makalah korosi
Post on 31-Dec-2015
164 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
2.1 Definisi Korosi
Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau penurunan kualitas
material yang dibebakan oleh reaksi dengan lingkungan atau kebalikan dari
proses metalurgi ekstraktif.
Korosi juga dapat didefinisikan sebagai proses atau peristiwa
bereaksinya suatu logam (seluruh material) sehingga menghasilkan suatu produk
yang mengakibatkan material kehilangan sifat baiknya sebagai bahan konstruksi.
Biji besi yang terdapat di alam dalam bentuk oksida berada dalam
tingkat energi yang rendah karena mempunyai ikatan kimia yang stabil. Untuk
mengubahnya menjadi produk jadi seperti: baja lembaran ataupun pipa,
diperlukan energi yang besar, terutama pada waktu peleburan. Sehingga produk
berada pada tingkat energi yang tinggi atau bentuk antara yang tidak stabil.
Semua proses alam cenderung untuk merubah secara spontan kearah
tercapainya suatu keseimbangan. Oleh kerana itu produk yang berada pada
tingkat energi tinggi cenderung berubah kembali menjadi bentuk asalnya.
2.2 Corrosion Cost
Berdasarkan kerugian yang ditimbulkan oleh korosi (corrosion cost)
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Kerugian Langsung (Direct Cost)
Kerugian langsung akibat korosi ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk
penggantian peralatan yang rusak karena korosi, sehingga tidak dapat
digunakan lagi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa kerugian akibat
korosi diberbagai negara adalah kira-kira 5 % dari GNP.
2. Kerugian Tidak Langsung (Indirect Cost)
Kerugian tidak langsung adalah biaya yang timbul karena adanya gangguan
operasi yang disebabkannya, anatara lain yaitu:
a. Terhentinya operasi pabrik (shut down).
b. Kontaminasi produk.
c. Ancaman terhadap keselamatan.
d. Biaya perawatan ekstra.
e. Biaya operasional ekstra.
f. Terjadinya kebocoran.
g. Aliran fluida atau panas menjadi terhambat.
h. Bercampurnya dua fluida (produk) yang berbeda.
i. Pada tekanan tinggi dapat menyebabkan terjadinya ledakan.
2.3 Klasifikasi Korosi
Korosi dapat diklasfikasikan dengan beberapa cara. Salah satunya
diantaranya ialah perbedaan atas korosi temperature rendah dan korosi
temperature tinggi. Cara lain membedakan atas korosi oksidasi secara langsung
dan korosi elektrokimia.
Disamping itu ada cara pembedaan menurut wet corrosion dan dry
corrosion. Wet corrosion didefinisikan bila lingkungan terdapat dalam bentuk
cairan atau larutan elektrolit, contoh: korosi baja oleh air. Dry corrosion
didefinisikan bila dalam lingkungan tidak ada fase cair dan sering dikaitkan
dengan temperature tinggi, contoh: korosi baja oleh gas-gas dari furnace.
2.4 Morfologi Korosi
1. Korosi Permukaan Yang Merata/ Menyeluruh (Uniform/ General Corrosion)
Korosi jenis ini ditandai oleh proses elektrokimia yang berlangsung secara
merata di seluruh permukaan bahan. Logam yang mengalami kerusakan
lambat laun menjadi tipis dan akhirnya tidak dapat berfungsi sebagai
konstruksi alat (peralatan proses).
2. Korosi Permukaan Yang Terlokalisir/ Setempat (Localized Corrosion)
Korosi yang terjadi pada daerah-daerah tertentu pada bahan korosi.
a. Pitting Corrosion
Pitting corrosion adalah korosi bentuk pitting (korosi sumuran),
terutama terjadi pada logam-logam yang mengalami pasif (tidak bisa
dikorosi), contoh : Stainless Steel sehingga mengalami kebocoran atau
bentuk perusakan lokal yang terjadi karena pada posisi tertentu
dipermukaan bahan, laju pelarutan jauh melebihi daerah lain
disekitarnya.
