Dasar Manusia
Manusia mengalami perkembangan yang dimulai dari proses
tumbuh kembang dalam rentang kehidupan (life span). Dalam
melakukan aktifitas sehari-hari, individu memulainya dengan
bergantung pada orang lain dan belajar untuk mandiri melalui sebuah
proses yang disebut pendewasaan. Proses tersebut dipengaruhi oleh
pola asuh, lingkungan sekitar dan status kesehatan individu. Dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, individu dapat dikelompokkan
kedalam tiga kategori, yaitu : 1) terhambat dalam melakukan aktivitas,
2) belum mampu melakukan aktivitas dan 3) tidak dapat melakukan
aktifitas.
Virginia Henderson membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam
14 komponen berikut yaitu manusia harus dapat bernafas secara
normal, makan dan minum yang cukup, setiap hari harus bisa buang
air besar dan buang air kecil (eliminasi) dengan lancar, bisa bergerak
dan mempertahankan postur tubuh yang diinginkan, bisa tidur dan
istirahat dengan tenang, memilih pakaian yang tepat dan nyaman
dipakai, mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan
menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan memodifikasikan
lingkungan, menjaga kebersihan diri dan penampilan, menghindari
bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain,
berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,
kebutuhan, kekhawatiran dan opini, beribadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan, bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk
membiayai kebutuhan hidup, bermain atau berpartisipasi dalam
berbagai bentuk rekreasi dan belajar, menemukan atau memuaskan
rasa ingin tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal,
7
kesehatan dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia (Potter dan
Perry dalam Rosmalawati dan Kasiati, 2016).
2. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas sebagai organ dan sel tubuh
(Andarmoyo, 2012).
Fisiologi respirasi adalah pertukaran gas - gas pernafasan terjadi
antara lingkungan dan darah, memindahkan dari atmosfer ke alveoli,
dimana oksigen ditukar menjadi karbon dioksida. Alveoli
memindahkan oksigen dan karbon dioksida ke dan dari darah mealuli
membrane kapiler alveolar. Ada tiga langkah dan proses oksigenasi,
yaitu : ventilasi, difusi dam perfusi.
Ventilasi adalah proses perpindahan gas - gas ke dalam dan ke luar
paru-paru. Ventilasi memerlukan kerjasama antara otot dan elastisitas
dari paru-paru serta toraks, begitu juga dengan persarafannya. Otot
inspirasi pernafasan utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi
oleh nervus frenikus, yang terletak di korda spinalis vertebra servikal
ke empat.
Pertukaran gas respirasi (difusi) adalah suatu proses pertukaran gas
- gas respirasi dalam alveoli dan kapiler – kapiler jaringan tubuh.
Difusi gas terjadi di membran kapiler kapiler alveolar. Ketebalan
membran dapat mempengaruhi kecepatan proses difusi.
Sedangkan Perfusi adalah kemampuan untuk memindahkan gas –
gas pernafasan dari satu area ke area lain. Transpor oksigen terdiri atas
paru dan sisitem kardiovaskuler. Peyampaian tergantung pada jumlah
oksigen yang masuk ke paru – paru (ventilasi), darah mengalir ke paru
– paru dan ke jaringan (perfusi), kecepatan difusi serta kapasitas
kandugan oksigen. Agar pertukaran gas-gas respirasi dapat terjadi,
8
maka organ-organ, persarafan dan otot-otot pernafasan harus baik dan
diperlukan sistem pernafasan.
Proses fisiologis lain yang mempengaruhi oksigenasi meliputi
kelainan yang dapat mempengaruhi kapasitas kandungan oksigen
darah, seperti : anemia, peningkatan kebutuhan metabolisme tubuh
seperti kehamilan atau oksigen terlarut dalam plasma, jumlah
hemoglobin dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan dengan
oksigen. Hemoglobin yang merupakan suatu pembawa oksigen dan
karbon dioksida, mentrasporkan lebih banyak oksigen ( sekitar 97 % ).
