makalah ekonomi internasional klompok 7
Post on 24-Jul-2015
675 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Konversi Utang Luar Negeri Indonesia
melalui Debt Swap
Disusun oleh:
Ida Farida 5552101257
Khairunnisa Nur’aini 5552101284
Lystia Yuliyanti 5552101415
Marintan Lestari S 5552101020
Mega Ayu Febriyana 5552101442
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Tahun 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur marilah kita haturkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala
yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Ekonomi Internasional dengan judul ”Konversi
Utang Luar Negeri Indonesia melalui Debt Swap”. Makalah Ekonomi Internasional
ini mengenai utang luar negeri Indonesia. Makalah ini dapat kami selesaikan berkat
bantuan beberapa pihak, diantaranya Bapak Kuswantoro selaku dosen pengampu mata
kuliah Ekonomi Internasional serta teman-teman yang telah membantu, yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Disadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharap saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan pembuatan
makalah dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para
pembaca. Amin.
Serang, Juni 2012
Penyusun
Daftar Isi
kata Pengantar. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
Daftar Isi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
Bab I
Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Tujuan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
Bab II
Pengertian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
Sejarah Utang Luar Negeri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
Jenis-jenis Utang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
Lembaga/Pihak Pemberi Pinjaman. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
Prosedur Penarikan Utang uar Negeri. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
Artikel mengenai Debt swap . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . 11
Bab III
Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang membangun perekonomiannya masih bersifat
terbuka, yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu
adanya fundasi yang kokoh yang dapat membentengi suatu negara agar tidak sepenuhnya
dapat terpengaruh dari dunia luar. Selain faktor dari luar, salah satu penyebab krisis yang
terjadi di Indonesia juga berasal dari dalam negeri, yaitu proses integrasi perkonomian
Indonesia ke dalam perekonomian global yang berlangsung dengan cepat dan kelemahan
fundamental mikroekonomi yang tercermin dari kerentanan (fragility) sektor keuangan
nasional, khususnya sektor perbankan, dan masih banyak faktor-faktor lainnya yang
berperan menciptakan krisis di Indonesia (Syahril, 2003:4).
Krisis ekonomi telah membawa dampak yang serius terhadap perekonomian
Indonesia, yang menimbulkan stagflasi dan instabilisasi perekonomian, menurunnya
tingkat produksi secara drastis sebagai akibat tingginya ketergantungan produsen
domestik terhadap barang dan jasa impor, laju inflasi yang tinggi, pemutusan hubungan
tenaga kerja, menurunnya pendapatan masyarakat mengaibatkan turunnya daya beli
masyarakat.
Awal-awal menjelang Krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia
menunjukkan perkembangan yang baik, yang artinya tidak ada tanda-tanda yang terlalu
merisaukan atau memberi tanda krisis yang serius akan menerpa. Sejak akhir dasawarsa
1980-an pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sekitar 8% per tahun pada
pertengahan 1997 tumbuh dengan laju tahunan 7,4%, (Boediono, 2008:81). Justru
kepanikan terjadi karena adanya peningkatan harga yang sangat tajam barang-barang dan
jasa akibatnya melemahnya kurs rupiah terhadap dollar.
Salah satu beban ekonomi Indonesia adalah utang luar negeri yang terus
membengkak, Utang ini sudah begitu berat mengingat pembayaran cicilan dan bunganya
yang begitu besar. Biaya ini sudah melewati kapasitas yang wajar sehingga biaya untuk
kepentingan-kepentingan yang begitu mendasar dan mendesak menjadi sangat minim
yang berimplikasi sangat luas. Sebagai negara berkembang yang sedang membangun,
yang memiliki ciri-ciri dan persoalan ekonomi, politik, sosial dan budaya yang hampir
sama dengan negara berkembang lainnya,Indonesia sendiri tidak terlepas dari masalah
utang luar negeri, dalam kurun waktu 25 tahun terakhir,utang luar negeri telah
memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pembangunan di Indonesia. Bahkan
utang luar negeri telah menjadi sumber utama untuk menutupi defisit Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan memberikan kontribusi yang berarti bagi
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Meskipun utang luar negeri (foreign debt) sangat membantu mentupi kekurangan
biaya pembangunan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) namun
persoalan pembayaran cicilan dan bunga menjadi beban yang terus menerus harus
dilaksanakan,apalagi nilai kurs rupiah terhadap dollar cenderung tidak stabil setiap hari
bahkan setiap tahunnya.
Pertengahan tahun 1997 Indonesia telah mengalami krisis moneter yang
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya besarnya jumlah hutang swasta jangka
pendek dan menengah serta utang-utang pemerintah yang menyebabkan nilai tukar
Rupiah tertekan, kebijakan fiskal dan moneter yang tidak konsisten, membesarnya defisit
neraca berjalan dan terdepresiasinya mata uang Bath dan berimbas pada nilai dollar. Di
Indonesia hal ini juga membuat terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap
Rupiah sehingga masyarakat menyerbu Dollar untuk mengamankan kekayaanya.
Dengan adanya krisis ekonomi tersebut kinerja perbankan Indonesia terus
menunjukkan perkembangan yang memburuk. Hal ini ditandai dengan hilangnya
kepercayaan masyarakat dengan terjadinya penarikan besar-besaran (Rush). Berdasarkan
data Bank Indonesia, Jumlah pinjaman luar negeri pasca krisis pun meningkat yaitu pada
tahun 2000 dalam juta dollar sebesar US$ 133.073,00 padahal sebelumnya pada tahun
1998 dan 1999 jumlah utang luar negeri Indonesia adalah US$ 20.567,00 dan US$
110.934,00.
Pasca awal terjadinya krisis, yaitu tahun 1999 pemerintah sudah mengambil
langkah seribu untuk menambah jumlah hutang atau pun pinjaman dari pihak asing.
Meningkatnya jumlah pinjaman pada tahun 2000 yakni sebesar US$ 133.073,00 terjadi
karena adanya tindakan pemerintah untuk menstabilkan nilai rupiah terhadap mata uang
asing sehingga hal ini membutuhkan cadangan devisa yang sangat besar, sementara
cadangan devisa sebelumnya sudah terkuras untuk menghadapi kepanikan masyarajat
yang secara beramai-ramai membeli dollar secara besar-besaran dengan asumsi dollar
akan naik lagi.
