makalah bisnis jasa supply and demand services
Post on 18-Jan-2016
49 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 2
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Peramalan Operasi Jasa............................................................................... 3
2.2 Proses Peramalan Jasa................................................................................. 3
2.3 Metode Peramalan Jasa............................................................................... 5
2.4 Karakteristik Permintaan dan Penawaran Jasa........................................... 8
2.5 Strategi Mengelola Penawaran................................................................... 9
2.6 Strategi Mengelola Permintaan.................................................................. 10
2.7 Manajemen Antrean................................................................................... 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 19
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tantangan dalam pemasaran jasa adalah menyelaraskan kapasitas
penawaran dan permintaan jasa perusahaan. Sejumlah faktor berkontribusi pada hal ini,
diantaranya karakteristik jasa yang tidak tahan lama, variabilitas dalam kapasitas jasa, dan
partisipasi pelanggan dalam sistem penyampaian jasa. Sebagian besar operasi jasa
memiliki batas maksimum kapasitas produktif. Apabila permintaan melampaui
penawaran, maka ada kemungkinan perusahaan akan terpaksa kehilangan sebagian
pelanggannya atau mungkin juga pelanggan terpaksa menunggu cukup lama. Kondisi
kontras dengan keadaan jika penawaran melebihi permintaan, dimana akan ada kapasitas
produktif yang menganggur dan hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan. Selain itu,
karyawan juga bisa menjadi bosan karena hanya duduk bengong dalam periode
permintaan sepi.
Perusahaan harus bisa memahami peramalan dalam operasi jasa dan prosesnya.
Metode peramalan jasa juga harus dimengerti oleh perusahaan jasa. Strategi mengelola
permintaan agar variasi permintaan bisa dikendalikan. Selain itu, strategi mengelola
penawaran dapat diterapkan perusahaan jas umtuk menyesuaikan kapasitasnya dengan
tingkat permintaan yang berfluktuasi. Penerapan manajemen antrean bagi perusahaan bisa
dilakukan agar pelanggan tetap loyal. Dari uraian diatas, maka penulis menyusun
makalah yang berjudul “Manajemen Permintaan dan Penawaran Jasa”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan peramalan dalam operasi jasa?
2. Bagaimana proses peramalan jasa?
3. Apa saja metode-metode yang digunakan untuk peramalan jasa?
4. Apa saja karakteristik penawaran dan permintaan jasa?
5. Bagaimana strategi mengelola penawaran jasa?
6. Bagaimana strategi mengelola permintaan jasa?
7. Apa itu manajemen antrean?
2
BAB II
2.1 PERAMALAN DALAM OPERASI JASA
Peramalan mencerminkan prediksi atau perkiraan terhadap sesuatu yang akan terjadi
pada kondisi dan situasi tertentu. Peramalan berusaha memperkirakan hal apa yang akan
terjadi, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap strategi yang akan dibuat, misalnya dalam
menetapkan strategi penetapan harga dan komunikasi pemasaran. Strategi tersebut dibuat
berdasarkan peramalan yang telah dilakukan.
Strategi peramalan di bagi menjadi 3 bagian (Silk & Curley, 1970). Pertama,
determistic strategy, yaitu strategi yang mengasumsikan bahwa situasi saat ini (present)
berhubungan kausal erat dengan masa depan (future). Dalam peramalan ekonomik, strategi
ini digunakan untuk memprediksi pengeluaran konstruksi berdasarkan pemahaman atas
kontrak konstruksi yang telah disepakati. Kedua, symptomatic strategy, yakni strategi yang
mengasumsikan bahwa petunjuk atau gejala saat ini (present sign) menggambarkan
bagaimana masa depan berkembang atau terjadi. Tanda-tanda semacam ini tidak
“menentukan” masa depan, tetapi lebih mengungkapkan bahwa perubahan sedang
berlangsung. Contoh sederhana, apabila suhu tubuh seseorang meningkat melebihi batas
normal, maka gejala ini mengindikasikan kemungkinan yang bersangkutan menderita sakit.
Dalam konteks peramalan ekonomik, strategi ini memerlukan edentifikasi “leading
indicators” (rentetan waktu atau time series yang perubahannya memberi pertanda bagi naik
turunnya aktifitas bisnis general). Ketiga, systematic strategy, yakni strategi yang
mengasumsikan bahwa meskipun perubahan dalam dunia nyata mungkin terjadi secara
kebetulan atau chaotic, analisis secara sistematis dan seksama bisa mengungkapkan pola
dasar atau regularitas tertentu (kadangkala disebut prinsip, teori atau hukum).
