optimalisasi peningkatan pendapatan pajak restoran di kota ... · pemilihan responden dari ......
Post on 07-Mar-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8llS2iw OPTIMALISASI PENINGKATAN PENDAPATAN
PAJAK RESTORAN DI KOTA DEPOK
MOCHAMAD ADAM HAMDANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir "Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok" adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, September 2007
Mochamad Adam Hamdani
ABSTRAK
MOCHAMAD ADAM HAMDANI. Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok. Dibimbing oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA sebagai ketua dan DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai anggota komisi pembimbing.
Perkembangan restoran di Kota Depok dipengaruhi oleh pembangunan di Kota Depok dan faktor geografis strategis berbatasan dengan ibukota Jakarta. Berkembangnya jasa usaha restoran di Kota Depok membuat Pemerintah Kota Depok menerbitkan Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2002 tentang Pajak Restoran. Adanya legalitas tersebut pemerintah daerah berhak dan mempunyai wewenang untuk memungut pajak restoran. Namun ternyata masih terdapat pengelola restoran yang belum menjadi wajib pajak restoran, sehingga masih terdapat potensi target dan realisasi yang dapat dioptimalkan. Selama ini proses penentuan target hanya berdasarkan atas pengalaman dan data tahun sebelumnya.
Data kajian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei / wawancara kepada pihak pemerintah daerah sebagai penyelenggara pajak restoran dan pihak pengelola restoran sebagai obyek pajak restoran. Pemilihan responden dari pemerintah daerah menggunakan sampel secara sengaja (purposive sanzpling) dan kepada pihak pengelola restoran menggunakan random sampling dengan acak berlapis (stratfied sampling) dua tahapan, yaitu tahapan berdasarkan status pajak (WP dan Non WP) dan tahapan berdasarkan wilayah (Margonda, Cinere dan Cibubur). Data sekunder berasal dari pemerintah daerah khususnya Dipenda, Bapeda dan BPS serta beberapa literatur.
Hasil kajian ini mengungkapkan permasalahan dari pihak pemerintah daerah adalah keterbatasan kemampuan dalam penentuan perencanaan target, subyek, obyek dan wajib pajak, adanya keterbatasan sarana prasarana penunjang penyelenggaraan pajak restoran, supremasi hukum belum dapat diterapkan sepenuhnya, kurangnya kualitas dan kuantitas SDM, keterbatasan anggaran dan masih adanya wilayah administratif yang belum tergali secara optimal. Permasalahan dari pihak pengelola restoran adalah kurangnya sosialisasi dan penyuluhan mengenai Peraturan Daerah Pajak Restoran dan adanya persepsi masib kurang dirasakan pelayanan pajak restoran yang baik / maksimal oleh pengelola restoran.
Rancangan program yang dapat dilakukan untuk optimalisasi peningkatan pendapatan pajak restoran di Kota Depok adalah : (1) Menciptakan kemampuan manajemen yang maksimal dan penataan birokrasi dalam penyelenggaraan pajak restoran, (2) Meningkatkan sosialisasi, survei dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pajak restoran, (3) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar instansi terkait, dan (4) Mewujudkan manajemen pelayanan publik dengan kemudahan askes, peningkatan kualitas pelayanan dan peran serta masyarakat.
@ Hak Cipta rnilik IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
I . Dilarang nzengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sunzber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilnziah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kpenfingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumurnkan dun nzemperbanyak sebagian atau seluruh kavya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
OPTIMALISASI PENINGKATAN PENDAPATAN PAJAK RESTORAN DI KOTA DEPOK
MOCHAMAD ADAM HAMDANI
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Tugas Akhir : Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
Nama Mochamad Adam Hamdani NIM A 153044055
Disetujui
Komisi Pembimbing
1r.Sutara Hendrakusumaatmadia.M.Sc. Dr.Ir.Dedi Budiman HAE~.M.EC.
K e t u a A n g g o t a
Diketahui
<..- ,*,,..y""b Ketua Program Studi Magister
st,55, :. - Manajemen Pembangunan Daerah;e:*;:&
Tanggal Ujian : 14 September 2007 Tanggal Lulus : 2 3 JAN 2008
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Kajian Pembangunan Daerah dengan judul "Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok".
Terima kasih penulis disampaikan kepada Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Dedi Buditnan Hakim, M.Ec selaku anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh dosen dan pimpinan serta pengelola Magister Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh mahasiswa Magister Pembangunan Daerah khususnya angkatan lima yane telah hprjl~ang &_n_
memberi motivasi bersama. Orang tua tercinta dan keluarga besar yang telah banyak mendorong, menyemangati dan memberikan perhatiannya sampai selesainya kuliah ini, diucapkan terima kasih tak terhingga.
Terima kasih diucapkan kepada Diah Pusporini beserta keluarga yang selalu memberi semangat dan perhatiannya. Kepada teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu, diucapkan terima kasih.
Semua koreksi serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat Penulis harapkan. Besar harapan Penulis agar kajian ini dapat betmanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2007
Mocharnad Adam Hamdaizi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Subang tanggal 14 Maret 1980 yang merupakan anak tunggal dari pasangan Abdul Hamid dan Rosida.
Pendidikan sekolah dasar di SDN Pengadilan 111 Kota Bogor, lulus tahun 1992. Sekolah menengah lanjutan di SMPN 5 Kota Bogor, lulus tahun 1995. Sekolah menengah atas di SMUN 2 Kota Bogor, lulus tahun 1998. Menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) pada tahun 2003 dari Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Indonesia. Pada tahun 2005 melanjutkan studi pascasarjana di Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 2007.
Penulis menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil tahun 2003 dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil tahun 2005 di Pemerintah Kota Depok. Penulis saat ini bekerja pada Dinas Pertanian Kota Depok.
DAFTAR IS1
Halaman
..................................................................... DAFTAR TABEL xi .................................................................. DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................... xv
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
.............................................................. 1.2 Perumusan Masalah 7 . . 1.3 Tujuan dan Manfaat Kaj~an ................................................. 9
TINJAUAN PUSTAKA ................................................ Otonomi dan Pemerintahan Daerah
Pendapatan Asli Daerah ........................................................... . . . ...................................................................................... Definls~ Pajak . . . 2.3.1. Unsur dan Clr~ Pajak ......................................................... 2.3.2. Pajak Daerah ............................................................ 2.3.3. Subyek, Obyek dan Wajib Pajak Restoran .............................. Efektifitas dan Efisiensi .......................................................... Persepsi ............................................................................................... 2.5.1. Tingkat Kepuasan ...................................................................... 2.5.2. Tingkat Kepentingan Konsumen .............................................. Teknik Sampling ................................................................................
..................................................................................... Tahapan Input Tahapan Pencocokan Strategi ............................................................. 2.7.1. Matriks SWOT .......................................................................... 2.7.2. Matriks SPACE ......................................................................... 2.7.3. Matriks IE (Internal-Eksternal) ................................................. Tahapan Keputusan Shategi ...............................................................
METODE KAJIAN . . Kerangka Pemikiran Kaj~an ................................................................. Obyek dan Waktu Kajian .................................................................... . . Wilayah Kajlan .................................................................................... Karakteristik Wilayah Kajian Restoran ............................................... Jenis dan Sumber Data Kajian ............................................................. . . Penetapan Responden Kaj~an .............................................................. Metode Pengolahan Data .................................................................... Metode Perancangan Program ............................................................
IV GAMBARAN UMUM KOTA DEPOK . . 4.1 Kota Depok Berdir~ ......................................................................... 41 4.2 Letak Geografis ............................................................................. 41 4.3 Iklim ............................................................................................... 43
Pemeriniahan ....................................................................................... 44 Kependudukan ..................................................................................... 44 Pemukiman ......................................................................................... 45 Kesehatan ............................................................................................ 45 Pendidikan ........................................................................................... 46 Transportasi ......................................................................................... 47
................................... Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah 48
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... Analisis Potensi Penerimaan Pajak Restoran
5.1 . 1. Karakteristik Responden Restoran ............................................. ................................................. 5.1.2. Jenis Restoran Menurut Omzet
5.1.3. Perkiraan Potensi Pajak Restoran .............................................. 5.1.4. Efektivitas Pajak Restoran di Kota Depok ................................ 5.1.5. Efisiensi Pajak Restoran di Kota Depok ................................... Manajemen Kinerja PAD Sektor Pajak Restoran ............................... 5.2.1. Perencanaan (Pendataan Potensi PAD Pajak Restoran) ........... 5.2.2. Penentuan Besarnya Target PAD Pajak Restoran ................... 5.2.3. Pelaksanaan Target PAD Pajak Restoran .................................
............. 5.2.4. Pengawasan Pencapaian Target PAD Pajak Restoran 5.2.5. Evaluasi Pencapaian Target PAD Pajak Restoran .................... Persepsi Pengelola Restoran Terhadap Pajak Restoran ...................... 5.3 . 1. Persepsi Pertanyaan Sama Kuesioner WP dan Nan WP ........... . . 5.3.2. Persepsi Waj~b Pajak ................................................................. 5.3.3. Persepsi Non Wajib Pajak ......................................................... 5.3.4. Persepsi WP dan Nan WP Berdasarkan Wilayah .....................
RANCANGAN PROGRAM OPTIMALISASI PENINGKATAN PENDAPATAN PAJAK RESTORAN DI KOTA DEPOK Identifikasi Masalah .................................................................. 6.1 . 1 Pemerintah Daerah ......................................................... 6.1.2. Obyek dan Subyek Pajak Restoran ....................................... Tahapan Input Strategi ............................................................ 6.2.1. Analisis Evaluasi Faktor Internal/Ekstemal (Matriks
IFE 1 EFE) Optimalsasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran ...........................................................................
Tahap Pencocokan Altematif Strategi ................................................. 6.3.1 Analisis SWOT Optimalisasi Peningkatan Pendapatan
Pajak Restoran ........................................................................... 6.3.2. Matriks SPACE (Strategic Position and Action
................................................................................. Evaluation) 6.3.3. Matriks Internal-Ekstemal (IE) Optimalisasi
Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok .......... Tahap Keputusan Strategi ................................................................... Rancangan Program Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok ......................................................................
Halaman
VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1 Kesimpulan ................................................................................... 108 .. 7.2 Rekomendasi Keb~jakan ...................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 112 LAMPIRAN ..................................................................................................... 115
DAFTAR TABEL
Nom or Halaman
Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Depok Tahun 2000- 2006 ...................................................................................... Kontribusi Pajak Restoran Terhadap Pajak Daerah di Kota Depok Tahun 2000-2006 ................................................... Laiu Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok Tahun 2001- "
2005 ................................................................................. Perbandingan Pajak Restoran di Kota Depok Antara Target dan Realisasi Tahun 2000-2006 ................................................ Perbandingan Jumlah Restoran WP dengan Pajak Restoran di Kota Depok Tahun 2003-2006 ........................................................... Persentase Pengelompokan Berdasarkan Wilayah Kajian di - . . Kota Depok I ahun 2006 ................................................................... I'ersentese I'enjielompokan Derdasarkan Status Pajak di Kota -
............................................................................. Depok Tahun 2006 ............................................................ Penilaian Skala Likert
Metode Perhitungan Bobot Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Terbuka dan Pertanyaan Tertutup yang Jawabannya
......................................................... Bisa Lebih dari Satu Karakteristik Responden Restoran di Wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Cinere dan Jalan Akses Cibubur Kota Depok Tahun 2006 ............................................................................ Tipe Restoran Menurut Omzet Wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Cinere dan Jalan Akses Cibubur Kota Depok Tahun 2006 ................................................................................. Potensi Omzet Pendapatan Restoran Menurut Survei WP
................................ dan Non WP di Kota Depok Tahun 2006 Potensi Omzet Restoran Berdasarkan WP dan Non WP di Wilayah Survei Kajian Tahun 2006 ....................................... Potensi Omzet Restoran WP Kota Depok Tahun 2006 ................ Potensi Omzet Restoran Nan WP di Kota Depok Tahun 2006 ....... Potensi Omzet Restoran di Kota Depok Tahun 2006 .................. Perbandingan Target, Realisasi dan Potensi Pajak Restoran di Kota Depok Tahun 2006 ............................................................ Efektivitas Pajak Restoran di Kota Depok Tahun 2003-2006 ......... Efisiensi Pajak Restoran di Kota Depok Tahun 2003-2006 ........... Range Keterlibatan Pemerintah Daerah ...................................... Range Persepsi Pemerintah Daerah ....................................... Kriteria dalam Melakukan Pendataan Potensi PAD Pajak Restoran di Kota Depok ........................................................ Kriteria dalam Kendala Melakukan Pendataan Potensi PAD Pajak Restoran di Kota Depok ................................................... Keterlibatan Beberapa Pihak dalam Melakukan Pendataan Potensi PAD Pajak Restoran di Kota Depok .....................................
Nomor Hal
25 Persepsi Responden terhadap Potensi PAD Pajak Restoran di Kota Depok ................................................................................
26 Kriteria Kendala dalam Penentuan Besarnya Target Pajak Restoran di Kota Depok .............................................................
27 Keterlibatan Beberapa Pihak dalam Penentuan Target PAD Pajak Restoran di Kota Depok .............................................
28 Kriteria Kendala dalam Melakukan Penetapan Target Pajak Restoran di Kota Depok ...............................................................
29 Keterlibatan Beberapa Pihak dalam Pelaksanaan PAD Pajak Restoran di Kota Depok .........................................................
30 Usaha yang Ditempuh dalarn Pelaksanaan Target PAD Pajak Restoran di Kota Depok ....................................................................
31 Kriteria Kendala dalam Pelaksanaan Target PAD Pajak Restoran di Kota Depok .....................................................................
32 Keterlibatan Beberapa Pihak dalarn Pengawasan Pelaksanaan PAD Pajak Restoran di Kota Depok ..................................................
33 Persepsi Responden terhadap Pengawasan Kinerja PAD Pajak Restoran di Kota Depok ....................................................................
34 Hambatan dalam Pengawasan Pelaksanaan Target PAD Pajak Restoran di Kota Depok .....................................................................
35 Usaha yang Ditempuh dalam Evaluasi Pajak Restoran di Kota Depok .................................................................................................
36 Keterlibatan Beberapa Pihak dalam Evaluasi Kinerja Pajak Restoran di Kota Depok .....................................................................
37 Hambatan dalarn Evaluasi Kinerja PAD Pajak Restoran di Kota Depok ........................................................................................
38 Range Persepsi Pertanyaan Sama Kuesioner WP dan Non WP ..............................................................................................
39 Persepsi WP dan Non WP untuk Pertanyaan Membayar Pajak di Kota Depok ....................................................................................
40 Persepsi WP dan Non WP untuk Pertanyaan Kesediaan ..................................... Melnbayar Pajak Sesuai dengan Pendapatan
41 Persepsi WP dan Non WP untuk Pertanyaan Sosialisasi tentang Pajak Restoran di Kota Depok .......................................
42. Persepsi WP dan Non WP untuk Pertanyaan Pemberian ................... Reward dan Punishment Pajak Restoran di Kota Depok
43 Persepsi WP dan Non WP Restoran Pertanyaan Cara Pembayaran Pajak Restoran di Kota Depok ..................................
44 Range Persepsi Kuesioner WP ............................................. 45 Persepsi WP Restoran Pertanyaan Pembayaran Pajak Restoran
pada Waktunya di Kota Depok ............................................. 46 Persepsi WP Restoran Pertanyaan Pelayanan Pemungutan
Pajak Restoran di Kota Depok ............................................. 47 Persepsi WP Restoran Pertanyaan Persentase Pajak Restoran
sesuai Omzet Restoran di Kota Depok ...................................
Nomor Halaman
Persepsi WP Restoran Pertanyaan Merevisi Perda No. 2 Tahun ............................................................. 2002 Kota Depok
....................................... Range Persepsi Kuesioner Nan WP Persepsi Nan WP Restoran Pertanyaan Kesediaan menjadi WP
......................................................................... di Kota Depok Range Persepsi WP dan Nan WP Berdasarkan Jalan
.................................................................... Margonda Raya Range Persepsi WP dan Non WP Berdasarkan
............................................................ Jalan Raya Cinere Range Persepsi WP dan Non WP Berdasarkan
......................................................... Jalan Akses Cibubur Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Membayar Pajak
..................................................................... di Kota Depok Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Kesediaan Membayar Pajak sesuai dengan Pendapatan di Kota Depok ......................... Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Sosialisasi tentang
............................................. Pajak Restoran di Kota Depok Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Pemberian Reward dan Punishment Pajak Restoran di Kota Depok ............................. Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Cara Pernbayaran
............................................. Pajak Restoran di Kota Depok Matriks IFE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok ........................................................ Matriks EFE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok .................................................................... Matriks SWOT Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok .................................................................... Variabel Penyusun Matriks SPACE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok .............................. Faktor Penyusun Matriks SPACE Opti~nalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok ......................................... Rekomendasi Strategi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok ...........................................................................
DAFTAR GAMBAR
Nomer Halaman
I Kerangka Pemikiran Kajian Optimalisasi Peningkatan Pendapatan .............................................................. Pajak Restoran di Kota Depok 30
...................................................................... 2 Peta Kota Depok 42 3 Matriks SPACE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak
Restoran di Kota Depok ................................................................... 103 4 Matriks IE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak
Restoran di Kota Depok ....................................................................... 104
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Kuesioner Pemda (Tahap I) ............................................... Kuesioner Pemda (Tahap 11) ............................................. Matriks EFIIEFE .................................................................... Matriks QSP ................................................................ Kuesioner Non Wajib Pajak .............................................. Kuesioner Wajib Pajak .................................................... Data Restoran .............................................................. Data Survei Restoran ......................................................
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Depok resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki
pemerintahan dengan kewenangan otonomi daerah beserta perangkat
kelengkapannya sejak ditingkatkannya status Depok dari Kota Administratif
(wilayah Kabupaten Bogor) menjadi Kota melalui penerbitan UU Republik
Indonesia No. 15 tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat I1
Cilegon dan Kotamadya Daerah Tingkat I1 Depok. Peningkatan status ini telah
menjadi faktor penentu dominan dalam memacu laju pertumbuhan ekonomi,
pengembangan kawasan dan dinamika sosial politik di Kota Depok.
Seiring dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang tersebut,
maka kegiatan pembangunan di Kota Depok akan semakin meningkat yang berarti
dana yang harus dihimpun oleh Pemerintah Kota Depok harus semakin besar.
Untuk mendukung kegiatan dan keberhasilan pembangunan, diperlukan
penggalian serta pengembangan daerah dan sumber-sumber pembiayaan potensial
guna menunjang akselerasi pembangunan untuk mencukupi semua kebutuhan
rumah tangga daerah.
Kota Depok sebagai daerah yang diarahkan sebagai penyangga dan
penyeimbang (buyer city and counter magnet) Ibukota Jakarta, tumbuh sebagai
pusat aktivitas sosial ekonomi regional serta lokal yang sangat potensial dan
prospektif. Kota Depok juga dikembangkan sebagai kawasan pennukiman bagi
penduduk yang bekerja di wilayah Ibukota Jakarta, sehingga mendorong arus
mobilitas penduduk dan kegiatan ekonomi ke wilayah Kota Depok.
Salah satu faktor penunjang keberhasilan penyelenggaraan pe~nerintah
daerah adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seoptimal rnungkin,
sehingga pemerintah daerah dapat mengurangi ketergantungan dari subsidi
pemerintah pusat. Oleh karena itu, penggalian dan pengembangan sumber-sumber
dana perlu dilakukan, misalnya dengan melakukan optimalisasi pajak daerah
sebagai salah satu sektor strategis dan penting untuk peningkatan pendapatan
daerah.
Sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
dan lain-lain hasil usaha daerah yang sah. Dari keernpat komponen tersebut,
komponen pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang paling utama di
Kota Depok, seperti pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Realisasi PAD Kota Depok Tahun 2000-2006
Yang Sah Tahun
Sumber : Dinas Pendapatan Kota Depok, 2007.
Berdasarkan Tabel 1 terlihat peningkatan PAD dari sektor pajak daerah
Pajak Daerah
dan menunjukan realisasi pendapatan pajak daerah yang diperoleh selalu menjadi
Retribusi Daerah
Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
mayoritas penerimaan PAD Kota Depok. Penerimaan realisasi PAD sektor pajak
daerah ini dari tahun ke tahun selalu meningkat dan realisasi yang didapatkan
tersebut kemungkinan masih berada di bawah potensi yang sebenarnya.
Instansi yang menghimpun Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk pajak
restoran adalah Dinas Pendapatan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16
Tahun 2003 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Kota
Depok, tugas Dinas Pendapatan Daerah adalah melaksanakan kewenangan
desentralisasi di bidang pendapatan. Sedangkan fungsinya meliputi :
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan.
b. Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum di bidang
pendapatan.
c. Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas di bidang pendapatan.
d. Pengelolaan urusan ketatausahaan.
Saat ini sumber hukum pajak daerah di Kota Depok mengacu pada
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 2001 tentang
Pajak Daerah dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Restoran dan Pajak Parkir. Beberapa jenis
pajak daerah yang memungkinan untuk dikembangkan serta dioptimalkan
pendapatannya adalah pajak restoran, karena di Kota Depok banyak terdapat
restoran serta foodcourt yang berada di pusat perbelanjaan tersebar di wilayah
Kota Depok.
Sejak tahun 2002 Peinerintah Kota Depok mengeluarkan regulasi yang
tertuang pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran.
Adanya Perda tersebut merupakan legalitas untuk mengatur pajak restoran di Kota
Depok dengan harapan akan mendapatkan dan meningkatkan pendapatan pajak
restoran di Kota Depok yang sesuai dengan peraturan. Pajak restoran di Kota
Depok ini mempunyai realisasi kontribusi pajak restoran terhadap pajak daerah di
Kota Depok yang sangat besar, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kontribusi Pajak Restoran Terhadap Pajak Daerah di Kota Depok Tahun 2000-2006
Sumber : Dinas Pendapatan Kota Depok, 2007.
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa penerimaan pajak restoran selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Khusus untuk tahun 2006 persentase kontribusi
pajak restoran kepada pajak daerah mengalami penurunan ha1 ini karena adanya
Pajak Penerangan Jalan (PPI) yang secara otomatis langsung dimasukkan ke
dalam rekening bulanan pelanggan PLN sebagai pajak daerah.
Melihat dari sisi PDRB (Laju Pertumbuhan Ekonomi) Kota Depok dari
tabun 2001-2005 terdapat kenaikan pada sektor tersier subsektor restoran, ha1 ini
menandakan adanya peningkatan kegiatan ekonomi pada su-bsektor restoran,
seiring semakin berkembangnya restoran di Kota Depok. Sub-sektor ini mencakup
kegiatan usaha penyediaan makanan dan minuman yang umumnya dikonsumsi di
teinpat penjualan (restoran), untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok Tahun 2001-2005
KeIompok Sektor I Sub Sektor 12001 12002 12003 12004 / 2005 A. Primer 1 3.04 1 3.58 1 2.23 1 4.24 / 4.70
0 1. Pertanian 02. Pertambangan Dan Penggalian
B. Sekunder 03. lndustri Pengolahan 04. Listrik, Gas Dan Air Minum 05. BangunanIKonstruksi
C. Tersier 06. Perdagangan, Hotel dan Restoran 07. Pengangkutan Dan Komunikasi 08. Bank & Lembaga Keuanean Lainnva - - 09. Jasa-Jasa 1 4.77 1 5.21 1 4.78 1 4.83 / 3.94
PDRB KOTA DEPOK ( 5.89 1 6.10 1 6.29 1 6.41 1 6.93 Sumber : Bepeda Kota Depok, 2006.
