pbl blok 19
Post on 13-Jul-2016
12 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Cor Pulmonale Kronik Et PPOK
Lusye Diana Jacob
Mahasiswi FakultasKedokteranTahun 2012Universitas Kristen KridaWacana, Jakarta
NIM: 102012058, Email: lusydiana.jc18@yahoo.com
Pendahuluan
Jantung merupakan suatu organ yang sangat penting dalam tubuh kita. Jantung terdiri
dari atrium kanan kiri dan ventrikel kanan kiri. Darah dari seluruh tubuh kembali ke jantung
(atrium kanan) melelui vena kava menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Dari
ventrikel kanan darah dipompa menuju paru-paru melalui katup semilunaris pulmonalis. Darah
teroksigenasi dari paru ke atrium kiri kemudian ke ventrikel kiri melalui katup bikuspidalis, dari
ventrikel kiri darah dialirkanmelalui katup semilunaris aorta ke aorta dan dialirkan ke seluruh
tubuh. Cor pulmonale kronik merupakan keadaan hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat
kelebihan beban tekanan berkepanjangan yang disebabkan oleh obstruksi arteri atau arteriol paru
atau penekanan atau obliterasi kapiler septum (misalnya karena hipertensi pulmonaris atau
emfisema). Dalam makalah ini akan dibahas anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, etiologi sampai
penatalaksanaan dari kasus cor pulmonale kronik. 1
Skenario
Seorang laki-laki 50 tahun datang ke klinik dengan keluhan sesak nafas yang semakin
memberat sejak 5 hari yang lalu. Awalnya pasien merasakan sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu
yang sirasalan terutama saat beraktivitas berat dan berkurang saat istirahat tanpa dipengaruhi
oleh posisi. Pasien juga mengeluh sejak 3 bulan yang lalu kedang-kadang mengalami batuk dan
memberat sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan tidak disertai adanya demam ataupun nyari dada.
Pengukuran tanda tanda vital : suhu 380C, tekanan darah 180/80, frekuensi nadi 88 kalo/menit,
frekuensi nafas 22x/menit, JVP 5+2 cmH2O. Riwayat rokok 1 bungkus sejak 15 tahun yang lalu.
Pada inspeksi didapatkan; barrel chest +. Pada perkusi terdapat hipersonor pada seluruh lapang
paru. Pada auskultasi didapatkan bunyi nafas vasikuler, wheezing dikesua lapang paru, murmur
-/- galop -/-. Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, udem +, dan terdapat asites. Hasil
1
rasiologi torak sisapatkan: hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi atrium kanan, arteri pulmonalis
menonjol, paru tampak hiperplasi dan diafragma mendatar.
PembahasanPenilaian klinis sistematis mencakup anamensis dan pemeriksaan fisik apasien secara
lengkap menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan sistem
kardiovaskular harus meliputi jantung dan sistem pembuluh darah perifer.
Anamnesis
Anamnesis harus mencakup penilaian gaya hidup seseorang serta pengaruh
penyakit jantung terhadap kegiatan sehari – hari bila lebih bertujuan pada perawatan
penderita. Biasanya dijumpai gejala dan penyakit jantung berikut ini pada saat anamnesis
dengan penderita penyakit jantung.
1. Angina (atau nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium.
Banyak pasien menyamakan nyeri tersebut dengan beban yang berat pada dada.
Gangguan sirkulasi koroner yang menimbulkan nyeri tersebut biasanya terjadi
selama bekerja dan hilang dengan beristirahat. Hilangnya nyeri dada dengan segera
setelah beristirahat selama beberapa menit ataua hilangnya rasa sakit setelah
memaki obat nitrogliserin sublingual, memberi bukti yang sangat mengarah kepada
kelainan jantung.
2. Dispnea (atau kesulitan bernapas) akibat meningkatnya usaha bernapas yang
terjadi akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan
pengembangan paru. Ortopnea (atau kesulitan bernapas bila berada dalam posisi
berbaring) ortopnea dapat dikurangi dengan meninggikan dada dengan bantal.
