lingkungan hunian berimbang. media komunikasi komunitas perumahan 'inforum' edisi 2 tahun 2011
Post on 05-Apr-2018
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
1/601
EDISI II TAHUN 2011
Lingkungan
Hunian Berimbang
Lingkungan
Hunian Berimbang
Hari Perumahan Nasional 2011:
Dengan Sinergi Pusat,Daerah dan Mitra KitaWujudkan Rumah Murah
Bagi Rakyat
2011 Kemenpera Raih
Opini WTP BPK ke-5Menpera: Kinerja Kemenpera harus lebih baik
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
2/602
Kehadiran kami telah berlangsung secara rutin, na-mun tetap saja saat-saat Inorum sampai ke tanganpembaca selalu menjadi momen paling bahagia bagi
kami. Kebahagian ini semakin membuncah karena kehadiranInorum bertepatan dengan momen Idul Fitri. Untuk itu, padakesempatan yang baik ini dengan segala kerendahan hati, kamimenyampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H. Mohonmaa lahir batin. Semoga keberkahan ramadhan mengawallangkah kita selanjutnya.
Rumah sebagai kebutuhan dasar bahkan hak asasi manusiatelah menjadi pemahaman kita semua. Namun bagaimana
membumikannya masih menjadi pekerjaan rumah kita semua,tidak hanya pada skala Indonesia bahkan global. Sampai saat inidi Indonesia masih tercatat setidaknya 8 juta kepala keluargabelum menempati rumah layak huni.
Salah satu upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhanrumah khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR)di Indonesia adalah melalui konsep hunian berimbang. Konsepini diperkenalkan dengan kesadaran bahwa tanpa campur tanganpemerintah, MBR akan kesulitan memperoleh akses terhadaprumah layak huni. Selain juga untuk memastikan tidak terjadinyasegregasi sosial dalam pembangunan kawasan permukiman.
Menjadi menarik kemudian untuk melihat seberapa jauh kitaberhasil atau bahkan seberapa gagal kita menerapkan konsepini. Jawaban terhadap pertanyaan yang kritis ini menjadi semakinbermakna dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.Bagaimana kemudian peluang kehadiran undang-undang inidapat menjadi pendorong konsep hunian berimbang agar lebihmumpuni. Tentu saja masih banyak lagi pertanyaan di kepalakita tentang implementasi dari konsep ini.
Edisi Inorum kali ini menggunakan momen kehadiranUndang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 untuk melihat kem-
bali keberadaan konsep hunian berimbang ini. Baik dariaspek teoritis, maupun praktisnya. Selain itu masa depan kotakembali dipertanyakan, akankah ada kehidupan pasca-kota,
jika perkembangan perkotaan di Indonesia tidak terarah danmemiliki sebuah cetak biru perencanaan kota yang terintegrasidengan baik.
Semoga sajian kami dapat lebih menambah pemahaman kitasemua terhadap kondisi pembangunan perumahan dan kawasanpermukiman di Indonesia.
Selamat membaca.
Desain cover: Agus SumarnoFoto cover depan: Ismewa
Redaksi menerima arkel, berita, karikatur yangterkait bidang perumahan rakyat dari pembaca.Lampirkan gambar/foto dan identas penulis kealamat email redaksi. Naskah ditulis maksimal 5halaman A4, Arial 12.
Redaksi juga menerima saran maupun tanggapanterkait bidang perumahan rakyat ke email:majalah.inforum@gmail.com atau saran danpengaduan di www.kemenpera.go.id
PelindungMenteri Negara Perumahan Rakyat
Penasehat Redaksi
Sekretaris Kementerian Perumahan RakyatDepu Bidang Pembiayaan PerumahanDepu Bidang Pengembangan KawasanDepu Bidang Perumahan SwadayaDepu Bidang Perumahan Formal
Pemimpin RedaksiOswar Mungkasa
Dewan RedaksiRifaid M. NurHardi SimamoraEko D. HeripoerwantoLukman Hakim
Redaksi PelaksanaMoch. Yusuf HariagungEko SuhendratmaDavid Agus Sagita
Penyunng dan Penyelaras NaskahJeryTri Pudji AstuArief KaryawanHotman Sahat Gayus
ReporterRistyan Mega PutraAkbar Pandu Pratamalistya
Desain dan ProduksiAris KarnadhiRossi Dwi ApriawanAgus Sumarno
Bagian AdministrasiAngga Dwijayan
Bagian DistribusiSaiful AnwarRuby MarchelinusSri Rahmi PurnamasariPuska Chandra KasihJadima Lumban R
KontributorLusia Nini PurwajaRidho Fauzy
KorespondenR. Budiono SubambangToni Rusmarsidik B. EkoputroCut LisaBambang Sucipto Yuwono
Alamat Redaksi Inforum:Bagian Humas dan ProtokolKementerian Perumahan Rakyat
Jln. Raden Patah I No. 1 Lantai 3 Wing 3Kebayoran Baru, Jakarta SelatanTelp / Fax : (021) 724687Email : majalah.inforum@gmail.comWebsite : www.kemenpera.go.id
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
3/60
Edisi 2
Tahun 2011
3
PENGGEMAR BARU
Redaksi InforumYth.
Waktu saya berkunjung ke perpustakaan daerah saya
secara tidak sengaja menemukan Majalah INFORUM
Edisi I Tahun 2011. Setelah saya baca ternyata isinya
cukup menarik dan lumayan berbobot, tetapi waktu saya
tanyakan adakah edisi sebelumnya, ternyata perpusta-
kaan daerah tempat saya membaca tidak memiliki koleksi
Majalah INFORUM edisi sebelumnya. Dimanakah saya
bisa memperoleh Majalah INFORUM edisi sebelumnya,
apakah saya bisa berlangganan?
Haris Malang
Yth. Sdr. Haris di MalangTerima kasih atas ketertarikan anda kepada Majalah INFO-
RUM. Saat ini memang distribusi Majalah INFORUM belum
merata ke seluruh perpustakaan-perpustakaan daerah tapi
dalam waktu dekat Majalah INFORUM dapat didistribusikan
ke daerah dengan merata. Jika anda ingin membaca Majalah
INFORUM edisi 2010 anda dapat mengunduhnya secara gratis
melalui situs www.kemenpera.go.id, demikian juga untuk edisi-
edisi ke depan.
DEKONSENTRASI 2011
Yth. Dewan Redaksi,
Dalam edisi 1 yang lalu tahun 2011, INFORUM mem-
bahas tentang program kegiatan Dekonsentrasi 2011
lingkup kementerian Perumahan Rakyat. Saya berharap
inforum tetap meng-updatesetiap kegiatan Dekonsentrasi
2011, agar kami dapat mengetahui perkembangan dari
seluruh kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan Dekon-
sentrasi 2011.
Salam - Rozak
Yth. Sdr. Rozak
Terima kasih atas saran dan masukannya. Redaksi Inforum
akan terus memberikan info seluruh kegiatan yang dilaksanakan
dalam Dekonsentrasi 2011 Lingkup Kementerian Perumahan
Rakyat. Info tersebut juga dapat diakses melalui situs BPA
Kemenpera (www.bpa.kemenpera.go.id)
KEGIATAN HARI HABITAT DUNIA 2011
Yth. Majalah Inforum,Hampir 1 tahun yang lalu saya pernah membaca tentangrangkaian kegiatan Hari Habitat Dunia 2010 di MajalahINFORUM terutama pada keterlibatan kaum mudadalam kegiatan tersebut. Apakah saya dapat mengeta-hui agenda acara untuk rangkaian acara peringatan HariHabitat Dunia 2011, dan bagaimana saya dapat ikut sertadalam kegiatan tersebut?Nauval (Mahasiswa) Denpasar
Yth. Sdr. NauvalRangkaian kegiatan Hari Habitat Dunia 2011 sedang dikompi-lasi karena masih menunggu masukan dari berbagai instansi/lembaga. Kami berharap Kalender Kegiatan dalam rangkaPeringatan Hari Habitat Dunia akan diumumkan pada akhir
Agustus atau awal September 2011. Silahkan buka website:www.habitat-indonesia.or.id untuk posting informasi terkini. Ke-terlibatan anak muda dalam Hari Habitat Dunia sangatdiharapkan. Tahun ini Kementerian Perumahan Rakyat bekerjasama dengan Seknas Habitat akan menyelenggarakan Lomba
Esai bagi pelajar SMA dan Mahasiswa dengan tema Perumah-an dan Kawasan Permukiman Ramah Lingkungan.
PENULISAN ARTIKELYth. Redaksi Inforum,Saya tertarik untuk mengirimkan tulisan untuk MajalahINFORUM, akan tetapi saya masih mahasiswa dan takuttopik yang saya sajikan tidak begitu dalam. Apakah adahalaman khusus yang ditujukan untuk mahasiswa yangtertarik menulis seperti saya?Salam Rizkya (Tenggarong)
Yth. Sdr. RizkyaTerima kasih atas ketertarikan anda untuk menyumbangkantulisan ke INFORUM jangan takut untuk menulis jika tulisananda memang menarik pasti akan dimuat di INFORUM. Saatini kami belum memiliki rubrik yang khusus ditujukan untukkaum muda, tetapi masukan anda akan menjadi pertimbangankami dalam mengembangkan INFORUM ke depan.
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
4/604
Dari Redaksi 02
Surat Pembaca 03
Daftar Isi 04
Laporan Utama 06
Wawancara Khusus 10
Wacana 12
Liputan 30
Kata Pemangku Kepentingan 40
Tanya Jawab 41
Intermezzo 42
Pengelolaan Pengetahuan 44
Fakta 49
Praktek Unggulan 50
Galeri Foto 52
Agenda 53
Jelang 55
Lebih Jelastentang LingkunganHunian Berimbang
End of CitiesPertemuan Forum PerencanaMuda Internasional(International Young Planners Forum) ke-2
32
Pelaksanaan konsep LingkunganHunian Berimbang (LHB)berjalan tanpa adanyapayung yang jelas sehinggakemudian hari konsep tersebutsepernya sangat sulit untukdiimplementasikan. Inforumberkesempatan untukberbincang-bincang denganDr. Hazaddin T. S. DepuBidang Pengembangan KawasanKementerian Perumahan Rakyat, tentang keberlanjutan darikonsep LHB pasca lahirnya UUNomor 1 Tahun 2011.
12
Pengeran berimbang lebihmenekankan yang bertempatnggal atau yang bermukimadalah berbagai kelompokmasyarakat yang majemuk,dak membentuk eksklusitas
dari kelompok tertentu saja.
Wacana
10
Laporan Utama
Wawancara Khusus
Kebijakan ini Bertujuan untuk Mewujudkan Perumahandan Kawasan Permukiman yangSehat, Aman, Serasi dan Teratur
Intermezzo 42
Fenomena PemekaranPerkotaan yang Tidak TeraturUrban sprawlmerupakan sebuah fenomenaperembetan sik perkotaan ke wilayah suburban yang dak terencana dengan baik. Halini mengakibatkan sulitnya membedakanantara urban dengan sub urban-nya.
Kota menjadi sebuah ajang pertempuranuntuk menentukan kalah atau menangkepada generasi masa depan.Banyak dari kota-kota besar danmega-kota (megacies) di duniamengalami kejatuhan.
6
Liputan
SETUBABAKANMenguatkan EksistensiMasyarakat Betawi MelaluiPerkampungan Budaya Betawi
Jakarta kini sudah bukan milik masyarakatBetawi saja tapi merupakan kebanggaandan milik seluruh masyarakat Indonesiayang ingin hidup di Ibu kota.Apakah mereka termarjinalkan oleh parapendatang baru yang memiliki modal yangkuat untuk memiliki dan membangunJakarta?
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
5/60
Edisi 3
Tahun 2010
5
Desa Sukunan (Yogyakarta)dari Sampah Menjadi Emas
Tahun 2000, areal sawah yang dimilikioleh masyarakat desa Sukunansering termbun oleh sampah plaskdan lainnya yang terbawa melaluisaluran irigasi dan mulai mencarisolusi untuk mengatasi hal tersebut.Sebuah sistem manajemen berbasisrumah tangga dengan menggunakanteknologi pemilahan sederhana danpengomposan serta adanya sebuahsistem kolekf pengelolaan sampahditerapkan.
