makalah budnus batak
Post on 05-Jan-2016
314 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KEBUDAYAAN BATAK
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III (U.5) D-III Akuntansi (5-Y)
1. Andina Rizqi A. (133060018865)
2. Ardwiyansyah Arif P. (133060018175)
3. Eka Nur Y. (133060017991)
4. Ichsan Atmaja (133060018388)
5. Madita Pakaryugi K. (133060018602)
6. Nori Atika P. (133060018418)
Mata Kuliah : Budaya Nusantara
Kementrian Keuangan Repubik Indonesia
Badan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Politeknik keuangan Negara STAN2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I IDENTIFIKASI............................................................................................................................4
1.1 Pengertian Kebudayaan Batak.......................................................................................................4
1.2 Suku – Suku batak.........................................................................................................................6
1.3 Wilayah Bermukim........................................................................................................................6
1.4 Falsafah Batak................................................................................................................................8
1.5 Batak Pada era modern..................................................................................................................8
BAB II MATA PENCAHARIAN...........................................................................................................9
BAB II SISTEM KEKERABATAN DAN KEMASYARAKATAN...................................................10
3.1 Nilai Budaya................................................................................................................................10
3.2 Marga dan Tarombo.....................................................................................................................10
BAB IV PRODUK BUDAYA..............................................................................................................12
4.1 Adat Istiadat Batak.......................................................................................................................12
4.2 Alat-alat Rumah Tangga Yang Dipakai oleh Nenek Moyang Suku Batak.................................16
4.3 Musik, Pakaian Adat, Tarian Batak , dan Kuliner......................................................................17
BAB V PEMBANGUNAN DAN MODERNISASI.............................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................28
iii
BAB IIDENTIFIKASI
1.1 Pengertian Kebudayaan Batak
Batak adalah nama sebuah suku di
Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukimdi
SumatraUtara. Mayoritas orang Batak beragama
Kristen dan Islam. Tetapi dan ada pula yang
menganut kepercayaan animisme (disebut
Parmalim).Yang dimaksud dengan kebudayaan
Batak yaitu seluruh nilai-nilai kehidupan suku
bangsa Batak diwaktu-waktumendatang
merupakan penerusan dari nilai kehidupan lampau dan menjadi faktor penentu sebagai
identitasnya. Refleksi dari nilai-nilai kehidupan tersebut menjadi suatu ciri yang khas bagi suku
bangsa Batak yakni : Keyakinan dan kepercayaan bahwa ada Maha Pencipta sebagai Tuhan yang
menciptakan alam semesta beserta segala sesuatu isinya, termasuk langit dan bumi. Untuk
mewujudkan keseimbangan dalam menjalankan nilai-nilai kehidupan sebagai mahluk sosial yang
selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, Tuhan Maha Pencipta sebagai titik orientasi
sipritualnya, alam lingkungan sebagai objek integritasnya suku bangsa Batak telah dinaungi Patik.
Patik berfungsi sebagai batasan tatanan kehidupan untuk mencapai nilai-nilai kebenaran. Patik
ditandai dengan kata Unang, Tongka, Sotung, Dang Jadi. Sebagai akibat dari penyimpangan
tatanan kehidupan yang dimaksud dibuatlah Uhum atau Hukum.Uhum/Hukum ditandai oleh kata;
Aut, Duru, Sala, Baliksa, Hinorhon, Laos, Dando, Tolon, Bura dsb. Didalam menjalankan
kehidupan suku bangsa Batak terutama interaksi antara sesama manusia dibuatlah nilai-nilai antara
sesama, etika maupun estetika yang dinamai Adat. Suku bangsa Batak mempunyai system
kekerabatan yang dikenal dan hidup hingga kini yakni Partuturon. Peringatan untuk tidak
melanggar Patik itu ditegaskan dengan kata Sotung. Dan mengharamkan segala aturan untuk
dilanggar dikatakan dengan kata Subang.
Sejarah Batak
Versi sejarah mengatakan Si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke
Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang
8 km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang. Versi lain mengatakan, dari India
melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba.
4
Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja
Sisingamangaraja XII salah satu keturunan Si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat
1907), maka anaknya bernama Si Raja Buntal adalah generasi ke-20.
Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar
Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India
menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus.
Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru,
Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah Timur Danau Toba, Tanah
Karo dan sebagian Aceh.
Dengan memperhatikan tahun tahun dan kejadian di atas diperkirakan, Si Raja Batak adalah
seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun sekarang), dari Selatan Danau Toba
(Portibi) atau dari Barat Danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik
dengan orang-orang Tamil di Barus. Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya,Si Raja Batak yang
ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah Timur Danau
Toba (Simalungun).
Sebutan Raja kepada Si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan
karena rakyat menghamba kepadanya.
