oktarina maulidiadigilib.unila.ac.id/57227/2/tesis tanpa bab pembahasan.pdf · 2019-06-25 ·...
Post on 18-Mar-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENURUNAN BEBAN PENCEMARAN MELALUI PEMANFAATANEFFLUENT REAKTOR BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA UNTUK
PRODUKSI SAYURAN ORGANIK(Tesis)
Oleh
OKTARINA MAULIDIA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
PENURUNAN BEBAN PENCEMARAN MELALUI PEMANFAATANEFFLUENT REAKTOR BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA UNTUK
PRODUKSI SAYURAN ORGANIK
Oleh
OKTARINA MAULIDIA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelarMAGISTER SAINS
pada
Program Pascasarjana MultidisiplinMagister Ilmu Lingkungan
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
Oktarina Maulidia
ABSTRAK
PENURUNAN BEBAN PENCEMARAN MELALUI PEMANFAATANEFFLUENT REAKTOR BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA UNTUK
PRODUKSI SAYURAN ORGANIK
O leh
OKTARINA MAULIDIA
Permasalahan yang masih timbul dalam teknologi pengolahan limbah cair industri
tapioka yaitu effluent reaktor biogas masih belum dapat dibuang ke badan air
karena belum memenuhi baku mutu air limbah industri tapioka, namun
diperkirakan dapat digunakan sebagai sumber unsur hara tanaman. Tujuan dari
penelitian ini adalah menghitung potensi penurunan beban pencemaran melalui
pemanfaatan air limbah yang berasal dari effluent reaktor biogas industri tapioka
dan menentukan dosis pemberian air pada budidaya sayuran organik pada media
tanah dengan memanfaatkan effluent reaktor biogas industri tapioka dalam rangka
menurunkan beban pencemaran limbah yang dihasilkan. Rancangan percobaan
menggunakan rancangan faktorial dalam RAK. Terdapat dua faktor dalam
penelitian ini, yaitu 1) faktor pertama ialah jenis tanaman (T) yang terdiri dari T1
= pakcoy, T2 = kangkung, T3 = tomat, dan T4 = timun dan 2) faktor kedua ialah
taraf air tersedia dengan pemberian effluent (K) yang terdiri dari K1 = 100%-81%
, K2 = 80%-61% , K3 = 60%-41%, dan K4 = 40%-21% air tersedia. Sehingga
Oktarina Maulidia
terdapat 16 kombinasi perlakuan yang dihasilkan dimana tiap perlakuan terdiri
dari tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pada budidaya sayuran
organik setiap satu hektar tanah, tanaman pakcoy dengan air tersedia 81%-100%
(T1K1) mampu menghasilkan penurunan beban sebesar 7,47%, budidaya
kangkung dengan air tersedia 61%-80% (T2K2) mampu menurunkan beban
sebesar 8,26%, budidaya tomat dengan air tersedia 41%-60% (T3K3) mampu
menurunkan beban 6,43%, dan budidaya timun dengan air tersedia 81%-100%
(T4K2) mampu menurunkan beban sebesar 4,54%; 2) Apabila suatu industri
dengan kapasitas produksi 100 ton ubikayu perhari yang menghasilkan beban
pencemaran effluent reaktor biogas mencapai 71,50 kg COD hari-1, 33,53 kg N
hari-1, 7,65 kg P hari-1, dan 5,61 kg K hari-1 menginginkan penurunan beban
hingga 0%, maka dasar yang dapat diambil ialah: (a) budidaya tanaman pakcoy,
dengan air tersedia 81%-100% (T1K1) pada luas tanah 13,39 ha, atau (b)
budidaya tanaman kangkung, dengan air tersedia 61%-80% (T2K2) pada luas
tanah 12,11 ha, atau (c) budidaya tanaman tomat, dengan air tersedia 41%-60%
(T3K3) pada luas tanah 15,55 ha, atau (d) budidaya tanaman timun, dengan air
tersedia 61%-80% (T4K2) pada luas tanah 22,05 ha; dan 3) Penurunan beban
pencemaran pada variabel pengamatan COD, nitrogen (N), phosphor (P), dan
kalium (K) terbaik ditunjukkan oleh persentase penurunan beban pencemaran
tertinggi yaitu apabila dilakukan pemanfaatan effluent untuk budidaya tanaman
kangkung pada air tersedia 61%-80% (T2K2) dalam satu hektar tanah sebesar
8,26% dari beban pencemaran reaktor biogas setiap harinya.
Kata kunci : effluent biogas, beban pencemar, produksi sayuran.
Oktarina Maulidia
ABSTRACT
DECREASING OF POLLUTION LOADS THROUGH UTILIZATION OFEFFLUENT REACTOR OF TAPIOCA INDUSTRIAL BIOGAS FOR
PRODUCTION OF ORGANIC VEGETABLES
B y
OKTARINA MAULIDIA
The problem that still arises in the tapioca industrial wastewater treatment
technology, which is the effluent of the biogas reactor, still cannot be disposed of
into the water body because it has not met the quality standards of tapioca
industrial wastewater, but is expected to be used as a source of plant nutrients.
The purpose of this study was to calculate the potential reduction in pollution load
through the utilization of wastewater originating from the tapioca industry biogas
reactor effluent and determine the dosage of giving water to organic vegetable
cultivation on soil media by utilizing the tapioca industrial biogas reactor effluent
in order to reduce the pollution load of the waste produced. The experimental
design used factorial design in RAK. There are two factors in this study: 1) the
first factor is plant type (T) consisting of T1 = pakcoy, T2 = kangkung, T3 =
tomato, and T4 = cucumber and 2) the second factor is water level available with
effluent (K) which consists of K1 = 100% -81%, K2 = 80% -61%, K3 = 60% -
41%, and K4 = 40%-21% water available. So, there are 16 treatment
Oktarina Maulidia
combinations that each treatment consists of three replications. The results
showed that 1) Cultivation of organic vegetables every hectare of soil, pakcoy
plants with available water 81% -100% (T1K1) were able to produce a decrease in
load of 7,47%, water spinach cultivation with water was available 61%-80%
(T2K2 ) able to reduce the load by 8,26%, tomato cultivation with available water
41%-60% (T3K3) capable of reducing the load of 6,43%, and cucumber
cultivation with available water 81%-100% (T4K2) capable of reducing the load
by 4,54%; 2) If an industry with a production capacity of 100 tons of cassava per
day produces biogas reactor effluent pollution load reaches 71,50 kg COD day-1,
33,53 kg N day-1, 7,65 kg P day-1 and 5,61 kg K day-1 wants a decrease in load of
up to 0%, so the basis that can be taken is: (a) cultivation of pakcoy plants, with
available water 81%-100% (T1K1) on 13,39 ha of soil, or (b) kale cultivation,
with available water 61%-80% (T2K2) on 12,11 ha of soil, or (c) cultivation of
tomato plants, with water available a 41%-60% (T3K3) on 15,55 ha of soil, or (d)
cultivation of cucumber plants, with available water 61%-80% (T4K2) on 22,05
ha of soil; and 3) The best treatment to decreasing pollution load in observation
variables COD, nitrogen (N), phosphorus (P), and potassium (K) are indicated by
the highest percentage of reduction in pollution load, ie effluent utilization for
kale cultivation at 61%-80% water available (T2K2) in one hectare soil in the
amount of 8,26% from daily pollution load of effluent of biogas reactor.
Keywords: biogas effluent, pollutant load, vegetable production.
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 3 Oktober 1991. Penulis
merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Marwan Ys
(Alm) dan Ibu Erlani.
Pendidikan formal Penulis diawali dari pendidikan di TK Aisyiah Bandar
Lampung (1996-1997). Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar
(SD) di Sekolah Dasar Muhammadiyah 1 Bandar Lampung (1997-2003),
selanjutnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 4 Bandar
Lampung (2003-2006), Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 Bandar
Lampung pada tahun (2006-2009). Pada tahun 2009 penulis melanjutkan
pendidikan S1 Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan
konsentrasi pada bidang Ilmu Tanah, selesai pada tahun 2013.
Pada tahun 2017, tepatnya semester genap Tahun Ajaran 2016/2017, penulis
melanjutkan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan,
Universitas Lampung dan menyelesaikan ujian tesis pada tanggal 29 April 2019.
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Al-Insyirah 5-6)
“Education is a slow moving but powerful force."
(J. William Fulbright)
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
karunia, hidayah, serta nikmat yang diberikan sehingga Penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Penurunan Beban Pencemaran melalui
Pemanfaatan Effluent Reaktor Biogas Industri Tapioka untuk Produksi Sayuran
Organik”. Penyusunan tesis ini merupakan syarat menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas
Lampung.
Dalam penyusunan tesis ini Penulis banyak mendapat bantuan baik ilmu, materiil,
petunjuk, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan
ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung.
2. Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Lingkungan yang selalu memberikan dukungan bagi mahasiswa dalam
menyelesaikan studi.
3. Prof. Dr. Udin Hasanuddin, M.T.., selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan bimbingan,
pengetahuan, kritik dan saran serta dukungan kepada Penulis dalam
menyelesaikan tesis.
4. Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan bimbingan, saran dan
pengetahuan dalam penyelesaian tesis Penulis.
5. Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku dosen pembimbing III yang telah
banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan bimbingan, saran,
dan pengetahuan dalam penyelesaian tesis Penulis.
6. Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc., selaku dosen penguji sekaligus
pembimbing akademik Penulis yang telah memberikan nasihat, arahan, kritik
dan saran selama penulis menyelesaikan studi dan tesis ini.
7. Dr. Eng. Dewi Agustina Iryani, S.T., M.T., selaku dosen penguji yang telah
banyak memberikan saran dan koreksi dalam penyelesaian tesis ini.
8. Seluruh dosen mata kuliah Program Studi Magister Ilmu Lingkungan atas
semua ilmu, didikan, dan bimbingan yang Penulis peroleh selama masa
perkuliahan.
9. Mama Erlani dan Papa Marwan Ys (almarhum) atas dukungan, doa, kasih
sayang, dan didikan tentang kehidupan yang kalian tanamkan.
10. Kakak-kakak dan adik, serta keluarga besar Penulis yang telah banyak
memberi dukungan moril dan materiil setiap harinya.
11. Ucapan terima kasih juga kepada Reza, yang membantu Penulis dalam
menyelesaikan penelitian untuk menyelesaikan tesis ini.
12. Rekan penelitian selama Penulis menyelesaikan tesis, Tari.
13. Rekan-rekan Magister Ilmu Lingkungan, Ibu Anita, Ibu Gustini, Ibu Ela, Ibu
Rohayati, Arif, Ade, Mbak Fina, yang memberikan semangat dalam
menyelesaikan studi.
14. Seluruh staff Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Lampung yang banyak membantu penulis menyelesaikan studi.
15. Semua pihak yang telah membantu serta mendukung Penulis yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua amal baik yang telah dilakukan. Penulis
berharap tugas akhir ini berguna bagi kelanjutan riset mengenai tema tersebut.
