pacaran dalam perspektif hukum islam
Post on 05-Aug-2015
147 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PACARAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Makalah ini akan membahas tentang istilah yang sudah tidak asing lagi
bagi kalangan para remaja sekarang ini, yaitu “Pacaran”, meliputi definisi,
tipe-tipe pacaran, pacaran dalam perspektif hukum Islam dan konsep Islam
dalam mengatur remaja yang sedang jatuh cinta dan berkeinginan untuk
menikah.
Topik di atas penting untuk dibahas karena “pacaran” merupakan hal
yang sudah biasa dilakukan oleh sebagian besar orang terutama di kalangan
para remaja pada umumnya, baik yang bertujuan untuk menikah ataupun
hanya sebagai wadah untuk menikmati masa muda mereka, dimana mereka
sebenarnya ada yang tidak tahu bagaimana hukum “pacaran” itu yang benar
menurut agama. Selain itu, akibat dari “pacaran” juga tidak jarang yang
menimbulkan konflik dan juga merugikan berbagai pihak, diantaranya adalah
putus sekolah, hamil di luar nikah, pernikahan dini, aborsi bahkan ada juga
yang sampai bunuh diri. Oleh karena itu, penulis menganggap masalah
“pacaran” ini memang sangat penting untuk dibahas agar kita dapat
mengetahui dan memahaminya sesuai norma agama.
Berlatar belakang masalah tersebut di atas, maka penulisan makalah ini
kami beri judul “Pacaran Dalam Perspektif Hukum Islam”
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa definisi pacaran ?
2. Bagaimana tipe-tipe pacaran pada umumnya ?
3. Bagaimana pacaran dalam perspektif hukum Islam ?
4. Bagaimana konsep Islam mengatur hubungan sepasang remaja yang
sedang jatuh cinta ?
C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar kita mengetahui :
1. Definisi pacaran
2. Tipe-tipe pacaran pada umumnya
3. Pacaran dalam perspektif hukum Islam
4. Konsep Islam dalam mengatur hubungan sepasang remaja yang sedang
jatuh cinta
BAB IIPACARAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Definisi Pacaran
Pacaran dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “pacar”,
yang kemudian diberi akhiran–an. Terdapat beberapa pengertian pacaran
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu :
a. Pacar (n) : teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih ; kekasih,
b. Berpacaran : bercintaan, berkasih-kasihan,
c. Memacari : menjadikan sebagai pacar; mengencani.[1]
Kalau demikian itu pengertiannya, maka pacaran hanya merupakan
sikap batin, namun kalangan sementara orang-khususnya remaja, sikap batin
ini disusul dengan tingkah laku berdua-duaan, saling memegang , dan
seterusnya.[2]
Dalam Bahasa Indonesia, pacar diartikan sebagai teman lawan jenis
yang tetap dan mempunyai hubungan batin, biasanya untuk menjadi
tunangan dan kekasih. Dalam praktiknya, istilah pacaran dengan tunangan
sering dirangkai menjadi satu. Muda-mudi yang pacaran, kalau ada
kesesuaian lahir batin, dilanjutkan dengan tunangan. Sebaliknya, mereka
bertunangan biasanya diikuti dengan pacaran. Agaknya, pacaran di sini,
dimaksudkan sebagai proses mengenal pribadi masing-masing, yang dalam
Islam disebut dengan “Ta’aruf”(saling kenal-mengenal).[3]
B. Tipe-Tipe Pacaran
Tipe pacaran menurut Muhammad Muhyidin dalam bukunya “Pacaran
Setengah Halal Setengah Haram” terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Pacaran yang memperbodoh
Pacaran yang memperbodoh ini dapat didefinisikan secara ringkas sebagai
wujud dari pacaran yang menjadikan sepasang kekasih terjauhkan dari nilai-
nilai moral agama (moralitas agama).
Secara lebih jelasnya, kita menemukan bahwa ternyata ada tiga maksud dari
istilah pacaran yang memperbodoh diri menurut sudut pandang kita sebagai
orang yang beriman, yaitu :
1. Pacaran yang ditandai dengan perilaku sepasang kekasih yang
berkencan berdua-duaan hingga melakukan hal-hal yang terlarang.
2. Pacaran yang menyebabkan para pecinta mengalami kerusakan
secara psikis.
