pembentukan sambungan las komposit paduan hypereutektik al-si_partikel alumina dan silika melalui...
Post on 28-Jul-2015
4.169 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
PEMBENTUKAN SAMBUNGAN LAS KOMPOSIT
PADUAN HYPEREUTEKTIK Al-Si / PARTIKEL ALUMINA
DAN SILIKA MELALUI ADUKAN GESEK
Disusun Oleh :
Nama : Bayu Eka Febryansyah
N P M : 20406140
Jurusan : Teknik Mesin
Pembimbing : Prof. Drs. Syahbuddin, MSc., Ph.D.
Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat
Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1)
Jakarta
2010
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Komisi Pembimbing
No Nama Kedudukan
1 Prof. Drs. Syahbuddin, M.Sc., Ph.D. Ketua
2 Prof. Dr. Bambang Suryawan, MT. Anggota
3 Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. Anggota
Tanggal sidang : 31 Juli 2010
Panitia Ujian
No Nama Kedudukan
1 Dr. Ravi Ahmad Salim Ketua
2 Prof. Dr. Wahyudi Priyono Sekretaris
3 Prof. Drs. Syahbuddin, M.Sc., Ph.D. Anggota
4 Prof. Dr. Bambang Suryawan, MT. Anggota
5 Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. Anggota
Tanggal lulus : 31 Juli 2010
Mengetahui :
Depok, 5 Agustus 2010 Pembimbing Bagian Sidang Ujian
(Prof. Drs. Syahbuddin, MSc. Ph.D) (Dr. Edi Sukirman, MM)
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir : PEMBENTUKAN SAMBUNGAN LAS KOMPOSIT
PADUAN HYPEREUTEKTIK Al-Si / PARTIKEL
ALUMINA DAN SILIKA MELALUI ADUKAN
GESEK
Nama : Bayu Eka Febryansyah
NPM / NIRM : 20406140 /
Jurusan : Teknik Mesin
Tangal Sidang : 31 Juli 2010
Menyetujui : Mengetahui :
Pembimbing Ketua Jurusan Teknik Mesin
(Prof. Drs. Syahbuddin, MSc., Ph.D.) (Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.)
iv
ABSTRAKSI
A. Nama : Bayu Eka Febryansyah
B. NPM / NIRM : 20406140 /
C. Judul : PEMBENTUKAN SAMBUNGAN LAS KOMPOSIT
PADUAN HYPEREUTEKTIK Al-Si / PARTIKEL
ALUMINA DAN SILIKA MELALUI ADUKAN
GESEK
D. Kata Kunci : Las Komposit, Hypereutektik, Al-20Si, Al-30Si, AC9A,
AC9B, Alumina, Silika, Adukan Gesek
E. Halaman : xxi – 94 + Lampiran
Pengelasan adukan gesek (Friction Stir Welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam yang memanfaatkan gaya gesek (friction) dan merupakan salah satu prinsip dari perbaikan strukturmikro dan komposisi permukaan, terutama pada paduan aluminium. Pada penelitian ini dilakukan pengelasan paduan aluminium yang terdiri dari paduan Hypereutektik yaitu Al-20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B. Perkakas las yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja kecepatan tinggi atau High Speed Steel (HSS). Pengelasan adukan gesek terdiri dari 1,2,3 dan 4 kali lewat pengelasan (1-4 pass). Pengelasan ini dilakukan pada kecepatan putar 1200 rpm dan kecepatan gerak 7-8 mm/menit. Specimen yang digunakan ditambahkan partikel oksida berupa alumina (Al2O3) dan silika (SiO2) sebanyak 21% untuk membentuk sambungan komposit. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, strukturmikro logam induk Al-20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B pada umumnya adalah fasa Al-α dan eutektik Al-Si. Pada bagian ingot/logam induk, besar diameter partikel Si rata-rata sekitar 2,70 µm, berbeda dengan bagian adukan las, fiber Si pada paduan terpecah/terpotong-potong dengan bentuk mendekati bulat, dengan diameter rata-rata sekitar 1,00 µm, begitu juga dengan bertambahnya jumlah pengelasan (pass). Penambahan partikel alumina (Al2O3) dan silika (SiO2), mampu meningkatkan nilai kekerasan pada paduan, terutama pada bagian adukan las. Pada penambahan alumina rata-rata peningkatan kekerasan paduan Al-20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B berturut-turut sebesar 1.72, 1.43, 23.55, dan 3.01. Dan pada penambahan silika rata-rata peningkatan kekerasan berturut-turut sebesar 2.23, 1.11, 5.80, dan 2.46. Peningkatan tersebut dirata-rata dan dibandingkan dari nilai kekerasan pada paduan induk dan pada bagian adukan las tanpa penambahan partikel oksida.
F. Daftar Pustaka : 17 buku
G. Dosen Pembimbing : Prof. Drs. Syahbuddin, MSc., Ph.D.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulilllah, puji dan syukur sepantasnya dihaturkan kepada Allah SWT,
karena atas berkat rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, maka penulis dapat
menyelesaikan Penelitian dan penulisan Tugas Akhir/Skripsi dengan judul
“PEMBENTUKAN SAMBUNGAN LAS KOMPOSIT PADUAN
HYPEREUTEKTIK Al-Si / PARTIKEL ALUMINA DAN SILIKA MELALUI
ADUKAN GESEK”.
Tugas Akhir/Skripsi ini ditulis guna melengkapi sebagian syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Strata Satu dan mencapai gelar sarjana teknik di
Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma. Selain dari itu, dengan Tugas
Akhir/Skripsi ini pula, maka penulis dapat berfikir secara kreatif dalam meneliti,
menguraikan dan membahas suatu permasalahan secara ilmiah, teoritis, jelas, dan
sistematis.
Dalam menyelesaikan Tugas Akhir/Skripsi ini, penulis menemui banyak
kendala dan hambatan dikarenakan waktu, kemampuan, dan pengetahuan penulis
yang masih sangat terbatas. Namun berkat arahan, bimbingan, dan dorongan dari
berbagai pihak, maka tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu
dengan penuh rasa hormat penulis mengahaturkan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang telah banyak membantu, diantaranya :
1. Ibu Prof. Dr. E.S. Margianti, SE., MM., selaku rektor Universitas
Gunadarma.
vi
2. Bapak Prof. Drs. Syahbuddin, MSc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas
Teknologi Industri Universitas Gunadarma, sekaligus Dosen Pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan
bimbingannya kepada penulis.
3. Ibu Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Gunadarma.
4. Bapak Dr. Edi Sukirman, MM., selaku Ketua Bagian Sidang Ujian
Universitas Gunadarma.
5. Kedua orang tua, yang telah banyak memberikan dukungan berupa do’a,
kasih sayang, semangat, dan bantuan moril serta materiil.
6. Kedua kakak tercinta dan seluruh keluarga, yang selalu memberikan do’a,
dukungan dan semangat.
7. Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma
angkatan 2006, khususnya Gunawan, Gilang, Andri (masai), Muhsin
(mpong), Andriyanto (jawir), Irwan (jonggol), Henkky, Adhit (duda),
Yunia (biawak), Ivory, Albert, Rangga (jamet), Irsyad (ponter), Meirzan
(mbah), dan Ibnu, atas dukungan dan support kepada penulis serta atas
kerjasama dan kebersamaan, baik selama perkuliahan maupun diluar
perkuliahan.
8. Teman-teman selama melakukan penelitian, yaitu Shopiyyuddin (Ope),
Nur Arif (Toge), dan Rahmat Hermawan (Mamet), yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bantuan serta masukan kepada
penulis selama penelitian dan penulisan Tugas Akhir.
vii
9. Teman-teman Asisten Lab. Teknik Mesin Menengah serta Lab.
Pengecoran logam dan Material Teknik Universitas Gunadarma,
khususnya Achmad Ardhiko (Pemaw), Puguh, Ujang, dan Heru Utomo,
yang juga telah banyak memberikan bantuan dan semangat dalam
melaksanakan penelitian dan penulisan Tugas Akhir.
10. Kekasih tercinta, Harini Rahayu Ningsih, atas dukungan dan supportnya
kepada penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi/Tugas Akhir ini.
Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir/Skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kekurangan
yang ada akan menjadi sebuah pelajaran bagi penulis, dan penulis mengharapkan
koreksi, berupa kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, untuk
perbaikan di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan tugas akhir/skripsi yang telah penulis sajikan ini dapat
sangat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi para
pembaca serta mahasiswa Jurusan Teknik Mesin.
Depok, Juli 2010
Bayu Eka Febryansyah
viii
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul ................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ......................................................................................... ii
Abstraksi ........................................................................................................... iv
Kata Pengantar .................................................................................................. v
Daftar Isi ........................................................................................................... viii
Daftar Tabel ...................................................................................................... xii
Daftar Gambar ................................................................................................... xiii
Daftar Lampiran ................................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Permasalahan ........................................................................... 2
1.3 Pembatasan Masalah . ............................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian ....... ............................................................. 2
1.5 Metode Penelitian .................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Aluminium .............................................................................. 6
2.1.1 Sifat-sifat Aluminium .................................................. 6
ix
2.1.2 Klasifikasi Aluminium ................................................. 7
2.1.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium ............ 9
2.2 Pengelasan Adukan Gesek Paduan Al-Si ............................... 16
2.3 Alumina .................................................................................. 20
2.4 Silika ....................................................................................... 22
BAB III BAHAN DAN PERCOBAAN
3.1 Prosedur Penelitian ................................................................. 25
3.2 Bahan Percobaan .................................................................... 26
3.3 Material/Partikel Penambah ................................................... 27
3.3 Proses Pengelasan Specimen .................................................. 28
3.5 Pengujian Bahan .................................................................... 31
3.5.1 Metalografi .................................................................... 32
3.5.2 Uji Kekerasan (Hardness Test) ..................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Strukturmikro Ingot Paduan Al-20Si, Al-30 Si, AC9A,
Dan AC9B ............................................................................... 44
4.2 Strukturmikro Paduan Al-20Si Setelah Dilakukan Proses
Pengelasan .............................................................................. 46
4.2.1 Strukturmikro Paduan Al-20Si Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Tanpa Penambahan Partikel
Oksida ......................................................................... 47
x
4.2.2 Strukturmikro Paduan Al-20Si Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Dengan Penambahan Partikel
Alumina (Al2O3) ......................................................... 50
4.2.3 Strukturmikro Paduan Al-20Si Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Dengan Penambahan Partikel
Silika (SiO2) ................................................................ 58
4.3 Strukturmikro Paduan Al-30Si setelah dilakukan
proses pengelasan ................................................................... 56
4.3.1 Strukturmikro Paduan Al-30Si Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Tanpa Penambahan Partikel
Oksida ......................................................................... 56
4.3.2 Strukturmikro Paduan Al-30Si Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Dengan Penambahan Partikel
Alumina (Al2O3) ......................................................... 59
4.3.3 Strukturmikro Paduan Al-30Si Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Dengan Penambahan Partikel
Silika (SiO2) ................................................................ 62
4.4 Strukturmikro Paduan AC9A setelah dilakukan
proses pengelasan ................................................................... 65
4.4.1 Strukturmikro Paduan AC9A Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Tanpa Penambahan Partikel
Oksida ......................................................................... 65
xi
4.4.2 Strukturmikro Paduan AC9A Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Dengan Penambahan Partikel
Alumina (Al2O3) ......................................................... 68
4.4.3 Strukturmikro Paduan AC9A Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Dengan Penambahan Partikel
Silika (SiO2) ................................................................ 71
4.5 Strukturmikro Paduan AC9B setelah dilakukan
proses pengelasan ................................................................... 74
4.5.1 Strukturmikro Paduan AC9B Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Tanpa Penambahan Partikel
Oksida ......................................................................... 74
4.5.2 Strukturmikro Paduan AC9B Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Dengan Penambahan Partikel
Alumina (Al2O3) ......................................................... 77
4.5.3 Strukturmikro Paduan AC9B Setelah Dilakukan
Proses Pengelasan Dengan Penambahan Partikel
Silika (SiO2) ................................................................ 80
4.6 Partikel Si Pada Bagian adukan Las ....................................... 83
4.7 Kekerasan Sambungan Las Paduan Al-20Si, Al-30 Si,
AC9A, AC9B ......................................................................... 85
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 93
xii
5.2 Saran ....................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Paduan Al Untuk Produk Wrought ................................................. 8
Tabel 2.2 Paduan Al Untuk Produk Cor .......................................................... 9
Tabel 2.3 Standarisasi penamaan paduan Aluminium menurut
ASTM dan JIS ................................................................................. 9
Tabel 2.4 Sifat-sifat Fisik Al ........................................................................... 10
Tabel 2.5 Sifat-sifat Mekanik Al .................................................................... 10
Tabel 2.6 Sifat Mekanik Dari Paduan Al-Cu . ................................................. 12
Tabel 2.7 Sifat-sifat Mekanik Paduan Al-Mg ................................................. 16
Tabel 3.1 Komposisi Paduan Al-20Si ............................................................. 26
Tabel 3.2 Komposisi Paduan Al-30Si ............................................................. 26
Tabel 3.3 Komposisi Paduan AC9A ............................................................... 27
Tabel 3.4 Komposisi Paduan AC9B ............................................................... 27
Tabel 4.1 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si pada paduan
Al-20Si............................................................................................. 83
Tabel 4.2 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si pada paduan
Al-30Si ........................................................................................... 83
Tabel 4.3 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si pada paduan
AC9A ............................................................................................. 84
Tabel 4.4 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si pada paduan
AC9B .............................................................................................. 84
xiv
Tabel 4.5 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan Al-20Si ............ 87
Tabel 4.6 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan Al-30Si ............. 88
Tabel 4.7 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan AC9A ................ 89
Tabel 4.8 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan AC9B ............... 90
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si ..................................................................... 14