Kegiatan ekonomi restoran di Kota Depok mengalami peningkatan yang
baik dari tahun ke tahunnya dengan diiringi peningkatan konsumsi masyarakat
akan pemenuhan kebutuhan makan dan minum, dengan membaiknya ekonomi
sektor restoran ini berdarnpak kepada realisasi pendapatan pajak restoran di Kota
Depok pada tahun 2000-2006 yang selalu melebihi target. Perkembangan Kota
Depok banyak dipengaruhi oleh posisi stmtegi yang berbatasan langsung dengan
Ibukota Jakarta.
Tabel 4. Perbandingan Pajak Restoran di Kota Depok Antara Target dan Realisasi Tahun 2000-2006
Sumber : Dinas Pendapatan Kota Depok, 2007
Pada Tabel 4 menggambarkan bahwa antara target dan realisasi pajak
restoran terdapat peningkatan yang merupakan potensi baik untuk pajak restoran
di Kota Depok sebagai sumber pendapatan bagi kas daerah. Perbandingan jumlah
restoran dengan pajak restoran yang terdata pada tahun 2003-2006 di Dinas
Pendapatan Kota Depok dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Jumlah Restoran WP dengan Pajak Restoran di Kota Depok Tahun 2003-2006
No
Jumlab Restoran
(wp) Target (Rp)
I I I I I Surnber : Dinas Pendapatan Kota Depok, 2007.
Tahun
Realiasasi (Rp)
Tabel 5 menggambarkan bahwa perbandingan jumlah restoran (WP) selalu
ekivalen dengan target dan realisasi pajak restoran. Hal ini merupakan tantangan
bagi pemerintah untuk terus berupaya meningkatkan dan mengoptimalkan
pendapatan pajak restoran. Menurut sumber dari Dinas Pendapatan Daerah,
selama ini indikasi dalam penetapan target pajak restoran masih di bawah
realiasasi yang sebenamya dan hanya berdasarkan pengalaman dari tahun
sebelumnya, rendahnya realisasi ini disebabkan keterbatasan seperti personil di
lapangan dan kurangnya sarana dan prasarana penunjang.
2003
157
7.425.000.000
8.050.825.039
2004
183
9.025.000.000
9.391.544.747
2005
208
10.478.000.000
2006
229
11.885.599.918
11.976.613.529 12.864.057.723
Data dan informasi tersebut menunjukkan bahwa penetapan target
kemungkinan masih berada di bawah potensi yang sebenarnya walaupun dari segi
pencapaian realisasi selalu melebihi dari target dari tahun ke tahunnya. Dugaan ini
patut ditanggapi karena sampai saat ini belum ada sinkronisasi data akurat yang
dimiliki oleh pemerintah kota dengan realita di lapangan yang menunjukkan
besarnya potensi wajib pajak restoran. Berdasarkan fenomena tersebut yang
menjadi pertanyaan utama dalam kajian ini adalah "bagaimana optimalisasi
peningkatan pendapatan pajak restoran di Kota Depok sehingga dapat
meningkatkan penerimaan daerah agar dapat membiayai penyelenggaraan
pembangunan dan pemerintahan?".
1.2. Perurnusan Masalah
Kegiatan pembangunan yang cukup pesat di Kota Depok membutuhkan
biaya besar yang harus dipenuhi dari penerimaan daerah agar dapat membiayai
sendiri pembangunannya sendiri tanpa harus bergantung kepada pemerintah
propinsi dan pemerintah pusat. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Depok harus
lebih kreatif dalam menggali dan mengembangkan potensi daerahnya, karena
sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, pemerintah daerah mempunyai keleluasaan yang lebih luas dalam
penanganan masalah pemerintah di tingkat lokal dan penyelesaian pernasalahan
daerah.
Pemerintah Kota Depok mempunyai kewenangan membuat kebijakan
untuk mengatur perpajakan restoran seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah
Kota Depok Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran. Sesuai Peraturan
Daerah tersebut, pajak restoran disetorkan kepada Pemerintah Kota Depok
sebesar 10 % dari omzet pendapatan restoran. Adanya Peraturan Daerah tersebut
diharapkan para pengelola restoran dapat dengan sadar membayar pajak
restorannya sesuai dengan omzet yang mereka dapatkan. Namun tidak semua
pengelola restoran menjadi wajib pajak (WP) karena para pengelola seringkali
tidak melaporkan usaha restorannya sehingga pemerintah kota sulit untuk
melakukan pendataan dan pemungutan pajak. Berdasarkan realita tersebut,
bagaimana menganalisis potensi penerimaan pajak restoran di Kota Depok?.
Pajak daerah merupakan pungutan atau iuran wajib yang dilakukan
seseorang atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendataan wajib pajak pada sektor restoran dan penetapan target haruslah
dilakukan dengan baik, mulai dari menginventarisasi potensi, pelaksanaan yang
diikuti dengan pengawasan dan evaluasi. Semua kegiatan tersebut dilakukan oleh
pihak pemerintah daerah sebagai pibak yang dapat memungut dan mengelola
pajak. Namun pada kenyataan, tahapan tersebut sepertinya belum maksimal
dilaksanakan oleb Pemerintah Kota Depok. Untuk itu, perlu dikaji bagamaimana
manajemen penyelenggaraan pajak restoran yang dilakukan oleh pemerintah
daerah?.
Jumlah restoran yang berada di Kota Depok sangatlab banyak,
berdasarkan survei yang dilakukan terdapat 215 restoran yang tersebar di Jalan
Margonda Raya, Jalan Raya Cinere dan Jalan Akses Cibubur namun hanya 142
pengelola restoran yang sudah menjadi WP dan sisanya sebanyak 73 pengelola
restoran masih belum menjadi WP. Berdasarkan sumei tersebut masih ada sekitar
34% restoran di ketiga kawasan tersebut yang berpotensi untuk dijadikan WP
sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak restoran sebagai komponen PAD
Kota Depok. Untuk itu, bagaimana persepsi para pengelola restoran tentang
adanya pajak restoran di Kota Depok?.
Secara umum, rencana strategis sangat bermanfaat dalam pencapaian
optimalisasi peningkatan pendapatan pajak restoran di Kota Depok terutama
untuk mendapatkan wajib pajak (WP) yang baru sebagai bentuk partipasi
masyarakat pengelola restoran dalam pembangunan melalui pembayaran pajak.
Sejalan dengan banyaknya restoran yang belum menjadi WP dan adanya kendala
dari pihak Pemerintah Kota Depok dalam penyelenggaraan pajak restoran maka
permasalahan spesifik selanjutnya adalah bagaimana strategi dalam optimalisasi
peningkatan pendapatan dari pajak restoran di Kota Depok?.
1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian
Tujuan yang ingin dicapai dalam kajian adalah :
1. Menganalisis potensi penerimaan pajak restoran
2. Mengkaji manajemen penyelenggaraan pajak restoran yang
dilaksanakan oleh pemerintah dearah.
3. Menganalisis persepsi pengelola restoran terhadap pajak restoran.
4. Menyusun strategi optimalisasi peningkatan pendapatan pajak
restoran di Kota Depok.
Manfaat kajian yang diharapkan adalah :
1 . Sebagai bahan kajian dalam upaya pertimbangan dan
penyempurnaan strategi pemerintah untuk optimalisasi
peningkatan pendapatan pajak restoran di Kota Depok.
2. Mernberikan gambaran yang diharapkan mampu menjadi bahan
referensi bagi penelitian selanjutnya.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Otonomi dan Pemerintahan Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, diberlakukannya otonomi daerah membuka peluang kepada daerah utuk
mengurus dirinya dengan lebii leluasa sekaligus tantangan dalam menggali potensi
sumber daya yang ada di daerahnya. Penggalian potensi sumber daya daerah dalam
membiayai dirinya menjadi sesuatu yang hams dilakukan, sehingga optimalisasi
sumber penerimaan daerah khususnya PAD perlu diupayakan. Meskipun upaya saat
ini telah dilakukan, akan tetapi perlu dibuat langkah-langkah strategis guna
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, dalam penyelenggaraan
otonomi daerah diperlukan wewenang clan kemampuan menggali sumber-sumber
keuangan sendiri untuk mendukung pemerintahan dan pembangunan di daerah. Adapun
sumber-sumber keuangan daerah di antaranya adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain pendapatan yang sah.
Undang-undang tersebut menyatakan pembangunan daerah sebagai bagian
integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi
daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi
peningkatan demokrasi dan kinerja daerah. Pada akhirnya, pembangunan daerah
diiarapkan dapat meningkatkan kesejahteraan inasyarakat menuju masyarakat madani
yang bebas korupsi, kolusi clan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintalian daerah
sebagai sub-sistem pemerintahan negam dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakatnya.
Keberhasilan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daerah di
bidang keuangan yang mempakan salah satu indikator penting guna mengukur tingkat
otonomi suatu daerah. Menumt Kaho (1997), untuk menjalankan fungsi pemerintahan
faktor keuangan me~p?Ikan suatu ha1 yang sangat penting, karena hampir tidak ada
kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya.
Menurut Soetrisno (1 98 1) prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah
adalah :
1. Pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah harus menunjang
aspirasi perjuangan rakyat, yakni memperkokoh Negara Kesatuan dan
inempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia seluruhnya,
2. Pemberian otonomi kepada daerah hams mempakan otonomi yang nyata
dan bertanggung jawab,
3. Azas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan azas tugas
pembantuan,
4. Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek-aspek keserasian
(harmoni) disamping pendemokrasian,
5. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah untuk meningkatkan daya guna
(efisiensi) dan hasil guna (efektivitas) penyelenggaraan pemerintah daerah,
temtama dalam pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan terhadap
masyarakat serta meningkatkan p e m b i i kestabilan politik dan kesatuan
bangsa.
2.2. Pendapatan Asli Daerah
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antam
Pemerintah Pusat dan Daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah dari Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah sebagai surnber pembiayaan berasal dari daerah sendiri,
yang terdiri atas hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milk
daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah, diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam
membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah. Semakii banyak kebutuhan
yang dapat dibiayai melalui Pendapatan Asli Daerah, menunjukkan semakin tinggi
kualitas otonomi suatu daerah, yang ditandai dengan kemandirian
pengelolaan keuangan.
Cara untuk meningkatkan PAD menurut Widayat (1994) melalui
peningkatan penerimaan semua sumber PAD agar mendekati atau bahkan
sama dengan penerimaan potensialnya. Selanjutnya dikatakan bahwa secara
umum ada dua cara untuk mengupayakan peningkatan PAD sehingga
maksimal, yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi
dengan cara menghitung potensi seakurat mungkin, maka target penerimaan
bisa mendekati potensinya. Cara ektensifikasi dilakukan dengan mengadakan
penggalian sumber-sumber obyek retribusi atau pajak atau dengan menjaring
wajib pajak baru.
23. Definiii Pajak
Menurut Soemitro (1977) yang dikutip oleh Sumyar (2003) pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor
pemerintah) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum. Pajak sebagai peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya dipergunakan
untuk publik saving yang merupakan sumber utama pembiayaan publik invesment.
2.3.1. Unsur dan Ciri Pajak
Menurut Soemitro (1987) yang dikutip oleh Sumyar (2003) dari berbagai
definisi pajak tersebut dapat diketahui adanya unsur dan ciri-ciri pajak. Unsur adalah
sesuatu yang mutlak hams ada, agar sesuatu itu ada. Sedangkan yang dimaksud
dengan ciri adalah tanda-tanda yang dapat diterima oleh panca indera.
Adapun unsur pajak adalah :
a. Undang-undang pajak yang mendasari,
b. penguasa pernungut pajak,
c. subyek pajak,
d. obyek pajak,
e. masyarakat 1 kepentingan umum,
f. surat ketetapan pajak (bersifat fakultatif).
Ciri-ciri pajak adalah :
a. dapat berupa pajak langsung atau pajak tidak langsung,
b. dapat dipungut sekaligus atau berulang-ulang,
c. dapat dipaksakan,
d. tanpa ada imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk,
e. untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara,
f. dapat digunakan sebagai alat pendorong atau alat penghamhat,
g. dapat dikenakan atas orang atau barang.
2.3.2. Pajak Daerah
Menurut Sumyar (2003) pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah. Adapun yang dimaksud dengan daerah adalah daerah otonom, yaitu
daerah yang berhak dan berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri.
Daerah otonoin terdiri atas Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat 11.
Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, maka tidak dikenal lagi Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat 11. Sekarang
digantikan dengan sebutan daerah Propinsi dan daerah Kabupaten 1 Kota.
Berkaitan dengan perubahan tersebut maka pajak daerah dapat digolongkan menjadi
pajak daerah propinsi dan pajak daerah kabupaten 1 kota.
Ruang lingkup pajak daerah hanya terbatas pada obyek yang belum
dikcnakan pajak pusat (pajak negara). Sebagai contoh, pajak penghasilan tidak
boleh dipungut daerah karena sudah dipungut oleh pusat. Sebaliknya negara tidak
boleh memungut pajak yang sudah dipungut oleh daerah. Selain itu, terdapat
ketentuan bahwa pajak dari daerah yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh
memasuki obyek pajak dari daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
Undang-undang pajak daerah menetapkan ketentuan-ketentuan pokok
yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan
pernungutan pajak daerah. Menurut Undang-undang Nomor 34 tahun 2000, jenis
pajak propinsi dan pajak kabupaten 1 kota adalah :
1. Pajak Propinsi terdiri atas :
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Pemukaan
2. Pajak Kabupaten 1 Kota terdiri atas :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran,
c. Pajak Hiburan,
d. Pajak Reklame,
e. Pajak Penerangan Jalan,
f. Pajak Pengambilan clan Pengolahan Bahan Galian Golongan C,
g. PajakParkir
Ditinjau dari segi fungsi, obyek dan penggunaannya maka terdapat perbedaan
antara pajak-pajak pusat dengan pajak-pajak daerah, yaitu :
1. Perbedaan dari segi fungsinya.
Menurut fungsinya pajak pusat digunakan sebagai alat untuk
melaksanakan kebijaksanaan. Misalnya berfungsi sebagai sarana untuk
menahan atau mengurangi keluar masuknya orang atau barang dari atau ke
dalam negara. Misalnya pajak bangsa asing (PBA) dan pajak barang. Untuk
mencegah masuknya orang atau barang dari luar negeri, maka pajak-pajak ini
hams dinaikkan tarifnya (dengan tarif tinggi). Sedangkan pajak daerah
lnempunyai fungsi yang bertolak belakang, karena berdasarkan Pasal 14
ayat (2) Peraturan Pajak Daerah menetapkan bahwa pajak-pajak daerah tidak
boleh menghambat atau menntangi keluar masuknya peilgangkutan barang 1
orang dari atau ke dalam suatu daerah.
2. Perbedaan dari segi obyeknya.
Obyek pemungutan pajak pusat relatif tidak terbatas, sedangkan obyek-obyek
yang dapat diienakan pajak daerah terbatas jumlahnya. Maksudnya obyek
yang telah dijadikan sumber bagi pemungutan pajak pusat tidak boleh
dipergunakan lagi sebagai sumber bagi pemungutan pajak daerah.
2.3.3. Subyek, Obyek dan Wajib Pajak Restoran
Menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 yang dimaksud subyek pajak
restoran adalah orang pribadi atau badan (konsumen) yang melakukan pembayaran
kepada restoran. Sedangkan yang menjadi obyek pajak adalah restoran yang telah
menarik pajak kepada konsumen pada saat konsumen membayar makanan dan
minuman pada restoran tersebut. Wajib pajak restoran adalah pemilik restoran yang
wajib membayarkan pajak dari konsumen kepada pemerintah daerah, dimana
kewajiban tersebut dimiliki oleh pemilik, pengelola atau kuasa pada nunah makan
tersebut.
2.4. Efektivitas dan Efisiensi
Menurut Wiratmo (2001) indikator kinerja keuangan daerah yang biasa
digunakan sebagai dasar untuk menggali potensi penerimaan daerah adalah
efektifitas, efisiensi dan elastisitas. Efektivitas mengukur hubungan antara realisasi
hasil pungut suatu pajak dengan potensi pajak yang bersangkutan, misalnya
adalah realisasi penerimaan pajak daerah dengan potensi pajak daerah. Asumsi yang
digunakan dalam indikator ini adalah semua wajib pajak membayar pajak yang
menjadi kewajibannya pada tahun berjalan, dan membayar semua pajak yang
terhutang.
Menurut Jones (1995) yang dikutip oleh Sutarso (2004) efektivitas
menunjukan keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai suatu tujuan sehingga
efektivitas hanya berkepentingan dengan pengeluaran. Menurut Suadi (1997) yang
dikutip oleh Sutarso (2004) efektivitas adalah perbandingan antara pengeluaran
dan tujuan oleh karenanya suatu tujuan hams dinyatakan secara spesifik dan rinci
sehingga pengukuran efektivitas dapat lebih bermanfaat dan bermakna.
Indikator lain yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan daerah
adalah efisiensi. Pendekatan efisiensi diperlukan untuk mengukur bagian dari
retribusi yang digunakan untuk menutup biaya pungutan yang bersangkutan.
Tingkat efisiensi akan besar bila biaya untuk merealisasikan penerimaan
ditekan serendah mungkin.
2.5. Persepsi
Persepsi menurut Walgito (2003) merupakan suatu proses yang didahului
oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak
berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut ditemskan dan proses selanjutnya
merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses
penginderaan, dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses
persepsi.
Menurut Moskowitz clan Orgel (1969) seperti dikutip oleh Walgito (2003)
persepsi mempakan proses integrasi dalam diri individu terhadap stimulus yang
diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu mempakan
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga
merupakan sesuatu yang berarti, dan mempakan respon yang integrated dalam diri
individu. Proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu
menerima stimulus melalui alat indera, yaitu melalui mata sebagai alat penglihatan,
teliiga sebagai alat pendengar, hidung sebagai alat pembauan, lidah sebagai alat
pengecapan, kulit pada telapak tangan sebagai alat perabaan, yang kesemuanya
merupakan alat indera yang digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu.
Menumt Osley seperti dikutip oleh Hernawati (1997) karakteristik penting
dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang dapat mempengamhi persepsi adalah :
1 . Faktor ciri khas dari obyek stimulasi yang terdiri atas nilai, arti, familiaritas
dan intensitas,
2. Faktor pribadi, termasuk didalamnya ciri khas individu, seperti taraf
kecerdasan, latar belakang kultural, tninat dan emosionalitasnya,
3. Faktor pengamh kelompok, artinya respon orang lain dapat memberi arah ke
suatu tingkah laku yang sesuai.
2.5.1. Tingkat Kepuasan
Pengertian kepuasan (satisfaction) menurut Irawan (2002) adalah kata dari
bahasa latin, yaitu satis yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to
do atau melakukan. Jadi, sesuatu ha1 yang bisa memuaskan adalah ha1 yang sanggup
memberikan sesuatu yang dicari pengguna atau konsumen sampai pada tingkatan
cukup.
Dalam konteks consumer behaviour, kepuasan lebih banyak didefinisikan
dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunaka~i
prod~tk atau jasa. Salah satu difinisinya, seperti dikemukakan oleh Oliver seperti
dikutip oleh Irawan (2002) kepuasan adalah hasil dari penilaian konsumen bahwa
produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat
pemenuhan ini bisa lebih atau kurang.
Kepuasan dibagi dibagi dua macam yaitu kepuasan fungsional dan
kepuasan psikologikal. Kepuasan fungsional diperoleh dari fungsi suatu produk
yang dimanfaatkan, sedangkan kepuasan psikologikal mempakan kepuasan yang
diperoleh dari atribut fisik tidak benvujud dari produk, seperti kualitas pelayanan.
2.5.2. Tingkat Kepentingan Konsumen
Pada tingkat kepentingan konsumen ini, pendekatan konsep consumer
behaviour dapat dijadikan dasar pandangan untuk menerapkan variabel-
variabel yang dapat diidentifikasikan untuk memenuhi kepuasan konsumen, yang
dalam ha1 ini berhubungan erat dengan tingkat kepentingan konsumen terhadap jasa.
Tingkat kepentingan konsumen didefinisikan sebagai keyakinan konsumen sebelum
mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar acuan
dalarn menilai kine j a produk / jasa tersebut.
Menurut Rangkuti (2002) kepuasan konsumen khususnya jasa dapat diukur
dengan membandingkan tingkat kepentingan konsumen terhadap kinerja yang
dirasakan. Kepentingan konsumen erat kaitannya dengan penilaian kualitas jasa.
Kualitas jasa didefinisikan sebagai penyampaian jasa yang akan melebihi
tingkat kepentingan konsumen. Jenis kualitas jasa adalah sebagai berikut : (1).
kualitas teknik (outcome), yaitu kualitas hasil ke ja penyampaian jasa itu sendiri,
dan (2). kualitas pelayanan (process), yaitu kualitas cara penyarnpaian jasa tersebut.
Kriteria umum atau standar yang menentukan kualitas suatu jasa adalah :
1. Ketanggapan (responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu konsumen
dan ketersediaan untuk melayani konsumen dengan balk.
2. Kehandalan (realibilip), yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai
dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
3. Empati (emphaty), yaitu rasa peduli untuk memberikan perhatian secara
individual kepada konsumen, memahami kebutuhan konsumen, serta
mudah untuk dihubungi.
4. Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya
yang dapat dipercaya sehingga konsumen terbebas dari resiko.
5. Bukti langsung (tangibles), ineliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan
dan sarana komunikasi.
2.6. Teknik Sampling
Menurut Usman (1995) sampel ialah sebagian anggota populasi yang
diambil dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik
sampling. Teknik sampling berguna agar : (1) mereduksi anggota populasi menjadi
anggota sampel yang mewakili populasinya (representatif), sehingga kesimpulan
terhadap populasi dapat dipertanggungjawabkan, (2) lebih teliti menghitung yang
sedikit daripada yang banyak, dan (3) menghemat waktu, tenaga, dan biaya.
Teknik sampling bertingkat (shafzj?ed sampling) disebut juga dengan istilah
teknik sampling berlapis, berjenjang, dan petala. Teknik ini digunakan apabila
populasinya heterogen atau terdiri atas kelompok-kelompok yang bertingkat.
Penentuan tingkat berdasarkan karakteristik tertentu, teknik ini akan semakin baik
jika dilengkapi dengan penggunaan proporsional, sehingga setiap tingkat diwakili
oleh jumlah yang sebanding.
2.7. Tahapan Input
Menurut David (2002) pada tahap input yang digunakan adalah matriks
EFIIEFE. Matriks EFE membuat ahli strategi meringkas dan mengevaluasi
informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah,
hukum, teknologi dan persaingan. Matriks EFI merupakan alat perumusan yang
meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang
fungsional dari suatu usaha dan matriks ini juga memberikan dasar untuk mengenali
dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang tersebut.
Alat input mengharuskan ahli strategi untuk menghitung secara subyektif
dalam tahap awal mulai dari proses perumusan strategi. Membuat keputusan kecil
dalam matriks input menyangkut kepentingan relatif dari faktor-faktor ekternal dan
internal membuat ahli strategi menghasilkan dan mengevaluasi strategi secara
efektif. Penilaian intuitif yang baik selalu diperlukan dalam menetapkan
pembobotan dan penilaian yang tepat.
2.8. Tahapan Pencocokan Strategi
2.8.1. Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opporturtities-Threats)
Analisis SWOT menurut David (2002) adalah cara melakukan identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisa ini
berdasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities) yang secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats) sehingga diharapkan mampu untuk
menyeimbangkan kondisi internal, yaitu kekuatan dan kelemahan dengan kondisi
eksternal yaitu peluang dan ancaman yang ada, kemudian diimplikasikan dalam
matriks SWOT, untuk mendapatkan strategi terbaik (the best solution).
