makalah mikrobiologi pangan foodborne · pdf filedi laporan yang dipublikasikan pada tahun...
Post on 06-Feb-2018
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
MAKALAH MIKROBIOLOGI PANGANFOODBORNE DISEASE
“CYCLOSPORA CAYETANENSIS”Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno S.TP, M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 46
Iqlima Safitri 22030111130072
Izzaty Izzul Hawa 22030111130073
Sari Puspitasari 22030111130074
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG2012
1
MAKALAH MIKROBIOLOGI PANGANFOODBORNE DISEASE
“CYCLOSPORA CAYETANENSIS”Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno S.TP, M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 46
Iqlima Safitri 22030111130072
Izzaty Izzul Hawa 22030111130073
Sari Puspitasari 22030111130074
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG2012
1
MAKALAH MIKROBIOLOGI PANGANFOODBORNE DISEASE
“CYCLOSPORA CAYETANENSIS”Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno S.TP, M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 46
Iqlima Safitri 22030111130072
Izzaty Izzul Hawa 22030111130073
Sari Puspitasari 22030111130074
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG2012
2
DAFTAR ISI
Halaman Cover.....................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................ii
Daftar Tabel
Tabel 1. Taksonomi Cyclospora cayetanensis....................................................4
Daftar Gambar
Gambar 1. Ookista Cyclospora cayetanensis.....................................................5
Gambar 2. Ookista Cyclospora yang tidak bersporulasi.....................................6
Gambar 3. Ookista Cyclospora yang bersporulasi..............................................6
Gambar 4. Ookista Cyclospora tidak bersporulasi dan bersporulasi..................7
Gambar 5. Ookista dengan metode autofluorosence.........................................8
Gambar 6. Ookista Cyclospora metode pewarnaan safranin.............................8
Gambar 7. Life cycle Cyclospora cayetanensis................................................14
Gambar 8. Siklus hidup Cyclospora cayetanensis............................................15
Gambar 9. Siklus hidup Cyclospora dari zigot hingga di host...........................16
Gambar 10. Penyakit diare karena Cyclospora di dalam
gastrointestinal..................................................................................................17
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Permasalahan...............................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Cyclospora cayetanensis................................................................3
2.2 Definisi dan Taksonomi Cyclospora cayetanensis.......................................4
2.3 Habitat Cyclospora cayetanensis...............................................................11
2.4 Siklus Hidup Cyclospora cayetanensis......................................................13
2.5Penyakit yang ditimbulkan serta faktor risiko dari Cyclospora
cayetanensis.....................................................................................................17
2.6 Gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Cyclospora cayetanensis..............18
2.7 Akibat yang ditimbulkan oleh Cyclospora cayetanensis.............................20
3
2.8 Pencegahan transmisi Cyclospora cayetanensis.......................................23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................27
3.2 Saran..........................................................................................................28
Daftar Pustaka..................................................................................................29
Lampiran
4
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Risiko terkena penyakit tropis dan luar biasa telah meningkat sejalan
dengan globalisasi supplai makanan, naiknya konsumsi makanan-makanan
yang segar dan meningkatnya perjalanan. Transportasi yang cepat dari buah-
buahan segar dan produksi dari negara berkembang dapat meningkatkan
jumlah parasit. Perubahan nutrisi diakibatkan karena kenaikan konsumsi
makanan yang belum matang (mentah), sehingga berpotensi untuk
meningkatkan jumlah parasit. Dengan meningkatnya jumlah parasit maka
penyakitpun akan berpotensi untuk hidup di dalam tubuh host. Seperti kita
ketahui, penyakit disebabkan karena berbagai faktor. Ada yang karena
lingkungan, pertahanan dirinya yang kurang baik, maupun sebab–sebab lain.
Cara penanggulangannya- pun berbeda, tergantung jenis dari masing-masing
penyakit. Salah satu penyakit yang merugikan tubuh adalah adalah penyakit
gastrointestinal atau yang sering disebut dengan cyclosporiasis. Cyclosporiasis
ini nantinya akan menimbulkan diare. Parasit Cyclospora cayetanensis
merupakan salah satu dari parasit yang menimbulkan penyakit gastrointestinal.1
1.2 Permasalahan
1.2.1 Bagaimana sejarah Cyclospora cayetanensis ?
1.2.2 Apa itu Cyclospora cayetanensis ?
1.2.3 Bagaimana taksonomi Cyclospora cayetanenesis ?
1.2.4 Hidup dimana Cyclospora cayetanensis ?
1.2.5 Bagaimana siklus hidup Cyclospora cayetanensis ?
1.2.6 Menyebabkan penyakit apa Cyclospora cayetanensis ?
1.2.7 Gejala apa saja yang ditimbulkan dari bakteri Cyclospora
cayetanensis ?
1.2.8 Akibat apa yang ditimbulkan oleh adanya Cyclospora
cayetanensis?
5
1.2.9 Langkah-langkah apa yang bisa dilakukan untuk mencegah
perkembangan Cyclospora cayetanensis ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui sejarah Cyclospora cayetanensis
1.3.2 Mengetahui definisi bakteri Cyclospora cayetanensis
1.3.3 Mengetahui taksonomi dari Cyclospora cayetanensis
1.3.4 Mengetahui habitat Cyclospora cayetanensis
1.3.5 Mengetahui siklus hidup Cyclospora cayetanensis
1.3.6 Mengetahui penyebab yang ditimbulkan Cyclospora cayetanensis
pada suatu penyakit
1.3.7 Mengetahui gejala yang ditimbulkan dari Cyclospora cayetanensis
1.3.8 Mengetahui akibat yang ditimbulkan dari Cyclospora cayetanensis
1.3.9 Mengetahui langkah-langkah untuk mencegah perkembangan
Cyclospora cayetanensis
1.4 Manfaat
1.4.1 Dapat mengetahui sejarah Cyclospora cayetanensis
1.4.2 Dapat mengetahui definisi dari Cyclospora cayetanensis
1.4.3 Dapat mengetahui taksonomi dari Cyclospora cayetanensis
1.4.4 Dapat mengetahui habitat dari Cyclospora cayetanensis
1.4.5 Dapat mengetahui siklus hidup Cyclospora cayetanensis
1.4.6 Dapat mengetahui penyebab yang ditimbulkan oleh Cyclospora
cayetanensis pada suatu penyakit
1.4.7 Dapat mengetahui gejala yang ditimbulkan dari Cyclospora
cayetanensis
1.4.8 Dapat mengetahui akibat yang ditimbulkan dari Cyclospora
cayetanensis
1.4.9 Dapat mengetahui langkah-langkah pencegahan perkembangan
Cyclospora cayetanensis
6
BAB IIPEMBAHASAN
2.2 Sejarah Cyclospora cayetanensis
Beberapa kasus awal infeksi Cyclospora telah dicatat pada tahun 1980-
an, ketika epidemik AIDS muncul dan Cryptosporidium diidentifikasi sebagai
salah satu infeksi oportunistik yang paling penting diantara populasi pasien
AIDS. Laporan pertama kali yang dipublikasikan dari infeksi Cyclospora pada
manusia dapat diperkirakan pada tahun 1979. Ashford menjelaskan organisme
coccidian menyebabkan diare pada dua anak dan seorang wanita di Papua
Nugini dan dihasilkan bahwa mereka diperkirakan coccidian dari jenis Isospora.
