modul responsi mam 4222 kalkulus iv -...
Post on 07-Oct-2019
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MODUL RESPONSI
MAM 4222 KALKULUS IV
Mata Kuliah Wajib 2 sks
untuk mahasiswa Program Studi Matematika
Oleh
Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si.
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013
DAFTAR ISI
I Barisan Bilangan Real 1
I. 1 Konvergensi Barisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
I. 2 Sifat-sifat Barisan Konvergen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
I. 3 Barisan Monoton dan Terbatas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
I. 4 Barisan Divergen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
I. 5 Barisan Cauchy . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
I. 6 Soal-soal Latihan Barisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
II Deret Bilangan Real 15
II. 1 Deret Tak Hingga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
II. 2 Teorema-teorema tentang Deret . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
II. 3 Uji Deret Positif (Tak Negatif) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
II. 4 Deret Berayun . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
II. 5 Deret Kuasa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
II. 6 Deret Taylor dan Deret Mac Laurin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
II. 7 Operasi pada Deret Kuasa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
II. 8 Soal Latihan Deret . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
i
BAB I
Barisan Bilangan Real
I. 1 Konvergensi Barisan
Definisi Barisan Tak Hingga
Barisan bilangan real tak hingga (real infinite sequence) adalah fungsi yang mengaitkan
setiap bilangan asli dengan sekumpulan bilangan real. Selanjutnya barisan bilangan real tak
hingga dalam modul ini disebut dengan barisan. Jadi barisan adalah
f : N −→ R
f : k 7−→ f(k) = ak
Notasi:
{ak}∞k=1 = {ak} = (ak)∞k=1 = (ak) = a1, a2, a3, . . .
Pola suatu barisan dapat diketahui dari penyajiannya. Barisan dapat disajikan dengan
menuliskan suku-sukunya, atau dengan memberikan rumus eksplisitnya atau dengan mem-
berikan rumus rekursifnya. Perhatikan contoh berikut.
1. Bila diberikan rumus eksplisit untuk ak adalah ak = 4k − 1 maka barisan {ak} =
3, 7, 11, 15, 19 . . .
2. Bila diberikan rumus rekursif untuk ak adalah a1 = 3, ak = ak−1 + 4 maka barisan
{ak} = 3, 7, 11, 15, 19 . . .
1
2 Modul Kalkulus IV
Definisi sub barisan
Misalkan (ak) ⊂ R adalah barisan bilangan real. Sub barisan dari (ak) adalah hasil kompo-
sisi fungsi f ◦ g dengan g : N −→ N dan g monoton naik. Subbarisan dari (ak) dinotasikan
sebagai (aki) ⊂ (ak).
Contoh: Misalkan ak = 2+ (−1)k
kmaka f(k) = ak = 2+ (−1)k
kdan (ak) = 1, 5
2, 53, 94, 95, 13
6, 13
7, . . ..
Jika g(i) = 3i−2 maka g(i) monoton naik dan sub barisan yang dihasilkan adalah (f ◦ g) (i) =f(g(i)) = f(3i − 2) = a3i−2 = 2 + (−1)3i−2
3i−2, sehingga diperoleh sub barisan (a3i−2)
∞i=1 =
a1, a4, a7, a10, . . . = 1, 94, 13
7, 2110, . . .. Dalam contoh ini ki = g(i) = 3i− 2.
Berikut ini diberikan rumus eksplisit dan barisan yang dihasilkannya
No. Rumus Eksplisit Barisani. ak = 1 + 2
k3, 2, 5
3, 64, 75, 86, 97, . . .
ii. bk = 2 + (−1)k
k1, 5
2, 53, 94, 95, 13
6, 13
7, . . .
iii. ck = 2k 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, . . .
iv. dk = 3 3, 3, 3, 3, 3, 3, 3, 3, . . .
Selain mengenali pola barisan, hal menarik yang selalu ditanyakan bila kita menghadapi
barisan adalah pertanyaan mengenai perilaku suku-suku barisan bila k membesar terus
menerus menuju tak hingga. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dipelajari konsep kekon-
vergenan barisan.
Definisi Konvergensi Barisan
Barisan {ak} dikatakan konvergen jika terdapat suatu bilangan real L, sedemikian sehingga
pernyataan berikut ini berlaku: untuk setiap bilangan positif ǫ terdapat bilangan asli n0
sehingga |ak − L| < ǫ, untuk setiap k ≥ n0. Jika hal tersebut terjadi maka dikatakan bahwa
(ak) ke L.
Notasi:
limk→∞
ak = L.
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 3
Barisan yang tidak konvergen menuju suatu bilangan berhingga L dikatakan divergen. Be-
berapa jenis kedivergenan dibahas secara khusus pada sub bab barisan divergen.
Perhatikan bahwa konsep kekonvergenan barisan serupa dengan konsep limit fungsi f(x)
bila x → ∞, yang telah dipelajari pada kuliah Kalkulus I. Untuk mengilustrasikan hal
tersebut, perhatikan grafik barisan ak = 1 + 2kdan grafik fungsi a(x) = 1 + 2
xberikut ini.
Dapatkah saudara melihat perbedaannya? Pada gambar I.1 terlihat bahwa kedua grafik
Gambar I.1: Kaitan ǫ dan n0 dalam definisi kekonvergenan barisan dan fungsi
menuju garis y = 1. Dengan demikian diduga bahwa (ak) konvergen menuju 1. Akan
dibuktikan menggunakan definisi kekonvergenan barisan, bahwa
limk→∞
ak = limk→∞
1 +2
k= 1.
Menurut definisi, harus dibuktikan bahwa
∀ǫ > 0, ∃n0 ∈ N ∋ |ak − L| < ǫ, ∀k ≥ n0.
Di sini ak = 1+ 2kdan L = 1. Karena harus berlaku ∀ǫ > 0 maka kita ambil sebarang ǫ > 0.
Selanjutnya, harus ditentukan n0 ∈ N sehingga∣
∣1 + 2k− 1
∣
∣ < ǫ, ∀k ≥ n0.
Untuk memperoleh nilai n0 kita lakukan langkah mundur. Yang diinginkan adalah∣
∣1 + 2k− 1
∣
∣ =∣
∣
2k
∣
∣ = 2k< ǫ. Pertaksamaan terakhir terpenuhi bila k > 2
ǫ. Dengan demikian harus dipilih
n0 ∈ N dengan n0 >2ǫ.
