mekah kecil di tanah besemah : studi terhadap dinamika ...memeluk islam . proses masuknya islam ke...
Post on 14-Dec-2020
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
92
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Mekah Kecil Di Tanah Besemah :
Studi Terhadap Dinamika Perkembangan Islam di Desa Pardipe Kecamatan Dempo
Selatan Kota Pagaralam
Irpinsyah, Nor Huda Ali, Muhammad Syawaludin
Universitas Islam Negri Raden Fatah Palembang
Irpinsyah@gmail.com, norhuda@radenfatah.ac.id, syawaluddin@radenfatah.ac.id,
Abstract
This research entitled "Small Mecca in the Land Besemah Study of the Dynamics of the
Development of Islam in Pardipe Village" This study aims to explore the dynamics of the
development of Islam in the village of Pardipe from the phase of the arrival of Islam to this
day. This research includes field research with locations in Pardipe Village, South Dempo
Sub-District, Pagaralam City, South Sumatra. This type of research uses a type of qualitative
research, namely a procedure that produces qualitative descriptive data in the form of words,
images, and not numbers, from people or observable behavior. While the source of data from
this study is primary and secondary as for data collection in this study, the primary data
source in this study is the source of data obtained through interviews and observations about
the condition of the subject and object of research, secondary data sources in this study are
various documents or archives, artepak, news, and books relating to problems in research.
The results of this study can be concluded as follows the entry of Islam into the village of
Pardipe was brought by a mubalihg named Syeh Nurqodim Al-Baharudin or better known as
Puyang Awak. The dynamics that occur in the development of Islam in the village of Pardipe
is like following a cycle, where there are phases appearing to develop and experience decline.
There are several reasons why the village of Pardipe is referred to as the small Mecca, the
first because the village was the first place for the entry of Islam on weak land. white people
who often gather in the village
Keywords: Small Mecca, Besemah, Syeh Nurqodim Al-Baharudin
Abstraks
Penelitian ini berjudul “Mekah Kecil di Tanah Besemah Studi Terhadap Dinamika
Perkembangan Islam di Desa Pardipe” kajian ini bertujuan untuk mengali sejrah mengenai
dinamika perkembangan Islam di Desa Pardipe dari fase kedatangan Islam Sampai sekarang
ini. Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) dengan lokasi di Desa
Pardipe Kecamatan Dempo Selatan Kota Pagaralam Sumatera Selatan. Jenis penelitian
menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu prosedur yang menghasilakan data
deskriptif kualitatif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, dari orang-orang atau
perilaku yang dapat diamati. Sedangkan sumber data dari penelitian ini adalah primer dan
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
93
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
skunder adapun untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, Sumber data primer dalam
penelitian ini adalah sumber data yang diperoleh melalui wawancara dan pengamtan
(observasi) tentang kondisi subjek maupun objek penelitian, sumber data sekunder pada
penelitian ini adalah berbagai dokumen atau arsip, artepak, berita, dan buku-buku yang
berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut masuknya Islam ke desa Pardipe ini dibawa oleh seorang mubalihg yang
bernama Syeh Nurqodim Al-Baharudin atau lebih dikenal dengan sebutan Puyang Awak.
Dinamika yang terjadi dalam perkembangan Islam di desa Pardipe yaitu seperti mengikuti
sebuah siklus, dimana ada fase muncul berkembang dan mengalami kemunduruan. Ada
beberapa alasan mengapa desa Pardipe disebut sebagai Mekah kecil, yang pertama karna desa
tersebut adalah tempat pertama kali masuknya Islam di tanah besemah, yang kedua
pembangunan masjid pada masa Haji Umar sama seperti membangun masjid Nabawi di
Madinah, yang ketinga banyaknya berdatangan orang-orang berbaju putih yang sering
berkumpul di desa tersebut
Kata Kunci: Mekah Kecil, Besemah, Syeh Nurqodim Al-Baharudin
Pendahuluan
Islam dalam perkembangannya merupakan agama yang banyak berkaitan dengan
historis peradabannya. Tidak khayal jika dinamika peradaban Islam pun kerap muncul
berbagai perseptif serta Islam juga bersifat universal dan dinamis, Islam mengalami beberapa
pase dan tahapan dalam perkembangan dan penyebarannya. Ini dapat dilihat dari proses yang
terjadi pada mayarakat dalam penerimaan terhadap Islam sebagai rahmatan lil Alamin
(rahmat atau anugrah bagi seluruh alam)
Salah satu prinsip utama dalam hal ini,( Sutoyo:1992:3) bahwa Islam merupakan agama
yang menjadikan Allah sebagai Tuhan atau kepercayaan. Agama juga berfungsi mengatur
kehidupan sebelum kematian, perintah-perintah, larangan, anjuran, ibrah atau apapun yang ada
dalam al-quran yang ditujukan pada manusia, semuanya menceritakan proses bagaimana
kehidupan di dunia ini seharusnya dijalankan.
Proses penyebaran Islam di Indonesia pada umumnya tidak dapat dilepaskan dari
peranan para pedagang Islam., ahli-ahli agama Islam dan raja-raja atau penguasa yang telah
memeluk Islam . Proses masuknya Islam ke Indonesia pertama kali melalui lapisan bawah,
yakni masyarakat sepanjang pesisir utara. Dalam hal ini, pembawa Islam kepada masyarakat
Nusantara adalah para saudagar-saudagar Muslim, baik yang datang dari Gujarat maupun
Arab. Dari hubungan ini mereka saling mengenal dan terjadi hubungan yang dinamis. Para
saudagar muslim tidak semata-mata hanya berdagang melainkan juga berdakwah
(Abdurrahman Mas’ud : 2009:181).
Masuknya Islam ke wilayah Indonesia oleh (M. C. Ricklefs :1991:3) dibagi menjadi
dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam kemudian
menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia, seperti Arab, India, dan Cina yang telah
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
94
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
beragama Islam bertempat tinggal secara menetap di suatu wilayah Indonesia, melakukan
perkawinan dengan penduduk asli dan mengikuti gaya hidup lokal yang sedemikian rupa
sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa, Melayu atau suku lainnya.
Sama halnya dengan daerah lain, masuknya agama Islam di propinsi Sumatra Selatan
tidak terlepas dari peran para pedagang Islam . Masuknya Agama Islam ke propinsi Sumatera
Selatan sebagaimana yang dihasilkan oleh seminar “Masuk dan Berkembangnya Islam di
Sumatra Selatan” yang di selenggarakan oleh Majlis Ulama Insdonesia daera Sumatera
Selatan pada Tahun 1984 menyebutkan
1. Berdasarkan sumber-sumber sejarah sepanjang yang dapat diketahui, masuknya Islam
ke wilayah Sumatera Selatan khususnya Kota Palembang diperkirakan terjadi sekitar
abad kedua Hijriah atau abad ketujuh Masehi dengan jalan damai melalui pelayaran dan
perdagangan. Para pedagang yang membawa agama Islam diterima dengan baik sebagai
salah satu kelompok pedagang muslim di lingkungan Kerajaan Sriwijaya.
2. Kelompok pedagang muslim ini, selain berdagang, melakukan hubungan dengan
kelompok masyarakat lainya sehingga berangsur-angsurdan sesuai dengan kondisi
setempat pada masa itu, Munculah agama ini secra lambat laun sepanjang abad ketujuh
sampai abad keempat belas Masehi (K.H.O. GadjahNata, Sri Edi Suasono 1986: 270).
Dengan pesatnya perkembangan Islam pada waktu itu hingga memasuki daerah-daerah
pedalaman yang pada akirnya masuklah di wilayah Besemah, yang lebih tepatnya di Desa
Pardipe Kecamatan Dempo Selatan Kota Pagaralam yang dipercayai sebagai tempat pertama
kali masuknya Islam di Besemah
Agama Islam diperkirakan sudah masuk atau dikenal di Tanah Besemah pada abad ke-
15 M atau setidak-tidaknya abad ke-16 M. Tokoh yang mula-mula menyiarkan Islam di
Tanah Besemah adalah Syeh Nurqoddim Al-Baharudin atau Syeh Baharudin Nurqodim.
Masyarakat Besemah sendiri sering menyebut dengan sebutan Puyang Awak. Bahkan tokoh
pembawa ajaran Islam di Tanah Besemah sudah dianggap wali (penyiar Islam ). Gadjah Nata
Sri Edi Sumarsono (1985:45) menjelaskan keberadaan Nurqodim di Tanah Besemah “di
antara para mubalihg yang dikenal masyarakat Pedesaan di daerah ini adalah Nurqodim
(Puyang Awak) yang berlokasi di Pardipe di daearah Pagaralam.
Berdasarkan arsip kuno berupa kaghas (tulisan dengan huruf Ulu di atas kulit kayu)
yang ditemukan di Dusun Penghapau, Semende Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera
Selatan, yang diterjemahkan pada tahun 1974 oleh Drs. Muhammad Nur (ahli purbakala), ada
beberapa catatan sejarah. Bahwa pada tahun 1072 Hijriyah atau 1650 Masehi, telah ada
seorang tokoh ulama yang bernama Syech Nurqodim al-Baharudin yang bergelar Puyang
Awak yang menyebarkan Islam di kaki gunung dempo (Desa Pardipe)
Pardipe adalah sebuah desa kecil yang terletak di Kota Pagaralam, berjarak sekitar 10
km dari pusat Kota. Selain di kenal dengan nama Pardipe, desa ini juga sering disebut dengan
nama Peraudipe, Perahu Dipo atau Pardipe. Pardipe saat ini temasuk dalam wilayah
administratif Kecamatan Dempo Selatan Kota Pagaralam. Kota Pagaralam degan letak gorafis
terletak di kaki Bukit barisan. Terletak kearah sebelah barat Kota Palembang atau di
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
95
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
pedalaman Sumatra Selatan. Terhampar di lereng-lereng bukit dan Gunung Dempo dengan
ketinggian 3200 m di atas permukaan laut.
Penduduk yang menghuni desa Pardipe adalah penduduk asli Kota Pagaralam yang
disebut dengan suku Besemah (Jeme Besemah) Dari segi bahasa penduduk Desa ini selalu
menggunakan bahasa Besemah sebagai bahasa sehari-hari mereka. Bahasa Besemah tidak
bersifat feudal dalam bentuk tingkatan-tingkatan bahasa seperti bahasa Jawa dan Sunda.
Mereka juga memiliki system aksara yang disebut dengan surat ulu. Susunan surat ini adalah
Ke-Ge-Nge dan ditulis di atas Kaghas, yaitu sebuah kulit kayu yang di dalamnya terdapat
tulisan aksara Hurup Ulu (Bastari Suan 2007: 24).
Adapun beberapa bukti yang menguatkan mengapa desa tersebut dikatakan tempat
pertama kali mesuknya Islam di Pagaralam diantaranya adanya makam dari Syeh Nurqoddim
Al-Baharudin atau sering disebut juga sebagai puyang Awak, makam tersebut tidak jauh dari
pemukiman masyarakat desa Pardipe bejarak sekitar 500 meter dari pemukiman, makam ini
juga sangat di keramatkan oleh berbagian masyarakat bahkan masyarakat dari luar Pagaralam
itu sendiri . Syeh Norqoddim Al-Baharudin atau puyang yang dipercayai sebagai pembawa
Islam pertama kali ke tanah Besemah.
Selain makam dari Syeh Nurqodim Al-Baharuddin ada juga masjid tertua di Pagaralam,
sebagai mana yang disampaikan oleh Bujang Karnawi. Bahwa cikal bakal agama Islam di
Pagaralam diduga kuat sudah ada sejak abad ke-15 Masehi. Ini dibuktikan adanya rumah
ibadah di Dusun Prahu Dipo, Kelurahan Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Selatan. Rumah
ibadah ini dibangun ulama asal Jawa, Syech Nurqodim Al-Baharudin, bergelar Puyang Awak.
Masjid ini hanya beratapkan seng tanpa dinding. Masyarakat disini menyebutkan sebagai
Masjid Agung Puyang Awak. Masjid ini sempat dihancurkan oleh Belanda namun dibangun
kembali oleh haji Umar dan Haji Umarla yg melanjutkat dakwah beliau di Desa Pardipe.
Pada masa Haji Umar aktifitas keagamaan di Desa Pardipe semakin aktif sehingga
sering di jadikan tempat perkumpulan tokoh-tokoh agama dari berbagai daerah termasuk dari
luar Besemah itu sendiri seperti dari Lampung, Padang dan lain sebgainya, ada juga yang
mengatakan bahwa Desa Pardipe itu adalah tempat berkumpulnya orang-orang tarekat pada
masa itu. Dari aktifmya aktifitas keagamaan di sana dan sering datangnya orang orang-orang
dari luar yang ikut dalam melaksanakan aktifitas keagamaan. Sehingga muncul di kalangan
masyarakat bawahwa Desa Pardipe itu sebagai Mekah Kecil.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengali tentang Mekkah Kecil di tanah
Besemah, stadi kasus terhadap dinamika perkembangan Islam di Desa Pardipe Kecamatan
Dempo Selatan Kota Pagaralam. Penelitian ini difokuskan dengan sejarah masuknya dan
berkembangnya Islam di tanah Besemah serta menelusuri dinamika yang terjadi di kalangan
masyarakat dalam perkembangan Islam sehingga munculnya istilah Mekka kecil.