Pada tahun 1986 pada suatu penelitian menjelaskan empat wisatawan yang
kembali dari Meksiko dan Haiti dengan penyakit seperti flu dan memberi kesan
bahwa agen penyebabnya merupakan patogen enterik baru. Pada laporan
berikutnya Cyclospora dijelaskan sebagai tubuh seperti coccidian (CLB), tubuh
seperti Cyanobacterium, alga hijau-biru atau Cryptosporidium besar. Pada
tahun 1989, 53 kasus dari infeksi CLB di Peru dan menghasilkan bahwa CLB
merupakan flagellata yang tidak diketahui. Pada awal 1990-an dijelaskan alga
hijau – biru merupakan agen penyebab diare yang parah di berbagai tempat
yakni Meksiko, Amerika Selatan, India, Asia Tenggara dan di Nepal. Observasi
yang telah dilakukan pada bentuk seperti bola, tidak memiliki banyak organel
dan membran, namun struktur lamellar mirip dengan kloroplast. Pada tahun
1991 dan 1992, orgaisme ini merupakan organisme yang mampu menginfeksi
manusia dan termasuk dalam genus Cyclospora. Di laporan yang
dipublikasikan pada tahun 1993 dan 1994, nama Cyclospora cayetanensis
diusulkan. Etimologi dari nama trivialnya merupakan turunan dari Universitas
Peruvian Cayetano Heredia, dimana universitas tersebut mempelajari tentang
berbagai koleksi spesimen Cyclospora. Di tahun berikutnya, analisa filogenetik
molekuler dari subunit kecil (SSU) RNAr dimasukkan bahwa Cyclospora
merupakan parasit yang hubungannya dekat dengan genus Eimeria. Semenjak
itu, lebih dari 400 artikel dipublikasikan mengenai Cyclospora.1
7
2.2 Definisi dan Taksonomi Cyclospora cayetanensisCyclospora cayetanensis adalah protozoa yang menyebabkan penyakit
pada manusia dan primata lain.2 Secara morfologi umum, C. cayetanensis
mempunyai ookista yang berbentuk spherical yang diameternya antara 7,5 – 10
micrometer dan juga memiliki tebal dinding 50 nanometer dengan bagian
luarnya terlapisi benang atau ulir yang disebut “wrinkle” atau kerut oleh
beberapa peneliti.
Cyclospora cayetanensis adalah sejenis protozoa dalam buah segar dan
termasuk mikroorganisme yang banyak berpindah tempat melalui transaksi
ekspor-impor.3 Resiko kesehatan penyakit ini biasanya terjadi pada pengunjung
dewasa yang mengunjungi wilayah endemik dan mengalami infeksi: oleh sebab
itu C. cayetanensis disebut penyebab "diare pelancong".2
Cyclospora cayetenensis merupakan mikroorganisme mikroskopik,
termasuk jenis protozoa parasit usus yang untuk pertama kali dilaporkan pada
1979 telah diketahui sebagai cyanobacterium-like (bakteri sianida), coccidia-like
(bakteri berbentuk kokus), dan sebagai Cyclospora-like bodies (bakteri yang
menyerang tubuh manusia). C. cayetanensis telah diketahui dapat
menyebabkan infeksi pada pencernaan manusia (biasa disebut cyclosporiasis),
dimana kasus tersebut pernah meningkat di daerah Amerika Serikat dan
Kanada.1
Domain Eukariotik
Kingdom Chromalveolata
Superphylum Alveolata
Phylum Apicomplexa
Class Conoidasida
Subclass Coccidiasina
Orde Eucoccidiorida
Suborde Eimeriorina
Family Eimeriidae
Genus Cyclospora
8
Nama Cyclospora cayetenensis diberikan pada tahun 1996. Kemudian
pada 1997, seorang peneliti memberikan sinonim pada spesies ini yaitu
Cryptosporidium cayetanensis.5
Gb. Ookista C. cayetanensis 10 mikrometer
Cara Mengetahui Adanya Cyclospora cayetanensis
Sampel yang diduga mengandung Cyclospora dapat diperiksa dengan
menggunakan mikroskop, teknik deteksi molekuler atau studi sporulasi. Sampel
dapat disimpan dalam kalium dikromat 2,5% untuk sporulasi atau deteksi
molekul; dalam formalin 10% untuk metode mikroskopi langsung, metode
konsentrasi, dan pewarnaan; atau dapat juga dibekukan untuk pengujian
molekuler dan untuk penyimpanan jangka panjang.4
Beberapa sampel feses dari orang yang sama selama interval 2-3 hari
dapat digunakan untuk meningkatkan pendeteksian infeksi dengan jumlah
ookista yang sedikit. Ookista Cyclospora dapat diobservasi pada preparat
basah dengan mikroskop cahaya atau mikroskop epifourescence. Kotoran
(tinja) yang dijadikan sampel dapat diwarnai dan kemudian diamati
menggunakan mikroskop cahaya atau dengan analisis molekul menggunakan
sampel beku atau sampel yang disimpan dalam kalium dikromat.4
Keahlian dalam identifikasi Cyclospora telah menjadi tantangan sejak
awal 1990-an. Selama tahun 1993 sampai 1998, di Inggris, 58% laboratorium
yang berpartisipasi dalam identifikasi sampel yang positif mengandung
Species C. cayetanensisNama binomial Cyclospora cayetanensis
9
Cyclospora menggunakan preparat basah; 42% melaporkan “the wrong
parasite” atau tidak ada parasit sama sekali.4
a. Metode dengan Mikroskop Cahaya
Cyclospora dapat diidentifikasi dengan mikroskop “phasecontrast” atau
dengan mikroskop “bright-field” selama pemeriksaan spesimen untuk telur dan
parasit. Ookista berukuran 8-10 mikrometer. Ookista jika dikeluarkan berbentuk
spherical (bulat) dengan morula di pusat (gambar A). Jika sampel disimpan
pada suhu 23 hingga 30° C selama 7 sampai 15 hari, ookista akan
membedakan menjadi ookista yang bersporulasi yang memiliki dua sporokista
(gambar B).4
Gb. Ookista Cyclospora yang tidak bersporulasi4
Gb. Ookista Cyclospora yang bersporulasi4
Lebih lengkapnya dapat dilihat sebagai berikut :6
Cyclospora cayetanensis (from a human; Lima, Peru)
10
unsporulated oocysts in sporont (contracted cytoplasm) stage oocysts average
about 9.0 micrometers in diameter
sporulated oocysts oocysts average about 9.0 micrometers in diameter
Seperti coccidia yang lain (Eimeria, Toxoplasma, Isospora, dsb) pada
ookista Cyclospora dapat dilakukan pemeriksaan dengan autofluoresce putih-
biru (pewarnaan putih-biru) di bawah mikroskop epifluorescence, menggunakan
eksitasi 330-380 DM filter, atau green fluorescent (pewarnaan hijau) saat
menggunakan eksitasi filter 450-490 DM (Gambar C). Intensitas fluoresensi
ookista mungkin dipengaruhi oleh kondisi waktu dan penyimpanan sampel
fekal. Karakteristik ini telah digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis
Cyclospora dan juga untuk memurnikan parasit yang ada pada sampel fekal
manusia dengan sitometri. Deteksi fluoresensi juga telah disarankan sebagai
alternatif yang berguna untuk skrining dalam jumlah sampel yang banyak jika
terjadi wabah.4
11
Gb. Ookista dengan metode autofluoresce4
b. Metode Pewarnaan
Pewarnaan ookista Cyclospora menggunakan cat MZN cepat-asam
(MZN acid-fast stain). Beberapa ookista apabila dicek dengan senyawa ini
berwarna merah tua, sedangkan yang lain bisa berwarna merah muda atau
bahkan tidak berwarna sama sekali. Pewarnaan dengan safranin menghasilkan
warna ookista yang seragam (98%) ketika fekal diolesi dengan cat dan
dipanaskan dengan mikrowave (gambar D). Hasilnya juga sama jika dikenai
perlakuan pemanasan pada suhu 85° C selama 5 menit menggunakan
penangas air. Pewarnaan yang lain yang digunakan dalam pendeteksian
parasit seperti Giemsa, trichrome, dan pewarnaan Gram-chromothrope, tidak
untuk pewarnaan ookista Cyclospora.4
Gb. Ookista Cyclospora metode Pewarnaan safranin4
c. Metode Molekul
Prinsip metode ini ialah menggunakan PCR pada gen RNAr 18S (posisi
685-978) yang dikembangkan oleh Relman et al. dan telah digunakan secara
luas untuk memeriksa spesimen klinis dalam pengaturan yang berbeda dan
12
selama proses penyelidikan. Produk yang mengandung 300 basis tidak dapat
membedakan Cyclospora dengan spesies Eimeria. Pencernaan produk yang
diperkuat (the amplified products) dengan menggunakan enzim restriksi MnlI
(PCR-fragmen panjang restriksi polimorfisme [PCR-RFLP]) diikuti dengan
visualisasi oleh gel elektroforesis menghasilkan pola yang dapat membedakan
dua spesies parasit ini. Dibandingkan dengan tes mikroskop konvensional, PCR
merupakan alat diagnostik yang lebih sensitif.4
Dalam suatu penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap ookista
Cyclospora dengan metode yang berbeda-beda namun dengan sampel yang
sama. Sampel yang digunakan adalah sampel tinja dari 140 anak dengan diare;
17,8% adalah positif dengan pewarnaan Kinyoun, 22,2% adalah positif dengan
autofluorescence; 22,9% adalah positif dengan sporulasi, dan 25% adalah
positif dengan PCR. Penggunaan nukletida tunggal dari RNAr 18S, pada salah
seorang anak yang diduga koinfeksi dengan strain Cyclospora yang bukan di
manusia.4
Penggunaan MZN dan metode pewarnaan modified acid-fast trichrome
(MAFT) diikuti dengan penggabungan metode menggunakan epifluorescence
mikroskop, Cyclospora terdeteksi pada pasien dengan infeksi ringan (16%)
sampai berat (60%). Penggunaan PCR dan real-time PCR (RT-PCR),
Cyclospora diidentifikasi pada 100% kasus positif dan 20% dari kontrol.4
Lalonde dan Gajadhar menggambarkan tehnik PCR untuk mendeteksi
ookista Cyclospora dengan menggunakan ITS2 DNA sebagai target. DNA
diekstraksi menggunakan microkit QIAamp (Qiagen) dan DNeasy darah serta
jaringan kit (Qiagen) yang mencakup 8 siklus proses beku-mencair dalam
larutan buffer ATL dan diinkubasi dalam proteinase K yang diikuti oleh larutan
buffer AL. Produk yang diperkuat dengan tes PCR adalah 116-bp segmen.4
d. Pengujian Serologis
Tes serologis untuk paparan infeksi Cyclospora pada manusia belum
tersedia. Namun, upaya untuk menentukan respon imun serologi dilakukan
menggunakan mikroskop immunofluorescent-antibodi (IFA). Studi awal
dilakukan di Cina untuk menentukan sel dan fungsi kekebalan humoral pada
pasien yang terkena cyclosporiasis. Alat tes ookista digunakan pada kelinci
13
percobaan. Model hewan yang digunakan dan tes serologis perlu diuji ulang
dan disahkan oleh ilmuan lain. Sebuah uji di Barat telah dikembangkan dan
dapat mengidentifikasi penyembuahn dari fase cyclosporiasis akut.
Keterbatasan dari pengujian ini adalah jumlah ookista yang diperlukan banyak
dan kurangnya model hewan untuk host Cyclospora yang dapat diperbanyak.4
e. Metode Konsentrasi
Ookista Cyclospora dapat terkonsentrasi sebelum pengamatan
mikroskopis atau sebagai langkah utama dalam pemurnian parasit, dan
sedimentasi etil asetat-formalin telah sering digunakan. Jika tujuannya untuk
mengkonsentrasikan ookista supaya jelas, dilakukan modifikasi dari metode ini
yaitu dengan penggantian formalim dengan larutan garam. Metode lain yang
telah digunakan adalah dengan mengganti etil asetat dengan fekal CON-trate
sistem. Setelah langkah ini, konsentrasi awal ookista juga dapat dimurnikan
dengan menggunakan gradien sukrosa yang terputus-putus. Setiap kali ookista
yang dimurnikan, biasanya diperlukan untuk tujuan penelitian, langkah
pemurnian tambahan adalah dengan penggunaan klorida caesium.4
Penggunaan konsentrasi lain pun telah dijelaskan. Yaitu dengan
modifikasi air yang mengandung 0,563 mM H2Na2P2O7 dan 42,8 mM NaCl
yang diikuti dengan gradien sukrosa putus-putus dengan diatrizoate meglumine
(Renocal) dalam sukrosa 0,25 M menghasilkan ookista yang lebih jelas
daripada penggunaan gradien sukrosa. Dalam sampel yang diawetkan dalam
fiksatif SAF, direkomendasikan bahwa volume yang sama untuk sampel SAF-
tetap dan KOH 10% dikenakan untuk homogenisasi pusaran dan sentrifugasi
dengan 0,85% larutan garam. Penambahan KOH menghasilkan jumlah ookista
yang lebih besar daripada yang diperoleh dengan menggunakan sampel SAF-
tetap saja.4
Sebuah gradien Percoll dilaporkan mampu menggambarkan ookista
yang lebih dari etil asetat dan gradien sukrosa. Metode Percoll ini terdirii dari
larutan Percoll dan NaCl 1.5M dengan rasio pemberian larutannya 9:1. Sebuah
gradien terputus kemudian disusun sesuai dengan volume yang sama dari
larutan Percoll 60% sebagai lapisan atas, dengan larutan Percoll 77,7% di
bagian bawah. Suspensi tinja kemudian ditempatkan di atas preparat. Larutan
14
Percoll disentrifugasi pada 250 g selama 15 menit. Dari sampel tersebut
menghasilkan sampel yang lebih positif daripada sukrosa Sheather’s dan
formol-eter. Penelitian ini juga bisa diaplikasikan untuk metode menunjukkan