Demikian halnya keturunan Si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan,
dsb. Meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah. Selanjutnya menurut
buku TAROMBO BORBOR MARSADA anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu : GURU
TETEA BULAN, RAJA ISUMBAON dan TOGA LAUT. Dari ketiga orang inilah dipercaya
terbentuknya Marga-marga Batak.
Makna Kebudayaan Batak
Tata nilai kehidupan suku Batak di dalam proses pengembangannya merupakan pengolahan
tingkat daya dan perkebangan daya dalam satu sistem komunikasi meliputi :
a. Sikap Mental (Hadirion)
Sikap mental ini tercermin dari pepatah : babiat di harbangan, gompul di alaman.
Anak sipajoloon nara tu jolo.
b. Nilai Kehidupan (Ruhut-ruhut Ni Parngoluon)
Pantun marpangkuling bangko ni anak na bisuk. Donda marpangalaho bangkoni boru na uli.
(pantun hangoluan tois hamagoan).
Cara Berpikir (Paningaon)
Raja di jolo sipatudu dalan hangoluan. (didepan kita sebagai panutan)
Raja di tonga pangahut pangatua, pangimpal, pangimbalo (ditengah kita sebagai
5
pemersatu).
Raja di pudi siapul natangis sielek na mardandi. (dibelakang kita sebagai penopang orang
yang jatuh) .
Cara Bekerja (Parulan)
Mangula sibahen namangan (mengerjakan apa yang mau dimakan)
Maragat bahen siinumon (menampung apa yang mau diminum)
Logika (Ruhut, Raska, Risa)
Aut so ugari boru Napitupulu na tumubuhon au, dang martulang au tu Napitupulu
(jika masih satu keturunan/marga, maka kita akan lebih menghormatinya)
Etika (Paradaton)
Tinintip sanggar bahen huru-huruan
Nisungkun marga asa binoto partuturon
Estetika (panimbangion)
Hatian sora monggal ninggala sibola tali
1.2 Suku – Suku batak
Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku yang berdiam di wilayah Sumatera Utara, Kota
Subulussalam, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Sub suku Batak adalah: Suku Alas, Suku
Kluet,Suku Karo , Suku Toba , Suku Pakpak , Suku Dairi , Suku Simalungun , Suku Angkola ,
Suku Mandailing.
1.3 Wilayah Bermukim
Dalam tata pemerintahan Republik Indonesia yang
mengikuti tata pemerintahan Kolonial Belanda, setiap sub
suku berdiam dalam satu kedemangan yang kemudian
dirubah menjadi Kabupaten setelah Indonesia merdeka.
Sub suku Batak Toba berdiam di Kabupaten
Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata
(berbatasan dengan Parapat), Pulau Samosir, Pakkat, serta
Sarulla. Empat tahun terakhir ini, Kabupaten Tapanuli
Utara sendiri telah dimekarkan menjadi beberapa
6
Kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara (ibukota Tarutung), Kabupaten Toba Samosir
(ibukota Balige), Kabupaten Samosir (ibukota Pangururan), Kabupaten Humbang (ibukota
Siborong-borong), Kabupaten Humbang Hasundutan (ibukota Dolok Sanggul).
Sub suku Batak Karo mayoritas berdiam di Kabupaten Karo dengan ibukota Kabanjahe,
namun sebagian juga tersebar di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. Mereka yang bermukim di
wilayah Kabupaten Karo kerap disebut sebagai Karo Gunung, sementara yang di Kab. Langkat
dan Deli Serdang kerap disebut dengan Karo Langkat.
Sub suku Batak Alas bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam. Populasi mereka meningkat paska Perang Aceh dimana pada masa perlawanan
terhadap kekuasaan kolonial Belanda, suku Batak Toba selalu mengirimkan bala bantuan. Setelah
perang usai, mereka banyak yang bermukim di wilayah Aceh Tenggara.
Sub suku Batak Pakpak terdiri atas 5 sub Pakpak yaitu Pakpak Kelasen, Pakpak Simsim,
Pakpak Boang, Pakpak Pegagan, bermukim di wilayah Kabupaten Dairi yang kemudian
dimekarkan pada tahun 2004 menjadi dua kabupaten yakni: Kabupaten Dairi (ibukota
Sidikalang)dan Kabupaten Pakpak Bharat (ibukota Salak). Suku Batak Pakpak juga berdomisili di
wilayah Parlilitan yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dan wilayah Manduamas
yang merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah.Suku Pakpak yang tinggal diwalayah
tersebut menamakan diri sebagai Pakpak Kelasan. Dalam jumlah yang sedikit, suku Pakpak juga
bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.
Sub suku Batak Simalungun mayoritas bermukim di wilayah Kabupaten Simalungun
(ibukota Pematang Siantar) namun dalam jumlah yang lebih kecil juga bermukim di kabupaten
Serdang Bedagai dan Kabupaten Asahan.