Dispnea nokturnal paroksisimal (atau dispnea yang terjadi sewaktu tidur) terjadi
akibat kegagalan ventrikel kiri, ketika curah jantung turun karena beristirahat dan
paru membanjiri dengan cairan. Pasien kemudian akan duduk tegak lurus sampai
merasa lebih baik.
3. Palpitasi (atau merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan
kecepatan, keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung.
2
4. Edema perifer (atau pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang
intersisial) jelas terlihat di daerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan
didahului oleh bertambahnya berat badan.
5. Sinkop atau kehilangan kesadaran sesaat akibat alirah darah otak tidak adekuat.
6. Kelelahan dan Kelemahan sering kali akibat curah jantung yang rendah dan
perfusi aliran darah perifer yang berkurang.1
Pemeriksaan Fisik
Yang perlu diperhatikan adalah tampilan secara umum obesitas, kahksia (pengecilan otot),
ikterus, anemia dan gangguan lain. juga diperhatikan apakah ada sesak. Berikut ini adalah
tampilan yang perlu diperhatikan pada pasien.1-2
Tangan tremor; sianosis primer (warna biru, deoksihemoglobin >5g/dl, misalnya
vasokonstriksi, syok, gagal jantung; tidak terlihat pada anemia); pulsasi kapiler bantalan
kuku (quincke’s sign; regurgitasi aorta, tirotoksikosis); splinter hemorrahge dibawah
kuku (trauma, endokarditis infektif); dan jari tambuh.
Wajah dan leher, periksalah konjungtiva untuk anemi; lidah (bibir) untuk sianosis sentral;
kelopak mata untuk xantelasma (plak kuning ; hiperlipidemia); retina untuk kerusakan
akibat hipertensi. Periksa perbesaran kelenjar tiroid, dan tanda-tanda penyakit sistemik.
Abdomen, palpasi perbesaran atau nyeri tekan hati (hepatomegali), asites ( peningkatan
CVP, gagal jantung), spenomegali (endokarditis infektif)
Ekstermitas bawah yaitu pergelangan kaki, nilailah edema dan tanda-tanda penyakit
vaskular periver.
Pemeriksaan tanda-tanda vital juga harus dilakukan pada pasien untuk mengetahui
kondisi seperti suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi nafas.
Selanjutnya pada pemeriksaan fisik khasus kor pulmonale dengan PPOK, kita bisa
mendapatkan keadaan sianosis, suara P2 yang mengeras, ventrikel kanan dapat teraba
diparasternal kanan. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan trikuspid dan terabanya
ventrikel kanan merupakan tanda lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase dekompensasi maka
gallop (s3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan murmur akibat insufisiensi
3
trikuspid. Dilatasi vena jugularis, hepatomegali, spenomegali, asites, dan efusi
pleuramerupakan tanda terjadinya overload pada ventrikel kanan.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Tergantung penyebabnya. Pada penyebab yang klasik, yakni emfisema dan bronkitis
kronik, didapatkan gambaran radiologi kedua penyakit ini. Apabila penyebabnya adalah
hipertensi primer dan emboli maka hasil pemeriksaan radiologi adalah normal. Pada
penyakit kronik dimana didapatkan pelebaran arteri pulmonalis (lebih besar dari 17mm),
maka hal ini dapat dipakai sebagai bukti pada stadium yang lebih lanjut didapatkan
pelebaran arteri pulmonalis dan ventrikel kanan.
Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai perbesaran batas
jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto dada lateral.
Pemeriksaan EKG (elektrokardiografi)
Kelainan EKG pada kor pulmonal menggambarkan Hipertrofi ventrikel kanan,
Ventrikel kana yang meregang, atau penyakit paru yang mendasarinya. Ekokardiogram.