Berkembangnya konsep analisis SWOT, sangat membantu untuk mengenali
berbagai kondisi dan atau posisi organisasi dalam kondisi lingkungan usaha secara
terpadu, sekaligus membantu memperkirakan ancaman maupun peluang yang
mungkin terjadi dalam kurun waktu mendatang. Saat ini konsep itu masih
digunakan, namun teknik analisisnya sudah dikembangkan dan kombinasikan dengan
memakai berbagai model atau teknologi analisis kuantitatif, sehingga hasilnya
menjadi lebih komprehensif dan terfokus serta mampu menunjukan kondisi riil.
Hasil analisisnya juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengenali upaya-upaya
yang mungkin dilakukan, dalam rangka kapitalisasi kekuatan yang telah dan akan
dimiliki organisasi bersangkutan, di samping untuk digunakan dalam
mengendalikan proses pertumbuhan dan arah gerak organisasi melalui upaya
menekan kelemahan yang ditemukan.
2.8.2. Matriks SPACE (Strategic Position and Action Evaluation)
Menurut David (2002) matriks SPACE mempakan matriks sebagai alat
pencocokan, yang terdiri atas empat kuadran yang menunjukan apakah strategi
agresif, konservatif, defentif atau bersaing yang paling cocok dipakai untuk sebuah
organisasi.. Sumbu matriks SPACE menggambarkan dua dimensi internal (kekuatan
keuangan [FS, financial strenght] dan keunggulan bersaing [CA, competitive
advantage] dan dua dimensi ekstemal stabilitas lingkungan [ES, environmental
stabili@] serta kekuatan industri [IS, industry strength]).
Vektor penunjuk arah yang berkaitan dengan setiap profil menyarankan
tipe strategi untuk dijalankan: agresif, konservatif, defensif, atau bersaing. Kalau
vektor penunjuk arah dari sebuah organisasi berada di kuadran agresif (kuadran
kanan atas) dari matriks SPACE, organisasi itu berada dalam posisi yang baik
sekali untuk menggunakan kekuatan intematnya untuk (1) memanfaatkan peluang
ekstemal, (2) mengatasi kelemahan internal, dan (3) menghindari ancaman
eksternal. Oleh karena itu, penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan
produk, integrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horisontal, diversifikasi
konglomerat, diversifikasi konsentrik, diversifikasi horisontal, atau strategi
kombinasi dari semua yang layak, tergantung pada lingkungan spesifik yang
dihadapi perusahaan tersebut.
Vektor penunjuk arah mungkin muncul dalam kuadran konservatif (kuadran
di kiri atas) dari Matriks SPACE, yang tersirat tetap dekat pada kompetensi dasar
organisasi dan jangan mengambil risiko berlebihan. Strategi konservatif paling
sering dite~nui adalah penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengeinbangan produk,
dan diversifikasi konsentrik. Vektor penunjuk arah mungkin terletak di kiri bawah
atau kuadran defensif dari Matriks SPACE, yang menyarankan bahwa organisasi
hams memfokuskan pada memperbaiki kelemahan internal dan menghindari
ancaman ekstemal. Straregi defensif termasuk penghematan, divestasi, likuidasi. dan
diversifikasi konsentrik. Akhirnya, vektor penunjuk arah dapat terletak di kanan
bawah atau kuadran bersaing dari Matriks SPACE menunjukan shtegi bersaing. Strategi
bersaing termasuk integritas ke belakang, ke depan dan horisontal.
2.8.3. Matriks IE (Internal-Eksternal)
Matriks IE menurut David (2002) didasarkan pada dua diinensi kunci yaitu
total EFI yang diberi bobot pada sumbu-x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada
sumbu-y. Dari total nilai yang diberi bobot setiap divisi Matriks IE ditingkat
korporasi dapat disusun. Pada sumbu-x Matriks IE, total nilai EFI yang diberi
bobot dari 1,O sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah; nilai dari 2,O
sampai 2,99 dianggap sedang; dan nilai 3,O sampai 4,O kuat. Demikian pulan pada
sumbu-y, total nilai EFE yang diberi bobot 1,O sampai 1,99 dianggap rendah; nilai
2,O sampai 2,99 sedang; dan 3,O sampai 4,O tinggi.
Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang meinpunyai dampak
strategi berbeda. Pertama, divisi yang masuk dalam sel I, 11, atau IV dapat disebut
tumbub dan bina. Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan
pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke
depan, dan integrasi horisontal) mungkin paling tetap untuk semua divisi ini. Kedua,
divisi yang masuk dalam sel 111, V, atau VII terbaik dapat dikelola dengan strategi
pertahankan dan pelihara; penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua
strategi yang terbanyak dilakukan untuk tipe-tipe divisi ini. Ketiga divisi yang
masuk dalam sel VI, VIII, atau IX adalah panen atau divestasi. Organisasi yang
sukses dapat mencapai portofolio bisnis yang diposisikan dalarn atau di sekitar sel I
dalam Matriks IE.
2.9. Tahap Keputusan Strategi
Menurut David (2002) QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)
adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi altematif
secara obyektif, berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk sukses eksternal dan
internal yang dikenali sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan strategi yang
lain, QSPM memerlukan penilaian intuitif yang baik.
QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan pada
sejauh mana faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal dimanfaatkan atau
diperbaiki. Daya tarik relatif dari setiap strategi dalam satu set alternatif dihitung
dengan menetapkan dampak kumulatif dari setiap faktor sukses kritis eksternal dan
internal. Berapapun jumlah set strategi altematif dapat dimasukkan dalam QSPM,
dan dalam berapapun jumlah strategi dapat menyusun suatu set, tetapi hanya
strategi dalam set tertentu dievaluasi relatif terhadap yang lain.
111. METODE KAJIAN
3.1. Kerangka Pernikiran Kajian
Bergulirnya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berusaha meraih
pendapatan daerah yang tinggi guna menjamin kelangsungan penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan daerahnya. Pemerintah Kota Depok berupaya
menggali potensi peneri~naan daerah untuk meningkatkan kemampuan fiskal
Pemerintah Kota Depok dengan tetap memperhatikan peraturan perundangan
yang berlaku.
Kota Depok sebagai daerah yang diarahkan sebagai penyangga dan
penyeimbang (bufer city and counter magnet) Ibukota Jakarta, tumbuh sebagai
pusat aktivitas sosial ekonomi regional serta lokal yang sangat potensial dan
prospektif. Kota Depok juga dikembangkan sebagai wilayah permukiman bagi
penduduk yang bekerja di wilayah DKI Jakarta, sehingga mendorong arus
mobilitas penduduk dan kegiatan ekonomi ke Kota Depok.
Banyaknya masyarakat yang mempunyai tempat tinggal di wilayah Kota
Depok dan semakin maraknya pusat perbelanjaan mengakibatkan peningkatan
konsumsi masyarakat akan pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman.
Menurut PRDB (Laju Pertumbuhan Ekonomi) Kota Depok pada sektor tersier
sub-sektor restoran terdapat peningkatan persentase menurut harga konstan tahun
2000 untuk tahun ke tahunnya, ha1 ini berarti faktor kegiatan ekonomi dari sub-
sektor restoran mengalami kenaikan.
Dinamika tersebut berpengaruh positif terhadap perkembangan Kota
Depok secara umum dan khususnya perkembangan jasa usaha restoran di wilayah
Kota Depok, sehingga kegiatan ekonomi tersebut semakin baik dan berprospek
baik yang tentunya akan berpengaruh kepada pihak pemerintah daerah untuk
mendapatkan pemasukan daerah dari sektor restoran di Kota Depok. Mengingat
perlunya landasan hukum untuk mengatur regulasi dan penegakan hukum dalam
rangka memperoleh pendapatan dari jasa usaha restoran, maka Pemerintah Kota
Depok menerbitkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 2 tahun 2002 tentang
Pajak Restoran.
Ternyata belum semua pengelola restoran di Kota Depok dapat
menyumbang untuk biaya pembangunan, walaupun saat ini pajak restoran
mempunyai kontribusi besar kepada pajak daerah namun sebenarnya
pemasukannya masih di bawah potensi yang ad& karena berdasarkan survei
lapangan masih banyak restoran yang masih Non WP.
Melihat ha1 tersebut, Pemerintah Kota Depok perlu melakukan
pembenahan I perbaikan penyelenggaraan pajak restoran, seperti pentingnya
mempunyai data obyek dan subyek pajak restoran yang valid dan terinci sesuai
dengan potensi dan realisasi yang riil di wilayah Kota Depok. Adanya
pembenahan I perbaikan manajeman penyelenggaraan pajak restoran tersebut
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi
peningkatan pendapatan pajak restoran di Kota Depok.
Kajian optimalisasi peningkatan pendapatan pajak restroran di Kota Depok
ini dituangkan dalam suatu strategis kajian. Penyusunan rancangan strategis ini
dimaksudkan untuk memberikan arah bagi pemerintah daerah guna
mengoptimalkan peningkatan penerimaan pajak daerah khususnya pajak restoran.
Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut :
Kebutuhan masyarakat @epok dan sekitar) akan pemenuhan makanan dan minuman
Kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa restoran
Pemerintah Daerah Perda No. 2 Tahun 2002
I Restoran WP I I Restoran Non WP I
Penerimaan Pajak Restoran Potensi Pajak Restoran 1 i Pajak Restoran
Target dan Realisasi Pajak Restoran
Strategi Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
3.2. Objek dan Waktu Kajian
a. Objek kajian adalah pajak restoran berserta komponen yang
mempengaruhinya.
b. Waktu kajian berlangsung pada bulan Nopember 2006 sampai Januari 2007.
3.3. Wilayah Kajian
Wilayah kajian adalah- restoran di wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan
Raya Cinere dan Jalan Akses Cibubur (Trans Yogi) serta Dinas Pendapatan Kota
Depok dan instansi terkait.
3.4. Karakteristik Wilayah Kajian Restoran
Jalan Margonda Raya, Jalan Raya Cinere dan Jalan Akses Cibubur yang
menjadi obyek kajian mempunyai karakteristik yang sama yaitu sebagai wilayah
perdagangan, jasa, wisata kuliner, perkantoran, pemukiman, pendidikan dan jalan
akses dari / menuju Kota Depok. Ketiga wilayah tersebut menurut survei dan data
Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tempat restoran terbanyak di Kota Depok
yang diharapkan dapat mewakili restoran yang ada di Kota Depok.
3.5. Jenis dan Sumber Data Kajian
Ada dua jenis data yang dipergunakan dalam kajian ini yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara / survei terhadap pihak
pemerintah daerah sebagai pelaksana 1 penyelenggara pajak restoran dan pihak
pengelola restoran sebagai obyek pajak restoran.
Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi seperti dari Dinas
Pendapatan, Bapeda dan BPS serta beberapa literatur, hasil kajian sejenis dan
informasi lainnya berhubungan dengan topik kajian.
Tahapan pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Observasi langsung di lapangan pada obyek kajian untuk mengetahui
secara langsung kegiatan ekonomi pada sektor restoran di Kota Depok,
2. Kapala Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi dan Pelaporan Dinas
Pendapatan.
3. Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Ekonomi Bapeda
4. Kepala Sub Bidang Pajak dan Retribusi Daerah Bawasda.
5. Kepala Sub Bagian Penyusunan Anggaran Bagian Keuangan Setda
6. Kepala Sub Bagian Evaluasi Kinerja Bagian Organisasi Setda
7. Kasie Jasa dan Sarana Wisata Kanparsenibud
8. Satu orang anggota DPRD Kota Depok dari Panitia Anggaran.
b. Responden Restoran
Data primer didapat dengan random sampling menggunakan
metode survei acak berlapis (stratified sanzpling) dengan dua tahapan.
Tahap pertama berdasarkan pengelompokan wilayah (Jalan Margonda
Ray& Jalan Cinere dan Jalan Akses Cibubur) dan tahap kedua didasarkan
pada pengelompokan status WP dan Non WP. Penggunaan metode ini
disebabkan keragaman yang ada dalam tiap lapisan kecil, sedangkan
keragaman yang ada pada antar lapisan besar.
Survei tahap pertama (berdasarkan wilayah) dilakukan pada
restoran yang berada di wilayah Jalan Margonda Raya (22,95%), Jalan
Cinere (25,49%) dan Jalan Akses Cibubur (26,19%), sedangkan untuk data
sekunder jumlah restoran diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah.
Persentase perbandingan jumlah restoran didapat dari data Dinas
Pendapatan dan data survei berdasarkan wilayah kajian.
Tabel 6. Persentase Pengelompokan Restoran Berdasarkan Wilayah Kajian di Kota Depok Tahun 2006
Cinere
Jalan Margonda Raya
Status
WP Nan WP Total
.. - I -- , I --."" Non WP 23 6 26.09 Total 51 13 25.49
Status
Cibubur
Jumlah Restoran
89 33 122
I Jumlah Survei I Restoran
Yo
Status Restoran I Jumlah Survei / YO I
WP I 38 I 7 I 7q nn
Jumlah Survei
16 12 28
Total suwei tahap kedua herdasarkan status pajak diambil jumlah
total sampel sebanyak 52 restoran yang terdiri atas WP dan Nan WP.
Persentase tersebut oleh pengkaji dianggap mewakili dari golongan WP
dan Non WP di Kota Depok.
%
17.98 36.36 22.95
Tabel 7. Persentase Pengelompokan Berdasarkan Status Pajak di Kota Depok Tahun 2006
WP Nan WP Total
Sumber : Data Primer (diolah)
25 17 42
7 4 11
28.00 23.53 26.19
Status
WP Nan WP
Total Sumber : Data Primer (diolah)
Jumlah Restoran
142 73
215
Julnlah Survei
30 22 52
Yo
21.13 30.14 24.19
3.7. Metode Pengolahan Data
Data primer dan se'kunder yang didapat kemudian diolah dan dianalisis
untuk mendapatkan rekomendasi sebagai strategi kebijakan pemerintah daerah
dalam optimalisasi peningkatan pendapatan pajak restoran di Kota Depok. Untuk
mendapatkan strategi tersebut terdapat tahapan yang harus dilakukan, yaitu :
a. Perkiraan Potensi Pajak Restoran
Pada kajian ini disinggung mengenai potensi pajak restoran di Kota
Depok, dengan menggunakan persamaan 1 formula matematis untuk
mengukur potensi pajak restoran menurut Soelarno (1993) yang dikutip
oleh Astabrata (2002), yaitu :
P P B R = S x D x O x T O x P r
PPBR = omzet restoran S = jumlah tempat duduk D = jumlah hari 0 = jam buka TO = turn over (penggantian) Pr = price (harga)
b. Efektivitas
Efektivitas digunakan untuk mengukur upaya pemungutan pajak
restoran yang dilakukan pemerintah daerah. Rumus efektivitas yang
digunakan :
realisasipajakrestoran Efekfivitas = X100%
t arg etpajakrestoran
Tingginya nilai efektivitas pajak restoran menunjukan tingginya upaya
pemungutan pajak restoran yang dilakukan pemerintah daerah.
c. Efisiensi
Efisiensi digunakan untuk mengukur besamya biaya yang
dibutuhkan untuk menarik 1 mengumpulkan pajak restoran. Rumus
efisiensi yang digunakan adalah :
Semakin kecil rasio efisiensi mengandung arti bahwa kinerja pemerintah
daerah untuk pemungutan pajak restoran semakin baik, begitupun
sebaliknya.
d. Persepsi
Metode analisis persepsi digunakan untuk mengetahui persepsi
pihak pengelola restoran dan pihak pemerintah daerah tentang pajak
restoran dengan menggunakan skala Likert. Mengukur persepsi responden,
setiap pertanyaan diberikan lima alternatif penilaian. Skala ini
dikembangkan oleh Likert (1932) yang dikutip oleh Usman (1995)
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang suatu fenomena, yang telah ditetapkan secara
spesifik oleh pengkaji, dan selanjutnya disebut variabel kajian. Kajian
dengan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan
sangat negatif. Penilaian skala Likert 5 tingkat yang meliputi gradasi
penilaian, simbol dan bobot dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Penilaian Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk jawaban tertutup dan pengambilan
kesimpulan penilaian dilakukan dengan menginterpretasikan total nilai
yang didapat dengan skala penilaian yang telah ditentukan, yakni :
Keterangan Sangat Setuju
Setuju Netral
Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
range kelas = [(an) - (bxd I
a = nilai tertinggi untuk pembobotan (5) b = nilai terendah untuk pembobotan (1)
Simbol SS S N TS STS
n = jumlah responden t = banyak tingkatan (5)
Bobot 5 4 3 2 1
Seperti yang dikutip dari Syamsurizal (2004) untuk kuesioner dengan
jawaban terbuka, jawaban akan direkapitulasi dan dicari unsur jawaban yang
sama, kemudian akan diranking. Perhitungan bobot jawaban responden terhadap
pertanyaan terbuka dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Metode Perhitungan Bobot Jawaban Responden Terhadap Pertanyaan Terbuka dan Pertanyaan yang Jawabannya Bisa Lebih Dari Satu
dimana :
A,B, ..., H = kriteria yang disebutkan responden 1,2, ..., 5 = responden Xn = jumlah jawaban yang disebutkan responden Z = jumlah X
3.8. Metode Perancangan Program
Metode perancangan program digunakan untuk mengetahui hasil kajian
melalui pembahasan hasil kajian yang dilandasi pada tinjauan pustaka. Metode
perancangan ini diarahkan untuk meningkatkan peran aktif pemerintah daerah
sebagai penyelenggara pajak restoran dan peran serta masyarakat dalam ha1 ini
pengelola restoran.
Kajian ini dibuat untuk merangkum segala pennasalahan dalam
penyelenggaraan pajak restoran dengan memperhitungkan sektor potensi pajak
dan peran serta masyarakat dalam berpartisipasi membiayai pembangunan daerah
melalui pembayaran pajak. Langkah selanjutnya adalah penyusunan strategis
yang diperlukan guna memperoleh solusi untuk optimalisasi peningkatan
pendapatan pajak restoran di Kota Depok.
Metode perancangan program menggunakan analisa internal dan eksternal
(matriks IFE dan EFE) untuk penentuan faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi pendapatan pajak restoran. Faktor internal dan eksternal tersebut
kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan matrik IFE (Internal Factor
Evaluation) dan Matrik EFE (External Factor Evaluation) sehingga didapat hasil
urutan prioritas meliputi kekuatan, keleinahan, peluang dan ancaman yang
mempengaruhi optimalisasi peningkatan pajak restoran.
Tahap selanjutnya adalah menyusun atau mengembangkan alternatif-
alternatif strategi. Fonnulasi alternatif strategi yang disusun didasarkan pada
pemikiran untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang yang secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Penyusunan alternatif strategi
tersebut dilakukan melalui matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,
Threats), meliputi strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT.
Input strategi yang digunakan pada matriks SWOT berasal atas responden
pemerintah daerah sebagai pihak internal yang kemudian digabungkan dengan
pihak responden restoran sebagai pihak eksternal. Hasil penggabungan tersebut
diharapkan menghasilkan alternatif strategi yang bermanfaat bagi kedua belah
pihak.
a. Strategi SO (Strengths-Opportunities)
Strategi ini dibuat berdasarkan kinerja pihak pemerintah daerah dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan
peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi WO ( Weaeaknesses-Opportunities)
Strategi dalam menggunakan peluang yang dimiliki pemerintah daerah
untuk mengatasi kelemahan yang ada.
c. Strategi ST (Strengths-Threats)
Strategi ini diterapkan berdasarkan kekuatan yang ada dengan cara
meminimalkan ancaman.
d. Strategi WT ( Weaknesses-Threats)
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defentif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Tahap berikutnya adalah evaluasi menggunakan matriks Strategic Position
and Action Evaluafion (SPACE). Matriks ini berguna untuk mencocokan
alternatif strategi yang dihasilkan. Matriks SPACE terdiri atas kerangka kerja
empat kuadran yang menunjukan apakah strategi yang dihasilkan bersifat agresif,
konservatif, defensif, atau bersaing paling cocok untuk suatu organisasi. Sumbu
Matriks SPACE menggambarkan dua dimensi internal (kekuatan [FS, financial
strengfh] dan keunggulan bersaing [CA, competitive advantage]) dan dua dimensi
ekternal (stabilitas lingkungan [ES, environmental stabilily] dan kekuatan industri
[IS, industry strength] ). Tahap terakhir adalah QSPM (Quantitative Strategic
Planning Matrix). Tahap ini merupakan tahap keputusan strategi yang akan
dilakukan oleh sebuah organisasi, berdasarkan alternatif solusi yang didapat dari
matriks EFIIIFE, analisis SWOT, dan Matriks SPACE. Matriks QSP menentukan
daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan sejauhmana faktor-faktor
sukses kritis eksternal dan internal dimanfaatkan atau diperbaiki.
Langkah-langkah yang digunakan dalam metode perancangan program
optimalisasi peningkatan pendapatan pajak restoran meliputi :
1. Melakukan analisis komponen penerimaan pajak restoran.
2. Menghitung perkiraan omzet dan potensi pajak restoran
3. Menghitung efektivitas dan efisiensi pajak restoran
4. Mengkaji manajemen penyelenggaraan pajak restoran
5 . Menganalisis persepsi pemilik restoran dan pemerintah daerah tentang
pajak restoran.
6 . Menyusun rekomendasi dan strategi mengenai optimalisasi peningkatan
pendapatan pajak restoran.
IV. GAMBARAN UMUM KOTA DEPOK
4.1. Kota Depok Berdiri
Berawal dari sebuah kecamatan yang berada di bawah Kewedanaan
Parung Kabupaten Bogor yang meliputi 21 desa. Mulai tahun 1976 perumahan
dibangun dan berkembang terus yang pada akhirnya pada tahun 1981 pemerintah
membentuk Kota Administratif Depok yang peresmiannnya pada tanggal 18
Maret 1982 oleh Menteri Dalam Negeri RI saat itu yaitu H. Amir Machmud.
Selama 17 tahun menjadi Kota Administratif, akhirnya Kota Depok
memisahkan dari Pemerintahan Kabupaten Bogor dan terbentuk berdasarkan
Undang-undang Nornor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah
Tingkat I1 Depok dan Kotamadya Cilegon pada tanggal 27 April 1999.
4.2. Letak Geografis
Berdasarkan kondisi geografis Kota Depok yang dilihat secara topografis,
terletak pada koordinat 6O19'00" - 6°28'00" Lintang Selatan dan 106°43'00"-
106°55'30" Bujur Timur, dengan luas wilayah 200,29 km2 (Gambar 2). Batas-
batas wilayah administrasinya adalah :
- Sebelah Utara : berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputat
Kabupaten Tangerang
- Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede dan
Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor
- Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sindur dan
Kecamatan Parung Kabupaten Bogor
- Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten
Bogor dan Kecamatan Pondok Gede Kabupaten Bekasi.
- r'LhGixl
Gambar 2. Peta Kota Depok Tahun 2006
Kondisi wilayah bagian utara umumnya berupa dataran rendah, sedangkan
di wilayah bagian selatan umumnya merupakan daerah perbukitan dengan
ketinggian 40-140 meter di atas permukaan laut dengan kerniringan lereng antara
2-15 %. Penyebaran wilayah berdasarkan kemiringan lereng wilayah dengan
kemiringan lereng antara 8-15 % tersebar dari barat ke timur. Wilayah dengan
kelniringan lereng lebih dari 15 % terdapat di sepanjang sungai Cikeas, Ciliwung
dan bagian selatan sungai Angke
Kemiringan lereng antara 8-15 % potensial untuk pengembangan
perkotaan dan pertanian, sedangkan kemiringan lereng yang lebih besar dari 15 %
potensial untuk dijadikan sebagai benteng alarn yang berguna untuk memperkuat
pondasi. Di samping itu, perbedaan kemiringan lereng juga bermanfaat untuk
sistem drainase. Pennasalahan yang muncul akibat topografi Kota Depok adalah
karena adanya perbedaan kemiringan lereng menyebabkan terjadinya genangan
atau banjir, bila penangannya tidak dilakukan secara terpadu.
