modul praktikum komunikasi kesehatan · 2020. 11. 12. · komunikasi kesehatan program studi s1...
Post on 25-Jun-2021
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MODUL PRAKTIKUM
KOMUNIKASI KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS IKESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
2018/2019
ii
VISI, MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN
MASYARAKAT
A. VISI
“Pada Tahun 2037, menjadi Program Studi Kesehatan Masyarakat yang
islami berbasis teknologi informasi yang unggul di bidang pemberdayaan
masyarakat dan berkonstribusi terhadap penyelesaian masalah sosial dan
lingkungan”
B. MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan kesehatan masyarakat yang islami
berbasis teknologi informasi yang peka terhadap kesehatan di
masyarakat.
2. Mengembangkan riset dibidang kesehatan masyarakat untuk
berkonstribusi dalam penyelesaian masalah sosial dan lingkungan.
3. Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan masyarakat
dalam bentuk pengabdian dan pemberdayaan masyarakat untuk
menjadi solusi masalah sosial khususnya pengangguran, kemiskinan
dan lingkungan.
4. Mengembangkan kerjasama dibidang kesehatan masyarakat dengan
berbagai pihak yang saling menguntungkan baik di dalam ataupun luar
negeri.
C. TUJUAN
1. Menghasilkan lulusan tenaga kesehatan masyarakat yang berkarakter,
berwawasan dan berkemajuan yang berpijak pada nilai – nilai
keislaman dan mampu memanfaatkan teknologi informasi yang
berkontribusi terhadap pembangunan dan menjadi solusi masalah
sosial dan lingkungan.
iii
2. Menghasilkan produk penelitian IPTEKS kesehatan masyarakat yang
berbasis teknologi informasi dan ramah lingkungan.
3. Melaksanakan pengabdian dan pemberdayaan masyarakat untuk
menjadi solusi masalah sosial khususnya pengangguran, kemiskinan
dan lingkungan.
4. Menghasilkan kerjasama dalam bidang Catur Dharma Perguruan
Tinggi yang produktif dan saling menguntungkan baik dalam dan luar
negeri
D. SASARAN
1. Peningkatan mutu pembelajaran dan lulusan
2. Pengembangan SDM dosen dan tenaga kependidikan
3. Pengembangan wahana pendidikan
4. Pengembangan program studi baru
5. Peningkatan penelitian dan publikasi ilmiah
6. Optimalisasi pengabdian masyarakat yang diprioritaskan pada upaya
mengatasi masalah sosial, pengangguran dan lingkungan
7. Peningkatan kerjasama nasional maupun internasional
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur praktikan panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha kuasa atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Modul pembelajaran tentang Komunikasi Kesehatan ini dengan baik
dan lancar. Dalam penyusunannya, penulis ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dorongan dan support kepada penulis untuk
menyelesaikan Modul ini. Untuk itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
2. Dekan Fakultas llmu Kesehatan Dan Farmasi
3. Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
4. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Namun disamping itu menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan
modul ini, oleh karena itu praktikan mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar modul ini dapat lebih baik lagi.
Samarinda, Agustus 2019
Penyusun
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
VISI, MISI DAN TUJUAN PRODI ............................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Cara Berkomunikasi ............................................................................ 4
B. Komunikasi Interpersonal .................................................................... 9
C. Komunikasi Massa ............................................................................... 27
D. Komunikasi Kelompok ....................................................................... 35
E. Focus Group Discussion ..................................................................... 43
F. Wawancara .......................................................................................... 51
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 71
B. Saran .................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 73
FORMULIR PENILAIAN ............................................................................ 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan aktifitas manusia yang sangat penting. Bukan
hanya dalam kehidupan organisasi, namun dalam kehidupan manusia secara
umum. Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita. Kita
semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi.
Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai yang
kompleks, dan teknologi kini telah merubah cara manusia berkomunikasi
secara drastis.
Komunikasi tidak terbatas pada kata-kata yang terucap belaka, melainkan
bentuk dari apa saja interaksi, senyuman, anggukan kepala yang membenarkan
hati, sikap badan, ungkapan minat, sikap dan perasaan yang sama. Diterimanya
pengertian yang sama adalah merupakan kunci dalam komunikasi. Tanpa
penerimaan sesuatu dengan pengertian yang sama, maka yang terjadi adalah
“dialog antara orang satu”.
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses penyampaian pesan
dari seseorang kepada orang lain atau pihak lain. Menurut pemahaman seperti
ini, komunikasi dikaitkan dengan pertukaran informasi yang bermakna dan
harus membawa hasil di antara orang-orang yang berkomunikasi. Komunikasi
interpersonal menghendaki informasi atau pesan dapat tersampaikan dan
hubungan di antara orang yang berkomunikasi dapat terjalin. Oleh karena itu
setiap orang apapun tujuan mereka, dituntut memiliki keterampilan komunikasi
interpersonal agar mereka bisa berbagi informasi, bergaul dan menjalin
kerjasama untuk bisa bertahan hidup.
Keberhasilan seseorang pun dapat dilihat dari keterampilannya dalam
berkomunikasi. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan
kepribadian. Salah satu konteks komunikasi ini antara lain adalah komunikasi
massa. Cassandra (dalam Mulyana, 71;2002) menyebutkan bahwa jika konteks
komunikasi massa dibandingkan dengan konteks komunikasi lainnya maka
2
dapat dijelaskan bahwa komunikasi massa merupakan sebuah bentuk
komunikasi yang memiliki jumlah komunikator yang paling banyak, derajat
kedekatan fisik yang paling rendah, saluran indrawi yang tersedia sangat
minimal dan umpan balik yang tertunda.
Istilah kelompok diskusi terarah atau dikenal sebagai Focus Group
Discussion (FGD) saat ini sangat populer dan banyak digunakan sebagai
metode pengumpulan data dalam penelitian sosial. Pengambilan data kualitatif
melalui FGD dikenal luas karena kelebihannya dalam memberikan kemudahan
dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan
memahami persepsi, sikap, serta pengalaman yang dimiliki informan. FGD
memungkinkan peneliti dan informan berdiskusi intensif dan tidak kaku dalam
membahas isu-isu yang sangat spesifik. FGD juga memungkinkan peneliti
mengumpulkan informasi secara cepat dan konstruktif dari peserta yang
memiliki latar belakang berbeda-beda. Di samping itu, dinamika kelompok
yang terjadi selama berlangsungnya proses diskusi seringkali memberikan
informasi yang penting, menarik, bahkan kadang tidak terduga.
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data
untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada
responden. Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data,
atau sebagai metode diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metode-
metode pengumpulan data lainnya, ia akan memiliki ciri sebagai metode
primer. Sebaliknya jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-
informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode
perlengkap. Pada saat-saat tertentu metode wawancara digunakan orang untuk
menguji kebenaran dan kemantapan suatu datum yang telah diperoleh dengan
cara lain, seperti observasi, test, kuesioner dan sebagainya. Digunakan untuk
keperluan semacam itu metode wawancara akan menjadi batu pengukur atau
kriterium.
3
B. Tujuan
Tujuan penulisan Modul ini adalah :
1. Mahasiswa mengetahui cara berkomunikasi yang benar.
2. Mahasiswa mengetahui apa itu komunikasi interpersonal.
3. Mahasiswa mengetahui apa itu komunikasi massa.
4. Mahasiswa mengetahui apa itu komunikasi kelompok.
5. Mahasiswa mengetahui apa itu Focus Group Dsicussion.
6. Mahasiswa mengetahui apa itu wawancara.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cara Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses pertukaran informasi antar pribadi dengan
menggunakan symbol, baik verbal maupun non verbal. Sedangkan
Komunikasi kebidanan adalah bentuk komunikasi yang digunakan oleh
bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada klien, seperti ketika
seorang bidan mencari data atau mengkaji data klien, melaksanakan asuhan
ataupun melakukan evaluasi terhadap asuhan yang sudah diberikan. Unsur
komunikasi yang harus dipenuhi dalam melakukan komunikasi, menurut
Aristoteles, siapa yang berbicara (komunikator), apa yang dibicarakan
(pesan), siapa yang mendengarkan (komunikan), media apa yang digunakan
(chanel) dan apa umpan baliknya (feed back) (Sannon & Weaver, 1949).
Proses komunikasi dapat digambarkan dengan skema dibawah ini.
Sumber:
5
Menurut Potter dan Perry (1993), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi komunikasi seperti berikut ini.
1. Perkembangan usia
Dalam perannya sebagai seorang komunikator, seoarnag bidan
harus memperhatikan pengaruh perkembangan usia, bahasa, proses
berpikir dari komunikan. Jadi Bidan dalam berkomunikasi harus
memperhatikan hal-hal tersebut agar komunikasi berjalan dengan baik.
2. Persepsi
Persepsi adalah pAndangan pribadi seseorang terhadap suatu
kejadian atau peristiwa.
3. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku.
4. Latar belakang sosial budaya
Latar belakang sosial budaya membatasi seseorang dalam
bertindak dan berkomunikasi. Contohnya, dalam budaya Jawa
orangnya cenderung tertutup dibandingkan dengan budaya Sumatera
atau daerah lainnya.
5. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian.
Setiap individu akan berbeda dalam meluapkan emosinya, bisa dalam
bentuk diam atau diungkapkan.
6. Jenis kelamin
Tanned (1990) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan
mempunyai perbedaan dalam berkomunikasi. Perempuan
berkomunikasi untuk membangun dan mendukung keakraban,
sedangkan laki-laki berkomunikasi untuk mendapat kemandirian
aktifitas.
7. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan mempengaruhi penerimaan/respos bahasa
verbal, karena orang yang lebih tinggi tingkat pengetahuannyaakan
6
mempunyai lebih banyak informasi dibandingkan dengan mereka yang
lebih rendah tingkat pengetahuannya.
8. Peran dan hubungan
Gaya komunikasi tergantung dengan peran yang disandang antara
komunikator dengan komunikan. Ketika seseorang mempunyai peran
dalam suatu lingkungan maka dia akan mempunyai rasa percaya diri
yang lebih tinggi terutama dalam memutuskan sesuatu karena dia
mempunyai kewenangan.
9. Lingkungan
Lingkungan interaksi berpegaruh terhadap komunikasi yang
efektif, misalnya suasana dan privacy akan mempengaruhi
kenyamanan dalam berkomunikasi. Ketika kita melakukan komunikasi
yang sifatnya pribadi di tempat terbuka, komunikasi tidak akan
berlangsung dengan lancar karena klien akan merasa malu atau takut
rahasianya diketahui orang lain
10. Jarak
Jarak merupakan tata ruang yang mempengaruhi komunikasi
terutama dalam rasa aman dan kontrol.
2. Bentuk Komunikasi
Ada empat bentuk komunikasi, yaitu komunikasi interpersonal,
komunikasi intrapersonal, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa.
a. Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi antara dua orang dan
terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan.
b. Komunikasi Intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi dalam diri
individu, yang berfungsi menjaga kesadaran akan kejadian di
sekitarnya.
c. Komunikasi Kelompok (Group Communication) adalah komunikasi
antara komunikator dengan sejumlah orang, lebih dari dua
orang/kelompok.
7
d. Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi umum
bukan pribadi, pesan yang disampaikan ditujukan pada
khalayak/semua orang.
3. Fungsi Komunikasi
Setiap peristiwa komunikasi memiliki satu fungsi atau lebih. Yang
termasuk fungsi komunikasi adalah berikut ini.
a. Fungsi personal, yaitu tindak komunikasi untuk mengekspresikan
pikiran, sikap, atau perasaan pelakunya, seperti sedih, gembira, senang,
dan benci
b. Fungsi instrumental (direktif), yaitu kegiatan komunikasi yang
dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain,
seperti bujuk-rayuan, nasihat, adu pendapat, pembelaan diri,
permintaan, perintah.
c. Fungsi interaksional, yaitu perilaku komunikasi untuk menjalin kontak
dan hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati, dan
penghiburan.
d. Fungsi informatif, yaitu aktivitas komunikasi untuk menyampaikan
informasi, ilmu pengetahuan, dan budaya, seperti penyuluhan,
pemberian pelajaran, dan sarasehan.
e. Fungsi heurisyik, yaitu tindak komunikasi yang dimaksudkan untuk
belajar atau memperoleh informasi, seperti pertanyaan atau penjelasan
mengenai sesuatu hal.
f. Fungsi imajinatif, yaitu kegiatan komunikasi yang bertujuan untuk
memenuhi rasa estetik (keindahan), seperti puisi, cerira, drama,dan
lagu.
4. Hambatan Komunikasi
a. Hambatan Teknis
Keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi. Dari sisi
teknologi, semakin berkurang dengan adanya temuan baru dibidang
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, sehingga saluran
komunikasi dapat diandalkan dan efesien sebagai media
8
komunikasi.Menurut dalam bukunya, 1976, Cruden dan
Sherman Personel Management jenis hambatan teknis dari komunikasi:
a) Tidak adanya rencana atau prosedur kerja yang jelas
b) Kurangnya informasi atau penjelasan
c) Kurangnya ketrampilan membaca
d) Pemilihan media (saluran) yang kurang tepat.
b. Hambatan Semantik
Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian
pengertian atau secara secara efektif. Definisi semantik sebagai studi
idea atas pengertian, yang diungkapkan lewat bahasa. Kata-kata
membantu proses pertukaran timbal balik arti dan pengertian
(komunikator dan komunikan), tetapi seringkali proses penafsirannya
keliru. Tidak adanya hubungan antara Simbol (kata) dan apa yang
disimbolkan (arti atau penafsiran), dapat mengakibatkan kata yang
dipakai ditafsirkan sangat berbeda dari apa yang dimaksudkan
sebenarnya. Untuk menghindari mis komunikasi semacam ini, seorang
komunikator harus memilih kata-kata yang tepat sesuai dengan
karakteristik komunikannya, dan melihat kemungkinan penafsiran
terhadap kata-kata yang dipakainya.
c. Hambatan Manusiawi
Terjadi karena adanya faktor, emosi dan prasangka pribadi,
persepsi, kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan atau
ketidakmampuan alat-alat pancaindera seseorang, dll.
Menurut Cruden dan Sherman :
1. Hambatan yang berasal dari perbedaan individual manusia. Perbedaan
persepsi, perbedaan umur, perbedaan keadaan emosi,
ketrampilan mendengarkan, perbedaan status, pencairan informasi,
penyaringan informasi
2. Hambatan yang ditimbulkan oleh iklim psikologis dalam
organisasi. Suasana iklim kerja dapat mempengaruhi sikap dan perilaku
staf dan efektifitas komunikasi organisasi.
9
B. Komunikasi Interpsersonal
1. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah
komunikasi antara orang – orang secara tatap muka, yang memungkinkan
setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal
maupun nonverbal (Mulyana, 2005, p. 73). Komunikasi itu menunjukkan
bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat dan
mereka saling mengirim dan menerima pesan baik verbal ataupun non-
verbal secara simultan dan spontan.
