pemanfaatan cu-naa dan naa dengan prekursor sio … · prinsip adsorpsi, adsorben digunakan ......
Post on 15-Mar-2019
246 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
PEMANFAATAN Cu-NaA DAN NaA DENGAN PREKURSOR SiO2
DARI SEKAM PADI UNTUK ADSORPSI GAS NOX
Riesthandie*, Dr.rer.nat Irmina Kris Murwani1
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dipelajari adsorpsi gas NOx pada zeolit NaA yang disintesis dari
sekam padi dan (3, 6, 9 dan 12%) Cu-NaA sebagai adsorben. Zeolit NaA dan Cu-NaA hasil sintesis
dikarakterisasi strukturnya dengan XRD, FTIR dan penentuan luas permukaan dengan metode
metilen biru. Luas permukaan zeolit NaA, 3% Cu-NaA, 6% Cu-NaA, 9% Cu-NaA dan 12% Cu-
NaA adalah 18,22; 17,66; 17,75; 17,81 dan 17,84 m2/g. Konsentrasi NOx yang teradsorp pada
adsorben ditentukan dengan metode spektrofotometri. Berdasarkan hasil uji adsorpsi, kemampuan
adsorpsi adsorben dari tinggi ke rendah adalah 6% Cu-NaA, 9% Cu-NaA, NaA, 3% Cu-NaA dan
12% Cu-NaA. Hasil uji adsorpsi menunjukkan kemampuan adsorpsi adsorben dipengaruhi oleh
keberadaan Cu pada zeolit NaA.
Kata kunci : Adsorpsi NOx, sintesis zeolit NaA, sekam padi, spektrofotometri
ABSTRACT
NOx adsorption has been studied on NaA zeolite from rice husk and (3, 6, 9 and 12% wt) Cu-
NaA as adsorbent. NaA and Cu-NaA were characterized using XRD, FTIR and spesific surface
area were determined by methylene blue method. The spesific surface area of NaA, 3% Cu-NaA,
6% Cu-NaA, 9% Cu-NaA and 12% Cu-NaA are 18,22; 17,66; 17,75; 17,81 dan 17,84 m2/g
respectively. The NOx concentration on adsorbent was determined by spectrophotometric method.
Based on test results adsorption, adsorption ability of adsorbent from high to low is 6% Cu-NaA>
9% Cu-NaA>NaA>3% Cu-NaA>12% Cu-NaA. The experiment results showed that adsorptivity
was influenced by loading Cu on NaA zeolite.
Keywords : NaA zeolite synthesis, NOx adsorption, rice husk, spectrophotometry
PENDAHULUAN
Berkembang pesatnya penduduk
Indonesia pada saat ini menimbulkan
berbagai efek negatif, salah satu diantaranya
adalah penurunan kualitas lingkungan, hal ini
dikarenakan meningkatnya jumlah industri
yang bergerak untuk memenuhi kebutuhan
manusia itu sendiri, selain mobilitas
penduduk yang tinggi dari satu tempat
ketempat lain yang mengakibatkan tingginya
penggunaan kendaraan bermotor. Serta
terjadinya penurunan kualitas lingkungan
yang di picu oleh banyaknya produksi gas
NOx pada industri dan emisi kendaraan
bermotor. Gas NOx merupakan komponen
pencemar udara yang potensial. Beberapa
contoh kelompok NOx adalah nitrogen
monoksida (NO) dan nitrogen dioksida
(NO2), diatmosfer keduanya dapat bereaksi
membentuk ozon, menyebabkan timbulnya
hujan asam dan membahayakan kesehatan
karena dapat mengganggu sistem pernafasan
(Velzen, 1991). Salah satu pemecahan
masalah ini adalah dengan menggunakan
prinsip adsorpsi, adsorben digunakan untuk
Prosiding Tugas Akhir Semester Gasal 2010/2011 SK - 06
* Corresponding author Phone : 085231109187
e-mail: riesthandie08@gmail.com 1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak. MIPA,Institut Teknologi 10
Nopember, Surabaya.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
mengadsorp gas NOx. Dari literatur yang ada
adsorben yang dapat digunakan untuk
menyerap gas NOx adalah karbon aktif
(Papanicolaou, 2008), (Zhen-Shu Liu, 2007),
alumina (Aine Desikusumastuti, 2008) dan
zeolit (Peter Balle, 2008)
Padi merupakan hal penting bagi
masyarakat Indonesia, karena padi
menghasilkan makanan pokok masyarakat
Indonesia. Selain menghasilkan beras, padi
juga menghasilkan limbah yang disebut
dengan sekam. Saat ini pemanfaatan sekam
padi masih sangat sedikit, sehingga sekam
tetap menjadi bahan limbah yang
mengganggu lingkungan. Sekam padi
merupakan lapisan keras yang meliputi
kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang
disebut lemma dan palea yang saling
bertautan (Balitbang, 2002), sekam padi yang
melimpah ini perlu dicari cara pemanfaatan
dengan nilai yang lebih ekonomis. Kadar
SiO2 pada sekam padi yang tinggi (94-96%)
(Harsono, 2002; Yalcin, 2001) menjadi suatu
alasan digunakannya sekam padi untuk
sintesis zeolit (Malek, 2007), dimana salah
satu manfaatnya dapat digunakan sebagai
adsorben. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian yang dapat mengatasi dua masalah
tersebut diatas. Selain dapat mengurangi
limbah sekam padi, juga dapat mengurangi
NOx yang terlepas di udara dan masuk ke
badan air.
Penelitian ini diawali dengan
pembuatan abu dari sekam padi yang dapat
dijadikan sebagai sumber silika untuk sintesis
zeolit NaA. Zeolit NaA disintesis dengan
metode hidrotermal dari campuran gel silikat
dan gel aluminat dengan perbandingan
tertentu. Zeolit NaA saja tidak memberikan
kapasitas adsorpsi yang optimal, menurut
Choudhary (2003), logam dapat
mempengaruhi kinerja zeolit, kapasitas
adsorpsi dari zeolit NaA juga dipengaruhi
oleh logam, oleh karena itu ditambahkan
logam Cu sebagai penambah adsorptivitas
zeolit NaA. Zeolit yang diperoleh kemudian
digunakan sebagai adsorben dan
dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-
X, FT-IR dan pengukuran luas permukaan
dengan metilen biru. Uji adsorbsi NOx pada
zeolit NaA dan Cu dopped NaA dilakukan
dengan cara mengalirkan gas NOx pada
adsorben. Konsentrasi NOx yang teradsorpsi
pada adsorben diukur menggunakan metode
kolorimetri (Basuki, 1993; Kil, 2006; Park,
2006; Rahayu, 2005).
