noptimasi volume air dalam pembuatan bubuk dari limbah skim santan kelapa...
Post on 18-Jan-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
nOPTIMASI VOLUME AIR DALAM PEMBUATAN BUBUK DARI LIMBAH SKIM SANTAN KELAPA DI CV HERBA BAGOES MALANG
SKRIPSI
Oleh:
IQBAL RACHMAT FAUZI
135100101111053
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Optimasi Volume Air Blansing dalam Pembuatan Bubuk
Skim Santan Kelapa di CV Herba Bagoes Malang
Nama : Iqbal Rachmat Fauzi
NIM : 135100101111053
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Simon B. Widjanarko, M.App.Sc.
NIP. 195210031979031002
Tanggal Persetujuan :
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Optimasi Volume Air Blansing dalam Pembuatan Bubuk
Skim Santan Kelapa di CV Herba Bagoes Malang
Nama : Iqbal Rachmat Fauzi
NIM : 135100101111053
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,
Dr. Ir. Aji Sutrisno., M.Sc Ir. Wahono Hadi Susanto, Ms
NIP. 196802231993031002 NIP. 195304101980021002
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Simon B. Widjanarko, M.App.Sc.
NIP. 195210031979031002
Ketua Jurusan,
Prof. Dr. Teti Estiasih, STP., MP.
NIP. 19701226 200212 2 001
Tanggal Lulus :
iv
RIWAYAT HIDUP
Iqbal Rachmat Fauzi dilahirkan di Surabaya, 13 Mei
1995 dari ayah yang bernama Asep Saepulloh Effendi
dan ibu bernama Fitri Haamidah sebagai putra pertama
dari tiga bersaudara. Penulis menjalani studi pendidikan
sekolah dasar di SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo.
Penulis kemudian melanjutkan studi di SMP Negeri 1
Candi. Tiga tahun kemudian tepatnya tahun 2010,
penulis melanjutkan studi ke jenjang sekolah menengah
atas yaitu SMA Negeri 2 Sidoarjo.
Pada tahun 2013 penulis memilih Program Studi Ilmu
dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya. Penulis diterima di Universitas Brawijaya
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2013.
Pada masa pendidikannya, penulis aktif baik di organisasi maupun kepanitiaan.
Penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa English for specific purposes Fakultas
Teknologi Pertanian Departemen HRD sebagai Ketua Divisi periode 2015 – 2016
dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (Himalogista) sebagai Staff
Divisi Kaderisasi dan Organisasi periode 2014 – 2015, serta staff Public Relation
periode 2013 – 2015. Penulis juga aktif terlibat dalam berbagai kepanitiaan
diantaranya anggota Divisi Sponsorship ESP Great Present 2014, Divisi
Transkoper PKK-FTP Fakultas Teknologi Pertanian 2015, Ketua Pelaksana ESP
Great Present 4 2015, Ketua Divisi Transkoper Agritech Sport 2016, Steering
Committee Agritech Sport 2017. Pada tahun 2017 penulis telah berhasil
menyelesaikan pendidikannya dan mendapatkan gelar Sarjana Teknologi
Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakulas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya Malang.
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Iqbal Rachmat Fauzi
NIM : 135100101111053
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Skripsi : Optimasi Volume Air Blansing dalam Pembuatan Bubuk
Skim Santan Kelapa di CV Herba Bagoes Malang
Menyatakan bahwa,
Skripsi dengan judul diatas merupakan karya asli penulis serta Prof. Dr. Ir. Simon
B. Widjanarko, M.App.Sc. selaku dosen pembimbing. Apabila dikemudian hari
terbukti pernyataan ini tidak benar, saya bersedia dituntut sesuai hukum yang
berlaku.
Malang, September 2017
Pembuat Pernyataan,
Iqbal Rachmat Fauzi
NIM. 135100101111053
vi
Iqbal Rachmat Fauzi. 135100101111053. Optimasi Volume Air Blansing dalam Pembuatan Bubuk Skim Santan Kelapa di CV Herba Bagoes Malang. SKRIPSI. Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Simon B. Widjanarko, M.App.Sc.
RINGKASAN
Kelapa merupakan tanaman tropis yang tersebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia. Kelapa merupakan tanaman perkebunan terluas bahkan mengalahkan karet dan kelapa sawit, luas nya mencapai 3,70 juta ha atau setara dengan 26% total area perkebunan indonesia (Allorerung dan Mahmud, 2005). Manfaat kelapa yang sekarang sedang tumbuh pesat adalah produk VCO (virgin coconut oil).
Produk VCO mulai berkembang di berbagai wilayah nusantara tak terkecuali kota Malang. Perusahaan CV Herba Bagoes sebagai pelopor pembuatan VCO di kota Malang menggunakan teknologi pemecahan emulsi minyak santan kelapa mengahasilkan berbagai hasil samping dari proses produksi VCO salah satunya adalah skim santan kelapa atau biasa disebut sarmin. Diduga sarmin tersebut masih memiliki kandungan protein dan zat gizi sehingga perlu penanganan lebih lanjut seperti pembuatan bubuk dari limbah tersebut sebagai produk dengan nilai ekonomis tinggi menggunakan proses koagulasi dan proses pem-blanching-an serta menggunakan metode pengering kabinet.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia serta mencari perlakuan terbaik dari pembuatan bubuk skim santan kelapa terhadap jumlah air pada proses blanching. Sehingga, produk tersebut dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial di bidang industri pangan secara optimal. Penelitian ini menggunakan metode RSM (Response Surface Method) dengan satu faktor yaitu jumlah air pada proses blanching dan tiga respon yaitu kadar rendemen, kadar protein dan total gula yang diolah menggunakan Design Expert versi 7.1.5. Analisa yang dilakukan pada produk bubuk skim santan yaitu fisik dan kimia. Analisa fisik meliputi persentase rendemen, warna, kelarutan protein, daya emulsi, dan daya kembang buih. Sedangkan analisa kimia meliputi derajat keasaman, kandungan protein, lemak, total gula, abu, dan kadar air.
Tujuan yang didapat dari penelitian ini adalah faktor jumlah volume air yang digunakan dalam proses blanching dapat memengaruhi hasil rendemen, kadar protein dan total gula pada pembuatan bubuk skim santan kelapa. Hasil analisis volume air optimum didapatkan berjumlah 1021.50 ml per 200 gram sampel. Proses pemanasan yang dilakukan menggunakan metode koagulasi, blanching, dan pengeringan kabinet mampu memengaruhi atribut fisik dan kimia bubuk skim santan kelapa. Perlakuan blanching mampu menurunkan 1.54% air, 0.41% abu, 12.20% karbohidrat, dan 3.19% total gula serta menaikkan 12.18% protein dan 2.38% lemak dari bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan blanching. Dengan sifat fisik memiliki nilai warna L=75.70, a=1.47, b=13.80, kelarutan 92%, indeks aktivitas emulsi 12.89 m2/g, daya buih 12.22% serta hasil rendemen 36.02% kelima atribut tersebut masing-masing hanya selisih kurang dari 2% dari bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan blanching.
Kata kunci : Bubuk Skim Kelapa Kelapa, RSM (Response Surface Method), Virgin Coconut Oil
vii
Iqbal Rachmat Fauzi. 135100101111053. Optimalization the Volume of Water Blanching In The Making of Skim Coconut Powder In CV Herba Bagoes Malang. SKRIPSI. Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Simon B. Widjanarko, M.App.Sc.
SUMMARY
Coconuts are tropical plant that spread around Indonesia. Coconuts are larger
plantation than palm coconut and rubber’s plants, the width of coconuts plantation up to 3,70 millions ha or as big as 26% total plantation area in Indonesia (Allorerung dan Mahmud, 2005). Coconut oil is growing fast now a day, especially VCO (virgin coconut oil).
VCO product has been expanded around Indonesia. In Malang CV Herba Bagoes has been produced VCO using emulsion breaking technology. CV Herba Bagoes produce few secondary result from VCO production and one of those is skim coconut milk or so called sarmin. Sarmin is estimated to contain proteins and other nutrients, there is needed an act to make this waste become useful with some treatments. These treatment are coagulation and blanching with cabinet drying method to make sarmin become protein powder.
This research’s goals were to know the physical and chemical characteristic and to know the best treatment for making skim coconut powder depend on volume of water in blanching process. With that result, the products were optimized as commercial product. This research was using RSM (Response Surface Method) one factor which was the volume of water in blanching process and three responses which were percentage of total solid, percentage of protein, and total of sugar and were calculated by design expert version 7.1.5. The coconut skim protein powder was analyzed by physical analysis which were percentage of total solid, color, solubility of protein, foaming capacity, emulsification and chemical analysis which were pH measurement, protein contain, fat contain, total of sugar, ash contain, and water contain.
This research resulted that 1021.50 mL per 200 grams sample were needed to optimize the process of blanching in the making of skim coconut powder. This method gave the percentage of total solid, protein contain and total amount of sugar. The heating process was using coagulation, blanching and cabinet dryer to influence the chemical and physical attribute of skim coconut powder. Blanching decreased 1.54% of water, 0.41% ash, 12.20% carbohydrate, and 3.19% total of sugar and also increased 12.18% of protein and 2.38% of lipid from skim coconut powder without blanching. Skim coconut powder after blanching had physicals characteristic of color L=75.70, a=1.47, b=13.80, solubility 92%, emulsification activity index 12.89 m2/g, foaming 12.22% and 36.02% total solid. The difference of those attribute were only 2% less than skim coconut powder without blanching.
Key word : Skim Coconut Powder, RSM (Response Surface Method), Virgin Coconut Oil
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, Puji syukur Allah SWT karena berkat rahmat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul
Optimasi Volume Air Dalam Pembuatan Bubuk Dari Limbah Skim Santan
Kelapa di CV Herba Bagoes Malang. Pada kesempatan ini penyusun ingin
menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu,
membimbing, melancarkan Tugas Akhir ini, khususnya kepada:
1. Bapak Asep Saepulloh Effendy dan Fitri Hamidah serta segenap keluarga
yang memberikan dukungan, doa, dan ilmunya kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Simon B. Widjanarko, M.App.Sc.. selaku dosen
pembimbing yang dapat membimbing untuk mempermudah pengerjaan Tugas
Akhir ini
3. Bapak Dr. Abdul Ghani selaku pemimpin CV. Herba Bagoes yang membantu
dan suka rela meminjamkan tempat produksinya untuk penelitian
4. Dianita Rosari sebagai rekan sebimbingan dan rekan seproduksi di CV Herba
Bagoes yang banyak membantu pengerjaan Tugas Akhir ini
5. Nurnadira Annisa Putri selaku partner yang tiada habis-habisnya memberi
support, waktu, dan doa untuk penulis
6. Dita Puspa, Marisa Anggara, Fatimah Mohammad, Amalia Rindy, Annisa Ayu
P., Bagas Aryo, dan Hasna Nadhiroh selaku teman amal ma’ruf nahi munkar
7. Erik Syafril dan Aldio Sutawan beserta teman-teman sejawat THP angkatan
2013 yang telah membantu dan berproses bersama sebagai mahasiswa
8. English for Specific Purposes dan Agritech Sport serta pihak-pihak terdekat
yang telah membantu dan berproses bersama.
Penulis mengakui bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih
terdapat beberapa kesalahan. Oleh dari itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Malang, 31 Juli 2017 Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................. ........................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................. .......................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................... ......................................... iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................ ......................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................. .......................................... v
RINGKASAN ....................................................................... ......................................... vi
SUMMARY .......................................................................... ........................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................... ....................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................ ......................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................. ......................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................. ....................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................... ....................................... xiv
I PENDAHULUAN ........................................................ .......................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... .......................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................... .......................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................... .......................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................... .......................................... 3
1.5 Hipotesis Penelitian ....................................................... .......................................... 3
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................... .......................................... 4
2.1 Kelapa (Cocos nucifera L.) ............................................. .......................................... 4
2.2 Santan ........................................................................... .......................................... 5
2.3 Virgin Coconut Oil (VCO) ............................................... .......................................... 5
2.4 Skim Kelapa Hasil Samping Pembuatan VCO ............... .......................................... 6
2.5 Protein pada Bubuk Skim Santan Kelapa ...................... .......................................... 7
2.6 Standar Bubuk ............................................................... .......................................... 9
2.7 Koagulasi Protein pada Skim Santan Kelapa ................. ........................................ 10
2.8 Efek Blanching pada Skim Santan Kelapa ..................... ........................................ 11
2.9 Pengeringan Kabinet ..................................................... ........................................ 11
2.10 Respons Surface Methodology (RSM) ......................... ........................................ 13
III METODE PENELITIAN .............................................. ........................................ 15
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ ........................................ 15
3.2 Alat dan Bahan .............................................................. ........................................ 15
3.3 Metode Penelitian .......................................................... ........................................ 16
3.4 Tahapan Penelitian ........................................................ ........................................ 17
3.4.1 Persiapan Rancangan Percobaan ......................... ........................................ 17
3.4.2 Persiapan Sampel ................................................. ........................................ 17
3.4.3 Analisa Pengamatan Data ..................................... ........................................ 18
3.4.4 Analisa Pengamatan Uji ........................................ ........................................ 18
3.4.4.1 Analisa Kimia ............................................... ............................. 18
3.4.4.2 Analisa Fisik .............................................. ........................................ 21
3.5 Diagram Alir ................................................................... ........................................ 23
3.5.1 Proses Mendapatkan Skim Santan Kelapa ........... ........................................ 23
3.5.2 Rancangan Percobaan pada Aplikasi Design Expert 7.1.5 ............................. 23
x
3.5.3 Proses Pembuatan Bubuk dari Limbah Skim Santan Kelapa
Pendahuluan ......................................................... ........................................ 24
3.5.4 Optimasi Volume Air Blanching ............................. ........................................ 24
3.5.5 Proses Pembuatan Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum............. 25
3.5.6 Analisa Sifat Fisik dan Kimia ................................. ........................................ 25
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................... ........................................ 26
4.1 Hasil Optimasi Volume Air dalam Proses Blanching pada
Proses Pembuatan Bubuk Skim Santan Kelapa............. ........................................ 26
4.2 Hasil Analisis Permukaan Respon Rendemen ............... ........................................ 27
4.2.1 Evaluasi Model Respon Rendemen ...................... ........................................ 27
4.2.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Rendemen ............................ 29
4.2.3 Normal Plot of Residuals dan Pengaruh Volume Air
dalam Proses Blanching terhadap Respon Rendemen .. ........................................ 30
4.3 Hasil Analisis Permukaan Respon Kadar Protein ........... ........................................ 31
4.3.1 Evaluasi Model Respon Kadar Protein .................. ........................................ 31
4.3.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Kadar Protein ........................ 34
4.3.3 Normal Plot of Residuals dan Pengaruh Volume Air
dalam Proses Blanching terhadap Respon Kadar Protein ....................................... 35
4.4 Hasil Analisis Permukaan Respon Total Gula ................ ........................................ 36
4.4.1 Evaluasi Model Respon Total Gula ....................... ........................................ 36
4.4.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Total Gula ............................. 39
4.4.3 Normal Plot of Residuals dan Pengaruh Volume Air
dalam Proses Blanching terhadap Respon Total Gula .. ........................................ 40
4.5 Penentuan Titik Optimum Volume Air dalam Proses Blanching .............................. 41
4.6 Verifikasi Hasil Optimum Volume Air dalam Proses Blanching ................................ 42
4.7 Karakteristik Kimia Bahan Baku Bubuk Skim Santan Kelapa
CV. Herba Bagoes ........................................................ ........................................ 43
4.7.1 Skim Santan Kelapa .............................................. ........................................ 43
4.7.2 Tahu Skim santan kelapa ...................................... ........................................ 43
4.8 Karakteristik Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum ................................ 44
4.8.1 Karakteristik Kimia Bubuk Skim Santan Kelapa
Perlakuan Optimum ....................................................... ........................................ 44
4.8.2 Karakteristik Fisik Bubuk Skim Santan
Kelapa Perlakuan Optimum ........................................... ........................................ 47
4.8.2.1 Karakteristik Kelarutan............................... ........................................ 48
4.8.2.2 Karakteristik Indeks Aktivitas Emulsi .......... ........................................ 48
4.8.2.3 Karakteristik Daya Buih ............................. ........................................ 49
4.8.2.4 Hasil Rendemen ........................................ ........................................ 49
4.8.3 Karakteristik Warna Bubuk Skim Santan Kelapa
Perlakuan Optimum ....................................................... ........................................ 49
V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................... ........................................ 51
5.1 Kesimpulan .................................................................... ........................................ 51
5.2 Saran ............................................................................. ........................................ 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ ........................................ 52
LAMPIRAN .......................................................................... ........................................ 58
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Buah Kelapa Per 100 Gram .... .......................................... 4
Tabel 2.2 Kandungan Kimia Santan Kelapa Per 100 Gram . .......................................... 5
Tabel 2.3 Kandungan Kimia Minyak Kelapa Murni ............... .......................................... 6
Tabel 2.4 Kandungan Nutrisi Skim Santan Kelapa Per 100 Gram .................................. 7
Tabel 2.5 Kandungan Asam Amino Bubuk Skim Santan ...... .......................................... 8
Tabel 2.6 Komposisi Bubuk Skim Susu ............................... .......................................... 9
Tabel 2.7 Jumlah Level Aman Konsumsi Harian Protein ...... ........................................ 10
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Menggunakan Metode RSM ..................................... 16
Tabel 4.1 Data hasil analisis optimasi volume air dalam proses
blanching pada pembuatan bubuk skim santan kelapa ................................. 26
Tabel 4.2 Data hasil pemilihan uraian jumlah kuadrat respon rendemen ...................... 27
Tabel 4.3 Data hasil analisis pemilihan model berdasarkan
pengujian ketidaktepatan respon rendemen ....... ........................................ 28
Tabel 4.4 Data hasil analisis pemilihan model berdasarkan ringkasan
statistik respon rendemen .................................... ........................................ 28
Tabel 4.5 Hasil analisa ragam (ANOVA) pada respon
rendemen model linier ........................................ ........................................ 29
Tabel 4.6 Data hasil pemilihan uraian jumlah kuadrat
respon kadar protein ............................................ ........................................ 32
Tabel 4.7 Data hasil analisis pemilihan model berdasarkan
pengujian ketidaktepatan respon kadar protein .... ........................................ 33
Tabel 4.8 Data hasil analisis pemilihan model berdasarkan
ringkasan statistik respon kadar protein .............. ........................................ 33
Tabel 4.9 Hasil analisa ragam (ANOVA) pada respon kadar
protein model linier.............................................. ........................................ 34
Tabel 4.10 Data hasil pemilihan uraian jumlah
kuadrat respon total gula ..................................... ........................................ 37
Tabel 4.11 Data hasil analisis pemilihan model berdasarkan
pengujian ketidaktepatan respon total gula .......... ........................................ 38
Tabel 4.12 Data hasil analisis pemilihan model berdasarkan
ringkasan statistik respon total gula ..................... ........................................ 38
Tabel 4.13 Hasil analisa ragam (ANOVA) pada respon
total gula model linier .......................................... ........................................ 39
xii
Tabel 4.14 Solusi titik optimum pada faktor volume air dalam proses
blanching terhadap respon rendemen, kadar protein, dan
total gula .............................................................. ....................... ................ 42
Tabel 4.15 Hasil verifikasi volume air dalam proses blanching
pada bubuk skim santan kelapa ........................... ....................... ................ 42
Tabel 4.16 Karakteristik kimia skim santan kelapa ............... ....................... ................ 43
Tabel 4.17 Karakteristik kimia tahu skim santan kelapa ....... ....................... ................ 44
Tabel 4.18 Perbandingan Karakteristik kimia
bubuk skim santan kelapa ................................... ....................... ................ 45
Tabel 4.19 Perbandingan karakteristik fisik bubuk skim
santan kelapa ...................................................... ....................... ................ 47
Tabel 4.20 Perbandingan karakteristik warna bubuk skim
santan kelapa ...................................................... ....................... ................ 49
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengering Kabinet ............................................ ........................................ 12
Gambar 2.2 Alur Udara Pengering Kabinet .......................... ........................................ 12
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Skim Santan Kelapa . ........................................ 23
Gambar 3.2 Diagram Alir Persiapan Rancangan Percobaan ........................................ 23
Gambar 3.3 Diagram Alir Persiapan Bubuk Skim Santan Kelapa Pendahuluan ............ 24
Gambar 3.4 Diagram Alir Optimasi Dan Verifikasi Sampel ... ........................................ 24
Gambar 3.5 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Skim Santan Kelapa ............................... 25
Gambar 3.6 Diagram Alir Analisa Uji Fisik dan Kimia ........... ........................................ 25
Gambar 4.1 Kurva Normal Plot of Residuals terhadap respon rendemen ..................... 30
Gambar 4.2 Grafik respon rendemen terhadap volume air
dalam proses blanching pada Design Expert 7.1.5 ................................... 31
Gambar 4.3 Kurva Normal Plot of Residuals terhadap respon
kadar protein ................................................... ........................................ 35
Gambar 4.4 Grafik respon kadar protein terhadap volume air
dalam proses blanching pada Design Expert 7.1.5 ................................... 36
Gambar 4.5 Kurva Normal Plot of Residuals terhadap respon
total gula .......................................................... ........................................ 40
Gambar 4.6 Grafik respon total gula terhadap volume air dalam
proses blanching pada Design Expert 7.1.5 ..... ........................................ 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur Pengujian ........................................... ........................................ 57
Lampiran 2 Tabel Hasil Rancangan Percobaan Desain Expert 7.1.5…….. ................... 62
Lampiran 3. Tabel Hasil Rancangan Percobaan Desain Expert 7.1.5........ ................... 62
Lampiran 4. Tabel Hasil Pengolahan Desain Expert 7.1.5......................... .................... 63
Lampiran 4.1 Hasil Verifikasi Desain Expert 7.1.5..................... .........................63
Lampiran 4.2 Hasil Coeffisient of Variation Rendemen.................. .................... 63
Lampiran 4.3 Hasil Persamaan Model Rendemen.................. ..................... .......64
Lampiran 4.4 Hasil Coeffisient of Variation Protein.......... ..................... ..............64
Lampiran 4.5 Hasil Persamaan Model Protein.......................... ..........................65
Lampiran 4.6 Hasil Coeffisient of Variation Total Gula.................. .................... .65
Lampiran 4.7 Hasil Persamaan Model Total Gula.................. ..................... ........66
Lampiran 5. Analisis Bahan Baku.......................................................... .........................66
Lampiran 5.1. Analisis Skim Santan Kelapa....................... .................... ............66
Lampiran 5.2. Analisis Tahu Skim Santan Kelapa....... .................... ...................67
Lampiran 6. Analisis Kimia................................................ .................... ..........................67
Lampiran 6.1. Analisis Kimia Bubuk Skim Santan
tanpa Perlakuan.................................................................. ........ 67
Lampiran 6.2 Analisis Kimia Bubuk Skim Santan Optimal.............. ................... 67
Lampiran 7. Analisis Fisik........................................................................... .................... 68
Lampiran 7.1. Analisis Fisik Bubuk Skim Santan
tanpa Perlakuan.................................................................... ...... 68
Lampiran 7.2 Analisis Fisik Bubuk Skim Santan Optimal.......... ..........................69
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian.......................................................... .................... 69
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa merupakan tanaman tropis yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Kelapa merupakan tanaman perkebunan terluas bahkan mengalahkan karet dan kelapa
sawit, luas nya mencapai 3,70 juta ha atau setara dengan 26% total area perkebunan
indonesia (Allorerung dan Mahmud, 2005). Manfaat kelapa sendiri sangat beragam dan
dapat diperoleh dari semua bagiannya dari akar, batang, daun tua, daun muda hingga buah.