Penurunan nilai tukar Rupiah yang sangat tajam sebagai rangkaian krisis
ekonomi dan krisis moneter yang melanda Indonesia sejak bulan Juli 1997
mengakibatkan sebagian besar peminjam swasta tidak dapat lagi memenuhi kewajiban
luar negeri yang jatuh tempo. Sementara itu disisi Pemerintah, krisis nilai tukar juga
menyebabkan meningkatnya beban pembayaran kembali pinjaman luar negeri yang akan
menjadi beban dalam APBN. Untuk menyelesaikan permasalahan pinjaman luar negeri
tersebut, untuk pinjaman yang diterima swasta, Pemerintah telah membentuk Tim
Penanggulangan Masalah Utang-Utang Perusahaan Swasta Indonesia (THSI).
Sedangkan utang penyelesaian pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah,
dibentuk satuan tugas yang terkoordinir yang terdiri dari Departemen Keuangan, Bank
Indonesia dan Bappenas dalam rangka melaksanakan negosiasi restrukturisasi utang.
Baik THIS maupun satgas yang dibentuk Pemerintah tersebut, mempunyai tugas untuk
melakukan negosiasi terhadap kreditur luar negeri dalam rangka restrukturisasi pinjaman
luar negeri yang diterima swasta, Pemerintah Indonesia telah melakukan pembicaraan
dengan steering committee yang terdiri atas 13 perbankan internasional dengan co-
chairman Deutche Bank, Chase Manhattan Bank dan Bank of Tokyo Mitsubishi untuk
mewakili seluruh kreditur. Dalam perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan
steering committee yang berlangsung di Frankfurt tanggal 1-4 Juni 1998, menghasilkan
Frankfurt Agreement yang terdiri atas 3 kesepakatan :
• Trade Maintenance Facility (TMF), yaitu perbankan luar negeri akan memberikan dan
membuka credit line dalam rangka perdagangan internasional kepada perbankan
Indonesia
• Interbank Debt Exchange Offer Program (EOP), yaitu perbankan luar negeri akan
menjadwal ulang pinjaman luar negeri perbankan Indonesia
• Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA), yaitu penyelesaian utang luar negeri
swasta melalui upaya restrukturisasi utang.
Sementara itu untuk menyelesaikan utang luar negeri Pemerintah, telah dilakukan
berbagai upaya dan negosiasi untuk mendapatkan keringanan pembayaran utang dengan
memanfaatkan forum Paris Club. Dalam 3 kali pertemuan, telah dihasilkan perolehan
keringanan pembayaran pinjaman dengan penjadwalan kembali pembayaran utang dari
kesepakatan sebelumnya, baik pokok maupun bunganya (Laporan BI,2005).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan timbal balik antara utang luar negeri dan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia
2. Untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang antara utang luar negeri
dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia
3. Untuk mengetahui pengaruh Utang luar negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter
4. Untuk mengetahui sejauh mana dampak restrukturisasi utang luar negeri Indonesia
Bab II
ISI
2.1 Pengertian
Utang luar negeri merupakan jenis pinjaman yang berasal dari luar negeri dan
memiliki persyaratan tertentu yang dibebankan kepada pihak (negara) penerima utang
tersebut. Dalam pengertian anggaran negara, utang luar negeri disebut juga sebagai
sumber pendanaan alternatif yang digunakan untuk pembiayaan anggaran negara. Utang
luar negeri dapat menjadi sumber pendanaan anggaran (APBN), akan tetapi di sisi lain
menjadi beban anggaran, karena dibebankan persyaratan pembayaran bunga dan cicilan
pokok utang luar negeri.
Keputusan untuk mengambil utang luar negeri dikarenakan keterbatasan sumber-
sumber pendanaan ataupun pembiayaan di dalam negeri. Pemerintah membutuhkan
pendanaan yang cukup besar untuk sejumlah pengeluaran yang tidak bisa hanya
mengandalkan dari sumber penerimaan dalam negeri. Misalnya, untuk keperluan
penyediaan infrastruktur, pendanaan tahap awal pelaksanaan program pembangunan,
dan pendanaan dalam negeri lainnya. Idealnya pengeluaran hendaknya menyesuaikan
dengan besarnya sumber-sumber pendanaan di dalam negeri. Namun, melihat dinamika
pembangunan dan kebutuhannya akan membuka pilihan alternatif pendanaan yang
berasal dari luar negeri berupa utang.
Bentuk utang luar negeri dapat berupa dana segar ataupun berupa dana yang
sudah dikonversikan ke dalam bentuk program ataupun proyek tertentu. Bentuk lain dari
utang luar negeri dapat berupa surat-surat utang atau obligasi negara. Sekalipun
tergolong utang luar negeri, akan tetapi seperti surat utang ataupun obligasi negara
memiliki mekanisme pembayaran yang berbeda dengan utang luar negeri.
Dengan semakin bertambahnya hutang luar negeri Indonesia, maka pemerintah
sedang mempertimbangkan sejauh mana Indonesia membutuhkan restrukturisasi hutang.
Restrukturisasi hutang adalah pembayaran hutang dengan syarat yang lebih lunak atau
lebih ringan dibandingkan dengan syarat pembayaran hutang sebelum dilakukannya
proses restrukturisasi hutang, karena adanya konsesi khusus yang diberikan kreditur
hanya kepada debitur yang mengalami kesulitan keuangan.
2.2 Sejarah Utang Luar Negeri
a. Utang Era Soekarno (1945–1966)
Presiden Soekarno adalah sosok pemimpin yang sebenarnya anti utang. Salah
satu bapak pendiri bangsa ini pernah memberikan satu pernyataan terkenal yaitu “Go To
Hell with Your Aid” yang menyikapi campur tangan IMF pada peristiwa konfrontasi
Indonesia dengan Malaysia pada 1956. Dari pernyataan tersebut, Soekarno dapat
dikategorikan sebagai pemimpin yang tegas dan berani mengambil sikap untuk menolak
intervensi asing. Namun, pada akhir pemerintahan Soekarno, negara ini ternyata
dibebani oleh utang. Seperti dikutip dari harian Republika (17/4/2006), jumlah utang
Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno sebesar US$6,3 miliar, terdiri dari US$4
miliar adalah warisan utang Hindia Belanda dan US$2,3 miliar adalah utang baru.