50 Praktek Unggulan
Perubahan-perubahan
sosial yang dipelajari
dari sudut ruang
perkotaan secara
umum, dan
penyediaan
perumahan pada
khususnya. Fokus
buku ini terletak
pada masalah
yang ada di
perumahan sehari-hari,
dan kombinasinya pada ngkat analisis
lokal, serta memberikan wawasan segar
tentang bagaimana pengalaman orang-orang pada zaman dekolonisasi.
44 Resensi Buku
Film Animasi Undang-Undang Nomor1 Tahun 2011 (DVD)
Film Animasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun2011 guna mempermudah masyarakat dalam
memahami kandungandari isi Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011tentang Perumahan danKawasan Permukiman.
45 Info CD
MUKIMITShttp://www.mukimits.com
46 Info Situs
Situs ini dikelola oleh Laboratoruim
Perumahan dan Permukiman, Jurusan
Arsitektur ITS, dengan harapan
dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang Perumahan dan
Permukiman.
TemaHari Habitat Dunia 2011:Kota dan Perubahan IklimPada era ini, pada umumnya masyarakatnggal di perkotaan, dan yang menjadiperhaan kita saat ini adalah dampakbencana terbesar sebagai akibat perubahaniklim diawali dan diakhiri di kota. Kota jugamemberikan pengaruh yang besar terhadapperubahan iklim.
58 Jelang
Rumah Susun
dalam Sinema IndonesiaPemerintah sejak beberapa dekade
lalu telah mulai menggalakkan rumah
susun di berbagai lokasi di Indonesia.
Munculnya rumah susun sebagai latar
sinema Indonesia menunjukkan rumah
susun mulai mendapat tempat di
masyarakat. Meski, potret rumah susun
dalam kega lm tersebut lebih dikaitkan
dengan kemiskinan ataupun kriminalitas.
49Fakta
Tahapan
Pelaksanaan
Program Smulan
PembangunanPerumahan Swadaya
Bagi Masyarakat
Berpenghasilan
Rendah Melalui
Lembaga Keuangan
Mikro/Lembaga Keuangan Non
Bank (LKM/LKNB)
48 Info Pustaka
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
6/606
S
udah sering kita mendengarpernyataan rumah merupa-kan kebutuhan dasar danbahkan hak asasi manusia.Ini bukan tanpa dasar. Su-
dah sejak awal kemerdekaan, prinsiprumah sebagai hak dasar dan hak asasimanusia dapat ditemukan dalam ber-bagai aturan dan regulasi. Mulai dariUUD 1945 yang awal sampai UUD1945 Amandemen, UU Nomor 39Tahun 1999 tentang Hak Asasi Ma-nusia pasal 40, sampai kemudianregulasi terbaru yaitu UU Nomor 1Tahun 2011 tentang Perumahan danKawasan Permukiman pasal 129. Na-mun bagaimana kenyataannya? Ke-mampuan Negara yangdiwakili oleh pemerintahsampai saat ini belum da-pat memenuhi ketentuanyang tercantum dalamUndang Undang terse-but. Akibatnya tercatatmasih sekitar 8,2 juta ke-luarga Indonesia belummenempati rumah yanglayak huni.
Tentu saja telah ba-nyak program, kegiatandan upaya yang dilakukan semuapihak termasuk pemerintah, namunhasilnya belum menunjukkan hasilyang menggembirakan.
Salah satu upaya pemerintah se-lama ini berupa penerapan konsephunian berimbang, yaitu prinsip pem-bangunan rumah mewah, menengahdan sederhana secara berimbang, da-
lam pembangunan perumahan. Men-jadi menarik kemudian mengetahuilebih jauh seperti apa konsepnya, ba-gaimana konsep ini bekerja, kemudi-an kendala yang dihadapi, serta pros-peknya ke depan. Inorum mencobamenyajikannya.
Sejarah Hunian BerimbangKonsep hunian berimbang su-
dah sejak lama dikenal di Indonesia.Setidaknya dimulai pada zaman OrdeBaru, ketika 3 (tiga) menteri terkaityaitu Menteri Dalam Negeri, MenteriPekerjaan Umum, dan Menteri NegaraPerumahan Rakyat menerbitkan SuratKeputusan Bersama Nomor 648-384
Tahun 1992, Nomor 739/KPTS/1992dan Nomor 09/KPTS/1992 tentangPedoman Pembangunan Perumahandan Permukiman dengan LingkunganHunian yang Berimbang. Latar bela-kang diterbitkannya SKB ini adalahuntuk menghindari terciptanya ling-kungan perumahan dengan penge-lompokan hunian yang dapat men-
dorong terjadinya kerawanan sosial.Selain itu, disebutkan pula tentangperlunya kesetiakawanan diantara ber-bagai kelompok masyarakat, sehinggadimungkinkan kelompok masyarakatmampu membantu masyarakat yangkurang mampu.
Pada saat itu, konsep hunianberimbang diterjemahkan sebagaipembangunan rumah dalam satukompleks hunian dengan komposisi1:3:6 yaitu pembangunan rumah 1(satu) unit rumah mewah selalu di-sertai dengan pembangunan 3 (tiga)unit rumah menengah dan 6 (enam)unit rumah sederhana. Selain itu jugaditetapkan kriteria luasan dan biaya
pembangunan rumah.
Kendala Penerapan KonsepHunian Berimbang
Pertanyaan yang kemudianmengemuka adalah apakahaturan dalam SKB tersebutdijalankan? Dalam prakteknyasangat sulit ditemui kompleksperumahan yang terdiri dari3 (tiga) jenis rumah tersebut.Lebih banyak ditemukan pe-rumahan mewah bertebaran
dimana-mana tanpa adanya pembaur-an dengan rumah sederhana bahkanrumah menengah sekalipun.
Dimana letak kegagalannya? Per-tama, tentunya penerapan hukumyang tidak tegas. Kedua, tidak terse-dia insenti bagi pengembang yangmematuhi aturan hunian berimbang.Ketiga, kondisi setiap daerah beragam,
Hunian Berimbang:Bukan Suatu yang Mustahil
LaporanUtama
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
7/60
Edisi 2
Tahun 2011
7
terutama ketersediaan lahan, semen-tara pengaturannya bersiat seragam.
Perspektif Undang UndangNomor 1 Tahun 2011
Kegagalan penerapan SKB terda-hulu mendorong pemerintah untukmempunyai payung hukum yang le-bih lengkap. Untuk itu, di dalam Un-dang Undang Nomor 1 Tahun 2011tentang Perumahan dan Kawasan Per-mukiman telah dicantumkan peng-aturan tentang hunian berimbangini. Secara jelas diamanatkan bahwahunian berimbang dikembangkanuntuk memenuhi kebutuhan rumahbagi masyarakat berpenghasilan ren-dah (MBR). Selanjutnya, substansihunian berimbang diatur dalam pasal34 sampai 37.
Prinsip utama yang diatur ada-lah (i) badan hukum yang melaku-kan pembangunan perumahan wajibmewujudkan perumahan denganhunian berimbang; (ii) pembangunanperumahan skala besar yang dilaku-kan oleh badan hukum wajib mewu-
judkan hunian berimbang dalam satuhamparan. Hal yang menarik bahwadalam hal pembangunan perumahandengan hunian berimbang tidak da-lam satu hamparan, pembangunanharus dilaksanakan dalam satu daerahkabupaten/kota oleh badan hukumyang sama; (iii) Pemerintah dan/ataupemerintah daerah dapat memberikaninsenti kepada badan hukum untukmendorong pembangunan perumah-an dengan hunian berimbang.
Kategori hunian berimbang sen-diri masih tetap sama yaitu meliputirumah sederhana, rumah menengah,dan rumah mewah. Namun disadarisepenuhnya bahwa pengaturan dalamundang-undang masih perlu ditindak-lanjuti dengan pengaturan lebih rincisehingga ditetapkan bahwa ketentuanmengenai hunian berimbang diaturdengan Peraturan Menteri.
Revitalisasi Konsep HunianBerimbang
Kenyataan bahwa penerapan kon-sep hunian berimbang kurang ber-hasil selama ini mendorong perlunyadilakukan revitalisasi terhadap konsepitu sendiri. Belajar dari pengalamanselama ini, beberapa hal perlu menda-pat perhatian. Pertama, kondisi daerahberagam sehingga dibutuhkan ek-sibilitas dalam pengaturannya. Hal inisebaiknya tercermin dalam perda yangakan dibuat oleh masing-masing pe-merintah daerah. Kedua, rumah susunbisa menjadi salah satu pilihan dalampenerapan konsep hunian berimbang.Ketiga, pengaturan tidak hanya ber-gantung pada aspek penegakan hukumtetapi juga sebaiknya mengedepankanpenyediaan insenti yang memadai.Keempat, konsep hunian berimbangtidak terlepas dari ke-beradaan aturan tataruang di masing-ma-sing daerah. Kelima,hunian berimbang jugaterkait dengan aspeksosial sehingga dampakpembauran hunian ju-ga perlu mendapatperhatian. Keenam,mitos komposisi huni-an berimbang 1:3:6perlu ditinjau kembali.
Apakah komposisi inimutlak adanya? Ketu-
juh, penerapangood go-vernanceharus menjadibagian dari penerapanhunian berimbang,sehingga keterbukaanharus dikedepankan.
Agenda KedepanLahirnya Undang-
Undang 1 Tahun 2011merupakan momen-tum penting bagi pe-nerapan konsep hu-
nian berimbang, sekaligus juga bagipengurangan backlog perumahan.Untuk menjaga momentum ini, dibu-tuhkan segera acuan yang jelas dalambentuk Peraturan Menteri sebagaimanadiamanatkan dalam undang-undangtersebut. Namun tentunya dibutuhkanperaturan yang membumi agar dapatdilaksanakan oleh semua pihak yangberkepentingan, sehingga keterlibatansemua pihak dalam proses penyusun-annya menjadi suatu keniscayaan. Un-tuk selanjutnya, ditindaklanjuti olehpenetapan Peraturan daerah oleh ma-sing-masing pemerintah daerah. Kitamenyadari bahwa ini bukan pekerjaanmudah namun dengan semangat ke-bersamaan diantara semua stakehold-ers, tidak ada yang muskil maupunmustahil. Kita tunggu (OM).
Pasal 33
(1) Pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan perizinan bagibadan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan un-tuk MBR.
(2) Pemerintah daerah berwenang mencabut izin pembangunan perumahanterhadap badan hukum yang dak memenuhi kewajibannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kemudahan perizinan dan
tata cara pencabutan izin pembangunan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewu-judkan perumahan dengan hunian berimbang.
(2) Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan hukumwajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untukbadan hukum yang membangun perumahan yang seluruhnya ditujukanuntuk pemenuhan kebutuhan rumah umum.
(4) Dalam hal pembangunan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memberikan insen-f kepada badan hukum untuk mendorong pembangunan perumahandengan hunian berimbang.
Pasal 35
(1) Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meli-pu rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.
(2) Ketentuan mengenai hunian berimbang diatur dengan Peraturan Men-teri.
Pasal 36
(1) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang dakdalam satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakandalam satu daerah kabupaten/kota.
(2) Pembangunan rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja.
(3) Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganperaturan daerah.
(4) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang sama.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai perumahan skala besar dan kriteria hunianberimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36diatur dengan Peraturan Menteri.
Sumber: UU Nomor 1 Tahun 2011, tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
8/608
LaporanUtama
Pengertian Lingkungan Hunian
dalam Undang-Undang No-mor 1 Tahun 2011, merupakanbagian dari kawasan permukiman,yang dapat berupa kawasan perkotaandan atau kawasan perdesaan, yangberungsi sebagai tempat tinggal (ber-mukim). Jadi tekanan dari ungsi ling-kungan hunian adalah tempat tinggalatau bermukim. Tempat tinggal ataubermukiman tersebut dapat berupa,perumahan atau permukiman tergan-
tung dari besar atau jumlah tempattinggal yang menjadi satu kesatuankomunitas dan pelayanannya. Penger-tian berimbang lebih menekankanyang bertempat tinggal atau yangbermukim adalah berbagai kelom-pok masyarakat yang majemuk, tidakmembentuk eksklusitas dari kelom-pok tertentu saja.
