makalah -inkarussunnah
Post on 04-Aug-2015
803 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH STUDI HADITS
“INKARUSSUNNAH”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Studi Hadits
Dosen Pengampu : Musyarrofah
Disusun Oleh :
Marsudi
Wahyudi
Wahdaniya
Lailatul Masna
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL IBROHIMY
TANJUNGBUMI BANGKALAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur al-hamdulillah, kami ucapkan atas karunia dan nikmat Allah SWT sehingga
kami bisa menyelesaikan tugas makalah kelompok dengan judul Ingkarus-sunnah ini untuk
melengkapi tugas kelompok mata kuliah Studi Hadis.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Desen Pengampu yang telah memberikan
bimbingan dan bekal untuk menyelesaikan makalah ini. Ucapan terimakasih juga kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa kami adalah manusia biasa yang jauh dari
kesempurnaan. Begitu juga dengan karya kami ini yang juga jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan-perbaikan
dimasa yang akan datang dan semoga kita senantiasa mendapat petunjuk dan pertolongan
Allah SWT. Amin
Tanjunbumi, 8 November 2012
Penulis
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengetahuan kita terhadap hadits yang begitu minim untuk mengidentifikasinya
apakah hadits tersebut adalah hadits Shahih, Hasan, Dhaif, ataupun maudhu’ (palsu)
merupakan kelemahan yang tak perlu kita tutupi. Tapi melihat fenomena ini setidaknya
ada upaya kita untuk mempelajari seluk-beluk hadits dan bagaimana kualitasnya.
Tampaknya, di antara pembahasan-pembahasan menyangkut studi Hadits,
pembahasan ini dapat dikatagorikan sebagai pembahasan yang urgen. Mengapa tidak?
Seiring dengan ketidaktahuan terhadap status sebuah hadits, jangan-jangan
dikhawatirkan kita malah berpedoman pada sebuah hadits yang ternyata itu bukanlah
hadits, melainkan pemalsuan yang telah terjadi.
Namun, kekhawatiran ini ternyata direspon lebih ekstrim dari segelintir oknum
yang menamai diri mereka dengan golongan Inkar al-Sunnah. Akibat dari efek hadits
palsu yang begitu merajalela menimbulkan suatu sifat yang tidak percaya lagi terhadap
suatu hadits dan dengan serta-merta menjustifikasi bahwa Hadits bukanlah suatu hal
yang tepat untuk dijadikan sebagai hujjah dan argumentasi-argumentasi sandaran
hukum.
Ironis memang, tapi inilah yang terjadi. Mengingat fenomena yang telah kita
rasakan saat ini, penulis merasa penting untuk menyusun suatu makalah presentatif
yang menyinggung perihal Inkar al-Sunnah
1.2. Rumusan Masalah
Apa pengertian Inkar al-Sunnah?
Bagaimana awal munculnya Inkar al-Sunnah?
Faktor apa saja yang melatarbelakangi Inkar al-Sunnah?
1.3. Tujuan
Memahami Pengertian Inkar al-Sunnah.
Mengetahui Awal munculnya Inkar al-Sunnah.
Mengetahui Faktor yang melatarbelakangi Inkar al-Sunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Inkarus-Sunnah
Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa,
artinya “menolak atau mengingkari”, berasal dari kata kerja, ankara-yunkiru. Sedangkan
Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan yang
dijalani, terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah,
meskipun tidak baik. Secara definitif Ingkar al-Sunnah dapat diartikan sebagai suatu nama
atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau
mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber sandaran syari’at Islam.1
Kata “Ingkar Sunnah” dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham yang
timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber kedua
hukum Islam.2
Menurut Imam Syafi’i, Sunnah Nabi saw ada tiga macam:
1. Sunnah Rasul yang menjelaskan seperti apa yang di nash-kan oleh al-Qur’an.
2. Sunnah Rasul yang menjelaskan makna yang dikehendaki oleh al-Qur’an. Tentang
kategori kedua ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama.