4.3. Iklim
Wilayah Kota Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan
perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim,
secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan
antara Oktober-Maret.
Temperatur : 24,3-33 derajat Celsius
Kelembaban rata-rata : 82 %
Penguapan rata-rata : 3,9 mmlth
e Kecepatan angin rata-rata : 3,3 knot
Penyinaran matahari rata-rata : 49,s %
. Jumlah curah hujan : 2684 mmlth
. Jumlah hari hujan : 222 hariltahun
Iklim Kota Depok yang tropis mendukung untuk pemanfaatan lahan
pertanian ditambah dengan kadar curah hujan yang kontinu di sepanjang tahun.
Pennasalahan mendasar walaupun di satu sisi di dukung oleh iklim tropis yang
baik yaitu alokasi tata guna lahan yang harus mempertimbangkan sektor lain
temtama lahan hijau dan permukiman
4.4. Pemerintahan
Jumlah kecamatiin sampai tahun 2006 yang ada di Kota Depok terdiri atas
6 Kecamatan dan 63 kelurahan dengan 801 RW dan 4.200 RT. Kecamatan
tersebut adalah Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran
Mas, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Limo dan Kecamatan Sawangan.
Kecamatan Sawangan memiliki jumlah kelurahan terbesar yakni sebanyak 14
kelurahan diikuti oleh Kecamatan Cimanggis sebanyak 13 kelurahan sedangkan
Kecamatan Beji memiliki jumlah kelurahan terkecil yakni sebanyak 6 kelurahan
dan Kecamatan Limo sebanyak 8 kelurahan. Untuk Kecamatan Sukrnajaya dan
Kecamatan Pancoran Mas memiliki jumlah kelurahan yang sama yakni 11
kelurahan.
4.5. Kependudukan
Dilihat dari segi demografis jumlah penduduk di Kota Depok berdasarkan
data BPS, pada tahun 2000 adalah 973.036 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-
rata adalah 4.858 jiwaflan2. Pada tahun 2001 jumlah penduduk adalah 1.204.684
jiwa dengan kepadatan penduduk 6.015 jiwa/km2. Pada tahun 2002 jumlah
penduduk adalah 1.247.233 jiwa dengan kepadatan penduduk 6.227 jiwa/km2.
Pada tahun 2003 jumlah penduduk adalah 1.335.734 jiwa dengan kepadatan
penduduk 6.669 jiwakm2. Pada tahun 2004 jumlah penduduk adalah 1.369.461
jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata adalah 6.837 jiwa/km2. Pada tahun
2005 jumlah penduduk di Kota Depok adalah 1.374.522 jiwa.
Migrasi yang terjadi di Kota Depok dari tahun 2000-2004 memiliki
perpindahan yang cukup signifikan. Pada tahun 2000 jumlah pendatang yakni
sebanyak 52.383 orang sedangkan jumlah yang melakukan migrasi keluar
sebanyak 8.892 orang. Pada tahun 2001 jumlah pendatang ydkni sebanyak 7.066
orang dengan jumlah penduduk yang bermigrasi keluar sebanyak 2.721 orang.
Pada tahun 2002 jumlah pendatang sebanyak 9.418 orang dan jumlah emigrasi
sebanyak 2.753 orang. Pada tahun 2003 jumlah pendatang adalah 19.950 orang
sedangkan jumlah penduduk yang keluar adalah 7.419 orang. Pada tahun 2004
jumlah penduduk yang datang yakni 11.899 orang sedangkan penduduk yang
keluar adalah 4.503 orang.
4.6. Permukiman
Kondisi pembangunan perumahan dan permukiman di Kota Depok
mencapai 10.968 Ha (54,76 %) dari keseluruhan luas wilayah di Depok 20.029
Ha. Hal ini, mengakibatkan peningkatan tuntutan kebutuhan fasilitas dan utilitas
perumahan dan permukiman, dimana kondisi lingkungan dan perumahan yang ada
belum tertata dengan baik. Hanya 40 % yang sudah tertata dengan baik sedangkan
60 % masih belum tertata dengan baik.
4.7. Kesehatan
Untuk menangani masalah kesehatan di Kota Depok, pemerintah
membangun sarana rumah sakit (RSUD) yang rencananya beroperasi akhir tahun
2007 dan sarana kesehatan lainnya berupa Puskesmas. Puskesmas terbanyak
berada di Kecamatan Cimanggis. Kondisi lingkungan di Kota Depok dalaln
kaitannya dengan ketersediaan sarana air bersih dan janban keluarga mengalami
kenaikan dari tahun 2000 sampai tahun 2003, natnun mengalami penurunan
kembali pada tahun 2004. Rumah dengan sarana air bersih pada tahun 2000
berjumlah 140,815. Meningkat menjadi 176,561 pada tahun 2001 dan 199,863
pada tahun 2002. Tahun 2003 terus meningkat menjadi 207,794, namun
jumlahnya menurun menjadi 202,811 pada tahun 2004. Jumlah rumah dengan
ketersediaan jamban keluarga paling banyak terdapat pada tahun 2003 sejulnlah
206,589.
4.8. Pendidikan
Di bidang pendidikan dalam berpartisipasi sekolah untuk anak berumur 7-
12 tahun yang bersekolah paling banyak tahun 2001 yaitu 127,566 orang. Tahun
2003 jumlah anak umur 13-15 tahun paling banyak berjutnlah 69,256 orang dan
yang bersekolah paling banyak pada tahun 2004 berjumlah 54,038 orang. Tahun
2003, anak umur 16-18 tahun paling banyak berjumlah 81,486 orang dan yang
bersekolah paling banyak pada tahun 2000 berjumlah 61,254 orang.
Untuk anak yang mengalami putus sekolah (drop out / DO), bervariasi di
tiap tingkatannya, pada tingkat SD jumlah anak yang DO paling banyak tahun
2000, sejumlah 270 anak. Untuk tingkat SLTP, jumlah anak yang DO paling
banyak tahun 2000, yaitu 364 anak. Begitu juga di tingkat SLTA, jumlah anak
yang DO paling banyak tahun 2000, yaitu 277 orang.
Dalam pelaksanaan pendidikan, salah satu sarana yang diperlukan adalah
bangunan sekolah. Jumlah sekolah tingkat SD yang ada di Kota Depok paling
banyak terdapat di Kecamatan Limo. Tahun 2000 ada 110 sekolah, tahun 2001
ada 115 sekolah, tahun 2002 ada 117 sekolah, dan tahun 2003-2004 ada 118
sekolah. Di tingkat SLTP jumlah sekolah terbanyak terdapat di Kecamatan
Pancoran Mas. Di tahun 2000 ada 40 sekolah, tahun 200 1-2002 ada 44 sekolah,
tahun 2003 ada 46 sekolah dan tahun 2004 ada 50 sekolah. Jumlah sekolah pada
tingkat SLTA yang paling banyak juga berada di Kecamatan Pancoran Mas. Pada
tahun 2000 ada 35 sekolah, tahun 2001 terdapat 38 sekolah, tahun 2002 terdapat
40 sekolah, tahun 2003 terdapat 41 sekolah, dan tahun 2004 terdapat 42 sekolah.
Selain sekolah, Kota Depok juga memiliki fasilitas Pendidikan Non-
Formal berupa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Pada tahun 2000,
tidak semua kecamatan memiliki PKBM. Yang memiliki sebuah PKBM adalah
Kecamatan Sawangan, Kecamatan Sukmajaya, dan Kecamatan Cimanggis. Tahun
2001 hampir seluruh Kecamatan memiliki sebuah PKBM, kecuali Kecamatan
Beji. Tahun 2002 semua Kecamatan memiliki PKBM, dan yang paling banyak
memiliki PKBM adalah Kecamatan Sawangan sejumlah 3 PKBM. Tahun 2003-
2004 PKBM terbanyak sejumlah 3 PKBM terdapat di Kecamatan Sawangan,
Kecamatan Sukmajaya, dan Kecamatan Cimanggis.
4.9. Transportasi
Transportasi di Kota Depok masih bersifat regional dan komuter (Jakarta
dan Bogor) baik melaloi jalan raya maupun jalan baja 1 rel. Pusat tarikan
pejalanan yang cukup besar adalah menuju DKI Jakarta dengan bangkitan
pejalanan terbesar berasal dari wilayah permukiman. Sarana transportasi
angkutan jalan dalam kota sampai tahun 2005 sebanyak 12 rute angkutan Kota
Depok, sedangkan untuk luar kota ke Jakarta sebanyak 11 trayek bus besar dan 8
trayek bus sedang, sedangkan antar kota lainnya sebanyak 5 trayek bus
4.10. Stuktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah
Struktur or@nisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Depok disusun
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2003 Tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah. Shuktur organisasi Dinas Pendapatan Kota Depok
terdiri atas Kepala Dinas, Bagian Tata Usaha, Bidang Pendataan dan Pengolahan
Data, Bidang Penetapan dan Pembukuan, Bidang Penagihan dan Penerimaan
Lain-lain, Bidang Pengembangan dan Pengendalian Operasional, UPTD, dan
Kelompok Jabatan Fungsional.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 l'ahun 2003 Tentang
Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah, tugas Dinas Pendapatan
Kota Depok adalah melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang
pendapatan. Sedangkan fungsinya dari Dinas Pendapatan meliputi :
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan
b. Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum di bidang
pendapatan
c. Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas di bidang pendapatan
d. Pengelolaan urusan ketatausahaan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Potensi Penerimaan Pajak Restoran
5.1.1. Karakteristik Responden Restoran
Survei random sampling yang dilakukan meliputi tiga wilayah yang dapat
mewakili dalam pengambilan data restoran di Kota Depok. Adapun karakteristik
responden restoran menggambarkan dan membandingkan ketiga wilayah survei,
baik yang sudah menjadi WP maupun belum menjadi WP yang diolah
berdasarkan hasil data primer dan data sekunder. Adapun karakteristik yang
didapatkan adalah :
a. Wajib Pajak (WP)
WP pada wilayah Jalan Margonda Raya lebih banyak dari WP di wilayah
Jalan Cinere dan Jalan Akses Cibubur. Hal ini, dikarenakan wilayah Jalan
Margonda Raya merupakan jantung aktivitas Kota Depok yang terdapat
beberapa pusat perbelanjaan besar dan banyaknya restoran yang hampir
merata di sepanjang Jalan Margonda Raya.
b. Non Wajib Pajak (Non WP)
Nan WP pada wilayah Jalan Margonda Raya lebih banyak daripada
wilayah Jalan Cinere dan Jalan Akses Cibubur. Hal ini, dikarenakan Jalan
Margonda Raya merupakan jantung aktivitas Kota Depok yang terdapat
beberapa pusat perbelanjaan besar dan banyaknya restoran yang hampir
merata disepanjang Jalan Margonda Raya.
c. Wajib Pajak dan Nan Wajib Pajak
Terdapat banyak restoran di wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Cinere
dan Jalan Akses Cibubur, baik yang sudah jadi WP maupun Nan WP yang
merupakan potensi baik untuk peningkatan pendapatan pajak restoran.
d. Wajib Pajak Survei
Pada wilayah Jalan Margonda Raya terdapat WP lebih banyak
daripada wilayah Jalan Cinere dan Jalan Akses Cibubur. Hal ini, terlihat
dari data Dipenda, banyaknya WP tersebut membuat pajak restoran
menjadi penyumbang utama pajak daerah di Kota Depok.
e. Nan Wajib Pajak Survei
Polensi Nan WP di wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Cinere dan Jalan
Akses Cibubur merupakan potensi baik dan bilamana Non WP tersebut
dapat menjadi WP maka akan meningkatkan pendapatan pajak restoran
dengan siginifikan.
f. Survei Wilayah Pajak
Survei dilaksanakan pada wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Cinere
dan Jalan Akses Cibubur: karena ketiga wilayah tersebut memiliki
karakteristik hampir sama dan terdapat banyak restoran yang dapat
mewakili populasi restoran di Kota Depok.
g. Survei Status Pajak
Status pajak dibagi dalam dua status yaitu Wajib Pajak dan Nan Wajib
Pajak. Wajib Pajak sudah terdaftar dan mempunyai Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) dan Nan WP yaitu belum terdaftar dan belum
mempunyai NPWP.
h. Jenis Kelalnin
Menurut survei bahwa pengelola restoran yang berjenis kelamin laki-laki
lebih banyak daripada perempuan. Hal ini, kemungkinan masih adanya
anggapan bahwa laki-laki dapat lebih bebas bergerak daripada perempuan.
I. Umur
Pengelola restoran lebih banyak yang berumur antara 20 - 30 tahun. Hal
ini, agar terlihat menarik dan terlihat energik.
j. Pendidikan
Jenjang pendidikan pengelola restoran rata-rata sampai SMA. Namum,
untuk restoran dengan tipe waralaba atau modem rata-rata berasal dari
jenjang pendidikan Diploma dan S1.
k. Tipe Restoran
Tipe restoran pada survei ini lebih banyak berasal dari tipe tradisional,
seperti bakso, pempek, restoran sunda atau restoran padang. Sedangkan
pada tipe modem atau fast food seperti restoran dengan konsep open
kitchen.
1. Status Badan Hukum
Status badan hukum ini diberikan oleh Notaris dengan syarat-syarat
tertentu seperti perizinan yang harus dipenuhi dan mempunyai NPWP.
Adanya status hukum ini berdampak kepada pendapatan pajak restoran,
karena seharusnya yang dapat ditarik pajaknya yaitu restoran yang sudah
mempunyai status hukum yang berlaku.
Untuk lebih jelas mengenai karakteristik responden pada Kajian
Pembangunan Daerah ini, dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Responden Restoran di Wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Cinere dan Jalan Akses Cibubur Kota Depok Tahun 2006
WP dan Non WP
Non WP Survei
Wilayah Pajak Survei
Sumber : Data Primer dan Data Sekunder (diolah)
5.1.2. Jenis Restoran Menurut Omzet
Survei dilakukan tidak hanya mengetahui bagaimana karakteristik dan
persepsi pengelola restoran, tetapi juga untuk mengetahui perkiraan omzet yang
didapatkan para pengelola restoran di wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Cinere
dan Jalan Akses Cibubur. Adanya perkiraan omzet tersebut untuk mengetahui
pengaruh kepada pajak restoran yang didapatkan pemerintah daerah.
Tabel 11. Tipe Restoran Menurut Omzet Wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Cinere dan Jalan Akses Cibubur Kota Depok Tahun 2006
Jenis Restoran Kecil
Menengah
Berdasarkan Tabel 11 tipe restoran dibagi menjadi tiga tipe yaitu tipe kecil
dengan olnzet kurang dari 300 juta rupiah, tipe menengah dengan omzet antara
300 juta sampai dengan 700 juta rupiah dan tipe besar dengan omzet lebih dari
700 juta. Adanya pembagian tipe restoran ini untuk lebih memudahkan pihak
pernungut pajak mengetahui perkiraan omzet pajak restoran di Kota Depok
walaupun gambaran omzet ini hanyalah dari restoran yang WP ataupun Non WP
yang disurvei. Restoran yang mempunyai andil besar dalam perolehan pajak
restoran ini rata-rata berasal restoran dengan konsep modem.
Besar
5.1.3. Perkiraan Potensi Pajak Restoran
Perkiraan potensi pajak restoran yang sehamsnya diperoleh Pemerintah
Kota Depok didapat dari hasil survei kepada pihak pengelola restoran di wilayah
Jalan Margonda Raya, Jalan Cinere dan Jalan Akses Cibubur dengan cara
perhitungan dari omzet yang diperoleh restoran. Perkiraan omzet restoran tersebut
kemudian diolah dengan motode / formula matematis Soelamo (1993) yang
dikutip oleh Astabrata (2002). Menggunakan data restoran menurut survei dan
Perkiraan Omzet / Tahun (Rp) < 300.000.000
300.000.000 - 700.000.000 > 700.000.000 2 1 1 40,39 1
Sumber : Data Primer (diolah)
Jnmlah 6 25
yo
11,53 48,08
data Dinas Pendapan Daerah yang pada tahun 2006, maka potensi pajak restoran
dapat dihitung sebagai berikut :
1. Jumlah tempat duduk restoran WP adalah 1864 kursi dan Non WP adalah
466 kursi.
2. Asumsi jumlah hari dalam satu tahun adalah 330 hari dengan terdapat satu
bulan libur dalam satu tahun.
3. Jumlah jam buka rata-rata restoran per-hari adalah 12 jam
4. Masa pergantian pengunjung dengan asumsi adalah 1 x 1 jam.
5. Kunjungan ramai, 100 % ternpat duduk terisi adalah 4 jam.
6. Kunjungan sepi, 5 % tempat duduk terisi adalah 8 jam
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan perkiraan
potensi pajak di Kota Depok adalah :
a. Menghitung omzet restoran survei.
OR WP = ( S x D x P h x T O x P r ) + ( S x D x R h x T O x P r )
=(1864x330x(4x100%)xRp15000)+
( 1864 x 330 x (8 x 5%) xRp 15000 )
= Rp 40.597.920.000,-
ORNonWP = ( S x D x P h x T O x P r ) + ( S x D x R h x T O x P r )
= ( 466 x 330 x (4 x 100%) x Rp 15000 ) +
( 466 x 330 x (8 x 5%) xRp 15000 )
= Rp 10.747.400.000,-
OR Survei = (OR WP) + (OR Non WP)
= Rp 40.597.920.000 + Rp 10.747.400.000
= Rp 50.747.400.000,-
Omzet pendapatan restoran di wilayah survei yang dilakukan,
terlihat bahwa Kota Depok menyimpan potensi yang sangat baik dalam
meningkatkan pendapatan pajak restoran yang tercermin dari besarnya
omzet restoran yang dihitung dari restoran yang disurvei, untuk lebih jelas
dapat melihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Potensi Omzet Pendapatan Restoran Menurut Sumei WP dan Non WP di Kota Depok Tahun 2006
b. Menghitung potensi omzet restoran berdasarkan tiga wilayah survei kajian.
Setelah mengetahui omzet pendapatan restoran yang disumei, maka tahap
berikutnya adalah melihat bagaimana potensi omzet pendapatan restoran
di wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Raya Cinere dan Jalan Akses
Cibubur. Adapun Tabel 13 menggambarkan perolehan ornzet pendapatan
restoran berdasarkan WP dan Non WP pada tiga wilayah kajian.
Tabel 13. Potensi Omzet Restoran Berdasarkan WP dan Non WP di Wilayah Survei Kajian Tahun 2006
Jumlah Survei 52
50.747.400.000 Sumber : Data Primer (diolah)
Nan WP 22
10.149.480.000
Uraian Restoran
Jumlah Omzet (RP)
- Sumber : Data Primer (diolah)
WP 30
40.597.920.000
Non WP 73
33.677.820.000
Jralan ~es toran
'~---'ah Omzet (Rni
WP 142
192.163.488.000
c. Menghitung potensi omzet restoran WP tingkat kota.
Potensi omzet WP dihitung dari WP survei sebanyak 30 restoran dengan
perolehan Rp 40.597.920.000,OO yang dikonversi kepada jumlah total di
tiga wilayah survei sebanyak 142 restoran dengan perolehan
Rp192.163.488.000,OO. Selanjutnya adalah menghitung WP kota sebanyak
229 restoran (data Dipenda) dan didapatkan perolehan
Rp 232.761.408.000,OO. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Potensi Omzet Restoran WP Kota Depok Tahun 2006
(RP) Sumber : Data Primer (diolah)
Uraian
Restoran Jumlah Omzet
d. Menghitung potensi omzet restoran Non WP tingkat kota.
Perhitungan potensi olnzet Non WP untuk tingkat kota dimulai dari
potensi Non WP survei sebanyak 22 restoran dengan perolehan
Rp 10.149.480.000,00 yang kemudian dikonversikan ke potensi tiga
wilayah suwei sebanyak 73 restoran dengan perolehan potensi
Rp 33.677.820.000,OO. Selanjutnya adalah menghit~mg Non WP kota
dengan asumsi sebanyak 119 restoran (menggunakan persentase yang
sama pada persentase WP kota) dan didapatkan potensi sebanyak
Rp 43.827.300.000,OO. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 15.
WP Survei
30
40.597.920.000
Tiga Wilayah 142
192.163.488.000
Kota 229
232.761.408.000
Tabel 15. Potensi Omzet Restoran Non WP Kota Depok Tahun 2006
e. Menghitung seluruh omzet restoran tingkat kota
Uraian
Restoran Jumlah
Omzet (Rp)
Pada tahapan ini didapatkan perkiraan potensi omzet restoran untuk
tingkat Kota Depok herdasarkan oinzet WP dan omzet Non WP. Potensi
ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana sebenarnya perolehan omzet
Sumber : Data Primer (diolah)
Non WP
restoran di Kota Depok yang mendekati kenyataannya (Tabel 16).
Tabel 16. Potensi Omzet Restoran di Kota Depok Tahun 2006
Asumsi Kota 119
43.827.300.000
Survei 22
10.149.480.000
Tiga Wilayah 73
33.677.820.000
f. Menghitung Potensi Pajak Restoran di Kota Depok
Menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran di
Kota Depok dikatakan bahwa pajak restoran berasal dari 10 % omzet
pendapatan yang diperoleh restoran. Adapun rumus pajak restoran di Kota
Depok adalah :
PPh.R = Tarif Pajak x OR
- - 10 % x Rp 276.588.708.000,-
= Rp 27.658.870 800,-
Uraian WP
Non WP Tingkat Kota
Omzet Restoran (Rp) 232.761.408.000 43.827.300.000
276.588.708.000 Sumber : Data Primer (diolah)
g. Perbandingan antara target, realisasi dan potensi pajak restoran di Kota
Depok.
Pajak restoran di Kota Depok merupakan jasa usaha yang berpotensi baik,
dimana berkembangnya restoran, baik yang tradisional maupun yang
modern. Namun, perkembangan restoran di Kota Depok ini kurang dapat
diakomodir sebagai sumber pendapatan utama pajak daerah, padahal bila
pihak pemerintah daerah daerah dapat lebih melakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi pajak restoran akan berpengaruh positif terhadap
pendapatan daerah.
Tabel 17. Perbandingan Target, Realisasi dan Potensi Pajak Restoran di Kota Depok Tahun 2006
Pajak Restoran Kota Depok Tahun 2006 I
I Sumber : Data Primer (diolah) dan Data Dipenda, 2007.
Target (Rp)
11.885.599.918
Dilihat dari Tabel 17 menggambarkan bahwa target yang ditetapkan oleh
pihak pemerintah daerah dapat terlampaui oleh realisasi yang didapatkan
pada tahun 2006, begitupun untuk tahun-tahun sebelumnya. Namun, bila
penyelenggaraan pajak restoran ini dikelola dengan baik dan benar,
setidaknya perkiraan potensi yang telah dihitung tersebut diharapkan
mendekati potensi di lapangan yang sebenamya. Berarti pada tahun 2006
Pemerintah Kota Depok mengalami kehilangan pajak restoran sebesar
Rp 14.794.813.077,OO.
