nematoda darah dan jaringan
Post on 02-Jan-2016
188 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan kebun binatang parasit terbesar di dunia, dengan salah satu
koleksi endemisnya yaitu golongan cacing filaria. Dataran pulau Sumatera serta
sebagian wilayah Jawa dan Bali menjadi kawasan yang dari tahun ke tahun langganan
terinfeksi kaki gajah .
Penyakit filarial cukup populer di negeri ini. Cacing filaria merambat di
sekeliling jaringan subkutan dan sekujur pembuluh limfe. Di antara spesies antropofilik
yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori,
Onchocerca volvulus, dan Loa loa. Dari nematoda itu, menurut Prof.Dr.Herdiman
Pohan, Sp.PD, KPTI dari Guru besar FKUI/RSCM, Brugia dan Wuchereria merupakan
spesies terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara Onchocerca volvulus dan
Loa loa tidak terdapat. Selain itu, Mansonella ozzardi, Mansonella perstans, serta
Mansonella streptocerca, tidak terlalu populer di Indonesia dan penyakit yang
ditimbulkan tidak terlalu parah.
Filariasis mempengaruhi lebih dari 90 juta orang diseluruh dunia dan ditemukan
di daerah tropis dan subtropis. Setidaknya 21 juta orang terinfeksi Onchocerca volvulus
di Afrika khatulistiwa dan fokus di Amerika Tengah dan selatan. Sekitar 3 juta orang di
Afrika Tengah yang terinfeksi Loa loa. Pada tahun 1997, Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memulai program untuk menghilangkan filariasis limfatik global sebagai
masalah kesehatan masyarakat (Wayangankar S., 2010).
B. Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui klasifikasi dari nematoda parasit darah dan jaringan.
2. Mengetahui morfologi nematoda parasit darah dan jaringan.
3. Mengetahui epidemiologi dan distribusi geografis penyakit yang disebabkan
oleh nematoda parasit darah dan jaringan.
1
4. Mengetahui siklus hidup nematoda parasit darah dan jaringan.
5. Mengetahui patologi penyakit yang disebabkan oleh nematoda parasit darah dan
jaringan.
6. Mengetahui cara pencegahan dan pengendalian penyakit yang disebabkan oleh
nematoda parasit darah dan jaringan.
2
BAB II
ISI
Nematoda darah dan jaringan terdiri dari Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
Brugia timori, Loa-loa, Onchocerca volvulus, Dracunculus medinensis.
A. Wuchereria bancrofti
A.1. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Spiruida
Famili : Onchocercidae
Genus : Wuchereria
Species : Wuchereria bancrofti
A.2. Morfologi
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfa. Bentuknya
halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65-100mm x
0,25mm dan cacing jantan 40mm x 0,1mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria
yang bersarung dengan ukuran 250-300 mikron x 7-8 mikron. Mikrofilaria ini hidup di
dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi
mempunyai periodisitas. Pada umumnya, mikrofilaria Wuchereria bancrofti bersifat
periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada
waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru-paru,
jantung, ginjal, dan sebagainya).
A.3. Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Wuchereria bancrofti tersebar di daerah tropik dan sub tropik (Asia, Afrika,
Amerika dan Eropa). Filariasis bancrofti dapat dijumpai di perkotaan atau dipedesaan.
Di Indonesia parasit ini lebih sering dijumpai di pedesaan daripada di perkotaan dan
penyebarannya bersifat lokal. Kurang lebih dua puluh juta penduduk Indonesia
bermukim di daerah endemi filariasis bancrofti, malayi detimori dan mereka sewaktu-
3
waktu mungkin dapat ditulari. Kelompok umur dewasa muda merupakan kelompok
penduduk yang paling sering menderita, terutama mereka yang tergolong penduduk
berpenghasilan rendah.
Di daerah Pasifik, mikrofilaria Wuchereria bancrofti mempunyai periodisitas
subperiodik diurna. Mikrofilaria terdapat di dalam darah siang dan malam, tetapi
jumlahnya lebih banyak pada waktu siang. Di Muangthai terdapat suatu daerah yang
mikrofilarianya bersifat subperodik nokturna. Faktor-faktor ang dapat mempengaruhi
periodisitas mikrofilaria adalah kadar zat asam dan zat lemas di dalam darah, aktivitas
hospes, “irama sirkadian”, jenis hospes dan jenis parasit, tetapi secara pasti mekanisme
periodisitas mikrofilaria tersebut belum diketahui.
Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefascitus.
Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Biasanya parasit
ini tidak ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
A.4. Siklus Hidup
Gambar siklus hidup Wuchereria bancrofti (terlampir).
Daur hidup parasit ini memerlukan waktu sangat panjang. Masa pertumbuhan
parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan
tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7 bulan, sama dengan
masa pertumbuhan parasit ini di dalam Presbytis. Mikrofilaria yang terisap oleh
nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan
bersarang di antara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya
menyerupai sosis dan disebut larva stadium 1. Dalam waktu kurang lebih seminggu,
larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang dan disebut larva
stadium II. Pada hari ke-10 dan selanjutnya, larva ini bertukar kulit sekali lagi, tumbuh
makin panjang dan lebih kurus dan disebut larva stadium III.
Gerak larva stadium III ini sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke
rongga abdomen dan kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila manusia, maka
larva tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk ke dalam tubuh hospes dan
4
bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva ini mengalami dua
kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, stadium V atau cacing dewasa.
A.5. Patologi
Gejala klinis filariasis limfatik dapat dibagi dalam dua kelompok. Yang
disebabkan oleh cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograd
dalam stadium akut, disusul dengan obstruktif menahun 10-15 tahun kemudian.
Mikrofilaria yang biasanya tidak menimbulkan kelainan, dalam keadaan tertentu
dapat menyebabkan occult filariasis. Perjalanan penyakit filariasis limfatik dapat dibagi
dalam beberapa stadium : stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan
stadium menahun. Ketiga stadium tersebut tumpang tindih, tanpa ada batas yang nyata.
Gejala klinis filariasis bankrofti yang terdapat disuatu daerah mungkin berbeda dengan
yang terdapat di daerah lain. Stadium akut ditandai dengan gejala peradangan pada
saluran dan kelenjar limfe, berupa limfadenitis dan limfangitis retrograd. Gejala
peradangan tersebut hilang timbul beberapa kali dalam setahun dan berlangsung
beberapa hari sampai satu dua minggu lamanya. Yang paling sering dijumpai adalah
peradangan pada sistem limfatik alat kelamin, alat kelamin pria, menimbulkan
funikulitis, epididimitis dan orkitis. Saluran sperma yang meradang, membengkak
menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan. Kadang-kadang saluran sperma yang
meradang ini menyerupai hernia inkarserata. Pada stadium menahun gejala klinis yang
paling sering dijumpai adalah hidrokel. Kadang-kadang dijumpai gejala limfedema dan
elefantiasis yang dapat mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, buah zakar, payudara
dan vulva. Kadang-kadang dapat pula terjadi kiluria.
A.6. Pencegahan dan Pengendalian
Kegiatan pemberantasan meliputi pengobatan, pemberantasan nyamuk dan
penyuluhan. Pengobatan merupakan kegiatan utama dalam pemberantasan filariasis,
yang akan menurunkan ADR (Acute Disease Rate) dan mf rate (microfilarial rate).
Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada
beberapa cara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan
Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu menurunkan mf ratesampai < 1%.
5
Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat dengan prinsip dasa wisma. Penduduk usia
< 2 tahun, hamil, menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya. DEC diberikan
setelah makan dan dalam keadaan istirahat.
1) Dosis standar
Dosis tunggal 5 mg/kgBB; untuk filariasis bancrofti selama 15 hari, dan untuk filariasis
brugia selama 10 hari
2) Dosis bertahap
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia > 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk usia < 10 tahun pada
hari 14; disusul 5 mg/kgBB pada hari 512 untuk filariasis bancrofti dan pada hari 517
untuk filariasis malayi.
3) Dosis rendah
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia> 10 tahun, 1/2 tablet untuk usia < 10 tahun, seminggu
sekali selama 40 minggu.
Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas :
1) Pemberantasan nyamuk dewasa
Anopheles : residual indoor spraying
Aedes : aerial spraying
2) Pemberantasan jentik nyamuk
-- Anopheles : Abate 1%
-- Culex : minyak tanah
Mansonia : melenyapkan tanaman air tempatperindukan, mengeringkan rawa dan
saluran air
3) Mencegah gigitan nyamuk
-- Menggunakan kawat nyamuk/kelambu
-- Menggunakan repellent
Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu
dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang
penanggulangan filariasis (Liliana Kurniawan, 1994).