Utang warisan Hindia Belanda disepakati dibayar dengan tenor 35 tahun sejak 1968
yang jatuh tempo pada 2003 lalu, sementara utang baru pemerintahan Soekarno
memiliki tenor 30 tahun sejak 1970 yang jatuh tempo pada 1999.
b. Utang Era Soeharto (1966–1998)
Pada masa Orde Baru, utang didefinisikan menjadi penerimaan negara.Berarti
pemerintah saat itu membiayai program-program pemerintah melalui instrumen
pendapatan yang salah satunya adalah utang.Jika dilihat dari struktur anggaran
pemerintah, maka utang dimasukkan ke dalam porsi penerimaan selain pajak.
Akibatnya, pengelolaan utang negara pun menjadi sangat tidak transparan. Orde Baru
“diklaim” berutang sebesar Rp1.500 triliun yang jika dirata-ratakan selama 32 tahun
pemerintahannya maka utang negara bertambah sekitar Rp46,88 triliun tiap tahun.
Sampai 1998, dari total utang luar negeri sebesar US$171,8 miliar, hanya sekitar
73% yang dapat disalurkan ke dalam bentuk proyek dan program, sedangkan sisanya
(27%) menjadi pinjaman yang idle dan tidak efektif. Pada masa Orde Baru, kredit
Indonesia mendapat rating BBB dari Standard & Poor’s (S&P), lembaga penilai
keuangan internasional. Rating BBB, yang hanya satu tingkat di bawah BBB+,
membuat iklim investasi dan utang Indonesia pada masa Orde Baru dinilai favorable
bagi para investor, baik domestik maupun asing.Komposisi utang Orde Baru terdiri atas
utang jangka panjang dengan tenor 10–30 tahun. Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati mengeluarkan pernyataan bahwa utang Orde Baru jatuh tempo pada 2009
dengan struktur utang yang jatuh tempo sepanjang tahun 2009 adalah sebesar Rp94
triliun, terdiri dari Rp30 triliun berupa utang domestik dan Rp64 triliun berupa utang
luar negeri.
c. Utang Era Habibie (1998–1999)
Masa pemerintahan B. J. Habibie merupakan pemerintahan transisi dari Orde
Baru menuju era Reformasi.Habibie hanya memerintah kurang lebih setahun, 1998–
1999.Pada 1998 terjadi krisis moneter yang menghempaskan perekonomian Indonesia
dan pada saat yang bersamaan juga terjadi reformasi politik.Kedua hal ini
mengakibatkan rating kredit Indonesia oleh S&P terjun bebas dari BBB hingga terpuruk
ke tingkat CCC.Artinya, iklim bisnis yang ada tidak kondusif dan cenderung berbahaya
bagi investasi. Pada masa pemerintahan Habibie, utang luar negeri Indonesia sebesar
US$178,4 miliar dengan yang terserap ke dalam pembangunan sebesar 70%, dan
sisanya idle. Terjadinya penurunan penyerapan utang, yaitu dari 73% pada 1998
menjadi 70% pada 1999, disebabkan pada 1999 berlangsung pemilihan umum yang
menjadi tonggak peralihan dari Orde Baru menuju era Reformasi. Banyak keraguan
baik di kalangan investor domestik maupun investor asing terhadap kestabilan
perekonomian, sementara pemerintah sendiri saat itu tampak lebih “disibukkan” dengan
pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
2.3 Jenis-jenis Utang Luar Negeri
Secara umum utang luar negeri dibagi menjadi 3 jenis:
a. Bantuan Program
Bertujuan menunjang neraca pembayaran dan anggaran pembangunan. Bantuan dalam
bentuk devisa ini akan menunjang neraca pembayaran dalam usaha memenuhi
kebutuhan impor, sedangkan nilai lawan rupiahnya dimasukkan dalam kas Negara.
b. Bantuan Proyek
Dapat berbentuk hibah atau pinjaman dan digunakan untuk membiayai berbagai
kegiatan proyek pembangunan baik dalam rangka rehabilitasi, pengadaan
barang/peralatan dan jasa, perluasan ataupun pengembangan proyek baru.
c. Bantuan Teknis
Seluruh utang luar negeri yang diberikan Negara/lembaga pemberi bantuan dalam
bentuk jasa keahlian dan fasilitas keahlian dengan tujuan untuk mempercepat proses
alih teknologi dan keterampilan. Umumnya dalam bentuk hibah.
Dari ke-3 jenis ini, hanya pinjaman dalam bentuk Bantuan Program dan Bantuan
Teknis yang berupa block grant dan dalam bentuk tunai (in cash). Arus kas masuk dapat
langsung digunakan Indonesia dengan bebas, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
dengan keperluan bangsa Indonesia sendiri. Sementara bantuan proyek biasanya adalah
fasilitas berbelanja secara kredit ke Negara-negara pemberi utang. Oleh sebab itu jenis
penggunaan bantuan ini biasanya terkait langsung dengan proyek-proyek fisik yang telah
disepakati dalam perjanjian utang dengan pihak lender.
2.5 Lembaga / Pihak Pemberi Pinjaman
Dikutip dari data Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Selasa
(22/5/2012), per April 2012, negara pemberi utang terbesar ke Indonesia adalah Jepang
dengan nilai Rp 274,68. Secara persentase, utang dari Jepang mempunyai porsi 44% dari
total utang luar negeri bilateral pemerintah Indonesia.