Bandar Lampung, 20 Mei 2019
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvi
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 11.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 41.3 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 51.4 Hipotesis ....................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9
2.1 Industri Tapioka ........................................................................... 92.2 Limbah Cair Industri Tapioka ...................................................... 122.3 Produksi Biogas dari Limbah Cair Tapioka ................................. 152.4 Karakteristik Tanaman yang Dibudidayakan ................................. 15
III. BAHAN DAN METODE .................................................................. 18
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 183.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 183.3 Metode Penelitian ......................................................................... 193.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 21
3.4.1 Pengambilan Sampel Tanah Awal dan Effluent Awal ........ 213.4.2 Persiapan Media Tanam .................................................... 213.4.3 Budidaya Tanaman ............................................................. 223.4.4 Pengambilan dan Penyiapan Sampel ................................. 253.4.5 Analisis Laboratorium ........................................................ 27
3.5 Variabel Pengamatan ................................................................... 36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 39
4.1 Karakteristik Awal Effluent Reaktor Biogas pada Penelitian ....... 394.2 Karakteristik Tanah Awal Percobaan ............................................ 394.3 Pengaruh Aplikasi Perlakuan terhadap Kondisi Tanah .................. 41
xiii
4.3.1 pH Tanah ............................................................................ 424.3.2 C Organik Tanah ............................................................... 444.3.3 Nitrogen Tanah .................................................................. 484.3.4 C/N Rasio Tanah ................................................................ 504.3.5 Total Phosphor Tanah ........................................................ 524.3.6 Total Kalium Tanah ........................................................... 55
4.4 Jumlah Effluent yang Ditambahkan ............................................. 584.4.1 Jumlah Effluent yang Ditambahkan pada Tanaman
Pakcoy .................................................................................... 614.4.2 Jumlah Effluent yang Ditambahkan pada Tanaman
Kangkung ............................................................................... 634.4.3 Jumlah Effluent yang Ditambahkan pada Tanaman
Tomat ..................................................................................... 644.4.4 Jumlah Effluent yang Ditambahkan pada Tanaman
Timun ..................................................................................... 654.5 Penurunan Beban Pencemaran Effluent Akibat Produksi Sayur
Media Tanah ................................................................................. 664.5.1 Chemical Oxygen Demand (COD) .................................... 664.5.2 Nitrogen (N) ........................................................................ 694.5.3 Phosphor (P) ...................................................................... 734.5.4 Kalium (K) .......................................................................... 76
4.6 Serapan Hara Tanaman ................................................................ 834.5.1 Serapan Nitrogen (N) ......................................................... 834.5.2 Serapan Phosphor (P) ........................................................ 924.5.3 Serapan Kalium (K) ........................................................... 98
4.7 Korelasi antar Variabel Percobaan ................................................ 1054.8 Percobaan Hidroponik ................................................................... 107
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 108
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 1085.2 Saran ............................................................................................ 110
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 111
LAMPIRAN ............................................................................................... 117
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Karakteristik limbah industri tapioka. ................................................. 2
2. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri tapioka. ... 3
3. Kandungan effluent reaktor biogas limbah industri tapioka. .............. 8
4. Berat tanah awal percobaan sesuai ketersediaan air tanah. .................. 22
5. Hasil analisis awal effluent yang digunakan pada percobaan. ............ 39
6. Hasil analisis tanah awal percobaan. .................................................... 40
7. Hasil analisis tanah akhir setelah dilakukan percobaan. ...................... 41
8. Rangkuman hasil analisis ragam data pengamatan percobaanpenurunan beban pencemaran melali pemanfaatan effluent reaktorbiogas industri tapioka untuk produksi sayuran organik. ..................... 42
9. Hasil uji BNT kondisi pH tanah pada taraf 5% akibat pengaruhPemberian beberapa taraf jumlah effluent terhadap ketersediaan airtanah pada empat jenis tanaman. .......................................................... 43
10. Hasil uji BNT pada taraf 5% kondisi C organik tanah akibatpengaruh pemberian beberapa taraf jumlah effluent terhadapketersediaan air tanah pada empat jenis tanaman. ................................. 45
11. Hasil uji BNT pada taraf 5% kondisi nitrogen tanah akibat pengaruhpemberian beberapa taraf jumlah effluent terhadap ketersediaan airtanah pada empat jenis tanaman. .......................................................... 49
12. Hasil uji BNT jumlah effluent transformasi kuadrat (√)akibat pengaruh pemberian beberapa taraf jumlah effluent terhadapketersediaan air tanah pada empat jenis tanaman pada taraf 5%. .......... 59
13. Hasil uji BNT pada taraf 5% rata-rata penurunan beban COD hariantransformasi (x2) akibat pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent terhadap ketersediaan air tanah pada empat jenis tanaman. . .. 69
xv
14. Hasil uji BNT pada taraf 5% rata-rata penurunan beban N hariantransformasi (x2) akibat pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent terhadap ketersediaan air tanah pada empat jenis tanaman. . 71
15. Hasil uji BNT pada taraf 5% penurunan beban P hariantransformasi (x2) akibat pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent terhadap ketersediaan air tanah pada empat jenis tanaman. .. 75
16. Hasil uji BNT pada taraf 5% penurunan beban K hariantransformasi (x2) akibat pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent terhadap ketersediaan air tanah pada empat jenis tanaman. .. 78
17. Beban harian yang dihasilkan reaktor biogas. ...................................... 79
18. Hasil analisis serapan N tanaman akibat pengaruh pemberianbeberapa taraf jumlah effluent terhadap ketersediaan air tanah padaempat jenis tanaman. ............................................................................ 85
19. Perbandingan kebutuhan hara dan serapan nitrogen tanaman. ............. 87
20. Analisis efisiensi penggunaan effluent reaktor biogas industritapioka untuk produksi sayuran pada media tanah. .............................. 89
21. Hasil analisis serapan P tanaman akibat pengaruh pemberianbeberapataraf jumlah effluent terhadap ketersediaan air tanah padaempat jenis tanaman. ............................................................................ 93
22. Perbandingan kebutuhan hara dan serapan phopshor tanaman. ........... 95
23. Analisis efisiensi penggunaan effluent reaktor biogas industritapioka untuk produksi sayuran pada media tanah. .............................. 96
24. Hasil analisis serapan K tanaman akibat pengaruh pemberianbeberapa taraf jumlah effluent terhadap ketersediaan air tanah padaempat jenis tanaman. ............................................................................ 100
25. Perbandingan kebutuhan hara dan serapan phosphor tanaman ............ 101
26. Analisis efisiensi penggunaan effluent reaktor biogas industritapioka untuk produksi sayuran pada media tanah. .............................. 102
27. Korelasi antar beberapa variabel .......................................................... 105
28. Uji normalitas data hasil percobaan berdasarkan faktor jenistanaman. ............................................................................................... 118
29. Uji normalitas data hasil percobaan berdasarkan faktor jumlaheffluent. ................................................................................................. 120
xvi
30. Uji homogenitas data hasil percobaan. ................................................. 122
31. Uji homogenitas data hasil percobaan dengan transformasi log. ......... 125
32. Uji homogenitas data hasil percobaan dengan transformasi Ln. .......... 127
33. Uji homogenitas data hasil percobaan dengan transformasi 1/x. ......... 129
34. Uji homogenitas data hasil percobaan dengan transformasi akarkuadrat (√). ............................................................................................ 131
35. Uji homogenitas data hasil percobaan dengan transformasi kuadrat(x2). ....................................................................................................... 133
36. Uji homgenitas data hasil percobaan dengan transformasi kubik (x3). 135
37. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent pada empat jenis tanaman terhadap pH tanah. ........................ 136
38. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent pada empat jenis tanaman terhadap kandungan Corganik tanah. ....................................................................................... 136
39. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent pada empat jenis tanaman terhadap kandungan nitrogentotal tanah. ............................................................................................ 137
40. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent pada empat jenis tanaman terhadap beban pencemaranCOD harian. .......................................................................................... 137
41. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent pada empat jenis tanaman terhadap beban pencemaranN harian. ............................................................................................... 138
42. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent pada empat jenis tanaman terhadap beban pencemaranP harian. ................................................................................................ 138
43. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent pada empat jenis tanaman terhadap beban pencemaranK harian. ............................................................................................... 139
44. Hasil analisis ragam pengaruh pemberian beberapa taraf jumlaheffluent pada empat jenis tanaman terhadap kebutuhan effluent. ........ 139
45. Uji BNT 5%. ......................................................................................... 140
xvii
46. Perhitungan beban pencemaran COD. ................................................. 144
47. Perhitungan beban pencemaran Nitrogen (N). ..................................... 145
48. Perhitungan beban pencemaran Phosphor (P). ...................................... 146
49. Perhitungan beban pencemaran Kalium (K). ........................................ 147
50. Perhitungan hara Nitrogen (N) masuk dan keluar dalam sistem. ......... 148
51. Perhitungan hara Phosphor (P) masuk dan keluar dalam sistem. ......... 149
52. Perhitungan hara Kalium (K) masuk dan keluar dalam sistem. ........... 150
53. Perhitungan persentase penurunan beban COD. .................................. 151
54. Perhitungan persentase penurunan beban nitrogen. ............................. 152
55. Perhitungan persentase penurunan beban phosphor. ............................ 153
56. Perhitungan persentase penurunan beban kalium. ............................... 154
57. Kriteria penilaian hasil analisis tanah. .................................................. 155
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema proses pengolahan tapioka di industri besar. ........................... 11
2. Lokasi penelitian. ................................................................................... 18
3. Layout percobaan dalam screen house. ................................................. 20
4. Persiapan media tanam. ......................................................................... 22
5. Tanaman yang baru saja ditanam. ......................................................... 23
6. Tanaman yang telah diajir. .................................................................... 24
7. Perubahan kandungan C organik tanah akibat penggunaan effluentpada budidaya sayur media tanah. ......................................................... 44
8. Perubahan kandungan total nitrogen tanah akibat penggunaaneffluent pada budidaya sayur media tanah. .......................................... 48
9. Perubahan kondisi C/N rasio tanah akibat penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah. ................................................................. 50
10. Perbandingan C/N rasio tanah antar perlakuan akibat penggunaaneffluent pada budidaya sayur media tanah. ........................................... 51
11. Perubahan kandungan total phosphor tanah akibat penggunaaneffluent pada budidaya sayur media tanah. ........................................... 53
12. Perbandingan total phosphor tanah akibat penggunaan effluent padabudidaya media tanah. ........................................................................... 55
13. Perubahan kandungan total kalium tanah akibat penggunaan effluentpada budidaya sayur media tanah. ......................................................... 56
14. Perbandingan total kalium tanah akibat penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah. ................................................................. 56
xix
15. Rata-rata jumlah effluent yang ditambahkan ke tanaman setiap hari. ... 59
16. Penurunan beban COD harian akibat penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah per hektar tanaman. .................................. 67
17. Penurunan beban COD akibat penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah per hektar tanaman dalam satu tahun. ...... 67
18. Penurunan beban Nitrogen harian akibat penggunaan effluentpada budidaya sayur media tanah per tanaman. .................................... 70
19. Penurunan beban Nitrogen akibat penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah per hektar tanah. ....................................... 70
20. Penurunan beban Phosphor harian akibat penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah per tanaman. ............................................. 73
21. Penurunan beban Phosphor akibat penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah per hektar tanah. ....................................... 74
22. Penurunan beban Kalium harian akibat penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah per tanaman. ............................................. 76
23. Penurunan beban Kalium akibat penggunaan effluent pada budidayasayur media tanah per hektar tanah. ...................................................... 77
24. Persentase penurunan beban pencemaran akibat pemanfaatan effluentdalam satu hektar tanah. ........................................................................ 79
25. Luas tanah yang dibutuhkan untuk menurunkan beban hingga 0%. ..... 80
26. Produksi tanaman per hektar tanah dari budidaya tanamanmemanfaatkan effluent reaktor biogas industri tapioka. ....................... 81
27. Perbandingan produksi tanaman. ........................................................... 82
28. Serapan nitrogen tanaman akibat penggunaan effluent pada budidayasayur media tanah per tanaman. ............................................................ 84
29. Serapan nitrogen tanaman akibat penggunaan effluent pada budidayasayur media tanah dalam satuan kg ha-1 hari-1. ...................................... 84
30. Perbandingan serapan nitrogen harian penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah. ................................................................ 86
31. Grafik hubungan nitrogen yang masuk dan keluar sistem budidayatanaman media tanah. ............................................................................ 88
xx
32. Hasil analisis perhitungan residu nitrogen dalam satu hektar tanahselama satu musim tanam. ..................................................................... 91
33. Serapan phosphor tanaman akibat penggunaan effluent pada budidayasayur media tanah per tanaman. ............................................................ 92
34. Serapan phosphor tanaman akibat penggunaan effluent pada budidayasayur media tanah dalam satuan kg ha-1 hari-1. ..................................... 92
35. Perbandingan serapan phosphor harian penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah. ................................................................. 94
36. Grafik hubungan phosphor yang masuk dan keluar sistem budidayatanaman media tanah. ............................................................................ 95
37. Hasil analisis perhitungan residu phosphor dalam satu hektar tanahselama satu musim tanam. ..................................................................... 97
38. Serapan kalium tanaman akibat penggunaan effluent pada budidayasayur media tanah per tanaman. ............................................................ 99
39. Serapan kalium tanaman akibat penggunaan effluent pada budidayasayur media tanah dalam dalam satuan kg ha-1 hari-1. .......................... 99
40. Perbandingan serapan kalium harian akibat penggunaan effluent padabudidaya sayur media tanah. ................................................................. 100
41. Grafik hubungan kalium yang masuk dan keluar sistem budidayatanaman media tanah. ........................................................................... 102
42. Hasil analisis perhitungan residu kalium dalam satu hektar tanahselama satu musim tanam. ..................................................................... 105
43. Sebagian hasil panen tanaman pakcoy. ................................................. 156
44. Sebagian hasil panen tanaman kangkung. ............................................. 156
45. Sebagian hasil panen tanaman tomat. .................................................... 157
46. Sebagian hasil panen tanaman timun. .................................................... 157
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu adalah
bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan
sebagai sayur maupun pakan ternak. Sedangkan umbinya yang merupakan bagian
panen utama dari ubikayu digunakan sebagai bahan baku industri tapioka.