Molekul hemoglobin berikatan dengan oksigen membentuk
oksihemoglobin. Bentuk oksihemoglobin bersifat sangat reversible,
sehingga oksigen dan hemoglobin dapat memisahkan diri, di mana
oksigen bebas kemudian masuk ke jaringan (Potter dan Perry, 2010).
a) Anatomi Sistem Pernafasan
1) Sistem pernafasan atas
Sistem pernafasan atas terdiri dari :
a. Hidung : Udara yang masuk akan mengalami proses
penyaringan, humidifikasi dan penghangatan.
b. Faring : Faring merupakan saluran yang terbagi dua
untuk udara dan makanan. Faring terdiri atas nasofaring
dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang
berfungsi menangkap dan menghancurkan kuman pathogen
yang masuk bersama dengan udara.
c. Laring : Laring merupakan struktur menyerupai
tulang rawan yang bisa disebut jakun. Selain berperan daam
menghasilkan suara, laring juga berfungsi mempertahakan
kepatenan jalan napas dan melindungi jalan napas bawah
dari air dan makanan yang masuk.
9
2) Sistem pernapasan bawah
Sistem pernapasan bawa terdiri dari :
a. Trakea : merupakan pipa membran yang disokong
oleh cincin - cincin kartilago yang menghubungkan laring
dengan bronkus utama kanan dan kiri. Didalam paru,
bronkus utama terbagi menjadi bronkus-bronkus yang lebih
kecil dan berakhir dibronkiolus terminal. Keseluruhan jalan
napas tersebut membentuk pohon bronkus.
b. Paru – paru : Paru-paru ada dua buah, terletak disebelah
kanan dan kiri. Masing – masing paru terdiri atas beberapa
lobus ( paru kanan tiga lobus dan paru kiri dua lobus ) dan
dipasok oleh satu bronkus. Jaringan paru sendiri terdiri atas
serangkaian jalan napas yang bercbang-cabang, yaitu
alveolus, pembuluh darah paru dan jaringan ikat elastis.
Permukaan luar paru dilapisi oleh kantung tertutup
berdinding ganda yang disebut pleura. Pleura parietal
membatasi toraks dan permukaan diafragma, sedangkan
pleura viseral membatasi permukaan luar paru. Diantara
kedua lapisan tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi
sebagai pelumas yang berguna untuk mencegah friksi
selama gerakan bernapas (Mubarak dan Chayatin, 2007).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada Efusi Pleura menurut Irman Somantri
(2009) yaitu :
1. Pengkajian
Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada
seluruh usia. Status ekonomi (tempat tinggal) sangat berperan terhadap
timbulnya penyakit ini terutama yang didahului oleh tuberculosis paru.
Klien dengan tuberculosis paru sering ditemukan didaerah padat
penduduk dengan kondisi sanitasi yang kurang.
10
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan sesak dengan napas
pendek. Kebanyakan efusi pleura bersifat asimtomatik, gejala yang
timbul sesuai dengan penyakit yang mendasarainya.
b) Riwayat kesehatan terdahulu
Klien dengan efusi pleura terutama akibat adanya infeksi non-
pleura biasanya mempunyai riwayat penyakit tuberculosis paru.
c) Riwayat kesehatan Keluarga
Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan dari
anggota keluarga yang lain terkecuali penularan infeksi
tuberculosis yang menjadi faktor penyebab timbulnya efusi pleura.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Pada klien efusi pleura bentuk hemitorak yang sakit mencembung
kosta mendatar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan
menurun. Pendorongan mediatrum ke arah hemitorak kontralateral
yang diketahui dari posisi trakea dan iktus kordis, RR cenderung
meningkat dan klien biasanya dipsneu.
b) Vokal fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya >250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
c) Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka
pada pemeriksaan ekskursi diafragma akan didapatkan adanya
penurunan kemampuan pengembangan diafragma.
d) Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni.
11
4. Diagnosis Keperawatan
a) Pola napas tidak efektif
1) Definisi : Inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat (PPNI, 2016).