Berikut daftar 3 besar negara pemberi utang bilateral ke Indonesia : Jepang,
Prancis dan Jerman. Selain negara, utang luar negeri Indonesia juga didapat dari lembaga
multilateral yang totalnya Rp 212,92 triliun. Berikut daftar lembaga multilateral pemberi
utang terbesar ke Indonesia:
Bank Pembangunan Asia (ADB/Asian Development Bank)
Bank Dunia
Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB)
Lembaga multilateral lainnya
2.6 Prosedur Penarikan Utang Luar Negeri
Sebagaimana diatur dalam SKB antara Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas
No. 185/KMK.03/1995 dan No. KEP. 031/KET/5/1995 tentang Tata cara Pelaksanaan /
Penatausahaan, dan Pernantauan Pinjainan/Hibah Luar Negeri dalam rangka
pelaksanaan APBN dan Perubahannya No. 459/KMK.03/1999 dan No.KEP
264/KET/09/1999 tanggal 29 September 1999, penarikan pinjaman luar negeri dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
A. Pembukaan Letter of Credit (L/C) oleh Bank Indonesia
B. Pembayaran Langsung (Direct Payment) oleh Lender
Direct payment adalah transfer pembayaran langsung kepada rekanan
(kontraktor proyek) oleh lender. Pelaksanaan transfer oleh lender dilakukan atas dasar
permintaan dari Pemerintah / Depkeu.
C. Penggantian Pembiayaan Pendahuluan (Reimbursement)
Adalah penarikan pinjaman luar negeri untuk mengganti pembayaran
pembiayaan yang telah dilakukan terlebih dahulu dengan dana sendiri, atas beban
rekening BUN.
D. Rekening Khusus (Special Account) di Bank Indonesia
Rekening Khusus atau Special Account adalah rekening yang dibuka dalam
rangka pencairan pinjaman luar negeri. Penggunaan rekening khusus dimaksudkan
untuk meningkatkan percepatan daya serap pinjaman luar negeri. Rekening khusus juga
dimaksudkan lender untuk menghimpun berbagai dropping dana yang jumlahnya relatif
kecil. Rekening ini digunakan untuk menampung dropping dana pinjaman luar negeri
untuk satu proyek tertentu yang dibiayai. Terdapat dua macam dropping dana dari
lender dalam rangka rekening khusus, yaitu:
• Initial Deposit, yaitu pengisian rekening khusus oleh lender atas permintaan
Pemerintah untuk pertama kali
• Replenishment, yaitu pengisian kembali rekening khusus setelah dana dalam
rekening tersebut ditarik oleh Pemerintah guna membiayai proyek.
Biaya dan Fee Yang Harus Ditanggung Penerima Pinjaman
Biaya-biaya yang harus ditanggung oleh penerima pinjaman luar negeri adalah:
• Bunga Pinjaman, merupakan biaya bunga atas fasilitas pinjaman luar negeri yang telah
disediakan yang telah ditarik (disburshed loan). Besarnya bunga pinjaman telah
ditetapkan dalam perjanjian pinjaman (loan agreement) tergantung pada jenis pinjaman,
yaitu pinjaman lunak, semi lunak, komersial.
• Commitment Fee, yaitu fee yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman (lender) atas
komitmen pinjaman yang telah diberikan dan telah dituangkan dalam loan agreement.
Besarnya commitment fee dihitung berdasarkan plafond pinjaman yang belum ditarik
(undisburshed loan).
• Administration Fee,
• Agent Fee, adalah fee yang dibayarkan kepada agen yang ditunjuk oleh Pemerintah RI
dalam rangka perolehan pinjaman sindikasi. Agen tersebut berfungsi sebagai
penghubung antara Pemerintah RI dengan seluruh member dapam kredit sindikasi.
2.6 Perlukah adanya Debt Swap Utang luar negeri Indonesia ?
Berikut ini beberapa artikel mengenai debt swap dan konversi utang luar negeri :
Pemerintah Upayakan ''Debt Swap''
Jakarta (Bali Pot) –
Pemerintah akan mengupayakan mekanisme debt swap (pertukaran utang dengan
program-red) kepada negara-negara maju. Alternatif pendanaan pembangunan ini dirasa
lebih menguntungkan ketimbang pinjaman lunak bahkan hibah sekalipun.
"Paling enak debt swap karena duit sudah ada, sudah kita pakai di APBN. Tetapi
sebelum kita kirim (kembalikan) kita tanya dulu sama kedutaan besar mereka di Jakarta,
ada yang mau enggak debt swap," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Dorojatun Kuntjoro-Jakti di Jakarta, Selasa (5/8) kemarin.
Djatun mencontohkan, utang ditukar dengan mensponsori terumbu karang di kawasan
timur Indonesia. Kemudian, ditukar dengan program membantu pendidikan dasar dan
pelatihan bidan di pedesaan. "Kita cari negaranya yang bersedia melakukan itu, sehingga
uang yang diparkir tidak jadi dikirim ke mereka," ujar Dorojatun dengan sikap optimis.
Namun, ia mengaku pola debt swap ini baru disetujui Jerman selaku negara kreditor.
Opsi yang ditawarkan bisa melalui forum multilateral seperti Consultative Group on
Indonesia (CGI) atau melalui hubungan bilateral antarkedua negara.
Mengenai debt swap yang ditawarkan Jerman, menurutnya, dialokasikan pada kegiatan
perbaikan pelayanan kesehatan dan peningkatan mutu pendidikan dasar. "Jerman sudah
kita usahakan lagi di CGI. Maunya sampai puluhan juta dolar," katanya. Menyangkut
usulan debt swap tersebut, menurut Djatun, memang ditemui kendala, seperti
ketidaksiapan parlemen dari negara kreditur bersangkutan siap. Pemahaman definisi dari
debt swap memang masih menjadi perdebatan. Beberapa negara mau bicara debt equity
swap (ditukar dengan saham), debt poverty swap (program kemiskinan) dan debt nature
swap (lingkungan hidup). "Tetapi kita harus kejar terus keperincian yang lebih jauh,
jangan hanya ke saham, lingkungan hidup, kemiskinan saja." (kmb2)
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/8/6/e3.htm
4 Negara Sepakati Konversi $75 Juta Utang Indonesia
Kamis, 15 Juli 2010 15:42 WIB | 1560 ViewsJakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia tengah menjalankan proyek-proyek
terkait debt swap (konversi utang) yang disepakati bersama empat negara kreditor,
Jerman, Italia, Amerika Serikat, dan Australia.