4 Modul Kalkulus IV
Jadi telah terbukti bahwa ∀ǫ > 0, ∃n0 ∈ N dengan n0 >2ǫ∋ |ak − L| =
∣
∣1 + 2k− 1
∣
∣ =∣
∣
2k
∣
∣ =
2k< 2
k0< 2
2ǫ
= ǫ, ∀k ≥ n0. Sesuai definisi telah terbukti bahwa limk→∞ 1 + 2k= 1.
Untuk mengilustrasikan eksistensi nilai n0 pada pembuktian tersebut kita akan mencoba
dengan mengambil sebarang ǫ. Misalkan diambil ǫ = 1, maka n0 ∈ N dengan n0 > 2ǫ= 2.
Jadi untuk ǫ = 1, ∃ n0 = 3 sehingga∣
∣1 + 2k− 1
∣
∣ =∣
∣
2k
∣
∣ = 2k< 2
3< 1 = ǫ, ∀k ≥ 3. Sekarang
misalkan diambil ǫ = 0.01 maka n0 > 20.01
= 200. Artinya, suku-suku barisan ak berada
pada jarak kurang dari 0.01 setelah suku ke-200. Anda dapat mencoba sebarang nilai ǫ > 0
yang lain. Apa yang dapat anda simpulkan?
Catatan
Berdasarkan definisi konvergensi barisan tersebut, untuk memeriksa kekonvergenan suatu
barisan terlebih dahulu kita harus mempelajari perilaku suku-suku barisan (ak) bila k mem-
besar menuju tak hingga, sehingga dapat ditebak nilai L. Hal ini tidak selalu mudah, apalagi
bila ekspresi (ak) cukup rumit. Untuk itu dapat kita gunakan sifat berikut sehingga kita
mungkin dapat menggunakan dalil L’Hospital.
Sifat: Jika limx→∞
f(x) = L maka limk→∞
f(k) = L
Contoh Soal
1. Buktikan bahwa limk→∞ 3 = 3
Jawab: Jelas bahwa ∀ǫ > 0, ∃n0 = 1 ∋ |ak − 3| = |3− 3| = 0 < ǫ, ∀k ≥ n0. Terbukti.
2. Buktikan bahwa limk→∞2k
k+4√k= 2
Jawab:
Harus dibuktikan bahwa
∀ǫ > 0, ∃n0 ∈ N ∋∣
∣
∣
∣
2k
k + 4√k− 2
∣
∣
∣
∣
< ǫ, ∀k ≥ n0.
Karena harus berlaku ∀ǫ > 0 maka kita ambil sebarang ǫ > 0. Selanjutnya, harus diten-
tukan n0 ∈ N sehingga∣
∣
∣
2kk+4
√k− 2
∣
∣
∣< ǫ, ∀k ≥ n0.
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 5
Untuk memperoleh nilai n0 kita lakukan langkah mundur. Yang diinginkan adalah∣
∣
∣
2kk+4
√k− 2
∣
∣
∣=
∣
∣
∣
2kk+4
√k− 2k+8
√k
k+4√k
∣
∣
∣=
∣
∣
∣
−8√k
k+4√k
∣
∣
∣= 8
√k
k+4√k< 8
√k
k= 8√
k< ǫ. Pertaksamaan terakhir terpenuhi
bila k > 64ǫ2. Dengan demikian harus dipilih n0 ∈ N dengan n0 >
64ǫ2.
Jadi telah terbukti bahwa ∀ǫ > 0, ∃n0 ∈ N dengan n0 > 64ǫ2
∋ |ak − L| =∣
∣
∣
2kk+4
√k− 2
∣
∣
∣=
∣
∣
∣
2kk+4
√k− 2k+8
√k
k+4√k
∣
∣
∣=
∣
∣
∣
−8√k
k+4√k
∣
∣
∣= 8
√k
k+4√k< 8
√k
k= 8√
k< 8√
k0< 8
√
64ǫ2
= ǫ, ∀k ≥ n0. Sesuai definisi
telah terbukti bahwa limk→∞2k
k+4√k= 2.
3. Buktikan bahwa barisan (ak) dengan ak = k divergen
Jawab:
Andaikan (ak) konvergen maka terdapat suatu bilangan L ∈ R sehingga limk→∞ ak =
limk→∞ k = L . Berarti ∀ǫ > 0, ∃n0 ∈ N ∋ |k − L| < ǫ, ∀k ≥ n0. Akibatnya −1 < k−L < 1,
yang ekivalen dengan −1 + L < k < L+ 1, ∀k ≥ n0. Berarti bahwa himpunan bilangan asli
N terbatas. Hal ini tidak benar sehingga pengandaian salah. Jadi seharusnya (ak) tidak
konvergen.
4. Buktikan bahwa barisan (ak) dengan ak = (−1)k divergen
Jawab:
Andaikan (ak) konvergen maka terdapat suatu bilangan L ∈ R sehingga limk→∞ ak =
limk→∞(−1)k = L . Berarti ∀ǫ > 0, ∃n0 ∈ N ∋∣
∣(−1)k − L∣
∣ < ǫ, ∀k ≥ n0. Jika diambil ǫ = 12
maka ∃n0 ∈ N ∋∣
∣(−1)k − L∣
∣ < 12, ∀k ≥ n0. Untuk k genap maka diperoleh |1− L| < 1
2,
sedangkan untuk k ganjil maka diperoleh |−1− L| = |−(1 + L)| = |(1 + L)| < 12. Akibat-
nya 2 = 1+ 1 = |1− L+ 1 + L| ≤ |1− L|+ |1 + L| < 12+ 1
2= 1 sehingga 2 < 1, dan hal ini
mustahil. Pengandaian kita tidak benar. Jadi seharusnya (ak) tidak konvergen.
Soal latihan
1. Tentukan n0 agar∣
∣
4kk+1
− 4∣
∣ < 15, ∀k ≥ n0.