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah peralatan gelas dan
instrumen. Peralatan sederhana meliputi botol
timbang, botol ampul, beker gelas, cawan,
corong gelas, corong buchner, erlenmeyer,
gelas ukur, kaca arloji, lumpang, pengaduk,
pipet tetes, tabung reaksi, termometer.
Instrumen yang digunakan antara lain hot
plate dengan magnetik stirrer, oven, neraca
analitis, sentrifuse, Shimadzu FTIR – 8201
PC, JEOL JDX – 3530 X-ray diffraktometer
dan UV 1100 Spektrofotometer.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bahan kimia dengan
grad p.a (pro analisis) seperti, natrium
aluminat, asam klorida, asam nitrat,
Cu(NO3)2·3H2O, CuSO4, metilen biru,
natrium hidroksida, hidrazin sulfat
(N2H4·H2SO4), asam sulfanilamid, larutan
fosfat. Juga bahan kimia lain seperti, kertas
saring, sekam padi, dan aquades.
PROSEDUR KERJA
Pembuatan Silika Amorf Dari Sekam Padi
Pada penelitian ini akan diperoleh SiO2
dari sekam padi melalui beberapa tahap.
Mula – mula sekam padi dipilah dari
pengotor dan dioven pada suhu 600°C selama
4 jam hingga dihasilkan abu berwarna putih.
Kemudian abu dicuci dengan HCl berkali-
kali sampai didapatkan SiO2 murni dan
dibilas dengan aquades, lalu disaring
menggunakan corong buchner, hingga
didapatkan residu dan filtrate. Residu
selanjutnya dioven pada suhu 100ºC hingga
diperoleh padatan kering. Abu sekam padi
yang diperoleh selanjutnya digunakan
sebagai SiO2 dalam sintesis zeolit Na-A.
Selanjutnya padatan dikarakterisasi
strukturnya menggunakan XRD untuk
melihat struktur SiO2 yang terbentuk,
kemudian padatan digunakan sebagai bahan
baku untuk sintesis zeolit A.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Preparasi Pendukung Katalis (Zeolit Na-A)
dari Sekam Padi
Katalis zeolit NaA disintesis
menggunakan bahan dasar SiO2, natrium
aluminat, natrium hidroksida dan aquades
secara stoikhiometris (3,9 N2O:Al2O3:1,8
SiO2·270 H2O). Zeolit NaA dapat dibuat
melalui reaksi campuran A dan campuran B.
Mula – mula natrium hidroksida dilarutkan
dengan aquades membentuk larutan NaOH.
Selanjutnya larutan NaOH tersebut dibagi
menjadi 2. Larutan NaOH pertama
ditambahkan natrium aluminat membentuk
campuran A, sedangkan larutan NaOH kedua
ditambahkan SiO2 membentuk campuran B.
Masing – masing campuran diaduk,
kemudian kedua campuran digabungkan
dengan tetap diaduk membentuk campuran
A-B. Campuran A-B dimasukkan ke dalam
reaktor dan dioven pada suhu 100°C selama
12 jam, kemudian disaring hingga
mendapatkan residu dan filtrate. Selanjutnya
residu dicuci dengan aquades, di keringkan
lagi dan di kalsinasi pada suhu 450 selama 4
jam. Padatan Zeolit yang diperoleh
dikarakterisasi strukturnya menggunakan
XRD, FT-IR, analisis luas permukaan dengan
metode metilen biru dan di uji
adsorptivitasnya terhadap gas NOx.
Preparasi Cu-NaA
Doping zeolit NaA dengan logam Cu
dilakukan dengan cara menambahkan 3, 6, 9,
dan 12 Cu yang berasal dari Cu(NO3)2·3H2O
ke dalam campuran gel silikat dan gel
aluminat pada prosedur diatas, kemudian
campuran dioven pada temperatur 100°C
sesuai dengan waktu optimum yang diperoleh
pada sintesis NaA. Hasil sintesis kemudian
disaring, padatan dicuci dengan aquades
hingga pH netral, kemudian dioven pada
temperatur 100°C selama 24 jam. Padatan
dikalsinasi pada temperatur 450°C selama 4
jam sehingga didapatkan padatan biru.
Padatan selanjutnya dikarakterisasi
strukturnya menggunakan XRD, FT-IR,
sedangkan untuk analisis luas permukaannya
dengan menggunakan metode metilen biru.
Padatan zeolit NaA dan Cu-NaA yang telah
dipreparasi digunakan sebagai adsorben
untuk adsorpsi gas NOx.
Karakterisasi Struktur Padatan
Zeolit hasil sintesis dikarakterisasi
menggunakan difraksi sinar-X, FT-IR dan
pengukuran luas permukaan dengan metode
adsorpsi nitrogen atau metilen biru.
Penentuan luas permukaan adsorben dengan
metilen biru, tahap pertama adalah penentuan
panjang gelombang metilen biru
menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 640 – 665.
Tahap kedua adalah pembuatan kurva
kalibrasi larutan metilen biru dengan variasi
konsentrasi 0 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5 dan 6 ppm
yang diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
maksimum. Kemudian dibuat grafik
absorbansi terhadap konsentrasi.
Tahap ketiga adalah penentuan waktu
perendaman adsorben dalam larutan metilen
biru, dimana padatan adsorben sebanyak 50
mg direndam dalam 15 mL larutan metilen
biru 5 ppm, dengan variasi waktu
perendaman selama 5 ; 10; 15; 20 dan 25
jam. Kemudian disaring dan filtrat diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum. Waktu
perendaman optimum dipilih pada nilai
absorbansi terkecil.
Tahap terakhir adalah penentuan
luas permukaan dengan cara pengukuran
larutan metilen biru pada panjang
gelombang maksimum. Padatan adsorben
sebanyak 10 mg direndam dalam larutan
metilen biru selama waktu perendaman
optimum, kemudian disaring dan filtrat
diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum. Nilai
absorbansi yang dihasilkan merupakan
konsentrasi metilen biru sisa, sehingga
untuk mengetahui banyaknya metilen
biru yang terserap adalah selisih dari
konsentrasi awal dengan konsentarsi yang
terbaca setelah perendaman.