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
96
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah (metode historis)
Sebagaimana menurut (Endang Rochmiatun 2013:13) bahwa Sejarah sebagai “ilmu”
mempunyai metodologi penelitian ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Langkah-
langkah heuristik dan kritik- kritik sumber yang dilakukan adalah metode metode objektif
ilmiah yang umum sekali dalam penelitian sejarah. Penelitian sejarah hakekatnya adalah untuk
mencari kebenaran dan kebenaranya berdasar pada metode ilmiah/pengetahuan
Metode Historis yaitu penyelidikan dalam suatu maslah dengan mengaplikasikan jalan
pemecahan darspektif sajarah, metode sejarah ini menggunakan empat langkah kegiatan yaitu:
1. Mengumpulkan objek dan bahan-bahan, tercetak, tertulis atau lisan yang relevan (hioristik)
2. Menyingkirkan bahan-bahan yang tidak otentik (analisis data) 3. menyimpulkan kesaksian
yang dapat dipercaya (interpetasi data) 4. Menyusun kesaksian yang dapat dipercaya menjadi
cerita penyajian yang berarti (historiografi). Dalam metode ini menulis gunakan untuk
mengkaji dan mengkostruksi sejrah munculnya istilah Mekkah kecil di desa pardipe
kecamatam Dempo selatan kota Pagaralam
Kerangka Teori
Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam hidupnya dapat
dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan. Adanya perubahan
tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbandingan dengan menelaah suatu
masyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat
pada waktu yang lampau. Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, pada dasarnya
merupakan suatu proses yang terus menerus. ini berarti bahwa setiap masyarakat
kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan.
Namun perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang
lain tidak selalu sama. Hal ini di karenakan adanya suatu masyarakat yang mengalami
perubahan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Perubahan tersebut
dapat berupa perubahan yang tidak menonjol atau tidak menampakkan adanya suatu
perubahan yang terjadi di masyarakat. Juga terdapat adanya perubahan yang memiliki
pengaruh yang luas maupun yang terbatas. Disamping itu juga ada perubahan yang prosesnya
lambat, dan ada juga perubahan yang prosesnya berlangsung dengan cepat.
Dengan demikian Peneliti akan membahasnya berdasarkan teori siklus Oswald Spengler dia
mengatakan bahwa masyarakat diibaratkan sebagai manusia yang mengalami masa kanak-
kanak masa remaja masa dewasa dan masa tua mereka lahir tumbuh secara cepat mencapai
tingkat kedewasaan yang disebut sebagai masa keemasan masa kejatuhan dan meninggal
(Steven Vargo, Sosial Change). Dalil yang digunakan Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah
kebudayaan dalam segala-galanya sama dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan hewan dan
manusia, persamaan itu terdapat pula dengan alam semesta makrokosmos dan mikrokosmos
semua dalam susunan dan semua kehidupannya. Adapun persamaan itu berdasarkan
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
97
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
kehidupan organisme yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari pada patung hukum
itu tampak pada siklus
Selain itu juga akan dibahas berdasarkan teori perubahan sosial Selo Soemarjan,
Menurut beliau, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi system sosial, termasuk di
dalam nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola prilaku di antara kelompok dalam masyarakat.
Menurutnya, antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan memiliki satu aspek yang
sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu
perbaikan cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Perubahan sosial yaitu perubahan
yang terjadi dalam masyarakat atau dalam hubungan interaksi, yang meliputi berbagai aspek
kehidupan. Sebagia akibat adanya dinamika anggota masyarakat, dan yang telah didukung
oleh sebagian besar anggota masyarakat, merupakan tuntutan kehidupan dalam mencari
kestabilannya.
Selanjutnya Teori (Evolusi Piotr Sztomka :2007:125-126) perubahan evolusi dibayangkan
berpola unilinear, mengikuti pola atau lintasan tunggal. Perbedaan antara berbagai bagian
masyarakat atau antara kultur dalam masyarakat manusia selaku keseluruhan dianggap
disebabkan oleh perbedaan langkah proses evolusi di berbagai bagian dunia, yakni ada yang
lambat dan ada juga yang lebih cepat.
Masyarakat yang lebih primitif atau terbelakang, bener-bener terlambat dalam proses,
namun tanpa terelekkan akan bergerak, melalui jalan yang sama, mengikuti masyarakat yang
lebih maju khususnya masyarakat Barat yang paling dewasa. Perubahan masyarakat
dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, terjadi dimana saja, niscaya dan merupakan cirri tak
terhindarkan dari realitas sosial. jika terlihat stabilitas atau stagnasi, itu ditafsirkan sebagai
perubahan yang tertahan, terhalang dan dipandang sebagai perkecualian.
Evolusi meliputi semua kesatuan kultur konkrit. Setiap kultur atau setiap aspek kultur
tertentu bekembang secara berbeda dan mengikuti mekanisme sendiri. Dalam kajian ini kultur
dianggap sebagai suatu bagian yang mempunyai bentuk-bentuk Dalam kajian ini kultur
dianggap sebagai suatu bagian yang mempunyai bentuk-bentuk yang berbeda di tempat yang
berbeda dan kultur inilah yang lam-kelamaan akan mengalami perubahan secara lambat
(evolusi).
Evolusi ini melingkupi seluruh aspek kebudayaan dan punya metode tertentu dan
bersifat ganda. Adanya dominasi faktor tekno-ekonomi punbersifat ganda. Adanya dominasi
faktor tekno-ekonomi puna peran yang cukup berarti. Kultur ini sangat erat kaitannya dengan
kegiatan sehari-harim suatu masyarakat seperti kegiatan keagamaan.
Adapun teori ini pada dasarnya akan berpijak perubahan yang memerlukan proses yang
cukup panjang, dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk
mencapai perubahan yang sesuai dengan keinginan
Selain itu peneliti juga akan melihat dari segi dakwah yang berupa metode dan
pendekatan dakwah Islamia yakni dakwah bil-hal (perbuatan nyata) yaitu berupa prilaku yang
sopan sesuai dengan ajaran Islam , memelihara lingkungan tolong menolong sesame
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
98
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
memberikan pelayanan. Melalui medode dakwah bilhikmah (QS. An-Nahl 125). Melelui
berbagai saluran Islamisasi diantaranya: perdagangan, pernikahan, tasawuf dan kesenian
(Poesponegoro Djoened Soerdjono :2008:169.
Teori-teori di atas dikembangkan dan diselaraskan dengan dengan kondisi umat Islam
pada masa itu yaitu pada akhir abad ke 19 di Desa Pardipe, berdasarkan latar belakang sejarah
masuk dan berkembangnya Islam di Desa Pardipe untuk di kaji diketahui hal-hal yang di
maksudkan dari kerangka teori
Dinamika dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki beberapa definisi, dinamika
sebagai bentuk dinamis, dinamika juga merupakan sebuah tenaga, atau semangat yang
senatiasa bergerak. Dinamika dengan bidang terkait adalah sosial, maka penulis juga
mencantumkan dinamika sosial yang juga dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu sebuah
gerak masyarakat secara terus menerus yang menimbulkan berubahan dalam tata hidup
masyarakat yang bersangkutan.
Selanjutnya untuk mengembangkan tulisan ini perlu di pahami arti kata perubahan.
Menurut kamus terbaru bahasa Indonesia (tim rality 2008, hal. 658) perubahan berasal dari
kata ubah artinya menjadi berbeda, menjadi lain dari semula. Sedangkan perubahan adalah
keadaan berubah, peralihan, pertukaran. Perubahan yang di maksud dlam tulisan ini adalah
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat seiring perkembangan agama Islam di
Desa Pardipe.
Hasil dan Diskusi
A. Istilah Kata Besemah
Kata Pasemah berasal dari Prasasti Balatentara Yayasana Kedatuan Sriwijaya yang
ditemukan setelah penaklukan Lampung tahun 680 M. Prasasti tersebut yaitu prasasti Palas
Pasemah yang menuturkan, bahwa suku ini telah ada sejak sebelum abad ke-6 M. Pada masa
itu suku Pasemah kaya dengan nilai-nilai adat tradisi dan budaya yang khas. bahkan sampai
dengan abad ke-16 masyarakat di tanah Pasemah sejak dulu sudah memiliki tatanan dan aturan
masyarakat yang bernama "Lapik Empat Mardike Diwe”, yakni "Perwujudan Demokrasi
Murni" yang muncul berkembang dan diterapkan sepenuhnya oleh semua komponen
masyarakat setempat. (Temenggung Citra Mirwan :2013:27.
Berbeda tatanan dan aturan masyarakat Pasemah dimata orang-orang Barat, mereka
mengganggap ketidaktaatan dan ketundukan dengan penjajah, orang-orang Pesemah dianggap
pemberani dan liar. Hal ini diilustrasikan dari tempat orang-orang Pasemah pernah dituliskan
oleh JSG Grambreg (Pegawai Hindia Belanda tahun 1865) bahwa "Barang siapa yang
mendaki Bukir Barisan dari arah Bengkulu, kemudian menjejakkan kaki di tanah Kerajaan
Palembang yang begitu luas; dan barang siapa yang melangkahkan kaki dari arah utara Empat
Lawang (negeri empat gerbang) menuju ke dataran Lintang yang indah, sehingga ia mencapai
kaki sebelah Barat Gunung Dempo, maka sudah pastilah ia di negeri orang Pasemah. Jika ia
berjalan mengelilingi kaki gunung berapi itu, maka akan tibalah ia di sisi Timur dataran tinggi
yang luas yang menikung ke arah Tenggara, dan jika dari situ ia berjalan terus lebih ke arah
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
99
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Timur lagi hingga dataran tinggi itu berakhir pada sederetan pengunungan tempat dari sisi itu
terbentuk batasan alami antara negeri Pasemah yang merdeka dan wilayah kekuasaan Hindia
Belanda "
Djohan Hanafiah menyatakan bahwa awalnya mereka orang-orang luar, khususnya
orang Eropa, tidak mengenali siapa sebenarnya orang-orang Pasemah. Orang Inggris, seperti
Thomas Stamford Rafless Pahlawan perang Inggris melawan Belanda di Jawa (1811) dan
terakhir mendapar kedudukan di Bengkulu dengan pangkat besar (1817-1824) menyebutnya
dengan Passumah. Orang-orang Pussumah dianggap sebagai orang-orang liar.
Bukti tentang keberanian orang Pasemah seperti diungkap penenalan orang-orang
Eropa, terutama Belanda dan Inggris terhadap orang-orang Pasemah pada awalnya sangat
apriori. Orang Belanda dengan picik sebutan "dat de Pasoembers zonen gebragt" (orang
Pasemah tak akan diajak bicara jika tidak diberi unjuk kekuatan militer) , Demikian juga Sir
Tomas Raffles, seorang Gubernur Jendral di Bengkulu, pertama kali dia menganggap orang
Pasemah sebagai The pasumabs were a svage, ungovernable race, and thet no ternscould ever
be made with them (Orang Pasemah adalah buas, ras yang tidak berpemerintahan dan tidak
ada istilah yang dapat sesuai untuk mereka.) Serelah menempuh perjalanan yang berat dan
melelahkan mendaki Gunung dan bukit serta menembus belantara, bertemula Raffles Dengan
orang Besemah. Perjalanan ini adalah perjalanan khusus untuk mententramkan orang
Pasemah.
Pada waktu itu, wilayah Pasemah masih belum masuk dalam jajahan Hindia Belanda.
Operasi-operasi militer Belanda untuk menaklukkan Pasemah sendiri berlangsung lama, dari
tahun 1821 sampai 1867. Johan Hanafiah menyebutkan bahwa "perlawanan orang Pasemah
dan sekitarnya adalah kekerasan terpanjang dalam sejarah perjuangan di Sumatera Selatan
abad 19, berlangsung hampir 50 tahun lamanya".
Selanjutnya, perlawanan dan perjuangan panjang yang disebutkan oleh Djohan bukan
keliuaran dan ketidaktaatan seperti yang dikatakan oleh orang-orang luar. Perlawanan itu
berarti berjuang mempertahankan tanah kelahiran dan kekuatan dari bangsa lain. Sedangkan
pemakaian nama Passumah oleh orang-orang Inggris yang rupanya sudah pernah muncul pada
laporan orang Portugis jauh sebelumnya.
Memperhatikan pendapat Djohan di atas, maka wajar kiranya Mohammad Saman
seorang budayawan Besemah menyebutkan bahwa kata Pasemah merupakan salah satu
kesalahan orang-orang luar, padahal yang tepat adalah Besemah lazimnya dipakai oleh
penduduk setempat. Dengan hal-hal tersebut, maka sebutan yang sesungguhnya yang lebih
dikenal masyarakat adalah kesalahan pengucapan orang-orang Belanda atau Barat, sedangkan
pengucapan yang benar, yaitu Besemah digunakan oleh penduduk yang bermukim di Tanah
Besemah.
B. Letak Geografis dan Kondisi Alam
Daerah Besemah terletak di kaki Bukit Barisan. Daerahnya meluas dari lereng-lereng
Gunung Dempo ke selatan sampai ke Ulu sungai Ogan ( Kisam ), ke barat sampai Ulu alas (
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
100
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Besemah Ulu Alas ), ke utara sampai ke Ulu Musi Besemah ( Ayik Keghuh ),dan ke arah
timur sampai Bukit Pancing, Pada masa Lampik Empat Merdike Due, daerah Besemah sudah
dibagi atas Besemah Lebar, Besemah Ulu Lintang, Besemah Ulu Manak, dan Besemah Ayik
Keghuh.( Marzuki Bedur dkk :2005:38)
Meskipun nama-namanya berbeda, namun penduduknya mempuyai hubungan atau
ikatan kekerabatan yang kuat (genealogis). Daerah Besemah merupakan dataran tinggi dan
pegunungan yang bergelombang. Ketinggian wilayah sangat bervariasi, dari ketinggian sekitar
441 meter dpl, (di atas permukaan laut) sampai dengan 3.000-an meter lebih dpl. Daerah
dataran tinggi 441 meter sampai dengan 1.000 meter dpl, sedangkan daerah berbukit dan
bergunung (bagian pegunungan) berada pada ketinggian di atas 1.000 meter hingga 3.000
meter lebih dpl. Titik tertinggi adalah 3.173 meter dpl, yaitu puncak Gunung Dempo ( Bos,
1947:35 ), yang sekaligus merupakan gunung tertinggi di Sumatera Selatan. Daerah Gunung
Dempo dengan lereng-lerengnya pada sisi timur dan tenggara mencakup 58,19 % dari luas
wilayah Kota Pagar Alam sekarang yang 633,66 hektar ( Bappeda, 2003 : 7-12 ).
