membangun literasi politik melalui pembelajaran ppkn di sekolah
Post on 15-Apr-2017
52 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MEMBANGUN LITERASI POLITIK MELALUI PEMBELAJARAN PPKn
DI SEKOLAH
Efta ShufiyatiPPKn Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Email: Efta.tata@gmail.com/ Hp:081575526156
Abstrak:Membangun literasi politik dapat dilakukan melalui pembelajaran, salah satunya pendidikan kewarganegaraan melibatkan sekolah yang didalamnya terdapat siswa dan guru. Literasi politik merupakan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berpartisipasi secara aktif dan efektif, kritis, bertanggungjawab yang dapat mempengaruhi urusan pemerintahan di semua tingkatan. Beberapa strategi dalam mengajarkan literasi politik melalui pembelajaran PPKn di sekolah antara lain 1) diskusi; 2) bermain peran; 3) pembelajaran berbagai sumber. Dengan warga sipil yang melek politik dapat melaksanakan hak dan tanggungjawab dalam mengambil keputusan bersama, menganalisis lembaga-lembaga politik serta kebijakan yang sedang dijalankan pada negara Indonesia.
Kata Kunci: Literasi Politik, Pembelajaran PPKn
Abstract:Building a political literacy can be done through learning, one of which involves civic education schools in which there are students and teachers. Political literacy is the knowledge, skills and attitudes to participate actively and effectively, critical, responsible which may affect government affairs at all levels. Some of the strategies in teaching political literacy through learning in school PPKn include 1) the discussion; 2) play a role; 3) learning a variety of sources. With political literacy civilians can exercise the rights and responsibilities in taking decisions together, analyze the political institutions and policies that are being run on the Indonesian state.Keywords: Political Literacy, Learning Civics
A. Pendahuluan:
Negara Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi prinsip
demokrasi yang pada prosesnya memerlukan suatu indikator adanya masyarakat
yang terdidik serta memiliki tingkat intelektualitas dalam arti terbentuknya
warganegara yang sadar dan paham setiap terhadap kebijakan-kebijakan politik
dan birokrasi pemerintah yang biasa disebut literasi politik (melek politik).
Literasi politik merupakan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan
untuk membuat manusia melek politik dan mampu berpartisipasi dalam
1
memahami seputar isu politik, keyakinan dan kecenderungan mereka
mempengaruhi diri sendiri dan orang lain (Bernard Crick, 2005: 17).
Dalam masyarakat yang melek politik merupakan warga negara yang
sadar akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan tugas termasuk sadar akan
berlakunya hukum serta memiliki kesadaran sosial. Baik berpartisipasi secara
langsung maupun tidak langsung dalam pemilihan umum (PEMILU) yang
diadakan oleh pemerintah yang berkenaan dengan proses pengambilan keputusan
yang menyangkut kepentingan publik. Di dalamnya masyarakat juga mampu
menilai dan mengevaluasi setiap kebijakan publik.
Kemampuan melek politik dibutuhkan oleh warga negara dalam rangka
kehidupan berbangsa dan bernegara, baik berbentuk hukum maupun dalam tataran
praktis dalam dunia perpolitikan suatu negara. Hal ini, untuk mengembangkan
maupun meningkatkan kesadaran melek politik yang dimiliki masyarakat
Indonesia diwujudkan melalui pendidikan. Pendidikan tentu memiliki peranan
yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan seorang warganegara yang
memiliki kesadaran, kepekaan, intelektualitas dan paham atas politik dan hukum
yang berlaku dalam ruang lingkup sistem perpolitikan bagi suatu negara itu
sendiri.