Adsorpsi Gas NOx pada zeolit NaA dan Cu-
NaA
Padatan zeolit NaA dan Cu-NaA hasil
preparasi digunakan untuk adsorpsi gas NOx.
Secara bergantian tabung reaktor diisi dengan
20 mg adsorben NaA dan Cu-NaA dengan
empat variasi konsentrasi Cu yang berbeda,
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
yaitu 3, 6, 9 dan 12%. Selanjutnya tabung
diletakkan ke dalam reaktor adsorpsi, sampel
sebelumnya telah diaktivasi terlebih dahulu
pada temperatur 100°C. Gas NOx dialirkan
pada reaktor selama 1 jam. NOx yang
teradsorb diekstraksi berkali-kali dengan 15
mL aquades, kemudian dipusingkan selama 5
menit, sehingga diperoleh ekstrak jernih.
Ekstrak ini mengandung NO2- dan NO3-,
jumlah NO2- dan NO3- diukur menggunakan
metode reaksi diazotasi griess.
Reagen Griess dibuat sesuai
dengan literatur yang ditulis oleh Haris
(1997). Masing-masing hasil ekstraksi
dianalisis baik kandungan nitrit maupun
nitratnya. Kandungan nitrit dianalisis tanpa
reduktor hidrazin, sedangkan kandungan total
nitrat dan nitrit melalui reduksi hidrazin.
Ekstrak yang mengandung kandungan total
nitrit dan nitrat direduksi dengan hidrazin
sulfat yaitu dengan cara ditambah 1 mL
CuSO4, 1 mL larutan hidrazin sulfat dan 2
mL larutan natrium hidroksida ditambahkan
kedalam 1 mL ekstrak. Reduksi dilakukan
pada temperatur 37°C selama 10 menit,
kedua ekstrak kemudian ditambah reagen
Griess. Perubahan warna yang dihasilkan
diukur dengan spektrofotometer pada λ
maksimum (540 nm). Konsentrasi NO2-
ditentukan melalui kurva kalibrasi dari nilai
absorbansi yang didapatkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Zeolit NaA
Sintesis zeolit NaA diawali dengan
pengambilan sumber silika dari sekam padi
kering yang diperoleh dari pusat
penggilingan padi kelurahan Jagir, Surabaya.
Menurut Harsono (2002) dan Yalcin (2001)
kadar SiO2 pada sekam padi cukup tinggi
(94-96%). Inilah yang menjadi suatu alasan
digunakannya sekam padi untuk sintesis
zeolit (Malek dan Yusof., 2007). Sekam padi
terlebih dahulu dibersihkan dari pengotor
seperti batu, kayu serta pengotor lainnya,
setelah itu, sekam dicuci untuk
menghilangkan debu dan pengotor lainnya
yang tidak dapat dibersihkan pada
pembersihan awal. Tahap berikutnya adalah
proses pengeringan di bawah sinar matahari
untuk menghilangkan air sisa pencucian.
Sekam yang telah bersih kemudian dibakar
dalam tanur listrik pada suhu 600 ºC selama
4 jam. Pembakaran pada suhu 600 ºC
dilakukan agar silika yang diperoleh dalam
bentuk amorf. Yalcin dan Sevinc (2001)
mengatakan bahwa pembakaran sekam
diatas temperatur 700°C akan
meningkatkan kristalinitas silika yang
diperoleh. Kadar SiO2 yang diperoleh dari
pembakaran sekam padi pada suhu 600°C
dapat mencapai sekitar 87 – 98% silika dalam
bentuk amorf dan sebagian kecil pengotor
berupa elemen logam. Variasi kadar SiO2 ini
disebabkan karena adanya perbedaan
varietas, iklim dan lokasi geografis
pertumbuhan padi (Huang dkk., 2001).
Pembakaran pada suhu 600 ºC juga
dilakukan untuk menghilangkan kadar
H2O dan senyawa organik dalam sekam
padi menjadi CO2.
Abu sekam yang berwarna putih
diperoleh setelah pembakaran.
Selanjutnya abu sekam dicuci dengan
HCl untuk menghilangkan pengotor-
pengotor oksida logam dan non logam.
Cara ini diadopsi dari Yalçin dan Sevinc
(2001), dimana sekam padi ditingkatkan
kemurniannya melalui pencucian dengan
asam mineral seperti asam klorida.
Selanjutnya, abu sekam padi dicuci
dengan aquades dan disaring hingga
diperoleh filtrat dengan pH 7. Proses
pencucian ini dilakukan untuk
menghilangkan sisa-sisa asam yang dapat
mengganggu proses selanjutnya. Padatan
kemudian dikeringkan pada oven pada
suhu 100 °C selama 24 jam untuk
menghilangkan air dan menghasilkan
padatan putih. Diperoleh SiO2 sebesar 3,9
g, yang mengandung 93% SiO2 dari
sekam padi. Hasil pengamatan dengan
XRD menunjukkan bahwa SiO2 yang
diperoleh dari abu sekam padi berbentuk
amorf seperti pada Gambar 4.1
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Pada difraktogram Gambar 4.1 terlihat
hump pada daerah 2θ antara 15-30° dengan
maksimum pada 2θ = 22° dan tidak terdapat
puncak yang tajam. Hal ini menunjukkan
bahwa SiO2 dari sekam padi pada penelitian
ini adalah SiO2 dalam bentuk amorf (warna
merah). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya oleh Malek
(2007), dimana silika hasil pembakaran
sekam padi pada temperatur 600°C
menunjukkan adanya gundukan atau hump
pada daerah 2θ antara 15-30° dengan puncak
pada 2θ = 23° dengan struktur amorf.
Suraidah (2008) melakukan pengamatan
pembakaran padatan amorf pada suhu sampai
1000°C, yang menunjukkan bahwa hump
yang terbentuk pada pembakaran sekam pada
600°C membentuk puncak yang lebih tinggi.
Difraktogram pada Gambar 4.1 juga
menunjukkan padatan putih hasil
pembakaran pada 1000°C (warna hitam)
sesuai dengan data base PDF 82-1410
(warna biru), yang menunjukkan bahwa
struktur silika telah berubah dari amorf
menjadi kristal SiO2 kristobalit. Puncak dari
difraktogram yang sesuai dengan PDF 82-
1410 berada pada daerah 2θ = 21, 31 dan 36°.
Silika yang diperoleh dari pembakaran pada
temperatur 600°C kemudian digunakan untuk
pembuatan zeolit NaA.