2.2 PROSES PERAMALAN JASA
Langkah-langkah dalam proses peramalan jasa adalah sebagai berikut:
1. Penentuan tujuan peramalan
Tujuan peraman tergantung pada informasi yang dibutuhkan manajer. Beberapa hal
yang ditentukan dalam tahap ini diantaranya adalah variabel yang akan diestimasi,
3
penggunaan ramalan, alasan dibutuhkannya peramalan, biaya peramalan, jangka
waktu peramalan dan tingkat akurasi peramalan.
2. Penyusunan model peramalan
Penyajian lebih sederhana sistem atau aspek-aspek yang akan diprediksi (misalnya,
permintaan akan jasa). Model sering bermanfaat dalam membantu mengklasifikasikan
atau memisahkan pengaruh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah
faktor-faktor yang dapat dikendalikan secara langsung oleh pihak manajemen
perusahaan, misalnya biaya promosi, kualitas produk/barang dan harga jual.
Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor di luar kendali pihak manajemen,
seperti tingkat inflasi, tingkat pendapatan konsumen, tingkat pengangguran, perilaku
pesaing dan perubahan peraturan pemerintah.
3. Pengujian model peramalan
Pengujian bertujuan untuk mendapatkan hasil estimasi yang memuaskan, model yang
dipilih pada tahap kedua perlu diuji dahulu validitas dan realibitasnya sebelum
diterapkan.
4. Penerapan model peramalan
Setelah lolos proses pengujian, model peramalan akan diterapkan sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditentukan.
5. Revisi dan evaluasi
Estimasi-estimasi yang telah dibuat harus senantiasa disempurnakan dan ditinjau
kembali. Revisi mungkin perlu dilakukan sehubungan dengan adanya perubahan-
perubahan, baik pada perusahaan maupun lingkungannya, misalnya harga, biaya
promosi, peraturan pemerintah dan perkembangan teknologi. Sementara itu, evaluasi
merupakan pembandingan estimasi dengan hasil aktual untuk menilai akurasi
penggunaan metode peramalan spesifik. Langkah ini dibutuhkan untuk meningkatkan
kualitas estimasi di masa yang akan datang.
4
2.3 METODE-METODE PERAMALAN
Setidaknya ada empat bidang kunci yang perlu dipertimbangkan oleh manajer jasa dalam menilai beberapa alternatif metode peramalan untuk situasi tertentu. Pertama, item/masalah yang akan diramalkan. Kedua, interaksi antara situasi tersebut dengan karakteristik metode peramalan yang tersedia seperti horizon waktu, pola data, biaya, akurasi, daya tarik intuitif, kesederhanaan, kemudahan aplikasi dan ketersediaan perangkat lunak komputer. Ketiga, adalah jumlah data historis yang tersedia. Berbagai metode (terutama metode-metode kuantitatif) didasari oleh informasi historis, karena itu manajer jasa harus mempertimbangkan jumlah data yang tersedia, kesesuaian data tersebut, dan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data tambahan. Pertimbangn keempat adalah waktu yang tersedia atau dialokasikan untuk mempersiapkan estimasi. Bila waktu yang tersedia sangat singkat dan mendesak, maka metode yang dipilih hendaknya yang relatif sederhana dan praktis.
Secara garis besar, metode peramalan bisnis dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu model peramalan kualitatif dan model peramalan kuantitatif.
METODE DATA YANGDIBUTUHKAN
BIAYA HORIZONESTIMASI
APLIKASI
Metode Kualitatif:Teknik Delphi Hasil Survei Mahal Jangka
panjangPeramalan teknologi
Analisis dampaksilang
Korelasi antara beberapa kejadian
Mahal Jangka panjang
Analogi historis Data beberapa periode untuk situasi serupa
Mahal Jangka menengah dan jangka panjang
Kondisi ekonomi secara umum
Metode Kuantitatif:Model Kausal:Regresi Semua data
historis untuk semua variabel
Sedang Jangka menengah
Peramalan permintaan
Ekometrik Semua data historis untuk semua variabel
Sedang; Mahal
Jangka menengah dan jangka panjang
Kondisi ekonomi
Model Runtut Waktu:Rata-rata bergerak
N observasi paling akhir.(*)
Sangat murah
Jangka pendek (1 periode)
Peramalan permintaan
Penghalusan Konstanta Sangat Jangka Peramalan
5
eksponensial penghalusan, nilai yang dihaluskan sebelumnya, dan observasi paling akhir.
murah pendek (1-3 periode)
permintaan
Keterangan : (*) N = jumlah tertentu.