Program debt swap dengan Australia ditandatangani di Jakarta Kamis ini yang
melibatkan tiga pihak yaitu Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia dan Global
Fund, kata Deputi Menteri Perekonomian Bidang Kerjasama Ekonomi dan Pembiayaan
Internasional Rizal Affandi Lukman.
Melalui program itu utang Pemerintah Indonesia sebesar 75 juta dolar Australia dihapus,
dan setengah dari jumlah itu akan digunakan untuk pemberantasan tubercolosis di
Indonesia melalui Global Fund.
Program debt swap merupakan program pengurangan stok utang luar negeri Pemerintah
Indonesia yang disepakati bersama dengan negara kreditur yang tergabung dalam Paris
Club. Kesepakatan itu tertuang dalam article IV dari perjanjian penjadualan utang dari
Paris Club II dan III, di mana pelaksanaannya dilakukan melalui kesepakatan dengan
negara-negara kreditur secara bilateral.
Tiga negara lain yang telah memberi pengalihan utang kepada Indonesia adalah Jerman,
Italia, dan Amerika Serikat. Tahap pertama penandatangan perjanjian dengan AS 30 Juni
2009. Selanjutnya Pemerintah AS juga menawarkan TFCA tahap II senilai 20 juta dolar
AS dengan tambahan dana 20 persen atau 4,0 juta dolar AS dari swap partner.
Dari beberapa NGO yang diundang jadi swap partner, ada tiga NGO yang menyatakan
kesediaan yaitu WWF Indonesia, The Nature Consevancy, dan Conservation
Internasional. "Saat ini sedang dilakukan pembahasan mekanisme dan penunjukan swap
partner," kata Rizal.
Berikut rincian debt swap untuk Indonesia dengan Jerman, Italia, dan AS:
Jerman 143,6 juta Euro
- Debt swap I (untuk pendidikan) sebesar 25,56 juta Euro- Debt swap II (pendidikan) sebesar 23,00 juta Euro- Debt swap III (lingkungan hidup) 25,00 juta Euro- Debt swap IV (pendidikan) 20 juta Euro- Debt swap V (kesehatan) 50 juta Euro.
Italia (bagi proyek-proyek rekonstruksi dan Program Keluarga Harapan di NAD dan
Nias).
- Tahap I sebesar 1,43 juta Euro dan 5,03 juta dolar AS pada November 2007 dan penghapusan
- Tahap II sebesar 2,50 juta Euro dan 11,64 juta dolar AS.Amerika Serikat
AS disepakati pelaksanaan program debt swap Tropical Forest Conservation Act (TFCA)
yang menghapuskan utang luar negeri Indonesia sebesar 20 juta dolar AS dan 2,0 juta
dolar AS. (ANT/S026)
Editor: Suryanto
http://www.antaranews.com/berita/1279183345/4-negara-sepakati-konversi-75-juta-utang-indonesia
Wapres Minta Pengertian Kreditor Pertimbangkan Debt Swap
Jakarta, 7 Agustus 2002 15:35
Wakil Presiden Hamzah Haz mengharapkan pengertian negara-negara kreditor yang
menolak usulan Indonesia berupa program "debt swap" agar mau mempertimbangkan
kembali keputusannya demi untuk kepentingan bersama. Hal tersebut dikemukakan
Wapres Hamzah Haz, seusai membuka seminar tentang pluralisme yang diselenggarakan
Lembaga Perekonomian Nahdatul Ulama (LPNU) di Jakarta, Rabu. Hamzah Haz
mengatakan, negara-negara kreditor yang menolak debt swap tersebut perlu lebih
memikirkan ke depan.
"Debt swap itu kan untuk kepentingan kita dan juga buat kepentingan mereka," kata
Wapres Hamzah Haz. Menurut dia, jika Indonesia sudah mampu mengurangi
kemiskinan dan kegiatan ekonomi tumbuh, maka bagi luar negeri itu merupakan
`market` potensial.
"Jadi, diharapkan pengertian dari negara-negara yang sekarang menolak itu,"
tambahnya. Seperti diberitakan sebelumnya, delapan negara kreditor menyambut baik
permintaan pemerintah Indonesia untuk melakukan program debt swap, sementara empat
negara lainnya menyatakan menolak melakukan program tersebut dengan beberapa
alasan.
Delapan negara tersebut adalah Kanada, Finlandia, Perancis, Jerman, Italia, Selandia
Baru, Swedia dan Inggris. Sementara empat negara lainnya yang juga menolaknya
adalah Austria, Denmark, Jepang dan Korea Selatan. Sedangkan Australia masih akan
mempertimbangkannya untuk mengikuti program tersebut. Kebanyakan negara kreditor
menginginkan pelaksanaan program debt swap yang berkaitan dengan program
pembangunan, pemberantasan kemiskinan, dan lingkungan hidup.
Negara-negara yang menolak program itu, seperti Austria, menyatakan, mereka tidak
mempunyai dasar hukum untuk debt swap atau mengkonversi utang luar negeri dengan
negara yang dalam kesepakatan Paris Club, utangnya tidak dapat dihapuskan, seperti
Indonesia.
Jepang menolaknya, karena mereka menyatakan program itu dipandangnya sebagai salah
satu bentuk debt reduction yang bagi pemerintah Jepang merupakan masalah
sensitif. Jepang hanya menegaskan untuk memperpanjang fasilitas special yen loan dan
hibah untuk memulihkan ekonomi Indonesia. [Tma, Ant]
http://arsip.gatra.com/2002-08-07/artikel.php?id=19568
Diajukan "Debt Swap" Senilai 23 Juta Euro
Jakarta, Kompas - Pemerintah akan melakukan moratorium utang dari Jerman dengan
mengembangkan program debt swap tahap II dengan jumlah penghapusan utang 23
juta euro (sekitar Rp 230 miliar) yang segera direalisasikan. Selain itu, pemerintah
juga telah mempersiapkan penghapusan utang dari Jerman tahap III dengan jumlah
25 juta euro.