2) Penyebab
a. Depresi pusat pernapasan
b. Hambatan upaya napas (misalnya, nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
c. Deformitas dinding dada
d. Deformitas tulang dada
e. Gangguan neuromuskular
f. Gangguan neorologis (misalnya, elektroensefalogram
(EEG) positif, cedera kepala, gangguan kejang)
g. Imaturitas neurologis
h. Penurunan energi
i. Obesitas
j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k. Sindrom hipoventilasi
l. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
m. Cedera pada medula spinalis
n. Efek agen farmakologis
o. Kecemasan
3) Gejala dan tanda mayor (harus ada)
a. Subjektif
Despnea
b. Objektif
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (misalnya, takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kusmaul, cheyne-stokes)
12
4) Gejala dan tanda minor (mungkin terdapat)
a. Subjektif
Ortopnea (kondisi sesak yang muncul saat posisi berbaring
lurus dan biasanya terjadi pada pasien yang gagal jantung)
b. Objektif
1. Pernapasan pussed-lip (bernapas dengan cara tarik
napas melalui hidung dua hitungan (satu-dua), jaga
mulut agar tertutup. Jangan menghirup nafas terlalu
dalam (tarik napas seperti biasa). Bentuk mulut
mengkerut (mencucu / agak manyun) seperti orang
mau bersiul atau meniup lilin.
2. Pernapsan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
5) Kondisi klinis terkait
a. Depresi sistem saraf pusat
b. Cedera kepala
c. Trauma thorak
d. Gullian barre syndrom
e. Mutiple sclerosis
f. Myasthenia gravis
g. Stroke
h. Kuadriplegia
i. Intoksikasi alkohol
13
b) Bersihan jalan napas tidak efektif
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi
jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab :
1) Spasma jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Sekresi yang tertahan
6) Proses infeksi
7) Respon alergi
c) Intoleransi aktivitas
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-
hari.
Penyebab :
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Immobilitas
SDKI (2016)
14
5. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi keperawatan
No Diagnosa keperawatan Intervensi Utama Intervensi pendukung
1. Pola napas tidak efektif
yang berhubungan
dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan
cairan dalam rongga
pleura.
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan pola nafas
klien efektif dengan
kriteria :
1. Irama, frekuensi dan
kedalaman pernapasan
dalam batas normal
2. Pada pemeriksaan
rontgen thorak tidak
ditemukan adanya
akumulasi cairan
3. Bunyi napas terdengar
jelas
4. Menunjukan jalan
napas yang paten
5. Tanda – tanda vital
dalam rentang normal
(Respiration Rate
(RR), Nadi, Tekanan
darah dan Suhu)
1. Manajemen jalan napas
Mengidentifikasi dan
mengelola jalan napas.
Observasi :
a. Monitor pola napas
(frekuensi, irama,
kedalaman, usaha napas)
b. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
c. Monitor bunyi napas
tambahian (gurgling,
mengi, wheezing, ronchi
kering)
Terapeutik :
a. Posisikan semi fowler
atau fowler
b. Berikan minum hangat
c. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
d. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu
2. Pemantauan respirasi
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan
napas dan kefektifan
pertukaran gas.
Observasi :
a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas.
b. Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
kusmaul, cheyne-stokes,
biot, atastik)
c. Monitor kemampuan
batuk efektif
d. Auskultasi bunyi napas
1. Dukungan emosional
2. Dukungan ventilasi
3. Edukasi pengukuran
respirasi
4. Manajemen energi
5. Manajemen jalan
napas
6. Pengaturan posisi
7. Pemberian obat
inhalasi
8. Pemberian obat
intravena
9. Perawatan selang
dada
10. Terapi relaksasi otot
progesif
11. Reduksi ansietas
15
e. Monitor nilai Analisa Gas
Darah (AGD)
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Terapeutik :
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Bersihan jalan napas
tidak efektif
berhubungan dengan
hiprsekresi jalan napas
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan jalan napas
dapat efektif dengan
ktiteria :
1. Menunjukan jalan
napas yang paten
(irama, frekuensi
dalam rentang
normal)
2. Tidak ada suara
napas tambahan
3. Mampu
menidentifikasi
faktor yang dapat
menghambat jalan
napas.
1. Latihan batuk efektif
Melatih pasien yang tidak
memiliki kemampuan batuk
secara efektif untuk
membersihkan trakea dan
bronkiolus dari secret atau
benda asing dijalan napas.