Sumber : Fitzsimmons & Fitzsimmons (1994)
Metode Kualitatif
Metode peramalan kualitatif memiliki beberapa keterbatasan dan kemungkinan biasa
(Makridas dan Wheelright, 1989), di antaranya:
1. Dalam tahapan pemerolehan data:
Ketersediaan
Orang cenderung bergantung pada data yang dapat dengan mudah di peroleh
dan mudah di ingat.
Perspektif selektif
Orang cenderung mengabaikan atau mengurangi informasi yang tidak sesuai
atau tidak konsisten dengan hipotesisnya.
Informasi kongkrit
Kadangkala peramal lebih bergantung pada informasi konkrit daripada
informasi abstrak.
Ilusi korelasi
Orang bisa saja membuat ramalan yang keliru karena dua variabel yang
sesungguhnya tidak berkaitan tetapi terlibat berkaitan.
Penyajian data
Data dapat ditampilkan dalam bentuk grafik atau tabel dalam berbagai cara
yang menyesatkan.
2. Dalam tahap pengolahan informasi:
Tidak konsisten
Besar kemungkinan seorang melakukan peramalan tidak mampu menerapkan
strategi penilaian (judgement) yang konsisten.
Pandangan konservatif
6
Pandangan konservatif dapat membuat orang tidak memberikan bobot yang
memadai untuk informasi yang baru diterima.
Penyesuaian
Kadangkala orang terlalu terpaku terhadap satu titik rujukan tertentu dan
menyesuaikan ramalan mereka hanya dalam kaitannyadengan titik rujukan itu.
Law of small numbers
Orang sering mengambil kesimpulan dari data yang terlampau kecil/sedikit.
Pembenaran
Orang mungkin mendasari ramalannya dengan aturan pemrosesan yang
dijustifikasi oleh argumen yang nampaknya rasional, sekalipunaturan tersebut
tidak sesuai
3. Dalam tahap output:
Harapan yang berlebihan
Orang cenderung memberikan probabilitas yang lebih tinggi dari pada hasil
yang lebih ia sukai.
Ilusi pengendalian
Setiap kegiatan yang mengarah pada hasil yang tidak pasti dapat mengarahkan
orang untuk merasa bahwa ia memiliki pengendalian atas hasil tersebut.
4. Dalam tahap umpan balik:
Hasil tidak relevan dengan struktur belajar
Hasil yang di minati dari ramalan sebelumnya mungkin memberikan
gambaran situasi yang tidak lengkap yang mengarah pada keyakinan
berlebihan yang tidak pada tempatnya terhadap kemampuan seseorang dalam
membuat ramalan.
Kesalahan persepsi terhadap fluktuasi kebetulan
Ketika seorang peramal mengamati banyaknya produk yang berhasil yang
tidak di perkirakan sebelumnya ia mungkin memberikan probabilitas yang
lebih tinggi daripada yang dapat dibenarkan untuk suatu keberhasilan produk.
Atribusi keberhasilan atau kegagalan
Ada kecenderungan bagi seorang peramal untuk menganggap ramalan yang
tepat sebagai hasil keterampilannya, sedangkan ramalan yang tidak akurat
disebabkan oleh faktor kebetulan atau faktor lingkungan lainnya.
7
Hindsight
Orang jarang terkejut dengan kejadian yang telah terjadi. Orang dengan
mudahnya memberikan penjelasan kausal , setelah kenyataan tersebut terjadi,
tetapi tidak bisa mengetahuinya sebelumnya.
Metode Kuantitatif
Metode peramalan kuantitatif dapat diterapkan apabila terdapat kondisi berikut:
a. Tersedia informasi tentang masa lalu
b. Informasi tersebut dapat di kuantitatifkan dalam bentuk data numerik
c. Dapat dai asumsikan adanya kontinuitas, yaitu bahwa beberapa aspek pola masa lalu
akan terus berlanjut di masa mendatang.
Secara garis besar metode kuantitatif terbagi atas dua model, yaitu:
a. Model runtut waktu
Model ini sesuai untuk data runtut waktu, yaitu data yang dikumpulkan, di catat, atau
di observasi sepanjang waktu yang beruntutan.
b. Model kausal
Data mengikuti pola yang dapat di identifikasikan sepanjang waktu dan ada hubungan
yang dapat di identifikasikan di antara informasi yang di ramalkan dan faktor lainnya.
