makalah dbd
Post on 26-Jul-2015
254 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DEMAM BERDARAH DENGUE
KELOMPOK SATU
DEWI ARIMBI IRAWAN 030.05.066
RACHMALIA FITRI ROSA 030.05.177
ADIF KURNIAWAN 030.06.005
ALBERT SUDHARSONO 030.06.017
ANGGIA PRATHAMA 030.06.028
AYU WULANDARI 030.06.040
DEASYKA YASTANI 030.06.057
DIAN PUTERI P. 030.06.068
ENDRICO XAVIEREES TUNGKA 030.06.080
FITRI AULIA 030.06.095
GUNAWAN ARI WIBOWO 030.06.107
IIS AFRIANTI 030.06.118
JOANE NATASHA 030.06.131
LIE VISIN 030.06.144
EZAFADDILA BT BAHRUDIN 030.06.300
MOHD.AZHAN BIN MOHD AZMAN 030.06.310
MOHD ZAIRI BIN ZABRI 030.06.320
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
JAKARTA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi dengan
angka insiden yang tinggi di Indonesia. Jumlah penderita demam berdarah dengue di
Indonesia, akhir-akhir ini semakin meningkat beberapa kali lipat di sebagian besar
propinsi di Indonesia, dan tercatat sebagai kejadian yang dikenal dengan Kejadian
Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue. Dalam lima tahun terakhir serangannya
cenderung meningkat pada golongan dewasa dan wabah tersebut terus menyebar luas,
sehingga samapi tahun 1996 kasus infeksi dengue ini dilaporkan berjangkit di 227
Dati II dari seluruh propinsi di tanah air.
Berdasarkan pemantauan dan catatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, di setiap propinsi sejak Januari 1998 sampai dengan November 1998
terjadi 66.268 kasus dengan 1.279 diantaranya meninggal. Penyebab demam dengue
dan demam berdarah dengue adalah virus dengue dengan manifestasi klinis demam
bifasik, nyeri otot dan / atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan hemoragik. Variasi manifestasi klinis demam berdarah dengue
dan pesatnya informasi mengenai perkembangan pengetahuan tata laksana penyakit
infeksi dengue, menyebabkan keragaman dalam penatalaksanaan di lapangan.
Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN – 1, DEN – 2, DEN- 3, dan
DEN – 4. Berdasarkan serotipe virus dengue yang menginfeksi manusia maka infeksi
virus dengue dapat dibagi menjadi 2, yaitu infeksi dengue primer dan infeksi dengue
sekunder. Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai kedua teori tersebut, yaitu
infeksi dengue primer dan infeksi dengue sekunder.
Makalah ini di susun atas dasar betapa pentingnya pengetahuan tentang
Demam berdarah dengue di Indonesia. Jumlah kasus yang banyak, angka kematian
yang tinggi, variasi manifestasi klinis, adanya berbagai teori tentang Demam berdarah
dengue menyebabkan topik Demam Berdarah Dengue sangat menarik untuk
diuraikan.
Penyusun
Kelompok Satu
2
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau
nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
hemoragik. Pada Demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue/ dengue shock syndrome adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
EPIDEMIOLOGI
Penyebaran umum demam dengue/ demam berdarah dengue. Demam berdarah
dengue pertama kali ditemukan oleh David Bylon, pada abad 19 dan pertengahan
abad 20 terjadi endemik di seluruh daerah tropis dan sub tropis, khususnya dunia
bagian selatan dan Asia Tenggara. Antara 1953 dan 194, DBD dilaporkan terdapat di
India, Malaysia, Filipina, Singapore, Thailand dan Vietnam. Tahun 1956 flavivirus
dengue 2,3,4 dapat diisolasi di Filipina dan tipe 1 di Thailand. Selama periode 1956-
1992 terdapat 1.335.049 kasus DBD (13.732 meninggal) di Vietnam 934.666 kasus
DBD (9551 meninggal) di Thailand, di Indonesia 255.980 kasus (9980 meninggal)
dan China 249. 117 kasus (1029 meninggal). Case Fatality rate keseluruhan adalah 0,
14%.
ETIOLOGI
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue, virus ini termasuk dalam
golongan virus RNA famili flaviridae dengan genus flavivirus. Virus dengue
berdiameter 50 mm dan mempunyai envelop. Terdiri dari 4 serotipe virus dengue
(DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4) dengan daya infeksi tinggi manusia. Virus dengue
masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albicans,
dalam tubuh berkembang biak di dalam sel retikuloendotelial. Keempat serotipe sel
3
adalah serupa, tetapi mempunyai sifat antigen berbeda sehingga apabila terinfeksi
salah satu serotipe hanya akan memberikan kekebalan terhadap serotipe tersebut, tetai
tidak memberikan kekebalan silang untuk serotipe lainya.