Gambar 2.2 Strukturmikro aluminium silikon ................................................ 14
Gambar 2.3 Pengelasan adukan gesek (friction stir welding) ......................... 17
Gambar 2.4 Varian sambungan las adukan gesek ........................................... 18
Gambar 2.5 Bagian sambungan las paduan Al-Si cor setelah dilas
adukan gesek .............................................................................. 20
Gambar 2.6 Alumina dalam bentuk bubuk/serbuk ......................................... 22
Gambar 2.7 Silika dalam bentuk bubuk/serbuk .............................................. 24
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ................................................................ 25
Gambar 3.2 Persambungan specimen dengan takik ........................................ 27
Gambar 3.3 Langkah proses pengelasan adukan gesek .................................. 28
Gambar 3.4 Mesin Frais Milling ..................................................................... 29
Gambar 3.5 Meja Las ...................................................................................... 30
Gambar 3.6 Holder .......................................................................................... 30
Gambar 3.7 Dimensi Perkakas Las ................................................................. 31
Gambar 3.8 Perkakas las yang terbuat dari HSS ............................................. 31
Gambar 3.9 Diagram Alir Proses Metalografi ................................................ 33
Gambar 3.10 Metallurgical Microscope ........................................................... 35
Gambar 3.11 Diagram Alir Uji Kekerasan ....................................................... 37
Gambar 3.12 Alat Uji Kekerasan Rockwell ...................................................... 39
Gambar 3.13 Identor dan cara uji kekerasan Brinell ......................................... 41
xvi
Gambar 3.14 Alat uji kekerasan Vickers / Mikro Vickers ................................ 42
Gambar 3.15 Identor dan cara uji kekerasan Vickers ....................................... 43
Gambar 4.1 Strukturmikro ingot paduan Al-20Si ........................................... 44
Gambar 4.2 Strukturmikro ingot paduan Al-30Si ........................................... 45
Gambar 4.3 Strukturmikro ingot paduan AC9A ............................................. 45
Gambar 4.4 Strukturmikro ingot paduan AC9B ............................................. 46
Gambar 4.5 Pemetaan pada specimen hasil lasan ........................................... 46
Gambar 4.6 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 1 kali lewat
(1 Pass) ........................................................................................ 47
Gambar 4.7 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 2 kali lewat
(2 Pass) ........................................................................................ 48
Gambar 4.8 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 3 kali lewat
(3 Pass) ........................................................................................ 48
Gambar 4.9 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 4 kali lewat
(4 Pass) ........................................................................................ 49
Gambar 4.10 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan
1 kali lewat (1 Pass) ..................................................................... 50
Gambar 4.11 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan
2 kali lewat (2 Pass) ..................................................................... 51
Gambar 4.12 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan
3 kali lewat (3 Pass) ..................................................................... 51
Gambar 4.13 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan
4 kali lewat (4 Pass) ..................................................................... 52
xvii
Gambar 4.14 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2 hasil pengelasan
1 kali lewat (1 Pass) ..................................................................... 53
Gambar 4.15 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2 hasil pengelasan
2 kali lewat (2 Pass) ..................................................................... 54
Gambar 4.16 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2 hasil pengelasan
3 kali lewat (3 Pass) ..................................................................... 54
Gambar 4.17 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2 hasil pengelasan
4 kali lewat (4 Pass) ..................................................................... 55
Gambar 4.18 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 1 kali lewat
(1 Pass) ........................................................................................ 56
Gambar 4.19 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 2 kali lewat
(2 Pass) ........................................................................................ 57
Gambar 4.20 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 3 kali lewat
(3 Pass) ........................................................................................ 57
Gambar 4.21 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 4 kali lewat
(4 Pass) ........................................................................................ 58
Gambar 4.22 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan
1 kali lewat (1 Pass) ..................................................................... 59
Gambar 4.23 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan
2 kali lewat (2 Pass) ..................................................................... 60
Gambar 4.24 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan
3 kali lewat (3 Pass) ..................................................................... 60
xviii
Gambar 4.25 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan
4 kali lewat (4 Pass) ..................................................................... 65
Gambar 4.26 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% SiO2 hasil pengelasan
1 kali lewat (1 Pass) ..................................................................... 62
Gambar 4.27 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% SiO2 hasil pengelasan
2 kali lewat (2 Pass) ..................................................................... 63
Gambar 4.28 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% SiO2 hasil pengelasan
3 kali lewat (3 Pass) ..................................................................... 63
Gambar 4.29 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% SiO2 hasil pengelasan
4 kali lewat (4 Pass) ..................................................................... 64
Gambar 4.30 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 1 kali lewat
(1 Pass) ........................................................................................ 65
Gambar 4.31 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 2 kali lewat
(2 Pass) ........................................................................................ 66
Gambar 4.32 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 3 kali lewat
(3 Pass) ........................................................................................ 66
Gambar 4.33 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 4 kali lewat
(4 Pass) ........................................................................................ 67
Gambar 4.34 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3 hasil pengelasan
1 kali lewat (1 Pass) ..................................................................... 68
Gambar 4.35 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3 hasil pengelasan
2 kali lewat (2 Pass) ..................................................................... 69
xix
Gambar 4.36 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3 hasil pengelasan
3 kali lewat (3 Pass) ..................................................................... 69
Gambar 4.37 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3 hasil pengelasan
4 kali lewat (4 Pass) ..................................................................... 70
Gambar 4.38 Strukturmikro paduan AC9A + 21% SiO2 hasil pengelasan
1 kali lewat (1 Pass) ..................................................................... 71
Gambar 4.39 Strukturmikro paduan AC9A + 21% SiO2 hasil pengelasan
2 kali lewat (2 Pass) ..................................................................... 72
Gambar 4.40 Strukturmikro paduan AC9A + 21% SiO2 hasil pengelasan
3 kali lewat (3 Pass) ..................................................................... 72
Gambar 4.41 Strukturmikro paduan AC9A + 21% SiO2 hasil pengelasan
4 kali lewat (4 Pass) ..................................................................... 73
Gambar 4.42 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 1 kali lewat
(1 Pass) ........................................................................................ 74
Gambar 4.43 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 2 kali lewat
(2 Pass) ........................................................................................ 75
Gambar 4.44 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 3 kali lewat
(3 Pass) ........................................................................................ 75
Gambar 4.45 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 4 kali lewat
(4 Pass) ........................................................................................ 76
Gambar 4.46 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3 hasil pengelasan
1 kali lewat (1 Pass) ..................................................................... 77
xx
Gambar 4.47 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3 hasil pengelasan
2 kali lewat (2 Pass) ..................................................................... 78
Gambar 4.48 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3 hasil pengelasan
3 kali lewat (3 Pass) ..................................................................... 78
Gambar 4.49 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3 hasil pengelasan
4 kali lewat (4 Pass) ..................................................................... 79
Gambar 4.50 Strukturmikro paduan AC9B + 21% SiO2 hasil pengelasan
1 kali lewat (1 Pass) ..................................................................... 80
Gambar 4.51 Strukturmikro paduan AC9B + 21% SiO2 hasil pengelasan
2 kali lewat (2 Pass) ..................................................................... 81
Gambar 4.52 Strukturmikro paduan AC9B + 21% SiO2 hasil pengelasan
3 kali lewat (3 Pass) ..................................................................... 81
Gambar 4.53 Strukturmikro paduan AC9B + 21% SiO2 hasil pengelasan
4 kali lewat (4 Pass) ..................................................................... 82
Gambar 4.54 Pemetaan jejak identor pada uji kekerasan Mikro Vickers ............ 86
Gambar 4.55 Grafik Distribusi Kekerasan Paduan Al-20Si ............................. 87
Gambar 4.56 Grafik Distribusi Kekerasan Paduan Al-30Si ............................. 88
Gambar 4.57 Grafik Distribusi Kekerasan Paduan AC9A ................................ 89
Gambar 4.58 Grafik Distribusi Kekerasan Paduan AC9B ................................ 90
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Proses Pengelasan Adukan Gesek
Lampiran 2: Specimen Hasil Pengelasan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paduan aluminium hypereutektik adalah paduan aluminium yang memiliki
kandungan silikon (Si) yang tinggi. Aluminium hypereutektik biasa digunakan
pada komponen elektronik, otomotif, dan industri persenjataan. Massa jenis yang
rendah, konduktivitas thermal yang tinggi, sifat ketahanan yang baik, merupakan
beberapa kelebihan dari paduan aluminium hypereutektik, yang kemudian menjadi
alasan digunakannya bahan tersebut.
Tetapi, pada kenyataannya penambahan kandungan silikon pada
aluminium juga memperburuk sifat mekanik, sehingga aluminium hypereutektik
cenderung memiliki kekasaran pada partikel silikon primer dan porositas yang
tinggi (pada bahan coran). Sifat mekanik yang buruk tersebut dapat diperbaiki
melalui beberapa cara, diantaranya pada proses pengecoran yakni; perbaikan
partikel silikon dengan Modifier Treatment, Weld Deposition, Spray Forming,
Rapid Solidification (pembekuan cepat), penekanan pada sudut saluran yang sama
atau ECAP (Equal Channel Angular Pressing). Sedangkan pada proses
penyambungan atau pengelasan adalah dengan metode pengelasan adukan gesek
(Friction Stir welding). Selain dari fungsi utamanya, yakni untuk penyambungan
atau pengelasan, metode pengelasan adukan gesek (Friction Stir Welding) juga
merupakan salah satu prinsip dari perbaikan strukturmikro dan komposisi
permukaan, yang dilakukan pada material padat.[1]
2
Selain dari itu, pengelasan adukan gesek (Friction Stir welding), juga biasa
digunakan atau diaplikasikan pada pesawat luar angkasa, kendaraan militer
(seperti pesawat tempur), pesawat terbang, body kapal laut, dan lain-lain. Maka
tak menutup kemungkinan jika pengelasan adukan gesek juga dapat dilakukan
pada paduan aluminium hypereutektik.
1.2 Permasalahan
Ruang lingkup permasalahan ini terfokus pada pengelasan adukan gesek
dengan jumlah lintasan (pass) pengelasan gesek yang dilakukan pada specimen
hypereutektik, dengan penambahan partikel alumina (Al2O3) dan silika (SiO2)
yang kemudian diuji strukturmikro dan kekerasannya.
1.3 Pembatasan Masalah
Dari permasalahan yang akan dibahas, diberi batasan-batasan pada
permasalahan tersebut, guna memperjelas bagian mana dari persoalan yang akan
dikaji dan bagian yang mana yang tidak, dan juga untuk mempersempit ruang
lingkup penjelasan, agar tidak menyimpang dari topik permasalahan yang utama.
Batasan-batasan masalah tersebut meliputi :
1. Pembuatan specimen pengujian dilakukan dengan cara paduan Al-Si jenis
hypereutektik, yakni Al-20Si, Al-30Si, AC9A, dan AC9B yang disambung
dengan jumlah pengelasan yang berbeda, yaitu 1 - 4 kali lewat (1 - 4 pass).
3
2. Penambahan partikel alumina (Al2O3) dan silika (SiO2) pada specimen
yang kemudian disambung dengan jumlah pengelasan yang berbeda, yaitu
1 - 4 kali lewat (1 - 4 pass).
3. Metode analisa yang dilakukan melalui pengamatan strukturmikro dengan
uji metalografi, serta uji kekerasan (hardness test) dengan uji kekerasan
Mikro Vickers.
1.4 Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan penelitian ini, antara lain :
1. Membuat sambungan las komposit Al-Si pada paduan Al-Si jenis
hypereutektik dengan penambahan partikel Alumina dan Silika.
2. Mengetahui strukturmikro dan sifat kekerasan Al-Si hypereutektik setelah
dilakukan proses pengelasan.
3. Menganalisa hasil penelitian tersebut.
1.5 Metode Penelitian
Suatu penulisan tentulah membutuhkan sejumlah data yang lengkap,
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam melakukan
penelitian dan penulisan tugas akhir ini, digunakan metode gabungan, yang
merupakan gabungan dari dua metode penelitian/penulisan, yakni studi lapangan
dan studi pustaka.
4
1. Studi lapangan
Dengan terjun langsung ke lapangan, melakukan penelitian, untuk
memperoleh data serta keterangan.
2. Studi pustaka
Menggali informasi melalui sumber-sumber referensi materi terkait, berupa
buku, jurnal dan buku panduan (hand book).
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penulisan, maka disusun dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, permasalahan, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi tentang landasan teori atau dasar teori dari materi
penelitian.
BAB III BAHAN DAN PERCOBAAN
Berisi tentang bahan dan proses-proses yang dilakukan dalam
percobaan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang pembahasan utama, data/hasil yang diperoleh,
dan analisa dari penelitian.