Sub suku Batak Mandailing dan Angkola bermukim di wilayah Kabupaten Tapanuli
Selatan (ibukota Padang Sidempuan) dan Kabupaten Mandailing Natal (sering disingkat dengan
Madina dengan ibukota Penyabungan). Kabupaten ini berdiri sejak tahun 1999 setelah dimekarkan
dari Kabupaten Tapsel. Sementara itu, Kabupaten Tapanuli Tengah (ibukota Sibolga) sejak dulu
tidak didominasi oleh salah satu sub suku batak. Populasi Batak Toba cukup banyak ditemui di
daerah ini, demikian juga dengan Batak Angkola dan Mandailing. Dalam jumlah yang kecil, Batak
Pakpak juga bermukim di daerah ini khususnya Kota Barus. Hal ini dimungkinkan karena
Tapanuli Tengah terletak di tepi Samudera Hindia yang menjadikannya sebagai pintu masuk dan
keluar untuk melakukan hubungan dagang dengan dunia internasional. Salah satu kota terkenal
yang menjadi bandar internasional yang mencapai kegemilangannya sekitar abad 5 SM-7 SM
adalah Kota Barus.
7
1.4 Falsafah Batak
Secara umum, suku Batak memiliki falsafah adat Dalihan Na Tolu yakni Somba Marhula-
hula (hormat pada pihak keluarga ibu/istri) Elek Marboru (ramah pada keluarga saudara
perempuan) dan Manat Mardongan Tubu (kompak dalam hubungan semarga). Dalam kehidupan
sehari-hari, falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan
bermasyarakat di lingkungan orang Batak.
1.5 Batak Pada era modern
Sejarah Batak modern dipengaruhi oleh dua agama samawi yakni Islam dan Kristen. Islam
makin kuat pengaruhnya pada saat Perang Padri, melalui aktivitas dakwah yang dilakukan para
da'i dari dari negeri Minang. Perluasan penyebaran agama islam juga pernah memasuki hingga ke
daerah Tapanuli Utara dibawah pimpinan Tuanku Rao dari Sumatera Barat, namun tidak begitu
berhasil. Islam lebih berkembang di kalangan Batak Mandailing dan sebagian Batak Angkola.
Agama Kristen baru berpengaruh di kalangan Batak Angkola dan Toba setelah beberapa kali misi
Kristen yang dikirimkan mengalami kegagalan. Misionaris yang paling berhasil adalah I.L.
Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan agama Kristen di wilayah
Tapanuli. Ketika itu, masyarakat Batak yang berada di sekitarTapanuli, khususnya Tarutung,
diberi pengajaran baca tulis, keahlian bertukang untuk kaum pria dan keahlian menjahit serta
urusan rumah tangga bagi kaum ibu. Pelatihan dan pengajaran ini kemudian berkembang hingga
akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah keahlian di beberapa wilayah di Tapanuli. Nommensen
dan penyebar agama lainnya juga berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit yang ada
saat ini, RS Umum Tarutung dan RS HKBP Balige, yang sudah ada jauh sebelum Indonesia
merdeka. Sementara itu, perkembangan pendidikan formal juga terus berlanjut hingga dibukanya
sebuah perguruan tinggi bernama Universitas HKBP I.L. Nommensen (UHN) tahun 1954.
Universitas ini menjadi universitas swasta pertama yang ada di Sumatra Utara dan awalnya hanya
terdiri dari Fakultas Ekonomi dan Fakultas Theologia.
8
BAB IIMATA PENCAHARIAN
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladangLahan didapat dari
pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mendapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya.
Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah satu mata
pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek.
Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga
berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan
pariwisata.
9
BAB IISISTEM KEKERABATAN DAN KEMASYARAKATAN
3.1 Nilai Budaya
1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian
Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu
kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis
untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut
Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu
marga. Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral
keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya
nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu
kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak
saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu
disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat
prinsip yaitu: (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan
sifat keaslian dan (d) status kawin.
2. Hagabeon, Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak,
dan yang baik-baik.
3. Hamoraan, Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual
dan meterial.
4. Uhum dan ugari, Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan
keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman, Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut
diemban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian, Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
3.2 Marga dan Tarombo
MARGA adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal). Sistem
kekerabatan patrilineal menentukan garis keturunan selalu dihubungkan dengan anak laki laki.