PATOGENESIS
Virus Dengue (Den-1, Den-2, Den-3, Den-4)
Kerusakan sel pejamu
Terbentuk kompleks imun
Aktivasi sistem komplemen
Peningkatan permeabilitas
Agregasi trombosit
Kerusakan sel Endotel Pembuluh darah
Jumlah fungsi trombosit menurun
Merangsang/ mengaktivasi factor pembekuan
Perembesan plasma dari intra ke ekstravaskuler
Syok hipovolemikPerdarahanAsidosisKematian
4
IMUNOPATOGENESIS
Patogenesis infeksi virus yang dikenal luas saat ini adalah teori enchancing
body ( Halstead dan Rosen). Virus terutama menyerang makrofag , termasuk sel
Kuppfer hati dan monosit. Secara in vitro dijumpai cross reaction antibody non
neutralization membentuk kompleks dengan virus dengue yang heterologous.
Kelomok virus-antibodi tersebut akan memfasilitasi viral uptake ke dalam monosit
melalui reseptor Fc proses ini dikenal sebagai antibody dependent enchament (ADE)
Aedes agypti pertama mengigit manusia, mengeluarkan virus dengue yang
melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan masuk ke dalam monosit, kemudian
virus menyebar ke hati, limpa usus, sumsum tulang dan terjadilah viremia
(mekanisme aferen). Monosit yang telah terinfeksi akan berinteraksi dengan berbagai
sistem humoral, seperti sistem komplemen mengeluarkan substansi inflamasi, sitokin,
dan tromboplastin yang akan mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi
faktor koagulasi.
Antibodi IgG yang terbentuk terdiri dari antibodi netralisasi yang menghambat
replikasi virus dan antibodi non netralisasi yang memacu replikasi virus. Antibodi
netralisasi seara langsung mengikat determinan netralisasi pada envelope virus dengue
dan antibodi. Antibodi non-sterilisasi yang dibentuk pada infeksi sekunder
menyebabkan kompleks imun pada infeksi sekunder dapat menghambat replikasi
virus.
Teori ini pula yang mendasari infeksi virus dengue secara berlainan akan
menyebabkan manifestasi berat. Data epidemiologi dan hasil laboratorium (uji HI)
membuktikan bahwa anak yang berumur > 1 tahun, berlaku teori secondary
heterologous infection pada anak yang mendapat infeksi ke dua dari serotipe yang
berlainan mempunyai resiko menderita DBD berat. Sedangkan infeksi DBD berat
yang terjadi pada anak di bawah 1 tahun pada pemeriksaan uji HI memperlihatkan
infeksi primer, ini disebabkan adannya antibodi Ig G anti dengue ibu. Sel T memori
diduga memegang peran pada patogenesis DBD.
Serotipe den 2 lebih banyak menyebabkan syok daripada serotipe den-3.
Serotipe den-3 berhubungan dengan kasus DBD berat dan fatal. Respon imun yang
diakibatkan oleh virus dengue akan menyebabkan pembentukan kompleks imun,
aktivasi limfosit T, aktivasi sistem komplemen, dan produksi sitokin.
5
Imunitas protektif pejamu terhadap infeksi virus melalui dua fase yaitu fase
awal sebelum virus masuk ke dalam sel target pejamu dan fase setelah sel masuk ke
dalam sel target pejamu, dalam proses ini tubuh mengadakan respon imun secara non
spesifik dan spesifik.
Respon imun non spesifik adalah pembentukan IFN tipe I oleh monosit yang
terinfeksi berfungsi menghambat replikasi virus, NK sel secara luas menyebabkan
lisis sel yang terinfeksi. Monosit yang belum terinfeksi merangsang limfosit
auotologous memproduksi IFN-γ untuk melindungi sel yang belum terinfeksi. NK sel
merupakan mekanisme awal untuk melawan infeksi virus sebelum respon imun
spesifik terbentuk. Selanjutnya respon imun spesifik (humoral dan selular). Antibodi
merupakan komponen penting terhadap infeksi virus, namun antibodi saja tidak
cukup. Harus berikatan dengan CTLs (Cytolitic T Lymphocytes) yang dikenali
adalah CD8 dengan menghambat menempelnya virus ke dalam sel dan CTLs melisis
sel yang terinfeksi dan mencegah replikasi virus selanjutnya.