5
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang
telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Aluminium
Aluminium merupakan logam ringan, mempunyai ketahanan korosi yang
baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat baik lainnya sebagai sifat logam,
selain itu aluminium juga mempunyai sifat mampu bentuk (Wrought alloy)
dimana paduan alumunium ini dapat dikerjakan atau diproses baik dalam
pengerjaan dingin maupun pengerjaan panas (dengan peleburan). Karena
sifat-sifat inilah maka banyak dilakukan penelitian untuk meningkatkan kekuatan
mekaniknya, diantaranya dengan menambahkan unsur-unsur seperti : Cu, Mg, Si,
Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, baik dicampur secara satu persatu maupun secara
bersama-sama, bahan-bahan tersebut juga memberikan sifat-sifat baik lainnya
seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah. Material ini
dipergunakan dalam bidang yang sangat luas, bukan saja untuk peralatan rumah
tangga tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal
laut, kontruksi dan sebagainya.
2.1.1 Sifat-sifat Aluminium
Aluminium mempunyai banyak sifat baik yang menguntungkan untuk
dikembangkan dalam industri, antara lain adalah :
7
1. Ringan
Aluminium merupakan logam yang sangat ringan, beratnya sekitar
2720 kg/m³. Oleh karena itu aluminium banyak menggantikan baja dalam
berbagai hal seperti pada mobil, motor, kapal, alat rumah tangga dan
lainnya.
2. Tahan karat
Beberapa logam lain mengalami pengikisan bila terkena oksigen,
air atau bahan kimia lainnya. Reaksi kimia akan menyebabkan korosi pada
logam tersebut.
3. Hantar listrik yang baik
Aluminium adalah logam yang paling umum dipakai sebagai alat
penghantar listrik, sebab mempunyai daya hantar kurang lebih 65% dari
daya hantar tembaga. Disamping itu aluminium lebih liat sehingga lebih
mudah diulur menjadi kawat.
2.1.2 Klasifikasi Aluminium
Aluminium dapat dikembangkan dengan berbagai jenis dari bentuk sampai
kekuatannya, karena aluminium jenis logam yang serbaguna, sebab
keistimewaan logam aluminium mampu mengganti logam lain seperti baja,
tembaga, kayu, dan lainnya. Penggunaannya secara volumetric telah melampaui
konsumsi tembaga, timah, timbal, seng secara bersama-sama.
Aluminium merupakan bahan baku yang mudah diperoleh, mempunyai
produksi yang unggul, sifat mekanik dan sifat fisik yang menguntungkan dan
harga relatif murah. Aluminium merupakan logam ringan karena mempunyai
8
berat jenis yang ringan. karena berat jenis aluminium yang relatif ringan maka
aluminium banyak digunakan pada komponen-komponen motor, pesawat
terbang dan lainnya. Selain itu sebagai penambah kekuatan mekaniknya yang
sangat mengikat yaitu Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni dan lainnya.
Untuk meningkatkan sifat mekanik aluminium terutama kekuatan tariknya
dilakukan perpaduan dengan unsur Tembaga (Cu), Besi (Fe), Magnesium (Mg),
Seng (Zn), Silikon (Si) sesuai dengan Aluminium Assosiation paduan Al terdiri-
dari produk wrought dan cor, Klasifikasi produk Wrought ditunjukkan
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Paduan Al untuk produk Wrought[2]
Unsur Pemadu Utama Seri
Aluminium minimal 99.00%
Tembaga (Cu).
Mangan (Mn).
Silikon (Si).
Magnesium (Mg).
Magnesium dan silikon.
Seng (Zn).
Unsur lainnya.
1xxx
2xxx
3xxx
4xxx
5xxx
6xxx
7xxx
8xxx
9xxx
Sedangkan paduan Al yang digunakan untuk pengecoran sesuai dengan
Aluminium association, sebagai berikut :
9
Tabel 2.2 Paduan Al untuk produk cor[2]
Unsur Pemadu Utama Seri
Aluminium minimal 99.00%
Tembaga (Cu).
Si-Mg, Si-Cu, Si-Cu-Mg
Silikon
Magnesium
Seng (Zn)
Tin (Sn)
Elemen lainnya
1XX.Y
2XX.Y
3XX.Y
4XX.Y
5XX.Y
7XX.Y
8XX.Y
9XX.Y
6XX.Y
Tabel 2.3 Standarisasi penamaan paduan Aluminium menurut ASTM dan JIS
USA Japan AA / ASTM JIS
A 356,1 AC4C
A 3602 AC4A
A 413 AC3A
A 319,2 AC2A
A 335 AC4B
A 384,1 ADC12
A 380,1 ADC10
2.1.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium
Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai
negara didunia, yang sangat terkenal dan sempurna adalah standar AA
(Aluminium Association) di Amerika yang didasarkan atas standar terdahulu.
10
Paduan dengan unsur-unsur yang ditambahkan yaitu :
1. Al-Murni
Untuk aluminium murni biasanya kemurniannya mencapai 99.85 %, tetapi
ada juga yang mencapai 99,999 %.
Tabel 2.4 Sifat – sifat fisik aluminium[3]
Sifat-Sifat. Kemurnian Al (%).
99,996 >99,0
Masa jenis (g/m³) (20ºC).
Titik cair (°C).
Panas jenis (cal/g.ºC) (100ºC).
Hantaran listrik (%).
Tahanan listrik koefisien temperatur (/ºC).
Koefisien pemuaian (20-100 ºC).
Jenis kristal, konstanta kisi.
2,6989
660,2
0,2226
64,94
0,00429
23,86x10¯¤
fcc,a =4,013kX
2,71
653-657
0,2297
59 (dianil)
0,0115
23,5x 10¯¤
fcc,a = 4,04 kX
Tabel 2.5 Sifat – sifat mekanik Aluminium[3]
Sifat-sifat
Kemurnian Al (%)
99,996 >99,0
Dianil 75% dirol dingin Dianil H18
Kekuatan tarik (kg/mmª).
Kekuatan mulur (0,2%) (kg/mmª).
Perpanjangan (%).
Kekerasan (Brinell).
4,9
1,3
48,8
17
11,6
11,0
5,5
27
9,3
3,5
35
23
16,9
14,8
5
44
Pada tabel 2.4 menunjukkan sifat-sifat fisik Al dan tabel 2.5 menunjukan
sifat-sifat mekaniknya. ketahanan korosi dapat berubah menurut kemurnian
aluminium. Untuk kemurnian 99,0 % atau diatasnya dapat bertahan bertahun-
tahun, sedangkan untuk hantaran listrik aluminiumnya kira-kira 65% dari
hantaran listrik tembaga.
11
2. Al-Cu
Didalam paduan Al, tembaga ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan,
jumlahnya dibatasi agar tidak mengurangi sifat mampu tuangnya, diatas batas
kelarutannya tembaga akan bersenyawa dengan aluminium membentuk endapan
Cu Al2 (fasa ß) yang bersifat keras dan rapuh, sifat yang tidak menguntungkan
ini dapat diperbaiki dengan perlakuan panas, sehingga fasa tersebut akan
berubah menjadi fasa α yang bersifat lebih liat dan tidak rapuh, hal ini
disebabkan endapan Cu Al2 akan terbentuk kembali dengan sifat yang lebih
homogen dan merata.
Makin tinggi kadar tembaga, makin banyak fasa yang terbentuk, sehingga
kekerasan dan kekuatan paduan akan meningkat (setelah proses perlakuan
panas), umumnya 2 - 5% Cu di tambahkan untuk mendapatkan sifat optimal
baik untuk kekuatannya maupun keliatannya. Sifat lain yang akan meningkat
dengan adanya tembaga di dalam paduan Al-Cu ialah sifat ketahanan korosi dan
sifat ketahanan ausnya.
Sedangkan untuk komposisi standarnya adalah Al-4%, Cu-0,5%, Paduan
yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang tinggi. Paduan dalam
sistem ini terutama dipakai sebagai bahan pesawat terbang. Tabel 2.6
menunjukan perlakuan panas dan sifat mekanik dari paduan Al-Cu.
12
Tabel 2.6 Sifat Mekanik Dari Paduan Al-Cu[3]
Paduan Keadaan
Kekuatan
tarik
(kgf/mm2)
Kekuatan
mulur
(kgf/mm2)
Perpanjangan
(%)
Kekuatan
geser
(kgf/mm2)
Kekerasan
Brinell
Batas lelah
(kgf/mm2)
17S
(2017)
O
T4
18,3
43,6
7,0
28,1
− −
12,7
26,7
45
105
77
12,7
A17S
(A2017)
T4
30,2
16,9
27
19,7
70
9,5
R317
Setelah
dianil.
42,9
24,6
22 -
100 −
24S
(2024)
O
T4
T36
18,9
47,8
51,3
7,7
32,3
40,1
22
22 −
12,7
28,8
29,5
42
120
130
− − −
14S
(2014)
O
T4
T4
19,0
39,4
49,0
9,8
28,0
42,0
18
25
13
12,7
23,9
29,5
45
100
135
− − −
3. Al-Mn
Mangan adalah unsur yang memperkuat Aluminium tanpa mengurangi
ketahanan korosi, dan Mn itu sendiri dipakai untuk membuat paduan yang tahan
korosi. Kelarutan padat maksimum terjadi pada temperatur eutektik adalah
1,82% dan pada 500ºC 0,36%, sedangkan pada temperatur biasa kelarutannya
hampir 0%. Paduan Al-1,2%Mn dan Al-1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan paduan
3003 dan 3004 yang dipergunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan
panas.
13
4. Al-Si
Paduan Al-Si sangat baik kecairannya yang mempunyai permukaan yang
bagus sekali tanpa kegetasan panas dan sangat baik untuk paduan coran, sebagai
bahan tambahan Si mempunyai ketahanan korosi yang baik, ringan, koefisien
muai yang kecil dan sebagai penghantar listrik yang baik juga panas koefisien
pemuaian termalnya Si sangat rendah. Oleh karena itu paduan ini mempunyai
koefisien yang rendah apabila ditambah Si lebih banyak. Dalam paduan Al-Si
penentuan kadar silikon adalah satu hal yang harus diperhatikan, pengaruh yang
besar akibat meningkatnya kadar silikon sampai tercapainya titik eutektik,
adalah naiknya sifat kekuatan seiring dengan menurunnya sifat keuletan dari
paduan tersebut, dengan adanya titik eutektik pada kadar silikon sekitar 11,6 %
dengan temperatur yang relatif rendah maka sifat mampu tuang paduan Al-Si
menjadi sangat baik, dan masalah-masalah yang berhubungan dengan
penyusutan dapat dikurangi seminimal mungkin, sehingga dengan adanya unsur
Si didalam paduan akan memperbaiki sifat mampu tuang dan penyusutan yang
terjadi. Hal ini merupakan faktor yang utama didalam pengecoran Al-Si
tersebut.
Sedangkan paduan Al-Si dengan kandungan Si 20% pada komposisi ini
biasanya disebut sebagai paduan hipereutektik, struktur akhir terdiri-dari
dendritik fasa-ß ditambah struktur campuran eutektik Al-Si, proses
pembentukan pada komposisi ini terjadi secara tidak langsung tetapi melalui
fasa cair padat, sehingga struktur akhir adalah kaya akan silikon sebagai struktur
utamanya ditambah struktur campuran eutektik sebagai struktur tambahan.
14
Gambar 2.1 menunjukan diagram fasa dari paduan Al-Si yang termasuk tipe
eutektik yang mempunyai titik lebur 577 ºC untuk 11,7 % Si
Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si[2]
(a) (b) (c)
Gambar 2.2 Strukturmikro aluminium silikon (a) Strukturmikro aluminium
hypoeutektik (b) Strukturmikro aluminium eutektik
(c) Strukturmikro aluminium hypereutektik
15
5. Al-Mg
Didalam paduan Al-Mg mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan
pengaruh Cu didalam paduan tersebut. Magnesium larut sebagai fasa α,
sedangkan diatas batas kelarutannya magnesium hadir dalam bentuk fasa β, fasa
β merupakan fasa yang lunak dan berukuran besar, sehingga sedikit sekali
menimbulkan efek pengerasan terhadap paduan.
Pengaruh penting dari elemen ini dalam paduan Al-Si yaitu bersama
dengan Si membentuk persenyawaan Mg2Si. Dengan adanya persenyawaan
tersebut didalam paduan Al-Si maka sifat mekanis dapat ditingkatkan, karena
kemungkinan mendapatkan pengaruh pengerasan akibat pengendapan, yaitu
setelah dilakukan proses perlakuan panas terhadap paduan. Magnesium juga
berpengaruh terhadap peningkatan ketahanan korosi pada Al-Si, tetapi
sebaliknya unsur ini mengurangi sifat mampu tuang dari paduan dan
mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk teroksidasi pada waktu peleburan
paduan tersebut. Berikut tabel 2.7 menunjukan sifat mekanik dari paduan
Al-Mg.
