makalah perbankan syariah
Post on 14-Dec-2015
98 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKALAH PERBANKAN SYARIAH
“JASA (FEE-BASED SERVICES)”
Dosen : Neng Kamarni S.E, M.Si
Oleh
AGUNG SETIABUDI
1210513036
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan kepada kehadirat Allah SWT. Karena atas limapahan
rahmat dan hidayah-Nya pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
berjudul “ JASA (FEE-BASED SERVICES)”. Makalah ini disusun agar dapat bermanfaat sebagai
media sumber informasi dan pengetahuan.
Ucapan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Perbankan Syariah, teman-teman dan
semua pihak yang telah terlibat dan memberikan dukungan dalam proses penyusunan makalah
ini, sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Pemakalah menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan
saran yang bersifat konstruktif sangat dibutuhkan. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna
serta bias digunakan sebagaimana mestinya.
Padang, April 2015
1 | P a g e
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................. 2
BAB. I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 4
BAB. II. PEMBAHASAN
2.1 Al-Wakalah ................................................................. 5
2.2 Al-Kafalah ................................................................. 9
2.3
2.4
2.5
Al-Hawalah
Ar-Rahn
Al-Qardh
.................................................................
.................................................................
.................................................................
12
14
18
BAB. III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 22
2 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak
lain, yang pada dasarnya tidak terwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dengan suatu produk fisik (Kotler, 2005:486).
Jasa adalah produk yang tidak dapat dilihat yang kita beli dan gunakan tetapi tidak pernah
memiliki (Solomon, 2003:7).
Jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukanlah produk atau konstruksi
fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada saat bersamaan, dan nilai
tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan) yang
secara prinsip tidak berwujud pada pembeli pertamanya (Zeithaml, 2003:3).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan suatu tindakan atau aktivitas yang
ditawarkan pada pihak lain dan tidak berwujud tetapi bisa dinikmati manfaatnya.
Dari segi Islam jasa terbagi atas 5 yaitu:
1. Al-Wakalah (Deputyship)
2. Al-Kafalah (Guaranty)
3. Al-Hawalah (Transfer Services)
4. Ar-Rahn (Mortage)
5. Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)
3 | P a g e
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian dan Landasan Syariah dari Al-Wakalah ?
2. Apa Pengertian dan Landasan Syariah dari Al-Kafalah ?
3. Apa Pengertian dan Landasan Syariah dari Al-Hawalah ?
4. Apa Pengertian dan Landasan Syariah dari Ar-Rahn ?
5. Apa Pengertian dan Landasan Syariah dari Al-Qardh ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui dan memahami Pengertian dan Landasan Syariah dari Al-Wakalah.
2. Mengetahui dan memahami Pengertian dan Landasan Syariah dari Al-Kafalah.
3. Mengetahui dan memahami Pengertian dan Landasan Syariah dari Al-Hawalah.
4. Mengetahui dan memahami Pengertian dan Landasan Syariah dari Ar-Rahn.
5. Mengetahui dan memahami Pengertian dan Landasan Syariah dari Al-Qardh.
1.4 Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep Jasa dalam
Perbankan Syariah. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai bahan penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya
tentang konsep al-wakalah, al-kafalah, al-hawalah, ar-rahn, dan al-qardh.
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang konsep Jasa baik secara teoritis maupun
secara praktis.
4 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Al-Wakalah (Deputyship)
A. Pengertian al-wakalah
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandate. Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Contoh kalimat
“aku serahkan urusanku kepada Allah” mewakili pengertian istilah tersebut.
Pengertian yang sama dengan menggunakan kata al-hifzhu disebut dalam firman
Allah. “Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia sebaik-baik Pemelihara.”(Ali-
Imran:173)
Akan tetapi, yang dimaksud sebagai al-wakalah dalam pembahasan bab ini adalah
pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal yang diwakilkan.
B. Landasan Syariah
Islam mensyariatkan al-wakalah karena manusia membutuhkannya tidak setiap
orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusannya
sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada
orang lain untuk mewakili dirinya.
a. Al-Quran
Salah satu dasar dibolehkannya al-wakalah adalah firman Allah SWT
berkenaan dengan kisah Ash-habul Kahfi.