B. Brugia malayi dan Brugia timori
B.1. Klasifikasi
Klasifikasi Brugia malayi
6
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Spirurida
Famili : Onchocercidae
Genus : Brugia
Spesies : Brugia malayi
Klasifikasi Brugia timori
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Spirurida
Famili : Onchocercidae
Genus : Brugia
Spesies : Brugia timori
B.2. Morfologi
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan pembuluh limfe.
Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Brugia malayi betina
berukuran 55 mm x 0,16 mm, sedangkan yang jantan berukuran 22-23 mm x 0.09 mm.
Brugia timori betina berukuran 21-39 mm x 0,1 mm, sedangkan yang jantan berukuran
13-23 mm x 0,08 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung.
Ukuran mikrofilaria Brugia malayi adalah 200-260 mikron x 8 mikron dan Brugia
timori 280-310 mikron x 7 mikron.
Periodisitas mikrofilaria Brugia malayi adalah periodik nokturna, sub periodik
nokturna atau non periodik, sedangkan mikrofilaria Brugia timori mempunyai sifat
periodik nokturna.
B.3. Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Brugia malayi dan Brugia timori hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya
tidak dapat berkembang biak di perkotaan. Brugia malayi yang hanya hidup pada
7
manusia dan Brugia timori biasanya terdapat di daerah persawahan, sesuai dengan
tempat perindukan vektornya yaitu Anopheles barbirostris. Brugia malayi yang
terdapat pada manusia dan hewan biasanya terdapat di pinggir pantai atau aliran sungai,
dengan rawa-rawa. Brugia malayi terdapat di Asia (India, Asia Tenggara, Jepang).
Brugia timori hanya terdapat di Indonesia bagian timur yaitu NTT dan Timor-Timur.
Orang yang terkena penyakit ini adalah biasanya petani atau nelayan. Kelompok umur
dewasa muda paling sering terkena penyakit ini, sehingga produktifitas penduduk dapat
berkurang akibat serangan adenolimfangitis yang berulang kali.
B.4. Siklus Hidup
Gambar siklus hidup Brugia malayi/ Brugia Timori (terlampir).
Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles
barbirostris dan yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk
Mansonia. Brugia timori ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris.
Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia
kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk, kedua parasit ini juga mengalami dua
kali pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan III,
menyerupai perkembangan parasit Wuchereria brancofti. Di dalam tubuh manusia
perkembangan kedua parasit tersebut juga sama dengan perkembangan Wuchereria
bancrofti.
B.5. Patologi
Gejala klinis filariasis malayi sama dengan gejala klinis filariasis timori. Gejala
klinis kedua penyakit tersebut berbeda dengan gejala klinis filariasis bancrofti. Stadium
akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe,
yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe
inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di
ladang atau sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung antara 2-5 hari dan dapat sembuh
dengan sendirinya, tanpa pengobatan. Kadang-kadang peradangan pada kelenjar limfe
ini menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitir retrograd,
yang bersifat khas untuk filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat
8
sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalr ke
jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini
tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema.
Limfademitis dapat pula berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada
pangkal paha ini bila sembuh meniggalkan bekas sebagai jaringan parut dan tanda ini
merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejela dan
komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya. Pada
filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, berbeda dengan
filariasis brancofti. Limfedema biasanya menghilang lagi setelah gejala peradangan
menyembuh, tetapi dengan serangan berulang kali, lambat laun pembengkakan tungkai
tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah sembuh, akhirnya timbulah
elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial
tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis
brugia, elefantiasis hanya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang
lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali
di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti.
B.6. Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
Memakai lotion anti nyamuk untuk menghindari gigitan nyamuk sebagai vektor.
Rajin membersihkan tempat tinggal dan lingkungan sekitar agar perkembang
biakan nyamuk bisa diatasi.
Gaya hidup yang sehat dan megkonsumsi makanan yang bersih serta bergizi.