Proses pendidikan bisa kita dapat salah satunya melalui pendidikan
formal. Pendidikan formal yakni lembaga sekolah harus mampu memberikan
perhatian dan perbaikan terhadap kesadaran dan pemahaman politik bagi peserta
didik dengan melakukan sebuah tindakan dan mempertimbangkan adanya sebuah
kesungguhan dalam memaparkan bekerjanya sistem birokrasi pemerintahan
negara Indonesia yang sedang berjalan. Dengan adanya kemampuan yang dibekali
siswa dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam mengkritisi
sebuah jalannya sistem demokrasi. Hal itu merupakan sesuatu yang penting
supaya menjadi warga negara yang berpartisipasi aktif dalam sebuah proses
rangkaian politik di Indonesia. Dalam proses pengajaran pendidikan, manusia
tidak boleh mengalami suatu ketimpangan maupun keraguan dalam proses
pembelajaran terhadap masyarakat. Meskipun, pihak yang tergolong memiliki
pandangan yang bertolak belakang dan menjadi kaum apatis yang menolak
2
adanya rangkaian proses perpolitikan. Hal ini biasa terjadi atau terbentuk dengan
adanya perbedaan pandangan dalam setiap status sosial masyarakat.
Institusi pendidikan harus menjadi suatu upaya proses perbaikan maupun
pembentukan secara mendalam yang berkaitan dengan tujuan dari literasi politik.
Hal tersebut bertujuan untuk membentuk suatu kebiasaan peserta didik untuk
berpikir kritis dalam memanfaatkan perannya sebagai warganegara, termasuk
ketika peserta didik akan menjumpai dunia pemerintahan. Disini, peserta didik
diharapkan mampu menyelesaikan permalahan-permasalahan dengan cara yang
baik dan tepat. Literasi politik menjadi bahan pembelajaran yang memiliki peran
strategis dalam lingkup pendidikan. Lembaga sekolah menjadi sarana tepat dalam
menyalurkan pengetahuan dan pemahaman terhadap politik melalui program yang
terkonsep dalam kurikulum sekolah dan memuat unsur-unsur materi tentang
literasi politik secara seimbang dan proposional. Bentuk pembelajaran politik
harus memberikan stimulus atau rangsangan minat bagi peserta didik.
Konsep literasi politik diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang diperlukan untuk membuat seorang pria maupun wanita baik secara
melek politik dan mampu menerapkan dalam dunia perpolitikan (Crick dan
Porter, 1978:31). Selain itu, literasi politik harus mampu memberikan peluang
maupun kesempatan dalam mengajarkan peserta didik untuk mempu
berpartisipasi secara aktif dalam politik. Seseorang melek politik akan tahu
perselisihan tentang politik terutama keyakinan yang mereka miliki dapat
mempengaruhi orang lain, serta menghormati keputusan orang lain. Literasi
politik dapat diterapkan melalui pembelajaran dalam bentuk teori-teori pendidikan
kewarganegaraan yang akan bersinggungan langsung terhadap asas-asas yang
berkembang dalam kehidupan sosial politik. Baik politik yang bervisi dalam
bentuk partisipasi, politik yang berasas pada pembangunan atau bahkan yang
hanya bersifat mempertahankan keadaan yang masih ada (konservatif).
Adapun pendidikan kewarganegaraan dapat diartikan dapat memberikan
kontribusi ataupun dampak pendidikan terhadap pengembangan karakteristis yang
menandai seorang warga muda melek politik terhadap isu-isu kontrovesial dalam
bidang politk. Oleh karena itu, fungsi pendidikan sebagai pengembang dan
3
pembentuk kemampuan, watak serta peradaban bangsa dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai politik
dan kritis terhadap isu-isu yang sedang berkembang melalui pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan.
B. Kajian Pustaka:
1. Literasi Politik
Istilah literasi mengacu pada kata “literacy” dari bahasa Inggris menurut
Chambers English Dictionary yang memiliki definisi “The Condition of Being
Literacy” yang berarti kondisi untuk melek politik. Istilah literasi sudah sangat
lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia, bahkan beberapa praktisi maupun
ilmuwan menggunakan kata literasi dalam berbagai kajian ilmu pendidikan. Kata
literasi sering dikaitkan dengan beberapa konsep, seperti literasi politik, literasi
media, literasi digital. Definisi literasi seringkali muncul ketika momen seperti
pemilihan umum (PEMILU) tahun 2014. Literasi politik menjadi periode baru di
dunia perpolitikan yang digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan
masyarakat, partai poitik, lembaga penelitian dan pemerintah sebagai salah satu
proses pendidikan dan partisipasi warga negara.