“Dan demikianlah kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara
mereka sendiri. Berkata salah seorang di antara mereka,’Sudah berapa lamakah
kamu berada disini ?’ Mereka menjawab, ‘Kita sudah berada (di sini) satu atau
setengah hari’, Berkata (yang lain lagi), ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa
lamanya kamu berada (di sini). Maka, suruhlah salah seorang di antara kamu
pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat
manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu
untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seseorang pun.” (Al-Kahfi:19)
5 | P a g e
Ayat lain yang menjadi rujukan al-wakalah adalah kisah tentang Nabi
Yusuf a.s. saat ia berkata kepada raja.
“Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” (Yusuf:55)
b. Al-Hadist
Banyak hadist yang dapat dijadikan landasan keabsahan wakalah, di
antaranya.
“Bahwasanya Rasulullah saw. Mewakilkan kepada Abu rafi’ dan seorang Anshar
untuk mewakilinya mengawini Maimunah bintil-Harits.” (Malik no.678, kitab al-
Muwaththa’, bab Haji)
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang
lain untuk berbagai urusan. Di antaranya adalah membayar utang, mewakilkan
penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, mebagi kandang
hewan, dan lain-lainnya.
c. Ijma
Para ulama pun bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah.
Mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal
tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan
takwa. Tolong-menolong diserukan oleh Al-Quran dan disunahkan oleh rasulullah
saw. Allah berfirman,
“…Dan, tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan janganlah kamu tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan
permusuhan….” (Al-Ma’idah:2)
Dalam perkembangan fiqih islam, status wakalah sempat diperdebatkan;
apakah wakalah masuk dalam kategori niabah, yakni sebatas mewakili, atau
kategori wilayah atau wali ? hingga kini, dua pendapat tersebut terus berkembang.
Pendapat pertama menyatakan bahwa wakalah adalah niabah atau
mewakili. Menurut pendapat ini, si wakil tidak dapt menggantikan seluruh fungsi
muwakil.
Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah karena
khilafah (menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih
6 | P a g e
baik, sebagaimana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih
baik, walaupun diperkenankan secara kredit.
C. Rukun Wakalah
Agar perwakilan itu dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan syarak,
mereka yang berwakalah harus mengikuti rukun sebagai berikut:
a. Ada yang mewakilkan dan wakil. Anak kecil yang dapat membedakan baik dan
buruk dapat (boleh) mewakilkan dalam tindakan-tindakan yang bermanfaat,
seperti prwakilan untuk menerima hibah, sedekah, dan wasiat.
b. Ada suatu yang diwakilkan.
Syarat-syarat sesuatu yang diwakilkan adalah sebagai berikut.
1. Menerima penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain
untuk mengerjakannya. Tidak sah mewkilkan Sesuatu, seperti shalat,
puasa, dan membaca ayat al-Qur’an.
2. Dimiliki oleh yang berwakil ketika ia berwakil. Oleh karena itu, batal
mewakilkan sesuatu yang akan di beli.
3. Di ketahui dengan jelas. Batal mewakilkan sesuatu yang masih samar,
seperti seseorang berkata : “aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk
menikahkan salah seorang anakku.”
4. Ada lafal yang menunjukkan rida yang mewakilkan dan wakil
menerimanya.
Contoh: orang yang mewakilkan itu berkata, “saya wakilkan atau
saya serahkan kepada engkau untuk mengerjakan pekerjaan ini.”
Pertanyaan ini tidak membutuhkan Kabul dari pihak yang diwakilkan.
Orang yang mewakili tidak boleh mewakilkan kepada orang lain
tanpa seizin dari pihak yang pertama mewakilkan.
D. Syarat-syarat Wakalah
Terselenggaranya wakalah sah apabila memeenuhi persyaratan berikut.
a. Orang yang mewakilkan adalah orang yang sah menurut hukum.
b. Pekerjaan yang diwakilkan harus jelas. Tidak boleh mewakilkan pekerjaan kepada
orang lain yang tidak jelas.
7 | P a g e
c. Tidak boleh mewakilkan dalam hal ibadah karena ibadah menuntut dikerjakan
secara badaniyyah dan dilakukan sendiri (seperti shalat, puasa, dan membca ayat
al-Qur’an).
