makalah dss
Post on 25-Jul-2015
205 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STIKES JENDERAL A.YANI
TREND DESEASEDENGUE HEMORARGIC FEVER & DENGUE SHOCK SYNDROME
Created By : Kelompok BukuAchkiky
Chaerani TDani
Epa Nurul FEpi Permanawati
Gira L IrawanGina Nindy Yuniar
Habibi RahmanIffa Hizrati
Krisna Wisnu SLilis susilawatiM. Billy Irawan
Riandi AlpinRisma Novi I
Saepul HamdanYuyun Salafiah
10/28/2011
DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi.
DENGUE HEMORARGIC FEVER &
DENGUE SHOCK SYNDROME
I. KONSEP DASAR DHF DAN DSS
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae,
mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui
perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue
terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotipe dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat. Penyakit ini dapat menyerang semua
orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak.
Sampai sekarang penyakit DBD ini masih menimbulkan masalah
kesehatan di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat
dan wilayah yang terjangkit semakin luas. Jumlah kasus biasanya
meningkat bersamaaan dengan peningkatan curah hujan oleh karena itu
puncak jumlah kasus berbeda di tiap daerah. Pada umumnya di Indonesia
meningkat pada musim hujan sejak bulan Desember sampai dengan April-
Mei tiap tahun.
DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang
disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan
darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi.
Penatalaksanaan DD adalah dengan memberikan terapi simptomatis
dan suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS.
Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan cepat dengan melakukan
pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur. Apabila terjadi
DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti kehilangan
cairan dan elektrolit karena terjadi “leakage” plasma.
A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian dan
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 1
DSS adalah berkurangnya volume plasma yang diakibatkan
peningkatan permeabilitas dinding kapiler. DSS merupakan lanjutan
DHF dengan kegagalan sirkulasi dan syok (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
(Ngastiyah, 1995 ; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi
klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul
tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang
berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak
tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di
bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan
syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan
nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi,
dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987;
16).
B. ETIOLOGI
1. VIRUS DENGUE
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk
ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari
empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus
dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu
dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 2
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur
jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel
BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. VEKTOR
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui
vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus,
aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor
yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis
yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya
melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor
penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan
(rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk
Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti)
maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di
dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih
alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu
pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. HOST
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama
kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi
tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus
dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 3
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih
dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue
huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan
complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus
pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a,
bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang
PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu
hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan
Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit,
trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock
tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran
plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga
perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya
dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi
terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan
permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang
intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun,
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 4
apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit
muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh
darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan
permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 419).
D. MANIFESTASI KLINIS INFEKSI VIRUS DENGUE
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7
hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah.
Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik
yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri
tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
2. Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam
dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet
yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena,
petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan
hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas
hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri
perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 5
terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal
harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada
penderita . (Soederita, 1995 ; 39).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak
sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan
sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi
pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang
buruk. (soedarto ; 39).
E. KLASIFIKASI DHF
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya
positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala
pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis,
haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran
darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi
sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg)
sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut
jantung > - 140 mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat
dan kulit tampak biru.
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 6
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan
spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan
hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120
mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120/100 120/110
90/70 80/70 80/0 0/0 )
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut
jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan
kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997):
a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan
dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit
dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur.
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 7
F. TANDA DAN GEJALA
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat
penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
1. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan
reaksi perabaan.
2. Asites
3. Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
4. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare
maupun obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).
G. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA
Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat
dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan
laboratorium yakni:
Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (>
20%) leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus,
serologis (UPF IKA, 1994).
Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan
anti bodi HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang
hasilnya adalah
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah
kurang dari 1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium
rekovalensensi pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI
dalam fase akut > 1/20 dan akan meningkat dalam stadium
rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya
dalam stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 8
(setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan)
faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.
Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1997:
Klinis:
- Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7
hari.
- Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test
rumple leed).
- Pembesaran hepar.
- Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah
menurun, akral dingin dan sianosis, dan gelisah.
Laboratorium:
- Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi
lebih dari 20%.
H. DIAGNOSA BANDING
1. Belum / tanpa renjatan :
a. Campak
b. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari
kelompok pnyakit exanthem, hepatitis, chikungunya)
2. Dengan renjatan
a. Demam tipoid
b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
3. Dengan perdarahan
c. Leukimia
d. Anemia aplastik
4. Dengan kejang
e. Ensefalitis
f. meningitis
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 9
I. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan Dengue Haemoragic Fever (DHF) seperti juga
penyakit menular laibn didasarkan atas meutusan rantai penularan,
terdiri dari virus, aedes dan manusia. Karena sampai saat ini belum
terdapat vaksin yang efektif terdapat virus itu maka pemberantasan
ditujukan pada manusia terutama pada vektornya. (Soemarmo, 1998 ;
56)
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF (Sumarmo, 1998 ; 57)
1. Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit
terdapatnya DHF / DSS
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan
vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan
penderita veremia.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran
yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi
Menurut Rezeki S, 1998 : 22,
Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini
yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk
penularan ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu
5. Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur
sekurang – kurangnya sxeminggu sekali atau menaburkan bubuk
abate ke dalamnya
6. Menutup rapat – rapat tempat penampung air dan
7. Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat
menampung air hujan seperti dilanjutkan di baliknya.
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 10
J. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever
(DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat,
Dengue Haemoragic Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak
memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam
pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok
yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk,
1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF
IKA, 1994 ; 203) yaitu: Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena
panas, muntah, masukan kurang) atau kejang–kejang.
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji
torniquet positif/negatif, kesakitan, Hb dan Ht/PCV meningkat, Panas
disertai perdarahan, Panas disertai renjatan.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF)
menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.
Belum atau tanpa renjatan:
Grade I dan II
1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan
“surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan
asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari
Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
2. Terapi cairan
a. infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk
anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak
dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit,
air bauh susu secukupnya
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 11
b. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.
c. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah
cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan
penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai
berikut :
1) 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
2) 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
3) 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
4) 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
5) Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain,
antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan
hebat.
Dengan Renjatan ;
Grade III
1. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg
dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral
hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi
dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung
berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan
kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
a. 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
b. 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
c. 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
d. 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
2. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam
keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 12
lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg
BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun
waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg
BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80
mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut
harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal
30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 13
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas
Airlangga. Surabaya.
top related