2.4 Karakteristik Permintaan dan Penawaran Jasa
Penyesuaian kapasitas dan permintaan perusahaan jasa biasanya sulit dilakukan, karena jasa
bersifat tidak tahan lama dan juga variabilitas dalam kapasitas jasa juga sangat tinggi. Hal ini
disebabkanpartisipasi pelanggan dlam penyampaian jasa, padahal setiap pelanggan bersifat
unik. Hampir semua operasi jasa mempunyai batas maksimum kapasitas produktif. Jika
permintaan melampaui penawaran maka ada kemungkinan perusahaan kehilangan sebagian
pelanggannya atau mungkin juga pelanggan terpaksa akan menuggu. Hal ini berbanding
terbalik jika penawaran melebihi permintaan, dimana kapasitas produktif tersebut akan hilang
begitu saja karena tidak dapat di simpan. Jika permintaan berada di antara kapasitas optimum
dan maksimum, maka ada risiko bahwa semua pelanggan yang di layani pada saat itu akan
menerima pelayanan yang kurang baik, sehingga mereka tidak puas.
2.5 Strategi Mengelola Penawaran
8
Strategi-strategi yang dapat diterapkan perusahaan jasa untuk menyesuaikan kapasitasnya
dengan tingkat permintaan yang berfluktuasi sebagai berikut:
1. Menggunakan karyawan paruh waktu
Karyawan paruh waktu banyak dimanfaatkan selama periode sibuk. Strategi ini lazim
diterapkan pada jasa dan untuk tugas yang tidak terlalu banyak membutuhkan
keterampilan khusus. Contohnya, toko-toko busana dan kantor pos mempekerjakan
tenaga tambahan paruh waktu (misalnya: para pelajar dan mahasiswa yang ingin
mencari pengalaman kerja atau menambah uang saku) pada masa-masa Lebaran,
Natal, dan Tahun Baru, dan periode puncak lainnya. Jaring restoran siap saji, seperti
McDonald’s, Pizza Hut, dan KFC, juga sering mempekerjakan pelajar dan mahasiswa
sebagai karyawan paruh waktu, terutama di luar jam sekolah dan akhir pekan.
2. Menyewa atau berbagi fasilitas dan peralatan tambahan
Guna menghindari investasi tambahan yang cukup mahal dan kemungkinan tidak
akan dimanfaatkan secara optimal, perusahaan jasa bisa saja menyewa fasilitas atau
peralatan tambahan yang dipergunakan selama periode puncak/sibuk. Alternatif
lainnya adalah mengembangkan shared service, misalnya beberapa rumah sakit secara
bersama-sama membeli peralatan medis tertentu untuk dipergunakan bersama.
Beberapa perusahaan penerbangan juga bisa memanfaatkan peralatan penanganan
bagasi, pintu masuk, dan berbagai fasilitas lainnya secara bersama-sama.
3. Menjadwalkan aktivitas downtime selama periode permintaan rendah
Dalam rangka memastikan bahwa seluruh kapasitas produksi perusahaan jasa dapat
tersedia selama periode puncak, aktivitas-aktivitas seperti renovasi bangunan,
reparasi, liburan karyawan, dan pelatihan harus dijadwalkan selama periode
permintaan diramalkan rendah. Dengan kata lain, perusahaan menerapkan peak-time
effeciency routines, dimana karyawan hanya melakukan tugas-tugas pokok selama
periode permintaan puncak. Di samping itu, perusahaan menjadwalkan beberapa shift
kerja dalam satu hari. Penjadwalan ini sangat penting terutama bagi perusahaan jasa
yang menghadapi permintaan siklikal, seperti bank, rumah sakit, restoran, dan warnet.
4. Melakukan pelatihan silang (cross-training) terhadap para karyawan
9
Para karyawan dilatih untuk melakukan berbagai macam tugas, supaya mereka dapat
saling membantu dan menunjang satu sama lain. Hal ini sangat bermanfaat apabila
terjadi bottle-neck, di mana sebagian karyawan menghadapi periode sibuk sementara
karyawan lainnya relatif santai. Misalnya, di saat sebagian karyawan bagian sediaan
relatif santai (pekerjaannya relatif tidak banyak), mereka akan diperbantukan pada
bagian kasir apabila antrean di kasir swalayan mulai membludak. Sebaliknya, selama
periode sepi, para kasir bisa diminta untuk membantu staf bagian sediaan dalam
menata produk dan rak pajangan.
5. Meningkatkan partisipasi para pelanggan
Perusahaan jasa dapat mengupayakan keterlibatan pelanggan sebagai co-producer
dalam tugas-tugas tertentu (terutama komponen jasa yang bersifat customer self-
service). Misalnya, pasien mengisi sendiri catatan medisnya, mahasiswa memfotokopi
sendiri bahan-bahan yang dibutuhkannya di perpustakaan kampus, pelanggan mengisi
bensin sendiri di pompa bensin swalayan, dan pelanggan mengambil sendiri makanan
dan minuman yang dibeli di restoran siap saji.