R. Wayne Pace pun mengungkapkan bahwa komunikasi antarpribadi
atau communication interpersonal merupakan proses komunikasi yang
berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka dimana pengirim
dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat
menerima dan menanggapi secara langsung (Cangara, 1998, p. 32).
Selaras dengan itu De Vito dalam Saudia (2013) menjelaskan
komunikasi interpersonal sebagai pengiriman pesan-pesan dari seorang atau
sekelompok orang (komunikator) dan diterima oleh orang yang lain
(komunikan) dengan efek dan umpan balik yang langsung.
Dengan demikian, komunikasi interpersonal terjadi secara aktif bukan
pasif. Komunikasi ini merupakan komunikasi timbal balik antara pengirim
dan penerima pesan. Komunikasi interpersonal bukan sekedar serangkaian
rangsangan-tanggapan, stimulus-respon, akan tetapi serangkaian proses
saling menerima dan penyampaian tanggapan yang telah diolah oleh
masing-masing pihak. Komunikasi interpersonal juga berperan untuk saling
mengubah dan mengembangkan. Dan perubahan tersebut melalui interaksi
dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat untuk memberi inspirasi,
semangat, dan dorongan agar dapat merubah pemikiran, perasaan, dan sikap
sesuai dengan topik yang dikaji bersama. Di dalam suatu masyarakat,
komunikasi interpersonal merupakan bentuk komunikasi antara seseorang
dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu yang bersifat pribadi.
Sedangakan dalam suatu organisasi (bisnis dan non bisnis), komunikasi
10
interpersonal merupakan komunikasi yang terjadi antara manajer dengan
karyawan atau antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain
dengan menggunakan media tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang bersifat pribadi. Pola komunikasi yang terbangun dalam komunikasi
interpersonal lebih bersifat informal (Purwanto, 2011, p. 26).Sehingga dapat
disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang
terjadi secara langsung baik itu secara verbal atau nonverbal sehingga
komunikator dan komunikan dapat menerima dan memberikan umpan balik
secara langsung yang dilakukan sekurang-kurangnya dua orang atau lebih,
dilakukan secara tatap muka dan atau menggunakan media.
Gambar 1 Komunikasi Tatap Muka
Agar komunikasi interpersonal yang dilakukan menghasilkan hubungan
interpersonal yang efektif dan kerjasama bisa ditingkatkan maka kita perlu
bersikap terbuka, sikap percaya, sikap mendukung, dan terbuka yang
mendorong timbulnya sikap yang paling memahami, menghargai, dan saling
mengembangkan kualitas. Hubungan interpersonal perlu ditumbuhkan dan
ditingkatkan dengan memperbaiki hubungan dan kerjasama antara berbagai
11
pihak. Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan
komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan.
2. Komponen Komunikasi Interpersonal
Komponen komunikasi interpersonal diidentifikasi dari dan dalam
proses penyampaian dan penerimaan pesan dari seseorang kepada orang lain
atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampak dan peluang untuk
memberikan umpan balik segera. DeVito (1997, p. 27) mengemukakan
komponen-komponen tersebut terdiri dari 8 (delapan) komponen yang perlu
dicermati setiap komunikator, yaitu: (1) Konteks (lingkungan) komunikasi,
(2) Sumber-penerima, (3) Enkoding-dekoding (4) Kompetensi komunikasi,
(5) Pesan dan saluran, (6) Umpan balik, (7) Gangguan, dan (8) Efek
komunikasi.
Gambar 2 Komponen Komunikasi Interpersonal
a. Konteks (lingkungan)
Konteks atau lingkungan merupakan sesuatu yang kompleks. Antara
dimensi fisik, sosial-psikologis dan dimensi temporal saling
12
mempengaruhi satu sama lain. Kita mesti memahami bahwa kenyamanan
ruangan, peranan seseorang dan tafsir budaya serta hitungan waktu,
merupakan contoh dari sekian banyak unsur lingkungan komunikasi.
Komunikasi sering berubah-ubah, tidak pernah statis melainkan selalu
dinamis.
b. Komponen sumber-penerima
Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan seseorang dalam
berkomunikasi adalah sumber yang juga penerima. Sebagai sumber
dalam berkomunikasi menunjukkan bahwa kita mengirim pesan. Kita
mengirim pesan berarti kita berbicara, menulis, memberikan isyarat
tubuh atau tersenyum. Kita menerima pesan orang lain, berati kita
mendengarkan, melihat secara visual bahkan melalui merabanya atau
menciumnya. Pada saat kita berbicara dengan orang lain, kita berusaha
memandangnya untuk memperoleh tanggapan: dukungan, pengertian,
simpati, dan sebagainya, dan pada saat kita menyerap isyarat-isyarat non-
verbal, kita menjalankan fungsdi penerima dalam berkomunikasi.
c. Enkoding-Dekoding
Baik sebagai sumber ataupun sebagai penerima, seseorang
mengawali proses komunikasi dengan mengemas pesan (pikiran atau
suatu ide) yang dituangkan ke dalam gelombang suara (lembut, berapi-
api, tegas, marah dan sebagainya) atau ke dalam selembar kertas. Kode-
kode yang dihasilkan ini berlangsung melalui proses pengkodean
(enkoding). Bagaimana suatu pesan terkodifikasi, amat tergantung pada
keterampilan, sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya yang
mempengaruhi.
Sebelum suatu pesan itu disampaikan atau diterimakan, dalam
berkomunikasi kita berusaha menghasilkan pesan simbol-simbol patut
diterjemahkan lebih dahulu kedalam ragam kode atau simbol tertentu
oleh si-penerima melalui mendengarkan atau membaca. Inilah
pengkoden kembali (dekoding) dari pesan yang dikirim dan tentu saja
tidak akan lepas dari adanya keterbatasan penafsiran pesan. Sepertihalnya
13
kodifikasi pesan oleh sipengirim, pengkodean di pihak penerimapun
dibatasi oleh keterampilan, sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya
yang dianut.
d. Kompetensi Komunikasi
Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan dalam
berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup pengetahuan
tentang peran lingkungan dalam mempengaruhi isi dan bentuk pesan
komunikasi. Suatu topik pembicaraan dapat dipahami bahwa hal itu
layak dikomunikasikan pada orang tertentu dalam lingkungan tertentu,
tetapi hal itu pula tidak layak untuk orang dan lingkungan yang lain.
Kompetensi komunikasi juga mencakup kemampuan tentang tatacara
perilaku non-verbal seperti kedekatan, sentuhan fisik, dan suara keras.
Masalah kompetensi komunikasi dapat mengungkapkan mengapa
seseorang begitu mudah menyelesaikan studi, begitu cepat membina
karir, begitu menyenangkan dalam berbicara, sedang yang lainnya tidak.
Anda di sini dituntut dapat meningkatkan kompetensi komunikasi,
sehingga menjadi banyak pilihan untuk Anda berperilaku.
e. Pesan dan Saluran
Pesan sebenarnya merupakan produk fisik dari proses kodifikasi.
Jika seseorang itu berbicara, maka pembicaraan itu adalah pesan. Jika
seseorang itu menulis, maka tulisan itu adalah pesan. Bila kita melakukan
suatu gerakan, maka gerakan itu adalah pesan. Pesan itu dipengaruhi oleh
kode atau kelompok simbol yang digunakan untuk mentransfer makna
atau isi dari pesan itu sendiri dan dipengaruhi oleh keputusan memilih
dan menata kode dan isi tersebut.
Menurut Sendjaja (2004) mengutip pendapat Reardon bahwa
kendala utama dalam berkomunikasi seringkali lambang atau simbol
yang sama mempunyai makna yang berbeda. Artinya, kekurangcermatan
di dalam memilih kode atau mentransfer makna dan menata kode dan isi
pesan, dapat menjadi sumber distorsi komunikasi. Karena itu komunikasi
menurut mereka seharusnya dipertimbangkan sebagai aktivitas dimana
14
tidak ada tindakan atau ungkapan yang diberi makna secara penuh,
kecuali jika diinterpretasikan oleh partisipan yang terlibat.
Saluran merupakan medium, lewat mana suatu pesan itu berjalan.
Saluran dipilih oleh sumber komunikasi. Sumber komunikasi dalam
organisasi biasanya ditetapkan menurut jaringan otoritas yang berlaku
bertalian dengan pelaksanaan pekerjaan secara formal dalam organisasi
itu. Sedangkan saluran informal biasanya biasanya digunakan untuk
meneruskan pesan-pesan pribadi atau pesan-pesan sosial yang menyertai
pesan-pesan yang disampaikan secara formal.
f. Umpan Balik
Umpan balik merupakan pengecekan tentang sejauhmana sukses
dicapai dalam mentransfer makna pesan sebagaimana dimaksudkan.
Setelah penerima pesan melaksanakan pengkodean kembali, maka yang
bersangkutan sesungguhnya telah berubah menjadi sumber. Maksudnya
bahwa yang bersangkutan mempunyai tujuan tertentu, yakni untuk
memberikan respon atas pesan yang diterima, dan ia harus melakukan
pengkodean sebuah pesan dan mengirimkannya melalui saluran tertentu
kepada pihak yang semula bertindak sebagai pengirim. Umpan balik
menentukan apakah suatu pesan telah benar-benar dipahami atau belum
dan adakah suatu perbaikan patut dilakukan.
g. Gangguan
Gangguan merupakan komponen yang menghambat dan
membaurkan pesan. Gangguan merintangi sumber dalam mengirim pesan
dan merintangi penerima dalam menerima pesan. Gangguan ini dapat
berupa fisik, psikologis dan semantik.
h. Efek Komunikasi
Pada setiap peristiwa komunikasi selalu mempunyai konsekuensi
atau dampak atas satu atau lebih yang terlibat. Dampak itu berupa
perolehan pengetahuan, sikap-sikap baru atau memperoleh cara-cara atau
gerakan baru sebagai refleksi psiko-motorik
15
3. Tujuan Komunikasi Interpersonal
Tujuan – tujuan komunikasi antarpribadi dapat dilihat dari dua
perspektif (Fajar, 2009, p. 80) yaitu:
a. Tujuan – tujuan yang dilihat sebagai faktor-faktor motivasi atau sebagai
alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi. Dengan
demikian komunikasi antarpribadi bias mengubah sikap dan prilaku
seseorang.
b. Tujuan – tujuan yang dipandang sebagai hasil efek umum dari
komunikasi antarpribadi. Dengan demikian sebagai suatu hasil dari
komunikasi antarpribadi adalah kita dapat mengenal diri kita sendiri,
membuat hubungan lebih baik, bermakna dan memperoleh pengetahuan
tentang dunia luar.
Menurut Widjaja dalam bukunya (2010, p. 8) Fungsi komunikasi antar
pribadi atau komunikasi interpersonal adalah berusaha meningkatkan
hubungan insani, menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi,
mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan
pengalaman dengan orang lain.
Seseorang berkomunikasi dengan orang lain tentu saja mempunyai
tujuan tertentu. Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam komunikasi
interpersonal adalah: 1) menyampaikan informasi; 2) berbagi pengalaman;
3) menumbuhkan simpati; 4) melakukan kerja sama; 5) menceritakan
kekesalan atau kekecewaan; 6) menumbuhkan motivasi (Purwanto, 2011, p.
27).
Tujuan komunikasi interpersonal yang utama adalah sebagai berikut:
1. Menemukan diri sendiri
Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita
untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita.
Dengan saling membicarakan keadaan diri, minat, dan harapan maka
seseorang memperoleh informasi berharga untuk mengenali jati diri,
atau dengan kata lain menemukan diri sendiri (Suranto, 2011, p. 20).
Melalui komunikasi interpersonal pula kita dapat belajar bagaimana
16
kita belajar menghadapi orang lain, apa kekuatan dan kelemahan kita,
dan siapa yang kita sukai atau tidak.
2. Menemukan dunia luar
Melalui komunikasi interpersonal kita dapat memahami lebih
banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan
kita. Hal itu menjadikan kita memahami dunia luar, dan kita dapat
lebih banyak mendapatkan informasi. Bahkan kepercayaan, kenyataan,
sikap dan nilai-nilai kita secara tidak langsung dan tanpa sadar
dipengarui lebih banyak oleh pertemuan interpersonal daipada oleh
media atau pendidikan formal.
3. Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti
Sebagian besar waktu kita digunakan untuk berkomunikasi secara
interpersonal dengan orang lain. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan
membentuk hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan yang
demikian dapat membantu mengurangi kesepian dan depresi,
menjadikan kita sanggup saling berbagi, dan pada umumnya membuat
kita merasa lebih positif tentang diri kita.
4. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling
efektif dan mempunyai pengaruh yang besar dalam merubah sikap
seseorang. Dalam prinsip komunikasi, ketika pihak komunikan
menerima pesan atau informasi, berarti komunikan telah mendapat
pengaruh dari proses komunikasi. Sebab pada dasarnya, komunikasi
adalah sebuah fenomena, sebuah pengalaman. Setiap pengalaman akan
memberikan makna pada situasi kehidupan manusia, termasuk
memberi makna tertentu terhadap kemungkinan terjadinya perubahan
sikap. Misalnya seorang ayah menginginkan anaknya agar ada
perubahan sikap dan perilaku agar anaknya meningkatkan intensitas
belajarnya, dan mengurangi ketergantungan memainkan hand phone
dan internet.
17
5. Untuk bermain dan kesenangan
Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujaun utama
adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai
aktivitas kita, berdiskusi, bercerita hal-hal ringan dan lucu, kegiatan
komunikasi semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang
penting dalma pikiran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan
di lingkungan kita.
6. Untuk membantu (konseling)
Ada beberapa profesi yang memang mengandalkan kemampuan
komunikasi interpersonal untuk menjalankan pekerjaannya, seperti
seorang ahli psikologi. Kita semua juga pada umumnya berfungsi
membantu orang lain dalam interaksi interpersonal kita sehari-hari.
Misalnya seorang remaja curhat kepada sahabatnya mengenai putus
cinta. Tanpa disadari bahwa tujuan melakukan curhat tersebut adalah
untuk mendapatkan bantuan pemikiran sehingga didapat solusi yang
terbaik. Contoh lain, seorang mahasiswa berkonsultasi dengan dosen
pembimbing akademik tentang suatu mata kuliah yang sebaiknya
diambil.
7. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain
Pada prinsipnya komunikasi interpersonal dimaksudkan untuk
menunjukan adanya perhatian kepada orang lain dan untuk
menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup,
dingin dan cuek (Suranto, 2011, p. 19). Misalnya, seorang pemimpin
bertanya kepada karyawannya mengenai kabar karyawannya,
sebenarnya mungkin pemimpin tersebut tidak bermaksud mengorek
jawaban dari karyawan mengenai keadaan diri dan kesehatannya
secara, namun hal tersebut dilakukan untuk memberikan kesan positif
kepada karyawan dan tentunya menjaga hubungan yang baik dengan
karyawan tersebut.