Beberapa literatur mengenai literasi politik pada umumnya selalu
mendasarkan pandangan dari sudut pandang politik dan pendekatan ilmu politik.
Sudut pandang ini menitikberatkan kajian pada tanggung jawab partai politik,
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat yang terkait, maupun pengamat politik.
Konten literasi yang diulaspun sangat beragam, dimulai dari perilaku masyarakat,
peran media, sosialisasi partai politik, tokoh politik, hingga isu-isu pemerintahan.
Literasi politik merupakan suatu bagian terpenting dalam sebuah proses sistem
demokrasi. Masyarakat tidak akan memahami demokrasi termasuk pemerintahan
dengan baik jika belum memiliki pemahaman tentang isu-isu politik dan kegiatan
politik.
4
Definisi literasi politik menurut Bernard Crick (Jack Demaine, 2004:
181) adalah suatu pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari
kehidupan sehari-hari dan bahaya yang merupakan upaya dalam memahami
seputar isu politik, keyakinan, kecenderungan, serta kecenderungan
mempengaruhi diri sendiri dan orang lain. Literasi politik merupakan
keterampilan serta keterlibatan warga sipil muda dalam partisipasi politik
( Davies, 2003: 349). Selanjutnya menurut Thompson (1996: 11) mengartikan
literasi politik yakni belajar tentang pengetahuan, keterampilan, sikap memahami
dan menyadari hak-hak tugas, kewajiban, maupun tanggung jawab sebagai
warganegara serta keikutsertaan partisipasi dalam pemerintahan. Tujuan literasi
politik yakni untuk berpartisipasi dan bertanggungjawab dalam pengembangan
negara secara berkelanjutan. Namun berbeda dengan muatan literasi politik antara
lain sebagai berikut.
a) Partisipasi politik
Partisipasi politik menurut Bakti (Nora Eka, 2015: 79) dapat dibedakan
dalam beberapa kategori yaitu.
1) Dilihat dari kegiatannya, partisipasi politik aktif dan pasif. Dikatakan
aktif apabila masyarakat tersebut terlibat aktif dalam perumusan
kebijakan pemerintah. Sementara partisipasi politik pasif merupakan
kegiatan yang mencerminkan ketaatan terhadap keputusan
pemerintah.
2) Dilihat dari tingkatannya, dibedakan menjadi apatis, spektator dan
gladiator. Apatis artinya tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap
kegiatan politik dan bersikap masa bodoh. Spektator maksudnya
adalah warga yang bersangkutan terlibat atau ikut memilih dalam
Pemilu. Sedangkan gladiator berpartisipasi secara aktif dalam proses
politik
3) Partisipasi dibedakan atas jumlah, ada yang bersifat partisipasi
kolektif dan partisipasi individual.
4) Dilihat dari tinggi rendahnya partisipasi dapat dibedakan menjadi
partisipasi aktif; partisipasi apatis (ada kepercayaan kepada politik
5
namun kurang percaya pada system yang ada); partisipasi militan
radikal (kepercayaan kepada politik tinggi namun percaya kepada
system rendah); partisipasi tidak aktif (kesadaran politik rendah, tetapi
percaya kepada system politik sangat tinggi).
A. Pemahaman kritis warga atas hal-hal pokok terkait politik Pemahaman warga mengenai politik dan aspek aspek yang berhubungan
dengan konsep negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan umum,
pembagian dan alokasi merupakan hal pokok yang harus dipahami oleh warga
untuk berpartisipasi aktif dalam politik. Lebih jelasnya sebagai berikut.