RESPON ANTIBODI INFEKSI VIRUS DENGUE
Antibodi terhadap virus dengue memfasilitasi keempat fungsi biologik secara
in vitro yaitu neutralisasi virus, comlement mediated cytolisis, antibody dependent
cell mediated cytotoxicity (ADCC), dan antibody dependent enchacement
(ADE).Antibodi yang mempunyai aktivitas mengenali protein E dan epitop yang
dikenal melalui antibodi neutralisasi ini bersifat serotipe spesifik, dengue serotipe
cross reactive/ flavivirus cross reactive. Dari beberapa penelitian disimpulkan bahwa
antibodi terhadap virus dengue ini dapat mencegah infeksi atau menjadi perantara
untuk penyembuhan infeksi dengan cara neutralisasi virus dengue atau melalui lisis
sel yang terinfeksi virus melalui aktivasi komplemen atau ADCC.
PEMBENTUKAN KOMPLEKS VIRUS DENGUE DAN ANTIBODI
Sebagian besar virus yang berada dalam sirkulasi berikatan dengan antibodi
spesifik IgG yang membentuk kompleks imun.Beberapa peneliti telah menemukan
kompleks imun pada 48-72% pasien DBD. Kompleks imun ini teradapat pada
permukaan trombosit, limfosit B, dinding kapiler dan glomeruli ginjal. Kompleks
imun yang melekat pada permukaan trombosit akan mempermudah penghancuran
trombosit oleh sel retikulo endotelial hati dan limpa sehingga terjadi trombositopenia.
Pemeriksaan agregasi trombosit yang diprovokasi oleh adenosin difosfat (ADP)
6
membuktikan adanya gangguan trombosit. Aktivasi endotel oleh kompleks imun
mengakibatkan aktivasi koagulasi sehingga terjadi defek koagulasi bersama
trombositopenia.
RESPON LIMFOSIT T
Infeksi primer pada DBD mengaktifkan limfosit T CD4 dan T CD8, hasil
penelitian mendapatkan bahwa aktivasi sel T memacu infeksi virus dengue melalui
produksi limfokin. Kadar limfokin dan soluble cell surface protein yang tinggi
menggambarkan respon inflamasi daripada perembesan plasma dan perdarahan.
Antibodi terhadap virus dengue meningkatkan infeksi virus dengue pada sel
monosit dengan membentuk kompleks virus dengue-antibodi selama infeksi sekunder
oleh serotipe yang lain.
Monosit merangsang IFN-γ, IL-2 dan sitokin lainya. IFN-γ meningkatkan antibody
dependent enchancement, IFN juga mengaktivasi monosit dan mengatur molekul HLA
kelas 1 dan 2 memfasilitasi pengenalan epitop virus dengue oleh limfosit CD4+ dan CD8+,
hal ini menyebabkan peningkatan kadar limfokin. Monosit yang teraktivasi oleh virus akan
lisis oleh limfosit T sitotoksik CD4+ dan CD 8+ (CTL) sehingga bahan intraselular ini
menyebabkan meningkatnya IL-2, monokin (TNF-γ), Leukotrien dan histamin,
anafilaktosin (C3a dan C5a). Hal ini memacu perembesan plasma, syok, gangguan
koagulasi dan manifestasi perdarahan. AKTIVASI SISTEM KOMPLEMEN(1)
Terdapat 2 peran komplemen pada patogenesis demam berdarah Dengue:
Penurunan kadar serum komplemen pada saat terjadinya syok.
Penurunan ini terjadi sebagai akibat dari aktivasi system komplemen oleh kompleks
imun.
Terdapatnya korelasi positif antara kadar serum komplemen dengan derajat
penyakit.
Hasil penelitian dengan menggunakan radioisotop menunjukkan bahwa penurunan
kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena
produksi yang menurun atau ekstravasasi. Dengan adanya aktivasi ini menghasilkan
anafilatoksin C3a dan C5a yang merupakan mediator yang kuat sehingga menyebabkan
permeabilitas kapiler dan akhirnya terjadi syok hipovolemik.
Pada penelitian selanjutnya ditemukan korelasi yang positif antara aktivasi komplemen dan
perembesan plasma dan syok sehingga kadar komplemen dapat menggambarkan derajat
penyakit. Di samping itu, komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin
7
seperti TNF, INF, IL-2, IL-1. Timbulnya syok yang merupakan akibat dari aktivasi komplemen
merupakan kelainan utama, sedangkan pada kerusakan organ lain merupakan kelainan yang
sekunder terhadap syok.