Dengan menggunakan definisi kekonvergenan barisan, buktikan bahwa:
2. limk→∞1√k+1
= 0
6 Modul Kalkulus IV
3. limk→∞3k
k+7k2= 0
4. limk→∞2kk+3
= 2
5. limk→∞3k
k+7√k= 3
I. 2 Sifat-sifat Barisan Konvergen
Teorema: Barisan tak negatif
Jika (ak) barisan tak negatif dan limk→∞ ak = L maka L ≥ 0
Bukti:
Diketahui ak ≥ 0, ∀k ∈ N. Andaikan L < 0 maka untuk ǫ = −L2terdapat n0 ∈ N sehingga
|ak − L| < −L2, ∀k ≥ n0. Khususnya untuk k = n0 maka diperoleh |ak0 − L| < −L
2. Akibat-
nya ak0 − L < −L2, sehingga ak0 < L
2< 0. Dengan demikian ∃n0 ∈ N sehingga ak0 < 0.
Hal ini bertentangan dengan yang diketahui yaitu bahwa ak ≥ 0, ∀k ∈ N. Oleh karena itu
pengandaian salah. Jadi haruslah L ≥ 0. Teorema terbukti
Teorema: Ketunggalan limit
Jika (ak) barisan bilangan real yang konvergen, maka nilai limitnya tunggal. Dengan
perkataan lain, jika limk→∞ ak = L dan limk→∞ ak = M maka L = M .
Bukti:
Andaikan L 6= M . Diketahui limk→∞ ak = L dan limk→∞ ak = M . Berarti ∀ǫ > 0, ∃n1 ∈N ∋ |ak − L| < ǫ, ∀k ≥ n1 dan ∀ǫ > 0, ∃n2 ∈ N ∋ |ak −M | < ǫ, ∀k ≥ n2.
Ambil ǫ = |L−M |4
> 0 maka ∃n1 ∈ N ∋ |ak − L| <|L−M |
4, ∀k ≥ n1 dan ∃n2 ∈ N ∋
|ak −M | <|L−M |
4, ∀k ≥ n2. Misalkan n0 = max {k1, n2}, maka |ak − L| <
|L−M |4
dan
|ak −M | <|L−M |
4, ∀k ≥ n0. Khususnya untuk k = n0 maka |ak0 − L| <
|L−M |4
dan
|ak0 −M | <|L−M |
4. Perhatikan bahwa |L−M | = |L− ak0 + ak0 −M | ≤ |L− ak0 | +
|ak0 −M | = |ak0 − L| + |ak0 −M | <|L−M |
4+ |L−M |
4= |L−M |
2. Dengan demikian diper-
oleh |L−M | < |L−M |2
. Mustahil bahwa terdapat bilangan positif yang nilainya kurang dari
setengah nilai bilangan tersebut. Berarti pengandaian bahwa L 6= M tidak benar. Jadi
seharusnya L = M . Teorema terbukti.
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 7
Teorema: Ketunggalan limit sub barisan
Jika (ak) barisan bilangan real yang konvergen ke L, maka SETIAP sub barisan (aki) dari
(ak) juga konvergen ke L. Akibatnya, semua sub barisan dari suatu barisan yang konvergen
akan konvergen ke nilai limit yang sama.
Memperlihatkan kekonvergenan suatu barisan secara langsung menggunakan definisi kekon-
vergenan barisan tidak selalu mudah, apalagi bila diberikan rumus ak yang rumit. Untuk
mengatasinya, dapat digunakan teorema-teorema berikut.
Teorema: Sifat-sifat Limit Barisan
Misalkan ak dan bk adalah barisan-barisan yang konvergen dan k adalah suatu konstanta,
maka berlaku sifat-sifat berikut.
1. limk→∞
k = k
2. limk→∞
kak = k limk→∞
ak
3. limk→∞
(ak ± bk) = limk→∞
ak ± limk→∞
bk
4. limk→∞
(ak · bk) = limk→∞
ak · limk→∞
bk
5. limk→∞
akbk
=lim
k→∞
ak
limk→∞
bkasalkan lim
k→∞bk 6= 0
Coba buktikan kelima sifat tersebut dengan menggunakan definisi kekonvergenan barisan.
Selain menggunakan kelima sifat limit barisan tersebut, kekonvergenan barisan dapat pula
diperiksa dengan menggunakan teorema berikut, yang sering disebut dengan prinsip apit
atau sandwich theorem.
Teorema: Prinsip APIT
Misalkan ak dan ck adalah barisan-barisan yang konvergen menuju L dan ak ≤ bk ≤ ck
untuk k ≥ K, maka bk juga konvergen menuju L.
Jika kita menghadapi barisan yang suku-sukunya berubah tanda maka teorema berikut
8 Modul Kalkulus IV
ini dapat digunakan untuk memeriksa kekonvergenannya dengan memandang barisan nilai
mutlaknya.
Teorema: konvergensi barisan berubah tanda:
Jika limk→∞
|ak| = 0 maka limk→∞
ak = 0.
Soal latihan
1. Jika (ak) barisan real dengan (ak) ≤ M, ∀k ∈ N dan diketahui limk→∞
ak = L, buktikan
bahwa L ≤ M .
2. Jika L ∈ R, M ∈ R dan L ≤ M + ǫ, ∀ǫ > 0, buktikan bahwa L ≤ M
3. Gunakan sifat ||a| − |b|| ≤ |a− b| untuk membuktikan bahwa: Jika (ak) konvergen ke
L maka (|ak|) konvergen ke |L|.
4. Berikan contoh barisan (ak) yang bersifat (|ak|) konvergen tetapi (ak) tidak konvergen.
5. Tentukan limk→∞
√k(√
k + 1−√k)
.
6. Jika limk→∞
ak−1ak+1
= 0 buktikan bahwa limk→∞
ak = 1.
I. 3 Barisan Monoton dan Terbatas
Pada bagian ini dibahas teorema-teorema yang dapat digunakan untuk memeriksa kekon-
vergenan suatu barisan dengan memanfaatkan sifat kemonotonan dan keterbatasan barisan
tersebut.
Definisi Barisan Monoton
Barisan {ak} disebut barisan tak turun bila ak ≤ ak+1, ∀k. Sebaliknya, barisan {ak} disebut
barisan tak naik bila ak ≥ ak+1, ∀k. Bila barisan {ak} tak naik atau tak turun maka barisan
{ak} disebut barisan monoton.