Tujuan utama ketentuan lingkung-an hunian yang berimbang disebutkan
di dalam Surat Keputusan Bersama 3
menteri tahun 1992 sebagai berikut:
Bahwa untuk mencapai tujuanpembangunan perumahan dan per-mukiman yang serasi tersebut di atas,perlu diwujudkan lingkungan permu-kiman yang penghuninya terdiri dariberbagai proesi, tingkat ekonomidan status sosial yang saling membu-tuhkan dengan dilandasi rasa keke-luargaan, kebersamaan dan kegotongroyongan, serta menghindari tercip-tanya lingkungan perumahan dengan
pengelompokan hunian yang dapatmendorong terjadinya kerawanan so-sial. (Konsideran Menimbang hurub. SKB 3 Menteri, tentang PedomanPembangunan Perumahan dan Per-mukiman dengan Lingkungan Huni-an yang Berimbang 1992)
Dari konsideran SKB 3 Men-teri huru b tersebut nampak bahwahunian berimbang ditekankan suatukesetia-kawanan sosial dari berbagai
lapisan masyarakat, baik proesi, sta-
tus sosial serta tingkat ekonomi yang
berbeda, mencegah terjadinya kerawa-nan sosial.
Pelaksanaan Lingkungan HunianBerimbang Masa Lalu
Ketentuan lingkungan hunianberimbang sebenarnya sudah berjalan
jauh sebelum peraturan 3 menteri iniditerbitkan. Perumahan baru diba-ngun pada awal 1980-an sampai de-ngan awal 1990-an dapat menerapkan
lingkungan hunian berimbang de-ngan baik sampai dengan awal tahun1990-an. Perumahan yang dibangunoleh instansi pemerintah atau olehperusahaan swasta juga menerapkanlingkungan hunian berimbang yangdiperuntukkan bagi eksekuti utama,tenaga eksekuti madya dan tenagakerja di bawah tingkat tersebut de-ngan komposisi rumah tertentu.
Perkembangan selanjutnya, rumah
dan perumahan bukan lagi dibangun
Lebih Jelas tentang LingkunganHunian Berimbang
Yusuf Yuniarto*
sumber foto: ismewa
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
9/60
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
10/6010
WawancaraKhusus
Selama ini kebijakan tentang Lingkungan Hunian Ber-imbang hanya dinaungi oleh Surat Keputusan Bersama(SKB) tiga Menteri pada tahun 1992, dengan harapan
terwujudnya sebuah lingkungan perumahan dan kawasanpermukiman yang serasi, bagaimana Bapak memandang kebi-jakan ini di masa lalu?
Sebagaimana dimaklumi kebijakan tentang HunianBerimbang pada waktu yang lalu adalah melalui SKB Men-teri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan MenteriNegara Perumahan Rakyat Nomor 648-384 Tahun 1992,Nomor 739/KPTS/1992, Nomor 09/KPTS/1992 tentangPedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman de-ngan Lingkungan Hunian Berimbang atau yang lebih dike-nal dengan pola 1:3:6. Kebijakan Lingkungan Berimbangdimasa lalu dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain.
Pertama, dari aspek tujuan, kebijakan ini bertujuanuntuk mewujudkan perumahan dan kawasan permukimanyang sehat, aman, serasi dan teratur dengan berbagai kelom-pok masyarakat dari berbagai proesi, tingkat ekonomi danstatus sosial, berbasis rasa kekeluargaan, kebersamaan dankegotong-royongan serta menghindari terciptanya lingkung-an perumahan eksklusi, yang dapat mendorong terjadinyakerawanan dan kecemburuan sosial melalui pola 1:3:6 (1
rumah mewah : 3 rumah menengah : 6 rumah sederhana).Kedua, dari aspek pelaksanaannya kebijakan ini harus
diakui banyak menghadapi kendala dalam operasionalisasi-nya. Kendala tersebut antara lain, harga tanah di perkotaanmahal dan terbatas; image/citra lingkungan perumahan yangdibangun cenderung menurun kalau ada rumah sederhana,dalam SKB LHB tidak diatur secara jelas dan tegas tentanginsenti dan disinsenti (sanksi); persoalan kompensasi yangtidak jelas dan sebagainya
Ketiga, dari aspek yuridis SKB tidak punya legitimasi yangkuat karena tidak dipayungi oleh aturan yang lebih tinggi
(undang-undang) sebagaimana yang sedang disiapkan ini.
Ruh dari SKB tersebut kemudian dicoba untuk diangkatkembali dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentangPerumahan dan Kawasan Permukiman. Menurut pandanganBapak apakah sejumlah pasal yang membahas tentang Ling-kungan Hunian Berimbang dalam UU tersebut yaitu pasal 34,
35, 36 dan 37, telah dianggap memadai?Kebijakan Hunian Berimbang yang baru sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 34 sampai 37 Undang-UndangNomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Per-mukiman, tentu saja belum memadai. Oleh karena itu perludijabarkan lebih lanjut (rinci) yang selanjutnya dituangkandalam Peraturan Menteri tentang Hunian Berimbang,sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 1 Tahun 2011dan saat ini proses penyusunan rancangannya masih dalampembahasan tentang insenti.
Sebenarnya apa yang menjadi kendala utama pelaksanaanaturan hunian berimbang selama ini? Apakah pengaturan yangada saat ini sudah bisa menangani kendala tersebut? Apakahdengan nantinya masih dianggap perlu dibuatkan pengaturanlebih lanjut sebagai kelanjutan dari pengaturan dalam UU?(Jika ya, apa bentuknya dan kapan rencananya)
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya beberapa
kendala utama pelaksanaan LHB antara lain, kewajibanmembangun rumah sederhana dalam satu hamparan dinilaimengurangi keuntungan pengembang; harga tanah mahalsehingga sulit dibangun rumah sederhana untuk mewujud-kan LHB sesuai ketentuan; image/citra lingkungan perumah-an yang dinilai akan turun; kelompok yang lebih mampu(mewah) tidak ingin hidup berdampingan dengan MBR;belum ada insenti dan disinsenti yang jelas untuk menjadidaya tarik pembangunan dengan Hunian Berimbang, danlain-lain.
Apakah konsep Lingkungan Hunian Berimbang hanya
Kebijakan ini Bertujuan untukMewujudkan Perumahan dan
Kawasan Permukiman yang Sehat,Aman, Serasi dan Teratur
Topik tentang Lingkungan Hunian Berimbang (LHB) sebenarnya sudah dimulai sejak lahirnya SKB ga menteri pada
tahun 1992 yang kemudian lebih dikenal khalayak ramai sebagai konsep 1, 3, 6. Pelaksanaan konsep ini berjalan tanpa
adanya payung yang jelas sehingga kemudian hari konsep tersebut sepernya sangat sulit untuk diimplementasikan.
Inforum berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan Dr. Hazaddin T. S. Depu Bidang Pengembangan Kawasan
Kementerian Perumahan Rakyat, tentang kelanjutan dari konsep LHB pasca lahirnya UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman disela-sela kesibukannya.
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
11/60
Edisi 2
Tahun 2011
11
terpaku pada konsep 1 Rumah Mewah, 3 Rumah Menengah,dan 6 Rumah Sederhana?
Sebelumnya memang konsep komposisi LHB sesuaidengan yang termaktub dalam SKB tersebut, tapi saat inikita (Kemenpera-Red) sedang mencoba mengembangkanmenjadi lebih luas termasuk menyangkut hal rumah tapakdan rumah susun juga kemungkinan perubahan komposisi,misalnya menjadi 1:2:3 termasuk insenti dan diinsenti.Harapannya bisa diimplementasikan di daerah.
Beberapa rumor beredar bahwa sebenarnya konsep 1, 3, 6ini terlalu dipaksakan untuk diwujudkan, padahal sebenarnya
pihak penyelenggara perumahan kurang bisa memperoleh keun-tungan, bagaimana Bapak melihat persoalan ini?
Rumor tersebut ada benarnya, tapi saat ini kita sudahberdasarkan amanat undang-undang karena itu saat ini kita
(Kemenpera-Red.) mencoba memperbaiki aturannya melaluiPermenpera tentang Hunian Berimbang yang sedang di-susun. Dalam prosesnya kita mengadakan semacam dengarpendapat untuk menjaring masukan atau keinginan daripara pemangku kepentingan penye-lenggara dan pelaksana pembangunanperumahan dan kawasan permukiman.
Bagaimana peran pemerintah daerahdalam hal ini?
Peran Pemda masih terbatas dankurang memahami benar atas tujuanHunian Berimbang, padahal HunianBerimbang sangat terkait dengankepentingan Pemda sendiri dalampenyediaan rumah bagi semua kelom-pok masyarakat termasuk bagi MBR didaerahnya serta menjadi tanggung jawabPemda dalam penyediaan rumah sebagaimana diatur dalamPP Nomor 38 Tahun 2007.
Sejauh ini implementasi hunian berimbang yang sudahdilakukan dan berhasil ada di daerah mana saja?
Beberapa contoh pelaksanaan pembangunan perumahandengan konsep Hunian Berimbang sampai saat ini antaralain; Perumahan Telaga Kahuripan di kabupaten Bogordengan luas lokasi lebih kurang 750 Ha, Perumahan BukitSemarang Baru di kabupaten Semarang dengan luas lokasilebih kurang 1.250 Ha, Perumahan Bukit Baruga di kotaMakassar dengan luas lokasi lebih kurang 1.000 Ha, Peru-mahan Driyorejo di kabupaten Gresik dengan luas lokasilebih kurang 1.000 Ha dan Perumahan Kurnia Jaya di kotaBatam dengan luas lokasi lebih kurang 100 Ha. Diharapkanke depan akan banyak lagi pengembang yang akan melak-
sanakan konsep Hunian Berimbang ini.
Apakah insenti yang bisa diberikan oleh pemerintah (baikpemerintah pusat maupun pemerintah daerah) kepada pengem-bang jika telah membangun kawasan perumahan dan permu-kiman dengan konsep hunian berimbang?
Berbagai insenti memang perlu dipikirkan. Beberapa in-senti yang sedang diusulkan dalam Rancangan Permenperatentang Hunian Berimbang saat ini antara lain; pemberianstimulan PSU (Prasarana, Sarana dan Utilitas Red.) untukrumah sederhana; pemberian stimulan DAK bidang peru-mahan dan permukiman; pemberian program-program Ke-menpera (RP3KP, Rencana Rinci, DED), pemberian peng-hargaan di bidang perumahan; serta dari Pemda memberikanpembebasan restribusi dan perijinan dan juga pemberiankemudahan lainnya. Intinya kita akan berusaha memberikaninsenti yang lebih, bukan pas dengan modal, karena haruskita hargai pengorbanan yang mereka (pengembang Red.)
lakukan untuk mewujudkan ini.
Apakah yang telah dilakukan selama ini dalam upayamemberikan pemahaman kepada para pengembang agar
melaksanakan konsep Lingkungan HunianBerimbang?
Dalam rangka menyiapkan PermenperaHunian Berimbang, seperti di awal telah di-terangkan kita sudah melakukan diskusi-dis-kusi di Pusat dan Daerah sekaligus menginor-masikan dengan mengundang para pemangkukepentingan di bidang perumahan seperti dariKementerian Pekerjaan Umum, KementerianDalam Negeri, REI, APERSI, PERUMNAS,KOPERASI, Pemerintah Provinsi/Kota/Kabu-paten, kalangan civitas akademika dari pergu-ruan tinggi, pengamat perumahan dan lainnyauntuk menyampaikan pendapat, masukan,
saran, bahkan uneg-uneg-nya tentang Hunian Berimbang.Dengan demikian nantinya Permenpera ini dapat mewadahiberbagai macam aspirasi dan keinginan serta ide-ide baruyang segar.
Selama ini konsep Lingkungan Hunian Berimbang selaluditerapkan pada Rumah Tapak, apakah bisa konsep ini dite-rapkan pada Rumah Susun? Mohon penjelasan Bapak.
