pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan...
Post on 10-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN
MUSYAWARAH OLEH LEMBAGA BINA DESA DI SAUYUNAN
PETANI PEREMPUAN BINANGKIT DESA GANDASARI, KECAMATAN
KADUPANDAK, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT
Skripsi
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjan Sosial (S. Sos)
Disusun Oleh :
Erik Paturohman
1112054100023
JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
PEMBERDYAAN MASYARAKAT MELAL UI PENDIDIKA MUSYA\,VARAHOLEII LEMBAGA BINA DESA SADAJIWA DI DESA GANDASARI,KECAMATAN, IiA.DUPANDAK KAB UPATEN CIANJUR, JAWA BARAT
Skri psiDiajukan Kepada Fakultas Ilmu Daku.un bo,,
persyaratan Vlemperoleh GelarIImu Komunikasi Untuk Memenuhi
Saqana Sosial (S. Sos)
OIeh:ERIK PATUROH]VIANNIM 11120s04100023
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIALFAKULTAS ILMU DAKWAH NAXiTN,TU KOMUNIKASITINIVERSITAS ISLANI NE GERI
SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
t438H/2017 M
wah Rilrrbir.g:rrr
NIP:.l 6q6fi200 s011 006
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi inni berjudul 'o Pemberdayaan Masyarakat Oleh Lembaga Bina Desa MelaluiPendidikan Musyawwarah di Desa Gandasari Kec. Kadupandak, Kab. Cianjur, Jawa barat"disusun oleh Erik Paturohman, NIM 1112054100023 telah diujikan dalam: sidangmunaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakartapada 6 Juni 2017. Skripsi ini diterima sebagai'salah satu syarat gelar Sarjan Sosial (S. Sos)pada program studi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta, 6 Juni 2017
Sidang Munaqasyah
Sekretaris
NIP: 19730725 20A701 2 0l
Anggota
Penguji II
\,*ltAhmad Darda. M. Pd"
NIP: 1984051503 I 001
Penguji I
,,,qw2Eflies Sukmawati. S.T. M. Si
NIP: 19780318 20090 12007
Ketua/Penguji
197803 2 001
NIP: 19760617 200501 I 006
LEMBAR PERNTATAAI{
I. Skripsi ini merupakan hasil kary"a asii s*va yang sa_va ajukan untuk memenuhi
satu persvaratan mcmperr-rleh gelar strat* 1 (S I ) di lJniversitas Islam Negeri (iJIN)
Syarif Hi dyatull ah Jakarta
2. Semua sumber yang sava gunakan dalanr penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai ketentrian .vang berlaku di Unitersitas isiam Negeri Syarif
Hi day.'atul iah Jakarta
3. .Iika kernudian hari terbukli bahrva karya ini trukan hasil karya saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka sa;,'a bersedia meneriman sanksi
yang berlaku di universitas Islam Negeri syarif }{idayatullah Jakarta
lt
.lakarta, 27 April2017
Erik Patrirohntart
i
ABSTRAK
Erik Paturohman (1112054100023) Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pendidikan Musyawarah Oleh Lembaga Bina Desa di Desa Gandasari,
Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Pemberdayaan masyarakat mengandung arti mengembangkan kondisi dan situasi
sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk
mengembangkan kehidupannya. Pemberdayaan yang terjadi di lapangan audah sesuai
dengan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat yang secara keseluruhan telah
berpartisipasi dalam mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik melalui
pendidikan musyawarah yang difasilitasi oleh lembaga Bina Desa. Penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan bagaimana proses pendidikan musyawarah yang
dilakukan oleh Bina Desa dan apa manfaat yang diterima oleh masyarakat Desa
Gandasari yang menjadi anggota musyawarah Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Dimana dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai tekhnik untuk
mendapatkan hasil dan menganilisis hasil penelitian di lapangan. Peneliti terlibat
langsung dalam kegiatan pendidikan musyawarah di Desa Gandasari. Penelitian ini
menggunakan lima orang informan utama dan lima orang informan pendukung. Tekhnik
pengumpulan data dilakukan dengan tekhnik pengumpulan data primer dan data
sekunder, dan tekhnik analisa data dilakukan dengan analisa data kualitatif purposive
sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberdayaan masyarakat Desa Gandasari
melalui pendidikan musyawarah memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya
anggota sauyunan yang mengikuti kegiatan pemberdayaan oleh lembaga Bina Desa.