adanya parasit lain, seperti ookista Cryptosporidium, Giardia, dan Entamoeba
dan ookista maupun kista protozoa lain.4
2.3 Habitat Cyclospora cayetanensis
Cyclospora merupakan mikroorganisme yang tidak tahan panas maka,
potensi perpindahan patogen ini terjadi terutama pada transaksi pangan yang
dikonsumsi segar seperti buah-buahan dan sayuran.3
Di Amerika Serikat, jumlah perkiraan kasus cyclosporiasis per tahun
disebabkan oleh persebaran makanan penyebab penyakit (food-borne) sekitar
14.638 (dengan 4,1 % kasus disebabkan oleh parasit). Perkiraan ini dilakukan
dari ketika banyak kasus cyclosporiasis yang telah dideteksi, kebanyakan
diasosiasikan dengan hambatan yang penting. C. cayetanensis hadir dalam
beberapa makanan yang menyebabkan makanan tersebut menjadi makanan
penyebab penyakit (foodborne), makanan tersebut diantaranya raspberry, daun
kemangi, biji kacang polong, apel. Kebanyakan makanan-makanan tersebut
datang dari negara-negara yang endemik akan Cyclospora yang telah
diimplikasikan pada kerusakan makanan-makanan ini. Tapi, banyak juga
makanan-makanan yang belum teridentifikasi yang terkontaminasi
mikroorganisme ini. Kasus ini terjadi di Amerika Serikat dan Kanada pada tahun
1996, dimana cyclosporiasis terjadi dengan pengonsumsian raspberry dengan
prevalensi 0,05 dan juga terjadi pada pengonsumsian raspberry di Guatemala
di 21-29 kasus. Cyclospora ini juga mengontaminasi air untuk pertanian pada
tanaman-tanamannya.4
Raspberry juga diimplikasikan di Amerika Serikat pada 1997 dan di
Georgia dan Pennsylvania pada 2000. Pada kasus Pennsylvania, kue
pernikahan juga dapat menyebabkan penyakit ini dimana isian kuenya dengan
raspberry yang terkontaminasi oleh Cyclospora. Pada kasus ini, raspberry dari
jenis apa tidak diidentifikasikan. Satu ladang di Guatemala, satu di ladang
Mexico dan beberapa ladang di Amerika Serikat dapat menunjukkan raspberry-
15
raspberry yang terkontaminasi, namun ladang di Guatemala diduga sebagai
yang paling mungkin terkontaminasi karena hanya ladang raspberrynya saja
yang terkena yang selanjutnya menjadi wabah Georgia.4
Pada kasus isian raspberry pada kue yang dikenai keadaan beku,
Cyclospora yang ada pada raspberry utnuk mengisi kue ternyata lebih tahan
akan kondisi beku dibandingkan parasit yang lain. Atau dapat diindikasikan
bahwa raspberry pada kondisi ini justru melindungi parasit Cyclospora.4
Pada tahun 1999, pasta salad ayam yang mengandung kemangi dan
salad tomat kemangi juga terkait dengan kasus cyclosporiasis dalam dua
peristiwa di Missouri. Dalam wabah ini, Cyclospora ditemukan dalam pasta
salad ayam dan kemangi dengan PCR dan mikroskop. Produk segar yang juga
terkena wabah ini di Amerika Serikat dan Kanada adalah kacang polong.
Kacang polong yang ada dalam penyajian pasta salad diidentifikasi sebagai
item makanan yang menyebar penyakit cyclosporiasis ini.4
Pada tahun 2001, tercatat terjadi 17 kasus cyclosporiasis di British
Columbia, Kanada. Pada penyelidikan dengan menggunakan case-control
dilaporkan sebanyak 11 dari 12 (92%) kasus di Thailand mengkonsumsi
kemangi yang terkontaminasi dan ternyata kemangi tersebut didatangkan dari
Amerika Serikat.4 Iradiasi adalah pengendalian yang diharapkan dapat
mengatasi masalah patogen dalam pangan segar tersebut.3
Selain mengkontaminasi produk pangan, Cyclospora ini juga
mengkontaminasi air yang dikonsumsi manusia dalam beberapa kasus.
Dilakukan sebuah penelitian yang menguji 27 sachet yang berisi air minum
untuk manusia di Accra, Ghana. Ookista Cryptosporidium diteliti pada 63% dari
27 sachet, 59,3% mengandung ookista Cryptosporidium yang ditunjukkan dari
kontaminasi fekal. Cyclospora juga diidentifikasi dalam 5 dari 12 sumber air
yang digunakan untuk manusia konsumsi di daerah pedesaan dekat
Guatemala.4
Dalam “Dakahlia Governorate”, di Mesir, 0,24% dari 840 sampel air
minum yang disurvei terdapat ookista Cyclospora. Diagnosa dilakukan dengan
menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen dimodifikasi (MZN) dan noda
auramine-rhodamine. Meskipun noda tidak spesifik untuk mendeteksi
16
Cyclospora dalam sampel, namun itu dapat memberikan indikasi potensial
sumber kontaminasi Cyclospora.4
Infeksi yang paling mungkin adalah diperoleh dari konsumsi air yang
tercemar. Di Pokhara, Nepal, wabah ditularkan melalui air yang terkontaminasi
Cyclospora dimana 12 dari 14 tentara Inggris terserang diare. Air minum terdiri
dari campuran sungai dan air kota mengandung klorin pada konsentrasi 0,3-0,8
ppm. Hal ini menunjukkan bahwa klorinasi air berada di tingkat yang dapat
diterima dan juga bakteri Coliform tidak terdeteksi dalam air ini. Namun, hal ini
tidak menutup kemungkinan untuk menonaktifkan ookista Cyclospora. Ookista
Cyclospora juga telah terdeteksi di sumber air minum di Guatemala, Nepal, dan
Haiti.4
Sebagian besar informasi tentang penyebaran Cyclospora adalah dari
wisatawan dan penduduk di daerah endemik akan protozoa ini, seperti Haiti,
Guatemala, Peru, dan Nepal. Menariknya, beberapa laporan
mengidentifikasikan bahwa yang berkontribusi besar dalam hal ini adalah C.
cayetanensis.3
2.4 Siklus hidup Cyclospora cayetanensis
17
7
Siklus hidup Cyclospora dimulai dengan menelan "sporulated" ookista
(kista tahap tahan lingkungan). Sporulated ookista ini berisi 2 "sporocysts"
(kista kecil dalam ookista tersebut), masing-masing disertai dengan 2
"sporozoit" (tahapan infektif; ookista masing-masing berisi total 4 sporozoit).
Begitu di dalam usus, sporozoit keluar dari ookista sporocysts dan, akhirnya
menembus sel epitel sepanjang usus kecil (jejunum). Sporozoit menjalani
beberapa fase di dalam sel untuk membentuk "meronts," yang berisi banyak
"merozoit." Pada reproduksi aseksual, yang memiliki 8-12 merozoit pertama
dan kedua memiliki 4 merozoit. Generasi terakhir dari merozoit menembus sel-
sel baru untuk membentuk gamet, yang juga dapat ditemukan di jejunum.