Konsep pembangunan perumahan dengan hunian ber-imbang pada prinsipnya dapat juga diterapkan pada pem-bangunan Rumah Susun Milik (RUSUNAMI). Hal tersebutsedang dicoba untuk dikembangkan misalnya dalam satukawasan dibangun apartemen mewah, apartemen menengahdan disampingnya dapat dibangun Rusunami. Atau untukrumah tapak misalnya jika memiliki lahan sempit maka un-tuk rumah sederhananya dapat dikonversi menjadi rusunami
sehingga Hunian Berimbang dapat diwujudkan.
...nantinyaPermenpera
ini dapat
mewadahiberbagaimacam aspirasi...
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
12/60
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
13/60
Edisi 2
Tahun 2011
13
juga mendorong munculnya pusat-pusat permukimandengan gaya kota di wilayah-wilayah tersebut. Tidakhanya permukiman yang muncul, kawasan industripun bergeser sehingga secara ekonomi hal ini ikutmempengaruhi struktur ekonomi Jakarta. Sektor industridi wilayah sekitar Jakarta ini memberikan kontribusi yangmeningkat pada daerahnya masing-masing, Bekasi 60,9persen (1993) menjadi 81,7 persen (2009), Bogor 49,4persen (1993) menjadi 68,8 persen (2009) dan Tangerang59,3 persen (1993) menjadi 71,7 persen (2009).Perubahan struktur ekonomi ini juga yang ikut memicutumbuhnya pusat-pusat permukiman baru.
Tak bisa dipungkiri, kotaadalah magnet yang menjadidaya-tarik manusia untukditempati. Kota ibarat sebuahperadaban yang menjanjikankehidupan yang lebih baikdari daerah asal (perdesaan).Itulah yang selalu terpatri dibenak para angkatan kerja,baik yang telah dibekali skilldan kompetensi melaluipendidikan ormal, ataupunmasyarakat inormal yang hanyamengandalkan tenaga dan daya
juangnya untuk melangsungkankehidupan. Dengan kata lainkondisi kota dipandang mampumenyediakan kesempatan kerjayang lebih berkualitas sehinggamenjadi aktor penarik
Walaupun muncul pusat-pusat kegiatan perekonomian baru, konsentrasi kegiatandi Jakarta belum sepenuhnya berhasil di transer ke
wilayah luar Jakarta.Masih terpusatnya kegiatan ekonomi di Jakarta
mengakibatkan orang tetap memilih untuk bekerjadi Jakarta. Namun dikarenakan ketersediaan lahan di
Jakarta yang semakin terbatas dan mahal, orang lebihmemilih untuk bergerak ke pinggiran kota atau suburban dan bermukim di kota-kota baru tersebut. Hal inimengakibatkan terjadinya mobilitas yang tinggi antarakota inti dan kota penyangga.Pembiaran mobilisasipenduduk ini akan menimbulkan masalah dalampemanaatan tata ruang wilayah, sehingga kepadatankawasan pemukiman akan bergeser meluas keluar laksana
ringer area atau seperti jari tangan. Pertambahan kawasanpermukiman ke luar kawasan perkotaan menimbulkan
berbagai interaksi baik ke dalam atau keluar danmenimbulkan dampak ketidakteraturan. Pencampurankegiatan dan interaksi ini akan mengakibatkan batasantara kawasan perkotaan dan pinggiran menjadi tidak
jelas lagi.Hal ini akan tentunya tidak menguntungkan dan
sangat terasa di berbagai sektor, utamanya penggunaanmoda transportasi akibat mobilitas penduduk daridaerah pinggir ke lokasi bisnis di pusat perniagaanperkotaan memerlukan waktu tempuh yang panjang.Ketidakmampuan kota inti menangani perpindahan
warganya dari dan menuju kota penyangga akhirnyaakan membawa persoalan barudimana kemacetan lalu lintas akanbertambah parah.
Seyogyanya, untuk mengantisipasihal tersebut, perlu diimbangi denganpenegakan regulasi (peraturan) bagipengelola kota sehingga pemekarankota akan sejalan dengan rencana tataruang dan wilayah yang disusun. Danmungkin sebaiknya antara Jakartadan kawasan sekitarnya seharusnyamemerlukan satu regulasi ataubahkan mungkin satu penanganan.Keberadaan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) seharusnya segeradisusun dan diimplementasikandalam mencapai tata ruang yangpro lingkungan dan mendukungpemerataan ekonomi.
Pemerintah daerah juga perlusegera membuat panduan pelaksanaan
pembangunan untuk menjaga konsistensi perkembangankawasan perkotaan. Dalam jangka panjang, perlu segeramenciptakan keserasian perkembangan kota dengan
wilayah sekitarnya, serta menciptakan keterpaduanpembangunan sektoral dengan wilayah sekitarnya.Mengimplementasikan rencana struktur dan polapemanaatan ruang kawasan perkotaan, dan upaya-upayapengelolaan kawasan ungsional, yang akan menjaditugas utama dalam pengendalian pembangunan kawasanperkotaan. Hal inilah yang akan mengurangi pemekaran
wilayah kota yang tak teratur, sehingga dampak negatidari urban sprawldapat diminimalisir.
*memperoleh gelar Master Urban Management dariInstitutte or Housing and Development Studies, Erasmus
University, Rotrerdam
sumber foto: ismewa
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
14/6014
Wacana
Istilah hunian berimbang telahmuncul dalam undang-undangperumahan dan kawasan permu-
kiman. Pasal 34 sampai pasal 37, UUNomor 1/2011 tentang Perumahandan Kawasan Permukiman, memuatketentuan tentang pembangunan pe-rumahan dengan hunian berimbang.
Dengan demikian kebijakan hunianberimbang yang semula hanya meru-pakan prakarsa dan kesepakatan ber-sama tiga menteri, kini merupakanpengaturan yang kehadirannya diwa-jibkan oleh undang-undang.
Sejauh dapat dimengerti, undang-undang ini tidak begitu saja menga-dopsi kebijakan hunian berimbangseperti yang tertera dalam surat kepu-tusan bersama (SKB) Menteri PU,Menteri Dalam Negeri dan MenteriPerumahan Rakyat Tahun 1992 itu.Karena meski hunian berimbang di-anggap penting, tetapi ada pengeta-huan empirik tentang pelaksanaanSKB tersebut dan ada hal baru yangakan tercipta oleh UU Nomor 1/2011ini yang harus menjadi pertimbangan.Hal baru tersebut belum ada dalampemikiran perumusan SKB, tidak ter-cantum dalam UU perumahan lamadan bahkan belum dijumpai dalam
kondisi nyata. Hal baru tersebut ha-rus dipertimbangkan dan harus men-jiwai konsep hunian berimbang yangmasih ditunggu kelahirannya.
Paling tidak ada empat hal baruitu yang harus dipertimbangkan se-cara mendalam, dalam pengembangankonsep dan kebijakan pembangunanperumahan dengan hunian berim-bang. Pertama, UU Nomor 1/2011telah menentukan adanya pengatego-rian rumah komersial, rumah umum,
rumah swadaya, rumah khusus danrumah negara. Selanjutnya, UU inimengatur bahwa badan hukum yang
membangun rumah komersial ataucampuran antara rumahan komersialdan rumah umum skala besar yang
wajib mewujudkan hunian berim-bang. Rumah komersial menurut UUtersebut diselenggarakan untuk tujuanmendapatkan keuntungan, sedang ru-mah umum diselenggarakan untukmemenuhi kebutuhan masyarakatberpenghasilan rendah. Secara im-plisit UU ini menganggap bahwa
pembangunan rumah umum tidakbisa mendapatkan keuntungan karenaitulah pembangunan rumah umumini dibantu subsidi atau fasilitas daripemerintah. Mungkin dapat dipertim-bangkan pula adanya imbalan (fee) jasapenyelenggaraan perumahan yangtransparan dan bukan keuntunganyang cara memperolehnya tersembu-nyi.
Kedua, pembangunan perumahandengan hunian berimbang hanya dike-
nakan pada pembangunan perumahankomersial atau campuran komersialumum skala besar. Apakah skala be-sar ini akan merupakan angka mutlakatau angka relatif yang disesuaikandengan kondisi setempat, masih harusdipertegas. Undang-undang ini sendirimemberikan ketentuan yang mendua,
di satu sisi skala besar tersebut diha-ruskan berupa satu hamparan (pasal 34ayat 2), tetapi pada sisi lain boleh tidaksatu hamparan asal dalam satu daerahkabupaten/kota (pasal 36 ayat 1).
Ketiga, bahwa untuk mewujudkanpembangunan perumahan denganhunian berimbang, pemerintah danatau pemerintah daerah dapat mem-berikan insentif, apa bentuk insentifyang paling merangsang bangkitnyanafsu mewujudkan hunian berimbangmasih harus dicari.
Keempat, bahwa Menteri Perumah-an Rakyat mendapatkan mandat UUuntuk menindak lanjuti dan mengaturlebih lanjut ketentuan tentang hunianberimbang tersebut. Ada dua pasal(pasal 35 dan pasal 37) yang menga-manatkan bahwa hunian berimbangdiatur lebih lanjut dengan PeraturanMenteri. Dengan demikian, Kemen-terian Perumahan Rakyat akan selalu
dapat melakukan perbaikan, penyem-purnaan dan penyesuaian denganperkembangan tanpa harus bernego-siasi dengan kementerian lain.
Sebelum hadirnya UU Nomor1/2011 tersebut sesungguhnya telahada upaya unit kerja di lingkunganKementerian Perumahan Rakyat un-tuk meninjau kembali SKB tiga men-teri tersebut. Walaupun demikian se-jauh yang dapat diamati, peninjauanSKB tersebut masih dibelenggu oleh
Menimbang Kembali
Kebijakan Hunian BerimbangOlehTjuk Kuswartojo
Upaya mewujudkan blok hunian berimbang:Tergolong rumah sederhanakah yang bera-da di jalan yang lebih kecil.
sumber foto: google earth
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
15/60
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
16/6016
tahun 1920an. Rencana tersebut me-nempatkan rumah gedongan meng-hadap jalan besar dan satu blok de-ngan rumah kampung sederhana yangmenghadap gang kecil dibelakangnya.
Rumah gedongan diperuntukkan go-longan yang berkedudukan sosial sertapenghasilan yang lebih tinggi daripa-da penghuni rumah kampung di be-lakangnya, orang kampung tersebutbisa mendapatkan penghidupannyadari penghunigedongandan sebaliknyaorang gedongan bisa mendapatkanjasa orang kampung. Wujud konseppeninggalan perencana Belanda inimasih bisa ditemukan antara lain di
Semarang, tetapi tentu realitanya tentutidak seperti yang diteorikan.
Apakah adopsi konsep Belandatersebut berhasil mewujudkan ko-munitas multi strata yang harmonis,ternyata tidak. Rumah sederhana yangditempatkan di belakang rumah se-dang, ternyata tidak dibeli oleh orangsederhana. Bahkan banyak yang hanyauntuk investasi dan tidak untuk ditem-pati. Karena itu bisa terjadi dua tigarumah di tangan satu pemilik. Sedang
para penghuninya, jangankan mem-bentuk komunitas, saling kenal punjuga tidak.
Juga ada yang menggagas untukmengadopsi konsep komunitas multistrata seperti sistem ngindungdan ma-
gersaribangsawan Jawa. Atas kebaikanhati sang bangsawan, di halaman be-lakang rumah besarnya (dalem ageng)dibangun rumah untuk para kawulayang sederhana dengan status ngin-
dung (nebeng) atau magersari(semacamrumah dinas) disekitarnya. Tentu sajakonsep semacam ini mustahil dite-rapkan, karena dalam sistem ngindungperumahan adalah produk sistem so-sial, sedang konsep hunian berimbangmerupakan proses sebaliknya yaituperumahan untuk membangun sistemsosial. Lagi pula dalam kehidupan yangmengota dan modern, tidak mungkindapat dijumpai bangsawan baik hatidalam jumlah yang sebanding dengan
jumlah para kawula.Implementasi kebijakan hunian
berimbang dengan formula 1:3:6 bu-kan hanya buruk, tetapi juga mustahiluntuk dapat diwujudkan. SKB hunian
berimbang tersebut diberlakukan diseluruh Indonesia, tanpa petunjukbagaimana menyesuaikannya dengankondisi daerah. Padahal daerah diIndonesia memunyai perkembangandan kondisi yang sangat beranekaragam, sehingga tidak mungkin adasatu kebijakan pembangunan peru-mahan yang dapat diberlakukan de-ngan cara yang sama untuk seluruhdaerah. Meskipun semua daerah perlu
mewujudkan keserasian dan keadilan,tetapi oleh stratifkasi dan kondisi
lingkungan yang berbeda, cara un-tuk mencapainyapun perlu dibeda-kan. Bahkan ada kemungkinan suatudaerah tidak membutuhkan adanyakebijakan hunian berimbang, karenamemang tidak ada perumahan mewahyang dibangun. Sebaliknya mungkin
saja suatu daerah mempunyai begitubanyak lapisan masyarakat sehinggatidak cukup untuk ditampung hanyadalam tiga tipe rumah. Mungkin harusdiciptakan tipe rumah sangat seder-
hana, hampir sederhana, sederhana,agak menengah, menengah, mene-ngah plus, hampir mewah, mewah,sangat mewah dan sebagainya.