PERANAN SITOKIN PADA PATOGENESIS DEMAM BERDARAH DENGUE(1)
Dalam mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan infeksi virus maupun bakteri dikenal
sebagai imunitas alamiah dan imunitas adaptif. Kedua mekanisme ini sebagian besar
berlangsung karena ada pengaruh suatu protein hormonal yang diproduksi oleh sel-sel yang
terlibat dalam suatu reaksi imunologik yang disebut sitokin. Pada imunitas alamiah ,sitokin
diproduksi oleh sel fagosit mononuclear oleh karena itu sitokin disebut juga monokin.
Walaupun monokin diproduksi sebagai akibat langsung adanya mikroba namun monokin
dapat pula dihasilkan oleh fagosit mononuclear sebagai respon terhadap rangsangan sel T yang
telah teraktivasi oleh antigen sebagai bagian dari imunitas adaptif. Monokin juga berperan
penting sebagai co-stimulator aktivasi limfosit yang kemudian mempengaruhi sebagian besar
sitokin lainnya sehingga sitokin disebut limfokin.
Sitokin merupakan mediator yang berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur
respon inflamasi lokal maupun sistemik. Selain limfosit dan makrofag , sitokin juga dihasilkan
oleh sel keratosit dan sel fibroblast. Pada umumnya sitokin bekerja untuk meningkatkan respon
imun eferen dan aferen yang melibatkan makrofag, limfosit dan sel lainnya. Kompleks imun
yang terbentuk pada infeksi sekunder virus dengue akan merangsang makrofag memproduksi
sitokin. Adanya peran IFN, TNF, IL-1, dan IL-6 pada DBD juga telah dibuktikan dalam
penelitian. Monosit dan sel T memproduksi TNF-α secara langsung merusak endotel dan
meningkatkan permeabilitas kapiler.
Pada penelitian binatang percobaan yang disuntikkan TNF-α menyebabkan syok. Sesuai
dengan fungsi TNF-α sebagai mediator pro inflamasi ,kadarnya meningkat sejak awal
perjalanan penyakit dan akan menurun sesudah infeksi reda. Gambaran ini jelas tampak pada
kelompok DBD syok, namun kelompok non syok TNF-α tetap tinggi pada fase penyembuhan.
IL-1 diproduksi oleh makrofag, IL-1 dapat menyebabkan syok pada binatang percobaan. IL-1
berdampak pada endotel pembuluh darah dan merangsang pembentukan platelet activating
factor( PAF) dan prostaglandin. IL-1 ditemukan pada kasus DD dan DBD walau kadarnya
tidak meningkat.
Sedangkan pada IL-2 adalah suatu limfokin yang diproduksi oleh sel T. Pada pasien DBD
maupun DD kadar IL-2 nya dapat mengalami peningkatan. Selain ketiga jenis sitokin tersebut,
INF-γ, IL-6 dan IL-8 juga beperan dalam patogenesis DBD. Pada IFN-γ yang diproduksi oleh
8
sel T dan NK sel juga mengaktivasi monosit dan mengatur ekspresi reseptor Fcγ merangsang
antibody dependent infection oleh virus dengue. Walaupun IFN-γ tidak langsung menyebabkan
perembesan plasma tapi menyebabkan peningkatan jumlah sel yang terinfeksi virus dan
meningkatkan aktivasi sel T.
IL-6 adalah multifunctional protein yang dirangsang oleh sel limfoid dan non limfoid.
Kadar IL-6 meningkat pada fase konvalesen merupakan mekanisme feedback negative dari
peningkatan TNF-α. Pada pasien DBD beberapa sitokin dapat menyebabkan perembesan
plasma walaupun mediator yang non sitokin dapat menyebabkan hal serupa. Meditor tersebut
adalah PAF, C3a dan C5a dan histamin. Kadar C3a dan C5a meningkat pada pasien DBD dan
berhubungan erat dengan derajat penyakit sedangkan kadar histamin meningkat dalam urin.
PAF( platelet activating factor ) dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga menyebabkan aktivasi komplemen. Pada syok yang berkepanjangan akan terjadi
integritas dinding usus terganggu, splangnikus usus dan masuknya endotoksin dari flora usus
masuk dalm sirkulasi sebagai akibat hipoksia dan reperfusi.