Industri tapioka merupakan salah satu agroindustri yang berkembang pesat di
Provinsi Lampung. Industri ini berpotensi tinggi untuk terus dikembangkan di
Provinsi Lampung mengingat produksi ubikayu di Provinsi Lampung sendiri pada
tahun 2015 mencapai 7.387.084 ton (BPS, 2018) dan merupakan produksi
tertinggi di Indonesia. Produksi ubikayu yang tinggi tersebut mendorong
berdirinya industri tapioka yang tersebar di Provinsi Lampung.
Dengan berkembang pesatnya industri ini, membawa dampak positif dan negatif
bagi kehidupan masyarakat. Dampak positif yang timbul diantaranya ialah
meningkatnya perekonomian petani ubikayu karena secara tetap hasil panen
mereka sudah dapat disalurkan kepada pabrik yang memproduksi tapioka,
sekaligus juga peningkatan penyerapan tenaga kerja di wilayah pabrik tersebut.
Sedangkan dampak negatif yang dapat muncul ialah diantaranya dihasilkannya
limbah hasil produksi tapioka yang berpotensi mengganggu lingkungan.
2
Industri tapioka menghasilkan limbah padat dan cair. Limbah padat tersebut
dihasilkan dari proses pengupasan ubikayu dan ampas dihasilkan dari proses
pengekstrasian atau penyaringan. Sedangkan air limbah atau limbah cair
dihasilkan dari beberapa sumber antara lain pencucian ubikayu, dan air buangan
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009).
Lebih lanjut menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2009),
berdasarkan neraca masa proses produksi tapioka bahwa air limbah yang
dihasilkan dalam jumlah yang relatif besar yaitu ± 20 m3 ton -1 tapioka atau 5 m3
ton-1 ubikayu yang terdiri dari air proses dan air dalam bahan baku ubikayu.
Adapun karakteristik dari air limbah industri tapioka ditampilkan pada tabel
(Tabel 1) berikut.
Tabel 1. Karakteristik limbah industri tapioka
ParameterLimbah industri
tapioka*Effluent reaktor
biogas**COD (mg L-1) 10.496 722,5
BOD (mg L-1) 6.300 -
SS (mg L-1) 827 388,25
pH 4,50 - 4,92 6,47
Nitrogen total (mg L-1) 524,5 417,2
Phosphorus total (mg L-1) 94 18,325
Total Cyanide (mg L-1) 2,3Turbidity (NTU) 3.910
Sumber: *)Sun et al., (2012)**)Hasanudin et al., (2014)
Berdasarkan Lampiran V Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, diketahui bahwa
untuk usaha dan/atau kegiatan industri tapioka kadar COD yang paling tinggi
ialah 300 mg l-1 dengan beban pencemaran paling tinggi untuk COD ialah 9 kg
3
ton-1 (Tabel 2). Dengan demikian air limbah yang dihasilkan dari industri tapioka
berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan apabila tidak diolah secara tepat
dan tidak dapat dilepas langsung melainkan membutuhkan pengolahan lebih
lanjut agar sesuai dengan baku mutu air limbah yang ada.
Tabel 2. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri tapioka
Parameter Kadar Paling Tinggi (mg L-1) Beban PencemaranPaling Tinggi (kg ton-1)
BOD 150 4,5COD 300 9TSS 100 3Sianida (CN) 0,3 0,009pH 6,0-9,0Debit limbah palingtinggi
30 m3 per ton produk tapioka
Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014tentang Baku Mutu Air Limbah
Salah satu teknologi pengolahan air limbah industri tapioka adalah dengan
menjadikannya sebagai sumber energi baru dalam bentuk biogas. Biogas
merupakan gas campuran metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan sejumlah kecil
nitrogen, amonia, sulfur dioksida, hidrogen sulfida, dan hidrogen (Haryati, 2006).
Menurut Rasi et al., (2007) biogas yang berasal dari limbah pertanian merupakan
campuran dari 50-58% CH4; 37-38% CO2 ; < 1% O2; < 1-2% N2; 32-169 ppm
H2S; 0,7 – 1,3 mg Benzene m-3; dan 0,2 – 0,7 mg Toluene m-3.
Limbah cair industri tapioka berpotensi tinggi untuk digunakan sebagai bahan
baku penghasil biogas. Menurut Haryati (2006), biomasa yang mengandung
kadar air yang tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan pangan cocok
digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas. Dalam produksi biogas, proses
pencernaan anaerobik atau proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri
4
asidogenik dan bakteri metanogenik pada kondisi tanpa udara merupakan dasar
dari reaktor biogas. Lebih lanjut apabila ditinjau berdasarkan karakteristik BOD
dan COD yang menghasilkan rasio sebesar 0,60 maka limbah cair tapioka cocok
untuk dilakukan pengolahan secara biologi (Sun et al., 2012), salah satunya
produksi biogas.
Namun permasalahan yang sama masih timbul yaitu effluent dari reaktor biogas
masih belum dapat dibuang ke badan air secara langsung karena masih belum
memenuhi baku mutu air limbah industri tapioka. Kandungan total nitrogen dan
total phosphorus dalam effluent biogas reaktor industri diperkirakan dapat
menjadi penyebab eutrofikasi apabila dibuang langsung ke dalam perairan. Di sisi
lain, kandungan nitrogen dan phosphor yang tinggi tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk organik cair yang dapat diaplikasikan pada tanaman.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menghitung potensi penurunan beban pencemaran akibat pemanfaatan air
limbah yang berasal dari effluent reaktor biogas industri tapioka.
2. Menentukan dosis pemberian air pada budidaya sayuran organik pada
media tanah dengan memanfaatkan effluent reaktor biogas industri tapioka
dalam rangka menurunkan beban pencemaran limbah yang dihasilkan.
5
1.3 Kerangka Pemikiran
Menurut Sumiyati (2009), limbah cair industri tapioka merupakan limbah yang
dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada
proses pemisahan pati dari airnya. Menurut Sun et al., (2012) karakteristik dari
air limbah industri tapioka diantaranya ialah memiliki nilai COD sebesar 10.496
mg L-1; BOD 6.300 mg L-1; suspended solid 827 mg L-1; pH 4,50 - 4,92; TN (total
nitrogen) 524,5 mg L-1, TP (total phosphorus) 94 mg L-1, dan total sianida sebesar
2,3 mg L-1.
Biogas reaktor industri tapioka merupakan salah satu pemanfaatan air limbah
tapioka yang dapat diaplikasikan di bidang industri. Air limbah industri tapioka
tersebut sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber energi melalui proses
anaerobik yang menghasilkan biogas.
Nilai energi biogas apabila dibandingkan dengan nilai energi listrik ialah setara
dengan 6 kwh energi listrik dalam 1 m3 biogas yang dihasilkan (Pertiwiningrum,
2015). Lebih lanjut menurut Hasanudin et al., (2014) berdasarkan jumlah gas
methane yang dihasilkan dalam biogas, air limbah tapioka berpotensi
menghasilkan energi listrik setara dengan 27,76 kWh per ton ubikayu yang diolah.
Apabila dilihat dari segi pengolahan limbah, menurut Haryati (2006), proses
anaerob dalam produksi biogas tersebut memiliki beberapa keuntungan yaitu
menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat, dan
nitrogen organik. Dengan demikian pengolahan limbah cair tapioka menjadi
biogas tersebut merupakan salah satu bentuk teknologi pengelolaan limbah yang
6
dapat dilaksanakan industri sebagai upaya untuk mengurangi beban pencemaran
lingkungan sekaligus acceptable secara ekonomi apabila dikelola dengan baik.
Pemanfaatan air limbah tapioka menjadi biogas walaupun mampu mengurangi
COD hingga sekitar 90% dari kandungan awal limbah, namun air limbah yang
keluar (effluent) dari reaktor biogas tersebut masih belum dapat dibuang ke badan
air secara langsung. Effluent dari reaktor biogas tersebut belum memenuhi baku
mutu air limbah industri tapioka. Pengamatan yang dilakukan oleh Hasanudin et
al., (2014) diketahui bahwa kandungan nitrogen (N) dan phosphorous (P) dalam
air limbah effluent biogas industri tapioka masih cukup tinggi. Kondisi tersebut
dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah eutrofikasi pada badan-badan air.
Eutrofikasi merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang perlu menjadi
perhatian. Eutrofikasi dijelaskan sebagai peristiwa pengkayaan unsur hara
tanaman pada daerah perairan. Connell dan Miller (1995) mencirikan eutrofikasi
sebagai pengkayaan unsur hara pada air yang menyebabkan rangsangan suatu
susunan perubahan simptomatik yang meningkatkan produksi ganggang dan
makrofit, memburuknya perikanan, memburuknya kualitas air dan perubahan
simptomatik lainnya yang tidak dikehendaki serta mengganggu penggunaan air.
Kegiatan manusia, diantaranya buangan limbah mempengaruhi pengkayaan unsur
hara dan eutrofikasi. Eutrofikasi tersebut menyebabkan sejumlah masalah penting
dalam penggunaan air. Kenaikan populasi tanaman atau weed blooming dapat
menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut dalam air karena adanya
tanaman mati dan pembusukan oleh jasad renik, sehingga menyebabkan
pencemaran air.
7
Pengamatan yang dilakukan oleh Hasanudin et al., (2014) diketahui bahwa
kandungan nitrogen (N) dan phosphorous (P) dalam air limbah effluent biogas
industri tapioka masih cukup tinggi. Adapun konsentrasi rata-rata TN dan TP
dalam effluent reaktor biogas berturut-turut adalah sebesar 417,2 mg L-1 dan
18,325 mg L-1 (Tabel 3). Dengan demikian dibutuhkan metode untuk mengurangi
kandungan hara tersebut pada effluent biogas reaktor industri tapioka sekaligus
menciptakan model pemanfaatan kandungan hara N dan P yang masih
terkandung pada effluent.
Menurut Weiland (2010), proses anaerobic digestion, seperti yang terjadi dalam
reaktor biogas, dapat menghasilkan mineralisasi ikatan organik nutrien, khususnya
nitogen dan dalam C/N rasio yang lebih rendah. Kedua pengaruh tersebut
meningkatkan pengaruh pemupukan N dalam jangka pendek.
Metode yang dapat dilaksanakan ialah pemanfaatan effluent biogas reaktor
industri tapioka sebagai sumber hara bagi tanaman (pupuk), mengingat kandungan
N dan P yang masih cukup tinggi. Unsur N dan P adalah dua unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang cukup tinggi atau disebut pula
sebagai unsur hara makro.
Arthurson (2009), menjelaskan bahwa penggunaan biogas residue sebagai pupuk
tanaman mampu meningkatkan hasil panen dan kesuburan tanah. Selanjutnya,
kebutuhan produksi pupuk anorganik akan menurun, dan mengubah jumlah
simpanan energi, menurunkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer, dan secara tidak
langsung mengarah kepada keuntungan ekonomi secara global.