Pengendalian biasanya digunakan melalui tahap pengobatan. Hingga sekarang
obat DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang berbagai di beberapa negara di
Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5mg/kg berat badan/hari
selama 10 hari. Efek pengobatan pada filariasis brugia jauh lebih berat bila
dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis brankofti. Untuk
pengobatan masal pemberian dosis standar dan dosis tunggal tidak dianjurkan. Yang
dianjurkan adalah pemberian obat rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40
minggu) atau gram DEC 0,2-0,2% selama 9-12 bulan. Pengobatan dengan invermektin
sama dengan filariasis bankrofti. Untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang
9
sempurna, pengobatan ini perlu diulang beberapa kali. Stadium mikrofilaremia, gejala
peradangan dan limfadema dapat disembuhkan degan pengobatan DEC. Kadang-kadang
elefantiasis dini dan beberapa kasus elefantiasis lanjut, dapat pula diobati dengan DEC.
C. Loa loa
C.1. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Spirurida
Ordo : Filariroidea
Famili : Onchocercidae
Genus : Loa
Species : Loa loa
C.2. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk benang halus, berwarna putih susu, kepala lancip dan
terdapat papela lateral serta dua pasang pepela submedian. Cacing dewasa hidup dalam
jaringan subkutan, yang betina berukuran 50-70 x 0,5mm dan yang jantan berukuran
30-34 x 0,43 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilia yang beredar pada darah pada
siang hari. Mikrofilarianya mempunyai sarung berukuran 250-300 mikron x6-8,5
mikron dan intinya mencapai ujung ekor. Pada malam hari mikrofilaria berada pada
pembuluh darah paru-paru. Mikrofilaria dapat ditemukan dalam urin, dahak, sumsum
tulang belakang. Parasit ini ditularkan oleh lalat chrysops.
C.3. Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidiata
yang mempunyai tempat perindukan di hutan yang berhujan dengan kelembapan tinggi.
Distribusi geografis loaiasis manusia terbatas pada hutan hujan dan rawa kawasan hutan
Afrika Barat, terutama di Kamerun dan di Sungai Ogowe. Lalat-lalat ini menyerang
manusia yang sering masuk hutan sehingga penyakitnya lebih banyak ditemukan pada
pria dewasa.
10
C.4. Siklus Hidup
Gambar siklus hidup Loa loa (terlampir).
Mikrofilia mempunyai sarung berukuran 250-300 mikron x6-8,5 mikron, dapat
ditemukan dalam urin, dahak dan kadang-kadang ditemukan dalam cairan sumsum
tulang belakang. Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Mikrofilia yang beredar
dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga,
mikrofilia tumbuh menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya.
Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian
berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria.
C.5. Patologi
Gejala yang khas dari loaiasis dengan terbentuknya pembengkakan calabar
swelling di sekitar sendi dan lengan atas. Gejala ini disebabkan reaksi allergi terhadap
cacing dewasa yang migrasi ke jaringan subkutan, biasanya timbul setelah tiga minggu.
Migrasinya ke jaringan subkonjungtiva menyebabkan gejala iritis, tetapi tidak sampai
menimbulkan kebutaan. Aktifitas cacing tampak atau dapat dilihat di jaringan
subkonjungtiva, sedangkan mikrofilarianya tidak menimbulkan dampak yang serius,
hanya
ditakutkan timbulnya ensefalitis (Nurtjahjo et al., 1994).
Cacing dewasa yang mengembara pada jaringan subkutan dan mikrofilaria yang
beredar dalam darah seringkali tidak menimbulkan gejala. Cacing dewasa dapat
ditemukan di seluruh tubuh dan seringkali menimbulkan gangguan di konjungtiva mata
dan pangkal hidung dengan menimbulkan iritasi pada mata, mata sendat, sakit, pelupuk
mati menjadi bengkak sehingga mengganggu penglihatan. Pada saat-saat tertentu
penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh cacing
dewasa dan menyebabkan reaksi radang bersifat temporer. Kelainan yang khas ini
dikenal dengan nama calabar swelling atau fugitive swelling. Pembengkakan jaringan
yang tidak sakit dan nonpitting ini dapat menjadi sebesar telur ayam. Lebih sering
terdapat di tangan, lengan atau sekitarnya. Timbulnya secara spontan dan menghilang
setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi supersensitif hospes terhadap
parasit. Masalah utama adalah bila cacing masuk ke otak dan menyebabkan ensefalitis.
11
Cacing dewasa dapat pula ditemukan dalam cairan serebospinal pada orang yang
menderita meningoensefalitis.
C.6. Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti :
Menghindari gigitan lalat
Selalu hidup bersih dan sehat agar lalat tidak bisa masuk ke dalam lingkungan
kita.