1) Kebutuhan terhadap informasi politik, terkait dengan informasi apa
yang dibutuhkan untuk mengetahui secara jelas informasi tentang
partai politik dan kandidat (pendidikan formal, karir, keluarga, visi
misi, dan lain-lain)
2) Menetapkan strategi pencarian, merupakan strategi investigasi
terhadap seluruh proses politik misalnya sumber dana kampanye, tim
sukses, pelanggaraan prosedur kampanye dan lain-lain
3) Gerakan mengkomunikasikan informasi, terkait dengan peran media
dalam proses publikasi. Ada baiknya jika media membuat asosiasi
yang kuat untuk mengawasi pemilu sekaligus sebagai kekuatan
penyeimbang. Misal meliput janji kampanye sehingga dikemudian
hari masih ada bukti otentik tentang janji politik tersebut
4) Mengevaluasi produk dari proses akhir politik, terkait dengan
evaluasi menyeluruh di setiap tingkatan kampanye Pemilu/Pemilu
Kada. Masyarakat mempunyai hak untuk mengevaluasi dan
merekomendasikan apakah seorang kandidat layak atau tidak.
Dari kedua bentuk muatan literasi politik diatas, diharapkan dapat
memberikan pemahaman kepada masyarakat dan warga negara yang
bertanggungjawab akan hak dan kewajiban dalam memberikan partisipasi serta
keterlibatannya dalam rangka mendukung kegiatan politik dan pemerintahannya
terutama mengawasi, mengevaluasi, serta mendukung sistem kinerja dan
6
kebijakan pemerintahan negara demokrasi. Warga sipil lebih ikut berperan aktif
dalam proses perpolitikan.
2. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran pendidikan kewarganegaran dapat dilaksanakan dengan
bantuan dukungan dari guru dan pihak sekolah. Agar program pendidikan
kewarganegaran berjalan dengan baik, maka sekolah memiliki peranan penting
dalam mendukung proses pembelajaran pendidikan kewarganegaran memberikan
kontribusi dalam literasi politik (melek politik) siswa terutama proses jalannya
sistem pemerintahan.
Sekolah merupakan tempat proses berlangsungnya pembelajaran. Proses
pembelajaran harus berperan sebagai ruang fasilitator bagi peserta didik dalam
membagikan ragam informasi yang berkenaan politik. Sekolah juga wajib
membantu peserta didik memahami secara kritis dan objektif terkait setiap
informasi politik yang berkembang dalam kehidupannya baik dalam lingkupnya
yang bersinggungan dengan batas – batas ekonomi wilayahnya sebagai bagian
dari kemerdekaan politik bagi setiap warga negara. Ketika terbentuk masyarakat
yang melek politik, maka mereka akan dengan mudah menanggapi atau merespon
setiap ragam isu-isu politik terkini yang berkembang lalu berupaya untuk
menyuarakan aspirasinya yang didasarkan atas pemikiran kritisnya serta bukti
maupun fakta yang ada dapat membuktikan adanya ketimpangan atau
ketidaksesuaian yang dialaminya
Menurut Comber (2005:4) mengatakan bahwa sekolah sebagai tempat
yang menyediakan warga sipil muda khususnya siswa yang memiliki
tanggungjawab didalamnya memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengikuti dan memahami cara kerja pemerintah. Terlepas dari hal itu, bagian dari
sekolah yakni ruang kelas merupakan sebuah agen sosialisasi yang penting dalam
mendorong warga sipil muda untuk mengembangkan dan melatih kemampuan
sipil, menawarkan diskusi terbuka tentang masalah politik, dan memberikan
pelatihan keterlibatan sipil. Sementara kelas juga dapat dijadikan tempat membina
7
dan bermain peran akan pengetahuan politik. Di dalamnya program sekolah
berkontribusi langsung dalam proses pembelajaran.
Pengajaran dan pengenalan pendidikan kewarganegaraan sebagai subjek
kurikulum nasional yang berdasarkan tanggung jawab sosial dan moral,
keterlibatan masyarakat dan melek politik. Di sekolah siswa belajar tentang
bagaimana membuat mereka efektif dalam kehidupan masyarakat dengan
memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai (Bernard Crick, 1998:41).