Pitting dimulai oleh absoprsi anion (misalnya ion klorida), pada tempat
kedudukan dimana terdapat cacat. Cacat ini dapat berupa guratan,
dislokasi, cacat struktur atau perbedaan komposisi bahan. Ion Klorida
mampu memeprcepat perlarutan atom-atom bahan logam yang
kemungkinan terbentuk pit. Setelah itu pertambahan jumlah pit akan
berlanjut sendiri.
b. Crevice Corrosion
Crevice corrosion adalah korosi yang terjadi pada celah-celah yang
merupakan bentuk khusus dari pitting corrosion. Beberapa tahun yang
lalu masih dianggap bahwa bentuk ini disebabkan karena perbedaan
konsentrasi ion logam dan konsentrasi antara celah dan daerah
sekitarnya. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa memang ada
perbedaan konsentrasi saat berlangsungnya korosi, namun hal ini bukan
penyebab utama.
Faktor lain yang dominan adalah migrasi ion-ion tertentu
(terutama klorida), ke dalam celah untuk keseimbangan muatan.
Hal ini disebabkan oleh kelebihan muatan positif karena pelarutan
logam di dalam celah.
c. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)
Korosi galvanik atau galvanic corrosion adalah suatu bentuk korosi
yang terjadi bila 2 (dua) logam yang tidak sama berhubungan secara
elektrik dan berada dalam lingkungan yang korosif.
Pada keadaan demikian terbentuk beda potensial yang menyebabkan
mengalirnya elektron atau timbul arus listrik, sehingga logam mudah
terkorosi menjadi anodik dan logam yang lebih tahan korosi menjadi
katodik.
Dengan kata lain, laju pelarutan logam yang mudah korosi makin tinggi
dan laju pelarutan logam tahan kororsi makin rendah dibandingkan
dengan laju pelarutan masing-masing logam dalam keadaan terpisah.
d. Stray Current Corrosion
Stray current corrosion adalah suatu bentuk korosi yang disebabkan
oleh sumber arus yang berada di laur sistem. Korosi ini dapat
menyebabkan sebagian konstruksi logam yang terbenam di dalam tanah
berair habis tanpa diketahui.
e. Korosi Selektif (Selective Corrosion)
Korosi selektif adalah korosi dalam bentuk pemisahan selektif dari satu
atau lebih komponen dari paduan logam. Sebagai hasilnya akan
tertinggal logam yang lebih mulia berupa kerangka struktur semula yang
berongga. Contoh: dezincification pada paduan kuningan (alloy tembaga),
dimana seng terkorosi dengan meninggalkan rongga berpori yang terdiri
dari tembaga dan unsur paduannya.
f. Korosi Erosi (Erosion Corrosion)
Korosi erosi adalah gejala percapatan laju korosi oleh erosi atau gerakan
relatif antara lingkungan korosif dan permukaan logam. Gerakan ini
biasanya sangat cepat dan dapat menyebabkan terjadinya keausan
atau abrasi.
g. Kavitasi (Cavitation Demage)
Cavitation demage adalah suatu bentuk khusu dari korosi erosi yang
disebabkan oleh terbentuk dan pecahnya gelembung-gelembung uap
dalam cairan dan dipermukaan logam. Kerusakan seperti ini sering
terjadi pada turbin, impeller pompa dan pada permukaan dimana
terdapat laju alir yang tinggi dan perubahan tekanan.
h. Fretting Corrosion
Fretting corrosion adalah gejala korosi yang terjadi pada permukaan
bahan yang berkontak kerana vibrasi atau slip. Bantuk ini disebut juga
sebagai friction oxidation, chating, wear oxidation atau falsibrinelling.
Korosi ini tampak sebagai pit atau alur di permukaan logam yang
dikelilingi oleh produk korosi. Pada dasarnya krorosi jenis ini adalah
bentuk khusus dari korosi erosi yang terjadi di atmosfer.
i. Korosi Antar Butir (Intergranular Corrosion)
Korosi antar butir sering terjadi baja tahan karat sebagai akibat dari
proses heat treatment atau pengelasan. Dalam keadaan tertentu bidang
antarmuka butiran menjadi reaktif sehingga terjadi korosi lokal disekitar
batas butir.
Reaktifitas yang tinggi pada batas butir dapat disebabkan oleh sebagai
berikut:
1). Adanya unusr-unsur pengotor.
2). Pengkayaan (enrichment) salah satu unsur pemadu.