Ekokardiogram dua dimensi biasanya menunjukkan tanda-tanda peningkatan tekanan di
ventrikel kanan. Peningkatan ketebalan dinding Ventrikel kanan dengan gerakan
paradoks septum interventrikular selama sistol terjadi. Pada stadium lanjut, dilatasi
Ventrikel kanan terjadi dan septum menunjukkan diastolik abnormal yang menyeluruh.
Dalam kasus yang ekstrim, pada spetrum dapat terlihat ke dalam rongga ventrikel kiri
selama diastol mengakibatkan volume diastolik menurun dari Ventrikel kiri dan
penurunan output dari ventrikel kiri.3
Perubahan elektrokardiografi yang mungkin ditemukan adalah:
1. Axis dengan devisiasi ke kanan
2. Rasio R / S di V1 >1
3. Rasio R / S di V6 < 1
4. Gambaran P-pulmonale (peningkatan gelombang P di lead II,III, dan aVF)
5. Gambaran S1 Q3 pola T3 dan tidak lengkap (atau lengkap) RBBB, terutama jika
disebabkan emboli paru.
6. tegangan rendah QRS karena PPOK dengan hiperinflasi
4
Gambar 1. Elekardiografi
Gambar di atas menunjukkan elekrokardiogram dari hipertensi pulmonal dan penyakit
paru yang berlangsung kronis. Gambaran EKG:
1. Rasio R / S > 1 di V1 dan < 1 di V6 dicurigai sebagai hipertrofi ventrikel kanan.
2. Axis berdeviasi ke kanan.
3. Peningkatan P wave di atrium kiri dan dan bifasik gelombang P di V1
4. RBBB dengan gelombang QRS di V1 dan gelombang S di V6
5. Irama sinus bradikardi.
Kateterisasi Jantung
Dapat mencatat perubahan dini yang terjadi pada ventrikel kanan. Katerisasi biasa
maupun balon foltation catheter (kateter swans ganz) dapat digunakan untuk mengukur
tekanan di atrium kanan dan ateri pulmonalis.
Doppler echocardiography
Sekarang digunakan untuk memperkirakan tekanan arteri paru, menilai insufisiensi
trikuspid yang fungsional pada hipertensi pulmonal. Doppler echocardiography dianggap
paling dapat diandalkan.
CT Scan Torak
5
Dengan menilai Ventilasi / perfusi (V / Q), angiografi paru, dan CT scan thoraks dapat
diindikasikan untuk mendiagnosis tromboemboli paru sebagai etiologi yang mendasari
kor pulmonal.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Jantung merupakan modalitas yang dapat memberikan informasi berharga tentang massa/ketebalan ventrikel kanan, septum dan fungsi ventrikel.3
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Kor pulmonale atau istilah yang sering digunakan untuk HHD ( hypertensive heart
disease, HHD) pulmonaris atau penyakit jantung hipertensif pulmonaris (sisi-kanan0, adalah
hipertrofi, dilatasi dan kemungkinan kegagalan ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
disebsbkan oleh penyakit paru atau pembuluh darah paru. Penyakit jantung hipertensif
merupakan respon jantung terhadap peningkatan kebutuhan akibat hipertensi sistemik. HHD
pulmonaris adalah padanan sisi kanan dari HHd sisi kiri jantung atau penyakit kongenital
biasanya tidak dikategorikan dalam definisi kor pulmonale, hipertensi vena pulmonaris yang
terjasi karena berbagai penyakit jantung sisi kiri sering ditemukan.