9
Peranan Sitokin dan Mediator Kimiawi Dalam Patogenesis DBD
Jenis Sitokin Kadar dalam
plasma
Keterangan
Berperan
langsung
TNF-α ↑ Merusak endotel
Meningkatkan permebilitas kapiler
Meningkat pada awal perjalanan penyakit
IL-1 → Dampak langsung pada endotel pembuluh darah
Merangsang produksi PAF & prostaglandin
Ditemukan pada DD dan DBD, kadar tidak meningkat
IL-2 ↑ Kadar tidak berbeda pada DD dan DBD
Berperan
tidak
langsung
IFN-γ ↑ Meningkat jumlah sel terinfeksi
Meningkatkan aktivasi sel T
Kadar tidak berbeda pada DD dan DBD
IL-6 ↑ Meningkat pada masa penyembuhan
Sebagai feed back peningkatan TNF-α & endotoksin
IL-8 Tidak
ditemukan
Faktor lain
yang ikut
berperan
PAF ↑ Meningkatkan permebilitas kapiler
Aktivasi sistem Komplemen
C3a
C5a
↑ Meningkatkan permebilitas kapiler
Berhubungan erat dengan derajat penyakit
Histamin ↑ Meningkat di dalam urin
Endotoksin ↑ Pada DBD dengan syok berkepanjangan
Merangsang produksi sitokin
10
KELAINAN HEMOSTASIS PADA DBD(1)
Perdarahan pada DBD disebabkan oleh 3 kelainan hemostasis utama yaitu vaskulopati,
kelainan trombosit dan penurunan kadar factor pembekuan. Pada fase awal demam, perdarahan
disebabkan oleh vaskulopati dan trombositopenia sedangkan pada fase syok dan syok
lama ,perdarahan disebabkan oleh trombositopenia yang kemudian diikuti oleh
koagulopati ,terutama sebagai akibat koagulasi intravaskuler menyeluruh dan peningkatan
fibrinolisis. Secara klinis, vaskulopati bermanifestasi sebagai petekia, uji bendung
positif ,perembesan plasma dan elektrolit serta protein ke dalam rongga ekstravaskuler.
Penyebab utama dari vaskulopati adalah dikeluarkannya zat anafilatoksin C3a dan C5a.
Penurunan produksi trombosit pada fase awal penyakit (hari sakit ke -1 sampai dengan ke-
4) merupakan penyebab trombositopenia. Tampaknya virus secara langsung menyerang
myeloid dan megakariosit. Pada hari ke-5 sampai hari ke -8 terjadinya trombositopenia
terutama disebabkan oleh penghancuran trombosit dalam sirkulasi. Kompleks imun yang
melekat pada permukaan trombosit mempermudah penghancuran trombosit oleh sistem
retikuloendotelial di dalam hati dan limpa ,mengakibatkan trombositopenia pada fase syok.
Tetapi penghancuran trombosit ini dapat pula disebabkan oleh kerusakan endotel , reaksi oleh
kompleks imun, antibodi trombosit spesifik atau DIC yang disebabkan oleh syok lama. Pada
fase ini dapat dijumpai peningkatan jumlah megakariosit pada sumsum tulang.
Pada DBD pengeluaran PAF kemungkinan disebabkan oleh aktivasi platelet dan monokin.
Secara bersamaan, peningkatan kadar PAF, TNF-α, IL-1, IL-6 ,IL-8 , C3a ,C5a dan histamin
akan menyebabkan malfungsi endotel pembuluh kapiler sehingga terjadi perembesan plasma
dan syok hipovolemik serta perdarahan sebagai akibat gangguan koagulasi.
Kinetik trombosit pada DBD memperlihatkan penurunan jumlah trombosit pada fase
demam (hari ke 2 -3) dan mencapai jumlah terendah pada hari ke -5 pada saat terjadi syok.
Selanjutnya jumlah trombosit akan meningkat dengan cepat pada hari ke -6 sampai hari -7 dan
mencapai jumlah normal dalam waktu 7-10 hari sejak awal penyakit. Derajat trombositopenia
cenderung berhubungan dengan berat penyakit. Kelainan factor pembekuan tampak pada fase
aktif (hari sakit ke-3 sampai dengan hari -7). Factor pembekuan V, VII, VIII, IX, dan X
menurun bervariasi dari ringan sampai sedang. Sedangkan pada fibrinogen terjadi penurunan
sejak awal fase demam, berkorelasi positif dengan berat penyakit dan mencapai kadar normal
pada fase konvalesens.