Salah satunya pendidikan kewarganegaraan yang merupakan salah satu bidang
studi yang paling menonjol dalam mengajarkan literasi politik. Pendidikan
kewarganegaraan memberikan pengetahuan akan nilai-nilai politik yang dapat
ditemukan dalam sikap partisipasi politik maupun kepercayaan pada jalannya
sistem politik (Steven, 2005:337).
Pendidikan kewarganegaran bertujuan untuk menyiapkan generasi muda
yang bertanggung jawab dan berperan aktif sebagai warga negara, kurikulum yang
dikembangkan ada 4 komponen utama (David Kerr, 2000: 5) yaitu (1)
mengembangkan rasa percaya diri dan tanggung jawab; (2) mempersiapkan
peserta didik untuk berperan aktif sebagai warga negara; (3) mengembangkan
gaya hidup yang sehat; (4) mengembangkan sikap saling menghormati antar
individu dan kelompok. Dengan 4 (empat) komponen inilah diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman siswa mengenai literasi politik dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaran yang diajarkan di sekolah.
Menurut Putnam (Steven & Howard, 2005: 665) menjelaskan untuk
tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk meningkatkan pengetahuan,
minat kewarganegaraan dalam urusan publik dan politik. Selanjutnya, program
pendidikan kewarganegaraan dirancang untuk mempromosikan pemahaman
tentang lembaga pemerintahan, praktek atau kinerja pemerintahan bahkan norma-
norma pemerintahan demokrasi. Mengingat pentingnya tujuan pendidikan
kewarganegaran yakni keterlibatan antara siswa sebagai warga sipil muda dalam
partisipasi politik khususnya pemilihan umum. Keterlibatan warga sipil muda
yang memiliki tanggung jawab moral dan sosial.
8
Dalam program pendidikan kewarganegaraan dirancang untuk
mendukung pengembangan serta mempersiapkan peserta didik sebagai warga
negara yang secara aktif berpartisipasi dalam urusan sipil di kehidupan
masyarakat sosial di tingkat lokal maupun nasional. Hal ini senada dengan
pendapat dari Cynthia A. Tyson dan Sung ChoonPark (2010: 10) mengungkapkan
bahwa program pendidikan kewarganegaraan harus memiliki:
1) Pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan dan nilai-nilai yang
diajarkan secara eksplisit dan sistematis pada setiap tingkatan
kelas.
2) Sekolah dan manajemen kelas dan meneladankan budaya dan
menunjukkan nilai-nilai inti demokrasi.
3) Pendidikan kewarganegaraan terintegrasi di seluruh dan lintas
kurikulum.
4) Siswa memiliki peluang untuk berpartisipasi dalam kelas, sekolah,
dan pemerintahan.
5) Semua siswa di setiap tingkat kelas diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sipil sekolah dan komunitas
mereka.
6) Kegiatan belajar sekolah dengan mengundang orang tua dan
masyarakat untuk berpartisipasi dan bekerja sama dengan siswa.
Sementara itu, menurut Flanagan dan Faison (2001: 147) bahwa program
pendidikan kewarganegaraan dirancang untuk meningkatkan partisipasi politik
serta menyiapkan generasi muda untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan sipil
dan publik. Adapun tujuan pendidikan kewarganegaraan (William A. Galston,
2001:217) adalah sebagai berikut.
a) Pendidikan kewarganegaraan membantu warga sipil untuk memahami
kepentingan mereka sebagai individu maupun anggota kelompok
b) Pendidikan kewarganegaraan membantu warga sipil untuk memperoleh
pengetahuan yang dapat digunakan secara efektif dan mampu
mengintegrasikan pengetahuan ke dalam urusan kehidupan publik
9
c) Pendidikan kewarganegaraan memberikan kesempatan belajar aktif
kepada siswa untuk terlibat aktif dalam diskusi termasuk mengambil
peranan dalam kegiatan diskusi dan pembelajaran di kelas
d) Pendidikan kewarganegaraan menekankan pentingnya keterampilan
dan sikap dalam keterlibatan langsung dalam pemerintahan
e) Pendidikan kewarganegaraan membantu siswa belajar untuk
menempatkan posisi mereka dalam praktek sebagai warga sipil dalam
negara demokrasi
Menurut Anna Douglas (2002:1) menyatakan dalam pendekatan dan
pengajaran kurikulum pendidikan kewarganegaraan masuk ke dalam pengetahuan
tentang sistem politik dan institusi dengan cara membantu siswa dalam hubungan-
hubungan antara keputusan politik dalam kehidupan mereka seperti melibatkan
peserta didik dengan melihat konsep-konsep politik yang ada pada pembelajaran.