Kebanyakan gamet hanya memperbesar untuk membentuk gamet betina, atau
"macrogamete." Beberapa menjadi "microgametocytes," yang mengalami fase
berganda untuk berbagai bentuk flagella sperma seperti "mikrogamet."
Mikrogamet keluar microgametocyte tersebut, pupuk makrogamet, dan dinding
18
tahan ookista tersebut diletakkan di sekitar zigot. Ookista dari dinding usus
bersama dengan sel inang dan masuk ke lingkungan eksternal dengan kotoran.
Pengembangan lebih lanjut dari sporocysts dan sporozoit disebut "sporogony"
atau "sporulasi" dan terjadi hanya di hadapan konsentrasi tinggi oksigen
atmosfer. Sporulasi selesai dalam 7-12 hari pada suhu yang "hangat" ruang,
misalnya di 30°C.
1
Siklus hidup Cyclospora hingga berada di dalam host dapat dilihat
dari gambar berikut ini:
19
atau
Masa inkubasi dalam host sekitar 1 minggu dan penyakit bisa bertahan
hingga enam minggu sebelum membatasi diri. Cyclospora dapat masuk ke
epitel usus halus dan menyebabkan enteritis.8
20
2.5 Penyakit yang ditimbulkan serta faktor resiko dari Cyclospora
cayetanensis
Terdapat berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh spesies foodborne
agent, dan salah satunya yang sering terjadi adalah diare atau bahkan diare
akut. Berbagai spesies protozoa dan cacing dapat menimbulkan diare akut. Di
negara-negara maju, parasit jarang menjadi penyebab diare akut, kecuali pada
wisatawan. Cyclospora cayetanensis merupakan salah satu protozoa yang
paling sering menimbulkan diare akut pada anak-anak. Diare akut adalah diare
(defekasi dengan feses encer/berair sebanyak ≥ 3 kali sehari) yang
berlangsung selama ≤ 14 hari.9
pada orang yang terkena diare8
Dari pengamatan yang telah dilakukan dalam suatu penelitian selama
satu tahun pada lembaga kesehatan di Guatemala, menunjukkan bahwa infeksi
protozoa ini pada umumnya terjadi dalam musim semi, dan menyerang anak-
anak berusia 1,5 sampai 9 tahun, serta pada individu dengan penyakit
gastroentritis. Dari 160 anak gastroentritis dalam range usia tersebut, diketahui
terdapat 30 anak (19%) yang terinfeksi.10
Pada kebanyakan orang, diare akut ini berlangsung sekitar 9-43 hari.
Pada anak-anak, rata-rata lamanya organisme berkembang biak adalah 23
hari. Diare pada orang yang imunokompeten bisa berlangsung lama tetapi
dapat sembuh dengan sendirinya. Namun pada penderita
immunocompromised, diare ini akan berlangsung lebih lama, yaitu sekitar satu
bulan jika tidak segera ditangani.
21
Individu dengan penyakit immunocompromised, seperti limfoma,
transplantasi sumsum tulang, atau infeksi HIV berisiko lebih tinggi untuk
mengalami infeksi yang disebabkan oleh patogen usus dibandingkan individu
sehat. Diare dilaporkan terjadi pada 60% dari pasien dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) di negara-negara industri dan 95% pasien
AIDS di negara-negara berkembang. Prevalensi diare akibat berbagai patogen
tersebut pada pasien AIDS dilaporkan terus menurun dengan semakin luasnya
pemberian terapi antiretroviral, walaupun diare masih sering dijumpai pada
kelompok pasien tersebut. Cyclospora yang menjadi salah satu penyebab diare
ini merupakan patogen di usus kecil. Gambaran klinis diare yang disebabkan
oleh Cyclospora khas dengan lamanya yang rerata >3 minggu, disertai rasa
letih dan lemah yang kuat.9
Selain diare akut, Cyclospora cayetanensis juga bisa menjadi penyebab
kejang perut, anoreksia, kehilangan/ penurunan berat badan, serta mual dan
muntah. Namun timbulnya penyakit ini tidak selalu diiringi dengan demam yang
terjadi pada penderita, karena penyakit –penyakit tersebut disebabkan oleh
parasit.
Infeksi yang terjadi karena Cyclospora cayetanensis sering diasosiasikan
dengan wisatawan mancanegara dan konsumsi produk impor. Konsumsi
produk impor yang tidak diketahui kebersihannya dapat menjadi pembawa dari
C.cayetanensis. Seperti kasus infeksi C.cayetanensis dalam buah raspberry
impor yang ternyata sebelumnya telah terkontaminasi oleh air yang terdapat
C.cayetanensis di dalamnya. Sehingga, selain penderita immunocompromised
dan immunocompetent, wisatawan mancanegara yang berpergian ke negara
tropis serta konsumen produk-produk impor merupakan subyek dengan faktor
resiko terpapar C. Cayetaninsis yang lebih tinggi.10
2.6 Gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Cyclospora cayetanensis
Infeksi Cyclospora ditandai dengan anoreksia, mual, perut kembung,
kelelahan kram, perut, diare, demam ringan, dan penurunan berat badan.
Kehadiran tanda-tanda klinis pada masing-masing daerah endemis berbeda,
namun sering infeksi terjadi tanpa gejala terlebih dahulu. Anak-anak yang lebih
22
muda biasanya memiliki gejala klinis yang lebih parah. Di daerah yang
endemik, infeksi cenderung menyerang anak-anak yang lebih tua dimana
durasi infeksinya lebih pendek dan tingkat keparahannya tidak begitu tinggi.
Seperti pada anak-anak muda, orang tua juga bisa terkena infeksi ini dengan
disertai beberapa penyakit selain infeksi tersebut.
Di daerah yang tidak endemik Cyclospora, infeksi hampir selalu disertai
dengan gejala simtomatik dan beberapa laporan menyebutkan terjadi gejala
klinis yang lebih dari satu. Seorang yang positif HIV sepulang dari Asia
Tenggara menunjukkan gejala diare berair (mencret) yang berlebihan dan
kelelahan. Namun, jarang kasus infeksi Cyclospora yang berujung pada
kematian. Seorang pasien yang terinfeksi Cyclospora berusia 43 tahun
mengalami diare dan demam secara bersamaan. Selama demam, pasien juga
menderita serangan jantung. Hal itu mengindikasikan bahwa akibat yang
ditimbulkan mungkin dapat menimbulkan beberapa komplikasi setelah infeksi
Cyclospora menyerang tubuh dan hal ini berpotensi bisa menyebabkan
disritmia ventrikel yang fatal.
Gejala yang terkait dengan cyclosporiasis lebih parah di HIV / AIDS.
Kerugian berat moderat (3,5 kg) adalah dilaporkan untuk non-AIDS (170, 171),
sedangkan kerugian (7,2 kg) lebih berat pada pasien AIDS (171). Median Masa
inkubasi sekitar 7 hari (68, 83), namun, rata-rata durasi diare untuk pasien HIV-
positif adalah lebih lama dari itu untuk pasien HIV-negatif (masing-masing 199
hari dan 57,2 hari) (163, 172). Waktu di mana ekspatriat yang tidak diobati di
Nepal disajikan dengan diare berada di 19-57 hari (171). Diare berlangsung
lebih dari 3 minggu pada orang yang terjangkit infeksi Cyclospora pada
pernikahan di Amerika Serikat (68). Frekuensi yang dilaporkan buang air besar
pada orang imunokompeten dengan diare adalah 5 sampai 15 kali sehari.
