makalah 2008
Post on 29-Nov-2015
22 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan
memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO,
yang dimaksud makanan adalah : “Food include all substances, whether in a natural state or
in a manufactured or preparedform, wich are part of human diet.” Batasan makanan tersebut
tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan
pengobatan.
Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan
manusia. Salah satu ciri makanan yang baik adalah aman untuk dikonsumsi. Jaminan akan
keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen. Makanan yang menarik, nikmat, dan
tinggi gizinya, akan menjadi tidak berarti sama sekali jika tidak aman untuk dikonsumsi.
Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia.
Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme
atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga
sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Akan
tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa sejak saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan,
ditangkap atau disembelih, bahan tersebut akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan
berlangsung sangat lambat atau sangat cepat tergantung dari macam bahan pangan. Bakteri,
khamir dan kapang, insekta dan rodentia (binatang pengerat) selalu berkompetisi dengan
manusia untuk mengkonsumsi persediaan pangannya. Senyawa organik yang sangat sensitif
dalam bahan pangan, dan keseimbangan biokimia dari senyawa tersebut, akan mengalami
destruksi oleh hampir semua variabel lingkungan di alam. Panas dan dingin, cahaya, oksigen,
kelembaban, kekeringan, waktu, dan kandungan enzim dalam bahan pangan itu sendiri,
semua cenderung merusakkan bahan pangan.
Kerusakan yang terjadi pada bahan makanan cepat atau lambat pasti terjadi dan tidak
dapat dihindari, namun bukan berarti kerusakan tersebut tidak dapat dicegah atau diatasi agar
bahan makanan tersebut dapat bertahan lama. Melihat fenomena kerusakan bahan makanan
yang terjadi ini, maka dibuatlah makalah ini dengan tujuan untuk memperdalam pemahaman
kita mengenai kerusakan bahan makanan, penyebabnya serta cara mengatasi kerusakan
makanan tersebut.
Semua makluk hidup memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan
kehidupannya. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteniologi, kimia, dan fisik, harus
selalu diperhatikan.
BAB II
ISI
A. Pengertian kerusakan makanan
Kerusakan makanan adalah adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat
diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain. Bagian-bagian yang telah rusak
seperti pada buah / sayuran akan dibuang. Bagian yang terbuang /dibuang disebut dengan
kehilangan (loss). Kehilangan bahan makanan dapat diukur dalam bentuk kehilangan
ekonomis, kuantitatif, kualitatif atau gizi. Sayuran hijau yang telah layu, berlubang-lubang
atau daunnya berwarna kekuningan dianggap telah mengalami kerusakan. Pada buah-buahan
yang memar telah terjadi pelunakan daging buah yang selanjutnya akan menyebabkan
kerusakan.
Ciri-ciri kerusakan makanan.
Pangan dinyatakan mengalami kerusakan jika telah terjadi perubahan-perubahan yang
tidak dikehendaki dari sifatnya. kerusakan dapat terjadi karena kerusakan fisik, kimia atau
enzimatis. Namun secara umum, kerusakan pangan disebabkan oleh berbagai faktor dimana
salah satunya adalah tumbuhnya bakteri, kamir atau kapang pada pangan yang dapat merusak
protein sehingga mengakibatkan bau busuk, dan juga dapat membentuk lendir, gas, busa,
asam ataupun racun.
B. Tanda-Tanda Kerusakan Bahan Pangan
Suatu bahan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang
dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan.
Penyimpangan dari keadaan semula tersebut meliputi beberapa hal, diantaranya :
Konsistensi
Tekstur
Memar
Berlendir
Berbau busuk
Gosong
Ketengikan
Penyimpangan pH
Reaksi Browning
Penggembungan kaleng ( terjadi gas)
Penyimpangan warna
Penyimpangan cita rasa
Penggumpalan/pengerasan pada
tepung
Lubang/bekas gigitan
Candling (keretakan pada kulit telur)
Tanda-tanda kerusakan yang dapat terjadi pada berbagai jenis makanan:
Buah-buahan dan sayuran.
Selama proses penanaman pemanenan, penyimpanan, dan pengangkutan ke pasar, buah
dan sayuran berpeluang terkontaminasi bahan kimia pertanian seperti residu pestisida,
antibiotik pertanian, pupuk dan bahan perangsang tumbuh. Karena itu sebelum diolah dan
dikonsumsi, buah dan sayuran harus dicuci terlebih dahulu dengan air bersih.
Kerusakan yang sering terjadi adalah karena benturan fisik, serangan serangga dan serangan
mikroorganisme. Buah dan sayuran yang rusak terlihat busuk, berubah warna dan rasa, serta
berlendir.
Daging dan Hasil Olahannya.