18
4. Fungsi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antar pribadi memiliki 2 fungsi, yaitu fungsi sosial dan
fungsi pengambilan keputusan:
a. Fungsi Sosial
1) Untuk kebutuhan biologis dan psikologis
Sejak lahir kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan
hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis kita seperti dan minum, dan memenuhi
kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Melalui
komunikasi pula kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan
meningkatkan kesehatan mental kita. Kita belajar makna cinta, kasih
sayang, keintiman, simpati, rasa hormat, rasa bangga, bahkan iri hati
dan kebencian. Melalui komunikasi kita dapat mengalami berbagai
kualitas perasaan itu dan membandingkannya antara perasaan satu
dengan perasaan yang lain.
2) Mengembangkan hubungan timbal balik
Komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi
yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan baik secara
verbal atau nonverbal, seseorang penerima beraksi dengan jawaban
verbal atau menggunakan kepala, kemudian orang pertama beraksi
lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari kedua, dan
begitu seterusnya. Jadi hubungan timbal balik ini berfungsi sebagai
unsur pemerkarya, pemerkuat komunikasi antar pribadi sehingga
harapan-harapan dalam proses komunikasi menjadi sungguh-sunguh
terjadi.
3) Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu diri sendiri
Komunikasi itu penting membangun konsep diri kita, aktualisasi
diri, kelangsungan hidup untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar
dari tekanan. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan
kita mengenai siapa diri kita dan itu hanya bias kita peroleh lewat
informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Pernyataan eksistensi
19
diri orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah
yang disebut aktualisasi diri atau pernyataan eksistensi diri. Ketika
berbicara, kita sebenarnya menyatakan bahwa kita ada.
4) Menangani konflik
Untuk melakukan komunikasi dengan baik, sebaiknya kita
mengetahui situasi dan kondisi serta karakteristik lawan bicara.
Sebagaimana yang kita tahu, bahwa setiap manusia itu seperti sebuah
radar yang melingkupi lingkungan. Manusia bias menjadi sangat
sensitive pada bahasa tubuh, ekspresi wajah, postur, gerakan, intonasi
suara yang akan membantu individu untuk memberi penekanan pada
kebenaran, ketulusan dan reliabilitas dari komunikasi itu sendiri
sehingga komunikasi itu sendiri dapat mempengaruhi pola pikir lawan
bicara kita. Dengan demikian komunikasi antarpribadi berfungsi untuk
mengurangi atau mencegah timbulnya suatu konflik didalam suatu
organisasi atau kelompok masyarakat.
b. Fungsi pengambilan keputusan
1) Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi
Dalam proses memberi atau bertukar informasi, komunikasi sangat
memiliki pengaruh yang sangat efektif digunakan karena dalam hal ini
komunikasi dapat mewakili informasi yang dikehendaki dalam pesan
yang dia sampaikan sebagai bahan perakapan pada kegiatan
komunikasi.
2) Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain
Komunikasi yang berfungsi seperti ini mengandung muatan
persuasif dalam arti pembicara ingin pendengarnya mempercayai
bahwa fakta atau informasi yang disampaikan akurat dan layak untuk
diketahui. Bahkan komunikasi yang sifatnya menghiburpun secara
tidak langsung membujuk kalayak untuk melupakan persoalan hidup
mereka.
20
5. Jenis Komunikasi Interpesonal
Terdapat beberapa jenis hubungan interpersonal, yaitu: a) berdasarkan
jumlah individu yang terlibat; b) berdasarkan tujuan yang ingin dicapai; c)
berdasarkan jangka waktu; serta d) berdasarkan tingkat kedalaman atau
keintiman (Andi Nuraedah Nur, 2009, p. 4).
Hubungan interpersonal berdasarkan jumlah individu yang terlibat,
dibagi menjadi 2, yaitu hubungan diadik dan hubungan triad. Hubungan
diadik merupakan hubungan atara dua individu. Kebanyakan hubungan kita
dengan orang lain bersifat diadik. William Wilmot mengemukakan beberapa
ciri khas hubungan diadik, dimana setiap hubungan diadik memiliki tujuan
khusus, individu dalam hubungan diadik menampilkan wajah yang berbeda
dengan „wajah‟ yang ditampilkannya dalam hubungan diadik yang lain, dan
pada hubungan diadik berkembang pola komunikasi (termasuk pola
berbahasa) yang unik atau khas yang akan membedakan hubungan tersebut
dengan hubungan diadik yang lain.
Sedangkan hubungan triad merupakan hubungan antara tiga orang.
Hubungan triad ini memiliki ciri lebih kompleks, tingkat keintiman atau
kedekatan anatar individu lebih rendah, dan keputusan yang diambil lebih
didasarkan voting atau suara terbanyak (dalam hubungan diad, keputusan
diambil melalui negosiasi).
Hubungan interpersonal berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, dibagi
menjadi 2, yaitu hubungan tugas dan hubungan sosial. Hubungan tugas
merupakan sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan
sesuatu yang tidak dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Misalnya
hubungan antara pasien dengan dokter, hubungan mahasiswa dalam
kelompok untuk mengerjakan tugas, dan lainlain. Sedangkan hubungan
sosial merupakan hubungan yang tidak terbentuk dengan tujuan untuk
menyelesaikan sesuatu. Hubungan ini terbentuk (baik secara personal dan
sosial). Sebagai contoh adalah hubungan dua sahabat dekat, hubungan dua
orang kenalan saat makan siang dan sebagianya.
21
Hubungan interpersonal berdasarkan jangka waktu juga dibagi menjadi
2, yaitu hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang. Hubungan
jangka pendek merupakan hubungan yang hanya berlangsung sebentar.
Misalnya hubungan antara dua orang yang saling menyapa ketika bertemu
di jalan.
Sedangkan hubungan jangka panjang berlangsung dalam waktu yang
lama. Semakin lama suatu hubungan semakin banyak investasi yang
ditanam didalamnya (misalnya berupa emosi atau perasaaan, materi, waktu,
komitmen dan sebagainya). Dan karena investasi yang ditanam itu banyak
maka semakin besar usaha kita untuk mempertahankannya.
Selain ketiga jenis hubungan interpersonal yang sudah dijelaskan di
atas, masih terdapat satu lagi jenis hubungan interpersonal yang didasarkan
atas tingkat kedalaman atau keintiman, yaitu hubungan biasa dan hubungan
akrab atau intim. Hubungan biasa merupakan hubungan yang sama sekali
tidak dalam atau impersonal atau ritual. Sedangkan hubungan akrab atau
intim ditandai dengan penyingkapan diri (self-disclosure). Makin intim
suatu hubungan, makin besar kemungkinan terjadinya penyingkapan diri
tentang hal-hal yang sifatnya pribadi. Hubungan intim terkait dengan jangka
waktu, dimana keintiman akan tumbuh pada jangka panjang.
Karena itu hubungan intim akan cenderung dipertahankan karena
investasi yang ditanamkan individu di dalamnya dalam jangka waktu yang
lama telah banyak. Hubungan ini bersifat personal dan terbebas dari hal-hal
yang ritual.
6. Proses Komunikasi Interpersonal
Proses komunikasi ialah langkah-langkah yang menggambarkan
terjadinya kegiatan komunikasi (Suranto, 2011, p. 10). Proses komunikasi
interpersonal adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada
komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara
komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk
menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi
pada umumnya).
22
Proses komunikasi interpersonal dapat terjadi apabila ada interaksi antar
manusia dan ada penyampaian pesan untuk mewujudkan motif komunikasi.
Tahapan proses komunikasi adalah sebagai berikut :
a. Penginterprestasian
Hal yang diinterpretasikan adalah motif komunikasi, terjadi dalam
diri komunikator. Artinya, proseskomunikasi tahap pertama bermula
sejak motif komunikasi muncul hingga akal budi komunikator berhasil
menginterpretasikan apa yang ia pikir dan rasakan ke dalam pesan (masih
abstrak). Proses penerjemahan motif komunikasi ke dalam pesan disebut
interpreting.
b. Penyandian
Tahap ini masih ada dalam komunikator dari pesan yang bersifat
abstrak berhasil diwujudkan oleh akal budi manusia ke dalam lambang
komunikasi. Tahap ini disebut encoding, akal budi manusia berfungsi
sebagai encorder, alat penyandi: merubah pesan abstrak menjadi konkret.
c. Pengiriman
Proses ini terjadi ketika komunikator melakukan tindakan
komunikasi, mengirim lambang komunikasi dengan peralatan jasmaniah
yang disebut transmitter, alat pengirimpesan.
d. Perjalanan
Tahapan ini terjadi antara komunikator dan komunikan, sejak pesan
dikirim hingga pesan diterima oleh komunikan.
e. Penerimaan
Tahapan ini ditandai dengan diterimanya lambang komunikasi
melalui peralatan jasmaniah komunikan.
f. Penyandian Balik
Tahap ini terjadi pada diri komunikan sejak lambang komunikasi
diterima melalui peralatan yang berfungsi sebagai receiver hingga akal
budinya berhasil menguraikannya (decoding).
23
g. Penginterpretasian
Tahap ini terjadi pada komunikan, sejak lambang komunikasi
berhasil diurai kan dalam bentuk pesan.
Gambar 3 Proses Komunikasi Interpersonal
Proses komunikasi dapat dilihat dari beberapa perspektif:
1. Perspektif Psikologis
Perspektif ini merupakan tahapankomunikator pada proses
encoding, kemudian hasil encoding ditransmisikan kepada komunikan
sehingga terjadi komunikasi interpersonal.
2. Perspektif Mekanis
Perspektif ini merupakan tahapan disaat komunikator mentransfer
pesan dengan bahasa verbal/non verbal.
Komunikasi ini dibedakan menjadi:
1. Proses komunikasi primer.
2. Proses komunikasi sekunder.
3. Proses komunikasi linier.
4. Proses komunikasi sirkular.
Proses komunikasi primer adalah penyampaian pikiran oleh
komunikator kepada komunikan menggunakan lambang sebagai media.
24
Proses Komunikasi Sekunder merupakan penyampaian pesan dengan
menggunakan alat setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses
Komunikasi linier adlah penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikan sebagai titik terminal. Proses komunikasi sirkular yaitu
terjadinya feedback atau umpan balik dari komunikan ke komunikator.
Kesimpulan adanya proses komunikasi bahwa:
1. Komunikasi bersifat dinamis.
2. Tahapanproseskomunikasi bermanfaat untuk analisis.
3. Proseskomunikasi dapat terhenti setiap saat.
4. Pesankomunikasi tidak harus diterima.
5. Tindak komunikasi merupakan indikasi komunikasi.
Proses komunikasi yang lainnya menurut Bovee dan Thill
(Vardiansyah, 2004) proses komunikasi terdiri atas enam tahap, yaitu:
1. Pengiriman mempunyai asuatu de atau gagasan.
2. Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan.
3. Pengirim menyampaikan pesan.
4. Penerima menerima pesan
5. Penerima menafsikan pesan.
6. Penerima memberi tangapan dan mengirim umpan balik kepada
pengirim.
Keenam tapan dalam prose komunikasi tersebut dapat di gambarkan
dalam sebuah diagram berikut:
Tahap 1
pengirim mempunyai
gagasan
Tahapan 2
Pengirim mengubah ide
menjadi pesan
Tahapan 3
Pengirim mengirim
pesan
Tahapan 6
Penerima mengirim ide
pesan
Tahapan 5
Penerima menafsirkan
pesan
Tahapan 4
Penerima menerima
pesan
SALURAN dan
MEDIA
25
Gambar 4 Tahap Proses Komunikasi
1. Tahap Pertama: Pengirim Mempunyai Suatu Ide/ Gagasan
Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, pengiriman
pesan harus menyiapkan ide atau gagasan apa yang ingn disampaikn
kepada pihak lain atau audiens.ide dapat diperoleh dari berbagai sumber
yang terbentang luas di hadapan kita. Dunia ini penuh dengn berbagai
macam informasi baik yang dapat dilihat, didengar dibaui, dikecap,
maupun diraba.Ide-ide yang ada dalam benak kita disaring dan disusun
ke dalam suatu memori yang ada alam jaringan otak, yang merupakan
gambaran persepsi kira terdahap kenyataan. Setia orang akan memiliki
peta mental yang berbea karena kita memandang dunia dan menyerap
berbagai pengalaman dengan suatu cara yang unik dan bersifat
individual.
Karena persepsi adalah hal yang unik, ide yang ingin disampaikan
seseorang mungkin akan berbeda dengan pikiran orang lain. Bahkan dua
orang yang memiliki suatu pengalaman yang sama terhadap suatu hal
atau kejaidian, akan memiliki kesan ang tidak serupa. Sebagai contoh ada
dua orang yang sama-sama mengikuti briefing dari pemimpin
perusahaan.Apabla mereka diminta untuk menceritakan pengalaman
mereka masing-masing, tentu ada beberapa hal yang berbeda. Seseorang
komunikator yang baik, harus perhatian pada hal-hal yang memang
penting dan relevan.Dalam dunia komunikasi, proses tersebut dikenal
sebagai abstraksi (abstraction).
2. Tahapan Kedua: Pengiriman Mengubah Ide Menjadi Suatu Pesan
Dalam suatu proses komunikas, tidak semua ide dapat diteruma atau
imengerti dengan sempurna. Poses komunikasi dimuai dengan adanya ide
dalam pikiran, yang lalu diubah kedalam bentuk pesan-pesan seperti
dalam benutk kata-kata, ekspresi wajah, dan sejenisnya, untuk kemudian
disampaikan kepada orang lain.
Agar dapat diterima dan dimengerti secara sempurna, pengirim
pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu subjek (apa yang ingin
26
disampaikan) maksud (tujuan), audiens, gaya personal, dan latar
belakang buaya. Seagai contoh sederhana, pada umumna orang timur
cenderung menyampaikan pesan dengan menggunakan bahasa
taklangsung dan bahasa yang halus. Untuk menyatakan sikap menolak,
seseorang terlebih dahulu harus menggunakan kalimat-kalimat pembuka
yang bersifat netral, baru kemudan menyatakan sikap penolakan.
3. Tahapan Ketiga: Pengirim Menyampaikan Pesan
Setelah mengubah ide-ide dalam suatu pesan, tahapan berikutnya
adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai sauran
yang ada kepada si penerima pesan.Saluran komunikasi yang digunakan
untuk menyampaikan pesan terkadang relative endek, tetapi ada juga
yang cuku panjang.Panjang pendeknya komunikasi yang digunakan akan
berpengaruh terhadap efektivitas penyampaian pesan. Bila menyapaikan
pesa-pesan yang panjang dan kompleks secara lisan, pesan-pesan tersebut
bias jadi terdistirsi atau bahkan bertentangan dengan pesan aslinya,
disamping itu, dalam menyampaian suatu pesan, berbagai media
komunikasi, media tertulis maupun lisan dapat digunakan. Leh karena
itu, perlu diperhatikan jenis atau sifat pesan yang akan disampaian.