Selain hilangnya cairan peledak, D-xilosa malabsorpsi juga telah dilaporkan
(44). Penyakit bilier juga telah dilaporkan setelah infeksi Cyclospora
(50, 172). Kolesistitis Acalculous dilaporkan untuk HIV-positif dan AIDS asien
(172, 196) dan diselesaikan setelah memulai pengobatan. Pasien ini disajikan
dengan benar atas kuadran sakit perut dan fosfatase alkali tingkat tinggi (171).
Koinfeksi dengan Cyclospora, Cryptosporidium, dan lain parasit telah dijelaskan
23
untuk imunokompeten dan immunocompromised individu (9). Guillain-Barre
syndrome (GBS) (158) dan sindrom Reiter (41) juga telah dilaporkan setelah
infeksi Cyclospora. Dalam kasus pertama, 18 jam setelah masuk pasien itu
quadriparetic, areflexic, dan ventilasi mekanik. Bukti menyarankan Cyclospora
akibat respon imun yang mengakibatkan GBS parah(158). Dalam kasus kedua,
pasien memiliki cyclosporiasis dan alergi sulfa dengan demikian tidak dapat
diobati dengan trimethoprim- sulfamethoxazole (TMP-SMX). Kemudian, pasien
ini dikembangkan okular peradangan, oligoarthritis inflamasi, dan steril uretritis.
Meskipun sindrom Reiter bisa memiliki menjadi kebetulan, penulis mengusulkan
Cyclospora sebagai lain menular pemicu sindrom Reiter (41).
Cyclospora cayetanensis menginfeksi saluran pencernaan melalui
makanan dan air yang terkontaminasi atau dari kontak dengan kotoran. Gejala
klinis yang timbul berupa diare cair (buang air lebih dari 6 kali perhari),
kehilangan nafsu makan, perut kembung, kram, banyak flatus, sakit perut,
muntah, mual, tidak nafsu makan, kejang abdomen, lelah dan penurunan berat
badan, demam jarang terjadi. Gejala umumnya mulai sekitar 1 minggu (5-8
hari) setelah menelan ookista dan ini bisa bertahan selama sebulan atau lebih.
Cyclospora masuk ke epitel usus halus dan menyebabkan enteritis. Usus kecil
menjadi inflammed, dan parasit penyebab perubahan mukosa yang meliputi
atropy vili dan hiperplasia crypt. Infeksi ringan dapat menghasilkan sedikit atau
tidak ada tanda-tanda klinis .11
2.7 Akibat yang ditimbulkan oleh Cyclospora cayetanensis
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa Cyclospora cayetanensis
merupakan protozoa yang menyebabkan diare karena menginfeksi saluran
pencernaan. Infeksi ini biasa disebut Cyclosporasis. Cyclospora cayetanensis
paling sering menimbulkan diare akut pada anak-anak. Pada tahun 2005, di
dekat desa untuk Ismir, Turki, ditemukan 30 kasus dengan gejala perut sakit,
diare, dan mual pada anak usia sekolah. Di antara 191 penduduk setempat, 5%
memiliki infeksi Cyclospora (22,8% pasien berusia di bawah 14 tahun). Infeksi
yang paling mungkin adalah diperoleh dari konsumsi air yang tercemar. Di
24
Pokhara, Nepal, wabah ditularkan melalui air yang terkontaminasi Cyclospora
dimana 12 dari 14 tentara Inggris terserang diare.4
Cyclospora menginfeksi usus kecil, terutama jejunum. Sembilan pasien
yang mengalami sakit di saluran pencernaan yang disebabkan oleh Cyclospora
di Nepal diperiksa secara endoskopik, dimana terdapat bukti histologis pada
mereka yaitu adanya luka pada usus kecilnya. Lima dari sembilan pasien
memiliki tingkat moderat yang ditandai dengan eritema pada duodenum distal.
Ookista Cyclospora diamati pada aspirasi duodenum. Semua pasien memiliki
peradangan akut tingkat ringan sampai sedang yang terjadi pada lamina
propria, dan neutrofil (diamati pada 5 dari 9 kasus). Selain itu, peradangan
kronis baik tingkat ringan atau sedang dialami pada semua sampel.
Peningkatan plasma sel pada lamina propia juga diamati.4
Pada infeksi akibat Cyclospora ini terjadi perubahan dari jaringan epitel
termasuk fokus vakuolisasi yaitu dimana ujung-ujung vili di usus halus
menghilang (lebih tepatnya menjadi rata atau tidak menonjol lagi) dari
permukaan epitel dan juga terjadi perubahan sel-sel dari yang bentuk kolumnar
menjadi kubus. Bentuk-bentuk jaringan ini menunjukkan tingkat ringan sampai
moderat untuk fase keparahan atrofi vili parsial dan crypt hiperplasia, akibatnya
vili-vili yang ada di usus menjadi tumpul (hampir rata, tidak menonjol lagi) dan
daerah yang rata semakin luas. Oleh karena itu, mengakibatkan pencernaan
tidak stabil dan akhirnya diare.4
Anehnya tidak ada vakuola parasit yang teramati selama pemeriksaan
infeksi tersebut dalam salah satu bagian biopsi yang diperiksa. Pada tahun
1996, Deluol et al, mendeskripsikan adanya vakuola intracytoplasmic
supranuclear yang berbentuk merozoit yang strukturnya seperti koma sebesar 6
– 8 pada pasien infeksi Cyclospora.4
Organisme ini hadir dalam lokasi supranuclear dari mukosa vili dan hadir
di kriptus. Histologi pemeriksaan biopsi lambung, rektum, sigmoid dan
melintang tidak ditemukan adanya organisme. Jadi, organisme parasit ini hanya
hidup dan menginfeksi pada usus halus saja terutama yeyenum. Pada tahun
1997 dalam suatu penelitian ditunjukkan kehadiran stadium seksual dari
organisme coccidian ini pada 17 pasien dengan infeksi Cyclospora. Kehadiran
25
tahap seksual dan aseksual di host yang sama mengindikasikan bahwa siklus
kehidupannya yang dapat diselesaikan dalam satu host.4
Biopsi dari pasien-pasien ini menunjukkan edema dan infiltrasi difus dari
mukosa vili oleh sel-sel inflamasi campuran. Sel-sel plasma dan limfosit-limfosit
banyak yang muncul dan juga eosinofil di 4 dari 17 kasus. Pada tahun 1999,
Connor dkk. mengamati tiga pasien dengan cyclosporiasis. Mereka melaporkan
pada pasien-pasien ini terjadi akumulasi selubung mielin (MLM) antara dasar
dan sisi enterosit. Dalam salah satu kasus, akumulasi selubung mielin muncul
sesaat setelah infeksi, menunjukkan adanya inflamasi (peradangan) yang
sedang berlangsung atau proses imunologi sedang berjalan.4 Masa inkubasi
infeksi ini rata-rata 1 minggu.