8
Tabel 3. Kandungan effluent reaktor biogas limbah industri tapioka
Tanggal COD (mg/L) pH TSS (mg/L) N (mg/L) P (mg/L)Nov 02, 2013 510 6,49 418 402,4 17,2Nov 12, 2013 975 6,49 434 425,3 18,2Nov 17, 2013 705 6,54 325 434,2 18,9Nov 19, 2013 700 6,36 376 406,9 19
Rata-rata 722,5 6,47 388,25 417,2 18,32Sumber: Hasanudin et al., (2014)
Tingginya kandungan N dan P dalam effluent biogas reaktor industri tapioka
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair tanaman. Menurut Seadi et al.,
(2013), fraksi cair dari biogas digestate dapat diaplikasikan langsung pada tanah
sebagai pupuk cair yang mengandung nitrogen tanpa proses lain. Lebih lanjut
Ubalua (2007) menjelaskan bahwa anaerobic digestion dapat menghasilkan
produk final yang bersifat odourless dan bermanfaat sebagai pupuk. Pemanfaatan
sebagai pupuk cair bagi tanaman diharapkan mampu menurunkan beban
pencemaran effluent yang dihasilkan dari reaktor biogas industri tapioka.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang disusun, hipotesis yang diusulkan adalah:
1. Terdapat hubungan antara penurunan beban pencemaran dengan jenis
sayuran organik yang digunakan.
2. Terdapat hubungan antara penurunan beban pencemaran dengan
ketersediaan air tanah akibat penambahan effluent.
3. Terdapat hubungan antara penurunan beban pencemaran dengan interaksi
antara jenis sayuran organik yang digunakan dan ketersediaan air tanah
akibat penambahan effluent.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Tapioka
Industri tapioka merupakan salah satu agroindustri yang berkembang pesat di
Provinsi Lampung. Industri ini berpotensi tinggi untuk terus dikembangkan di
Provinsi Lampung mengingat produksi ubikayu di Provinsi Lampung sendiri pada
tahun 2015 mencapai 7.387.084 ton (BPS, 2018) dan merupakan produksi
tertinggi di Indonesia. Industri tapioka di Provinsi Lampung tersebut tersebar di
seluruh daerah.
Untuk mengolah ubikayu menjadi tapioka, terdapat beberapa tahapan produksi
yang harus dilaksanakan menurut Prayati (2005), ialah sebagai berikut:
a. Pertama-tama dilakukan pengupasan kulit ubikayu dengan tujuan untuk
memisahkan kotoran, kerikil, pasir, dan kulit ubikayu. Selama
pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk memilih ubikayu yang
berkualitas.
b. Selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran dan pemarutan yang bertujuan
untuk memperkecil ukuran dari ubikayu serta membantu untuk
menghancurkan dinding sel ubikayu.
10
c. Kemudian dilakukan ekstraksi yang bertujuan untuk memisahkan antara
cairan yang mengandung pati dengan ampas. Pada tahap ini didapatkan
ampas ubikayu yang disebut onggok dengan jumlah yang relatif banyak.
d. Setelah tahap ekstraksi, maka dilakukan pemurnian yang bertujuan untuk
memperoleh suspensi pati yang bebas dari komponen-komponen non pati
seperti protein, lemak, serat, asam-asam terlarut, dan kotoran lain yang
tersisa. Pada tahap pemurnian ini dihasilkan suspensi pati dengan
kemurnian berkisar 70-80% kandungan pati.
e. Hasil pemurnian ditampung dalam tangki untuk kemudian akan
dipompakan untuk diproses ke tahapan penurunan kadar air. Tahapan ini
bertujuan untuk memisahkan pati dengan air pada suspensi pati sehingga
dihasilkan sagu basah dengan kadar air 30-35%.
f. Setelah dilakukan penurunan kadar air dialkukan tahapan pengeringan
yang bertujuan untuk menurunkan kadar air tapioka basah menjadi tepung
tapioka yang memiliki kadar air sekitar 12,5%.
g. Hasil dari pengeringan kemudian masuk ke tahapan pengayakan. Produk
yanng dihasilkan dari proses pengayakan berupa tepung halus yang
kemudian siap untuk dikemas.
Adapun menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
(2009), skema proses pengolahan tapioka di industri besar digambarkan pada
Gambar 1 berikut.
11
Gambar 1. Skema proses pengolahan tapioka di industri besarSumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (2009)
12
2.2 Limbah Cair Industri Tapioka
Limbah merupakan merupakan sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan produksi.
Sedangkan air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang
berwujud cair (Manik, 2016). Adapun limbah cair tapioka merupakan limbah
yang dihasilkan dari pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada
proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan (Sumiyati, 2009).
Dari proses tersebut di atas, dibutuhkan air bersih sekitar 5 m3/ton ubikayu. Air
bersih tersebut digunakan untuk semua proses produksi tepung tapioka baik pada
proses pemarutan, ekstraksi, pemisahan, dan penurunan kadar air. Selain itu juga
dibutuhkan air bersih untuk pembersihan alat dan lantai pabrik. Keseluruhan air
tersebut selanjutnya menjadi sumber limbah cair industri tapioka. Menurut
Widayatno (2008), limbah cair industri tapioka dihasilkan dari proses kegiatan
pencucian dan penguapan. Kandungan dari limbah tersebut diantaranya padatan
tersuspensi, kasar dan halus serta senyawa organik.
Adapun karakteristik limbah cair tapioka menurut Prayitno (2008) adalah sebagai
berikut:
a. Warna
Warna air limbah yang berasal dari proses pencucian umumnya putih
kecoklatan disertai dengan suspensi yang berasal dari kotoran dan kulit
ubikayu. Sedangkan air limbah yang berasal dari proses pemisahan pati
berwarna putih kekuningan. Air limbah yang masih baru biasanya berbau
khas seperti ubikayu, namun semakin lama akan semakin menyengat
karena proses pembusukan.
13
b. Padatan tersuspensi
Padatan tersuspensi (total suspended solid/TSS) dalam limbah cair
tapioka, yaitu berkisar 1.500-5.000 mg/l. Padatan tersuspensi ini
merupakan suspensi pati yang terendapkan. Adapun tingginya kandungan
padatan tersuspensi pada limbah cair tapioka menandakan bahwa proses
pengendapan belum sempurna. Nilai padatan tersuspensi berkaitan
dengan kandungan BOD dan COD, semakin tinggi nilai TSS maka nilai
COD dan BOD limbah cair juga akan semakin tinggi.
c. pH
pH menyatakan instensitas kemasaman atau alkalinitas dari limbah cair
tersebut. Penurunan pH menandakan bahwa di dalam limbah cair tapioka
ini sudah terjadi aktifitas jasad renik yang mengubah bahan organik yang
mudah terurai menjadi asam-asam. Air limbah tapioka yag masih segar
memiliki nilai pH berkisar 6-6,5; nilai pH tersebut akan turun setelah
beberapa hari.
d. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD (chemical oxygen demand) merupakan banyaknya oksigen (mg)
yang dibutuhkan oksidator untuk mengoksidasi bagan/zat organik dan
anorganik dalam satu liter air limbah (Manik, 2016). COD
menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi
secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara
biologis (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O. Jika kandungan
senyawa organik dan anorganik cukup besar, maka oksigen yang terlarut
14
dalam air akan mencapai nol, sehingga tidak memungkinkan hidupnya
biota air. Adapun limbah cair industri tapioka memiliki kisaean COD
sebesar 7.000-30.000 mg/l (Prayitno, 2008).
e. BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD merupakan banyaknya oksigen (mg) yang diperlukan oleh bakteri
untuk mneguraikan atau mengoksidasi bahan organik dalam satu liter air
limbah selama pengeraman (5 × 24 jam pada suhu 20oC). Sehingga dapat
dijelaskan bahwa BOD merupakan jumlah oksigen terlarut yang
dibutuhkan oleh mikroba untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan
pencemar yang terdapat di dalam suatu perairan (Manik, 2016).
Kandungan BOD dalam limbah cair tapioka berkisar antara 3.000-6.000
mg/l.
f. Sianida
Dalam limbah cair tapioka juga terdapat kandungan sianida yang bersifat
toksik. Sianida ini larut dalam air dan akan mudah menguap apabila
terdapat aerasi. Kandungan sianida bervariasi tergantung pada jenis
ubikayu yang digunakan (Prayitno, 2008).
Menurut Sumiyati (2009), limbah cair industri tapioka dapat mengakibatkan
pencemaran lingkungan yang mengakibatkan komunitas air di sungai terancam.
Hal itu disebabkan oleh tingginya kandungan CN atau HCN dalam limbah cair
tapioka. Lebih lanjut Nurida (2009) juga menjelaskan bahwa limbah cair tapioka
yang belum mengalami pengolahan mempunyai beban pencemaran yang cukup
tinggi karena sebagai besar kandungannya adalah bahan organik. Limbah cair
15
tersebut mengandung 300-7.500 mg/l BOD, 3.100-20.000 mg/l COD, dan 1.500-
8.500 mg/l TSS.
2.3 Produksi Biogas dari Limbah Cair Tapioka
Biogas merupakan gas campuran terutama terdiri dari metana, karbondioksida dan
beberapa jenis gas lainnya. Menurut Rasi et al., (2007) biogas yang berasal dari
limbah pertanian merupakan campuran dari 50-58% CH4; 37-38% CO2 ; < 1% O2;
< 1-2% N2; 32-169 ppm H2S; 0,7 – 1,3 mg m-3 Benzene; dan 0,2 – 0,7 mg m-3
Toluene.
Menurut Werner et al., (2004), semua jenis limbah organik dapat digunakan
sebagai substrat dalam memproduksi biogas. Sumber biomasa atau limbah yang
berbeda akan menghasilkan perbedaan jumlah biogas yang dihasilkan. Prinsip
pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik
(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang terdiri dari metana
dan karbondioksida. Menurut Ginting (2007), proses dekomposisi anaerobik
dibantu oleh sejumlah mikroorganisme dengan suhu proses fermentasi berkisar
antara 30-55oC. Pada suhu tersebut mkroorganisme dapat bekerja secara optimal
merombak bahan-bahan organik.
2.4 Karakteristik Tanaman yang Dibudidayakan
a. Tanaman Pakcoy
Tanaman pakcoy memiliki batang yang pendek dan beruas, yang berfunsgi
sebagai pembentuk dan penopang daun. Pakcoy memiliki daun yang halus, tidak
16
berbulu dan tidak membentuk krop. Secara keseluruhan tanaman ini mirip dengan
sawi hijau, akan tetapi memiliki daun yang lebih tebal (Haryanto et al., 2007).
Tanaman pakcoy memiliki sistem perakaran tunggang dengan cabang akar
berbentuk bulat panjang yang menyebar ke semua arah pada kedalaman 30-50 cm
(Setyaningrum dan Saparinto, 2011). Kebutuhan pupuk tanaman per hektar tanah
untuk tanaman sawi pakcoy ialah dengan dosis 300 kg urea, 200 kg SP36, dan 100
kg KCl (Sunarjono, 2013).
b. Tanaman Kangkung
Berbeda dengan tanaman pakcoy, tanaman kangkung merupakan tanaman yang
dapat memiliki usia lebih dari setahun. Tanaman kangkung memiliki sistem
perakaran tunggang dan memiliki batang berbentuk bulat dan berongga. Batang
tanaman kangkung juga memiliki percabangan yang banyak dan setelah tumbuh
lama batangnya akan merayap (Rukmana, 1994). Adapun dosis standar untuk
tanaman kangkung ialah 500 kg NPK ha-1 (Pangaribuan, 2012.
c. Tanaman Tomat
Tanaman tomat merupakan tanaman yang memiliki perakaran tidak terlalu dalam,
menyebar ke semua arah dengan kedalaman 30-40 cm, namun dapat mencapai
kedalaman 60-70 cm. Batang tanaman tomat berbentuk bulat, bercabang mulai
dari ketiak daun yang dekat dengan tanah. Daun tomat sendiri bertipe majemuk
dengan sirip gasal. Daunnya berwarna hijau dengan ukuran panjang 15-30 cm
dan lebar 10-25 cm. Jumlah sirip daun antara 7-9 cm, dengan susunan
berhadapan dan bergantian. Buah tanaman tomat berwarna hijau dan berbulu dan
keras apabila masih muda. Buah tersebut akan berubah menjadi berwarna merah
17
atau kuning , cerah dan mengkilat serta lunak apabila sudah tua (Pitojo, 2009).