E. Hal-hal yang boleh di wakilkan
Berapa perbuatan yang boleh diwakilkan yaitu ibadah haji, membeli binatang kurban,
membagi zakat, dan perniagaan (jual beli).
F. Berakhirnya Akad Wakalah
Akad wakalah akan berakhir apabila terdapat hal-hal berikut.
a. Salah seorang yang berakad gila. Syarat sah akad salah satunya orang yang
berakad berakal.
b. Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud.
c. Salah seorang dari yang berakad meninggalkan karna salah satu syarat sah akad
adalah orang yang berakad masih hidup.
d. Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil, sekalipun wakil belum
mengetahui (pendapat syafi’I dan Hambali).
e. Wakil memutuskan sendiri.
f. Keluarnya orang yang mewakilkan dari status pemilikan.
G. Hikmah Wakalah
Hikmah yang diperoleh dari wakalah antara lain sebagai berikut.
a. Mengajarkan prinsip tolong menolong antara satu dengan yang lainnya untuk
tujuan kebaikan, bukan untuk kejahatan atau kemaksiatan.
b. Mengajarkan kepada manusia untuk merenungi bahwa hidup ini tidak sempurna.
Dalam memenuhi kebutuhannya, tidak semua pekerjaan dapat dilakukan atau
diselesaikan sendiri. Oleh sebab itu manusia perlu mewakilkan kepada orang lain.
c. Memberikan kesempatan bagi orang lain untuk melakukan sesuatu sehingga
mengurngi pengangguran.
8 | P a g e
NASABAH
MUWAKIL
BANK
WAKIL
INVESTOR
MUWAKIL
Skema al-Wakalah
2.2 Al-Kafalah (Guaranty)
A. Pengertian al-kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam
pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin
dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
B. Landasan Syariah
a. Al-Quran
Dasar hukum untuk akad memberi kepercayaan ini dapat dipelajari dalam
Al-quran pada bagian yang mengisahkan Nabi Yusuf.
“Penyeru-penyeru itu berseru, ‘ Kamikehilangan pila raja dan barangsiapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan
aku menjamin terhadapnya.” (Yusuf:72).
b. Al-Hadist
Landasan Syariah dari pemberian fasilitas dalam bentuk jaminan kafalah
pada ayat di atas dipertegas dalam hadist Rasulullah,
“ Telah dihadapkan kepada rasulullah saw. (mayat seorang laki-laki untuk
dishalatkan)…Rasulullah saw, bertanya “Apakah dia mempunyai warisan?”
9 | P a g e
Agency Administration Collection Payment Co Arranger Dll.
TAUKIL
Kontrak + Fee
Kontrak + Fee
Para sahabat menjawab, ”Tidak.” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah dia
mempunyai utang?” Sahabat menjawab “Ya, sejumlah tiga dinar.” Rasulullah
pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak).
Abu Qatadah lalu berkata, “Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.” Maka
Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.” (HR Bukhari no 2127, kitab al-
Hawalah).
C. Rukun Kafalah
a. Adh-Dhamin (orang yang menjamin)
b. Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang)
c. Al-Madhmun ‘anhu (orang yang berhutang)
d. Al-Madhmun (objek jaminan) berupa hutang, uang, barang atau orang
e. Sighah (akad/ijab)
D. Syarat Kafalah
a. Kafil yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal,
merdeka dalam mengelola harta bendanya/tidak dicegah membelanjakan hartanya
dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
b. Mafkul lahu. yaitu orang yang berpiutang, Syaratnya yang berpiutang diketahui
oleh orang yang menjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, ada
yang keras dan ada yang lunak.
c. Makful ‘anhu adalah orang yang berutang, tidak disyaratkan baginya kerelaan
terhadap penjamin karena pada prinsipnya hutang itu harus lunak, baik orang
yang berhutang rela maupun tidak. Namun lebih baik dia rela/ridha.
d. Al-Makful adalah utang, barang atau orang. Disebut juga madmun bih atau makful
bih. Disyaratkan pada makfuln dapat diketahui dan tetap keadaannya (ditetapkan),
baik sudah tetap maupun akan tetap.
e. Sighat atau lafadz adalah pernyataan yang diucapkan oleh penjamin, disyaratkan
keadaan sighat mengandung makna menjamin, tidak digantungkan kepada
sesuatu dan tidak berarti sementara.