3). Pengurangan unsur-unsur tersebut pada daerah batas butir.
j. Microbiological Corrosion
Korosi oleh mikroba. Biasanya terjadi pada pipa pada lading minyak
dimana pipa-pipa tersebut mengandung Sulfur sehingga terjadi korosi.
k. Dew Point Corrosion
Korosi yang terjadi pada boiler yang disebabkan terjadinya kondensasi
pada pipa.
l. Stress Corrosion Cracking (SCC)
Pecah/retak karena korosi dan stress bersamaan, bentuknya crack (korosi
yang terjadi secara bersamaan dengan stress). Biasanya terjadi pada
stainless steel. Korosi ini berbahaya karena pertumbuhan crack yang
cepat dapat menyebabkan ledakan.
m. Filiform Corrosion
Korosi bentuk cabang (bentuk pentol korek) biasanya terjadi dibawah
permukaan cat. Korosi ini merambat (bercabang yang ujung-ujungnya
aktif).
n. Differential Aeration Corrosion
Korosi yang terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi oksigen, dan
lain-lain pada daerah tertentu.
3. Cracking
Bahan konstruksi logam yang mengalami kerusakan dalam bentuk retak atau
patah, umumnya dapat dilihat dengan jelas secara visual. Tetapi untuk
mengetahui tipe kerusakan ini secara lebih mendetil diperlukan pengkajian
mikrokopis.
a. Kelebihan Beban (Overload)
Cracking dapat terjadi karena beban menanggung beban yang melebihi
tensile strength. Kerusakan dapat berupa patah ulet atau patah getas
tergantung kekerasan bahan dan temperature operasi.
b. Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)
Korosi lelah didefinisikan sebagai berkurangnya daya tahan logam
terhadap kelelahan dalam media korosif. Biasanya terlihat permukaan
yang tertutup oleh produk korosi dan daerah yang mengalami patah
getas. Korosi lelah sering dijumpai pada keadaan dimana terjadi pitting.
Pit yang terbentuk merupakan stress raisers dan titik awal dimana
retakan dimulai.
c. Hydrogen Demage
Kerusakan karena hidrogen adalah istilah umum yang menyatakan
kerusakan mekanis suatu logam yang disebabkan oleh hidrogen.
Kerusakan karena hidrogen dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat)
tipe, yaitu:
1). Hydrogen Blistering
2). Hydrosgen Embrittlement
3). Decarbonization
4). Hydrogen Attack
d. Stress Corrosion Cracking
Stress corrosion cracking didefinisikan sebagai kegagalan spontan suatu
logam karena retak dan patah karena pengaruh gabungan antara
tegangan tarik dan korosi.
2.5 Kinetika dan Termodinamika
Untuk menjelaskan peristiwa korosi terutama korosi dalam
larutan elektrolit, maka kita harus mengetahui terori elektrokimia sebagai
dasarnya.
Besarnya perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut:
G = - n F E
Dimana:
G = Perubahan energi bebas
n = Jumlah elektron yang terlihat dalam reaksi
F = Konstanta Faraday
E = Potensial sel
Untuk menghitung harga E dari suatu reaksi eletrokimia digunakan
persamaan Nernst, yaitu:
E =
Persamaan ini diturunkan dari penggabungan persamaan G = Go + R T ln Kc
dan hubungan Go = - n F Eo dan G = - n F E.
Dimana:
Go = Perubahan energi bebas pada keadaan standar
Eo = Potensial sel standar
R = Konstanta gas ideal
T = Temperature
Jadi perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia (korosi) dapat
dihitung dari potensial sel reaksi. Harga absolut potensial ini tidak dapat diukur.
Potensial itu dibandingkan terhadap suatu sistem lain sebagai reference.
Didalam parktek yang digunakan sebagai pembanding tersebut adalah sistem H+/
H2 yang pada kondisi standar Eo H+/ H2 adalah 0 eV.
Menurut IUPAC, harga potensial elektroda setengah sel M2+/ M
adalah e m f diperoleh dari penggabungan dengan sistem setengah sel hidrogen.