Adapun pupuk standar anorganik untuk tanaman tomat ialah 300 kg ha-1 urea, 150
kg ha-1 SP36, dan 150 kg ha-1 KCl (Anjani, 2013).
d. Tanaman Timun
Mentimun termasuk tanaman semusim (annual) yang bersifat menjalar atau
memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin (spiral). Batang
mentimun berupa batang lunak dan berair, berbentuk pipih, berambut halus,
berbuku-buku, dan berwarna hijau segar. Panjang atau tinggi tanaman dapat
mencapai 50 ―250 cm, bercabang dan bersulur yang tumbuh di sisi tangkai daun.
Batang utama dapat menumbuhkan cabang anakan, ruas batang atau buku-buku
batang berukuran 7―10 cm dan berdiameter 10―15 mm. Diameter cabang
anakan lebih kecil dari batang utama, pucuk batang aktif memanjang (Imdad dan
Nawangsih, 2001). Tanaman timun memiliki kebutuhan pupuk anorganik dengan
dosis rekomendasi sebesar 448 kg ha-1 urea, 413,5 kg ha-1 SP36, dan 63,3 kg ha-1
KCl (Purnomo et al., 2013).
18
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di pabrik tapioka PD Semangat Jaya, Kabupaten
Pesawaran serta Laboratorium Limbah Agroindustri dan Laboratorium Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juni – Oktober 2018.
Pada pabrik tapioka PD Semangat Jaya tersebut didirikan screen house sebagai
lokasi penelitian (Gambar 2).
Gambar 2. Lokasi penelitian
3.2 Alat dan Bahan
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan bahan limbah effluent biogas
reaktor industri tapioka PD Semangat Jaya di Kabupaten Pesawaran, Lampung.
Sedangkan untuk ujicoba tanaman digunakan benih tanaman sawi pakcoy
19
(Brassica rapa L.), kangkung (Ipomoea aquatica), tomat (Solanum lycopersicum),
dan mentimun (Cucumis sativus).
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rockwool, pot,
dengan ukuran 9 kg tanah, arang sekam, tali untuk ajir, gelas ukur, dan timbangan.
3.3 Metode Penelitian
Ujicoba dengan media tanah dilaksanakan dengan menggunakan pot ukuran 20
liter dengan perlakuan faktor pertama merupakan jenis tanaman, dimana terdapat
empat jenis tanaman yaitu T1 = tanaman pakcoy, T2 = tanaman kangkung, T3 =
tanaman tomat, dan T4 = tanaman timun. Faktor kedua ialah ketersediaan air
tanah yang terdiri dari empat level dengan pemberian effluent, yaitu K1 = 81%-
100% air tersedia , K2 = 61%-80% air tersedia , K3 = 41%-60% air tersedia , dan
K4 = 21%-40% air tersedia. Sehingga terdapat 16 unit percobaan dengan 3
ulangan untuk masing-masing unit percobaan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK)
faktorial, dimana susunan percobaan dalam screen house dilakukan seperti pada
Gambar 3. Terhadap data yang didapat kemudian dilakukan uji normalitas,
homogenitas, dan additifitas yang dilanjutkan dengan ANOVA (analisis ragam)
taraf 5% untuk mengetahui perlakuan yang diujikan berbeda nyata atau tidak.
Sedangkan uji lanjut dilakukan dengan menggunakan uji BNT 5%. Uji statistik
tersebut dilaksanakan dengan menggunakan software PASW Statistics 18 dan
Statistix 8. Adapun terhadap data yang tidak memenuhi asumsi untuk diuji secara
20
statistik, maka data akan ditampilkan dan diperbandingkan dengan menggunakan
standar error.
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
T3K1 T4K3 T3K2
T3K2 T1K3 T1K1
T4K2 T2K3 T2K4
T1K4 T4K2 T1K2
T2K4 T3K3 T4K4
T3K3 T2K2 T1K3
T1K3 T3K2 T2K1
T4K1 T1K4 T4K3
T1K2 T2K1 T1K4
T2K1 T3K1 T4K1
T3K4 T1K1 T2K3
T4K3 T3K4 T3K3
T1K1 T4K4 T2K2
T2K3 T4K1 T3K4
T2K2 T2K4 T3K1
T4K4 T1K2 T4K2
Gambar 3. Layout percobaan dalam screen houseKeterangan: T1 = tanaman pakcoy, T2 = tanaman kangkung, T3 = tanaman
timun, T4 = tanaman tomat, K1 = 81% -100% ketersediaan airtanah, K2 = 61%-80% air tersedia , K3 = 41%-60%air tersedia, dan K4 = 21%-40% air tersedia.
21
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel Tanah Awal dan Effluent Awal
Sebelum pelaksanaan percobaan dilakukan analisis terhadap kondisi awal tanah
dan effluent. Dengan demikian diambil sampel effluent awal dan sampel tanah
awal yang digunakan dalam penelitian. Pada effluent awal, sampel effluent
dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi label untuk kemudian segera
dianalisis.
Adapun pengambilan sampel tanah awal dilakukan sebelum diaplikasikan
effluent. Tanah diambil dan dimasukkan ke dalam plastik, kemudian diberi label.
Tanah kemudian dikeringudarakan di atas nampan. Setelah tanah kering,
dilakukan pengayakan tanah dengan ayakan 10 mesh (ukuran lubang 2 mm).
Sampel tanah yang sudah diayak kemudian dimasukan ke dalam plastik sampel
dan diberi label pada masing-masing sampel tanah untuk kemudian dianalisis di
laboratorium.
3.4.2 Persiapan Media Tanam
Media tanam untuk penelitian adalah tanah. Tanah tersebut dimasukkan ke dalam
pot dengan berat tanah kering udara sebesar 9 kg (Gambar 4). Sebelumnya
dilakukan analisis kadar air tanah yang digunakan untuk mengetahui kandungan
air pada tanah yang digunakan. Tanah yang telah dimasukkan ke dalam pot
tersebut kemudian direndam dalam baskom berisi effluent hingga tanah terjenuhi
oleh air. Setelah jenuh, tanah kemudian ditiriskan hingga air gravitasi yang
22
terkandung dalam tanah keluar dan tersisa tanah dengan kadar air sebesar 100%
ketersediaan air tanah .
Selanjutnya dilakukan pengkalibrasian berat tanah berdasarkan masing-masing
perlakuan ketersediaan air tanah. Untuk masing-masing perlakuan tersebut, maka
berat tanah sesuai ketersediaan air tanah masing-masing perlakuan dengan
aplikasi effluent ialah sebagai berikut (Tabel 4):
Tabel 4. Berat Tanah Awal Percobaan sesuai Ketersediaan Air Tanah
PerlakuanAir Tersedia denganPenambahan Effluent
Berat Tanah Awal SetelahDiaplikasikan Effluent (kg)
K1 81% - 100% 11,14K2 61% - 80% 10,71K3 41% - 60% 10,28K4 21% - 40% 9,85
Berat tanah pada Tabel 4 merupakan berat awal saat pertama kali dilakukan
penanaman. Berat akan bertambah seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Gambar 4. Persiapan media tanam
3.4.3 Budidaya Tanaman
Adapun tahapan budidaya tanaman yang dilakukan pada penelitian ini ialah
sebagai berikut:
23
1. Persemaian
Persemaian dilakukan pada tray atau wadah semai. Media semai awal yang
digunakan ialah rockwool dan dilanjutkan dengan campuran antara top soil
dan pasir. Mulanya benih disemai pada rockwool yang diletakkan pada wadah
semai, pada saat benih mengeluarkan 2 helai daun maka tanaman siap
dipindahkan ke media semai selanjutnya pada polibag kecil yang berisi top
soil dan pasir. Lama penyemaian untuk masing-masing tanaman ialah 7 untuk
tanaman kangkung, dan 14 hari untuk tanaman pakcoy, tomat, dan timun.
Sehingga untuk ketiga tanaman tersebut lebih dulu dilaksanakan penyemaian
dibandingkan dengan tanaman kangkung.
2. Penanaman
Setelah tanaman kangkung mencapai usia 7 hari setelah semai (HSS) serta
tanaman pakcoy, tomat, dan timun mencapai usia 14 HSS, maka selanjutnya
dilakukan transplanting tanaman tersebut ke media tanah. Media tanah yang
digunakan berukuran 9 kg tanah berat kering udara (Gambar 5).
Gambar 5. Tanaman yang baru saja ditanam
24
3. Aplikasi Effluent
Effluent digunakan sumber air sekaligus sumber pupuk tanaman. Aplikasi
dilakukan sesuai perlakuan air tersedia dimana K1 = 100%-81%, K2 = 80%-
61%, K3 = 60%-41%, dan K4 = 40%-21%. Untuk mengetahui ketersediaan
air tanah tanaman, tanaman ditimbang setiap hari. Jumlah effluent yang
ditambahkan sesuai dengan perlakuan ketersediaan air tanah tersebut.
4. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Pengendalian terhadap hama penyakit tanaman dilakukan secara manual setiap
2 hari sekali.
5. Pengajiran
Pengajiran dilakukan untuk tanaman timun. Tanaman timun merupakan jenis
tanaman menjalar, sehingga diperlukan pengajiran untuk menopang tanaman
agar tidak rebah. Ajir dibuat dari tiang bambu dan benang yang dihubungkan
pada tiang screen house (Gambar 6).
Gambar 6. Tanaman yang telah diajir
25
6. Pemanenan Tanaman
Tanaman pakcoy dan kangkung dapat dipanen kurang lebih pada usia 30-35
hari setelah tanam (HST). Sedangkan untuk tanaman buah seperti tomat dan
timun, maka pemanenan buah dilakukan setiap hari saat buah tersebut telah
mencapai usia masak secara fisiologis. Adapun masa pemanenan berangkasan
tanaman timun pada usia 45 HST dan tanaman tomat pada usia 90 HST.
3.4.4 Pengambilan dan Penyiapan Sampel
a. Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan segera setelah panen berangkasan
dilakukan. Tanah dari setiap pot diambil dan dimasukkan ke dalam plastik,
kemudian diberi label sesuai dengan label yang terdapat pada pot tanaman. Tanah
kemudian dikering udarakan di atas nampan. Setelah tanah kering, dilakukan
pengayakan tanah dengan ayakan 10 mesh (ukuran lubang 2 mm). Sampel tanah
yang sudah diayak kemudian dimasukan ke dalam plastik sampel dan diberi label
pada masing-masing sampel tanah untuk kemudian dianalisis pH, C-organik,
nitrogen total, phosphor total, dan kalium total tanah.
b. Sampel Tanaman
Sampel tanaman diambil di akhir masa tanam sesuai dengan usia masing-masing
tanaman. Sampel berangkasan dan buah yang telah diambil kemudian ditimbang
untuk mengetahui berat basah tanaman. Selanjutnya sampel yang telah bersih dari
tanah tersebut dimasukkan ke dalam kantong kertas dan kemudian dioven pada
suhu 70oC hingga kering. Setelah kering, sampel tanaman ditimbang kembali
26
untuk mengetahui kadar air tanaman. Langkah selanjutnya sampel digiling
menggunakan mesin penggiling. Sampel tanaman yang telah digiling
ditempatkan pada wadah atau plastik sampel yang bersih dan diberi label pada
masing-masing sampel tanaman.
Adapun terhadap sampel tanaman yang telah digiling selanjutnya dilakukan
pengabuan kering. Sampel tanaman tersebut dikeringabukan dalam furnace.