3. Sunnah Rasul yang berdiri sendiri yang tidak ada kaitannya dengan al-Qur’an.3
B. Sejarah Ingkar Sunnah
1. Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik
Pertanda munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran
bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak
perlu mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja. Menanggapi
pernyataan tersebut Imran menjelaskan bahwa “kita tidak bisa membicarakan ibadah
(shalat dan zakat misalnya) dengan segala syarat-syaratnya kecuali dengan petunjuk
Rasulullah saw. Mendengar penjelasan tersebut, orang itu menyadari kekeliruannya
dan berterima kasih kepada Imran.
Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang dilengkapi
dengan argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad ke-2 Hijriyah pada
awal masa Abbasiyah.4
1 M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, (Jakarta :Gaung Persada Pressta, 2008) hal: 2002 Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, (Palembang : IAIN Raden Fatah Press, 2006) Hal : 275.3 Op. Cit, Antologi Ilmu Hadits, hal: 207.4 Ibid, hlm. 277.
Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan muncul isu adanya sekelompok
muslim yang berpandangan tidak percaya terhadap Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Dan tidak menggunakannya sebagai sumber atau dasar agama Islam. Pada akhir tujuh
puluhan, kelompok tersebut tampil secara terang-terangan menyebarkan pahamnya
dengan nama, misalnya, Jama’ah al-Islamiah al-Huda, dan Jama’ah al-Qur’an dan
Ingkar Sunnah, sama-sama hanya menggunakan al-Qur’an sebagai petunjuk dalam
melaksanakan agama Islam, baik dalam masalah akidah maupun hal-hal lainnya.
Mereka menolak dan mengingkari sunnah sebagai landasan agama.5
Imam Syafi’i membagi mereka kedalam tiga kelompok, yaitu :
1. Golongan yang menolak seluruh Sunnah Nabi SAW.
2. Golongan yang menolak Sunnah, kecuali bila sunnah memiliki kesamaan dengan
petunjuk al-Qur’an.
3. Mereka yang menolak Sunnah yang berstatus Ahad dan hanya menerima Sunnah
yang berstatus Mutawatir.6
Dilihat dari penolakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok pertama
dan kedua pada hakekatnya memiliki kesamaan pandangan bahwa mereka tidak
menjadikan Sunnah sebagai hujjah. Para ahli hadits menyebut kelompok ini sebagai
kelompok Inkar Sunnah.
Argumen kelompok yang menolak Sunnah secara totalitas
Banyak alasan yang dikemukakan oleh kelompok ini untuk mendukung
pendiriannya, baik dengan mengutip ayat-ayat al-Qur’an ataupun alasan-alasan
yang berdasarkan rasio. Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan mereka
sebagai alasan menolak sunnah secara total adalah surat an-Nahl ayat 89 :
ء� ي� ش� ل� �ک ل �ا �ان �ي �ب ت �اب� �ک�ت ال �ك� �ي ع�ل �ا �ن ل �ز� و�ن
Artinya:“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan
segala sesuatu….”
Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi: “…Tidaklah kami alpakan
sesuatu pun dalam al-Kitab…”
5 Log. Cit, Antologi Ilmu Hadits, hlm. 200.6 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa 1991, hlm. 141.
Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur’an telah
mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, tanpa perlu
penjelasan dari al-Sunnah. Bagi mereka perintah shalat lima waktu telah tertera
dalam al-Qur’an, misalnya surat al-Baqarah ayat 238, surat Hud ayat 114, al-Isyra’
ayat 78 dan lain-lain.7
Adapun alasan lain adalah bahwa al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab
yang baik dan tentunya al-Qur’an tersebut akan dapat dipahami dengan baik pula.
Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits
Mutawatir.
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-
Qur’an sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:
�ا �ئ ي ش� ال�ح�ق� م�ن� �ى �غ�ن �ي ال الظ�ن# �ن# و�ا
Artinya: “…Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap
kebenaran”.
Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat
dijadikan hujjah atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini,
urusan agama harus didasarkan pada dalil yang qath’I yang diyakini dan disepakati
bersama kebenarannya. Oleh karena itu hanya al-Qur’an dan hadits mutawatir saja
yang dapat dijadikan sebagi hujjah atau sumber ajaran Islam.