Adapun manfaat yang telah diterima oleh anggota pendidikan musyawarah secara sosial,
ekonomi, dan budaya; anggota musyawarah lebih aktif dan terlibat langsung dalam setiap
keputusan maupun aksi sosial yang dirancang dalam pendidikan musyawarah; anggota
musyawarah mengalami peningkatan modal karena secara bertahap mampu membuat
pupuk sendiri; anggota musyawarah mampu berpikir terbuka dalam lingkungan sosialnya.
Diharapkan apa yang telah dicapai oleh Lembaga Bina Desa dan Anggota Musyawarah
bisa terus ditingkatkan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Pelatihan, pendidikan, dan
seminara ataupun diskusi frekuensinya lebih ditingkatkan supaya pengetahuan yang
didapat oleh masyarakat terus bertambah sehingga bisa mencapai tujuan yang
diharapakan oleh peserta musyawarah.
Kata kunci: Pendidikan Musyawarah, Partispasi, Pemberdayaan, PRA
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan kasih sayangnya, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW.
Penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar
Sarjana Kesejahteraan Sosial di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Kebahagian yang tidak ternilai bagi penulis secara
pribadi adalah dapat mempersembahkan hasil yang terbaik kepada kedua orang
tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaian
karya ilmiah ini.
Sebagai bentuk penghargaan yang tidak tertuliskan, penulis sampaikan
ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Suparto, M.Ed Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik.
Dr. Hj. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum.
Dr. Suhaemi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
3. Lisma Dyawati Fuaida, M.Si, selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
4. Hj. Nunung Khoiriyah M.A, Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
iii
5. Dr. Tantan Hermansah, M.Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi peneliti
yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan
serta membantu literatur dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Prodi Kesejahteraan Sosial yakni Ibu Siti Napsiyah
Arieffuzzaman, MSW, Ibu Ellies Sukmawati, M.Si, Ibu Nurhayati Nurbus,
Bapak Ismet Firdaus, M.Si yang telah memberikan berbagai ilmu dan
pengetahuan khususnya tentang ilmu Kesejahteraan Sosial.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta
jajarannya, yang senantiasa memberikan ilmu, membimbing, dan
memberikan pengarahan selama perkulihan.
8. Pimpinan serta staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
fasilitas kepustakaan kepada peneliti.
9. Pihak Lembag Bina Desa Sadajiwa yang telah banyak membantu dalam
memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam penyusunan
skripsi.
10. Kedua orang tua peneliti, terimakasih untuk semua doanya, untuk semua
jasa-jasanya dan semua pengorbanannya.
11. Kakak-kakak dan saudara peneliti untuk dukungan moril dan materiil
dalam menempuh studi selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
12. Sahabat dan teman-teman seperjuangan Jurusan Kesejahteraan Sosial
Angkatan 2012 (Fachri, Wawan, Nikmal, Yoga, Yunus, Ican, Iqbal, Dado,
Rizky, Intan, Mila, Evan, Halim, Heni, Nisya, Eka, Rani, Kiki, dan
lainnya), yang terus memberikan dukungan dan support dalam proses
penyelesaian tugas akhir skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan kalian. Amin.
13. Sahabat dan teman-teman di satu kosan (Zain, Emon, Edy, Agung) atas
dukungan dan support dalam proses perkuliahan selama ini. Semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan kalian. Amin.