- Terhadap populasi yang rentan terkena infeksi C. cayetanensis:
Rentang host yang dijadikan tempat hidupnya belum secara pasti
ketahui, namun saat ini hanya manusia yang diketahui sebagai hostnya,
dengan simpanse dan primata lainnya berpotensi sebagai hostnya pula. Infeksi
oleh C. cayetanensis dimulai ketika partikel-partikelnya menginjeksi sel-sel
epitel dari usus halus.4
Di negara-negara industri kebanyakan orang rentan terhadap infeksi.
Kemungkinan populasi yang terkena penyakit ini adalah anak-anak atau orang
tua. Di negara maju, cyclosporiasis telah diobservasi pada wisatawan (0,6%)
atau ekspatriat yang mengunjungi negara endemik penyakit ini yaitu dengan
cara melihat immunocompromised dan immunocompetent-nya. Orang dengan
imun yang rentan, daya tahan tubuhnya tidak kuat, akan mudah terkena infeksi
ini. Sementara di negara berkembang C. cayetanensis terdeteksi dalam 9,1
menjadi 13,6% dari kasus klinis antara ekspatriat, sebagai besar kasus
menimpa orang dewasa. Infeksi diteliti pada musim hujan dimana feses
mengandung 100 sampai 327.600 ookista Cyclospora per gram. Tingkat infeksi
C. cayetanensis ini lebih rendah pada anak-anak sekolah yang diobservasi
daripada kejadian infeksi per 19,3 orang per tahun.4
Pada daerah-daerah endemik, anak-anak lebih mungkin untuk terkena
penyakit ini. Tingkat keparahan gejala dan durasi infeksi cenderung lebih ringan
setelah terjadi infeksi berulang, karena lama-kelamaan infeksi tersebut bisa
26
mensugesti kekebalan tubuh dengan sendirinya. Anak-anak yang agak lebih
tua dan orang dewasa mungkin resisten terhadap infeksi atau bahkan bisa
tidak terkena infeksi tersebut. Orang yang positif mengidap HIV juga rentan
dengan infeksi ini. Karena immunocompromised-nya tidak adekuat untuk
melawan protozoa ini.4
Cyclospora telah dilaporkan menyerang anak-anak yang tinggal di
pinggiran kota Trujillo, Peru. Prevalensi Cyclospora pada anak-anak ini (dari
umur 1 sampai 9 tahun) adalah 13%. Nepal merupakan daerah endemik
Cyclospora dan beberapa penelitian telah dilakukan di sana untuk lebih
memahami epidemiologi dari Cyclospora ini. Antara tahun 1989 dan Juni 1991,
diadakan penelitian dengan 964 sampel diperoleh dari wisatawan dan
ekspatriat. Cyclospora diidentifikasi 108 (11%) orang mengalami infeksi dengan
gejala gangguan gastrointestinal. Prevalensi Cyclospora di Nepal anak berusia
6 sampai 60 bulan juga mengalaminya yang ditandai dengan diare yaitu
sebanyak 5%, sementara hanya 2% dari anak-anak tersebut yang tidak terkena
cyclosporiasis.4
2.8 Pencegahan transmisi Cyclospora cayetanensis
Setiap orang harus menyadari bahwa satu-satunya cara untuk
mencegah penyakit adalah menghindari kontak oral dengan produk yang
terkontaminasi karena belum ada vaksinasi untuk cyclosporiasis. Makanan dan
air harus dari sumber-sumber yang dapat dipastikan kebaikannya dan terawat.
Cara terbaik untuk menghindari paparan Cyclospora adalah menghindari
makanan yang tidak aman dari sumber kontaminan. Setiap makanan yang akan
dimakan mentah, seperti memproduksi, harus dicuci dahulu dengan air yang
benar-benar bersih sebelum digunakan atau dikonsumsi. Hal itu akan
menurunkan, meskipun tidak akan menghilangkan risiko transmisi terhadap
Cyclospora. Wisatawan yang datang ke negara miskin sumber daya atau
daerah lain dengan sub-standar fasilitas pengolahan limbah cair yang rendah
harus disarankan untuk mengikuti tindakan pencegahan yang dapat ditemukan
di CDC "Buku Kuning," Kesehatan Informasi untuk Perjalanan Internasional.1
27
Risiko penyebarang cayetanensis C dari pasar atau dari fasilitas-fasilitas
produksi (alat-alat produksi) bisa jauh berkurang apabila pedoman sanitasi dan
kebersihan lingkungan yang dianjurankan oleh Food and Drug Administrasi
diterapkan dengan tepat dan benar. Pedoman ini mencakup Kode Makanan
FDA, Praktek-Praktek Pabrik yang baik untuk dewasa ini (Good Manufacturing
Practices (cGMPs)) dan Standar Prosedur Pengoperasian Sanitasi, semua
pedoman tersebut dapat dijadikan arahan dalam penangan makanan dan
penyimpanannya. Informasi lebih lanjut juga dapat diperoleh dari situs Florida
untuk perusahaan makanan ritel, yang dapat ditemukan di
http://www.leg.state.fl.us/statutes.1
Menjaga higiene pada diri sendiri itu sangat penting. Banyak yang bisa
dilakukan untuk higiene perorang yaitu salah satunya dengan mencuci tangan.
Mencuci tangan yang benar sangat penting dalam menghindari transmisi dari
berbagai penyakit-penyakit bawaan makanan (foodborne disease) dan
merupakan hal yang harus dipraktekkan oleh semua orang baik individu biasa
maupun tenaga profesional (tenaga medis) untuk selanjutnya bisa menjaga
sanitasi lingkungan umum.1
Penyebab utama penyakit bawaan makanan pada perusahaan ritel
berasal dari rendahnya kebersihan pribadi (higiene perorangan), terutama
dalam hal kurang tepatnya mencuci tangan. Baik higiene perorang maupun
sanitasi lingkungan adalah faktor yang paling penting dalam mencegah
foodborne disease. Tangan kotor bisa mencemari makanan. Meskipun tangan
mungkin terlihat bersih, namun mikroorganisme yang menyebabkan penyakit
terlalu kecil untuk dilihat. Oleh karena itu, setiap kali menyiapkan makanan,
kontak dengan barang-barang yang bukan termasuk bagian dalam proses
pengolahan makanan, maka harus segera mencuci tangan (kembali). Hal yang
sama berlaku bahkan ketika memakai sarung tangan.1
Tidak ada aturan “belum lima detik” untuk makanan karena makanan
yang sudah jatuh akan segera terkontaminasi dengan mikroorganisme yang tak
terlihat oleh mata kita. Jutaan kuman dapat ditransfer melalui kontak. Berikut
merupakan daftar saat-saat yang harus mencuci tangan, bahkan saat
mengenakan sarung tangan:
28
Sebelum mengolah makanan, menyiapkan, atau melayani
Sebelum menangani peralatan bersih-bersih atau dishware
Setelah menggunakan kamar kecil;
Setelah menyentuh wajah, luka;
Setelah merokok, makan, atau minum;
Setelah memegang daging mentah-terutama unggas;
Setelah menyentuh peralatan yang tidak bersih, pakaian kotor, kain
mengelap yang kotor, dll, serta
Setelah mengumpulkan dan membuang sampah.1
Berikut cara mencuci tangan yang tepat, yaitu:
1. Basahi tangan dengan air hangat.
2. Gunakan sabun dan cuci tangan selama 20 detik.
• Perhatikan daerah-daerah yang sulit dijangkau seperti lipatan buku-
buku jari, antara lipatan buku jari, antara jari dan di bawah jari kuku
• Sertakan pergelangan tangan di akhir proses caranya sama seperti
mencuci tangan biasa.