Daging segar yang rusak ditandai oleh timbulnya bau busuk, warna merah kebiruan /
kehitaman, dan adanya lendir pada permukaan daging. Ikan yang telah mengalami kerusakan
ditandai oleh insang yang berwarna coklat kehitaman, lender yang berlebihan, sisik yang
mudah lepas, mata yang masuk ke bagian dalam dan timbulnya bau yang menyimpang.
Daging segar merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan bakteri karena daging
mengandung zat nutrien dan air dalam jumlah cukup serta pH sedang. Mikroba yang terdapat
dalam tubuh atau daging hewan berasal dari lingkungan hidup seperti dari pakan atau air.
Mikroba masuk ke dalam tubuh hewan melalui saluran pencernaan. Agar kita terhindar dari
penyakit, mikroba patogen yang berkembang biak dalam potongan daging dimusnahkan
terlebih dahulu. Caranya tak lain sebelum dimakan, daging atau bahan pangan yang
mengandung daging harus dimasak dengan sempurna. Jadi, daging mudah rusak karena
kandungan nutrisi dan kadar airnya tinggi.
Ikan dan Hasil Olahannya
Ikan dan kerang dapat menjadi media perantara bagi mikroba patogen (seperti Vibrio)
dan parasit (seperti cacing pipih) yang dapat menginfeksi manusia. Bibit penyakit ini berasal
dari lingkungan alami ikan, terutama lingkungan air yang terkontaminasi oleh kotoran
penderita penyakit kolera.
Bakteri Vibrio tidak menyebabkan diare tetapi mengakibatkan terjadinya infeksi di
saluran pencernaan yang bersifat parah dan bisa mengancam nyawa. Untuk memperkecil
resiko terkena penyakit, ikan yang dimakan mentah atau setengah matang harus dicuci
bersih-bersih. Kerusakan pada ikan ditandai dengan terjadinya perubahan warna, bau, tekstur
dan terbentuknya lendir. Bakteri yang menyebabkan kerusakan ikan dipengaruhi oleh suhu
penyimpanan ikan.
Susu dan Hasil Olahannya.
Susu yang diperah secara higienis dari hewan yang sehat sebetulnya mengandung
kontaminan mikroba dalam jumlah yang rendah. Namun dalam perjalanan menuju tempat
pengolahan lanjutan, susu mudah tercemar mikroba. Selama proses pengolahanpun ancaman
kontaminasi bakteri tetap ada, terutama bila peralatan yang digunakan tidak steril. Kerusakan
pada susu ditandai dengan pembentukan gas, penggumpalan, lendir, tengik, dan perubahan
rasa. Penggumpalan dan pembentukan lendir pada susu disebabkan oleh bakteri dan juga
terbentuknya asam pada susu.
Makanan Kalengan.
Kerusakan makanan kalengan akibat bakteri menjadikan makanan berbau busuk dan
berwarna hitam.
C. Penggolongan bahan makanan ditinjau dari daya tahannya terhadap kerusakan
Berdasarkan tingkat kerusakannya bahan makanan digolongkan menjadi 4, yaitu :
a. Cepat rusak (Highly perishable)
Kerusakan bahan makanan jenis ini dapat terjadi dalam waktu 1-6 jam. Contoh : air
susu, ikan, daging ayam, jeroan, dll.
b. Mudah rusak (Perishable)
Kerusakan dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari, tergantung pada cara penanganannya.
Contoh : sayur-sayuran, buah-buahan.
c. Agak mudah rusak (Semi perishable)
Bahan makanan yang dapat tahan hingga beberapa minggu. Contoh : bawang putih, biji
melinjo, kentang, waluh.
d. Tidak mudah rusak (Non perishable)
Bahan makanan yang dapat disimpan hingga beberapa bulan. Contoh : kacang-
kacangan, biji-bijian.
D. Jenis-Jenis Kerusakan Bahan Pangan
Bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu:
a. Kerusakan Fisiologis
Kerusakan fisiologis merupakan kerusakan yang terjadi akibat adanya reaksi
metabolisme atau enzim yang berlebihan yang terdapat di dalam bahan makanan. Kerusakan
yang ditimbulkan adalah terjadinya proses pembusukan. Enzim adalah suatu senyawa protein
yang dapat mempercepat kerja suatu reaksi tetapi zat yang bersangkutan tidak ikut bereaksi
(hanya bersifat sebagai katalis). Enzim dapat berasal dari aktifitas mikroorganisme ataupun
diproduksi dari bahan pangan itu sendiri, misalnya : enzim pektinase yang terdapat pada
buah-buahan yang menyebabkan buah-buahan menjadi lunak.
b. Kerusakan Biologis
Kerusakan biologis merupakan kerusakan bahan makanan yang diakibatkan oleh
organisme perusak, misalnya rodentia, serangga, unggas. Masuknya serangga ke dalam bahan
makanan, selain merusak bahan makanan juga merupakan jalan masuk mikroorganisme
pembusuk yang dikenal dengan istilah "port de antre".