14. Sahabat dan teman-teman satu perusahaan di PT. Indomarco Prismatama
(Mba Entin, Mas Hikmah, Mas Opik, Mas Idi, Chelsea, Rizky, Kiki,
iv
Dayat, Abdul, dan lainnya), teman-teman di PT. Prima Food International
( Pak Anes, Bang Imam, Nita, Dina, Nevi, dan lainnya), teman-teman di
PT. Lotte Shop Indonesia ( Bu Martini, Rizky, Ilyas, Anes, Lina, dan
lainnya), teman-teman di call center PT. Griya Mie Sejati ( Bang Patra,
Kak Wulan, Kak Putri, Kak Idha, Anna, Ria, Puput, Angel, Devi, Dede,
Danish, dan lainnya)
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 16 Juni 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................... 11
1. Pembatasan Masalah .............................................................. 11
2. Perumusan Masalah ............................................................... 12
C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 12
1. Tujuan penelitian .................................................................... 12
2. Manfaat Penelitian ................................................................. 12
D. Metodologi Penelitia .................................................................... 13
1. Tempat Penelitian................................................................... 13
2. Waktu Penelitian .................................................................... 14
3. Pendekatan Penelitian ............................................................ 14
4. Jenis Penelitian ....................................................................... 14
5. Sumber Data ........................................................................... 14
6. Tekhnik Pemilihan Subyek Penelitian ................................... 15
7. Tekhnik Pengumpulan Data ................................................... 16
8. Tekhnik Analisa Data ............................................................. 17
9. Tekhnik Pemeriksaan Keabsahan Data .................................. 18
10. Tekhnik Penulisan .................................................................. 18
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 18
BAB II LANDASAN TEORI
A. PRA (Participatory Rural Appraisal) ........................................... 21
B. Tekhnik Pengidentifikasian Kebutuhan Aset Komunitas ............ 27
vi
1. Matriks prioritas masalah ....................................................... 27
2. Pemetaan Partisipatoris (Participatory Mapping) ................. 28
3. Alur Sejarah Masalah Dan Perubahan Di Masyarakat ........... 28
4. Diagram Venn Hubungan Antar Lembaga ............................ 29
C. Kebutuhan dan Tekhnik Pengidentifikasian Masalah dalam
Pengembangan Masyarakat .......................................................... 30
1. Studi Kepustakaan .................................................................. 33
2. Proses Kelompok Setara (Nominal Group Process) Atau Metode
Delbecq .................................................................................. 34
3. Metode Delphi ........................................................................ 38
D. Pengertian Partisipasi ................................................................... 43
E. Tingkatan Partisipasi Masyarakat ............................................... 46
F. Faktor-faktor Determinan Dalam Pengembangan Partisipasi ...... 50
G. Indikator - Indikator Partisipasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat 51
H. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ........................................ 51
I. Tujuan Pemberdayaan .................................................................. 54
J. Tahap – Tahap Pemberdayaan ..................................................... 55
1. Tahap Persiapan (Engagment) ............................................... 55
2. Tahap Assesment ................................................................... 55
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program ................................. 56
4. Tahap Formulasi Rencana Aksi ............................................. 56
5. Tahap pelaksanaan program ................................................... 56
6. Tahap Monitoring dan Evaluasi ............................................ 56
7. Tahap Terminasi..................................................................... 57
K. Strategi Pemberdayaan ................................................................. 57
1. Aras Mikro ............................................................................. 57
2. Aras Mezzoalam..................................................................... 58
3. Aras Makro............................................................................. 58
L. Indikator Keberdayaan ................................................................. 58
1. Indikator Kompetensi Kerakyatan ......................................... 58
2. Indikator Sosiopolitik ............................................................. 59
vii
3. Kompetensi Partisipatif .......................................................... 59
M. Pengertian Pembangunan ............................................................. 60
N. Tiga Pilar Perencanaan Pembangunan Pedesaan ......................... 61
O. Indikator Pembangunan Pedesaan................................................ 61
P. Civic Engagment .......................................................................... 62
BAB III PROFIL LEMBAGA
1. LEMBAGA BINA DESA
A. Sejarah Bina Desa .................................................................. 65
B. Visi Dan Misi ......................................................................... 67
C. Tujuan Umum ........................................................................ 68
D. Tujuan Khusus ...................................................................... 69