2.6 STRATEGI MENGELOLA PERMINTAAN
Agar suatu perusahaan jasa dapat mengendalikan variasi permintaannya, maka perlu
ditentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Sumber informasi yang bisa
dipergunakan untuk kebutuhan itu adalah data penjualan historis, publikasi umum, dan survai
pelanggan. Beberapa pertanyaan berikut sangat membantu dalam identifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan:
1. Apakah tingkat permintaan mengikuti siklus tertentu yang dapat diprediksi? Jika ya,
apakah lamanya siklus tersebut satu hari (bervariasi menurut jam)? satu minggu
(bervariasi menurut hari)? satu bulan (bervariasi menurut hari atau minggu)? satu tahun
(bervariasi menurut bulan atau musim)? periode lainnya? Seringkali berbagai macam
siklus bisa berlaku untuk satu permintaan tertentu. Misalnya, permintaan akan jasa
angkutan penumpang bisa bervariasi menurut jam dalam satu hari, hari dalam setiap
minggu, dan musim dalam setiap tahun.
2. Apa penyebab utama dari variasi siklikal tersebut?
a. Jam kerja
10
b. Tanggal pembayaran gaji dan upah
c. Hari sekolah dan liburan
d. Perubahan musim
Dan lain-lain
3. Apakah tingkat permintaan berubah secara acak? Jika ya, apakah penyebab utamanya
adalah:
a. Perubahan cuaca dari hari ke hari. Misalnya hujan berpengaruh terhadap
permintaan akan jasa pertunjukan luar ruangan dan dalam ruangan.
b. Peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan yang tidak dapat ditentukan secara
pasti. Misalnya serangan jantung dan kelahiran mempengaruhi permintaan akan
jasa rumah sakit.
c. Kecelakaan, bencana alam dan aktivitas kriminal tertentu. Jasa-jasa yang terkait
dengan situasi ini adalah kepolisian, rumah sakit, pemadam kebakaran, regu
penyelamat, asuransi, dan lain-lain.
Bila dikaitkan dengan situasi kapasitas terhadap permintaan, ada beberapa macam
pendekatan yang bisa diterapkan untuk mengelola permintaan (memperhalus fluktuasi
permintaan), yaitu:
1. Tidak melakukan apapun
Dalam pendekatan ini, perusahaan membiarkan tingkat permintaan seperti apa adanya,
tanpa melakukan pengurangan ataupun penambahan. Bila dikaitkan dengan situasi
kapasitas terhadap permintaan, ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi:
a. Situasi kapasitas tidak memadai (permintaan berlebih):
Akan terjadi antrian yang tidak teratur, sehingga dapat mengecewakan sebagian
pelanggan dan membuat mereka tidak akan memanfaatkan jasa perusahaan lagi di masa
mendatang.
b. Kapasitas memadai (permintaan memuaskan):
Kapasitas dirnanfaatkan secara penuh.
c. Kapasitas berlebih (permintaan kurang):
11
Sebagian kapasitas terbuang percuma. Penonton bisa memiliki pengalaman yang
mengecewakan dan berpengaruh terhadap pembelian ulang. Misalnya restoran dan
bioskop yang sepi pengunjung bisa menimbulkan kesan bahwa kualitasnya jelek dan
kelangsungan hidup usahanya diragukan.
2. Mengurangi permintaan
Pendekatan ini dilaksanakan dengan cara mengurangi permintaan pada periode
permintaan puncak. Dalam kondisi permintaan jauh melampaui kapasitas, penetapan
harga yang lebih mahal dapat meningkatkan laba. Namun demikian, perusahaan harus
mempertimbangkan secara cermat elastisitas harga terhadap jasa perusahaan, yaitu
seberapa besar pengaruh perubahan harga terhadap perubahan volume permintaan
pelanggan atas jasa perusahaan. Setiap tipe pelanggan memiliki tingkat sensitivitas harga
yang berbeda Misalnya saja para eksekutif dan pelaku bisnis cenderung bersedia
membayar lebih mahal untuk jasa penerbangan dibandingkan para wisatawan lokal biasa.
Oleh karena itu dalam industri penerbangan sering dijumpai kelas pelayanan yang
berbeda, yakni kelas eksekutif dan kelas ekonomi. Tarif untuk kelas eksekutif lebih
mahal, tetapi mendapatkan beberapa fasilitas pelayanan yang lebih baik, seperti tempat
duduk yang lebih nyaman dan luas, pelayanan yang lebih personal, menu hidangan yang
lebih bervariasi, dan lain-lain.