Observasi :
a. Identifikasi kemampuan
batuk
b. Monitor adanya retensi
sputum
c. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
d. Monitor input dan output
cairan (jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik :
a. Atur posisi semi fowler-
fowler atau fowler
b. Pasang perlak dan
bengkok dipangkuan
pasien
c. Buang secret pada tempat
sputum
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
b. Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung
selama empat detik,
ditahan selama dua detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir
mecucu (dibulatkan)
selama delapan detik
c. Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam hingga
tiga kali
1. Dukungan kepatuhan
program pengobatan
2. Edukasi fisioterapi ada
3. Edukasi pengukuran
repsirasi
4. Fisioterapi dada
5. Manajemen jalan
napas
6. Pemberian obat
inhalasi
7. Pemberian obat nasal
8. Pengaturan posisi
9. Pencegahan aspirasi
10. Skrining tuberculosis
11. Stabilisasi jalan napas
12. Terapi oksigen
16
d. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-tiga
2. Manajemen jalan napas
Mengidentifikasi dan
mengelola jalan napas.
Observasi :
a. Monitor pola napas
(frekuensi, irama,
kedalaman, usaha napas)
b. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
c. Monitor bunyi napas
tambahian (gurgling,
mengi, wheezing, ronchi
kering)
Terapeutik :
a. Posisikan semi fowler atau
fowler
b. Berikan minum hangat
c. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
d. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
3. Pemantauan respirasi
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan
napas dan kefektifan
pertukaran gas.
Observasi :
a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas.
b. Monitas pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
kusmaul, cheyne-stokes,
biot, atastik)
c. Monitor kemampuan
batuk efektif
d. Auskultasi bunyi napas
e. Monitor nilai AGD
17
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Terapeutik :
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan.
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
klien dapat beraktifitas
kembali dengan kriteria :
1. Dapat beraktivitas
fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan
darah, nadi, dan RR
2. Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
(ADL)
3. Energi psikomotor
4. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
5. Status kardipulmonal
adekuat.
1. Manajemen energi
Mengidetifikasi dan
mengelola pengelolaa
penggunaan energi untuk
mengatasi atau mencegah
kelelahan dan mengoptimalkan
proses pemulihan.
Observasi :
a. Identifikasi gangguan
fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik
dan emosional
c. Monitor pola dan jam
tidur
d. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik :
a. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (cahaya, suara,
kunjungan)
b. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
d. Fasilitas duduk disisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan.
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara betahap
c. Ajarkan strategi koping
unruk mengurangi
kelelahan
1. Dukungan ambulasi
2. Dukungan kepatuhan
program pengobatan
3. Edukasi latihan fisik
4. Manajemen
lingkungan
5. Manajemen program
latihan
6. Promosi latihan fisik
7. Terapi aktivitas
8. Terapi oksigen
9. Terapi relaksasi otot
progresif
10. Manajemen nyeri
18
Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
2. Terapi aktivitas
Menggunakan aktivitas fisik,
kognitif, sosial dan spiritual
tertentu untuk memulihkan
keterlibatan frekuensi dan
durasi aktivitas atau kelompok.
Observasi :
a. Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
b. Identifikasi kemampuan
beraktivitas tertentu
c. Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
d. Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
e. Monitor respon
emosional, fisik, sosial,
dan spiritual terhadap
aktivitas
Terpeutik :
a. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
b. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis dan sosial.
c. Koordinasikan pemilihan
aktivitas yang sesuai
d. Fasilitasi aktivitas rutin
(ambulasi, mobilisasi dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
e. Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
Edukasi :
a. Jalankan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
b. Ajrkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
c. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
19
d. Anjurkan terlibat dalam
aktifitas kelompok atau
terapi, jika sesuai.
Sumber : SDKI (2017), Nic - Noc (2016) dan SIKI (2018)
6. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.
Persiapan proses implementasi akan memastikan asuhan keperawatan
yang efisien, aman dan efektif. Lima kegiatan persiapan tersebut
adalah pengkajian ulang, meninjau dan merevisi rencana asuhan
keperawatan yang ada, mengorganisasi sumber daya dan pemberian
asuhan, mengantisipasi dan mencegah komplikasi, serta
mengimplementasikan intervensi keperawatan (Potter dan Perry,
2009).
Tabel 2.2 Implementasi keperawatan
No Diagnosa
keperawatan
Implementasi utama Implementasi
Pendukung
1. Pola napas tidak
efektif yang
berhubungan dengan
menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap
penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
1. Memanajemen jalan napas
Mengidentifikasi dan
mengelola jalan napas.