16
Tabel 2.7 Sifat-sifat mekanik paduan Al-Mg[3]
Paduan Keadaan
Sifat-sifat mekanik
Kekuatan
tarik
(kgf/mm2)
Kekuatan
mulur (0,2%)
(kgf/mm2)
Perpan
jangan
(%)
Kekuatan
geser
(kgf/mm2)
Kekerasan
Brinell
Batas lelah
5x102
(kgf/mm2)
5052
(Al-
2,5Mg-
0,25Cr)
O
H38
21,9
28,8
8,4
25,3
30
8
12,7
16,9
45
85
12,0
13,4
5056
(Al-
5,2Mg-
0,1Mn-
0,1Cr)
O
H18
29,5
43,6
15,5
40,8
35
6
18,3
23,2
-
-
14,1
15,5
6. Al-Mg-Si
Jika sedikit Mg ditambahkan kepada Al pengerasan penuaan sangat jarang
terjadi, tetapi apabila secara simultan mengandung Si, maka dapat dikeraskan
dengan penuaan panas setelah perlakuaan pelarutan. Paduan ini mempunyai
kekuatan yang kurang untuk bahan tempaan dibandingkan dengan paduan
lainya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya pada temperatur biasa,
ektrusi dan sebagainya.
2.2 Pengelasan Adukan Gesek (Friction Stir Welding) Paduan Al-Si
Ditemukan pada tahun 1991, proses pengelasan adukan gesek (Friction Stir
Welding) dikembangkan, dan dipatenkan oleh The Welding Institute (TWI) di
Cambridge, kerajaan Inggris. Mesin las adukan gesek yang pertama kali dibuat
dan dijual adalah produksi ESAB Welding and Cutting Products pada pabrik
mereka yang berada di Laxa, Swedia. Pengembangan proses ini, berubah secara
signifikan dari gerak putaran konvensional dan gesekan linier yang saling
17
berbalasan, menjadi penyambungan dua buah material dengan media gesek
(perkakas las).
Pengelasan adukan gesek merupakan pengelasan dalam kondisi padat (solid-
state). Pengelasan ini dapat menyambung sisi dua buah lempengan yang
disejajarkan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3. Perkakas las berbentuk
silinder yang ujungnya terdiri dari punggung (shoulder) untuk menekan bagian las
dan pin untuk mengaduk bagian sambungan las. Perkakas las diputar dengan
kecepatan antara 500-1500 rpm dengan pin diposisikan antara bagian yang akan
disambung. Gesekan antara pin dan logam dapat mencapai temperatur hingga
1200°C, sehingga logam disekelilingnya menjadi plastis dan proses adukan akan
terjadi. Punggung perkakas las ditekan pada permukaan bagian las dan bergerak
kearah bagian sambungan lain dengan kecepatan antara 0,5-2mm per detik.
Gambar 2.3 Pengelasan adukan gesek (friction stir welding)[4]
Untuk mendapatkan hasil las yang optimal, bahan dan bentuk punggung
serta pin di design sedemikian rupa. Bahan perkakas las yang digunakan
tergantung kepada logam yang akan disambung. Perkakas las berbahan seperti
18
baja kecepatan tinggi (HSS), baja perkakas H13, dan D3 digunakan untuk
menyambung logam aluminium, magnesium dan copper. Sedangkan paduan
tungsten seperti tungsten karbida (WC), tungsten rehenium (W-25%Re) dan
polycrystal cubic boron nitrate (PCBN) digunakan untuk menyambung logam
yang lebih keras seperti baja, nikel dan titanium. Bentuk perkakas las juga
bervariasi seperti punggung rata, bergelombang dan mangkok terbalik
dikombinasikan dengan pin berbentuk silinder, kerucut dan oval dengan
permukaan rata, ulir dan kombinasinya.
Pengelasan adukan gesek secara umum dapat dilakukan dengan dua cara,
yakni sambungan temu (Butt Joint) dan sambungan tumpang tindih (Lap Joint).
Namun pada perkembangannya las adukan gesek dapat dilakukan dengan
beberapa variasi sambungan, diantaranya; sambungan temu dengan ketebalan
berbeda (Dissimilar Thickness Butt), sambungan tegak lurus (Tee), sambungan
sudut (Corner), sambungan pengisian tumpang tindih (Lap Fillet), dan
sambungan temu ganda (Double Sided Butt).
Gambar 2.4 Varian sambungan las adukan gesek[4]
19
Strukturmikro hasil las adukan gesek yang terdiri dari daerah bagian
adukan (stir zone), bagian pengaruh panas secara termomekanik
(thermomechanical affected zone) dan bagian pengaruh panas (heat affected
zone), sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.5. Bagian adukan (stir zone)
mengalami laju tegangan dan regangan tertinggi serta temperatur yang tinggi.
Kombinasi ini menyebabkan bagian ini terjadi rekristalisasi dinamik.
Strukturmikro bagian adukan ini sangat tergantung pada bentuk perkakas las,
kecepatan rotasi dan translasi, tekanan dan karakteristik bahan yang akan
disambung. Disamping itu, bagian ini juga merupakan bagian yang terdeformasi.
Pada bagian pengaruh panas secara termomekanik (thermomechanical affcted
zone) terjadi pengkasaran penguat presipitat tetapi tidak ada rekristalisasi dinamik.
Sedangkan panas pada bagian pengaruh panas (heat affected zone) selama
pengelasan panasnya hanya menumbuhkan butir-butir saja.
Bila secara umum sambungan logam hasil las mensyaratkan kekerasan dan
kekuatan yang sama atau lebih dibandingkan dengan logam induknya, disamping
tegangan sisa yang rendah. Sebaliknya sambungan las paduan Al-Si hasil
pengelasan masih mempunyai kekerasan dan kekuatan rendah dibandingkan
dengan logam induknya. Disamping itu tegangan sisa tetap tinggi. Karena itu
sambungan las paduan ini tidak sekuat logam induknya dan mudah patah.
Pengelasan adukan gesek telah dicoba untuk beberapa paduan Al. Walaupun sifat
plastis menjadi lebih baik dan dapat mencapai 2000%, tetapi kekuatan dan
kekerasan relatif tetap atau lebih rendah dibandingkan dengan logam induknya.
Perubahan sifat ini dikarenakan butir-butir penyusun paduan jauh lebih halus,
20
disamping partikel penguatnya menjadi lebih besar. Disisi lain, penelitian
pengelasan adukan gesek untuk membentuk komposit metal matrik dengan
penguat partikel keramik menunjukan bahwa bagian sambungan las lebih kuat
dibandingkan dengan logam induknya. Akan tetapi informasi sambungan las
komposit matrik logam Al-Si sangat terbatas, walaupun jumlah bahan ini banyak
digunakan untuk produk cor dalam industri transportasi.
Gambar 2.5 Bagian sambungan las paduan Al-Si cor setelah dilas adukan gesek[4]
2.3 Alumina
Alumina atau Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari
aluminium dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah
alumina, dan dalam bidang pertambangan, keramik dan teknik material senyawa
ini lebih banyak disebut dengan nama alumina.
21
Alumina adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik.
Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut corundum atau α-
aluminum oksida. Al2O3 dipakai sebagai bahan abrasif dan sebagai komponen
dalam alat pemotong, karena sifat kekerasannya.
Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium
terhadap perkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah
bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen
membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan
cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium
dari oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat ditingkatkan melalui proses
anodisasi. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu aluminium,
memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium pada alloy untuk
meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
Al2O3 yang dihasilkan melalui anodisasi bersifat amorf, namun beberapa
proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar
Al2O3 dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasannya. Setiap tahunnya,
65 juta ton alumina digunakan, lebih dari 90%-nya digunakan dalam produksi
logam aluminium. Aluminium hidroksida digunakan dalam pembuatan bahan
kimia pengelolaan air seperti aluminium sulfat, polialuminium klorida, dan
natrium aluminat. Berton-ton alumina juga digunakan dalam pembuatan zeolit,
pelapisan pigmen titania dan pemadam api. Aluminium oksida memiliki
kekerasan 9 dalam skala Mohr. Hal ini menyebabkannya banyak digunakan
22
sebagai abrasif untuk menggantikan intan yang jauh lebih mahal. Beberapa jenis
ampelas, dan pembersih CD/DVD juga menggunakan aluminium oksida.
Gambar 2.6 Alumina dalam bentuk bubuk/serbuk[5]
2.4 Silika
Silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa
yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut pasir kuarsa, terdiri atas
kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa
selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih
merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti
kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2,
Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau
warna lain bergantung pada senyawa pengotornya.
Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari
menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian
dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian dipisahkan
dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika yang lebih
23
besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat penambangan. Pasir inilah
yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika dengan kadar tertentu.
Silika biasanya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan berbagai
ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet,
gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta
gigi, dan lain-lain. Untuk proses penghalusan atau memperkecil ukuran dari pasir
silika umumnya digunakan metode milling dengan ball mill untuk menghancurkan
ukuran pasir silika yang besar-besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus,
silika dengan ukuran yang halus inilah yang biasanya bayak digunakan dalam
industri.
Saat ini dengan perkembangan teknologi mulai banyak aplikasi
penggunaan silika pada industri semakin meningkat terutama dalam penggunaan
silika pada ukuran partikel yang kecil sampai skala mikron atau bahkan
nanosilika. Kondisi ukuran partikel bahan baku yang diperkecil membuat produk
memiliki sifat yang berbeda yang dapat meningkatkan kualitas. Sebagai salah satu
contoh silika dengan ukuran mikron banyak diaplikasikan dalam material
building, yaitu sebagai bahan campuran pada beton. Rongga yang kosong di
antara partikel semen akan diisi oleh mikrosilika sehingga berfungsi sebagai
bahan penguat beton (mechanical property) dan meningkatkan daya tahan
(durability). Selama ini kebutuhan mikrosilika dalam negeri dipenuhi oleh produk
impor. Ukuran lainnya yang lebih kecil adalah nanosilika bnyak digunakan pada
aplikasi di industri ban, karet, cat, kosmetik, elektronik, dan keramik. Sebagai
salah satu contoh adalah pada produk ban dan karet secara umum. Manfaat dari
24
penambahan nanosilika pada ban akan membuat ban memiiki daya lekat yang
lebih baik terlebih pada jalan salju, mereduksi kebisingan yang ditimbulkan dan
usia ban lebih pajang daripada produk ban tanpa penambahan nanosilika.
Untuk memperoleh ukuran silika sampai pada ukuran nano/mikrosilika
perlu perlakuan khusus pada prosesnya. Untuk mikrosilika biasanya dapat
diperoleh dengan metode special milling, yaitu metode milling biasa yang sudah
dimodifikasi khusus sehingga kemampuan untuk menghancurkannya jauh lebih
efektif, dengan metode ini bahkan dimungkinkan juga memperoleh silika sampai
pada skala nano. Sedangkan untuk nanosilika bisa diperoleh dengan metode-
metode tertentu yang sekarang telah banyak diteliti diantaranya adalah sol-gel
process, gas phase process, chemical precipitation, emulsion techniques, dan
plasma spraying & foging proses (Polimerisasi silika terlarut menjadi organo
silika).
Gambar 2.7 Silika dalam bentuk bubuk/serbuk[6]
25
BAB III
BAHAN DAN PERCOBAAN
3.1 Prosedur Penelitian
Dalam pelaksanaan suatu kegiatan penelitian, biasanya selalu diawali
dengan penetapan tahapan atau langkah-langkah penelitian. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai metode penelitian yang dilakukan dari awal penelitian hingga
akhir, yang ditunjukkan melalui sebuah diagram alir atau flowchart.
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
Cacat
Baik
Mulai
Studi Literatur
Material: Al-20Si, Al-30Si,
AC9A, AC9B
• Pemotongan specimen berukuran 50 x 20 x 5 mm • Pengelasan gesek specimen dengan kecepatan
gerak 7-8 mm/menit, 1200rpm pada kemiringan mata las sebesar 1°
Pengujian (Metalografi dan MikroVickers)
Selesai
Cacat
26
Diagram pada gambar 3.1 menggambarkan langkah suatu proses yang
dilakukan dalam melakukan metode penelitian sehingga memperoleh hasil dari
penelitian yang sesuai dengan literatur pustaka. Langkah-langkah prosesnya
berupa yaitu terminal yang menyatakan mulai dan selesai dari suatu proses,
pengolahan yang menyatakan suatu proses yang berlangsung, dan keputusan
untuk menyatakan dalam mengambil keputusan dari proses yang telah diolah
dengan cara membandingkan.
3.2 Bahan Percobaan
Bahan yang dipakai yaitu paduan hypereutektik aluminium-silikon terdiri
dari fasa utama aluminium dengan fiber silikon dan paduan lain yang
terdistribusi pada matrik aluminium. Bahan paduan hypereutektik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Al-20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B.