Pemanfaatan yang paling menguntungkan dari segi ekonomis adalah pemanfaatan
sekunder dan tersier, yaitu diantaranya arang aktif, santan kelapa, minyak kelapa, VCO
(virgin coconut oil), dan sebagainya.
Tiga bentuk paling penting dari konsumsi kelapa adalah minyak kelapa, kelapa kering,
dan kelapa segar (termasuk air kelapa dan santan), bentuk terakhir mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat yaitu mencapai 30 persen dari konsumsi kelapa (ILO dan
UNDP, 2015). Menurut Seow dan Gwee (1997), santan kelapa memiliki kandungan setara
55 ± 3% air, 37 ± 2% lemak, dan 8 ± 2% protein. Sedangkan minyak kelapa yang sekarang
sedang tumbuh pesat dan sedang boom-ing adalah produk VCO (virgin coconut oil) yang
menurut Annex (2013) komponen terbesarnya mengandung asam laurat 45-53.5%, asam
miristat 16-21%, asam palmitat 7-10.5% dan beberapa gabungan asam lemak jenuh dan tak
jenuh lainnya.
Produk VCO mulai berkembang di berbagai wilayah nusantara tak terkecuali kota
Malang. Perusahaan CV Herba Bagoes sebagai pelopor pembuatan VCO di kota Malang
menggunakan teknologi pemecahan emulsi minyak santan kelapa. CV Herba Bagoes
menghasilkan berbagai hasil samping dari proses produksi VCO salah satunya adalah skim
santan kelapa atau biasa disebut sarmin. Diduga sarmin tersebut masih memiliki kandungan
protein dan zat gizi sehingga perlu penanganan lebih lanjut seperti pembuatan bubuk dari
limbah tersebut sebagai produk dengan nilai ekonomis tinggi menggunakan metode
pengering kabinet.
Protein dalam bidang pangan dapat dimanfaatkan sebagai elastisitas pada adonan roti,
pengemulsi dan pembuihan pada es krim, dan sebagai bahan substitusi untuk meningkatkan
sifat suatu bahan pangan (Srianta, 2000). Menurut Hagenmeier et al (1974), kandungan
protein dari skim santan kelapa yang dikeringkan dengan metode spray drying yaitu 25-30%
dengan standar deviasi 0.8%. Merujuk data tersebut, kandungan protein yang terdapat dari
skim santan kelapa cukup tinggi sehingga memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai
bahan dengan nilai ekonomi yang tinggi.
Penggumpalan pada santan kelapa dapat terjadi pada suhu diatas 80oC sehingga
menyebabkan sebagian aroma kelapa hilang dan terbentuknya fase padatan dan air
(Satoto, 1999). Tejada (1973) dalam Djatmiko (1983) melaporkan bahwa santan mempunyai
titik awal koagulasi pada suhu 80,9 oC dan sama sekali menggumpal pada suhu 85 oC. Pada
penelitian kali ini akan memanfaatkan sifat koagulasi santan yang dapat mudah terjadi jika
dipanaskan, lalu dilakukan proses Blanching dan pengeringan dengan pengering kabinet
untuk mendapatkan bubuk skim santan. Menurut Nurdjannah (2007), perbandingan berat
sampel dan air dalam proses Blanching berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan.
Proses Blanching juga dapat menurunkan kadar gula dan karbohidrat hingga 4% (Badwaik,
2012). Sehingga diharapkan didapatkan produk dengan kandungan protein tinggi dan
rendah gula. Perbandingan berat sampel dan jumlah volume air juga berpengaruh terhadap
energi yang digunakan dalam proses pembuatan bubuk skim santan kelapa. Pada penelitian
kali ini juga digunakan Design Expert 7.1.5 sehingga didapatkan volume air yang paling
optimal untuk dihasilkan kandungan protein yang tinggi, rendemen yang tinggi dan juga total
gula yang rendah secara efektif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah rasio perbandingan berat skim santan kelapa (sarmin) dengan air pada
proses Blanching untuk menghasilkan bubuk skim santan terbaik?
2. Bagaimana pengaruh proses Blanching terhadap rendemen, kandungan protein dan
total gula bubuk skim santan kelapa?
3. Bagaimana karakteristik fisik dan kimia optimal dari bubuk skim santan kelapa hasil
samping olahan VCO (virgin coconut oil) CV Herba Bagoes?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia serta mencari
optimalisasi volume air dari pembuatan bubuk skim santan pada proses Blanching.
Sehingga produk tersebut dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial di bidang industri
pangan secara optimal.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi karakteristik persentase rendemen, warna, kelarutan protein,
daya emulsi, daya buih, derajat keasaman, kandungan protein, lemak, total gula, abu,
dan kadar air bubuk skim santan kelapa
2. Memberikan alternatif pengolahan pangan lokal sumber protein tinggi yang tidak
termanfaatkan sehingga menjadi produk bernilai ekonomi tinggi secara optimal.
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini diduga rasio perbandingan berat skim santan kelapa
(sarmin) dengan air pada proses Blanching berpengaruh terhadap karakteristik fisik, dan
kimia bubuk skim santan kelapa (sarmin). Semakin tinggi volume air yang digunakan, maka
semakin rendah rendemen bubuk skim santan kelapa, semakin rendah kandungan protein
bubuk skim santan kelapa, dan semakin rendah kandungan total gula pada bubuk skim
santan kelapa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa (Cocos nucifera L.)
Kelapa (Cocos nucifera L.) adalah tanaman tropis yang tersebar di hampir seluruh
wilayah Nusantara. Kelapa merupakan tanaman perkebunan dengan area terluas di
Indonesia melebihi karet dan kelapa sawit (Allorerung dan Mahmud, 2005). Menurut
Woodroof (1979), kelapa adalah jenis tanaman yang dapat diklasifikasikan sebagai Kelas
monocotyledonae, Ordo palmae, Famili arecaceae, dan Genus cocos.
Morfologi tanaman kelapa terdiri dari akar kelapa yang berbentuk serabut, dengan rata-
rata tebal akar 1 cm dan panjang 3-15 meter. Bentuk daun pohon kelapa adalah menyirip
dengan jumlah 100-130 helai daun. Batang pohon kelapa tidak bercabang dengan tinggi
hingga 30 meter dan lebar 30-40 cm. Daging buah kelapa terdiri atas epicarp buah yang
merupakan permukaan licin agak keras, lalu ada mesocarp yang biasa disebut sabut,
endocarp yang merupakan bagian tempurung yang keras sekali, dan putih lembaga atau
endosperm yang tebalnya 8-10 mm (Setyamidjaja, 1984).
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Buah Kelapa per 100 gram (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan
R1, 1981 dalam ebookpangan.com, 2006).
komposisi Daging Buah Kelapa
Muda ½ Tua Tua
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
68.0
1.0
0.9
14.0
7.0
30.0
1.0
0.0
0.06
4.0
83.0
180.0
4.0
15
10.0
8.0
55.0
1.3
10.0
0.05
4.0
70.0
359.0
3.4
34.7
14.0
21.0
98.0
2.0
0
0.1
2.0
46.0
2.2 Santan
Santan kelapa merupakan produk pangan berbahan dasar daging kelapa yang diparut
kemudian diperas berbentuk cairan putih. Santan merupakan emulsi minyak dalam air
(Mahmud, et al., 2005). Dengan adanya penambahan air tersebut maka akan
mempengaruhi komposisi dari santan kelapa itu sendiri (Prihatini, 2008). Menurut Srihari, et
al. (2010) santan memiliki kandungan tinggi lemak, air, dan protein yang cukup tinggi.
Sehingga santan merupakan bahan makanan yang mudah rusak dan cepat tengik dalam
beberapa jam (Palungkun, 2005).
Tabel 2.2 Kandungan Kimia Santan Kelapa per 100 gram (Prihatini, 2008).
Analisa Santan Kelapa
Santan murni Santan dengan
penambahan air
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Fosfor (mg)
Kalsium (mg)
Besi (mg)
Air (g)
324.0
4.2
34.3
5.6
1.9
14.0
1.3
54.9
122.0
2.0
10.0
7.6
0.1
25.0
2.0
80.0
2.3 Virgin Coconut Oil (VCO)
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak yang dihasilkan dari buah kelapa segar. Pada
proses pembuatannya memanfaatkan santan kelapa yang telah diparut kemudian diproses
lebih lanjut, Virgin Coconut Oil (VCO) dapat dihasilkan tidak hanya menggunakan proses
panas yang tinggi, tetapi banyak alternatif lain yang dapat digunakan dalam pembuatan
minyak kelapa ini. Virgin Coconut Oil (VCO) bermanfaat bagi kesehatan tubuh, hal ini
disebabkan Virgin Coconut Oil (VCO) mengandung banyak asam lemak rantai menengah
(Medium Chain Fatty Acid / MCFA).
Virgin Coconut Oil (VCO) juga memiliki sejumlah sifat fisik yang menguntungkan,
diantaranya memiliki kestabilan secara kimia, bisa disimpan dalam jangka panjang dan tidak
cepat tengik, serta tahan terhadap panas relatif tahan terhadap panas, cahaya dan oksigen.
Komponen utama dari Virgin Coconut Oil (VCO) adalah asam lemak jenuh dan memiliki
ikatan ganda dalam jumlah kecil. Kandungan paling besar dalam minyak kelapa adalah
asam laurat (Hapsari, 2007).
Tabel 2.3 Kandungan Kimia Minyak Kelapa Murni (Setiaji, B dan Surip Prayogo, 2006).
Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh
Asam Laurat C11H23COOH 43.0 – 53.0
Asam Miristat C13H27COOH 16.0 – 21.0
Asam Kaprat C9H19COOH 4.5 – 8.0
Asam Palmitat C15H31COOH 7.5 – 10.0
Asam Kaprilat C7H15COOH 5.0 – 10.0
Asam Kaproat C5H11COOH 0.4 – 0.6
Asam Lemak Tak Jenuh
Asam Oleat C16H32COOH 1.0 – 2.5
Asam Palmitoleat C14H28COOH 2.0 – 4.0
2.4 Skim Kelapa Hasil Samping Pembuatan VCO
Skim santan hasil samping proses VCO didapat dari proses pemecahan emulsi santan
yang terdiri dari fraksi lemak dan air. Emulsi ini didinginkan pada temperatur tertentu dimana
minyak dapat mengkristal. Saat santan yang telah didinginkan ini kemudian diaduk dengan
beberapa pisau pemecah, komponen cairan dan minyak mulai terpisah. Saat fraksi ini
terpisah maka terjadi destabilisasi hebat (Cramp dkk., 2004 dalam Tangsuphoom dan
Coupland, 2009) sehingga menyebabkan fraksi minyak mampu mengkristal dalam jumlah
besar dan dipisahkan dari fraksi non lemaknya. Fraksi lemak akan diambil sebagai bahan
baku pembuatan VCO yang dimurnikan lebih lanjut, dan fraksi air merupakan santan dengan
lemak tereduksi atau skim santan. Skim santan merupakan santan dengan kandungan
lemak kurang dari 3,75% menurut Codex (Khuenpet, 2016).
Skim santan telah dijadikan berbagai produk komersil diantaranya adalah skim santan
UHT dan skim santan bubuk. Skim santan bubuk adalah salah satu wujud produk terbaik
untuk dapat meningkatkan kadar protein yang terkandung sehingga dapat dimanfaatkan
lebih luas untuk keperluan industri pangan seperti sebagai suplemen sumber protein,
sebagai pengemulsi, pembentuk jel, dan bahan pembusa. Skim santan bubuk dapat dibuat
dengan berbagai metode pengeringan diantanya adalah metode drum drying, spray drying,
dan freeze drying (Naik dkk., 2013). Kandungan gizi yang terdapat pada skim santan bubuk
telah diteliti oleh Hagenmaier dkk. (1974) sebagai berikut ini.
Tabel 2.4 Kandungan Nutrisi Skim Santan Per 100 Gram (Hagenmaier dkk., 1974)
Komposisi Kimia Jumlah
Protein 25 g
Lemak kasar 5 g
Karbohidrat 2,8 g
Serat kasar 0.03 g
Kalsium 0,17 g
Magnesium 0,26 g
Fosfor 0,5 g
Kalium 3,6 g
Natrium 0,9 g
Kadar abu 8,8 g
2.5 Protein pada Bubuk Skim Santan Kelapa
Skim santan kelapa merupakan salah satu bahan pangan yang tinggi protein
(Rajasekhatan and Sreenivasan, 1967). Protein yang terdapat pada bubuk skim santan
kelapa yang dikeringkan menggunakan spray-dried menghasilkan kadar protein sebagai
berikut, sebagai perbandingan dicantumkan kadar protein perbandingan pada telur.
Menurut Hagenmaier (1974), kelarutan protein dari bubuk skim santan kelapa
menggunakan pengering semprot cocok menggunakan pH netral untuk dilarutkan. Total
padatan dan protein bubuk skim santan kelapa dapat larut pada suhu 25oC dengan kondisi
pH 7 sebanyak 90%, sedangkan menurut Naik dkk. (2013), kelarutan protein menggunakan
metode pengeringan yang sama yaitu spray-dried menghasilkan kelarutan sebanyak 65%
saja. Bubuk skim santan kelapa menggunakan metode pengeringan menghasilkan berbagai
kelarutan yang berbeda, pada metode freeze drying dihasilkan kelarutan sebanyak 80% dan
pada metode drum-dried sekitar 62% saja.
2.5 Kandungan asam amino bubuk skim santan (Hagenmaier dkk., 1974)
Asam amino Massa (g/16g N-1
) Rasio perbandingan
dengan telur (%)
Essensial
Isoleusin 2,6 39
Leusin 5,4 61
Lisin 4,6 71
Fenilalanin 3,8 65
Tirosin 2,3 55
Sistein 1,7 71
Metionin 1,3 41
Treonin 2,4 47
Tryptofan 0,9 56
Valin 4,0 55
Non essensial
Histidin 2,2
Arginin 15,5
Asam Aspartat 7,1
Asam Glutamat 22,0
Serin 3,7
Prolin 3,5
Alanin 4,1
Glisin 3,8
TOTAL 90,9
Menurut Naik dkk. (2013), bubuk skim santan kelapa memiliki daya emulsifikasi yang
berbeda dipengaruhi oleh metode pengeringan yang dilakukan, pada metode pengeringan
freeze-dried dihasilkan indeks aktifitas emulsi tertinggi yaitu 25.1 m2/g, sedangkan untuk
metode spray-dried dan drum-dried lebih rendah dan tidak berbeda signifikan yaitu 14.86
m2/g dan 13.94 m2/g. Apabila dibandingkan dengan phosvitin yang berasal dari kuning telur
yang memiliki indeks aktivitas emulsi 21.5 m2/g (Duan dkk., 2016). Maka, indeks aktivitas
emulsi bubuk skim santan kelapa dengan metode freeze-dried lebih tinggi, namun pada
metode spray-dried dan drum-dried lebih rendah.
Bubuk skim santan kelapa memiliki daya buih yang berbeda dipengaruhi oleh metode
pengeringan yang dilakukan, pada metode pengeringan freeze-dried dihasilkan kapasitas
buih tertinggi yaitu 14.75%, sedangkan untuk metode spray-dried dan drum-dried lebih
rendah yaitu 9.26% dan 6.6%. Apabila dibandingkan dengan putih telur yang memiliki
kapasitas buih 60-70% (Lomakina K., Míková K., 2006). Maka, kapasitas buih bubuk skim
santan kelapa dengan metode freeze-dried,spray-dried dan drum-dried jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan kapasitas buih putih telur.
2.6 Standar Bubuk
Bubuk adalah produk yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air
melalui proses pengeringan produk cair dengan atau penambahan vitamin, mineral, dan
bahan tambahan pangan yang diizinkan (SNI, 2006). Standar kemanan produk ditetapkan
oleh Pemerintah Indonesia melalui keputusan BPOM atau pun mengacu kepada standar
SNI. Namun, standar kemanan dan kriteria bubuk skim santan kelapa yang dikeluarkan
Pemerintah Indonesia belum dapat ditemukan. Maka dari itu, standar keamanan dan kriteria
bubuk skim santan kelapa dapat dibandingkan dengan bubuk dari skim susu.
Bubuk dengan bahan dasar susu telah dilaporkan USDA memiliki kandungan air 12%,
protein 45,71%, lemak 17,14%, karbohidrat 18,50%, serat 7,1%, dan total gula 5,71%
(USDA, 2016). Sedangkan untuk standar keamanan susu skim bubuk yang diatur
pemerintah dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.00.06.1.52.4011 dapat menjadi
acuan standar keamanan produk bubuk skim santan kelapa.
Tabel 2.6 Komposisi Bubuk Skim Susu Menurut SNI 01-2970-2006
Sifat Susu Nilai
Bau dan rasa
Bahan kering
Kadar lemak
Kadar protein
Normal
Minimal 95 %
<1,5 %
min. 30 %
Peraturan jumlah konsumsi protein minimum per porsi harian diatur oleh Codex
Alimentarius Commission dalam GL-2005 yang juga dijadikan acuan oleh Departement of
Health (DH) United Kingdom. Berikut tabel rekomendasi konsumsi protein oleh WHO.