Serangga biasanya merusak buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian
pada saat bahan pangan dipanen. Kerugian yang terjadi adalah :
Penyusutan berat Bahan pangan
Berkurangnya nilai gizi Bahan pangan
Bahan pangan akan mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme
Selain menyebabkan berat Bahan pangan rodentia (binatang pengerat / tikus) juga
merugikan karena kotoran, rambut dan urine tikus akan menimbulkan bau yang kurang enak
dan juga pembawa bakteri.
c. Kerusakan Mikrobiologis
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah,
tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan. Kerusakan ini sangat
merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan karena racun yang diproduksi,
penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Bahan yang telah rusak oleh mikroba juga
dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau
segar.
Penyebab kerusakan mikrobiologis adalah bermacam-macam mikroba seperti kapang,
khamir dan bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa atau mendegradasi
makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil.
Kerusakan jenis ini sangat merugikan karena :
Dapat mengakibatkan keracunan
Tidak hanya terjadi pada bahan makanan mentah, tetapi juga pada bahan makanan
setengah jadi, misalnya sosis.
Pada awalnya semua jaringan hidup steril, tetapi setelah keluar dari lingkungannya, bias
saja menjadi tidak steril. Misalnya air susu sapi tetap steril pada saat berada di dalam kelenjar
susu sapi tapi setelah diperah dapat saja air susu tersebut tidak lagi steril. Hal ini disebabkan
adanya kontaminasi dari udara, pemerah ataupun peralatan yang digunakan.
Bahan pangan yang mengalami kerusakan oleh mikroorganisme ternyata mengandung
mikroorganisme dominan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi
oleh 2 faktor, yaitu :
a. Faktor intrinsik, meliputi :
Aktifitas air (water activity)
pH
Potensi oksidasi-reduksi
Kandungan gizi
ada / tidaknya zat anti mikroba alamiah
struktur biologis dari bahan pangan yang ditumbuhi mikroorganisme
b. Faktor ekstrinsik
Yaitu kondisi lingkungan yag mempengaruhi pertumbuhan, jumlah dan jenis
mikroorganisme. Faktor ekstrinsik, meliputi :
Temperatur
Kelembaban
Susunan gas di atmosfer
Mikroorganisme adalah mahluk hidup yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang,
tetapi harus memakai bantuan mikroskop. Mikroorganisme yang umumnya berhubungan
dengan makanan adalah bakteri, kapang dan khamir (ragi).
d. Kerusakan Pathologis
Kerusakan patologis yaitu kerusakan bahan makanan yang terjadi akibat adanya
penyakit pada bahan makanan.
e. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis. Kerusakan ini
terjadi pada : benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat, selama pengangkutan
(tertindih atau tertekan) maupun terjatuh, sehingga mengalami bentuk atau cacat berupa
memar, tersobek atau terpotong.
f. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya terjadinya
“case hardening” karena penyimpanan dalam gudang basah menyebabkan bahan seperti
tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi pengerasan atau membatu. Dalam
pendinginan terjadi kerusakan dingin (chilling injuries) atau kerusakan beku (freezing
injuries) dan “freezer burn” pada bahan yang dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu
pembekuan akan menjadi kristal es dan menyerap air dari sel sekitarnya. Akibat dehidrasi ini,
ikatan sulfihidril (–SH) dari protein akan berubah menjadi ikatan disulfida (–S–S–), sehingga
fungsi protein secara fisiologis hilang, fungsi enzim juga hilang, sehingga metabolisme
berhenti dan sel rusak kemudian membusuk. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-
sama dengan bentuk kerusakan lainnya.
Contoh :
Pada poses pengolahan dengan panas yang terlalu lama akan menimbulkan kegosongan.
Pada proses pendinginan tgerjadi kerusakan "chilling injuries" atau pada proses
pembekuan terjadi kerusakan "freezinginjuries" dan "freezing-burn".
Pada proses pengeringan biji-bijian yang kurang baik akan menyebabkan "case-
hardering" yaitu suatu keadaan dimana bagian luar biji sudah kering tetapi bagian dalam
masih basah. Hal ini dapat terjadi bila penguapan pada Bahan pangan tidak merata
g. Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya : “coating” atau
enamel, yaitu terjadinya noda hitam FeS pada makanan kaleng karena terjadinya reaksi
lapisan dalam kaleng dengan H–S– yang diproduksi oleh makanan tersebut. Adanya
perubahan pH menyebabkan suatu jenis pigmen mengalami perubahan warna, demikian pula
protein akan mengalami denaturasi dan penggumpalan. Reaksi browning dapat terjadi secara
enzimatis maupun non-enzimatis. Browning non-enzimatis merupakan kerusakan kimia yang
mana dapat menimbulkan warna coklat yang tidak diinginkan. Bahan kimia yang terdapat
pada bahan pangan berasal dari :
Alamiah (bahan makanan itu sendiri), misalnya :
1. Asam lemak
Asam lemak merupakan salah satu bahan penyusun lemak. Asam lemak dapat rusak dan
bereaksi dengan bahan penyusun lemak lain, sehingga menyebabkan tengik.