Selain itu perusahaan perlu mendorong pemanfaatan jasa pada waktu atau kesempatan
lain. Cara yang ditempuh adalah menerapkan differential pricing atau menggunakan
insentif harga, misalnya memberikan potongan harga khusus untuk interlokal pada
malam hari dan hari libur. Cara lain adalah dengan melakukan demarketing pada periode
sibuk, misalnya menggunakan iklan yang mendorong agar konsumen berbelanja lebih
awal sehingga tidak perlu berdesak-desakan pada saat-saat menjelang lebaran. Iklan
tersebut bisa juga disertai dengan potongan harga khusus yang menarik.
3. Meningkatkan permintaan
Pendekatan ini bertujuan meningkatkan permintaan pada saat terjadi kapasitas
berlebihan. Harga dapat diturunkan secara selektif agar semua biaya relevan (relevant
costs) tertutupi. Di samping itu perusahaan juga perlu memanfaatkan komunikasi dan
distribusi (lokasi dan timing penyampaian jasa), serta menciptakan variasi jasa (yang
memberikan nilai tambah) agar dapat menaikkan tingkat penggunaan jasa oleh
12
pelanggan. Sebagai contoh, untuk menaikkan tingkat huni suatu resort hotel selama
periode sepi, hotel tersebut digunakan pula sebagai tempat rapat, seminar, dan
sebagainya. Kapasitas berlebihan sering menjadi masalah utama pada fasilitas jasa yang
sifatnya sangat dipengaruhi oleh faktor musiman. Misalnya saja pemakaian telepon,
taman hiburan, jasa angkutan umum dalamkota dan luar kota, dan lain-lain. Permintaan
pada masa-masa sepi, di mana kapasitasnya menjadi berlebihan, dapat pula ditingkatkan
dengan cara penetapan harga diferensial.
4. Menyimpan permintaan dengan sistem reservasi dan janji
Pendekatan ini bertujuan untuk menyimpan permintaan sampai tersedia kapasitas yang
memadai. Cara yang ditempuh adalah membuat suatu sistem reservasi atau
janji (appointment), di mana pelanggan dijanjikan akan dilayani pada waktu tertentu.
Dengan demikian pelanggan tidak perlu mengantri lama. Sistem reservasi dan janji
banyak diterapkan perusahaan-perusahaan penerbangan, restoran, hotel dan motel,
penyewaan mobil, bioskop, dokter, psikolog, dan konsultan. Dalam praktik, untuk
mengantisipasi agar tidak terjadi kerugian akibat reservasi yang tidak dipergunakan,
tidak jarang suatu perusahaan menerima reservasi melampaui tempat yang tersedia.
Namun cara ini mengandung resiko. Yaitu apabila semua reservasi akan digunakan pada
saat bersamaan. Untuk itu perusahaan perlu mengembalikan uang pelanggan,
memberikan ganti rugi, dan/atau mencarikan pengganti jasa untuk pelanggan yang telah
memesan tetapi tidak terlayani. Misalnya penerbangan yang dibatalkan harus dicarikan
gantinya pada penerbangan berikutnya. Hotel yang telah terisi penuh mengalihkan
sebagian tamunya yang tidak tertampung ke hotel terdekat yang kualitasnya setara.
Dalam sistem reservasi maupun janji, perusahaan perlu pula mempertimbangkan sistem
prioritas bagi segmen-segmen pasar utama (yang paling diinginkan). Sedangkan
pelanggan lainnya diarahkan untuk mengubah/mengalihkan waktu konsumsinya ke
periode tidak sibuk atau ke periode puncak yang akan datang.
5. Menyimpan permintaan dengan antrian formal
Pendekatan ini bertujuan untuk menyimpan permintaan dengan cara mengembangkan
sistem antrian formal. Perusahaan perlu menjaga kenyamanan selama pelanggan menanti
gilirannya dilayani. Di samping itu dibutuhkan pula upaya memprediksi secara akurat
periode dan lamanya menunggu.
13
6. Mengembangkan jasa atau pelayanan komplementer selama waktu sibuk
Jasa komplementer disediakan untuk memberikan alternatif kepada para pelanggan yang
sedang menunggu, misalnya penggunaan ATM (Automatic Tells Machine) di bank-bank,
penambahan bar pada suatu restoran, dan bioskop menyediakan pula video game di
lobbynya. Jasa komplementer dapat memberikan beberapa macam manfaat seperti,
a. kegelisahan pelanggan yang sedang menunggu dapat berkurang karena waktu
menunggunya dapat diisi dengan aktivitas lain.
b. perusahaan bisa memperoleh penghasilan tambahan.
c. permintaan agregat terhadap jasa perusahaan bisa menjadi lebih seragam atau
merata.