Bukit dan gunung yang terpenting di wilayah Kota Pagaralam, antara lain adalah
Gunung Dempo ( 3.173 m), Gunung Patah, ( 2.817 m ), Bukit Raje Mendare, Bukit Candi,
Bukit Ambung Beras, Bukit Tungku Tige ( Tungku Tiga ), dan Bukit Lentur. Bagian wilayah
kota yang marupakan dataran tinggi, terutama bagian timur, umumnya disebut “ Tengah
Padang”. Daerah pusat Kota Pagaralam yang meliputi kecamatan Pagaralam Utara dan
Kecamatan Pagaralam Selatan atau wilayah bekas Marga Sumbay Besak suku alundue terletak
pada ketinggian rata-rata 600 samapai 3.173 meter dpl. .( Marzuki Bedur dkk :2005:38)
Daerah Besemah dialiri sejumlah sungai, satu diantaranya adalah sungai Besemah
(Ayik Besemah). Pada zaman dahulu, keadaan alamnya sangat sulit dilewati, menyebabkan
daerah ini jarang didatangi oleh Sultan Palembang atau wakil-wakilnya (raban dan jenang).
Kondisi alam yang cukup berat ini menyebabkan sulitnya pasukan Belanda melakukan
ekspedisi-ekspedisi militer untuk memadamkan gerakan pelawanan orang Besemah. Mengenai
keadaan alam Besemah pada permulaan abad ke-19, menurut pendatang Belanda dari
karangan van Rees tahun 1870 melukiskan.
Sampai dengan tahun 1866 ada rakyat yang mendiami perbukitan yang sulit di datangi
di sebalah tenggara Bukit Barisan yang tidak pernah menundukkan kepalanya kepada tetangga
walaupun sukunya lebih besar. Walau hanya terdiri dari beberapa suku saja, mereka
menanamkan dirinya rakyat bebas merdeka. Dari barat daya sulit ditembus oleh orang-orang
Bengkulu, dari tiga sudut lain dipagari oleh gunung-gunung yang menjulang tinggi dan
ditutupi oleh hutan rimba yang lebat dan luas di daerah pedalaman Palembang. (Apriantoni
:2015:72)
C. Asal-usul Suku Besemah
Sampai sekarang masih belum jelas dari mana sebenarnya asal-usul suku Besemah.
Apakah teori-teori tentang perpindahan penduduk yang diikuti sekarang berlaku juga bagi
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
101
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
suku Besemah, masih diliputi kabut rahasia. Namun yang jelas, jauh (berabad-abad) sebelum
hadirnya mitos Atung Bungsu, di Tanah Besemah, di lereng Gunung Dempo dan daerah
sekitarnya, telah ada masyarakat yang memiliki kebudayaan (tradisi megalitik) sebagaimana
telah diuraikan oleh penelitian terdahulu dan bukti-bukti budaya megalitik di tanah Besemah
itu sampai sekarang masih ada. Tetapi permasalahannya, apakah jeme Besemah sekarang ini
adalah keturunan dari pendukung budaya megalitik tersebut.
Suku Pasemah atau Besemah adalah suatu masyarakat adat yang bermukim di daerah
perbatasan provinsi Sumatra Selatan dengan provinsi Bengkulu. Wilayah pemukiman suku
Pasemah meliputi daerah sekitar kota Pagar Alam, kecamatan Jarai, kecamatan Tanjung Sakti
dan daerah sekitar Kota Agung kabupaten Lahat. Wilayah pemukiman suku Pasemah ini
berada dekat sekitar kaki Gunung Dempo.
Keberadaan suku Besemah sendiri diperkirakan telah ada di wilayah Sumatra Selatan
sejak ribuan tahun sebelum Masehi, bersama suku Komering dan suku Lampung. Hanya saja
sejak awal kedatangan, telah terpisah-pisah dan berbeda tempat pemukiman. .( Marzuki Bedur
dkk :2005:38)
Suku Besemah, kaya dengan nilai-nilai adat, tradisi dan budaya yang khas.
Masyarakat di tanah Besemah sejak dulu sudah memiliki tatanan dan aturan masyarakat yang
bernama “Lampik Empat, Merdike Due” yakni, "Perwujudan Demokrasi Murni", yang
muncul, berkembang, dan diterapkan sepenuhnya, oleh semua komponen masyarakat
setempat.
Menurut cerita rakyat di Besemah, Atung Bungsu datang ke Besemah pada saat tempat
ini sudah di diami oleh suku Rejang dan Berige. Ia sampai berdialog dengan salah seorang
pimpinan suku Rejang yang bernama Ratu Rambut Selaku dari Lubuk Umbay yang masing-
masing merasa berhak atas Tanah Besemah. Mulai sumpah, akhirnya Ratu Rambut Selake
mengakui bahwa yang lebih berhak adalah Atung Bungsu.
Ucapan Atung Bungsu itu kira-kira sebagai berikut, “Jikalau bulak, jikalau buhung,
tanah ini aku punye, binaselah anak cucungku”. Sedangkan M. Zoem Derahap, yang dijuluki
Pak Gasak, dusun Negeri Kaye, Tanjung Sakti, bercerita bahwa rakyat Lubuk Umbay yang
dipimpin Ratu Rambut Selake setelah mengakui Tanah Besemah milik Atung Bungsu mereka
lalu diberi kedudukan sebagai Sumbay dalam Jagat Besemah, tetapi tidak masuk dalam system
pemerintahan Lampik Empat Merdike Due. Sumbay mereka itu dinamakan Sumbay Lubuk
Umbay.
Sebagian masyarakat Besemah percaya bahwa kedatangan Atung Bungsu bersama
Diwe Semidang (Puyang Serunting Sakti) dan Diwe Gumay. Diwe Gumay menetap di Bukit
Seguntang Palembang, sedangkan Diwe Semidang pada mulanya juga tinggal di Bukit
Seguntang, lalu pagi menjelajah Batanghari sembilan sampai akhirnya menetap di suatu
tempat yang disebut Padang Langgar (Pelang Keniday). Keturunan kesebelas dari Diwe
Gumay, yaitu Puyang Panjang sebagai juray kebalikan baru menetap dibagian Ilir tanah
Besemah, yaitu di Balai Buntar (Lubuk Sempang).
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
102
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Selain cerita rakyat yang tetap hidup dan berkembang di Besemah, mengenai asal-usul
suku Besemah, seorang pengelana bangsa Inggris, E.Presgrave, yang mengunjungi daerah
Besemah, memberikan cerita dalam The Journal of The Indian Archipelago (Harian dari
Kumpulan India) sebagai berikut (Gramberg, 1867:351-352).
Sewaktu kerajaan Majapahit runtuh, seorang kakak laki-laki dan seorang adik
perempuan dengan banyak pengikut, telah meninggalkan Majapahit dan mendarat di Pantai
Timur Sumatera. Adik perempuannya menempatkan dirinya di Palembang, dimana ia dalam
waktu singkat telah menjadi ratu yang terpandang. Kakaknya (Atung Bungsu), yang lebih jauh
masuk ke pedalaman, menetapkan diri di Lembah dari Passumah yang subur. Dengan
demikian tanah ini diduduki dan dihuni para pendatang ini.
Mitos atau cerita mengenai Puyang Atung Bungsu terdapat beberapa versi yang antara
lain dapat di baca dalam “Soerat Assal Oerang Mendjadikan Djagat Passumah” dengan kode
ML 608 (BR.157.VIII) dan kode ML 234 yang ada di perpustakaan Museum Nasional,
Jakarta. Sumber dengan kode ML 234 ditulis oleh Muhammad Arif dari dusun Benuakeling
tanggal 28 November 1898 yang disalinnya dari suatu kitab orang dusun Tanahpilih, Marga
Sumbay Ulu Lurah Benuakeling, yaitu Pangeran Samadil. Sumber data ini, sebelumnya disalin
kembali oleh Muhammad Tayib yang pernah magang di kantor Kontrolir dari Bandar tanggal
25 Januari 1889. Jadi, sumber ini sudah disalin beberapa kali. Sumber aslinya dalam bentuk
huruf Arab Gundul (Surat Melayu) yang kemudian ditulis dalam bentuk huruf Latin. .( Marzuki
Bedur dkk :2005:43)
Ada lagi sumber yang ditulis oleh A. Grozali Mengkerin, juga dari dusun Benuakeling
yang berjudul “Benuakeling Puting Jagat Besemah”. Selanjutnya ada lagi versi lain, misalnya
yang ditulis oleh Musa dari dusun Muara Siban, M.S. Panggarbesi, Abdullah (Bedul) dusun
Gelungsakti, dan beberapa tulisan lainnya. Cerita tentang Puyang Atung Bungsu ini banyak
dibumbui dengan cerita-cerita yang berbau mistik, irrasional dan sulit diterima oleh akal sehat.
Pada umumnya cerita tentang Atung Bungsu ini terdapat persamaan, bahwa tokoh ini
berasal dari Kerajaan Majapahit dan dua orang anaknya, Bujang Jawe (Bergelar Puyang
Diwate) dan Riye Rekian. Atung Bungsu dan keturunannya dianggap genre yang menjadikan
“Jagat Besemah”. Konon, menurut cerita, kata “Besemah” berasal dari cerita istri Atung
Bungsu yang Bernama Putri Senantan Buwih (anak Ratu Benuakeling) yang ketika sedang
mencuci beras di sungai, bakul berasnya dimasuki ikan semah
Salah seorang keturunan Bujang Jawe (Puyang Diwate) bernama puyang Mandulake
(Mandulike) yang berputra lima orang, yaitu (1) Puyang Sake Semenung atau Semanung
(menjadikan anak keturunan Pagargunung), (2) Puyang Sake Sepadi, melalui anaknya Singe
Bekkurung yang bertempat tinggal di dusun Benuakeling menjadikan Marga Tanjung Ghaye,
Sumbay Ulu Lurah, Sumbay Besak, Sumbay Mangku Anum, dan Sumbay Penjalang, (3)
Puyang Sake Seratus menjadikan anak keturunan Bayuran (Kisam), (4) Puyang Sake Seketi
(mati bujang, tidak ada keturunan). Puyang Singe Bekurung mempunya anak Puyang Pedane.
Puyang Pedane beranak Puyang Tanjung Lematang. Puyang ini kemudian beranak tiga orang,
yaitu Puyang Riye Lisi, Riye Ugian, dan Riye Lasam. Puyang Riye Lisi pindah ke Kikim
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
103
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
menjadikan anak Merge Penjalang di Besemah Libagh, dan Puyang Riye Lasam menjadikan
keturunan Sumbay Ulu Lurah.
Tentang asal-usul suku Besemah, versi lain menceritakan bahwa ada seorang “Wali
Tua” dari salah satu anggota keluarga Kerajaan Majapahit berangkat ke Palembang, kemudian
kawin dengan Putri (anak) Raja Iskandar yang menjadi Raja Palembang. Salah satu keturunan
inilah yang bernama Atung Bungsu yang pada suatu ketika berperahu menyelusuri sungai
Lematang dan akhirnya sampai di sungai yang belum diketahui namanya, tempatnya menetap
dinamakan Benuakeling .
Di sungai itu, Atung Bungsu melihat banyak ikan semah yang mengerumuni bekas-
bekas makanan yang dibuang ke sungai. Atung Bungsu menceritakan kepada istrinya bahwa
di sungai banyak ikan semah-nya. Konon katanya, nama ikan inilah yang menjadi cikal-bakal
asal-usul nama “Besemah” yang artinya “sungai yang ada ikan semahnya”. Sungai itulah yang
sampai sekarang dikenal dengan nama Ayik Besemah diantara dusung Karanganyar dengan
dusun Tebat Gunung Baru sekarang. Jadi, ada beberapa versi cerita mengenai ikan semah
sebagai asal nama Besemah, di antaranya versi Atung Bungsu dan versi Senantan Buih.
D. Awal Masuknya Agama Islam ke Tanah Besemah
Masuk dan berkembangnya agama Islam di Besemah (Kota Pagaralam dan sekitarnya)
tidak bisa lepas dari peran seorang Puyang Awak. Tokoh ini diyakini sebagai penyebar Islam
pertama di Besemah. Dalam menyebarkan agama Islam, Puyang Awak tidak menempuh cara
yang frontal.“Puyang Awak atau Syekh Nurqodim Al-Baharudin merupakan penyebar Islam
pertama di Besemah,” tegas Tuan Guru Fikri Al-Muslim, saat dibincangi Pagaralam Pos, usai
pelaksanaan shalat kusuf (gerhana) di alun-alun Merdeka, Kelurahan Beringin Jaya
Kecamatan Pagaralam Utara, belum lama ini.
