lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/5865/5/bab ii.pdf16 . bernilai...
Post on 21-May-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
15
BAB II
TELAAH LITERATUR
2.1 Sistem Informasi
Menurut Kusrini (2007:1) peran sistem informasi terhadap kemajuan organisasi
sudah tidak diragukan lagi. Dengan dukungan sistem informasi yang baik maka
sebuah perusahaan akan memiliki berbagai keuntungan kompetitif sehingga
mampu bersaing dengan perusahaan lain. Pemanfaatan komputer sebagai alat
kerja bantu, khusunya sebagai media pengolah data, baik yang berskala besar
maupun skala kecil pun berkembang dengan pesat. Itu semua berkat kemajuan
teknologi yang didorong oleh keinginan manusia untuk dapat melakukan
pekerjaan dengan cepat, tepat dan aman.
Kata sistem mempunyai beberapa pengertian, tergantung dari sudat
pandang mana kata tersebut didefinisikan. Pendekatan sistem yang lebih
menekankan pada elemen-elemen atau komponennya mendefinisikan sistem
sebagai sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang dimaksudkan
untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian di dalam suatu sistem, komponen-
komponen ini tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, tetapi sebaliknya, saling
berhubungan hingga membentuk satu kesatuan sehingga tujuan sistem itu dapat
tercapai (Kusrini, 2007:7). Sedangkan informasi adalah data yang sudah diolah
menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat dalam
pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber informasi. Data belum
memiliki nilai sedangkan informasi sudah memiliki nilai. Informasi dikatakan
16
bernilai bila manfaatnya lebih besar dibanding biaya untuk mendapatkannya.
Menurut Kusrini (2007) informasi yang berkualitas memiliki 3 kriteria, yaitu
1. Akurat (accurate)
Informasi harus bebas dari kesalahan, tidak bias ataupun menyesatkan.
Akurat juga berarti bahwa informasi itu dapat dengan jelas mencerminkan
maksudnya.
2. Tepat pada waktunya (timeliness)
Informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat. Di dalam
pengambilan keputusan, informasi yang sudah usang tidak lagi bernilai.
Bila informasi datang terlambat sehingga pengambilan keputusan
terlambat dilakukan, hal itu dapat berakibat fatal bagi perusahaan.
3. Relevan (relevance)
Informasi yang disampaikan harus mempunyai keterkaitan dengan
masalah yang akan dibahas dengan informasi tersebut. Informasi harus
bermanfaat bagi pemakainya. Di samping karakteristik, nilai informasi
juga ikut menentukan kualitasnya. Nilai informasi (value of information)
ditentukan oleh dua hal, yaitu manfaat dan biaya untuk mendapatkannya.
Suatu informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih besar dibanding
biaya untuk mendapatkannya.
Untuk menghasilkan informasi yang berkualitas maka dibuatlah sistem
informasi. Laitch dan Bavis dalam Kusrini (2007) mendefiniskan sistem informasi
sebagai suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan
pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan
17
strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-
laporan yang diperlukan. Sedangkan definisi umum sistem informasi adalah
sebuah sistem yang terdiri atas rangkaian subsistem informasi terhadap
pengolahan data untuk menghasilkan informasi yang berguna dalam pengambilan
keputusan.
Menurut Sutabri (2012) beberapa manfaat atau fungsi dari adanya sistem
informasi khususnya di bidang akuntansi antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dan menyimpan data tentang aktivitas dan transaksi.
2. Memproses data menjadi informasi yang dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan.
3. Melakukan kontrol secara tepat terhadap aset organisasi.
Dalam suatu sistem informasi terdapat komponen-komponen sebagai
berikut: (Kusrini, 2007:9)
1. Perangkat keras (hardware), mencakup berbagai piranti fisik seperti
komputer dan printer.
2. Perangkat lunak (software) atau program, yaitu sekumpulan instruksi yang
memungkinkan perangkat keras memproses data.
3. Prosedur, yaitu sekumpulan aturan yang dipakai untuk mewujudkan
pemrosesan data dan pembangkitan keluaran yang dikehendaki.
4. Orang, yaitu semua pihak yang bertanggung jawab dalam pengembangan
sistem informasi, pemrosesan dan penggunaan keluaran sistem informasi.
5. Basis data (database), yaitu sekumpulan tabel, hubungan dan lain-lain
yang berkaitan dengan penyimpanan data.
18
6. Jaringan komputer dan komunikasi data, yaitu sistem penghubung yang
memungkinkan sumber (resources) dipakai secara bersama atau diakses
oleh sejumlah pemakai.
2.2 Tecnology Acceptance Model (TAM)
Dalam Laihad (2013) dijelaskan Technology Acceptance Model (TAM)
merupakan salah satu teori tentang penggunaan sistem teknologi informasi yang
dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk menjelaskan
penerimaan individual terhadap penggunaan sistem teknologi informasi. Teori ini
merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA) oleh Ajzen dan
Fishbein (1980). Davis (1989) dalam Laihad (2013) menyatakan TAM merupakan
model yang digunakan untuk memprediksi penerimaan pengguna terhadap
teknologi berdasarkan dua variabel, yaitu persepsi kegunaan (perceived
usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use). Persepsi
kegunaan (perceived usefulness) didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan
pengguna bahwa dengan menggunakan suatu item, maka akan dapat
meningkatkan kinerja pengguna tersebut. Sedangkan persepsi kemudahan
penggunaan (perceived ease of use) didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan
pengguna bahwa sistem dapat digunakan dengan mudah dan dapat dipelajari
sendiri.
Dalam penelitian kali ini, dilandasi dengan teori TAM yang sudah
dimodifikasi dengan menambahkan beberapa variabel independen yang dianggap
berpengaruh terhadap penggunaan e-Filing dan menghilangkan variabel yang
19
dianggap tidak berpengaruh terhadap penggunaan e-Filing. Adanya perbedaan
mengenai persepsi kegunaan (perceived usefulness), persepsi kemudahan
(perceived ease of use), dan kepuasan pengguna terhadap penggunaan e-Filing
menjadi penentu sistem ini dapat diterima atau tidak oleh masyarakat yang akan
menetukan apakah masyarakat akan menggunakan sistem e-Filing.