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 9
Sebelum membahas barisan terbatas, perlu diperkenalkan terlebih dahulu definisi-definisi,
teorema, dan aksioma mengenai keterbatasan suatu himpunan karena konsep-konsep terse-
but diperlukan dalam pembuktian teorema-teorem mengenai barisan monoton dan terbatas.
Definisi Himpunan Terbatas
Suatu himpunan A ⊂ R dikatakan Terbatas di Atas jika terdapat bilangan real M sehingga
a ≤ M, ∀a ∈ A. Sebaliknya, A dikatakan Terbatas di Bawah jika terdapat bilangan real m
sehingga a ≥ m, ∀a ∈ A. Dalam hal ini M disebut batas atas dari A dan m disebut batas
bawah dari A. Himpunan A ⊂ R dikatakan Terbatas jika A terbatas di atas dan terbatas
di bawah. Dengan perkataan lain, himpunan A ⊂ R terbatas jika dan hanya jika terdapat
bilangan real m dan M sehingga A ⊂ [m,M ]. Perhatikan bahwa batas atas atau batas
bawah suatu himpunan tidak tunggal.
Definisi Supremum
Misalkan A ⊂ R adalah himpunan yang terbatas di atas. Bilangan α disebut Supremum
atau Batas Atas Terkecil dari A jika
(i) α adalah batas atas dari A
(ii) α ≤ M , untuk setiap M batas atas dari A
Notasi: α = supA
Definisi Infimum
Misalkan A ⊂ R adalah himpunan yang terbatas di bawah. Bilangan β disebut Infimum
atau Batas Bawah Terbesar dari A jika
(i) β adalah batas bawah dari A
(ii) β ≥ m, untuk setiap m batas bawah dari A
Notasi: β = inf A
Dua teorema berikut dapat digunakan untuk menggantikan definisi supremum dan infimum
suatu himpunan.
10 Modul Kalkulus IV
Teorema Supremum
Misalkan A ⊂ R adalah himpunan yang terbatas di atas. Maka α = supA jika dan hanya
jika
(i) α adalah batas atas dari A
(ii) ∀ǫ > 0∃a ∈ A sehingga a > α− ǫ
Teorema Infimum
Misalkan A ⊂ R adalah himpunan yang terbatas di bawah. Maka β = inf A jika dan hanya
jika
(i) β adalah batas bawah dari A
(ii) ∀ǫ > 0∃a ∈ A sehingga a < β + ǫ
Aksioma berikut merupakan aksioma yang hanya dimiliki oleh himpunan bilangan real.
Aksioma Eksistensi Supremum Infimum
Misalkan A ⊂ R adalah himpunan bilangan real yang terbatas di atas maka A memiliki
supremum di R. Sebaliknya, jika A ⊂ R adalah himpunan bilangan real yang terbatas di
bawah maka A memiliki infimum di R.
Definisi Barisan Terbatas
Barisan {ak} dikatakan terbatas di atas bila terdapat bilangan M ∈ R sedemikian sehingga
ak ≤ M untuk setiap k ∈ N. Barisan {ak} dikatakan terbatas di bawah bila terdapat bi-
langan m ∈ R sedemikian sehingga ak ≥ m untuk setiap k ∈ N. Suatu barisan dikatakan
terbatas jika barisan tersebut terbatas di atas dan terbatas di bawah. Dengan perkataan lain,
barisan {ak} ⊂ R dikatakan terbatas jika ∃m,M ∈ R ∋ ak ∈ [m,M ] , ∀k ∈ N. Dapat pula
dikatakan bahwa barisan {ak} ⊂ R dikatakan terbatas jika ∃M ∈ R ∋ |ak| ≤ M, ∀k ∈ N.
Teorema berikut dapat digunakan untuk memperlihatkan bahwa suatu barisan TIDAK kon-
vergen yaitu dengan memperlihatkan bahwa barisan tersebut tidak terbatas.
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 11
Teorema: Barisan terbatas
Jika barisan {ak} konvergen maka {ak} terbatas
Bukti: Diketahui {ak} konvergen. Misalkan limk→∞ ak = L. Berarti ∀ǫ > 0, ∃n0 ∈N ∋ |ak − L| < ǫ, ∀k ≥ n0. Akibatnya |ak| = |ak − L+ L| ≤ |ak − L| + |L| < ǫ +
|L| , ∀k ≥ n0. Jika dimisalkan P = ǫ + |L| maka diperoleh |ak| < P, ∀k ≥ n0. Misal-
kan Q = max {|ak| ‖k < n0} maka |ak| ≤ Q, ∀k < n0. Misalkan M = max {P,Q} maka
|ak| ≤ M, ∀k ∈ N. Jadi telah terbukti bahwa {ak} terbatas.
Perhatikan bahwa menurut teorema tersebut, barisan yang terbatas tidak selalu konvergen.
Sebagai contoh, barisan {ak} = 1,−1, 1,−1, 1,−1, 1,−1, . . . merupakan barisan terbatas,
namun {ak} tidak konvergen. Yang dapat disimpulkan dari teorema tersebut adalah bahwa
barisan yang tak terbatas pasti tidak konvergen, sehingga teorema tersebut berguna untuk
memperlihatkan kedivergenan. Namun demikian, Bolzano dan Weierstrass berhasil menu-
runkan suatu teorema yang menyatakan implikasi suatu barisan terbatas, seperti dinyatakan
dalam teorema berikut.
Teorema Bolzano-Weierstrass
Setiap barisan bilangan real yang terbatas pasti memiliki sub barisan yang konvergen.
Teorema berikut menyatakan hubungan antara kemonotonan dan keterbatasan suatu barisan
dengan kekonvergenan, sehingga diperoleh cara lain untuk memperlihatkan kekonvergenan
barisan tanpa menggunakan definisi, melainkan cukup dengan memeriksa kemonotonan dan
keterbatasan barisan saja.
Teorema: barisan monoton
Jika barisan {ak} terbatas di atas dan monoton tak turun maka barisan {ak} konvergen.