Pengendalian bisa dilakukan dengan pengobatan. Penyembuhan sempurna
diperoleh jika cacing dewasa dapat dikeluarkan dari dalam jaringan. Reaksi alergi dapat
dikurangi dengan pemberian epinefrin dan antihistamin atau desensitisasi dengan
ekstrak filaria. Obat yang dapat dipergunakan dalam terapi diantaranya adalah DEC,
Suramin dan Ivermektin serta Mebendazole.
D. Onchocerca volvulus
D.1. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Spirurida
Famili : Onchocercidae
Genus : Onchocerca
Species : Onchocerca volvulus
D.2. Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat melingkar satu dengan yang lainnya
seperti benang kusut dalam benjolan (tumor). Cacing betina berukuran 33,5-50 mm x
270-400 mikron dan cacing jantan 19-42 mm x 130-210 mikron. Bentuknya seperti
kawat berwarna putih, opalesen dan transparan. Cacing betina yang gravid
mengeluarkan mikrofilaria di dalam jaringan subkutan, lalu microfilaria meninggalkan
jaringan subkutan mencari jalan ke kulit. Mikrofilaria mempunyai dua macam ukuran
12
yaitu 285-368 x 6-9 mikron dan 150-287 x 5-7 mikron. Bagian kepala dan ujung ekor
tidak ada inti dan tidak mempunyai sarung.
D.3. Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Tempat perindukan vektor (simulium) terdapat di daerah pegunungan yang
mempunyai air sungai yang deras seperti di Afrika Barat, Afrika Timur, Meksiko,
Venezuela, Guatemala, Arabia Selatan dan Yaman. Lalat ini suka menggigit manusia di
sekitar sungai tempat perindukannya. Penyakit ditemukan baik pada orang dewasa
maupun pada anak. Infeksi yang menahun seringkali diakhiri dengan kebutaan.
Kebutaan terjadi pada penduduk yang berdekatan dengan sungai, makin jauh dari
sungai, kebutaan makin berkurang, oleh karena itu penyakit ini dikenal dengan nama
river blindness. Onkosersiasis tesebar di Afrika, dari Pantai Barat Sieera Leone sampai
ke Kongo, Angola, Sudan dan Afrika Timur. Penyakit ini juga dapat ditemukan di
Amerika Tengah, khususnya di Guatemala dan Meksiko. Pernah juga dilaporkan adanya
kejadian onkosersiasis di Venezuela, Colombia, Suriname, Brazil dan Ekuador.
D.4. Siklus Hidup
Gambar siklus hidup Onchocerca volvulus (terlampir).
Bila lalat Simulium menusuk kulit dan menghisap darah manusia, maka
mikrofilaria akan terisap oleh lalat kemudian mikrofilaria menembus lambung lalat,
masuk ke dalam otot toraks. Setelah 6-8 hari berganti kulit dua kali dan menjadi larva
infektif. Larva infektif masuk ke dalam probosis lalat dan dikeluarkakn bila lalat
menghisap darah manusia. Larva masuk lagi ke dalam jaringan ikat menjadi dewasa
dalam tubuh hospes dan mengeluarkan mikrofilia.
D.5. Patologi
Ada dua macam proses patologi yang ditimbulkan oleh parasit ini, pertama oleh
cacing dewasa yang hidup dalam jaringan ikat yang merangsang pembentukan serat-
serat yang mengelilingi cacing dalam jaringan, kedua oleh mikrofilaria yang
dikeluarkan oleh cacing betina dan ketika mikrofilaria beredar dalam jaringan menuju
kulit. Pada umumnya lesi mengenai kulit dan mata. Kelainan yang disebabkan oleh
cacing dewasa merupakan benjolan-benjolan yang dikenal sebagai onkoselkoma dalam
13
jaringan subkutan. Ukuran benjolan bermacam-macam dari yang kecil sampai sebesar
lemon. Jumlah benjolanpun bermacam-macam dari sedikit sampai lebih dari seratus.