Komposisi paduan tersebut ditunjukkan pada tabel 3.1, 3.2, 3.3, dan tabel 3.4
Tabel 3.1 Komposisi Paduan Al-20Si[8]
Cu (%)
Si (%)
Mg (%)
Zn (%)
Fe (%)
Mn (%)
Ni (%)
Sn (%)
Pb (%)
Al (%)
0.00 20.10 0.00 0.00 0.30 0.00 0.00 0.00 0.00 79.60
Tabel 3.2 Komposisi Paduan Al-30Si[8]
Cu (%)
Si (%)
Mg (%)
Zn (%)
Fe (%)
Mn (%)
Ni (%)
Sn (%)
Pb (%)
Al (%)
0.00 30.01 0.00 0.00 0.28 0.00 0.00 0.00 0.00 69.71
27
Tabel 3.5 Komposisi Paduan AC9A[9]
Cu (%)
Si (%)
Mg (%)
Zn (%)
Fe (%)
Mn (%)
Ni (%)
Sn (%)
Pb (%)
Al (%)
0.50 - 1.5 22 - 24 0.50 - 1.5 0.20 0.80 0.50 0.50 - 1.5 0.10 0.10 Bahan Utama
Tabel 3.5 Komposisi Paduan AC9B[9]
Cu (%)
Si (%)
Mg (%)
Zn (%)
Fe (%)
Mn (%)
Ni (%)
Sn (%)
Pb (%)
Al (%)
0.50 - 1.5 18 - 20 0.50 - 1.5 0.20 0.80 0.50 0.50 - 1.5 0.10 0.10 Bahan Utama
3.3 Material / Partikel Penambah
Material/partikel penambah ditambahkan pada proses pengelasan pada
bagian persambungan antara kedua specimen, dengan terlebih dahulu dibuat takik
sebesar 450 dengan kedalaman takik 1,5 mm, atau ½ dari tinggi pin perkakas las.
450
Specimen Specimen
Gambar 3.2 Persambungan specimen dengan takik
Pada proses pengelasan ini, digunakan 2 jenis material/partikel penambah,
yakni Alumina (Al2O3) dan Silika (SiO2) yang berbentuk bubuk dengan terlebih
dahulu melalui penyaringan 325 mesh.
28
3.4 Proses Pengelasan Specimen
Pada proses ini material aluminium hypereutektik yang telah dipotong
berukuran 50mm x 20mm x 5mm, diletakan pada meja las dengan posisi
pengelasan sambungan temu (Butt Joint). Selanjutnya dilas gesek tekan pada
mesin las sampai kedua specimen tersambung. Proses pengelasan dilakukan
beberapa kali lewat (pass) dengan variabel jumlah pengelasan 1, 2, 3, dan 4 kali
atau 1 - 4 pass.
Gambar 3.3 Langkah proses pengelasan adukan gesek; (1) tools beputar (2)
penekanan pin tools terhadap specimen (3) gesekan shoulder tools terhadap
specimen (4) lintasan pengelasan (pass)[12]
Adapun alat-alat yang digunakan dalam proses pengelasan paduan Al-Si
tersebut adalah :
29
1. Mesin Las
Mesin las digunakan untuk menyambung specimen. Mesin las ini hasil
modifikasi dari mesin frais milling. Yang ditunjukkan pada gambar 3.4
dibawah ini.
Gambar 3.4 Mesin Frais Milling
2. Meja Las (Anvil)
Berfungsi sebagai tempat dimana kedua bahan aluminium yang akan
disambung diletakan dengan posisi sambungan temu (butt joint)
30
Gambar 3.5 Meja Las
3. Holder
Berfungsi untuk memegang perkakas las yang digunakan untuk
menyambung kedua specimen.
Gambar 3.6 Holder
4. Perkakas Las
Perkakas las berfungsi untuk menyambung dan menekan kedua specimen
dengan sambungan temu (butt joint). Perkakas las yang digunakan terbuat
31
dari bahan baja kecepatan tinggi atau HSS (High Speed Steel) yang telah
dilakukan proses permesinan dengan ukuran yang telah ditentukan.
Satuan dalam mm
Gambar 3.7 Dimensi perkakas las
Gambar 3.8 Perkakas las yang terbuat dari HSS
3.5 Pengujian Bahan
Bagaimanapun baiknya suatu material dipersiapkan, pasti memiliki
cacat-cacat kisi yang akan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan
struktur material tersebut. Dengan mengamati sifat mekanik logam, akan
diperoleh informasi sifat-sifat cacat kisi tersebut. Pada beberapa cabang industri,
pengujian mekanik yang biasa dilakukan seperti uji metalografi, uji tarik, uji
kekerasan, uji impact, uji creep, dan uji tarik, dimana kegunaan pengujian tersebut
bukan untuk mempelajari keadaan cacatnya, tetapi untuk memeriksa kualitas
32
produk yang dihasilkan sesuai dengan standar spesifikasinya. Dalam hal ini
penulis hanya melakukan beberapa pengujian yakni : uji metalografi, dan uji
kekerasan.
3.5.1 Metalografi
Metalografi adalah suatu pengetahuan yang khusus mempelajari struktur
logam dan mekanisnya, dalam metalografi dikenal pengujian makroskopi dan
pengujian mikroskopi. Bila pengujian makroskopi dilakukan dengan mata
telanjang atau memakai kaca pembesar, maka pada pengujian mikroskopi
menggunakan suatu alat yaitu mikroskop optis bahkan mikroskop elektron.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat struktur dan fasa yang terkandung
pada suatu material khususnya AlSi 20, AlSi 30, AC9A dan AC9B.
Terdapat beberapa langkah penting dalam pengujian metalografi,
diantaranya pengamplasan (grinding), pemolesan (polishing), dan pengetsaan
(etching), dengan sebelumnya perlu diperhatikan beberapa langkah persiapan
terlebih dahulu. Langkah-langkah pengujian metalografi dapat dilihat pada
diagram alir (gambar 3.9).
33
Gambar 3.9 Diagram Alir Proses Metalografi
Penjelasan diagram alir pada gambar 3.9 adalah sebagai berikut :
• Pengamplasan (Grinding)
Pengamplasan ini bertujuan untuk menghaluskan permukaan
sampel dengan goresan yang searah. Amplas yang digunakan adalah dari
nomor 100, 200, 400, 500, 600, 800, 1000, 1200, 1500 dan 2000. Selama
Cacat
Mulai
Material Al-20Si, Al-30Si, AC9A & AC9B
Pengamplasan (Grinding)
Pemolesan (Polishing)
Pengetsaan (Etching)
Strukturmikro
Selesai
Analisa
Baik
34
pengamplasan sampel harus dialiri air bersih, hal ini untuk menghindari
timbulnya panas dipermukaan sampel yang kontak langsung dengan kertas
amplas.
• Pemolesan (Polishing)
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa goresan dari
proses pengamplasan. Pemolesan dilakukan pada mesin poles dengan
media kain beludru dan memakai pasta intan 1μm.
• Pengetsaan (Etching)
Mengetsa (etching) dengan etching reagents (bahan etsa) dilakukan
untuk memperoleh gambaran yang nyata dari permukaan specimen,
sehingga dalam keadaan siap diletakkan dibawah mikroskop.
• Analisa
Sampel yang telah melalui beberapa tahapan perlakuan seperti di
atas, selanjutnya sampel tersebut diamati dibawah mikroskop optis dengan
struktur mikro pembesaran 400 X.
• Alat Potret (Camera)
Camera digunakan untuk memotret gambar struktur yang telah
diamati dibawah mikroskop, sehingga camera ini harus dapat dipasang
pada mikroskop untuk dapat melakukan pemotretan strukturmikro dengan
mudah dan cepat.
35
Gambar 3.10 Metallurgical Microscope [13]
Spesifikasi Metalurgical Microscope.
Tyepiece : NWF 10 X.
Objective : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X.
Viewing Head : Binocular body complete with interpupillary distance.
Illuminator : Koehler-type illuminator complete with aperture and field
diaphragms, filter slots and bulb cord. Uses EL-38
(8V/15) tungsten filament bulb.
36
Mechanical Stage : Graduated 150x160 mm in size 30x30 mm cross motion,
reading to 0,1 mm by vernier. Provided with low position
stage controls.
Focusing Control : Stage height is adjustable by the control knob and fixed
by locking knob. Fine controls are workable in arrange of
2 mm.
Photo Mechani : Optical path selector for visual observation and
photography, built in reflecting mirror and camera port.
Polarizing Filters : Built-in Slideway, complete with analyzer, rotatable
through 0-9º, and polarizer filter.
Microscope Stand : Inverrted stand, complete with built-in plane glass
reflector, built in power supply transformer, variable
light intensity control, out put sockets.
Color Filters : Green filter for visual obsrervation and monochromatic
film photography, and blu filter for color photography.
3.5.2 Uji Kekerasan (Hardness test)
Percobaan kekerasan (hardness test) yang akan dilakukan adalah
percobaan kekerasan dengan cara mekanis statis (bukan mekanis dinamis) dari itu
meliputi cara-cara Rockwell, Brinell dan Vickers. Ketiga cara tersebut didasarkan
pada cara penekanannya (Indentation) suatu benda yang tidak terdeformasi
kedalam permukaan logam yang diuji (specimen) kekerasan, sehingga akan terjadi
suatu bekas penekanan (lekukan) yang kemudian dijadikan dasar untuk penilaian
37
kekerasannya, penekanan dilakukan sampai lekukan yang bersifat tetap. Logam
yang akan diuji akan lebih keras bila bekas yang terjadi lebih kecil. Gambar 3.11
menggambarkan diagram langkah suatu proses yang dilakukan dalam melakukan
metode penelitian uji kekerasan.
Gambar 3.11 Diagram Alir Uji Kekerasan
1. Cara Uji Kekerasan Rockwell
Cara Rockwell ini juga didasarkan kepada penekanan sebuah indentor
dengan suatu gaya tekan tertentu kepermukaan yang rata dan bersih dari
suatu logam yang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke
Mulai
Material Al-20Si, Al-30Si, AC9A & AC9B
Pengamplasan No 100 - 2000
Pengambilan Data
Selesai
Pengujian
38
gaya minor maka yang dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan
Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter ataupun diagonal bekas
lekukan tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah
kelainan cara Rockwell dibandingkan dengan cara pengujian kekerasan
lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya biasa dipakai ada tiga jenis yaitu HRA,
HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan dari kekerasan
Rockwell atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat
dengan huruf R saja.
• Rockwell A dan C adalah jenis alat uji kekerasan yang digunakan untuk
pengujian kekerasan logam ferrous seperti besi, baja, dengan indentor
kerucut diamond 1200 dengan pembebanan 60 KPa untuk Rockwell A
dan 150 KPa untuk Rockwell C.
• Rockwell B digunakan untuk pengujian kekerasan logam non ferrous
seperti aluminium, tembaga dan lain-lain,
Bahan-bahan atau perlengkanpan yang dipakai untuk pengujian kekerasan
Rockwell adalah sebagai berikut :
1. Mesin pengujian kekerasan Rockwell yang ditunjukkan pada
gambar 3.12
2. Indentor (penetrator) berupa bola baja berukuran Ø 1/16 dan
kerucut diamond 120º
3. Mesin gerinda
4. Amplas kasar dan halus
39
5. Benda uji (test specimen)
Gambar 3.12 Alat Uji Kekerasan Rockwell
Spesifikasi Alat Uji Kekerasan Rockwell.
Nama alat : Rockwell Hardness Tester
Merk : AFFRI serie 206. RT-206.RTS
Loading : Maximum 150 KPa
Minimum 60 KPa
Specifikasi :
HRC Load : 150 KPa
Indentor : Krucut Diamond 120º
HRB Load : 100 KPa.
Indentor : Steel Ball Ø 1/16˝
HRA Load : 60 KPa.
Indentor : Kerucut Diamond 120º
HRD Load : 100 KPa.
40
Indentor : Krucut Diamond 120º
HRF Load : 60 KPa.
Indentor : Steel Ball Ø 1/16˝
HRG Load : 150 KPa.
Indentor : Steel Ball Ø 1/16˝
2. Cara Uji Kekerasan Brinell
Cara uji Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja yang
terbuat dari baja chrom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu,
oleh suatu gaya tekan secara statis kedalam permukaan logam yang diuji
tanpa hentakan ke permukanan logam yang diuji harus rata dan bersih.
Setelah gaya tekan ditiadakan dan bola baja dikeluarkan dari bekas
lekukan, maka diameter paling atas dari lekukan tadi diukur secara teliti
untuk kemudian dipakai untuk menetukan kekerasan logam yang diuji
dengan menggunakan rumus:
)(
222 dDDD
FBHN−−
=π
(3.1)
Dimana :
F = Beban yang diberikan (KP atau Kgf)
D = Diameter indetor yang digunakan
d = Diameter bakas lekukan
41
Kekerasan ini disebut kekerasan brinell yang biasa disingkat dengan HB
atau BHN (Brinell Harness Number). Bertambah keras logam yang diuji
bertambah tinggi nilai HB.
Gambar 3.13 Identor dan cara uji kekerasan Brinell[16]
3. Cara Uji Kekerasan Vickers
Cara vikers ini didasarkan kepada penekanan oleh suatu gaya tekan
tertentu oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik yang
memiliki sudut puncak 136° kepermukaan logam yang diuji kekerasannya,
dimana permukaan logam yang diuji ini harus rata dan bersih. Setelah
gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan pyramid diamond
dikeluarkan dari bekas yang terjadi (permukaan bekas merupakan segi
empat karena pyramid merupakan pyramid sama sisi). Maka diagonal segi
42
empat bekas teratas diukur secara teliti untuk kemudian digunakan sebagai
kekerasan logam yang diuji. Nilai kekerasan yang diperoleh sedemikian
itu disebut kekerasan Vickers yang biasa disingkat dengan Hv atau HVN
(Hardness Vickers Number).