3. Pacaran yang menyebabkan para pecinta mengalami kerusakan
fisik.[4]
b. Pacaran yang mencerdaskan
Pacaran yang mencerdaskan adalah apabila seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang sedang terlibat hubungan asmara dan mereka bisa
mencapai kebahagiaan, kenyamanan dan kedamaian karena menjadikan
Allah SWT sebagai poros cinta mereka. Ialah pacaran yang menjadikan
Allah SWT., Sebagai pusat cinta, menjadikan keridhaan-Nya sebagai tujuan
cinta, dan menjadikan cinta-Nya sebagai acuan untuk mengembangkan cinta
di antara mereka.
Dengan cara demikian, para pecinta dan para kekasih yang dicinta tidak akan
pernah merasakan gejolak jiwa yang justru membuat diri mereka sendiri
celaka. Kerinduan, kecemasan, kekhawatiran, ketakutan dan sifat-sifat yang
cenderung negatif lainnya sebagai sifat umum, yang dirasakan oleh para
pecinta tidak akan membuat pecinta terluka oleh sebab yang dicinta tidak
memenuhi harapannya.[5]
C. Pacaran Dalam Perspektif Hukum Islam
Islam sebenarnya telah memberikan batasan-batasan dalam
pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya, kita dilarang untuk
mendekati zina. Seperti tersebut dalam surat Al-Isra’ ayat 32 :
� �يال ب س� اء و�س� ة� ف�اح�ش� �ان� ك �ه� �ن إ �ى ن الز� � �وا ب �ق�ر� ت � و�ال
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS.17:32)[6]
Nabi Muhammad Saw bersabda :
”Hati-hatilah kamu untuk menyepi dengan wanita, demi zat yang jiwaku ada
pada kekuasaan-Nya, tidak ada seorang lelakipun yang menyendiri dengan
wanita, melainkan setan masuk di antara keduanya. Demi Allah, seandainya
seorang laki-laki berdesakan dengan batu yang berlumuran (lumpur/ lempeng
hitam ) yang busuk adalah lebih baik baginya dari pada harus berdesakan
dengan pundak wanita yang tidak halal.”(Diriwayatkan oleh At-Thabarani
dalam kitab Al-Mu’jam al-Kabir Juz VIII h.205 dan 7830).[7]
Istilah pacaran secara harfiah tidak dikenal dalam Islam, karena konotasi dari
kata ini lebih mengarah kepada hubungan pra-nikah yang lebih intim dari
sekadar media saling mengenal. Islam menciptakan aturan yang sangat
indah hubungan lawan jenis yang sedang jatuh cinta, yaitu dengan konsep
khithbah. Khithbah adalah sebuah konsep “pacaran berpahala” dari
dispensasi agama sebagai media legal hubungan lawan jenis untuk saling
mengenal sebelum memutuskan menjalin hubungan suami-istri. Konsep
hubungan ini sangat dianjurkan bagi seseorang yang telah menaruh hati
kepada lawan jenis dan bermaksud untuk menikah. Akan tetapi hubungan ini
harus tetap terbingkai dalam nilai-nilai kesalehan, sehingga kedekatan
hubungan yang bisa menimbulkan potensi fitnah sudah di luar konsep ini.[8]
Paparan di atas menunjukkan bahwa pacaran Islami itu sesungguhnya ada,
jika yang dimaksud adalah penjajakan awal yang dilakukan dua orang calon
pasangan suami istri. Tentu saja penjajakan tersebut dilakukan sekedar
untuk mengetahui sifat-sifat kepribadian masing-masing tanpa melampaui
norma-norma agama yang telah ditetapkan dalam ajaran suci. Sebaliknya,
pacaran Islami bisa kita katakan tidak ada jika yang dimaksud adalah praktik
mesum muda-mudi yang sering dilakukan dengan melampaui batas-batas
ajaran agama. Dengan demikian, yang diperbolehkan dalam fiqih adalah
hubungan sebatas memenuhi kebutuhan untuk sekadar mencari tahu sifat
dan kepribadian masing-masing. Di luar kebutuhan minimal seperti ini
tentunya termasuk pelanggaran agama yang mesti dijauhi, seperti bermesra-