2. Asam Sulfida (H2S)
Bahan makanan kalengan dapat memproduksi gas H2S yang apabila bereaksi dengan
lapisan kaleng yang tidak baik dapat menghasilkan senyawa ferrum sulfide (FeS)
sehingga mengakibatkan timbulnya noda hitam pada bahan makanan kalengan tersebut.
Noda-noda hitam tersebut biasanya mengandung racun.
Dari luar bahan makanan, terbagi menjadi 2 :
1. Sengaja ditambahkan ke dalam bahan makanan sebagai bahan makanan tambahan
(food additive). Jika food additive digunakan tidak sesuai dengan ketentuan dapat
mengakibatkan keracunan.
Contoh : bahan pewarna, pengental, pemanis buatan, dll.
2. Tidak sengaja terdapat dalam bahan makanan
Misalnya insektisida pada bahan makanan atau tembaga (Cu) yang terdapat pada
perlatan memasak.
E. Faktor Utama Penyebab Kerusakan Pangan
Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan faktor-faktor berikut :
a. pertumbuhan dan aktifitas mikroba;
b. aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan;
c. serangga parasit dan tikus;
d. suhu (pemanasan dan pendinginan);
e. kadar air;
f. udara (oksigen);
g. sinar;
h. waktu
a. Pertumbuhan dan Aktifitas Mikroba
Mikroba merupakan penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di tanah, air dan
udara. Secara normal tidak ditemukan di dalam tenunen hidup, seperti daging hewan atau
daging buah.
Tumbuhnya mikroba di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan
pangan, dengan cara : menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil;
menyebabkan fermentasi gula; menghidrolisis lemak dan menyebabkan ketengikan; serta
mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak. Beberapa mikroba dapat
membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin, dan lainnya. Mikroba menyukai kondisi
yang hangat dan lembab.
Bakteri :
Bakteri dapat berbentuk cocci (Streptococcus sp.), bentuk cambuk pada bacilli,
bentuk spiral pada spirilla dan vibrios. Bakteri berukuran satu mikron sampai beberapa
mikron, dapat membentuk spora yang lebih tahan terhadap : panas, perubahan kimia,
pengolahan dibandingkan enzim. Suhu pertumbuhan untuk : bakteri thermophylic (450C–
550C); bakteri mesophylic (200C–450C) sedangkan bakteri psychrophylyc < 200C.
Khamir
Khamir mempunyai ukuran 20 mikron atau lebih dan berbentuk bulat atau lonjong
(elips).
Kapang
Kapang berukuran lebih besar dan lebih kompleks, contohnya Aspergillus sp.,
Penicillium sp., dan Rhizopus sp. Kapang hitam pada roti, warna merah jingga pada oncom,
warna putih dan hitam pada tempe disebabkan oleh warna conidia atau sporanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba di antaranya : air, pH, RH,
suhu, oksigen, dan mineral.
Air
Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Air dalam substrat yang
dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba biasanya dinyatakan dengan “water activity”
(aw). aw dibedakan dengan RH, aw digunakan untuk larutan atau bahan makanan, dan RH
untuk udara atau ruangan.
Bakteri perlu air lebih banyak dari kapang dan khamir, serta tumbuh baik pada aw mendekati
satu yaitu pada konsentrasi gula atau garam yang rendah. aw optimum dan batas terendah
untuk tumbuh tergantung dari macam bakteri, makanan, suhu, pH, adanya oksigen, CO2 dan
senyawa-senyawa penghambat. Pada umumnya kapang membutuhkan aw lebih sedikit
daripada khamir dan bakteri. Setiap kapang mempunyai aw minimum untuk tumbuh, dan
untuk mencegah pertumbuhan kapang sebaiknya aw diturunkan hingga dibawah 0,62.
Khamir membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan bakteri, tetapi lebih banyak
daripada kapang. Umumnya batas aw terendah untuk khamir sekitar 0,88– 0,94
pH
pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan, dan setiap mikroba
masing-masing mempunyai pH optimum, pH minimum dan pH maksimum untuk
pertumbuhannya.
Bakteri paling baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam atau
basa. Kapang tumbuh pada pH 2– 8,5, biasanya lebih suka pada suasana asam. Sedangkan
khamir tumbuh pada pH4–4,5 dan tidak tumbuh pada suasana basa.
Suhu
Setiap mikroba mempunyai suhu optimum, suhu minimum, dan suhu maksimum untuk
pertumbuhannya. Bakteri mempunyai suhu optimum antara 200C–450C. Suhu optimum
pertumbuhan kapang sekitar 250C–300C, tetapi Aspergillus sp. tumbuh baik pada 350C–
370C. Umumnya khamir mempunyai suhu optimum pertumbuhan serupa kapang, yaitu
sekitar 250C–300C.