Seorang ayah merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki-laki yang meneruskan
marganya. Sesama satu marga dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam
Dalihan Na Tolu disebut Dongan Tubu. Menurut buku “Leluhur Marga Marga Batak”, jumlah
seluruh Marga Batak sebanyak 416, termasuk marga suku Nias. TAROMBO adalah silsilah, asal-
usul menurut garis keturunan ayah.Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam
10
marga. Bila orang Batak berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling tanya Marga dan
Tarombo. Hal tersebut dilakukan untuk saling mengetahui apakah mereka saling “mardongan
sabutuha” (semarga) dengan panggilan “ampara” atau “marhula-hula” dengan panggilan
“lae/tulang”. Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil “Namboru”
(adik perempuanayah/bibi),“Amangboru/Makela”,(suami
dariadik-ayah/Om),“Bapatua/Amanganggi/Amanguda” (abang/adik ayah),“Ito/boto”(kakak/adik),
PARIBAN atau BORU TULANG (putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat kita jadikan istri,
dst.
11
BAB IVPRODUK BUDAYA
4.1 Adat Istiadat Batak
Upacara
Pada masyarakat suku Batak, siklus kehidupan seseorang
dari lahir kemudian dewasa, berketurunan sampai meninggal,
melalui beberapa masa dan peristiwa yang dianggap penting.
Karenanya pada saat-saat atau peristiwa penting tersebut perlu
dilakukan upacara-upacara yang bersifat adat, kepercayaan dan
agama. Upacara-upacara tersebut antara lain upacara turun
mandi, pemberian nama, potong rambut dan sebagainya pada
masa anak-anak, upacara mengasah gigi, upacara perkawinan,
upacara kematian dan lain-lain. Di kalangan masyarakat Batak
dikenal upacara memberi makan enak kepada orang tua yang
sudah lanjut usia tetapi masih sehat, tujuannya untuk memberi
semangat hidup agar panjang umur dan tetap sehat. Juga kepada orang tua yang sakit
dengan maksud agar dapat sembuh kembali. Upacara ini disebut "sulang-sulang".
Meskipun kini sebagian besar penduduk sudah memeluk agama Islam atau Kristen, tapi
kepercayaan lama yang bersifat animistis masih terlihat dalam upacara-upacara yang
dilakukan.Misalnya upacara memanggil roh leluhur ke rumah keluarga yang masih hidup dengan
perantaraan Sibaso atau dukun wanita. Sibaso nanti akan kemasukan roh, sehingga setiap
ucapannya dianggap kata-kata leluhur yang meninggal. Di daerah Batak Toba upacara ini disebut
"Sigale-gale".
Rumah Adat
Rumah adat Siwaluh Jabu, rumah adat Batak Karo. Rumah ini bertiang tinggi dan satu
rumah biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4 sampai 8 keluarga Batak. Di
dalam rumah tak ada sekatan satu ruangan lepas. Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni di
batasi oleh garis-garis adat istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing ruangan
mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah ditentukan pula oleh
adat. Urutan ruangan dalam rumah Siwaluh jabu adalah sebagai berikut :
Jabu bena kayu yaitu ruangan di depan sebelah kiri, didiami oleh pihak marga tanah dan
pendiri kampung. Ia merupakan pengulu atau pemimpin rumah tersebut.
Jabu sedapur bena kayu yaitu ruangan berikutnya yang satu dengan jabu bena kayu, juga
dinamai Sinenggel-ninggel. Ruang ini didiami oleh pihak Senina yakni saudara- saudaranya
yang bertindak sebagai wakil pemimpin rumah tersebut. Sedapat artinya satu dapur, karena
12
setaip 2 ruangan maka di depannya terdapat dapur yang dipakai untuk 2 keluarga.
Jabu ujung kayu, dinamai Jabu Sungkun Berita, didiami oleh anak Beru Toa, yang bertugas
memecahkan setiap masalah yang timbul.
Jabu sedapur ujung kayu yaitu ruangan sedapur dengan jabu ujung kayu, dinamai Jabu
Silengguri. Jabu ini didiami oleh anak beru dari jabu Sungkun Berita.
Jabu lepan bena kayu, yakni ruangan yang terletak berseberangan dengan jabu bena kayu,
dinamai jabu simengaloken didiami oleh Biak Senina.
Jabu sedapur lepan bena kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan bena kayu,
didiami oleh Senina Sepemeren atau Separiban.
Jabu lepan ujung kayu, didiami oleh Kalimbuh yaitu pihak pemberi gadis, ruangan ini disebut
Jabu Silayari.
Jabu sedapur lepan ujung kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan ujung kayu.
Ruangan ini didiami oleh Jabu Simalungun minum, didiami oleh Puang Kalimbuh
yaitu Kalimbuh dari jabu silayari. Kedudukan Kalimbuh ini cukup dihormati didalamadat.
Umumnya di setiap rumah adat ini terdapat empat buah dapur yang masing-masing
digunakan oleh dua keluarga, yaitu oleh jabu-jabu yang bersebelahan. Tiap dapur terdiri dari lima
buah batu yang diletakkan sebagai tungku berbentuk dua segi tiga bertolak belakang. Segi tiga tersebut
melambangkan rukuh sitelu atau singkep sitelu yaitu tali pengikat antara tiga kelompok keluarga.