Sintesis zeolit NaA pada penelitian ini
dilakukan dengan metode hidrotermal, yaitu
dengan menggunakan media air. Pada proses
hidrotermal terjadi transformasi padatan
amorf menjadi kristalin. Transformasi ini
dilakukan dalam air karena air merupakan
media transformasi yang membutuhkan
temperatur relatif rendah (100-300°C)
dengan tekanan tertentu. Temperatur yang
rendah diperlukan untuk menghindari
perubahan zeolit NaA. Pada suhu tinggi,
zeolit NaA dapat berubah menjadi zeolit
bentuk lain (Perego, 1997). Sintesis zeolit
NaA diadopsi dari penelitian sebelumnya
(Rozalina, 2009) yang dibuat melalui reaksi
campuran gel aluminat (A) dan gel silikat (B)
dengan perbandingan yang stoikiometris,
yaitu 3,9 Na2O:Al2O3:1,8 SiO2:270 H2O
(Huang dkk., 2007; Luh, 2008). Reaktan
yang digunakan adalah SiO2, NaAlO2, NaOH
dan aquades. Natrium aluminat dan silika
merupakan sumber framework T. Natrium
hidroksida dapat meningkatkan kelarutan zat
terlarut pada proses hidrotermal oleh karena
itu NaOH ditambahkan untuk pertumbuhan
kristal tunggal. Aquades digunakan sebagai
pelarut karena memiliki sifat sesuai dengan
reaktan lainnya untuk pencampuran,
membantu mineralizer, diperlukan dalam
proses kristalisasi dan transformasi termal.
Campuran A dibuat dengan
mencampurkan NaAlO2 dengan larutan
NaOH menghasilkan larutan bening yang
kental, disebut dengan gel aluminat.
Sedangkan campuran B dibuat dengan
mencampurkan SiO2 dengan larutan NaOH
menghasilkan larutan keruh cokelat yang
masih memiliki endapan dari silika, yang
kemudian disebut dengan gel silikat. NaOH
berfungsi sebagai mineralizer. Kemudian
kedua gel tersebut dicampur sehingga
membentuk gel keabu-abuan. Campuran A-B
dimasukkan ke dalam reaktor kemudian
dipanaskan pada suhu 100°C selama 12 jam.
Tujuan pemanasan ini adalah untuk
mendapatkan kristal zeolit dengan cara
hidrotermal. Menurut penelitian sebelumnya
zeolit NaA murni terbentuk pada suhu
hidrotermal 100°C (Malek dan Yusof, 2007;
Liu dkk., 2003; Sang dan Zhongmin, 2006)
dan selama 12 jam (Rozalina, 2009). Setelah
direaksikan dengan metode hidrotermal,
maka diperoleh padatan putih. Kemudian
padatan putih ini dikarakterisasi
menggunakan difraksi sinar X.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Difraktogram zeolit NaA pada
pemanasan 12 jam dicocokkan dengan data
base zeolit NaA yang terdapat pada JCPDS-
International Centre For Diffraction Data
2002, seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.
Difraktogram zeolit NaA 12 jam ternyata
mempunyai puncak yang sama dengan data
base PDF 39-0222. Berdasarkan gambar
tersebut dapat dikatakan bahwa padatan putih
hasil reaksi hidrotermal merupakan zeolit
NaA.
Setelah pemanasan, reaktor didiamkan
hingga dingin. Kemudian campuran yang
berada di dalam reaktor disaring dan padatan
yang diperoleh dicuci dengan aquades hingga
pH netral (Prasetyoko dkk., 2006). Tujuan
dari pencucian setelah disaring adalah untuk
menghilangkan sisa-sisa larutan NaOH yang
bersifat basa yang dapat mengganggu proses
selanjutnya. Padatan yang telah diperoleh
kemudian dikeringkan di dalam oven selama
24 jam pada suhu 100°C untuk
menghilangkan air sehingga diperoleh
padatan serbuk zeolit NaA yang berwarna
putih. Sebelum digunakan untuk karakterisasi
dan uji adsorpsi, adsorben terlebih dahulu
dikalsinasi pada suhu 450°C selama 4 jam,
hal ini dilakukan untuk menghilangkan air
yang tidak dapat hilang pada pemanasan
awal, sehingga adsorben dapat bekerja
dengan maksimal.
4.1.2 Sintesis Cu-NaA
Pada penelitian ini dilakukan sintesis
adsorben yang merupakan doping Cu pada
NaA dengan variasi konsentrasi Cu 3, 6, 9
dan 12%. Prekursor yang digunakan adalah
Cu(NO3)2·3H2O. Adsorben ini disintesis
untuk melihat pengaruh konsentrasi logam
yang ditambahkan terhadap aktivitas
adsorben, selanjutnya digunakan sebagai
pembanding untuk melihat aktivitas pada
zeolit NaA. Berdasarkan literatur, tambahan
logam pada zeolit dapat mempengaruhi
kemampuan adsorpsi padatan (Bentrup
dkk., 2001; Goscianska dkk., 2007; Li
dkk., 2005). Hasil sintesis ditentukan luas
permukaannya dengan metode metilen
biru dan digunakan sebagai adsorben gas
NOx. Preparasi dilakukan seperti zeolit
NaA, tetapi pada awal pembuatan
ditambahkan logam sesuai dengan
prosentase yang diinginkan. Padatan hasil
reaksi selanjutnya dikalsinasi pada suhu
450°C selama 4 jam hingga diperoleh
padatan putih keabu-abuan. Secara visual padatan dengan tambahan logam Cu
mempunyai warna yang berbeda dengan
zeolit NaA. Lebih lanjut diamati struktur Cu-
NaA dengan difraktometer sinar X. Hasil
analisis berbagai konsentrasi Cu yang
didoping pada NaA ditampilkan pada
Gambar 4.3.
Pada Gambar 4.3 ditunjukkan pola
difraksi dari zeolit NaA dan Cu-NaA dengan
berbagai konsentrasi. Pola difraksi diatas
masih menunjukkan karakteristik zeolit NaA
yang ditunjukkan dengan munculnya puncak-
puncak khas milik zeolit NaA pada sudut 2θ
= 7, 10, 12, 16, 22, 24, 27, 30 dan 34°.
