lumpur pengeboran 2
Post on 20-Dec-2015
67 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survai bersifat deskriptif,
yaitu untuk mendapatkan gambaran mengenai sistem pengolahan limbah lumpur
pengeboran minyak bumi PT Chevron Pacific Indonesia Duri dan mengetahui mutu
air olahan lumpur bor sesudah dilakukan pengolahan serta pengaruh masuknya air
olahan lumpur bor terhadap kualitas air sungai sebagai badan air penerima limbah.
3.1.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah pada unit pengolahan limbah lumpur yaitu CMTF
PT Chevron Pacific Indonesia dan Laboratorium PT Chevron Pacific Indonesia yang
menangani analisis limbah lumpur pengeboran minyak bumi serta analisis kualitas air
sungai.
Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut adalah :
a. PT Chevron memiliki fasilitas unit pengolahan limbah (UPL) sendiri
b. Menggunakan teknologi yang berstandar internasional
c. Letaknya berada di daerah asal penulis sehingga memudahkan dalam
pengumpulan data.
d. PT Chevron Pacific Indonesia merupakan perusahaan asing terbesar di
Indonesia yang bergerak dalam bidang pengeboran minyak bumi
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - April 2011
3.3 Objek Penelitian
Areal pengolahan limbah lumpur pengeboran minyak bumi pada PT Chevron
Pacific Indonesia Duri dimana dilakukan pengambilan sampel air olahan lumpur bor
sesudah proses pengolahan (Pit 3) dengan 1x pengukuran berdasarkan delapan
parameter yang akan diukur (COD, H2S, NH3, Phenol, pH, temperatur, minyak dan
lemak) serta pemeriksaan kualitas air sungai Batang Pudu pada titik sebelum dan
sesudah masuknya air olahan limbah lumpur.
3.4 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang dipergunakan adalah dengan cara individual
dimana cara ini mewakili keadaan air olahan lumpur bor di suatu tempat pada saat
tertentu (grab sample) yaitu pada Pit 3, titik sebelum dan sesudah masuknya air
olahan limbah lumpur.
3.4.1 Pengambilan Sampel Air Olahan Lumpur Bor Setelah Pengolahan
Pengambilan sampel air olahan lumpur bor setelah pengolahan dilakukan di Pit
penampungan akhir sebelum dilepas ke lingkungan (Pit 3) untuk mengetahui kualitas
limbah lumpur setelah pengolahan yang dilihat dari delapan parameter (COD, H2S,
NH3, Phenol, pH, temperatur, minyak dan lemak). Adapun cara pengambilan sampel
limbah lumpur bor adalah sebagai berikut :
I. Teknik : Manual dan teknis
II. Alat : a. Botol sampel 3 buah, masing-masing berkapasitas
1 Ltr, 0.5 Ltr, dan 0.1 Ltr
b. Label sampel
III. Tujuan : untuk mengetahui kondisi awal limbah lumpur bor
IV. Langkah Kerja : A. Persiapan
1. Botol sampel ditambahkan bahan pengawet sesuai
parameter yang akan dianalisis. Untuk COD, NH3,
Phenol menggunakan H2SO4. Untuk H2S menggunakan
Acetate. Untuk minyak dan lemak menggunakan HCl.
2. Pada label tulis nama pengawet dan parameternya, nama
lokasi pengambilan, titik pengambilan dan tanggal
pengambilan
3. Tempatkan botol sampel pada iglo box berukuran besar
yang telah diisi es batu
B. Pengerjaan
1. Buka tutup botol sampel dan masukkan sampel hingga
mencapai leher botol, jangan sampel meluap yang akan
mengakibatkan pengawetnya hilang
2. Tutup botol dengan rapat
3. Bersihkan bagian luar botol
4. Tempatkan botol pada iglo box
5. Lakukan hal yang sama untuk ketiga botol
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Data Primer
Pengumpulan data primer diperoleh melalui observasi langsung terhadap
sarana pengolahan limbah lumpur pengeboran minyak PT Chevron Pacific Indonesia
dan wawancara langsung terhadap pimpinan dan karyawan pada instalasi pengolahan
lumpur serta melakukan pemeriksaan laboratorium pada inlet, outlet, hulu dan hilir
sungai
3.5.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data-data yang telah tersedia dari
arsip perusahaan berupa data kandungan, data effluent, proses pengolahan serta
penelusuran kepustakaan yang dilakukan dengan membaca, mencatat dan memahami
segala buku, artikel dan internet yang berhubungan dengan penelitian.
3.6 Definisi Operasional
Untuk memahami keseluruhan dari penelitian ini, akan dikemukakan defenisi
operasional dengan tujuan menghindari timbulnya perbedaan dalam pengertian.
1. Limbah lumpur bor adalah sisa pemakaian lumpur bor yang dihasilkan dari
kegiatan pengeboran minyak bumi yang dilakukan PT Chevron Pacific Indonesia
Duri dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan karena
lumpur bor termasuk limbah B3.
2. Air olahan lumpur bor adalah air yang dihasilkan dari pemisahan antara cairan
dengan padatan setelah dilakukan pengolahan oleh PT Chevron Pacific Indonesia
Duri.
3. Kualitas air olahan lumpur bor setelah pengolahan adalah suatu keadaan atau
kualitas air olahan lumpur bor yang telah mengalami proses pengolahan yang
diukur parameternya yaitu COD, temperatur, pH, H2S, NH3, minyak dan lemak
serta Phenol Total dengan pemeriksaan laboratorium dibandingkan dengan standar
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2007
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2007 adalah
peraturan yang mengatur tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
5. Memenuhi syarat adalah kondisi limbah lumpur bor setelah pengolahan yang tidak
melebihi nilai yang telah ditetapkan PerMen LH No. 04 Tahun 2007
6. Tidak memenuhi syarat adalah kondisi limbah lumpur bor setelah pengolahan
yang melebihi nilai yang telah ditetapkan PerMen LH No. 04 Tahun 2007
3.7 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara
deskriptif dengan cara membandingkan dengan parameter baku mutu limbah lumpur
pengeboran minyak bumi berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 04 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Minyak dan Gas serta Panas Bumi dan membandingkan kualitas air sungai dengan
baku mutu air sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum PT Chevron Pacific Indonesia
PT. CPI ( Chevron Pacific Indonesia) yang dulunya dikenal sebagai PT.
Caltex Pacific Indonesia merupakan kontraktor BP Migas yang bergerak dalam
bidang perminyakan dan merupakan perusahaan minyak asing yang terbesar di
Indonesia. CPI pertama kali didirikan di Indonesia pada awal tahun 1924. Area
operasi PT. CPI saat ini terdiri dari lapangan Duri yang merupakan satu-satunya
wilayah yang memproduksi minyak berat (heavy oil) sebanyak kurang lebih 200000
BOPD, dan area operasi minyak ringan yang tediri dari Sumatra bagian Utara yang
meliputi Bangko, Balam, Bekasap, Petani, dan Sumatra bagian selatan yang meliputi
Minas, Libo, dan Petapahan yang secara keseluruhan memproduksi minyak ringan
sebanyak kurang lebih 250000 BOPD.
PT. CPI untuk pertama kali memiliki area seluas 9030 km2 terletak di
Kabupaten Bengkalis, yang disebut Kangaroo Block. Pada September 1963 PT. CPI
menandatangani perjanjian C&T ( Chevron dan Texaco) yang pertama untuk jangka
waktu 30 tahun. Perjanjian itu meliputi empat daerah seluas 12328 km2,dikenal
dengan sebutan Block A, B, C dan D. Setelah mendapat tambahan daerah seluas 4300
km2, pada tahun 1968, 1973 dan 1978 dilakukan pengembalian beberapa daerah
sehingga saat ini luas yang tersisa sebesar 8314 km2 ( kira-kira 67,4% luas asal).