11
MANIFESTASI KLINIS(2,3)
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, dapat juga berupa
demam yang tidak khas ,demam dengue ,demam berdarah dengue atau sindrom syok
dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 3-7 hari yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam
akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapatkan pengobatan
yang adekuat.
Pada demam dengue
Gambaran klinis demam dengue bervariasi tergantung umur pasien:
o Pada bayi dan anak kecil : undifferentiated febrile disease dengan ruam
makulopapular.
o Pada anak besar dan dewasa : demam tinggi mendadak ,sakit kepala, nyeri
belakang mata ,nyeri otot dan sendi , ruam serta dapat timbul perdarahan kulit
(uji tourniquet positif ). Dan biasanya ditemukan leucopenia dan
trombositopenia.
o Pada keadaan ini jarang terjadi kasus yang fatal.
Pada demam berdarah dengue
Penegakkan diagnosis DBD berdasarkan kriteria WHO:
o Demam tinggi mendadak terus menerus 2-7 hari
o Manifestasi perdarahan : uji tourniquet positif ,petechiae ,
ekimosis ,epistaksis,perdarahan gusi,, hematemesis atau melena.
o Hepatomegali
o Trombositopenia (< 100.000/ ml)
o Hemokonsentrasi ,nilai hematokrit masa akut > 20%
Pada dengue syok syndrome
Sindrom DSS adalah seluruh gejala pada DBD dan setelah suhu menurun , sekitar 3-7
hari setelah onset segera jatuh dalam syok.
o Nadi lemah dan cepat
o Kulit dingin dan lembab
o Sianosis disekitar mulut
o Hipotensi
o Gelisah
o Syok berlangsung singkat dan pasien dapat meninggal dalam 12 -24 jam.
12
INFEKSI DENGUE PRIMER DAN SEKUNDER(2)
Kekebalan seumur hidup terhadap homologous serotype muncul setelah infeksi
primer. Manifestasi klinis infeksi virus dengue sekunder lebih berat dibandingkan infeksi
primer. Oleh karena itu sangat penting membedakan infeksi dengue primer dan sekunder
untuk prognosis DBD/DSS yang lebih baik tidak hanya sekedar mendeteksi hasil positif
atau negative infeksi dengue.
Infeksi primer hanya menyebabkan suatu keadaan yang disebut febrile self limiting
disease sedangkan pada infeksi sekunder dapat menimbulkan komplikasi yang berat.
Pada infeksi primer maupun sekunder memnerikan gambaran klinis yang
sebagaimana pada demam dengue atau demam berdarah dengue. DHF /DSS kadang dapat
terjadi selama infeksi primer pada bayi 6-12 bulan yang lahir dengan antibody dengue
positif yang berasal dari ibunya.
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO untuk DBD harus memenuhi(4) :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini:
- uji torniquet positif ( > 20 petekie dalam 2,54 cm2)
- petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia (< 100.000/mm3)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage :
- Ht meningkat > 20% disbanding Ht rata-rata
- Ht turun hingga > 20% dari Ht awal
- Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemia
Derajat
I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan
hanya berupa uji toniquet positif
II : Derajat I disertai perdarahan spontan
III : Terdapat kegagalan sirkulasi: nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit
dingin dan lembab serta gelisah
13
IV : Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak teratur DBD derajat III dan IV
digolongkan dalam sindrom renjatan dengue
Penunjang Diagnostik
-Laboratorium (4)
Pemeriksaan darah rutin yang dilakukan antara lain pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambar limfosit plasma biru.
Parameter lab yang dapat diperiksa adalah:
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke -3 dapat ditemui
limfositosis relative ( >45% daritotal leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke -3 sampai hari ke
-8
Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit > 20% dari hematokrit awal , umumnya dimulai pada hari ke 3
demam
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen ,D-Dimer pada
keaddan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT- SGPT : meningkat
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5 ,meningkat sampai minggu ke-3 dan
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14 pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke 2.
(2)Diagnosis pasti infeksi virus dengue ditegakkan dengan menemukan virus
dengue dengan cara isolasi virus (kultur) maupaun PCR, namun karena banyak
kendala pemeriksaan ini sulit dilakukan. Pemeriksaan serologi yang banyak
digunakan antara lain : uji HI(standar dari WHO), dengue blot/dengue stick/Dot
imunoasai dengue, uji indirect ELISA, dan uji ICT ( antara lain Dengue rapid test)
Uji hambatan hemaglutinasi
Diagnosis serologis infeksi virus dengue yang sampai saat ini masih menjadi
referensi WHO adalah uji hemaglutinasi.