2.7 Manajemen Antrean
Menunggu memang bukanlah pekerjaan yang menyenangkan bagi kebanyakan orang.
Kendati demikian, menunggu giliran untuk dilayani merupakan fenomena yang sulit
dihindari dalam pemasaran jasa. Antrean akan terjadi apabila jumlah pelanggan yang datang
ke fasilitas jasa lebih besar dibandingkan kapasitas kapasitas sistem perusahaan untuk
memproses atau melayani mereka secara bersamaan. Dalam praktik, antrean merupakan salah
satu masalah manajemen kapasitas yang sulit terpecahkan secara tuntas. Meskipun penyedia
jasa telah melakukan berbagai upaya untuk menekan waktu tunggu dan antrean melalui
teknik-teknik manajemen operasi, tetap saja antrean tidak terelakkan. Secara garis besar, ada
dua data utama yang perlu diketahui dalam manajemen antrean, yaitu jumlah pelanggan yang
datang selama periode waktu dan waktu yang dibutuhkan untuk melayani setiap pelanggan.
Dalam teori antrean telah dikembangkan berbagai metode yang bermanfaat untuk
menentukan diantaranya :
1. Jumlah rata-rata pelanggan yang menunggu dalam antrean.
2. Probabilitas waktu tunggu akan melampaui jangka waktu tertentu.
3. Rata-rata lamanya antrean
4. Probabilitas lamanya antrean akan melampaui waktu tertentu.
Hal itu akan terjadi dengan catatan tersedia data mengenai tingkat kedatangan rata-rata para
pelanggan untuk mendapatkan layanan, waktu yang dibutuhkan untuk melayani setiap
pelanggan dalam antrean, dan jumlah fasilitas layanan. Umumnya, sistem antrean menganut
prinsip “yang datang duluan akan dilayani terlebih dahulu” (First Come, First Served). Akan
tetapi, tidak semua sistem antrean dilaksanakan berdasarkan prinsip tersebut. Kadangkala
14
segmentasi pasar digunakan untuk merancang strategi antrean yang memberikan prioritas
berbeda kepada tipe pelanggan yang berlainan. Perbedaan prioritas tersebut dilaksanakan atas
dasar beberapa hal berikut.
Tingkat kepentingan pelanggan, misalnya pelanggan yang sering memanfaatkan jasa
sebuah perusahaan penerbangan akan diutamakan dalam reservasi.
Tingkat urgensi pekerjaan/layanan, misalnya pasien Unit Gawat Darurat akan
mendapatkan prioritas utama untuk dilayani di rumah sakit.
Durasi transaksi jasa, misalnya menyediakan jalur antrean khusus bagi pelanggan
yang membutuhkan layanan singkat, seperti halnya layanan ekspres di pasar
swalayan, layanan cuci cetak foto kilat, dan sejenisnya.
Pembayaran harga premium, misalnya tempat check-in pesawat yang berbeda bagi
penumpang kelas eksekutif dan kelas ekonomi; ruang juliah berbeda bagi mahasiswa
program MM (Magister Manajemen) dan M.Si (Magister Sains).
Di masa lampau banyak rancangan yang dipergunakan perusahaan untuk menangani masalah
antrean yang mengabaikan atau melupakan aspek psikologis antrean. Contohnya, situasi
seperti nasabah atau calon nasabah bank yang tidak jadi melakukan transaksi hanya karena
melihat antrean panjang di depan loket. Untuk itu, David Maister (dalam Lovelock,1994)
memberikan wawasan bermanfaat untuk membantu pemahaman mengenai sisi psikologis
manajemen antrean. Maister merumuskan delapam prinsip mengenai waktu menunggu
sebagai berikut.
1. Waktu yang tidak diisi (unoccupied time) akan terasa lebih lama daripada waktu yang
terisi.
2. Menunggu di saat sebelum proses terasa lebih lama daripada menunggu pada saat
proses layanan dilakukan.
3. Kegelisahan menyebabkan menunggu terasa lebih lama.
4. Menunggu yang tidak pasti terasa lebih lama daripada menunggu yang telah pasti.
5. Menunggu tanpa kejelasan lebih lama daripada menunggu dengan kejelasan.
6. Menunggu yang tidak adil lebih lama daripada menunggu yang wajar/adil.
7. Semakin bernilai sebuah jasa, semakin lama orang akan bersedia menunggu.
8. Menunggu sendirian terasa lebih lama daripada menunggu bersama kelompok.
Implikasi dari prinsip-prinsip di atas adalah bahwa perusahaan jasa harus kreatif dan berusaha
mencari berbagai terobosan agar pelanggan yang menunggu dilayani tetap merasa nyaman.