PT. CPI membagi daerah operasi menjadi enam distrik yaitu :
1. Distrik Jakarta sebagai pusat administrasi seluruhnya.
2. Distrik Coastal Plains Pekanbaru (CPP) merupakan pusat kerja administrasi
daerah operasi PT. CPI.
3. Distrik Minas merupakan daerah operasi produksi minyak ( sekitar 30 km dari
distrik CPP.
4. Distrik Duri merupakan daerah operasi produksi minyak ( sekitar 112 km dari
distrik CPP).
5. Distrik Support Operation, merupakan pelabuhan tempat pemasaran/
pengapalan minyak (sekitar 184 km dari distrik CPP).
6. Distrik Bekasap Operation, merupakan daerah operasi minyak.
Perluasan ladang minyak Duri dilakukan dalam tiga belas area yang dimulai
dengan membangun konstruksi area pertama pada tahun 1981. Saat ini, PT. CPI telah
berhasil mengoperasikan area 1 sampai area 10 sedangkan untuk area 11, 12, dan 13
masih dalam tahap pengembangan. Pembangunan juga mencakup fasilitas pendukung
utama seperti stasiun pengumpul minyak dan stasiun pembangkit uap, sampai saat ini
telah ada lima stasiun pengumpul (CGS) yaitu CGS 1, 3, 4, 5 dan 10. Injeksi uap
dikelilingi oleh enam buah sumur produksi dan juga sistem pola lima titik dan
sembilan titik.
Visi dari Chevron adalah : “To be the global energy company most admired
for its people partnership and performance”.
Misi dari Chevron adalah:
1. Menyediakan produk energi yang vital untuk kemajuan ekonomi yang
berkelanjutan dan sumber daya manusia di seluruh dunia.
2. Memiliki orang-orang dan organisasi dengan kemampuan dan komiten yang
tinggi.
3. Merupakan pilihan dalam bekerja sama.
4. Memberikan performa kelas dunia.
5. Menghasilkan kekaguman dari seluruh stakeholder-investor, pelanggan,
pemerintah pusat, komunitas lokal, dan para pegawai- bukan hanya pada
tujuan yang telah kita capai, namun bagaimana cara mencapainya.
Sejak tanggal 11 Maret 1995, PT. CPI memberlakukan struktur organisasi
baru yakni dari bentuk departemen menjadi Strategic Business Unit (SBU) yang
bersifat tim kerja sehingga dalam perusahaan seakan-akan ada perusahaan-
perusahaan kecil. Dalam SBU ini dibentuk unit-unit yang beranggotakan orang-orang
dengan disiplin ilmu dan keahlian tertentu. Dalam unit ini,setiap anggota diarahkan
pada kerjasama tim sebagai suatu kelompok kerja.Dengan demikian dalam setiap unit
terdapat sumber daya yang cukup untuk melakukan bisnis sendiri. Dengan
manajemen sistem SBU ini,otonomi tiap unit menjadi makin besar (desentralisasi)
sehingga diharapkan tercipta sistem kerja yang efektif.
Pada awal 2002, unit pendukung produksi teknis dan unit pengelolaan
lingkungan kerja yang tadinya SBU diganti menjadi Operating Unit (OU) sebagai
akibat mergernya Chevron dan Texaco yang lebih dikenal dengan Indonesian
Business Unit (IBU). Kepemimpinan PT. CPI dipegang oleh seorang President
Director. yang berkedudukan di Jakarta.Sedangkan kepemimpinan di Sumatera
dipegang oleh seorang Managing Director.
Kegiatan operasi yang berlangsung di PT. CPI secara garis besar meliputi
eksplorasi, eksploitasi dan produksi sampai akhirnya menjadi minyak mentah dengan
standar yang telah ditentukan (kadar air dan pasir kurang dari 1%) untuk disalurkan
ke Dumai untuk dijual. Produk yang dihasilkan oleh PT. CPI adalah minyak mentah
yang akan dipasarkan di beberapa negara untuk pengolahan lebih lanjut.
Limbah yang dihasilkan PT. CPI adalah sebagai berikut:
1. Lumpur sisa pengeboran
Lumpur ini dikirim ke CMTF (Central Mud Treating Facility) untuk diproses
menjadi batako untuk dimanfaatkan kembali di area PT. CPI.
2. Cuttings hasil pengeboran
Cuttings yang terbawa oleh lumpur pengeboran ke permukaan, dipisahkan
dari lumpur dan dibuang ke disposal pit.
3. Pasir
Pasir yang telah dikumpulkan kemudian dipindahkan ke SIF (Slurry Fracture
Injection). Di SIF, pasir diolah dan hasilnya disimpan di stock pile.
4. Gas tak terpakai
Sisa gas alam dari kompresor, yang sangat berbahaya karena mudah terbakar
apalagi jika terakumulasi, sehingga dilakukan pencegahan dengan cara
dibakar pada flare stack. Gas sisa pembakaran yang timbul akibat pembakaran
antara lain adalah: Karbondioksida, hidrogen sufida, sulfur oksida dan gas
lain.Gas ini timbul akibat pebakaran bahan bakar, dan langsung dilepas ke
udara. Gas yang tidak terpakai mengalami proses dehidrasi kemudian dibuang
ke lingkungan dengan cara dibakar.
5. Air
Air sisa proses (drilling, production,etc) masuk ke water treatment plant
untuk diolah sehingga dapat digunakan kembali atau dibuang ke lingkungan
tanpa merusak lingkungan.
6. Kebisingan
Kebisingan timbul akibat beroperasinya alat-alat transportasi, unit
pengeboran, unit engine, turbine, pump dan compressor di GS.
Penanggulangan yang dilakukan adalah dengan menggunakan alat pelindung
pendengaran bagi semua karyawan di lokasi-lokasi tertentu (ear plug).
4.2 Proses Pengolahan Limbah Lumpur Bor di PT Chevron Pacific Indonesia
Proses pengolahan limbah lumpur bor (ex-mud drilling) yang berasal dari
kegiatan pengeboran minyak bumi dilakukan dengan sistem pengolahan lumpur
terpadu yang dikenal dengan Centralized Mud Treating Facility (CMTF) . CMTF
milik PT Chevron Pacific Indonesia tersebar di lima titik di Riau, yaitu Arak,
Bangko, Minas, Kota Batak dan Duri Field area 6. Namun, dari kelima CMTF
tersebut, CMTF Arak yang memiliki tantangan yang lebih besar karena berbatasan
langsung dengan masyarakat Sakai yang bermukim di sekitar lokasi pengolahan
limbah lumpur bor sehingga sering kali isu pencemaran dialamatkan pada CMTF
Arak.
CMTF Arak terletak di Arak Bekasap kelurahan Pematang Pudu Duri.
Pengelolaannya dipegang oleh kontraktor PT Green Planet Indonesia (GPI) sejak
tahun Oktober 2008 dan telah beroperasi sekitar 2.5 tahun Dalam operasinya rata-rata
limbah lumpur yang mampu diolah per harinya adalah 1500 bbls dan maksimal 2300
bbls. Kemampuan untuk pengolahan limbah lumpur tergantung dari kekentalan
lumpur yang dibawa vaccum truck yang diukur menggunakan alat Spesifik Gravitasi
(SpGr). Kekentalan yang efektif adalah 1,015. Namun, apabila lumpur yang masuk
memiliki kekentalan jauh melebihi nilai maksimal tersebut lumpur tidak diterima
diproses di CMTF Arak melainkan dibawa ke CMTF Duri Field Area 6 sebagai
pengolahan limbah lumpur alternatif yang memiliki kapasitas pengolahan lebih besar
sekitar 4000 bbls per hari dan metode yang mampu mengolah limbah lumpur dengan
kekentalan tinggi.