Skala pembangunan juga tidakdipertimbangkan secara mendalamdalam SKB hunian berimbang ini.
Tampaknya tidak diperhitungkan,berapa luas hamparan atau berapajumlah rumah yang dibangun agar da-pat memenuhi formula hunian berim-
bang untuk mewujudkan komunitasharmonis dan subsidi silang. Skala inijuga menentukan jangka waktu pem-bangunan yang menentukan prosespembentukan dan perkembangankomunitas. Pasti ada bedanya pemba-ngunan yang dimulai dengan rumahsederhana dulu, mewah dulu atau di-lakukan bersamaan. Malaysia meng-
Satu hamparan perumah campuran: perumahan komersial mewah, sedang, sederhanadan perumahan swadaya sederhana. Apakah juga merupakan suatu satuan komunitas.
Wacana
sumber foto: google earth
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
17/6017
atur agar rumah sederhana dulu yangharus dibangun sebagai syarat untukmendapatkan izin membangun ru-mah mewah.
Sejak SKB tiga menteri sesung-
guhnya puluhan perumahan skala be-sar telah hadir terutama di Jakarta dansekitarnya, yang semuanya pasti men-coba menyiasati pelaksanaan SKBhunian berimbang tersebut. Apa yangtelah terjadi ini perlu dipelajari denganseksama agar dapat diperoleh gambar-an nyata bagaimana sesungguhnyapembentukan komunitas terjadi.
Mungkin ada pandangan bahwaSKB hunian berimbang tersebut me-
rupakan pedoman umum, yang ope-rasionalisasinya harus ditindak lanjutioleh Gubernur, Bupati/Walikota. Se-hingga merekalah yang bertanggungjawab menyukseskan SKB tersebut.Hal yang demikian itu memang terjadidan karena itu juga dianggap sah sajaapabila ada kepala daerah tidak melak-sanakannya atau menerjemahkannyadengan konsepnya sendiri. Benarkahbegitu. Kalau memang boleh demiki-an mengapa harus ada pedoman yang
ditetapkan dengan surat keputusanbersama.
Kebijakan Hunian Berimbang
dalam Perspektif Undang-Undang.
Undang-Undang Nomor 1/2011memberi perspektif dan kerangkabaru tentang hunian berimbang. Kinikebijakan hunian berimbang menjadi
wewenang dan tanggung jawab Ke-menterian Perumahan Rakyat. Sebagai
pelaksanaaan undang-undang, dengansendirinya substansi pengaturan harusdikembangkan dari apa yang menjiwaidan ditetapkan UU secara menyelu-ruh. Karena itu mestinya peraturanmenteri tersebut tidak terpaku hanyapada pasal yang mengamanatkanadanya peraturan hunian berimbangsaja. Ketentuan dalam UU Nomor1/2011 yang perlu digunakan sebagaidasar merumuskan peraturan tentanghunian berimbang paling tidak dapat
dicatat sebagai berikut:Kebijakan hunian berimbang hanya(1).diberlakukan untuk pembangunanskala besar. Berapa jumlah unitrumah atau berapa luas hamparan
yang akan dibangun masih harusditetapkan. Skala ini perlu disesuai-kan dengan kondisi dan perkiraanperkembangan daerah yang akanmenampung pembangunan peru-mahan skala besar tersebut.Kebijakan hunian berimbang harus(2).bertolak dari adanya pengatego-rian rumah komersial dan rumahumum. Karena badan hukum yangmembangun rumah komersial atau
campuran antara rumah komersialdan rumah umum berskala besaryang wajib mewujudkan hunianberimbang.Pemerintah dan atau pemerintah(3).daerah dapat memberikan insentif.
Tentang insentif ini perlu dipadu-kan dengan insentif/disinsentifsebagai instrumen pengendalianpemanfaatan kawasan permukim-an (pasal 85).Rumah sederhana, menengah dan(4).
mewah seperti yang dimaksudpasal 3, UU Nomor 1/2011 perludipahami secara lebih imajinatifdan kreatif. Di Indonesia pernahada kebijakan yang menetapkanadanya: rumah inti, rumah sangatsederhana dan rumah sederhanadalam kaitannya dengan fasilitasipembiayaan. Kini undang-undangtelah mematok angka minimumluas rumah 36 m2 tanpa dikait-
kan dengan jumlah penghuni dankualitas rumahnya. Istilah rumahsederhanapun mulai tidak disukaitanpa alasan yang bisa dimengerti.Sejauh apa yang dapat dipahami
dari UU Nomor 1/2011, upaya un-tuk meninjau dan menyusun kembalikebijakan hunian berimbang perlumempertimbangkan hal-hal sebagaiberikut:
Kebijakan hunian berimbang ada-(1).lah tindak lanjut dari kebijakan
pembangunan perumahan skalabesar. Oleh karena itu, rencanapembangunan kawasan permukim-an harus menjadi dasar menyusunkebijakan hunian berimbang. Di
daerah mana perumahan skalabesar (permukiman, lingkunganhunian, kawasan permukiman)akan dikembangkan harus ditetap-kan dulu dan baru kemudianditetapkan kebijakan hunian ber-imbang.Kebijakan hunian berimbang, tidak(2).hanya mengenai proporsi rumahsederhana, menengah dan me-
wah, tetapi yang perlu ditetapkan
proporsi berapa rumah komersialdan berapa rumah umum.Kebijan hunian berimbang yang(3).akan datang harus bisa lebihberkekuatan, karena meskipuntidak ada sanksi tetapi ada insentifyang dapat dijadikan alat pemaksa(forcing instrument) diterapkannyakebijakan tersebut.Kebijakan hunian berimbang,(4).perlu dikaitkan dengan berbagaikebijakan lain yang juga diamanat-
kan oleh undang-undang, sepertipenyelenggaraan perumahan danpenyelenggaraan kawasan.Kebijakan hunian berimbang se-(5).bagai instrumen rekayasa sosialhanya dapat dilakukan secaraselektif. Pada umumnya perkem-bangan permukiman di Indonesiaterlanjur acak, apalagi sekitar kotabesar seperti Jakarta, Bandung danlain-lainnya, sehingga rekayasa
sosial yang dilakukan hanya da-lam satu hamparan efeknya akansangat terbatas dan menjadi upayayang sia-sia.Demikian, mudah-mudahan tu-
lisan ini dapat menjadi bahan re-nungan dan pemikiran dalam upayameninjau dan menimbang kembalikebijakan hunian berimbang.
Bandung, 5 Agustus 2011
Penulis adalah Pemerhati masalah permukiman,
perkotaan dan lingkungan hidup.
Edisi 2
Tahun 2011
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
18/6018
*Retno Hastijanti
Untuk memenuhi kebutuhanhunian bagi masyarakat ber-penghasilan rendah (MBR)
dan implementasi konsep permukim-an yang berkeadilan, KementerianPerumahan Rakyat menegaskan kem-bali pola pembangunan hunian ber-imbang. Peraturan ini ditujukan bagipengembang untuk membangun ru-mah sejahtera tapak bagi kebutuhan
masyarakat kecil. Pola hunian berim-bang ini diatur dalam Undang-undangPerumahan dan Kawasan Permu-kiman (PKP), utamanya pada Pasal34, 35 dan 36. Pada Pasal 34 ayat (2)dijelaskan bahwa pembangunan pe-rumahan skala besar yang dilakukanoleh badan hukum wajib mewujud-kan hunian berimbang dalam satuhamparan. Sedangkan Pasal 35 (1)menjelaskan bahwa pembangunan
perumahan skala besar dengan huni-an berimbang meliputi rumah seder-hana, rumah menengah, dan rumahmewah.
Dapat dipastikan bahwa, masing-masing kelompok rumah, akan mem-bentuk komunitas sendiri-sendiriberdasarkan segregasi sosial ekonomimasing-masing penghuninya. Walau-pun belum dipastikan komposisi yangakan diterapkan pada masing-masingkelompok rumah, menyatukan mereka
dalam satu hamparan, akan menimbul-kan sisi lain yang perlu diwaspadai.Terdapat potensi untuk menghasilkanruang konik diantara kelompok-
kelompok rumah tersebut. Sedangkanperumahan skala besar tersebut akanmenghasilkan masyarakat plural barudi wilayah perkotaan.
Fenomena Ruang Konik pada
Permukiman Masyarakat Plural
Kota, sebagai pusat berkumpulnya
populasi pluralis terbesar, merupakangabungan dari area-area milik berbagaikelompok yang berbeda, ia adalah a setof areas of different group. Kelompok-
kelompok tersebut melakukan suatuproses untuk membuat suatu bentukruang yang sesuai bagi mereka. Prosestersebut di kenal sebagai clustering pro-cess. Hasilnya berupa kantong (enclave)yang menggambarkan dialog antarakelompok-kelompok tersebut.
Proses ini kemudian membagi ke-lompok-kelompok tersebut dalam se-butan kita dan mereka. Sehinggaterjadi proses inklusidan eksklusiyangmenyebabkan timbulnya batas-batas
area milik masing-masing kelompok.Ini diikuti dengan penekanan tandadan simbol masing-masing kelompokuntuk menandai kehadiran mereka di
Sisi LainHunian Berimbang
dalam Satu Hamparan
Wacana
Gambar 1
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
19/60
Edisi 2
Tahun 2011
19
area tersebut. Dengan demikian kotaakan dibagi-bagi berdasarkan padakeberadaan kelompok homogen yangbermacam-macam. Dan kedua keku-atan tersebut, selalu ada, walau terka-
dang kekuatan salah satu mendomina-si yang lain.
Proses pengelompokan yang terja-di, pada akhirnya menghasilkan suatutatanan yang didasarkan pada perilakupenghuninya. Tatanan ini diatur olehberbagai macam tanda yang diketahuidan dipatuhi oleh penghuninya. Mere-ka mempunyai kesamaan budaya danmenjalankan bersama aturan-aturanyang tak tertulis. Mereka adalah ke-
lompok yang homogen. Dalam kon-disi seperti itu, kelompok homogentersebut memilikiprivacy, yang didef-nisikan sebagai kontrol akses diri yangselektif. Dengan privacy, kelompoktersebut dapat mengontrol keterbu-kaan dan ketertutupan mereka dalambersosialisasi dengan kelompok lain.Privacydapat berupa suatu proses dia-log dua arah untuk mengontrol batas-batas yang disepakati. Dengan ber-gabung dalam suatu kelompok, dan
mempunyai privacy kelompok, makaindividu akan merasa lebih aman. Di-sini mereka melakukanprivatism, suatupencarian kestabilan dalam dunia yangtidak stabil dan menakutkan. Contohdampak privatisasi, adalah tumbuhnya
gated communities, suatu hunian yang ja-lan masuknya dijaga dan diawasi sertaterpisah dari lingkungan sekitarnya,biasanya dipisah oleh pagar tinggi.Dan ini adalah awal perubahan ruang
menjadi tempat yang mencerminkanproses eksklusidan tempat yang men-cerminkan proses inklusi. Atau de-ngan kata lain, akibat terjadinya pro-ses privatisasi ini, kita dapatkan ruangeksklusif dan ruang inklusif.