2.3 Pengertian, Fungsi, Jenis, dan Subjek Pajak
Menurut Waluyo (2011), pembangunan nasional adalah kegiatan yang
berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat
merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan
pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa
atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang
berasal dari dalam negeri berupa pajak. Di Indonesia, pajak merupakan sumber
pendapatan Negara yang cukup potensial untuk dapat mencapai keberhasilan
pembangunan. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna
bagi kepentingan bersama. Sehingga pemerintah semakin giat mendorong
masyarakat agar dapat membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang
perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
20
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Berikut pengertian pajak yang dikemukakan para
ahli lainnya dalam Mardiasmo (2011) adalah sebagai berikut:
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Soemitro, yaitu:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat
jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.”
Dalam Mardiasmo (2011) dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
pajak memiliki unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah
negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan Undang-Undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
3. Tanpa timbal jasa atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukkan
adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Dalam Resmi (2013), umumnya dikenal ada dua fungsi utama dari pajak,
yakni fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend
(pengatur).
21
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin
maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah
berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untukkas Negara.
Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi
pemungutan pajak melalui penyempurnaan berbagai jenis pajak seperti
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), dan lain-lain.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang
keuangan. Dengan fungsi mengaturnya tersebut pajak digunakan sebagai
suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar
tujuan fiskal dan umumnya membantu usaha pemerintah untuk campur
tangan dalam mengatur dan bila perlu mengubah susunan pendapatan dan
kekayaan sektor swasta.
Menurut Mardiasmo (2011), terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut
sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.
22
I. Menurut Golongannya
1. Pajak Langsung: pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan
2. Pajak Tidak Langsung: pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
II. Menurut Sifatnya
1. Pajak Subjektif: pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan
2. Pajak Objektif: pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang
Mewah.
III. Menurut Lembaga Pemungutnya
1. Pajak Pusat: pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, dan Bea Materai.
23
2. Pajak Daerah: pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas :
a. Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak
Hiburan.
Menurut Resmi (2013), Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah segala
sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi
sasaran utama untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Subjek Pajak akan dikenakan
Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. jika Subjek Pajak telah memenuhi
kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif, maka disebut Wajib Pajak.
Dalam Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang KUP menyebutkan bahwa Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, Subjek Pajak
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Subjek Pajak orang pribadi: orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat
bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak: warisan yang belum terbagi sebagai satu
24
kesatuan merupakan Subjek Pajak Pengganti, menggantikan mereka yang
berhak yaitu ahli waris. Penunjukkan warisan yang belum terbagi sebagai
Subjek Pajak Pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksakan.
3. Subjek Pajak Badan: badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha milik aerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Subjek Pajak Badan Usaha Tetap (BUT): bentuk usaha tetap adalah bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia, orang yang berada di Indonesia untuk menjalankan suatu
usaha atau melaksanakan kegiatan di Indonesia.
2.4 Surat Pemberitahuan (SPT)
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, Wajib Pajak
diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) baik masa maupun
tahunan, terkait hasil penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang.
Penyampaian SPT harus dilaksanakan sebelum jatuh tempo pelaporan pajak,
25
sedangkan pembayaran pajak harus dilaksanakan sebelum jatuh tempo
pembayaran. Pelanggaran terhadap jatuh tempo pelaporan maupun pembayaran
akan berakibat pada timbulnya sanksi administrasi berupa denda, bunga, atau
kenaikan.
Berikut batas waktu pembayaran dan Pelaporan untuk kewajiban perpajakan
bulanan: (Sumber: www.pajak.go.id)
No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan
Masa
1 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
2 PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
3 PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
4 PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
5 PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk
Wajib Pajak orang pribadi dan badan
Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
6 PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk
Wajib Pajak kriteria tertentu yang
diperbolehkan melaporkan beberapa
Masa Pajak dalam satu SPT Masa
Akhir masa Pajak terakhir Tgl.20 setelah berakhirnya
Masa Pajak terakhir
7 PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh
Bea Cukai
1 hari setelah dipungut Hari kerja terakhir minggu
berikutnya (melapor secara
mingguan)
8 PPh Pasal 22 - Bendahara Pemerintah Pada hari yang sama saat
penyerahan barang
Tgl. 14 bulan berikut
26
9 PPh Pasal 22 - Pertamina Sebelum Delivery Order
dibayar
10 PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
11 PPN dan PPn BM - PKP Akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa
Pajak dan sebelum SPT
Masa PPN disampaikan
Akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa
Pajak
12 PPN dan PPn BM - Bendaharawan Tgl. 7 bulan berikut Tgl. 14 bulan berikut
13 PPN & PPn BM - Pemungut Non
Bendahara
Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
14 PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15,21,23,
PPN dan PPnBM Untuk Wajib Pajak
Kriteria Tertentu
Sesuai batas waktu per SPT
Masa
Tgl.20 setelah berakhirnya
Masa Pajak terakhir
Berikut batas waktu pembayaran dan pelaporan untuk kewajiban perpajakan
tahunan: (Sumber: www.pajak.go.id)
No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan
Tahunan
1 PPh - Orang
Pribadi
Sebelum SPT Tahunan PPh
disampaikan
akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun
atau bagian tahun Pajak
2 PPh - Badan Sebelum SPT Tahunan PPh
disampaikan
akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun
atau bagian tahun Pajak
3 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT
----
27
Menurut Suhartono dan Wirawan (2010) sanksi perpajakan terkait
pembayaran pajak terdiri dari:
A. Sanksi Administrasi
Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dalam hal
sebagai berikut.
1. Pembayaran atau penyetoran pajak suatu saat atau bulanan dilakukan
setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.
Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal
jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
2. Pembayaran PPh kurang dibayar akhir tahun (PPh Pasal 29) dilakukan
setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan.
Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari
berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
3. Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), serta Surat
Keputusan Pembetulan (SK Pembetulan), Surat Keputusan Keberatan
(SK Keberatan), Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali,
yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah,
pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar. Jumlah
28
pajak yang tidak atau kurang itu dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang
dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan
atau tanggal diterbitkannya STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh
1 (satu) bulan.
4. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak juga dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus
dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
B. Sanksi Pidana (www.pajak.go.id)
1. Setiap orang yang karena kealpaannya :
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau
b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan
perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang
pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau
dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1
(satu) tahun.
29
2. Setiap orang yang dengan sengaja :
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak; atau
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok
Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan SPT; atau
d. menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap; atau
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau - memperlihatkan
pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan
yang sebenarnya; atau
f. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lainnya; atau
g. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik
atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia ;
atau
h. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
30
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar. Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan
pidana 2 (dua) kali lipat dari ancaman pidana yang diatur
sebagaimana butir 2.