Gambar 3.14 Alat uji kekerasan Vickers / Mikro Vickers
Nilai Kekerasan bergantung pada hasil diagonal rata-rata jejak identor (d),
kemudian dipakai untuk menetukan kekerasan logam yang diuji dengan
menggunakan rumus: [17]
(3.2)
Dimana:
P = Beban atau load (gf)
d = Diagonal rata-rata jejak identor (µm)
43
Gambar 3.15 Identor dan cara uji kekerasan Vickers[16]
44
Eutektik
Al-α
Si
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Strukturmikro Ingot Paduan Al-20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B
Sambungan las terdiri dari bagian-bagian paduan induk (base metal),
pengaruh panas (heat affected zone), pengaruh panas termomekanik
(thermomechanical affected zone) dan adukan gesek (stir zone). Dua bagian
pertama dan bagian adukan terlihat pada sambungan las paduan aluminium Al-
20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B.
Paduan hypereutektik Al-Si disusun oleh fasa utama larutan padat Al-α
dan fiber kristal-kristal Silikon (Si). Formasi kristal-kristal Si pada matrik Al-α
tergantung pada komposisi paduan, perlakuan mekanik dan panas, serta proses
pembentukan. Pada paduan hypereutektik kandungan Silikon (Si) sangat tinggi,
sehingga pada struktur mikro paduan hypereutektik fiber kristal-kristal Si terlihat
jelas.
Gambar 4.1 Strukturmikro ingot paduan Al-20Si
Plat Si 40 µm
45
Si
Al-α
Eutektik
Si
Al-α
Eutektik
Gambar 4.2 Strukturmikro ingot paduan Al-30Si
Gambar 4.3 Strukturmikro ingot paduan AC9A
Plat Si
Plat Si
40 µm
40 µm
46
Si
Al-α
Eutektik
adukan gesek (Stir Zone)
pengaruh panas termomekanik (thermomechanical affected zone)
logam induk (base metal) Transisi / pengaruh panas
(heat affected zone)
Gambar 4.4 Strukturmikro ingot paduan AC9B
Dalam menganalisa strukturmikro dari hasil lasan Al-20Si, Al-30Si,
AC9A dan AC9B baik 1,2,3 atau 4 kali lewat (pass) pengelasan, hanya diamati
pada bagian adukan las seperti gambar 4.5 berikut:
Gambar 4.5 Pemetaan pada specimen hasil lasan
4.2 Strukturmikro Paduan Al-20Si Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Paduan Al-20Si setelah dilakukan proses pengelasan gesek sebanyak 1, 2,
3 dan 4 kali lewat (pass) akan menghasilkan strukturmikro sebagai berikut:
Plat Si
40 µm
47
4.2.1 Strukturmikro Paduan Al-20Si Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Tanpa Penambahan Partikel Oksida
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone).
Gambar 4.6 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 1 kali lewat (1 pass);
(a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical
affected zone
(c)
(a) (b)
(d)
20 µm
48
Gambar 4.7 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.8 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(a) (b)
(c) (d)
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
20 µm
49
Gambar 4.9 Strukturmikro paduan Al-20Si hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Bagian adukan las gesek paduan Al-20Si yang dihasilkan dari 1 sampai 4
kali pengelasan ditunjukkan pada strukturmikro pada gambar 4.6 sampai gambar
4.9. Perbedaan dapat terlihat pada bagian (a) base metal, (b) stir zone, (c)
transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical affected zone, yakni pada
strukturmikro dan komposisi letak serta persebaran partikel-partikel Si yang
terdistribusi pada matriks Al. Pada bagian stir zone, Fiber-fiber Si kasar pada
bahan asal (ingot) terpotong-potong menjadi partikel-partikel halus atau nugget
pada matriks Al, sedangkan pada bagian thermomechanical affected zone partikel
Si masih berbentuk kasar karena hanya terkena pengaruh panas termomekanik
dari gesekan. Kemudian bagian transisi, menunjukkan peralihan antara base metal
dan bagian adukan yang hanya terkena pengaruh panas (heat affected zone).
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
50
4.2.2 Strukturmikro Paduan Al-20Si Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Dengan Penambahan Partikel Alumina (Al2O3)
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone)
Gambar 4.10 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
thermomechanical affected zone
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
51
Gambar 4.11 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% Al2O3
hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.12 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% Al2O3
hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(a) (b)
(c) (d)
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
20 µm
52
Gambar 4.13 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% Al2O3
hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Penambahan 21% partikel Al2O3 pada sambungan las Al-20Si membentuk
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.10 sampai 4.13.
Partikel-partikel Al2O3 yang berwarna lebih terang bercampur dengan partikel-
partikel Si yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Berbeda dengan hasil
pengelasan tanpa menggunakan partikel penambah, penambahan partikel Al2O3
membuat strukturmikro terlihat cenderung lebih besar (pada partikel Al2O3), hal
ini disebabkan oleh partikel Al2O3 yang terdistribusi pada matrik Al tidak terpecah
menjadi bagian-bagian yang halus, akan tetapi masih dalam butiran-butiran kasar
dan tampak memiliki ciri yang berbeda dari silikon.
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
53
4.2.3 Strukturmikro Paduan Al-20Si Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Dengan Penambahan Partikel Silika (SiO2)
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone)
Gambar 4.14 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
thermomechanical affected zone
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
54
Gambar 4.15 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2
hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.16 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2
hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(a) (b)
(c) (d)
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
20 µm
55
Gambar 4.17 Strukturmikro paduan Al-20Si + 21% SiO2
hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Penambahan 21% partikel SiO2 pada sambungan las Al-20Si membentuk
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.14 sampai 4.17.
Partikel-partikel SiO2 yang berwarna terang bercampur dengan partikel-partikel Si
yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Berbeda dengan hasil pengelasan tanpa
menggunakan partikel penambah ataupun dengan penambahan partikel Al2O3,
pada strukturmikro Al-20Si + 21% SiO2, partikel SiO2 tidak terlalu dapat dilihat
dengan jelas, hal ini mungkin disebabkan oleh partikel SiO2 yang terdistribusi
tidak bercampur atau teraduk pada matrik Al, atau juga disebabkan oleh adanya
sedikit kesamaan pada partikel SiO2 dengan partikel Si.
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
56
4.3 Strukturmikro Paduan Al-30Si Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Paduan Al-30Si setelah dilakukan proses pengelasan gesek sebanyak 1, 2,
3 dan 4 kali lewat (pass) akan menghasilkan strukturmikro sebagai berikut:
4.3.1 Strukturmikro Paduan Al-30Si Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Tanpa Penambahan Partikel Oksida
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone).
Gambar 4.18 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 1 kali lewat (1 pass)
(a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical
affected zone
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
57
Gambar 4.19 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.20 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(a) (b)
(c) (d)
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
20 µm
58
Gambar 4.21 Strukturmikro paduan Al-30Si hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Gambar 4.18 sampai gambar 4.21, menunjukkan strukturmikro pada
bagian adukan las gesek paduan Al-30Si yang dihasilkan dari 1 sampai 4 kali (1 –
4 pass) pengelasan. Partikel-partikel halus silkon (Si) terbentuk pada bagian
adukan setelah pengelasan gesek. Partikel-partikel tesebut juga semakin halus
dengan bertambahnya jumlah pengelasan hingga 4 kali (4 pass). Yang menjadi
perbedaan antara adukan las pada specimen Al-30Si dengan specimen Al-20Si
terdapat pada jumlah partikel-partikel silikon (Si) pada bagian adukannya. Jumlah
partikel-partikel silikon (Si) yang terdistribusi pada sambungan las Al-30Si lebih
banyak dibandingkan dengan sambungan las pada Al-20Si, hal ini dikarenakan
kandungan silikon (Si) yang lebih banyak terdapat pada paduan Al-30Si. Kedua
struktur ini dapat dikategorikan sebagai komposit matrik logam Al berpenguat
slikon (Si), dengan kadar silikon (Si) yang tinggi.
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
59
4.3.2 Strukturmikro Paduan Al-30Si Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Dengan Penambahan Partikel Alumina (Al2O3)
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone)
Gambar 4.22 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3 hasil pengelasan 1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
thermomechanical affected zone
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
60
Gambar 4.23 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3
hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.24 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3
hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(a) (b)
(c) (d)
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
20 µm
61
Gambar 4.25 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% Al2O3
hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Gambar 4.22 sampai gambar 4.25, menunjukkan strukturmikro bagian
adukan las gesek paduan Al-30Si yang dihasilkan dari 1 sampai 4 kali (1 – 4 pass)
pengelasan yang ditambahkan 21% Al2O3 (alumina). Partikel-partikel Al2O3 yang
berwarna lebih terang bercampur dengan partikel-partikel Si yang berwarna lebih
gelap pada matrik Al. Partikel-partikel yang terbentuk memiliki ukuran diameter
lebih besar ini diakibatkan oleh penambahan 21% Al2O3. Penambahan tersebut
juga berpengaruh pada strukturmikro, komposisi bentuk, dan ukuran diameter
partikel-partikel pada bagian base metal, stir zone, transisi/heat affected zone,
thermomechanical affected zone.
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
62
4.3.3 Strukturmikro Paduan Al-30Si Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Dengan Penambahan Partikel Silika (SiO2)
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone)
Gambar 4.26 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% SiO2 hasil pengelasan 1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
thermomechanical affected zone
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
63
Gambar 4.27 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% SiO2
hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.28 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% SiO2
hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(a) (b)
(c) (d)
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
20 µm
64
Gambar 4.29 Strukturmikro paduan Al-30Si + 21% SiO2
hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Gambar 4.26 sampai gambar 4.29, menunjukkan strukturmikro bagian
adukan las gesek paduan Al-30Si yang dihasilkan dari 1 sampai 4 kali (1 – 4 pass)
pengelasan yang ditambahkan 21% SiO2 (silika). Partikel-partikel SiO2 yang
berwarna terang bercampur dengan partikel-partikel Si yang berwarna lebih gelap
pada matrik Al. Kemudian partikel-partikel SiO2 akan semakin halus dengan
bertambahnya jumlah pengelasan gesek hingga 4 kali lewat (4 pass). Partikel-
partikel yang terbentuk juga memiliki ukuran diameter lebih besar dibandingkan
dengan pengelasan adukan pada Al-20Si + 21% SiO2 (silika)
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
65
4.4 Strukturmikro Paduan AC9A Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Paduan AC9A setelah dilakukan proses pengelasan gesek sebanyak 1, 2, 3
dan 4 kali lewat (pass) akan menghasilkan strukturmikro sebagai berikut:
4.4.1 Strukturmikro Paduan AC9A Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Tanpa Penambahan Partikel Oksida
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone).
Gambar 4.30 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 1 kali lewat (1 pass);
(a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical
affected zone
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
66
Gambar 4.31 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.32 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(a) (b)
(c) (d)
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
20 µm
67
Gambar 4.33 Strukturmikro paduan AC9A hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Bagian adukan las gesek paduan AC9A yang dihasilkan dari 1 sampai 4
kali pengelasan ditunjukkan pada strukturmikro pada gambar 4.30 sampai gambar
4.33. Perbedaan dapat terlihat pada bagian (a) base metal, (b) stir zone, (c)
transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical affected zone, yakni pada
strukturmikro dan komposisi letak serta persebaran partikel-partikel Si yang
terdistribusi pada matriks Al. Pada bagian stir zone, Fiber-fiber Si kasar pada
bahan asal (ingot) terpotong-potong menjadi partikel-partikel halus atau nugget
pada matriks Al, sedangkan pada bagian thermomechanical affected zone partikel
Si masih berbentuk kasar karena hanya terkena pengaruh panas termomekanik
dari gesekan. Kemudian bagian transisi, menunjukkan peralihan antara base metal
dan bagian adukan yang hanya terkena pengaruh panas (heat affected zone).
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
68
4.4.2 Strukturmikro Paduan AC9A Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Dengan Penambahan Partikel Alumina (Al2O3)
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone)
Gambar 4.34 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
thermomechanical affected zone
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
69
Gambar 4.35 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3
hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.36 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3
hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(a) (b)
(c) (d)
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
20 µm
70
Gambar 4.37 Strukturmikro paduan AC9A + 21% Al2O3
hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Penambahan 21% partikel Al2O3 pada sambungan las AC9A membentuk
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.34 sampai 4.37.
Partikel-partikel Al2O3 yang berwarna lebih terang bercampur dengan partikel-
partikel Si yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Berbeda dengan hasil
pengelasan tanpa menggunakan partikel penambah, penambahan partikel Al2O3
membuat strukturmikro terlihat cenderung lebih besar (pada partikel Al2O3), hal
ini disebabkan oleh partikel Al2O3 yang terdistribusi pada matrik Al tidak terpecah
menjadi bagian-bagian yang halus, akan tetapi masih dalam butiran-butiran kasar.