CMTF Arak yang dikelola oleh PT Green Planet Indonesia berjumlah 56
orang pekerja yang dibagi menjadi dua shift, shift siang dan shift malam selama 10
jam per shift. Adapun rincian jumlah pekerja dan pekerjaannya adalah sebagai berikut
:
Tabel 4.1 Daftar Jumlah Pekerja dan Jenis Pekerjaan di PT Green Planet Indonesia Tahun 2011
Jumlah Pekerja Pekerjaan
2 orang Laboran
2 orang Administrasi
2 orang Supervisor
2 orang Security
48 orang Operator
Sumber : PT Green Planet Indonesia, 2011
Proses pengolahan limbah lumpur bor yang dilakukan PT. GPI adalah sebagai
berikut:
1. Pre-Treatment
Lumpur bor dari lokasi pengeboran yang masuk ke CMTF Arak dibawa oleh
vaccum truck berkapasitas 60 bbls. Vaccum Truck adalah sebuah truk yang dilengkapi
tangki dibagian badannya untuk menampung limbah lumpur bor yang disedot dari pit
di lokasi pengeboran minyak bumi. Limbah lumpur bor yang akan diolah di CMTF
Arak pertama kali ditampung di Pit penampungan awal yang dinamakan Pit A
berkapasitas 5777 bbls. Setelah dari Pit A lumpur mengalir secara gravitasi ke Pit
kedua yaitu Pit B berkapasitas 6457 bbls melalui pipa bawah tanah yang disebut
syphon. Fungsi dari kedua Pit ini adalah tempat terjadinya pengendapan awal (pre
separation) sehingga adanya penurunan jumlah padatan pada lumpur. Pengendapan
yang terjadi berdasarkan perbedaan densitas, dimana densitas lumpur lebih berat
sehingga lumpur terpisah dan berada didasar pit, sedangkan air berada di antara
lapisan lumpur dan minyak. Pada kedua pit ini lumpur yang masuk masih
mengandung oil dan grease (minyak dan lemak). Sehingga lumpur berwarna hitam
pekat dan berbau.
Pada Pit B dilakukan pemisahan minyak yang ikut terbawa bersama limbah
lumpur menggunakan pelampung minyak (floating boom). Floating boom terbuat
dari karet fiber membentuk rangkaian antara pelampung yang satu dengan yang
lainnya sepanjang 10 meter. Cara kerja dari pelampung ini adalah menangkap minyak
yang berada di permukaan air limbah karena berat jenis minyak lebih ringan daripada
air. Minyak akan tertangkap di floating boom sedangkan air yang berada dibawah
lapisan minyak memasuki proses pengolahan.
2. Primary Treatment
Dari Pit B lumpur dipompakan ke Pit selanjutnya yaitu Pit C berkapasitas
6457 bbls. Pit C ini berfungsi sebagai tempat penampung air olahan yang telah
mengalami pengendapan awal. Di Pit C juga dilengkapi pelampung minyak untuk
menangkap minyak yang masih ikut terbawa dari Pit B, selain itu di Pit C ini lumpur
di aerasi untuk menurunkan kadar COD, BOD, NH3 dan H2S. Aerasi menggunakan
turbo jet aerator merupakan suatu mesin aerator yang dipasang pada Pit C berfungsi
menyuplai oksigen. Pripsip kerja dari aerator ini adalah poros baling-baling berputar
dengan gerakan turbulensi menghasilkan gelembung-gelembung halus untuk
meningkatkan kadar oksigen terlarut di semua bagian kolam aerasi. , kandungan
oksigen terlarut minimal 2 ppm (kebutuhan minimal agar bakteri/mikroorganisme
bisa hidup). Aerator ini digerakkan menggunakan tenaga listrik sebesar 1.5 Kw per
unit.
Menurunnya kadar BOD dikarenakan pada proses aerasi terjadi penambahan
kadar oksigen terlarut dalam air limbah yang dibutuhkan untuk menguraikan zat
organik secara biologi. Bakteri aerob dalam air limbah membutuhkan oksigen untuk
menguraikan zat organik terlarut dalam air limbah. Sedangkan menurunnya kadar
COD karena dengan aerasi terjadi penambahan oksigen yang dibutuhkan untuk
menguraikan zat organik pada air limbah secara reaksi kimia. Jadi dengan aerasi
dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air limbah sehingga kebutuhan
oksigen dapat dipenuhi dan kadar BOD dan COD menurun. Dengan aerasi dapat juga
menurunkan kadar NH3 dan H2S yang berwujud gas. Kedua gas ini akan terlepas ke
udara ketika aerasi dilakukan menggunakan turbo jet aerator air limbah dalam pit
berombak sehingga kadar gas yang terkandung di dalamnya akan terurai ke udara.
Setelah diaerasi di Pit C, lumpur dipompakan ke fasilitas pengolahan dimana
dilakukan penginjeksian bahan kimia ke dalam limbah lumpur untuk proses
koagulasi dan flokulasi. Proses koagulasi dan flokulasi ini merupakan proses
pengolahan secara kimia, dimana dilakukan penambahan bahan kimia untuk
destabilisasi koloid. Koloid adalah partikel padatan tersuspensi yang bersifat stabil,
sehingga sangat sulit untuk mengendap. Adanya penambahan zat kimia untuk tujuan
destabilisasi menyebabkan partikel tersebut akan dapat mengendap, sehingga air yang
dihasilkan menjadi lebih jernih. Efisiensi yang dapat dicapai dari proses ini adalah
sekitar 60% untuk pengurangan COD dan 95% untuk pengurangan Suspended Solid
(TSS).
Proses pengolahan secara kimia ini berjalan secara bertahap dimana proses
koagulasi adalah proses pertamanya. Pada proses ini dilakukan penambahan koagulan
dan oksidator, koagulan yang digunakan adalah Aluminium Sulfat (Al2SO4). Al2SO4
diaduk dengan pengadukan cepat oleh mixer di mixing tank dengan rotasi sekitar 130
rpm. Kotoran berupa suspended solids ataupun partikel tersuspensi dalam air buangan
akan diikat oleh bahan kimia koagulan sehingga terbentuk flok-flok halus.
Dosis yang diperlukan sesuai dengan hasil Jar-test agar terbentuk flok yang
baik. Namun menurut Standard Operating Procedure (SOP) yang berlaku larutan
koagulan dibuat dengan melarutkan 50 kg koagulan dalam 500 liter air bersih dan
diaduk hingga homogen. pH diatur pada rentang 6-9. Dari unit koagulasi, aliran
mengalir secara gravitasi ke unit Pre Flokulasi. Sebelum ke unit ini, aliran terlebih
dahulu ditambahkan polymer dengan dosis 2 ppm. Flok halus yang telah ditambahkan
polymer akan bertambah besar. Proses flokulasi dilakukan dengan pengadukan
lambat oleh mixer dengan rotasi sekitar 30-60 rpm. Dari unit flokulasi air akan
mengalir secara gravitasi ke DAF(Dissolved Air Floatation) Unit. DAF (Dissolved
Air Floatation) merupakan unit yang berfungsi memisahkan fasa padat dan fasa cair
dengan kata lain memisahkan flok-flok hasil koagulasi dan flokulasi dengan air
limbah. Prinsip DAF adalah menjenuhkan air dengan udara terlarut pada tekanan di
atas tekanan atmosfer. Udara dihembuskan atau disuplai dari unit yang bernama
Hidrofor dengan tekanan 4 bar. Adapun keuntungan dari DAF ini adalah sebagai
berikut :
1. Teknik pengapungan dengan penginjeksian O2 efektif dalam menangkap
minyak dalam air. Kontak antara O2 dengan koloid akan melepas ikatan antara
padatan dengan minyak sehingga minyak dan padatan mengapung secara
terpisah.
2. Penginjeksian O2 dapat menurunkan kadar BOD dan COD karena kadar
oksigen terlarut meningkat.
3. Debit air yang bisa diproses dalam pemisahan padatan dan cairan lebih besar
daripada sedimentasi.