Puncak yang muncul pada zeolit NaA dan
Cu-NaA dengan berbagai konsentrasi
ternyata menunjukkan 2θ yang sama,
perbedaan hanya terdapat pada intensitas
puncak. Perbedaan hanya muncul pada
doping Cu dengan 9 dan 12% di sekitar 2θ =
35, 38 dan 63° (simbol ♦). Setelah
dicocokkan dengan difraktogram CuO hasil
kalsinasi pada suhu 450°C selama 4 jam
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
(Gambar 4.4) ternyata puncak baru yang
muncul pada konsentrasi 9 dan 12%
merupakan puncak dari CuO. Hal ini
membuktikan bahwa doping yang dilakukan
sampai pada konsentrasi 6% telah berhasil,
tetapi doping sudah mulai jenuh pada
penambahan Cu 9 dan 12%. Pada
penambahan ini logam tidak lagi menyusun
struktur, tetapi sudah keluar ke permukaan
sehingga mengeluarkan puncak-puncak khas
CuO.
Pola difraksi yang ditunjukkan oleh
Cu-NaA yang sama dengan NaA mempunyai
kemungkinan yang sangat besar bahwa Cu
yang ditambahkan tidak merusak kerangka
utama zeolit sampai konsentrasi 6%. Pada
konsentrasi 9 dan 12% mulai ditunjukkan
adanya puncak yang tidak terlibat dalam
pembentukan kerangka zeolit NaA.
Penelitian El-Bahy (2007)
menunjukkan bahwa kristalinitas menurun
dengan meningkatnya konsentrasi logam
yang ditambahkan pada zeolit. Penurunan
kristalinitas dapat dilihat dari turunnya
intensitas puncak difraksi, penurunan ini
dapat menyebabkan meningkatnya absorpsi
suatu zeolit.
Selain karakterisasi menggunakan
XRD, padatan adsorben dikarakterisasi
dengan FTIR untuk mengetahui ikatan yang
muncul setelah zeolit NaA di doping dengan
Cu. Seperti terlihat pada Gambar 4.5, secara
umum kelima spektra FTIR menunjukkan
puncak serapan yang hampir sama dan tidak
muncul puncak baru. Puncak serapan NaA
masih muncul pada adsorben dengan doping
logam. Pada spektra terlihat adanya puncak
pada bilangan gelombang 3600 cm-1 yang
menunjukkan vibrasi ulur O-H dan puncak
pada bilangan gelombang 1600 cm-1 yang
menunjukkan vibrasi tekuk H-O-H dari H2O
yang terserap secara fisis (Nakamoto, 1978;
Cordoba dkk., 1996; Figueiredo dkk., 2006;
Wang dkk, 2003). Puncak vibrasi T-O
ditunjukkan pada bilangan gelombang 1170
cm-1 dimana posisi T dapat ditempati oleh Si
atau Al (Wang dkk., 2003 dan Thammavong,
2003). Puncak pada bilangan gelombang 940
cm-1 menunjukkan adanya vibrasi dari T-O-
(Cordoba dkk, 1996 dan Wang dkk, 2003 ),
sedangkan puncak TO4 muncul pada bilangan
gelombang 670 cm-1 dan vibrasi O-T-O
terdeteksi pada bilangan gelombang 500 cm-
1. Puncak vibrasi T-O yang muncul pada
bilangan gelombang 1170 cm-1 tidak
mengalami perubahan dengan meningkatnya
doping logam, tetapi pada bilangan
gelombang 940 cm-1, puncak vibrasi T-O- (♠)
mengalami penurunan dengan meningkatnya
doping logam, hal ini dimungkinkan karena
Cu ikut berperan dalam pembentukan
kerangka zeolit.
4.2 Penentuan Luas Permukaan dengan
Metode Metilen Biru
Penentuan luas permukaan pada
penelitian ini menggunakan metode metilen
biru karena metode ini sederhana dan relatif
murah. Terdapat tiga tahap yang perlu
dilakukan pada metode ini yaitu, tahap
penentuan panjang gelombang maksimum
dari metilen biru, tahap pembuatan kurva
kalibrasi dan tahap penentuan konsentrasi
metilen biru yang terserap.
Tahap pertama adalah penentuan
panjang gelombang maksimum dari metilen
biru, panjang gelombang maksimum diukur
pada 500-700 nm. Setelah dilakukan
pengukuran, diperoleh panjang gelombang
larutan metilen biru 668 nm. Hasil ini
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
mendekati daerah panjang gelombang metilen
biru yang dilaporkan oleh Mikhail (1983)
yaitu 665 nm. Tahap kedua adalah
pembuatan kurva kalibrasi larutan metilen
biru. Kurva kalibrasi dibuat dengan
mengukur absorbansi dari larutan metilen
biru dengan konsentrasi 0,050; 0,125; 0,25;
0,5; 0,75; 1; 1,3 ppm. Selanjutnya, persamaan
dari kurva kalibrasi tersebut digunakan dalam
perhitungan untuk menentukan konsentrasi
larutan metilen biru setelah perendaman.
Konsentrasi metilen biru dalam larutan
dihitung dengan kurva kalibrasi tersebut di
atas. Metilen biru yang terserap dihitung
berdasarkan selisih absorbansi larutan
metilen biru sebelum perendaman dan
sesudah perendaman. Waktu optimum
adsorben menyerap metilen biru terdapat
pada perendaman 10 jam (Suraidah, 2008).
Waktu optimum perendaman kemudian
digunakan dalam penentuan luas permukaan
adsorben.
Tahap selanjutnya adalah penentuan
luas permukaan adsorben dengan cara
melakukan perendaman pada waktu optimum
dan dengan konsentrasi metilen biru 5 ppm.
Waktu optimum ditentukan dengan cara
merendam 10 mg adsorben kedalam 15 mL
metilen biru 5 ppm, dengan variasi waktu 5,
10, 15, 20 dan 25 jam, pada tahap ini
diperoleh waktu perendaman optimum pada
10 jam. Selanjutnya, adsorben direndam
dengan metilen biru 5 ppm selama 10 jam.
Konsentrasi metilen biru yang teradsorb
merupakan selisih dari konsentrasi yang
terbaca pada spektrofotometri dengan
konsentrasi mula-mula. Data yang diperoleh
selanjutnya disubtitusikan ke persamaan SMB
pada sub bab 2.6, dimana luas permukaan
metilen biru adalah 197,2 Ǻ. Luas permukaan
adsorben ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Luas Permukaan Adsorben
Adsorben Luas Permukaan (m2/g)
NaA 18,22
3% Cu-NaA 17,66
6% Cu-NaA 17,75
9% Cu-NaA 17,81
12% Cu-NaA 17,84
Berdasarkan Tabel 4.1, luas
permukaan zeolit NaA dan Cu-NaA dengan
berbagai konsentrasi logam pada dasarnya
hampir sama. Luas permukaan zeolit NaA
adalah 18,22 m2/g. Luas permukaan zeolit
NaA pada penelitian ini mendekati hasil uji
luas permukaan zeolit NaA dengan
menggunakan metode BET (Rozalina, 2009)
yaitu 18,03 m2/g.