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak
pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau
Pengukuhan PKP, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak
atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi
atau pengkreditan yang dilakukan.
4. Setiap orang yang dengan sengaja :
31
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran
pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran
pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur
pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau
bukti setoran pajak.
5. Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari
Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan,
yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan.
Dalam Mardiasmo (2011) menyatakan apabila Surat Pemberitahuan tidak
disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu
perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan dikenakan sanksi administrasi
berupa denda sebesar:
a. Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai,
b. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa
lainnya,
32
c. Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan,
d. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Suhartono dan Wirawan (2010) menyatakan sanksi administrasi berupa
kenaikan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya meskipun telah
ditegur secara tertulis dan terdapat jumlah pajak yang kurang bayar. Jumlah pajak
yang kurang dibayar dalam SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar)
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sesuai ketentuan dengan
Pasal 13 ayat 3 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu:
a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu tahun pajak (PPh Badan atau PPh Orang Pribadi);
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan
dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor
(Pemotongan/pemungutan PPh);
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Menurut Mardiasmo (2011) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan,
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
33
tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh
Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Setiap orang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isisnya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan
tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda
paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1
(satu) tahun.
Dalam Mardiasmo (2011), setiap orang yang dengan sengaja tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan
dan/ atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
34
dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi
pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara
yang dijatuhkan.
Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas
waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat
secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak, sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri:
a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas
waktu penyampaiannya diperpanjang;
b. Laporan keuangan sementara; dan
c. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak
yang terutang.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh
Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan
SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
35
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman
surat; atau
d. e-Filing melalui ASP.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dianggap bukan merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT
Tahunan.
Pengertian Surat Pemberitahuan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menyebutkan bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib
Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sedangkan untuk fungsi Surat Pemberitahuan dalam Pasal 3 angka 4 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan menyebutkan mengenai fungsi dari SPT, yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:
a) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1
(satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
36
b) penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek
pajak;
c) harta dan kewajiban; dan/atau
d) pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan
atau pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
2. Bagi Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan
penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang:
a) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
b) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu
Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
3. Bagi Pemotong/Pemungut Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggung-jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetorkan.
Dalam Waluyo (2011), dijabarkan mengenai jenis dan bentuk dari SPT,
seperti berikut ini: Jenis SPT sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 meliputi:
37
1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan, yaitu SPT untuk suatu tahun Pajak atau
bagian tahun pajak.
2. SPT Masa, yaitu SPT untuk suatu masa pajak yang terdiri atas:
a) SPT Masa Pajak Penghasilan;
b) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan
c) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.
Dari jenis SPT, baik SPT Tahunan maupun SPT Masa berbentuk:
1. Formulir kertas (hardcopy); atau
2. E-SPT yaitu data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat
oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan
Direktorat Jenderal Pajak. SPT Tahunan terdiri dari SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan.
Menurut Waluyo (2011) jenis-jenis SPT Tahunan Pajak Penghasilan
Orang Pribadi adalah Formulir 1770, 1770 S, dan 1770 SS, sedangkan untuk SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan menggunakan Formulir 1771.
Berikut penjelasan Formulir 1770, 1770 S dan 1770 SS:
1. Formulir 1770, Formulir 1770 adalah formulir SPT Tahunan Pajak
Penghasilan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan
pembukuan atau norma perhitungan penghasilan neto, dari satu atau lebih
38
pemberi kerja, yang dikenakan PPh Final dan/atau bersifat final, dan dari
penghasilan lain. Formulir 1770 S,
2. Formulir 1770 S adalah formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk
Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu atau
lebih pemberi kerja, dalam negeri lainnya, yang dikenakan PPh Final
dan/atau bersifat final. Formulir ini digunakan untuk pegawai/karyawan
yang penghasilannya dari satu pekerjaan dan Penghasilan Bruto
setahunnya lebih dari Rp 60.000.000,00.
3. Formulir 1770 SS, Formulir 1770 SS adalah formulir SPT Tahunan Pajak
Penghasilan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan dari satu pemberi kerja dan tidak mempunyai penghasilan
lainnya kecuali bunga bank dan/atau bunga koperasi. Formulir ini
digunakan untuk pegawai/karyawan yang bekerja hanya pada satu
perusahaan/instansi/ organisasi dengan Penghasilan Bruto setahun tidak
lebih dari Rp60.000.000,00, dan tidak mempunyai penghasilan lain selain
bunga deposito atau tabungan.
Penyampaian SPT oleh Wajib Pajak dapat dilakukan dengan cara:
a. Secara langsung ke KPP/KP2KP atau tempat lain yang ditentukan
(Drop Box, Pojok Pajak, Mobil Pajak Keliling);
b. Melalui pos dengan pengiriman surat atau;
c. Dengan cara lain yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa
kurir dengan bukti pengiriman surat atau e-Filing melalui penyedia
jasa aplikasi atau ASP (Application Service Provider);
39
d. Untuk SPT PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan menggunakan
formulir 1770 S atau 1770 SS, dapat menggunakan aplikasi pada
situs DJP (www.pajak.go.id) berupa aplikasi e-Filing
(https://efiling.pajak.go.id).
2.5 Penggunan E-Filing
Terkait dengan bidang perpajakan, salah satu bentuk penerapan sistem informasi
adalah pengembangan layanan pelaporan SPT secara online (e-Filing). Pada e-
Filing terdapat banyak aplikasi teknologi baik dalam bentuk perangkat keras
(hardware) seperti komputer, juga perangkat lunak (software) seperti jaringan
internet dan piranti-piranti yang mampu meningkatkan aktivitas perpajakan dan
wajib pajak sebagai pengguna. Langkah ini mengikuti beberapa negara yang
tergolong maju yang telah lebih dulu memperkenalkan e-Filing. Belajar dari
pengalaman negara maju tersebut, Direktorat Jenderal Pajak melihat bahwa
penggunaan e-Filing memberikan keuntungan bagi semua pihak, tidak hanya bagi
wajib pajak dan otoritas perpajakan saja, tapi juga ramah lingkungan (go green).
Dari sisi wajib pajak, pelaporan dengan menggunakan e-
Filing memberikan keleluasaan terkait waktu dan tempat. Wajib pajak dapat
menggunakan aplikasi e-Filing kapan saja, tidak lagi terbatas pada hari dan jam
kerja, karena e-Filing dapat juga diakses pada hari libur dan selepas jam kerja.