Dijelaskannya, Puyang Awak datang ke Besemah untuk menyebarkan Islam pada
tahun 1600-an atau sekitar abad ke-17 M. Saat itu kata Fikri, kondisi sosial masyarakat
Besemah masih belum teratur. Sedangkan dari sisi keagamaan, masyarakat Besemah saat itu
belum mengenal yang namanya Islam. “Saat Puyang Awak datang, masyarakat Besemah
masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme,” tutur Fikri. “Kalau kita tarik lebih
jauh lagi yakni pada zaman orang nek dan nuk. Maka, animisme dan dinamisme itu sudah ada
sejak lama,” sambungnya. Karena kondisi itu, Puyang Awak menyebarkan Islam dengan
mengajarkan soal fondasi keimanan, yakni tentang tauhid. “Puyang Awak mengajarkan tauhid
atau tentang keesaan Tuhan”.
Puyang Awak juga tidak menyebarkan Islam di Besemah secara frontal. Sebab jika
ditempuh dengan cara frontal, belum tentu bisa diterima masyarakat Besemah saat itu, dan
juga bisa menimbulkan perlawanan hingga berujung kekerasan. Maka Puyang Awak lebih
memilih cara-cara yang sejuk. “Dalam menyebarkan Islam di Besemah, Puyang Awak masuk
ke ranah seni budaya. Misalnya melalui seni guritan. Sehingga muncullah adat bersendikan
syara’, syara’ bersendikan kitabullah. Atau Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan
kitab Al-Qur’an,” tutur Fikri.
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
104
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
E. Perkembangan Islam Pada Masa Haji Umar (1925)
Setelah kepergian Puyang Awak dari tanah bersama perjuangan ajaran Islam
dilanjutkan oleh keturunannya. Diantaranya yang paling terkenal di Desa Pardipe dan
sekitarnya ialah Puyang Tuan Haji Umar yang merupakan generasi ke 9 Puyang Awak. Haji
Umar terkenal gigih dalam mendakwahkan ajaran Islam Haji Umar mengembangkan ajaran
Islam di desa Pagaruyung kecamatan Kota Agung sebelum pindah ke Pardipe.
Menurut Haji Hari, cucu dari Haji Umar ia menceritakan Haji Umar menetap di Desa
Pagaruyung Lahat. Di sana Haji Umar dan orang tuanya Haji Masagus membuka lahan yang
sangat luas, itu pada masa penjajahan Belanda. Haji umar oleh Belanda di hadiahi sebuah
irigasi dan irigasi itu dimanfaatkan oleh Haji Umar untuk mengairi lahan yg telah ia buaka.
Kemudian beliau memanfaatkan lahan tersebut untuk menjalankan dakwahnya. Haji Umar
mempersilakan masrakat untuk bersawah dan tinggal di tempat itu asalkan tidak nuan (jangan
dijadikan hak milik pribadi) dan apabila akan pindah sawah dan tanah penegaan (tempat
bangunan rumah) tidak boleh di jual, sebelum sawah dan penegaan itu diberikan ada yang
menjadi syarat utama yaitu mengucapkan dua kalmia syahadat Beliau juga menggunakan
metode dakwah dengan pendekatan budaya seperti betadut dan bepuum dan itu sangat efektif,
hal ini selaras dengan yang di kemukakan oleh Nyimas Umi Kalsum bahwah Islam dan
kebudayaannya tidak hanya merupakan warisan dari masa silam yang gemilang, namun juga
salah satu kekuatan penting yang cukup diperhitungkan dunia dewasa ini. Al Qur’an terus
menerus dibaca dan dikaji oleh kaum muslim. Budaya Islam pun tetap merupakan faktor
pendorong dalam membentuk kehidupan manusia di permukaan bumi.
Setelah perkembangan Islam sagat pesat di desa tersebut kemudian Haji Umar
memutuskan untuk mencari jejak nenek moyangnya tempat pertama kali Puyang Awak
mengijakkan kaki di tanah Besemah yaitu di desa Pardipe. Setelah Haji Umar menetap di
Pardipe beliau mulai melanjutkan Dakwahnya, Haji Umar membangun kembali masjid
Puyang Awak yang sudah hancur dan masjid yang di bangun lebih besar dari masjid
sebelumnya hal ini dapat dilihat dari pondasi tiang yang sangat luas,
Setelah menetapnya Haji Umar di desa Pardipe banyak orang-orang yang berdatangan
untuk belajar agama. Orang belajar di desa tersen]but bukan hanya penduduk di sekitar desa
saja melaikan ada orang-orang yang datang jauh-jauh dari Lampung, Padang, Bengkulu dan
lain sebagainya. Tidak sedikit dari mereka yang belajar itu, tinggal menetap dan menjadi
penduduk desa tersebut. Dengan rutinitas keagamaan dan banyaknya orang-orang dari luar
tanah Besemah yang datang ke Pardipe untuk belajar agama maka desa itu dijuluki oleh
masyarakat sekitar sebagai Mekkah Kecil.
Menurut Haji Heri mengapa itu di juluki mekkah kecil oleh masyarakat sekitar, itu
karna dulu setiap hari Jum'at kumpul orang-orang berbaju putih sholat jum'at di masjid
Pardipe. Sedangkan menurut Haji Bujang Karnowi kenapa tempai ini dinamakan Mekkah
kecil karna pada saat pempangunan masjid, oleh Haji Umar seluruh masyarakat diajak gotong
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
105
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
royong sama halnya seperti pembangunan masjid Nabawi di Madinah dan juga Pardipe adalah
tempat pertama masuknya Islam di tanah Besemah
F. Setelah Meninggalnya Haji Umar (1969)
Ulama adalah pelita untuk bumi, pengganti para nabi, pewarisku dan pewaris para nabi
(hadits as-Sayuti, Darul Fiqr, :69). Sepeninggal nabi Muhammad SAW, ulamala yang menjadi
pelita. Dengan ilmu dari para nabi itu, mereka menerangi seluruh penduduk bumi dan segala
islinya.mereka bertugas untuk menggantikan fungsinya para nabi dalam memelihara dan
menyebarluaskan ajaran Islam. Itula sebabnya mereka memperoleh gelar kehormatan menjadi
warasaat Al-anbiya’ , Pewaris para nabi. (Yies Sy’diyah dkk: 2012:17)
Sebagai pemimpin keagamaan, seorang tokoh agama adalah orang yang diyakini
mempunyai otoritas yang besar di dalam masyarakat. Hal ini terjadi karena pemuka agama
atau dalam Islam ulama adalah tokoh yang dianggap sebagai orang yang suci dan dianugerahi
berkah. Karena peran pemuka agama telah memainkan fungsinya sebagai perantara bagi umat
beragama dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang apa yang terjadi baik di
tingkat lokal maupun nasional.
Tokoh agama diposisikan oleh masyarakat sebagai penerjemah dan memberikan
penjelasan dalam konteks agama dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam kehidupan
masyarakat pada umumnya. Ketegantungan masyarakat dengan Ulama itu sagat besar terbukti
di desa Pardipe kecamatan Dempo Sealatan Kota Pagaralam pada saat ditinggal orang yang
menjadi panutan.
Setelah Haji Umar meninggal banyak orang orang yang meninggalkan desa tersebut sehingga
desa Pardipe menjadi sepi, kebanyakan masyarakat desa itu pindah ke desa Muara Tenang. hal
ini juga disebabkan adanya konflik antara keturunan Haji umar dan Masyarakat Desa Pardipe
menurut (Muhammad Syawaluddin; 2014:14) Isu-isu kritis yang membingkai konflik sosial
yang seringkali dijumpai dalam sistem sosial, diantaranya Konflik sumberdaya alam dan
lingkungan (natural resources conflict) adalah konflik sosial yang berpusat pada isu claim dan
reclaiming penguasaan sumberdaya alam (tanah atau air) sebagai pokok sengketa terpenting.
Dalam banyak hal, konflik sumberdaya alam berhimpitan dengan konflik agrarian.
Menurut Saiman kepala desa Pardipe mengatakan “kalau sekarang ini penduduk pardipe
ini tinggal sedikit tidak lebih dari 40 keluarga, kebnyakan masyarakat desa ini pindah kedesa
lain seperti ke desa Muara Tenang dan desa Rempasai bahkan ada yang pulang kekampung
halaman mereka sendri yaitu tempat tanah kelahiran nenek moyang mereka sebelum mereka
ke desa Pardipe”
Sepeninggalnya Haji Umar aktifitas-aktifitas keagamaan sudah tidak Nampak lagi
masjid Tuan Sayid Haji Umar itupun hanya di gunakan untuk pengajian anak-anak desa
tersebut dan pada saat Sholat jum’at saja, sangat berbanding terbalik pada saat masih dipimpin
oleh Haji Umar seperti yang disampaikan oleh Malikus Wari Tokoh Adat Kel. Lubuk Buntak
“pada saat masih ada Haji Umar desa Pardipe itu rame apalagi setiap hari jum’at banayak
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
106
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
orang yang datang dari berbagai daerah berduyun-duyun menuju desa Pardipe namun
sekarang sudah tidak terlihat lagi bahkan yang penduduk di desa itupun pindah ke desa lain.
Desa Pardipe pernah mengalami masa kejayaannya pada masya Haji Umar karana
karisma dan dan daya tarik dari seorang ulama tersebut mampu membangkitkan ajaran Islam
di wlaya besemah terkhusus di desa Pardipe, akan tetapi setelah meninggalnya beliau generasi
penerusnya tidak mampu meneruskan perjunagan dakwah beliau, mayarakat banyak
meninggalkan desa Pardipe sehingga desa tersebut menjadi sepi.
Hal ini sangan berkesinambungan dengan teorinya Oswald Spengler yang mengatakan
bahwa masyarakat diibaratkan sebagai manusia yang mengalami masa kanak-kanak masa
remaja masa dewasa dan masa tua mereka lahir tumbuh secara cepat mencapai tingkat
kedewasaan yang disebut sebagai masa keemasan masa kejatuhan dan meninggal (Steven
Vargo, Sosial Change).
Penutup
Pembawa Islam Pertama kali ke desa Pardipe adalah Syeh Nurqodim Al-Baharudin
atau lebih dikenal dengan sebutan Puyang Awak hal ini di kuatkan dengan sebuah arsip kuno
berupa kaghas (tulisan dengan huruf Ulu diatas kulit kayu) yang ditemukan di Dusun
Penghapau, Semende Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, yang diterjemahkan
pada tahun 1974 oleh Drs. Muhammad Nur (ahli purbakala), ada beberapa catatan sejarah.
bahwa pada tahun 1072 Hijriyah atau 1650 Masehi, telah ada seorang tokoh ulama yang
bernama Syech Nurqodim al-Baharudin yang bergelar Puyang Awak, yang mendakwahkan
Islam di daerah dataran Gunung Dempo Sumatera Selatan.
Masuknya Islam di desa Pardipe dibawah oleh seorang mubalihg dari tanah Jawa,
karena sebelum memutuskan untuk hijrah dan menetap di tanah Besemah Syekh Nurqodim
bermukim di pulau Jawa dan hidup Satu zaman dengan Walisongo. beliau sangat berpengaruh
di bagian Tengah dan Selatan Pulau Jawa. Kemudian Puyang Awak hijrah melalui Banten
menuju Lanpung sempat singgah di desa Tanjung Tuo, lalu menyusuri sungai Komren terus
masuk ke sungai Lematang hingga sampaila ke desa Perdipe.
Desa Perdipe ini dikenal juga dengan nama Mekkah kecil ada beberpahal yang
menyebabkan kenapa desa perdipe ini disebut sebgai Mekkah kecil diantaranya; Pertama,
karena desa ini yang pertama kali menjadi tempat tumbuh dan dikenalkannya agama Islam di
jagat Besemah. Kedua, disetiap hari jum’at banyak orang-orang berdatangan ke desa tersebut
mengunakan baju putih seperti orang yang akan berangkat haji. Ketiga, pada saat pembangunan
masjid pada masa Haji Umar masyarakat bergotong-royong seperti pembangunan masjid
Nabawi di Madina. Dan keempat, bahkan ada juga yang mengtakan beribadah di Pardipe
selama 40 hari pahalanya sama halnya dengan orang yang berangkat haji.
Dinamika perkembangan Islam yang terjadi di desa pardipe ini di bagi beberapa fase
diantaranya: Pertama, pada awal datangnya Islam yaitu pada masa Puyang Awak, pada masa
ini adalah masa pengenalan, namun tidak sedikit yang melakukan penolakan dari masyarakat
sekitar, adapun yang sudah memeluk Islam, akan tetapi belum melaksanak syari’at seutuhnya.
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237
e-ISSN: 2623-0178
107
online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Kedua, pada fase pengembangan Islam yaitu pada masa Haji Umar, perkembangan Islam pada
masa ini adalah puncak keemasan Islam di desa Pardipe karna pada masa inilah desa pardipe
dijadikan pusat belajar keagamaan di wilayah Pagaralam walaupun pada masa ini dihadapkan
dengan masa penjajahan. Ketiga, pada fase ini biasa juga disebut dengan fase kemunduran
yaitu masa setelah meninggalnya Haji Umar karana pada masa ini aktivitas-aktivitas
keagamaan sudah tidak berjalan lagi bahkan banyak penduduk desa yang meninggalkan desa
Pardipe.