Tindakan observasi :
a. Memonitor pola napas
(frekuensi, irama,
kedalaman, usaha napas)
b. Memonitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
c. Memonitor bunyi napas
tambahian (gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering)
Tidakan terapeutik :
a. Memosisikan semi fowler
atau fowler
b. Memberikan minum hangat
c. Melakukan fisioterapi
dada, jika perlu
d. Memberikan oksigen, jika
perlu
Tindakan edukasi :
a. Menganjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, jika
tidak ada kontraindikasi
b. Mengajarkan teknik batuk
efektif
1. Mendukung
emosional
2. Mendukung ventilasi
3. Mengedukasi
pengukuran respirasi
4. Memanajemen
energy
5. Memanajemen jalan
napas
6. Mengatur posisi
7. Memberikan obat
inhalasi
8. Memberikan obat
intravena
9. Merawat selang dada
10. Menterapi relaksasi
otot progesif
11. Mereduksi ansietas
20
Tindakan Kolaborasi :
a. Mengolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
2. Memantau respirasi
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan
napas dan kefektifan pertukaran
gas.
Tindakan observasi :
a. Memonitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas.
b. Memonitas pola napas
(seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul,
cheyne-stokes, biot, atastik)
c. Memonitor kemampuan
batuk efektif
d. Mengauskultasi bunyi napas
e. Memonitor nilai AGD
f. Memalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Tindakan terapeutik :
a. Mengatur interval
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
b. Mendokumentasi hasil
pemantauan
Tindakan edukasi :
a. Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Bersihan jalan napas
tidak efektif
berhubungan dengan
hiprsekresi jalan napas
1. Melatih batuk efektif
Melatih pasien yang tidak
memiliki kemampuan batuk
secara efektif untuk
membersihkan trakea dan
bronkiolus dari secret atau benda
asing dijalan napas.
Tindakan observasi :
a. Mengidentifikasi
kemampuan batuk
b. Memonitor adanya retensi
sputum
c. Memonitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
d. Memonitor input dan output
cairan (jumlah dan
karakteristik)
Tindakan terapeutik :
a. Mengatur posisi semi fowler
atau fowler
1. Mendukung kepatuhan
program pengobatan
2. Mengedukasi
fisioterapi ada
3. Mengedukasi
pengukuran repsirasi
4. Memfisioterapi dada
5. Memanajemen jalan
napas
6. Memberikan obat
inhalasi
7. Memberikan obat
nasal
8. Mengatur posisi
9. Mencegah aspirasi
10. Menyekrining
tuberculosis
11. Menstabilisasi jalan
napas
12. Menerapi oksigen
21
b. Memasang perlak dan
bengkok dipangkuan pasien
c. Membuang secret pada
tempat sputum
Tindakan edukasi :
a. Menjelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
b. Menganjurkan tarik napas
dalam melalui hidung
selama empat detik, ditahan
selama dua detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan
bibir mecucu (dibulatkan)
selama delapan detik
c. Menganjurkan mengulangi
tarik napas dalam hingga
tiga kali
d. Menganjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-tiga
2. Memanajemen jalan napas
Mengidentifikasi dan
mengelola jalan napas.
Tindakan observasi :
a. Memonitor pola napas
(frekuensi, irama,
kedalaman, usaha napas)
b. Memonitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
c. Memonitor bunyi napas
tambahian (gurgling,
mengi, wheezing, ronchi
kering)
Tindakan terapeutik :
a. Memosisikan semi fowler
atau fowler
b. Memberikan minum hangat
c. Melakukan fisioterapi
dada, jika perlu
d. Berikan oksigen, jika perlu
Tindakan edukasi :
a. Menganjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, jika
tidak ada kontraindikasi
b. Mengajarkan teknik batuk
efektif
Tindakan kolaborasi :
a. Mengolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
22
3. Memantau respirasi
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan
napas dan kefektifan pertukaran
gas.
Tindakan observasi :
a. Memonitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas.
b. Memonitor pola napas
(seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul,
cheyne-stokes, biot, atastik)
c. Memonitor kemampuan
batuk efektif
d. Mengauskultasi bunyi napas
e. Memonitor nilai AGD
f. Memalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Tindakan terapeutik :
a. Mengatur interval
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
b. Mendokumentasi hasil
pemantauan
Tindakan edukasi :
a. Menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan.
1. Memanajemen energy
Mengidetifikasi dan mengelola
pengelolaa penggunaan energi
untuk mengatasi atau mencegah
kelelahan dan mengoptimalkan
proses pemulihan.