2. Ingkar Sunnah pada Periode Modern
Tokoh-tokoh kelompok Ingkar Sunnah Modern (akhir abad ke-19 dan ke-20) yang
terkenal adalah Taufik Sidqi (w. 1920) dari Mesir, Ghulam Ahmad Parvez dari India,
Rasyad Khalifah kelahiran Mesir yang menetap di Amerika Serikat, dan Kasim
Ahmad mantan ketua partai Sosialis Rakyat Malaysia. Mereka adalah tokoh-tokoh
yang tergolong pengingkar Sunnah secara keseluruhan. Argumen yang mereka
keluarkan pada dasarnya tidak berbeda dengan kelompok ingkar sunnah pada periode
klasik.
Tokoh-tokoh “ Ingkar Sunnah “ yang tercatat di Indonesia antara lain adalah
Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) Dadang Setio Groho (karyawan Uniliver),
7 Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya, Jakarta : Gema Insani Press, hlm. 16.
Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf Muslim Tanah Tinggi) dan Dalimi Lubis
(karyawan kantor Departemen Agama Padang Panjang).8
Sebagaimana kelompok ingkar sunnah klasik yang menggunakan argumen baik
dalil naqli maupun aqli untuk menguatkan pendapat mereka, begitu juga kelompok
ingkar sunnah Indonesia.9 Diantara ayat-ayat yang dijadikan sebagai rujukan adalah
surat an-Nisa’ ayat 87 :
�ا �ث ح�د�ي � م�ن� �ص�د�ق� ا هللا�و�م�ن�
Menurut mereka arti ayat tersebut adalah “Siapakah yang benar haditsnya dari pada
Allah”.
Kemudian surat al-Jatsiayh ayat 6:
و�ن� ؤ�م�ن ي �ه� �ات �ي و�ا �ع�د�� ب �ث� ح�د�ي ي�� �أ هللا�ف�ب
Menurut mereka arti ayat tersebut adalah “Maka kepada hadits yang manakah selain
firman Allah dan ayat-ayatnya mereka mau percaya”.
Selain kedua ayat di atas, mereka juga beralasan bahwa yang disampaikan Rasul
kepada umat manusia hanyalah al-Qur’an dan jika Rasul berani membuat hadits
selain dari ayat-ayat al-Qur’an akan dicabut oleh Allah urat lehernya sampai putus dan
ditarik jamulnya, jamul pendusta dan yang durhaka. Bagi mereka Nabi Muhammad
tidak berhak untuk menerangkan ayat-ayat al-Qur’an, Nabi Hanya bertugas
menyampaikan.
C. Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar sunnah
memiliki banyak kelemahan, misalnya :
1. Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan
kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan bagi
kelompok ingkar sunnah untuk menolak sunnah secara keseluruhan. Menurut al-
Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global,
seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini fungsi hadits adalah menerangkan secara
teknis tata cara pelaksanaannya. Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak
menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan
pentingnya hadits.
8 M. Amin Djamaluddin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-Islamiyah, 1986, hlm. 1.9 Ibid, hlm. 45 dan 27.
2. Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai
hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang
keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka
dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan
sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak da
kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan
hadits ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi
yang dapat dipertanggung jawabkan.10
D. Analisis
Mengutip statement yang diutarakan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Rahimahullah – bahwa suatu musibah besar yang menimpa kaum muslimin semenjak
masa lalu adalah tersebarnya hadits dhaif (lemah) dan maudhu (palsu) di antara mereka.
Hingga Nabi pun mengancam bagi oknum - oknum yang senantiasa memalsukan al-hadits
al-Syarief dengan tersedianya tempat di Neraka. Tentunya ancaman Nabi SAW tersebut
beralasan dan disinyalir bahwa pemalsuan hadits memungkinkan terjadi pada masa Nabi.
Kegelisahan ini tentunya mendapatkan respon dan dinamika yang luar biasa dari
kalangan ummat muslim. Baralasankan kekhawatiran inilah memicu lahirnya sekelompok
oknum yang tidak percaya lagi terhadap Hadits Nabawi. Sikap ketidakpercayaan mereka
terhadap seluruh hadits lantas dengan semena-mena menjustifikasi bahwa sumber ajaran
agama Islam yang sesungguhnya hanyalah Al-Quran saja, sehingga muncullah kelompok
inkar al-Sunnah.