15
Istilah “menunggu” (wait) bisa mengacu pada berbagai tipe situasi menunggu yang berbeda-
beda. Menunggu bisa terjadi sebelum proses jasa dimulai (pre-process wait) maupun selama
pengalaman jasa berlangsung (in-process wait). Taylor (1994) mengidentifikasi tiga tipe pre-
process wait, yakni.
1. Pre-schedule (tiba lebih awal untuk waktu mulai yang terjadwal)
2. Post-schdule atau delay (waktu mulai ditunda)
3. Queue wait (biasanya berdasarkan prinsip first come, first served)
Schwartz (1978) mengelompokkan dua macam tipe menunggu, yakni active wait
(menunggu untuk durasi singkat) dan passive wait (menunggu selama durasi lama).
Menunggu juga busa diklasifikasikan menjadi on-site wait dan off-site wait (Taylor,1994).
Selain itu, menunggu juga dapat dikategorikan menjadi procedural wait (situasi dimana
pelanggan mengekspektasikan dirampungkannya jasa) dan correctional wait (situasi di mana
ada kemungkinan bahwa jasa mungkin tidak dirampungkan). Pemahaman mengenai berbagai
tipe menunggu ini sangat penting karena reaksi pelanggan berbeda-beda untuk tipe
menunggu yang berlainan. Di samping itu, tipe-tipe menunggu tertentu seperti queue wait ,
cenderung lebih kondusif untuk intervensi manajemen operasi dibandingkan tipe-tipe lainnya,
seperti delay.
Sulitnya menghindari antrean menyebabkan para penyedia jasa mulai mengalihkan fokusnya
pada manajemen persepsi pelanggan dalam rangka mengendalikan dampak negatif
antrean.oleh karena itu, dua variable kunci yang menentukan pengalaman menunggu perlu
dikelola secara efektif, yakni persepsi terhadap durasi menunggu (perceived duration) dan
reaksi afektif terhadap menunggu. Perceived duration menyangkut persepsi konsumen
terhadap lamanya waktu ia harus menunggu. Reaksi afektif merupakan serangkaian perasaan
dan emosi seseorang berkaitan dengan aktivitas menunggu yang harus ia lakukan
diantaranya, marah, kesal dan lain-lain. Kedua variable itu mempengaruhi evaluasi pelanggan
terhadap kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Sejumlah riset menunjukkan bahwa ada
berbagai faktor yang mempengaruhi kedua variable ini, di antaranya tipe menunggu, waktu
menunggu objektif (lamanya waktu riil yang digunakan untuk menunggu), diskonfirmasi
ekspektasi (persepsi terhadap lamanya menunggu dibandingkan ekspetasi terhadap waktu
tunggu), ketidakpastian waktu tunggu, panjangnya antrean, keadilan (equity), waktu yang
terisi (filled rime), nilai jasa, tindakan penyedia jasa, atribusi, dan lingkungan jasa
(menyangkut temperature, suara, dan cahaya).
16
BAB III
PENUTUP
17
3.1 Kesimpulan
Sejumlah faktor berkontribusi pada penyelaraskan kapasitas penawaran dan permintaan jasa
perusahaan, diantaranya karakteristik jasa yang tidak tahan lama, variabilitas dalam kapasitas
jasa, dan partisipasi pelanggan dalam sistem penyampaian jasa. Sebagian besar operasi jasa
memiliki batas maksimum kapasitas produktif
Apabila permintaan melampaui penawaran, maka ada kemungkinan perusahaan akan
terpaksa kehilangan sebagian pelanggannya atau mungkin juga pelanggan terpaksa
menunggu cukup lama. Kondisi kontras dengan keadaan jika penawaran melebihi
permintaan, dimana akan ada kapasitas produktif yang menganggur dan hilang begitu saja
karena tidak bisa disimpan.
Perusahaan harus bisa memahami peramalan dalam operasi jasa dan prosesnya. Metode
peramalan jasa juga harus dimengerti oleh perusahaan jasa.
Selain itu, strategi mengelola penawaran dapat diterapkan perusahaan jas umtuk
menyesuaikan kapasitasnya dengan tingkat permintaan yang berfluktuasi. Penerapan
manajemen antrean bagi perusahaan bisa dilakukan agar pelanggan tetap loyal
DAFTAR PUSTAKA
18
Tjiptono, Fandy.2005. Pemasaran Jasa. Malang:Bayumedia.
Tjiptono, Fandy.2007. Manajemen Jasa. Malang:Bayumedia.
19
top related