Adapun langkah pengabuan kering tanaman dilakukan dengan langkah sebagai
berikut:
a. Timbang 1,0 g sampel tanaman dalam sebuah cawan porselen dengan
ukuran 50 ml.
b. Kemudian cawan porselen dimasukkan ke dalam tungku pengabuan dan
diabukan pada suhu 300oC selama 2 jam. Setelah 2 jam, suhu kemudian
dinaikkan menjadi 500oC dan diabukan selama 4 jam. Setelah 4 jam,
tungku pengabuan dimatikan dan sampel dibiarkan dingin di dalamnya.
c. Selanjutnya setelah dingin sampel tanaman yang telah dikering abukan
dibasahi dengan beberapa tetes air destilata.
d. Kemudian ditambahkan 10 ml HCN 1 N ke dalam cawan dan letakkan
cawan di atas kompor atau lempeng pemanas dan mendidih dengan
perlahan.
e. Sampel yang telah dididihkan kemudian didinginkan dan disaring
menggunakan kertas saring ke dalam labu ukur 100 ml. Cawan kemudian
dibilas dengan 10 ml HCN 1 N dan dituangkan ke atas kertas saring tadi.
Bilas kertas saring dengan air distilata hingga volume 50 ml.
27
f. Sampel yang terdapat dalam labu ukur kemudian diencerkan dengan air
distilata dan dikocok. Masing-masing sampel kemudian dapat disimpan
dalam wadah tertutup dan diberi label. Sampel tersebut selanjutnya dapat
digunakan untuk analisis serapan phosphor dan kalium tanaman.
3.4.5 Analisis Laboratorium
Analisis dibagi menjadi tiga yaitu analisis terhadap effluent, analisis tanah dan
analisis terhadap tanaman.
A. Analisis Effluent
Pada media tanah, analisis effluent dilakukan untuk mengetahui kandungan
effluent yang masuk. Adapun analisis effluent meliputi analisis terhadap
COD, Nitrogen total (Metode Distilasi), Phosphor total (Spektrofotometri),
Kalium total (Flamephotometer), pH, dan TSS.
1) Analisis COD
Metode yang digunakan dalam analisis COD yaitu metode
spektrophotometri. Analisis COD effluent dilakukan dengan
memindahkan 0,2 ml atau 200 μL larutan sampel (standar tanpa
pengenceran) dalam tabung reaksi, selanjutnya ditambahkan 5 ml larutan
regen COD (larutan pencerna 1,5 ml + larutan pereaksi asam sulfat 3,5
ml). Sampel kemudian dipanaskan pada DRB 200 dengan suhu 150oC
selama 2 jam, kemudian didinginkan selama 30 menit. Kadar COD diukur
dengan spektrophotometer (Tipe Hach DR / 4000U) pada panjang
gelombang 620 nm.
28
2) Analisis Nitrogen Total
Proses pengukuran nitrogen total pada effluent dilakukan dengan Metode
Kjeldahl. Pada metode ini, tiga tahapan utama yang dilakukan ialah
desktruksi sampel, distilasi, dan titrasi. Untuk mendestruksi sampel,
sebanyak 10 ml effluent dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl yang bersih,
kemudian ditambahkan 3 ml H2SO4 dan 1 g campuran selenium secara
hati – hati. Selanjutnya dipanaskan dengan alat destruksi, mula-mula
dengan nyala kecil selama 15 menit kemudian dengan nyala besar hingga
larutan jernih. Kemudian pemanasan dilanjutkan selama 15 menit.
Selanjutnya labu kejhdahl didinginkan, setelah dingin ditambahkan air
suling sampai volume sampel 250 ml.
Tahap selanjutnya ialah distilasi sampel. Sampel hasil destruksi
dimasukkan ke dalam labu didih, kemudian dengan gelas ukur
ditambahkan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Selanjutnya labu didih yang
berisi contoh tersebut cepat ditutup dan dihubungkan dengan peralatan
distilasi uap. Saat bersamaan juga disiapkan penampung untuk NH3 yang
dibebaskan, yaitu erlenmeyer yang berisi 25 ml asam borat 1% yang
ditambahkan 2 tetes indikator conway (berwarna merah). Kemudian
dilakukan distilasi sampel sampai larutan distilat mencapai kurang lebih
50–75 ml (berwarna hijau).
Selanjutnya dilakukan titrasi larutan distilat yang sebelumya telah
diteteskan kurang lebih 3 tetes indikator conway. Titrasi dilakukan
29
dengan larutan HCl 0,025 N standar menggunakan buret. Perubahan
warna pada titik akhir titrasi adalah warna hijau menjadi merah jambu.
3) Analisis Phosphor Total
Metode yang digunakan dalam analisis phosphor total effluent yaitu
dengan metode spektrofotometri. Analisis dilakukan dengan memindahkan
5 ml effluent yang telah disaring ke dalam tabung reaksi menggunakan
bubble bulb. Kemudian ditambahkan 10 ml pereaksi P (pereaksi 1 terdiri
dari amonium molibdat, antimonil kalium tartad, asam sulfat pekat,
aquades, dan pereaksi 2 yaitu asam askorbat). Sampel selanjutnya
dibiarkan selama 10 menit untuk bereaksi. Setelah 10 menit, sampel
diukur dengan menggunakan spektrophotometer (Tipe Spectronic 20) pada
panjang gelombang 693 nm. Adanya senyawa kompleks berwarna biru
menunjukkan adanya fosfor dalam effluent yang diukur.
4) Analisis Kalium Total
Sebanyak 10 ml larutan sampel dituang ke dalam tabung reaksi, kemudian
diukur absorbannya dengan menggunakan flamephotometer.
5) pH
Ambil effluent sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan ke dalam botol
film dan diukur dengan alat pH meter.
6) TSS (Total Suspended Soild)
Total suspended solid dihitung berdasarkan perbedaan berat padatan
tertinggal per liter larutan. Perhitungan TSS dilakukan dengan
30
memanaskan dan menimbang cawan sebagai berat A. Sampel effluent
kemudian dimasukkan pada cawan dengan volume tertentu. Cawan berisi
sampel dipanaskan suhu 103-105oC selama 24 jam. Cawan didinginkan
pada desikator selama 15 menit. Setelah dingin cawan ditimbang sebagai
berat B. Kemudian TSS dihitung dengan sesuai rumus sebagai berikut:
= ( − ) × 1000( )dengan:
A : berat cawan (mg)
B : berat cawan + residu padatan effluent (mg)
B. Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu analisis tanah awal dan
analisis tanah akhir. Parameter yang digunakan untuk analisis tanah adalah
pH tanah, C-organik, Nitrogen total, Phosphor total, dan Kalium total.
1) pH Tanah
Analisis pH tanah dilakukan dengan menempatkan 10 g tanah yang lolos
ayakan 2 mm ke dalam botol film. Selanjutnya ditambahkan 25 ml air
distilata. Aduk suspensi tanah dan air tersebut di atas mesin pengocok
selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengukuran menggunakan pH
meter.
31
2) C- Organik Tanah
Kandungan C-organik dianalisis dengan menggunakan metode Walkey
and Black (Thom dan Utomo, 1991). Sebanyak 0,2 g sampel tanah yang
lolos ayakan 2 mm ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
250 ml. Kemudian ke dalam erlenmeyer ditambahkan 10 ml kalium
bikromat 1 N dan 15 ml asam sulfat pekat, sampel selanjutnya digoyang
secara perlahan dengan cara memutar labu selama 2 menit. Diusahakan
agar sampel tidak naik keatas sisi bagian atas gelas labu sehingga tidak
terjadi kontak dengan pereaksi, kemudian didiamkan selama 30 menit.
Sampel tersebut akan menjadi panas setelah asam sulfat ditambahkan.
Kemudian sebanyak 100 ml air ditambahkan dan dibiarkan hingga dingin.
Tambahkan pula 5 ml asam phosphat pekat, 2,5 ml larutan NaF 4% dan 5
tetes indikator difenilamin. Sampel kemudian dititrasi dengan larutan
ammonium sulfat besi (2+) 0,5 N hingga warna larutan berubah dari coklat
kehijauan menjadi lebih keruh (turbid blue). Kemudian dititrasi tetes demi
tetes dan labu digoyang terus menerus hingga warna berubah dengan tajam
menjadi hijau terang. Sampel blangko disiapkan dan dilakukan prosedur
yang sama (Thom dan Utomo, 1991).
Hasil analisis kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:
% = × (1 − )ℎ ( ) × 0,3886%dengan:
s : ml titrasi sampel
t : ml titrasi blangko
32
3) Nitrogen Total Tanah
Proses pengukuran nitrogen total pada tanah dilakukan dengan Metode
Kjeldahl. Tahap pertama yang dilakukan adalah destruksi sampel tanah.
Untuk mendestruksi sampel tanah, sebanyak 1 g contoh tanah yang lolos
ayakan 2 mm dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, kemudian
ditambahkan 3 ml H2SO4 dan 1 g campuran selenium secara hati – hati.
Selanjutnya dipanaskan dengan alat destruksi, mula-mula dengan nyala
kecil selama 15 menit kemudian dengan nyala besar hingga larutan jernih.
Kemudian pemanasan dilanjutkan selama 15 menit. Selanjutnya labu
kejhdahl didinginkan, setelah dingin ditambahkan air suling sampai
volume sampel 250 ml.
Tahap selanjutnya ialah distilasi sampel. Sampel hasil destruksi
dimasukkan ke dalam labu didih, kemudian dengan gelas ukur
ditambahkan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Selanjutnya labu didih yang
berisi contoh tersebut cepat ditutup dan dihubungkan dengan peralatan
distilasi uap. Saat bersamaan juga disiapkan penampung untuk NH3 yang
dibebaskan, yaitu erlenmeyer yang berisi 25 ml asam borat 1% yang
ditambahkan 2 tetes indikator conway (berwarna merah). Kemudian
dilakukan distilasi sampel sampai larutan distilat mencapai kurang lebih
50–75 ml (berwarna hijau).
Selanjutnya dilakukan titrasi larutan distilat yang sebelumya telah
diteteskan kurang lebih 3 tetes indikator conway. Titrasi dilakukan
33
dengan larutan HCl 0,025 N standar menggunakan buret. Perubahan
warna pada titik akhir titrasi adalah warna hijau menjadi merah jambu.
4) Phosphor Total Tanah
Metode yang digunakan dalam analisis phosphor total tanah yaitu dengan
metode spektrofotometri menggunakan pereaksi HCl 25%. Sampel tanah
yang telah lolos ayakan 2 mm ditimbang sebanyak 2 gr, kemudian
dimasukkan ke dalam botol kocok dan ditambahkan 20 ml pengesktrak
HCl 25%, sampel kemudian dikocok selama 10 menit pada mesin
pengocok. Setelah selesai, saring larutan dengan kertas saring whatman 42
dan tampung filtrat hasil penyaringan. Pipet 5 ml filtrat dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml pereaksi P (pereaksi
1 terdiri dari amonium molibdat, antimonil kalium tartad, asam sulfat
pekat, aquades, dan pereaksi 2 yaitu asam askorbat). Sampel selanjutnya
dibiarkan selama 10 menit. Setelah 10 menit, sampel diukur dengan
menggunakan spektrofotometer (Tipe Spectronic 20) pada panjang
gelombang 693 nm.
5) Kalium Total Tanah
Analisis dilakukan dengan metode flamephotometer menggunakan
pengekstrak HCl 25%. Analisis dilakukan dengan menimbang sampel
tanah yang telah lolos ayakan 2 mm sebanyak 2 gr, kemudian dimasukkan
ke dalam botol kocok dan tambahkan 20 ml pengesktrak HCl 25%.
Sampel tersebut kemudian dikocok selama 10 menit pada mesin pengocok.
Setelah selesai saring larutan dengan kertas saring whatman 42 dan
34
tampung filtrat hasil penyaringan. Filtrat kemudian dianalisis
menggunakan flamefotometer.