14
Metode ini dapat menentukan jenis infeksi primer dan sejunder, cukup sensitif
tapi tidak spesifik (infeksi oleh famili flavivirus lainnya juga terdeteksi).
Diperlukan serum ganda yang diambil saat akut pada waktu masuk rumah sakit
dan masa konvalesen (7 hari setelah pengambilan pertama).
Diagnosis ditegakkan bila terdapat kenaikan titer konvalesen 4x lipat atau
lebih titer serum akut atau walaupun tidak ada peningkatan titer 4x, titer
konvalesennya sudah > 1: 2560.
Pemeriksaan antibodi dengue IgM dan IgG
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekuder dengan
menentukan batas limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dilakukannya
pemeriksaan antibodi dengue IgM dan IgG dapat menggantikan penhujian HI
sebagai teknik standar serologi dengue .
Dengue Rapid Test
Merupakan uji serologis yang menggunakan metode imunokromatografi
berbentuk strip, mendeteksi IgM dan IgG antidengue pada serum tunggal dalam
waktu yang cepat, dengan sensitivitas dan spesifisitas diagnostik 99% dan 92% (2) .
Uji ini menggunaka antigen rekombinan D1,D2,D3,D4 serta konjugat berupa
antibodi monoklonal antidengue berlabel Colloidal gold.Untuk membacanya
cukup hanya dengan melihat adanya perubahan warna.
Cara kerjanya: 75l (3 tetes)buffer, diteteskan dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan 1l serum pasien dan Dengue rapid test dimasukkan ke
dalam tabung reaksi tersebut. Selanjutnya dilakukan pembacaan setelah 15 -30
menit.
Interpretasi : negatif hanya timbul garis pada kontrol
Positif ada dua interpretasi yaitu, infeksi primer aktif bila
timbul garis pada kontrol dan IgM, serta infeksi sekunder aktif bila timbul garis
pada kontrol dan IgG saja. (garis yang timbul pada garis kontrol menunjukkan
bahwa uji tersebut telah berjalan dengan baik)
15
--dengue rapid test--
Selain pemeriksaan lab juga dapat dilakukan pemeriksaan radiologis , dimana pada
foto dada didapatkan efusi pleura ,terutama hemitorax kanan tetapi apabila terjadi
perembesan plasma hebat efusi pleura dapat ditemukan pada kedua hemitorax.
Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG. Pemeriksaan foto
rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral decubitus kanan.
Terapi (3)
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utamanya adalah
terapi suportif. Hal yang paling penting adalah pemeliharaan volume cairan sirkulasi.
Non farmakologis : tirah baring, makanan lunak
Farmakologis :
pemberian simtomatis antipiretik parasetamol bila demam
cairan intravena : Ringer Laktat/Ringer Asetat 4-6 jam/kolf
Koloid plasma pada stadium III dan IV bila diperlukan
Transfusi trombosit
Pertimbangan heparinisasi pada stadium III dan IV
Yang akan dibahas lebih rinci dalam beberapa tahap seperti di bawah ini
Terdapat beberapa tahap penanganan DBD, yang dibagi berdasarkan penatalaksaan
yang tepat, praktis dalam pelaksanaan, antara lain :
16
Protokol 1. Penanganan DBD tanpa syok
Seseorang yang tersangka DBD akan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan
trombosit, bila :
Hb, Ht, dan trombosit normal, boleh dipulangkan dan berobat jalan
Hb, Ht, dan trombosit <100.000 dirawat
Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD
Bila tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif, tanpa syok,
diberikan cairan infuse kristaloid
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%
Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami deficit cairan
sebanyak 5%. Terapinya dengan memberi cairan kristaloid 6-7 ml/kg/jam. Apabila
keadaan setelah pemberian tetap tidak membaik, naikkan jumalh infuse menjadi 10
mg/kg/BB
Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD
Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata.Transfusi trombosit hanya diberikan
pada pasien DBD dengan perdarah spontan dan masif dengan jumlah trombosit <
100.000/mm3.
Protokol 5.Tatalaksana Dengue syok sindrom
Yang terpenting adalah renjatan harus segera diatasi dan penggantian cairan
intravaskuler yang hilang harus segera diganti, dengan pemberian cairan kristaloid.