Kalimbuhu, senina dan anak beru atau Sebayak.
Dinding rumah dibuat miring, berpintu dan jendela yang terletak di atas balok keliling. Atap
rumah berbentuk segitiga dan bertingkat tiga, juga melembangkan rukut-sitelu. Pada setiap
puncak dan segitiga-segitiga terdapat kepala kerbau yang melambangkan kesejahteraan bagi keluarga
yang mendiaminya. Pinggiran atap sekeliling rumah di semua arah sama, menggambarkan
bahwa penghuni rumah mempunyai perasaan senasib sepenanggungan. Bagian atap yang
berbentuk segitiga terbuat dari anyaman bambu disebut lambe-lambe. Biasanya pada lambe-
lambe dilukiskan lambang pembuat dari sifat pemilik rumah tersebut, dengan warna tradisional
merah, putih dan hitam. Hiasan lainnya adalah pada kusen pintu masuk. Biasanya dihiasi
dengan ukiran telur dan panah. Tali-tali penginkat dinding yang miring disebut tali ret-ret,
terbuat dari ijuk atau rotan. Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang mempunyai 2 kepala
saling bertolak belakang, maksudnya ialah cicak dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan 2 kepala saling
bertolak belakang melambangkan semua penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan saling
menghormati.
Rumah adat Siwaluh jabu yang selalu bertangga dengan jumlah anak tangga ganjil, dihuni oleh keluarga di mana anak-anak tidur dengan orang tuanya sampai berumur 14 tahun. Bagi
anak laki-laki dewasa atau bujangan tidur di tempat lain yang disebut Jambur, begitu pula
tamu laki-laki. Jambur sebenarnya lumbung padi yang dipergunakan untuk tidur, bermusyawarah
dan istirahat para perempuan dan laki-laki.
13
Rumah adat Batak Toba yang disebut Rumah Bolon, berbentuk empat persegi panjang dan
kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Untuk memasuki rumah harus menaiki tangga
yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang
hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang
melintang, hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah. Lantai rumah kadang-
kadang sampai 1,75 meter di atas tanah, dan bagian bawah dipergunakan untuk kandang babi,
ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu
yang horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi.
Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar, walaupun
berdiam disitu lebih dari satu keluarga, tapi bukan berarti tidak ada pembagian ruangan, karena dalam
rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat. Ruangan di
belakang sudut sebelah kanan disebut jabu bong, yang ditempati oleh kepala rumah atau por
jabu bong, dengan isteri dan anak-anak yang masih kecil. Ruangan ini dahulu dianggap paling
keramat. Di sudut kiri berhadapan dengan Jabu bong disebut Jabu Soding diperuntukkan bagi
anak perempuan yang telah menikah tapi belum mempunyai rumah sendiri. Di sudut kiri depan
disebut Jabu Suhat, untuk anak laki-laki tertua yang sudah kawin dan di seberangnya disebut Tampar
Piring diperuntukkan bagi tamu.
Bila keluarga besar maka diadakan tempat di antara 2 ruang atau jabu yang
berdempetan, sehingga ruangan bertambah 2 lagi dan ruangan ini disebut Jabu Tonga-ronga ni jabu
rona. Tiap keluarga mempunyai dapur sendiri yang terletak di belakang rumah, berupa bangunan
tambahan. Di antara 2 deretan ruangan yakni di tengah-tengah rumah merupakan daerah netral
yang disebut telaga dan berfungsi sebagai tempat bermusyawarah. Bangunan lain yang mirip
dengan rumah adalah sapo yakni seperti rumah yang berasal dari lumbung tempat menyimpan,
kemudian didiami. Perbedaannya dengan rumah adalah : Dopo berlantai dua, hanya mempunyai satu
baris tiang-tiang depan dan ruangan bawah terbuka tanpa dinding berfungsi untuk musyawarah,
menerima orang asing dan tempat bermain musik. Pada bagian depan rumah adat terdapat hiasan-
hiasan dengan motif garis geografis dan spiral serta hiasan berupa susu wanita yang disebut adep-
adep. Hiasan ini melambangkan sumber kesuburan kehidupan dan lambang kesatuan.
Rumah yang paling banyak hiasan-hiasannya disebut Gorga. Hiasan lainnya bermotif
pakis disebut nipahu, dan rotan berduri disebut mardusi yang terletak di dinding atas pintu
masuk.
Pada sudut-sudut rumah terdapat hiasan Gajah dompak, bermotif muka binatang, mempunyai
maksud sebagai penolak bala. Begitu pula hiasan bermotif binatang cicak, kepala singa
14
yang dimaksudkan untuk menolak bahaya seperti guna-guna dari luar. Hiasan ini ada yang berupa
ukiran kemudian diberi warna, ada pula yang berupa gambaran saja. Warna yang digunakan selalu
hitam, putih dan merah.