C. Analisis Tanaman
Analisis tanaman bertujuan untuk mengetahui serapan unsur hara tanaman
yang ada pada limbah effluent reaktor biogas industri tapioka. Analisis
serapan hara didasarkan pada analisis nitrogen, phosphor, dan kalium yang
dikonversikan berdasarkan berat kering tanaman.
1) Analisis Serapan Nitrogen Tanaman
Metode yang dilakukan dalam penetapan jaringan tanaman adalah Metode
Kjeldahl (Thom dan Utomo, 1991). Analisis dilakukan dengan
menempatkan sebanyak 0,3 g jaringan tanaman kering oven yang telah
digiling dalam labu kjeldahl 100 ml. Dalam labu kjeldahl tersebut
kemudian ditambahkan 7,5 ml larutan asam sulfat – asam salisilat, dan
didiamkan selama 2 jam pada suhu ruang. Labu selanjutnya dipanaskan
secara hati-hati pada alat pemanas hingga berhenti berbuih. Lalu labu
didinginkan dan ditambahkan 1,1 g campuran katalis. Labu selanjutnya
diletakkan pada alat pemanas dan ditingkatkan sampai menjernih, dan
dilanjutkan sampai larutan ini mendidih secara perlahan sehingga
campuran berwarna bening. Setelah destruksi selesai, labu dibiarkan
dingin dan ditambahkan 10 ml air distilata secara hati-hati.
Terhadap sampel selanjutnya dilakukan proses distilasi. Sampel hasil
destruksi dimasukkan ke dalam labu didih, kemudian dengan gelas ukur
ditambahkan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Selanjutnya labu didih yang
35
berisi contoh tersebut cepat ditutup dan dihubungkan dengan peralatan
distilasi uap. Saat bersamaan juga disiapkan penampung untuk NH3 yang
dibebaskan, yaitu erlenmeyer yang berisi 25 ml asam borat 1% yang
ditambahkan 2 tetes indikator conway (berwarna merah). Kemudian
dilakukan distilasi sampel sampai larutan distilat mencapai kurang lebih
40 ml (berwarna hijau). Sampel kemudian dititrasi menggunakan HCl
0,05 N dengan buret. Perubahan warna pada titik akhir adalah dari hijau
menjadi merah jambu (Thom dan Utomo, 1991).
2) Analisis Serapan Phosphor Tanaman
Pada analisis serapan phosphor tanaman, sampel tanaman yang digunakan
ialah sampel yang berasal dari proses pengabuan kering. Analisis
dilakukan dengan memindahkan 2 ml larutan sampel tanaman ke dalam
tabung reaksi 25 ml. Kemudian ditambahkan 18 ml larutan kerja P.
Kocok campuran dalam tabung reaksi secara merata. Setelah 30 menit isi
tabung reaksi dipindahkan ke dalam kuvet menggunakan pipet yang
terhubung bubble bulb dengan hati-hati dan dilakukan pembacaan %
transmitan pada Spectronic 20 dengan panjang gelombang 800 nm.
3) Analisis Serapan Kalium Tanaman
Sama seperti analisis serapan phosphor tanaman, analisis serapan kalium
tanaman juga menggunakan sampel tanaman yang berasal dari proses
pengabuan kering. Sebanyak 2 ml larutan sampel dipipet ke dalam botol
film atau botol sampel plastik. Selanjutnya ditambahkan 18 ml air distilata
pada setiap wadah, tutup dan kocok secara merata. Konsentrasi K larutan
36
sampel yang telah diencerkan tersebut kemudian diukur dengan
menggunakan flamephotometer.
3.5 Variabel Pengamatan
Pada budidaya dengan media tanah, dilakukan pengamatan terhadap:
1. Analisis Tanah
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kondisi tanah yang meliputi
parameter pH (Aquades), % C-organik (Metode Walkey & Black), N total
(Metode Kjeldahl), P total (HCl 25%), dan K total (HCl 25%).
2. Penurunan Beban Pencemaran
Beban pencemaran merupakan jumlah massa pencemar dalam badan air pada
periode tertentu. Beban pencemaran (BP) adalah konsentrasi bahan pencemar
dikalikan dengan debit aliran air (Q) yang mengandung bahan pencemar
(Kurnianti et al., 2014). Dalam penelitian indikator pencemar yang diuji meliputi
COD, Total Nitrogen, Total Phosphor, dan Total Kalium. Apabila ditampilkan
dalam rumus, maka penurunan beban pencemaran dihitung dengan:
BPt = a × b (1)
dengan:
BPt : beban pencemar harian tanaman (mg hari-1)a : effluent jumlah effluent yang ditambahkan setiap hari sesuai
dengan ketersediaan air tanah (l hari-1)b : merupakan konsentrasi beban pencemar effluent (COD,
nitrogen, phosphor, dan kalium) dalam satuan (mg L-1)
37
Sedangkan untuk menghitung beban pencemaran tanaman dalam satu hektar tanah
dihitung dengan menggunakan rumus:
BPh = a × b × c (2)
dengan:
BPh Beban pencemar harian per hektar tanah (mg ha-1 hari-1 ataukg ha-1 hari-1)
c : populasi tanaman diasumsikan dengan Tanaman pakcoy dan kangkung 50.000 tanaman ha-1
(jarak tanam 40 cm × 50 cm) Tanaman tomat 25.000 tanaman ha-1 (jarak tanam (50
cm × 80 cm), dan Tanaman timun 17.000 tanaman ha-1 (jarak tanam 70 cm
× 80 cm).
Kemudian persentase penurunan beban pencemaran dihitung dengan
menggunakan rumus:
Persentase penurunan beban pencemar (%) = × (3)
dengan:
e : debit limbah pabrik perhari (l)
3. Serapan Hara Tanaman
Untuk mengetahui serapan NPK pada tanaman dilakukan analisis tanaman produk
sayur. Adapun serapan tanaman hasil analisis kemudian dikonversikan
berdasarkan berat kering tanaman hasil analisis. Perhitungan sarapan hara
tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah unsur hara yang terangkut.
38
4. Analisis Efisiensi Unsur Hara
Analisis efisiensi unsur hara dilakukan dengan membandingkan unsur hara yang
masuk (NPK) dengan unsur hara yang keluar dalam bentuk serapan tanaman.
Perhitungan efisiensi dilakukan dengan menggunakan rumus:
(%) = ( )( ) × 100% (4)
dengan:
Nutrientout
: Jumlah antara unsur hara yang terkandung dalam contohtanah awal dan unsur hara yang ditambahkan melaluipenambahan effluent (g)
Nutrientin
: Jumlah nsur hara yang diangkut tanaman dalam bentukserapan tanaman (g)
108
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasar penelitian yang dilaksanakan, maka kesimpulan yang didapat ialah:
1. Pada budidaya sayuran organik setiap satu hektar tanah, tanaman pakcoy
dengan air tersedia 81%-100% (T1K1) mampu menghasilkan penurunan
beban sebesar 7,47%, budidaya kangkung dengan air tersedia 61%-80%
(T2K2) mampu menurunkan beban sebesar 8,26%, budidaya tomat dengan air
tersedia 41%-60% (T3K3) mampu menurunkan beban 6,43%, dan budidaya
timun dengan air tersedia 81%-100% (T4K2) mampu menurunkan beban
sebesar 4,54%.
2. Apabila suatu industri dengan kapasitas produksi 100 ton ubikayu perhari
yang menghasilkan beban pencemaran effluent reaktor biogas mencapai 71,50
kg COD hari-1, 33,53 kg N hari-1, 7,65 kg P hari-1, dan 5,61 kg K hari-1
menginginkan penurunan beban hingga 0%, maka dasar yang dapat diambil
ialah: 1) budidaya tanaman pakcoy, dengan air tersedia 81%-100% (T1K1)
pada luas tanah 13,39 ha, atau 2) budidaya tanaman kangkung, dengan air
tersedia 61%-80% (T2K2) pada luas tanah 12,11 ha, atau 3) budidaya
tanaman tomat, dengan air tersedia 41%-60% (T3K3) pada luas tanah 15,55
ha, atau 4) budidaya tanaman timun, dengan air tersedia 61%-80% (T4K2)
pada luas tanah 22,05 ha.
109
3. Penurunan beban pencemaran pada variabel pengamatan COD, nitrogen (N),
phosphor (P), dan kalium (K) terbaik ditunjukkan dengan persentase
penurunan beban pencemaran tertinggi yaitu apabila dilakukan pemanfaatan
effluent untuk budidaya tanaman kangkung pada air tersedia 61%-80%
(T2K2) dalam satu hektar tanah sebesar 8,26% dari beban pencemaran
effluent reaktor biogas setiap harinya.
4. Hasil terbaik penurunan beban tiap tanaman dalam percobaan pot ditunjukkan
oleh perlakuan tanaman timun pada taraf pemberian effluent sebesar 80-61%
air tersedia (T4K2) yang mampu menurunkan beban pencemaran sebesar
190,78 mg COD tanaman-1 hari-1, 89,47 mg N tanaman-1 hari-1, 20,40 mg P
tanaman-1 hari-1, dan 14,96 mg K tanaman-1 hari-1, kemudian tanaman tomat
pada taraf pemberian effluent sebesar 60-41% air tersedia (T3K3) yang
mampu menurunkan beban pencemaran 183,89 mg COD tanaman-1 hari-1,
86,24 mg N tanaman-1 hari-1, 19,66 mg P tanaman-1 hari-1, 14,42 mg K
tanaman-1 hari-1, serta tanaman timun pada taraf pemberian effluent sebesar
100-81% air tersedia (T4K1) yang mampu menurunkan beban pencemaran
sebesar 181,24 mg COD tanaman-1 hari-1, 85,00 mg N tanaman-1 hari-1, 19,38
mg P tanaman-1 hari-1, dan 14,21 mg K tanaman-1 hari-1.
5. Apabila suatu industri dengan kapasitas produksi 100 ton ubikayu perhari
menginginkan penurunan beban pencemaran effluent reaktor biogas hingga
0%, maka dasar yang dapat diambil ialah budidaya tanaman pakcoy, dengan
air tersedia 81%-100% (T1K1) dengan luas tanah 13,39 ha, atau budidaya
tanaman kangkung, dengan air tersedia 61%-80% (T2K2) dengan luas tanah
12,11 ha, atau budidaya tanaman tomat, dengan air tersedia 41%-60% (T3K3)
110
dengan luas tanah 15,55 ha, atau budidaya tanaman timun, dengan air tersedia
61%-80% (T4K2) dengan luas tanah 22,05 ha.
6. Berdasarkan hasil analisis efisiensi unsur hara yang digunakan untuk budidaya
sayuran organik dalam effluent, terlihat bahwa unsur hara nitrogen dan
phosphor memiliki efisiensi yang rendah. Efisiensi cukup baik terlihat pada
unsur hara kalium dimana nilai efisiensi yang dihasilkan lebih tinggi
dibandingkan dengan efisiensi nitrogen dan phosphor. Kemudian juga terlihat
bahwa efisiensi kalium cukup tinggi yaitu lebih dari 50% pada tanaman tomat
dan timun.
5.2 Saran
Adapun saran yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian ini ialah:
1. Disarankan pada tahap penelitian selanjutnya perlu dikaji mengenai
pengkombinasian sumber unsur hara organik lain yang dibutuhkan
tanaman untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi sayuran
organik.
2. Perlu dilakukan pengkajian jangka panjang aplikasi effluent reaktor biogas
dalam rangka memperbaiki kesuburan tanah, terutama kemampuannya
dalam meningkatkan kandungan unsur hara tanah sehingga dapat
dimanfaatkan oleh sayuran organik.
3. Perlu juga dikaji mengenai tata cara pengaplikasian effluent langsung ke
tanah dalam jangka panjang agar tidak menjadi sumber pencemaran air
tanah, terutama unsur nitrogen yang mudah tercuci.
111
DAFTAR PUSTAKA
Anjani, D.J. 2013. Uji Efektivitas Organonitrofos dan Kombinasinya denganPupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan, Serapan Hara, dan ProduksiTanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) di Tanah Ultisol GedungMeneng (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 84 hlm.