Realisasi (Rp)
12.864.057.723
Perkiraan Potensi Pajak (Rp)
27.658.870 800
5.1.4. Efektivitas Pajak Restoran di Kota Depok
Efektivitas penerimaan pajak restoran pada tahun 2003 - 2006 dapat
diketahui dan dibandingkan untuk mengetahui bagaimana kinerja Pemerintah
Kota Depok dalam memungut pajak restoran. Tingginya nilai efektivitas pajak
restoran menunjukan tingginya upaya pemungutan pajak restoran yang dilakukan
pemerintah daerah seperti yang terlihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Efektivitas Pajak Restoran di Kota Depok Tahun 2003-2006
Target (Rp) Realisasi (Rp) Naik(Turun) I Tahun / (dalam jutaan) Realisasi jutaan) O-
Sumbcr : Dinas Pendapatan Kota Depok tahun 2003-2006 (data diolah)
Pada Tabel 18 terlihat bagaimana kinerja Pemerintah Kota Depok dalam
merealisasikan pajak restoran termasuk baik, ditandai dengan penerimaan realisasi
pajak yang selalu melebihi dari target yang ditetapkan dari tahun ke tahunnya. Hal
tersebut diperlihatkan dari rasio efektivitas yang mampu melebihi 100 persen.
Namun bila dilihat dari potensi di lapangan bahwa penetapan target pajak restoran
di Kota Depok masih dapat ditingkatkan, sehingga dapat lebih menyumbangkan
pendapatan kepada kas daerah.
5.1.5. Efisiensi Pajak Restoran di Kota Depok
Tingkat efisiensi dinyatakan dalam persentase adalah perbandingan antara
penerimaan (input) dengan upah perangsang (output). Persentase efisiensi pajak
restoran pada tahun 2003 - 2006 termasuk baik. Namun bila dilihat dari potensi di
lapangan bahwa penetapan target pajak restoran di Kota Depok masih dapat
ditingkatkan, sehingga lebih menyumbangkan penerimaan pendapatan kepada kas
daerah. Untuk lebih jelas berapa efisiensi yang didapatkan oleh pihak
penyelenggara pajak restoran, dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Efisiensi Pajak Restoran di Kota Depok Tahun 2003-2006
Sumber : Dinas Pendapatan Kota Depok tahun 2003-2006 (data diolah)
Efisiensi pajak restoran di Kota Depok pada tahun 2003 - 2006 relatif
tidak mengalami perubahan yang signifikan, ha1 ini karena peningkatan jumlah
obyek pajak berpengaruh kepada peningkatan biaya pemungutan (upah
perangsang) yang diberikan oleh penyelenggara pajak restoran Oipenda).
Semakin kecil rasio efisiensi mengandung arti bahwa kinerja pemerintah daerah
untuk pemungutan pajak restoran semakin baik.
5.2. Manajemen Kinerja PAD Sektor Pajak Restoran
Menurut Syamsurizal (2004) pada umumnya manajeman dalam
penyelenggaraan Pendapatan Asli Daerah, meliputi perencanaan (potensi dan
penentuan), pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kineja PAD (pajak restoran).
Tahapan tersebut seharusnya mendapatkan hasil yang optimal dalam memperoleh
pendapatan pajak restoran, namun karena berbagai keterbatasan yang dialami oleh
Pemerintah Kota Depok pada akhirnya pendapatannya masih belum optimal.
Pada kuesioner kepada pemerintah daerah didapatkan persepsi bagaimana
kinerja penyelenggaraan pajak restoran di Kota Depok dilaksanakan mulai dari
perencanaan sampai kepada evaluasi. Acuan penilaian keterlibatan pihak
pemerintah daerah sebagai pihak penyelenggaran pajak restoran adalah sebagai
berikut :
Tabel 20. Range Keterlibatan Pemerintah Daerah
I N = 8 Range = 6,4
Dari Tabel 20 terlihat bahwa keterlibatan pemerintah daerah menurut
-
Tingkat = 5
responden yang terbentuk terdiri atas tingkatan yang sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi dan sangat tinggi. Hal ini dapat menggambarkan bagaimana
persepsi para responden mengenai keterlibatan Walikota, DPRD, Dipenda,
Bapeda dan Bagian Keuangan terhadap penyelenggaraan pajak restoran di Kota
Depok.
Survei kepada responden tidak banya mengetahui bagaimana penilaian
responden terhadap keterlibatan pemerintah daerah tetapi juga terdapat penilaian
persepsi terhadap penyelenggaraan pajak restoran di Kota Depok. Adapun range
Tingkatan Skala
persepsi responden terhadap penyelenggaraan pajak restoran adalah sebagai
berikut :
Tabel 21. Range Persepsi Pemerintah Daerah
I N = 8 Range = 8 " " 6 " D L
Tingkatan Skala
Tidak Realistik Realistik 24 sld
Sumber : Data Primer (diolah)
Dari Tabel 21 terlihat bahwa persepsi responden yang terbentuk untuk
penyelengaraan pajak restoran terdiri atas sangat tidak realistik, tidak realistik,
realistik dan sangat realistik. Adanya penilaian persepsi ini diharapkan menjadi
gambaran bagaimana penyelenggaraan pajak restoran dilaksanakan oleh
pemerintah daerah.
5.2.1. Perencanaan (Pendataan Potensi PAD Pajak Restoran)
Kriteria manajemen perencanaan untuk pendataan potensi PAD pajak
restoran yang diperoleh dari kuesioner didapatkan jawaban terbanyak yaitu data
subyek dan obyek pajak yang kurang akurat, adanya kesadaran masyarakat yang
masih kurang, dasar hukum pajak yang masih belum diterapkan dengan baik, dan
adanya keterbatasan kemampuan petugas sehingga potensi dan realisasi belum
sesuai dengan kenyataan sebenamya.
Tabel 5.22. Kriteria Dalam Melakukan Pendataan Potensi PAD Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Kendala yang dihadapi pemerintah daerah dalam penentuan pendataan
potensi PAD pajak restoran yang diperoleh dari responden yaitu kurangnya data
akurat karena kurang ditunjang sarana dan prasarana yang memadai serta
rendahnya kesadaran masyarakat dan keterbatasan kemampuan analisis dalam
pendataan obyek pajak restoran oleh pihak pemerintah daerah. Diharapkan dengan
mengetahui bagaimana kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Depok dalam
upaya peningkatan pendapatan pajak restoran ini diharapkan dapat menjadi acuan
dan wacana untuk mendapatkan jalan keluar atau solusi yang terbaik. Untuk lebih
jelas dapat melihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Kriteria Dalam Kendala Melakukan Pendataan Potensi PAD Pajak Restoran di Kota Depok
/ No 1 Kriteria Kendala I Frekuensi Jawaban Responden I %
6 1 Koc 7 ( Kemampl
I
I ' - -% kurang akurat 7 33
- Sumber : Data Primer (diolah)
rat lemah
Pihak yang terlibat dalam penentuan potensi target PAD pajak restoran
adalah DPRD, Walikota, Bapeda, Dipenda dan Bagian Keuangan. Berdasarkan
survei, keterlibatan Dipenda sangat tinggi karena yang melakukan penetapan
potensi target, Walikota keterlibatannya tinggi karena yang menyampaikan
pencapaian target PAD, sedangkan DPRD keterlibatannya sedang karena sebatas
membahas penentuan target PAD. Bapeda dan Bagian Keuangan mempunyai
peranan yang sedang dalam penentuan potensi PAD pajak restoran.
I
2 3 4 5
1
Tabel 24. Keterlibatan Beberapa Pihak Dalam Melakukan Pendataan Potensi PAD Pajak Restoran di Kota Depok
5
:umber : Data Primer (diolah)
uati
Apa Kesadaran masy. kurang Biaya pendataan besar Sarana kurang
brdinasi sulit lan analisis lemah
Total
5 0 4 1 3
24 0 19 5 14
100
Dalam proses pendataan potensi PAD pajak restoran di Kota Depok,
persepsi responden pemerintah daerah menurut survei adalah realistik dan hanya
satu orang saja yang menjawab sangat tidak realistik. Adanya persepsi satu orang
yang mengatakan tidak realisitik dalam potensi pajak restoran menggambarkan
bahwa sebenarnya target potensi pajak restoran di Kota Depok masih jauh dari
harapan atau kenyataan yang sebenarnya.
Tabel 25. Persepsi Responden Terhadap Potensi PAD Pajak Restoran di Kota Depok
Kesimpulan persepsi responden yang didapatkan dalam potensi PAD
pajak restoran adalah realistik. Persepsi tersebut diharapkan dapat mewakili
pihak-pihak yang terkait dalam penetapan potensi pajak restoran.
Penilaian Responden
Persepsi
5.2.2. Penentuan Besarnya Target PAD Pajak Restoran
Penentuan besarnya target PAD pajak restoran, menurut responden
terdapat beberapa kriteria yang perlu diperhatikan oleh pihak pemerintah daerah.
Adanya kriteria kendala tersebut diharapkan dapat membantu penyelenggara
pajak restoran dalam mengatasi masalah penetapan target pajak restoran
(Tabel 26).
Sumber : Data Primer (diolah)
Frekuensi Jawaban Responden
Persepsi Range
26
Sangat Realistik
I
Kategori Tigkat Persepsi
Realistik
Realistik
4
Tidak Realistik
2
Sangat Tidak Realistik
1
Tabel 26. Kriteria Kendala Dalam Penentuan Besarnya Target Pajak Restoran di Kota Depok
No Kriteria Kendala 1 Subyek dan obvek oaiak I X I 18 2 Dasar h 3 Kemampuan 4 Kesadal 5 PC&----:
6 Ti
Berdasarkan responden terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam
penentuan besamya target PAD adalah kurang validnya data subjek dan objek
pajak sehingga perhitungan potensi dan realisasi menjadi sulit dilakukan. Selain
itu, masih terdapat anggapan kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjadi
wajib pajak, serta kurang penerapan hukum Perda dan keterbatasan kemampuan
petugas dalam penentuan targat potensi pajak restoran.
Tabel 27. Keterlibatan Beberapa Pihak Dalam Penentuan Target PAD Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Pada Tabel 27 menggambarkan keterlibatan Dipenda sangat tinggi dalam
penentuan target pajak restoran, karena Dipenda berkewajiban menentukan
besarnya target pajak restoran. Walikota mempunyai keterlibatan yang cukup
tinggi, karena berkewajiban meningkatkan PAD daerah untuk membiayai
penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan. Sedangkan untuk DPRD,
Bapeda dan Bagian Keuangan mempunyai keterlibatan sedang dalam penetapan
target pajak restoran.
Tabel 28. Kriteria Kendala Dalam Melakukan Penetapan Target Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Tabel 28 menggambarkan kendala terbesar yang dihadapi dalam
melakukan penetapan target pajak restoran adalah penegakkan hukum yang tidak
tegas, diikuti adanya pesepsi masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk
menjadi wajib pajak termasuk kurangnya perhatian pihak perusahaan (swasta)
serta belum memadainya sistem pengumpulan data dan informasi pelaksanaan
merupakan kendala lain yang dihadapi pemerintah daerah dalam melakukan
penetapan target pajak restoran.
5.2.3. Pelaksanaan Target PAD Pajak Restoran
Survei kepada responden pemerintah daerah dapat mengetahui bagaimana
keterlibatan beberapa pihak dalam pelaksanaan target PAD pajak restoran.
Keterlibatan pihak seperti DPRD, Walikota, Bapeda, Dipenda dan Bagian
Keuangan ini sebagai pihak yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan
pajak restoran di Kota Depok.
Tabel 29. Keterlibatan Beberapa Pihak Dalam Pelaksanaan PAD Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 29 menggambarkan bagaimana pelaksanaan
pencapaian target PAD pajak restoran, dimana responden menganggap bahwa
Dipenda memegang keterlibatan yang sangat tinggi karena Dipenda bertugas
untuk lnemungut pajak sesuai target yang telah ditetapkan. Sedangkan pihak
Walikota, Bapeda, DPRD dan Bagian Keuangan memegang peranan sedang.
Adapun untuk usaha yang ditempuh pemerintah daerah dalam pelaksanaan target
PAD pajak restoran terdiri atas beberapa kriteria yang dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Usaha Yang Ditempuh Dalam Pelaksanaan Target PAD Pajak Restoran di Kota Depok
I I I , 1 Mengadakan penyuluhan atau sosialisasi 1 7 o
Memberikan teguran dan sanksi kepada wajib pajak yang tidak membayar pajak Mendata obyek dan wajib pajak seinaksimal
3
4
Sumber : Data l'rimer (diolah)
8
D
J
6
Berdasarkan Tabel 30, terlihat bahwa usaha yang ditempuh pemerintah
daerah dalam pelaksanaan target PAD pajak restoran adalah melakukan pendataan
objek dan wajib pajak seakurat mungkin, yang diikuti dengan penerapan Perda
secara benar serta evaluasi terhadap kebijakan PAD secara periodik. Sosialisasi
atau penyuluhan Perda perlu juga dilakukan untuk ineningkatkan kesadaran
masyarakat untuk menjadi wajib pajak. Selain itu, kemampuan dan
11
1 1 ~ ~
mungkin Meningkatkan kemampuan aparatur Pemda Memungut langsung ke obyek pajak oleh petugas Mendukung penggalian potensi pajak daerah Melakukan pembinaan lepada wajib pajak
0
7 .i
I I
9 7
2
7
7
9
o
profesionalisme aparatur pemda dalam pemungutan serta pendataan wajib pajak
perlu juga dibenahi untuk mendukung pelaksanaan target PAD pajak restoran.
Berbagai kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan target PAD pajak
restoran di Kota Depok menurut hasil survei dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Kriteria Kendala Dalam Pelaksanaan Target PAD Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Tabel 31 menggambarkan bahwa kendala utama yang dirasakan dalam
pelaksanaan target PAD pajak restoran adalah kurangnya sarana dan prasarana
penunjang serta rendahnya kesadaran masyarakat menjadi wajib pajak dan
membayar pajaknya sesuai ketentuan. Belum terdatanya semua potensi yang ada,
termasuk adanya wajib pajak yang tidak melaporkan usahanya dan kurang
jujumya wajib pajak dalam membayar pajaknya merupakan kendala yang
dihadapi karena kurangnya sosialisasi Perda dan lemahnya pengawasan serta
penegakkanhukum.
5.2.4. Pengawasan Pencapaian Target PAD Pajak Restoran
Dalam pengawasan pelaksanaan pencapaian target PAD pajak restoran ini
dilakukan dengan dua macam pengawasan, yakni pengawasan internal d i Dinas
Pendapatan Daerah dan pengawasan eksternal oleh Badan Pengawas Daerah.
Badan Pengawas Daerah biasanya melakukan pengawasan regular kepada Dinas
Pendapatan yang selanjutnya melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Walikota.
Pihak-pihak yang berperan serta dalam pengawasan pencapaian target PAD pajak
restoran dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Keterlibatan Beberapa Pihak Dalam Pengawasan Pelaksanaan PAD Pajak Restoran di Kota Depok
Surnber : Data Primer (diolah)
Dari Tabel 32 terlihat bahwa Dinas Pendapatan Daerah memegang
peranan yang sangat tinggi dalam melakukan pengawasan pelaksaan PAD pajak
restoran. Sedangkan untuk peran Walikota yang keterlibatannya tinggi dalam
pengawasan pelaksanaan PAD pajak restoran disusul oleh DPRD, Bapeda,
Bawasda dan Bagian Keuangan keterlibatannya sedang dalam pengawasan.
Mengenai penilaian responden terhadap pengawasan pelaksanaan PAD pajak
restoran dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabe133. Persepsi Responden Terhadap Pengawasan Kinerja PAD Pajak Restoran di Kota Depok
Tabel 33 menggambarkan persepsi yang diharapkan dapat mewakili pihak-
pihak terkait dalam ha1 pengawasan PAD pajak restoran. Kesimpulan persepsi
Penilaian Responden
Persepsi
responden yang didapat dalam ha1 pengawasan pelaksanaan pajak restoran adalah
Sumber : Data Primer (diolah)
Range Persepsi
26
realistik. Walaupun penerimaan PAD pajak restoran selalu dapat melampaui dari
Katagori
Persepsi
Realistik
Frekuensi Jawaban Responden
target yang ditetapkan, bukan berarti tidak terdapat kendala dalam pengawasan
pelaksanaan PAD pajak restoran. Kendala yang dihadapi dalam pengawasan
Sangat Tidak
Realistik
0
pelaksanaan target PAD pajak retoran dapat dilihat pada Tabel 34.
Tidak Realistik
4
Sangat Realistik
2
Tabel 34. Hambatan Dalam Pengawasan Pelaksanaan Target PAD Pajak Restoran di Kota Depok
2
Sedang
0
No
1
,
2 Kesadaran masvarakat masih rendah 5
Jawaban (Orang)
5
Kendala Pengawasan
Kurangnya data subyek dan obyek pungut
Total
% 13
5 6 7 8 9
1 100 1
Transportasi Sanksi lelnah Instansi kurang efektif Administrasi dan pelaporan belum baik Tidak sepenuhnya tarif pajak diberlakukan
2 5 5 4 4
Sumber : Data Primer (diolah)
5 13 13 10 10
Dari Tabel 34, terlihat bahwa kendala utama dalam pengawasan untuk
pencapaian target cukup banyak yaitu kurangnya data subyek &an obyek pungut,
kesadaran masyarakat yang lemah. Selain itu, masih kurangnya SDM dalam
menguasai pajak restoran, lemahnya pelaksanaan sanksi Perda, instansi bekerja
kurang efektif serta masih terdapat data yang kurang maksimal diterima oleh
Dipenda.
5.2.5. Evaluasi Pencapaian Target PAD Pajalc Restoran
Tahap terakhir dalam manajemen kinerja PAD pajak restoran adalah
tahap evaluasi 1 menqukur kinerja PAD pajak restoran yang telah dilaksanakan.
Adanya gambaran mengenai evaluasi pelaksanaan target PAD pajak restoran ini
diharapkan dapat memperbaiki dalam pelaksanaan untuk tahun anggaran
berikutnya (Tabel 35).
Tabel 35. Usaha yang Ditempuh Dalam Evaluasi Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 35 didapat kriteria yang dianggap penting dalam
evaluasi pencapaian target adalah perlunya survei dan penelitian mengenai potensi
dan pelaksanaan pajak restoran, perlunya koordinasi antar SKPD. Selain itu untuk
membiayai evaluasi pelaksanaan ini diperlukan biaya operasional yang harus
dikeluarkan dalam menunjang aktivitas.
Tabel 36. Keterlibatan Beberapa Pihak Dalam Evaluasi Kinerja Pajak Restoran di Kota Depok
Sumbcr : Data Primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 36 terlihat bahwa pihak yang sangat tinggi
keterlibatannya dalam evaluasi kinerja PAD pajak restoran adalah pihak Dipenda,
Bapeda dan Walikota, sedangkan untuk DPRD, Bawasda dan Bagian Keuangan
mempunyai peran yang tinggi dalam evaluasi pengukuran kinerja PAD pajak
restoran. Keterlibatan Dipenda dalam evaluasi sangatlah tinggi karena merupakan
pihak penyelenggara pajak mulai dari tahap penetapan potensi dan target sampai
kepada pelaksanaan.
Evaluasi terhadap pelaksanaan pemungutan pajak terutama pajak restoran
secara periodik harus dilakukan unuk mengetahui capaian kinerja yang telah
dilakukan. Berbagai kendala yang dibadapi dalam evaluasi kinerja optimalisasi
PAD pajak restoran dapat dilihat pada Tabel 37.
Tabel 37. Hambatan Dalam Evaluasi Kinerja PAD Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Tabel 37 menggambarkan bahwa kendala yang dianggap paling menonjol
dalam evaluasi adalah sulitnya mengetahui potensi riil obyek pajak karena belum
akuratnya data dan kurangnya survei serta penelitian objek pajak. Kemampuan
analisis tentang pajak serta komponennya yang masih lemah merupakan kendala
untuk menentukan capaian target pada tahun berikutnya. Rendahnya kemampuan
SDM, kurangnya sarana prasarana analisa dan belum adanya ukuran standar
kinerja merupakan salah satu kendala dalam evaluasi kinerja PAD pajak restoran.
5.3. Persepsi Pengelola Restoran Terhadap Pajak Restoran
Persepsi pengelola restoran di Kota Depok dalam kajian ini berguna untuk
mengetahui bagaimana pemahaman, pengertian dan interpretasinya terhadap hal-
ha1 yang berkaitan dengan pajak restoran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Depok. Adanya persepsi pengelola restoran diharapkan juga memberikan
gambaran kepada pemerintah daerah sebagai pihak penyelenggara pajak restoran.
5.3.1. Persepsi Pertanyaan S a n ~ a Kuesioner WP dan Non WP
Survei kepada pengelola restoran berguna untuk mengetahui persepsi
bagaimana dan keinginan pengelola restoran terhadap penyelenggaraan pajak
restoran yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Tabel 38 adalah sebagai acuan
untuk penilaian bagaimana persepsi yang terbentuk mulai dari persepsi sangat
tidak penting, tidak penting, ragu-ragu, penting dan sangat penting dalam
menjawab pertanyaan yang dilaksanakan kepada pengelola restoran WP dan Non
WP di Kota Depok.
Tabel 38. Range Persepsi Pertanyaan Sama Kuesioner WP dan Non WP
I N = 52 Range = 41,6
Sangat Tidak Penting Tidak Penting 93,6 sld 135,2
135,2 sld 176,8 Penting 176,8 sld 218,4 Sangat Penting
Sumber : Data Primer (diolah)
- Tingkat = 5
Pada survei ini dapat diketahui bagaimana persepsi pengelola restoran
mengenai pembayaran pajak restoran. Hal ini, diperlukan oleh pihak
penyelenggara pajak restoran untuk mengetahui bagaimana keinginan pengelola
restoran di Kota Depok, sehingga mendapatkan infomasi yang akurat dari
pengelola restoran.
Tingkatan Skala
Tabel 39. Persepsi WP dan Non WP Restoran Pertanyaan Meinbayar Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 39 terlihat bahwa hampir seluruh pengelola restoran
menyatakan bahwa partisipasi dari pengelola restoran untuk membayar pajak
restoran adalah penting. Dalam ha1 ini tidak terdapat perbedaan jawaban antara
yang wajib pajak dan non wajib pajak. Kesediaan para pengelola restoran untuk
membayar pajak restoran sesuai dengan omzet pendapatannya dapat dilihat pada
Tabel 40.
Tabel 40. Persepsi WP dan Non WP Restoran Pertanyaan Kesediaan Membayar Pajak Sesuai Dengan Pendapatan
Su~nber : Data Primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 40 menggambarkan hampir semua pengelola restoran
di Kota Depok menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam membayar pajak
sesuai dengan omzet yang diperoleh. Persepsi tersebut tidak membedakan dalam
menjawab antara status WP maupun Non WP.
Belum terdatanya potensi pajak restoran secara optimal dikarenakan
masyarakat belum paham dan mengerti pentingnya pembayaran pajak terhadap
pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus melakukan
sosialisasi Perda tentang pajak restoran termasuk pelaksanaan sanksi hukum yang
tegas dan jelas bila masyarakat melakukan pelanggaran. Sosialisasi tersebut
hendaknya dilakukan secara berkesinambungan dengan sasaran yang tepat
sehingga efisien dan efektif.
Tabel 41. Persepsi WP dan Non WP Restoran Pertanyaan Sosialisasi Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 41 terlihat bahwa sebagian besar pengelola restoran
menyatakan perlunya sosialisasi tentang pajak restoran kepada seluruh pengelola
restoran di Kota Depok sehingga mereka mengetahui apa yang rnenjadi
kewajibannya dan memahami sanksi hukum yang akan dikenakan bila terdapat
pelanggaran.
Adanya penilaian penghargaan dan hukuman kepada pengelola restoran
dalam ha1 membayar pajak restoran oleh pemerintah daerah merupakan salah satu
usaha untuk lebih meningkatkan pendapatan pajak restoran. Persepsi para
pengelola restoran terhadap pemberian reward dan punishment dalam pelaksanaan
pemungutan pajak restoran dapat dilihat pada Tabel 42.