Penulisan pasangan sel tersebut adalah sebagai berikut:
Pt, H2/ H+// M2+/ M
M M2+ + 2e Reaksi Oksidasi/ Anoda
(-)
2H+ + 2e H2 Reaksi Reduksi/ Katoda
(+)
Contoh:
Eo Zn2+/ Zn = - 0,76 eV
Eo Cu2+/ Cu = + 0,34 eV
Apabila kedua setnagh sel ini dipasangkan sebagai sistem reaksi reduksi oksidasi
dalam asam sulfat, maka penulisannya adalah sebagai berikut:
Pt, Zn/ ZnSO4// CuSO4/ Cu
Atau secara ionik dapat ditulis sebagai berikut:
Pt, Zn/ Zn2+// Cu2+/ Cu
Zn Zn2++ 2e Reaksi Oksidasi/ Anoda
(-)
Cu2+ + 2e Cu Reaksi Reduksi/ Katoda
(+)
Secara keseluruhan reaksi sel dapat ditulis sebagai berikut:
Zn + Cu2+ Zn2++ Cu Reaksi Reduksi Oksidasi
EoSel = + 0.34 eV – (- 0,76 eV)
= 1.10 eV
Reaksi oksidasi (anoda) dari setiap reaksi korosi adalah oksidasi atom
logam menjadi ion yang ditandai oleh naiknya valensi elektron. Sedangkan reaksi
reduksi (katoda) ditandai oleh turunnya valensi elektron. Beberapa reaksi reduksi
(katoda) yang sering ditemui pada korosi logam, yaitu:
2H+ + 2e H2 Pelepasan Hidrogen
O2 + 4H+ + 4 e 2H2O Reduksi oksigen dalam larutan asam
O2 + 2H2O + 4 e 4OH- Reduksi oksigen dalam larutan basa/ netral
M3+ + 1 e M2+ Reduksi ion logam
M+ + 1 e M Pengendapan ion logam
2.6 Satuan Laju Korosi
Laju korosi biasanya dinyatakan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
berdasarkan ke dalaman penetrasi dan berdasarkan jumlah berat yang hilang.
Bebarapa besaran laju korosi yang umum digunakan adalah sebagai
berikut:
1. IPY = Penetrasi dalam satuan in. per year
2. MPY = Penetrasi dalam satuan mil per year
3. IPM = Penetrasi dalam satuan in. per mounth
4. MMPY = Pnentrasi dalam satuan milimeter per year
5. GMD = Gram per meter squere per day
6. MDD = Miligram per desimeter squere per day
Satuan ini menyatakan besarnya penetrasi atau kehilangan berat dari logam tanpa
mengikuti sertakan produk korosi yang masih melekat pada permukaan atau yang
sudah terlarut.
2.7 Penilaian terhadap Korosi (Identifikasi Korosi)
1. Kepastian terjadinya korosi.
2. Seberapa jauh tingkat korosi.
3. Kecepatan korosi (tingkat korosi per waktu korosi).
Ada dua metode dalam identifikasi korosi :
1. Metode NDT (Non-Destructive Test/Identification)
Peralatan yang mau dites/diuji tidak dirusak, hanya diuji saja.
Macam-macam NDT :
Visual Test
Penilaian dilihat dengan mata (tanpa alat). Pertama-tama inspeksi
mata baru buat laporan. Alat yang digunakan : perekam, kamera video, foto
digital, skema. Hasilnya berupa laporan deskripsi yang dilengkapi skema,
foto, dan lain-lain.
Sehingga dapat diketahui tingkat korosi dan kecepatan korosi
sehingga kita dapat memprediksi waktu pakai alat serta servis alat tersebut.
Dept Gauge Test (Micrometer Test)
Dengan menggunakan alat berupa micrometer. Bisanya digunakan
untuk pipa-pipa kecil.
Diukur dari pipa awal dan ketika terkorosi. Sehingga dapat diketahui
tingkat serta kcepatan korosi. Dengan asumsi pengukuran homogen.
Pengukuran dilakukan pada titik ketebalan yang berbeda dan pada
tiap-tiap pipa yang ada. Treatment untuk mengatasinya : pipa disumbat
(plugging) atau pipa diganti (returbing).
Ultrasonic Test
Dengan menggunakan gelombang ultrasonic dimana gelombang
suara ultra tidak dapat didengan oleh telinga kita.
Gelombang ultrasonic akan menembus alat yang akan kita ukur
(bagiab dalam alat). Kecepatan tembus gelombang tersebut ditentukan oleh
densitas, macam bahannya.
Gelombang tersebut dipantulan dan gelombang pantulan inilah yng
dideteksi oleh bagian alat pengukur. Adanya perbedaan kecepatan
gelombang pantul berarti menunjukkan adanya korosi.
Dye Penetration Test
Menggunakan bahan pewarna (merah). Caranya : dipakai untuk
korosi pada permukaan berupa kerak.