4. Tahapan Keempat: Penerima Menerima Pesan
Komunikasi anatara seseorang dengan oaring lain akan terjadi, bila
pengirim (komunikator) mengirimkan suatu pesan dan penerima
(komunikan) menerima pesan tersebut. Jika seseorang mengirim sepucuk
surat, komunikasi baru isa terjalin ba penerima surat membaca dan
memahami isinya.jika seseorang menyampaikan pidatonya di hadapan
umum, para pndengar sebagai audiens harus dapat mendengar apa yang
dikatakan dan memahami pesan-pesan yang disampaikan.
5. Tahapan Kelima: Penerima Menasirkan Pesan
Setelah penerima menerima pesan, tahap berikutnya bagaimana ia
dapat menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus
mudah dimengerti dan tersimpan di dalam benak pikiran si penerima
pesan.Selanjutnya, suatu pesan baru dapat ditasirkan secara benar bila
27
penerima pesan telah memahami isi pesan sebagaimana yang
disampaikan oleh pengirim pesan.
6. Tahapan Keenam: Penerima Memberi Tanggapan dan Umpan Balik ke
Pengirim
Umpan nalik (feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu rantai
komunikasi.Umpan balik tersebut meruakan tanggapan penerima pesan
yang memungkinkan pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan.
Setalah menerima pesan, komunikan akan memberi tanggapan
dengan cara tertentu dan memberi sinyal terhadap pengirim pesan. Sinyal
yang diberikan oleh penerima pesan beraneka macam, dapat berupa suatu
senyuman, tertawa, sikp murung, cemberut, memberi komentar sekilas
(singkat), anggukan sebagai pembenaran, atau pesan secara tertulis.
Sebagai contoh, seorang karyawan perusahaan menerima sepucuk surat
dari pimpinan ia tampak berseri-seri, dapat diduga bahwa ia menerima
beritaa yang menyenangkan dari piimpinanya tersebut. Bentuk ekspresi
wajah tersebut adalah contoh adanya umpan balik dalam berkomunikasi.
Disamping itu, adanya umpan balik akan dapat menunjukan adanya
factor-faktor penghambat komunikas, misalnya perbedaan latar
lbelakang, perbedaan penafsiran kata-kata, dan perbedaan reaksi secara
emosional.
C. Komunikasi Massa
1. Pengertian Komunikasi Massa
Pengertian Komunikasi Massa Definisi komunikasi massa yang paling
sederhana dikemukakan oleh Bittner (Rakhmat, 2003:188), yakni:
komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media
massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages
communicatedthrough a mass medium to a large number of people).
Definisi komunikasi massa yang lebih perinci dikemukakan oleh ahli
komunikasi lain, yaitu Gerbner. Menurut Gerbner (1967) “Mass
communication is the tehnologically and institutionally based production
28
and distribution of the most broadly shared continuous flow of messages in
industrial societies”. (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi
yang berlandaskan teknologidan lembaga dari arus pesan yang
kontinyuserta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri
(Rakhmat, 2003:188). Menyimak berbagai definisi komunikasi massa yang
dikemukakan para ahli komunikasi , tampaknya tidak ada perbedaan yang
mendasar atau prinsip, bahkan definisi-definisi itu satu sama lain saling
melengkapi. Hal ini telah memberikan gambaran yang jelas mengenai
pengertian komunikasi massa. Bahkan, secara tidak langsung dari
pengertian komunikasi massa dapat diketahui pula ciri-ciri komunikasi
massa yang membedakannya dari bentuk komunikasi lainnya. Rakhmat
merangkum definisi-definisi komunikasi massa tersebut menjadi:
“komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui
media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara
serentak dan sesaat (Rakhmat, 2003:189).
2. Bentuk Proses Komunikasi Massa
a. Model Proses Efek Kuat
Pandangan proses satu arah memperlihatkan gambaran yang
sederhana di mana audiens berada pada posisi sebagai penerima pesan
yang bersikap pasif. Awal mulanya komunikasi di mulai dari tingkatan
source /komunikator. Jika kita berbicara tentang komunikasi massa,
maka source disini adalah media massa. Dimana disini dapat kita lihat
bahwa terpaan pesan dari media sangat kuat yang bergerak secara
linear/langsung dari satu titik ke titik lain hingga sampai kepada audiens.
Dinamakan model proses komunikasi massa efek kuat, karena pesan
yang diterima audiens adalah langsung mengikuti garis lurus. Sehingga
diibaratkan bahwa audiens pasif terhadap apa yang di produksi oleh
media.
29
b. Model Proses Efek Terbatas
Pada model efek terbatas ini, sebenarnya skema perpindahan pesan
tersebut hampir sama dengan model efek kuat. Dimana prosesnya
melalui garis lurus dari titik satu ke titik lainya. Akan tetapi disini
kebalikannya dari efek kuat. Pada model efek kuat, proses komunikasi
berawal dari source / komunikator/ media itu sendiri. Akan tetapi pada
proses efek terbatas ini proses komunikasi massa yang terjadi bermula
dari audiens. Dengan asumsi bahwa audiens aktif, dan bebas memilih
media mana yang mereka inginkan dan cocok sesuai kebutuhan audiens.
c. Model Proses Selektif Interaksional
Pada model proses selektif interaksional ini berpandangan bahwa
proses komunikasi yang terjadi berlangsung dua arah. Ada pesan yang
berasal dari source dan ada pesan yang bersumber dari receiver.
d. Model Proses One Step
Model Proses one step ini hubungan media dengan audiens bersifat
langsung tanpa melewati saluran atau chanel
e. Model Proses Two Step
Model proses dua tahap memperlihatkan bahwa audiens media
tidaklah hanya orang – orang yang pasif saja akan tetapi sudah ada
orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat yaitu influencer atau
tokoh-tokoh masyarakat. Yang menentukan efek dari pesan tersebut
bukan lagi media akan tetapi masyarakat melalui tokoh-tokoh di dalam
masyarakat tersebut. Yaitu influncer yang mempunyai pengaruh yang
besar terhadap proses komunikasi tersebut.
f. Model Proses Multi Step
Pandangan proses banyak tahap memperlihatkan seolah audiens
merupakan sejumlah besar anggota masyarakat yang kompleks dan yang
di antara mereka berlangsung interaksi dan tidak saling terpisah, tak
hanya berinteraksi dengan media (seperti dalam pandangan proses satu
tahap).
30
3. Karakteristik Komunikasi Massa
a. Komunikator Terlembagakan
Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Kita
sudah memahami bahwa komunikasi massa itu menggunakan media
massa, baik media cetak maupun elektronik. Dengan mengingat kembali
pendapat Wright, bahwa komunikasi massa itu melibatkan lembaga, dan
komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks, mari kita
bayangkan secara kronologis proses penyusunan pesan oleh komunikator
sampai pesan itu diterima oleh komunikan.
b. Pesan Bersifat Umum
Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu
ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok
orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum.
c. Komunikannya Anonim dan Heterogen
Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen.
Pada komunikasi antarpersona, komunikator akan mengenal
komunikannya, mengetahui identitasnya, seperti: nama, pendidikan,
pekerjaan, tempat tinggal, bahkan mungkin mengenal sikap dan
perilakunya. Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator tidak
mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan
media dan tidak tatap muka. Disamping anonim, komunikan komunikasi
massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat
yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor: usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama, dan
tingkat ekonomi. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat acara
“Seputar Indonesia” yang ditayangkan RCTI dan ditonton oleh jutaan,
bahkan puluhan juta pemirsa di Indonesia yang tersebar diberbagai kota.
d. Media Massa Menimbulkan Keserampakan
Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi
lainnya adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya
relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan yang
31
banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan
memperoleh pesan yang sama pula.
e. Komunikasi Massa Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan
Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi
mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan (Mulyana, 2000:99).
Dimensi isi menunjukkan muatan atau isi komunikasi, yaitu apa yang
dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara
mengatakannya, yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para
peserta komunikasi itu. Sementara Rahmat (2003) menyebutnya sebagai
proporsi unsur isi dan unsur hubungan. Dalam komunikasi antarpersona
yang diutamakan adalah unsur hubungan. Semakin saling mengenal
antarpelaku komunikasi, maka komunikasinya semakin efektif.
Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator tidak selalu kenal
dengan komunikannya, dan sebaliknya. Yang penting, bagaimana
seorang komunikator menyusun pesan secara sistematis, baik, sesuai
dengan jenis medianya, agar komunikannya bisa memahami isi pesan
tersebut. Itulah sebabnya mengapa perlu menulis lead untuk media cetak,
lead untuk media elektronik (radio maupun televisi), cara menulis artikel
yang baik, dan seterusnya. Semua itu menunjukkan pentingnya unsur
komunikasi.
f. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah
Bersifat satu arah adalah ciri komunikasi massa yang merupakan
kelemahannya. Karena komunikasinya melalui media massa, maka
komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung.
Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima
pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog
sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpersona.
g. Stimulasi Alat Indera Terbatas
Ciri komunikasi massa lainnya yang dapat dianggap salah satu
kelemahannya, adalah stimulasi alat indra yang terbatas. Pada
komunikasi antarpersona yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat
32
indra pelaku komunikasi, komunikator dan komunikannya, dapat
digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat,
mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa. Dalam komunikasi
massa, stimulasi alat indra brgantung pada jenis media massa. Pada surat
kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan
rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media
televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.
h. Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung (Indirect)
Komponen umpan balik atau yang lebih populer disebut dengan
feedback merupakan faktor penting dalam proses komunikasi
antarpersona, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Umpan
balik sebagi respons mempunyai volume yang tidak terbatas pada
komunikasi antarperson. Bila penulis memberikan kuliah pada Anda
secara tatap muka, penulis akan memperhatikan bukan saja ucapan anda,
tetapi juga kedipan mata, gerak bibir, posisi tubuh, intonasi suara, dan
gerakan lainnya yang dapat penulis artikan. Umpan balik ini bersifat
langsung (direct) dan segera (immediate). Sedangkan dalam proses
komunikasi massa, umpan balik bersifat tidak langsung (indirect) dan
tertunda (delayed). Artinya komunikator komunikasi massa tidak dapat
dengan segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan
yang disampaikannya. tanggapan khlayak bisa diterima lewat telepon, e-
mail, atau surat pembaca
4. Fungsi Komunikasi Massa
Menurut Dominick (2001) terdiri dari:
1. Surveillance (Pengawasan)
Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama: (1)
warning or beware surveillance (2) instrumental surveillance. Warning
surveillance terjadi ketika media massa menginformasikan tentang
ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, tayangan inflasi
atau adanya serangan militer. Instrumental surveillance adalah
penyampaian atau penyebaran informsi yang memiliki kegunaan atau
33
dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Contoh:
produk-produk baru, ide-ide tentang mode, resep masakan, dsb.
2. Interpretation (Penafsiran)
Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga
memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Contoh:
tajuk rencana surat kabar. Penafsiran ini berbentuk komentar dan opini
yang ditujukan kepada khalayak pembaca, serta dilengkapi perspektif
(sudut pandang) terhadap berita yang disajikan pada halaman lainnya.
3. Linkage (Pertalian)
Contoh kasus di Indonesia adalah kasus SBY yang sebelumnya
menjabat Menko Polkam dalam jajaran kabinet Gotong Royong
Presiden Megawati Soekarnoputri. Ketika beliau jarang diajak rapat
kabinet dan kemudian mengundurkan diri, maka tayangan beritanya di
TV, radio siaran, surat kabar telah menaikkan pamor Partai Demokrat
yang mencalonkan SBY sebagai presiden.
4. Transmission of Values (Penyebaran Nilai-Nilai)
Contoh : sebuah penelitian menunjukkan bahwa banyak remaja belajar
tentang perilaku berpacaran dari menonton film dan acara TV yang
mengisahkan tentang pacaran, termasuk pacaran yang agak liberal atau
bebas. 1Dr Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu
Pengantar,Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004, hlm. 7-12.
Diantara semua media massa, TV sangat berpotensi untuk terjadinya
penyebaran nilai-nilai pada anak muda, terutama anak- anak yang telah
melampaui usia 16 tahun.
5. Entertainment (Hiburan)
Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak,
karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan
hiburan di TV dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.
34
Menurut Effendy (1933) terdiri dari:
1. Fungsi Informasi
2. Fungsi Pendidikan
3. Fungsi Memengaruhi
4. Fungsi Proses Pengembangan Mental
Menurut DeVito (1996) terdiri dari:
1. Fungsi Meyakinkan (to Persuade)
Contoh: jika kita menyukai Ilkom, kita akan cenderung memilih
kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi, membaca tulisan tentang
komunikasi, dan melakukan penelitian-penelitian dalam bidang
komunikasi.
2. Fungsi Menganugerahkan Status
Misalnya Harian Ekonomi Bisnis Indonesia menyajikan rubrik profil
dan views pengusaha dihalaman depan, sehingga menaikkan prestise
mereka sebagai pengusaha.
3. Fungsi Membius (Narcotization)
Misalnya, TV telah menayangkan tentang kematian tragis Putri Diana.
Media membuat tayangan sedemikian rupa sehingga pemirsa seolah-
olah terbius oleh tayangan tersebut.
4. Fungsi Menciptakan Rasa Kebersatuan
Sebagai contoh, seseorang yang sedang sendirian, kesepian dirumah
yang besar, duduk sambil minum teh dan menonton TV. Acara yang
ditayangkan TV membuat orang tersebut merasa menjadi anggota
keluarga, karena merasa terhibur dan menyatu dengan acara tersebut.
5. Fungsi Privatisasi
Adalah kecenderungan bagi seseoang untuk menarik diri dari
kelompok sosial dan mengucilkan diri kedalam dunianya sendiri.2 2
Dr Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2004, hlm. 15-29.
35
D. Komunikasi Kelompok
1. Pengertian Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama
yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal
satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok
tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga,
kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang
tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi
kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan
teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat,
pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael
Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok
sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan
tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi
komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya
komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan
memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.
Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149)
menyatakan komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih
bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk
mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain.
Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat
komunikasi kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka;
b. Kelompok memiliki sedikit partisipan;
c. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin;
d. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;
36
e. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.
2. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya
Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan
sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga
klasifikasi kelompok.
a. Kelompok primer dan sekunder.
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin
Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu
kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan
menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok
sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak
akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan
karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
1) Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan
meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling
tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita
tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali
kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada
kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2) Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan
kelompok sekunder nonpersonal.
3) Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan
daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.
4) Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan
kelompok sekunder instrumental.
5) Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan
kelompok sekunder formal.
b. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok
keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference
37
group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-
anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu.
Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai
alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk
sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi
komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan
Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai
keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga
memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus
saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya,
sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif).
Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia
ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan
memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya
temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok
rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia
(ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok
keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat
dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.
c. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok
menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan
klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara
alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok
deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok
pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan
memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang
kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang
menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap
anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi
38
di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok
penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik
yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an
menggunakan proses ini dengan cukup banyak.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus
ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan
dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu:
diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan
prosedur parlementer.
d. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi
1) Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju
(norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau
dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau
melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan
dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk
menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam
kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-
rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh
anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota
berikutnya untuk setuju juga.
2) Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan
kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok.
Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah.
Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-
dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu.
Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang
yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi
kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan
adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah
39
yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah
yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah,
respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-
peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
3) Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila
sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak
mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi
mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota
kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan
menentang lebih keras.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua
tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-
anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut
prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan
(satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi
informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat
dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan
sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan
kelompok.
Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan
kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:
a. Faktor situasional karakteristik kelompok:
1) Ukuran kelompok.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok
bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok.
Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan
interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar
dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif,
anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk
40
menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada
kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan
pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah
pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan
tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat
memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka
sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan
ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok
memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang
benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama
bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan,
dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang
divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif),
diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat,
2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin
berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima
orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan
manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap
kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh
anggota-anggota kelompok.
2) Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah
sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam
hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk
kelompok tercepat dan terorganisir.
3) Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong
anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan
mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam
41
Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari
beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara
interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan
dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok
sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal.
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota
kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan
anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa
aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih
terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi,
para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin
mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin
mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin
tidak toleran pada anggota yang devian.
4) Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi
kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan
adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi
kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh
White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya
kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan
otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya
ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan
pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk
membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan
laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk
mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi
pemimpin yang minimal.
42
b. Faktor personal karakteristik kelompok:
1) Kebutuhan interpersonal
William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental
Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi
anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal
sebagai berikut:
2) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).
3) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).
4) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang
lain.
5) Tindak komunikasi
Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap
anggota berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara
verbal maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan
sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang
kemudian dikenal sebagai Interaction Process Analysis (IPA).
6) Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota
kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara
suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan
kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan
kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171)
meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan
sebagai berikut:
a) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan
masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas
berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi
kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.
b) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok
berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional
anggota-anggota kelompok.
43
c) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota
kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak
relevan dengantugas kelompok
E. Focus Group Discussion (FGD)
1. Definisi Focus Group Discussion (FGD)
Diskusi kelompok terarah atau Focus Group Discussion (FGD) adalah
suatu proses pengumpulan informasi suatu masalah tertentu yang sangat
spesifik melalui diskusi kelompk, diskusi kelompok terarah adalah
wawancara dari sekelompok kecil orang yang dipimpin oleh seorang
narasumber atau moderator yang secara halus mendorong peserta untuk
berani berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang dianggap penting
yang berhungan dengan topik diskusi saat itu. Interaksi diantara peserta
merupakan dasar untuk memperoleh informasi. Peserta mempunayi
kesempatan yang sama untuk mengajukan dan memberikan pernyataan,
menanggapi, komentar maupun mengajukan pertanyaan.
FGD adalah kelompok diskusi bukan wawancara atau obrolan. Ciri
khas metode FGD yang tidak dimiliki oleh metode riset kualitaif lainnya
(wawancara mendalam atau observasi) adalah interaksi! Hidup mati sebuah
FGD terletak pada ciri ini. Tanpa interaksi sebuah FGD berubah wujud
menjadi kelompok wawancara terfokus (FGI-Focus Group Interview). Hal
ini terjadi apabila moderator cenderung selalu mengkonfirmasi setiap topik
satu per satu kepada seluruh peserta FGD. Semua peserta FGD secara
bergilir diminta responnya untuk setiap topik, sehingga tidak terjadi
dinamika kelompok. Komunikasi hanya berlangsung antara moderator
dengan informan A, informan A ke moderator, lalu moderator ke informan
B, informan B ke moderator. Yang seharusnya terjadi adalah moderator
lebih banyak “diam” dan peserta FGD lebih banyak omong alias “cerewet”.
Kondisi idealnya, Informan A merespon topik yang dilemparkan moderator,
disambar oleh informan B, disanggah oleh informan C, diklarifikasi oleh
informan A, didukung oleh informan D, disanggah oleh informan E, dan
44
akhirnya ditengahi oleh moderator kembali. Diskusi seperti itu sangat
interaktif, hidup, dinamis.
FGD adalah group bukan individu. Prinsip ini masih terkait dengan
prinsip sebelumnya. Agar terjadi dinamika kelompok, moderator harus
memandang para peserta FGD sebagai suatu group, bukan orang per orang.
Selalu melemparkan topik ke “tengah” bukan melulu tembak langsung ke
peserta FGD. FGD adalah diskusi terfokus bukan diskusi bebas. Prinsip ini
melengkapi prinsip pertama di atas. Diingatkan bahwa jangan hanya
mengejar interaksi dan dinamika kelompok, kalau hanya mengejar hal
tersebut diskusi bisa berjalan ngawur. Selama diskusi berlangsung
moderator harus fokus pada tujuan diskusi, sehingga moderator akan selalu
berusaha mengembalikan diskusi ke “jalan yang benar”. Moderator memang
dituntut untuk mencairkan suasana (ice breaking) agar diskusi tidak
berlangsung kaku, namun kadang-kadang proses ice breaking ini kelamaan,
moderator ikut larut dalam “keceriaan” kelompok, ber ha-ha-hi-hi, dan baru
tersadar ketika masih banyak hal yang belum tergali, sementara para peserta
sudah mulai kehilangan “energi”.
Tujuan FGD adalah untuk memperoleh masukan maupun informasi
mengenai suatu permasalahan. Penyelesaian tentang masalah ini ditentukan
oleh pihak lain setelah masukan diperoleh dan dianalisa.
2. Perbedaan FGD dengan Wawancara
Pada proses wawancara biasanya fasilitator bertanya dan menunjuk
sesorang yang ingin dituju. Dalam FGD tugas fasilitator tidaklah selalu
bertanya melainkan mengendalikan diskusi teresebut untuk menggali suatu
permasalahan yang dicari dalam penelitiannya. Fasilitator berperan agar
tidak terlalu didominasi oleh satu orang dan diskusi itu sendiri tidak macet.
Diperlukan suatu teknik tertentu dalam pelaksanaan FGD.
Seringkali dalam FGD di dominasi dari satu orang terhadap diskusi
tersebut, pertanyaan atau topik yang tidak dimengerti peserta diskusi
sehingga menjadi macet. Pertanyaan yang personal atau tabu untuk dijawab
didepan umum sehingga malu untuk menjawab. Adanya orang yang bukan
45
peserta yang ikut mengganggu jalannya diskusi. Untuk itulah diperlukan
latihan khusus mulai dari panduan pertanyaan yang perlu diuji, keterampilan
fasilitator dan pengendalian variable pengganggu tersebut
3. Karakteristik FGD
Peserta terdiri dari 6 – 12 orang dengan maksud agar setiap individu
mendapat kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Umumnya FGD
dilaksanakan pada populasi asaran yang homogen (mempunayi ciri-ciri
yang sama) < ciri-ciri yang sama tersebut ditentukan oleh tujuan dari
penelitian.
4. Sumber Yang Diperlukan Dalam FGD
a. Peserta
Tentunya yang paling esensial adalah peserta FGD siapa yang akan
di pilih menjadi peserta FGD dan berapa jumlahnya harus dapat di
tentukan dengan baik. Jumlah peserta yang teralu banyak juga tidak
efektif karena kurangnya kesempatan untuk mengyampaikan pendapat.
Kalau terlalu sedikit akan kurang variasi pernyataan yang didapat.
Jumlah peserta yang ideal antara 7-11 orang. Untuk itulah hal ini perlu
diperhatikan karena tidak mudah mengumpulkan masyarakat apalagi
dengan karakteristik tertentu. Siapa yang akan menjadi peserta harus
dibuat kriterianya sehingga dapat dengan jelas diketahui siapa saja yang
memenuhi syarat menjadi peserta.
Peserta yang tidak memenuhi syarat akan dikeluarkan (criteria
esklusi). perlu juga dipertimbangkan untuk mencari peserta cadangan
apabila nantinya peserta berhalangan hadir. Kriteria peserta yang sulit
dicari sebaiknya dihindari karena akan bermasalah dalam
mengumpulkannya. Peranan negosiasi dan transportasi disini cukup besar
dimana mereka agar setuju ikut kegiatan dan diangkut ketempat tersebut
secara bersamaan. Apabila tidak bersamaan ditakutkan akan tidak hadir.
b. Karakteristik peserta
Perlu diperhatikan bagaimana cara memilih peserta FGD tersebut
pertimbangan terhadap homogenitas dan heterogenitas perlu dilakukan.
46
Terkait juga dengan tujuan dari penelitian tersebut. Kalau anggotanya
memiliki tingkat strata yang berbeda dimana ada pimpinan dan bawahan
maka hasilnya akan berpengaruh apabila yang berbicara adalah orang
dalam strata yang sama. Sebab pimpinan akan mendominasi dan
bawahan akan takut mengemukakan pendapatnya. Maka disarankan
menggunakan strata yang sama.
Peserta yang berasal dari tingkat pengetahuan berbeda-beda akan
memberi variasi jawaban dibandingkan yang sama tingkat
pengetahuannya. Sehingga dapat lebih digali lagi informasi yang
diperlukan. Dominasi satu orang terhadap pelaksanaan diskusi juga perlu
dihindari karena pada prinsipnya adalah semua peserta berhak
mengeluarkan pendapat, entah itu salah atau benar yang penting
berpendapat.
c. Anggota Pelaksana Kegiatan
Secara garis besar dalam menjalankan FGD kita membutuhkan
minimal 1 moderator, 1-2 pencatat, 1 bloker dan alat perekam suara.
Semua anggota tim haruslah bekerjasama dalam menyukseskan suatu
kegiatan.
1) Moderator
Moderator Adalah orang yang akan memimpin jalannya diskusi
tersebut. Mereka yang terpilih menjadi moderator sebaiknya sudah
dilatih sebelumnya. Karena bagaimana diskusi tersebut akan juga
tergantung bagaimana moderator itu mampu melakukan kontrol
terhadap jalannya diskusi. Dalam diskusi dapat saja terjadi saling
perbedaan pendapat yang bahkan menimbulkan perkelahian karena
menyinggung perbedaan SARA (Suku, Agama, Ras, Antar
Golongan). Peranan moderator disini cukup besar. dalam
melaksanakan FGD diperlukan seorang moderator. Moderator
berperan dalam membuka diskusi, mengendalikan jalan diskusi dan
selanjutnya menutup diskusi tersebut.
47
2) Pencatat
Dalam pelaksanaan FGD kita menggunakan alat perekam biasanya,
jenisnya dapat bermacam-macam tape recorder, Handphone perekam,
MP3 perekam, bahkan ada ballpoint perekam apa saja dapat
digunakan asalkan dapat merekam dalam waktu 1 jam. Karena FGD
sebaiknya dilakukan paling lama 1,5 jam karena lebih dari itu
peserta/responden tersebut menjadi jenuh. Tenaga pencatat sebaiknya
1-2 orang. Kenapa membutuhkan pencatat data padahal sudah ada
perekam data, kita membutuhkan pencatat data karena pertama,
mereka akan dibutuhkan kalau hasil rekaman kita tidak jelas
didengarkan. Kedua, dalam rekaman data kita tidak dapat merasakan
sense pembicaraan bagaimana eskpresi wajah peserta tersebut maka
pencatat datalah yang dapat menjelaskan. Seringkali dalam
pelaksanaan FGD, hasil rekaman agak kabur padahal itu esensial,
sehingga tidak begitu jelas kita mengerti apa maksudnya maka
diperlukan catatan diskusi tersebut. Hal yang perlu diperhatikan oleh
pencatat diskusi :
a) Catatlah sedetail mungkin pembicaraan tersebut jangan
menyimpulkan
b) Buat juga eskpresi pembicara apakah lagi sedih, kecewa, senang,
marah, berbicara agak keras
c) Buat singkatan nama setiap peserta seperti (Ad, Ari, Kt dan
sebagainya).
3) Penghubung Peserta
Seperti kita bahas diatas kedatangan peserta itu penting kalau
tidak ada peserta maka kegiatan FGD akan batal begitu juga kalau
jumlah pesertanya terlalu sedikit misalnya 3 orang maka akan kurang
variasi pernyataan. Tenaga penghubung adalah yang menghubungkan
peserta dan membuat kesepakatan akan kesediaannya diperlukan
kemampuan komunikasi dan negosiasi yang baik. Kemudian tempat
48
yang dipilih dalam pelaksanaannya dan transportasi yang akan
digunakan.
Bekerjasama dengan tokoh masyarakat sekitar juga kita perlukan
karena secara langsung dan tidak langsung peranan mereka dalam
menyukseskan kegiatan ini juga ada. Kita juga perlu mengajak mitra
lokal dalam menghubungkan dengan peserta. Sebaiknya sehari
sebelum kegiatan peserta dihubungi kembali untuk kesiapannya.
Sebab mungkin saja tiba-tiba ada suatu halangan didaerah tersebut
sehingga FGD harus ditunda.
4) Blocker
Mereka adalah orang yang akan menjaga pelaksaanaan FGD agar
tidak diganggu oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Peranan
blocker tidak dapat kita remehkan misalkan saja kita malaksanakan
FGD di balai desa dan ada Pak Lurah yang berkunjung kesana pada
saat diskusi berlangsung sehingga yang lainnya sibuk melayani
kedatangan Pal Lurah maka bisa jadi FGD menjadi bubar. Atau FGD
jadi terkesan kaku karena ada strata yang berbeda disana kurang bisa
mengungkapkan kondisi sebenarnya.
Untuk itulah dalam FGD disediakan tenaga blocker karena
gangguan dapat berupa apa saja termasuk gonggongan anjing, anak-
anak yang menangis, dan lainnya.
5) Tempat kegiatan
Ini adalah bagian dari persiapan logistik dimana akan
dilaksanakan kegiatan tersebut. Informasi ini biasanya kita dapat dari
mitra lokal kita sesuai dengan tujuan penelitian kita kalau berbau
politik seyogyanya mempertimbangkan tempat yang tepat juga.
tempat pelaksanaan dapat di balai desa, rumah tokoh masyarakat,
rumah penduduk Tentunya mempertimbangkan privasi dan gangguan
juga yang nanti akan timbul.
49
5. Keuntungan dan Kelemahan FGD
a. Keuntungan Diskusi Kelompok Terarah
1) Biaya relatif murah.
2) Waktu yang digunakan cukup singkat.
3) Moderator relatif dapat dilakukan oleh siapa saja dengan melakukan
pelatihan pendek dan mengujicobakan menjalankan diskusi.
4) Dapat digunakan untuk menggali kebiasaan, keyakinan dan penilaian
dari sebuah kelompok.
5) Perhatian yang penting dan mungkin tidak muncul dalam kehidupan
sehari-hari, melalui diskusi kelompok ini dapat dimunculkan.
b. Kelemahan Diskusi Kelompok Terarah
1) Peserta seringkali tidak mewakili seluruh kelompok sasaran.