Beragam statemen yang telah dilontarkan dari golongan ini terhadap otoritas Al-Quran
yang merupakan sumber ajaran agama Islam tunggal – terlebih dengan argument
berdasarkan nash Al-Quran dan rasional – Bagi mereka Nabi Muhammad tidak berhak
untuk menerangkan ayat-ayat al-Qur’an, Nabi Hanya bertugas menyampaikan.
Menyikapi hal ini tentunya setiap individu memiliki perspektif yang bervariatif.
Sebagai suatu penegasan dari analisis penulis bahwa Al-Quran dan Al-Hadits adalah dua
hal yang tak dapat dipisahkan. Hadits memiliki fungsional secara praktis terhadap ayat-
ayat Al-Quran dan tidak hanya itu, hadits memiiki fungsi tasyrih, tabyin, taudhih, dan
merupakan penjelasan dari Al-Quran itu sendiri. Tentunya secara sepihak penulis tetap
bersikeras dengan subjektivitasnya untuk memperoleh destinasi yang objektif.
Kendati topik permasalah yang menjadi warna merah dalam kasus ini adalah
pemalsuan hadits. Dan kita mengakui bahwa anggapan golongan inkar al-Sunnah dalam
kesempatan kali ini boleh dikatakan ‘benar’. Namun sejauh perkembangan ilmu Hadits
10 Mustafa Siba’I, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993, hlm. 122-125.
dari berbagai zaman, tentunya ada kawasan disiplin tertentu yang menangani kasus hadits-
hadits palsu ini. Hadits telah diklasifikasi berdasarkan kualitas dan kuantitasnya. Dan
hadits palsu pun dapat disinyalir bahkan telah didokumentasikan dalam berbagai kitab
yang pastinya hal ini membantu kita untuk mengindikasi validitas hadits yang benar-benar
telah disabdakan dari Nabi. Lalu untuk apa kita ragu tentang hadits dan mengapa kita
harus menolak hadits sebagai sumber ajaran agama islam?
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian di atas, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Inkar al-Sunnah merupakan golongan yang tidak percaya dengan Sunnah nabawiyah
lantaran maraknya hadits palsu. Anggapan mereka bahwa otoritas sumber ajaran
agama Islam hanya berdasarkan pada Al-Quran belaka. Hal ini berdasarkan dengan
argument-argumen mereka terhadap Al-Quran itu sendiri.
2) Inkar al-Sunnah adalah hal yang begitu meresahkan kita, terlebih menyangkut
tentang kehidupan beragama Islam. Tentunya tindakan kita adalah lebih selektif
dalam menemukan suatu hadits, secara rasional dapat dipahami keadaan matannya.
Namun, tidak hanya sepihak mengandalkan rasio tentunya, direkomendasikan untuk
mentakhrijnya sehingga mengatahui status hadits tersebut yang sebenarnya.
Berkenaan dengan inkar al-Sunnah tentunya kelemahan pemikiran mereka ini bukan
menjadi virus tersendiri bagi kita bahwa Al-Quran dan Al-hadits adalah pokok
sumber rujukan umat muslim yang sebenarnya.
3.2. Saran
Penulis menyarankan kepada para pembaca agar lebih baik memahami tentang inkar al-
Sunnah yang lebih dalam supaya umat islam memahami.
Sebaiknya pembahasan mengenai Sunnah nabawiyah tidak hanya dilakukan oleh
kalangan tertentu saja namun akan lebih baik apabila disosialisasikan dan dikaji lebih
mendetil lagi agar kita leh jelas dalam membedakan mana hadist yang soheh dan mana
hadist yang palsu. Selanjutny ungkapan terimakasih kepada pembimbing sehingga
terselesainya tulisan ini. Mudah-mudahan Allah SWT meridhoi apa yang kita kerjakan.
Amin
DAFTAR PUSTAKA
Djamaluddin, Amin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-Islamiyah, 1986.
Ismail, Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1991.
Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan pemalsunya, Jakarta: Gema
Insani Press.
Siba’I, Mustafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh
Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993.
Sulaiman, Noor, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Pnerbit. Gaung Persada Press, Jakarta, 2008.
Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2006.
top related