Semua rumah adat tersebut di atas bahannya dari kayu baik untuk tiang, lantai serta kerangka
rumah berikut pintu dan jendela, sedangkan atap rumah terbuat dari seng. Dianjungan
Sumatera Utara, rumah-rumah adat yang ditampilkan mengalami sedikit perbedaan dengan rumah
adat yang asli di daerahnya. Hal ini disesuaikan dengan kegunaan dari kepraktisan belaka,
misalnya tiang-tiang rumah yang seharusnya dari kayu, banyak diganti dengan tiang beton.
kemudian fungsi ruangan di samping untuk keperluan ruang kantor yang penting adalah untuk ruang
pameran benda-benda kebudayaan serta peragaan adat istiadat dari delapan puak suku di
Sumatera Utara. Benda-benda tersebut meliputi alat-alat musik tradisional, alat-alat dapur, alat-
alat perang, alat-alat pertanian, alat-alat yang berhubungan dengan mistik, beberapa contoh
dapur yang semuanya bersifat tradisional. Sedangkan peragaan adat istiadat dan sejarah
dilukiskan dalam bentuk diorama,beberapa pakaian pengantin dan pakaian adat dan sebagainya.
Rumah Adat Batak
Toba "Bolon"
Rumah Adat Batak Karo
"Siwaluh Jabu"
15
4.2 Alat-alat Rumah Tangga Yang Dipakai oleh Nenek Moyang Suku Batak
* Panutuan dan Tutu adalah alat untuk menggiling bumbu dapur. Panutuan dan
Tutu terbuat dari batu atau kayu. Panutuan adalah wadah tempat bumbu akan
digiling, sedangkan Tutu adalah batu atau kayu penggiling bumbu itu. Tutu ini
dinamai juga Papene.
* Papene adalah Sapa kecil tanpa kaki. Besarnya sekitar ± 30-40 cm. Biasanya
Papene ini digunakan pada kesempatan sehari-hari.
* Hansung atau Hiong adalah bejana untuk mengambil air dari sumber air
(sumur, pancuran atau sungai) dan sekaligus tempat penyimpanannya. Hansung
atau Hiong adalah tabung besar yang terbuat dari bambu besar dengan ruas buku
yang panjang. Kadang-kadang kulit luarnya dibuang, tetapi
kadang-kadang tidak. Kulit yang tidak dibuang sering dihiasi dengan tulisan atau
ukiran mitis. Selain untuk menampung dan menyimpan air, Hansung
atau Hiong digunakan juga untuk menampung air aren yang dikenal dengan tuak. Di tanah Karo
bejana ini disebut Kitang.
* Ompon ialah sejenis karung berbentuk silinder. Ompon terbuat dari kulit kayu
atau dari diayam dari Baion atau pandan. Besarnya dan volumenya tidak
tentu. Ada ompon yang bisa menampung padi sebanyak 20-30 porsanan atau
panuhukan. Porsanan atau Panuhukan adalah ukuran umum sebanyak orang
bisa memikul. “porsan” atau “tuhuk” berarti pikul.
* Hudon Tano atau Susuban Tano adalah bejana yang terbuat dari tanah liat. Pada
zaman dahulu bejana ini dipakai serba guna, misalnya: tempat penyimpanan air,
tempat memasak makanan dan air minum.
* Hobon atau Tambarang mengacu pada barang yang sama,
yakni sejenis tong yang terbuat dari kulit kayu yang amat
besar. Hobon atau Tambarang ini dipakai untuk tempat
menyimpan padi. Bila Hobon atau Tambarang ini berdiri akan tampak seperti
drum yang besar.
* Sapa Bolon, atau biasa disebut sapa saja, ialah piring yang terbuat dari kayu. Biasanya sapa
itu berdiameter ± 30-40 cm; tinggi ± 20-30 cm. Biasanya piring ini digunakan ketika satu
keluarga makan hasil panen pertama atau makan Dengke na hinongkoman
(ikan pelindung) untuk menolak penyakit menular. Nama ikan itu adalah
Porapora. Jumlah ikan itu mesti sebanyak jumlah anggota keluarga yang
makan, yang ditaruh pada sapa.
* Poting. Poting atau gunci terbuat dari tanah liat dan tutupnya terbuar dari
kayu. Barang ini dipakai sebagai tempat tuak.
16
* Losung adalah lumpang, yakni perkakas untuk menumbuk padi
untuk memperoleh beras. Losung dapat terbuat dari batu atau kayu.