2) Kelompok yang terlibat mungkin sulit untuk dikendalikan.
3) Hasil dan kesimpulan diskusi dapat dipengaruhi oleh pandangan atau
pendekatan dari moderator.
4) Tidak mempunyai data statistik.
Meskipun Diskusi Kelompok Terarah mempunyai beberapa kelemahan,
tapi anda dapat mengeliminer kelemahan tersebut dengan melakukan 2 hal.
Pertama, proses diskusi kelompok terarah ini sangat tergantung pada
moderator untuk memandu proses diskusi dan menganalisa hasilnya.
Kelemahan-kelemahan pada Focus Group Discussion dapat anda atasi jika
sebelumnya sang moderator secara hati-hati menyusun pertanyaan panduan
diskusi, melakukan ujicoba pertanyaan dan secara seksama mencatat atau
merekam pernyataan serta reaksi yang muncul selama proses diskusi.
Kedua, seleksi dan mengumpulkan peserta memang bisa jadi dapat
menyulitkan anda. Solusinya, anda harus mempersiapkan dan menyebarkan
undangan secara hati – hati agar diskusi hanya diikuti oleh orang – orang
yang benar-benar dapat berdiskusi bersama – sama. Hal itu juga untuk
menghindari datangnya orang – orang yang tidak diharapkan hadir datang
dan membuat suasana diskusi terganggu.
50
6. Alasan Penggunaan FGD
Ada beberapa alasan dipergunakannya FGD yaitu :
a. Adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami
dengan metode survei atau wawancara.
b. Untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu yang relatif
singkat.
c. Sebagai metode yang dirasa cocok bagi permasalahan yang bersifat
sangat lokal dan sepesifik oleh karena itu FGD yang melibatkan
masayarakat setempat dipandang sebgai pendekatan yang paling serasi.
d. Untuk menumbuhkan peranan memilih dari masyarakat yang diteliti,
sehingga pada peniliti memberikan rekomendasi, dengan mudah
masyarakat mau menerima rekomendasi tersebut.
Tiga alasan perlunya melakukan FGD, yaitu alasan filosofis, metodologis,
dan praktis.
a. Alasan Filosofis
Pengetahuan yang diperoleh dalam menggunakan sumber informasi
dari berbagai latar belakang pengalaman tertentu dalam sebuah proses
diskusi, memberikan perspektif yang berbeda dibanding pengetahuan
yang diperoleh dari komunikasi searah antara peneliti dengan responden.
Penelitian tidak selalu terpisah dengan aksi. Diskusi sebagai proses
pertemuan antarpribadi sudah merupakan bentuk aksi .
b. Alasan Metodologis
Adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami
dengan metode survei atau wawancara individu karena pendapat
kelompok dinilai sangat penting.
Untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu relatif
singkat. FGD dinilai paling tepat dalam menggali permasalahan yang
bersifat spesifik, khas, dan lokal. FGD yang melibatkan masyarakat
setempat dipandang sebagai pendekatan yang paling sesuai.
51
c. Alasan Praktis
Penelitian yang bersifat aksi membutuhkan perasaan memiliki dari
objek yang diteliti- sehingga pada saat peneliti memberikan rekomendasi
dan aksi, dengan mudah objek penelitian bersedia menerima rekomendasi
tersebut. Partisipasi dalam FGD memberikan kesempatan bagi
tumbuhnya kedekatan dan perasaan memiliki.
Kegunaan FGD di samping sebagai alat pengumpul data adalah sebagai
alat untuk meyakinkan pengumpul data (peneliti) sekaligus alat re-
check terhadap berbagai keterangan/informasi yang didapat melalui
berbagai metode penelitian yang digunakan atau keterangan yang diperoleh
sebelumnya, baik keterangan yang sejenis maupun yang bertentangan.
Dari berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan dalam kaitannya
dengan penelitian, FGD berguna untuk:
a. Memperoleh informasi yang banyak secara cepat;
b. Mengidentifikasi dan menggali informasi mengenai kepercayaan, sikap
dan perilaku kelompok tertentu;
c. Menghasilkan ide-ide untuk penelitian lebih mendalam; dan
d. Cross-check data dari sumber lain atau dengan metode lain.
F. Wawancara
1. Definisi Wawancara
Menurut Robert Kahn dan Channel, pengertian wawancara adalah suatu
pola khusus dari sebuah interaksi yang dimulai secara lisan untuk suatu
tujuan tertentu dan difokuskan pada daerah konten yang spesifik dengan
suatu proses eliminasi dari bahan-bahan yang tidak ada hubungannya secara
berkelanjutan. Sedangkan menurut Lexy J. Moleong pengertian wawancara
adalah suatu percakapan dengan tujuan-tujuan tertentu. Pada metode ini
peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk
mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang
dapat menjelaskan permasalahan penelitian.
52
Pada penelitian, wawancara dapat berfungsi sebagai metode primer,
pelengkap atau sebagai kriterium (Hadi, 1992). Sebagai metode primer, data
yang diperoleh dari wawancara merupakan data yang utama guna menjawab
pemasalahan penelitian. Sebagai metode pelengkap, wawancara berfungsi
sebagai sebagai pelengkap metode lainnya yang digunakan untuk
mengumpulkan data pada suatu penelitian. Sebagai kriterium, wawancara
digunakan untuk menguji kebenaran dan kemantapan data yang diperoleh
dengan metode lain. Itu dilakukan, misalnya, untuk memeriksa apakah para
kolektor data memeang telah memperoleh data dengan angket kepada
subjek suatu penelitian, untuk itu dilakukan wawancara dengan sejumlah
sample subjek tertentu.
Mengenai latar belakang pengguanaan wawancara sebagai metode
pengumpulan data pada suatu penelitian, pendapat Allport (dalam Hadi,
1992) berikut perlu dipertimbangkan: “If we want to know how people feel,
what their experience and what they remember, what their emotions and
motives are like, and the reasons for acting as they do – why not ask them?”
Dari pendapat itu, kita mengetahui bahwa wawancara dapat atau lebih tepat
digunakan untuk memperoleh data mengenai perasaan, pengalaman dan
ingatan, emosi, motif, dan sejenisnya secara langsung dari subjeknya.
Charles Stewart dan W. B. Cash mendefinisikannya sebagai “sebuah proses
komunikasi berpasangan dengan suatu tujuan yang serius dan telah
ditetapkan sebelumnya yang dirancang untuk bertukar perilaku dan
melibatkan tanya jawab”
Menurut beberapa ahli, wawancara merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber
data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara
lisan, baik langsung maupun tidak langsung (I. Djumhur dan Muh.Surya,
1981:50), sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi (2000:159) wawancara
adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab
antar interviewer (penanya) dengan interviewee (responden), atau dengan
kata lain dalam wawancara terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
53
a. Pertemuan tatap muka (face to face)
b. Cara yang dipergunakan dalam wawancara adalah cara lisan.
c. Pertemuan tatap muka itu mempunyai tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, pengertian wawancara secara umum
mengandung beberapa aspek atau unsur-unsur antara lain:
a. Proses tanya jawab (percakapan).
b. Melibatkan dua pihak (interviewer dan interviewee).
c. Komunikasi verbal dan non verbal.
d. Informasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan proses tanya
jawab (percakapan) antara interviewer dan interviewee untuk mendapatkan
suatu informasi yang dilakukan melalui komunikasi verbal dan didukung
oleh komunikasi non verbal, yang mempunyai tujuan antara lain:
a. Pengumpulan data.
b. Penyampaian informasi.
c. Penempatan.
Ada beberapa tujuan dilakukannya wawancara, yaitu :
1. Untuk memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi
dankondisi tertentu
2. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3. Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau
orangtertentu.
4. Untuk mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan,
motivasi serta memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi
yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
Terdapat 3 (tiga) fungsi dari wawancra, diantaranya :
1. wawancara dapat mengumpulkan atau menyampaikan informasi,
mempengaruhi sikap orang-orang dan kadang-kadang mempengaruhi
perilaku mereka.
2. Wawancara juga merupakan alat penelitian yang berharga, dimana
memungkinkan pewawancara untuk mengumpulkan informasi lengkap
54
yang dapat diperoleh lewat kuesioner atau percakapan telepondan juga
memanfaatkan isyarat verbal dan nonverbal.
3. Wawancara juga memungkinkan pewawancara untuk menafsirkan atau
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan secara lebih mudah, sehingga
meningkatkan kemungkinan mendapatkan jawaban dari responden.
2. Jenis Wawancara
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a. Wawancara bebas
Dalam wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa
saja kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu
berhubungan dengan data-data yang diinginkan. Jika tidak hati-hati,
kadang-kadang arah pertanyaan tidak terkendali.
b. Wawancara terpimpin
Dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali dengan
daftar pertanyaan yang lengkap dan terinci.
c. Wawancara bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin, pewawancara
mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang
dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang
apa-apa yang ditanyakan secara garis besar.
d. Wawancara individual
Wawancara Individual yaitu wawancara yang dilakukan oleh
seorang (pewawancara) dengan responden tunggal. Wawancara
individual disebut juga sebagai wawancara secara perorangan.
Contohnya, wawancara formal maupun informal yang dilakukan oleh
seorang wartawan dengan seorang pejabat tertentu atau seorang
wartawan dengan seorang artis.
e. Wawancara kelompok
Wawancara kelompok yaitu wawancara yang dilakukan terhadap
sekelompok orang dalam waktu yang bersamaan. Sebagai contoh,
55
wawancara yang dilakukan wartawan dengan sekelompok personal band
atau para pemain dari kesebelasan sepakbola tertentu.
f. Wawancara konferensi
Wawancara konferensi yaitu wawancara antara seorang
pewawancara dengan sejumlah responden atau wawancara antara
sejumlah pewawancara dengan seorang responden. Contohnya,
wawancara yang dilakukan wartawan terhadap sejumlah pimpinan
perusahaan saat melakukan konferensi pers untuk publisitas, wawancara
yang dilakukan oleh beberapa wartawan kepada pejabat yang
menyelenggarakan konferensi pers, wawancara yang dilakukan dengan
pola konferensi jarak jau (teleconference) seperti yang dilakukan oleh
pewawancara TV dengan beberapa pihak yang diwawancarai di berbagai
kota terpisah.
g. Wawancara terbuka
Wawancara terbuka, yaitu wawancara yang berdasarkan
pertanyaan yang tidak terbatas (tidak terikat) jawabannya. Contohnya,
wawancara dengan menggunakan pertanyaan yang menghendaki
penjelasan atau pendapat seseorang.
h. Wawancara tertutup
Wawancara tertutup yaitu wawancara yang berdasarkan pertanyaan
yang terbatas jawabannya. Contohnya, wawancara yang menggunakan
lembar daftar pertanyaan (questionaire) dengan jawaban yang telah
dipersiapkan untuk dipilih, seperti setuju, tidak setuju, ya, tidak, sangat
baik, cukup, kurang.
3. Sikap-sikap Yang Harus Dimiliki Seorang Pewawancara
Saat melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan
suasana agar tidak kaku sehingga responden mau menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan. Untuk itu, sikap-sikap yang harus dimiliki
seorang pewawancara adalah sebagai berikut:
56
a) Netral; artinya, pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju
terhadap informasi yang diutarakan oleh responden karena tugasnya
adalah merekam seluruh keterangan dari responden, baik yang
menyenangkan atau tidak.
b) Ramah; artinya pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik
minat si responden.
c) Adil; artinya pewawancara harus bisa memperlakukan semua responden
dengan sama. Pewawancara harus tetap hormat dan sopan kepada semua
responden bagaimanapun keberadaannya.
d) Hindari ketegangan; artinya, pewawancara harus dapat menghindari
ketegangan, jangan sampai responden sedang dihakimi atau diuji. Kalau
suasana tegang, responden berhak membatalkan pertemuan tersebut dan
meminta pewawancara untuk tidak menuliskan hasilnya. Pewawancara
harus mampu mengendalikan situasi dan pembicaraan agar terarah.
Pengarahan atau instruksi yang perlu diperhatikan oleh pewawancara
(interviewers) meliputi pedoman-pedoman sebagai berikut:
1. Tidak pernah “terjebak” dalam penjelasan yang panjang dari studi itu;
gunakan penjelasan standar yang diberikan pengawas. (“Never get
involved in long explanations of the study; use standard explanation
provided by supervisor”).
2. Tidak pernah menyimpang dari pengantar studi, urutan pertanyaan atau
rumusan pertanyaan. (“Never deviate from the study introduction,
sequence of questions, or question wording”).
3. Tidak pernah membiarkan individu lain melakukan interupsi
wawancara, jangan membiarkan individu lain menjawab untuk
responden, atau memberikan saran, atau pandangannya pada pertanyaan
itu. (“Never let another person interupt the interview; do not let another
person answer for the respondent or offer his or her opinions on the
questions”).
4. Tidak pernah menyarankan suatu jawaban atau setuju atau tidak setuju
dengan suatu jawaban. Jangan memberikan kepada responden suatu ide
57
dari pandangan pribadi anda pada topik dari pertanyaan atau survey.
(“Never suggest an answer or agree or disagree with an answer. Do not
give the repondent any idea of your personal views on the topic of
questions or survey”).
5. Tidak pernah menafsirkan arti suatu pertanyaan, cukup hanya
mengulangi pertanyaan dan memberikan instruksi atau klarifikasi
seperti yang diberikan dalam latihan atau oleh pengawas. (“Never
interpret the meaning of a question; just repeat the questions and give
instructions or clarifications that are provided in training or by
supervisors”).
6. Tidak pernah memperbaiki, seperti menambahkan kategori-kategori
jawaban, atau membuat perubahan susunan kata-kata. (“Never
improvise, such as by adding answer categories, or make wording
changes”) (Denzin & Lincoln, 1994: 364).
4. Pelatihan Wawancara
Latihan wawancara dilakukan untuk memberikan bekal keterampilan
kepada pewawancara untuk mengumpulkan data dengan hasil baik. Karena
tidak ada ukuran standar untuk survey ataupun pewawancara, maka tidak
ada pula program latihan yang baku. Sifat, materi, dan lamanya program
latihan disesuaikan dengan kebutuhan survey yang akan dilakukan.
Misalnya tergantung pada jumlah dan kualitas pewawancara, waktu yang
disediakan, mudah atau sukarnya kuisioner yang harus dipelajari dan juga
besarnya anggaran yang tersedia (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,
1989). Pada prinsipnya yang harus diberikan selama masa pelatihan formal
adalah:
a) penjelasan tujuan penelitian
b) penjelasan tujuan tugas pewawancara dan menekankan pentingnya
peranan pewawancara
c) penjelasan tiap nomor pertanyaan dalam kuisioner, baik konsep yang
terkandung di dalamnya maupun tujuan pertanyaan tersebut.