Letak benjolan biasanya di atas tonjolan-tonjolan tulang seperti pada skapula, iga,
tengkorak, siku-siku, krista iliaka lutut dan sakrum dan menyebabkan kelainan
kosmetik. Benjolan dapat digerak-gerakan dan tidak terasa sakit. Kelainan yang
ditimbulkan oleh mikrofilia lebih hebat daripada oleh cacing dewasa karena mikrofilaria
dapat menyerang mata dan menimbulkan gangguan pada saraf-saraf optik dan retina
mata. Ada beberapa anggapan tentang patologi kelainan mata yaitu: 1) reaksi mekanik
atau reaksi sekret yang dikeluarkan oleh mikrofilia hidup, 2) toksin yang dihasilkan oleh
mikrofilia mati, 3) toksin dari cacing dewasa dan 4) penderita supersensitif terhadap
parasit. Pertama-tama gejala yang timbul adalah fotofobia, lakrimasi, blefarospasmus,
dan sensari dari benda asing. Kelainan mata lebih banyak ditemukan pada penduduk
dengan banyak benjolan di bagian atas badan. Reaksi radang tidak begitu hebat bila
mikrofilaria masih dalam keadaan hidup tetapi reaksi radang makin hebat bila mikrofilia
banyak yang mati. Hal ini perlu diperhatikan pada waktu pengobatan. Sering ditemukan
limbidis dengan pigmentasi coklat. Pada kasus menahun dapat terjadi keratitis berbintik,
glaukoma, atrofi, yang berakhir dengan kebutaan. Pruritik dermatitis disebabkan oleh
adanya gerakan mikrofilaria dan toksin yang dilepaskannya disebabkan dalam kulit.
Timbul rash yang berupa lingkaran-lingkaran papel kecil-kecil yang berdiameter 1-3
mm. Kemudian timbul edema kulit, kulit menebal dan terjadi likenifikasi. Kulit
kehilangan selastisitasnya dan menimbulkan keadaan yang disebut hanging groin , yaitu
kulit menggantung dalam lipatan-lipatan di bawah inguinal.
D.6. Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari gigitan lalat, atau dengan
memakai baju yang tebal, bisa juga dengan pemberian obat sebulan sekali selama 3 hari
berturut-turut.
Pengendalian dalam hal ini dilakukan dengan cara pengobatan. Dietilkarbamasin
tidak lagi dipakai mengingat efek sampingnya yang berat. Obat yang dipakai adalah
invermektin baik untuk pengobatan masal maupun selektif.
E. Dracunculus medinensis
14
E.1. Klasifikasi
Phylum: Nemathelminthes
Class : Nematoda
Order : Camallanidae
Family : Dracunculidae
Genus : Dracunculus
Species: Dracunculus medinensis
E.2. Morfologi
Dracunculus medinensis atau cacing Madinah (dulu endemik dikota Madinah,
sekarang dinyatakan sudah musnah dari sana oleh WHO) merupakan parasit pada
manusia dan mamalia di Asia dan Afrika. Larvanya terdapat pada tubuh Cyclops sp.
diperairan tawar. Cacing ini berbentuk silindris dan memanjang seprti benang.
Permukaan tubuh berwarna putih susu dengan kutikula yang halus. Ujung anterior
berbentuk bulat tumpul sedangkan ujung posterior melengkung membentuk kait.
Memiliki mulut yang kecil dan ujung anteriornya dikelilingi paling sedikit 10 papila.
Cacing jantan panjangnya 12-29 mm dan lebarnya 0,4 mm Cacing betina panjangnya
500-1200 mm dan lebarnya 0,9-17 mm.
E.3. Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Dracunculiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang Dracunculus
medinensis yang menyebabkan rasa sakit, luka kulit meradang dan radang sendi yang
melemahkan. Infeksi tersebut terjadi sebagian besar pada jalur sempit melintasi
beberapa negara di daerah Afrika Selatan dan di Yaman dan hanya berlangsung pada
musim tertentu. Dranculus medinensis tersebar di Afrika Utara, barat dan Tengah, Asia
Barat daya, Amerika Selatan bagian Timur Laut, Tiongkok, dan yang paling banyak
terdapat di India Barat.
E.4. Siklus Hidup
15
Siklus hidup Dracunculus medinensis akan berlanjut bila manusia atau hospes
terminal lain termakan Cyclops yang mengandung larva stadium tiga. Larva akan keluar
dari Cyclops dengan bantuan cairan lambung penderita. Selanjutnya larva akan
menembus mukosa usus penderita dan bermigrasi melalui dinding saluran pencernaan
menuju jaringan ikat longgar, biasanya jaringan retroperitoneal. Disanalah larva stadium
tiga tersebut berkembang menjadi cacing dewasa, jantan dan betina. Waktu yang
diperlukan untuk proses tersebut sekitar 8-12 bulan. Kopulasi cacing jantan dan betina
juga terjadi di jaringan ikat longgar, bukan di saluran cerna.