Wajib pajak juga tak perlu lagi mengantri dan menghabiskan waktunya yang
berharga di Kantor Pelayanan Pajak hanya untuk menunggu tanda terima SPT
Tahunan. e-Filing juga memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam mengisi
40
SPT Tahunan PPh-nya. Wajib pajak tidak perlu lagi bingung mengisi SPT
Tahunan PPh, karena wajib pajak akan dipandu oleh wizard aplikasi ini. Wajib
Pajak hanya perlu menjawab pertanyaan yang muncul di layar komputer maupun
tablet yang dipakai dan Wajib pajak tidak perlu menggunakan kertas dalam
menyusun SPT Tahunan PPh-nya apabila menggunakan aplikasi ini.
Bagi Direktorat Jenderal Pajak, penggunaan aplikasi e-Filing juga
meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran. Anggaran pengadaan maupun
pemeliharaan berkas dapat dikurangi. Demikian pula anggaran untuk mencetak
formulir SPT Tahunan dapat diminimalkan. Dari sisi sumber daya manusia,
Direktorat Jenderal Pajak yang saat ini sedang kekurangan pegawai dapat
memaksimalkan pegawai yang ada untuk meningkatkan pelayanan lain,
melakukan penggalian potensi perpajakan dan melakukan penegakan hukum di
bidang perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak menargetkan jumlah pengguna program e-Filing
dalam pelaporan Surat Pemberitahuan pajak (SPT) Wajib Pajak tahun 2015
mencapai 2 juta. Beberapa langkah yang tengah disiapkan adalah, seperti
mendorong Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja pada perusahaan besar untuk
menggunakan e-Filing dan membuka kelas pajak tentang e-Filing. Untuk Pegawai
Negeri Sipil (PNS), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mendorong
Kementerian lain untuk menggunakan e-Filing.
E-Filing adalah fasilitas yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak
untuk memudahkan Wajib Pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT). E-Filing juga dapat dikatakan sebagai suatu cara penyampaian
41
SPT atau penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan secara
elektronik yang dilakukan secara online yang realtime melalui website Direktorat
Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application
Service Provider (ASP). Sehingga Wajib Pajak (WP) tidak perlu lagi melakukan
pencetakan semua formulir laporan dan menunggu tanda terima secara manual.
Online berarti bahwa Wajib Pajak dapat melaporkan pajak melalui internet
dimana saja dan kapan saja, sedangkan kata realtime berarti bahwa konfirmasi
dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat diperoleh saat itu juga apabila data-
data Surat Pemberitahuan (SPT) yang diisi dengan lengkap dan benar telah sampai
dikirim secara elektronik.
Akan tetapi, sistem e-Filing juga memiliki keterbatasan, sistem e-Filing
sangat bergantung kepada internet karena internet merupakan faktor utama dalam
penggunaan e-Filing. Koneksi internet yang baik sangat diperlukan dalam
penggunaan e-Filing. Apabila koneksi internet tidak stabil maka dapat
menghambat proses dari penggunaan e-Filing. Khusus untuk Wajib Pajak yang
bertempat tinggal di daerah terpencil atau desa, internet masih sangat sulit
didapatkan sehingga Wajib Pajak tidak dapat menggunakan e-Filing mengingat
sistem e-Filing sangat banyak memberikan manfaat bagi Wajib Pajak. Selain itu
pendidikan juga menjadi salah satu faktor Wajib Pajak dalam penggunaan e-
Filing. Tingkat pendidikan yang rendah menghambat Wajib Pajak dalam
penggunaan fasilitas e-Filing dikarenakan Wajib Pajak masih belum fasih dalam
menggunakan komputer. Komputer merupakan media yang digunakan Wajib
Pajak dalam menggunakan e-Filing.
42
Layanan melalui situs pajak, saat ini hanya dapat dipergunakan Wajib
Pajak Orang Pribadi yang memenuhi kriteria untuk menyampaikan SPT Tahunan
menggunakan Formulir SPT Tahunan 1770 S atau Formulir SPT Tahunan 1770
SS dapat menyampaikan SPT Tahunan secara e-Filing melalui website Direktorat
Jenderal Pajak (www.pajak.go.id). Sedangkan Wajib Pajak yang lain dapat
memanfaatkan layanan e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi. Secara umum,
penyampaian SPT atau penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan
secara elektronik melalui e-Filing diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-48/PJ/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerimaan dan
Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan tanggal 30 Desember 2011.
Secara khusus, penyampaian SPT atau penyampaian Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik melalui e-Filing pada situs
Direktorat Jenderal Pajak diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-39/PJ/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Menggunakan Formulir 1770 S atau 1770 SS
secara e-Filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id)
tanggal 23 Desember 2011.
Menurut Kirana (2010), alat kelengkapan e-Filing meliputi Penyedia Jasa
Aplikasi (ASP), Surat permohonan memperoleh e-FIN, e-FIN atau Electronic
Filing Identification Number, Digital Certificate, e-SPT, bukti penerimaan e-SPT.
Penjelasan mengenai alat kelengkapan e-Filing adalah sebagai berikut:
43
1. ASP atau Application Service Provider atau Penyedia Jasa Aplikasi adalah
perusahaan yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
dapat menyalurkan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara
elektronik langsung ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
2. Surat Permohonan memperoleh e-FIN adalah surat yang diajukan oleh
Wajib Pajak sebagai permohonan untuk melaksanakan e-Filing.
3. E-FIN atau Electronic Filing Identification Number adalah nomor identitas
yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat terdaftar
kepada Wajib Pajak (WP) yang mengajukan permohonan e-Filing. E-FIN
ini tidak sama dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4. Digital Certificate adalah sebuah sertifikat berbentuk digital yang
diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk kepentingan
pengamanan data SPT. Sertifikat ini mirip dengan sertifikat yang diberikan
oleh pihak yang berkompeten untuk menjamin validitas transaksi saat
melakukan pembayaran secara online. Sertifikat ini digunakan untuk
proteksi data SPT dalam bentuk encryption (pengacakan) sehingga hanya
bisa dibaca oleh sistem tertentu (dalam hal ini sistem penerimaan SPT ASP
dan Direktorat Jenderal Pajak) dengan nama dan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) tertentu pula.
5. E-SPT adalah Surat Pemberitahuan Masa atau Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) yang berbentuk formulir elektronik (Compact Disk) yang
merupakan pengganti lembar manual SPT. E-SPT ini tersedia untuk
berbagai jenis laporan dan dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak
44
(KPP) dimana wajib pajak terdaftar. E-SPT ini juga dapat dibeli melalui
layanan pajak.