Demikian diutarakan Menteri Keuangan Boediono dalam Rapat Kerja dengan Panitia
Anggaran DPR di Jakarta, Senin (30/8). Sebelumnya pemerintah telah berhasil
melakukan penghapusan utang dari Jerman sebanyak 50 juta mark yang dilakukan
melalui program debt for education swap. "Namun, untuk debt swap tahap II dan III
dengan Jerman, kami belum tahu detail programnya," katanya.
Selain dari Jerman, kata Boediono, pemerintah juga sedang membahas upaya
pengurangan utang melalui program debt swap dengan Inggris, Perancis, dan
Italia. "Namun ini masih dalam tahap awal," katanya. Menurut dia, pada
masa lalu pemerintah telah mengupayakan berbagai cara untuk mengurangi beban
utang, antara lain melalui penjadwalan kembali utang luar negeri (rescheduling),
pengurangan utang melalui program konversi utang, menyusun kembali waktu jatuh
tempo (reprofiling) utang dalam negeri, dan mengupayakan pinjaman dengan kondisi
yang lebih lunak, dalam artian dikenai suku bunga yang lebih rendah dan jangka
waktu pembayaran yang lebih panjang. "Sejauh ini, pemerintah telah melakukan
penjadwalan utang luar negeri melalui skema Paris Club I, II, dan III senilai 15 miliar
dollar AS untuk periode Agustus 1998 sampai Desember 2003. Namun, upaya
penjadwalan ulang utang melalui skema Paris Club hanya dimungkinkan selama
Indonesia mengikuti program IMF," katanya.
Adapun saat ini Indonesia sudah memutuskan kerja sama dengan Dana
Moneter Internasional (IMF).
(BOY/FAJ)
http://www.suarapembaruan.com/News/2004/08/31/Ekonomi/eko02.html
Paris Club adalah grup informal pejabat-pejabat finansial dari 19 negara terkaya
di dunia, yang menyediakan layanan finansial seperti strukturisasi hutang, keringanan
hutang, pembatalan hutang kepada negara peminjam dan para kreditornya. Umumnya,
negara penghutang direkomendasikan oleh Dana Moneter Internasional untuk
menempuh jalur ini setelah solusi alternatif lainnya gagal. Paris Club bersidang setiap 6
minggu di Paris, Perancis. Lembaga ini diketuai oleh pejabat senior Departemen
Keuangan Perancis. Lembaga ini berawal dari pembicaraan mengenai krisis yang
diadakan di Paris pada tahun 1956 antara negara Argentina dan para kreditornya. Pada
tahun 2004, Paris Club memutuskan untuk membatalkan hutang negara Irak dan
sebagian negara yang terkena bencana Gempa bumi Samudra Hindia 2004. Anggota
permanen grup ini antara lain: Australia, Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia,
Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Norwegia, Perancis, Rusia, Spanyol,
Swedia, Swiss, dan Amerika Serikat.
Data Badan Pusat statistik mengenai Outstanding Hutang Luar Negeri
Pemerintah untuk jangka waktu tahun 2002-2011 (dalam Miliar US$)
2006 2007 2008 2009 2010 Nov 2011
Bilateral 41.07 41.03 44.28 41.27 41.89 42.70
Multilateral 18.84 19.05 20.34 21.53 23.13 22.60
Komersial 2.01 2.08 1.98 2.15 3.02 2.84
Suppliers 0.11 0.08 0.09 0.07 0.06 0.06
lain-lain
Total 62.02 62.25 66.69 65.02 68.10 68.19
Catatan :1. Angka sangat-sangat sementara, per 30 November 20112.Termasuk pinjaman semi komersial3. Beberapa yang masuk semi konsesional4. Seluruhnya merupakan pinjaman komersial
Total utang luar negeri pemerintah posisi terakhir mencapai Rp 618,04 triliun
dari
total
seluruh utang pemerintah Rp 1.903,21 triliun. Dikutip dari data Ditjen Pengelolaan
Utang Kementerian Keuanganper April 2012, negara pemberi utang terbesar ke
Indonesia adalah Jepang dengan nilai Rp 274,68. Secara persentase, utang dari Jepang
mempunyai porsi 44% dari total utang luar negeri bilateral pemerintah Indonesia.
Berikut daftar 3 besar negara pemberi utang bilateral ke Indonesia yang nilainya
319,8 triliun dari total utang luar negeri Rp 618,04 triliun:
Jepang, nilainya Rp 274,68 triliun (44%)
Prancis, nilainya 24,14 triliun (3,9%)
Jerman, nilainya Rp 20,97 triliun (3,4%)
Pinjaman bilateral lainnya, nilainya Rp 83,2 triliun (13,4%)
Selain negara, utang luar negeri Indonesia juga didapat dari lembaga multilateral
yang totalnya Rp 212,92 triliun. Berikut daftar lembaga multilateral pemberi utang
terbesar ke Indonesia:
Bank Pembangunan Asia (ADB / Asian Development Bank), nilainya Rp 96,41
triliun (15,7%)
Bank Dunia Rp 112,19 triliun (18,1%)
Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB), nilainya Rp 4,32
triliun (0,7%)
Lembaga multilateral lainnya, senilai Rp 2,13 triliun (0,3%)
Seperti diketahui, total utang pemerintah Indonesia hingga April 2012 mencapai
Rp 1.903,21 triliun, naik Rp 99,72 triliun dari posisi di akhir 2011 yang nilainya Rp
1.803,49 triliun. Jika dibandingkan Maret 2012 yang jumlahnya Rp 1.859,43
triliun, maka utang pemerintah naik Rp 43,78 triliun. Secara rasio terhadap PDB,
utang pemerintah Indonesia berada di level 26,3% pada April 2012.
Oleh sebab itu, rakyat harus mewaspadai perkembangan utang luar negeri karena
besarnya utang Indonesia ternyata tidak menunjukkan korelasi signifikan terhadap
kualitas pertumbuhan ekonomi yang indikatornya ditunjukkan oleh perbaikan kualitas
pelayanan dasar kepada masyarakat yang masih terbatas. Gencarnya pemerintah
melakukan hutang luar negeri menunjukkan bahwa pemerintah kebingungan membayar
utang-utang lama, sehingga menarik utang baru untuk mengurangi beban utang.