1. Bersihkan alat terlebih dahulu.
2. Semprot dengan bahan pewarna merah hingga meresap.
3. Permukaan tersebut dilap hingga bersih.
4. Semprotkan dengan developer berwarna putih, biarkan
beberapa waktu.
5. Terjadi difusi, sehingga pada permukaan terlihat titik-titik
berwarna merah dengan background berwarna putih. Dapat dihitung
konsentrasi warna merah.
Acoustic Emission
Radioactive Test
Trace Element
Magnetic Particle Test
Eddy Current Test (Arus Pusar)
2. Metode DT (Destructive Test)
Peralatannya dirusak dengan dipotong, dan lain-lain.
2.8 Teknik Pengendalian Korosi
Proses korosi dapat dikendalikan dengan menekan laju reaksi oksidasi
(anoda) atau reaksi reduksi (katoda) atau dengan mencegah kontak langsung
antara lingkungan dengan bahan konstruksi logam yang bersangkutan. Pada
dasarnya kalau di dalam sistem tidak terjadi perpindahan elektron, proses
elektrokimia tidak akan berlangsung.
Bertolak dari kenyataan itu, teknik-teknik pengendalian korosi
yang dikenal dikelompokkan secara sederhana menjadi 5 (lima) kelompok,
sebagai berikut:
1. Proteksi Katodik
Pada diagram sistem korosi terlihat bahwa laju korosi mendekati nol apabila
poetnsial sistem bergeser ke arah negatif mendekati Eo logam M. untuk
mencapai keadaan itu kepada struktur konstruksi yang akan dilindungi harus
disuplai arus tandingan sebesar Iapp dari suatu sumber arus searah. Teknik ini
dikenal dengan teknik arus tandingan atau impressed current.
Pada teknik arus tandingan digunakan rectifier yang merubah arus
bolak-balik menjadi searah, sebagai sumber arus searah.
2. Proteksi Anodik
Proteksi anodik adalah kebalikan dari protensi katodik. Teknik ini hnaya bisa
diterapkan pada bahan konstruksi yang mempunyai sifat pasif.
3. Inhibisi
Laju reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh adanya senyawa lain, meskipun
senyawa itu hanya terdapat dalamjumlah yang kecil. Karena proses korosi
adalah reaksi kimia, maka hal ini berlaku untuk sistem konstruksi logam dan
lingkungannya.
Senyawa-senyawa kimia tertentu secara spsifik dapat teradsopsi di
permukaan struktur logam, dimana proses korosi berlangsung dan
berinterferensi baik dengan reaksi anodik maupun reaksi katodik.
Interferensi tersebut menyebabkan reaksi anodik dan katodik terhambat,
sehingga secara keseluruhan proses korosi juga terhambat. Senyawa yang
mempunyai kemampuan seperti ini disebut inhibitor korosi, yang digunakan
sebagai pengedali korosi. Teknik pengendalian seperti ini dikenal sebagai
teknik inhibisi.
4. Pengendalian Lingkungan
Proses korosi dapat dipandang sebagai serangan komponen-komponen
senyawa kimia yang terkandung di dalam lingkungan terhadap konstruksi
logam yang bersangkutan. Oleh sebab itu agresifitas lingkungan berhubungan
dengan jumlah dan jenis komponen yang terkandung didalamnya.
Semakin banyak komponen agresif, maka semakin tinggi laju korosi atau
sebaliknya.
Dengan gambaran seperti itu proses korosi dapat dikenalikan dengan jalan
mengurangi jumlah komponen agresif di dalam lingkungan. Beberapa cara
yang dilakukan, antara lain:
a. Mengeluarkan oksigen dari sistem.
b. Menambahkan bahan yang dapat mengikat komponen agresif ke
dalam sistem.
c. Mengedalikan pH agar berada dalam selang harga yang aman.
Teknik ini disebut teknik pengendalian lingkungan.
5. Pelapisan Permukaan
Pada permukaan konstruksi dilapisi dengan bahan lain yang mempunyai sifat
kedap terhadap penetrasi senyawa kimia dan mempunyai daya hantar listrik
sangat rendah.
Bahan yang dapat digunakan sebagai lapisan pelindung eksternal beraneka
ragam. Namu secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi beberapa
macam, yaitu:
a. Lapisan Lindung Logam
b. Polimer atau Plastik
c. Elastomer
d. Lapisan Lindung Organik
Termasuk ke dalam kelompok terakhir adalah berbagai jenis cat dan
coatings.
top related