Oksigen
Berdasarkan proses respirasinya, mikroba dibagi menjadi 4 golongan, yaitu aerobik,
anaerobik, fakultatif dan mikroaerophylik. Mikroba golongan aerobik bila memerlukan
oksigen bebas, umumnya kapang pada makanan. Golongan anaerob tidak memerlukan
oksigen dan tumbuh baik tanpa adanya oksigen bebas. Golongan fakultatif dapat tumbuh
dengan atau tanpa oksigen bebas, dan mikroaerophylik bila membutuhkan sejunlah kecil
oksigen bebas.
b. Aktifitas Enzim di dalam Bahan Pangan
Enzim yang ada dalam bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah
ada dalam bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini memungkinkan terjadinya reaksi
kimia dengan lebih cepat, dan dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada
komposisi bahan pangan.
Enzim dapat diinaktifkan oleh panas/suhu, secara kimia, radiasi atau perlakuan
lainnya. Beberapa reaksi enzim yzng tidak berlebihan dapat menguntungkan, misalkan pada
pematangan buah-buahan. Pematangan dan pengempukan yang berlebih dapat menyebabkan
kebusukan. Keaktifan maksimum dari enzim antara pH 4 – 8 atau sekitar pH 6.
c. Serangga Parasit dan Tikus
Serangga merusak buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Gigitan
serangga akan kelukai perkukaan bahan pangan sehingga menyebabkan kontaminasi oleh
mikroba. Pada bahan pangan dengan kadar air rendah (biji-bijian, buah-buahan kering)
dicegah secara fumigasi dengan zat-zat kimia : metil bromida, etilen oksida, propilen oksida.
Etilen oksida dan propilen oksida tidak boleh digunakan pada bahan pangan dengan kadar air
tinggi karena dapat membentuk racun.
Parasit bayak ditemukan di dalam daging babi adalah cacing pita, dapat menjadi
sumber kontaminasi pada manusia. Tikus sangat merugikan karena jumlah bahan yang
dimakan, juga kotoran, rambut dan urine tikus merupakan media untuk bakteri serta
menimbulkan bau yang tidak enak.
d. Suhu (pemanasan dan pendinginan)
Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi secara teliti dapat menyebabkan
kebusukan bahan pangan. Suhu pendingin sekitar 4,50C dapat mencegah atau memperlambat
proses pembusukan. Pemanasan berlebih dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan
emulsi, merusak vitamin, dan degradasi lemak/minyak. Pembekuan pada sayuran dan buah-
buahan dapat menyebabkan “thawing” setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan, sehingga
mudah kontaminasi dengan mikroba. Pembekuan juga dapat menyebabkan denaturasi protein
susu dan penggumpalan.
e. Kadar Air
Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH udara sekitar. Bila
terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan pangan akan dapat menjadi media yang baik
bagi mikroba. Kondensasi tidak selalu berasal dari luar bahan. Di dalam pengepakan buah-
buahan dan sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan transpirasi, air ini dapat
membantu pertumbuhan mikroba.
f. Udara dan Oksigen
Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C, warna bahan
pangan, flavor dan kandungan lain, juga penting untuk pertumbuhan kapang. Umumnya
kapang adalah aerobik, karena itu sering ditemukan tumbuh pada permukaan bahan pangan.
Oksigen dapat menyebabkan tengik pada bahan pangan yang mengandung lemak. Oksigen
dapat dikurangi jumlahnya dengan cara menghisap udara keluar secara vakum atau
penambahan gas inert selama pengolahan, mengganti udara dengan N2, CO2 atau menagkap
molekul oksigen dengan pereaksi kimia.
g. Sinar
Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C, warna
bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya oksidasi lemak dan
perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif terhadap sinar dapat dilindungi
dengan cara pengepakan menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.
h. Waktu
Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga, pengaruh
pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua dipengaruhi oleh waktu.
Waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar, kecuali yang terjadi
pada keju, minuman anggur, wiski dan lainnya yang tidak rusak selama “ageing”.
F. Akibat-akibat kerusakan makanan
Makanan yang rusak adalah makanan yang apabila dikonsumsi oleh mahluk hidup
(manusia atau hewan) dapat mengancam kesehatan. Bahan makanan yang rusak dapat
menjalar ke makanan yang sehat / tidak rusak karena dapat terjadi pencemaran silang
sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen maupun produsen.
Beberapa akibat kerusakan bahan makanan adalah :
a. Mutu
Kerusakan bahan makanan akan berpengaruh terhadap mutu dari bahan makanan yang
bersangkutan. Bila tingkat kerusakannya ringan akan menyebabkan penurunan kelas
mutunya, tetapi bila tingkat kerusakannya agak berat dapat menyebabkan lewat mutu
(off-grade).