6. Bukti Penerimaan SPT Elektronik adalah bukti penerimaan Surat
Pemberitahuan (SPT) yang dikirimkan lewat Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)
secara online. Fungsi bukti penerimaan ini adalah sama dengan bukti
penerimaan SPT secara offline.
Untuk dapat melakukan e-Filing, melalui tiga tahapan utama. Dua tahapan
yang pertama hanya dilakukan sekali saja. Sedangkan tahapan ketiga dilakukan
setiap menyampaikan SPT. Ketiga tahapan tersebut meliputi: (www.pajak.go.id)
1. Mengajukan permohonan e-FIN ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat yang
merupakan nomor identitas WP bagi pengguna e-Filing. Karena hanya
sekali digunakan, Anda hanya perlu sekali saja mengajukan permohonan
mendapatkan e-FIN tersebut. Berikut prosedur pengajuan permohonan
untuk mendapatkan e-Fin:
a) mengisi dan menandatangani Formulir Permohonan e-FIN;
b) melampirkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
atau Surat Keterangan Terdaftar dan Kartu Tanda Penduduk;
c) menunjukkan surat kuasa khusus bermeterai dan fotokopi identitas
Wajib Pajak dalam hal permohonan disampaikan oleh kuasa Wajib
Pajak;
d) membawa kartu identitas diri Wajib Pajak atau kuasanya untuk
ditunjukkan kepada petugas pajak.
45
2. Mendaftarkan diri sebagai WP e-Filing di situs DJP paling lama 30
hari kalender sejak diterbitkannya e-Fin. Berikut cara pendaftaran e-
filing di situs DJP:
a) Buka menu e-Filing di website DJP www.pajak.go.id
b) Lakukan registrasi akun e-Filing dengan mengisi Form
Registrasi e-Filing;
c) Pastikan alamat email dan nomor telepon seluler yang
dimasukan pada form registrasi valid dan aktif;
d) Wajib Pajak akan menerima username, password dan tautan
aktivasi akun e-Filing melalui email yang telah didaftarkan
oleh Wajib Pajak, jika registrasi berhasil;
e) Klik link tautan aktivasi akun e-Filing atau salin link tersebut
ke browser untuk mengaktifkan akun e-Filing;
f) Lakukan login ke akun e-Filing dengan NPWP sebagai
username.
3. Menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi secara e-
Filing melalui situs DJP melalui langkah-langkah sebagai berikut,
yaitu:
a) Wajib Pajak melakukan login pada akun e-Filing dengan
memasukan username dan password, kemudian memilih menu
sesuai dengan jenis SPT yang hendak disampaikan;
46
b) Pemilihan menu tersebut akan mengarahkan Wajib Pajak
kepada aplikasi e-SPT yang sesuai dengan jenis SPT yang
dipilih;
c) Wajib Pajak mengisi SPT Tahunan secara online melalui
aplikasi e-SPT dengan memasukan data yang benar, jelas dan
lengkap pada setiap elemen e-SPT. Petunjuk dan tata cara
pengisian yang tersedia dalam website akan memberikan
panduan kepada Wajib Pajak;
d) Dalam hal hasil pengisian aplikasi e-SPT menunjukan status
kurang bayar, maka Wajib Pajak harus mencantumkan Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti
pembayaran. NTPN dapat diperoleh Wajib Pajak setelah
melakukan pelunasan atas jumlah pajak yang kurang dibayar
(PPh Pasal 29).
e) Setelah selesai mengisi e-SPT, Wajib Pajak harus
membubuhkan tanda tangan elektronik atau tanda tangan
digital sebelum disampaikan ke Direktorat Jenderal Pajak.
f) Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut :
1) Wajib Pajak meminta kode verifikasi kepada Direktorat
Jenderal Pajak melalui menu yang telah disediakan dalam
website DJP setelah selesai mengisi e-SPT;
47
2) Kode verifikasi tersebut akan dikirimkan kepada Wajib
Pajak melalui email yang telah didaftarkan oleh Wajib
Pajak pada saat registrasi e-Filing;
3) Wajib Pajak memilih data SPT, kemudian mengirim e-SPT
dengan memilih menu yang tersedia dalam website;
4) Wajib Pajak memasukan kode verifikasi yang telah diterima
melalui email ke dalam kotak isian (field) yang disediakan
pada saat proses pengiriman e-SPT.
Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-Filing) dapat
dilakukan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu
dengan standar waktu adalah Waktu Indonesia bagian Barat (WIB). Dengan
demikian, Surat Pemberitahuan yang disampaikan secara elektronik (e-Filing)
pada akhir batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan yang telah jatuh pada
hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.
Menurut Seddon dan Kiew (1994) dalam Noviandini (2012), penggunaan
sistem merupakan perilaku yang tepat untuk mengukur kesuksesan suatu sistem
informasi yang diterapkan oleh suatu organisasi. Penggunaan sistem informasi ini
memperlihatkan keputusan penggunaan sistem informasi oleh pengguna dalam
menyelesaikan tugas pengguna. Menurut Seddon (1997) dalam Noviandini
(2012), penggunaan sistem banyak digunakan untuk mengukur kesuksesan suatu
sistem informasi. Variabel penggunaan sistem (use) biasanya digunakan untuk
mengukur apakah fungsi suatu sistem informasi secara keseluruhan dapat
digunakan untuk tujuan khusus. Hal ini terkait dengan tujuan khusus sistem e-
48
Filing yang dapat digunakan untuk melaporkan pajak secara online dan realtime.
Penggunaan e-Filing merupakan suatu proses di mana wajib pajak menggunakan
sistem e-Filing untuk melaporkan SPT secara online. E-Filing diciptakan dengan
tujuan memberi keuntungan dan kemudahan bagi pihak Direktorat Jenderal Pajak
dan Wajib Pajak dalam pelaporan SPT.