58
Pewawancara harus mengetahui dengan tepat maksud semua pertanyaan,
agar dapat mengumpulkan informasi yang tepat dan jelas.
d) Penjelasan cara mencatat jawaban responden.
e) Penjelasan cara pengisian dan arti dari semua tanda-tanda pengisian
kuisioner.
f) Pengertian yang mendalam mengenai pedoman wawancara, untuk
mengurangi sejauh mungkin kegagalan dalam mendekati responden.
Pedoman wawancara mencakup etika, sikap, persiapan, dan taktik
wawancara.
g) Prosedur wawancara, dari mulai memperkenalkan diri sampai dengan
meninggalkan respponden.
h) Orientasi tentang masalah apa yang dapat timbul di lapangan dan
bagaimana mengatasinya.
i) Latihan wawancara
j) Diskusi tentang masalah latihan wawancara tersebut.
Pelatihan biasanya diarahkan pada cara-cara berkomunikasi dan cara
memperoleh informasi secara lebih mendalam serta cara-cara untuk
menciptakan suasana wawancara yang kondusif untuk mendapatkan
informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu, cara untuk
melakukan pencatatan jawaban subjek juga perlu dilatih, terutama mengenai
hal-hal apa saja yang perlu dicatat dan tidak. Hal lain yan gperlu ditekankan
pada pelatihan adalah kewajiban pewawancara untuk menyampaikan ucapan
terima kasih dan meminta maaf apabila ada hal-hal yang tidak berkenan
selama wawancara berlangsung dan meminta kesediaan subjek untuk
diwawancara kembali seandainya masih diperlukan.
Pada pelatihan juga perlu ditekankan agar pewawancara memeriksa
kelengkapan maupun kejelasan jawaban atas tiap pertanyaan yang diberikan
oleh subjek sebelum mengakhiri wawancara. Pewawancara perlu dilatih
untuk agar bersikap faktual, tidak menggunakan sudut pandang
pewawancara untuk melakukan penilaian atas jawaban subjek.
59
Pada pelatihan yang berkaitan dengan cara pencatatan jawaban subjek,
pencatatan sebaiknya dilakukan dengan segera, tapi jangan sampai
menimbulkan kesan yang tidak baik bagi subjek. Hasil pelatihan terhadap
pewawancara sebaiknya diujicobakan terlebih dahulu untuk memperoleh
umpan balik guna memperbaiki kualitasnya. (Lerbin R. Aritonang, 2007)
Pewawancara pada suatu penelitian dapat terdiri atas suatu atau
beberapa orang. Wawancara itu seharusnya dilakukan oleh orang-orang
yang telah terlatih. Hal itu terutama dibutuhkan pada wawancara mendalam
dan wawancara kelompok focus. Pewawancara itu biasanya dipilih dari
orang-orang yang memiliki disiplin psikologi yang telah memperoleh
pelatihan tambahan pada waktu kuliah (Lerbin, 2007).
Pelatihan biasanya diarahkan pada cara-cara berkomunikasi dan cara
memperoleh informasi secara lebih mendalam serta cara-cara untuk
menciptakan suasana wawancara yang kondusif untuk mendapatkan
informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu, cara untuk
melakukan pencatatan jawaban subjek juga perlu dilatih, terutamamengenai
hal-hal apa saja yang perlu dan tidak perlu untuk dicatat, bagaimana cara
mencatatnya dengan mudah, dan dalam keadaan yang bagaimana pencatatan
dilakukan. Hal lain yang perlu ditekankan pada pelatihan adalah kewajiban
pewawancara untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan meminta maaf
seandainya ada hal-hal yang tidak berkenen selama wawancara berlangsung
serta meminta kesediaan subjek untuk diwawancarai kembali seandainya
masih diperlukan.
Dalam mengajukan pertanyaan, pewawancara jangan bersikap seperti
polisi, hakim ataupun pihak yang paling mengetahui mengenai topic yang
dijelaskan. Demikian juga dengan nada bicara pewawancara. Dalam
keadaan tertentu, pewawancara perlu juga dilatih mengenai cara-cara
mendorong subjek untuk memberikan jawaban maupun mengorek lebih
mendalam informasi yang dibutuhkan, termasuk motivasi subjek serta
kejelasan maksud dari subjek atas jawaban yang diberikannya.
60
Pada pelatihan perlu juga ditekankan agar pewawancara memeriksa
kelengkapan maupun kejelasan jawaban atas tiap pertanyaan yang diberikan
oleh subjek sebelum mengakhiri wawancara. Pada wawancara,
pewawancara sering kali harus memberikan penilaian sendiri atas jawaban
yang diberikan subjek. Sehubungan dengan itu, pewawancara perlu dilatih
agar bersikap factual, tidak menggunakan sudut pandang pewawancara
untuk melakukan penilaian atas jawaban subjek.
Pada pelatihan yang berkaitan dengan cara pencatatan jawaban subjek,
pencatatan sebaiknya dilakukan dengan segera, tetapi jangan sampai
menimbulkan kesan yang tidak baik bagi subjek. Hasil pelatihan terhadap
pewawancara sebaiknya diujucobakan lebih dulu untuk memperoleh umpan
balik guna memperbaiki kualitasnya.
Wawancara dilakukan setelah persiapan, untuk itu dimantapakan.
Dalam persiapan wawancara, sampel responden, kriteria-kriteria responden,
pewawancara, serta interview guide, telah disiapkan dahulu (Nazir, 1988).
Interview guide sudah harus disusun dan pewawancara harus mengerti
sekali akan isi serta makna dari interview guide tersebut. Segala pertanyaan
yang ditanyakan haruslah tidak menyimpang dari panduan yang telah
digariskan dalam interview guide tersebut. Latihan wawancara harus
diadakan sebelum wawancara diadakan.
Umumnya pewawancara memegang peranan yang amat penting dalam
memulai wawancara. Pewawancara harus dapat menggali keterangan-
keterangan dari responden, dan harus dapat merasa serta membawa
responden untuk memberikan informasi, baik dengan jalan:
1. membuat responden merasa bahwa dengan memberikan keterangan
tersebut responden telah melepaskan kepuasannya karena suatu tujuan
tertentu telah tercapai.
2. menghilangkan pembatas antara pewawancara dan responden sehingga
wawancara dapat berjalan lancar.
3. keterangan diberikan karena kepuasannnya bertatap muka dan berbicara
dengan pewawancara.
61
Umumnya urutan-urutan prosedur dalam memulai wawancara adalah
sebagai berikut:
1. menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian.
2. Menjelaskan mengapa responden terpilih untuk diwawancarai.
3. Menjelaskan institusia atau badan apa yang melaksanakan penelitian
tersebut.
4. Menerangkan bahwa wawancara tersebut merupakan suatu hal yang
confidensial.
Penjelasan tentang kegunaan dan tujuan penelitian dapat memberikan
motivasi kepada responden untuk berwawancara. Kesangsian responden
serta rasa curiga tentang keterlibatan atau pemilihan responden untuk
menjawab pertanyaan dapat dihilangkan dengan menjelaskan bagaimana
caranya dan mengapa responden yang bersangkutan terpilih sebagai
responden. Penjelasan tentang institusi atau badan yang melaksanakan
penelitian dapat membuat responden percaya bahwa keterangan-keterangan
yang diberikan akan digunakan untuk keperluan yang objektif pula. Sifat
wawancara yang konfidensial akan lebih mendorong responden untuk
memberikan keterangan tanpa sembunyi-sembunyi dan mendorong
responden memberikan keterangan secara jujur.
Kelancaran wawancara sangat dipengaruhi oleh adanya rapport.
Rapport adalah suatu situasi di mana telah terjadi hubungan psikologis
antara pewawancara dan responden, di mana rasa curiga responden telah
hilang; antara responden dan pewawancara terjalin suasana berkomunikasi
secara wajar dan jujur. Rapport adalah suasana atau atmosfir yang wajar
dalam berbincang-bincang, bukan sesuatu yang dibuat-buat atau yang
ditanamkan ke dalam suatu wawancara. Jika wawancara dimulai dengan
“Assalamualaikum” atau selamat pagi, kemudian menanyakan keadaan
anak-anak dan sebagainya, belum tentu rapport sudah ada. Rapport adalah
hubungan yang mendalam, seperti keterbukaan, toleransi, ramah, dan
pengertian dan sebangsanya dalam proses wawancara. Cara berpakaian, cara
menggunakan kata-kata, sikap hormat dan ramah tamah serta sifat tidak sok
62
dari pewawancara dapat menghasilkan suatu rapport sehingga komunikasi
dapat terjalin secara wajar dan tidak artificial. Air muka yang manis tanpa
terlalu banyak berbasa-basi juga perlu diperhatikan dalam mengadakan
rapport.
5. Keunggulan dan Kelemahan Wawancara
Kebaikan metode wawancara terletak pada keluwesannya. Artinya,
wawancara dapat dengan mudah disesuaikan dengan kondisi yang terjadi
pada saat wawancara berlangsung. Selain itu, melalui wawancara dapat juga
diungkap hal-hal yang tersembunyi yang mungkin tidak dapat diungkap
dengan metode lain, asalkan pewawancaranya memiliki ketrampilan yang
dibutuhkan.
Kelemahan metode wawancara adalah dari segi banyaknya waktu,
tenaga, dan biaya yang dibutuhkan. Selain itu, pewawancara yang memiliki
ketrampilan yang tinggi tidak mudah diperoleh, selain mahal, juga sulit atau
lama untuk melatihnya (Lerbin R. Aritonang, 2007).
Beberapa keuntungan metode wawancara ditinjau dari segi operasional
pekerjaan lapangan atau field work (Joseph R. Tarigan, 1995), antara lain:
1. mengumpulkan data melalui wawancara perorangan biasanya
persentase hasil yang diperoleh lebih tinggi karena hampir semua orang
dapat diajak bekerja sama
2. keterangan yang diperoleh melalui metode ini lebih dijamin
kebenarannya daripada metode lain, karena petugas pencacah dapat
menerangkan daftar/kuisioner tersebut kepada responden sehingga
responden memberikan jawaban yang teliti. Apabila responden dengan
sengaja memalsukan jawabannya, petugas pencacah akan mencoba
menyadarkannya dengan menggunakan pendekatan khusus untuk
mendapatkan jawaban yang betul
3. petugas pencacah dapat mengumpulkan keterangan yang lengkap
tentang karakteristik pribadi responden dan sekitarnya dapat
63
menasirkan dan mengevaluasi hasil-hasil yang mewakili dari unit
survey
4. dengan mempertunjukkan secara visual, responden dapat menangkap
dan mengerti apa yang dimaksud
5. kunjungan ulang (re-visit) untuk melengkapi keterangan yang kurang
pada daftar (kuisioner) atau membetulkan kasalahan-kasalahan,
biasanya dapat dilakukan tanpa mengecewakan responden
6. petugas pencacah mungkin berhasil mendapatkan jawaban yang lebih
spontan daripada kalau kuisioner tersebut dikirim lewat pos atau
ditinggalkan untuk diisi oleh responden
Walaupun metode wawancara memiliki berbagai keuntungan dalam
pelaksanaan lapangan, tetapi metode ini tidak lepas dari kelemahan-
kelemahan, antara lain:
1. pengaruh pribadi petugas pencacah dalam pelaksanaan wawancara
dapat menghambat jawaban responden. Contohnya: apabila pencacah
menunjukkan sikap tertentu (memaksakan pendapat), maka tanpa
disadarinya akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang memberikan
konfirmasi atau menguatkan pandangannya sendiri. Bagi petugas
pencacah yang memiliki sikap wawancara seperti ini, dianjurkan untuk
menanyakan pertanyaan sesuai dengan kata-kata yang terdapat dalam
kuisioner.
2. Jika pencacah kenal dengan responden, maka mungkin responden akan
keberatan untuk memberikan keterangan-keterangan yang bersifat
pribadi. Responden mungkin menganggap hal ini sebagai mencampuri
urusan pribadi dan menghilangkan sifat rahasia survey ini.
Beberapa keuntungan melaksanakan pengumpulan data dengan
menggunakan metode wawancara adalah (Suparmoko, 1992):
1. pelaksanaan wawancara mungkin memakan waktu yang lebih lama
sehingga memungkinkan responden menjadi lebih mengerti akan topik
64
yang ditanyakan, sehingga hubungannya dengan materi yang relevan
lebih memungkinkan.
2. Pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya sangat sensitif untuk responden
dapat ditanyakan secara taktis oleh petugas pencacah sehingga tidak
menyinggung perasaan responden. Dengan melihat reaksi responden,
petugas pencacah dapat mengalihkan permasalahan kalau perlu
memberikan penjelasan-penjelasan mengenai persoalan survey ataupun
komentar-komentar lain unuk memancing responden memberikan
jawaban. Dengan kata lain, situasi yang agak rumit biasanya dapat
diatasi lebih baik dan efektif dengan persoalan metode wawancara
dibandingkan dengan metode lain.
3. Bahasa survey dapat disesuaikan dengan kemampuan atau tingkat
pendidikan responden. Oleh karena itu lebih mudah untuk
emnghindarkan salah pengertian atau salah pengarahan dari pertanyaan
yang ada. Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa dalam survey
tertentu adalah penting untuk petugas pencacah supaya tidak merubah
kata-kata atau urutan pertanyaan yang ada, supaya mendapatkan
jawaban yang bisa dipercaya. Dalam hal ini kepada petugas pencacah
akan diberitahu selama mereka mengikuti latihan.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada penggunaan metode
wawancara antara lain:
1. jika responden yang akan dikunjungi menyebar di daerah yang sangat
luas, maka biaya perjalanan dan waktu yang dibutuhkan untuk
mengunjungi responden tidak sedikit. Hal ini mungkin membuat
penggunaan metode wawancara menjadi tidak ekonomis dan tidak
efisien.
2. Dalam memilih, melatih, dan membimbing petugas pencacah lapangan
diperlukan suatu organisasi, sehingga dalam pelaksanaannya lebih
rumit dibandingkan dengan metode lain.
3. Kesempatan dan waktu wawancara dengan responden terbatas artinya
mungkin hanya dapat dilakukan malam hari saja atau hanya satu atau
65
dua jam saja pada sore hari, sehingga membutuhkan banyak petugas
agar waktu yang ditentukan dapat dicapai.
6. Wawancara Kelompok Fokus Dan Wawancara Mendalam
a. Wawancara Kelompok Fokus
Bila pada suatu wawancara hanya terdapat satu pewawancara dan
satu subjek, maka wawancaranya dinamakan wawancara mendalam
individual. Bila pada suatu wawancara ada satu pewawancara dan
beberapa subjek, maka wawancaranya disebut wawancara kelompok
fokus. Subjek pada wawancara kelompok fokus itu biasanya terdiri atas 8
sampai dengan 12 orang. Bila pada wawancara itu ada satu pewawancara
dan 4 sampai dengan 5 subjek, wawancaranya disebut wawancara
kelompok kecil.