Daprat Fustaka
Abdurrahman Mas‟ud, Sejarah Peradaban Islam , Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009
A. Bastari Suan dkk. Atung Bungsu Sejarah asal usul Jagad Besemah, Pagaralam: Pecinta
Sejarah dan Kebudayaan, 2007
Dzulfikridin, kepemimpinan meraje dalam masyarakat adat semende dan kesesuaian dengan
kepemimpinan Islam Palembang: Pustaka Auliya, 2001
Elly M. Setiadi, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Prenada Media Group, 2006
K.H.O Gajahnata Sry Edi Swarsono Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan,
Jakarta: UI Pres. 1986
Kontowijoyo, penjelasan sejarah, yokyakarta: Tiara Wacana:2008
Nor Huda Ali. Teori dan Metodologi Sejarah Beberapa Konsep Dasar , Palembang: Noer
Fikri 2016
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007
Sutoyo Al-Islam 2, Malang: PDKA, 1992
Yies Sy’diyah dkk. Prof K.H Anwar Musaddad Biografi Pengabdian, dan Pemikiran Uala,
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012
http://www.pagaralampos.com/2016/03/12/puyang-awak-penyebar-islam-di-besemah , dikses
pada hari senin tanggal 3 september 2018
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
92online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Mekah Kecil Di Tanah Besemah :Studi Terhadap Dinamika Perkembangan Islam di Desa Pardipe Kecamatan Dempo
Selatan Kota Pagaralam
Irpinsyah, Nor Huda Ali, Muhammad SyawaludinUniversitas Islam Negri Raden Fatah Palembang
Irpinsyah@gmail.com, norhuda_ali@radenfatah.ac.id, syawaluddin@radenfatah.ac.id,
Abstract
This research entitled "Small Mecca in the Land Besemah Study of the Dynamics of theDevelopment of Islam in Pardipe Village" This study aims to explore the dynamics of thedevelopment of Islam in the village of Pardipe from the phase of the arrival of Islam to thisday. This research includes field research with locations in Pardipe Village, South DempoSub-District, Pagaralam City, South Sumatra. This type of research uses a type of qualitativeresearch, namely a procedure that produces qualitative descriptive data in the form of words,images, and not numbers, from people or observable behavior. While the source of data fromthis study is primary and secondary as for data collection in this study, the primary datasource in this study is the source of data obtained through interviews and observations aboutthe condition of the subject and object of research, secondary data sources in this study arevarious documents or archives, artepak, news, and books relating to problems in research.The results of this study can be concluded as follows the entry of Islam into the village ofPardipe was brought by a mubalihg named Syeh Nurqodim Al-Baharudin or better known asPuyang Awak. The dynamics that occur in the development of Islam in the village of Pardipeis like following a cycle, where there are phases appearing to develop and experience decline.There are several reasons why the village of Pardipe is referred to as the small Mecca, thefirst because the village was the first place for the entry of Islam on weak land. white peoplewho often gather in the village
Keywords: Small Mecca, Besemah, Syeh Nurqodim Al-Baharudin
Abstraks
Penelitian ini berjudul “Mekah Kecil di Tanah Besemah Studi Terhadap DinamikaPerkembangan Islam di Desa Pardipe” kajian ini bertujuan untuk mengali sejrah mengenaidinamika perkembangan Islam di Desa Pardipe dari fase kedatangan Islam Sampai sekarangini. Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) dengan lokasi di DesaPardipe Kecamatan Dempo Selatan Kota Pagaralam Sumatera Selatan. Jenis penelitianmenggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu prosedur yang menghasilakan datadeskriptif kualitatif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, dari orang-orang atauperilaku yang dapat diamati. Sedangkan sumber data dari penelitian ini adalah primer dan
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
93online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
skunder adapun untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, Sumber data primer dalampenelitian ini adalah sumber data yang diperoleh melalui wawancara dan pengamtan(observasi) tentang kondisi subjek maupun objek penelitian, sumber data sekunder padapenelitian ini adalah berbagai dokumen atau arsip, artepak, berita, dan buku-buku yangberkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Hasil penelitian ini dapat disimpulkansebagai berikut masuknya Islam ke desa Pardipe ini dibawa oleh seorang mubalihg yangbernama Syeh Nurqodim Al-Baharudin atau lebih dikenal dengan sebutan Puyang Awak.Dinamika yang terjadi dalam perkembangan Islam di desa Pardipe yaitu seperti mengikutisebuah siklus, dimana ada fase muncul berkembang dan mengalami kemunduruan. Adabeberapa alasan mengapa desa Pardipe disebut sebagai Mekah kecil, yang pertama karna desatersebut adalah tempat pertama kali masuknya Islam di tanah besemah, yang keduapembangunan masjid pada masa Haji Umar sama seperti membangun masjid Nabawi diMadinah, yang ketinga banyaknya berdatangan orang-orang berbaju putih yang seringberkumpul di desa tersebut
Kata Kunci: Mekah Kecil, Besemah, Syeh Nurqodim Al-Baharudin
PendahuluanIslam dalam perkembangannya merupakan agama yang banyak berkaitan dengan
historis peradabannya. Tidak khayal jika dinamika peradaban Islam pun kerap munculberbagai perseptif serta Islam juga bersifat universal dan dinamis, Islam mengalami beberapapase dan tahapan dalam perkembangan dan penyebarannya. Ini dapat dilihat dari proses yangterjadi pada mayarakat dalam penerimaan terhadap Islam sebagai rahmatan lil Alamin(rahmat atau anugrah bagi seluruh alam)
Salah satu prinsip utama dalam hal ini,( Sutoyo:1992:3) bahwa Islam merupakan agamayang menjadikan Allah sebagai Tuhan atau kepercayaan. Agama juga berfungsi mengaturkehidupan sebelum kematian, perintah-perintah, larangan, anjuran, ibrah atau apapun yang adadalam al-quran yang ditujukan pada manusia, semuanya menceritakan proses bagaimanakehidupan di dunia ini seharusnya dijalankan.
Proses penyebaran Islam di Indonesia pada umumnya tidak dapat dilepaskan dariperanan para pedagang Islam., ahli-ahli agama Islam dan raja-raja atau penguasa yang telahmemeluk Islam . Proses masuknya Islam ke Indonesia pertama kali melalui lapisan bawah,yakni masyarakat sepanjang pesisir utara. Dalam hal ini, pembawa Islam kepada masyarakatNusantara adalah para saudagar-saudagar Muslim, baik yang datang dari Gujarat maupunArab. Dari hubungan ini mereka saling mengenal dan terjadi hubungan yang dinamis. Parasaudagar muslim tidak semata-mata hanya berdagang melainkan juga berdakwah(Abdurrahman Mas’ud : 2009:181).
Masuknya Islam ke wilayah Indonesia oleh (M. C. Ricklefs :1991:3) dibagi menjadidua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam kemudianmenganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia, seperti Arab, India, dan Cina yang telah
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
94online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
beragama Islam bertempat tinggal secara menetap di suatu wilayah Indonesia, melakukanperkawinan dengan penduduk asli dan mengikuti gaya hidup lokal yang sedemikian rupasehingga mereka sudah menjadi orang Jawa, Melayu atau suku lainnya.
Sama halnya dengan daerah lain, masuknya agama Islam di propinsi Sumatra Selatantidak terlepas dari peran para pedagang Islam . Masuknya Agama Islam ke propinsi SumateraSelatan sebagaimana yang dihasilkan oleh seminar “Masuk dan Berkembangnya Islam diSumatra Selatan” yang di selenggarakan oleh Majlis Ulama Insdonesia daera SumateraSelatan pada Tahun 1984 menyebutkan
1. Berdasarkan sumber-sumber sejarah sepanjang yang dapat diketahui, masuknya Islamke wilayah Sumatera Selatan khususnya Kota Palembang diperkirakan terjadi sekitarabad kedua Hijriah atau abad ketujuh Masehi dengan jalan damai melalui pelayaran danperdagangan. Para pedagang yang membawa agama Islam diterima dengan baik sebagaisalah satu kelompok pedagang muslim di lingkungan Kerajaan Sriwijaya.
2. Kelompok pedagang muslim ini, selain berdagang, melakukan hubungan dengankelompok masyarakat lainya sehingga berangsur-angsurdan sesuai dengan kondisisetempat pada masa itu, Munculah agama ini secra lambat laun sepanjang abad ketujuhsampai abad keempat belas Masehi (K.H.O. GadjahNata, Sri Edi Suasono 1986: 270).Dengan pesatnya perkembangan Islam pada waktu itu hingga memasuki daerah-daerah
pedalaman yang pada akirnya masuklah di wilayah Besemah, yang lebih tepatnya di DesaPardipe Kecamatan Dempo Selatan Kota Pagaralam yang dipercayai sebagai tempat pertamakali masuknya Islam di Besemah
Agama Islam diperkirakan sudah masuk atau dikenal di Tanah Besemah pada abad ke-15 M atau setidak-tidaknya abad ke-16 M. Tokoh yang mula-mula menyiarkan Islam diTanah Besemah adalah Syeh Nurqoddim Al-Baharudin atau Syeh Baharudin Nurqodim.Masyarakat Besemah sendiri sering menyebut dengan sebutan Puyang Awak. Bahkan tokohpembawa ajaran Islam di Tanah Besemah sudah dianggap wali (penyiar Islam ). Gadjah NataSri Edi Sumarsono (1985:45) menjelaskan keberadaan Nurqodim di Tanah Besemah “diantara para mubalihg yang dikenal masyarakat Pedesaan di daerah ini adalah Nurqodim(Puyang Awak) yang berlokasi di Pardipe di daearah Pagaralam.
Berdasarkan arsip kuno berupa kaghas (tulisan dengan huruf Ulu di atas kulit kayu)yang ditemukan di Dusun Penghapau, Semende Darat, Kabupaten Muara Enim, SumateraSelatan, yang diterjemahkan pada tahun 1974 oleh Drs. Muhammad Nur (ahli purbakala), adabeberapa catatan sejarah. Bahwa pada tahun 1072 Hijriyah atau 1650 Masehi, telah adaseorang tokoh ulama yang bernama Syech Nurqodim al-Baharudin yang bergelar PuyangAwak yang menyebarkan Islam di kaki gunung dempo (Desa Pardipe)
Pardipe adalah sebuah desa kecil yang terletak di Kota Pagaralam, berjarak sekitar 10km dari pusat Kota. Selain di kenal dengan nama Pardipe, desa ini juga sering disebut dengannama Peraudipe, Perahu Dipo atau Pardipe. Pardipe saat ini temasuk dalam wilayahadministratif Kecamatan Dempo Selatan Kota Pagaralam. Kota Pagaralam degan letak gorafisterletak di kaki Bukit barisan. Terletak kearah sebelah barat Kota Palembang atau di
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
95online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
pedalaman Sumatra Selatan. Terhampar di lereng-lereng bukit dan Gunung Dempo denganketinggian 3200 m di atas permukaan laut.
Penduduk yang menghuni desa Pardipe adalah penduduk asli Kota Pagaralam yangdisebut dengan suku Besemah (Jeme Besemah) Dari segi bahasa penduduk Desa ini selalumenggunakan bahasa Besemah sebagai bahasa sehari-hari mereka. Bahasa Besemah tidakbersifat feudal dalam bentuk tingkatan-tingkatan bahasa seperti bahasa Jawa dan Sunda.Mereka juga memiliki system aksara yang disebut dengan surat ulu. Susunan surat ini adalahKe-Ge-Nge dan ditulis di atas Kaghas, yaitu sebuah kulit kayu yang di dalamnya terdapattulisan aksara Hurup Ulu (Bastari Suan 2007: 24).
Adapun beberapa bukti yang menguatkan mengapa desa tersebut dikatakan tempatpertama kali mesuknya Islam di Pagaralam diantaranya adanya makam dari Syeh NurqoddimAl-Baharudin atau sering disebut juga sebagai puyang Awak, makam tersebut tidak jauh daripemukiman masyarakat desa Pardipe bejarak sekitar 500 meter dari pemukiman, makam inijuga sangat di keramatkan oleh berbagian masyarakat bahkan masyarakat dari luar Pagaralamitu sendiri . Syeh Norqoddim Al-Baharudin atau puyang yang dipercayai sebagai pembawaIslam pertama kali ke tanah Besemah.
Selain makam dari Syeh Nurqodim Al-Baharuddin ada juga masjid tertua di Pagaralam,sebagai mana yang disampaikan oleh Bujang Karnawi. Bahwa cikal bakal agama Islam diPagaralam diduga kuat sudah ada sejak abad ke-15 Masehi. Ini dibuktikan adanya rumahibadah di Dusun Prahu Dipo, Kelurahan Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Selatan. Rumahibadah ini dibangun ulama asal Jawa, Syech Nurqodim Al-Baharudin, bergelar Puyang Awak.Masjid ini hanya beratapkan seng tanpa dinding. Masyarakat disini menyebutkan sebagaiMasjid Agung Puyang Awak. Masjid ini sempat dihancurkan oleh Belanda namun dibangunkembali oleh haji Umar dan Haji Umarla yg melanjutkat dakwah beliau di Desa Pardipe.
Pada masa Haji Umar aktifitas keagamaan di Desa Pardipe semakin aktif sehinggasering di jadikan tempat perkumpulan tokoh-tokoh agama dari berbagai daerah termasuk dariluar Besemah itu sendiri seperti dari Lampung, Padang dan lain sebgainya, ada juga yangmengatakan bahwa Desa Pardipe itu adalah tempat berkumpulnya orang-orang tarekat padamasa itu. Dari aktifmya aktifitas keagamaan di sana dan sering datangnya orang orang-orangdari luar yang ikut dalam melaksanakan aktifitas keagamaan. Sehingga muncul di kalanganmasyarakat bawahwa Desa Pardipe itu sebagai Mekah Kecil.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengali tentang Mekkah Kecil di tanahBesemah, stadi kasus terhadap dinamika perkembangan Islam di Desa Pardipe KecamatanDempo Selatan Kota Pagaralam. Penelitian ini difokuskan dengan sejarah masuknya danberkembangnya Islam di tanah Besemah serta menelusuri dinamika yang terjadi di kalanganmasyarakat dalam perkembangan Islam sehingga munculnya istilah Mekka kecil.