Tabel 2.7 Jumlah Level Aman Konsumsi Harian Protein (WHO, 2007)
Berat Badan (kg) Level Aman Konsumsi Harian (g/kg)
40 33
45 37
50 42
55 46
60 50
65 54
70 58
75 62
80 66
2.7 Koagulasi Protein pada Skim Santan Kelapa
Isolasi protein dilakukan untuk memisahkan protein suatu bahan dari komponen
lainnya. Isolasi protein pada prinsipnya terdiri atas tahap-tahap seperti ekstraksi,
penghilangan bahan tidak larut, pengendapan, pencucian, dan pengeringan isolat
(Natarajan, 1980). Pada pembuatan bubuk skim santan kelapa dilakukan proses
penggumpalan. Koagulasi adalah keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi sebagai
suatu koloid karena unit ikatan yang terbentuk banyak. Koagulasi juga merupakan kondisi
rusak nya protein yang terjadi akibat pemanasan dan terjadi adanya penggumpalan serta
pengerasan pada protein karena menyerap air (Makfoeld, 2008).
Penggumpalan pada santan kelapa dapat terjadi pada suhu diatas 80oC sehingga
menyebabkan sebagian aroma kelapa hilang dan terbentuknya fase padatan dan air
(Satoto, 1999). Tejada (1973) dalam Djatmiko (1983) melaporkan bahwa santan mempunyai
titik awal koagulasi pada suhu 80,9 oC dan sama sekali menggumpal pada suhu 85 oC. Pada
penelitian kali ini, digunakan suhu 90-100oC agar menginaktivasi enzim polifenolase
sehingga mencegah browning.
2.8 Efek Blanching pada Skim Santan Kelapa
Blanching merupakan perlakuan pendahuluan menggunakan panas terhadap produk
dengan tujuan untuk mempertahankan nilai gizi, inaktivasi enzim, meningkatkan mutu,
mencegah pencoklatan, dan mengeluarkan udara dari dalam sel produk (Hartel dkk, 2012).
Menurut Nurdjannah (2007), perbandingan berat sampel dan air dalam proses Blanching
berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Proses Blanching juga dapat menurunkan
kadar gula dan karbohidrat hingga 4% (Badwaik, 2012).
Menurut Mangalakumari dkk. (2007), enzim polifenase mempunyai aktifitas optimum
pada suhu 73-78oC, dan menurut Djatmiko (1983) santan kelapa mempunyai titik koagulasi
pada suhu 80-85oC. Sehingga proses Blanching pada suhu 90-100oC diharapkan dapat
menggumpalkan skim santan dan mampu menginaktifasi enzim polifenolase agar tidak
terjadi reaksi pencoklatan.
2.9 Pengering Kabinet
Cabinet dryer atau alat pengering kabinet mempunyai bentuk persegi dan di dalamnya
berisi rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Beberapa alat
pengering jenis ini memiliki roda ataupun memiliki slot pada rak nya sehingga dapat
dikeluarkan dari alat pengeringnya. Bahan diletakkan di atas rak berbentuk susunan kabinet
yang terbuat dari logam yang berlubang, namun ada pula logam yang tidak berlubang.
Kegunaan lubang tersebut untuk mengalirkan udara panas. Luas rak dan besar lubang
tergantung pada bahan yang dikeringkan. Apabila bahan yang akan dikeringkan berupa
butiran halus, maka lubangnya berukuran kecil (Unari dan Taib, 2008).
(Anonymous, 2008)
Gambar 2.1 Pengering Kabinet
Selain alat pemanas udara, biasanya pada cabinet dryer terdapat kipas (fan) untuk
mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering. Udara yang telah melewati kipas masuk ke
dalam alat pemanas, pada alat pengering ini udara dipanaskan terlebih dahulu kemudian
dialurkan diantara rak-rak yang sudah berisi bahan. Arah aliran udara panas di dalam alat
pengering bisa dari atas ke bawah dan bisa juga dari bawah ke atas, untuk menentukan
arah aliran udara panas ini maka letak kipas juga harus disesuaikan (Unari dan Taib, 2008).
(Anonymous, 2008)
Gambar 2.2 Alur Udara Pengering Kabinet
Metode ini menggunakan sistem pengering batch dengan proses pengeringan
dilakukan pada suhu yang konstan. Pada alat ini kelembaban udara dapat mengalami
penurunan (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Pada penelitian kali ini digunakan suhu 65oC
selama 4 jam untuk mengeringkan gumpalan skim santan kelapa agar protein yang
terkandung tidak terdenaturasi dan menghindari proses pencoklatan pada bahan. Penelitian
ini menggunakan pengering kabinet bertujuan untuk mengembangkan produk baru sebelum
diproduksi ke skala yang lebih besar (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
2.10 Response Surface Methodology (RSM)
Response Surface Methodology (RSM) adalah suatu kombinasi statistik dan metode
optimalisasi yang dapat digunakan untuk dijadikan model dan Design optimasi (Ali dan
Mohammad, 2010). Secara konsep dasar, metode ini memanfaatkan Design eksperimen
berbantuan statistika untuk mencari nilai optimal dari suatu respon. Aplikasi dari metode ini
dapat digunakan dalam pengembangan suatu produk dan pengolahan suatu produk.
Metode ini dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk digunakan dalam optimasi
dan monitoring proses pengolahan makanan (Wangtuaei dan Noorhorm, 2009).
Optimasi merupakan suatu metode untuk mencapai hasil terbaik dari suatu rancangan
percobaan tertentu. Optimasi ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian dan
pengembangan proses maupun produk, baik yang telah ada maupun penemuan baru
dengan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk menghasilkan produk maupun proses
dengan biaya seminimal mungkin. Dalam penerapan teknik optimasi banyak hal yang perlu
diperhatikan seperti ukuran, masalah, tujuan, biaya, waktu, kriteria (maksimum dan
minimum) dan penetapan (bebas atau tidak bebas. Dalam penelitan yang menggunakan
teknik optimasi, peubah tidak bebas (respon) dan peubah bebas (faktor) merupakan hal-hal
yang mempengaruhi proses (Arteage et al., 2006).
RSM menggunakan pendekatan filosofi penelitian berurutan. Pendekatan ini memiliki
tujuan utama untuk mengoptimalkan sebuah proses. RSM digunakan oleh banyak industri
karena kemampuannya menyajikan data dengan cepat. RSM merencanakan setiap
penelitian untuk mendukung sebuah model regresi yang tepat. Pada tahap awal, RSM
menggunakan run percobaan paling sedikit untuk menghemat sumber daya untuk
digunakan pada saat optimasi proses. Di saat kondisi optimum suatu proses diketahui,
penelitian lebih jauh dilakukan (Vining, 2006).
Dalam penerapan teknik optimasi Response Surface Methodology (RSM), persamaan-
persamaan dapat ditampilkan secara grafis sebagai respon permukaan yang dapat
digunakan dalam tiga cara, yaitu: 1) untuk menggambarkan bagaimana faktor dapat
mempengaruhi respon; 2) untuk menentukan hubungan interrelasi antar faktor; 3) untuk
menggambarkan efek gabungan dari respon seluruh faktor (Hadiningsih, 2004).
Strategi dasar dari metode ini terdiri dari empat langkah (Nugroho, 2011) :
1. Prosedur untuk berpindah ke daerah optimum
2. Perilaku respon pada daerah optimum
3. Estimasi kondisi-kondisi optimum
4. verifikasi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada Laboratorium Biokimia dan Analisa Pangan, dan
Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada
bulan Maret 2017-Juni 2017.
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan untuk membuat penelitian adalah inkubator, cawan petri, kompor
listrik, erlenmeyer, Centrifuge (EBA 20 Hettich), Tube centrifuge, Spektrofotometri
(Labomed inc), mikro pipet, pipet ukur, blender merek ‘Nasional’, gelas ukur, Shaker, Color
reader, kertas saring, labu ukur, tabung reaksi, vorteks, kompor listrik, timbangan analitik,
Oven listrik (WTC Binder dan MMM Medcenter), kondensor, labu lemak, tabung ekstraksi
soxhlet, benang/karet gelang, kapas, kertas saring, cawan porselen, desikator, tanur, labu
kjehldal (Buchi), Destilator (Buchi), lemari asam, pinggan/nampan aluminium, pH meter,
elektorda gelas, elektroda pembanding, pengaduk magnetik, alat penyaring, panci,
pengaduk kayu, kompor.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah skim santan kelapa yang diperoleh dari
hasil deemulsifikasi atau pemecahan emulsi santan yang telah didinginkan hingga bersuhu
8oC, 0.1% Sodium Deodesil Sulfat, minyak, buffer fosfat, aquades, NaOH 0.1N, CaCO3, Pb
asetat, Na oksatal, reagen anthrone, alumunium foil, Petroleum Eter (PE), tablet
katalisator Kjehldal, H2SO4, Indikator PP, Larutan NaOH 3%, Asam borat 3%, HCl 0.1 N,
indikator metil merah, desikan, larutan standar pH, air suling, dan air sumur
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai pada tugas akhir ini adalah metode Permukaan Respon
(Response Surface Methodology) one-factor yang bertujuan untuk memperoleh volume air
yang optimal dalam proses Blanching pada proses pembuatan bubuk skim santan kelapa
serta metode deskriptif untuk karakteristik fisik dan kimia bubuk skim santan kelapa.
Dalam optimasi volume air dalam proses Blanching dengan metode Response Surface
Methodology (RSM) menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.1.5, Tahapan
awal yang harus dilakukan yaitu merancang varibel eksperimental yang diinginkan.
Variabel yang digunakan dalam optimasi volume air pada proses Blanching adalah jumlah
air dalam satuan mili liter. Langkah selanjutnya adalah penentuan proporsi relatif (lower
limit) dan proporsi relatif maksimum (upper limit) sebagai data masukkan sebelum
didapatkan model rancangan percobaan dengan center point 7.
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Menggunakan Metode RSM
Std Run Code Faktor Respon 1 Respon 2 Respon 3
Jumlah air (mL) Rendemen Protein Total gula
1 12 -1 500
2 3 -1 500
3 7 -0.5 1125
4 1 0.5 2375
5 8 1 3000
6 5 1 3000
7 4 0 1750
8 2 0 1750
9 6 0 1750
10 13 0 1750
11 9 0 1750
12 10 0 1750
13 11 0 1750
Tabel lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Setelah diperoleh model rancangan
percobaan pada tabel diatas, maka dilanjutkan dengan pengukuran respon, respon yang
dipakai adalah persentase rendemen, kadar protein dan kadar gula. Hal ini digunakan
sebagai parameter untuk menetapkan nilai prediksi optimasi. Setelah itu maka diperoleh
volume air pada proses Blanching yang optimum untuk digunakan dalam menghasilkan
bubuk skim santan kelapa.
3.4 Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah persiapan rancangan
percobaan, lalu perisapan sampel dan tahap ketiga adalah pengamatan data dan uji.
3.4.1 Persiapan Rancangan Percobaan
Persiapan rancangan percobaan menggunakan aplikasi Design Expert 7.1.5. Buka
aplikasi Design Expert 7.1.5 lalu pilih kolom respon surface dengan opsi one factor karena
hanya menggunakan satu faktor yaitu jumlah air blansing. Tentukan judul faktor pada kolom
factor dengan nama volume air blansing beserta satuannya yaitu mL pada kolom unit, lalu isi
kolom level -1 dan level +1 untuk batas bawah dan atas dengan jumlah 500 dan 3000 mL.
Tentukan model linier pada kolom model dan tekan tombol continue. Tentukan jumlah
respon yang ditentukan sebanyak 3 respon yaitu rendemen, kadar protein, dan total gula
lalu tekan tombol continue. Tabel rancangan percobaaan akan muncul seperti pada Tabel
3,1.
3.4.2 Persiapan sampel
Pada tahap persiapan sampel, terlebih dahulu dilakukan perlakuan perebusan selama
28 menit dengan suhu 90-100oC sehingga dihasilkan gumpalan skim santan kelapa limbah
VCO. Lalu dilakukan perlakuan Blanching menggunakan air sebanyak 500, 1125, 1750,
2375, dan 3000 mL sebanyak ulangan pada Tabel 3.1 selama 5 menit pada suhu yang
sama dengan menggunakan masing-masing 200 gr sampel gumpalan skim santan. Lalu
dilakukan pengeringan dengan cabinet dryer bersuhu 65oC selama 4 jam. Setelah kering,
bubuk kasar skim santan kelapa dihancurkan menggunakan blender selama 1 menit dan
diayak menggunakan ayakan 80 mesh.
3.4.3 Analisa Pengamatan Data
Analisa data menggunakan Design Expert 7.1.5. Analisa data mengacu kepada hasil
analisa ragam (ANOVA) selang kepercayaan 5%, nilai Prediction Error Sum of Squares
(PRESS) yang paling kecil, nilai R2 yang paling besar dan hasil prediksi dan verifikasi
sampel yang terdapat pada aplikasi Design Expert 7.1.5. Selisih maksimal antara nilai
prediksi dan verifikasi sebanyak 5%.
3.4.4 Analisa Pengamatan Uji
Pengamatan yang akan dilakukan menggunakan bubuk skim santan kelapa hasil
optimasi dari aplikasi Design Expert 7.1.5. Menggunakan analisa fisik dan kimia untuk
penunjang data sampel bubuk skim santan kelapa.
3.4.4.1 Analisa kimia
1. Derajat keasaman/ pH (BSN, 2006)
a. Dikalibrasi alat dengan larutan bufer setiap kali akan melakukan pengukuran
b. Dilarutkan sampel ke dalam aquades perbandingan berat (1:9)
c. Dicelupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling yang akan diukur
pH-nya. Catat dan baca nilai pH
2. Kadar air metode oven (Modifikasi Sunardi, 2005)
a. Dipanaskan pinggan alumunium beserta tutupnya dalam oven bersuhu 100oC
sampai dengan 105oC selama 1 jam, dingiinkan selama 20 menit hingga 30 menit,
kemudian timbang dengan neraca analitik (W0).
b. Dimasukkan 3 g sampel bubuk skim santan kelapa ke dalam pinggan, sebarkan
secara seragam dan tutup pinggan, pindahkan pada desikator dan timbang (W1).
c. Dipanaskan pinggan yang berisi sampel dalam keadaan terbuka di dalam oven
bersuhu 105oC selama 5 jam
d. Dikeringkan dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang untuk diketahui
massanya.
e. Sampel dimasukkan lagi ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam, lalu
dikeringkan dalam desikator, dan ditimbang dengan timbangan analitik untuk
mengetahui massanya (W2).
f. Langkah 5 diulang hingga didapatkan berat konstan dimana selisih antar
penimbangan tidak lebih dari 0,0002 gram.
g. Kadar air dihitung dengan rumus
% Kadar air =
dimana Wo merupakan berat pinggan kosong (gram), W1 bobot pinggan dan sampel
mula-mula (gram) dan W2 adalah berat akhir pinggan dan sampel setelah
dikeringkan (gram).
3. Protein metode Kjehldal (AOAC, 1995)
a. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan dalam labu Kjehldal
b. Ditambahkan ½ butir tablet Kjehldal sebagai katalisator, dan ditambahkan 15 ml
H2SO4.
c. Didekstruksi selama 1 jam sampai terbentuk cairan yang berwarna jernih,
kemudian didinginkan ± 1 jam.
d. Ditambahkan 15 ml aquades dingin dan 3 tetes indikator PP
e. Ditambahkan larutan NaOH (30%) sampai volume menjadi 100 ml atau sampai
sampel berwarna cokelat.
f. Sampel didestilasi selama 3 menit dan destilat ditampung di dalam erlenmeyer
yang berisi 20 ml larutan jenuh asam borat 3% dan 3 tetes indikator metil merah.
g. Dilakukan titrasi dengan HCL 0,1 N yang telah distandarisasi sampai terbentuk
warna merah muda dan dicatat volume titrasi.
( )
4. Kadar abu total (AOAC, 1995)
a. Cawan porselen (crudible) dimasukan ke dalam oven dan dipanaskan pada 105oC
selama 24 jam
b. Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang
c. Ditimbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 2 gram
d. Sampel dimasukan ke dalam cawan porselen dan dibakar (diarangkan) selama 45
menit
e. Cawan yang berisi sampel dimasukan ke dalam tanur bersuhu 600oC selama 5 jam
atau hingga abu berwarna keputih-putihan
f. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam
g. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang
h. Penentuan kadar abu menggunakan perhitungan sebagai berikut:
( )
Keterangan :
A = berat cawan + sampel kering(gram)
B = berat cawan kosong (gram)
C = berat sampel (gram)
5. Kadar lemak metode ekstraksi soxhlet (Sudarmadji, 1989)
a. Ditimbang sampel yang telah halus sebanyak 2 gram (x)
b. Sampel dibungkus kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak kemudian diikat
dengan benang
c. Dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi soxhlet yang telah dihubungkan dengan
labu lemak yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya dalam satuan gram (y)
d. Dialirkan air pendingin melalui kondensor.
e. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet dengan pelarut petroleum
eter (PE) sebanyak 40 ml selama 5 jam.
f. Petroleum eter yang telah mengandung ekstrak lemak diuapkan dengan penangas
air sampai agak pekat, lalu dikeringkan pada oven 105oC selama 1 jam.
g. Ditimbang berat labu lemak akhir dalam satuan gram (z).
(
)
6. Total gula metode anthrone (Apriantono, dkk., 1994)
A. Pembuatan Kurva Standar
Larutan glukosa standar (0,2 mg/ml), masing-masing sebanyak 0; 0,2; 0,4; 0,6;
0,8; dan 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi. Setelah itu masing-masing
ditambahkan dengan akuades sampai volumenya 1 ml. Larutan ditambahkan
dengan pereaksi Anthrone sebanyak 5 ml. Tabung reaksi dipanaskan selama 12
menit. Setelah itu didinginkan, absorbansi larutan dibaca pada panjang gelombang
630 nm. Plot kurva dibuat standar dibuat, yaitu jumlah glukosa standar (sumbu x)
dan nilai absorbansi (sumbu y), lalu ditentukan persamaan regresi liniernya.