Pada wawancara kelompok fokus, pewawancara sebenarnya lebih
cenderung berfungsi sebagai moderator yang mengatur dan
memperlancar arus pembicaraan. Wawancara itu biasanya berlangsung
antara 1 samapai dengan 3 jam dalam suatu ruangan yang berlatar formal
dan santai.
Para subjek yang disertakan dalam kalompok fokus adalah para
subjek yang bersifat homogen. Untuk itu, para subjek harus telah
diseleksi sebelum wawancara sehingga dapat diperoleh para subjek yang
homogen. (Lerbin R. Aritonang, 2007)
Proses wawancara pada suatu kelompok fokus biasanya dicatat
dengan menggunakan alat bantu, seperti video. Kemudian hasil rekaman
video itulah yang akan dianalisis guna menjawab permasalahan
penelitian. Teknik-teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis
kualitatif, seperti pada analisis isi. Pewawancara pada kelompok fokus
harus memiliki ketrampilan yang tinggi untuk memperlancar jalannya
diskusi dan untuk mengungkap hal-hal yang bersifat diagnostik.
Tujuan utama dari wawancara ini adalah untuk memperoleh
pangetahuan yang mendalam dengan mendengar sekelompok orang dari
66
pasar sasaran yang tepat untuk membicarakan isu yang diamati dengan
peneliti. (Malhotra, 1993)
Wawancara itu difokuskan pada penghayatan pribadi seseorang
dalam menghadapi suatu situasi yang khusus, seperti dalam menghadapi
pimpinan rapat yang otoriter. Struktur situasi pada wawancara itu sendiri
harus telah diselidiki sebelumnya oleh peneliti sehingga dapat
menemukan unsur-unsur serta pola-polanya yang penting. Berdasarkan
hasil tersebut kemudian dibuat pedoman wawancara. (Hadi, 1993)
Orang-orang dalam sebuah wawancara berada dalam sebuah
hubungan interpersonal. Meskipun demikian, variasi-variasi tertentu dari
wawancara bisa mencakup orang-orang dalam kelompok-kelompok.
Umumnya, peran pewawancara akan dikembangkan dalam hal tiga
fungsi utamanya: (1) merencanakan strategi-strategi, (2) melaksanakan
atau mengatur wawancara, dan (3) mengukur hasil-hasilnya.
Proses-proses yang berhubungan dengan melaksanakan wawancara
adalah mensetting suasananya, mendengarkan, menyelidiki, memotivasi,
dan mengendalikan wawancara. Hal-hal ini melibatkan suatu teknik
komunikasi tingkat tinggi, dan panduan-panduan yang relevan.
Orang-orang melakukan wawancara kelompok fokus biasanya untuk
tujuan-tujuan yang berhubungan dengan tugas; mereka punya sesuatu
yang ingin mereka capai, yakni, menyeleksi seseorang untuk suatu
pekerjaan, mengumpulkan data penelitian, menerima pasien, atau
menulis kisah berita. Tujuan terkait tugas inilah yang membedakan
wawancara dari sekedar perbincangan biasa. Suatu percakapan bisa
sampai kemana saja; akan tetapi, wawancara harus difokuskan pada
kandungan isi yang sesuai dengan tujuan utama. (Nazir, 1989).
b. Wawancara Mendalam
Sering jawaban responden kurang memuaskan karena masih bersifat
terlalu umum, dan kurang khusus, misalnya: “Anak dapat membantu
orang tua”. Membantu dalam hal apa? Di sini terdapat beberapa
kemungkinan, kaena iu perlu ditanyakan lebih lanjut. Inilah yang disebut
67
menggali informasi lebih dalam atau probing, sehingga diperoleh
jawaban yang labih khusus dan tepat.
Apabila jawaban responden kurang meyakinkan, maka perlu
ditanyakan keterangan lebih lanjut, dan kalimat yang disampaikan pun
harus bersifat netral.
Probing ini termasuk salah satu bagian yang paling sulit dalam
wawancara. Pengawas sebaiknya teliti dalam menilai jawaban-jawaban
hasil probing. Sangat baik dianjurkan kepada pewawancara agar selalu
menuliskan kalimat pertanyaan probing, di samping jawaban responden.
Dengan demikian pengawas dapat mengetahui apakah cara bertanya
sudah benar, tidak tendensius. (Masri Singarimbun, 1989)
Wawancara mendalam merupakan wawancara pribadi, langsung, dan
tidak terstruktur dengan seorang subjek yang diselidiki oelh
pewawancara yang sangat terampil untuk menemukan latar belakang
motivasi, kayakinan, sikap, dan perasaan subjek terhadap satu topik.
Wawancara ini biasanya berlangsung antara 30menit sampai dengan
lebih dari satu jam.
Wawancara mendalam sering digunakan untuk mengungkap hal-hal
yang tersembunyi, yang sulit untuk diungkap dengan metode atau teknik
pengukuran lainnya. Untuk itu, pewawancaranya harus memiliki
ketrampilan yang tinggi untuk mengungkapnya. Selain masalah
pewawancara, penentuan xubjek yang akan diwawancara seringkali juga
menjadi masalah. Wawancara ini biasanya digunakan pada penelitian
eksploratif. (Lerbin R. Aritonang, 2007)
Wawancara mendalam adalah suatu bentuk yang khusus dari
komunikasi oral dan berhadapan muka dalam suatu hubungan
interpersonal yang dimasuki untuk sebuah tujuan tertentu yang
diasosiasikan dengan pokok bahasan tertentu. Keefektifannya bisa dinilai
dalam hal tujuan wawancara, teknik-teknik yang digunakan, kerangka
waktunya, sudut pandang orang yang melakukan evaluasi, dan reliabilitas
dan validitas informasi yang diperoleh.
68
Aspek-aspek wawancara mendalam yang dapat direncanakan adalah
tujuan-tujuan, pertanyaan-pertanyaan, setting, dan reaksi terhadap
permasalahan-permasalahan khusus. Perencanaan semacam itu bisa
memberikan kesiapan bagi si pewawancara untuk semua kemungkinan-
kemungkinan yang mungkin muncul dalam proses wawancara. (Robert
Kahn dan Charles Channel, 2003)
Wawancara-wawancara mendalam terjadi karena suatu tujuan, dan
memfokuskan pada jenis-jenis informasi tertentu. Salah satu karakteristik
dari pewawancara yang baik adalah kemampuan untuk mengendalikan
interaksi sehingga tujuan wawancara tercapai. Hal ini berarti bahwa tidak
semua komentar atau respon relevan. Oleh karenanya, anda mungkin
perlu menetapkan batasan-batasan mengenai jenis respon yang tepat.
Karena feedback adalah dimensi wawancara mendalam yang
penting, pewawancara perlu melakukan upaya yang sangat penuh
kesadaran dan terencana untuk mendapatkan feedback apabila tidak
diberikan secara sukarela. Saran-saran berikut adalah teknik-teknik yang
sangat bermanfaat guna menghasilkan feedback: (1) meminta feedback;
(2) mendengarkan ketika diberikan; (3) melatih orang-orang agar merasa
anda mau menerima feedback; dan (4) mempertahankan suasana yang
memungkinkan adanya feedback.
Semua wawancara mendalam tersusun atas dua dimensi penting
yang bisa dianalisa keefektifannya: kandungan isi dan hubungan. Yang
cenderung akan lebih difokuskan adalah isi. Hendaknya melakukan
wawancara untuk mendapatkan informasi atau untuk memberikan
informasi. Akan tetapi, menganggap bahwa hubungan antar
pewawancara dan orang yang diwawancarai sama pentingnya dalam
kebanyakan situasi. Bahkan, sifat-dasar hubungan tersebut bisa
menentukan apakah informasi tertentu telah disampaikan selama
wawancara atau tidak. (Dr. Nurul Murtadho, 1992).
69
7. Sumber Kekeliruan Pelaporan Hasil Wawancara
Perolehan data dengan memanfaatkan manusia, memiliki beberapa
kelemahan sehingga hasil pengukuran yang diperoleh mengandung
kekeliruan. Pada konteks wawancara ada beberapa hal yang menjadi sumber
kekeliruan pengukurannya, baik dari pewawancara maupun dari orang yang
diwawancarai, yaitu:
a. Ingatan
b. hal yang seharusnya dilaporkan dilewatkan saja dan todak dilaporkan
c. melebih-lebihkan atau telah meramu jawabannya
d. mengganti hal yang tidak dapat diingat
e. tidak mampu mereproduksi kejadian menurut waktu atau hubungan
antarfakta seperti apa adanya. (Lerbin R. Aritonang, 2007)
Apabila responden menjawab ”tidak tahu”, maka pewawancara perlu
berhati-hati. Sebaiknya pewawancara tidak lekas-lekas meninggalkan
pertanyaan itu dan pindah ke pertanyaan lain. Jawaban ”tidak tahu” perlu
mendapat perhatian, sebab jawaban itu dapat mengandung bermacam-
macam arti, diantaranya:
1. responden tidak begitu mengerti pertanyaan pewawancara, sehingga
untuk menghindari menjawab ”tidak mengerti” maka menjawab ”tidak
tahu”
2. responden sebenarnya sedang berpikir, tapi karena merasa kurang
tentram kalau membiarkan pewawancara menunggu lama, maka dia
menjawab ”tidak tahu”
3. sering karena responden tidak ingin diketahui pikiran yang
sesungguhnya karena dianggap terlalu pribadi, maka dia menjawab
”tidak tahu”. Dapat juga terjadi karena responden ragu-ragu atau takut
mengutarakan pendapatnya responden memang benar-benar tidak tahu.
Tentu saja itu mencerminkan jawaban sebenarnya. Namun, adalah tugas
pewawancara untuk mengamati responden dengan cermat. Benarkah
responden tidak tahu, atau adakah hal-hal lain di balik pikirannya.
Dapat pula pewawancara mengulang pertanyaan sekali lagi atau
70
menambah pertanyaan agar lebih yakin akan jawaban responden.
(Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989)
Sebagai contoh, Herbert Hyman melaporkan sejumlah penelitian yang
mempertanyakan reliabilitas data. Dalam sebuah penelitian, pewawancara
kulit hitam dan kulit putih mensurvey sebuah sampel orang-orang kulit
hitam dan mendapatkan informasi yang berbeda. Si pewawancara berkulit
hitam melaporkan lebih banyak kebencian mengenai diskriminasi
dibandingkan si peneliti yang berkulit putih. Kenapa bisa? Kita tidak tahu
pasti. Apakah orang-orang kulit hitam tersebut dengan sengaja menahan
informasi, atau apakah orang secara perseptual telah dibutakan atau bias?
Kita tidak tahu. Akan tetapi, fakta bahwa kedua kelompok tersebut berbeda
membuat kita mempertanyakan reliabilitas data. Ada banyak penelitian
seperti milik Hyman. Demikian pula, ketika dua orang petugas perekrutan
memiliki penilaian yang jauh berbeda mengenai seorang kandidat yang
sama, maka reliabilitasnya rendah. Karena jawaban-jawaban interviewee
tidak bisa dikendalikan sepenuhnya.
Salah satu penyebab terbesar dari permasalahan-permasalahan
komunikasi adalah bahwa kita menganggap bahwa orang-orang sama
seperti diri kita sendiri dan bukannya menyesuaikan diri dengan fakta
bahwa mereka mungkin berbeda dalam beberapa hal. Kadangkala harapan
untuk mendapatkan feedback tidak pernah diartikulasikan, dan orang-
orangpun tidak memberikannya. Sebagai contoh, dulu ada seorang
interviewee yang mendengarkan beberapa instruksi dari seorang
interviewer. Komentarnya cuma, “Ya, pak”. Inilah salah satu penyebab
sumber kekeliruan pelaporan hasil wawancara.
71
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Focus Group Discussion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan
informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompk,
diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari sekelompok kecil orang yang
dipimpin oleh seorang narasumber atau moderator yang secara halus
mendorong peserta untuk berani berbicara terbuka dan spontan tentang hal
yang dianggap penting yang berhungan dengan topik diskusi saat itu. Interaksi
diantara peserta merupakan dasar untuk memperoleh informasi.
Wawancara (interview) merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan
tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer) dengan yang
diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti, dimana
pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap dan pola pikir dari yang
diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti. Karena wawancara
itu dirancang oleh pewawancara, maka hasilnya pun dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi pewawancara. Wawancara juga merupakan alat penelitian
yang berharga, dimana memungkinkan pewawancara untuk mengumpulkan
informasi lengkap yang dapat diperoleh lewat kuesioner atau percakapan
telepondan juga memanfaatkan isyarat verbal dan nonverbal. Wawancara juga
memungkinkan pewawancara untuk menafsirkan atau menjelaskan pertanyaan-
pertanyaan secara lebih mudah, sehingga meningkatkan kemungkinan
mendapatkan jawaban dari responden.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara orang – orang
secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi
orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal. Hal ini dapat
mencakup semua aspek komunikasi seperti mendengarkan, membujuk,
menegaskan, bercerita dan sebagainya.
72
B. Saran
Penyusun berharap agar mahasiswa khususnya mahasiswa Program Studi
Kesehatan Masyarakat dapat menggunakan komunikasi antar pribadi yang
efektif dalam setiap aktivitas kehidupan. Sehingga hubungan yang terjadi dapat
berlangsung harmonis dan dapat membantu mempermudah pencapaian tujuan
dalam aktivitas pekerjaan.
73
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar, 1984, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung:
Armico.
Applbaum, Ronald L, 1974, Strategies for Persuasive Communication, Charles E.
Merril Publishing Company, Columbus, Ohio.
Applbaum, Ronald L, 1974, Strategies for Persuasive Communication, Charles E.
Merril Publishing Company, Columbus, Ohio.
Atkinson RL. Pengantar Psikologi jilid 2,, edisi 11, Penerbit Interaksara, Batam
Centre. 1998.
Darmono. Stres : Tinjauan dari Segi Fisik, Kejiwaan dan Sosio Budaya, Medika
1985;11:1096-9
Fiske John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2200836-tujuan-wawancara/
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2170427-pengertian-dan-
fungsi-wawancara/
http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2035973-pengertian-
wawancara-dan-teknik-wawancara/
Liliweri, Alo. 2007. Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka.
Pelajar.
Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
R. Wayne Pace dan Don F. Faules. 2006. Komunikasi Organisasi; strategi
meningkatkan kinerja perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Stoner, James A.F., 1996, Manajemen, Erlangga, Jakarta
Dr Elvinaro Ardianto,dkk.,2004 Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung:
Simbiosa Rekatama Media. Wiryanto, 2000, Teori Komunikasi Massa, Jakarta:
Grasindo
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
74
Formulir Penilaian Praktik Mandiri Komunikasi Kesehatan
No.
Aspek yang Dinilai
Bobot
Nilai
YA
TIDAK
1. Praktik Cara berkomunikasi 20
2. Praktik Komunikasi Interpersonal 20
3. Praktik Komunikasi Massa 15
4. Praktik Komunikasi Kelompok 15
5. Praktikum Focus Group Disscusion 15
6. Praktikum Wawancara 15
Jumlah 100
top related