mesraan dan berasyik-masyuk sebagaimana layaknya dilakukan oleh
pasangan suami istri.[9]
D. Konsep Islam Mengatur Hubungan Sepasang Remaja Yang Sedang
Jatuh Cinta
�ين� �ن �ب و�ال اء �س� الن م�ن� ه�و�ات� الش� ح�ب) �اس� �لن ل �ن� ي ز�
�ل� ي �خ� و�ال �ف�ض�ة� و�ال الذ�ه�ب� م�ن� ة� �م�ق�نط�ر� ال �اط�ير� �ق�ن و�ال
�ا �ي الد)ن �اة� ي �ح� ال �اع� م�ت �ك� ذ�ل ث� �ح�ر� و�ال � �ع�ام �ن و�األ و�م�ة� �م�س� ال
�م�آب� ال ح�س�ن� ع�ند�ه� Fه� و�الل
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).”(QS.3:14)
Redaksi di atas tegas menjelaskan bahwa dalam diri manusia telah
ditanam benih-benih cinta yang sewaktu-waktu bisa tumbuh ketika
menemukan kecocokan jiwa. Cinta dalam Islam tidak dilarang, karena ia
berada di luar wilayah kendali manusia.[10]
Agama tidak melarang seorang berkasih-kasihan dan bercinta, karena
hal tersebut merupakan naluri makhluk. Hanya saja agama menghendaki
kesucian dan ketulusan dalam hubungan itu, sehingga ditetapkannya
pedoman yang harus diindahkan oleh setiap orang, sehingga mereka tidak
terjerumus di dalam fahisyah (zina dan kekejian lainnya).[11]
Sedangkan konsep Islam dalam mengatur hubungan antara sepasang
remaja yang sedang jatuh cinta dan benar-benar telah berkeinginan untuk
menikah adalah disunahkan segera menikah apabila sudah berhasrat serta
calon suami mampu membayar mahar dan menafkahi. Prosedur yang
dibenarkan bagi laki-laki yang sungguh-sungguh berkeinginan meminang
seorang wanita untuk lebih mengenal dan mengetahui karakternya adalah
sebagai berikut :
Mengirim delegasi untuk menyelidiki masing-masing pasangannya,
dengan syarat delegasi tersebut harus adil, dapat dipercaya dan satu
mahram atau satu jenis dengan calon yang diselidiki.
Berbincang-bincang, duduk bersama namun harus disertai dengan
mahramnya.
Sebatas melihat wajah dan telapak tangan saja (menurut syafi’iyah).
Tidak ada keraguan atau prasangka akan ditolaknya lamarannya.[12]
Rasulullah pernah bersabda dalam Riwayat Jabir berikut ini :
منها ينظر ان استطاع فان المراة احدكم خطب اذا
فليفعل نكاحها الى يدعو ما الى
“Jika di antara kalian ada yang meminang perempuan maka jika ia bisa
melihat si perempuan sesuai yang ia butuhkan untuk dinikahinya, maka
hendaklah ia melakukan hal itu.”
Selain langkah-langkah di atas, Nabi Saw., memberikan tips bagi
seseorang yang hendak memilih pasangannya, yaitu mendahulukan
pertimbangan keberagamaan daripada motif kekayaan, keturunan maupun
kecantikan atau ketampanan.[13]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan Pacaran Dalam Perspektif Hukum Islam, dapat kami
simpulkan sebagai berikut :
1. Beberapa definisi pacaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
yaitu :
a. Pacar (n) : teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih ; kekasih,
b. Berpacaran : bercintaan, berkasih-kasihan,
c. Memacari : menjadikan sebagai pacar; mengencani.
2. Tipe-tipe Pacaran :
Tipe pacaran menurut Muhammad Muhyidin dalam bukunya “Pacaran
Setengah Halal Setengah Haram” terbagi menjadi dua, yaitu : Pacaran yang
memperbodoh yaitu pacaran sebagai wujud dari pacaran yang menjadikan
sepasang kekasih terjauhkan dari nilai-nilai moral agama(moralitas agama).
Pacaran yang mencerdaskan yaitu pacaran yang menjadikan Allah SWT.,
sebagai pusat cinta, menjadikan keridhaan-Nya sebagai tujuan cinta, dan
menjadikan cinta-Nya sebagai acuan untuk mengembangkan cinta di antara
mereka.