Blakely dan Snyder menyebutruang eksklusif yang berpotensi kon-ik sebagai - the gated, walled, privatecommunity- dan merupakan bentukbaru dalam diskriminasi. Dengan caraini, maka suatu ruang publik diprivati-
sasi sehingga menjadi milik kelompok
tertentu. Bentuk ini membuat frag-mentasi atau merusak apa yang dise-but civitas, yang mengatur hidup ko-munitas. Ada 3 (tiga) hal utama yangmenyebabkan terjadinya lingkunganini, berdasarkan motivasi dari peng-huninya, yaitu komunitas dengan gayahidup tertentu; komunitas elit; ataukebutuhan untuk membentuk zonakeamanan. Makin berkembangnyaruang-ruang eksklusif di perumahansaat ini, seiring dengan makin berkem-
bangnya konsep perumahan yang ada.Konsep-konsep perumahan sepertikonsep regency, thematic cluster, ataupunstrata title, merupakan konsep dengan
potensi terbentuknya ruang eksklusif.Itu membuat ruang-ruang permu-kiman kota menjadi terpetak-petak.
Terbentuknya ruang eksklusif daninklusif, pada dasarnya juga mencer-
minkan adanya pembagian kekuasaan(power) dalam masyarakat. Ruang ek-sklusif merupakan salah satu bentukcontoh bagi kekuasaan lebih suatukelompok masyarakat terhadap ke-lompok masyarakat yang lain. Ia jugamerupakan perantara wujud kekua-saan pada arsitektur, dan mempunyaidimensi yang spesifk. Antara lain,
dimensi yang menekankan adanyapembagian ruang berdasarkan hak
istimewa suatu kelompok terhadapkelompok lain. Selain itu, juga me-nekankan adanya batas ruang yangmemisahkan kelompok masyarakatberdasarkan status, gender, ras, bu-daya, kelas dan umur, serta mencipta-kan ruang istimewa bagi kenyamanankelompok tertentu. Ruang eksklusifjuga menyimbolkan identitas sosialdan perbedaan penghuninya. Denganpenyelesaian batas ruang dan tempatyang tegas, suatu komunitas kemu-
dian mendapat hak istimewa terhadapkelompok lain. Dan dampak negatifdari hal ini lebih besar dari dampakpositifnya.
Ruang
ekslusif juga
menyimbolkan
identitas sosial
dan perbedaan
penghuninya.
Gambar 2
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
20/6020
Pada akhirnya, ruang eksklusifinilah yang memiliki potensi sebagairuang yang rawan konik. Rawan kon-ik artinya bisa menimbulkan konik,
antara penghuninya dengan penghuni
ruang lain disekitarnya. Konik itubisa berupa konik sosial, psikologi
bahkan fsik.
Ruang Konik pada Konsep
Hunian Berimbang dalam Satu
Hamparan
Permukiman dengan konsep hu-nian berimbang utamanya dalam satuhamparan, cenderung menjadi permu-kiman yang pluralis. Dengan kondisi
seperti itu, kemungkinan munculnyaproses pengelompokan komunitas-komunitas tertentu sangatlah besar.Pada masa tertentu, ternyata hal itutidak menjadi masalah. Dalam arti an-tara kelompok yang satu dengan yanglain, mampu menjalankan hubungansosial dengan baik, sehingga bisahidup berdampingan dengan damai.
Tetapi pada saat yang lain, terlihatadanya dampak-dampak negatif daripengelompokan ini.
Pada dasarnya, setiap ruang me-miliki keseimbangan. Demikian puladengan permukiman masyarakat plu-ral. Keseimbangan suatu lingkungan,itu secara konstan berubah. Adanya
berbagai proses yang terjadi dan me-libatkan individu serta lingkungan ber-akibat pada perubahan keseimbanganlingkungan.
Di satu sisi terjadi keseimbangan
ruang yang menyebabkan konik yangmelibatkan antarkelompok-kelompokpemilik ruang-ruang tersebut. Di sini,keseimbangan ruang itu kemudianberpihak pada salah satu kelompok.Di sisi lain, para pemilik ruang mampumembangun suatu sistim yang men-jaga keseimbangan ruang sedemikianhingga tidak terjadi dampak negatifdari perubahannya. Dengan demikiankita melihat bahwa keseimbangan ru-
ang ini sangat penting untuk menjagakeutuhan, baik ruang terbangun itusendiri (dalam hal ini ruang permukim-an) maupun manusia sebagai penghu-ninya (dalam hal ini kelompok masya-rakat), utamanya bila ruang tersebutmerupakan milik beberapa kelompokmasyarakat yang berlainan (plural).
Yang dimaksud dengan ruang disini bila dihubungkan dengan perilakusosial (berhubungan dengan kelompokmasyarakat), maka erat keterkaitannya
dengan ruang publik. Ruang publikinilah yang dianggap mampu menjadiruang negosiasi dan mampu menge-liminir potensi konik yang ada.
Konsep perencanaan dan peran-
cangan ruang publik yang baik danbenar, mampu membuatnya menjadiruang yang menyatukan komunitas-komunitas yang berbeda. Denganmeletakkan ruang terbuka hijau yangcantik sebagai ruang komunal (gam-bar 1), maka diharapkan terjadi ke-seimbangan yang harmonis antarakomunitas kelas menengah (kelom-
pok rumah menengah) dan komunitaskelas atas (kelompok rumah mewah).Dan bila terpaksa, dengan meletak-kan tembok dekoratif serta sekaligusmembagi penerangan umum kom-pleks permukiman, diharapkan terjadikeseimbangan yang harmonis antarakomunitas kelas menengah (kelompokrumah menengah) serta atas (kelom-pok rumah mewah) dengan komu-nitas kelas bawah (kelompok rumahsederhana), seperti pada gambar 2.
Bila masih dimungkinkan, makaruang komunal atau jalan pembagi le-bih diutamakan pada kasus ini. Pemba-ngunan fasilitas sosial, merupakan halyang perlu dipertimbangkan untukmenjaga keharmonisan keseimbanganlingkungan antara komunitas kelasbawah (kelompok rumah sederhana)dengan komunitas kelas bawah lain-nya (kelompok rumah sederhana), se-perti terlihat pada gambar 3. Dengan
adanya pengelolaan yang baik, uta-manya terhadap ruang-ruang publik,maka keseimbangan ruang dalampermukiman dapat menjadi alat ukurbagi keutuhan masyarakat di kawasanhunian berimbang, utamanya dalamsatu hamparan.
* Memperoleh gelar Doktor di bidangArsitektur dengan program kekhususan Perumahan
dan Permukiman dari ITS Surabaya. Peneliti PusatKajian Kebijakan Publik dan Staf Pengajar di
Jurusan Arsitektur Universitas 17 Agustus 1945Surabaya.
WacanaPada
dasarnya,setiap ruang
memilikikeseimbangan.
Gambar 3
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
21/60
Edisi 2
Tahun 2011
21
Bayangkan ketika kita terba-
ngun di suatu pagi, kita tidak
perlu tergesa-gesa untuk se-
gera berangkat kerja ke kantor. Tem-
pat kita bekerja tidak jauh dari ru-
mah. Ya, kita bekerja di kampung kita
sendiri, sehingga pagi hari kita dapat
diisi dengan kegiatan yang berkuali-
tas seperti olah raga, membaca buku,
menyiapkan serta menikmati sarapan
bersama keluarga kita, bahkan bersa-
ma tetangga. Kita bersama keluarga
tinggal di dalam sebuah rumah yang
nyaman karena sirkulasi udaranya be-
nar-benar diperhitungkan oleh arsitek
lokal, yang memberikan rancangan-
nya secara gratis atau kalaupun harus
membayar harganya terjangkau. Kita
tidak perlu pusing memikirkan opera-
sional serta pemeliharaannya karena
rumah tersebut memang dirancang
menggunakan pencahayaan alami di
siang hari, serta menggunakan sum-
ber energi alternatif yang dibangun
secara lokal di kampung kita.
Seusai sarapan, kita dapat memulai
aktivitas sehari-hari yang berarti ter-
hadap diri dan lingkungan kita. Tentu
saja aktivitas ini jauh dari kegiatan
dalam rangka membela proft peru-
sahaan tempat kita bernaung, bukan
dalam rangka berkompetisi dengan
orang lain dari perusahaan lain, bukan
pula menyuap pihak otoritas untuk
mendapatkan proyek, atau menggol-
kan kebijakan yang kita atau perusa-
haan inginkan. Kegiatan sehari-hari
akan sangat berarti bagi diri kita sen-
diri, keluarga, serta lingkungan. Kita
hadir di muka bumi tidak dalam rang-
ka merusak manusia dan lingkungan.
Kita hidup dalam keseimbangan baik
antar sesama manusia maupun dengan
lingkungan. Output dari kegiatan kita
sangat jelas, sejelas toilet yang bersih
setelah dibersihkan oleh para penjaga
kebersihan toilet. Ya, kita keluar ru-
mah untuk bergabung dengan orang
lain dalam rangka membangun rumah
bagi salah satu atau beberapa warga.
Kemewahan kehidupan di atas
tidak hanya dirasakan oleh segelin-
tir orang saja. Kemewahan tersebut
larut dalam berimbangnya kehidupan
antar manusia serta manusia terhadap
alam, sangat larut, sehingga kita akan
sulit membedakan apakah sebuah ru-
mah itu tergolong dalam rumah yang
proporsinya 1, 3, atau 6 (dalam UU
Nomor 1 Tahun 2011, proporsi rumah
mewah : menengah : sederhana adalah
1 : 3 : 6). Seorang arsitek atau ahli ba-
Eco VillageAgung Bhakti Utama, ST
Staf Asdep Kerjasama Antar Lembaga, Deputi Bidang Pengembangan Kawasan, Kementerian Perumahan Rakyat
Suasana lingkungan di sebuah eco village.
Suasana makan bersama di rumah bersama
(common house).
sumber foto-foto: gen.ecovillage.org
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
22/6022
1. Dimensi Sosial/Komunitas
Sebuah komunitas eco village terdi-
ri atas orang-orang yang merasa didu-
kung serta sekaligus bertanggungjawabterhadap orang-orang sekelilingnya.
Mereka memiliki rasa kepemilikan yang
nggi terhadap kelompoknya. Komu-
nitas tersebut cukup kecil sehingga se-
ap seap orang merasa aman, diberi
wewenang, terlihat, serta didengarkan
aspirasinya. Orang-orang tersebut
dapat ikut serta dalam pembuatan
keputusan yang akan mempengaruhi
kehidupan mereka sendiri melalui
proses-proses yang transparan.
Komunitas berar :
Mengenali dan terhubung dengan
yang lainnya;
Membagi sumberdaya milik ber-
sama serta menyediakan bantuan
yang saling menguntungkan;
Menekankan pada praktek keseha-
tan yang prevenf dan menyeluruh;
Mengintegrasikan kelompok-kelom-
pok marginal;
Mempromosikan pendidikan yang
dak pernah berakhir (unending
educaon);
Menggalakkan kesatuan melalui
sikap hormat-menghorma ter-hadap perbedaan;
Memberikan tempat untuk ekspresi
budaya.
2. Dimensi Ekologis
Eco village memungkinkan seap
orang mengalami hubungan pribadinya
dengan bumi yang hidup. Masyarakat
menikma interaksi sehari-hari dengan
tanah, air, angin, tumbuh-tumbuhan,
serta hewan. Mereka menyediakan
kebutuhan sehari-hari mereka seper
makanan, pakaian, dan tempat ng-
gal, dengan tetap menghorma siklus
alam.
Ekologis berar :
Menyediakan makanan sebanyak
mungkin dalam komunitas pada
satu wilayah;
Mendukung produksi makanan
organik;
Membuat perumahan dari bahan-
bahan yang disesuaikan dengan
keadaan lokal;
Menggunakan sistem energi terba-
rui yang terintegrasi;
ngunan menjadi pemimpin bagi warga
yang berprofesi sebagai pembangun
perumahan. Seorang ahli pangan dangizi berbaur dengan masyarakat yang
memilih mendedikasikan hidupnya
untuk memasak. Seorang ahli perta-
nian menjadi pemimpin para petani
makmur yang bercocok tanam danberternak untuk memenuhi kebutuh-
an kampungnya. Tidak ada yang
kurang kesejahteraannya selama se-
seorang tersebut bekerja. Sementara
anak-anak mereka hidup dalam berke-limpahan waktu orang tua serta fasili-
tas pendidikan yang memadai yang
Tim Pembangun Perumahan dan Tim Pertanian.