4. Tidak membutuhkan ruangan yang besar dibandingkan dengan tangki
sedimentasi. Kapasitas tangki DAF hanya 2000 bbls sedangkan kapasitas
tangki sedimentasi lebih besar minimal 2500 bbls.
Setelah padatan dan air terpisah, padatan mengapung dibagian atas sedangkan
air dibawahnya. Padatan akan di skimmer dan di tempatkan di slurry box, selanjutnya
air dialirkan ke Pit 1 untuk di aerasi.
3. Secondary Treatment
Pada Pit 1 yang berkapasitas 1690 m3 air limbah diaerasi menggunakan turbo
jet aerator. Fungsi utama dari aerasi ini adalah pengolahan secara biologi untuk
menurunkan kadar BOD dan COD. Sedangkan fungsi lainnya adalah menurunkan
kadar NH3 dan H2S, diharapkan dengan aerasi NH3 dan H2S yang terkandung dalam
limbah akan lepas ke udara. Dari Pit 1 air olahan dipompakan memasuki unit post
coagulation untuk proses koagulasai tahap kedua dengan penambahan koagulan
Al2SO4. Kemudian dilanjutkan dengan post flocculation dengan penambahan flokulan
polymer. Proses pencampuran dilakukan dengan pengadukan cepat oleh mixer
dengan rotasi sekitar 130 rpm. Pada proses ini timbul flok-flok kecil, proses ini
kemudian dilanjutkan dengan proses flokulasi dengan pengadukan lambat oleh mixer
dengan rotasi 30-60 rpm, dengan penambahan flokulan.
Flokulan menyebabkan flok-flok kecil saling menyatu membentuk flok-flok
yang lebih besar sehingga lebih cepat untuk mengendap. Setelah proses flokulasi, air
mengalir secara gravitasi ke Post Sedimentation Tank berkapasitas 2500 bbls. Pada
tangki ini terjadi proses sedimentasi atau pengendapan dimana padatan yang berat
jenisnya lebih berat dari air akan mengendap secara gravitasi.
4. Tertiery Treatment
Setelah dari tangki sedimentasi, air limbah memasuki tahap filtrasi. Filtrasi
dilakukan menggunakan saringan pasir (sand filter) dan saringan karbon (carbon
filter). Saringan pasir merupakan unit yang berfungsi untuk menyisihkan TDS (Total
Dissolved Solids) yang tidak bisa disisihkan melalui proses penambahan koagulan
dan flokulan, dengan melewatkan air limbah yang diolah melalui suatu media
penyaring pasir cepat, maka dissolved solids yang terkandung dalam air limbah
tersebut tersisihkan dalam tangki sand filter. Sedangkan saringan karbon bekerja
dengan menangkap bahan terlarut, seperti gas dan bahan organik terlarut. Mekanisme
ini dilakukan dengan bantuan media filter berupa arang aktif, resin, ion dan zeolite.
Berikutnya air dialirkan ke Ultra Filtrasi (UF) yang memiliki kerapatan
membran 1 µm. Prinsip UF adalah memisahkan partikel dari komponen yang larut
dalam air limbah dengan menggunakan membran. UF juga digunakan dalam industri
untuk memisahkan endapan dari larutan dengan penyaringan yang sifatnya lebih
ekstra. Air yang keluar dari UF ada dua jenis, yaitu Product Water dan Reject Water.
Product Water dialirkan ke Reverse Osmosis (RO) sedangkan Reject Water
dikembalikan ke Pit 1 dan akan diolah kembali. Selanjutnya air olahan yang dialirkan
ke Reverse Osmosis mengalami pemurnian air menggunakan membran < 1 nm.
Pemurnian air menggunakan membran reverse osmosis sering digunakan karena
membran ini mampu memisahkan berbagai ion, partikel, garam terlarut, substansi
organik, substansi koloid, dan bakteri dari molekul air sehingga diperoleh air
berkualitas tinggi. Osmosis merupakan proses dua larutan yang dipisahkan oleh
membran semipermeable, dimana air akan bergerak melalui membran dari larutan
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi dalam usaha menyamakan konsentrasi di
kedua sisi membran.
Dengan menggunakan tekanan, proses osmosis akan berbalik, air melalui
membran akan bergerak meninggalkan larutan pekat. Pada saat air merembes melalui
membran, kotoran harus dibuang secara terus menerus untuk mencegah pengotoran
membran. Membran yang digunakan untuk reverse osmosis biasanya merupakan
polymer komplek. Air hasil dari RO terbagi dua, yaitu Product Water dan Reject
Water. Product Water dialirkan ke Pit 2, sedangkan Reject Water dikembalikan ke Pit
1 yang akan diolah kembali. Product water pada Pit 2 akan dikontrol kualitasnya
dengan pemeriksaan laboratorium yang berada di lokasi pengolahan. Laporan ini
merupakan laporan internal harian PT Green Planet Indonesia. Dari Pit 2 air olahan
dialirkan ke pit penampungan akhir yaitu Pit 3. Setelah volume Pit 3 penuh, air
olahan akan dilepas ke sungai Batang Pudu.
5. Ultimate Treatment
Pada pengolahan lanjutan ini merupakan pengolahan padatan yang dihasilkan
dari pemisahan padatan dan air yang dilakukan sepanjang rangkaian pengolahan
limbah lumpur bor yang dikumpulkan di di slurry box. Dari Slurry Box, padatan
dipompakan ke tangki penginjeksian bahan kimia, yaitu polimer yang berfungsi
mengikat antar padatan sehingga teksturnya memadat seperti tahu. Berikutnya, akan
dialirkan ke Belt Preess. Belt Press adalah unit yang berfungsi mengurangi kadar air
di solid / padatan dengan cara melewatkan padatan melewati kain press sehingga
menghasilkan mud cake. Mud cake yang dihasilkan akan ditampung sementara di bak
penampungan. Dimana mud cake ini adalah bahan baku utama dari proses pencetakan
batako yang ditambahkan pasir dan semen melalui komposisi tertentu. Batako
merupakan produk akhir dari proses solid.
Tabel 4.2 Laporan Harian Limbah Lumpur Bor Masuk dan Diolah Selama Bulan Februari 2011
Sumber : PT Green Planet Indonesia, Februari 2011
NO Tanggal SLN HO Total Vaccum Truck
Total Limbah Lumpur
Masuk
Total Limbah Lumpur Diproses
1 01-Feb-11 0 0 0 0 0
2 02-Feb-11 0 0 0 0 0
3 03-Feb-11 0 0 0 0 0
4 04-Feb-11 0 0 0 0 529
5 05-Feb-11 0 0 0 0 568
6 06-Feb-11 0 0 0 0 440
7 07-Feb-11 0 0 0 0 572
8 08-Feb-11 0 0 0 0 660
9 09-Feb-11 0 0 0 0 571
10 10-Feb-11 0 0 0 0 535
11 11-Feb-11 0 0 0 0 748
12 12-Feb-11 0 0 0 0 627
13 13-Feb-11 0 0 0 0 708
14 14-Feb-11 0 0 0 0 581
15 15-Feb-11 0 0 0 0 661
16 16-Feb-11 0 0 0 0 637
17 17-Feb-11 0 0 0 0 473
18 18-Feb-11 0 0 0 0 489
19 19-Feb-11 0 0 0 0 311
20 20-Feb-11 0 0 0 0 320
21 21-Feb-11 0 0 0 0 601
22 22-Feb-11 0 0 0 0 0
23 23-Feb-11 0 0 0 0 0
24 24-Feb-11 14 0 14 840 604
25 25-Feb-11 31 0 31 1860 692
26 26-Feb-11 28 0 28 1680 785
27 27-Feb-11 30 0 30 1800 764
28 28-Feb-11 1 0 1 60 941
104 0 104 6240 13817
Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa selama bulan Februari 2011 total
vaccum truck yang masuk ke CMTF Arak sebanyak 104 unit. Untuk total limbah
lumpur bor yang masuk dalam satuan barrel kedalam Pit 1 sebesar 6240 bbls.