Krisis ekonomi Indonesia sampai saat ini masih berlangsung dan belum
menunjukkan tanda-tanda untuk segera pulih. APBN kita masih dikuras dalam jumlah
besar untuk membayar bunga utang baik utang luar negeri maupun bunga utang dalam
negeri dalam bentuk bunga obligasi rekap bank konvensional. Di sisi lain pembayaran
hutang yang sangat besar menyebabkan beban sosial di APBN karena dana yang
seharusnya bisa dialokasikan pada pembangunan infrastruktur, kesehatan ataupun
pendidikan berubah untuk membayar cicilan hutang serta bunganya yang semakin
membengkak.
Hasil riset kelompok pemikir penganut teori dependensia yang dimotori oleh
Christopher Chase-Dunn dan Richard Robinson mengenai problematika ketergantungan
terhadap investasi dan bantuan luar negeri telah menghasilkan kesimpulan berikut: ada
beberapa akibat hutang luar negeri. Pertama, akibat penanaman modal asing dan bantuan
luar negeri memang memperbesar perbedaan penghasilan sehingga tidak terjadi
pemerataan kesejahteraan. Kedua, penanaman modal asing dan bantuan luar negeri
dalam jangka pendek memepersebar pertumbuhan ekonomi. Ketiga, dalam jangka
panjang (5-20 tahun) pertumbuhan ekonomi berkurang. Keempat, penanaman modal
asing dan bantuan luar negeri mempunyai akibat negative untuk Negara dan Negara
miskin.
Penyebab besar Utang :
1) Strategi defisit anggaran tanpa diimbangi kontrol. Selama ini Indonesia selalu
menerapkan strategi ini, dengan harapan, jika utang kepada luar negeri, maka hasil utang
dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan, sehingga sektor riil berkembang dan
harapannya pendapatan nasional dapat meningkat signifikan. Namun hasil dari
pendapatan nasional ini tidak sepenuhnya digunakan untuk membayar utang luar negeri.
2) Tidak menyadari secara penuh biaya yang harus ditanggung di masa depan Pemikiran
irasional banyak mendominasi penentu kebijakan di negara sedang berkembang dalam
melakukan utang (Alesina dan Tabellini).
3) Adanya faktor sosial politik dari penentu kebijakan Faktor sosial dan politik lebih
dominan dibanding faktor ekonomi dalam melakukan utang (Sebastian Edwards).
Kasus Debt for Education Swap antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah
Jerman (KfW)
Keterangan
● Berdasarkan Consolidation Agreement tanggal 22 November 2000,
pemerintah Jerman/KfW akan menghapuskan utang pemerintah Indonesia
senilai DM 50 juta.
● Untuk maksud tersebut pemerintah Indonesia harus membiayai dan
melaksanakan proyek yang disepakati kedua belah pihak (dalam hal ini
proyek peningkatan mutu pendidikan dasar).
● Pembiayaan proyek tersebut dalam mata uang lokal (Rupiah) dengan nilai
minimal setara dengan DM 25 juta.
● Dengan demikian pemerintah Indonesia praktis hanya membayar utangnya
dengan mata uang lokal sebesar 50% dari jumlah yang mesti dibayar
(mendapat penghapusan utang senilai DM 25 juta).
Keuntungan dan Potensi Negatif Skema Debt Conversion
Skema debt conversion sering digambarkan sebagai “deals where everyone
benefits” (Occhiolini, 1990). Dalam skema debt conversion khususnya tipe debt for
development swap terdapat tiga pihak yang terlibat dan ketiganya sama-sama
diuntungkan dengan adanya skema tersebut.
Pemerintah
Jerman/
KfW
Pemerintah
Indonesia
DM 50 juta
DM 25 juta
Proyek pendidikan
dasar
Alokasi pembiayaan dalam mata
uang Rupiah yang jumlahnya
setara dengan DM 25 juta
1. Negara/lembaga pemberi utang (kreditor)
Melihat ilustrasi mekanisme kerja debt conversion di atas, pertanyaan yang kerap
muncul adalah apa keuntungan pihak kreditor dalam skema ini. Skema debt
conversion dalam praktiknya diperlakukan terhadap sekumpulan utang yang
menurut perhitungan teknis berdasarkan kondisi keuangan debitor akan sulit
terbayar sesuai jadwal. Umumnya pokok pinjaman (principal), dan mungkin juga
sebagian bunga pinjamannya (interest) sudah terbayar. Karena itu, dalam skema
ini diambil inisiatif yaitu pihak yang akan membeli utang dalam pasar sekunder
cukup membayar pokok pinjaman dan sejumlah kecil bunga pinjaman. Dengan
demikian pihak kreditor diuntungkan karena dapat segera memperoleh
piutangnya dalam hard currency (misalnya Dollar AS, Euro). Dalam hal direct
conversion, utang yang dikonversikan biasanya merupakan kumpulan tunggakan
bunga pinjaman (yang pokoknya sudah terbayar) atau pokok pinjaman utang
berjangka waktu (maturity) sangat panjang (30 tahunan). Selain keuntungan
ekonomis (opportunity cost) tersebut, pihak kreditor juga mendapatkan
keuntungan non ekonomis seperti promosi dan publisitas politik.
2. Negara pengutang (debitor)
Melalui skema ini negara pengutang mempunyai kesempatan untuk mengurangi
tekanan kebutuhan devisa dalam rangka debt service karena adanya kesempatan
untuk mengganti pembayarannya dengan mata uang lokal.
3. Kelompok sasaran
Skema debt conversion memungkinkan tersedianya dana/tambahan dana untuk
kegiatan-kegiatan, antara lain pembangunan perdesaan, pembangunan kesehatan
masyarakat, konservasi lingkungan, bea siswa untuk pendidikan dasar dan
pendidikan tinggi.
Meski secara umum dipandang sebagai upaya yang banyak membawa
keuntungan, terdapat beberapa hal yang perlu dicermati dalam pemanfaatan dan
pelaksanaan skema debt conversion sehingga pemanfaatan dan pelaksanaan skema ini
tidak menimbulkan dampak negatif. Beberapa dampak negatif yang mungkin muncul
adalah:
1. Skema ini justru dapat memperburuk kesulitan anggaran/pendanaan jika
pengeluaran untuk program-program debt conversion jauh melebihi kewajiban
pembayaran utang yang dikonversikan.