Zeolit NaA memiliki luas permukaan
yang paling besar. Penambahan 3% Cu
menyebabkan luas permukaan menjadi lebih
kecil dari pada luas permukaan zeolit NaA.
Hal ini dimungkinkan karena logam Cu yang
ditambahkan ikut membentuk kerangka
adsorben yang seharusnya hanya tersusun
dari Si/Al. Akibatnya dengan tambahan
logam Cu tersebut terjadi pengurangan
jumlah Si/Al, sehingga luas permukaannya
lebih kecil dari pada zeolit NaA. Akan tetapi,
dengan bertambahnya konsentrasi logam Cu
yang ditambahkan, luas permukaan adsorben
semakin besar. Hal ini dikarenakan
penambahan logam Cu membentuk struktur
yang semakin besar, sehingga memperbesar
luas permukaan adsorben tersebut. Tetapi
penambahan luas permukaan ini tidak
melebihi dari luas permukaan adsorben NaA.
4.3 Adsorpsi Gas NOx pada Zeolit NaA dan
Cu-NaA
Padatan zeolit NaA dan Cu-NaA
dengan berbagai konsentrasi diuji
adsorptivitasnya terhadap gas NOx. Produksi
gas NOx dilakukan dengan cara mereaksikan
logam tembaga dengan HNO3 pekat pada
reaktor yang sudah disusun seperti pada
Gambar 3.1.
Gas NOx yang digunakan untuk uji
adsorpsi pada penelitian ini adalah gas NO2,
hal ini dibuktikan dengan gas hasil produksi
berwarna coklat yang merupakan warna khas
dari NO2 seperti yang terlihat pada Gambar
4.6.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Mekanisme reaksi pembentukan gas
NOx adalah sebagai berikut:
3Cu + 8HNO3 → 3Cu2+ + 6NO3- + 2NO +
4H2O (4.1)
2NO + O2 → 2NO2 (4.2)
(Vogel, 1990)
Sebelum digunakan sebagai adsorben,
padatan diaktivasi pada suhu ±100°C.
Aktivasi dilakukan untuk menghilangkan air
yang terikat secara fisis pada adsorben.
Proses adsorpsi gas NOx pada adsorben
dilakukan selama 1 jam. Waktu adsorpsi
merujuk pada hasil optimasi yang telah
dilakukan oleh Suraidah (2008), karena
waktu adsorpsi lebih dari 1 jam
menyebabkan gas mengalami desorpsi.
Setelah proses adsorpsi, dilakukan ekstraksi
gas NOx yang teradsorp pada adsorben
dengan aquades. Aquades digunakan dalam
tahapan ini karena mampu mengekstrak gas
NOx yang terjebak dalam adsorben. Hasil
ekstraksi dalam aquades dianalisis
kandungan nitrit dan nitratnya dengan
menggunakan metode reaksi diazotasi Griess (Kill dkk., 2006; Park dkk., 2006).
Masing-masing hasil ekstraksi
dianalisis baik kandungan nitrit maupun
nitratnya. Kandungan nitrit dianalisis tanpa
reduktor hidrazin, sedangkan kandungan total
nitrat dan nitrit melalui reduksi hidrazin.
Selisih analisis dengan hidrazin dan tanpa
hidrazin adalah kandungan nitrat. Kedua
sampel ditambahkan reagen Griess hingga
diperoleh larutan berwarna merah keunguan,
kemudian diukur absorbansinya dengan
spektrofotometri UV-Vis pada λ 541 nm.
Hasil analisis terlihat pada Tabel 4.2
adsorben total
(NOx) NO2
- non
reduksi NO3-
NaA 0,0798 0,0060 0,0738 3% Cu-
NaA 0,0785 0,0035 0,0750 6% Cu-
NaA 0,1061 0,0338 0,0723 9% Cu-
NaA 0,0935 0,0039 0,0896 12% Cu-
NaA 0,0360 0,0086 0,0274
Pada zeolit NaA kemampuan adsorpsi
dipengaruhi oleh struktur zeolit. Doping 3%
Cu pada zeolit NaA tidak mampu
meningkatkan kemampuan adsorpsi terhadap
gas NOx. Bahkan kemampuannya cenderung
menurun jika dibandingkan dengan NaA.
Tetapi pada 6% Cu-NaA, adsorben
mengalami peningkatan adsorpsi gas NOx
dibandingkan dengan zeolit NaA dan 3% Cu-
NaA. Konsentrasi 6% merupakan
penambahan logam Cu yang optimum
dibuktikan dengan konsentrasi optimum NOx
yang terserap. Konsentrasi doping logam Cu
melebihi 6% menyebabkan Cu tidak lagi
menyusun kerangka zeolit, tetapi sudah
keluar dari kerangka, sehingga dapat
menutup pori zeolit. Tertutupnya pori zeolit
menyebabkan menurunnya kemampuan
adsorpsi terhadap gas NOx. ini seperti terlihat
pada data Tabel 4.2, konsentrasi Cu 9 dan
12% mengalami penurunan adsorptivitas
terhadap NOx. Dibawah ini terdapat Gambar
4.7, yang menggambarkan hubungan antara
luas permukaan adsorben terhadap
konsentrasi (mmol) NOx dan NO3-.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Gambar 4.7 menggambarkan
hubungan antara luas permukaan adsorben
terhadap konsentrasi (mmol) NOx dan NO3-.
Dari gambar di atas terlihat bahwa besarnya
NOx yang terserap pada adsorben tidak
tergantung pada luas permukaan adsorben.
Hal ini membuktikan bahwa adsorpsi yang
terjadi antara adsorben dengan gas NOx
adalah adsorpsi kimia, sesuai dengan laporan
Gill dkk., (2007).
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa zeolit NaA dapat
digunakan sebagai adsorben gas NOx dan
doping logam Cu pada zeolit dapat
mempengaruhi kemampuan adsorptivitasnya.