10 | P a g e
E. Jenis al-Kafalah
a. Kafalah bin-Nafs
Kafalah bin-nafs merupakan akad meberikan jaminan atas diri (personal
guarantee).
b. Kafalah bil-Maal
Kafalah bil-maal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.
c. Kafalah bit-Taslim
Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang
disewa, pada masa waktu masa sewa berakhir.
Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan
nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan (leasing
company). Jamiman pembayaran bagi bank dapt berupa deposito/ tabungan dan
bank dapat membebankan uang dan jasa (fee) kepada nasabah itu.
d. Kafalah al-Munjazah
Kafalah al-munjazah adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka
waktu untuk kepentingan/tujuan tertentu.
e. Kafalah al-Muallaqah
Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, baik
oleh industry perbankan maupun asuransi.
Skema Al-Kafalah
11 | P a g e
TERTANGGUNG
(Jasa/Objek)
PENANGGUNG
(Lembaga Keuanganan)
DITANGGUNG
(Nasabah)
JAMINAN KEWAJIBAN
2.3 Al-Hawalah
A. Pengertian Al-Hawalah
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan
beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal’alaih atau
orang yang berkewajiban membayar utang.
B. Landasan Syariah
Hawalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma.
a. Sunnah
Imam Bukhari dan muslim meriwayatkan dari abu hurairah bahwa Rasulullah
saw. Bersabda,
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan,
jika salah seorang dari kamu diikutkan (di-halah-kan) kepada orang yang
mampu/kaya, terimalah hawalah itu.”
Pada hadist tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang
mengutangkan, jikaorang yang berutang meng-hawalah-kan kepada orang yang
kaya/mampu, hendaklah ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih
kepada orang yang di-hawalah-kan (muhal’alaih). Dengan demikian, haknya
dapat terpenuhi.
b. Ijma
Ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada utang yang
tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh
sebab itu, harus pada uang atau kewajiban financial.
C. Rukun dan Syarat Hawalah
a. Muhil
Muhil adalah orang yang berutang (debitor) yang memindahkan utangnya kepada
orang lain. Muhil haruslah orang yang mampu berakad, yaitu orang yang sudah
akil baligh dan berakal sehat. Hawalah tidak sah jika berasal dari orang gila atau
anak kecil yang belum bisa berpikir.
12 | P a g e
b. Muhal
Muhal adalah pemberi jaminan (kreditor) yang utangnya dipindahkan untuk
dilunasi oleh orang lain yang bukan peminjamnya atau orang yang memberi
pinjaman kepada muhil yang memindahkan utangnya untuk dilunasi oleh orang
lain.
c. Muhal ‘Alaih
Muhal ‘alaih adalah orang yang harus melunasi utang kepada muhal. Muhal ‘alaih
harus orang yang sudah akil-baligh.
d. Muhal Bih
Muhal bih adalah hak muhal yang harus di lunasi oleh muhil, namun kewajiban
(untuk melunasi) hak itu, kemudian dialihkan oleh muhil kepada muhal ‘alaih.
Syarat muhal bih antara lain adalah berupa utang dan utang tersebut bersifat tetap.
Hawalah tidak sah jika dalam bentuk benda-benda berwujud karena hawalah
merupakan pengalihan hukum sementara pengalihan benda-benda berwujud
merupakan pengalihan hakiki.
e. Shighat (Ijab dan Qabul)
Ijab adalah ucapan muhil. Misalnya, “Saya alihkan kepadamu kewajiban (untuk
membayar utang) kepada si fulan”. Qabul adalah ucapan muhal misalnya “Saya
terima” atau “Saya ridha”. Ijab dan Qabul harus dilakukan di tempat akad.
D. Aplikasi dalam Perbankan
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal berikut :
a. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada
pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang
tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
b. Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayarkan
dulu piutang tersebut.
c. Bill discounting. Secara prinsip, bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya
saja, dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahasan
fee tidak didapati dalam kontrak hawalah.
13 | P a g e
E. Manfaat al-Hawalah
Seperti yang diuraikan di atas, akad hawalah dapat memberikan banyak sekali
manfaat dan keuntungan, di antaranya :
a. Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan simultan.
b. Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan,
c. Dapat menjadi salah satu fee-based income / sumber pendapatan nonpembiayaan
bagi bank syariah.