Sedangkan limbah lumpur bor yang diproses adalah sebesar 13817 bbls. Selama
bulan Februari 2011 hanya pada 5 hari terakhir saja limbah lumpur bor masuk ke
CMTF Arak. Namun, proses pengolahan limbah lumpur tetap berjalan hampir tiap
harinya. Limbah lumpur yang diolah adalah limbah lumpur yang tertampung di Pit 1
pada bulan sebelumnya
Tabel 4.3 Laporan Harian Limbah Lumpur Bor Masuk dan Diolah Selama Bulan Maret 2011
NO Tanggal SLN HO Total
Vaccum Truck
Total Limbah Lumpur
Masuk
Total Limbah Lumpur Diproses
1 01-Mar-11 25 0 25 1500 1078
2 02-Mar-11 21 0 21 1260 962
3 03-Mar-11 19 0 19 1140 1042
4 04-Mar-11 0 0 0 0 956
5 05-Mar-11 32 0 32 1920 1141
6 06-Mar-11 33 0 33 1980 1047
7 07-Mar-11 1 0 1 60 1297
8 08-Mar-11 47 0 47 2820 1451
9 09-Mar-11 31 0 31 1860 1297
10 10-Mar-11 20 0 20 1200 1142
11 11-Mar-11 19 0 19 1140 1555
12 12-Mar-11 37 0 37 2220 1170
13 13-Mar-11 29 0 29 1740 1235
14 14-Mar-11 0 0 0 0 1537
15 15-Mar-11 14 0 14 840 1083
16 16-Mar-11 0 0 0 0 1410
17 17-Mar-11 0 0 0 0 665
18 18-Mar-11 0 0 0 0 571
19 19-Mar-11 0 0 0 0 529
20 20-Mar-11 0 0 0 0 465
21 21-Mar-11 0 0 0 0 457
22 22-Mar-11 0 0 0 0 0
23 23-Mar-11 0 0 0 0 0
24 24-Mar-11 0 0 0 0 0
25 25-Mar-11 0 0 0 0 0
26 26-Mar-11 0 0 0 0 0
27 27-Mar-11 0 0 0 0 0
28 28-Mar-11 0 0 0 0 0
29 29-Mar-11 0 0 0 0 0
30 30-Mar-11 0 0 0 0 0
31 31-Mar-11 0 0 0 0 0
328 0 328 19680 22090
Sumber : PT Green Planet Indonesia, Maret 2011
Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa selama bulan Maret 2011 jumlah
vaccum truck yang masuk ke CMTF Arak membawa limbah lumpur bor adalah
sebanyak 328 unit. Untuk total limbah lumpur bor yang masuk ke dalam Pit 1 adalah
sebesar 19680 bbls sedangkan total limbah lumpur bor yang diproses adalah sebesar
22090 bbls.
Berdasarkan kedua data sekunder diatas dapat dikatakan bahwa banyaknya
limbah lumpur bor yang masuk dan yang diproses tidak sama tiap bulannya. Hal ini
tergantung dari jumlah aktivitas pengeboran minyak bumi yang dilakukan PT
Chevron. Pada bulan Maret kegiatan pengeboran lebih banyak dari pada bulan
Februari sehingga menghasilkan limbah lumpur bor yang lebih banyak.
4.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di Technology Support
Laboratory PT Chevron Pacific Indonesia Duri dari tanggal 11-17 Maret 2011.
Sampel air olahan lumpur bor setelah pengolahan diambil di Pit 3 yang merupakan pit
penampungan akhir sebelum air olahan lumpur bor dibuang ke lingkungan. Sampel
diambil pada tanggal 11 Maret 2011 jam 09.30 WIB.
Hasil pemeriksaan laboratorium di PT Chevron Pacific Indonesia sesudah
pengolahan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Analisis Kualitas Air Olahan Lumpur Bor PT Chevron Pacific Sesudah Pengolahan
No Parameter
BakuMutu (PerMen LH No.04 Tahun
2007)
Units Pit 3 (outlet) Metode Analisis
1 NH3 5 mg/l 0.31 SNI 06-6989:30-2005 2 H2S 0.5 mg/l 0.02 SNI 06-6989:22-2005 3 COD 200 mg/l 35 SNI 06-6989:15-2004
4 Minyak dan Lemak 25 mg/l 0.50 SNI 06-6989:10-2004
5 pH 6-9 - 6.12 SNI 06-6989:27-2005
6 Phenol Total 2 mg/l < 0.01 SNI 06-6989:21-2005
7 TDS 4000 mg/l 337 SNI 06-6989:27-2005
8 Temperatur onsite 40 0C 26.60 SNI 06-6989:20-2005
Sumber : TS Laboratory PT CPI, Maret 2011
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pemeriksaan laboratorium terhadap
outlet (sesudah pengolahan) air olahan lumpur bor PT Chevron Pacific Indonesia
yang diambil dari Pit 3 semua parameter berada di bawah nilai baku mutu menurut
PerMen LH No. 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi dengan kadar NH3 = 0.21 mg/l, H2S =
0.02 mg/l, COD = 35 mg/l, Minyak dan Lemak = 0.50 mg/l, pH = 6.612 mg/l, Phenol
Total ≤ 0.01 mg/l, TDS = 337 mg/l dan Temperatur onsite = 26.600C.
Berdasarkan latar belakang penelitian karena adanya isu pencemaran yang
dialamatkan kepada CMTF Arak oleh masyarakat setempat maka dilakukan juga
pemeriksaan laboratorium terhadap air sungai Batang Pudu yang mengacu pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
4.4 Kualitas Sungai Batang Pudu
Sungai Batang Pudu adalah salah satu sungai yang mengalir di Kota Duri,
Kecamatan Mandau, Kabupaten Bangkalis, Riau. Panjang sungai ini sekitar 10 km
dengan lebar sekitar 5 meter. Sepanjang alirannya sungai ini melewati pemukiman
penduduk, rumah sakit, hotel, dan pasar. Oleh karena itu, kondisi sungai ini sangat
memprihatinkan karena dijadikan tempat pembuangan sampah dan limbah baik itu
limbah domestik maupun limbah industri. Dari observasi lapangan yang dilakukan
ada beberapa titik dari aliran sungai ini yang permukaannya tidak terlihat lagi karena
ditutupi busa deterjen dan sampah yang menumpuk.
Selain limbah yang dibuang berbagai sumber tersebut diatas, CMTF Arak
milik PT Chevron Pacific Indonesia juga membuang air olahan limbah lumpur bor ke
sungai Batang Pudu. Jarak CMTF Arak dari sungai Batang Pudu sekitar 700 meter.
Rata-rata CMTF Arak melepas air olahannya ke badan sungai sebanyak dua kali
selama satu bulan dengan volume air 2480 m3.
Namun sebelum dilakukannya pembuangan ada beberapa tahap monitoring
yang dilakukan oleh PT Chevron sendiri sebagai pemilik fasilitas mengingat bahwa
PT Chevron sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan. Salah satu wujud
kepedulian ini adalah dengan menempatkan kelestarian lingkungan pada prioritas
kedua setelah prioritas keselamatan pekerja.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum air olahan dibuang ke lingkungan
adalah dengan mengambil sampel dari Pit 3 yang telah terisi penuh oleh pihak CPI
dan akan diperiksa di laboratorium internal CPI. Analisis mengacu pada nilai baku
mutu menurut Kep 03/Bapedal/09/1995 dengan 33 parameter tentang Persyaratan
Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. Indikator Pit 3 penuh
adalah pada saat air telah mencapai batas merah yang terdapats pada Pit yang
merupakan batas maksimal volume Pit agar tidak meluap keluar.