Dan mereka yang terlibat dalam urusan politik juga perlu mempertimbangkan
cara-cara mencapai dalam mengambil sebuah keputusan. Hal ini didukung oleh
Bernard Crick (1998: 44) dalam mengajarkan pendidikan kewarganegaraan di
negara demokrasi terbagi menjadi beberapa bagian antara lain:
1) Siswa belajar tentang lembaga, masalah, dan praktik demokrasi dan
bagaimana membuat diri mereka efektif dalam kehidupan bangsa
baik secara lokal, regional dan nasional melalui keterampilan dan
nilai-nilai serta pengetahuan tentang konsep pengetahuan politik
yang lebih luas.
2) Siswa mengembangkan keterampilan penyelidikan, komunikasi,
partisipasi dan tindakan yang bertanggung jawab melalui belajar
tentang dan menjadi informasi bagi warga. Pencapaian ini
dilakukan melalui menciptakan hubungan antara pembelajaran
siswa di kelas dan kegiatan yang terjadi di sekolah, di masyarakat
dan dunia yang lebih luas; pengetahuan dan pemahaman dibingkai
sebagai politik; ekonomis; lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan
10
3) Siswa harus memperoleh pengetahuan dasar dan pemahaman
tentang aspek-aspek masyarakat melalui isu-isu topikal dan
kontemporer, acara dan kegiatan yang merupakan sumber
kehidupan pendidikan kewarganegaraan.
4) Siswa dapat mengembangkan kebiasaan memiliki pandangan
tentang urusan politik, kritis ketika membaca surat kabar , media
elektronik.
Empat unsur-unsur elemen penting yang diperlukan dalam mengajarkan
pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut:
1) Mengajarkan konsep-konsep kunci pendidikan kewarganegaraan
misalnya: demokrasi dan otokrasi
2) Mengajarkan nilai-nilai dan disposisi misalnya:kepercayaan
martabat manusia dan kesetaraan
3) Mengajarkan keterampilan misalnya: kemampuan untuk membuat
argumen beralasan baik secara lisan dan tertulis
4) Pengetahuan dan pemahaman misalnya: sifat keberagaman,
perbedaan pendapat dan konflik sosial.
Dari ke-4 unsur-unsur diatas penting yang akan memungkinkan pendidik
memvisualisasikan perspektif pendidikan kewarganegaraan dan melek politik
dalam sebuah program studi terutama dalam pendidikan kewarganegaraan.
Selanjutnya adapun strategi untuk mengembangkan literasi politik (Fisher,
1995:59) antara lain sebagai berikut:
1) Konsep atau gagasan
Konsep merupakan sebuah ide yang menarik dari beberapa fakta
untuk memahami dengan cara menyusun ide tersebut dalam kategori
masing-masing. Konsep membantu siswa dalam mengklarifikasikan
pikiran maupun pengalaman mereka. Dengan konsep itu, siswa mampu
belajar dari pengalaman mereka sendiri
2) Isu-isu publik
Isu-isu publik dapat dilakukan dengan cara membaca media massa
paling tidak setiap hari dalam satu minggu. Dengan cara inilah, seseorang
11
dapat melihat banyak cerita langsung yang relevan dengan politik.