Tabel 42. Persepsi WP dan Non WP Restoran Pertanyaan Pemberian Reward dan Punishment Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 42 terlihat perbedaan persepsi untuk pemberian
punishment dan reward. Wajib pajak ada yang menyatakan setuju tetapi tidak
sedikit yang menolaknya. Bila dikalkulasi secara keseluruhan, para WP
menyatakan ragu-ragu untuk pemberian punishment dan reward. Sedangkan untuk
Non WP, persentase yang menyatakan setuju lebih besar dibandingkan yang tidak
setuju. Tapi secara umum, kesimpulan yang didapatkan adalah lebih kearah yang
ragu-ragu untuk pemberian reward dan punishment untuk pajak restoran, karena
mengangap bahwa pajak restoran merupakan sesuatu kewajiban pengelola
restoran kepada pihak pemerintah sebagai masyarakat yang taat pajak.
Pemerintah Daerah Kota Depok memberikan beberapa pilihan sistem
pembayaran agar lebih memudahkan para pelaku dunia usaha rumah makan untuk
menyetorkan pajak restorannya. Tanggapan para pelaku usaha restoran
berdasarkan hasil survei dapat diiihat pada Tabel 43.
Tabel 43. Persepsi WP dan Non WP Restoran Pertanyaan Cara Pembayaran Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 43 terlihat para pengusaha berkecenderungan untuk
membayar pajaknya sendiri ke Dipenda atau transfer melalui Bank Jabar. Tetapi
jika dilihat berdasarkan status WP dan Nan WP, maka WP lebih cenderung
membayarkan pajak dengan transfer melalui Bank Jabar. Sedangkan Nan WP
lebih memilih dengan membayar tunai ke Dipenda. Pemilihan sistem pembayaran
tersebut dipilih berdasarkan kemudahan akses dari tempat usaha.
5.3.2. Persepsi Wajib Pajak
Survei kepada pengelola restoran WP berguna untuk mengetahui dan
menggali persepsi bagaimana dan keinginan pengelola restoran WP terhadap
penyelenggaraan pajak restoran yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah.
Tabel 44 adalah sebagai acuan untuk penilaian bagaimana persepsi restoran WP
yang terbentuk mulai dari persepsi sangat tidak penting, tidak penting, ragu-ragu,
penting dan sangat penting dalam menjawab pertanyaan yang dilakukan kepada
pengelola restoran WP di Kota Depok.
Tabel 44. Range Persepsi Kuesioner WP
Dalam ketertiban waktu pembayaran pajak restoran ini, para pengelola
N = 30 Range = 24 Tingkat = 5
restoran yang sudah menjadi WP diberikan waktu sesuai dengan ketentuan yang
Tingkatan Sangat Tidak Penting Tidak Penting Ragu-ragu Penting Sangat Penting
berlaku. Persepsi pengelola restoran WP terhadap waktu pembayaran sesuai
Skala
30 sld 54
54 sld 78 78 sld 102
102 sld 126 126 sld 150
ketentuan yang berlaku dapat dilihat pada Tabel 45.
Sumber : Data Primer (diolah)
Tabel 45. Persepsi WP Restoran Pertanyaan Pembayaran Pajak Restoran Pada Waktunya di Kota Depok
Tabel 45 menggambarkan bagaimana para restoran bersedia membayar
pajak sesuai pada waktunya, tidak ada keragatnan dalam kasus ini, semua
responden ini menjawab bersedia. Pemerintah daerah dituntut untuk lebih
memberikan pelayanan kepada masyarakat, tidak hanya mengatnbil pajaknya saja.
Katagori Tingkat Persepsi
Bersedia Sumber : Data Primer (diolah)
Range Persepsi
120
Status Pajak
WP
Frekuensi Jawaban Responden Sangat Tidak
Bersedia 0
Sangat Bersedia
0 30
Ragu- ragu
0
Tidak Bersedia
0
Persepsi pengelola restoran WP tentang pelayanan pemungutan pajak daerah di
Kota Depok dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabe146. Persepsi WP Restoran Pertanyaan Pelayanan Pemungutan Pajak Restoran di Kota Depok
Berdasarkan Tabel 46 terlihat bahwa anggapan pelayanan yang berbeda,
sebagian pengelola restoran ada yang menyatakan sudah baik, tetapi tidak sedikit
yang menyatakan tidak baik dalam pelayanan pemungutan pajak restoran,
sehingga didapatkan persepsi yang ragu-ragu dalam ha1 pelayanan pajak restoran.
Hal ini, dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah bagaimana dalam
pelayanannya sehingga dapat diperbaiki untuk masa mendatang.
Berdasarkan Perda, pajak restoran sifatnya wajib diterapkan bagi pengelola
restoran. Persepsi para pelaku dunia usaha yang sudah menjadi WP terhadap
pembayaran sesuai persentase pajak restoran dari omzet dapat dilihat pada
Tabel 47.
Status Pajak
WP
Tabel 47. Persepsi WP Restoran Pertanyaan Persentase Pajak Restoran Sesuai Oinzet Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Frekuensi Jawaban Responden
Slam Pajak
WF
Range Persepsi
88
Sailgat Baik
I
Katagori Tingkat Persepsi Ragu- ragu -
Sumber : Data Primer (diolah)
Baik
10
Frekuensi Jawaban Responden
Perrepsi
74
Sangat Memberatkan
0
Katagori Tingkat Perrepsi
Tidak Memberatkan
Tidak Baik
0
Ragu- ragu
5
Memberatken
7
Tidak Baik
14
Ragu- ragu
0
Tidsk Membemtkan
23
sangat Tidak
Memberatkan
0
Pada Tabel 47 menggambarkan bahwa hampir semua responden
menjawab tidak memberatkan dan masih dalam batas kewajaran untuk
membayarkan pajak restoran sesuai dengan Perda Pajak Restoran, karena
sebenarnya pembayaran pajak tersebut dibebankan kepada konsumen selaku
pengguna jasa 1 layanan restoran. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Pajak Restoran di Kota Depok sudah 5 (tahun) dijalankan oleh pemerintah daerah,
untuk itu bagaimana persepsi para WP restoran mengenai apakah masih relevan
atau tidaknya pelaksanaan Perda tersebut.
Tabel 48. Persepsi WP Restoran Pertanyaan Merevisi Perda No. 2 Tahun 2002 Kota Depok
Pada Tabel 48 terlihat sebagian besar dari pengelola restoran masih ragu-
ragu apakah perlu atau tidaknya peraturan tersebut direvisi, tetapi mereka masih
ada beranggapan tidak perlu dirubah. Dalam pertanyaan tersebut dihasilkan
kesimpulan ragu-ragu untuk dilakukan perubahan Perda No. 2 Tahun 2002,
karena sebenarnya masih banyak para pengelola restoran yang kurang paham
tentang Perda No. 2 Tahun 2002.
Status Pajak
WP
Sumber : Data Primer (diolah)
Frekuensi Jawaban Responden Range Persepsi
85
Sangat Perlu
0
Katagori Tingkat Persepsi
Ragu-ragu
Perlu
12
Ragu- ragu
1
Tidak Perlu
17
Sangat Tidak Perlu
0
5.3.3. Persepsi Non Wajib Pajak
Survei kepada pengeiola restoran Non WP berguna untuk mengetahui dan
menggali persepsi bagaimana dan keinginan pengelola restoran Non WP terhadap
penyelenggaraan pajak restoran yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah.
Tabel 49 adalah sebagai acuan untuk penilaian bagai~nana persepsi restoran Non
WP yang terbentuk mulai dari persepsi sangat tidak penting, tidak penting, ragu-
ragu, penting dan sangat penting dalam menjawab pertanyaan yang dilakukan
kepada pengelola restoran Non WP di Kota Depok.
Tabel 49. Range Persepsi Kuesioner Non WP
I N = 22 Range = 17.6 1
Peningkatan penerimaan pajak restoran dituntut untuk lebih baik lagi di
tahun yang akan datang, namun masih ada pula obyek 1 subyek pajak yang belum
memberikan kontribusinya kepada pemerintah daerah. Untuk itu, diperlukan
infomasi apakah Non WP bersedia menjadi WP ataukah tidak. Kebersediaan para
pengelola restoran yang belum menjadi WP untuk menjadi WP dapat dilihat pada
Tabel 50.
- Tingkat = 5
Tingkatan Sangat Tidak Penting -- Tidak Penting Ragu-ragu Penting Sangat Penting
Skala
22 sld 39,6
39,6 sld 57,2 57,2 sld 74,8 74,8 sld 92,4 92,4 sld 110
Sumber : Data Primer (diolah)
Tabel 50. Persepsi Non WP Restoran Pertanyaan Kebersediaan Menjadi WP di Kota Depok
Dari Tabel 50 terlihat bahwa sebagian besar dari pengelola restoran Non
WP bersedia menjadi WP, ha1 ini menjadikan peluang untuk meningkatkan
penerimaan PAD pajak restoran di Kota Depok. Untuk kesimpulan mengenai
kebersediaan membayar pajak sesuai omzet yang didapat oleh para pengelola
restoran di Kota Depok itu, hampir seluruhnya menjawab bersedia untuk
membayar pajak 10% dari omzetnya dan ini merupakan nilai kesanggupan untuk
membayar pajak restoran.
Status Pajak
Non WP
5.3.4 Persepsi WP dan Non WP Berdasarkan Wilayah
Karakteristik antara wilayah Jalan Margonda Raya, Jalan Raya Cinere dan
Jalan Akses Cibubur yang menjadi tempat kajian adalah relatif sama. Survei
dilakukan pada ketiga tempat kajian ini untuk lebih mengetahui pandangan,
pengertian dan interpretasi para WP dan Non WP restoran mengenai pajak
restoran yang diterapkan di Kota Depok berdasarkan wilayah kajian. Acuan
penilaian persepsi para pengeiola restoran berdasarkan wilayah Jalan Margonda
Raya terdapat pada Tabel 5 1.
Sumber : Data Primer (diolah)
Frekuensi Jawaban Responden Range
Persepsi
82
Katagori Tingkat Persepsi
Bersedia
Sangat Bersedia ragu
0
Bersedia
19
Tidak Bersedia
3
Sangat Tidak
Bersedia
0
Tabel 5 1. Range Persepsi WP dan Nan WP Berdasarkan Jalan Margonda Raya
Tabel 5 1 menggambarkan acuan untuk penilaian bagaimana persepsi
yang terbentuk mulai dari persepsi sangat tidak penting, tidak penting, ragu-ragu,
penting dan sangat penting dalam menjawab pertanyaan yang dilaksanakan
kepada pengelola restoran WP dan Nan WP untuk wilayah Jalan Margonda Raya.
Sedangkan untuk menjawab pertanyaan kepada WP dan Nan WP restoran di
wilayah Jalan Cinere terdapat pada Tabel 52.
N = 27 Range = 21,6 Tingkat = 5
Tabel 52. Range Persepsi WP dan Nan WP Berdasarkan Jalan Cinere
Tingkatan Sangat Tidak Penting Tidak Penting Ragu-ragu Penting Sangat Penting
Skala
27 sld 48,6
48,6 sld 70,2 70,2 s/d 91,8 91,8 s/d 1 13,4 113,4 sld 135
Tabel 52 menggambarkan acuan untuk penilaian bagaimana persepsi
Sumber : Data Primer (diolah)
N = 13 Range = 10,4 Tingkat = 5
yang terbentuk mulai dari persepsi sangat tidak penting, tidak penting, ragu-ragu,
Tingkatan Sangat Tidak Penting Tidak Penting Ragu-ragu Penting Sangat Penting
Skala
13 sld 23,4
23,4 sld 33,8 33,s sld 44,2 44,2 sld 54,6 54,6 sld 65
Sumber : Data Primer (diolah)
penting dan sangat penting dalam menjawab pertanyaan yang dilaksanakan
kepada pengelola restoran WP dan Non WP untuk wilayah Jalan Raya Cinere.
Acuan jawaban pertanyaan kepada WP dan Nan WP restoran di wilayah
Jalan Akses Cibubur terdapat pada Tabel 53 yang menggambarkan acuan untuk
penilaian bagaimana persepsi yang terbentuk mulai dari persepsi sangat tidak
penting, tidak penting, ragu-ragu, penting dan sangat penting dalam menjawab
pertanyaan yang dilaksanakan kepada pengelola restoran WP dan Non WP untuk
wilayah Jalan Akses Cibubur.
Tabel 53. Range Persepsi WP dan Non WP Berdasarkan Wilayah Jalan Akses Cibubur
Partisipasi pengelola restoran di Kota Depok dalam membayar pajak
restoran berdasarkan wilayah terlihat bahwa hampir seluruh para pengelola
restoran menyatakan bahwa partisipasi dari pengelola restoran penting karena
dapat menambah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah yang digunakan
untuk pembangunan daerah. Dalam ha1 ini tidak terdapat perbedaan berdasarkan
wilayah obyek pajak restoran.
- Tingkat = 5
Tingkatan Sangat Tidak Penting Tidak Penting Ragu-ragu Penting Sangat Penting
Skala
10 s/d 18
18 sld 26 26 sld 34 34 s/d 42 42 sld 50
Sumber : Data Primer (diolah)
Tabel 54. Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Membayar Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Kesediaan para pengelola restoran membayar pajak restoran sesuai dengan
pendapatannya hampir semua pengelola restoran menyatakan bersedia untuk
berpartisipasi dalam membayar pajak sesuai dengan omzet yang diperoleh, tanpa
dipengaruhi oleh wilayah obyek pajak. Karena para pengelola restoran menyadari
bahwa sebenamya yang membayar pajak tersebut adalah para pembeli atas
pelayanan restoran yang diberikan.
Tabel 55. Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Kesediaan Membayar Pajak Sesuai Dengan Pendapatan di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Pemerintah daerah berupaya meningkatkan penerimaan PAD pajak daerah
khususnya pajak restoran dengan melakukan berbagai cara salhh satunya dengan
sosialisasi. Persepsi para pengelola restoran mengenai sosialisasi pajak restoran
dapat dilihat pada Tabel 56.
Tabel 56. Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Sosialisasi Tentang Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Tabel 56 menggambarkan bahwa sebagian besar pengelola restoran
menyatakan perlunya sosialisasi mengenai pajak restoran. Pemberian reward dan
punishment ditengarai dapat mengoptimalkan pembayaran serta pemasukan pajak
restoran.
Pada kuesioner pemberian reward dan punishment terlihat kesirnpulan
yang didapat lebih kearah ragu-ragu untuk wilayah Jalan Margonda Raya dan
Jalan Akses Cibubur. Tetapi khusus Jalan Cinere lebih cenderung ke arah setuju
dengan pemberian reward dan punishment, namun secara keseluruhan bila
dihitung maka akan terdapat persepsi yang ragu-ragu untuk pemberian reward and
punishment untuk pajak restoran di Kota Depok (Tabel 57).
Tabel 57. Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Pemberian Reward dan Punishment Pajak Restoran di Kota Depok
Status Pajak
Jalan
Pemerintah Daerah Kota Depok memberikan beberapa pilihan untuk
sistem pembayaran agar lebih memudahkan para pelaku dunia usaha restoran
untuk menyetorkan pajak restorannya Upaya tersebut sebagai salah satu cara
untuk meningkatkan pelayanan kepada para pengelola restoran di Kota Depok.
Margonda Raya
Cinere
Cibubur
Total
Tabel 58. Persepsi Berdasarkan Wilayah Pertanyaan Cara Pembayaran Pajak Restoran di Kota Depok
Sumber : Data Primer (diolah)
Frekuensi Jawaban Responden
Sumber : Data Primer (diolah)
0 0
1
1
Range Persepsi Sangat
Setuju
Katagori Tingkat Persepsi
10 12
5
27
Setuju
6 1
2
9
Ragu- ragu
12 0
3
15
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
0 0
0
0
82 51
37
170
Ragu- ragu
Setuju Ragu- ragu
Ragu- ragu
Berdasarkan Tabel 58 terlihat bahwa para pengelola restoran di Jalan
Margonda Raya memilih untuk menggunakan cara langsung tunai ke Dipenda,
transfer melalui Bank Jabar dan melalui petugas pemungut. Di Jalan Cinere, para
pengelola restoran memilih menggunakan cara transfer melalui Bank Jabar dan
langsung tunai ke Dipenda. Sedangkan untuk wilayah Jalan Cibubur lebih
menggunakan cara langsung tunai ke Dipenda. Mereka yang memilih pembayaran
langsung ke Dipenda atau transfer melalui Bank Jabar disebabkan karena adanya
faktor jarak wilayah.
VI. RANCANGAN PROGRAM OPTIMALISASI PENINGKATAN PENDAPATAN
PAJAK RESTORAN DI KOTA DEPOK
6.1. Identifikasi Masalah
Identifikasi yang didapatkan berasal atas pihak pemerintah daerah sebagai
penyelenggaran pajak restoran dan pihak restoran sebagai obyek dan subyek
pajak. Adanya identifikasi ini untuk memudahkan bagaimana strategi yang nanti
digunakan untuk memecahkan masalah dalam optimalisasi pajak restoran.
6.1.1. Pemerintah Daerah
Berdasarkan hasil pembahasan untuk responden pemerintah daerah
didapatkan gambaran sebagai berikut :
1. Keterbatasan kemampuan pemerintah daerah untuk perencanaan dan
penentuan potensi subjek dan objek pajak yang akurat.
2. Terbatasnya sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan
pengumpulan dan pengelolaan pajak restoran.
3. Persepsi pemerintah daerah menganggap peran serta masyarakat masih
kurang dalam pajak restoran.
4. Peraturan Daerah tentang pajak restoran belum sepenuhnya dapat
diterapkan.
5. Kualitas dan kuantitas SDM dalam penyelenggaraan pajak restoran masih
terbatas.
6.1.2. Obyek dan Subyek Pajak Restoran
Berdasarkan hasil pembahasan dan pengamatan' untuk responden
pengelola restoran didapatkan gambaran sebagai berikut :
1. Kurangnya sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat dalam
pemahaman pajak restoran berikut peraturannya.
2. Pengelola restoran masih belum merasakan pelayanan pajak restoran yang
maksimal dari penyelenggara pajak restoran.
6.2. Tahapan Input Strategi
6.2.1. Analisis Evaluasi Faktor Internal 1 Eksternal (Matriks IFE/EIi%)
Optimalisasi Peningkatan Pendapatan PajakRestoran.
Identifikasi masalah dari pihak pemerintah daerah dan pihak pengelola
restoran dapat dituangkan dalam sebuah matriks IFE 1 EFE yang dapat membantu
sebagai solusi altematif strategi yang akan dibuat dalam optimalisasi peningkatan
pendapatan pajak restoran. Penilaian keterkaitan identifikasi pada matriks IFE /
EFE ini dilakukan dengan cara pembobotan, pemberian rating dan adanya skor /
nilai yang berpengaruh kepada kekuatan, kelemahan, peluang ataupun ancaman
yan terdapat pada Kajian Pembangunan Daerah ini.
Tabel 59. Matriks IFE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
No.
pajak restoran Adanya Perda No. 2 Tahun 2022 tentang Paiak Retnran
0.147 4 0.534
Eksistensi Pemerintah Daerah Kota Depok dalam ha1 ini Dinas Pendapatan sebagai penyelenggara pajak restoran Konsistensi pemerintah daerah dalam peningkatan pendapatan
4 Dukungan oar! AYBU u. 1 3 ~ - . - - -. - . . . - . . -. . -. - - -. -. - __I 0.1471 U.3 11
5 SDM di bidang pajak restoran .. . . - . - . . . - . . . -. - . .. . . .. H 4 1 0.534 1
Faktor Strategis Internal
Kekuatan
Surnber : Data Primer (diolah)
0.152
0.147
Matriks IFE (Internal Facfor Evaluation) menggambarkan berbagai
Bobot
faktor internal yang terdapat pada sebuah organisasi, sehingga dapat membuat
4
4
keputusan alternatif strategi solusi agar organisasi dapat berjalan dengan baik.
Rating
0.571
0.534
Matriks IFE mempunyai nilai yang dibobot antara nilai 0,O (tidak penting) sampai
Skor
2.743
dengan 1,O (terpenting), dengan nilai ratinglperingkat antara nilai 1 (kelernahan
utama) sampai dengan nilai 4 (kekuatan utama) dengan jumlah skor rata-rata 2,5.
Pada matriks IFE yang telah didapatkan ini mempunyai jumlah skor 3,143. Hal ini
menunjukan bahwa dalam kajian ini kekuatan internal secara keseluruhan
memiliki posisi yang kuat karena mempunyai nilailskor diatas rata-rata angka 2,5.
Tabel 60. Matriks EFE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok.
1
2
Matriks EFE (External Factor Evaluation) menggambarkan apa dan
Jumlah
bagaimana faktor eksternal yang terdapat pada sebuah organisasi, sehingga dapat
Ancaman
Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang pajak restoran Adanya persepsi pelayanan pajak restoran belum maksimal dirasakan pengelola restoran
membuat keputusan alternatif strategi solusi agar organisasi dapat bejalan
Sumber : Data Primer (diolah)
1.00
dengan baik. Matriks EFE mempunyai nilai yang dibobot antara nilai 0,O (tidak
0.10
0.09
2.978
penting) sampai dengan 1,O (terpenting), bobot menunjukan kepentingan relatif
dari faktor tersebut agar dapat berhasil dalam organisasi dengan baik. Nilai
2
2
0.376
0.20
0.18
ratinglperingkat dalam EFE antara nilai 1 (ancaman otama) sampai dengan nilai 4
(peluang utama) dengan jumlah skor 2,s.
Pada matriks EFE yang telah didapatkan ini mempunyai jumlah skor 2,978
yang mempunyai nilailskor di atas rata-rata angka 2,s. Hal ini, menunjukan bahwa
dalam kajian ini kekuatan eksternal ini memiliki posisi yang kuat karena dapat
memanfaatkan peluang dan meminimalkan pengaruh negatif dari kekuatan
eksternal.
6.3. Tahap Pencocokan Alternatif Strategi
Tahapan ini digunakan untuk mencocokan altematif strategi yang akan
digunakan untuk memperoleh evaluasi strategi yang sesuai dengan pokok
permasalahan menggunakan Matriks SWOT, Matriks SPACE, dan Matriks IE.
Adanya tahapan ini memberikan gambaran bagaimana kecocokan strategi yang
akan diterapkan dalam Kajian Pembangunan Daerah ini.
6.3.1. Analisis SWOT Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak
Restoran
Pada strategi optimalisasi peningkatan pendapatan pajak restoran
ditemukan berbagai faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
berpengaruh terhadap peran dan perkembangan pelaksanaan kegiatan. Berikut ini
adalah rumusan strategi yang dihasilkan dari analisis internal dan eksternal, yaitu :
a. Strategi SO (Strengths-Opportunities)
Kekuatan yang dimiliki untuk optimalisasi peningkatan pendapatan pajak
restoran adalah adanya eksistensi pemerintah daerah dalam ha1 ini Dinas
Pendapatan sebagai penyelenggara pajak restoran. Selain itu, adanya konsistensi
pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan pajak restoran, adanya Perda
No. 2 Tahun 2002 tentang pajak restoran, adanya dukungan dari APBD dan
terdapat SDM di bidang pajak restoran.
Peluang yang dimiliki dalam optimalisasi peningkatan pendapatan pajak
restoran adalah adanya kebersediaan pengelola restoran menjadi WP dan
membayar sesuai dengan ketentuan. Adanya potensi dan kontribusi pajak restoran
yang besar, terdapat investasi jasa restoran yang tumbuh berkembang di Kota
Depok, masih adanya wilayah adminishatif yang belum tergali dengan maksimal
dan adanya posisi geografis strategis berbatasan dengan ibukota Jakarta.
b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities)
Kelemahan yang ada pada optimalisasi peningkatan pendapatan pajak
restoran adalah keterbatasan pemerintah Kota Depok dalam perencanaan potensi
subyek dan obyek pajak restoran, masih adanya variasi kemampuan SDM dalam
penyelenggaraan (pengumpulan, pengelolaan dan pelayanan) pajak restoran.