Kor pulmonale dapat bersifat akut atau kronik, bergantung pada seberapa akut timbulnya
hipertensi pulmonaris. Kor pulmonaris akut dapat terjasi setelah embolus paru masif. Kor
pulmonale kronik biasanya mengisyaratkan hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat
kelebihan beban tekanan berkepanjangan yang disebabkan oleh obstruksi arteri atau arteriol paru
atau penekanan atau obliterasi kapiler septum (mis, karena hipertensi pulmonaris atau
emfisema). 1,5,6
Istilah hipertrofi yang bermakna patologis sebaiknya diganti menjadi perubahan struktur
dan fungsi ventrikel kanan. Untuk mendapatkan adanya kor pulmonale secara klinis pada pasien
gagal napas diperlukan tanda pada pemerikasaan fisik yakni edema. Hipertensi pulmonal “sine
qua non” dengan kor pulmonale maka definisi kor pulmonale yang terbaik adalah : hipertensi
pulmonal yang disebabkan penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darah paru;
hipertensi pulmonal menghasilkan perbesaran ventrikel kanan. Penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal, diperkirakan
80-90% kasus.1
6
Diagnosis kor pulmonal pada PPOK ditegakan dengan menentukan tanda PPOK; asidosis
dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hipervaskositas darah; hipertensi pulmonal,
hipertrofi/dilatasai ventrikel kanan dan gagal jantung kanan.1
PPOK
Adanya PPOK dapat diduga/ ditegakan dengan pemeriksaan klinis (anamnesis dan
pemeriksaan jasmani), laboratorium, foto torak, tes faal paru.
Asidosis, Hiperkapnia, Hipoksia, Polisitemia, dan Hiperviskositas darah.
Kelaninan ini dikenal terutama dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan klinis
Hipertensi pulmonal
Tanda hipertensi pulmonal bisa didapatkan dari pemeriksaan klinis, elektrokardiografi
dengan P pulmonal dengan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan, foto
toraks terdapat pelebaran daerah cabang paru di hilus, ekokardiografi dengan ditemukan
hipertrofi ventrikel kanan (RV) dan kateterisasi jantung.
Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan
Dengan pemeriksaan foto toraks, elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, radionuclide
ventriculography, thalium imaging: CT scan dan Magnetic resunance imaging (MRI)
Gagal jantung kanan
Ditegakan dengan pemeriksaan klinis, biasanya dengan adanya peningkatan tekanan
vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema tungkai.
Diagnosis Banding
o Kor Pulmonale Akut
Kor pulmonal akut adalah peregangan atau pembebanan akibat hipertensi pulmonal akut,
sering disebabkan oleh emboli paru masif. Pada kor pulmonale akut terjadi dilatasi
mencolok ventrikel kanan tanpa hipertrofi. Pada potongan melintang, bentuk ventrikel
kanan yang normalnya, seperti bulan sabit berubah menjadi ovoid melebar.
o Gagal jantung kronik
Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologis, dimana terdapat kegagalan jantung
memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang
sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat
karena tidak terdapat nilai batas yang tegas dengan disvungsi ventrikel.
7
Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik
yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik baik dalam
keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam
keadaan istirahat.
o Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis atau keduanya. Respon
parikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi
parikard), deposisi fibrin, ploriferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau
klasifikasi. Itulah sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat berfasriasi dari yang
tidak khas. Variasi klinis perikarditis sangat luas mulai dadri efusi perikard tanpa
tamponad jantung, perikarditis akut, dan perikarditis konstruktif. Perikarditis dapat akut
dan merupakan peradangan primer maupun sekunder perikardium parietalis/viseralis atau
keduanya. Etiologi bervariasi luas dan virus, bakteri, tuberkulosis, jamur, uremia,
neoplasma, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik.
Keluhan paling sering adalah nyeri dada yang tajam, retrosternal atau sebelah kiri.
Bertambah sakit bila bernafas, batuk dan menelan. Keluhan lainnya rasa sulit bernafas
nyeri pleuritik diatas atau karena efusi perikard.1,4
Etiologi
Etiologi cor pulmonal dapat digolongkan dalam empat kelompok. Pertama, penyakit
pembuluh darah paru. Terutama trombosis dan embolus paru serta fibrosis akibat penyinaran
yang menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru.
Kedua, tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,
granuloma atau fibrosis.
Ketiga, penyakit neuromuscular misalnya poliomielitis dan distrofi otot dan kelainan
dinding dada, kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura.