3. Pacaran Dalam Perspektif Hukum Islam
a. Pacaran Islami itu sesungguhnya ada, jika yang dimaksud adalah
penjajakan awal yang dilakukan dua orang calon pasangan suami istri,
sekedar untuk mengetahui sifat-sifat kepribadian masing-masing tanpa
melampaui norma-norma agama yang telah ditetapkan dalam ajaran suci.
b. Pacaran Islami bisa dikatakan tidak ada jika yang dimaksud adalah praktik
mesum muda-mudi yang sering dilakukan dengan melampaui batas-batas
ajaran agama.
4. Konsep Islam Mengatur Hubungan Sepasang Remaja Yang sedang Jatuh
Cinta yaitu prosedur yang dibenarkan bagi laki-laki yang sungguh-sungguh
berkeinginan meminang seorang wanita :
Mengirim delegasi untuk menyelidiki masing-masing pasangannya,
dengan syarat delegasi tersebut harus adil, dapat dipercaya dan satu
mahram atau satu jenis dengan calon yang diselidiki.
Berbincang-bincang, duduk bersama namun harus disertai dengan
mahramnya.
Sebatas melihat wajah dan telapak tangan saja (menurut syafi’iyah).
Tidak ada keraguan atau prasangka akan ditolaknya lamarannya.
B. Saran
1. Bagi para remaja pada umumnya, “Pegang terus etika pergaulan dalam
keseharian sesuai dengan syariat agama.”
2. Bagi para remaja Islam yang sedang jatuh cinta dan sudah berkeinginan
menikah, “Lakukan ta’aruf Islami lalu (Khitbah) dan segeralah menikah.”
DAFTAR PUSTAKA
Azka, Darul dan M. Zainuri. Potret Ideal hubungan suami Istri,’Uqud al-
Lujjayn dalam disharmoni Modernitas dan Teks-teks Religious. Kediri :
Lajnah Bahtsul Masa’il, 2006.
Muhyidin, Muhammad. Pacaran Setengah Halal dan Setengah Haram.
Jogyakarta : Diva Press, 2008.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi ke-3. Jakarta : Balai Pustaka, 2005.
Shihab, M. Quraish. Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab : Seputar Ibadah dan
Mu’amalah. Bandung : Mizan, 1999.
Team Kodifikasi Abiturien 2007(DIVA ’07) Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien
Pon-Pes Lirboyo Kediri. Dokumenter Manhaj solusi Umat Jawaban
Problemtika Kekinian. Kediri : Purna siswa Aliyah, 2007.
Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah. Jakarta :
Rajawali Pers, 2009.
Yasid, Abu ,.et.al.Fiqh Today Fatwa Tradisionalis Untuk Orang Modern.
Jakarta : Erlangga, 2007.
[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
bahasa Indonesia, Edisi ke-3(Jakarta : Balai Pustaka, 2005),807.
[2]M. Quraish Shihab, Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab : Seputar
Ibadah dan Mu’amalah (Bandung : Mizan, 1999), 242.
[3]Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih
Nikah(Jakarta : Rajawali Pers, 2009), 21.
[4]Muhammad Muhyidin, Pacaran Setengah Halal dan Setengah
Haram (Jogyakarta : Diva Press, 2008),275-281.
[5]Ibid.,303.
[6] Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah,
…22.
[7]Darul Azka dan M. Zainuri, Potret Ideal hubungan suami
Istri,’Uqud al-Lujjayn dalam disharmoni Modernitas dan Teks-teks
Religious(Kediri : Lajnah Bahtsul Masa’il, 2006),234.
[8]Team Kodifikasi Abiturien 2007(DIVA ’07) Madrasah Hidayatul
Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo Kediri, Dokumenter Manhaj Solusi
Umat Jawaban Problemtika Kekinian (Kediri : Purna Siswa
Aliyah,2007),
[9] Abu Yasid,et.al.Fiqh Today Fatwa Tradisionalis Untuk Orang
Modern (Jakarta : Erlangga, 2007),107-108.
[10] Team Kodifikasi Abiturien 2007(DIVA ’07) Madrasah Hidayatul
Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo Kediri, Dokumenter Manhaj solusi Umat
Jawaban Problemtika Kekinian…
[11] M. Quraish Shihab, Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab : Seputar
Ibadah dan Mu’amalah…245.
[12] Kodifikasi Angkatan Santri 2009(Kang Santri ’09), Kang Santri
Menyingkap Problematika Umat (Kediri : Purna Siswa III Aliyah,
2009),
[13] Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah,
…23.
top related