Demikian pula, jika barisan {ak} terbatas di bawah dan monoton tak naik maka barisan
{ak} konvergen. Akibatnya, barisan yang monoton dan terbatas pasti konvergen
12 Modul Kalkulus IV
I. 4 Barisan Divergen
Definisi Barisan divergen menuju ke tak hingga
Barisan bilangan real (ak) dikatakan divergen menuju tak hingga jika ∀M > 0,M ∈ R∃n0 ∈N ∋ ak ≥ M, ∀k ≥ n0. Notasi: lim
k→∞ak = ∞.
Definisi Barisan divergen menuju ke minus tak hingga
Barisan bilangan real (ak) dikatakan divergen menuju minus tak hingga jika ∀M > 0,M ∈R∃n0 ∈ N ∋ ak ≤ −M, ∀k ≥ n0. Notasi: lim
k→∞ak = −∞.
Definisi Barisan berosilasi
Jika barisan bilangan real (ak) divergen namun tidak menuju tak hingga maupun minus tak
hingga maka barisan (ak) disebut barisan berosilasi.
I. 5 Barisan Cauchy
Pada bagian ini diperlihatkan bahwa dengan menggunakan suatu kriteria, yang disebut kri-
teria Cauchy, kita dapat menentukan konvergensi suatu barisan bilangan real tanpa perlu
menentukan nilai L sebagai nilai limitnya terlebih dahulu.
Definisi: Barisan Cauchy
Barisan bilangan real (ak) disebut barisan Cauchy jika ∀ǫ > 0, ∃n0 ∈ N ∋ |ak − am| <
ǫ, ∀k,m ≥ n0.
Kriteria konvergensi Cauchy
Barisan bilangan real (ak) konvergen jika dan hanya jika (ak) adalah barisan Cauchy
Bukti:
Akan dibuktikan terlebih dahulu bahwa: jika (ak) konvergen maka (ak) adalah barisan
Cauchy. Misalkan limk→∞ ak = L. Berarti ∀ǫ > 0, ∃n0 ∈ N ∋ |ak − L| < ǫ2, ∀k ≥ n0.
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 13
Akibatnya |ak − am| = |ak − L+ L− am| ≤ |ak − L| + |L− am| < ǫ2+ ǫ
2= ǫ, ∀k,m ≥ n0.
Terbukti bahwa (ak) adalah barisan Cauchy.
Pembuktian pernyataan sebaliknya, yaitu jika (ak) adalah barisan Cauchy maka (ak) kon-
vergen, dilakukan dengan menggunakan teorema Bolzano-Wierstrass.
I. 6 Soal-soal Latihan Barisan
1. Pada soal-soal berikut, diberikan rumus eksplisit untuk ak. Tulislah suku-suku barisan
(ak) dan tentukan apakah barisannya konvergen atau divergen. Jika konvergen, ten-
tukan limk→∞
ak.
a. ak =4k+5k−1
b. ak =6k2−23k+1
c. ak =√k2+14k+3
d. ak =k cos(kπ)6k+5
e. ak = e−k sin k f. ak =e2k
4k
g. ak =(
14
)k+ 3k/2 h. ak =
k100
ek
i. ak =ln(1/k)√
2kj. ak = (2k)1/2k
2. Pada soal-soal berikut, tentukan rumus eksplisit untuk setiap barisan. Tentukan
apakah barisannya konvergen atau divergen. Jika konvergen, tentukan limk→∞
ak.
a. (ak) =122, 223, 324, 425, . . .
b. (ak) = 1, 11− 1
2
, 11− 2
3
, 11− 3
4
, . . .
c. (ak) =1
2− 12
, 23− 1
3
, 34− 1
4
, 45− 1
5
, . . .
d. (ak) = −13, 49,− 9
27, 1681, . . .
e. (ak) = 1− 12, 12− 1
3, 13− 1
4, 14− 1
5, . . .
3. Pada soal berikut tunjukkan bahwa (ak) konvergen, dengan menggunakan teorema
kemonotonan.
a. ak =k
k+1
(
2− 1k2
)
b. ak = 1 + 12!+ 1
3!+ 1
4!+ . . .+ 1
k!
c. a1 = 1, ak+1 = 1 + 12ak
14 Modul Kalkulus IV
d. a1 = 2, ak+1 =12
(
ak +2ak
)
e. ak =√k(√
k + 1−√k)
f. ak = k32
(√k3 + 1−
√k3)
4. Misalkan (ak) = 1+ 12+ 1
3+ 1
4+ 1
5+ . . .. Buktikan bahwa barisan (ak+1 − ak) konvergen
ke 0 tetapi (ak) bukan barisan Cauchy.
BAB II
Deret Bilangan Real
II. 1 Deret Tak Hingga
Misalkan diberikan barisan {an} = a1, a2, a3, . . .. Misalkan S1 = a1, S2 = a1 + a2 =2∑
n=1
an,
S3 = a1+a2+a3 =3∑
n=1
an, S4 = a1+a2+a3+a4 =4∑
n=1
an, . . . , Sk = a1+a2+a3+a4+. . .+ak =
k∑
n=1
an maka terbentuklah barisan {Sk} = S1, S2, S3, . . .. Di sini Sk disebut jumlah parsial ke
k, dan∞∑
n=1
an = a1 + a2 + a3 + a4 + . . . disebut DERET TAK HINGGA atau secara singkat
hanya disebut deret.
Definisi Konvergensi Deret
Deret∞∑
n=1
an dikatakan konvergen dan mempunyai jumlah S jika barisan jumlah-jumlah
parsial {Sk} konvergen menuju S. Notasi:
∞∑
n=1
an = limk→∞
k∑
n=1
an = limk→∞
Sk = S.
Sebaliknya, bila barisan {Sk} divergen maka deret∞∑
n=1
an dikatakan divergen dan tidak mem-
punyai jumlah.
15
16 Modul Kalkulus IV
Contoh:
1. Deret geometri adalah deret yang terbentuk dari barisan {arn−1}, dengan a 6= 0, yaitu
∞∑
n=1
arn−1 = a+ ar + ar2 + ar3 + . . . .
Dapat diperlihatkan bahwa deret geometri adalah deret yang konvergen dengan jumlah
S = a1−r
bila |r| < 1, namun divergen bila |r| ≥ 1.
2. Dapat diperlihatkan bahwa deret harmonik
∞∑
n=1
1
n= 1 +
1
2+
1
3+
1
4+ . . .
adalah deret yang divergen.