Arthurson, V. 2009. Closing the Global Energy and Nutrient Cycles throughApplication of Biogas Residue to Agricultural Land– Potential Benefitsand Drawbacks. Energies 2: 226–242.
Bachmann, S., Uptmoor, R. and Eichler-löbermann, B. 2015. PhosphorusDistribution and Availability in Untreated and Mechanically SeparatedBiogas Digestates. Scientia Agricola: 9–17.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,Air, dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Bogor. 136 hlm.
BPS. 2018. Produksi Ubikayu Indonesia (www.bps.go.id). Diakses pada 18 Maret2018.
Bray, E.A.1997. Plant Responses to Water Deficit. Trend in Plant science, 2: 48 -54.
Budiyanto, G. 2015. Reaksi – Reduksi dalam Siklus Nitrogen. UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. 18 hlm.
Connell, D. W. and Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UIPress, Jakarta. 520 hlm.
FAO. 2012. Crop yield rensponse to water. Ed: P. Steduto, T.C. Hsiao. E.Fereres. D. Raes. FAO Irrigation And Drainage Paper no. 66. Rome. Italy.505p.
Gardner F.P., Pearce, R.B. and Mitchell, R.L. 1991. Physiology of Crop Plants.Universitas Indonesia Press, Jakarta. 428 hlm.
Ginting, P. 2007. Sistem Pengolahan Lingkungan dan Limbah Industri. CV.Yrama Widya, Bandung. 326 hlm.
112
Gutser, R., Ebertseder, T., Weber, A., Schraml, M. and Schmidhalter, U. 2005.Short-Term and Residual Availability of Nitrogen after Long-TermApplication of Organic Fertilizers on Arable Land. J. Plant Nutr. Soil Sci.168: 439–446.
Haryati, T. 2006. Biogas: limbah peternakan yang menjadi sumber energialternatif. WARTAZOA 16 (3): 161-169.
Hasanudin, U., Utomo, T. P., Suroso, E., Shivakoti, B. R. dan Fujie, K. 2014.Sustainable Wastewater Treatment in Small Scale Tapioca Factory.Proceeding of 9th IWA International Symposium on Waste managementProblems in Agroindustries. The International Water Association, Kochi,Japan. 120 hlm.
Haryanto, W., Suhartini, T. dan Rahayu, E. 2007. Teknik Penanaman Sawi danSelada Secara Hidroponik. Penebar Swadaya, Jakarta. 112 hlm.
Isdiyanto, R. dan Hasanudin, U. 2010. Rekayasa dan Uji Kinerja Reaktor BiogasSistem Colar pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka.Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan 9(1): 14–26.
Imdad, H.P. dan Nawangsih, A.A. 2001. Sayuran Jepang. Penebar Swadaya,Jakarta. 103 hlm.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2009. PedomanPengelolaan Limbah Industri Pengolahan Tapioka. KementerianLingkungan Hidup.
Koszel, M. and Lorencowicz, E. 2015. Agricultural Use of Biogas Digestate asA Replacement Fertilizers. Agriculture and Agricultural ScienceProcedia 7: 119-124.
Kurnianti, E., Chatib, N. dan Irsan, R. 2001. Beban Pencemaran Kawasan PadatPenduduk (Studi Kasus Sungai Beliung). Universitas Tanjung Pura.Pontianak. 9 hlm.
Laboski, C.A.M. and Peters, J.B. 2012. Nutrient Application Guidelines forField, Vegetable, and Fruit Crops in Wisconsin (A2809). UW Extension.Wisconsin. 248 hlm.
Lin, H., J. Gan. and Rajendran, A., Reis, C.E.R., and Bo Hu. 2015. PhosphorusRemoval and Recovery from Digestate after Biogas Production. INTECH24: 517-546.
Lindawati, Y., Triyono, S. dan Suhandy, D. 2015. Pengaruh Lama PenyinaranKombinasi Lampu LED dan Lampu Neon terhadap Pertumbuhan danHasil Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.) dengan Hidroponik SistemSumbu (Wick System). J. Teknik Pertanian Lampung 4(3): 191-200.
113
Manik, K.E.S. 2016. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Prenadamedia, Jakarta. 238hlm.
McCauley, A., Jones, C. dan Jacobsen, J. 2003. Soil pH and Organic Matter.Nutrient Management Module 8: 1-11.
Mengel, K. and Kirkby, E.A. 1978. Principles of Plant Nutrition. InternationalPotash Institute, Worblaufen-Beru, Switzerland. 593 pp.
Messner, H. and Amberger, A. 1987. Composition, Nitrification and FertilizingEffect of Anaerobically Fermented Slurry. Proc. 4th CIEC Symp.Braunschweig-Völkenrode 1: 125–130.
Morse, G. K., Brett, S. W., Guy, J. A. and Lester, J. N. U. 1998. Review :Phosphorus Removal and Recovery Technologies. The Science of theTotal Environment 212: 69-81.
Mustaha, M.A., Poerwanto, R., Susila, A.D. dan Pitono, J. 2012. PertumbuhanBibit Manggis pada Berbagai Interval Penyiraman dan Porositas Media. J.Hort 22 (1) 37-46.
Nkoa, R.. 2015. Agricultural Benefits and Environmental Risks of SoilFertilization With Anaerobic Digestates : A Review . Agron Sustain. Dev 34:473-492.
Novák, V. dan Havrila, J. 2006. Method to Estimate The Critical Soil WaterContent of Limited Availability for Plants. Biologia 61S(19):S289–S293.
Nurida, L.I. 2009. Penentuan Jumlah Penambahan Inokulum dan BahanPenyangga terhadap Kualitas Effluent pada Sistem Pengolahan LimbahCair. Jurnal Bioindustri, 2-8.
Odlare, M., Pell, M. and Svensson, K., .2008. Changes in Soil Chemical andMicrobiological Properties During 4 Years of Application of VariousOrganic Residues. Waste Management 28: 1246 – 1253.
Taufik, M. dan Setiawan, I. 2012. Interpretasi Kandungan Air Tanah untukIndeks Kekeringan: Implikasi untuk Pengelolaan Kebakaran Hutan. JMHTXVIII (1): 31-38.
Pangaribuan, D.H. 2012. Pengaruh Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhandan Produksi Sayuran Kangkung, Bayam, dan Caisim. Prosiding SeminarNasional PERHORTI 300-306. 386 hlm.
Pitojo, S. 2009. Benih Tomat. Kanisius, Yogyakarta. 97 hlm.
Prays, N., Dominik, P., Sanger, A. and Franko, U. 2018. Biogas ResidueParameterization for Soil Organic Matter Modeling. PLoS ONE 13(10): 1–12.
114
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Nomor 5 Tahun 2014Tentang Baku Mutu Air Limbah.
Pertiwiningrum, A. 2015. Buku Instalasi Biogas. Pusat Kajian PembangunanPeternakan Nasional Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. 43 hlm.
Prayati. 2005. Mempelajari Pengolahan Limbah Cair Industri Tapioka PT UmasJaya. Terbanggi Besar (Laporan Praktik Umum). Universitas Lampung.Bandar Lampung. 98 hlm.
Prayitno, H.T. 2008. Pemisahan Padatan Tersuspensi Limah Cair Tapioka denganTeknologi Membran Sebagai Upaya Pemanfaatan dan PengendalianPencemaran Lingkungan (Thesis). Magister Ilmu Lingkungan. Semarang.40 hlm.
Poerwowidodo, M. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung.275 hlm.
Purnomo, R., Santoso, M. dan Heddy, S. 2013. Pengaruh Berbagai MacamPupuk Organik dan Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil TanamMentimun (Cucumis sativus L.). Jurnal Produksi Tanaman. 1 (3): 93-100.
Rahmatika, I., Priadi, C. R. dan Moersidik, S. S. 2013. Analisis Kualitas danPotensi Pemanfaatan Digestat Limbah Lumpur Pulp dan Kertas sebagaiBahan Baku Kompos. Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. 19 hlm.
Rasi, S., Veijanen, A. dan Rintala, J. 2007. Trace Compounds of Biogas fromDifferent Biogas Production Plants. Energy, 32(8), 1375–1380.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Kangkung. Kanisius, Jakarta. 41 hlm.
Seadi, T.A., Drosg, B., Fuchs, W., Rutz, D. dan Jansen, R., 2013. Biogasdigestate quality and utilization. The Biogas Handbook 267-301.
Setyaningrum, H. D dan Saparinto, C. 2011. Panen Sayur Secara Rutin di LahanSempit. Penebar Swadaya, Jakarta. 226 hlm.
Setyaningrum, D.A., Tusi, A., dan Triyono, S. 2014. Aplikasi Sistem Irigasi Tetespada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Jurnal TeknikPertanian Lampung 13(2): 127-140.
Subandi. 2011. Pengelolaan Hara Kalium untuk Ubikayu pada Lahan KeringMasam. Buletin Palawija 22: 86-95.
Subandi. 2013. Peran dan Pengelolaan Hara Kalium untuk Produksi Pangan diIndonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 6 (1): 1-10.
115
Sun, L., Wan, S., Yu, Z., Wang, Y. dan Wang, S. 2012. Anaerobic biologicaltreatment of high strength cassava starch wastewater in a new type up-flow multistage anaerobic reactor. Bioresource Technology, 104: 280–288.
Sumiyati. 2009. Kualitas nata de cassava limbah cair tapioka dengan penambahangula pasir dan lama fermentasi yang berbeda. Skripsi. Fakultas Keguruandan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.124 hlm.
Sunarjono, H. 2013. Bertanam 36 Jenis Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta. 204hlm.
Thom, W.A. dan Utomo, M. 1991. Manajemen Laboratorium dan MetodeAnalisis Tanah dan Tanaman. Universitas Lampung. Bandar Lampung.85 hlm.
Thomsen, I. K., Olesen, J. E., Møller, H. B., Sørensen, P., and Christensen, B. T.2013. Carbon Dynamics and Retention in Soil after Anaerobic Digestionof Dairy Cattle Feed and Faeces. Soil Biology & Biochemistry 58: 82–87.
Tisdale, S.L, Nelson,W.L. and Beaton, J.D. 1985. Soil Fertility and Fertilizers.4th ed. MacMillan Publishing Company, New York. 754 pp.
Ubalua, A. O. 2007. Cassava Wastes : Treatment Options and ValueAddition Alternatives. African Journal of Biotechnology 6 (18): 2065–2073.
USDA.2011. Carbon to Nitrogen Ratios in Cropping Systems(http://soils.usda.gov/sqi/management/files/C_N_ratios_cropping_systems.pdf). Diakses pada 26 Maret 2019.
Varis, S. and George, R.A.T. 1985. The Influence of Mineral Nutrition on FruitYield, Seed Yield, and Quality in Tomato. J. Hortic. Sci. 60: 373-376.
Walidatika. N. 2017. Estimasi Evapotranspirasi melalui Analisis MetodeKesetimbangan Energi di Kabupaten Bantul Tahun 2015 denganMemanfaatkan Citra Landsat 8 (Skripsi). Universitas MuhammadiyahYogyakarta. Yogyakarta. 23 hlm.
Wijoyo, P. M. 2012. Budidaya Mentimun yang Lebih Menguntungkan. PTPustaka Agro Indonesia, Jakarta. 69 hlm.
Weiland, P. 2010. Biogas Production : Current State and Perspectives. ApplMicrobiol Biotechnol 85: 849–860.
Werner U., Stochr, V., and Hees, N. 2004. Biogas Plant in Animal Husbandry.Application of the Dutch Guesllechaft Fuer Technische Zusemmernarbeit(GTZ) GnbH.
116
Wibowo, H.Y. dan Sitawati. 2017. Respon Tanaman Kangkung Darat (Ipomeareptans Poir) dengan Interval Penyiraman Pipa Vertikal. PlantropicaJournal of Agricultural Science 2(2): 148-154.
Widayatno, T. dan Sriyani. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri TapiokaDengan Menggunakan Metode Elektroflokulasi. Prosiding SeminarNasional Teknoin 2008 Bidang Teknik Kimia dan Tekstil, Yogyakarta, 22November 2008.
top related