Bahan makanan yang sudah off-grade menyebabkan bahan makanan tersebut tidak
layak dikonsumsi lagi. Untuk menentukan suatu bahan makanan sudah mengalami off-
grade atau belum, ditetapkan batas mutu. Batas mutu tergantung pada tingkat dan
kondisi ekonomi-sosial konsumen.
b. Nilai gizi
Kerusakan bahan makanan dapat mempengaruhi nilai gizi bahan makanan.
mikroorganisme yang terdapat pada bahan makanan akan menggunakan kandungan gizi
untuk aktifitasnya. Kerusakan fisik pada pemanasan / pembekuan akan menurunkan
nilai gizi bahan makanan. Namun tidak semua kerusakan fisik akan menurunkan nilai
gizi, misalnya hilangnya sifat garing pada kerupuk karena teknik penyimpanan yang
salah / kurang baik.
c. Kesehatan
Kerusakan bahan makanan dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan manusia,
terutama kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme yang bersifat pathogen.
Penyakit yang disebabkan oleh makanan disebut 'food borne diseases' atau 'food borne
illnennen'. Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan / minuman
adalah : kolera, disentri, hepatitis, TBC dan thypus abdominalis.
Penyebab 'food borne diseases' :
Sumber biologi
Yaitu mikroorganisme dan atau racun yang diproduksi oleh mikroorganisme
tersebut.
Sumber kimia
Yaitu bahan kimia tertentu yang berbahaya bagi tubuh yang terdapat di dalam bahan
makanan secara sengaja / tidak sengaja.
Sumber fisika
Yaitu sumber yang berkaitan dengan obyek fisik, misalnya tempat plastic tertentu
yang mengandung PVC (poly Vynil Chlorida) yang membahayakan tubuh.
G. Pencegahan kerusakan makanan
Melindungi bahan makanan dari kontaminasi bukan suatu pekerjaan yang mudah, sebab
mikroba pathogen tersebar secara luas di tanah, debu, dan air atau pada peralatan serta
pada orang yang kontak dengan makanan.
Untuk mencegah terjadinya kerusakan bahan makanan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu :
a. Perlakukan penurunan air (pengeringan)
Pengeringan merupakan pengawetan yang paling lama dan paling banyak dilakukan
oleh manusia.
Ada beberapa pengertian pengeringan antara lain:
1. Pengeringan alami / Sun Drying
Keuntungan :
Murah
Tidak memerlukan keahlian
Kerugian :
Waktu tidak tentu, tergantung cuaca
Tempat yang dibutuhkan harus luas
Suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara tidak dapat dikontrol
Terkontaminasi oleh debu
Terjadi kerusakan bahan pangan
2. Pengeringan buatan / Artificial Drying
Keuntungan :
Suhu, rH, aliran udara dapat diatur
Sanitasi terjamin
Proses dapat dikontrol, sehingga mengurangi kerusakan
Tidak memerlukan tempat yang luas
Kerugian :
Perlu dana yang banyak
Diperlukan keahlian khusus
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan :
a. Luas permukaan bahan pangan
Semakin kecil ukuran bahan pangan, semakin capat proses 'drying' karena :
Kadar air lebih cepat ke permukaan
Kontak dengan medium pemanas lebih besar
b. Suhu
c. Kecepatan aliran udara
Contoh produk pengeringan :
Daging : dendeng sapi
Biji-bijian, kacang-kacangan : emping melinjo
Kopra
Buah dan sayuran : pisang sale, kismis
b. Perlakukan panas (pemanasan)
Pengertian : pemberian energi panas dal;am bentuk suhu lebih yang dibiarkan
merambat ke jaringan bahan pangan.
Jenis perambatan panas :
Konduksi, biasanya pada bahan pangan padat
Konveksi, biasanya pada bahan pangan cair
Radiasi, pada bahan pangan padat dan cair
Tujuan pemanasan :
Meningkatkan / memudahkan pencernaan, cita rasa
Mempertahankan nilai gizi sebanyak mungkin
Membunuh mikroorganisme
Mengawetkan bahan makanan
Jenis–jenis proses pemanasan :
Boiling
Steaming
Baking
Frying
Pasteurisasi, adalah proses pemanasan dengan suhu 62,8° C (30') atau 73° C (15')
Sterilisasi, adalah proses pemanasan dengan suhu > 121° C.
c. Perlakukan dengan suhu rendah (pendinginan dan pembekuan)
Dilakukan sejak bangsa Eskimo kuno, yaitu : mengawetkan ikan dengan bekuan air.
Jenis-jenisnya:
1. Pendinginan / Chilling
Digunakan untuk menyimpan bahan pangan yang mudah rusak untuk jangka
waktu beberapa hari / minggu.