II. 2 Teorema-teorema tentang Deret
Teorema Uji DIVERGENSI
Jika deret∞∑
n=1
an konvergen maka limn→∞
an = 0.
Perlu diperhatikan bahwa jika limn→∞
an = 0, maka belum tentu deret∞∑
n=1
an konvergen.
Sifat yang ekivalen dengan teorema tersebut adalah jika limn→∞
an 6= 0, maka deret∞∑
n=1
an
divergen. Oleh karena itu, teorema tersebut sangat bermanfaat untuk menguji apakah
suatu deret divergen, yaitu cukup dengan memeriksa limn→∞
an.
Contoh: deret∞∑
n=1
2n3+√n
4n3+ndivergen sebab lim
n→∞an = lim
n→∞2n3+
√n
4n3+n= 1
26= 0.
Sifat-sifat kelinieran deret konvergen
Jika∞∑
n=1
an dan∞∑
n=1
bn konvergen dan c adalah suatu konstanta, maka deret∞∑
n=1
(an + bn) dan
deret∞∑
n=1
c an juga konvergen, dan berlaku
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 17
(i)∞∑
n=1
c an = c∞∑
n=1
an
(ii)∞∑
n=1
(an + bn) =∞∑
n=1
an +∞∑
n=1
bn.
Teorema: Jika∞∑
n=1
an divergen maka∞∑
n=1
c an juga divergen.
Teorema
Jika deret∞∑
n=1
an konvergen maka suku-suku dalam deret tersebut boleh dikelompokkan de-
ngan sebarang cara dan deret yang dihasilkan dari pengelompokan suku-suku deret tersebut
akan konvergen dengan jumlah yang sama dengan deret semula.
Soal Latihan
1. Buktikan bahwa: jika a1 + a2 + a3 + a4 . . . konvergen ke s maka a2 + a3 + a4 . . .
konvergen ke s− a1
2. Buktikan bahwa deret∞∑
n=1
1n(n+1)
konvergen
3. Untuk nilai x berapakah deret (1− x) + (x− x2) + (x2 − x3) + . . . konvergen?
4. Apakah deret∞∑
n=1
log(
1 + 1n
)
konvergen?
5. Buktikan bahwa: deret∞∑
n=1
an konvergen jika dan hanya jika ∀ǫ > 0∃n0 ∈ N sehingga
∣
∣
∣
∣
∣
n∑
k=m+1
ak
∣
∣
∣
∣
∣
< ǫ, ∀n > m ≥ n0
6. Apakah deret berikut konvergen?
a.∞∑
n=1
n+1n+2
b.∞∑
n=1
n+11010(n+2)
7. Buktikan bahwa: jika∞∑
n=1
an konvergen ke Amaka 12(a1+a2)+
12(a2+a3)+
12(a3+a4)+. . .
juga konvergen. Tentukan jumlah untuk deret ke dua.
18 Modul Kalkulus IV
8. Berikan contoh deret∞∑
n=1
an yang bersifat: (a1+a2)+(a3+a4)+(a5+a6)+(a7+a8)+. . .
konvergen tetapi a1 + a2 + a3 + a4 + . . . divergen
II. 3 Uji Deret Positif (Tak Negatif)
Dalam sub bab ini dibahas mengenai beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan
kekonvergenan suatu deret dengan suku-suku tak negatif atau positif.
Teorema
Deret∞∑
n=1
an, dengan an ≥ 0 akan konvergen jika dan hanya jika jumlah-jumlah parsialnya
terbatas di atas, yaitu Sn ≤ M untuk suatu bilangan positif M .
Teorema: uji integral
Misalkan f(x) adalah fungsi yang kontinu, bernilai positif, dan monoton tak naik pada se-
lang [1,∞], dan andaikan an = f(n), ∀k ∈ N. Maka deret tak hingga∞∑
n=1
an konvergen jika
dan hanya jika integral tak wajar∞∫
1
f(x) dx konvergen .
Teorema tersebut sering dinyatakan pula sebagai berikut. Deret∞∑
n=1
f(n) dan integral tak
wajar∞∫
1
f(x) dx konvergen atau divergen secara bersamaan.
Teorema: uji banding biasa
Misalkan 0 ≤ an ≤ bn, ∀n ≥ N , untuk suatu N .
(i) Jika∞∑
n=1
bn konvergen, maka demikian pula halnya dengan∞∑
n=1
an
(ii) Jika∞∑
n=1
an divergen, maka demikian pula halnya dengan∞∑
n=1
bn.
Teorema: uji banding limit
Misalkan an ≥ 0, bn ≥ 0, dan
limn→∞
an
bn= L.
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 19
(i) Jika 0 < L < ∞ maka∞∑
n=1
an dan∞∑
n=1
bn sama-sama divergen atau sama-sama konvergen
(ii) Jika L = 0 dan∞∑
n=1
bn konvergen, maka∞∑
n=1
an konvergen.
Teorema: uji rasio
Misalkan∞∑
n=1
an adalah deret dengan suku-suku positif dan
ρ = limn→∞
an+1
an.
(i) Jika ρ < 1 maka deret tersebut konvergen
(ii) Jika ρ > 1 maka deret tersebut divergen
(iii) Jika ρ = 1 maka kekonvergenan deret tersebut tak dapat ditentukan.
Teorema: uji akar
Misalkan∞∑
n=1
an adalah deret dengan suku-suku positif dan
ρ = limn→∞
n√an.
(i) Jika ρ < 1 maka deret tersebut konvergen
(ii) Jika ρ > 1 maka deret tersebut divergen
(iii) Jika ρ = 1 maka kekonvergenan deret tersebut tak dapat ditentukan.
II. 4 Deret Berayun
Dalam sub bab ini dipelajari deret berayun, yaitu deret yang nilainya berubah-ubah dari
negatif ke positif dan sebaliknya. Deret berayun sering pula disebut deret berganti tanda.
Bentuk umum deret berganti tanda adalah
∞∑
n=1
(−1)n+1an = a1 − a2 + a3 − a4 + a5 − a6 + . . .
20 Modul Kalkulus IV
Teorema: uji deret berayun
Misalkan∞∑
n=1
(−1)n+1an adalah deret berayun dengan an > an+1 > 0. Jika limn→∞
an = 0, maka
deret berayun∞∑
n=1
(−1)n+1an konvergen.