(a) (b)
(c) (d)
20 µm
71
4.4.3 Strukturmikro Paduan AC9A Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Dengan Penambahan Partikel Silika (SiO2)
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone)
Gambar 4.38 Strukturmikro paduan AC9A + 21% SiO2 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
thermomechanical affected zone
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
72
Gambar 4.39 Strukturmikro paduan AC9A + 21% SiO2
hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.40 Strukturmikro paduan AC9A + 21% SiO2
hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(b) (a)
(c) (d)
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
20 µm
73
Gambar 4.41 Strukturmikro paduan AC9A + 21% SiO2
hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Penambahan 21% partikel SiO2 pada sambungan las AC9A membentuk
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.38 sampai 4.41.
Partikel-partikel SiO2 yang berwarna terang bercampur dengan partikel-partikel Si
yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Kemudian partikel-partikel SiO2 akan
semakin halus dengan bertambahnya jumlah pengelasan gesek hingga 4 kali lewat
(4 pass). Berbeda dengan hasil pengelasan tanpa menggunakan partikel
penambah, ataupun dengan penambahan partikel Al2O3, pada strukturmikro,
partikel SiO2 tidak terlalu dapat dilihat dengan jelas, hal ini mungkin disebabkan
oleh partikel SiO2 yang terdistribusi tidak bercampur atau teraduk pada matrik Al,
atau juga disebabkan oleh adanya sedikit kesamaan pada partikel SiO2 dengan
partikel Si.
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
74
4.5 Strukturmikro Paduan AC9B Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Paduan AC9B setelah dilakukan proses pengelasan gesek sebanyak 1, 2, 3
dan 4 kali lewat (pass) akan menghasilkan strukturmikro sebagai berikut:
4.5.1 Strukturmikro Paduan AC9B Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Tanpa Penambahan Partikel Oksida
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone).
Gambar 4.42 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 1 kali lewat (1 pass);
(a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d) thermomechanical
affected zone
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
75
Gambar 4.43 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.44 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(b) (a)
(c) (d)
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
20 µm
76
Gambar 4.45 Strukturmikro paduan AC9B hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Bagian adukan las gesek paduan AC9B yang dihasilkan dari 1 sampai 4
kali pengelasan ditunjukkan pada strukturmikro pada gambar 4.42 sampai gambar
4.45. Fiber-fiber Si kasar pada bahan asal (ingot) terpotong-potong menjadi
partikel-partikel halus Si pada matriks Al. Partikel-partikel tersebut semakin halus
dengan bertambahnya jumlah pengelasan gesek hingga 4 kali (4 pass).
Yang menjadi perbedaan antara adukan las pada specimen AC9B dengan
specimen AC9A terdapat pada partikel-partikel silikon (Si) pada bagian
adukannya. Jumlah partikel-partikel silikon (Si) yang terdistribusi pada
sambungan las AC9B lebih sedikit dan lebih halus, dibandingkan dengan
sambungan las pada AC9A yang cenderung lebih banyak dan kasar, hal ini
dikarenakan kandungan silikon (Si) yang lebih sedikit pada paduan AC9B bila
dibandingkan dengan paduan AC9A.
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
77
4.5.2 Strukturmikro Paduan AC9B Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Dengan Penambahan Partikel Alumina (Al2O3)
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone)
Gambar 4.46 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
thermomechanical affected zone
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
78
Gambar 4.47 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3
hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.48 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3
hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(b) (a)
(c) (d)
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
20 µm
79
Gambar 4.49 Strukturmikro paduan AC9B + 21% Al2O3
hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Penambahan 21% partikel Al2O3 pada sambungan las AC9B membentuk
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.46 sampai 4.49.
Partikel-partikel Al2O3 yang berwarna lebih terang bercampur dengan partikel-
partikel Si yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Berbeda dengan hasil
pengelasan tanpa menggunakan partikel penambah, penambahan partikel Al2O3
membuat strukturmikro terlihat cenderung lebih besar (pada partikel Al2O3), hal
ini disebabkan oleh partikel Al2O3 yang terdistribusi pada matrik Al tidak terpecah
menjadi bagian-bagian yang halus, akan tetapi masih dalam butiran-butiran kasar.
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
80
4.5.3 Strukturmikro Paduan AC9B Setelah Dilakukan Proses Pengelasan
Dengan Penambahan Partikel Silika (SiO2)
Strukturmikro hasil proses pengelasan diamati pada beberapa bagian
sesuai dengan pemetaan pada gambar 4.5, bagian-bagian tersebut antara lain; (a)
logam induk (base metal), (b) adukan geser (stir zone), (c) transisi/pengaruh panas
(heat affected zone), (d) pengaruh panas termomekanik (thermomechanical
affected zone)
Gambar 4.50 Strukturmikro paduan AC9B + 21% SiO2 hasil pengelasan1 kali
lewat (1 pass); (a) base metal, (b) stir zone, (c) transisi/heat affected zone, (d)
thermomechanical affected zone
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
81
Gambar 4.51 Strukturmikro paduan AC9B + 21% SiO2
hasil pengelasan 2 kali lewat (2 pass)
Gambar 4.52 Strukturmikro paduan AC9B + 21% SiO2
hasil pengelasan 3 kali lewat (3 pass)
(b) (a)
(c) (d)
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
20 µm
82
Gambar 4.53 Strukturmikro paduan AC9B + 21% SiO2
hasil pengelasan 4 kali lewat (4 pass)
Penambahan 21% partikel SiO2 pada sambungan las AC9B membentuk
strukturmikro bagian adukan seperti yang ditunjukkan gambar 4.50 sampai 4.53.
Partikel-partikel SiO2 yang berwarna terang bercampur dengan partikel-partikel Si
yang berwarna lebih gelap pada matrik Al. Kemudian partikel-partikel SiO2 akan
semakin halus dengan bertambahnya jumlah pengelasan gesek hingga 4 kali lewat
(4 pass). Berbeda dengan hasil pengelasan tanpa menggunakan partikel
penambah, ataupun dengan penambahan partikel Al2O3, pada strukturmikro,
partikel SiO2 tidak terlalu dapat dilihat dengan jelas, hal ini mungkin disebabkan
oleh partikel SiO2 yang terdistribusi tidak bercampur atau teraduk pada matrik Al,
atau juga disebabkan oleh adanya sedikit kesamaan pada partikel SiO2 dengan
partikel Si.
(b) (a)
(c) (d)
20 µm
83
4.6 Partikel Si Pada Bagian Adukan Las
Pada bagian adukan las, partikel-partikel Si terpecah ke dalam bagian-
bagian kecil, yang tersebar pada matrik Al secara acak. Begitu juga pada
penambahan alumina dan silika. Berdasarkan penelitian dan analisa besar
diameter partikel yang terdistribusi, ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si, Si+Al2O3 dan
Si+SiO2 pada paduan Al-20Si
Bagian
Al-20Si Al-20Si + Al2O3 Al-20Si + SiO2 Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Logam Induk 2,72 ± 1,29 9,39 ± 8,66 - - - -
A D U K A N
Pass 1 1,46 ± 0,33 2,04 ± 0,79 1,53 ± 0,33 1,42 ± 0,91 1,77 ± 0,56 1,23 ± 0,77 2 1,59 ± 0,43 1,57 ± 0,84 1,65 ± 0,38 1,35 ± 0,80 1,38 ± 0,23 1,31 ± 0,71 3 1,59 ± 0,31 1,23 ± 0,59 1,69 ± 0,33 1,11 ± 0,44 1,46 ± 0,35 1,11 ± 0,38 4 1,65 ± 0,45 1,09 ± 0,29 1,61 ± 0,41 1,18 ± 0,43 1,34 ± 0,26 1,03 ± 0,29
Tabel 4.2 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si, Si+Al2O3 dan
Si+SiO2 pada paduan Al-30Si
Bagian
Al-30Si Al-30Si + Al2O3 Al-30Si + SiO2 Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Logam Induk 2,86 ± 1,03 11,39 ± 7,68 - - - -
A D U K A N
Pass 1 1,36 ± 0,31 1,51 ± 0,12 1,56 ± 0,37 2,04 ± 0,12 1,41 ± 0,38 1,34 ± 0,72 2 1,30 ± 0,21 1,32 ± 0,23 1,43 ± 0,39 1,24 ± 0,26 1,58 ± 0,48 1,18 ± 0,96 3 1,35 ± 0,28 1,25 ± 0,32 1,43 ± 0,31 1,27 ± 0,18 1,37 ± 0,24 1,16 ± 0,23 4 1,28 ± 0,17 1,06 ± 0,45 1,47 ± 0,53 1,14 ± 0,11 1,51 ± 0,39 1,08 ± 0,26
84
Tabel 4.3 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si, Si+Al2O3 dan
Si+SiO2 pada paduan AC9A
Bagian
AC9A AC9A + Al2O3 AC9A + SiO2 Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Logam Induk 3,11 ± 1,19 11,07 ± 9,87 - - - -
A D U K A N
Pass 1 1,58 ± 0,41 2,01 ± 0,39 1,53 ± 0,37 1,65 ± 0,46 1,76 ± 0,63 1,53 ± 0,67 2 1,63 ± 0,44 1,57 ± 0,56 1,61 ± 0,53 1,59 ± 0,39 1,68 ± 0,59 1,33 ± 0,22 3 1,43 ± 0,29 1,28 ± 0,78 1,48 ± 0,36 1,36 ± 0,15 1,45 ± 0,41 1,21 ± 0,29 4 1,21 ± 0,14 1,13 ± 0,21 1,42 ± 0,31 1,17 ± 0,12 1,24 ± 0,23 1,06 ± 0,16
Tabel 4.4 Nilai rata-rata diameter dan faktor rasio partikel Si, Si+Al2O3 dan
Si+SiO2pada paduan AC9B
Bagian
AC9B AC9B + Al2O3 AC9B + SiO2 Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Diameter Partikel
(µm)
Faktor Rasio
Logam Induk 3,29 ± 1,28 13,23 ± 8,16 - - - -
A D U K A N
Pass 1 1,39 ± 0,31 1,48 ± 0,61 1,51 ± 0,41 1,55 ± 0,67 1,72 ± 0,67 1,44 ± 0,83 2 1,48 ± 0,33 1,36 ± 0,38 1,71 ± 0,62 1,53 ± 0,23 1,62 ± 0,48 1,53 ± 0,52 3 1,67 ± 0,48 1,17 ± 0,29 1,49 ± 0,38 1,29 ± 0,28 1,49 ± 0,49 1,21 ± 0,19 4 1,44 ± 0,39 1,03 ± 0,15 1,47 ± 0,41 1,06 ± 0,31 1,60 ± 0,53 1,17 ± 0,09
Diameter partikel-partikel Si pada logam induk Al-20Si, Al-30Si, AC9A,
dan AC9B, lebih besar dibandingkan pada bagian adukan las-nya (stir zone).
Hasil yang sama diperoleh sewaktu menggunakan partikel penambah 21% Al2O3
(alumina) dan 21% SiO2 (silika) pada sambungan Al-20Si, Al-30Si, AC9A, dan
AC9B, diameter partikel-partikel Si pada logam induk lebih besar dibandingkan
pada daerah sambungan adukan las-nya. Diameter partikel Si pada logam induk
rata-rata mencapai angka sekitar 2,70 µm, berbeda dengan hasil yang ditunjukkan
85
pada proses pengelasan adukan gesek. Selama proses pengelasan adukan gesek,
partikel Si pada bagian adukan terpecah atau terpotong-potong, dan memiliki
ukuran diameter partikel rata-rata sekitar 1,00 µm. Penambahan 21% Al2O3
(alumina) dan SiO2 (silika) pada bagian adukan membuat efektifitas penghalusan
partikel menurun, sehingga rata-rata diameter partikel cenderung sedikit lebih
besar, yaitu rata-rata sekitar 1,50 µm. Bertambah besarnya diameter partikel
dimungkinkan dengan adanya penambahan 21% Al2O3 (alumina) dan SiO2
membuat bertambahnya beban proses pengelasan adukan gesek atau akibat dari
partikel Al2O3 (alumina) dan SiO2 yang tidak terdistribusi dengan rata.
Hasil rata-rata diameter partikel yang diperoleh pada tabel 4.1 sampai 4.4,
menunjukkan bahwa bentuk partikel-pertikel Si yang tidak beraturan namun
masih dalam orbit bulat atau mendekati bulat. Pada strukturmikro paduan
hypereutektik, fiber-fiber kasar Si dengan kandungan yang tinggi terbentuk pada
matrik Al. Sebaliknya faktor rasio partikel Si pada bagian adukan sambungan las
baik menggunakan atau tidak menggunakan 21% Al2O3 (alumina) dan SiO2
(silika) mendekati 1, menunjukkan kecenderungan bentuk partikel mendekati
bentuk bulat.
4.7 Kekerasan Sambungan Las Paduan Al-20Si, Al-30Si, AC9A, dan
AC9B
Untuk mengetahui tingkat kekerasan dari specimen hasil pengelasan
adukan gesek, maka dilakukan pengujian kekerasan pada beberapa titik dari
specimen Al-20Si, Al-30Si, AC9A, dan AC9B, baik dengan atau tanpa alumina
86
adukan gesek (stir zone)
pengaruh panas termomekanik (thermomechanical affected zone)
logam induk (base metal)
Transisi / pengaruh panas (heat affected zone)
Transisi / pengaruh panas (heat affected zone)
logam induk (base metal)
dan silika. Dari uji kekerasan, maka akan diperoleh angka atau nilai yang
menunjukkan tingkat kekerasan dari specimen, yang kemudian dikalibrasi.