B. Analisis Sampel
a. Sampel, ditimbang 5,8 gram. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan
80 ml aquades dan CaCO3 sampai lakmus biru
b. Sampel didihkan kemudian didinginkan
c. Diambil 5 ml dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 3-5 ml
pb asetat, Na. Oksalat 0,1 gram dan aquades hingga tanda tera
d. Disaring dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian
filtratnya diambil 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan
aquades 9 ml
e. Selanjutnya sampel divorteks untuk menghomogenkan, diambil 1 ml dan
ditambahkan 5 ml anthrone. Kemudian tutup tabung dengan alumunium foil
f. Sampel divorteks kembali, dipanaskan hingga mendidih. Didinginkan dan kemudian
di baca dengan spektrofotometer 630 nm
g. Catat hasil yang terbaca oleh spektrofotometer
3.4.4.2 Analisa fisik
1. Warna
a. Disiapkan sampel
b. Dihidupkan color reader
c. Ditentukan prediksi pembacaan L*a*b* color space
d. Dimulai pengukuran warna
2. Rendemen
Pengukuran rendemen bubuk skim santan dihitung berdasarkan bobot akhir dibagi
dengan bobot awal air setelah perlakuan. Rendemen dihitung berdasarkan rumus
sebagai berikut:
Rendemen (%) = berat akhir (g) ᵡ 100%
berat awal (g)
3. Uji kelarutan (Zidani et al, 2012)
a. Dilarutkan sampel ke dalam aquades (2% w/v) dan diaduk selama satu jam
b. Dimasukkan sampel ke dalam sentrifuge dan diputar pada kecepatan 2500 selama
10 menit pada suhu ruang
c. Protein yang tidak larut akan mengendap dan protein yang larut akan tercampur
dengan air
d. Protein terlarut diukur dari rasio sisa protein yang terlarut dalam air dibandingkan
dengan total protein
4. Daya buih (Pearce and Kinsella, 1978)
a. Dimasukkan sampel sebanyak 8 gram ke daam 100 mL aquades dan ukur volume
nya (v0)
b. Pastikan pH sampel bernilai 7 dengan NaOH 0.1N
c. Dimasukkan sampel ke dalam blender selama 1 menit dan tuang ke dalam labu
ukur
d. Catat volume akhir (V1) setelah diblender
Rumus kapasitas pembuihan = [(V1) - (v0)] x 100% / (v0)
5. Daya emulsifikasi (Coffman and Garcia, 1977)
a. Emulsi disiapkan dengan mengambil 40 mL 0,1% (w / v) larutan protein dalam 0,1
M buffer phospat pH 7 dan 10 mL minyak lalu dihomogenkan pada 10.000 rpm
selama 1 menit
b. Diambil 100μL pengemulsi setelah dihomogenkan pada menit ke-0, dan pada menit
ke-10 diencerkan dengan 10 mL dari 0.1% SDS (sodium deodesil sulfat)
c. Sampel diabsorbansi pada pada panjang gelombang 500 nm
d. Sampel blanko dibuat menggunakan 0.1% SDS (sodium deodesil sulfat)
e. Indeks aktivitas emulsi=
2,303 x 2 x A500 x fakt. pengenceran / (1 – v) x C x 10.000
C : berat protein per unit volume (w/v) sebelum fase emulsifikasi
A500 : absorbansi pada panjang gelombang 500 nm
V : volume fraksi minyak dalam emulsi
3.4 Diagram Alir
3.4.1 Proses Mendapatkan Skim Santan Kelapa
Kelapa
Dibelah dua
Daging kelapa dicongkel Batok kelapa,
Lembaga kelapa Daging kelapa dicuci
Daging kelapa diparut
Air Kelapa
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Skim Santan Kelapa (Komunikasi Pribadi, 2016)
3.4.2 Rancangan Percobaan Pada Aplikasi Deisgn Expert 7.1.5
Gambar 3.2 Diagram Alir Persiapan Rancangan Percobaan
3.4.3 Proses Pembuatan Bubuk Skim Santan Kelapa Pendahuluan
Design Expert 7.1.5
Dipilih kolom respon surface dan pilihan one factor
Ditentukan satuan, nama faktor, batas bawah dan batas atas bernilai 500 mL dan
3000 mL
Dipilih model linier lalu tekan tombol continue
Ditentukan respon sebanyak 3 respon yaitu rendemen, kadar protein dan total gula lalu tekan tombol continue
Tabel rancangan
percobaan
Gambar 3.3 Diagram Alir Persiapan Bubuk Skim Santan Kelapa Pendahuluan
3.4.4 Optimasi Volume Air Blanching
Gambar 3.4 Diagram Alir Optimasi Dan Verifikasi Sampel
3.4.5 Proses Pembuatan Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum
Skim santan kelapa
Diambil sebanyak 4500 mL
Direbus pada suhu 90-100oC selama 28 menit
Dilakukan pemisahan gumpalan protein
Diblanchingan gumpalan protein 200 gr masing-masing menggunakan 500, 1125, 1750, 2375 dan 3000 mL air dengan suhu 90-100
oC selama 5 menit
Dikeringkan dengan pengering cabinet dryer menggunakan suhu 65oC selama 4
jam
Dihancuran dengan blender selama 1 menit
Diayak dengan ukuran 80 mesh
Bubuk skim santan kelapa
pendahuluan
Studi literatur
Dibuat rancangan eksperimen dengan
bantuan aplikasi Design Expert 7.1.5
Dilakukan percobaan aktual
Data ditabulasi dengan Design Expert
7.1.5
Dianalisa dan dioptimasi
Diverifikasi dengan analisa uji
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.5 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Skim Santan Kelapa
3.4.6 Analisa Sifat Fisik dan Kimia
Gambar 3.6 Diagram Alir Analisa Uji Fisik dan Kimia
Skim santan kelapa
Diambil sebanyak 4500 mL
Direbus pada suhu 90-100oC selama 28 menit
Dilakukan pemisahan gumpalan protein
Diblanchingan gumpalan protein 200 gr menggunakan 1021.5 mL air dengan suhu 90-100
oC selama 5 menit
Dikeringkan dengan pengering cabinet dryer menggunakan suhu 65oC selama 4
jam
Dihancurkan dengan blender selama 1 menit
Diayak dengan ukuran 80 mesh
Bubuk skim santan kelapa
optimum
Bubuk skim santan
kelapa optimum
Hasil
Analisa kimia : analisa kadar air, analisa protein, analisa kadar lemak, analisa kadar abu derajat keasaman
Analisa fisik : Foaming Emulsification Kelarutan protein Warna
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Optimasi Volume Air dalam Proses Blanching Pada Proses Pembuatan
Bubuk Skim Santan Kelapa
Rentang analisis volume air dalam proses Blanching berkisar antara 500 – 3000 mL
dengan berbagai respon diantaranya persentasi rendemen, kandungan protein dan total
gula. Data hasil analisis respon volume air dalam proses Blanching dapat dilihat pada Tabel
4.1. Tabel tersebut digunakan utuk menemukan titik optimal volume air dalam proses
Blanching pada pembuatan bubuk skim santan kelapa. Pada Lampiran 3 dapat diketahui
detail hasil rancangan optimasi pada Design Expert 7.1.5.
Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Optimasi Volume Air Dalam Proses Blanching Pada Pembuatan Bubuk
Skim Santan Kelapa Pada Pembuatan Bubuk Skim Santan Kelapa
Run Code Faktor Respon 1 Respon 2 Respon 3
Jumlah air (mL)
Rendemen
(% bb)
Protein
(% bb)
Total gula
(% bb)
12 -1 500 43.56 54.80 32.50
3 -1 500 41.91 61.72 40.30
7 -0.5 1125 54.54 54.54 31.40
6 0.5 1750 40.70 51.91 18.50
2 1 1750 41.91 51.69 17.70
4 1 1750 41.49 51.91 18.00
13 0 1750 40.43 52.79 19.60
9 0 1750 38.93 53.97 30.10
10 0 1750 38.40 53.84 28.80
11 0 1750 37.43 53.66 20.10
1 0 2375 37.43 50.69 15.60
8 0 3000 41.19 49.02 14.70
5 0 3000 33.53 48.54 14.20
Data hasil analisis yang telah dimasukan ke dalam Design Expert 7.1.5, selanjutnya
akan didapatkan hasil analisa ragam, prediksi model persamaan, dan penentuan titik
optimum pada respon.
4.2 Hasil Analisis Permukaan Respon Rendemen
4.2.1 Evaluasi Model Respon Rendemen
Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu pemilihan model berdasarkan
jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), pemilihan model
berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit), dan pemilihan model berdasarkan
ringkasan model statistik (Summary of Statistic). Beberapa jenis model yang bisa digunakan
dalam program Design Expert 7.1.5 dari rancangan kali ini antara lain: model linier, kuadratik
dan kubik. Pemilihan model ini berdasarkan tingkatan selektivitas terhadap jenis
perhitungan.
Pemilihan model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model
Sum of Squares) didasarkan pada nilai P kurang dari 5% (> p-value 0,005). Hasil pemilihan
model urutan jumlah kuadrat respon volume pengembangan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Hasil Pemilihan Uraian Jumlah Kuadrat Respon Rendemen
Sumber
Keragaman
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah F hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Mean vs total 20311.82 1 20311.82
Linear vs
Mean
64.04 1 64.04 29.71 0,0002 Sugested
Quadratic vs L 1.50 1 1.50 0.68 0.4300
Cubic vs
Quadratic
0.15 1 0.15 0.60 0.8123
Residual 22.06 9 2.45
Total 20.399.57 13 1569.20
Penentuan model didasarkan pada nilai P kurang dari 5%. Tabel 4.2 menunjukan
hasil penelitian model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model. Model yang
disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dikarenakan nilai P pada model
linier sebesar 0,02% (p-value 0,0002). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan model lain,
sehingga disarankan untuk menggunakan model linier.
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit) dapat
dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% (p-value > 0,005) yang menandakan
ketidaktepatan model berpengaruh tidak signifikan. Menurut Gasperz (1995), kriteria utama
ketepatan model adalah berdasarkan pengujian ketidak tepatan model (lack of fit). Hal ini
dikarenakan suatu model dianggaap tepat jika diuji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata
(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu
permasalahan apabila analisa uji ketidak tepatan modelnya bersifat nyata (significant). Hasil
pemilihan model ketidaktepatan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan Respon
Rendemen
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F p-value Keterangan
linear kuadarat Bebas tengah hitung (Prob>F)
Linear 1.65 3 0.55 0.20 0.8938 Sugested
Quadratic 0.15 2 0.074 0.027 0.9735
Cubic 1.85E-003 1 1.185E-003 6.71E-
004
0.9800
Pure Error 22.06 8 2.76
Penentuan model didasarkan pada nilai P lebih dari 5%. Tabel 4.3 menunjukan hasil
penelitian model berdasarkan ketidaktepatan dari urutan model. Model linier, kuadratik dan
kubik ketiganya memiliki nilai P lebih dari 5%. Namun, model yang disarankan oleh Design
Expert 7.1.5 adalah model linier dengan nilai P sebesar 89.38% (p-value 0,8938%).
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of statistic) didasari oleh
niai R2 dan standar deviasi. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik
dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Rendemen
Sumber
linear
Standar
deviasi
R-
squared
Adjusted R-
squared
Predicted
r-squared PRESS
Keterangan
Linear 1.47 0.7298 0.7052 0.5968 35.38 Sugested
Quadratic 1.49 0.7469 0.6963 0.4761 45.98
Cubic 1.57 0.7486 0.6648 0.4439 48.80
Menurut Montgomery (2016) bahwa Design terbaik difokuskan pada nilai maksimal
adjusted R2 dan predicted R2. Model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah
model linier dikarenakan nilai adjusted R2 linier lebih besar dari cubic dan quadratic dan nilai
untuk predicted R2 linier paling besar. Selain itu, pemilihan berdasarkan nilai PRESS
(Prediction Error Sum of Squares), yang paling kecil (Draper and Smith, 1998). Model linier
memiliki PRESS sebesar 35.38 setidaknya 10.5 poin lebih kecil dari model yang lain.
4.2.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Rendemen
Hasil analisis ragam (ANOVA) respon rendemen skim santan kelapa dapat ditinjau
dari nilai p-value dan ketidaktepatan (lack of fit) dengan nilai p-value < 0,05 (P < 0,05), dan
nilai lack of fit yang tidak signifikan. Hasil analisis ANOVA respon rendemen pada bubuk
skim santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Pada Respon Rendemen Model Linier
Source
Sum of
Squares df
Mean
Square F Value
p-value
Prob >
F
Statement
Model 64.04 1 64.04 29.71 0.0002 Signifikan
A-jumlah
air
64.04 1 64.04 29.71 0.0002
Residual 23.71 11 2.16
Lack of fit 1.65 3 0.55 0.20 0.8938
Tidak
Signifikan
Pure error 22.06 8 2.76
Cor Total 87.75 12
Tabel 4.5 menunjukan hasil analisa ragam (ANOVA) respon rendemen bubuk skim
santan model linier memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume air dalam proses
Blanching. Hal tersebut ditujukan dengan nilai P kurang dari 5% (p-value < 0,05) yaitu
0,0002 (0,02%), dengan demikian model linier sesuai dalam menunjukan pola nilai respon
rendemen. Pada kolom model ketidaktepatan (lack of fit) menunjukan model linier memiliki
nilai sebesar 0,8938 atau (89.38 %) yang menandakan tidak berpengaruh nyata (tidak
signifikan). Hal ini menunjukan bahwa model linier sesuai dengan seluruh rancangan.
Menurut Shabbiri et. al. (2012) lack of fit harus dalam kondisi tidak signifikan apabila dalam
kondisi signifikan maka model yang digunakan tidak cocok.
Persamaan model untuk hasil analisis ragam dari permukaan respon rendemen ialah
y = a + bx. Seperti yang ditunjukkan Lampiran 4.2 dimana y adalah respon dan x adalah
faktor yang dihasilkan dari komputasi Design Expert 7.1.5. sehingga didapatkan persamaan
Y = 44.80923 - 0.00302x. Setiap peningkatan volume air blanching sebesar x maka nilai
rendemen akan mengalami penurunan 0.00302 kali ditambah 44.80923.
Coefficient of Variation (CV) adalah standar untuk mengukur kemungkinan sebaran
data/ frekuensi data untuk menunjukkan seberapa presisi suatu hasil olah data tersebut.
Semakin mendekati nol, maka semakin kecil kesalahan yang dihasilkan oleh model
(Shabbiri et. al, 2012). Lampiran 4.3 menunjukan CV pada model untuk hasil analisis
ragam dari permukaan respon rendemen yaitu sebesar 3.71%. Hal itu menunjukkan bahwa
model memiliki kemungkinan kesalahan yang kecil dalam sebaran datanya.
4.2.3 Normal Plot of Residuals dan Pengaruh Volume Air dalam Proses Blanching
terhadap Respon Rendemen
Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk mengetahui model
linier dari respon rendemen tersebut signifikan. Kurva normal plot of residuals dapat dilihat
pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Kurva Normal Plot Of Residuals Terhadap Respon Rendemen
Pada Gambar 4.1 menunjukan bahwa rata-rata titik residual yang ada masih presisi
dengan garis, yang berarti respon rendemen mempunyai model yang baik. Pengaruh
volume air dalam proses Blanching terhadap respon rendemen dapat dilihat pada Gambar
4.2.
Gambar 4.2 Grafik Respon Rendemen Terhadap Volume Air Dalam Proses Blanching Pada
Design Expert 7.1.6
Gambar 4.2 menunjukan bahwa terdapat tren penurunan rendemen bubuk skim
santan kelapa terhadap volume air yang digunakan dalam proses Blanching pada volume
500 hingga 3000 ml. Menurut Nurdjannah dan Hoerudin (2007) volume air dalam proses
Blanching memengaruhi kadar rendemen karena air mampu melarutkan komponen-
komponen kimia dalam bahan.
4.3 Hasil Analisis Permukaan Respon Kadar Protein
4.3.1 Evaluasi Model Respon Kadar Protein
Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu pemilihan model berdasarkan
jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), pemilihan model
berdasarkan pengujuan ketidaktepatan model (lack of fit), dan pemilihan model berdasarkan
ringkasan model statistik (Summary of Statistic). Pemilihan model berdasarkan jumlah
kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares) didasarkan pada nilai P
kurang dari 5% (> p-value 0,005). Hasil pemilihan model urutan jumlah kuadrat respon
volume pengembangan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Data Hasil Pemilihan Uraian Jumlah Kuadrat Respon Kadar Protein
Sumber
Keragaman
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Mean vs
total
36532.37 1 36532.37
Linear vs
Mean
96.88 1 96.88 33.44 0,0001 Sugested
Quadratic
vs L
1.35 1 1.35 0.44 0.5220
Cubic vs
Quadratic
0.35 1 0.35 0.10 0.7546
Residual 30.27 9 3.36
Total 36661.22 13 2820.09
Penentuan model didasarkan pada nilai P kurang dari 5%. Tabel 4.6 menunjukan
hasil penelitian model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model. Model yang
disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dikarenakan nilai P pada model
linier sebesar 0,01% (p-value 0,0001). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan model lain,
sehingga disarankan untuk menggunakan model linier.
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit) dapat
dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% (p-value > 0,005) yang menandakan
ketidaktepatan model berpengaruh tidak signifikan. Menurut Gasperz (1995), kriteria utama
ketepatan model adalah berdasarkan pengujian ketidak tepatan model (lack of fit). Hal ini
dikarenakan suatu model dianggaap tepat jika diuji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata
(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu
permasalahan apabila analisa uji ketidak tepatan modelnya bersifat nyata (significant). Hasil
pemilihan model ketidaktepatan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan Respon Kadar
Protein
Sumber
linear
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Linear 1.95 3 0.65 0.17 0.9116 Sugested
Quadratic 0.60 2 0.30 0.080 0.9239
Cubic 0.25 1 0.25 0.067 0.8024
Pure Error 30.02 8 3.75
Ketiga model yaitu linier, kuadratik dan kubik memiliki nilai P lebih dari 5%. Namun,
model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dengan nilai P pada
model linier sebesar 91.16% (p-value 0,9116%).
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of statistic)
didasari oleh niai R2 dan standar deviasi. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan
model statistik dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Kadar
Protein
Sumber
linear
Standar
deviasi
R-
squared
Adjusted R-
squared
Predicted
r-squared PRESS
Keterangan
Linear 1.70 0.7519 0.7294 0.5399 59.28 Sugested
Quadratic 1.75 0.7624 0.7148 0.2793 92.87
Cubic 1.83 0.7651 0.6868 0.2028 102.72
Menurut Montgomery (2016) bahwa Design terbaik difokuskan pada nilai maksimal
adjusted R2 dan predicted R2. Model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah
model linier dikarenakan nilai adjusted R2 linier lebih besar dari cubic dan quadratic dan nilai
untuk predicted R2 linier paling besar dibanding cubic dan quadratic. Selain itu, pemilihan
berdasarkan nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares), yang paling kecil (Draper and
Smith, 1998). Nilai PRESS model linier yaitu 59.28, setidaknya 33.65 poin lebih kecil dari
model lainnya.
4.3.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Kadar Protein
Hasil analisis ragam (ANOVA) respon kadar protein skim santan kelapa dapat
ditinjau dari nilai p-value dan ketidaktepatan (lack of fit) dengan nilai p-value < 0,05 (P <
0,05), dan nilai lack of fit yang tidak signifikan. Hasil analisis ANOVA respon kadar preotein
pada bubuk skim santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Pada Respon Kadar Protein Model Linier
Source Sum of
Squares df
Mean
Square F Value
p-value
Prob > F
Statement
Model 96.88 1 96.88 33.34 0.0001 Signifikan
A-jumlah air 96.88 1 96.88 33.34 0.0001
Residual 31.97 11 2.91
Lack of fit 1.95 3 0.65 0.17 0.9116 Tidak Signifikan
Pure error 30.02 8 3.75
Cor Total 128.85 12
Tabel 4.9 menunjukan hasil analisa ragam (ANOVA) respon kadar protein bubuk
skim santan model linier memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume air dalam
proses Blanching. Hal tersebut ditujukan dengan nilai P kurang dari 5% (p-value < 0,05)
yaitu 0,0001 (0,01%), dengan demikian model linier sesuai dalam menunjukan pola nilai
respon kadar protein. Pada kolom model ketidaktepatan (lack of fit) menunjukan model linier
memiliki nilai sebesar 0,9116 atau (91.16 %) lebih besar dari 5% yang menandakan tidak
berpengaruh nyata (tidak signifikan). Hal ini menunjukan bahwa model sesuai dengan
seluruh rancangan. Menurut Shabbiri et. al. (2012) lack of fit harus dalam kondisi tidak
signifikan apabila dalam kondisi signifikan maka model yang digunakan tidak cocok.
Persamaan model untuk hasil analisis ragam dari permukaan respon kadar protein
ialah y = a + bx. Seperti yang ditunjukkan Lampiran 4.4 dimana y adalah respon dan x
adalah faktor yang dihasilkan dari komputasi Design Expert 7.1.5. sehingga didapatkan
persamaan Y = 59.50715 - 0.00371x. Setiap peningkatan volume air blanching sebesar x
maka nilai kadar protein akan mengalami penurunan 0.00371 kali ditambah 59.50715.
Coefficient of Variation (CV) adalah standar untuk mengukur kemungkinan sebaran
data/ frekuensi data untuk menunjukkan seberapa presisi suatu hasil olah data tersebut.
Semakin mendekati nol, maka semakin kecil kesalahan yang dihasilkan oleh model
(Shabbiri et. Al, 2012). Lampiran 4.5 menunjukan CV pada model untuk hasil analisis
ragam dari permukaan respon kadar protein yaitu sebesar 3.22%. Hal itu menunjukkan
bahwa model memiliki kemungkinan kesalahan yang kecil dalam sebaran datanya.
4.3.3 Normal Plot of Residuals dan Pengaruh Volume Air dalam Proses Blanching
terhadap Respon Kadar Protein
Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk mengetahui model
linier dari respon kadar protein tersebut signifikan. Kurva normal plot of residuals dapat
dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Kurva Normal Plot Of Residuals Terhadap Respon Kadar Protein
Pada Gambar 4.3 menunjukan bahwa rata-rata titik residual yang ada masih presisi
dengan garis, yang berarti respon kadar protein mempunyai model yang baik. Pengaruh
volume air dalam proses Blanching terhadap respon kadar protein dapat dilihat pada
Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Grafik Respon Kadar Protein Terhadap Volume Air Dalam Proses Blanching
Pada Design Expert 7.1.5
Gambar 4.4 menunjukan bahwa terdapat tren penurunan kadar protein bubuk skim
santan kelapa terhadap volume air yang digunakan dalam proses Blanching pada volume
500 hingga 3000 ml. Menurut Nanik (2011) volume air dalam proses Blanching
memengaruhi kadar protein karena semakin banyak volume air maka semakin sedikit
konsentrasi protein, pada proses ini terjadi perpindahan massa dari sampel ke air. Semakin
tinggi volume air maka massa protein yang terlarut dalam air semakin banyak.