Dimensi Keberlanjutan dalam Sebuah Eco Village
Wacana
sumber foto-foto: gen.ecovillage.org
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
23/60
Edisi 2
Tahun 2011
23
Menjaga keragaman biologi ( biodi-
versity);
Memberi tempat untuk prinsip-
prinsip bisnis ekologis;
Menetapkan siklus hidup dari
seluruh produk dalam kacamata
sosial, spriual, dan ekologi, di-mana produk yang dibuat sebaiknya
dari bahan-bahan terbaik sehingga
tahan lama untuk menghindari
siklus konsumsi yang cepat ter-
hadap alam, hal ini tentunya perlu
didukung oleh teknologi;
Menjaga kebersihan tanah, air, dan
udara melalui manajemen energi
dan limbah yang benar.
3. Dimensi Budaya/SpiritualKebanyakan eco village dak
menempatkan penekanan praktek
spriual, namun dengan cara me-
reka sendiri eco village menghorma
serta mendukung Bumi dan semua
makhluk hidup di atasnya; budaya dan
pengayaan seni serta ekspresi, dan
keragaman spiritual.
Spiritual berar :
Membagi kreavitas, ekspresi
seni, akvitas budaya, ritual, dan
perayaan;
Rasa kesatuan komunitas dan du-
kungan yang bersifat mbal balik;
Penghormatan dan dukungan ter-
hadap manifestasi spiritual;
Fleksibilitas dan sikap responsif
terhadap kesulitan yang dihadapi;Perwujudan dunia yang damai,
penuh cinta, serta berkelanjutan.
3. Dimensi Ekonomi
Seiring dengan grup lokal dan
komunitas menciptakan sendiri mata
uang dan sistem pertukaran mereka,
mereka belajar tentang rahasia terda-
lam dari ekonomi: uang dan informasi
itu seimbang -- dan dak ada satupun
yang langka! (Hazel Henderson)
Ekonomi berar :
Menjaga uang tetap berada dalam
komunitas;
Memutarnya ke sebanyak mungkin
orang;
Mencari, membelanjakan, sertamenginvestasikan uang dalam
bisnis yang dimiliki anggota komu-
nitas;
Menyimpannya dalam instusi
keuangan lokal (home-grown fnan-
cial instuon).
Sumber tulisan:
hp://gen.ecovillage.org/ecovillages.html
dapat membantu mereka menguak
misteri alam serta mengolahnya men-
jadi teknologi yang berguna untuk
kehidupan manusia yang lebih baik.
Seorang remaja berkembang imajinasi
dan kreativitasnya karena tidak per-
nah ditakut-takuti akan jenjang karir
di masa depan, jauh dari didikan un-
tuk berebut suplai uang yang beredar
dalam sistem perekonomian, karena
ia hidup dalam sebuah lingkungan di-
mana kesejahteraan terjamin selama ia
berkarya.
Kita semua memimpikan orang-
orang dan komunitas dapat hidup
secara sehat, kooperatif, secara alami
merasakan kebahagiaan yang sejati
karena menjalani gaya hidup yang be-
rarti (meaningful). Pancaran harapan
yang akan membantu kita semua da-
lam transisi menuju masa depan yang
berkelanjutan di atas bumi ini. Hal
ini dapat diwujudkan melalui penye-
lenggaraan perumahan dalam suatu
lingkungan yang sehat, aman, se-
rasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan, yaitu melalui penerap-
an konsep eco village, yang di dalam-
nya terjadi keseimbangan baik antar
masyarakat maupun terhadap kondisi
alam. Dalam eco village, keadaan saling
menghormati, saling berbagi, serta
niat yang baik benar-benar mendapat
tempat.
Eco Village
Eco villagesadalah komunitas masya-
rakat baik perkotaan maupun pede-
saan yang berjuang untuk menginte-
grasikan sebuah lingkungan sosial
yang mendukung dengan cara hidup
yang tidak banyak mempengaruhi/
merusak lingkungan. Untuk men-
capainya, mereka menggabungkan
berbagai aspek seperti: desain ramah
lingkungan,permaculture, bangunan ra-
mah lingkungan, produksi secara ala-
miah, energi alternatif, pembangunan
komunitas, dan lain sebagainya.
Motivasi untuk melakukan eco vil-
lages didasari atas komitmen untuk
mengembalikan struktur sosial/buda-
ya yang secara perlahan terdisintegrasi
serta sebagai desakan terhadap prak-
tek-praktek perusakan lingkungan di
atas planet bumi ini.
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
24/6024
Studi kelayakan merupakan hal ter-pokok agar bisa memperoleh gam-baran sejak awal mengenai aspek-
aspek yang dipikirkan dalam proses pembangunan. Produkstudi kelayakan merupakan suatu produk yang dihasilkandari suatu studi kelayakan secara menyeluruh sebagai dasar
pengambilan keputusan dalam investasi dan kebutuhan un-tuk para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam studitersebut. Aspek-aspek yang dikaji dalam studi kelayakanterangkum dalam 7 kelompok aspek kajian: aspek lingkung-an, aspek legal, aspek pasar, aspek teknis, aspek fnansial, as-pek ekonomi, aspek sosial. Ketujuh kelompok aspek kajiantersebut dianalisis secara hirarkis dan sekuensial. Bila aspekawal sudah layak dilanjutkan aspek berikutnya, sampai semuaaspek dinyatakan layak sehingga bisa dinyatakan pembangun-an kawasan perumahan dinyatakan layak. Tahapan dalam ka-
jian studi kelayakan digambarkan sebagai berikut:
Investasi Pembangunan Perumahan
Investasi pembangunan perumahan merupakan bentukinvestasi barang modal atau investasi proyek, dengan kon-sekuensi menyerap dan mengikat dana dalam persentase yangcukup besar jumlahnya serta dengan jangka waktu ikatandana yang cukup lama. Kesalahan dalam perencanaan atauevaluasi kelayakan rencana investasi menimbulkan dampaknegati yang berlangsung lama atau kerugian yang sangat be-sar. Pertimbangan utama dalam menentukan pembangunankawasan perumahan adalah penetapan lokasi perumahan.
Ciri investasi suatu proyek tidak terkecuali pembangunankawasan perumahan memberikan manaat atau keuntunganbaru dapat dinikmati beberapa bulan atau tahun setelah in-
vestasi dilakukan dan memiliki resikoyang cukup besar, tidak hanya karenabesarnya jumlah dana yang terikat, me-
lainkan juga karena jangka waktu yang panjang yang diper-lukan untuk memetik keuntungan.Keputusan investasi yangkeliru tidak dapat direvisi.
Pengambilan Keputusan InvestasiPembangunan Kawasan Perumahan
Untuk pengambilan keputusan investasi tersebut dilaku-kan langkah-langkah kajian sebagai berikut:1. Kajian Aspek Lingkungan
Data tentang kualitas udara, kualitas air dan sistem pem--buangan lingkungan kawasan;Hasil analisis dampak yang ditimbulkan selama proses-proyek pembangunan ;l Pra konstruksi (pembebasan lahan, lingkungan sekitar,
sosial, tenaga kerja),l Konstruksi (gangguan suara, penempatan
material, penempatan pekerja, aksesbilitas daridan menuju proyek),
l Pasacakonstruksi (pengelolaan dan pengamananlingkungan serta integrasi sistem pengelolaanlimbah terhadap lingkungan sekitar)
Aspek lingkungan, walaupun merupakan aspeksekunder, namun saat ini pendekatan utama investasiharus dilakukan dengan keberlanjutan sesuai kondisilingkungan ekternal. Bila seluruh kajian aspek ling-
kungan sudah dinyatakan layak, maka dapat dilanjutkan de-
ngan kajian aspek berikutnya yaitu aspek legal.2. Kajian Aspek Legal
Kejelasan Pemrakarsa Pekerjaan (Investor/Lembaga) dibuk--tikan dengan kepemilikan akta perusahaan;Kejelasan kepemilikan lahan rencana pembangunan dibuk--tikan dengan kepemilikan Sertipikat Hak Milik;Kejelasan jenis usaha yang dimiliki oleh investor/lembaga-dibuktikan dengan kepemilikan Surat Ijin Usaha (SIUJK/TDR/NPWP/PKP/Ijin HO);Kejelasan Struktur Organisasi Pemrakarsa dibuktikan de--ngan Organisasi Tata Laksana (OTK) investor/lembaga;Kejelasan tentang Izin Prinsip Kepala Daerah, dibuktikan-
ASPEK
NGKUNGAN
ASPEK
LEGAL
ASPEK
PASAR
ASPEK
TEKNIS
ASPEK
FINANSIAL
ASPEK
EKONOMI
ASPEK
SOSIAL
DOKUMEN STUDI KELAYAKAN INVESTASI
PENETAPAN LOKASI
PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN INVESTASI
Moch.Yusuf Hariagung *)
Penilaian Studi Kelayakan
sebagai Bahan Pengambilan Keputusan terhadapPerencanaan Kawasan Perumahan
Alur Aspek Kajian Studi Kelayakan
Wacana
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
25/60
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
26/6026
Undang-undang Nomor 1 Tahun2011 tentang Perumahandan Kawasan Permukiman
mengamanatkan pembangunanlingkungan hunian berimbang (LHB).Hal ini tertera dalam pasal 54 ayat 1sampai 5. Ketentuan ini dimaksudkanuntuk mempercepat pembangunanperumahan bagi masyarakatberpenghasilan rendah (MBR). Dalampasal tersebut juga disebutkan sanksi yangbisa dikenakan kepada pengembang yangtidak melaksanakan ketentuan tersebut.
Ketentuan hunian berimbang ini mengulang sejarahera Orde Baru. Pada November 1992, tiga orang menteriyaitu Menteri Dalam Negeri Rudini, Menteri PekerjaanUmum Radinal Muhtar, dan Menteri Negara PerumahanRakyat Siswono Yudohusodo, menandatangani suratkeputusan bersama (SKB) tentang hunian berimbang.Ketiga menteri sepakat untuk mempercepat pemenuhankebutuhan rumah bagi MBR lewat ketentuan tersebut.
Dalam SKB tersebut ditetapkan konsep 1:3:6.Ini berarti pengembang yang membangun 1 unitrumah mewah, maka harus membangun 3 unit rumahmenengah dan 6 unit rumah sederhana. Secara logika,
jika aturan ini diterapkan maka pembangunan rumahbagi MBR akan melaju kencang. Alhasil masalah backlogpun tidak akan terjadi.
Namun sayangnya, dalam praktiknya ketentuantersebut tidak bisa diaplikasikan dengan baik. Bahkancenderung diabaikan oleh para pengembang. Hal iniantara lain karena tidak sinkronnya dengan aturanyang dikeluarkan pemerintah daerah (Pemda). Adasebagian Pemda yang justru mengeluarkan aturan yangkontradikti dengan SKB tiga menteri. Akibatnya,pelaksanaannya jauh panggang dari api.
Sekarang kita tentu berharap aturan hunianberimbang yang diamanatkan UU PKP tidak mengalaminasib yang sama. Untuk itu perlu perhatian semua
stakeholderperumahan untuk mengawal danmengawasi pelaksanaannya. Pemerintah,dituntut untuk konsisten dan konsekuenterhadap aturan yang ditetapkan. Tentu sajaharus memperhatikan suara dan aspirasi dari
para pengembang yang memikul kewajibanmelaksanakan aturan tersebut.
Selain memberikan sanksi, pemerintahjuga diminta memberikan insenti bagi parapengembang yang mentaati aturan tersebut
dengan baik dan benar. Insentinya sepertiapa, bisa dikaji bersama. Misalnya insenti pajak
atau dalam bentuk lain.Sebaliknya, para pengembang juga harus jujur dan
konsisten dalam melaksanakan aturan tersebut. Jujurdalam arti tidak memanipulasi data jumlah rumahyang telah dibangunnya sehingga bisa diketahui berapabanyak rumah menengah dan sederhana yang harusdibangun. Hal ini penting karena kesuksesan pelaksanaanaturan hunian berimbang antara lain berada di pundakpengembang.