Tindakan observasi :
a. Mengidentifikasi gangguan
fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
b. Memonitor kelelahan fisik
dan emosional
c. Memonitor pola dan jam
tidur
d. Memonitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik :
a. Menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
(cahaya, suara, kunjungan)
b. Melakukan latihan rentang
gerak pasif dan atau aktif
c. Memberikan aktivitas
distraksi yang menenangkan
1. Mendukung ambulasi
2. Mendukung kepatuhan
program pengobatan
3. Mengedukasi latihan
fisik
4. Memanajemen
lingkungan
5. Memanajemen
program latihan
6. Mempromosikan
latihan fisik
7. Menterapi aktivitas
8. Menterapi oksigen
9. Menterapi relaksasi
otot progresif
10. Memanajemen nyeri
23
d. Memfasilitasi duduk disisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan.
Tindakan edukasi :
a. Menganjurkan tirah baring
b. Menganjurkan melakukan
aktivitas secara betahap
c. Mengajarkan strategi koping
unruk mengurangi kelelahan
Tindakan kolaborasi :
a. Mengolaborasikan dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
3. Menerapi aktivitas
Menggunakan aktivitas fisik,
kognitif, sosial dan spiritual
tertentu untuk memulihkan
keterlibatan frekuensi dan durasi
aktivitas atau kelompok.
Observasi :
a. Mengidentifikasi defisit
tingkat aktivitas
b. Mengidentifikasi
kemampuan beraktivitas
tertentu
c. Mengidentifikasi sumber
daya untuk aktivitas yang
diinginkan
d. Mengidentifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
e. Memonitor respon
emosional, fisik, sosial, dan
spiritual terhadap aktivitas
Tindakan terpeutik :
a. Memfasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
b. Memfasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik,
psikologis dan sosial.
c. Mengkoordinasikan
pemilihan aktivitas yang
sesuai
d. Memfasilitasi aktivitas rutin
(ambulasi, mobilisasi dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
e. Melibatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
24
Tindakan edukasi :
a. Menjalankan metode
aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
b. Mengajarkan cara
melakukan aktivitas yang
dipilih
c. Menganjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
d. Mengajurkan terlibat dalam
aktifitas kelompok atau
terapi, jika sesuai.
Sumber : SDKI (2016) dan SIKI (2018)
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Tahap
ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien. Mengambil tindakan evaluasi untuk menentukan
apakah hasil yang diharapkan telah terpenuhi bukan untuk melaporkan
intervensi keperawatan yang telah dilakukannya. Hasil yang
diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat untuk melihat
apakah tujuan telah terpenuhi dan pelayanan telah berhasil (Potter dan
Perry, 2009).
Table 2.3 Evaluasi keperawatan
No. Diagnosa Evaluasi
1. Pola napas tidak efektif yang
berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
S : Klien mengatakan sesak sudah berkurang
O :
a. Irama, frekuensi dan kedalaman
pernapasan dalam batas normal
b. Bunyi napas terdengar jelas
c. Tanda – tanda vital dalam rentang
normal (RR, Nadi, Tekanan darah dan
Suhu)
d. Menunjukan jalan napas yang paten
e. Pada pemeriksaan rontgen thorak tidak
ditemukan adanya akumulasi cairan
A : Pola napas tidak efektif teratasi
P : Hentikan intervensi
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan hiprsekresi jalan
napas
S : Klien mengatakan dahak sudah tidak
begitu banyak dan sudah bisa melakukan
yang perawat ajarkan secara mandiri
25
O :
a. Tidak ada suara napas tambahan
b. Tidak ada faktor penghambat jalan
napas.
c. Menunjukan jalan napas yang paten
(irama, frekuensi dalam rentang
normal)
A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi
P : Hentikan intervensi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan.
S : Klien mengatakan mampu melakukan
aktivitas ringan
O :
a. Dapat beraktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah, nadi, dan
RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-
hari (ADL)
c. Status respirasi : pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
d. Status kardipulmonal adekuat.
A : Intoleransi aktivitas teratasi
P : Hentikan intervensi
Sumber : SDKI (2017), Nic - Noc (2016) dan SIKI (2018)
C. Konsep Penyakit Efusi Pleura
1. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sebuah kecil cairan (5 sampai 15 ml) befungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer & Suzanne dalam Nurarif & Kusuma, 2016).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan
dalam rongga pleura. (Price & Wilson dalam Nurarif & Kusuma,
2016).