Uji kekerasan yang dilakukan pada sambungan las adalah uji kekerasan
Mikro Vickers, yang dilakukan secara memanjang dari tengah ke sisi kiri dan ke
sisi kanan dari specimen, dengan jumlah jejak adalah 12 jejak, panjang 3,6 mm
dan jarak antar jejak adalah 0,3 mm atau 300 µm. Titik 0 dimulai dari bagian
adukan gesek (stir zone), kemudian bergerak ke kiri sejauh -1500 µm yang
dimulai pada bagian pengaruh panas termomekanik (thermomechanical affected
zone), kemudian bergerak ke kiri lagi sampai bagian transisi/bagian pengaruh
panas (heat affected zone), sampai pada bagian paduan induk (base metal),
kemudian dari titik 0 ke kanan sejauh 1800 µm, melewati bagian pengaruh panas
termomekanik (thermomechanical affected zone), bagian transisi/bagian pengaruh
panas (heat affected zone), sampai pada bagian paduan induk (base metal).
Berikut adalah pemetaan jejak identor pada specimen uji kekerasan mikro vickers.
Gambar 4.54 Pemetaan jejak identor pada uji kekerasan Mikro Vickers
87
Berikut adalah data/hasil yang diperoleh dari uji kekerasan pada specimen
hypereutektik Al-20Si, Al-30Si, AC9A, dan AC9B.
Tabel 4.5 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan Al-20Si
Specimen Kekerasan (Hv) pada jejak (µm)
‐1500 ‐1200 ‐900 ‐600 ‐300 0 300 600 900 1200 1500 1800
Al‐20Si 69.92 67.8 74.77 77.87 77.23 80.49 77.87 77.87 77.87 69.92 69.92 69.92
Al‐20Si+Al2O3 67.8 77.23 83.95 77.87 72.71 83.95 83.95 80.49 78.84 77.87 74.77 69.92
Al‐20Si+SiO2 67.8 67.8 74.77 75.68 78.84 82.19 80.49 80.49 80.49 82.19 75.68 67.8
Gambar 4.55 Grafik distribusi kekerasan paduan Al-20Si
adukan las(stir zone)
logam induk (base metal)
logam induk (base metal)
pengaruh panas
termomekanik
pengaruh panas
termomekanik
Transisi Transisi
88
Tabel 4.6 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan Al-30Si
Specimen Kekerasan (Hv) pada jejak (µm)
‐1500 ‐1200 ‐900 ‐600 ‐300 0 300 600 900 1200 1500 1800
Al‐30Si 82.19 80.49 77.87 87.63 87.63 87.63 85.76 83.95 82.19 72.71 74.77 82.19
Al‐30Si+Al2O3 84.67 80.49 80.49 77.87 88.92 83.95 88.92 88.92 88.92 82.19 83.95 80.49
Al‐30Si+SiO2 82.18 83.95 83.95 84.67 87.63 84.67 88.19 88.92 87.63 84.67 83.95 80.49
Gambar 4.56 Grafik distribusi kekerasan paduan Al-30Si
adukan las(stir zone)
logam induk (base metal) logam induk
(base metal)
pengaruh panas
termomekanik
pengaruh panas
termomekanik
Transisi Transisi
89
Tabel 4.7 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan AC9A
Specimen Kekerasan (Hv) pada jejak (µm)
‐1500 ‐1200 ‐900 ‐600 ‐300 0 300 600 900 1200 1500 1800
AC9A 125.1 121.9 100.3 100.3 121.9 143.1 131.9 115.9 125.1 92.39 95.79 125.1
AC9A+Al2O3 123.2 125.1 121.9 100.3 169.9 159.5 161.7 115.9 100.3 92.39 87.64 151.4
AC9A+SiO2 121.9 125.1 102.66 115.9 115.9 125.1 128.42 169.9 169.9 96.66 95.79 125.1
Gambar 4.57 Grafik distribusi kekerasan paduan AC9A
adukan las(stir zone)
logam induk (base metal)
logam induk (base metal)
pengaruh panas
termomekanik
pengaruh panas
termomekanik
Transisi Transisi
90
Tabel 4.8 Distribusi kekerasan pada sambungan las paduan AC9B
Specimen Kekerasan (Hv) pada jejak (µm)
‐1500 ‐1200 ‐900 ‐600 ‐300 0 300 600 900 1200 1500 1800
AC9B 85.76 87.66 83.95 84.66 87.63 87.63 88.4 91.57 91.57 85.76 87.63 87.25
AC9B+Al2O3 85.76 86.5 86.5 86.5 88.4 91.57 94.92 92.39 91.57 85.76 83.95 87.63
AC9B+SiO2 87.63 85.76 84.66 87.63 90.36 91.57 91.57 91.57 89.57 85.76 86.88 87.63
Gambar 4.58 Grafik distribusi kekerasan paduan AC9B
adukan las(stir zone)
logam induk (base metal) logam induk
(base metal)
pengaruh panas
termomekanik
pengaruh panas
termomekanik
Transisi Transisi
91
Dari tabel 4.5 sampai 4.8 dan gambar 4.55 sampai 4.58 menunjukkan nilai
atau tingkat kekerasan paduan Al-20Si, Al-30Si, AC9A, dan AC9B. Dari hasil
yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa penambahan 21% partikel Al2O3
(alumina) pada paduan, dapat membuat paduan lebih keras, namun hal tersebut
tidak terlalu signifikan. Peningkatan kekerasan paduan Al-20Si, Al-30Si, AC9A
dan AC9B berturut-turut sebesar 1.72, 1.43, 23.55, dan 3.01. Hal tersebut
mungkin diakibatkan oleh sifat kekerasan pada partikel alumina yang berperan
penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara atau
melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut. Hal yang sama juga
ditunjukkan pada penambahan 21% partikel silika (SiO2), tingkat kekerasan
meningkat terutama pada bagian adukan las, peningkatan kekerasan paduan Al-
20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B berturut-turut sebesar 2.23, 1.11, 5.80, dan 2.46.
Ini menunjukkan rongga yang kosong di antara partikel aluminium, akan diisi
oleh partikel silika, sehingga berfungsi sebagai bahan penguat dan meningkatkan
kekerasan (Hardness).
Sebagai contoh, hal ini dapat terlihat pada specimen Al-20Si (tabel 4.5 dan
gambar 4.55), pada paduan Al-20Si tanpa penambahan partikel penambah, nilai
kekerasan pada daerah adukan las, pada jarak jejak -300, 0, 300, 600, dan 900 µm,
berturut-turut menunjukkan angka 77.23, 80.49, 77.87, 77.87, dan 77.87. Dari
data tersebut, maka dapat dilihat peningkatan kekerasan pada daerah adukan las,
bila dibandingkan dengan logam induknya yang hanya menujukkan angka 69.92.
Bila dibandingkan dengan tingkat kekerasan pada paduan Al-20Si dengan
penambahan 21% Al2O3 (alumina), nilai kekerasan pada daerah adukan las pada
92
jarak jejak -300, 0, 300, 600, dan 900 µm, berturut-turut menunjukkan angka
72.71, 83.95, 83.95, 80.49, dan 78.84. Hal ini menunjukkan penambahan tingkat
kekerasan, rata-rata sebesar ± 1.722 pada daerah adukan las paduan Al-20Si,
akibat penambahan 21% Al2O3 (alumina) pada proses pengelasan adukan gesek.
Sedangkan pada penambahan 21% SiO2 (silika) nilai kekerasan pada daerah
adukan las pada jarak jejak -300, 0, 300, 600, dan 900 µm, berturut-turut
menunjukkan angka 78.84, 82.19, 80.49, 80.49, dan 80.49. Hal ini menunjukkan
penambahan tingkat kekerasan, rata-rata sebesar ± 2.234 pada daerah adukan las
paduan Al-20Si, akibat penambahan 21% SiO2 (silika) pada proses pengelasan
adukan gesek.
Mengacu dari data tersebut, maka bila dilihat pada data selanjutnya, pada
tabel 4.6 sampai 4.8 dan gambar 4.56 sampai 4.58, maka hal yang sama seperti
pada specimen Al-20Si, juga ditunjukkan pada specimen lainnya, yakni Al-30Si,
AC9A, dan AC9B.
93
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pembentukan sambungan las adukan gesek
dengan penambahan partikel alumina dan silika, pada paduan Al-20Si, Al-30Si,
AC9A dan AC9B, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Paduan hypereutektik Al-Si disusun oleh fasa utama larutan padat Al-α
dan fiber kristal-kristal Silikon (Si). Pada struktur mikro paduan
hypereutektik fiber kristal-kristal Si terlihat jelas.
2. Sambungan las terdiri dari bagian-bagian paduan induk (base metal),
pengaruh panas (heat affected zone), pengaruh panas termomekanik
(thermomechanical affected zone) dan adukan gesek (stir zone).
3. 1 sampai 4 kali (1-4 pass) pengelasan adukan gesek membuat fiber-fiber
Si terpecah dan menjadi partikel-partikel halus dengan bentuk mendekati
bulat, serta terdistribusi lebih seragam, baik pada interior maupun pada
batas butir matrik Al-α pada bagian adukan, baik tanpa ataupun dengan
penambahan 21% partikel Al2O3 (alumina) dan SiO2 (silika).
4. Diameter partikel Si pada logam induk rata-rata mencapai angka sekitar
2,70 µm, berbeda dengan hasil yang ditunjukkan pada proses pengelasan
adukan gesek. Selama proses pengelasan adukan gesek, partikel Si pada
bagian adukan terpecah atau terpotong-potong, dan memiliki ukuran
diameter partikel rata-rata sekitar 1,00 µm.
94
5. Penambahan 21% partikel Al2O3 (alumina) pada paduan saat pengelasan
adukan gesek dapat membuat paduan lebih keras, sama halnya dengan
penambahan 21% partikel silika (SiO2) yang juga menambah tingkat
kekerasan, terutama pada daerah adukan las, dengan peningkatan nilai
kekerasan pada penambahan alumina rata-rata peningkatan kekerasan
paduan Al-20Si, Al-30Si, AC9A dan AC9B berturut-turut sebesar 1.72,
1.43, 23.55, dan 3.01. Dan pada penambahan silika rata-rata peningkatan
kekerasan berturut-turut sebesar 2.23, 1.11, 5.80, dan 2.46.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disampaikan
beberapa saran, baik untuk para pembaca, maupun untuk pengembangan
penelitian di masa yang akan datang.
1. Persentase komposisi pada distribusi partikel penambah perlu diperhatikan
saat proses pengelasan, karena akan mempengaruhi hasil yang akan
diperoleh, terutama pada struktur mikro serta besar diameter partikel.
2. Pada penelitian yang telah dilakukan, hasil uji kekerasan tidak
menunjukkan hasil yang signifikan, maka perlu dilakukan perbaikan pada
saat pengujian kekerasan, terutama pada sampel untuk uji kekerasan,
utamanya uji kekerasan dengan metode Mikro Vickers.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Materials Letters “Microstructural refinement of a cast hypereutectic Al-
30Si alloy by friction stir processing” http://www.elsevier.com/locate/matlet,
September 2009.
[2] Davis, J.R., Aluminium and Aluminium Alloy, Ohio,: ASM International
1994.
[3] Surdia, T. dan Saito, S., Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta,: Pradnya
Paramita 1995.
[4] Google, Friction Stir Welding, http://aluminium.matter.org.uk
/content/html/eng/default.asp?catid=205&pageid=2144416862, November
2009
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Aluminium_oksida, April 2010
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Silika, April 2010
[7] Google, Aluminium Alloy Ingot, http://www.alibaba.com/product-
gs/249020262/Aluminum_Alloy.html, November 2009
[8] http://www.tradekorea.com/product-detail/P00010392/JIS_Aluminum_
Alloys_Ingot_for_Casting.html
[9] Google, Chemical Composision Of Aluminium Alloys,
http://www.makenalloys.com/html/chemical_compostion.html, Juli 2008.
[10] Dieter, G.E., penerjemah Sriati Djaprie, Metalurgi Mekanik, Edisi 3,
Erlangga, Jakarta, 2000.
[11] Shopiyyuddin, Tugas Akhir/Skripsi ”Pembentukan Sambungan Las
Komposit Al-Si / Partikel Alumina Pada Paduan Hipoeutektik Al-Si”,
Universitas Gunadarma, Depok, 2010.
[12] Google, Friction Stir Welding Process, http://www.esabna.com/ for more
information about our products, Mei 2010.
[13] Modul Praktikum MATERIAL TEKNIK, Universitas Gunadarma, Depok,
2001.
[14] Kusworo, E dan Hadi, S., Pengujian Logam, ISBN,: Humaniora Utama
Bandung 1999.
[15] LIPI – Pusat Penelitian Metalurgi, Divisi Pengujian Bahan, Panduan Uji
Kekerasan (Hardness Test), LIPI, 1993.
[16] Google, Brinell & Vickers Hardness Test, http://www.substech.com, Mei
2010.
[17] Handbook, Hardness Vickers Number Conversion.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Proses Pengelasan Adukan Gesek
Lampiran 2
Specimen Hasil Pengelasan
top related