Dengan adanya e-Filing Wajib Pajak mendapatkan keuntungan yaitu
efisiensi dan efektivitas dalam melakukan proses pelaporan SPT tahunan tanpa
perlu mengkhawatirkan jam kerja operasional kantor pajak karena Wajib Pajak
dapat menggunakan e-Filing tanpa perlu datang ke kantor pajak. Sikap para Wajib
Pajak dalam mengadopsi atau menerima e-Filing mempunyai dampak serius
dalam keberhasilan e-Filing. Jika para Wajib Pajak tidak bersedia menerima e-
Filing, maka e-Filing tidak dapat memberikan manfaat maksimal kepada
Direktorat Jenderal Pajak. Pengukuran penggunaan tersebut berdasarkan frekuensi
penggunaan. Intensitas atau frekuensi dalam penggunaan e-Filing merupakan
ukuran seberapa sering Wajib Pajak melakukan pelaporan SPT dengan
menggunakan e-Filing. Intensitas Wajib Pajak dalam menggunakan e-Filing
tersebut tergantung pada kenyamanan yang mereka rasakan setelah menggunakan
sistem tersebut. Dalam penelitian Noviandini (2012) indikator yang dapat
digunakan dalam mengukur penggunaan sistem adalah frekuensi penggunaan
sistem e-Filing.Berdasarkan kajian di atas indikator yang dapat digunakan dalam
mengukur frekuensi penggunaan sistem adalah (1) Secara keseluruhan mudah
digunakan, (2) Tidak membosankan, (3) Menyederhanakan Proses.
49
2.6 Persepsi Kegunaan (Perceived Usefulness)
Dalam Desmayanti (2012), persepsi kegunaan (perceived usefulness)
didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu teknologi dipercaya
akan mendatangkan manfaat bagi setiap individu yang menggunakannya. Menurut
Davis (1989) dalam Nasution (2009), persepsi kegunaan adalah suatu tingkatan
dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu subyek tertentu akan dapat
meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Persepsi kegunaan didefinisikan
sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu teknologi dipercaya akan
mendatangkan manfaat bagi setiap individu yang menggunakannya. Berdasarkan
definisi tersebut dapat diartikan bahwa kegunaan dari penggunaan e-Filing dapat
meningkatkan kinerja, prestasi kerja orang yang menggunakannya. Persepsi
kegunaan bagi penggunanya berkaitan dengan produktifitas dan efektifitas sistem
tersebut dari kegunaan dalam tugas secara menyeluruh. Menurut Venkatesh dan
Davis (2000) dalam Irmadhani dan Nugroho (2012), persepsi kegunaan (perceived
usefulness) dibagi ke dalam dimensi berikut ini
1. Penggunaan sistem mampu meningkatkan kinerja individu (improves job
performance).
2. Penggunaan sistem mampu menambah tingkat produktivitas individu
(increases productivity).
3. Penggunaan sistem mampu meningkatkan efektifias kinerja individu
(enhances effectiveness).
4. Penggunaan sistem bermanfaat bagi individu (the system is useful).
50
Sedangkan menurut Chin dan Todd (1995) dalam Noviandini (2012)
persepsi kegunaan (perceived usefulness) dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu
(1) persepsi kegunaan dengan estimasi satu faktor, dan (2) persepsi kegunaan
dengan estimasi dua faktor (kebermanfaatan dan efektifitas). Persepsi kegunaan
dengan estimasi satu faktor meliputi dimensi:
1. Menjadikan pekerjaan lebih mudah (makes job easier)
2. Bermanfaat (usefull)
3. Menambah produktifitas (increase productivity)
4. Mempertinggi efektifitas (enchance effectiveness)
5. Mengembangkan kinerja pekerjaan (improve job performance)
Berdasarkan definisi diatas maka kegunaan teknologi dari pengguna dalam
memutuskan penerimaan teknologi tersebut sangat memberikan kotribusi positif
bagi pengguna, yaitu dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan performa
kinerja. Dalam konteks e-Filing di penelitian ini, persepsi kegunaan ini diartikan
sebagai seberapa besar manfaat sistem e-Filing bagi wajib pajak dalam proses
pelaporan SPT. Oleh karena itu, besarnya manfaat yang diperoleh mempengaruhi
perilaku wajib pajak dalam menggunakan sistem tersebut. Dalam penelitian ini
indikator yang digunakan meliputi (1) Meningkatkan perfoma, (2) Meningkatkan
efektifitas, (3) Menjadikan pekerjaan lebih mudah, (4) Menambah produktifitas,
dan (5) Memberikan manfaat, seperti indikator yang digunakan dalam penelitian
Desmayanti (2012).
Dalam konteks e-Filing di penelitian ini, persepsi kegunaan (perceived
usefulness) diartikan sebagai seberapa besar manfaat sistem e-Filing bagi Wajib
51
Pajak dalam proses pelaporan SPT atau tingkatan sejauh mana seseorang yakin
bahwa menggunakan sistem e-Filing akan meningkatkan kinerjanya. Persepsi
kegunaan berkaitan dengan performa dan efektifitas sistem. Oleh karena itu,
besarnya manfaat yang diperoleh mempengaruhi perilaku Wajib Pajak dalam
menggunakan sistem tersebut.
Sistem e-Filing memberikan manfaat berupa pelaporan Surat
Pemberitahuan dapat dilakukan secara cepat dan aman. Setiap Surat
Pemberitahuan pajak yang dikirimkan akan di enkripsi sehingga terjamin
kerahasiannya. Tidak hanya itu, sistem e-Filing dapat membantu wajib pajak
dalam melakukan perhitungan, perhitungan dapat dilakukan secara cepat karena
menggunakan sistem komputer atau fitur yang tersedia. Sistem e-Filing juga
dianggap ramah lingkungan karena tidak menggunakan kertas serta tidak
dikenakan biaya pada saat pelaporan Surat Pemberitahuan. Dengan adanya
manfaat seperti ini, maka diharapkan e-Filing mampu meningkatkan perfoma dan
efektivitas dalam penggunaannya ketimbang dengan pelaporan Surat
Pemberitahuan secara manual
Wiyono (2008) menyatakan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh
signifikan positif terhadap minat perilaku untuk menggunakan efilling. Serta
didukung oleh penelitian yang dilakukan Dewi (2009) menunjukkan bahwa
perceive usefulness berpengaruh siginfikan positif terhadap minat perilaku
penggunaan e-Filing dan dalam penelitian Laihad (2013) menyatakan persepsi
kegunaan (perceived usefulness) berpengaruh terhadap penggunaan e-Filing.
52
Dapat diambil kesimpulan bahwa semakin Wajib Pajak mempersepsikan
e-filling memberikan kegunaan (manfaat) terhadap peningkatan performa dan
efektivitas dalam proses pelaporan Surat Pemberitahuan demi memenuhi
kewajiban perpajakannya, maka Wajib Pajak akan terus menggunakan e-filling.
Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ha1: Persepsi Kegunaan (Perceived Usefulness) berpengaruh positif terhadap
penggunaan E-Flling
2.7 Persepsi Kemudahan (perceived ease of use)
Davis (1989) dalam Nasution (2009) mendefinisikan persepsi kemudahan
(perceived ease of use) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa
teknologi dapat dengan mudah dipahami. Definisi tersebut juga didukung oleh
Wibowo (2006) dalam Nasution (2009) yang menyatakan bahwa persepsi tentang
kemudahan penggunaan sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran
dimana seseorang percaya bahwa teknologi tersebut dapat dengan mudah
dipahami dan digunakan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan
bahwa kemudahan penggunaan mampu mengurangi usaha seseorang baik waktu
maupun tenaga untuk mempelajari sistem atau teknologi karena individu yakin
bahwa sistem atau teknologi tersebut mudah untuk dipahami.
Sistem yang lebih sering digunakan menunjukkan bahwa sistem tersebut
lebih dikenal, lebih mudah dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh
penggunanya. Menurut Pratama (2008) dalam Desmayanti (2012), kemudahan
penggunaan bukan saja kemudahan untuk mempelajari dan menggunakan suatu
53
sistem tetapi juga mengacu pada kemudahan dalam melakukan suatu pekerjaan
atau tugas dimana pemakaian suatu sistem akan semakin memudahkan seseorang
dalam bekerja dibanding mengerjakan secara manual. Venkatesh dan Davis
(2000) dalam Irmadhani dan Nugroho (2012) membagi dimensi persepsi
kemudahan (perceived ease of use) menjadi berikut:
1. Interaksi individu dengan sistem jelas dan mudah dimengerti (clear
and understandable).
2. Tidak dibutuhkan banyak usaha untuk berinteraksi dengan sistem
tersebut (does not require a lot of mental effort).
3. Sistem mudah digunakan (easy to use).
4. Mudah mengoperasikan sistem sesuai dengan apa yang ingin individu
kerjakan (easy to get the system to do what he/she wants to do).
Berdasarkan pengertian di atas, persepsi kemudahan merupakan keyakinan
atau penilaian seseorang bahwa suatu sistem teknologi informasi (e-Filing) yang
akan digunakan tidak merepotkan saat akan digunakan dan mudah dipahami.
Ketika seseorang menilai dan meyakini bahwa suatu sistem informasi mudah
digunakan maka dia akan menggunakannya. Sebaliknya ketika seseorang menilai
dan meyakini bahwa suatu sistem informasi tidak mudah digunakan maka dia
tidak akan menggunakannya. Kemudahan penggunaan dalam konteks ini bukan
saja kemudahan untuk mempelajari dan menggunakan suatu sistem tetapi juga
mengacu pada kemudahan dalam melakukan suatu pekerjaan atau tugas dimana
pemakaian suatu sistem akan semakin memudahkan seseorang dalam bekerja
dibanding mengerjakan secara manual (Pratama, 2008). Pengguna sistem
54
informasi mempercayai bahwa sistem informasi yang lebih fleksibel, mudah
dipahami dan mudah pengoperasiannya sebagai karakteristik kemudahan
penggunaan. Sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (1)
Mudah dipelajari, (2) Mudah digunakan, (3) Jelas dan mudah dipahami, (4)
Mudah untuk berinteraksi, (5) Menjadi terampil.
Persepsi kemudahan (perceived ease of use) merupakan keyakinan atau
penilaian seseorang bahwa sistem teknologi informasi (e-Filing) yang akan
digunakan tidak merepotkan saat akan digunakan dan mudah dipahami. Ketika
seseorang menilai dan meyakini bahwa suatu sistem informasi mudah digunakan
maka dia akan menggunakannya. Sebaliknya ketika seseorang menilai dan
meyakini bahwa suatu sistem informasi tidak mudah digunakan maka dia tidak
akan menggunakannya.
Sistem e-Filing memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam
melaporkan Surat Pemberitahuan, karena wajib pajak dapat melakukan e-Filing
kapan saja dan dimana saja (24jamx7hari) selama terhubung dengan koneksi
internet. Dengan e-Filing, Wajib Pajak tidak perlu lagi menunggu antrian panjang
di lokasi Dropbox maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Hal ini merupakan
salah satu terobosan baru pelaporan SPT yang digulirkan Direktorat Jenderal
Pajak untuk membuat Wajib Pajak semakin mudah dan nyaman dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk dapat melakuan e-Filing, wajib
pajak hanya membutuhkan e-Fin saja. E-Fin atau electronic filing identification
number merupakan nomor identitas Wajib Pajak bagi pengguna e-Filing.
55
Dalam Desmayanti (2012) disebutkan Wang et al. (2003) dalam penelitian
mengenai determinan user acceptance dari internet banking pada bank komersial
di Taiwan, menghasilkan bahwa perceived ease of use berpengaruh signifikan
positif terhadap computer self-efficacy. Pikkarainen et al. (2004) dalam
Desmayanti (2012), menyatakan bahwa perceived ease of use berpengaruh
signifikan positif terhadap penerimaan sistem online banking. Studi yang
dilakukan Wiyono (2008) dan Dewi (2009) dalam Desmayanti (2012) terhadap
para Wajib Pajak yang telah mencoba atau menggunakan e-Filing di Indonesia
menunjukkan hasil bahwa persepsi kemudahan berpengaruh signifikan terhadap
sikap dan persepsi kegunaan. Kemudahan penggunaan akan mempengaruhi
penggunaan sistem e-Filing.
Jika pengguna menginterpretasikan bahwa sistem e-Filing mudah
dipelajari, mudah digunakan, interaksi antara Wajib Pajak dengan sistem e-Filing
jelas dan terpahami, mudah beradaptasi, serta menjadikan Wajib Pajak lebih
terampil maka tujuan penggunaan sistem akan tercapai dan Wajib Pajak akan
menggunakan e-Filing.
Berdasarkan landasan teori tersebut, hipotesis terkait persepsi kemudahaan
(perceived ease of use) dan penggunaan e-Filing ialah sebagai berikut:
Ha2: Persepsi kemudahaan (perceived ease of use) berpengaruh positif terhadap
penggunaan e-Filing
2.8 Kepuasan Wajib Pajak
Menurut Seddon dan Kiew (1994) dalam Noviandini (2012), kepuasan pengguna
merupakan perasaan bersih dari senang atau tidak senang dalam menerima sistem
56
informasi dari keseluruhan manfaat yang diharapkan seseorang dimana perasaan
tersebut dihasilkan dari interaksi dengan sistem informasi. Tiap pengguna
mempunyai seperangkat manfaat yang diharapkan atau aspirasi untuk sistem
informasi. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perluasan di mana sistem dapat
memenuhi atau gagal memenuhi aspirasi, pengguna mungkin lebih atau kurang
puas. Dengan demikian kepuasan pengguna dapat didefinisikan sebagai seberapa
jauh informasi yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan yang mereka
perlukan. Kepuasan pengguna menggambarkan keselarasan antara harapan
seseorang dan hasil yang diperoleh dari adanya suatu sistem, di mana seseorang
tersebut turut berpartisipasi dalam pengembangannya. Ketidakmampuan suatu
sistem informasi tersebut memenuhi harapan pengguna dapat menyebabkan
kegagalan suatu sistem.