Konsentrasi optimum dopping Cu yang
dapat menyerap gas NOx dengan maksimal
adalah 6% Cu-NaA. Total NOx yang dapat
teradsorp pada adsorben ini sebesar 0,1061
mmol. Adapun urutan kemampuan adsorben
menyerap gas NOx adalah sebagai berikut:
6% Cu-NaA > 9% Cu-NaA > NaA > 3% Cu-
NaA > 12% Cu-NaA.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah
perlu penelitian lanjutan mengenai
aplikasi di skala industri.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Ibu Dr.rer.nat Irmina Kris Murwani, selaku
dosen pembimbing atas segala diskusi,
bimbingan, arahan dan semua ilmu yang
bermanfaat
2. Bapak dan Ibu selaku orang tua terbaik atas
segala doa, dorongan materiil dan
spiritualnya.
3. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
DAFTAR PUSTAKA
Adamson, (1994), Physical chemistry of
Surfaces, John Wiley and Sons, New
York.
Balle, P., Geiger, B., Kureti, S., (2009),
Selective Catalytic Reduction of NOx
by NH3 on Fe/HBEA Zeolite
Catalysts in Oxygen-Rich Exhaust,
Applied Cataysis B: Environmental
85, 109-119.
Basuki, A., (1993), Analisis emisi NOx pada
gas buang motor diesel dengan
bahan bakar campuran solar dan
minyak kelapa, Tugas Akhir
Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem
Perkapalan ITS, Surabaya.
Bentrup, U., Brückner, U., Richter, M.,
Fricke, R., (2001), NOx Adsorption
on MnO2/ NaY Composite: an in situ
FTIR and EPR Study, Applied
Catalysis B: Environmental 32, 229–
241.
Board, Advisory., (2003), Ullmann’s
Encyclopedia of Industrial
Chemistry, sixth, completely revisied
Edition, volume 1, Wiley-vch,
British, 467-511.
Chang, R., (2002), Chemistry, seventh
edition, McGraw-Hill Companies,
Inc., New York.
Christian, G. D., (2004), Analytical
Chemistry, sixth edition, John Wiley
and Sons, Inc., United State of
America, 469-501.
Clean Air Technology Center, (1999),
Technical Bulletin : Nitrogen Oxides
(NOx), Why and How They Are
Controlled, EPA456/F-99-006R,
United States.
Cordoba, G., Arroyo, R., Fierro, J. L. G. dan
Viniegra, M. (1996), Study of
Xerogel–Glass Transition of
CuO/SiO2, Journal of Solid State
Chemistry, Vol. 123, hal. 93 – 99.
Desikusumastuti, A., Staudt, T., Happel, M.,
Laurin M., Libuda, J., (2008),
Adsorption and reaction of NO2 on
Ordered Alumina Films and Mixed
Baria-Alumina Nanoparticles:
Cooperative Versus Non-cooperative
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Reaction Mechanisms, Journal of
Catalysis, Vol 260, 315-328.
El-Bahy, Z. M., (2007), “ Oxidation of
Carbon Monoxide over Cu- and Ag-
NaY Catalysts with Aqueous
Hydrogen Peroxide”, Materials
Research Bulletin, Vol. 42, hal.
2170-2183.
Figueiredo, H., Neves, I. C., Quintelas, C.,
Tavares, T., Taralunga, M., Mijoin, J.
dan Magnoux, P. (2006), Oxidation
Catalysts Prepared from Biosorbents
Supported on Zeolite, Applied
Catalysis B : Environmental, Vol. 66,
hal. 274 – 280.
Gill, B., Mierzyn´ska, K., Szczerbin´ska, M.,
Datka, J., (2007), Basic Sites in
Zeolites Followed by IR Studies of
NO+, Applied Catalysis A: General
319, 64–71.
Goscianska, J., Bazin, P., Marie, O., Daturi,
M., Sobczak, I., Ziolek, M., (2007),
Pt and Nb Species on Various
Supports: An Alternative to Current
Materials for NOx Removal,
Catalysis Today 119, 78–82.
Haris, D. C., (1997), Exploring Chemical
Analysis, W. H. Freeman and
Company, New York.
Harsono, H., (2002), Pembuatan Silika Amorf
dari Limbah Sekam Padi, Jurnal Ilmu
Dasar, Vol. 3, No. 2, 98-103.
Huang, S., Jing, S., Wang, J., Wang, Z. dan
Jin, Y. (2001), Silica White obtained
from Rice Husk in a Fluidized Bed,
Powder Technology, Vol. 117, hal.
232 – 238.
Kil, J.K., Nam, I.S., Park, J.H., Park, S.J,
(2006), Quantitative Analysis of
Nitrogen Oxides Occluded in
Heterogeneous Catalysis, United
States Patent Application
Publication, US 2006/0024836 A1.
Li, G., Jones, C.A., Grassian, V.H., Larsen,
S.C., (2005), Selective Catalytic
Reduction of NO2 with Urea in
Nanocrystalline NaY Zeolite, Journal
of Catalysis 234, 401–413.
Licker, M.D., (2003), Dictionary of
Chemistry, Second Edition, Mc
Graw-Hill, New York, USA, hal. 10.
Liu, X., Yan, Z., Wang, H. dan Luo, Y.
(2003), In – situ Synthesis of NaY
Zeolite with Coal-Based Kaolin,
Journal of Natural Gas Chemistry,
Vol. 12, hal. 63 - 70.
Lobo, R.F., (2003), Introduction to the
Structural Chemistry of Zeolites,
University of Delaware, USA
Lowell, S., ( 1979), Introduction to Powder
Surface Area, John Willey and
Sons,Inc., New York.
Luh, N. P. (2008), Sintesis dan Karakterisasi
Zeolit Alumina Tinggi Dengan
Difraksi Sinar-X (XRD), Skripsi,
Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Pendidikan
Ganesha.
Malek, N.A., Yusof, A.M, (2007), Removal
of Cr(III) from Aqueous Solution
Using Zeolite NaY Prepared from
Rice Husk Ash, The Malaysian
Journal of Analytical Sciences, Vol
11, No 1, 76-83.
Nakamoto, K., (1978), Infrared and Raman
Spectra of Inorganic and
Coordination Compounds, 3th
edition, John Wiley & Sons, New
York.
Nur, H., (2001), Direct Synthesis of NaA
Zeolite from Rice Husk and
Carbonaceous Rice Husk Ash,
Indonesian Journal of Agricultural
Science 1, 40-45
Park, J.H., Min S. H., Sang J. P., (2006),
Colorimetric Assay for a Fast
Parallel Screening of NOx Storage,
Journal of Catalysis 241, 470-474.