Keempat, penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk PPOK. Penyakit
paru lain adalah penyakit paru interstitial dan gangguan pernapasan saat tidur. Berdasarkan
anamnesis dan juga pemeriksaan fisik dan penunjang untuk kasus ini didapatkan etiologinya
adalah yang berkaitan dengan penyakit paru yaitu PPOK
8
Epidemiologi
Insiden yang tepat dari cor pulmonal tidak diketahui karna sering kali terjadi tanpa dapat
dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens cor pulmonal adalah 6% sampai 7% dari seluruh
penyakit jantung. Di Inggris terdapat kira-kira 0,3%, sedikitnya populasi dengan resiko
terjadinya cor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi telah
mengalami hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.1,3
Manifetasi Klinis
Cor pulmonal kronis ini terjadi karna ada masalah pada paru yang berhubungan dengan
PPOK. Maka sangat penting untuk dapat mendiagnosa penyebab dari sesak serta pembesaran
jantung kanan yang menyebabkan gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal yang disebabkan
oleh PPOK merupakan penyebab utama dan bukan karena penyakit sistemik ataupun kelainan
pada jantungnya.
Gejala klinis dan tanda PPOK diantaranya adalah sesak napas, batuk kronik, produksi
sputum, riwayat pajanan gas disertai dengan pemeriksaan faal paru. Indikator diagnosis PPOK
adalah penderita 40 tahun dengan sesak napa yang progresif, memburuk dengan aktivitas,
persisten, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok, asap atau gas berbahaya
di dalam lingkungan kerja atau rumah.
Tingkat klinis cor pulmonal dimulai dariPPOK kemudian PPOK dengan hipertensi
pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.
Untuk pasien dengan gagal ventrikel kanan akan muncul distensi vena leher, efusi pleura, asites
dan murmur jantung. Gejala seperti sakit kepala, confusion dan somnolen juga bisa terjadi akibat
peningkatan PCO2.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala-
gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
Tanda-tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi,
ventrikel kanan menonjol atai gallop (atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium
9
prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen. Gejala-gejala tambahan ialah
sianosis, kurang tanggapatau bingung dan mata menonjol.1-3
Patofisiologi
Penyakit paru kronis ini akan mengakibatkan berkurangnya vascular paru, hal ini
disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau
kerusakan paru. Selain itu, penyakit paru kronis ini dapat menyebabkan asidosis dan hiperkapnia,
hipoksia alveolar yang akan merangsang vasokonstriksi pembuluh paru, polisitemia dan
hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal
(perjalanan lambat)
Dalam jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan diltasi ventrikel kanan lalu
akan berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Curah jantung dari ventrikel kanan seperti pula di
kiri disesuaikan dengan preload, kontraktilitas, dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis
namun masih dapat memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat
mendadak (seperti saat menarik napas).
Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang berlebihan.
Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat gangguan di pembuluh
sendiri maupun akibat kerusakan di parenkim hati. Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat
terjadi karena hiperinflasi paru akibat PPOK, sebagai akibat kompresi kapiler alveolar dan
pemanjangan pembuluh darah dalam paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru
turun mendadak akibat reseksi paru demikian pula pada restriksi paru ketika pembuluh darah
mengalami kompresidan berubah bentuk. Afterload meningkat pada ventrikel kanan juga dapat
ditimbulkan pada vasokonstriksi paru dengan hipoksia atau asidosis.
Sirkulasi paru-paru terletak di antara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran
gas. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler paru-paru tidak hanya
tergantung dari ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakan pernapasan. Karena
sirkulasi paru-paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah maka
curah jantung dapat meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu latihan
fisik) tanpa peningkatan bermakna dari tekanan arteria pulmonalis. Keadaan ini dapat terjadi
karena besarnya kapasitas anyaman vaskuler paru-paru, dimana perfusi normal hanya 25% dalam
10
keadaan istirahat, serta kemampunan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh sewaktu
latihan fisik.
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan cor pulmonale adalah penyakit yang secara
primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-paru berulang, dan penyakit
yang mengganggu aliaran darah paru-paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif.