Adapun resiko yang harus diwaspadai dari kontrak hawalah adalah adanya kecurangan
nasabah dengan memberi invoice palsu atau wanprestasi (ingkar janji) untuk memenuhi
kewajiban hawalah ke bank.
Skema Al-Hawalah
2.4 Ar-Rahn (Mortage)
A. Pengertian Ar-Rahn
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
peminjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rhan
adalah semacam jaminan utang atau gadai.
14 | P a g e
MUHAL ‘ALAIH
(FAKTOR / BANK)
MUHIL
(PENYUPLAI)
MUHAL
(PEMBELI)
1. Suplai Barang
5. Bayar
4. Tagih3. Bayar
2. Invoice
B. Landasan Syariah
a. Al-Quran
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang)…” (Al-baqarah:283).
b. Hadist
“Aisyah r.a berkata, bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi
dan menjaminkan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari no. 1926 kitab al-Buyu,
dan Muslim)
“Anas r.a berkata,Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seseorang
yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.” (HR
Bukhari no.1927, kitab al-Buyu, Ahmad, Nasa’I, dan ibnu Majah).
C. Rukun rahn yaitu:
a. Shighat atau ijab qabul
b. Aqid (yang menggadaikan/Rahin dan yang menerima gadai/Murtahin)
c. Barang yang dijadikan jaminan (marhun)
d. Adanya hutang
D. Adapun syarat- syarat yang harus terpenuhi pada setiap rukun Rahn yaitu:
a. Shighat, yaitu bisa dengan lisan atau tulisan. Misalnya dengan kalimat “aku
gadaikan emasku ini dengan harga Rp. 500.000,-“, yang kemudian dijawab oleh
murtahin dengan kalimat “aku terima gadai emasmu dengan harga Rp. 500.000,-“.
Bahkan hanya dengan menggunakan isyaratpun boleh.
b. Aqid, adapun syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharruf, yaitu mampu
membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan gadai. Keduanya juga harus lulus syarat al-ahliyah.
c. Barang jaminan (Marhun), ulama Hanafiyah mensyaratkan marhun, antara lain:
1. Dapat diperjualbelikan
2. Bermanfaat
3. Jelas
4. Milik rahin
15 | P a g e
5. Bisa diserahkan
6. Tidak bersatu dengan harta lain
7. Dipegang (dikuasai) oleh rahin
8. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan
Rasulullah SAW. Bersabda:
“setiap barang yang boleh diperjualbelikan boleh dijadikan barang gadai”.
d. Hutang (Marhun Bih), dengan syarat berupa hutang yang dapat langsung
diberikan kepada rahin oleh murtahin. Hutang merupakan hak yang wajib
dikembalikan kepada orang yang berhutang.
E. Aplikasi dalam Perbankan
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut :
a. Sebagai produk pelengkap
Artinya sebagai akad tambahan (jamina/collateral) terhadap produk lain seperti
dalam pembiayaan bai’ almurabahah. Bank dapat menahan barang nasabah
sebagai konsekuensi akad tersebut.
b. Sebagai produk tersendiri
Dibeberapa Negara islam termasuk di antaranya adalah Malaysia, akad rahn telah
dipakai sebagai alternative dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan
pegadaian biasa, dalam rahn, nasabah tidak dikenakan bunga yang dipungut dari
nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat
bunga yang bias berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya
sekali dan ditetapkan di muka.
F. Manfaat ar-Rahn
Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah sebagai berikut :
a. Menjaga kemungkinan masalah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas
pembiayaan yang duberikan bank.
b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa
dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena
ada suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
16 | P a g e
c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, barang tentu akan sangat
membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama di daerah-daerah.
Adapun manfaat yang langsung didapat bank adalah biaya-biaya konkret
yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan asset
tersebut. Jika penahanan asset berdasarkan fidusia (penahanan barang bergerak
sebagai jaminan pembayaran), nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang
besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.
G. Resiko ar-Rahn
a. Resiko tak terbayarnya utang nasabah (wanprestasi)
b. Resiko penurunan nilai asset yang ditahan atau rusak.