Papanicolaou, C., Pasadakis, N., Dimou, D.,
Kalaitzidis, S., Papazisimou, S.,
Foscolos, A.E., (2009), Adsorption of
NO, SO2 and Light Hidrocarbons on
Activated Greek Brown Coals,
International Journal of Coal
Geology 77, 401-408.
Perego, C., (1997), Catalyst Preparation
Methods, Catalysis Today 34, 281-
305.
Prasetyoko, D., Ramli, Z., Endud, S.,
Hamdan, H., Silikowski, B. (2006),
“Conversion of Rice Husk Ash to
Zeolite Beta”, Waste Management,
Vol. 26, hal. 1173 – 1179.
Rahayu, B.S., (2005), Analisis Emisi NOx
dan Partikel Smoke pada Motor
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Diesel Menggunakan Bahan Bakar
Crude Palm Oil Metal Ester, Tugas
Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik
Sistem Perkapalan ITS, Surabaya.
Reed, J.S., (1989), Introduction to The
Process of Ceramic Processing, John
Wiley & Sons, Inc., Singapore, 113-
116
Rozalina, R., (2009). Aktivitas dan
Selektivitas Katalis Sn, Pd dan Sn-Pd
Berpendukung Zeolit NaA yang
Disintesis dari Sekam Padi pada
Reaksi Denitrifikasi, Tesis Magister
Kimia, Jurusan Kimia FMIPA ITS
Surabaya.
Salama, T.M., Ali, I.O., Hanafy, A.I., Al-
Meligy, W.M., (2009), A Novel
Synthesis of NaA Zeolite
Encapsulated Iron (III) Schiff Base
Complex: Photocatalytic Oxidation
of Direct Blue-1 Dye with Hidrogen
Peroxide, Material Chemistry and
Physics 113, 159-165.
Sang, S., Liu, Z., Tian, P., Liu, Z., Qu, L.,
Zhang, Y., (2006), Synthesis of Small
Crystals Zeolite NaY, Materials
letters 60,1131-1133.
Simanjuntak (1993), Penelitian Pemanfaatan
Abu Sekam Padi sebagai Kebutuhan
Rumah Tangga, Proyek Penelitian
dan Pengembangan Industri, ISSN.
No. 0126 – 2343, Badan Penelitian
dan Pengembangan Industri,
Departemen Perindustrian R.I,
Menado.
Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J.,
(1996), Analytical Chemistry,
Seventh Edition, Saunders College
Publishing, New york, 562-597.
Smart., Moore., (1996), Solid State
Chemistry An Introduction, Second
Edition, Chapman & Hall, New
York.
Spasova, I., Nikolov, P., Mehandjiev, D.,
(2005), Adsorption of NO on
Alumina-Supported Oxie and Oxide-
Hydroxides of Manganese, Journal of
Colloid and Interface Science 290,
343-349.
Suraidah, C., (2008). Adsorpsi NOx pada
Zeolit NaY yang Dibuat dari Sekam
Padi, Cu-NaY dan Cu/NaY, Tesis
Magister Kimia, Jurusan Kimia
FMIPA ITS Surabaya.
Thompson, R. W. dan Franklin, K. C. (2001),
Verified Syntheses of Zeolitic
Materials, Elsevier Science,
Amsterdam, hal. 179.
Velzen, D.V., (1991), Sulphur Dioxide and
NitroOxides in ndustrial Waste
Gases: Emission, Legislation and
Abatement, Kluwer Academic
Publishers, Netherlands.
Vogel, (1990), Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro,
edisi kelima, PT. Kalman Media
Pustaka, Jakarta.
Walton, K.S., Abney, M.B., LeVan, M.D.,
(2006), CO2 Adsorption in Y and X
Zeolites Modified by Alkali Metal
Cation Exchange, Microporous and
Mesoporous Materials 91, 78–84.
Wang, Z., Liu, Q., Yu, J., Wu, T., Wang, G.,
(2003), “Surface Structure and
Catalytic Behavior of Silica-
Supported Copper Catalysts Prepared
by Impregnation and Sol-Gel
Methods”, Applied Catalysts A:
General, Vol. 239, hal. 87-94.
Weitkamp, J., Puppe, L., (1999), Catalysis
and Zeolites Fundamental and
Application, Springer, New York.
West, A.R., (1985), Solid State Chemistry
and Its Applications, First Edition,
John Willey and Sons Ltd, New
York, USA, 122-123.
Windholz, M, (1983), The Merck Index, an
Encyclopedia of Chemicals, Drugs,
and Biologicals, Tenth Edition,
Merck and Co Inc, New York.
Yalcin, N., Sevinc, V., (2001), Studies on
Silica Obtained from Rice Husk,
Ceramic International 27, 219-224.
BIOGRAFI PENULIS
Penulis dilahirkan di
Palembang pada tanggal 08
Mei 1987, sebagai anak kedua
dari tiga bersaudara. Penulis
adalah alumnus SD Negeri
176 Palembang, SMP Negeri 1
Bojonegoro dan SMA Negeri
2 Bojonegoro. Setelah lulus menempuh
Pendidikan Menengah Atas, penulis
melanjutkan Pendidikan Tinggi di Jurusan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Kimia Fakultas MIPA Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) pada bulan Agustus 2005. Selama
menempuh pendidikan tinggi di ITS, penulis
pernah aktif dan berpartisipasi dalam
organisasi dan kegiatan tingkat Jurusan yaitu
Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMKA) ITS.
Di wadah HIMKA tersebut penulis aktif
menjadi anggota PSDM periode 2006/2007,
Ketua HIMKA periode 2007/2008, penulis
juga aktif di BEM FMIPA ITS sebagai
Menteri KESMA periode 2008/2009. Selain
itu berbagai kegiatan juga pernah diikuti
diantaranya menjadi panitia dalam kegiatan
Seminar K3 (kesehatan dan keselamatan
kerja) dan kegiatan Olimpiade Kimia
Nasional tahun 2008. Penulis juga aktif
mengikuti beberapa pelatihan dan seminar
diantaranya pernah mengikuti seminar
Menghadapi Dunia Kerja, pelatihan
instrumen FTIR, fasih berbahasa Inggris, dan
seminar-seminar tentang kewirausahaan.
Penulis sempat menempuh Kerja Praktek di
PT Surya Kertas yaitu di bagian produksi.
Penulis menamatkan studi di Jurusan Kimia
MIPA dengan mengambil Tugas Akhir pada
bidang kimia anorganik.
top related