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
96online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Metodologi PenelitianDalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah (metode historis)
Sebagaimana menurut (Endang Rochmiatun 2013:13) bahwa Sejarah sebagai “ilmu”mempunyai metodologi penelitian ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Langkah-langkah heuristik dan kritik- kritik sumber yang dilakukan adalah metode metode objektifilmiah yang umum sekali dalam penelitian sejarah. Penelitian sejarah hakekatnya adalah untukmencari kebenaran dan kebenaranya berdasar pada metode ilmiah/pengetahuan
Metode Historis yaitu penyelidikan dalam suatu maslah dengan mengaplikasikan jalanpemecahan darspektif sajarah, metode sejarah ini menggunakan empat langkah kegiatan yaitu:1. Mengumpulkan objek dan bahan-bahan, tercetak, tertulis atau lisan yang relevan (hioristik)2. Menyingkirkan bahan-bahan yang tidak otentik (analisis data) 3. menyimpulkan kesaksianyang dapat dipercaya (interpetasi data) 4. Menyusun kesaksian yang dapat dipercaya menjadicerita penyajian yang berarti (historiografi). Dalam metode ini menulis gunakan untukmengkaji dan mengkostruksi sejrah munculnya istilah Mekkah kecil di desa pardipekecamatam Dempo selatan kota Pagaralam
Kerangka TeoriPada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam hidupnya dapat
dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan. Adanya perubahantersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbandingan dengan menelaah suatumasyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakatpada waktu yang lampau. Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, pada dasarnyamerupakan suatu proses yang terus menerus. ini berarti bahwa setiap masyarakatkenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan.
Namun perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yanglain tidak selalu sama. Hal ini di karenakan adanya suatu masyarakat yang mengalamiperubahan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Perubahan tersebutdapat berupa perubahan yang tidak menonjol atau tidak menampakkan adanya suatuperubahan yang terjadi di masyarakat. Juga terdapat adanya perubahan yang memilikipengaruh yang luas maupun yang terbatas. Disamping itu juga ada perubahan yang prosesnyalambat, dan ada juga perubahan yang prosesnya berlangsung dengan cepat.Dengan demikian Peneliti akan membahasnya berdasarkan teori siklus Oswald Spengler diamengatakan bahwa masyarakat diibaratkan sebagai manusia yang mengalami masa kanak-kanak masa remaja masa dewasa dan masa tua mereka lahir tumbuh secara cepat mencapaitingkat kedewasaan yang disebut sebagai masa keemasan masa kejatuhan dan meninggal(Steven Vargo, Sosial Change). Dalil yang digunakan Spengler ialah bahwa kehidupan sebuahkebudayaan dalam segala-galanya sama dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan hewan danmanusia, persamaan itu terdapat pula dengan alam semesta makrokosmos dan mikrokosmossemua dalam susunan dan semua kehidupannya. Adapun persamaan itu berdasarkan
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
97online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
kehidupan organisme yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari pada patung hukumitu tampak pada siklus
Selain itu juga akan dibahas berdasarkan teori perubahan sosial Selo Soemarjan,Menurut beliau, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembagakemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi system sosial, termasuk didalam nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola prilaku di antara kelompok dalam masyarakat.Menurutnya, antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan memiliki satu aspek yangsama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatuperbaikan cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Perubahan sosial yaitu perubahanyang terjadi dalam masyarakat atau dalam hubungan interaksi, yang meliputi berbagai aspekkehidupan. Sebagia akibat adanya dinamika anggota masyarakat, dan yang telah didukungoleh sebagian besar anggota masyarakat, merupakan tuntutan kehidupan dalam mencarikestabilannya.
Selanjutnya Teori (Evolusi Piotr Sztomka :2007:125-126) perubahan evolusi dibayangkanberpola unilinear, mengikuti pola atau lintasan tunggal. Perbedaan antara berbagai bagianmasyarakat atau antara kultur dalam masyarakat manusia selaku keseluruhan dianggapdisebabkan oleh perbedaan langkah proses evolusi di berbagai bagian dunia, yakni ada yanglambat dan ada juga yang lebih cepat.
Masyarakat yang lebih primitif atau terbelakang, bener-bener terlambat dalam proses,namun tanpa terelekkan akan bergerak, melalui jalan yang sama, mengikuti masyarakat yanglebih maju khususnya masyarakat Barat yang paling dewasa. Perubahan masyarakatdipandang sebagai sesuatu yang alamiah, terjadi dimana saja, niscaya dan merupakan cirri takterhindarkan dari realitas sosial. jika terlihat stabilitas atau stagnasi, itu ditafsirkan sebagaiperubahan yang tertahan, terhalang dan dipandang sebagai perkecualian.
Evolusi meliputi semua kesatuan kultur konkrit. Setiap kultur atau setiap aspek kulturtertentu bekembang secara berbeda dan mengikuti mekanisme sendiri. Dalam kajian ini kulturdianggap sebagai suatu bagian yang mempunyai bentuk-bentuk Dalam kajian ini kulturdianggap sebagai suatu bagian yang mempunyai bentuk-bentuk yang berbeda di tempat yangberbeda dan kultur inilah yang lam-kelamaan akan mengalami perubahan secara lambat(evolusi).
Evolusi ini melingkupi seluruh aspek kebudayaan dan punya metode tertentu danbersifat ganda. Adanya dominasi faktor tekno-ekonomi punbersifat ganda. Adanya dominasifaktor tekno-ekonomi puna peran yang cukup berarti. Kultur ini sangat erat kaitannya dengankegiatan sehari-harim suatu masyarakat seperti kegiatan keagamaan.
Adapun teori ini pada dasarnya akan berpijak perubahan yang memerlukan proses yangcukup panjang, dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untukmencapai perubahan yang sesuai dengan keinginan
Selain itu peneliti juga akan melihat dari segi dakwah yang berupa metode danpendekatan dakwah Islamia yakni dakwah bil-hal (perbuatan nyata) yaitu berupa prilaku yangsopan sesuai dengan ajaran Islam , memelihara lingkungan tolong menolong sesame
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
98online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
memberikan pelayanan. Melalui medode dakwah bilhikmah (QS. An-Nahl 125). Meleluiberbagai saluran Islamisasi diantaranya: perdagangan, pernikahan, tasawuf dan kesenian(Poesponegoro Djoened Soerdjono :2008:169.
Teori-teori di atas dikembangkan dan diselaraskan dengan dengan kondisi umat Islampada masa itu yaitu pada akhir abad ke 19 di Desa Pardipe, berdasarkan latar belakang sejarahmasuk dan berkembangnya Islam di Desa Pardipe untuk di kaji diketahui hal-hal yang dimaksudkan dari kerangka teori
Dinamika dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki beberapa definisi, dinamikasebagai bentuk dinamis, dinamika juga merupakan sebuah tenaga, atau semangat yangsenatiasa bergerak. Dinamika dengan bidang terkait adalah sosial, maka penulis jugamencantumkan dinamika sosial yang juga dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu sebuahgerak masyarakat secara terus menerus yang menimbulkan berubahan dalam tata hidupmasyarakat yang bersangkutan.
Selanjutnya untuk mengembangkan tulisan ini perlu di pahami arti kata perubahan.Menurut kamus terbaru bahasa Indonesia (tim rality 2008, hal. 658) perubahan berasal darikata ubah artinya menjadi berbeda, menjadi lain dari semula. Sedangkan perubahan adalahkeadaan berubah, peralihan, pertukaran. Perubahan yang di maksud dlam tulisan ini adalahperubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat seiring perkembangan agama Islam diDesa Pardipe.
Hasil dan DiskusiA. Istilah Kata Besemah
Kata Pasemah berasal dari Prasasti Balatentara Yayasana Kedatuan Sriwijaya yangditemukan setelah penaklukan Lampung tahun 680 M. Prasasti tersebut yaitu prasasti PalasPasemah yang menuturkan, bahwa suku ini telah ada sejak sebelum abad ke-6 M. Pada masaitu suku Pasemah kaya dengan nilai-nilai adat tradisi dan budaya yang khas. bahkan sampaidengan abad ke-16 masyarakat di tanah Pasemah sejak dulu sudah memiliki tatanan dan aturanmasyarakat yang bernama "Lapik Empat Mardike Diwe”, yakni "Perwujudan DemokrasiMurni" yang muncul berkembang dan diterapkan sepenuhnya oleh semua komponenmasyarakat setempat. (Temenggung Citra Mirwan :2013:27.
Berbeda tatanan dan aturan masyarakat Pasemah dimata orang-orang Barat, merekamengganggap ketidaktaatan dan ketundukan dengan penjajah, orang-orang Pesemah dianggappemberani dan liar. Hal ini diilustrasikan dari tempat orang-orang Pasemah pernah dituliskanoleh JSG Grambreg (Pegawai Hindia Belanda tahun 1865) bahwa "Barang siapa yangmendaki Bukir Barisan dari arah Bengkulu, kemudian menjejakkan kaki di tanah KerajaanPalembang yang begitu luas; dan barang siapa yang melangkahkan kaki dari arah utara EmpatLawang (negeri empat gerbang) menuju ke dataran Lintang yang indah, sehingga ia mencapaikaki sebelah Barat Gunung Dempo, maka sudah pastilah ia di negeri orang Pasemah. Jika iaberjalan mengelilingi kaki gunung berapi itu, maka akan tibalah ia di sisi Timur dataran tinggiyang luas yang menikung ke arah Tenggara, dan jika dari situ ia berjalan terus lebih ke arah
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
99online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Timur lagi hingga dataran tinggi itu berakhir pada sederetan pengunungan tempat dari sisi ituterbentuk batasan alami antara negeri Pasemah yang merdeka dan wilayah kekuasaan HindiaBelanda "
Djohan Hanafiah menyatakan bahwa awalnya mereka orang-orang luar, khususnyaorang Eropa, tidak mengenali siapa sebenarnya orang-orang Pasemah. Orang Inggris, sepertiThomas Stamford Rafless Pahlawan perang Inggris melawan Belanda di Jawa (1811) danterakhir mendapar kedudukan di Bengkulu dengan pangkat besar (1817-1824) menyebutnyadengan Passumah. Orang-orang Pussumah dianggap sebagai orang-orang liar.
Bukti tentang keberanian orang Pasemah seperti diungkap penenalan orang-orangEropa, terutama Belanda dan Inggris terhadap orang-orang Pasemah pada awalnya sangatapriori. Orang Belanda dengan picik sebutan "dat de Pasoembers zonen gebragt" (orangPasemah tak akan diajak bicara jika tidak diberi unjuk kekuatan militer) , Demikian juga SirTomas Raffles, seorang Gubernur Jendral di Bengkulu, pertama kali dia menganggap orangPasemah sebagai The pasumabs were a svage, ungovernable race, and thet no ternscould everbe made with them (Orang Pasemah adalah buas, ras yang tidak berpemerintahan dan tidakada istilah yang dapat sesuai untuk mereka.) Serelah menempuh perjalanan yang berat danmelelahkan mendaki Gunung dan bukit serta menembus belantara, bertemula Raffles Denganorang Besemah. Perjalanan ini adalah perjalanan khusus untuk mententramkan orangPasemah.
Pada waktu itu, wilayah Pasemah masih belum masuk dalam jajahan Hindia Belanda.Operasi-operasi militer Belanda untuk menaklukkan Pasemah sendiri berlangsung lama, daritahun 1821 sampai 1867. Johan Hanafiah menyebutkan bahwa "perlawanan orang Pasemahdan sekitarnya adalah kekerasan terpanjang dalam sejarah perjuangan di Sumatera Selatanabad 19, berlangsung hampir 50 tahun lamanya".
Selanjutnya, perlawanan dan perjuangan panjang yang disebutkan oleh Djohan bukankeliuaran dan ketidaktaatan seperti yang dikatakan oleh orang-orang luar. Perlawanan ituberarti berjuang mempertahankan tanah kelahiran dan kekuatan dari bangsa lain. Sedangkanpemakaian nama Passumah oleh orang-orang Inggris yang rupanya sudah pernah muncul padalaporan orang Portugis jauh sebelumnya.
Memperhatikan pendapat Djohan di atas, maka wajar kiranya Mohammad Samanseorang budayawan Besemah menyebutkan bahwa kata Pasemah merupakan salah satukesalahan orang-orang luar, padahal yang tepat adalah Besemah lazimnya dipakai olehpenduduk setempat. Dengan hal-hal tersebut, maka sebutan yang sesungguhnya yang lebihdikenal masyarakat adalah kesalahan pengucapan orang-orang Belanda atau Barat, sedangkanpengucapan yang benar, yaitu Besemah digunakan oleh penduduk yang bermukim di TanahBesemah.
B. Letak Geografis dan Kondisi AlamDaerah Besemah terletak di kaki Bukit Barisan. Daerahnya meluas dari lereng-lereng
Gunung Dempo ke selatan sampai ke Ulu sungai Ogan ( Kisam ), ke barat sampai Ulu alas (
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
100online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Besemah Ulu Alas ), ke utara sampai ke Ulu Musi Besemah ( Ayik Keghuh ),dan ke arahtimur sampai Bukit Pancing, Pada masa Lampik Empat Merdike Due, daerah Besemah sudahdibagi atas Besemah Lebar, Besemah Ulu Lintang, Besemah Ulu Manak, dan Besemah AyikKeghuh.( Marzuki Bedur dkk :2005:38)
Meskipun nama-namanya berbeda, namun penduduknya mempuyai hubungan atauikatan kekerabatan yang kuat (genealogis). Daerah Besemah merupakan dataran tinggi danpegunungan yang bergelombang. Ketinggian wilayah sangat bervariasi, dari ketinggian sekitar441 meter dpl, (di atas permukaan laut) sampai dengan 3.000-an meter lebih dpl. Daerahdataran tinggi 441 meter sampai dengan 1.000 meter dpl, sedangkan daerah berbukit danbergunung (bagian pegunungan) berada pada ketinggian di atas 1.000 meter hingga 3.000meter lebih dpl. Titik tertinggi adalah 3.173 meter dpl, yaitu puncak Gunung Dempo ( Bos,1947:35 ), yang sekaligus merupakan gunung tertinggi di Sumatera Selatan. Daerah GunungDempo dengan lereng-lerengnya pada sisi timur dan tenggara mencakup 58,19 % dari luaswilayah Kota Pagar Alam sekarang yang 633,66 hektar ( Bappeda, 2003 : 7-12 ).