4.4 Hasil Analisis Permukaan Respon Total Gula
4.4.1 Evaluasi Model Respon Total Gula
Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu pemilihan model berdasarkan
jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), pemilihan model
berdasarkan pengujuan ketidaktepatan model (lack of fit), dan pemilihan model berdasarkan
ringkasan model statistik (Summary of Statistic). Pemilihan model berdasarkan jumlah
kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares) didasarkan pada nilai P
kurang dari 5% (> p-value 0,005). Hasil pemilihan model urutan jumlah kuadrat respon
volume pengembangan dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Data Hasil Pemilihan Uraian Jumlah Kuadrat Respon Total Gula
Sumber
Keragaman
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Mean vs
total
0.70 1 0.70
Linear vs
Mean
0.060 1 0.060 27.13 0,0003 Sugested
Quadratic
vs L
3.215E-003 1 3.215E-003 1.53 0.2439
Cubic vs
Quadratic
1.035E-003 1 1.035E-003 0.47 0.5115
Residual 0.020 9 2.214E-003
Total 0.78 13 0.60
Penentuan model didasarkan pada nilai P kurang dari 5%. Tabel 4.10 menunjukan
hasil penelitian model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model. Model yang
disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dikarenakan nilai P pada model
linier sebesar 0,03% (p-value 0,0003). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan model lain,
sehingga disarankan untuk menggunakan model linier.
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit) dapat
dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% (p-value > 0,005) yang menandakan
ketidaktepatan model berpengaruh tidak signifikan. Menurut Gasperz (1995), kriteria utama
ketepatan model adalah berdasarkan pengujian ketidak tepatan model (lack of fit). Hal ini
dikarenakan suatu model dianggaap tepat jika diuji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata
(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu
permasalahan apabila analisa uji ketidak tepatan modelnya bersifat nyata (significant).Hasil
pemilihan model ketidaktepatan dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan Respon Total
Gula
Sumber
linear
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Linear 4.349E-
003
3 1.450E-003 0.58 0.6416 Sugested
Quadratic 1.135E-
003
2 5.647E-004 0.23 0.8004
Cubic 1.001E-
004
1 1.001E-004 0.040 0.8458
Pure Error 0.020 8 2.479E-003
Model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dengan nilai P
pada model linier sebesar 64.16% (p-value 0,6416.
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of statistic)
didasari oleh niai R2 dan standar deviasi. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan
model statistik dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Total Gula
Sumber
linear
Standar
deviasi
R-
squared
Adjusted R-
squared
Predicted
r-squared PRESS
Keterangan
Linear 0.047 0.7115 0.6853 0.6065 0.033 Sugested
Quadratic 0.046 0.7498 0.6998 0.5906 0.034
Cubic 0.047 0.7622 0.6829 0.5913 0.034
Menurut Montgomery (2016) bahwa Design terbaik difokuskan pada nilai maksimal
adjusted R2 dan predicted R2. Model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah
model linier dikarenakan nilai adjusted R2 linier lebih besar dari cubic dan quadratik dan nilai
untuk predicted R2 linier paling besar dibanding cubic dan quadratic. Selain itu, pemilihan
berdasarkan nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares), yang paling kecil (Draper and
Smith, 1998). Nilai Press dari model linier sebesar 0.033 lebih kecil 0.001 poin dari model
lain.
4.4.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Total Gula
Hasil analisis ragam (ANOVA) respon total gula skim santan kelapa dapat ditinjau
dari nilai p-value dan ketidaktepatan (lack of fit) dengan nilai p-value < 0,05 (P < 0,05), dan
nilai lack of fit yang tidak signifikan. Hasil analisis ANOVA respon total gula pada bubuk skim
santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.13
Tabel 4.13 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Pada Respon Total Gula Model Linier
Source Sum of
Squares df
Mean
Square F Value
p-value
Prob > F
Statement
Model 0.060 1 0.060 27.13 0.0003 Signifikan
A-jumlah air 0.060 1 0.060 27.13 0.0003
Residual 0.024 11 2.198E-
003
Lack of fit 4.349-003 3
1.450E-
003 0.58 0.6416 Tidak Signifikan
Pure error 0.020 8 2.479E-
003
Cor Total 0.084 12
Tabel 4.13 menunjukan hasil analisa ragam (ANOVA) respon total gula bubuk skim
santan model linier memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume air dalam proses
Blanching. Hal tersebut ditujukan dengan nilai P kurang dari 5% (p-value < 0,05) yaitu <
0,0003 (0,03%), dengan demikian model linier sesuai dalam menunjukan pola nilai respon
total gula. Pada kolom model ketidaktepatan (lack of fit) menunjukan model linier memiliki
nilai sebesar 0,6416 atau (64.16 %) yang menandakan tidak berpengaruh nyata (tidak
signifikan). Hal ini menunjukan bahwa model sesuai dengan seluruh rancangan. Menurut
Shabbiri et. al. (2012) lack of fit harus dalam kondisi tidak signifikan apabila dalam kondisi
signifikan maka model yang digunakan tidak cocok.
Persamaan model untuk hasil analisis ragam dari permukaan respon total gula ialah
y = a + bx. Seperti yang ditunjukkan Lampiran 4.6 dimana y adalah respon dan x adalah
faktor yang dihasilkan dari komputasi Design Expert 7.1.5. sehingga didapatkan persamaan
Y = 0.39308 - 0.000092x. Setiap peningkatan volume air sebesar x maka nilai total gula
akan mengalami penurunan 0.000092 kali ditambah 0.39308.
Coefficient of Variation (CV) adalah standar untuk mengukur kemungkinan sebaran
data/ frekuensi data untuk menunjukkan seberapa presisi suatu hasil olah data tersebut.
Semakin mendekati nol, maka semakin kecil kesalahan yang dihasilkan oleh model
(Shabbiri et. Al, 2012). Lampiran 4.7 menunjukan CV pada model untuk hasil analisis
ragam dari permukaan respon total gula yaitu sebesar 20.22%. Hal itu menunjukkan bahwa
model memiliki kemungkinan kesalahan yang tergolong besar dalam sebaran datanya. Hal
ini dimungkinkan karena terlalu jauh hasil uji total gula dalam ulangan tiap modelnya.
4.4.3 Normal Plot of Residuals dan Pengaruh Volume Air dalam Proses Blanching
terhadap Respon Total Gula
Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk mengetahui model
linier dari respon total gula tersebut signifikan. Kurva normal plot of residuals dapat dilihat
pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Kurva Normal Plot Of Residuals Terhadap Respon Total Gula
Pada Gambar 4.5 menunjukan bahwa rata-rata titik residual yang ada masih presisi
dengan garis, yang berarti respon total gula mempunyai model yang baik. Pengaruh volume
air dalam proses Blanching terhadap respon total gula dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Grafik Respon Kadar Protein Terhadap Volume Air Dalam Proses Blanching
Pada Design Expert 7.1.5
Gambar 4.6 menunjukan bahwa terdapat tren penurunan total gula bubuk skim
santan kelapa terhadap volume air yang digunakan dalam proses Blanching pada volume
500 hingga 3000 ml. Menurut Badwaik (2012) proses Blanching dapat menurunkan kadar
gula dan karbohidrat hingga 4%, data diatas menunjukkan volume air dalam proses
Blanching memengaruhi total gula.
4.5 Penentuan Titik Optimum Volume Air dalam Proses Blanching
Tahap selanjutnya adalah penentuan titik optimum pada faktor volume air dalam
proses Blanching menggunakan 200 gr sampel. Penentuan titik optimum ditentukan
berdasarkan nilai paling optimal pada masing-masing respon. Respon rendemen dan kadar
protein diharapkan memiliki hasil yang tinggi, sedangkan respon total gula diharapkan
memiliki hasil yang rendah. Hasil solusi titik optimum yang diberikan dapat dilihat pada
Tabel 4.14
Tabel 4.14 Solusi Titik Optimum Pada Faktor Volume Air Dalam Proses Blanching Terhadap Respon
Rendemen, Kadar Protein, Dan Total Gula
Volume Air
(mL)
Respon
Rendemen (% bb)
Respon
Kadar
Protein
(% bb)
Respon
Total
Gula
(% bb)
Desirability Keterangan
1021.50 41.72 55.71 29.90 0,562 Selected
Berdasarkan Tabel 4.14 hasil data analisis menurut Design Expert 7.1.5 didapatkan
1 buah solusi. Solusi tersebut memiliki nilai volume air yang digunakan untuk proses
Blanching sebanyak 1021.53 mL dengan prediksi respon 41.72% untuk rendemen, 55.71%
untuk kadar protein, dan 29.90% untuk total gula serta dengan nilai desirability 0,562. Nilai
desirability yang ditunjukkan cukup rendah, namun tujuan optimasi bukanlah untuk mencari
desirability bernilai 1.0 melainkan untuk mencari kondisi terbaik yang mempertemukan
semua fungsi dan tujuan. Nilai desirability semakin mendekati nilai 1.0 hanya menunjukkan
bahwa semakin tinggi nilai ketepatan optimasi yang dilakukan (Raissi dan Farsani, 2009).
4.6 Verifikasi Hasil Optimum Volume Air dalam Proses Blanching
Setelah titik optimum ditentukan, dilakukan verifikasi untuk membuktikan apakah
prediksi titik optimum yang disarankan oleh aplikasi Design Expert 7.1.5 sesuai atau tidak.
Hasil analisis untuk verifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Hasil Verifikasi Volume Air Dalam Proses Blanching Pada Bubuk Skim Santan Kelapa
Volume
Air
(mL)
Respon
Rendemen (% bb)
Respon Kadar
Protein (% bb)
Respon
Total Gula
(% bb)
Prediksi 1021.50 41.72 55.71 29.99
Verifikasi 1021.50 36.02
54.46 19.42
Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa hasil respon rendemen sebesar 36.02%
selisih 5.7% dari titik prediksi yang disarankan, yaitu 41.72%. Sedangkan hasil respon kadar
protein sebesar 54.45% seilisih 1.26% dari titik prediksi yang disarankan yaitu 55.71%.
Untuk hasil respon total gula sebesar 19.42% selisih 10.47% dari titik prediksi yag
disarankan yaitu 29.9%. Hasil dari respon kadar protein sesuai dengan prediksi yang
disarankan pada aplikasi Design Expert 7.1.5 Hal tersebut didukung literatur menurut
Budiandari (2014), apabila selisih hasil verifikasi kurang dari 5% maka nilai prediksi dan
hasil analisis tidak berbeda jauh sehingga menunjukan ketepatan model. Sedangkan hasil
dari respon rendemen dan total gula selisihnya lebih dari 5% dari prediksi Design Expert
7.1.5, hal ini dikarenakan rendahnya desirability dan saat pembuatan bubuk dari skim
santan kelapa, tidak ada kontrol suhu panas otomatis pada alat yang digunakan sehingga
dapat merusak sampel dan memengaruhi hasil rendemen serta total gula sampel.
4.7 Karakteristik Kimia Bahan Baku Bubuk Skim Santan Kelapa CV. Herba Bagoes
4.7.1 Skim Santan Kelapa
Skim santan yang diperoleh dari CV. Herba Bagoes dianalisis kimia meliputi kadar
air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, total gula dan kandungan karbohidrat untuk
menunjang data pada pembahasan selanjutnya. Hasil analisis kimia skim santan kelapa
dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Karakteristik Kimia Skim Santan Kelapa
Komponen Hasil Analisa
Kadar air (%)
Kadar abu (% bb)
86.37 ± 0.0230
1.38 ± 0.0001
Kadar protein (% bb) 4.03 ± 0.0007
Kadar lemak (% bb) 1.72 ± 0.0010
Kadar karbohidrat (by difference) (% bb) 6.51 ± 0.0220
Kadar total gula (% bb) 5.70 ± 0.0240
4.7.2 Tahu Skim santan kelapa
Skim santan kelapa yang digumpalkan dengan media air dan menggunakan suhu
90-100oC akan membentuk gumpalan yang berbentuk seperti tahu. Gumpalan ini adalah
isolat protein dan merupakan proses awal pembuatan bubuk skim santan kelapa dengan
perlakuan Blanching. Tahu skim santan kelapa ini dianalisis kimia meliputi kadar air, kadar
lemak, kadar protein, kadar abu, total gula dan kandungan karbohidrat untuk menunjang
data pada pembahasan selanjutnya. Hasil analisis kimia tahu skim santan kelapa dapat
dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Karakteristik Kimia Tahu Skim Santan Kelapa
Komponen Hasil Analisa
Kadar air (%)
Kadar abu (% bb)
66.28 ± 0.0050
1.83 ± 0.0004
Kadar protein (% bb) 16.65 ± 0.0064
Kadar lemak (% bb) 7.67 ± 0.0130
Kadar karbohidrat (by difference) (% bb) 7.53 ± 0.0030
Kadar total gula (% bb) 6.93 ± 0.0110
Kedua tabel menunjukkan perubahan yang cukup signifikan, kadar air yang semula
berjumlah 86.37% menjadi 66.28% karena adanya proses pemanasan dan penggumpalan
sehingga air menguap. Sedangkan untuk abu, protein, lemak, karbohidrat, dan total gula
meningkat dengan adanya proses pemanasan dan koagulasi. Hal ini dikarenakan
konsentrasi masing-masing atribut kimia tersebut meningkat bersamaan dengan
menguapnya air dari bahan karena proses pemanasan dan koagulasi. Menurut Nanik (2011)
volume air dalam proses Blanching memengaruhi kadar protein dan atribut kimia lainnya.
Semakin banyak volume air yang menguap maka semakin tinggi konsentrasi protein dan
atribut kimia lainnya, pada proses ini terjadi perpindahan massa.
4.8 Karakteristik Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum
4.8.1 Karakteristik Kimia Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum
Bubuk skim santan hasil verifikasi dianalisis kimia meliputi kadar air, kadar total gula,
kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat (by difference). Analisis kimia
dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses Blanching terhadap perubahan karakteristik
pada bubuk skim santan. Hasil analisis kimia bubuk skim santan kelapa dengan volume air
pada proses Blanching optimum dapat dilihat pada Tabel 4.18. Sebagai perbandingan dan
kontrol, terdapat data penunjang hasil analisis kimia bubuk skim santan kelapa tanpa
perlakuan Blanching.
Tabel 4.18 Perbandingan Karakteristik Kimia Bubuk Skim Santan Kelapa
Komponen
Hasil Analisa Hasil Analisa Literatur
(Blanching) (Tanpa
Blanching)
Kadar air (%)
Kadar abu (% bb)
5.31 ± 0,244
6.29 ± 0.095
6.85 ± 0.198
6.70 ± 0.171
5.02 ± 0.0180 a
8.30 ± 0.346 a
Kadar protein (% bb) 54.45 ± 1.05 43.27 ± 1.68 30 ± 0.800 b
Kadar lemak (% bb) 18.13 ± 1.17 15.75 ± 2.41 6.65 ± 0.346 a
Kadar karbohidrat (by
difference) (% bb)
22.09 ± 1.98 34.29 ± 2.76 37 ± 1.500 b
Kadar total gula (% bb) 19.42 ± 0.71 22.61 ± 2.54 33 ± 1.500 b
Hasil analisa kadar air pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar
5.31% berbeda sedikit dengan literatur Naik (2013) yang menggunakan metode drum-dried
sebesar 5.02%. Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan
Blanching mengandung 6.85% air. Perbedaan perlakuan Blanching dan non-Blanching
dikarenakan proses pemanasan pada perlakuan Blanching lebih lama (Pizzocaro et al,
1995). Kadar air bubuk skim santan juga dapat dipengaruhi oleh proses penggumpalan
yang dilakukan selama pembuatan bubuk skim santan kelapa. Koagulasi adalah kondisi
dimana protein yang mengalami kerusakan akibat pemanasan sehingga terjadi pengerasan
karena menyerap air sehingga memengaruhi kadar air (Makfoeld, 2008). Proses koagulasi
menggunakan suhu pemanasan 90-100oC sehingga kadar air dalam koagulan juga
berkurang karena menguap.
Kadar abu pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar 6.29%,
sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan Blanching
mengandung 6.70% abu. Kedua hasil tersebut berbeda dengan kandungan abu pada
literatur Naik (2013) yang menggunakan metode drum-dried sebesar 8.30%. Perbedaan ini
Keterangan : 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 3 trplo ± standar deviasi a = Metode Drum-dried (Naik dkk., 2013)
b = Hagenmeier et al (1974)
terjadi karena komoditas kelapa yang digunakan berbeda tempat, berbeda kandungan
mineral dalam tanah dan air. Pada penelitian kali ini digunakan kelapa yang berasal dari
Bali, Indonesia. Sedangkan literatur menggunakan kelapa dari pasar lokal yang terdapat di
Mumbai, India. Menurut (Notohadiprawiro, 2006), lokasi komoditas, kandungan tanah dan
sokongan air mempengaruhi kadar mineral dalam komoditas.
Kadar protein pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar 54.45%.
Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan Blanching
mengandung 43.27% protein. Hal ini dikarenakan perbedaan perlakuan yang dilakukan,
Blanching dan koagulasi mampu menurunkan kadar air dan menggumpalkan protein
sehingga protein yang terkumpul lebih banyak. Kandungan protein dengan metode
Blanching ini menghasilkan kandungan protein yang lebih besar daripada literatur
Hagenmeier et al (1974) yang mengandung protein sebesar 30%. Pada percobaan yang
dilakukan Hagenmeier et al (1974) menggunakan metode spray-dried menggunakan media
air keran tanpa perlakuan sehingga kandungan proteinnya lebih rendah. Sedangkan
menurut Zoya (2011), perusahaan negara China yang memproduksi bubuk dari serealia,
standar protein untuk bubuk minimal 70%. Sehingga diperlukan perlakuan lebih untuk
memproduksi bubuk skim santan kelapa ini agar dapat bersaing dengan produk bubuk
lainnya.
Kadar lemak pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar 18.13%.
Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan Blanching
mengandung 15.75% lemak. Perbedaan ini dikarenakan pada perlakuan Blanching
menggunakan pemanasan yang lebih lama daripada perlakuan non-Blanching, sehingga
kandungan lemak sampel Blanching lebih tinggi daripada non-Blanching. Proses
pemanasan lebih yang diberikan pada sampel dapat meningkatkan lemak 2-3%, dengan
proses pemanasan lemak menjadi cair dan viskositas lemak akan berkurang sehingga
memudahkan lemak keluar dari sel sampel sehingga mudah dianalisa (Venter dkk, 2007).
Sedangkan menurut literatur Naik dkk (2013) kadar lemak bubuk skim santan 6.65%.
Perbedaan ini karena pada CV. Herba Bagoes menggunakan metode pemisahan lemak
sentifugasi pada pembuatan VCO dan pengambilan minyak kelapa untuk keperluan VCO.
Kadar karbohidrat (by difference) pada bubuk skim santan kelapa perlakuan
Blanching sebesar 22.09%. Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan
perlakuan Blanching mengandung 34.29%. Perbedaan ini dikarenakan perlakuan Blanching
memengaruhi jumlah karbohidrat yang terkandung di dalam sampel. Proses pemanasan
mengakibatkan granula-granula pati membengkak dan pecah sehingga tergelatinisasi
(Palupi NS dkk, 2007). Menurut literatur Hagenmeier et al (1974), bubuk skim santan
mengandung 37% karbohidrat menggunakan metode spray-dried, berbeda sedikit dengan
hasil uji bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan Blanching yang menghasilkan 34.29%.
Kadar total gula pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar
19.22%. Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan Blanching
mengandung 22.61% gula. Menurut Badwaik (2012) Proses Blanching juga dapat
menurunkan kadar gula dan karbohidrat hingga 4%. Menurut Hagenmeier et al (1974),
bubuk skim santan metode spray-dried menganduk 33% gula. Perbedaan ini dikarenakan
pada proses pembuatannya, Hagenmeier et al (1974) mencampurkan air kelapa dengan
skim santan kelapa yang dibuat menjadi bubuk. Air kelapa mengandung 5,6% total gula
yang terdiri dari sukrosa, fruktosa, sorbitol, dan glukosa (Warisno, 2004).
4.8.2 Karakteristik Fisik Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum
Bubuk skim santan hasil verifikasi dianalisis fisik yang meliputi rendemen, indeks
aktivitas emulsi, kelarutan, dan daya buih. Analisis fisik dilakukan untuk mengetahui atribut
fisik pada bubuk skim santan kelapa tinggi protein sehingga dapat dimanfaatkan lebih jauh
sebagai bahan baku penunjang produk komersial. Hasil analisis fisik bubuk skim santan
kelapa optimum dapat dilihat pada Tabel 4.19. Sebagai perbandingan dan kontrol, terdapat
data penunjang hasil analisis fisik bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan Blanching.