Pemeriksaan laboratorium juga dilakukan oleh pihak ketiga setiap satu bulan
sekali dalam hal ini diserahkan pada PT Unilab Perdana yang berpusat di Jakarta.
Acuan peraturan yang digunakan juga Kep 03/Bapedal/09/1995 dengan 33 parameter
tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
Setelah hasil laboratorium dinyatakan memenuhi nilai baku mutu, maka barulah CPI
memutuskan dilakukannya pelepasan air olahan ke lingkungan. Untuk mengetahui
pengaruh masuknya air olahan CMTF Arak terhadap kualitas air sungai Batang Pudu,
dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap titik sebelum dan sesudah masuknya
air olahan CMTF Arak dengan jarak 50 m sebelum masuknya air olahan CMTF Arak
dan 50 m setelah masuknya air olahan CMTF Arak. Sampel diambil pada tanggal 11
Maret 2011 jam 11.30 WIB, 2.5 jam setelah masuknya air olahan ke sungai. Adapun
hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kedua titik tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5 Hasil Analisis Kualitas Sungai Batang Pudu
No Parameter Baku mutu (PP
RI No. 82 Tahun 2001)
Units Sebelum
masuknya air olahan
Sesudah masuknya air
olahan 1 Sulfat - mg/L 6.75 34.72 2 Fluorida 1.5 mg/L 0.03 0.18 3 Amoniak 0.5 mg/L 1.97***) 1.57***) 4 Sianida 0.02 mg/L 0.01 0.01 5 Sulfida 0.02 mg/L 0.02 0.03***) 6 Fosfat 1.0 mg/L 1.40***) 1.50***) 7 Khlorida - mg/L 13.40 230.74 8 Nitrit 0.06 mg/L 0.09***) 0.01 9 Nitrat 20 mg/L 0.09 0.01 10 BOD 6 mg/L 5 8***) 11 COD 50 mg/L 29 61***) 12 DO 3.0 mg/l *) *) 13 Arsen 1.0 mg/L **) **) 14 Besi 0.3 mg/L 0.29 0.34***) 15 Barium - mg/L **) 0.03 16 Boron 1.0 mg/L 1.04 1.05 17 Kadmium 0.01 mg/L 0.0010 0.0050 18 Khrom (VI) 0.05 mg/L 0.0210 0.0080 19 Seng 0.05 mg/L **) 0.01 20 Kobalt 0.2 mg/L **) **) 21 Tembaga 0.02 mg/L 0.0040 0.0040 22 Air Raksa 0.002 mg/L **) **) 23 Selenium 0.05 mg/L 0.0110 0.0130 24 Timah 0.03 mg/L **) **) 25 Mangan - mg/L **) 0.05
26 Minyak dan Lemak 1 mg/L 5***) 5***)
27 pH 6-9 mg/L 7.3 7.0 28 Phenol 0.001 mg/L < 0.01 < 0.01 29 TDS 1000 mg/L 66 474 30 TSS 400 mg/L 35 50
31 Temperature onsite - 0C 27 28
Sumber : TS Laboratory PT CPI, Maret 2011 Note : *) = Tidak Dianalisis
**) = Tidak Terdeteksi ***) = Parameter yang melebihi baku mutu
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 31 parameter yang dianalisis ada
beberapa parameter yang melebihi nilai baku mutu menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air sebelum masuknya air olahan dari CMTF Arak PT
Chevron Pacific Indonesia. Parameter tersebut adalah Ammonia sebesar 1.97 mg/l,
Fosfat sebesar 1.40 mg/l, Nitrit sebesar 0.09 mg/l, Minyak dan Lemak sebesar 5
mg/l. Sedangkan parameter yang melebihi nilai baku mutu menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air setelah masuknya air olahan dari CMTF Arak
PT Chevron Pacific Indonesia adalah Ammonia sebesar 1.57 mg/l, Sulfid sebesar
0.03 mg/l, BOD sebesar 8 mg/l, COD sebesar = 61 mg/l, Iron sebesar 0.34 mg/l,
Minyak dan Lemak sebesar 5 mg/l. Selain parameter tersebut, parameter yang lainnya
telah memenuhi nalai baku mutu menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pemeriksaan Air Olahan Lumpur Bor PT Chevron Pacific Indonesia Duri
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium terhadap delapan parameter sesudah
dilakukan pengolahan yang mengacu pada PerMen LH No. 04 Tahun 2007 tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas
Bumi yang dianalisis di Technology Support Laboratory PT Chevron Pacific
Indonesia Duri dari tanggal 11 Maret – 17 Maret 2011 menunjukkan efektivitas
sistem pengolahan limbah lumpur bor yang dilakukan oleh Centralized Mud Treating
Facility (CMTF) dalam menurunkan kadar delapan parameter telah memenuhi nilai
baku mutu yang diizinkan.
Hasil analisis laboratorium air olahan lumpur bor setelah pengolahan menurut
PerMen LH No. 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi bahwa semua parameter (8 parameter)
telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
5.1.1 Amoniak (NH3-S)
Hasil analisis amoniak setelah dilakukan pengolahan pada pit penampungan
akhir air olahan lumpur bor sebelum dibuang ke lingkungan sebesar 0.31 mg/l dimana
baku mutu sebesar 5 mg/l. Ini berarti bahwa kadar amoniak pada air olahan lumpur
bor kadarnya jauh di bawah nilai baku mutu berdasarkan PerMen LH No. 04 Tahun
2007.
5.1.2 Hidrogen Sulfida (H2S)
Hasil pemeriksaan kadar H2S setelah dilakukan pengolahan pada pit
penampungan akhir air olahan lumpur bor sebelum dibuang ke lingkungan sebesar
0.02 mg/l dimana baku mutu sebesar 0.5 mg/l. Ini berarti bahwa kadar H2S pada air
olahan lumpur bor berada di bawah baku mutu berdasarkan PerMen LH No. 04
Tahun 2007.
5.1.3 COD
Hasil pemeriksaan kadar COD setelah dilakukan pengolahan pada pit
penampungan akhir air olahan lumpur bor sebelum dibuang ke lingkungan sebesar 35
mg/l dimana baku mutu sebesar 200 mg/l. Ini berarti bahwa kadar COD pada air
olahan lumpur bor kadarnya berada jauh di bawah baku mutu berdasarkan PerMen
LH No. 04 Tahun 2007.
5.1.4 Minyak dan Lemak
Hasil pemeriksaan minyak dan lemak setelah dilakukan pengolahan pada pit
penampungan akhir air olahan lumpur bor sebelum dibuang ke lingkungan sebesar
0.50 mg/l dimana baku mutu sebesar 25 mg/l. Ini berarti bahwa minyak dan lemak
pada air olahan lumpur bor kadarnya berada jauh di bawah baku mutu berdasarkan
PerMen LH No. 04 Tahun 2007.
5.1.5 pH
Hasil pemeriksaan pH setelah dilakukan pengolahan pada pit penampungan
akhir air olahan lumpur bor sebelum dibuang ke lingkungan sebesar 6.12 dimana
baku mutu antara 6-9. Ini berarti bahwa kadar COD pada air olahan lumpur bor
kadarnya memenuhi baku mutu berdasarkan PerMen LH No. 04 Tahun 2007.
5.1.6 Phenol Total
Hasil pemeriksaan phenol total setelah dilakukan pengolahan pada pit
penampungan akhir air olahan lumpur bor sebelum dibuang ke lingkungan sebesar <
0.01 mg/l dimana baku mutu sebesar 2 mg/l. Ini berarti bahwa kadar phenol total
pada air olahan lumpur bor kadarnya berada di bawah baku mutu berdasarkan
PerMen LH No. 04 Tahun 2007.
5.1.7 TDS
Hasil pemeriksaan TDS setelah dilakukan pengolahan pada pit penampungan
akhir air olahan lumpur bor sebelum dibuang ke lingkungan sebesar 337 mg/l dimana
baku mutu sebesar 4000 mg/l. Ini berarti bahwa kadar TDS pada air olahan lumpur
bor kadarnya berada jauh di bawah baku mutu berdasarkan PerMen LH No. 04 Tahun
2007.