Bukit dan gunung yang terpenting di wilayah Kota Pagaralam, antara lain adalahGunung Dempo ( 3.173 m), Gunung Patah, ( 2.817 m ), Bukit Raje Mendare, Bukit Candi,Bukit Ambung Beras, Bukit Tungku Tige ( Tungku Tiga ), dan Bukit Lentur. Bagian wilayahkota yang marupakan dataran tinggi, terutama bagian timur, umumnya disebut “ TengahPadang”. Daerah pusat Kota Pagaralam yang meliputi kecamatan Pagaralam Utara danKecamatan Pagaralam Selatan atau wilayah bekas Marga Sumbay Besak suku alundue terletakpada ketinggian rata-rata 600 samapai 3.173 meter dpl. .( Marzuki Bedur dkk :2005:38)
Daerah Besemah dialiri sejumlah sungai, satu diantaranya adalah sungai Besemah(Ayik Besemah). Pada zaman dahulu, keadaan alamnya sangat sulit dilewati, menyebabkandaerah ini jarang didatangi oleh Sultan Palembang atau wakil-wakilnya (raban dan jenang).Kondisi alam yang cukup berat ini menyebabkan sulitnya pasukan Belanda melakukanekspedisi-ekspedisi militer untuk memadamkan gerakan pelawanan orang Besemah. Mengenaikeadaan alam Besemah pada permulaan abad ke-19, menurut pendatang Belanda darikarangan van Rees tahun 1870 melukiskan.
Sampai dengan tahun 1866 ada rakyat yang mendiami perbukitan yang sulit di datangidi sebalah tenggara Bukit Barisan yang tidak pernah menundukkan kepalanya kepada tetanggawalaupun sukunya lebih besar. Walau hanya terdiri dari beberapa suku saja, merekamenanamkan dirinya rakyat bebas merdeka. Dari barat daya sulit ditembus oleh orang-orangBengkulu, dari tiga sudut lain dipagari oleh gunung-gunung yang menjulang tinggi danditutupi oleh hutan rimba yang lebat dan luas di daerah pedalaman Palembang. (Apriantoni:2015:72)
C. Asal-usul Suku BesemahSampai sekarang masih belum jelas dari mana sebenarnya asal-usul suku Besemah.
Apakah teori-teori tentang perpindahan penduduk yang diikuti sekarang berlaku juga bagi
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
101online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
suku Besemah, masih diliputi kabut rahasia. Namun yang jelas, jauh (berabad-abad) sebelumhadirnya mitos Atung Bungsu, di Tanah Besemah, di lereng Gunung Dempo dan daerahsekitarnya, telah ada masyarakat yang memiliki kebudayaan (tradisi megalitik) sebagaimanatelah diuraikan oleh penelitian terdahulu dan bukti-bukti budaya megalitik di tanah Besemahitu sampai sekarang masih ada. Tetapi permasalahannya, apakah jeme Besemah sekarang iniadalah keturunan dari pendukung budaya megalitik tersebut.
Suku Pasemah atau Besemah adalah suatu masyarakat adat yang bermukim di daerahperbatasan provinsi Sumatra Selatan dengan provinsi Bengkulu. Wilayah pemukiman sukuPasemah meliputi daerah sekitar kota Pagar Alam, kecamatan Jarai, kecamatan Tanjung Saktidan daerah sekitar Kota Agung kabupaten Lahat. Wilayah pemukiman suku Pasemah iniberada dekat sekitar kaki Gunung Dempo.
Keberadaan suku Besemah sendiri diperkirakan telah ada di wilayah Sumatra Selatansejak ribuan tahun sebelum Masehi, bersama suku Komering dan suku Lampung. Hanya sajasejak awal kedatangan, telah terpisah-pisah dan berbeda tempat pemukiman. .( Marzuki Bedur
dkk :2005:38)
Suku Besemah, kaya dengan nilai-nilai adat, tradisi dan budaya yang khas.Masyarakat di tanah Besemah sejak dulu sudah memiliki tatanan dan aturan masyarakat yangbernama “Lampik Empat, Merdike Due” yakni, "Perwujudan Demokrasi Murni", yangmuncul, berkembang, dan diterapkan sepenuhnya, oleh semua komponen masyarakatsetempat.
Menurut cerita rakyat di Besemah, Atung Bungsu datang ke Besemah pada saat tempatini sudah di diami oleh suku Rejang dan Berige. Ia sampai berdialog dengan salah seorangpimpinan suku Rejang yang bernama Ratu Rambut Selaku dari Lubuk Umbay yang masing-masing merasa berhak atas Tanah Besemah. Mulai sumpah, akhirnya Ratu Rambut Selakemengakui bahwa yang lebih berhak adalah Atung Bungsu.
Ucapan Atung Bungsu itu kira-kira sebagai berikut, “Jikalau bulak, jikalau buhung,tanah ini aku punye, binaselah anak cucungku”. Sedangkan M. Zoem Derahap, yang dijulukiPak Gasak, dusun Negeri Kaye, Tanjung Sakti, bercerita bahwa rakyat Lubuk Umbay yangdipimpin Ratu Rambut Selake setelah mengakui Tanah Besemah milik Atung Bungsu merekalalu diberi kedudukan sebagai Sumbay dalam Jagat Besemah, tetapi tidak masuk dalam systempemerintahan Lampik Empat Merdike Due. Sumbay mereka itu dinamakan Sumbay LubukUmbay.
Sebagian masyarakat Besemah percaya bahwa kedatangan Atung Bungsu bersamaDiwe Semidang (Puyang Serunting Sakti) dan Diwe Gumay. Diwe Gumay menetap di BukitSeguntang Palembang, sedangkan Diwe Semidang pada mulanya juga tinggal di BukitSeguntang, lalu pagi menjelajah Batanghari sembilan sampai akhirnya menetap di suatutempat yang disebut Padang Langgar (Pelang Keniday). Keturunan kesebelas dari DiweGumay, yaitu Puyang Panjang sebagai juray kebalikan baru menetap dibagian Ilir tanahBesemah, yaitu di Balai Buntar (Lubuk Sempang).
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
102online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Selain cerita rakyat yang tetap hidup dan berkembang di Besemah, mengenai asal-usulsuku Besemah, seorang pengelana bangsa Inggris, E.Presgrave, yang mengunjungi daerahBesemah, memberikan cerita dalam The Journal of The Indian Archipelago (Harian dariKumpulan India) sebagai berikut (Gramberg, 1867:351-352).
Sewaktu kerajaan Majapahit runtuh, seorang kakak laki-laki dan seorang adikperempuan dengan banyak pengikut, telah meninggalkan Majapahit dan mendarat di PantaiTimur Sumatera. Adik perempuannya menempatkan dirinya di Palembang, dimana ia dalamwaktu singkat telah menjadi ratu yang terpandang. Kakaknya (Atung Bungsu), yang lebih jauhmasuk ke pedalaman, menetapkan diri di Lembah dari Passumah yang subur. Dengandemikian tanah ini diduduki dan dihuni para pendatang ini.
Mitos atau cerita mengenai Puyang Atung Bungsu terdapat beberapa versi yang antaralain dapat di baca dalam “Soerat Assal Oerang Mendjadikan Djagat Passumah” dengan kodeML 608 (BR.157.VIII) dan kode ML 234 yang ada di perpustakaan Museum Nasional,Jakarta. Sumber dengan kode ML 234 ditulis oleh Muhammad Arif dari dusun Benuakelingtanggal 28 November 1898 yang disalinnya dari suatu kitab orang dusun Tanahpilih, MargaSumbay Ulu Lurah Benuakeling, yaitu Pangeran Samadil. Sumber data ini, sebelumnya disalinkembali oleh Muhammad Tayib yang pernah magang di kantor Kontrolir dari Bandar tanggal25 Januari 1889. Jadi, sumber ini sudah disalin beberapa kali. Sumber aslinya dalam bentukhuruf Arab Gundul (Surat Melayu) yang kemudian ditulis dalam bentuk huruf Latin. .( Marzuki
Bedur dkk :2005:43)Ada lagi sumber yang ditulis oleh A. Grozali Mengkerin, juga dari dusun Benuakeling
yang berjudul “Benuakeling Puting Jagat Besemah”. Selanjutnya ada lagi versi lain, misalnyayang ditulis oleh Musa dari dusun Muara Siban, M.S. Panggarbesi, Abdullah (Bedul) dusunGelungsakti, dan beberapa tulisan lainnya. Cerita tentang Puyang Atung Bungsu ini banyakdibumbui dengan cerita-cerita yang berbau mistik, irrasional dan sulit diterima oleh akal sehat.
Pada umumnya cerita tentang Atung Bungsu ini terdapat persamaan, bahwa tokoh iniberasal dari Kerajaan Majapahit dan dua orang anaknya, Bujang Jawe (Bergelar PuyangDiwate) dan Riye Rekian. Atung Bungsu dan keturunannya dianggap genre yang menjadikan“Jagat Besemah”. Konon, menurut cerita, kata “Besemah” berasal dari cerita istri AtungBungsu yang Bernama Putri Senantan Buwih (anak Ratu Benuakeling) yang ketika sedangmencuci beras di sungai, bakul berasnya dimasuki ikan semah
Salah seorang keturunan Bujang Jawe (Puyang Diwate) bernama puyang Mandulake(Mandulike) yang berputra lima orang, yaitu (1) Puyang Sake Semenung atau Semanung(menjadikan anak keturunan Pagargunung), (2) Puyang Sake Sepadi, melalui anaknya SingeBekkurung yang bertempat tinggal di dusun Benuakeling menjadikan Marga Tanjung Ghaye,Sumbay Ulu Lurah, Sumbay Besak, Sumbay Mangku Anum, dan Sumbay Penjalang, (3)Puyang Sake Seratus menjadikan anak keturunan Bayuran (Kisam), (4) Puyang Sake Seketi(mati bujang, tidak ada keturunan). Puyang Singe Bekurung mempunya anak Puyang Pedane.Puyang Pedane beranak Puyang Tanjung Lematang. Puyang ini kemudian beranak tiga orang,yaitu Puyang Riye Lisi, Riye Ugian, dan Riye Lasam. Puyang Riye Lisi pindah ke Kikim
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
103online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
menjadikan anak Merge Penjalang di Besemah Libagh, dan Puyang Riye Lasam menjadikanketurunan Sumbay Ulu Lurah.
Tentang asal-usul suku Besemah, versi lain menceritakan bahwa ada seorang “WaliTua” dari salah satu anggota keluarga Kerajaan Majapahit berangkat ke Palembang, kemudiankawin dengan Putri (anak) Raja Iskandar yang menjadi Raja Palembang. Salah satu keturunaninilah yang bernama Atung Bungsu yang pada suatu ketika berperahu menyelusuri sungaiLematang dan akhirnya sampai di sungai yang belum diketahui namanya, tempatnya menetapdinamakan Benuakeling .
Di sungai itu, Atung Bungsu melihat banyak ikan semah yang mengerumuni bekas-bekas makanan yang dibuang ke sungai. Atung Bungsu menceritakan kepada istrinya bahwadi sungai banyak ikan semah-nya. Konon katanya, nama ikan inilah yang menjadi cikal-bakalasal-usul nama “Besemah” yang artinya “sungai yang ada ikan semahnya”. Sungai itulah yangsampai sekarang dikenal dengan nama Ayik Besemah diantara dusung Karanganyar dengandusun Tebat Gunung Baru sekarang. Jadi, ada beberapa versi cerita mengenai ikan semahsebagai asal nama Besemah, di antaranya versi Atung Bungsu dan versi Senantan Buih.
D. Awal Masuknya Agama Islam ke Tanah BesemahMasuk dan berkembangnya agama Islam di Besemah (Kota Pagaralam dan sekitarnya)
tidak bisa lepas dari peran seorang Puyang Awak. Tokoh ini diyakini sebagai penyebar Islampertama di Besemah. Dalam menyebarkan agama Islam, Puyang Awak tidak menempuh carayang frontal.“Puyang Awak atau Syekh Nurqodim Al-Baharudin merupakan penyebar Islampertama di Besemah,” tegas Tuan Guru Fikri Al-Muslim, saat dibincangi Pagaralam Pos, usaipelaksanaan shalat kusuf (gerhana) di alun-alun Merdeka, Kelurahan Beringin JayaKecamatan Pagaralam Utara, belum lama ini.
Dijelaskannya, Puyang Awak datang ke Besemah untuk menyebarkan Islam padatahun 1600-an atau sekitar abad ke-17 M. Saat itu kata Fikri, kondisi sosial masyarakatBesemah masih belum teratur. Sedangkan dari sisi keagamaan, masyarakat Besemah saat itubelum mengenal yang namanya Islam. “Saat Puyang Awak datang, masyarakat Besemahmasih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme,” tutur Fikri. “Kalau kita tarik lebihjauh lagi yakni pada zaman orang nek dan nuk. Maka, animisme dan dinamisme itu sudah adasejak lama,” sambungnya. Karena kondisi itu, Puyang Awak menyebarkan Islam denganmengajarkan soal fondasi keimanan, yakni tentang tauhid. “Puyang Awak mengajarkan tauhidatau tentang keesaan Tuhan”.