Tabel 4.19 Perbandingan Karakteristik Fisik Bubuk Skim Santan Kelapa
Komponen
Hasil Analisa Hasil Analisa Literatur
(Blanching) (Tanpa
Blanching)
Kelarutan dalam air (%)
Indeks aktivitas emulsi (m2/g)
92 ± 1.00
12.89 ± 0.61
94 ± 1.73
12.28 ± 1.22
90a
13.94a
Daya buih (%) 12.22 ± 1.95 11.47 ± 2.71 6.60a
Rendemen (%) 36.02 36.83 -
4.8.2.1 Karakteristik Kelarutan
Protein biasanya harus larut dalam air agar dapat digunakan dengan optimal pada
bahan pangan. Data hasil analisis menunjukan bahwa karakteristik kelarutan dalam air
bubuk skim santan kelapa optimum adalah 92% dan bubuk skim santan kelapa tanpa
perlakuan Blanching mampu larut 94%. Menurut Hagenmaier (1974), kelarutan protein dari
bubuk skim santan kelapa menggunakan pengering semprot cocok menggunakan pH netral
untuk dilarutkan. Total padatan dan protein bubuk skim santan kelapa dapat larut pada suhu
25oC dengan kondisi pH 7 sebanyak 90%. Pada percobaan kali ini, pH bubuk skim santan
perlakuan Blanching dan non-Blanching adalah 6.0 dan 6.1, mendekati netral.
4.8.2.2 Karakteristik Indeks Aktivitas Emulsi
a = Metode Drum-dried (Naik dkk., 2013)
Menurut Mc Watters dan Holmes (1979), kelarutan dan aktivitas emulsi dipengaruhi
oleh proses pemanasan. Semakin banyak panas yang digunakan, semakin rendah indeks
aktivitas emulsinya, karena protein semakin terdenaturasi. Hasil uji indeks aktivitas emulsi
bubuk skim santan kelapa optimum adalah 12.89 (m2/g) dan bubuk skim santan kelapa
tanpa perlakuan Blanching mampu larut 12.28 (m2/g). Menurut Naik dkk. (2013), bubuk skim
santan kelapa memiliki daya emulsifikasi dengan metode drum-dried yaitu 13.94 m2/g.
Apabila dibandingkan dengan phosvitin yang berasal dari kuning telur yang memiliki indeks
aktivitas emulsi 21.5 m2/g (Duan dkk., 2016). Maka, indeks aktivitas emulsi bubuk skim
santan kelapa dari ketiga data diatas lebih rendah. Indeks aktivitas emulsi menunjukkan luas
daerah antara fase air dan minyak yang mampu distabilkan persatuan gram sampel (Naik
dkk, 2013).
4.8.2.3 Karakteristik Daya Buih
Buih merupakan dispersi halus dari gelembung gas di dalam zat cair atau zat semi
padat. Protein menjadi fase yang membentuk dan menstabilkan buih yang terbentuk diatas
permukaan zat. Sifat pembuihan ini dipengaruhi oleh metode pengeringan yang digunakan,
semakin terpapar panas maka sifat pembuihnya semakin rendah (Naik dkk, 2013). Data
hasil analisis menunjukan bahwa karakteristik daya buih bubuk skim santan kelapa optimum
adalah 12.22% dan bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan Blanching mampu larut
11.47%. Menurut Naik dkk. (2013), Bubuk skim santan kelapa memiliki daya buih
menggunakan metode pengeringan drum-dried yaitu 6.6%. Apabila dibandingkan dengan
putih telur yang memiliki kapasitas buih 60-70% (Lomakina K., Míková K., 2006). Maka,
kapasitas buih bubuk skim santan kelapa dengan tiga data diatas sangat jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan kapasitas buih putih telur.
4.8.2.4 Hasil Rendemen
Rendemen merupakan berat kering akhir sampel dibagi berat awal sampel setelah
digumpalkan dikali 100 persen. Hasil rendemen Pada Tabel 4.19 dapat diketahui
perbandingan rendemen bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching dan non-Blanching
serta literatur. Data hasil analisis menunjukan rendemen bubuk skim santan kelapa optimum
adalah 36.02% dan bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan Blanching mampu
menghasilkan rendemen 36.83%. Perbedaan ini diakibatkan proses pemanasan yang
dialami sampel Blanching jauh lebih lama, sehingga menurunkan rendemen sampel
Blanching.
4.8.3 Karakteristik Warna Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum
Analisa warna bubuk skim santan hasil verifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.20.
Sebagai perbandingan dan kontrol, terdapat data penunjang hasil analisis fisik bubuk skim
santan kelapa tanpa perlakuan Blanching.
Tabel 4.20 Perbandingan Karakteristik Warna Bubuk Skim Santan Kelapa
Komponen
Hasil Analisa Hasil Analisa Literatur
(Blanching) (Tanpa
Blanching)
L*
a*
75.70 ± 0.36
1.47 ± 0.05
73.57 ± 0.20
1.03 ± 0.05
63.82 ± 0.27a
10.46 ± 0.68 a
b* 13.80 ± 0.00 11.67 ± 0.15 27.30 ± 1.45 a
Nilai kecerahan (L*) memiliki skala 0-100, nilai 0 menunjukkan kecenderungan warna
hitam atau gelap, sedangkan nilai 100 menunjukkan kecenderungan warna putih atau
terang (Hutchings, 2012). Nilai kemerahan dinyatakan oleh nilai a dengan kisaran nilai -100
hingga +100, nilai positif menyatakan kecenderungan warna kemerahan, sedangkan nilai
negatif menyatakan kecenderungan warna kehijauan (Hutchings, 2012). Nilai kekuningan
dinyatakan oleh nilai b dengan kisaran nilai -100 hingga +100, nilai positif menyatakan
kecenderungan warna kekuningan, sedangkan nilai negatif menyatakan kecenderungan
warna kebiruan (Hutchings, 2012).
Hasil analisis nilai kecerahan bubuk skim santan kelapa hasil verifikasi yaitu 75.70
dan menunjukkan hasil yang lebih cerah dibandingkan dengan tanpa perlakuan Blanching
dan lebih cerah daripada literatur yang masing-masing menunjukkan hasil 73.57 dan 63.82.
Hasil analisis nilai kemerahan bubuk skim santan kelapa hasil verifikasi yaitu 1.47 dan
menunjukkan hasil yang lebih merah dibandingkan dengan tanpa perlakuan Blanching yang
bernilai 1.03 namun hasil literatur menunjukkan warna lebih merah dengan nilai 10.46
daripada keduanya. Hasil analisis nilai kekuningan bubuk skim santan kelapa hasil verifikasi
yaitu 13.80 dan menunjukkan hasil yang lebih kuning dibandingkan dengan tanpa perlakuan
Blanching yang bernilai 11.67 namun hasil literatur menunjukkan warna lebih kuning dari
keduanya dengan nilai 27.30.
Menurut Caparino et al (2012) sampel yang menggunakan metode pengeringan
yang berbeda, maka hasil warna yang dihasilkan juga berbeda. Pada percobaan kali ini,
bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching dan non-Blanching menggunakan
pengeringan kabinet sehingga perbedaan yang dihasilkan hanya sedikit, sedangkan literatur
menggunakan metode pengeringan drum sehingga terdapat perbedaan antara hasil literatur
dan hasil uji yang dilakukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Optimasi Volume Air dalam Proses Blanching Pada Proses Pembuatan
Bubuk Skim Santan Kelapa
Rentang analisis volume air dalam proses Blanching berkisar antara 500 – 3000 mL
dengan berbagai respon diantaranya persentasi rendemen, kandungan protein dan total
gula. Data hasil analisis respon volume air dalam proses Blanching dapat dilihat pada Tabel
4.1. Tabel tersebut digunakan utuk menemukan titik optimal volume air dalam proses
Blanching pada pembuatan bubuk skim santan kelapa. Pada Lampiran 3 dapat diketahui
detail hasil rancangan optimasi pada Design Expert 7.1.5.
Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Optimasi Volume Air Dalam Proses Blanching Pada Pembuatan Bubuk
Skim Santan Kelapa Pada Pembuatan Bubuk Skim Santan Kelapa
Run Code Faktor Respon 1 Respon 2 Respon 3
Jumlah air (mL)
Rendemen
(% bb)
Protein
(% bb)
Total gula
(% bb)
12 -1 500 43.56 54.80 32.50
3 -1 500 41.91 61.72 40.30
7 -0.5 1125 54.54 54.54 31.40
6 0.5 1750 40.70 51.91 18.50
2 1 1750 41.91 51.69 17.70
4 1 1750 41.49 51.91 18.00
13 0 1750 40.43 52.79 19.60
9 0 1750 38.93 53.97 30.10
10 0 1750 38.40 53.84 28.80
11 0 1750 37.43 53.66 20.10
1 0 2375 37.43 50.69 15.60
8 0 3000 41.19 49.02 14.70
5 0 3000 33.53 48.54 14.20
Data hasil analisis yang telah dimasukan ke dalam Design Expert 7.1.5, selanjutnya
akan didapatkan hasil analisa ragam, prediksi model persamaan, dan penentuan titik
optimum pada respon.
4.2 Hasil Analisis Permukaan Respon Rendemen
4.2.1 Evaluasi Model Respon Rendemen
Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu pemilihan model berdasarkan
jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), pemilihan model
berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit), dan pemilihan model berdasarkan
ringkasan model statistik (Summary of Statistic). Beberapa jenis model yang bisa digunakan
dalam program Design Expert 7.1.5 dari rancangan kali ini antara lain: model linier, kuadratik
dan kubik. Pemilihan model ini berdasarkan tingkatan selektivitas terhadap jenis
perhitungan.
Pemilihan model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model
Sum of Squares) didasarkan pada nilai P kurang dari 5% (> p-value 0,005). Hasil pemilihan
model urutan jumlah kuadrat respon volume pengembangan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Hasil Pemilihan Uraian Jumlah Kuadrat Respon Rendemen
Sumber
Keragaman
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah F hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Mean vs total 20311.82 1 20311.82
Linear vs
Mean
64.04 1 64.04 29.71 0,0002 Sugested
Quadratic vs L 1.50 1 1.50 0.68 0.4300
Cubic vs
Quadratic
0.15 1 0.15 0.60 0.8123
Residual 22.06 9 2.45
Total 20.399.57 13 1569.20
Penentuan model didasarkan pada nilai P kurang dari 5%. Tabel 4.2 menunjukan
hasil penelitian model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model. Model yang
disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dikarenakan nilai P pada model
linier sebesar 0,02% (p-value 0,0002). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan model lain,
sehingga disarankan untuk menggunakan model linier.
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit) dapat
dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% (p-value > 0,005) yang menandakan
ketidaktepatan model berpengaruh tidak signifikan. Menurut Gasperz (1995), kriteria utama
ketepatan model adalah berdasarkan pengujian ketidak tepatan model (lack of fit). Hal ini
dikarenakan suatu model dianggaap tepat jika diuji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata
(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu
permasalahan apabila analisa uji ketidak tepatan modelnya bersifat nyata (significant). Hasil
pemilihan model ketidaktepatan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan Respon
Rendemen
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F p-value Keterangan
linear kuadarat Bebas tengah hitung (Prob>F)
Linear 1.65 3 0.55 0.20 0.8938 Sugested
Quadratic 0.15 2 0.074 0.027 0.9735
Cubic 1.85E-003 1 1.185E-003 6.71E-
004
0.9800
Pure Error 22.06 8 2.76
Penentuan model didasarkan pada nilai P lebih dari 5%. Tabel 4.3 menunjukan hasil
penelitian model berdasarkan ketidaktepatan dari urutan model. Model linier, kuadratik dan
kubik ketiganya memiliki nilai P lebih dari 5%. Namun, model yang disarankan oleh Design
Expert 7.1.5 adalah model linier dengan nilai P sebesar 89.38% (p-value 0,8938%).
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of statistic) didasari oleh
niai R2 dan standar deviasi. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik
dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Rendemen
Sumber
linear
Standar
deviasi
R-
squared
Adjusted R-
squared
Predicted
r-squared PRESS
Keterangan
Linear 1.47 0.7298 0.7052 0.5968 35.38 Sugested
Quadratic 1.49 0.7469 0.6963 0.4761 45.98
Cubic 1.57 0.7486 0.6648 0.4439 48.80
Menurut Montgomery (2016) bahwa Design terbaik difokuskan pada nilai maksimal
adjusted R2 dan predicted R2. Model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah
model linier dikarenakan nilai adjusted R2 linier lebih besar dari cubic dan quadratic dan nilai
untuk predicted R2 linier paling besar. Selain itu, pemilihan berdasarkan nilai PRESS
(Prediction Error Sum of Squares), yang paling kecil (Draper and Smith, 1998). Model linier
memiliki PRESS sebesar 35.38 setidaknya 10.5 poin lebih kecil dari model yang lain.
4.2.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Rendemen
Hasil analisis ragam (ANOVA) respon rendemen skim santan kelapa dapat ditinjau
dari nilai p-value dan ketidaktepatan (lack of fit) dengan nilai p-value < 0,05 (P < 0,05), dan
nilai lack of fit yang tidak signifikan. Hasil analisis ANOVA respon rendemen pada bubuk
skim santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Pada Respon Rendemen Model Linier
Source
Sum of
Squares df
Mean
Square F Value
p-value
Prob >
F
Statement
Model 64.04 1 64.04 29.71 0.0002 Signifikan
A-jumlah
air
64.04 1 64.04 29.71 0.0002
Residual 23.71 11 2.16
Lack of fit 1.65 3 0.55 0.20 0.8938
Tidak
Signifikan
Pure error 22.06 8 2.76
Cor Total 87.75 12
Tabel 4.5 menunjukan hasil analisa ragam (ANOVA) respon rendemen bubuk skim
santan model linier memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume air dalam proses
Blanching. Hal tersebut ditujukan dengan nilai P kurang dari 5% (p-value < 0,05) yaitu
0,0002 (0,02%), dengan demikian model linier sesuai dalam menunjukan pola nilai respon
rendemen. Pada kolom model ketidaktepatan (lack of fit) menunjukan model linier memiliki
nilai sebesar 0,8938 atau (89.38 %) yang menandakan tidak berpengaruh nyata (tidak
signifikan). Hal ini menunjukan bahwa model linier sesuai dengan seluruh rancangan.
Menurut Shabbiri et. al. (2012) lack of fit harus dalam kondisi tidak signifikan apabila dalam
kondisi signifikan maka model yang digunakan tidak cocok.
Persamaan model untuk hasil analisis ragam dari permukaan respon rendemen ialah
y = a + bx. Seperti yang ditunjukkan Lampiran 4.2 dimana y adalah respon dan x adalah
faktor yang dihasilkan dari komputasi Design Expert 7.1.5. sehingga didapatkan persamaan
Y = 44.80923 - 0.00302x. Setiap peningkatan volume air blanching sebesar x maka nilai
rendemen akan mengalami penurunan 0.00302 kali ditambah 44.80923.
Coefficient of Variation (CV) adalah standar untuk mengukur kemungkinan sebaran
data/ frekuensi data untuk menunjukkan seberapa presisi suatu hasil olah data tersebut.
Semakin mendekati nol, maka semakin kecil kesalahan yang dihasilkan oleh model
(Shabbiri et. al, 2012). Lampiran 4.3 menunjukan CV pada model untuk hasil analisis
ragam dari permukaan respon rendemen yaitu sebesar 3.71%. Hal itu menunjukkan bahwa
model memiliki kemungkinan kesalahan yang kecil dalam sebaran datanya.
4.2.3 Normal Plot of Residuals dan Pengaruh Volume Air dalam Proses Blanching
terhadap Respon Rendemen
Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk mengetahui model
linier dari respon rendemen tersebut signifikan. Kurva normal plot of residuals dapat dilihat
pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Kurva Normal Plot Of Residuals Terhadap Respon Rendemen
Pada Gambar 4.1 menunjukan bahwa rata-rata titik residual yang ada masih presisi
dengan garis, yang berarti respon rendemen mempunyai model yang baik. Pengaruh
volume air dalam proses Blanching terhadap respon rendemen dapat dilihat pada Gambar
4.2.
Gambar 4.2 Grafik Respon Rendemen Terhadap Volume Air Dalam Proses Blanching Pada
Design Expert 7.1.6
Gambar 4.2 menunjukan bahwa terdapat tren penurunan rendemen bubuk skim
santan kelapa terhadap volume air yang digunakan dalam proses Blanching pada volume
500 hingga 3000 ml. Menurut Nurdjannah dan Hoerudin (2007) volume air dalam proses
Blanching memengaruhi kadar rendemen karena air mampu melarutkan komponen-
komponen kimia dalam bahan.
4.3 Hasil Analisis Permukaan Respon Kadar Protein
4.3.1 Evaluasi Model Respon Kadar Protein
Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu pemilihan model berdasarkan
jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), pemilihan model
berdasarkan pengujuan ketidaktepatan model (lack of fit), dan pemilihan model berdasarkan
ringkasan model statistik (Summary of Statistic). Pemilihan model berdasarkan jumlah
kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares) didasarkan pada nilai P
kurang dari 5% (> p-value 0,005). Hasil pemilihan model urutan jumlah kuadrat respon
volume pengembangan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Data Hasil Pemilihan Uraian Jumlah Kuadrat Respon Kadar Protein
Sumber
Keragaman
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Mean vs
total
36532.37 1 36532.37
Linear vs
Mean
96.88 1 96.88 33.44 0,0001 Sugested
Quadratic
vs L
1.35 1 1.35 0.44 0.5220
Cubic vs
Quadratic
0.35 1 0.35 0.10 0.7546
Residual 30.27 9 3.36
Total 36661.22 13 2820.09
Penentuan model didasarkan pada nilai P kurang dari 5%. Tabel 4.6 menunjukan
hasil penelitian model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model. Model yang
disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dikarenakan nilai P pada model
linier sebesar 0,01% (p-value 0,0001). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan model lain,
sehingga disarankan untuk menggunakan model linier.
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit) dapat
dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% (p-value > 0,005) yang menandakan
ketidaktepatan model berpengaruh tidak signifikan. Menurut Gasperz (1995), kriteria utama
ketepatan model adalah berdasarkan pengujian ketidak tepatan model (lack of fit). Hal ini
dikarenakan suatu model dianggaap tepat jika diuji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata
(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu
permasalahan apabila analisa uji ketidak tepatan modelnya bersifat nyata (significant). Hasil
pemilihan model ketidaktepatan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan Respon Kadar
Protein
Sumber
linear
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Linear 1.95 3 0.65 0.17 0.9116 Sugested
Quadratic 0.60 2 0.30 0.080 0.9239
Cubic 0.25 1 0.25 0.067 0.8024
Pure Error 30.02 8 3.75
Ketiga model yaitu linier, kuadratik dan kubik memiliki nilai P lebih dari 5%. Namun,
model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dengan nilai P pada
model linier sebesar 91.16% (p-value 0,9116%).
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of statistic)
didasari oleh niai R2 dan standar deviasi. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan
model statistik dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Kadar
Protein
Sumber
linear
Standar
deviasi
R-
squared
Adjusted R-
squared
Predicted
r-squared PRESS
Keterangan
Linear 1.70 0.7519 0.7294 0.5399 59.28 Sugested
Quadratic 1.75 0.7624 0.7148 0.2793 92.87
Cubic 1.83 0.7651 0.6868 0.2028 102.72
Menurut Montgomery (2016) bahwa Design terbaik difokuskan pada nilai maksimal
adjusted R2 dan predicted R2. Model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah
model linier dikarenakan nilai adjusted R2 linier lebih besar dari cubic dan quadratic dan nilai
untuk predicted R2 linier paling besar dibanding cubic dan quadratic. Selain itu, pemilihan
berdasarkan nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares), yang paling kecil (Draper and
Smith, 1998). Nilai PRESS model linier yaitu 59.28, setidaknya 33.65 poin lebih kecil dari
model lainnya.