3. Cuci bersih lalu keringkan dengan kertas atau handuk sekali pakai.3
Ada beberapa cara lain untuk meminimalkan risiko transmisi
foodborne disease, yaitu:
1. Gunakan dan minum air murni (air perkotaan, air mineral dalam
botol, dll), terutama ketika mengunjungi negara-negara berkembang
atau di mana persediaan air sanitasinya masih di bawah tingkat
sanitasi yang seharusnya. Bila perlu botol air mineral dimurnikan
dengan cara direbus.
2. Mengupas, memasak, atau mencuci dahulu buah-buahan dan
sayuran, bahkan salad yang dikemas pun sebelum disajikan atau
sebelum pengolahan. Untuk pengolahan, hanya menggunakan air
minum dari pasokan air kota bukan sungai apalagi sungai yang
tercemar limbah industri.
3. Jangan gunakan pupuk kandang yang bukan pupuk khusus untuk
buah dan sayuran. Program Nasional Organik USDA menetapkan
peraturan mengenai waktu tabel yang terkait dengan pupuk kompos.
29
4. Aplikasi limbah lumpur untuk tujuan pertanian juga diatur oleh Kode
Federal Peraturan.
5. Iradiasi mungkin bisa menghilangkan parasit Cyclospora dari produk
segar; memungkinkan diterapkan pada langkah produksi produk
segar.1
Bila sudah terlanjur terkena infeksi Cyclospora, maka yang dapat
dilakukan adalah pengobatan, berikut adalah pengobatan yang dapat
dilakukan:
Cyclosporiasis dapat di obati dengan memberikan obat trimetroprim
(TMP)-sulfametoksazol (SMX) selama 7 hari (untuk orang dewasa, 160 mg
TMP plus 800 gram SMX dua kali sehari; untuk anak-anak, 5 mg/kg TMP
ditambah 25mg/kg SMX dua kali sehari). Pada penderita yang tidak diobati,
penyakit ini dapat berlangsung dalam waktu yang lama, dengan gejala yang
hilang timbul.
30
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cyclospora cayetanensis adalah protozoa yang menyebabkan penyakit
pada manusia dan primata lain. Protozoa ini sering terdapat dalam buah segar.
Sifatnya yang mudah berpindah tempat baik ekspor maupun impor maka
mengakibatkan protozoa ini mudah berkembang, terutama pada wilayah yang
endemik. Berbagai metode dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
Cyclospora dalam suatu tempat maupun bahan makanan.
Cyclospora sifatnya tidak tahan panas sehingga potensi perpindahan
patogen terutama pada transaksi pangan yang dikonsumsi segar seperti buah-
buahan dan sayuran. C. cayetanensis terdapat dalam beberapa makanan yang
menyebabkan makanan tersebut menjadi makanan penyebab penyakit
(foodborne), makanan tersebut diantaranya raspberry, daun kemangi, biji
kacang polong, apel. Selain itu, Cyclospora juga mengkontaminasi air untuk
pertanian pada tanaman-tanamannya.
Penyakit yang ditimbulkan oleh spesies foodborne agent ini, salah
satunya yang sering terjadi adalah diare. Selain diare; kejang perut, anoreksia,
kehilangan/ penurunan berat badan, serta mual dan muntah merupakan akibat
yang ditimbulkan dari adanya Cyclospora ini.
Infeksi Cyclospora ditandai dengan anoreksia, mual, perut kembung,
kelelahan kram, perut, diare, demam ringan, dan penurunan berat badan.
Gejala yang ditimbulkan dari Cyclospora ini berbeda, baik pada daerah
endemik maupun nonendemik. Infeksi ini terjadi pada saluran pencernaan, dan
disebut dengan Cyclosporiasis.
Pencegahan yang dapat dilakukan yakni dengan menjaga higiene dan
sanitasi diri sendiri, dan menghindari makanan dan minuman dari sumber
kontaminan.
31
3.2 Saran
Agar tidak terkena infeksi Cyclospora cayetanensis, maka jaga
kebersihan (higiene dan sanitasi) dalam segala hal, terutama dari makanan dan
minuman yang akan dikonsumsi.
Lakukan cara-cara untuk meminimalkan risiko terkenanya infeksi dari
berbagai foodborne disease, salah satunya hindari sumber kontaminan
foodborne agent ini.
Bila sudah terkena infeksi maka lakukan pengobatan secepatnya.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Gerald S, Keith R. S, Renée M. G, Mike M, and Rajya S. Preventing
Foodborne Illness: Cyclospora cayetanensis (online). 2012. (cited: 2012 April
28). Available from: http://edis.ifas.ufl.edu/fs130
2. Jimmy, E. S. Cyclospora cayetanensis. (update: 2011 Mei; cited: 2012 Mei
6). Available from: http://jimmy-zone.blogspot.com/2011/09/cyclospora-
cayetanensis.html#!/2011/09/cyclospora-cayetanensis.html
3. Dewanti, Ratih,. Hariyadi. Emerging Pathogen dalam Industri Pangan
(online). (cited: 2012 Mei 06). Available from:
http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=55886
4. Ortega, Ynes R, and Sanches Roxana. Update on Cyclospora cayetanensis,
a Food-Borne and Waterborne Parasite. Clinical Microbiology Reviews. 2010
Januari: 23(1); 14-1.
5. Steve J. Upton. Cyclospora cayetenensis (online). 2001 (update: 2001
Oktober 11; cited: 2012 April 28). Available from: http://www.k-
state.edu/parasitology/cyclospora/cyclospora.html
6. S.J. Upton. Animal Parasitology (online). (cited : 2012 April 29). Available
from URL : http://www.k-
state.edu/parasitology/625tutorials/Apicomplexa10.html
7. Life cycle of Cyclospora cayetanensis (online). (cited : 6 Mei 2012). Available
from URL :
http://www.pathobio.sdu.edu.cn/sdjsc/parasiteimages/cyclospora_lifecycle.ht
ml
8.Hastomo.DIARE YANG DISEBABKAN OLEH CYCLOSPORA (online).
(update 29 Maret 2011; cited : 2012 April 29). Available from URL :
http://hastomodjogja.blogspot.com/
9. Eppy. Diare Akut. SMF Penyakit Dalam RSUP Persahabatan. Jakarta
artikel
10. Barbara L. Herwaldt. Cyclospora cayetanensis: A Review, Focusing on the
Outbreaks of Cyclosporiasis in the 1990s. Division of Parasitic Diseases,
Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, Georgia
33
11. Cyclospora cayetanensis (online). (cited 2012 May 05). Available from URL:
http://akukamupintar.blogspot.com/2011/10/cylospora-cayetanensis-
blastocystis.html.
top related