PPOK terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering dari kor pulmonal. Penyakit-
penyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat berupa penyakit-penyakit
´intrinsik´ seperti fibrosis paru-paru difus, dan kelainan ´ektrinsik´ seperti obesitas yang ekstrim,
kifoskoliosis, atau gangguan neuromuskuler berat yang melibatkan otot-otot pernapasan.
Akhirnya, penyakit vaskuler paru-paru yang mengakibatkan obstruksi terhadap aliran darah dan
kor pulmonal cukup jarang terjadi dan biasanya merupakan akibat dari emboli paru-paru
berulang. Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul cor pulmonal biasanya terjadi peningkatan
resistensi vaskuler paru-paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada akhirnya
meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan
kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada
peningkatan resistensi vaskuler paru-paru pada arteri dan arteriola kecil. Dua mekanisme dasar
yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru-paru adalah :
1. Vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru.
Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor pulmonal.
Hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOK bronkitis lanjut
adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana kedua mekanisme itu terjadi.
Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang lebih kuat untuk menimbulkan
vasokontriksi pulmonar daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan
terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat
terhadap hipoksia akut. Asidosis, hiperkapnea dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam
menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia
dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnea, juga ikut
meningkatkan tekanan arteri di paru-paru.
2. Obstruksi atau obliterasi anyaman vaskuler paru-paru.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkann resistensi vaskuler dan tekanan arteri paru-paru
adalah bentuk anatomisnya. Emfisema dicirikan oleh kerusakan bertahap dari struktur alveolar
11
dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler di sekitarnya. Hilangnya
pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu,
pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik
dari volume paru-paru yang besar.Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap
anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor
pulmonal. Kira-kira dua per tiga sampai tiga per empat dari anyaman vaskuler harus mengalami
obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri di paru-paru yang bermakna.
Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif
sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi-ventilasi. Dalam
pembahasan di atas jelas diketahui bahwa setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi
pertukaran gas, mekanisme ventilasi, atau anyaman vaskuler paru-paru dapat mengakibatkan cor
pulmonale.
Perubahan hemodinamik cor pulmonal pada PPOK dari normal menjadi hipertensi pulmonal, cor
pulmonal dan akhirnya menjadi cor pulmonal yang diikuti dengan gagal jantung.1,2,6
Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang memepengaruhi munculnya penyakit cor pulmonal adalah
obesitas dan nafsu makan yang berlebihan, peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida,
peningkatan kadar serum, perokok berat, lifestyle, riwayat keluarga hipertensi atau penyakit
jantung lainnya, penyakit ginjal, diabetus melitus, gagal jantung, dan gangguan sistem saraf.2-3
Penatalaksanaan.4-5
Tujuan pengobatan cor pulmonal kronik ec PPOK ditinjau dari aspek jantung untuk
mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas, menurunkan hipertensi pulmonal, meningkatkan
kelangsungan hidup dan pengobatan penyakit dasar serta komplikasinya. Pengobatan cor
pulmonal dari aspek jantung bertujuan menurunkan hipertensi pulmonal, pengobatan gagal
jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut, pengobatan yang
dapat dilakukan diawali dengan menghentikan merokok serta tatalaksana lanjut seperti berikut:
1. Terapi oksigen
Sampai sekarang belum ditemukan secara pasti bagaimana terapi oksigen dapat
meningkatkan kelangsungan hidup namun ditemukan dua hipotesis, terapi oksigen
12
mengurangi vasokonstriksi dn menurunkan resistensi vascular paru yang kemudian
meningkatkan volume ventrikel kanan. Kedua adalah terapi oksigen dapat meningkatkan
kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital
lain.