Harus diakui, sampai saat ini memang masih munculsejumlah persoalan. Antara lain lokasi pembangunanhunian berimbang, apakah berada dalam satu
Hunian Berimbang,
Antara Teori dan Realita
Wacana
sumberill.:istmewa
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
27/60
Edisi 2
Tahun 2011
hamparan atau bisa di lokasi lain. Ini terutamamenyangkut lahan yang terbatas dan harganya yangmahal. Tentu tidak mungkin jika ada pengembang yangmembangun rumah mewah di Jakarta terus diharuskanmembangun rumah menengah dan sederhana di lokasiyang sama karena harga tanahnya yang mahal.
Selain itu, juga muncul perdebatan tentang komposisiidealnya, apakah tetap 1:3:6 atau menggunakan aturanlain yang sesuai dengan perkembangan saat ini. Halitulah yang harus diakomodir oleh Peraturan MenteriNegara Perumahan Rakyat (Permenpera) tentang hunianberimbang yang akan segera diterbitkan. Ini penting demimenjamin eektivitas pelaksanaannya nanti.
Dalam berbagai kesempatan, Menpera SuharsoMonoara mengatakan, pihaknya memastikan awalsemester kedua tahun ini peraturan tentang hunianberimbang akan segera diterbitkan. Kami akan dorongagar pola hunian berimbang ini dapat diberlakukankembali. Itulah amanah UU PKP yang baru disahkanDPR di penghujung tahun lalu.
Menurutnya, dalam UU PKP pengembang wajibmenyediakan sekian persen lahan untuk perumahanbagi MBR.Namun pihaknya belum bisa menjelaskanberapa persentasenya. Saat ini pihaknya bersamaasosiasi pengembang sudah mulai melakukan penda-taan mengenai perusahaan properti milik pengembangperumahan berikut anak perusahaannya, termasuk jenisproyek yang sedang dikerjakan. Data ini penting agardapat diketahui berapa unit rumah sederhana yang wajibdibangun pengembang bersangkutan, perbandingan totalrumah menengah atas yang dibangun grup pengembangtersebut.
Tentu kita berharap aturan tentang hunianberimbang ini bisa tersosialisasi dan terlaksana denganbaik. Sebab pada dasarnya konsep hunian berimbangmengandung prinsip-prinsippro poor,pro greendanpro growth. Tentunya, terpentingprogram inrastruktur
di berbagai sektor terutama di bidang perumahan,permukiman, dan perhubungan, perlu dipadukan untukmewujudkan kawasan yang asri dan menjamin kualitaskehidupan penduduknya.
Demikian juga asilitas pendidikan dan perdaganganperlu dipadukan. Hanya keterpaduan pembangunanasilitas inilah yang akan menghasilkan kawasanpermukiman yang diminati masyarakat dari semuagolongan. Inilah yang dijalankan Housing DevelopmentBoard(HDB) di Singapura, KNHC di Korea Selatan,dan URA di Jepang.
Tidak kalah pentingnya adalah kontribusi PemerintahDaerah. Caranya dengan memberikan kemudahan dalamperizinan bagi para pengembang untuk membangunrumah. Biaya siluman yang selama ini banyak dikeluhkanpengembang harus segera dihilangkan. Jika ini terjadi,pembangunan perumahan bagi MBR akan lebih cepatberjalan.
Kita boleh berharap tinggi akan kesuksesanpelaksanaan pembangunan hunian berimbang demimeningkatkan derajat kesejahteraan masyarakatkhususnya MBR. Tapi jika tidak ada sinergi, kejujuran,dan komitmen semua pihak terkait, tentu harapan ituhanya angan-angan belaka. Sebagai salah satu anakbangsa, saya akan sangat bersedih jika hal itu ternyatamenjadi kenyataan.
Anjar Fahmiarto (Forwapera)
sumberfoto:ismewa
27
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
28/6028
Sidang Governing Council ke-23 (GC-23) United
Nations Human Settlements Programme (UN-Habitat) dengan tema Sustainable Urban De-
velopment through Expanding Equitable Access to Land,Housing, Basic Services and Inrastructuretelah diselengga-rakan pada tanggal 11-15 April 2011 di Nairobi. Sidangdihadiri negara-negara anggota, badan-badan PBB, danMitra Agenda Habitat yang terdiri dari pemerintahdaerah, organisasi non-pemerintah, lembaga donor, or-ganisasi masyarakat madani, dan organisasi internasional/swasta lainnya.
GC23 UN-Habitat dibuka secara resmi oleh Presiden
Kenya, Mwai Kibaki, dan diisi dengan sambutan dari Mr.Achim Steiner, Direktur Eksekuti UNEP, Sekjen PBBBan Ki-moon yang dibacakan Wakil Direktur UN-Ha-bitat Mrs. Inga Bjork-Klevby, dan dr. Joan Clos, Direk-tur Eksekuti UN-Habitat. Beberapa hal yang menjadiperhatian dalam sesi pembukaan adalah:
Peningkatan urbanisasi global yang tinggi (saat inia.sudah lebih dari separuh dan diperkirakan tahun 2050mencapai 70%) dihadapkan pada berbagai tantangantermasuk kemiskinan, transportasi, kurangnya la-pangan pekerjaan, tumbuhnya permukiman kumuh
dan inormal serta perubahan iklim.Perlunya inovasi kebijakan dan program yang prob.rakyat miskin serta berbagi pengalaman antarnegaradalam menangani masalah urbanisasi.Hasil pembahasan GC23 UN-Habitat merupakanc.peluang penting agar agenda pembangunan perkotaanyang berkelanjutan sebagai tema utama pertemuandapat tereeksikan di dalam konerensi PBB tentangPembangunan Berkelanjutan (Rio +20) yang akandigelar tahun 2012 di Rio de Janeiro, Brasil.Perlunya mengembalikan penanganan perkotaand.
melalui perencanaan bagi pemenuhan kebutuhan
dasar perkotaan (basic urban planning), yaitu denganmenekankan kepada pentingnya penataan pola dan
jaringan jalan, pencadangan lahan untuk kepenting-an umum (land as common goods), dan penyediaanpelayanan dasar perkotaan (urban services); menyi-apkan kelembagaan dan tata penyelenggaraan kota;serta mendorong tumbuhnya ekonomi perkotaan,khususnya penciptaan lapangan pekerjaan. Pena-nganan perkotaan yang baik harus mampu mencegahterjadinya urban sprawl(perkembangan kota secarasporadis), yang menyebabkan hilangnya potensi
ekonomi urbanisasi dan aglomerasi.Sidang juga telah memilih Mr. Vincent Karega,
Menteri Inrastruktur Rwanda, sebagai Presiden Govern-ing Council 2011-2013 dengan dibantu oleh 3 wakilpresiden dan 1 Rapporteurdari Chili (mewakili AmerikaLatin), Cina (mewakilil Asia), Rusia (mewakili EropaTimur) dan Finlandia.
High-Level SegmentSesi High-level Segmenttelah membahas mengenai
tema utama pertemuan yaitu pembangunan perkotaan
yang berkelanjutan melalui perluasan akses kepada lahan,perumahan, dan pelayanan serta inrastruktur dasar. Padasesi ini, Menteri Perumahan Rakyat RI menyampaikanpernyataan, baik dalam kapasitas sebagai Ketua Delrimaupun sebagai KetuaAsia Pacifc Ministerial Coner-ence on Housing and Urban Development(APMCHUD).Pokok-pokok pernyataan Ketua Delri sebagai berikut:
Rencana Implementasi Solo yang dihasilkan dalamAPMCHUD ke-3 memberikan kerangka kerja untukpemberdayaan masyarakat dalam menghadapi tan-tangan regional melalui kerjasama dan pertukaran
Governing Council ke-23 UN-Habitat11-15 April 2011
Governing Council ke-23 UN-Habitat11-15 April 2011
Wacana
sumber foto: Delegasi RI
-
7/31/2019 Lingkungan Hunian Berimbang. Media Komunikasi Komunitas Perumahan 'INFORUM' Edisi 2 Tahun 2011
29/60
Edisi 2
Tahun 2011
29
praktek unggulan (best practices).Perlunya mobilisasi dana yang inovati dan tidak ber-gantung pada dana publik, dengan memberdayakandana swasta dan masyarakat untuk rehabilitasi danpencegahan bencana.Perlunya perkuatan jejaring kerja antarpemerintah,swasta dan masyarakat untuk menjawab tantanganmeningkatnya kemiskinan, kesenjangan sosial ekono-mi dan sektor inormal.
Ajakan kerjasama UN-Habitat dan mitra AgendaHabitat untuk mendukung Regional Center or Com-munity Empowerment in Housing and Urban Develop-ment(RC-CEHUD) menjadi center o excellencedikawasan Asia-Pasik.Komitmen Indonesia untuk persiapan konerensiHabitat III tahun 2016.
Sesi dialog
Pembahasan sesi pagi bertopik Sustainable UrbanDevelopment Trough Equitable Access to Basic Services AndInrastructure menampilkan beberapa panelis yaitu dariunsur Pemerintah (Menteri Perumahan Maroko); Mitra
Agenda Habitat (Global Parliamentarians or Habitat danShack/Slum Dwellers International); serta akademisi (DeltUniversity o Technology, Belanda). Hal-hal pokok yangmengemuka selama sesi ini yaitu:
Terdapat kesepakatan bahwa lahan merupakankomponen kritis untuk perumahan, inrastrukturdan pelayanan, terutama bagi masyarakat berpeng-hasilan rendah dan rentan. Mengingat jumlahnyayang terbatas, diperlukan kebijakan, undang-undangataupun sistem yang menjamin kepemilikan lahan.Hasil studi negara-negara dunia menunjukkan bahwadukungan kebijakan yang inovati dalam kerangkatata-kelola pertanahan yang baik dapat meningkatkanakses masyarakat berpenghasilan rendah (low incomecommunities) ke tanah dan perumahan.Terdapat pandangan bahwa perumahan memainkanperan sentral dalam pengembangan ekonomi melaluipenciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinandan promosi praktik pembangunan rumah yangberkesinambungan dan ramah lingkungan. Statistikmenunjukkan bahwa sektor perumahan menyum-bangkan hampir 20 persen pembentukan modaldalam Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara.Untuk kawasan kumuh, program slum upgradingand prevention dapat menjadi alat Pemerintah dalammengembangkan akses terhadap perumahan berbiayarendah dan mengendalikan jejak kaki (ootprint) perko-
taan dan pada akhirnya merupakan kontribusi kotaterhadap upaya pencapaian sustainable development.Dialog pada sesi sore yang membahas Equitable Access
to Basic Services and Inrastructure, menghadirkan panelisunsur Pemerintah (Menteri Inrastruktur Rwanda danpejabat senior Kementerian Perumahan Sri Lanka); peme-rintah daerah (Walikota Harare, Zimbabwe); dan Mitra
Agenda Habitat (World Business Council or SustainableDevelopment). Hal-hal yang mengemuka antara lain:
Perencanaan dan penyediaan layanan dasar merupakanbagian penting bagi pengembangan kota berkelan-
jutan, termasuk diantaranya energi, transportasi, airdan sanitasi. Akses terhadap jasa-jasa ini adalah aktorpenentu lokasi berkumpulnya populasi dan mempe-ngaruhi pertumbuhan serta pengembangan mereka.Terdapat kesamaan pandangan bahwa diperlukankolaborasi erat antara berbagai sektor pemerintahan,pihak swasta dan masyarakat madani, serta pening-katan dan penguatan kerangka peraturan.Kesetaraan akses terhadap layanan dasar membutuh-kan investasi dalam jumlah yang tidak kecil. Namundemikian, disadari bahwa akses ini memiliki potensi
jangka panjang menujugreen growth melalui pen-ciptaan lapangan kerja, terutama untuk kaum miskin.Pada kedua sesi, mayoritas peserta sependapat bahwa
pemerintah, organisasi internasional, dan mitra AgendaHabitat (institusi keuangan, kelompok masyarakat,organisasi proesi, dan lain-lain) memainkan peran kuncidan harus bekerjasama dalam peningkatan akses terhadaptanah, perumahan, pelayanan dasar dan inrastruktur.
Catatan AkhirPertemuan GC UN-Ha
top related