Selain resusutasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kg/BB dan akan
dikurangi dosisnya bila renjatan teratasi.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara teori, mekanisme imunopatologi DBD dapat diringkas sebagai berikut:
Antibodi terhadap virus dengue membentuk kompleks antigen-antibodi dan
merangsang infeksi virus pada monosit dan makrofag. Sel CD4+ spesifik virus
dengue terangsang dan memproduksi limfokin seperti IL-2 dan IFN-γ. Interferon –γ
mengatur reseptor Fcγ dan memacu antibody dependent enhancement. Peningkatan
jumlah monosit yang terinfeksi virus dan meningkatkan ekspresi HLA kelas I dan
kelas II memfasilitasi pengenalan epitop virus dengue pada sel T yang terinfeksi oleh
virus spesifik dan menyebabkan kadar sangat tinggi sel T yang teraktivasi. Aktivasi
sel T menyebabkan peningkatan limfokin.
Monosit yang teraktivasi oleh IFN-γ akan memproduksi TNF-α, IL-1 dan PAF
dalam kadar yang tinggi selama infeksi virus dengue, atau monosit yang telah
terinfeksi virus akan mengeluarkan monokin dan mediator kimiawi dalam kadar
tinggi sehingga mengakibatkan lisis oleh sel T sitotoksik virus spesifik CD4+ dan
CD8+ dan atau sebagai akibat kontak sel dengan limfosit T virus spesifik. Kadar C3a
dan C5a yang tinggi disebabkan oleh aktivasi komplemen oleh kompleks virus
antibodi, sedangkan PAF mungkin disebabkan oleh aktivasi platelet dan monokin.
Selanjutnya, produksi monokin juga dipacu oleh sitokin lainnya. Tumor
Necrosis Factor –α merangsang produksi TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, dan PAF.
Interleukin-1 juga merangsang produksi TNF-α, IL-6, IL-8, dan PAF. Oleh karena itu,
sekali sitokin diproduksi, akan terbentuk rangkaian(networking) yang kompleks dan
akan semakin merangsang produksi sitokin dan mediator kimiawi. Siklus ini akan
menghasilkan kadar sitokin dan mediator kimiawi sangat tinggi dalam waktu singkat.
Sitokin tidak hanya merangsang produksi sitokin lainnya, namun juga bekerja
saling sinergis. Sebagai contoh, IL-1 dan TNF-α bekerja sama mengakibatkan syok
pada binatang percobaan. Interferon-γ secara sinergis menambah efek TNF-α.
Kejadian tersebut sangat kuat menduga fungsi sinergis sitokin dengan mediator
kimiawi dalam patogenesis DBD. Maka diduga bahwa peningkatan yang cepat dari
kadar TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, PAF, C3a, C5a, dan histamin secara bersama-sama
(sinergistik) menyebabkan malfungsi endotel pembuluh kapiler yang dapat
18
menyebabkan perembesan plasma dan syok, serta gangguan koagulasi sehingga
terjadi perdarahan. Proses tersebut didahului oleh monosit antibody-dependent
enhancement of dengue virus infection dan dipicu oleh aktivasi sel T sitolitik
serotype-cross reactive. Walaupun demikian telah didapatkan pasien DBD yang tidak
didahului oleh adanya antibodi virus dengue dan terjadi infeksi primer virus dengue.
Dalam hal ini, tentunya terdapat faktor lain yang turut berperan seperti genetik atau
virulensi serotipe virus.
B. Saran
Kami juga menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan kami, karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran untuk membuat makalah kami lebih baik lagi.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para dosen pembimbing yang
telah membimbing kami sehingga dapat mengikuti diskusi dengan baik.
Akhir kata, kami berharap makalah yang kami buat berguna tidak hanya untuk
menambah pengetahuan kelompok kami tetapi juga kepada semua orang yang
membaca makalah ini.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro SR. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 1999 h.41-55.
2. Suroso, Chrishantoro T. Informasi Produk PanBio Dengue Fever Rapid Strip
IgG & IgM Edisi ke-2. Jakarta: PT. Pacific Biotekindo Intralab; 2004
3. Guidotti LG, Chisari FV. Noncytolytic control of viral infections by the innate
and adaptive immune response. Annu Rev Immunol.2001;19:65-91
4. Sudoyo A, Setiohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006.
5. Tirado SMC, Yoon K-J, Antibody-dependent enhancement of virus infection
and disease. Virol Immunol.2003;16:69-86
6. GoodbournS, Didcock L, Randall RE. Interferon : cellsignaling, immune
modulation, antiviral and virus counter measures. J gen virol 2000;81:2341-
2364
7. Wilson WR, Sande MA. Current Diagnosis and Treatment in Infectious
Diseases. United States : Mcgraw-hill Medical Publishing Division; 2001.
20
top related