5.1.8 Temperatur
Temperatur diukur langsung di lapangan saat pengambilan sampel.
Temperatur setelah dilakukan pengolahan pada pit penampungan akhir air olahan
lumpur bor sebelum dibuang ke lingkungan sebesar 26.600C dimana baku mutu
sebesar 400C. Ini berarti bahwa temperatur pada air olahan lumpur bor memenuhi
baku mutu berdasarkan PerMen LH No. 04 Tahun 2007.
Kedelapan parameter yang dianalisis pada Pit 3 (outlet) telah memenuhi baku
mutu menurut PerMen LH No 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi sehingga layak dilepas
ke lingkungan dalam hal ini adalah sungai Batang Pudu. Ini dikarenakan sistem yang
digunakan oleh CMTF Arak sudah sangat baik dan didukung oleh tenaga yang
berpengalaman dalam pengelolaannya serta pengawasan yang ketat oleh PT Chevron
Pacific Indonesia.
Menurut Permen ESDM 045 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Lumpur Bor,
Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi
pembuangan limbah lumpur bor berbahan dasar air untuk tahap awal harus
menyiapkan dan merancang tempat penampungan limbah sesuai jenis limbah yang
diproses dan kondisi lokasi pengeboran kemudian melakukan pengolahan pada
tempat penampungan limbah, meliputi pemisahan limbah padat dan cair, pemisahan
minyak dari limbah cair serta pemisahan benda padat yang terlarut. Tahap akhir
adalah pemisahan limbah cair dan limbah padat dengan peralatan.
Teknologi yang digunakan oleh CMTF Arak dalam pengolahan limbah lumpur
bor agar menjadi effluent yang diperbolehkan dilepas ke lingkungan adalah teknologi
pengapungan menggunakan Dissolved Air Floatation (DAF) unit yang sangat efektif
untuk menurunkan kadar Minyak dan Lemak dalam limbah lumpur bor. Selain
kelebihan tersebut ada beberapa lagi keuntungan dari penggunaan DAF, diantaranya
adalah dengan penginjeksian O2 dapat menurunkan kadar BOD dan COD, mampu
memproses debit air yang lebih besar daripada sedimentasi, dan tidak membutuhkan
ruangan yang besar seperti sedimentasi.
Teknologi lainnya yang tidak kalah penting dalam mencapai terpenuhinya
nilai baku mutu yang ditetapkan menurut PerMen LH No 04 Tahun 2007 adalah
Reverse Osmosis (RO) bahkan kadar Product Water dari RO jauh di bawah baku
mutu. RO pada dasarnya digunakan untuk pemurnian air menggunakan membran
semipermeable < 1 nm dengan cara memisahkan berbagai ion, partikel, garam
terlarut, substansi organik, substansi koloid, dan bakteri dari molekul air sehingga
diperoleh air berkualitas tinggi.
Secara garis besar pengolahan yang dilakukan oleh CMTF Arak adalah proses
fisika, kimia, mekanis dan biologi. Proses fisika meliputi tahap pengapungan
menggunakan DAF unit, sedimentasi yaitu pemisahan air dengan partikel-partikel
berat secara gravitasi, pengurangan kandungan air pada padatan di Belt Press hingga
menjadi mud cake dan percetakan batako. Proses kimia adalah dengan penambahan
zat kimia berupa koagulan (Al2SO4) dan flokulan (polimer). Proses mekanis adalah
pada tahap filtrasi menggunakan sand filtration dan carbon filtration. Sedangkan
proses biologi terjadi pada tahap aerasi menggunakan turbo jet aerator untuk
menurunkan kadar BOD dan COD
Pada lumpur bor menurut Permen ESDM 045 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak
dan Gas Bumi juga mengandung logam berat. Logam berat yang wajib diperiksa
yaitu arsen, barium, kadmium, kromium, tembaga, timah, merkuri, selenium, perak
dan seng. Namun pada penelitian ini logam berat tidak diperiksa karena pemeriksaan
logam berat ini dilakukan secara khusus menggunakan uji TCLP (Toxicity
Characteristic Leaching Procedure) dimana uji yang dimaksud adalah pengujian
terhadap limbah lumpur untuk mengukur kadar atau konsentrasi parameter pencemar
dalam lindi.
5.2 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Batang Pudu
Badan air penerima limbah lumpur bor dari CMTF Arak adalah sungai Batang
Pudu yang berjarak sekitar 700 meter dari fasilitas pengolahan limbah lumpur bor
CMTF Arak. Air olahan yang telah memenuhi nilai baku mutu menurut PerMen LH
No 04 Tahun 2007 di Pit 3 akan siap dilepaskan ke lingkungan. Analisis kualitas
sungai dilakukan di Technalogy Support Laboratory PT Chevron Pacific Indonesia
pada tanggal 11-17 Maret 2011 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Pemeriksaan dilakukan karena latar belakang sungai Batang Pudu yang
dimanfaatkan sebagai sumber air dan sumber mata pencaharian bagi masyarakat
sekitar yaitu masyarakat Sakai sehingga faktor sosial merupakan tantangan terbesar
bagi CMTF Arak. Apalagi sebelumnya sudah banyak isu pencemaran lingkungan
pada sungai Batang Pudu yang dialamatkan pada CMTF Arak.
5.2.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Batang Pudu Sebelum Masuknya Air Olahan Lumpur Bor
Pemeriksaan kualitas air sungai Batang Pudu ini dilakukan untuk
membuktikan apakah benar CMTF Arak telah melakukan pencemaran seperti yang
dituduhkan sebelumnya oleh masyarakat sekitar.
Lokasi pengambilan sampel pada titik sebelum masuknya air olahan dari
CMTF Arak ke badan sungai yang berjarak 50 meter ke arah hulu. Titik ini disebut
titik upstream dimana merupakan gambaran awal kondisi air sungai sebelum
bercampur dengan effluent limbah lumpur yang dibuang oleh CMTF Arak. Pada
kondisi awal ini, ditemukan air sungai sudah dalam keadaan tercemar oleh limbah
yang berasal dari limbah domestik rumah tangga, limbah rumah sakit, limbah hotel
dan limbah dari aktivitas pasar. Ini disebabkan karena aliran sungai Batang Pudu
melewati daerah-daerah yang menghasilkan limbah, seperti hotel, rumah sakit, pasar
dan rumah-rumah penduduk.
Dari hasil analisis laboratorium parameter pada titik upstream yang ditemukan
melebihi nilai baku mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 adalah Amonia sebesar
1.97 mg/l, Fosfat sebesar 1.40 mg/l, Nitrit sebesar 0.09 mg/l, Minyak dan Lemak
sebesar 5 mg/l. Tingginya kadar beberapa parameter ini daripada nilai baku mutu
menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 disebabkan karena pencemaran akibat aktivitas
masyarakat disekitar sungai yang mencemari sungai dengan berbagai limbah rumah
tangga.
1. Amoniak
Amoniak yang ditemukan menunjukkan bahwa sungai Batang Pudu banyak
mengandung zat organik yang menimbulkan bau busuk. Dari hasil observasi lapangan
didapat beberapa titik dari sungai ini dipenuhi tumpukan sampah baik itu sampah
organik maupun sampah anorganik yang dibuang begitu saja ke sungai dari aktivitas
pasar Duri, perumahan penduduk, limbah hotel dan rumah sakit.
2. Fosfat
Fosfat yang ditemukan di sungai Batang Pudu menurut Dojlido dan Best,
1993 dalam sebuah situs internet berasal dari buangan manusia sebesar 44%, limbah
deterjen sebesar 40 %, industri sebesar 7.3% dan dari pembersih rumah sebesar 6.7%.