2. Pembekuan / Freezing
Untuk penyimpanan bahan pangan selama beberapa bulan / tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perlakuan suhu rendah :
a. Suhu
Suhu yang digunakan tergantung kadar air bahan makanan
b. Kualitas bahan pangan mentah, berpengaruh pada saat thawing.
c. Perlakuan pendahuluan
Pencucian : karena hasil pertanian cenderung kotor maka diperlukan pencucian
bahan makanan terlebih dahulu untuk menghilangkan mikroorganisme yang
dapat mengurangi daya tahan tubuh.
Pemotongan :
- Untuk membuang bagian yang tidak penting
- Untuk memperoleh ukuran yang sesuai sehingga dapat mempercepat proses
penggunaan B.P dan pembekuan.
Blancing :
- Untuk menginaktifkan enzim
- Untuk mengurangi jumlah mikroorganisme
Pencelupan bahan pangan pada sirup / gula :
- Untuk meningkatkan kecepatan pembekuan
- Untuk mengurangi jumlah O2 yang masuk ke bahan pangan terutama pada
buah-
buahan.
Pengepakan :
- Untuk mencegah perubahan warna, tekstur, cita rasa
- Untuk menghindari kontaminasi udara
d. Perlakukan dengan bahan kimia (fermentasi dan pemberian 'food additive').
Cara yang dilakukan adalah :
1. Teknologi fermentasi
Pengertian : suatu perubahan kimia yang berlangsung pada bahan pangan yang
dibantu dengan aktifitas mikroorganisme.
Tujuan :
Meningkatkan daya cerna
Mengurangi racun
Memperoleh produk makanan yang bervariasi
Meningkatkan nilai harga
Jenis-jenis mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi :
o Kapang : Mucor, Aspergillus
o Khamir : Sacharomyces
o Bakteri : Bacillus, Streptococus
Contoh bahan pangan hasil fermentasi :
Oncom, dari ampas kacang tanah
Tape, dari beras ketan / singkong
Perubahan : flavor, textur, rasa
Ikan peda, dari ikan kembung
Perubahan : flavour khas
Terasi, dari udang
Paerubahan : flavour khas
Yoghurt, dari susu
Perubahan : flavour khas, rasa
Pickle, dari sayuran, ketimun
Perubahan : flavour khas, rasa
d. Penggunaan food additive / bahan Tambahan Makanan (BTM)
Pengertian : bahan makanan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, yang
dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi
(orgaroleptik) untuk mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Selain itu, bahan
tambahan pangan juga dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman
atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteria dan
mikroba lainnya.
Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food
borne illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan.
Permenkes tentang Bahan Tambahan Makanan :
Permenkes no. 722 / Menkes / Per / IX / 1988, pasal 1.
Penambahan food additive dilakukan pada proses : persiapan, pengolahan,
pengepakan, penyimpanan atau pengangkutan bahan makanan. Penggunaan Bahan
Tambahan Makanan tidak membahayakan apabila digunakan dalam batas-batas
yang wajar.
BTP digunakan dalam pangan setidaknya mempunyai lima alasan utama, yaitu:
1. Untuk mempertahankan konsistensi produk.
Emulsifier memberikan tekstur produk berbentuk emulsi atau suspensi yang
konsisten dan mencegah pemisahan fasa air dengan fasa lemak suatu emulsi
atau pemisahan fasa cair dan fasa padat suatu suspensi. Penstabil dan pengental
menghasilkan tekstur yang lembut dan homogen pada pangan tertentu.
2. Untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi.
Vitamin dan mineral yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu, tepung,
serelia lain dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet
seseorang atau mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan.
Fortifikasi dan pengayaan pangan semacam ini telah membantu mengurangi
malnutrisi dalam populasi masyarakat Amerika. Semua pangan yang
mengandung nutrien yang ditambahkan harus diberi label yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku secara internasional atau sesuai ketentuan masing-
masing negara.
3. Untuk mempertahankan kelezatan dan kesehatan (wholesomeness) pangan.
Pengawet menahan kerusakan pangan yang disebabkan oleh kapang, bakteria,
fungi atau khamir. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang
dibawa makanan (food born illness) termasuk botulism yang membahayakan
kehidupan.
Antioksidan adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap.
Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat
bila terkena udara.
4. Mengembangkan atau mengatur keasaman/kebasaan pangan.
Bahan pengembang yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi
dengan baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama
proses pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi
keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.
5. Untuk menguatkan rasa atau mendapatkan warna yang diinginkan.
Berbagai jenis bumbu dan penguat rasa sintetik atau alami memperkuat rasa
pangan. Sebaliknya warna memperindah tampilan pangan tertentu untuk
memenuhi ekspektasi konsumen.