4.3.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Kadar Protein
Hasil analisis ragam (ANOVA) respon kadar protein skim santan kelapa dapat
ditinjau dari nilai p-value dan ketidaktepatan (lack of fit) dengan nilai p-value < 0,05 (P <
0,05), dan nilai lack of fit yang tidak signifikan. Hasil analisis ANOVA respon kadar preotein
pada bubuk skim santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Pada Respon Kadar Protein Model Linier
Source Sum of
Squares df
Mean
Square F Value
p-value
Prob > F
Statement
Model 96.88 1 96.88 33.34 0.0001 Signifikan
A-jumlah air 96.88 1 96.88 33.34 0.0001
Residual 31.97 11 2.91
Lack of fit 1.95 3 0.65 0.17 0.9116 Tidak Signifikan
Pure error 30.02 8 3.75
Cor Total 128.85 12
Tabel 4.9 menunjukan hasil analisa ragam (ANOVA) respon kadar protein bubuk
skim santan model linier memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume air dalam
proses Blanching. Hal tersebut ditujukan dengan nilai P kurang dari 5% (p-value < 0,05)
yaitu 0,0001 (0,01%), dengan demikian model linier sesuai dalam menunjukan pola nilai
respon kadar protein. Pada kolom model ketidaktepatan (lack of fit) menunjukan model linier
memiliki nilai sebesar 0,9116 atau (91.16 %) lebih besar dari 5% yang menandakan tidak
berpengaruh nyata (tidak signifikan). Hal ini menunjukan bahwa model sesuai dengan
seluruh rancangan. Menurut Shabbiri et. al. (2012) lack of fit harus dalam kondisi tidak
signifikan apabila dalam kondisi signifikan maka model yang digunakan tidak cocok.
Persamaan model untuk hasil analisis ragam dari permukaan respon kadar protein
ialah y = a + bx. Seperti yang ditunjukkan Lampiran 4.4 dimana y adalah respon dan x
adalah faktor yang dihasilkan dari komputasi Design Expert 7.1.5. sehingga didapatkan
persamaan Y = 59.50715 - 0.00371x. Setiap peningkatan volume air blanching sebesar x
maka nilai kadar protein akan mengalami penurunan 0.00371 kali ditambah 59.50715.
Coefficient of Variation (CV) adalah standar untuk mengukur kemungkinan sebaran
data/ frekuensi data untuk menunjukkan seberapa presisi suatu hasil olah data tersebut.
Semakin mendekati nol, maka semakin kecil kesalahan yang dihasilkan oleh model
(Shabbiri et. Al, 2012). Lampiran 4.5 menunjukan CV pada model untuk hasil analisis
ragam dari permukaan respon kadar protein yaitu sebesar 3.22%. Hal itu menunjukkan
bahwa model memiliki kemungkinan kesalahan yang kecil dalam sebaran datanya.
4.3.3 Normal Plot of Residuals dan Pengaruh Volume Air dalam Proses Blanching
terhadap Respon Kadar Protein
Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk mengetahui model
linier dari respon kadar protein tersebut signifikan. Kurva normal plot of residuals dapat
dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Kurva Normal Plot Of Residuals Terhadap Respon Kadar Protein
Pada Gambar 4.3 menunjukan bahwa rata-rata titik residual yang ada masih presisi
dengan garis, yang berarti respon kadar protein mempunyai model yang baik. Pengaruh
volume air dalam proses Blanching terhadap respon kadar protein dapat dilihat pada
Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Grafik Respon Kadar Protein Terhadap Volume Air Dalam Proses Blanching
Pada Design Expert 7.1.5
Gambar 4.4 menunjukan bahwa terdapat tren penurunan kadar protein bubuk skim
santan kelapa terhadap volume air yang digunakan dalam proses Blanching pada volume
500 hingga 3000 ml. Menurut Nanik (2011) volume air dalam proses Blanching
memengaruhi kadar protein karena semakin banyak volume air maka semakin sedikit
konsentrasi protein, pada proses ini terjadi perpindahan massa dari sampel ke air. Semakin
tinggi volume air maka massa protein yang terlarut dalam air semakin banyak.
4.4 Hasil Analisis Permukaan Respon Total Gula
4.4.1 Evaluasi Model Respon Total Gula
Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu pemilihan model berdasarkan
jumlah kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), pemilihan model
berdasarkan pengujuan ketidaktepatan model (lack of fit), dan pemilihan model berdasarkan
ringkasan model statistik (Summary of Statistic). Pemilihan model berdasarkan jumlah
kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares) didasarkan pada nilai P
kurang dari 5% (> p-value 0,005). Hasil pemilihan model urutan jumlah kuadrat respon
volume pengembangan dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Data Hasil Pemilihan Uraian Jumlah Kuadrat Respon Total Gula
Sumber
Keragaman
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Mean vs
total
0.70 1 0.70
Linear vs
Mean
0.060 1 0.060 27.13 0,0003 Sugested
Quadratic
vs L
3.215E-003 1 3.215E-003 1.53 0.2439
Cubic vs
Quadratic
1.035E-003 1 1.035E-003 0.47 0.5115
Residual 0.020 9 2.214E-003
Total 0.78 13 0.60
Penentuan model didasarkan pada nilai P kurang dari 5%. Tabel 4.10 menunjukan
hasil penelitian model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model. Model yang
disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dikarenakan nilai P pada model
linier sebesar 0,03% (p-value 0,0003). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan model lain,
sehingga disarankan untuk menggunakan model linier.
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit) dapat
dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% (p-value > 0,005) yang menandakan
ketidaktepatan model berpengaruh tidak signifikan. Menurut Gasperz (1995), kriteria utama
ketepatan model adalah berdasarkan pengujian ketidak tepatan model (lack of fit). Hal ini
dikarenakan suatu model dianggaap tepat jika diuji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata
(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu
permasalahan apabila analisa uji ketidak tepatan modelnya bersifat nyata (significant).Hasil
pemilihan model ketidaktepatan dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan Respon Total
Gula
Sumber
linear
Jumlah
kuadarat
Derajat
Bebas
Kuadrat
tengah
F
hitung
p-value
(Prob>F)
Keterangan
Linear 4.349E-
003
3 1.450E-003 0.58 0.6416 Sugested
Quadratic 1.135E-
003
2 5.647E-004 0.23 0.8004
Cubic 1.001E-
004
1 1.001E-004 0.040 0.8458
Pure Error 0.020 8 2.479E-003
Model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model linier dengan nilai P
pada model linier sebesar 64.16% (p-value 0,6416.
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of statistic)
didasari oleh niai R2 dan standar deviasi. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan
model statistik dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Total Gula
Sumber
linear
Standar
deviasi
R-
squared
Adjusted R-
squared
Predicted
r-squared PRESS
Keterangan
Linear 0.047 0.7115 0.6853 0.6065 0.033 Sugested
Quadratic 0.046 0.7498 0.6998 0.5906 0.034
Cubic 0.047 0.7622 0.6829 0.5913 0.034
Menurut Montgomery (2016) bahwa Design terbaik difokuskan pada nilai maksimal
adjusted R2 dan predicted R2. Model yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah
model linier dikarenakan nilai adjusted R2 linier lebih besar dari cubic dan quadratik dan nilai
untuk predicted R2 linier paling besar dibanding cubic dan quadratic. Selain itu, pemilihan
berdasarkan nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares), yang paling kecil (Draper and
Smith, 1998). Nilai Press dari model linier sebesar 0.033 lebih kecil 0.001 poin dari model
lain.
4.4.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon Total Gula
Hasil analisis ragam (ANOVA) respon total gula skim santan kelapa dapat ditinjau
dari nilai p-value dan ketidaktepatan (lack of fit) dengan nilai p-value < 0,05 (P < 0,05), dan
nilai lack of fit yang tidak signifikan. Hasil analisis ANOVA respon total gula pada bubuk skim
santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.13
Tabel 4.13 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Pada Respon Total Gula Model Linier
Source Sum of
Squares df
Mean
Square F Value
p-value
Prob > F
Statement
Model 0.060 1 0.060 27.13 0.0003 Signifikan
A-jumlah air 0.060 1 0.060 27.13 0.0003
Residual 0.024 11 2.198E-
003
Lack of fit 4.349-003 3
1.450E-
003 0.58 0.6416 Tidak Signifikan
Pure error 0.020 8 2.479E-
003
Cor Total 0.084 12
Tabel 4.13 menunjukan hasil analisa ragam (ANOVA) respon total gula bubuk skim
santan model linier memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume air dalam proses
Blanching. Hal tersebut ditujukan dengan nilai P kurang dari 5% (p-value < 0,05) yaitu <
0,0003 (0,03%), dengan demikian model linier sesuai dalam menunjukan pola nilai respon
total gula. Pada kolom model ketidaktepatan (lack of fit) menunjukan model linier memiliki
nilai sebesar 0,6416 atau (64.16 %) yang menandakan tidak berpengaruh nyata (tidak
signifikan). Hal ini menunjukan bahwa model sesuai dengan seluruh rancangan. Menurut
Shabbiri et. al. (2012) lack of fit harus dalam kondisi tidak signifikan apabila dalam kondisi
signifikan maka model yang digunakan tidak cocok.
Persamaan model untuk hasil analisis ragam dari permukaan respon total gula ialah
y = a + bx. Seperti yang ditunjukkan Lampiran 4.6 dimana y adalah respon dan x adalah
faktor yang dihasilkan dari komputasi Design Expert 7.1.5. sehingga didapatkan persamaan
Y = 0.39308 - 0.000092x. Setiap peningkatan volume air sebesar x maka nilai total gula
akan mengalami penurunan 0.000092 kali ditambah 0.39308.
Coefficient of Variation (CV) adalah standar untuk mengukur kemungkinan sebaran
data/ frekuensi data untuk menunjukkan seberapa presisi suatu hasil olah data tersebut.
Semakin mendekati nol, maka semakin kecil kesalahan yang dihasilkan oleh model
(Shabbiri et. Al, 2012). Lampiran 4.7 menunjukan CV pada model untuk hasil analisis
ragam dari permukaan respon total gula yaitu sebesar 20.22%. Hal itu menunjukkan bahwa
model memiliki kemungkinan kesalahan yang tergolong besar dalam sebaran datanya. Hal
ini dimungkinkan karena terlalu jauh hasil uji total gula dalam ulangan tiap modelnya.
4.4.3 Normal Plot of Residuals dan Pengaruh Volume Air dalam Proses Blanching
terhadap Respon Total Gula
Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk mengetahui model
linier dari respon total gula tersebut signifikan. Kurva normal plot of residuals dapat dilihat
pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Kurva Normal Plot Of Residuals Terhadap Respon Total Gula
Pada Gambar 4.5 menunjukan bahwa rata-rata titik residual yang ada masih presisi
dengan garis, yang berarti respon total gula mempunyai model yang baik. Pengaruh volume
air dalam proses Blanching terhadap respon total gula dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Grafik Respon Kadar Protein Terhadap Volume Air Dalam Proses Blanching
Pada Design Expert 7.1.5
Gambar 4.6 menunjukan bahwa terdapat tren penurunan total gula bubuk skim
santan kelapa terhadap volume air yang digunakan dalam proses Blanching pada volume
500 hingga 3000 ml. Menurut Badwaik (2012) proses Blanching dapat menurunkan kadar
gula dan karbohidrat hingga 4%, data diatas menunjukkan volume air dalam proses
Blanching memengaruhi total gula.
4.5 Penentuan Titik Optimum Volume Air dalam Proses Blanching
Tahap selanjutnya adalah penentuan titik optimum pada faktor volume air dalam
proses Blanching menggunakan 200 gr sampel. Penentuan titik optimum ditentukan
berdasarkan nilai paling optimal pada masing-masing respon. Respon rendemen dan kadar
protein diharapkan memiliki hasil yang tinggi, sedangkan respon total gula diharapkan
memiliki hasil yang rendah. Hasil solusi titik optimum yang diberikan dapat dilihat pada
Tabel 4.14
Tabel 4.14 Solusi Titik Optimum Pada Faktor Volume Air Dalam Proses Blanching Terhadap Respon
Rendemen, Kadar Protein, Dan Total Gula
Volume Air
(mL)
Respon
Rendemen (% bb)
Respon
Kadar
Protein
(% bb)
Respon
Total
Gula
(% bb)
Desirability Keterangan
1021.50 41.72 55.71 29.90 0,562 Selected
Berdasarkan Tabel 4.14 hasil data analisis menurut Design Expert 7.1.5 didapatkan
1 buah solusi. Solusi tersebut memiliki nilai volume air yang digunakan untuk proses
Blanching sebanyak 1021.53 mL dengan prediksi respon 41.72% untuk rendemen, 55.71%
untuk kadar protein, dan 29.90% untuk total gula serta dengan nilai desirability 0,562. Nilai
desirability yang ditunjukkan cukup rendah, namun tujuan optimasi bukanlah untuk mencari
desirability bernilai 1.0 melainkan untuk mencari kondisi terbaik yang mempertemukan
semua fungsi dan tujuan. Nilai desirability semakin mendekati nilai 1.0 hanya menunjukkan
bahwa semakin tinggi nilai ketepatan optimasi yang dilakukan (Raissi dan Farsani, 2009).
4.6 Verifikasi Hasil Optimum Volume Air dalam Proses Blanching
Setelah titik optimum ditentukan, dilakukan verifikasi untuk membuktikan apakah
prediksi titik optimum yang disarankan oleh aplikasi Design Expert 7.1.5 sesuai atau tidak.
Hasil analisis untuk verifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Hasil Verifikasi Volume Air Dalam Proses Blanching Pada Bubuk Skim Santan Kelapa
Volume
Air
(mL)
Respon
Rendemen (% bb)
Respon Kadar
Protein (% bb)
Respon
Total Gula
(% bb)
Prediksi 1021.50 41.72 55.71 29.99
Verifikasi 1021.50 36.02
54.46 19.42
Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa hasil respon rendemen sebesar 36.02%
selisih 5.7% dari titik prediksi yang disarankan, yaitu 41.72%. Sedangkan hasil respon kadar
protein sebesar 54.45% seilisih 1.26% dari titik prediksi yang disarankan yaitu 55.71%.
Untuk hasil respon total gula sebesar 19.42% selisih 10.47% dari titik prediksi yag
disarankan yaitu 29.9%. Hasil dari respon kadar protein sesuai dengan prediksi yang
disarankan pada aplikasi Design Expert 7.1.5 Hal tersebut didukung literatur menurut
Budiandari (2014), apabila selisih hasil verifikasi kurang dari 5% maka nilai prediksi dan
hasil analisis tidak berbeda jauh sehingga menunjukan ketepatan model. Sedangkan hasil
dari respon rendemen dan total gula selisihnya lebih dari 5% dari prediksi Design Expert
7.1.5, hal ini dikarenakan rendahnya desirability dan saat pembuatan bubuk dari skim
santan kelapa, tidak ada kontrol suhu panas otomatis pada alat yang digunakan sehingga
dapat merusak sampel dan memengaruhi hasil rendemen serta total gula sampel.
4.7 Karakteristik Kimia Bahan Baku Bubuk Skim Santan Kelapa CV. Herba Bagoes
4.7.1 Skim Santan Kelapa
Skim santan yang diperoleh dari CV. Herba Bagoes dianalisis kimia meliputi kadar
air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, total gula dan kandungan karbohidrat untuk
menunjang data pada pembahasan selanjutnya. Hasil analisis kimia skim santan kelapa
dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Karakteristik Kimia Skim Santan Kelapa
Komponen Hasil Analisa
Kadar air (%)
Kadar abu (% bb)
86.37 ± 0.0230
1.38 ± 0.0001
Kadar protein (% bb) 4.03 ± 0.0007
Kadar lemak (% bb) 1.72 ± 0.0010
Kadar karbohidrat (by difference) (% bb) 6.51 ± 0.0220
Kadar total gula (% bb) 5.70 ± 0.0240
4.7.2 Tahu Skim santan kelapa
Skim santan kelapa yang digumpalkan dengan media air dan menggunakan suhu
90-100oC akan membentuk gumpalan yang berbentuk seperti tahu. Gumpalan ini adalah
isolat protein dan merupakan proses awal pembuatan bubuk skim santan kelapa dengan
perlakuan Blanching. Tahu skim santan kelapa ini dianalisis kimia meliputi kadar air, kadar
lemak, kadar protein, kadar abu, total gula dan kandungan karbohidrat untuk menunjang
data pada pembahasan selanjutnya. Hasil analisis kimia tahu skim santan kelapa dapat
dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Karakteristik Kimia Tahu Skim Santan Kelapa
Komponen Hasil Analisa
Kadar air (%)
Kadar abu (% bb)
66.28 ± 0.0050
1.83 ± 0.0004
Kadar protein (% bb) 16.65 ± 0.0064
Kadar lemak (% bb) 7.67 ± 0.0130
Kadar karbohidrat (by difference) (% bb) 7.53 ± 0.0030
Kadar total gula (% bb) 6.93 ± 0.0110
Kedua tabel menunjukkan perubahan yang cukup signifikan, kadar air yang semula
berjumlah 86.37% menjadi 66.28% karena adanya proses pemanasan dan penggumpalan
sehingga air menguap. Sedangkan untuk abu, protein, lemak, karbohidrat, dan total gula
meningkat dengan adanya proses pemanasan dan koagulasi. Hal ini dikarenakan
konsentrasi masing-masing atribut kimia tersebut meningkat bersamaan dengan
menguapnya air dari bahan karena proses pemanasan dan koagulasi. Menurut Nanik (2011)
volume air dalam proses Blanching memengaruhi kadar protein dan atribut kimia lainnya.
Semakin banyak volume air yang menguap maka semakin tinggi konsentrasi protein dan
atribut kimia lainnya, pada proses ini terjadi perpindahan massa.
4.8 Karakteristik Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum
4.8.1 Karakteristik Kimia Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum
Bubuk skim santan hasil verifikasi dianalisis kimia meliputi kadar air, kadar total gula,
kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat (by difference). Analisis kimia
dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses Blanching terhadap perubahan karakteristik
pada bubuk skim santan. Hasil analisis kimia bubuk skim santan kelapa dengan volume air
pada proses Blanching optimum dapat dilihat pada Tabel 4.18. Sebagai perbandingan dan
kontrol, terdapat data penunjang hasil analisis kimia bubuk skim santan kelapa tanpa
perlakuan Blanching.
Tabel 4.18 Perbandingan Karakteristik Kimia Bubuk Skim Santan Kelapa
Komponen
Hasil Analisa Hasil Analisa Literatur
(Blanching) (Tanpa
Blanching)
Kadar air (%)
Kadar abu (% bb)
5.31 ± 0,244
6.29 ± 0.095
6.85 ± 0.198
6.70 ± 0.171
5.02 ± 0.0180 a
8.30 ± 0.346 a
Kadar protein (% bb) 54.45 ± 1.05 43.27 ± 1.68 30 ± 0.800 b
Kadar lemak (% bb) 18.13 ± 1.17 15.75 ± 2.41 6.65 ± 0.346 a
Kadar karbohidrat (by
difference) (% bb)
22.09 ± 1.98 34.29 ± 2.76 37 ± 1.500 b
Kadar total gula (% bb) 19.42 ± 0.71 22.61 ± 2.54 33 ± 1.500 b
Hasil analisa kadar air pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar
5.31% berbeda sedikit dengan literatur Naik (2013) yang menggunakan metode drum-dried
sebesar 5.02%. Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan
Blanching mengandung 6.85% air. Perbedaan perlakuan Blanching dan non-Blanching
dikarenakan proses pemanasan pada perlakuan Blanching lebih lama (Pizzocaro et al,
1995). Kadar air bubuk skim santan juga dapat dipengaruhi oleh proses penggumpalan
yang dilakukan selama pembuatan bubuk skim santan kelapa. Koagulasi adalah kondisi
dimana protein yang mengalami kerusakan akibat pemanasan sehingga terjadi pengerasan
karena menyerap air sehingga memengaruhi kadar air (Makfoeld, 2008). Proses koagulasi
menggunakan suhu pemanasan 90-100oC sehingga kadar air dalam koagulan juga
berkurang karena menguap.
Kadar abu pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar 6.29%,
sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan Blanching
mengandung 6.70% abu. Kedua hasil tersebut berbeda dengan kandungan abu pada
literatur Naik (2013) yang menggunakan metode drum-dried sebesar 8.30%. Perbedaan ini
Keterangan : 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 3 trplo ± standar deviasi a = Metode Drum-dried (Naik dkk., 2013)
b = Hagenmeier et al (1974)
terjadi karena komoditas kelapa yang digunakan berbeda tempat, berbeda kandungan
mineral dalam tanah dan air. Pada penelitian kali ini digunakan kelapa yang berasal dari
Bali, Indonesia. Sedangkan literatur menggunakan kelapa dari pasar lokal yang terdapat di
Mumbai, India. Menurut (Notohadiprawiro, 2006), lokasi komoditas, kandungan tanah dan
sokongan air mempengaruhi kadar mineral dalam komoditas.
Kadar protein pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar 54.45%.
Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan Blanching
mengandung 43.27% protein. Hal ini dikarenakan perbedaan perlakuan yang dilakukan,
Blanching dan koagulasi mampu menurunkan kadar air dan menggumpalkan protein
sehingga protein yang terkumpul lebih banyak. Kandungan protein dengan metode
Blanching ini menghasilkan kandungan protein yang lebih besar daripada literatur
Hagenmeier et al (1974) yang mengandung protein sebesar 30%. Pada percobaan yang
dilakukan Hagenmeier et al (1974) menggunakan metode spray-dried menggunakan media
air keran tanpa perlakuan sehingga kandungan proteinnya lebih rendah. Sedangkan
menurut Zoya (2011), perusahaan negara China yang memproduksi bubuk dari serealia,
standar protein untuk bubuk minimal 70%. Sehingga diperlukan perlakuan lebih untuk
memproduksi bubuk skim santan kelapa ini agar dapat bersaing dengan produk bubuk
lainnya.
Kadar lemak pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar 18.13%.
Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan Blanching
mengandung 15.75% lemak. Perbedaan ini dikarenakan pada perlakuan Blanching
menggunakan pemanasan yang lebih lama daripada perlakuan non-Blanching, sehingga
kandungan lemak sampel Blanching lebih tinggi daripada non-Blanching. Proses
pemanasan lebih yang diberikan pada sampel dapat meningkatkan lemak 2-3%, dengan
proses pemanasan lemak menjadi cair dan viskositas lemak akan berkurang sehingga
memudahkan lemak keluar dari sel sampel sehingga mudah dianalisa (Venter dkk, 2007).
Sedangkan menurut literatur Naik dkk (2013) kadar lemak bubuk skim santan 6.65%.
Perbedaan ini karena pada CV. Herba Bagoes menggunakan metode pemisahan lemak
sentifugasi pada pembuatan VCO dan pengambilan minyak kelapa untuk keperluan VCO.
Kadar karbohidrat (by difference) pada bubuk skim santan kelapa perlakuan
Blanching sebesar 22.09%. Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan
perlakuan Blanching mengandung 34.29%. Perbedaan ini dikarenakan perlakuan Blanching
memengaruhi jumlah karbohidrat yang terkandung di dalam sampel. Proses pemanasan
mengakibatkan granula-granula pati membengkak dan pecah sehingga tergelatinisasi
(Palupi NS dkk, 2007). Menurut literatur Hagenmeier et al (1974), bubuk skim santan
mengandung 37% karbohidrat menggunakan metode spray-dried, berbeda sedikit dengan
hasil uji bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan Blanching yang menghasilkan 34.29%.
Kadar total gula pada bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching sebesar
19.22%. Sedangkan bubuk skim santan kelapa yang tidak dilakukan perlakuan Blanching
mengandung 22.61% gula. Menurut Badwaik (2012) Proses Blanching juga dapat
menurunkan kadar gula dan karbohidrat hingga 4%. Menurut Hagenmeier et al (1974),
bubuk skim santan metode spray-dried menganduk 33% gula. Perbedaan ini dikarenakan
pada proses pembuatannya, Hagenmeier et al (1974) mencampurkan air kelapa dengan
skim santan kelapa yang dibuat menjadi bubuk. Air kelapa mengandung 5,6% total gula
yang terdiri dari sukrosa, fruktosa, sorbitol, dan glukosa (Warisno, 2004).
4.8.2 Karakteristik Fisik Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum
Bubuk skim santan hasil verifikasi dianalisis fisik yang meliputi rendemen, indeks
aktivitas emulsi, kelarutan, dan daya buih. Analisis fisik dilakukan untuk mengetahui atribut
fisik pada bubuk skim santan kelapa tinggi protein sehingga dapat dimanfaatkan lebih jauh
sebagai bahan baku penunjang produk komersial. Hasil analisis fisik bubuk skim santan
kelapa optimum dapat dilihat pada Tabel 4.19. Sebagai perbandingan dan kontrol, terdapat
data penunjang hasil analisis fisik bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan Blanching.
Tabel 4.19 Perbandingan Karakteristik Fisik Bubuk Skim Santan Kelapa
Komponen
Hasil Analisa Hasil Analisa Literatur
(Blanching) (Tanpa
Blanching)
Kelarutan dalam air (%)
Indeks aktivitas emulsi (m2/g)
92 ± 1.00
12.89 ± 0.61
94 ± 1.73
12.28 ± 1.22
90a
13.94a
Daya buih (%) 12.22 ± 1.95 11.47 ± 2.71 6.60a
Rendemen (%) 36.02 36.83 -
4.8.2.1 Karakteristik Kelarutan
Protein biasanya harus larut dalam air agar dapat digunakan dengan optimal pada
bahan pangan. Data hasil analisis menunjukan bahwa karakteristik kelarutan dalam air
bubuk skim santan kelapa optimum adalah 92% dan bubuk skim santan kelapa tanpa
perlakuan Blanching mampu larut 94%. Menurut Hagenmaier (1974), kelarutan protein dari
bubuk skim santan kelapa menggunakan pengering semprot cocok menggunakan pH netral
untuk dilarutkan. Total padatan dan protein bubuk skim santan kelapa dapat larut pada suhu
25oC dengan kondisi pH 7 sebanyak 90%. Pada percobaan kali ini, pH bubuk skim santan
perlakuan Blanching dan non-Blanching adalah 6.0 dan 6.1, mendekati netral.
4.8.2.2 Karakteristik Indeks Aktivitas Emulsi
a = Metode Drum-dried (Naik dkk., 2013)
Menurut Mc Watters dan Holmes (1979), kelarutan dan aktivitas emulsi dipengaruhi
oleh proses pemanasan. Semakin banyak panas yang digunakan, semakin rendah indeks
aktivitas emulsinya, karena protein semakin terdenaturasi. Hasil uji indeks aktivitas emulsi
bubuk skim santan kelapa optimum adalah 12.89 (m2/g) dan bubuk skim santan kelapa
tanpa perlakuan Blanching mampu larut 12.28 (m2/g). Menurut Naik dkk. (2013), bubuk skim
santan kelapa memiliki daya emulsifikasi dengan metode drum-dried yaitu 13.94 m2/g.
Apabila dibandingkan dengan phosvitin yang berasal dari kuning telur yang memiliki indeks
aktivitas emulsi 21.5 m2/g (Duan dkk., 2016). Maka, indeks aktivitas emulsi bubuk skim
santan kelapa dari ketiga data diatas lebih rendah. Indeks aktivitas emulsi menunjukkan luas
daerah antara fase air dan minyak yang mampu distabilkan persatuan gram sampel (Naik
dkk, 2013).
4.8.2.3 Karakteristik Daya Buih
Buih merupakan dispersi halus dari gelembung gas di dalam zat cair atau zat semi
padat. Protein menjadi fase yang membentuk dan menstabilkan buih yang terbentuk diatas
permukaan zat. Sifat pembuihan ini dipengaruhi oleh metode pengeringan yang digunakan,
semakin terpapar panas maka sifat pembuihnya semakin rendah (Naik dkk, 2013). Data
hasil analisis menunjukan bahwa karakteristik daya buih bubuk skim santan kelapa optimum
adalah 12.22% dan bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan Blanching mampu larut
11.47%. Menurut Naik dkk. (2013), Bubuk skim santan kelapa memiliki daya buih
menggunakan metode pengeringan drum-dried yaitu 6.6%. Apabila dibandingkan dengan
putih telur yang memiliki kapasitas buih 60-70% (Lomakina K., Míková K., 2006). Maka,
kapasitas buih bubuk skim santan kelapa dengan tiga data diatas sangat jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan kapasitas buih putih telur.
4.8.2.4 Hasil Rendemen
Rendemen merupakan berat kering akhir sampel dibagi berat awal sampel setelah
digumpalkan dikali 100 persen. Hasil rendemen Pada Tabel 4.19 dapat diketahui
perbandingan rendemen bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching dan non-Blanching
serta literatur. Data hasil analisis menunjukan rendemen bubuk skim santan kelapa optimum
adalah 36.02% dan bubuk skim santan kelapa tanpa perlakuan Blanching mampu
menghasilkan rendemen 36.83%. Perbedaan ini diakibatkan proses pemanasan yang
dialami sampel Blanching jauh lebih lama, sehingga menurunkan rendemen sampel
Blanching.
4.8.3 Karakteristik Warna Bubuk Skim Santan Kelapa Perlakuan Optimum
Analisa warna bubuk skim santan hasil verifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.20.
Sebagai perbandingan dan kontrol, terdapat data penunjang hasil analisis fisik bubuk skim
santan kelapa tanpa perlakuan Blanching.
Tabel 4.20 Perbandingan Karakteristik Warna Bubuk Skim Santan Kelapa
Komponen
Hasil Analisa Hasil Analisa Literatur
(Blanching) (Tanpa
Blanching)
L*
a*
75.70 ± 0.36
1.47 ± 0.05
73.57 ± 0.20
1.03 ± 0.05
63.82 ± 0.27a
10.46 ± 0.68 a
b* 13.80 ± 0.00 11.67 ± 0.15 27.30 ± 1.45 a
Nilai kecerahan (L*) memiliki skala 0-100, nilai 0 menunjukkan kecenderungan warna
hitam atau gelap, sedangkan nilai 100 menunjukkan kecenderungan warna putih atau
terang (Hutchings, 2012). Nilai kemerahan dinyatakan oleh nilai a dengan kisaran nilai -100
hingga +100, nilai positif menyatakan kecenderungan warna kemerahan, sedangkan nilai
negatif menyatakan kecenderungan warna kehijauan (Hutchings, 2012). Nilai kekuningan
dinyatakan oleh nilai b dengan kisaran nilai -100 hingga +100, nilai positif menyatakan
kecenderungan warna kekuningan, sedangkan nilai negatif menyatakan kecenderungan
warna kebiruan (Hutchings, 2012).
Hasil analisis nilai kecerahan bubuk skim santan kelapa hasil verifikasi yaitu 75.70
dan menunjukkan hasil yang lebih cerah dibandingkan dengan tanpa perlakuan Blanching
dan lebih cerah daripada literatur yang masing-masing menunjukkan hasil 73.57 dan 63.82.
Hasil analisis nilai kemerahan bubuk skim santan kelapa hasil verifikasi yaitu 1.47 dan
menunjukkan hasil yang lebih merah dibandingkan dengan tanpa perlakuan Blanching yang
bernilai 1.03 namun hasil literatur menunjukkan warna lebih merah dengan nilai 10.46
daripada keduanya. Hasil analisis nilai kekuningan bubuk skim santan kelapa hasil verifikasi
yaitu 13.80 dan menunjukkan hasil yang lebih kuning dibandingkan dengan tanpa perlakuan
Blanching yang bernilai 11.67 namun hasil literatur menunjukkan warna lebih kuning dari
keduanya dengan nilai 27.30.
Menurut Caparino et al (2012) sampel yang menggunakan metode pengeringan
yang berbeda, maka hasil warna yang dihasilkan juga berbeda. Pada percobaan kali ini,
bubuk skim santan kelapa perlakuan Blanching dan non-Blanching menggunakan
pengeringan kabinet sehingga perbedaan yang dihasilkan hanya sedikit, sedangkan literatur
menggunakan metode pengeringan drum sehingga terdapat perbedaan antara hasil literatur
dan hasil uji yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Krisno Budiyanto. 2009. Gizi dan Kesehatan. Bayu Media dan UMM Press, Malang
Ali, Mohammed. 2010. Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan. Bandung: Pustaka
Cendekia Utama.
Allorerung, D., Mahmud, Z., Wahyudi., Novarianto, H., Luntungan, H.T. 2005. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian 2005. hal 1-38.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of The Official
Analytical Chemist. Washington D. C., USA.
Apriantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, S Budiyanto. 1994. Petunjuk
Laboratorium Analisis Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institur Pertanian
Bogor. Bogor
Arteage, G. E., Li Chan, E., Vazquez-Arteaga, M. C., Nakai, S.1996. Sysetematic
experimental designs for product formula optimization Trends in Food
Scince and Technology 5. 243-354.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2006. SNI.01-3554-2006: Cara Uji Air dalam
Kemasan. Jakarta :Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2006. SNI.01-2970-2006: Susu Bubuk. Jakarta
:Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2009. SNI.7388-2009: Batas Maksimum Cemaran
Mikroba dalam Pangan. Jakarta :Badan Standardisasi Nasional.
Bambang Djatmiko. 1983. Pengolahan Kelapa. Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor.
Badwaik, Laxmikant Shivnath. 2012. Physicochemical Changes in Bamboo Shoot of
Assam During Precessing and Its Quality Study by Application of Antimicrobial-
Anticrowning Edible Coating. Thesis. Departement of Food Engineering and
Technology Tezpur University India.
Caparino, O. A., Tang, J., Nindo, C. I., Sablani, S. S., Powers, J. R., & Fellman, J. K. 2012.
Effect of Drying Methods on The Physical Properties and Microstructures of
Mango (Philippine ‘Carabao’ Var.) Powder. Journal of Food Engineering.
Coffmann, C. V., & Garcia, V. V. 1977. Functional properties and amino acid content of
a protein isolate from Mung bean flour. Journal of Food Technology, 12, 473–484.
Djatmiko, B. 1983. Pengolahan Kelapa. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Duan, Xiang et al. 2016. Physicochemical Properties and Antioxidant Potential
of Phosvitin-Resveratrol Complexes in Emulsion System. USA: Science.gov
Ebookpangan.com. 2006. Aneka Hasil Olahan Kelapa. Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Estiasih dan Ahmad. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang: Bumi Aksara
Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan 2. Tarsito. Bandung
Hadiningsih, N. 2004. Optimasi Formula Makanan Pendamping ASI dengan
Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Hagenmaier, R., K. F. Mattil, C. M. Cater. 1974. Dehydrated Coconut Skim Milk as a Food
Product: Composition and Functionality. Journal of Food Science. Vol. 3: 196-199.
Hapsari, N. 2007. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Metode Sentrifugasi.
Jurnal, Teknik Kimia UPN Veteran, Surabaya.
Hutchings, J. B. 2012. Food Colour and Appearance. Springer Science+Bussiness Media.
New York.
ILO dan UNDP. 2015. Laporan Studi: Kajian Kelapa dengan Pendekatan Rantai dan
Iklim Usaha di Kabupaten Sarmi. Papua: Program Pembangunan berbasis
Masyaratak Fase II.
Khuenpet, K., W. Jittanit, N. Honga, S. Pairojkul. 2016. UHT Skim Coconut Milk
Production and Its Quality. Artikel. Bangkok: Kasetsart University Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan Fakultas Agroindustri Thailand.
Komunikasi Pribadi. 2016. Diagram Alir Proses Mendapatkan Skim Santan Kelapa.
Malang: CV Herba Bagoes.
Lehninger, A.L. 1976. Biochemistry, The Moleculer Basis Of Cell Structure And
Function. Second Edition. New York : Worth Publisher, Inc.
Lomakina K., Míková K. 2006. A Study of the Factors Affecting the Foaming Properties
of Egg White – a Review. Czech J. Food Sci. Vol. 24, No. 3: 110-118.
Mahmud, Z. dan Ferry, Y. 2005. Prospek Pengolahan Hasil Samping Kelapa. Jurnal
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Makfoeld, D. 2008. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Mangalakumari, C.K., V.P. Sreedharan dan A.G. Mathew. 1983. Studies on Blackening of
Pepper (Piper nigrum) during Dehydration. Journal of Food Science. Vol. 48 (2) :
604-606.
Mc Watters, K. H., dan Holmes, M. R. 1979. Influence of Moist Heat On Solubility and
Emulsification Properties of Soy and Peanut Flours. Journal of Food Science, 44,
774-776.
Naik, A., G. V. Venu, M. Prakash, dan K. S. M. S. Raghavarao. 2013. Dehydration of
Coconut Skim Milk and Evaluation of Functional Properties. Journal of Food. Vol.
12 (3): 227-234.
Nanik. 2011. Pengaruh Suhu Perendaman terhadap Koefisien Difusi dan Sifat Fisik
Kacang Merah. Lampung: Universitas Lampung
Natarajan, K. R. 1980. Peanuts Proteins Ingredients, Preparation, Properties, and Food.
In Chiechester, O.O. (ed), Advantages in Food Research. Vol 26.New York : Academic
Press.
Notohadiprawiro, T. 2006. Logam Berat dalam Pertanian. Yogyakarta: Ilmu Tanah
Universitas Gajah Mada
Nugroho dan Kharisma, P. 2011. Optimasi Proses Penambahan Larutan NaOH dan
Lama Pemasakan dalam Pembuatan Pulp dari Serat Batang Pisang. Dilihat 21
Oktober 2014 http//elibrary.ub.ac.id.
Nurdjannah, N. 2007. Pengaruh Perbandingan Berat Buah Lada Dengan Air dan Waktu
Pemblansiran terhadap Mutu Lada Hitam yang Dihasilkan. Bulletin Teknologi
Pascapanen Pertanian Vol. 3
Palungkun, R. 2005. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.
Palupi NS., Zakaria FR dan Prangdimurti E. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai
Gizi Pangan. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Pearce, K. N., & Kinsella, J. E. 1978. Emulsifying properties of proteins: Evaluation of a
turbidimetric technique. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 26, 716–723.
Pizzocaro, F., Senesi, E., Querro, O., Gasparoli. 1995. Blanching Effect on Carrots. Study
og The Lipids Stability During The Frozen Conservation. Industrie Alimentary, 34,
1265-1271
Prihatini, R.I. 2008. Analisa Kecukupan Panas Pada Proses Pasteurisasi Santan.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Rajesekharan, N. dan Sreenivanasan, A. 1967. The Use of Coconut Preparations as a
Protein Supplement in Child Feeding. J. Food Sci. & Technol. 4: 59.
Satoto, A. 1999. Teknik Pengawetan Santan. ST 27/10-3/99 Kelapa II.
Seow, C.C., & Gwee, C.N. (1997). Coconut Milk: Chemistry and Technology. Int. J. Food
Sci.Technol., 32, 189–201.
Setiaji, B dan Surip Prayugo. 2006. Membuat VCO Berkualitas Tinggi. Jakarta: Penebar
Swadana.
Setyamidjaja, Djoehana. 1989. Bertanam Kelapa Hibrida. Kanisius. Yogyakarta.
Srianta. 2000. Potensi Aplikasi Transglutaminase dalam Industri Pangan.
Srihari, E., F.S Lingganingrum, R. Hervita, H. Wijaya, 2010. Pengaruh Penambahan
Maldotedekstrin Pada Pembuatan Santan Kelapa Bubuk, Prosiding Seminar
Rekayasa Kimia dan Proses.
Sudarmadji, S., Suhardi, Haryono, B. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Suhardjo dan Clara M.K. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
Sukmadinata., Nana. S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Tangsuphoom, Nattapol dan John N.Coupland. 2009. Effect of Thermal Treatments on
The Properties of Coconut Milk Emulsions Prepared with Surface-Active
Stabilizers. Elsevier Journal. Food Hydrocolloids 23 (2009): 1792-1800.
Unari dan Taib. 2008. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian.
USDA Database. 2016. Basic Report: 12117, Nuts, Coconut Milk, Raw (Liquid
Expressed from Grated Meat and Water). Diakses pada tanggal 30 Juni 2016
https://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show/3663?fgcd=&manu=&lfacet=&format=&count
=&max=35&offset=&sort=&qlookup=Coconut+milk.
Venter, M. J., Willems, P., Kuipers, N. J. M., dan de Haan, A. B. 2006. Gas Assisted
Mechanical Experssion of Cocoa Butter from Cocoa Nibs and Edible Oils from
Oilseeds, Journal of Supercritical Fluids, 37, 350-358.
Vining, G and Kowalski, S. 2006. Recomendations for Design Parameters for Central
Composite Design with Restricted Randomization. Blacksburg. Virginia.
Wangtueai, S and Noomhorm, A. 2009. Processing Optimization and Characterization
of Gelatin from Lizardfish (Saurida spp.). Scales. LWT Food Science and
Technology 42 (4) : 825-834.
Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta : Media Pustaka
WHO. 2007. Protein and Amino Acid Requirements in Human Nutrition. WHO Technical
Report Series.
Woodroof, J.B.,1979. Coconut : Production, Processing, Product. 2th ed. The AVI
Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.
Yousef, A. E. 2003. Food Microbiology: A Laboratory Manual. John Wiley and Sons, Inc.
Canada.
Zidani, S., Fahloul, D., & Bacha, A. 2012. Effects of pH, NaCl, ethanol, and drying
methods on the solubility of Saccharomyces cerevisiae proteins. Cyta – Journal
of Food, 10, 42–47.
top related