McGill, Hobbs, dan Klobas (2003) dalam Noviandini (2012), melakukan
pengujian empiris terhadap keseluruhan dimensi dalam model keberhasilan sistem
informasi dari DeLone dan McLean (1992). Pengujian mereka dilakukan pada
lingkungan user yang sekaligus menjadi developer system. Hasil pengujian
mereka menunjukkan bahwa kepuasan pengguna akhir suatu sistem informasi
memainkan peranan signifikan dalam menentukan penggunaan sistem aplikasi.
Terdapat 3 indikator yang mereka gunakan untuk mengukur kepuasan pengguna
yaitu efisiensi sistem, keefektifan sistem, dan kepuasan. Kepuasan sering dipakai
sebagai proksi akan kesuksesan sebuah sistem informasi.
Sistem informasi memerlukan beberapa indikator untuk mengukur
kepuasan pengguna kaitannya dengan sistem e-Filing yang diterapkan oleh
57
direktorat Jenderal Pajak. Dalam penelitian Noviandini (2012), variabel ini diukur
dengan indikator McGill et al. (2003) yang terdiri dari 3 item yaitu efisiensi
sistem, keefektifan sistem, dan kepuasan, dan ditambah dengan indikator lain
yaitu kebanggaan pengguna saat menggunakan sistem (Gita, 2010). Indikator
kebanggaan ditambahkan karena ketika seseorang itu bangga terhadap suatu
sistem berarti orang tersebut merasa puas telah menggunakan sistem tersebut.
Indikator diperlukan karena kepuasan pengguna (wajib pajak) merupakan variabel
lain yang tidak dapat diukur secara langsung. Indikator penelitian ini meliputi (1)
Efisiensi sistem, (2) Tepat waktu, (3) Menghemat biaya, (4) Memenuhi kebutuhan
pajak, (5) Memperoleh informasi yang dibutuhkan, (6) Informasi sesuai dengan
format yang dibutuhkan, (7) Puas dengan pelayanan sistem, (8) Puas dengan
informasi yang dihasilkan, (9) Memperoleh pengalaman yang menyenangkan,
(10) Perasaan bangga setelah menggunakan sistem.
Dalam konteks penelitian ini, kepuasan pengguna didefinisikan sebagai
keselarasan antara harapan Wajib Pajak dan hasil yang diperoleh dari penggunaan
sistem (e-Filing. Dalam penelitian ini, harapan Wajib Pajak terhadap penggunaan
sistem e-Filing adalah sistem e-Filing mampu memberikan efisiensi, efektivitas,
ketepatan waktu, memberikan informasi sesuai kebutuhan, serta menghemat biaya
Wajib Pajak dalam proses pelaporan Surat Pemberitahuan secara online. Ketika
Wajib Pajak menggunakan e-Filing, Wajib Pajak tidak dikenakan biaya apapun
dan juga tidak dibutuhkan kertas untuk proses pelaporan Surat Pemberitahuan
karena Surat Pemberitahuan tersebut dilaporkan secara online dan terhubung
langsung ke DJP melalui koneksi internet. E-Filing dapat dilakukan kapan saja
58
dan dimana saja selama terhubung dengan koneksi internet sehingga Wajib Pajak
tidak perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak lagi untuk melaporkan Surat
Pemberitahuannya. Dengan adanya sistem e-filing ini diharapkan sistem tersebut
mampu menciptakan keselarasan antara harapan Wajib Pajak dengan hasil yang
diperoleh dari penggunaan sistem e-Filing serta Wajib Pajak diharapkan memiliki
perasaan bangga dan puas setelah menggunakan sistem e-Filing.
Noviandini (2012) menyatakan bahwa kepuasan pengguna (user
satisfaction) memiliki hubungan yang signifikan terhadap intensitas penggunaan
(use). Kepuasan pengguna akan mempengaruhi penggunaan sistem e-Filing. Jika
pengguna sistem e-Filing menginterpretasikan bahwa sistem e-Filing mampu
memberikan keselarasan antara harapan Wajib Pajak dengan hasil yang diperoleh
dari penggunaan sistem tersebut dan Wajib Pajak merasa bangga puas serta sistem
tersebut memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pengguna, maka
tujuan dari penggunaan sistem e-Filing tercapai dan penggunaan sistem berpotensi
akan dilakukan secara terus-menerus sehingga intensitas pengguaan (use) sistem
e-Filing tersebut dapat meningkat. Penelitian yang dilakukan Noviandini (2012)
terdapat pengaruh positif Kepuasan Wajib Pajak terhadap penggunaan e-Filing.
Berdasarkan landasan teori tersebut hipotesis terkait kepuasan pengguna
dan penggunaan e-Filing ialah sebagai berikut :
Ha3 : Kepuasan Pengguna berpengaruh positif terhadap Penggunaan E-Filing
Dalam hasil penelitian Laihad (2013), terbukti perceived usefulness dan
perceived ease of use berpengaruh positif terhadap penggunaan e-Filing. Hasil
59
penelitian Noviandini (2012) membuktikan terdapat pengaruh positif persepsi
kebermanfaatan, persepsi kemudahan penggunaan dan kepuasan Wajib Pajak
secara simultan terhadap penggunaan e-Filing. Dalam penelitian Salim (2013),
juga membuktikan bahwa persepsi kemudahan serta keamanan dan kerahasiaan
berpengaruh positif terhadap intensitas perilaku penggunaan e-Filing. Selain itu,
dalam hasil penelitian Desmayanti (2012) juga terbukti bahwa perceived
usefulness, perceived ease of use, security & privacy, dan readiness technology
taxpayer information berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku
untuk pemakaian e-Filing.
60
2.9 Model Penelitian
Model penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Persepsi
Kegunaan (PU)
Persepsi
Kemudahan
(PEOU)
Kepuasan
Wajib Pajak
(KWP)
Penggunaan E-Filing
(PE)
Variable Independen
Variabel Dependen
Gambar 2.1 Model Penelitian
top related