Cacing betina yang telah dibuahi/gravid juga mengalami proses pematangan di
jaringan retro-peritoneal. Hampir keseluruhan tubuh cacing betina gravid ini dipenuhi
oleh uterus yang berkembang dan berisi dengan larva stadium pertama. Selanjutnya
cacing tersebut akan bermigrasi ke jaringan subcutan dan permukaan kulit, terutama
bagian tubuh yang banyak kontak dengan air.
Saat ujung kepala cacing betina gravid mencapai kulit, terbentuklah lesi berupa papula.
Hal ini terjadi karena dikeluarkannya sejumlah toksin yang merusak jaringan disekitar
cacing itu berada. Dalam waktu 24 jam, lesi dapat berubah menjadi vesikula tetapi
terkadang dapat pula membesar sampai beberapa hari sebelum menjadi vesikula. Dan
dalam waktu 2 minggu, vesikula tersebut akan pecah dan membentuk ulkus. Uterus
cacing akan keluar melalui bagian terdepan dari dinding vesikula yang pecah dan
kemudian mengeluarkan larva stadium pertama. Proses pengeluaran larva ini
berlangsung sampai beberapa kali hingga semua larva habis dan uterus benar-benar
kosong. Diperkirakan proses ini terjadi selama 3 minggu. Seekor cacing betina gravid
dapat mengeluarkan larva stadium pertama sampai 3 juta ekor. Larva tersebut dapat
bertahan hidup 1-2 minggu, dan akan mati bila tidak dimakan oleh Cyclops.
Larva yang dimakan oleh Cyclops masuk ke dalam saluran pencernaan dan
mengalami dua kali perubahan sampai menjadi bentuk infektif. Proses perubahan ini
memerlukan waktu sekitar 14 hari, pada suhu 26oC dan larva tidak akan menjadi
infektif jika tidak mengalami metamorfosis. Dalam kondisi normal Cyclops dapat
bertahan hidup sampai 3 bulan dan mampu memakan 15-20 larva. Bila Cyclops tidak
dimakan oleh hospes terminal, dengan sendirinya Cyclops dan larva di dalamnya akan
mati. Siklus ini berlangsung terus seperti diatas.
16
Sementara itu, cacing betina gravid yang gagal mencapai permukaan kulit, akan
mati dan mengalami proses pengapsulan di jaringan ikat. Begitu pula cacing jantan
dewasa yang mati akan mengalami proses yang sama (Lambok Siahaan, 2004).
E.5. Patologi
Gejala-gejala diawali ketika cacing tersebut menembus kulit. Sebuah lepuhan
terbentuk pada bukaan. Daerah di sekitar lepuhan gatal, terbakar, dan meradang,
bengkak, merah, dan menyakitkan.Material yang dilepaskan cacing tersebut bisa
menyebabkan reaksi alergi, yang bisa mengakibatkan kesulitan bernafas, muntah, dan
ruam yang gatal. Gejala-gejala reda dan lepuhan tersebut sembuh setelah cacing dewasa
meninggalkan tubuh. Sekitar 50% orang mengalami infeksi bakteri di sekitar bukaan
karena cacing tersebut. Kadangkala persendian dan tendon di sekitar lepuhan rusak. Bila
cacing tidak sampai dikulit maka akan mengalami disintegrasi / pengapuran.
E.6. Pencegahan dan Pengendalian
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Penyaringan air minum melalui kain katun tipis.
2. Merebus air hingga mendidih sebelum digunakan.
3. Meminum air berklorin membantu mencegah dracunculiasis.
Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan cara pengobatan. Biasanya, cacing
dewasa pelan-pelan diangkat lebih dari sehari sampai seminggu dengan memutarnya
pada sebuah batang. Cacing tersebut bisa diangkat dengan cara operasi setelah bius
lokal digunakan, tetapi pada banyak daerah, metode ini tidak tersedia. Orang yang juga
mengalami infeksi bakteri kadangkala diberikan metronidazole untuk mengurangi
peradangan.
17
KESIMPULAN
Nematoda darah dan jaringan terdiri dari Wuchereria bancrofti, Brugia malayi
dan Brugia timori, Loa-loa, Onchocerca volvulus dan Dracunculus medinensis .