Biasanya bentuknya seperti bidang trapesium yang terbalik. Pada
permukaan atas terdapat lubang besar ke dalamnya dimasukkan
barang yang hendak ditumbuk. Ada dua ukuran lumpang, besar dan
kecil. Lumpang besar digunakan untuk
menumbuk padi, sedangkan yang kecil dipakai untuk menumbuk padi dalam jumlah sedikit atau pun
untuk menggiling bumbu.
*Andalu adalah alat pasangan untuk menumbuk padi pada lumpang itu. Andalu adalah tongkat kayu
sebesar genggaman tangan dengan panjang ± 150-200 cm. Dengan pergesekan Andalu dan padi, kulit
padi menjadi terkelupas dan menghasilkan beras.
*Geanggeang termasuk perkakas dapur tempat penyimpanan lauk yang sudah
dimasak. Bentuknya seperti keranjang yang dianyam dari rotan besar.
Geanggeang ini tergantung setinggi ibu rumah tangga pemilik Jabu Bona pada
Ruma Batak. Perkakas itu terikat pada atap rumah. Disebut Geanggeang karena
perkakas ini tergantung dan mudah bergoyang. Di tempat inilah disimpan lauk
yang sudah dimasak sehingga tidak mudah digapai anak-anak, kucing atau
tikus
* Ampang adalah sejenis bakul yang terbuat dari anyaman rotan yang
dibelah dan dihaluskan. Bagian bibir Ampang berbentuk bundar yang dibuat
dari rotan bulat. Tetapi bagian
dasar mendapat bentuk bidang bujursangkar. Ampang ini diperkuat oleh
empat rangka dari sudut bujursangkar pada bagian dasar yang menopang
bibir Ampang yang berbentuk bundar. Ampang digunakan sebagai alat pengukur isi untuk padi.
* Parutan. Parutan yang terbuat dari kayu dan sebatang besi. Fungsinya
ialah untuk memarut kelapa.
* Keranjang. terbuat dari rotan. Fungsinya antara lain sebagai tempat
pakaian.
4.3 Musik, Pakaian Adat, Tarian Batak , dan Kuliner
Musik tradisi masyarakat Batak Toba disebut sebagai gondang. Ada tiga arti untuk kata
“gondang”:
1. Satu jenis musik tradisi Batak toba;
2. Komposisi yang ditemukan dalam jenis musik tsb. (misalnya komposisi berjudul Gondang
Mula-mula, Gondang Haroharo)
3. Alat musik “kendang”. Ada 2 ansambel musik gondang, yaitu Gondang Sabangunan yang
17
biasanya dimainkan diluar rumah dihalaman rumah; dan gondang Hasapi yang biasanya
dimainkan dalam rumah.
Sarune Bolon adalah alat tiup double reed (obo) yang mirip alat-alat lain yang bisa ditemukan
di Jaw, India, Cina, dsb. Pemain sarune mempergunakan teknik yang disebut marsiulak hosa
(kembalikan nafas terus menerus) dan biarkan pemain untuk memainkan frase-frase yang panjang
sekali tanpa henti untuk tarik nafas.
Ogung terdiri dari empat gong yang masing-masing punya peran dalam struktur irama. Pola
irama gondang disebut doal, dan dalam konsepsinya mirip siklus gongan yang ditemukan dimusik
gamelan dari Jawa dan Bali, tetapi irama siklus doal lebih singkat.
ULOS adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih
sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang
tercantum dalam filsafat batak yang berbunyi: “Ijuk pengihot ni hodong.” Ulos penghit ni halong,
yang ertinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang diantara sesama.
Berdasarkan raksanya, dikenal beberapa macam ulos:
a. Ulos ragidup
yang tertinggi darjatnya, sangat sulit pembuatannya.Ulos ini terdiri atas tiga bahagian, yaitu
dua sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bahagian tengah yang ditenum tersendiri dengan sangat
rumit. Dalam upacara adat perkahwinan, ulos ragidup diberikan oleh orang tua pengantin
perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai „ulos pargomgom‟ yang maknanya agar
besannya ini atas izin Tuhan YME tetap dapat melalui bersama sang menantu anak dari sipemberi
ulos tadi.
b. Ulos ragihotang
juga termasuk berdarjah tinggi, namun cara pembuatannya tidak serumit ulos ragidup. Dalam
upacara kematian,ulos ini dipakiuntukmembungkus jenazah, sedangkan kepada upacara
pengkuburan kedua kalinya, untuk membungkus tulang-belulangnya.
c. Ulos sibolang
semula disebut sibolang sebab dibeikan kepada orang yang berjasa untuk“mabulangbulangi‟
(menghurmati) orang tua penggantin perempuan untuk mengulosi ayah pengantin lelaki sebagai
“ulos pansaniot‟.
Tarian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat
Musik tradisional: Gong; Saga-saga.Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini
selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta
warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem
keyakinan yang diwariskan nenek moyang.