Pemakaian oksigen secara kontinu dapat meningkatkan kelangsungan hidup
dibandingkan dengan pasien tanpa terapi oksigen. Indikasi terapi oksigen dirumah
adalah:
a. PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88%
b. PaO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari edema disebabkan gagal jantung kanan
atau P pulmonal pada EKG dan ertrositosis hematokrit > 56%
2. Vasodilator
Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergic, inhibitor
ACE dan prostaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan pemakaiannya secara
rutin. Pedoman untuk menggunakan vasodilator adalah apabila didapatkan 4 respon
hemodinamik sebagai berikut:
a. Resistensi vascular paru diturunkan minimal 20%.
b. Curah jantung meningkat atau tidak berubah.
c. Tekanan arteri pulmonal menurun atau tidak berubah.
d. Tekanan sistemik tidak berubah secara signifikan
Kemudian harus dielevasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan
hemodinamik masih menetap atau tidak. Pemakaian sildenafil untuk melebarkan
pembuluh darah paru pada Primary Pulmonary Hypertension, sedang ditunggu hasil
penelitian untuk cor pulmonal lengkap.
3. Digitalis
Digitalis hanya digunakan pada pasien cor pulmonal bila disertai gagal jantung
kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kiri normal, hanya
pada pasien cor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun, digoksin
bisa meningkatkan fungsi ventrikel kiri. Disamping itu pengobatan dengan
digitalis menunjukan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia
13
4. Diuretika
Diuretika diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretika yang
berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang bisa memicu
peningkatan hiperkapnia. Disamping itu, dengan terapi diuretik dapat terjadi
kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah
jantung menurun.
5. Flebotomi
Tindakan flebotomi pada pasien cor pulmonal dengan hematokrit yang tinggi
untuk diturunkan sampai nilai 59% hanya merupakan terapi tambahan pada pasien
cor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.
6. Antikoagulan
Pemberian antikoagulan pada cor pulmonal didasarkan atas kemungkinan
terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan
adanya faktor imobilisasi pada pasien.
Disamping terapi diatas, pasien cor pulmonal pada PPOK harus mendapatkan
standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta. Terapi optimal cor
pulmonal karna PPOK harus dimulai dengan mencegah atau memperlambat
timbulnya hipertensi pulmonal. Terapi tambahan baru diberikan bila timbul tanda-
tanda gagal jantung.
Komplikasi
Terdapat bebrapa komplikasi dari cor pulmonal yaitu sinkope, gagal jantung kanan dan
edema perifer.1,4,6
Pencegahan
Untuk pencegahan, kita bisa mulai dari mencegah timbulnya PPOK dengan menghindari
asap rokok, hindari polusi udara dan hindari infeksi saluran napas yang berulang. Seterusnya
harus mencegah bertambah buruknya PPOK dengan berhenti merokok, gunakan obat-obatan
yang adekuat, mencegah eksaserbasi berulang dan pastikan pola makan kita teratur dan
terjaga.1,5,6
Prognosis
14
Pada cor pulmonal kronis yang disertai gagal jantung kanan, prognosisnya buruk. Namun
dengan pemberian terapi oksigen dalam jangka panjang dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien.1-2
Kesimpulan
Cor pulmonal kronis terjadi disebabkan oleh kelainan paru-paru. Yang paling sering
adalah PPOK. Angka kematian cor pulmonal masih tinggi. Akibat keterlambatan mendiagnosa
cor pulmonal. Penatalaksanaan yang tepat adalah untuk menurunkan tekanan pada paru-paru
agar tidak terjadi gagal jantung. Yang paling utama harus dilakukan adalah mencegah terjadinya
PPOK.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009
2. Pohan T H. Ilmu penyakit dalam. Ed IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.1767-70.
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed VI. Jakarta. EGC; 2011. h.547-9, 558, 563.
4. Robbins, Cotran. Dasar patologis penyakit. Jakarta: EGC; 2009.h.605-8.5. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Edisi V. Jakarta: FKUI;
2011. 6. Aaronson PI, Ward JPT. The cardiovascular system at a glance. 3rd ed. Massachusetts:
Blackwell Science; 2007. P. 68-9, 100-2.
15
16
top related