2. Alokasi dana untuk program-program konversi justru mengurangi alokasi
anggaran untuk program-program lain yang sesungguhnya lebih
prioritas/mendesak.
3. Pembelanjaan untuk program-program konversi lebih jauh dapat berdampak pada
naiknya inflasi. (Occhiolini, 1990)
4. Dapat saja terjadi penerapan skema debt conversion yang terkait dengan upaya
penjadwalan utang justru memperberat persyaratan pada kesepakatan
penjadwalan utang.
Pada akhir tahun 1980 an beberapa negara di benua Amerika menunda
pelaksanaan program-program konversi utang karena program ini justru menghadapkan
negara-negara tersebut pada kesulitan likuiditas (Sung dan Troia, 1992). Sebagai upaya
mengatasi kesulitan tersebut dan menghindari dampak inflasi, beberapa negara
menerbitkan obligasi untuk mendukung program debt conversion.
Di kawasan Amerika, negara-negara yang telah melaksanakan skema debt
conversion ini adalah Brazil, Bolivia, Chile, Colombia, Republik Dominika, Ecuador,
Guatemala, Jamaica, Mexico, Paraguay, Peru, Uruguay dan Venezuela. Sementara di
kawasan Afrika adalah Nigeria, Madagaskar, Zambia. Filipina merupakan negara di Asia
yang cukup menonjol dan berpengalaman dalam memanfaatkan skema debt conversion.
adalah Filipina. Sedangkan di kawasan Eropa negara yang memanfaatkan skema ini
antara lain Bulgaria dan Polandia.
Sampai saat ini Pemerintah Indonesia baru memanfaatkan skema debt for
development swap dari Pemerintah Jerman. Beberapa tahun yang lalu sempat dijajagi
kemungkinan pemanfaatan skema debt for nature swap dari Amerika Serikat namun
rencana tersebut belum dapat terealisasi. Fasilitas skema debt conversion yang diberikan
Pemerintah Jerman kepada Pemerintah Indonesia adalah dalam kerangka Memorandum
of Understanding on the Consolidation of the Debt of the Republic of Indonesia due to
Officials Creditors tanggal 13 April 2000 dan Consolidation Agreement antara
Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW – lembaga keuangan Pemerintah Jerman) dengan
Pemerintah RI (senilai DM 178.855.200) tanggal 22 November 2000 khususnya Article
6.
Melihat posisi utang luar negeri Indonesia yang saat ini masih tinggi, skema
konversi utang (debt swap) dalam jangka pendek perlu dilakukan Indonesia untuk sedikit
meringankan beban utang luar negeri di samping juga menjalin hubungan dengaan
Negara kreditor serta pembangunan sektor tujuan debt swap. Namun dalam jangka
panjang debt swap tetap saja dapat memberikan resiko bagi Indonesia karena beban yang
ditimbulkan oleh utang luar negeri tersebut. Alangkah lebih baik jika Indonesia dapat
menggunakan utang dengan baik seperti untuk menggerakkan sektor ekonomi rill agar
membangkitkan gairah produksi dan daya beli masyarakat, debt swap hanyalah
alternative penyelesaian masalah utang luar negeri dan bukan solusi utama.
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Utang luar negeri merupakan jenis pinjaman yang berasal dari luar negeri
dan memiliki persyaratan tertentu yang dibebankan kepada pihak (negara)
penerima utang tersebut. Dalam pengertian anggaran negara, utang luar negeri
disebut juga sebagai sumber pendanaan alternatif yang digunakan untuk
pembiayaan anggaran negara.
Salah satu beban ekonomi Indonesia adalah utang luar negeri yang terus
membengkak, Utang ini sudah begitu berat mengingat pembayaran cicilan dan
bunganya yang begitu besar. Keputusan untuk mengambil utang luar negeri
dikarenakan keterbatasan sumber-sumber pendanaan ataupun pembiayaan di
dalam negeri. Pemerintah membutuhkan pendanaan yang cukup besar untuk
sejumlah pengeluaran yang tidak bisa hanya mengandalkan dari sumber
penerimaan dalam negeri.
negara pemberi utang terbesar ke Indonesia adalah Jepang dengan nilai
Rp 274,68. Secara persentase, utang dari Jepang mempunyai porsi 44% dari total
utang luar negeri bilateral pemerintah Indonesia. Selain negara, utang luar negeri
Indonesia juga didapat dari lembaga multilateral yang totalnya Rp 212,92 triliun.
Debt swap adalah program pengurangan stok utang luar negeri
Pemerintah Indonesia yang disepakati bersama dengan negara kreditur yang
tergabung dalam Paris Club. Alternatif pendanaan pembangunan ini dirasa lebih
menguntungkan ketimbang pinjaman lunak bahkan hibah sekalipun.
Paris Club adalah grup informal pejabat-pejabat finansial dari 19 negara
terkaya di dunia, yang menyediakan layanan finansial seperti strukturisasi hutang,
keringanan hutang, pembatalan hutang kepada negara peminjam dan para
kreditornya.
Daftar Pustaka
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/02/14/05243824/
SBY.Persilakan.BPK.Audit.Utang.Luar.Negeri
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/05/20/11464085/
Utang.Luar.Negeri.Meningkat.Tajam
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=303738
http://09batik.wordpress.com/2011/01/18/utang-luar-negeri/
Sanuri. 2005.Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (Long Agreement hingga
Restrukturisasi). Jakarta : Direktorat Luar negeri Bagian Ekspor dan Impor.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2012.
Perkembangan Utang Negara (Pinjaman dan Surat Berharga Negara). Jakarta :
Depkeu.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2012.
Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (Eksternal Debt Statistics Of Indonesia).
Jakarta : Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia .
Basri,Yuswar Zainul dan Mulyadi Subri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis
Kebijakan Utang Luar Negeri. Jakarta : Rajawali Press.
http://09batik.wordpress.com/2011/01/18/utang-luar-negeri/
top related