Selain itu, masih terbatasnya sarana dan prasarana dalam penunjang pengumpulan
dan masih kurangnya intensitas dalam sosialisasi dan penyuluhan.
Peluang yang dimiliki dalam optimalisasi peningkatan pendapatan pajak
restoran adalah adanya kebersediaan pengelola restoran menjadi WP dan
membayar sesuai dengan ketentuan. Adanya potensi dan kontribusi pajak restoran
yang besar, terdapat investasi jasa restoran yang tumbuh berkembang di Kota
Depok, masih adanya wilayah administratif yang belum tergali dengan maksimal
dan adanya posisi geografis strategis berbatasan dengan ibukota Jakarta.
c. Strategi ST (Sirengihs-Threats )
Kekuatan yang dimiliki untuk optimalisasi peningkatan pendapatan pajak
restoran adalah adanya eksistensi pemerintah daerah dalam ha1 ini Dinas
Pendapatan sebagai penyelenggara pajak restoran. Selain itu, adanya konsistensi
pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan pajak restoran, adanya Perda
No. 2 Tahun 2002 tentang pajak restoran, adanya dukungan dari APBD dan
terdapat SDM di bidang pajak restoran.
Ancaman yang terdapat pada optimalisasi peningkatan pedapatan pajak
restoran adalah masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang pajak restoran.
Selain itu, adanya persepsi pelayanan pajak restoran belum maksimal dirasakan
pengelola restoran.
d. Strategi WT ( Weaknesses-Threats)
Kelemahan yang ada pada optimalisasi peningkatan pendapatan pajak
restoran adalah keterbatasan pemerintah Kota Depok dalam perencanaan potensi
subyek dan obyek pajak restoran, masih adanya variasi kemampuan SDM dalam
penyelenggaraan (pengumpulan, pengelolaan dan pelayanan) pajak restoran.
Selain itu, masih terbatasnya sarana dan prasarana dalam penunjang peng~~mpulan
dan masih kurangnya intensitas dafam sosialisasi dan penyuluhan.
Ancaman yang terdapat pada optimalisasi peningkatan pedapatan pajak
restoran adalah masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang pajak restoran.
Selain itu, adanya persepsi pelayanan pajak restoran belum maksimal dirasakan
pengelola restoran.
membayar sesuai dengan ketentuan.
2. Potensi don kontribusi
Tabel 61. Matriks SWOT Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
pajak restoran yong besar
3. Investasi jasn restoran Nmbuh berkembane di - Kota Depok
4. Masih adanva wilavah
Kelemahan (Weaknesses)
1. Ketcrbatasan Pcmerintah Kota Depok dalam percncanaan potensi subyek dan obyek pajak resloran
2. Masih ada variasi kemampuan SDM dalam penyelenggaraan (pengumpulan, pengelolaan dan pelayanan) pajak restoran.
3.Tcrbatasnya sarana dan prasarana dalam penunjang pengumpulan dan pengelolaan pajak restomn
4. Kurangnya intensilas dalam sosialisasi dan penyuluhan
Strategi Menanggulaogi Kelemahan Dengan
hlcmanfaatkan Peluang (W-0)
1. M e m a n f a a h perkembangan jasa restomn sebagai potensi wajib oaiak yang taat. (WI.W2,W3,W4,
IFE Internal Factor
Evaluation
External Factor Evaluation
Peluang (Opportunities) '
1. Kebcnediaan pcngelola rcstoran menjadi WP dan
administratif yang belum tergali dengan
Kekuatan (Strengths)
1. Eksistensi Pemcrintah Daerah Kota Dcpok dalam hal ini Dinas Pendapatan sebagai pcnyelcnggara pajak restoran.
2. Konsistensi Pemerintah Daerah dalam peningkalan pendapatan pajak restoran.
3. Adanya Perda No.2 Tahun 2002 tentang pajak restoran
4. Dukungan dari APED 5. SDM di bidang pajak restoran
Strategi Memakai Kekuatan Untuk Memanfaatkan Peluang (S-0)
1. Menciptakan kemampuan manajemen yang maksimal dan oenataan birokrasi dalam
maksimal. 5. Posisi geografis
strategis berbatasan dengan ibukota Jakarta
Pendapatan di tiap Kantor Kecamatan untuk mcmudahkan oelavanan. ~s1,i2,~~,~4,~~,o1,o2,o~,o4)
3. Mcmberikan kebiiakan lrhusus berupa kcringan& untuk tidak dipungut sementara waktu bagi investor restoran yang barn berdiri. (Sl,S2,S3,01,02,03)
4. Memberikan penghargaan kepada
sarana pmarana dalam penyelenggaraan PAD pajak restoran. (Wl,W2,W3,W4,02.04)
3. Meningkatkan sosialisasi, suwei dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pajak restoran (W1,W2,W3,W4,0l,O2.03,04)
1. Masih kwangnya pemahaman masyarakat tentang pajak restomn.
2. Adanya persepsi pelayanan pajak rcstoran belum maksimal dirasakan pcngelola rcstoran.
Sumber : Data Primer ( d i ~
I I
1. Meninakakan koordinasi dan I 1.Mewuiudkan manaieman
Ancaman (Threats)
kerjas&a antar instansi terkait pelay&an publik den@ (SI,S2,S3,S4,S5,Tl) kemudahan akses, peningkatan
2. Peneazkkan su~remasi hukum dan I kualitas nelavanandan oeran sena
Strategi Memakai Kekuatan Uotuk Rlengatasi Anesman (S-T)
- memberikm pengerlian mengenai pajak restoran (Sl,S2,S3,S4,SS,TI,T2)
Strategi Memperkecil Kelemahan dao Mcngatasi Ancaman (W-T)
masyarakat (W~,W~,W~,TI ,TZ) 2. Sinkronisasi data antar instansi
terkait agar mempunyai data base yang valid dan terinci. (WI,W2,W3,Tl)
Pada Tabel 61 terlihat bahwa strategi yang berguna untuk menggambarkan
peluang dan ancaman ekstemal yang dihadapi dalam peningkatan pendapatan
pajak restoran yang disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan pada Pemerintah
Kota Depok adalan sebagai berikut :
1. Menciptakan kemampuan manajemen yang maksimal dan penataan
birokrasi dalam penyelenggaraan pajak restroan.
2. Membuka penvakilan Dinas Pendapatan di tiap Kantor Kecamatan untuk
memudahkan pelayanan.
3. Memberikan kebijakan khusus berupa keringanan untuk tidak dipungut
sementara waktu bagi investor restoran yang baru berdiri.
4. Memberikan penghargaan kepada wajib pajak restoran yang membayar
sesuai dengan ketentuan.
5. Memanfaatkan perkembangan jasa restoran sebagai potensi wajib pajak
yang taat.
6 . Penambaban kualitas dan kuantitas SDM serta perbaikan sarana prasarana
dalam penyelenggaraan PAD pajak restoran.
7. Meningkatkan sosialisasi, survei dan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai pajak restoran
8. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar instasi terkait
9. Penegakkan supremasi hukum d m memberikan pengertian mengenai
pajak restoran
10. Mewujudkan manajeman pelayanan publik dengan kemudahan akses,
peningkatan kualitas pelayanan dan peran serta masyarakat.
11. Sinkronisasi data antar instansi terkait agar mempunyai data base yang
valid d m terinci.
6.3.2. Matriks SPACE (Strategic Position and Action Evaluation)
Matriks SPACE merupakan matriks sebagai alat pencocokan, yang terdiri
atas empat kuadran yang menunjukan apakah strategi agresif, konservatif, defentif
atau bersaing. Pencocokan ini berguna untuk sebuah organisasi, dalam ha1 ini
pada Dinas Pendapatan Daerah sebagai penyelenggara pajak restoran.
Tabel 62. Variabcl Penyusunan Matriks SPACE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
dengan ketentuan.
2. Investasi jasa restoran tumbuh berkembang di Kota Depok 3. Masih adanya wilayah adminishatif yang belum tergali deng
Sumber : Data Primer (diolah)
Sumbu Matriks SPACE mengga~nbarkan dua dimensi internal (kekuatan
keuangan PS , financial strength] dan keunggulan bersaing [CA, competitive
advantage] dan dua dimensi ekstemal stabilitas lingkungan [ES, Environmental
stability] dan kekuatan industri [IS, industry strength]). Untuk nilai dimensi FS
dan IS diberi nilai mulai +I (terburuk) sampai +6 (terbaik) dari masing-masing
variabel dan untuk nilai dimensi ES dan CA diberi nilai -1 (terbaik) sarnpai -6
(terburuk). Setelah didapatkan hasil dan nilai per variabel untuk faktor penyusun
CA, FS, ES dan IS, maka tahap berikutnya adalah mengetahui nilai rata-rata per
variabel tersebut, sebagai berikut :
Tabel63. Faktor Penyusun Mahiks SPACE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
Kesimpulan yang didapatkan diperoleh dari perhitungan rata-rata faktor
Faktor Penyusun Matriks SPACE 1. Keunggulan Kompetitif (CA) 2. Kekuatan Finansial (FS) 3. Stabilitas Lingkungan (ES) 4. Kekuatan Industri (IS)
penyusun Matriks SPACE adalah
Koordinat vektor penunjuk arah sumbu x (CAMS) = (-1) + (5) = 4
Sumber : Data Primer (diolah)
Jumlah Nilai -2 18 -9 20
- Koordinat vektor penunjuk arah sumbu y (FS&ES) = (6) + (-3) = 3
Nilai Rata-rata -1 6 -3 5
Setelah didapatkan hasil perhitungan koordinat berdasarkan faktor-faktor
penyusun Matriks SPACE tersebut, diperoleh gambar Matriks SPACE terletak
pada koordinat (4,3), dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3. Matriks SPACE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
Pada Gambar 3 terlihat bahwa kesimpulan bahwa strategi yang dihasilkan
oleh matriks SPACE ini adalah strategi dalam tipe strategi agresif. Pemerintah
daerah berupaya melakukan perbaikan rnanajeman penyelenggaraan pajak
restoran, melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak restoran dan penerapan
sanksi hukum Perda dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM dan sarana
prasarana sehingga tercipta pelayanannya kualitas pelayanan prima seiring
peningkatan pemaharnan masyarakat mengenai pajak restoran.
6.3.3. Matriks Internal-Eksternal (IE) Optimalisasi Peningkatan
Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total nilai IFE yang
diberi bobot pada sumbu x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu y.
Pada sumbu x matriks IE, total nilai IFE yang diberi bobot 1,O sampai dengan
1,99 menunjukan posisi internal yang lemah, nilai 2,00 sampai 2,99 dianggap
sedang, dan nilai 3,O sampai 4,O kuat. Demikian juga pada sumbu y total nilai
EFE yang diberi bobot 1,O sampai 1,99 dianggap rendah, nilai 2,00 sampai 2,99
sedang dan nilai 3,00 sampai 4,00 tinggi.
Dari Tabel 61 dan Tabel 62 tentang Matirks IFEEFE didapatkan nilai total
IFE adalah 3,14, ha1 ini menunjukan posisi internal yang kuat dan untuk nilai total
EFE adalah 2,89 ha1 ini menunjukan posisi eksternal yang sedang.
Total Nilai IFE
Kuat Sedang Lemah
3,OO-4,OO 2,OO-2,99 1,OO-1,99
4,O 3,O 7.8 1,O
.- Sedang 4
Gambar 4. Matriks IE Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
Gambar 4 memperlihatkan nilai tumbuh dan bina yang terdapat pada sel
empat. Pada strategi ini diharapkan untuk dapat melakukan intensifikasi
maksudnya dengan cara menghitung potensi seakurat mungkin, maka target
penerimaan bisa mendekati potensinya dan melakukan penetrasi pasar dengan
maksud bagaimana pajak restoran ini dapat diterima masyarakat khususnya
pemilik atau pengelola restoran.
6.4. Tahap Keputusan Strategi
Tahap keputusan ini menggunakan matriks QSP, selain untuk membuat
peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas dan rnenetapkan daya tarik
relatif dari tindakan alternatif layak. QSPM yang digunakan dalam kajian ini
menggunakan input dari matriks IFEIEFE, Analisis SPACE, dan ~ a t r i k s IE.
QSPM adalah alat untuk memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi
strategi aiternatif secara obyektif, berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk
sukses ektemal dan internal. Secara konsep QSPM menentukan daya tarik dari
berbagai strategi berdasarkan pada sejauh mana faktor-faktor secara kritis
ekstemal dan internal dimanfaatkan atau diperbaiki.
6.5. Rancangan Program Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak
Restoran di Kota Depok
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan
amanat Undang-undang bahwa pemerintah daerah harus dapat mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pernbantuan, diarahkan untuk mempercepat tenvujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adanya pemasukan dari pajak restoran diharapkan dapat bermanfaat untuk
meningkatkan kemampuan dalam pembiayaan pembangunan, mendorong laju
pembangunan daerah serta mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Depok dan untuk
lebih menggali potensi pajak restoran yang belum terkelola secara optimal, maka
diperlukan penguasaan program secara hersama dan terpadu dari semua
stakeholders yang terkait baik dari pihak pemerintah, swasta dan masyarakat
pengguna restoran pada umumnya. Adapun prioritas program strategi yang
didapatkan adalah :
1 . Menciptakan kemampuan manajemen yang maksimal dan penataan
birokrasi dalam penyelenggaraan pajak restoran (TAS = 6,907)
2. Meningkatkan sosialisasi, survei dan penyuluhan kepada masyarakat
~nengenai pajak restoran. (TAS = 6,665)
3. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar instansi terkait. (TAS =
6,661)
4. Mewujudkan manajemen pelayanan publik dengan kemudahan askes,
peningkatan kualitas pelayanan dan peran serta masyarakat. (TAS = 6,658)
Dari keempat rancangan prioritas strategi yang didapatkan tersebut apabila
dilaksanakan dengan terpadu, terintegrasi dan sistematis akan menciptakan
optimalisasi peningkatan pendapatan pajak restoran. Keempat ha1 tersebut
merupakan strategi untuk tumbuh dan bina dengan memanfaatkan kekuatan yang
dimiliki, peluang yang ada dengan mengatasi kelemahan internal dan menghindari
ancaman ekstemal, dimana kebijakan atau kegiatan yang telah berjalan selama ini
untuk terus dikembangkan dan dibina sebagai solusi untuk meningkatkan
pendapatan pajak restoran di Kota Depok.
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian mengenai optimalisasi peningkatan pendapatan
pajak restoran di Kota Depok , terdapat beberapa kesimpulan yaitu :
1. Secara umum penerimaan pajak restoran di Kota Depok selalu melebihi
target yang ditetapkan, namun penetapan target tersebut belum dapat
inenggambarkan perkembangan restoran yang sesungguhnya dan
penetapan pajak restoran mengacu kepada pendapatan dari tahun
sebelumnya. Hasil s u ~ e i yang dilakukan terdapat tiga tipe restoran yaitu
restoran tipe kecil, tipe menengah dan tipe besar. Perkiraan potensi
pendapatan pajak restoran untuk tahun 2006 yang seharusnya didapatkan
ilu sebesar Rp 27.658.870.800,OO dari realisasi yang diperoleh sebesar
Rp 12.864.057.723,OO. Terjadinya selisih jumlah pajak restoran antara
potensi dengan realisasi ini mengakibatkan Pemerintah Kota Depok
kehilangan Rp 14.794.813.077,OO pada tahun 2006.
2. Berdasarkan persepsi pengelola restoran untuk dapat berpartisipasi dalam
optimalisasi peningkatan pendapatan pajak restoran adalah penting dengan
bersedia menjadi wajib pajak dan mernbayar pajak sebesar 10% dari omzet
yang diperoleh. Pengelola restoran berharap lebih sering diadakan
sosiatisasi dan penyuluhan tentang Perda pajak restoran dan
mengharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan pelayanannya. Cara
pembayaran pajak restoran hampir semua pengelola restoran
menginginkan pembayaran langsung tunai ke loket Dinas Pendapatan
Daerah dengan alternatif pembayaran melalui Bank Jabar sebagai kas
daerah yang ditunjuk pemerintah daerah.
3. Manajemen penyelenggaraan pajak restoran dalam ha1 ini Dinas
Pendapatan belum mempunyai database yang akurat dan terinci tentang
obyek dan subyek pajak restoran, ha1 ini karena belum sepenuhnya
dilakukan koordinasi dan sinkronisasi antar instansi terkait, sehingga
potensi yang ada belum tergali secara maksimal. Pemerintah daerah juga
masih mempunyai keterbatasan dalam penentuan potensi / target,
penegakkan hukum Peraturan Daerah, sosialisasi dan penyuluhan
Peraturan Daerah, kurangnya sarana prasarana penunjang penyelenggaraan
pajak restoran, terbatasnya jumlah aparatur dan adanya variasi
kemampuan SDM pajak restoran. Dinas Pendapatan mempunyai andil
yang sangat besar dalam penentuan potensi / target, pelaksanaan, evaluasi
sampai kepada pengawasan intern pelaksanaan pajak restoran.
4. Rancangan program strategi yang didapatkan untuk optimalisasi
peningkatan pendapatan pajak restoran meliputi :
a. Menciptakan kemampuan manajemen yang maksimal dan
penataan birokrasi dalarn penyelenggaraan pajak restoran
b. Meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai pajak restoran.
c. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar instansi terkait.
d. Mewujudkan manajemen pelayanan publik dengan kemudahan
askes, peningkatan kualitas pelayanan dan peran serta
masyarakat.
7.2. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil pembahasan analisa dalam optimalisasi peningkatan
pendapatan pajak restoran di Kota Depok, didapatkan kebijakan meliputi :
1. Diperlukan koordinasi dan kerjasama secara berkala antar instansi terkait
yang menangani jasa 1 usaha restoran karena pemerintah daerah harus
mempunyai data yang valid dan terinci mengenai obyek, subyek atau
wajib pajak restoran seiring perkembangan dunia usaha restoran di Kota
Depok. Diharapkan dengan mempunyai data tersebut dapat menjadi dasar
untuk penentuan potensi target yang sesuai realisasi sebenarnya dengan
meningkatkan peran serta masyarakat.
2. Pemerintah Daerah Kota Depok khususnya Dinas Pendapatan diharapkan
mempunyai program untuk menciptakan manajemen pelayanan publik
sebagai penyelenggaraan pajak restoran dengan menerapkan budaya good
governance. Selain itu, Pemerintah Daerah hams meningkatkan
pengetahuan dan wawasan SDM baik melalui program formal maupun
informal dengan didukung oleh APBD serta adanya penambahan sarana
prasarana penunjang penyelenggaraan pajak restoran.
3. Adanya persepsi positif dari pengelola restoran tentang pajak restoran
inerupakan suatu peluang yang harus ditanggapi dengan baik dan serius
untuk meningkatkan pendapatan pajak restoran dengan memberikan
pelayanan prima kepada para pengelola restoran, selain itu untuk
menambah pengetahuan para pengelola restoran perlu dilakukan
sosialisasi dan penyuluhan yang efektif mengenai perpajakan restoran
secara periodik.
4. Dalam peningkatan penerimaan pajak restoran di Kota Depok ini
sebaiknya Pemerintah Kota Depok perlu mempertimbangkan
rekomendasikan dari hasil kajian ini, yaitu :
Tabel 64. Rekomendasi Kebijakan Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok
Uraian Strategi I Menciptakan kemampuan manajemen yang maksimal dan penataan
I birokrasi dalam penyelenggaraan pajak reitoran. Kendala I Budaya kerja ; variasi kemampuan SDM ; jumlah SDM terbatas ; sarana
. . - diiinginkan I efektif. Strategi I Meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
Solusi
Hasil yang
dan prasarana terbatas. Komitmen dari pimpinan ; perbaikan organisasi ; terdapat standarisasi kinerja manajemen ; dukungan APBD Peningkatan mutu manajemen dan adanya tupoksi organisasi yang lebih
I belum dapat dilaks&akansup~emasi hukum ~ e i d a . Solusi 1 FGD lingkup Dipenda ; lebih sering melakukan survei lapangan,
/ pajak restoran.
pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat secara periodik APBD ; adanya ketegasan ~ i h a k ~emerintah daerah dalam
Kendala
- I penerapan Perda. Hasil yang I Masyarakat Lerbina dan paham tentang pajak restonn dan terdapat sebuah
Terbatasnya anggaran ; terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM ; terbatasnya sarana penunjang ; masih kurang kesadaran masyarakat :
renrang pd.iak dacr3h khususnyu p~j&r~~turan. koordinasi {In ker.l~sama antar keeaoisun masine-masine - - - " I kurangnya ioordinasi dan kerjasama antar instansi. '
Solusi I FGD antar SKPD ; melakukan koordinasi dan keriasama antar instansi :
Hasil yang diiinginkan Strategi
, - , -~~~~ . ~~~~~~~~
ccxnawn unluk mendekatkm dalarn pclnynnan kepada mns)ankat. Ilasil )ang .4d;nya inswnsi satu awp Jdam hiding pelabawn. terda~ar scbuab situs
adanya sistem online antar instansi termasuk dengan Bank Jabar ; dukungan APBD. Terdapat sinkronisasi data yang cepat, akurat, terinci, dan terbaru.
Mewujudkan manajemen pelayanan publik dengan kemudahan askes.
Kendala Solusi
peningkatan kualitas pelayanan dan peran serta masyarakat. Budaya kerja ; variasi kemampuan SDM ; kesadaran masyarakat kurang. Komitmen dari pimpinan ; perbaiki manajemen pelayanan ; dukungan APBD : membuka ~envakilan Dinenda atau vane seienis di tian kantnr
diiinginkan informasi tentang pajak yang d a p c 'diakses kasya;akat luas dan terciptanya pelayanan prima kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Astabrata, D.Gede. 2002. Analisa Tentang Peranan Pajak Hotel dun Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Bapeda dan BPS Kota Depok. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menzrrut Lapangan Usaha 2000-2004. Bapeda dan BPS Kota Depok.
Bapeda Kota Depok. 2007. Kota Depok Dalam Angka 2006. Bapeda Kota Depok.
Bhirawa HA. 2002. Pelahanaan Penagihan Aktif Pajak Hotel dun Restoran (Studi Kasus di Dinas Pendapatan DKI Jakarla). Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
David, R. Fred. 2002. Manajemen Strategis : Konsep. PT. Ikrar Mandiri Jakarta.
Deka Mandiri. 2006. Kumpulan Peraturan Keuangan Daerah. Deka Mandiri Jakarta.
Departemen Dalam Negeri. 2001. Peraturan Pernerintah Republik Indonesia Nonzor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah. Dapartemen Dalam Negeri.
Dinas Pendapatan Kota Depok. 2005. Sosialisasi Pajak Daerah. Dinas Pendapatan Kota Depok.
. 2007. Laporan Realisasi Pendapatan Kota Depok Tahun 2000-2006. Dinas Pendapatan Kota Depok.
Hernawati DT. 1997. Pendekatan Multikzrltural Untuk Penyempurnaan Kur-ikulum Nasional. Makalah pada Seminar Pengembangan Kurikulum (tidak dipublikasikan).
Irawan, Handi. 2002. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Kaho JR. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. PT. Raja Gratondo. Cetakan Keempat. Jakarta
Kanparsenibud Kota Depok. 2004. Prosedur Perijinan Usaha Jasa dun Sarana Pariwisata. Kanparsenibud Kota Depok.
Koirudin. 2005. Sketsa Kebijakan Desenlralisasi Di Indonesia. Averroes Press Malang.