Bahkan kita dapat mengkritisi isu-isu publik yang sedang hangat
dibicarakan dalam ranah politik maupun pemerintahan
Disinilah, peran guru pendidikan kewarganegaraan dalam membangun
literasi politik kepada siswa yang dapat memicu kesempatan untuk menerapkan
pemahaman literasi poltik, meningkatkan minat siswa serta pengetahuan siswa
dalam hal politik yang membuat mereka tidak pernah merasa bosan tentang isu-
isu politik yang setiap hari ada dalam pemberitaan. Sebuah aspek kata kunci dari
literasi politik adalah siswa mampu mendekonstruksikan isu-isu topikal saat ini.
Dengan cara menerapkan pemahaman akan literasi politik terutama tentang cara
kerja pemerintahan, lembaga negara, maupun konsep atau proses politik.
Pendidikan kewarganegaraan diperkenalkan bersama kurikulum nasional
untuk sekolah menengah. Seluruh pendidikan kewarganegaraan memiliki
relevansi langsung dengan mengajar isu-isu kontroversial dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu sebagai berikut.
1. Keterampilan berpikir
Melalui kemampuan berpikir membantu siswa untuk terlibat dalam
isu-isu sosial yang memerlukan penggunaan penalaran, pemahaman,
dan tindakan melalui penyelidikan dan evaluasi.
2. Perkembangan moral
Melalui perkembangan moral yaitu mengembangkan isu-isu kritis
seperti keadilan, hak dan kewajiban dalam masyarakat.
3. Pembangunan sosial
Membantu siswa untuk memperoleh pemahaman dan keterampilan
yang diperlukan untuk menjadi anggota yang bertanggungjawab dan
masyarakat yang efektif
4. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan
Melalui pengembangan keterampilan siswa dan berpartisipasi secara
efektif dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi
kualitas, struktur dan menjelajahi nilai-nilai yang menentukan
tindakan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
12
Keberhasilan pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan akan
tergantung pada seberapa baik guru dalam mengajarkan tentang isu-
isu kontroversial (DfEE, 1999:7-8).
Dalam melaksanakan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
diperlukan strategi yang tepat dalam mengajarkan literasi politik pada peserta
didik (Christopher Oulton, 2004: 496) adalah sebagai berikut.
1) Diskusi
Semua guru dapat mengembangkan kemampuan mereka untuk
mengambil bagian dalam diskusi sama pentingnya. Diskusi adalah cara
yang tepat untuk siswa dapat mengeksplorasi berbagai aspek masalah.
Konteks untuk diskusi berkisar antara kelompok-kelompok kecil untuk
seluruh kelompok formal perdebatan. Pada diskusi terjadi secara
terorganisir, sistematis dan terstruktur.
2) Bermain peran
Bermain peran sebagai cara yang digunakan siswa untuk dapat
mengeksplorasi masalah dari sejumlah perspektif yang berbeda. Contoh
peran drama ditawarkan berkisar dari pertukaran cukup sederhana antara
dua atau tiga murid memerankan peran untuk kegiatan yang lebih
canggih yang melibatkan seluruh kelas, mungkin atas sejumlah pelajaran.
Beberapa guru lihat memerankan peran sebagai cara untuk menghindari
lebih personalisasi perdebatan tlie dan mengekspos pandangan individu
untuk terlalu keras kritik oleh murid lainnya.
3) Pembelajaran dari berbagai sumber
Pembelajaran ini dapat melalui media cetak maupun media
elekronik. Biasanya pembelajaran ini untuk mengumpulkan beberapa
berita seperti fakta-fakta terutama isu-isu kontroversial.
Dari beberapa strategi pembelajaran diatas, pendekatan yang guru ingin
gunakan ketika berhadapan dengan isu-isu kontroversial memerlukan waktu lama.
Biasanya beberapa strategi diatas telah termuat dalam silabus atau perangkat
pembelajaran yang memberikan pengaruh yang sangat penting pada kurikulum.