26
Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu : (Mortin dalam Nurarif &
Kusuma, 2016)
a) Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa
membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan
disebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produkdi
dan absorbs cairan pleura seperti (gagal jantung kongesti,
atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis peritoneum).
b) Efusi pleura eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler
yang rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura
tersebut atau kedalam paru terdekat. Kriteria efusi pleura
eksudat :
1) Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5.
2) Rasio cairan pleura dengan dehidrogenese laktat (LDH)
lebih dari 0,6.
3) LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH
serum.
Penyebab efusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema,
penyakit metastasis (mis. Kanker paru, payudara, lambung,
atau ovarium), hematorak, infark paru, keganasan, rupture
aneurisme aorta.
27
2. Jenis – Jenis Efusi Pleura
a) Hemotoraks
Disebut hemotoraks apabila rongga pleura terisi darah. Keadaan ini
biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah
pecahnya pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya
ke dalam rongga pleura, kebocoran aneurisma aorta (daerah yang
menonjol seperti balon di pembuluh darah besar / aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya kedalam rongga pleura, serta
gangguan pembekuan darah. Darah di rongga pleura tidak
membeku secara sempurna, sehingga ketika terjadi trauma kecil
saja, darah dengan mudah keluar.
b) Empiema
Apabila yang terkumpul di dalam rongga plera adalah nanah, maka
hal ini disebut empiema. Empiema bisa terjadi jika pneumonia atau
abses paru menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema juga bisa
merupakan komplikasi dari infeksi di dada, pasca-operasi dada,
pecahnya pembuluh darah di kerongkongan, dan ada nanah/abses
di perut.
c) Kilotoraks
Kilotoraks adalah sebutan untuk cairan seperti susu yang
terkumpul di dalam rongga dada. Hal ini biasanya disebabkan oleh
suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus
torakikus) atau oleh penyumbatan karena tumor (Junaidi dalam
Potter Perry, 2010).
3. Tanda dan Gejala Efusi Pleura
a) Dada sakit karena adanya implamasi didalam area, tidak selalu
ada
b) Kesulitan bernapas (dyspneu) karena kurangnya pembesaran dada
di area.
28
c) Turunnya suara pernapasan pada auskultasi di area karena adanya
cairan.
d) Tumpul saat diketuk diarea yang terkena karena adanya cairan.
e) Demam karena infeksi pada empyema.
f) Denyut jantung dan respirasi bertambah, tekanan darah turun
karena kehilangan darah pada hemothorax.
g) Saturasi oksigen rendah pada oksimetri denyut.
(Digiulio dkk dalam Nurarif & Kusuma, 2016)
Sedangkan tanda dan gejala pada efusi pleura menurut Sudoyo
dalam Nurarif & Kusuma (2016), yaitu :
a) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila
cairan banyak, penderita akan sesak napas.
b) Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, mengigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberklosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.
c) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan
d) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang
sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah
(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garins melengkung
(garis ellis damoiseu).
e) Didapati segitiga garland yaitu daerah yang pada perkusi redup
tympani dibagian atas garis ellis domiseu. Segitiga grocco-
rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediatinum ke sisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
f) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
29
4. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan
atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut :
(Morton dalam Nurarif & Kusuma, 2016).
a) Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b) Peningkatan permeabilitas kapiler
c) Penurunan tekanan osmotik koloid darah
d) Peningkatan tekanan negatif intrapleura
e) Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab efusi pleura :
a) Infeksi
1) Tuberclosis
2) Pneumonitis
3) Abses paru
4) Perforasi Esofagus
5) Abses subfrenik
b) Noninfeksi
1) Karsinoma paru
2) Karsinoma pleura : primer, sekunder
3) Karsinoma mediastinum
5. Anatomi dan Fisiologi Efusi Pleura
Pleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan
dalam dinding toraks dikanan dan kiri, melapisi permukaan superior
diafragma kanan dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri
(semuanya disebut pleura paritealis), kemudian pada pangkal paru,
membran serosa ini berbalik melapisi (membungkus) paru (disebut
sebagai pleura viseralis). Pleura viseralis ini bervaginasi mengikuti
fisura yang membagi setiap lobus paru.