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa-loa, dan Onchocerca volvulus
dapat menyebabkan filariasis. Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori
dapat menyebabkan penyakit filariasis limfatik. Vektor dari penyakit tersebut adalah
Aedes, Anopheles, Culex dan Mansonia. Wuchereria bancrofti dewasa jika dalam
keadaan hidup akan menyebabkan limfangitis dan akan menyebabkan obstruksi limfatik
jika dalam keadaan mati. Occult filariasis kadang-kadang terjadi akibat larva
Wuchereria bancrofti. Brugia malayi dan Brugia Timori memiliki patogenesis yang
berbeda dengan Wuchereria bancrofti. Elefantiasis pada filariasis brugia hanya
mengenai tungkai bawah lutut dan kadang-kadang lengan bagian bawah. Elefantiasis
tidak terjadi pada alat kelamin, kiluria dan payudara.
Onchocerca volvulus menyebabkan penyakit onchocerciasis yang ditandai
dengan adanya benjolan berukuran 5-25 cm (umumnya lebih dari 3 buah) diseluruh
bagian tubuh (tempat yang terbuka). Komplikasi akan menimbulkan hidrokel,
elefantiasis genital/ kaki dan hanging groin. Infeksi akut dapat menyebabkan kelainan
mata, menimbulkan gangguan pada saraf-saraf optik dan retina mata. Vektor pembawa
onchocerciasis adalah Simulum. Sementara itu, Loa loa menyebabkan penyakit loaiasis
yang tersebar di Afrika Barat dan di Afrika Tengah. Gejala yang khas dari loaiasis
dengan terbentuknya pembengkakan calabar swelling di sekitar sendi dan lengan atas.
Cacing dewasa yang mengembara pada jaringan subkutan dan mikrofilaria yang beredar
dalam darah seringkali tidak menimbulkan gejala. Vektor pembawa loaiasis adalah
Chrisops.
Dracunculus medinensis menyebabkan dracunculiasis yang menyebabkan rasa
sakit, luka kulit meradang dan radang sendi yang melemahkan. Gejala-gejala diawali
ketika cacing tersebut menembus kulit. Sebuah lepuhan terbentuk pada bukaan. Daerah
di sekitar lepuhan gatal, terbakar, dan meradang-bengkak, merah, dan menyakitkan.
Material yang dilepaskan cacing tersebut bisa menyebabkan reaksi alergi, yang bisa
mengakibatkan kesulitan bernafas, muntah, dan ruam yang gatal.
18
Upaya pencegahan dan pengendalian dari penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh nematoda darah dan jaringan diantaranya dengan melakukan pengendalian vektor,
pemindahan nodul, terapi obat antifilariasis dan edukasi. Obat yang dapat digunakan
diantaranya DEC, Ivermektin, Suranin dan Mebendazol.
19
DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada, Srisasi,dkk, 2004, Parasitologi Kedokteran Edisi III , balai
Penerbit FKUI, Jakarta
http://emedicine.medscape.com/article/217776-media, Filariasis, Oleh
Siddharth Wayangankar, diakses tanggal 9 Maret 2011
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3547/1/parasitologi-lambok.pdf,
Dracunculiasis: Suatu Infeksi nematoda Jaringan, Oleh Lambok Siahaan, diakses
tanggal 13 Maret 2011
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05FilariasisAspekKlinis96.pdf/
05FilariasisAspekKlinis96.html, Filariasis- Aspek klinis, diagnosis, pengobatan dan
pemberantasannya , oleh Lilianan kurniawan, Pusat Penelitian Penyakit Menular,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen kesehatan RI, diakses
tanggal 9 maret 2011
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12Filariasis92.pdf/12Filariasis92.html,
Filariasis, Siklus Hidup dan Diagnosis Laboratorium, Nurtjahjo dan Ida Aju Brahma
Dewi, diakses tanggal 9 Maret 2011
Prianto, Juni L., P.U., Tjahaya dan Darwanto, 1994, Atlas Parasitologi
Kedokteran, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Staf Pengajar FKUI, 1998, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
20
LAMPIRAN
Gambar siklus hidup Wuchereria bancrofti
Gambar siklus hidup Brugia malayi
21
Gambar siklus hidup Loa loa
Gambar siklus hidup Loa loa
Gambar siklus hidup Onchocerca volvulus
22
Gambar Siklus Hidup Dracunculus medinensis
23
24
top related