Pengawet makanan yang diijinkan
Pengawet yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan
Makanan, mencakup :
1. Asam Benzoat
2. Asam Propionat
3. Asam Sorbat
4. Belerang Oksida
5. Etil p-Hidroksida Benzoat
6. Kalium Benzoat
7. Kalium Bisulfit
8. Kalium Meta Bisulfit
9. Kalium Nitrat
10. Kalium Nitrit
11. Kalium Propionat
12. Kalium Sorbat
13. Kalium Sulfit
14. Kalsium benzoate
15. Kalsium Propionat
16. Kalsium Sorbat
17. Natrium Benzoat
18. Metil-p-hidroksi Benzoat
19. Natrium Bisulfit
20. Natrium Metabisulfit
21. Natrium Nitrat
22. Natrium Nitrit
23. Natrium Propionat
24. Natrium Sulfit
25. Nisin
26. Propil-p-hidroksi Benzoat
Penambahan bahan pengawet pada produk pangan menjadi bahan perhatian utama
mengingat perkembangan iptek pangan menyangkut hal tersebut yang begitu cepat
serta sering menimbulkan teka-teki bagi konsumen menyangkut keamanannya.
Fungsi dan macam Bahan Tambahan Makanan :
1. Antioksidan
Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat mencegah / menghambat oksidasi.
Contoh : asam askorbat dan garam kalium
2. Antikempal
Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat mencegah mengempalnya
makanan yang berupa serbuk.
Contoh : penggunaan alumunium silikat pada susu bubuk
3. Pengatur keasaman
Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat memberi rasa asam, menetralkan
dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
Contoh : alumunium amonium sulfat di dalam soda kue
4. Pemanis buatan
Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat memberikan rasa manis pada
makanan yang tidak / hamper tidak bernilai gizi (energi)
Contoh : Sakarin dalam permen karet
5. Pengemulsi, pemantap, pengental
Adalah Bahan Tambahan Makanan yang dapat membantu terbentuknya system
disperse yang homogen pda makanan
Contoh : agar-agar dalam es krim
6. Pengawet
Adalah Bahan Tambahan Makanan yang mencegah / menghambat terjadinya
fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan
oleh mikroorganisme.
Contoh : asam benzoat dalam kecap
7. Pengeras
Adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras / mencegah
melunaknya makanan.
Contoh : alumunium ammonium sulfat pada acar kentimun
8. Sekuestran
Adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada
makanan.
Contoh : asam fosfat pda kepiting kalengan
Upaya pencegahan kerusakan bahan makanan dengan bahan kimia yang umum
dilakukan untuk meningkatkan daya tahan simpan bahan makanan adalah :
1. Garam
Penggaraman merupakan cara pengawetan makanan yang telah lama dilakukan.
NaCl terbukti efektif mencegah / menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Contoh bahan makanan : ikan asin, telur asin
2. Asam
Penambahan asam pada makanan akan menurunkan pH bahan makanan sehingga
menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak yang tidak tahan pada PH.
Contoh bahan makanan :
Penggunaan asam cuka pada acar, asinan
Penggunaan asam laktat pada yoghurt
3. Gula
Penggunaan gula dengan konsentrasi ↑ akan menurunkan Aw sehingga air yang
diperlukan oleh mikroorganisme juga akan turun , sehingga pertumbuhan
mikroorganisme Juga akan terhambat.
Contoh bahan makanan : jam, jelly, manisan, sirup, dodol, sari buah, susu kental
manis.
Sehubungan denga teka-teki yang muncul menyangkut keamanan penggunaan bahan
pengawet dalam produk pangan, maka Tabel 1 berikut disajikan kajian keamanan
beberapa pengawet yang banyak digunakan oleh industri pangan.
Tabel1. Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan
Bahan Pengawet Produk Pangan Pengaruh terhadap Kesehatan
Ca-benzoat Sari buah, minuman ringan,
minuman anggur manis,
ikan asin
Dapat menyebabkan reaksi
merugikan pada asmatis dan yang
peka terhadap aspirin
Sulfur dioksida
(SO2)
Sari buah, cider, buah
kering, kacang kering,
sirup, acar
Dapat menyebabkan pelukaan
lambung, mempercepat serangan
asma, mutasi genetik, kanker dan
alergi
K-nitrit Daging kornet, daging
kering, daging asin, pikel
daging
Nitrit dapat mempengaruhi
kemampuan sel darah untuk
membawa oksigen, menyebabkan
kesulitan bernafas dan sakit kepala,
anemia, radang ginjal,
muntah
Ca- / Na-propionat Produk roti dan tepung Migrain, kelelahan, kesulitan tidur
Na-metasulfat Produk roti dan tepung Alergi kulit
Asam sorbat Produk jeruk, keju, pikel
dan salad
Pelukaan kulit
Natamysin Produk daging dan keju Dapat menyebabkan mual, muntah,
tidak nafsu makan, diare dan
pelukaan kulit
K-asetat Makanan asam Merusak fungsi ginjal
BHA Daging babi segar dan
sosisnya, minyak
sayur, shortening, kripik
kentang, pizza beku, instant
teas
Menyebabkan penyakit hati dan
kanker.
top related