30
Berbeda dengan pleura parietalis yang sangat sensitif, pleura
viseralis tidak bisa merasakan rasa sakit, rasa sakit yang berasal dari
pleura akan terasa sampai ke dinding dada tepat di tempat lesi pleura.
Diantara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat ruang yang
disebut “rongga” pleura. Pada “rongga” pleura terdapat cairan pleura
seperti lapisan film karena jumlahnya sangat sedikit yang hanya
berfungsi untuk memisahkan pleura viseralis dengan pleura parietalis.
a) Tumor ovarium
b) Bendungan jantung: perikarditis konstriktiva
c) Gagal hati
d) Gagal ginjal
e) Hipotriodisme
f) Kilotoraks
g) Emboli paru
6. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik saja, tetapi kadang-kadang juga sulit juga, sehingga perlu
pemeriksaan penunjang seperti sinar tembus dada. Diagnosis yang
pasti bisa didapatkan melalui tindakan torakosintesis dan biopsi pleura
pada beberapa kasus.
a) Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk banyangan seperti kurva, dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya
horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang bisa berasal dari luar atau dari dalam paru-paru itu
sendiri. Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura
adalah terdorongnya mediatisnum pada sisi yang berlawanan
dengan cairan.
31
Akan tetapi, bila terdapat akteletasis pada sisi yang bersamaan
dengan cairan, mediatisnum akan tetap pada tempatnya. pada
permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan
lebih 300 ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
b) Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnostic maupun
terapeutik. Torakosistesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk.
Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9
garis axial posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau
16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1.000-1.500 cc
pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekligus dalam
jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleural (hipotensi)
atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat
mengembang.
Tabel 2.4 Jenis – jenis cairan efusi pleura
No. Klasifikasi Transudat Eksudat
1. Warna Kuning pucat, jernih Jernih, keruh, purulen, hemoragik
2. Bekuan - -/+
3. Berat jenis < 1018 >1018
4. Leukosit <1000 ul Bervariasi, >1000 ul
5. Eritrosit Sedikit Biasanya banyak
6. Hitung jenis MN (limfosit, imesitol) Terutama polimerfrunokuler (PMN)
7. Protein total < 50% serum >50 % serum
8. LDH < 60 % serum >60 % serum
9. Glukosa = plasma = / > plasma
10. Fibrinogen 0,3 – 4 % 4 – 6 % atau lebih
11. Amilase - >50 % serum
12. Bakteri - - / +
Sumber: Black, J.M dan Jacob, E.M dalam Somantri, 2009
32
c) Biopsi pleura
Pemeriksaan histologist satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukan 50 – 75 % diagnosis kasus pleuritis tuberculosis
dan tumor pleura. Bila hasil biopsy pertama tidak memuaskan
dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah
pneumotorak, hemotorak, penyebaran infeksi atau tumor pada
dinding dada.
d) Pendekatan pada efusi pleura yang tidak terdiagnosis.
Pemeriksaan penunjang lainnya :
a) Bronkoskopi : pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses
paru.
b) Scanning isotop : pada kasus-kasus dengan emboli paru.
c) Torakoskopi (fiber-optic pleuroscopy) : pada kasus dengan
neoplasma atau TBC (Somantri, 2009).
33
7. Patofisiologi
Gambar 2.1 Pathway Efusi Pleura
Sumber : http://kangsaipul.blogspot.com/2014/06/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan.html
34
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan efusi pleura adalah dengan
mengatasi penyakit yang mendasarinya, mencegah re-acumulation
cairan dan mengurangi ketidaknyamanan dan dipsnea menurut
Isselbecher dalam Nurarif dan Kesuma (2016) antara lain :
a) Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen
karena peningkatan aktivitas akan kebutuhan oksigen sehingga
dipsneu akan semakin meningkat pula.
b) Thorakhosintetis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subyektif
seperti, nyeri, dipsneu dan lain – lain. Cairan efusi pleura sebanyak
1 – 1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi pleura lebih
banyak maka pegeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan
satu jam kemudian.
c) Antibiotik
Pemberian antibiotic dilakukan apabila terbukti terdapat adanya
infeksi. Antibiotic diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
d) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan
terakumulasi kembali.
top related