Definisi Konvergen Mutlak
Deret∞∑
n=1
un disebut konvergen mutlak jika∞∑
n=1
|un| konvergen.
Teorema: uji konvergensi mutlak: Jika∞∑
n=1
|un| konvergen maka∞∑
n=1
un konvergen.
Dengan perkataan lain, teorema tersebut menyatakan bahwa deret yang konvergen mutlak
pasti konvergen.
Teorema: uji rasio mutlak
Misalkan∞∑
n=1
un adalah deret dengan suku-suku tak nol dan
ρ = limn→∞
|un+1||un|
.
(i) Jika ρ < 1 maka deret tersebut konvergen mutlak (sehingga konvergen)
(ii) Jika ρ > 1 maka deret tersebut divergen
(iii) Jika ρ = 1 maka kekonvergenan deret tersebut tak dapat ditentukan.
Definisi Konvergen Bersyarat
Deret∞∑
n=1
un disebut konvergen bersyarat jika∞∑
n=1
un konvergen namun∞∑
n=1
|un| divergen.Contoh: deret harmonik berayun merupakan contoh deret yang konvergen bersyarat.
Teorema:Jika deret∞∑
n=1
un konvergen mutlak maka suku-suku dalam deret tersebut boleh
diubah susunannya tanpa mengubah nilai konvergensi maupun jumlah deretnya.
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 21
II. 5 Deret Kuasa
Pada sub bab - sub bab sebelumnya, deret yang kita bahas adalah deret dengan suku-suku
konstan, yaitu∞∑
n=1
un, dengan un berupa konstanta. Kini akan dibahas deret dengan suku-
suku berupa fungsi, yaitu deret berbentuk∞∑
n=1
un(x). Lebih khusus lagi, dalam sub bab ini
dibahas deret fungsi∞∑
n=1
un(x), dengan un(x) berupa fungsi pangkat dalam x. Deret yang
demikian disebut deret pangkat atau deret kuasa (power series). Bentuk umum deret kuasa
dalam x adalah
∞∑
n=1
an(x− c)n = a0 + a1(x− c) + a2(x− c)2 + a3(x− c)3 + . . . ,
dengan c adalah suatu konstanta tertentu yang disebut pusat deret kuasa.
Bila c = 0 maka diperoleh deret kuasa yang sederhana yaitu
∞∑
n=1
anxn = a0 + a1x+ a2x
2 + a3x3 + . . . .
Bila kita ganti x dengan suatu bilangan, maka akan diperoleh deret konstanta yang dapat
dikaji kekonvergenannya. Dengan demikian sangat masuk akal bila muncul dua pertanyaan
berikut.
1. Untuk nilai x berapakah deret kuasa akan konvergen?
2. Bila deret kuasa tersebut konvergen, akan menuju ke fungsi S(x) yang bagaimanakah?
Definisi: himpunan semua nilai x yang membuat suatu deret kuasa menjadi konvergen
disebut himpunan konvergensi atau daerah kekonvergenan atau selang kekonvergenan deret
kuasa tersebut.
Teorema: Daerah kekonvergenan deret kuasa∞∑
n=1
an(x − c)n pasti merupakan salah satu
dari tiga kemungkinan berikut.
(i) Titik tunggal x = c. Pada kasus ini dikatakan bahwa jari-jari konvergensinya adalah 0
22 Modul Kalkulus IV
(ii) Selang (c − R, c + R), ditambah kemungkinan salah satu atau kedua titik ujungnya.
Pada kasus ini dikatakan bahwa jari-jari konvergensinya adalah R
(iii) Seluruh garis bilangan real. Pada kasus ini dikatakan bahwa jari-jari konvergensinya
adalah ∞.
Untuk menentukan daerah kekonvergenan dan jari-jari konvergensi, digunakan uji rasio mut-
lak, yaitu∞∑
n=1
an(x−c)n konvergen jika ρ = limn→∞
|an+1(x−c)n+1||an(x−c)n| < 1. Akibatnya, |x− c| lim
n→∞|an+1||an| <
1. Pertaksamaan terakhir akan terpenuhi jika |x− c| < limn→∞
∣
∣
∣
anan+1
∣
∣
∣.MisalkanR = lim
n→∞
∣
∣
∣
anan+1
∣
∣
∣,
dapat disimpulkan bahwa deret kuasa berpusat di x = c konvergen bila |x− c| < R yang
ekivalen dengan mengatakan x ∈ (c−R, c+R). Dalam hal ini R disebut JARI-JARI KON-
VERGENSI dan selang (c−R, c+R) disebut SELANG KONVERGENSI atau DAERAH
KONVERGENSI deret kuasa. PERLU DIINGAT bahwa boleh jadi, pada ujung-ujung se-
lang, yaitu untuk x = c−R dan x = c+R deret kuasa∞∑
n=1
an(x− c)n juga konvergen. Oleh
karena itu, harus selalu diperiksa apakah deret kuasa konvergen di kedua titik tersebut.
PEMERIKSAAN DI KEDUA TITIK UJUNG PASTI GAGAL BILA MENGGUNAKAN
UJI RASIO, SEHINGGA HARUS DIGUNAKAN UJI DERET YANG LAIN.
Untuk menentukan jari-jari konvergensi, dapat pula digunakan uji akar, yaitu∞∑
n=1
an(x− c)n
konvergen jika limn→∞
n
√
|an (x− c)n| < 1. Akibatnya |x− c| limn→∞
n
√
|an| < 1. Pertaksamaan
terakhir akan terpenuhi jika |x− c| < limn→∞
∣
∣
∣
∣
1n√
|an|
∣
∣
∣
∣
. Jadi, dengan menggunakan uji akar
diperoleh cara lain menentukan jari-jari konvergensi, yaitu R = limn→∞
∣
∣
∣
∣
1n√
|an|
∣
∣
∣
∣
.
II. 6 Deret Taylor dan Deret Mac Laurin
Deret Taylor dan Deret Mac Laurin merupakan contoh deret kuasa. Pada kuliah Kalkulus
I telah dipelajari teorema Taylor yang menyatakan suatu fungsi sebagai deret kuasa.