Secara umum, penerapan gadai yang dikombinasikan dengan pembiayaan di perbankan
syariah, dapat digambarkana sebagai berikut.
Skema ar-Rahn
17 | P a g e
Marhun Bih
Pembiayaan
Murtahin
Bank
Rahin
Nasabah
Marhun
Jaminan
3. Akad Pembiayaan
4. Utang + Mark up
2. Permohanan Pembiayaan
1.b Titipan/Gadai Pembiayaan
1.a
1.c
2.5 Al-Qardh (Soft And Benevolent Loan)
A. Pengertian Al-qardhAl-qarh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam
literature fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad saling
membantu dan bukan transaksi komersial.
B. Landasan Syariah
Transaksi qardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadist riwayat Ibnu
Mjjah dan Ijma Ulama, Sungguhpun demikian, Allah SWT mengajarkan kepada kita agar
meminjamkan sesuatu bagi “agama Allah”.
a. Al-Quran
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan
melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh
pahala yang banyak.” (Al-Hadiid; 1)
Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseur untuk “
meminjamkan kepada Allah”, artinya untuk membelanjakan harta di jalan Allah.
b. Al-hadist
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa nabi SAW, berkata, “Bukan seorang muslim
(mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya
adalah (senilai) sedekah.” (HR Ibnu Majah no.2421, kitab al-ahkam; Ibnu Hibban
dan Baihaqi)
c. Ijma
Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan. Kesepakatan
ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bias hidup tanpa pertolongan dan
bantuan saudaranya. Tidak ada seorangpun yang memiliki segala barang yang ia
butuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari
kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap
kebutuhan manusia.
C. Aplikasi dalam Perbankan
a. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan
bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang
18 | P a g e
relative pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang
yang dipinjamkannya itu.
b. Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia bias
menarik dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito
c. Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu
sector social.
D. Rukun dan Syarat
Rukun:
a. Muqridh (pemilik barang)
b. Muqtaridh (yang mendapat barang atau peminjam)
c. Ijab qabul
d. Qardh (barang yang dipinjamkan)
Syarat sah qardh :
a. Qardh atau barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat, tidak
sah jika tidak ada kemungkinan pemanfaatan karena qardh adalah akad terhadap
harta.
b. Akad qardh tidak dapat terlaksana kecuali dengan ijab dan qabul seperti halnya
dalam jual beli.
E. Sumber Dana
Sifat al-qardh tidak memberi keuntungan financial. karena itu, pendanaan qardh dapat
diambil menurut kategori berikut :
a. Al-qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan
berjangka pendek. Talangan di atas dapat diambilkan dari modal Bank.
b. Al-qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan
social, dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan sedekah. Sumber dana diambil
dari bunga atas jaminan L/C di Bank Asing, dan sebagainya.
F. Manfaat al-Qardh
a. Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat
talangan dalam jangka pendek,
19 | P a g e
b. Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu cirri pembeda antara bank syariah
dan bank konvensional di dalamnya terkandung misi social, si samping misi
komersial
c. Adanya misi social-kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan
meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.
Resiko dalam Al-qardh terhitung tinggi karena ia dianggap pembiayaan
yang tidak ditutup dengan jaminan.
Skema Al-Qardh
20 | P a g e
NASABAH
KEUNTUNGAN
PROYEK USAHA
BANK
PERJANJIAN
QARDH
TENAGA KERJA
MODAL 100%
KEMBALI
MODAL100%
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandate.
Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Dan pelimpahan
kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal yang diwakilkan.
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian
lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan
berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban
utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal’alaih atau orang yang
berkewajiban membayar utang.
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
peminjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rhan
adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Al-qarh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam
literature fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad saling
membantu dan bukan transaksi komersial.
21 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Syafi’i Antonio, Muhammad.2001. “Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik”. Jakarta :
Gema Ansani
http://mahrunnysa.blogspot.com/2012/03/gadai-rahn.html
http://fueja92.blogspot.com/2013/06/akad-al-qord-dalam-perbankan-syariah.html
http://rahayusnailydea.blogspot.com/2013/11/al-hawalah.html
http://al-badar.net/pengertian-hukum-rukun-dan-syarat-wakalah/
22 | P a g e
top related