18
Kuliner Khas Suku Batak
1. SAKSANGSaksang adalah masakan khas Batak Toba yang terbuat dari daging babi (atau anjing ) yang dicincang dan dimasak dengan menggunakan darah, santan dan rempah-rempah.
2. ARSIKArsik adalah salah satu masakan khas kawasan Tapanuli yang populer. Masakan ini dikenal pula sebagai ikan mas bumbu kuning. Ikan mas adalah bahan utama, yang dalam penyiapannya tidak dibuang sisiknya.
3. MANUK NAPINADARManuk Napinadar atau Ayam Napinadar adalah masakan khas Batak yang biasanya dihidangkan pada pesta adat tertentu.Untuk mengerjakan resep yang satu ini agak sedikit rumit, butuh waktu dan kesabaran. Pastinya inti dari masakan ini adalah di saos darah ayam itu sendiri.
4. Dengke Mas na NiuraIkan Mas Na Niura ini merupakan sebuah penyajian Lauk Pauk yang cara membuatnya tidak dimasak, direbus, digoreng atau semacamnya, karena ”na niura” dalam bahasa Batak artinya ikan yang tidak dimasak,
5. OMBUSOMBUSKue Ombusombus adalah makanan atau jajanan khas Batak yang berasal dari Siborongborong, Tapanuli Utara
6. POHULPOHULPohulpohul atau Itak Pohulpohul adalah makanan ringan khas tradisional Batak yang berasal dari Tapanuli."pohulpohul" artinya kepalan.
7. TUAKTuak adalah sejenis minuman yang dihasilkan dari pohon bagot/aren kemudian dicampur dengan raru. Raru adalah sejenis kulit pohon yang telah dikeringkan dan digunakan untuk menghilangkan rasa manis pada Nira. Nira adalah sebutan untuk air aren yang belum mengalami pencampuran.
19
BAB VPEMBANGUNAN DAN MODERNISASI
Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan
untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan adat
dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap
sangat berbahaya.Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam
kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan
ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan
kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam
menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.
Kondisi Modern (Modernisasi)
Migrasi batak ke kota mulai di tahun 1910 tapi hanya setelah Indonesia merdeka migrasi
tersebut tambah besar di thn 50-an. Migrasi ke kota menyebabkan interaksi dengan suku lain di kota-
kota Indonesia yang penduduknya sebagian besar beragama Islam. Dalam lingkungan multi etnis ini
banyak orang batak ketemu rasa identitas batak yang menjadi lebih kuat terhadap suku lain. Tetapi
banyak orang batak pula dalam proses menyatukan diri dengan masyarakat Indonesia
meninggalkan banyak aspek bahasanya, kebudayaannya, dan tradisinya. Disisi lain ada bagian orang
batak kota yang menjadi lebih sadar tentang kepentingan identitas masyarakat batak dan
berusaha untuk menegaskan rasa batak dan memberikan dana untuk upacara tugu dan perayaan lain di
desanya.
Ada orang batak kota yang sudah menjadi makmur yang sering membiayai upacara. Mereka
membawa estetis kosmopolitan yang adakalanya melawan estetis tradisi. Identifikasi dengan nilai-nilai
mengenai kemoderenan, kemajuan, pendidikan dan kemakmuran sering diekspresikan
dengan afinitas kepada apa yang dianggap moderen. Misalnya sekarang di pesta atau upacara seolah-
olah musik grup keyboard yang main poco-poco lebih laris dan dihargai daripada dengan musik
gondang yang lama punya peran yang sangat penting dalam upacara adat. Pesta kawin yang
moderen tidak lagi dianggap lengkap tanpa musik keyboard atau musik tiup yang main lagu
pop batak atau pop barat, sebaliknya mungkin ansambel musik gondang dianggap kampungan
oleh orang kota kecenderungan mengindentifikasi dengan modernitas tidak salah.
Kita semua harus hidup dalam dunia modern dan harus menghadapi media global dan
periklanan, suka atau tidak makin bertambah mempengaruhi pikiran dan selera setiap orang. Kita
tidak mampu tinggal di masa dahulu dan melarikan diri dari kemajuan. Tetapi, ada ancaman
bahwa dalam generasi ini kita dapat menghilangkan sejenis musik tradisi yang disebut gondang,
yang sampai akhir-akhir ini adalah manifestasi kebudayaan batak toba yang sangat penting baik dalam
bidang masyarakat maupun bidang rohani.
20
DAFTAR PUSTAKA
Sinaga, Drs. Richard.”Leluhur Marga-marga Batak dalam Sejarah,Silsilah dan Legenda”.1997.Dian
Utama: Jakarta.
http://id.wikipedia.orghttp://tanobatak.wordpress.comhttp://students.ukdw.ac.idhttp://www.batakpos.comhttp://habatakon01.blogspot.comhttp://de-kill.blogspot.com
28
top related