Lestary, L. Kaena. 2004. Kajian Tentang Aspirasi dun Persepsi Mahasiswa TPB- IPB Terhadap Program Multi Budaya - CUM - Asrama TPB-IPB. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Nasution S. 2006. Metode Research (Penelitian Ilnziah). Bumi Aksara Jakarta.
Pemerintah Kota Depok. 1999. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah Dan Penerimaan Pendapatan Lain-lain. Dapartemen Dalam Negeri.
. 2002. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Restoran dun Pajak Parkir. Pemerintah Kota Depok.
,2005. Program Pendanaan Kotnpetisi (PPK) Akselerasi Pencapaian IPM 80 Jmva Barat Pada Tahun 2010 : Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kota Depok Dalatn Menunjang Pencapaian IPM Jmva Barat. Proposal Evaluasi Diri. Pemerintah Kota Depok.
Rahman, Abdul. 2005. Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dalam Kerangka Pelakranaan Otonomi Daerah di Kabupaten Palalowan. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Rangkuti, Freddy. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis (Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21). Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
. 2002. Measuring Consumer Satisfaction : Teknik Mengukur dun Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan. Penerbit PI'. Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Soelamo, Slamet. 1993. Administrasi Pendapatan Daerah.
Soetrisno. 1987. Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara. BPFE UGM Yogyakarta.
Sumyar. 2003. Dasar-dasar Hukum Pajak dan Perpajakan. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Sutarso, Eko. 2004. Prospek Pengelolaan Retribusi Kebersihan Di Kota Pekanbaru Propinsi Riau. Sekolah Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Syamsurizal. 2004. Sfrategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Kerangka Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Indragiri Hilir. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Usman H, Akbar PS. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara Jakarta.
Walgito, Bimo. 2003. Pengatar Psikologi Umum. Penerbit Andi Yogyakarta.
Widayat, Wahyu. 1994. Maksimalisasi Pendapatan Asli Daerah Sebagai Kekuatan Ekonomi Daerah. Jurnal Akuntansi dan Manajemen edisi September 1994.
Wiratmo, Masykur. 2001. Manajemen Penggalian Potensi Penerimaan Daerah. Makalah disampaikan pada Workshop Manajemen Perencanaan Penerimaan Daerah, Kerjasama antara SIAGA Project dan STIE Kerjasama Yogyakarta.
LAMPIRAN 1. KUESIONER PEMDA (Tahap I)
KAJIAN PEMBANGUNAN DAERAH OPTIMALISASI PENTNGKATAN PENDAPATAN PAJAK RESTORAN DI
KOTA DEPOK
Unit Kerja Responden :
POTENSI PAD
1. Menurut Anda, kriteria apa saja yang diperlukan dalam menentukan besarnya potensi PAD?. (Beri tanda V pada pilihan jawaban Anda, boleh menjawab lebih dari satu jawaban).
2. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Pemda dalam menentukan potensi PAD?
3. Sejauh mana keterlibatan pihak-pihak di bawah ini dalam penentuan besarnya potensi PAD di Kota Depok?
Instansi
4. Bagaimana persepsi Anda mengenai potensi PAD di Kota Depok? A. Sangat realistik C. Tidak realistik B. Realistik D. Sangat tidak realistik
. . . . . - -. . "" , . DPRD
't I UIp"1lU" I I I I I
PENENTUAh' BESARNYA TARGET PAD
Sangat Tinmi
2 3
5
2. Sejauh mana keterlibatan pihak-pihak di bawah ini dalam penentuan besarnya target PAD di Kota Depok?
Tinggi Sedang
Walikota Bapeda n:.....3.
Bagian Ke,,nn*nn
Rendah Sangat Rendah
PELAKSANAAN TARGET PAD
7 8
9
10
Luasnya wilayah Peran Pemda masih lemah Penegakkan sanksi lemah Sistem pengumpulan informasi data masih bclum memadai
1. Sejauh mana keterlibatan pihak-pihak berikut ini dalam usaha pencapaian target PAD?
17 18
19
1 2 3
No
4 5
C
Tinggi
DPRD Walikota Bapeda Dipenda Bagian Keuangan
Instansi Sangat Tinorri
Sedang z ... 66. -.-..--.a
Rendah Sangat R ~ n A a h
2. Usaha-usaha apasaja yang ditempuh dalam mencapai target PAD?
3. Kendala-kendala apasaja yang dijumpai dalam pelaksanaan target?
12 13 14 15
Studi banding ke daerah lain yang lebih tinggi PAD-nya Lainnya .... ...
Jawaban No 1 2 3
Kendala Pelaksanaan Target Rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak Masih kurangnya sarana dan prasarana penunjang Kemampuan dan pengetahuan tenaga pemungut yang
PENGAWASAN PENCAPAIAN TARGET PAD
1 . Sejauh mana keterlibatan pihak-pihak berikut ini dalam pengawasan pencapaian target PAD?
I No I Instansi I Sangat I Tinggi / Sedang I Rendah I Sangat I
- I Keuangan I 2. Bagaimana persepsi Anda terhadap efektifitas pengawasan dalam
pencapain target PAD?. a. Sangat realistik C. Tidak realistik b. Realistik D. Sangat tidak realistik
3. Kendala apasaja yang dihadapi dalam pengawasan pencapaian target PAD?.
No - I 2
~ c n d a i a I'engawasan - - - - --- - -. . . -. . . .- . . . ~ a w a b a n i Kurangnya data subyek dan obyek pungut Kesadaran masyaraka~ masih rendah .... ..
3 4 5
SDM kurang menguasai tentang pajak Data yang diterima kurang maksimal Transportasi
6 7 8 9 10 3 ,
Sanksi lemah Instansi kurang efektif Administrasi dan pelaporan belum baik Tidak sepenuhnya tarif pajak diberlakukan
EVALUASI PENCAPAIAN TARGET PAD
1. Menurut Anda, kriteria apa' saja yang digunakan dalam mengevaluasi/mengukur kinerja PAD?
2. Siapakah pihak-pihak yang terlibat dalam evaluasi pencapaian PAD?
EVALUASI PENCAPAIAN TARGET PAD
1. Menurut Anda. kriter mengevaluasi/mengukur kinerja PAD?
No Kriteria Evaluasi Kinerja PAD I Jawaban 1 Perlu adanya koordinas' -*+-, Q K D n I
3 4 1 rjlaya operaslonar 5 1 Sulitnya menoana
.
3. Kendala apa saja yang dihadapi dalarn evaluasi pencapaian target pajak daerah?
4. Faktor-faktor apasaja yang menyebabkan realiasi di bawah target yang telah ditetapkan? a. b. C.
d. e.
5. Tindakan apasaja yang diambil jika realiasasi PAD di bawah target yang telah ditetapkan? a. b. C.
d. e.
6. Jika tidak pernah, faktor-faktor apasaja yang menyebabkan realiasasi PAD selalu dapat mencapai target yang telah ditetapkan? a. b. C.
d. e.
LAMPIRAN 2. KUESIONER PEMDA (Tahap 11)
KAJIAN PEMBANGUNAN DAERAH OPTIMALISASI PENINGKATAN PENDAPATAN PAJAK RESTORAN DI
KOTA DEPOK
Unit Kerja Responden
Penentuan Rating
Nilai 1 1 2 I 3 I 4
No.
1
Faktor Startegis Internal
Kekuatan Eksistensi Pemerintah Daerah Kota Depok dalam ha1 ini Dinas Pendapatan sebagai penyelenggara
2
Keterangan : Tingkat Nilai 1. Kelemahan utama 2. Kelemahan kecil 3. Kekuatan kecil 4. Kekuatan utama
pajak restoran Konsistensi pemerintah daerah dalam peningkatan pendapatan pajak restoran Adanya Perda No. 2 Tahun 2022 tentang Pajak Restoran
4 5
Dukungan dari APBD SDM di bidang pajak restoran
I
I
Yenentuan Rating
Keterangan : Tingkat Nilai : 1. Superior 2. Diatas rata-rata 3. Rata-rata 4. Jelek
2
Ancaman Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang pajak restoran Adanya persepsi pelayanan pajak restoran belum maksimal dirasakan pengelola restoran
LAMPIRAN 3. MATRIKS EFIIEFE
a. Pembobotan IFE
Penentuan Tingkat Rating
4
Kota Depok dalam perencanaan potensi subyek dan obyek pajak restoran Masih adanya variasi kemampuan SDM dalam penyelenggaraan (pengumpulan, pengelolaan dan pelayanan) pajak restoran Terbatasanya sarana dan prasarana dalam penunjang penyelenggaraan pajak restoran Kurangnya intensitas dalam sosialisasi dan penyuluhan
Dukungan dari APBD
SDM di bidang pajak restoran Keiemahan Keterbatasan Pemerintah
5 3 0 0
4 4 0 0
3 5 0 0
2 6 0 0
0 0 2 6
0 0 3 5
8
8
8
8
Total
8
8
1
2
2
2 25
4
4
O'OS6
0'06'
0'066
0.07'
O ' lS2
0.077
0.091
0.107
0.124
0.571
0.534
b. Matriks IFE
a Perda No. 2 Tahun 2022
1
2
3
4
subyek dan obyek pajak restoran Masih adanya variasi kemampuan SDM dalam penyelenggaraan (pengumpulan, pengelolaan dan pelayanan) pajak restoran Terbatasanya sarana dan prasarana dalam penunjang penyelenggaraan pajak restoran Kurangnya intensitas dalam sosialisasi dan penyuluhan Jumlah
0.056
0.061
0.066
0.071 1.00
1
2
2
2
0.077
0.091
0.107
0.124 3.143
c. Pembobotan EFE
Penentuan Tingkat Rating
d. Matriks EFE
WP dan membayar sesuai dengan -
ketentuan 0.17 Potensi dan kontribusi pajak restoran yang
No.
. - . - besar 0.16 Investasi iasa restoran tumbuh bcrkcmbang di Kota Ilepok I 0.16 . . . . .. - . . ... Masih adanvawilavah administrasi vanE
Faktor Startegis Eksternal Peluang Kebersediaan venaelola restoran meniadi
Bobot
1
. -
2 1 restoran
Rating
2
0.09 1 2 1 0.18
Skor 2.60
0.20 tentang pajak restoran Adanya persepsi pelayanan pajak restoran belum maksimal dirasakan pengelola
0.10
2.978 I Jumlah 1.00 1
LAMPIRAN 4. MATRZKS QSP
7
8
9
10
11
12
l3
l 4
15
16
dalam perencanaan potensi subyek dan obyek pajak restoran Masih ada variasi kemarnpuan SDM dalam penyelenggaraan (pengumpulan, pengelolaan dan pelayanan) pajak restoran Terbatasnya sarana dan prasarana dalam penunjang pengumpulan dan pengelolaan pajak restoran Kurangnya intensitas dalarn sosialisasi dan penyuluhan
Peluang (Opportunity) Kebersediaan pemilik rumah makan menjadi WP dan membayar sesuai dengan ketentuan Potensi dan kontribusi pajak restoran yang besar Investasi jasa rumah makan tumbuh berkembang di Kota Depok
Masih adanya wilayah ad~ninistratif yang belum tergali dengan maksimal
Posisi geografis strategis berbatasar~ dengan ibukota Jakarta
Ancaman (Threat) Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang pajak restoran Adanya persepsi pelayanan pajak restoran belum maksimal dirasakan pengelola restoran
Jumlah Nilai Daya Tarik (TAS)
0.061
0.066
0.071
0.17
0.16
0.16
0.16
0.16
O.l
0.09
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
0.183
0.198
0.213
0.510
0.640
0.480
0.480
0.480
0.300
0.270
6.907
Matriks QSPM (lanjutan)
11
12
13
14
Ancaman
15
16
0.16
0.16
0.16
0.16
0.1
0.09
3
3
4
3
3
3
0.480
0.480
0.640
0.480
0.300
0.270
6.470
3
3
2
2
3
3
0.480
0.480
0.320
0.320
0.300
0.270
6.079
3
3
3
3
3
3
0.480
0.480
0.480
0.480
0.300
0.270
6.323
Matriks QSPM (lanjutan)
0.168
0.183
0.198
0.284
0.5 10
0.640
0.480
0.480
0.320
0.300
0.270
6.665
3
4
4
4
3
3
2
3
2
2
3
6
7
8
9
Peluang
10
11
12
13
14
Ancaman
15
16
3
2
2
3
3
4
3
3
4
3
3
0.056
0.061
0.066
0.071
0.17
0.16
0.16
0.16
0.16
0.1
0.09
0.168
0.244
0.264
0.284
0.510
0.480
0.320
0.480
0.320
0.200
0.270
6.525
0.168
0.122
0.132
0.2 13
0.510
0.640
0.480
0.480
0.640
0.300
0.270
6.493
3
3
3
4
3
4
3
3
2
3
3
Matriks QSPM (lanjutan)
Strategi
Kekuatan
1
2
3 4 5
Kelemahan
6
7
8
9
Peluang 10
11
12
13
14
Ancaman 15
16
Bobot
0.152
0.147
0.147 0.152 0.147
0.056
0.061
0.066
0.071
0.17
0.16
0.16
0.16
0.16
0.1
0.09
Strategi
AS
4
4
4 4 3
3
3
3
3
4
3
3
2
2
3
3
,
9 TAS
0.609
0.589
0.589 0.609 0.442
0.168
0.183
0.198
0.213
0.680
0.480
0.480
0.320
0.320
0.300
0.270
6.450
Strategi
AS
4
4
4 4 3
3
4
3
3
3
4
3
3
2
3
3
Strategi
AS
4
4
4 4 4
3
3
3
4
3
3
3
3
2
3
3
,
8
TAS
0.609
0.589
0.589 0.609 0.442
0.168
0.244
0.198
0.213
0.510
0.640
0.480
0.480
0.320
0.300
0.270
6.661
10 TAS
0.609
0.589
0.589 0.609 0.589
0.168
0.183
0.198
0.284
0.5 10
0.480
0.480
0.480
0.320
0.300
0.270
6.658
Strategi
AS
4
4
4 3 3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
2
,
11
TAS
0.609
0.589
0.589 0.457 0.442
0.168
0.183
0.198
0.213
0.680
0.480
0.480
0.480
0.480
0.300
0.180
6.527
LAMPIRAN 5. KUESIONER NON WAJIB PAJAK
BAGIAN A
DATA RESPONDEN
A. Pemilik I Pengelola
1. Nama
2. Jenis Kelamin : (Laki-laki / Perempuan)
3. Umur tahun.
4. Tingkat Pendidikan terakhir pemilik/pengelola :
(SLTP / SLTA / Diploma / S1/ S2 / S3 )
5. Lama menetap di Depok : tahun
Restoran I Rumah Makan
Nama Restoran
Alamat Restoran
Lama Restoran ini Berdiri
Jumlah tempat duduk buah
Jam kunjungan ramai jamihari
Jam kunjungan tidak ramai jadhari
Jumlah kunjungan ramai orandjam
Jurnlah kunjungan tidak ramai orandjam
Jumlah hari ramai dalarn seminggu : hari
Type rumah makan : (Fastfood / Tradisional)
Jenis makanan yang dijual
Jumlah pekerja orang
Status kepemilikan : Pribadi / Persekutuan (WaralabaNon Waralaba)
Status penggunaan gedung : ( Sendiri / Sewa I Pinjam )
Status badan hukum : (Tidak Ada / Ada : .................................... 1
BAGIAN B
DAFTAR PERTANYAAN
1 . Menurut Anda apakah partisipasi pengusaha restoran untuk membayar pajak
dalam peningkatan PAD kota itu penting ?
a. sangat penting c. ragu-ragu e. sangat tidak penting
b. penting d. tidak penting
Apa alasan anda menjawab demikian?
2. Apakah Anda bersedia menjadi wajib pajak ?
a. sangat bersedia c. ragu-ragu e. sangat tidak bersedia
b. bersedia d. tidak bersedia
Apa alasan anda menjawab demikian?
3. Apakah Anda bersedia membayar pajak restordrumah makan dari
pendapatan yang diperoleh ?.
a. sangat bersedia c. ragu-ragu e. sangat tidak bersedia
b. bersedia d. tidak bersedia
Apa alasan anda menjawab demikian?
4. Berapakah kira-kira kesanggupan membayar wajib pajak restoran?.
5. Apakah Pemerintah Daerah perlu mengadakan sosialisasi secara
berkesinambungan terhadap masyarakat mengenai pajak daerah?.
a. sangat perlu c. ragu-ragu e. sangat tidak perlu
b. perlu d. tidak perlu
Apa alasan anda menjawab demikian?
6. Setujukah Anda jika Pemerintah Daerah memberikan reward dan
punishment kapada para wajib pajak?.
a. sangat setuju c. ragu-ragu e. sangat tidak setuju
b. setuju d. tidak setuju
Apa alasan anda menjawab demikian?
7. Bila Anda nanti sudah sebagai menjadi wajib pajak bagaimana metode
pembayaran pajak yang diinginkan ?
- Langsung tunai dibayar sendiri ke Dipenda
- Melalui petugas pernungut pajak yang datang ke restoran Anda
- Melalui transfer melalui Bank Jabar
- Melalui online internet
- Atau : .......................................................
LAMPIRAN 6. KUESIONER WAJIB PAJAK
BAGIAN A
DATA RESPONDEN
B. Pemilik I Pemgelola
6. Nama
7. Jenis Kelamin : (Laki-laki I Perempuan)
8. Umur tahun.
9. Tingkat Pendidikan terakhir pemiliWpenge1oia :
(SD / SLTP I SLTA / Diploma / S 1 / S2 I S3)
10. Lama menetap di Depok : tahun
B. Restoran I Rumall Makan
16. Nama Restoran
17. Alamat Restoran
18. Lama Restoran ini berdiri
19. Jumlah tempat duduk buah
20. Jam kunjungan ramai jamhari
21. Jam kunjungan tidak ramai jamlhari
22. Jumlah kunjungan ramai orangljam
23. Jumlah kunjungan tidak ramai orangljam
24. Jumlah hari ramai dalam seminggu : hari
25. Harga rata-ratalporsi : Rp. Iporsi
26. Type rumah makan : (Fastfood I Tradisional)
27. Jenis makanan yang dijual
28. Jumlah peke j a orang
29. Status kepemilikan : Pribadi / Persekutuan (WaralabaINon Waralaba)
30. Status penggunaan gedung : ( Sendiri / Sewa 1 Pinjam )
3 1. Status Badan Hukum : (Tidak Ada / Ada : .................................... 1
BAGIAN B
DAFTAR PERTANYAAN
1. Menurut Anda apakah partisipasi pengusaha restoran untuk membayar pajak
dalam peningkatan PAD kota itu penting ?
a. sangat penting c. ragu-ragu e. sangat tidak penting
b. penting d. tidak penting
Apa alasan anda menjawab demikian ?
2. Apakah Anda bersedia membayarkan pajak restoranlrumah makan sesuai
dengan tenggat waktu penagihan?
a. sangat bersedia c. ragu-ragu e. sangat tidak bersedia
b. bersedia d. tidak bersedia
Apa alasan anda menjawab demikian?
3. Apakah Anda bersedia meinbayar pajak restoradrumah makan sesuai
pendapatan yang diperoleh ?.
a. sangat bersedia c. ragu-ragu e. sangat tidak bersedia
b. bersedia d. tidak bersedia
Apa alasan anda menjawab demikian?
4. Bagaimana pelayanan pemungut pajak dalam ha1 ini Pemerintah Daerah
selama ini kepada Saudara sebagai wajib pajak ?
a. sangat tidak baik c. ragu-rap e. sangat baik
b. tidak baik d. baik
Apa alasan anda menjawab demikian ?
5 . Tingkat pajak daerah untuk pajak restoran adalah 10 % dari jumlah total
pendapatan pengusaha restoran, apakah Anda rasa cukup memberatkan ?.
a. sangat memberatkan c. ragu-ragu e. sangat tidak
memberatkan
b. memberatkan d. tidak
memberatkan
Apa alasan anda menjawab demikian ?
6. Apakah Perda No. 2 tahun 2002 tentang pajak daerah termasuk pajak
restoran perlu direvisi secara signifikan ?
a. sangat perlu c. ragu-ragu e. sangat tidak tahu
b. perlu d. tidak tahu
Apa alasan anda menjawab demikian ?
7. Apakah Pemerintah Daerah perlu mengadakan sosialisasi secara
berkesinambungan terhadap masyarakat mengenai pajak daerah?.
a. sangat perlu c. ragu-ragu e. sangat tidak perlu
b. perlu d. tidak perlu
Apa alasan anda menjawab demikian ?
8. Setujukah Anda jika Pemerintah Daerah memberikan reward dan
punishment kapada para wajib pajak?.
a. sangat setuju c. ragu-ragu e. sangat tidak setuju
b. setuju d. tidak setuju
Apa alasan anda menjawab demikian ?
9. Menurut Anda sebagai wajib pajak bagaimana metode pembayaran pajak
yang diinginkan ?
- Langsung tunai dibayar sendiri ke Dipenda
- Melalui petugas pemungut pajak yang datang ke restoran Anda
- Melalui transfer melalui Bank Jabar
- Melalui online internet
- Atau :
LAMPIRAN 7. DATA RESTORAN
=us Menara Group
-. . . . . . . . . . . . . . . . . . - . . . . .
20 21
22 23 24 25 26
Warung Bu Yanti RM Minanz Jaya Starbuck Coffce RM Soto Betawi Roti Boy Bakmie Mall Sarirnande
36 37 38 39 40
Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya
Hoasan Ayam Bakar Wong Solo -- Simpang Raya Barra Di Cafil Es Teler 77 Grarnedia
WP WP WP WP WP WP WP
Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya
survei survei survei
WP WP -- W WP WP
survei
DATA RESTORAN (lanjutan)
I ' i u ~ ~ l u r Pcsona Khay:ing~n TIC. Ilonald hloll , , , ,. .... . Jalnn Margonda f<o)%.._- Rhl. Oepok Kuring . . . . ...
79 ( RM. Cie Mie Malang I Jalan Margonda Raya 80 1 Dunkin Donuts Gramedia Jalan Margonda Raya 1 WP 1
DATA RESTORAN (lanjutan)
114 115 116
Corner Steak San Bakery Warung Shubuh
Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya Jalan Margonda Raya
NWP NWP NWP suwei
DATA RESTORAN (lanjutan)
DATA RESTORAN (lanjutan)
Jalan Akses Cibubur
Jalan Akses Cibubur
Jalan Akses Cibubur
183 184 185 186
RM. Family Resto Mc. Donald Hot CMM & Rollics RM. Mang Kabayan
Jalan Akses Cibubur Jalan Akses Cibubur Jalan Akses Cibubur Jalan Akses Cibubur
WP WP WP WP suwei
LAMPIRAN 8. DATA RESTORAN WILAYAH KAJIAN
DATA RESTORAN WILAYAH KAJIAN (lanjutan)
DATA RESTORAN WILAYAI-I KAJIAN (lanjutan)
SARlMANDE 6 1 3 0 0 1 7 1 7 BAS0 RAHAYU 1 1 1 1.5 I 68 1 l 7 RM. CIBLUK / I 1 0.25 1 IS0 1 3 1 9
DATA RESTORAN WILAYAI-I U J I A N (lanjutan)
Jml Org ,mlOrliSepi HargoraIa2 type Rsunai YR dibcli RM
DATA RESTORAN WLLAYAH KAJIAN (lanjutan)
DATA RESTORAN WILAYAH KAJIAN (lanjutan)
pempek P ~ I ~ ~ ~ ~ ~ ~ hsli 378 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 / 3 1 Amma Bakery I 1 2 1 2 1 2 1 I I 1 2 1 I Z / I I wmg satc solo ~ n * h%in I 1 3 1 4 1 4 1 1 1 1 4 1 1 2 1 1 1 3
top related