Hal ini diperkuat dari hasil obsevasi lapangan bahwa ditemukan suatu titik dari
sungai Batang Pudu yang permukaannya telah ditutupi oleh busa deterjen dan
tumpukan sampah. Menurut Fardiaz (1992) fosfat tidak beracun terhadap hewan air
dan tidak mengganggu kesehatan manusia. Namun keberadaan fosfat dapat
menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi adalah kelebihan nutrien dalam air
tawar sehingga alga dan tumbuhan air lainnya, seperti enceng gondok berkembang
biak dengan cepat sehingga kadar oksigen dalam air menurun bahkan hingga nol, hal
ini dapat mematikan biota air didalamnya.
3. Nitrit
Keberadaan nitrit dalam air sungai Batang Pudu menggambarkan
berlangsungnya proses biologis perombakan zat organik yang memiliki kadar oksigen
terlarut sangat rendah. Zat organik akan mengalami degradasi dan dekomposisi oleh
bakteri aerob (menggunakan oksigen dalam air), sehingga lama–kelamaan oksigen
yang terlarut dalam air akan jauh berkurang (Darmono, 2001). Zat organik ini
dihasilkan dari banyaknya limbah domestik yang dibuang langsung ke sungai.
4 Minyak dan Lemak
Minyak dan Lemak yang ditemukan di sungai Batang Pudu berasal dari
buangan limbah domestik dari rumah tangga, hotel, pasar dan rumah sakit yang
dihasilkan dari aktivitas dapur berupa sampah makanan dan air bekas cucian piring
yang mengandung minyak dan lemak yang dibuang langsung ke saluran pembuangan
dan mengalir ke sungai tanpa disaring terlebih dahulu. Menurut Pandia dkk, 1995
pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menimbulkan kurangnya
penetrasi sinar ke dalam air dan menurunnya oksigen terlarut karena dengan adanya
lapisan film minyak menghambat proses penetrasi oksigen oleh air.
Pengambilan sampel kedua pada titik sesudah bercampurnya air sungai
dengan air olahan dari CMTF Arak yang berjarak 50 meter ke arah hilir. Titik ini
disebut titik downstream. Dari analisis laboratorium terhadap titik downstream yang
ditemukan melebihi nilai baku mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 adalah
Amonia sebesar 1.57 mg/l, Sulfida sebesar 0.03 mg/l, BOD sebesar 8 mg/l, COD
sebesar = 61 mg/l, Besi sebesar 0.34 mg/l, Minyak dan Lemak sebesar 5 mg/l.
Tingginya kadar beberapa parameter ini daripada nilai baku mutu menurut PP RI No.
82 Tahun 2001 disebabkan karena air sungai Batang Pudu dari awalnya sudah dalam
kondisi tercemar oleh besarnya volume sampah yang menumpuk sepanjang aliran
sungai bahkan menutupi permukaan air sungai.
Namun pengaruh masuknya air olahan dari CMTF Arak merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kualitas sungai Batang Pudu. Walaupun menurut PerMen
LH No. 04 Tahun 2007 bahwa kedelapan parameter yang dianalisis telah memenuhi
nilai baku mutu yang ditetapkan, tetapi hasil laboratorium menunjukkan bahwa ada
kenaikan kadar beberapa parameter pada downstream dibandingkan dengan titik
upstream yaitu Fosfat naik sebesar 0.1 mg/l, COD naik sebesar 32 mg/l , Sulfida
sebesar 0.01 mg/l BOD naik sebesar 3 mg/l dan Besi sebesar 0.05 mg/l. Selain
kenaikan kadar, terdapat juga penurunan kadar yaitu Amoniak turun sebesar 0.4 mg/l.
1. Fosfat
Kadar fosfat yang melebihi baku mutu pada titik downstream karena air
sungai Batang Pudu telah tercemar buangan manusia, deterjen dan cairan pembersih
rumah tangga. Dari ketiga sumber ini menurut Dojlido dan Best, 1993 dalam sebuah
situs internet buangan manusia merupakan penghasil fosfat terbesar disusul deterjen
dan cairan pembersih rumah tangga.
2. COD
Kadar COD yang melebihi baku mutu pada titik downstream menunjukkan
tingginya kadar oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat organik secara
kimia yang dihasilkan dari tumpukan sampah dan limbah domestik yang dihasilkan
dari aktivitas rumah tangga, hotel dan pasar yang dilalui sungai Batang Pudu.
3. Sulfida
Sulfida merupakan ion bermuatan negatif dua (S2-) yang membutuhkan
2elektron untuk kestabilannya. Salah satu bentuk senyawa dari sulfida ini adalah
hidrogen sulfida (H2S) yang terbentuk dari proses penguraian bahan-bahan organis
oleh bakteri yang banyak terkandung dalam air sungai Batang Pudu. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa sulfida yang ditemukan melebihi baku mutu pada sungai
Batang Pudu dihasilkan dari penguraian senyawa H2S.
4. BOD
Kadar BOD yang melebihi baku mutu pada titik downstream menunjukkan
tingginya kadar oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk dekomposisi aearobik zat-zat
organik yang dihasilkan dari tumpukan sampah dan limbah domestik yang dihasilkan
dari aktivitas rumah tangga, hotel dan pasar yang dilalui sungai Batang Pudu.
5. Besi
Menurut Rukaesih Achmad, 2004 besi secara alami ditemukan hampir setiap
tempat di bumi, semua lapisan geologis dan semua badan air termasuk pada sungai
Batang Pudu. Kadar besi yang melebihi baku mutu pada titik downstream
menunjukkan bahwa air pada lokasi tersebut memiliki kadar besi terlarut yang tinggi.
Dari beberapa parameter yang melebihi baku mutu di titik downstream yaitu
fosfat, COD, sulfida, BOD, dan Besi dapat diartikan bahwa air olahan dari CMTF
Arak tidak mempengaruhi kualitas air sungai Batang Pudu seperti yang pernah
dituduhkan melainkan penyebab tingginya kadar beberapa parameter tersebut
disebabkan oleh pencemaran yang dilakukan masyarakat yang bermukim di sekitar
sungai itu sendiri.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan antara lain :
7. Parameter air olahan lumpur bor setelah pengolahan telah memenuhi baku mutu
menurut PerMen LH No. 04 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
8. Sistem pengolahan limbah lumpur bor yang dilakukan PT Chevron Pacific
Indonesia menggunakan metode fisika, kimia dan biologi.
9. Pemeriksaan kualitas air sungai Batang Pudu sebelum masuknya air olahan limbah
lumpur dari CMTF Arak terdapat beberapa parameter yag melebihi nilai baku
mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalain Pencemaran Air yaitu amoniak, fosfat, nitrit, minyak dan lemak.
10. Pemeriksaan kualitas air sungai Batang Pudu setelah masuknya air olahan
limbah lumpur dari CMTF Arak terdapat beberapa parameter yag melebihi nilai
baku mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalain Pencemaran Air yaitu amoniak, sulfid, COD, BOD, Besi,
minyak dan lemak namun kejadian ini tidak disebabkan oleh air olahan CMTF
Arak melainkan karena air sungai sudah dalam kondisi tercemar.
6.2. Saran
1. Sebaiknya melakukan pemeriksaan terhadap kualitas air sungai Batang Pudu di
titik sebelum dan setelah masuknya limbah lumpur bor agar dapat diketahui
pengaruh limbah terhadap kualitas sungai.
3. Keberhasilan dalam pelestarian lingkungan yang telah dicapai selama ini
dipertahankan dan ditingkatkan mengingat lingkungan memiliki keterbatasan
sebagai daya dukung daya tampung kebutuhan .
4. Tidak ada jaminan bahwa tanah memiliki permeabilitas nol maka sebaiknya
menyegerakan pengerjaan permanenan Pit 1, 2 dan 3 untuk mencegah terjadinya
infiltrasi limbah ke air tanah.
top related