Puyang Awak juga tidak menyebarkan Islam di Besemah secara frontal. Sebab jikaditempuh dengan cara frontal, belum tentu bisa diterima masyarakat Besemah saat itu, danjuga bisa menimbulkan perlawanan hingga berujung kekerasan. Maka Puyang Awak lebihmemilih cara-cara yang sejuk. “Dalam menyebarkan Islam di Besemah, Puyang Awak masukke ranah seni budaya. Misalnya melalui seni guritan. Sehingga muncullah adat bersendikansyara’, syara’ bersendikan kitabullah. Atau Adat bersendikan hukum, hukum bersendikankitab Al-Qur’an,” tutur Fikri.
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
104online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
E. Perkembangan Islam Pada Masa Haji Umar (1925)Setelah kepergian Puyang Awak dari tanah bersama perjuangan ajaran Islam
dilanjutkan oleh keturunannya. Diantaranya yang paling terkenal di Desa Pardipe dansekitarnya ialah Puyang Tuan Haji Umar yang merupakan generasi ke 9 Puyang Awak. HajiUmar terkenal gigih dalam mendakwahkan ajaran Islam Haji Umar mengembangkan ajaranIslam di desa Pagaruyung kecamatan Kota Agung sebelum pindah ke Pardipe.Menurut Haji Hari, cucu dari Haji Umar ia menceritakan Haji Umar menetap di DesaPagaruyung Lahat. Di sana Haji Umar dan orang tuanya Haji Masagus membuka lahan yangsangat luas, itu pada masa penjajahan Belanda. Haji umar oleh Belanda di hadiahi sebuahirigasi dan irigasi itu dimanfaatkan oleh Haji Umar untuk mengairi lahan yg telah ia buaka.Kemudian beliau memanfaatkan lahan tersebut untuk menjalankan dakwahnya. Haji Umarmempersilakan masrakat untuk bersawah dan tinggal di tempat itu asalkan tidak nuan (jangandijadikan hak milik pribadi) dan apabila akan pindah sawah dan tanah penegaan (tempatbangunan rumah) tidak boleh di jual, sebelum sawah dan penegaan itu diberikan ada yangmenjadi syarat utama yaitu mengucapkan dua kalmia syahadat Beliau juga menggunakanmetode dakwah dengan pendekatan budaya seperti betadut dan bepuum dan itu sangat efektif,hal ini selaras dengan yang di kemukakan oleh Nyimas Umi Kalsum bahwah Islam dankebudayaannya tidak hanya merupakan warisan dari masa silam yang gemilang, namun jugasalah satu kekuatan penting yang cukup diperhitungkan dunia dewasa ini. Al Qur’an terusmenerus dibaca dan dikaji oleh kaum muslim. Budaya Islam pun tetap merupakan faktorpendorong dalam membentuk kehidupan manusia di permukaan bumi.
Setelah perkembangan Islam sagat pesat di desa tersebut kemudian Haji Umarmemutuskan untuk mencari jejak nenek moyangnya tempat pertama kali Puyang Awakmengijakkan kaki di tanah Besemah yaitu di desa Pardipe. Setelah Haji Umar menetap diPardipe beliau mulai melanjutkan Dakwahnya, Haji Umar membangun kembali masjidPuyang Awak yang sudah hancur dan masjid yang di bangun lebih besar dari masjidsebelumnya hal ini dapat dilihat dari pondasi tiang yang sangat luas,
Setelah menetapnya Haji Umar di desa Pardipe banyak orang-orang yang berdatanganuntuk belajar agama. Orang belajar di desa tersen]but bukan hanya penduduk di sekitar desasaja melaikan ada orang-orang yang datang jauh-jauh dari Lampung, Padang, Bengkulu danlain sebagainya. Tidak sedikit dari mereka yang belajar itu, tinggal menetap dan menjadipenduduk desa tersebut. Dengan rutinitas keagamaan dan banyaknya orang-orang dari luartanah Besemah yang datang ke Pardipe untuk belajar agama maka desa itu dijuluki olehmasyarakat sekitar sebagai Mekkah Kecil.
Menurut Haji Heri mengapa itu di juluki mekkah kecil oleh masyarakat sekitar, itukarna dulu setiap hari Jum'at kumpul orang-orang berbaju putih sholat jum'at di masjidPardipe. Sedangkan menurut Haji Bujang Karnowi kenapa tempai ini dinamakan Mekkahkecil karna pada saat pempangunan masjid, oleh Haji Umar seluruh masyarakat diajak gotong
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
105online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
royong sama halnya seperti pembangunan masjid Nabawi di Madinah dan juga Pardipe adalahtempat pertama masuknya Islam di tanah Besemah
F. Setelah Meninggalnya Haji Umar (1969)Ulama adalah pelita untuk bumi, pengganti para nabi, pewarisku dan pewaris para nabi
(hadits as-Sayuti, Darul Fiqr, :69). Sepeninggal nabi Muhammad SAW, ulamala yang menjadipelita. Dengan ilmu dari para nabi itu, mereka menerangi seluruh penduduk bumi dan segalaislinya.mereka bertugas untuk menggantikan fungsinya para nabi dalam memelihara danmenyebarluaskan ajaran Islam. Itula sebabnya mereka memperoleh gelar kehormatan menjadiwarasaat Al-anbiya’ , Pewaris para nabi. (Yies Sy’diyah dkk: 2012:17)
Sebagai pemimpin keagamaan, seorang tokoh agama adalah orang yang diyakinimempunyai otoritas yang besar di dalam masyarakat. Hal ini terjadi karena pemuka agamaatau dalam Islam ulama adalah tokoh yang dianggap sebagai orang yang suci dan dianugerahiberkah. Karena peran pemuka agama telah memainkan fungsinya sebagai perantara bagi umatberagama dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang apa yang terjadi baik ditingkat lokal maupun nasional.
Tokoh agama diposisikan oleh masyarakat sebagai penerjemah dan memberikanpenjelasan dalam konteks agama dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam kehidupanmasyarakat pada umumnya. Ketegantungan masyarakat dengan Ulama itu sagat besar terbuktidi desa Pardipe kecamatan Dempo Sealatan Kota Pagaralam pada saat ditinggal orang yangmenjadi panutan.Setelah Haji Umar meninggal banyak orang orang yang meninggalkan desa tersebut sehinggadesa Pardipe menjadi sepi, kebanyakan masyarakat desa itu pindah ke desa Muara Tenang. halini juga disebabkan adanya konflik antara keturunan Haji umar dan Masyarakat Desa Pardipemenurut (Muhammad Syawaluddin; 2014:14) Isu-isu kritis yang membingkai konflik sosialyang seringkali dijumpai dalam sistem sosial, diantaranya Konflik sumberdaya alam danlingkungan (natural resources conflict) adalah konflik sosial yang berpusat pada isu claim danreclaiming penguasaan sumberdaya alam (tanah atau air) sebagai pokok sengketa terpenting.Dalam banyak hal, konflik sumberdaya alam berhimpitan dengan konflik agrarian.
Menurut Saiman kepala desa Pardipe mengatakan “kalau sekarang ini penduduk pardipeini tinggal sedikit tidak lebih dari 40 keluarga, kebnyakan masyarakat desa ini pindah kedesalain seperti ke desa Muara Tenang dan desa Rempasai bahkan ada yang pulang kekampunghalaman mereka sendri yaitu tempat tanah kelahiran nenek moyang mereka sebelum merekake desa Pardipe”
Sepeninggalnya Haji Umar aktifitas-aktifitas keagamaan sudah tidak Nampak lagimasjid Tuan Sayid Haji Umar itupun hanya di gunakan untuk pengajian anak-anak desatersebut dan pada saat Sholat jum’at saja, sangat berbanding terbalik pada saat masih dipimpinoleh Haji Umar seperti yang disampaikan oleh Malikus Wari Tokoh Adat Kel. Lubuk Buntak“pada saat masih ada Haji Umar desa Pardipe itu rame apalagi setiap hari jum’at banayak
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
106online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
orang yang datang dari berbagai daerah berduyun-duyun menuju desa Pardipe namunsekarang sudah tidak terlihat lagi bahkan yang penduduk di desa itupun pindah ke desa lain.
Desa Pardipe pernah mengalami masa kejayaannya pada masya Haji Umar karanakarisma dan dan daya tarik dari seorang ulama tersebut mampu membangkitkan ajaran Islamdi wlaya besemah terkhusus di desa Pardipe, akan tetapi setelah meninggalnya beliau generasipenerusnya tidak mampu meneruskan perjunagan dakwah beliau, mayarakat banyakmeninggalkan desa Pardipe sehingga desa tersebut menjadi sepi.
Hal ini sangan berkesinambungan dengan teorinya Oswald Spengler yang mengatakanbahwa masyarakat diibaratkan sebagai manusia yang mengalami masa kanak-kanak masaremaja masa dewasa dan masa tua mereka lahir tumbuh secara cepat mencapai tingkatkedewasaan yang disebut sebagai masa keemasan masa kejatuhan dan meninggal (StevenVargo, Sosial Change).
PenutupPembawa Islam Pertama kali ke desa Pardipe adalah Syeh Nurqodim Al-Baharudin
atau lebih dikenal dengan sebutan Puyang Awak hal ini di kuatkan dengan sebuah arsip kunoberupa kaghas (tulisan dengan huruf Ulu diatas kulit kayu) yang ditemukan di DusunPenghapau, Semende Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, yang diterjemahkanpada tahun 1974 oleh Drs. Muhammad Nur (ahli purbakala), ada beberapa catatan sejarah.bahwa pada tahun 1072 Hijriyah atau 1650 Masehi, telah ada seorang tokoh ulama yangbernama Syech Nurqodim al-Baharudin yang bergelar Puyang Awak, yang mendakwahkanIslam di daerah dataran Gunung Dempo Sumatera Selatan.
Masuknya Islam di desa Pardipe dibawah oleh seorang mubalihg dari tanah Jawa,karena sebelum memutuskan untuk hijrah dan menetap di tanah Besemah Syekh Nurqodimbermukim di pulau Jawa dan hidup Satu zaman dengan Walisongo. beliau sangat berpengaruhdi bagian Tengah dan Selatan Pulau Jawa. Kemudian Puyang Awak hijrah melalui Bantenmenuju Lanpung sempat singgah di desa Tanjung Tuo, lalu menyusuri sungai Komren terusmasuk ke sungai Lematang hingga sampaila ke desa Perdipe.
Desa Perdipe ini dikenal juga dengan nama Mekkah kecil ada beberpahal yangmenyebabkan kenapa desa perdipe ini disebut sebgai Mekkah kecil diantaranya; Pertama,karena desa ini yang pertama kali menjadi tempat tumbuh dan dikenalkannya agama Islam dijagat Besemah. Kedua, disetiap hari jum’at banyak orang-orang berdatangan ke desa tersebutmengunakan baju putih seperti orang yang akan berangkat haji. Ketiga, pada saat pembangunanmasjid pada masa Haji Umar masyarakat bergotong-royong seperti pembangunan masjidNabawi di Madina. Dan keempat, bahkan ada juga yang mengtakan beribadah di Pardipeselama 40 hari pahalanya sama halnya dengan orang yang berangkat haji.
Dinamika perkembangan Islam yang terjadi di desa pardipe ini di bagi beberapa fasediantaranya: Pertama, pada awal datangnya Islam yaitu pada masa Puyang Awak, pada masaini adalah masa pengenalan, namun tidak sedikit yang melakukan penolakan dari masyarakatsekitar, adapun yang sudah memeluk Islam, akan tetapi belum melaksanak syari’at seutuhnya.
Medina-Te : Jurnal Studi Islam, Vol. 15 Nomor 1, Juni 2019 p-ISSN: 1858-3237e-ISSN: 2623-0178
107online journals http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Kedua, pada fase pengembangan Islam yaitu pada masa Haji Umar, perkembangan Islam padamasa ini adalah puncak keemasan Islam di desa Pardipe karna pada masa inilah desa pardipedijadikan pusat belajar keagamaan di wilayah Pagaralam walaupun pada masa ini dihadapkandengan masa penjajahan. Ketiga, pada fase ini biasa juga disebut dengan fase kemunduranyaitu masa setelah meninggalnya Haji Umar karana pada masa ini aktivitas-aktivitaskeagamaan sudah tidak berjalan lagi bahkan banyak penduduk desa yang meninggalkan desaPardipe.
Daprat Fustaka
Abdurrahman Mas‟ud, Sejarah Peradaban Islam , Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009A. Bastari Suan dkk. Atung Bungsu Sejarah asal usul Jagad Besemah, Pagaralam: Pecinta
Sejarah dan Kebudayaan, 2007Dzulfikridin, kepemimpinan meraje dalam masyarakat adat semende dan kesesuaian dengan
kepemimpinan Islam Palembang: Pustaka Auliya, 2001Elly M. Setiadi, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Prenada Media Group, 2006K.H.O Gajahnata Sry Edi Swarsono Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan,
Jakarta: UI Pres. 1986Kontowijoyo, penjelasan sejarah, yokyakarta: Tiara Wacana:2008Nor Huda Ali. Teori dan Metodologi Sejarah Beberapa Konsep Dasar , Palembang: Noer
Fikri 2016Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007Sutoyo Al-Islam 2, Malang: PDKA, 1992Yies Sy’diyah dkk. Prof K.H Anwar Musaddad Biografi Pengabdian, dan Pemikiran Uala,
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012http://www.pagaralampos.com/2016/03/12/puyang-awak-penyebar-islam-di-besemah , dikses
pada hari senin tanggal 3 september 2018
top related