Didalamnya, pentingnya mengembangkan keterampilan siswa. Sedangkan untuk
13
kekurangan bahan ajar dapat disesuaikan dengan persepsi guru dalam
pembelajaran. Masalah yang utama ketika beberapa guru kurangnya bimbingan
mengenai ajaran kontroversial. Sangat sedikit guru untuk mengingat pelatihan
yang telah mereka terima. Kurangnya pelatihan sebagai kendala, menunjukkan
bahwa fokus diskusi sangat menarik yang berguna membentuk dasar kegiatan
pelatihan.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Pendidikan kewarganegaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku
politik sehingga dapat memiliki melek politik dan partisipasi politik serta
kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional. Pendidikan
kewarganegaraan di negara Indonesia yang mencakup literasi politik yang
tujuannya untuk membangun warga sipil muda memiliki kepekaan dan kesadaran
politik untuk ikut berpartisipasi dalam membuat serta mengambil keputusan
bersama. Yang didalam memberikan pembelajaran di sekolah, siswa dan guru ikut
serta mendukung proses pembelajaran literasi politik. Agar siswa mampu
membedakan hak dan kewajiban, bertanggungjawab serta menyumbangkan
pemikiran yang kritis yang harapannya dapat membangun warga negara yang
melek politik. terhadap semua kebijakan pemerintah yang sedang berlangsung
2. Saran
Memberikan pemahaman literasi politik dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan dibutuhkanlah banyak faktor pendukung, bukan hanya berasal
dari lembaga pendidikan saja. Tetapi pemerintah harus ikut serta dalam
mendukung jalannya literasi politik yang termuat dalam kajian pendidikan
kewarganegaraan agar semua proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
D. Daftar Pustaka
Bakti, Andi Faisal. 2012. Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi. Jakarta: Churia Press.
14
Bochel, H. 2009. Political literacy. Active Learning and Active Citizenship: Theoretical Contexts, 150.
Crick, B. and Lister, I. (1978) ‘Political Literacy’, in Crick, B. and Porter, A. (eds)(v.i.)
Crick, B., Porter, A., (1978) Political Education and Political Literacy. London:Longman
Crick, Bernard. 2005. Essays on Citizenship, Continuum: London
Comber, M. K. (2005). Civic skills and civic education: An empirical assessment.Unpublished Dissertation: University of Maryland.
Cyntya A. Tyson and Sung ChoonPark. 2010. Civic education, social justice and critical race theory. The Sage Handbook of Education for Citizenship And Democracy, 2-18.
Davies, Lynn. 2005. Teaching About Conflict Through Citizenship Education. International Journal of Citizenship and Tecaher Education, 1 (2) .
Demaine, J. (Ed.). (2004). Citizenship and political education today . Palgrave Macmillan, pp.246
Department for Education and Employment (DfEE).1999. Citizenship. London
Douglas, A. (2002). Educating For Real And Hoped For Political Worlds: Ways Forward In Developing Political Literacy. ITTCitized website.
Finkel, S. E., & Ernst, H. R. (2005). Civic education in post‐apartheid South Africa: Alternative paths to the development of political knowledge and democratic values. Political Psychology, 26(3), 333-364.
Fisher, R.1995.Teaching Children to Learn.Cheltenham:Stanley Thornes
Flanagan, CA, & Faison, N. (2001). Youth Civil Development: Implications Research Programs and social policies for review. Social Policy Report: Giving Children And Adolescents Remote Knowledge Development, 15 (1).
Galston, W. A. (2001). Political knowledge, political engagement, and civic education. Annual review of political science, 4(1), 217-234.
15
Pasek, J., Feldman, L., Romer, D., & Jamieson, K. H. (2008). Schools as incubators of democratic participation: Building long-term political efficacy with civic education. Applied Development Science, 12(1), 26-37.
Putnam, R. D. (2000). Bowling alone: The collapse and revival of American community. New York.
Putri, N. E. (2015). Peningkatan Literasi Politik Melalui Kebijakan Berbasis Gender Di Kabupaten Solok. Kafaah: Journal of Gender Studies, 5 (1), 77-90.
Thompson, J. D. (1996). Political Literacy and Civic Education Curriculum. An Integrated Approach.
16
top related