Teorema Taylor
Jika f(x) dapat diturunkan tak berhingga kali di suatu titik x = c yang terletak pada
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 23
domain f(x) maka Deret Taylor dari f(x) di sekitar x = c adalah
f(x) =∞∑
n=0
fn(c)
n!(x− c)n,
dengan fn(c) = dnfdxn |x=c. Khususnya jika c = 0 maka diperoleh deret Mac Laurin
f(x) =∞∑
n=0
fn(0)
n!xn
Sebagai contoh, telah kita pelajari deret Taylor atau Mac Laurin dari fungsi-fungsi berikut.
1. sin x =∞∑
n=0
(−1)nx2n+1
(2n+1)!= x− x3
3!+ x5
5!− x7
7!+ . . . .
2. cos x =∞∑
n=0
(−1)nx2n
(2n)!= 1− x2
2!+ x4
4!− x6
6!+ x8
8!− . . . .
3. sin x =∞∑
n=0
(−1)n(x−π
2)2n
(2n)!= 1− (x−π
2)2
2!− (x−π
2)4
4!+
(x−π
2)6
6!− . . . .
4. ex =∞∑
n=0
xn
n!= 1 + x+ x2
2!+ x3
3!+ x4
4!+ x5
5!+ . . . .
5. ln(x) =∞∑
n=1
(−1)n+1(x−1)n
n= x− 1− (x−1)2
2+ (x−1)3
3− (x−1)4
4+ . . .
6. ln(x+ 1) =∞∑
n=1
(−1)n+1xn
n= x− x2
2+ x3
3− x4
4+ . . .
7. ln(1− x) =∞∑
n=1
−xn
n= −x− x2
2− x3
3− x4
4− . . .
Tugas: tentukan jari-jari dan selang konvergensi ketujuh deret kuasa tersebut.
II. 7 Operasi pada Deret Kuasa
Teorema: penjumlahan deret kuasa
Pada daerah konvergensinya, dua deret kuasa dapat dijumlahkan atau dikurangkan suku
demi suku
Contoh: Tentukan deret Mac Laurin untuk f(x) = ln(
1+x1−x
)
.
Jawab: ln(
1+x1−x
)
= ln(1 + x)− ln(1− x) = 2x+ 2x3
3+ 2x5
5+ 2x7
7+ 2x9
9+ . . .
24 Modul Kalkulus IV
Teorema: turunan deret kuasa
Pada daerah konvergensinya, turunan dari deret kuasa dapat ditentukan dengan menurun-
kannya suku demi suku.
Contoh:
Deret Mac Laurin untuk cosinus dapat diperoleh dengan menurunkan deret Mac Laurin
untuk sinus suku demi suku.
cos(x) =d
dx(sin(x))
=d
dx
(
x− x3
3!+
x5
5!− x7
7!+
x9
9!− . . .
)
= 1− x2
2!+
x4
4!− x6
6!+
x8
8!− . . . .
Teorema: integral deret kuasa
Pada daerah konvergensinya, integral dari deret kuasa dapat ditentukan dengan menginte-
gralkannya suku demi suku.
Contoh Deret Mac Laurin untuk sin(x) dapat diperoleh dengan mengintegralkan deret Mac
Laurin untuk cos(x) suku demi suku.
cos(x) =
∫ x
0
cos(t) dt
=
∫ x
0
(
1− t2
2!− t4
4!+
t6
6!− . . .
)
dx
= x− x3
3!+
x5
5!+
x7
7!− . . . = sin(x).
II. 8 Soal Latihan Deret
1. Dengan menentukan rumus untuk an, tentukan kekonvergenan deret berikut.
a. ln 222
+ ln 332
+ ln 442
+ ln 552
+ . . .
Wuryansari Muharini Kusumawinahyu 25
b. 11·2 +
12·3 +
13·4 +
14·5 + . . .
c. 12+ 2
5+ 3
10+ 4
17+ . . .
d. 1 + 12√2+ 1
3√3+ 1
4√4+ . . .
2. Dengan menggunakan sifat-sifat deret yang telah dipelajari, periksalah apakah deret-
deret berikut konvergen
a.∞∑
n=1
n5n2−3
b.∞∑
n=1
n2n(n+1)
c.∞∑
n=1
1(n−2)2
d.∞∑
n=1
3n−2n3−2n2+11
e.∞∑
n=1
1√n2+19n
f.∞∑
n=1
nn2+2n+3
g.∞∑
n=1
1n√n+1
h.∞∑
n=1
3n+1n3−4
i.∞∑
n=1
√2n+1n2 j.
∞∑
n=1
8n
n!
k.∞∑
n=1
n!n100 l.
∞∑
n=1
5n
n5
m.∞∑
n=1
n(
13
)nn.
∞∑
n=1
12+sin2n
o.∞∑
n=1
(
1− 1n
)np.
∞∑
n=1
52n
n!
q.∞∑
n=1
n2+n5n
r.∞∑
n=1
ln (n+1)2
n(n+2)
s.∞∑
n=1
1
(ln(n))ln(n) t.∞∑
n=1
(
ln(n)n
)2
u.∞∑
n=1
1(ln(n))4
v.∞∑
n=1
√n(
1− cos 1n
)
w.∞∑
n=1
ln(n)n2 x.
∞∑
n=1
2n
n!
y.∞∑
n=1
2n
n20 z.∞∑
n=1
n!nn
3. Periksalah apakah deret berikut konvergen, atau konvergen mutlak, atau divergen
a. 1− 11!+ 1
2!− 1
3!+ 1
4!− 1
5!+ . . .
b. 1− 13+ 1
5− 1
7+ 1
9− 1
11+ . . .
c. 12− 2
3+ 3
4− 4
5+ 5
6− 6
7+ . . .
d. 1− 1 + 12− 1
2+ 1
3− 1
3+ 1
4− 1
4+ . . .
e. 1− 12+ 1
2− 1
22+ 1
3− 1
23+ 1
4− 1
24+ . . .
f. 2− 212 + 2
13 − 2
14 + 2
15 − 2
16 + . . .
g. (1− 2)−(
1− 212
)
+(
1− 213
)
−(
1− 214
)
+(
1− 215
)
+ . . .
26 Modul Kalkulus IV
h.∞∑
n=1
(−1)n+1 n2n−1
i.∞∑
n=1
1√n+ (−1)n−1
n
top related