E. Strategi Dasar ......................................................................... 69
F. Metodologi ............................................................................. 71
G. Program dan Kegiatan ............................................................ 71
1. Pendidikan Musyawarah .................................................. 71
2. Pendampingan Komunitas Pedesaan................................ 74
3. Pendampingan Komunitas Pedesaan................................ 75
4. Pengembangan Jaringan dan Aliansi Strategis ................ 75
5. Pengembangan Pertanian Berkelanjutan: Input Luar Rendah
(Low External Input) ........................................................ 75
6. Penelitian, Penerbitan, dan Penyebaran Informasi Pedesaan 76
2. PROFIL DESA GANDASARI
1. Sejarah Desa ........................................................................... 77
2. Monografi Desa ...................................................................... 77
BAB IV ANALISA HASIL TEMUAN LAPANGAN
A. Proses Pemberdayaan Lembaga Bina Desa Di Desa Gandasari .. 101
B. Pemberdayaan yang dilakukan oleh lembaga Bina Desa Desa ... 118
viii
C. Tahap pemberdayaan Masyarakat ................................................ 131
1. Tahap Persiapan (Engagment) ............................................... 131
2. Tahap assessment ................................................................... 132
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program ................................. 134
4. Tahap Formulasi Rencana Aksi ............................................. 136
5. Tahap pelaksanaan program ................................................... 137
6. Tahap Monitoring dan Evaluasi ............................................. 138
7. Tahap Terminasi..................................................................... 140
D. Indikator Keberdayaan Dalam Pendidikan Musyawarah Metode PAR
pada musyawarah ......................................................................... 141
1. Indikator Kompetensi Kerakyatan ......................................... 141
2. Indikator Sosiopolitik ............................................................. 142
3. Kompetensi Partisipatif .......................................................... 143
E. Partisipasi Anggota Dalam Pembangunan ................................... 144
F. Indikator-indikator Partisipasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat 145
G. Pendidikan Musyawarah Sebagai Pembangunan ......................... 148
1. Implementasi Musyawarah sebagai Pembangunan ................ 148
2. Pilar Dalam Upaya Pembangunan ......................................... 149
H. Pilar Dalam Upaya Pembangunan ............................................... 150
I. Civic Engagment .......................................................................... 153
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 155
B. Saran ............................................................................................. 156
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 158
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudah hampir 40 tahun pembangunan di Indonesia dilakukan,
sungguh pun telah terjadi banyak perubahan, akan tetapi perubahan
menyentuh kawasan perdesaan belum mengalami perkembangan
signifikan. Kalau toh banyak perubahan di kawasan ini hanya menyentuh
sebagian besar kawasan perdesaan di pulau Jawa. Ini pun hanya sekedar
pembangunan secara fisik dengan berbagai infrastruktur yang jauh berbeda
dari masa lampau. Pertanyaanya, apakah perubahan yang diharapkan
hanya perubahan infrastruktur desa? Jika perubahan itu mau diukur secara
lebih luas meliputi perubahan social budaya barangkali hal ini perlu ada
peninjauan kembali tentan pembangunan yang dilakukan selama ini. Apa
yang hendak digunakan jika ukuran keberhasilan ditentukan dari
banyanknya jumlah infrastruktur pedesaan dan berbagai adopsi teknologi
baru dan capaian kuantitatif dari banyaknya program yang dilakukan oleh
para pihak perdesaan Jawa maka perubahan itu telah terjadi dan
pembangunan telah membawa keberhasilan. Akan tetapi, apakah hasila
pembangunan itu telah membawa perubahan kearah kesejahteraan
masyarakat perdesaan, hal ini masih jauh dari yang diharapkan bangsa ini,
lebih lagi kalau kawasan perdesaan ini dilihat diseluruh Bumi Nusantara.1
1 Pemikiran Guru Besar Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara, Pembangunan
Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. IPB Press . hal, 113
2
Morris dan Binstock (1966) juga memperkenalkan 3 strategi
perencanaan dan aksi pengembangan masyarakat. Perencanaan dan aksi
untuk perubahan tersebut dilaksanakan melalui: (1) modifikasi pola sikap
dan perilaku dengan pendidikan dan aksi alainnya; (2) mengubah kondisi
social dengan mengubah kebijakan-kebijakan organisasi formal; atau (3)
reformasi peraturan dan sistem fungsional masyarakat.2
Rothman (1970) menyatakan bahwa dengan mempertimbangkan
berbagai cara maka pendekatan-pendekatan untuk pengembangan
masyarakat dapat diklasifikasikan. Menurutnya, 3 klasifikasi utama
tersebut adalah (1) pembangunan lokalitas (2) perencanaan social (3) aksi
sosial. Sehubungan dengan itu , Rothman memperkenalkan variabel yang
dapat digunakan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi suatu
aktivitas pengembangan masyarakat yang khas.
Dalam hal teresebut, Rothman menggunakan 12 variabel: (1)
kategori sasaran (2) asumsi struktur (3) strategi perubahan mendasar (4)
karakteristik tekhnik dn takik perubahan (5) peranan Musyawarahktisi
yang menonjol (6) media perubahan (7) orientasi struktur kekuasaan (8)
batas-batas derfinisi sistem (9) asumsi-asumsi interes bagian komunitas
(10) konsepsi interes publik (11) konsepsi populasi klien atau knostituens
(12) konsepsi peranan klien. Selanjutnya Rothman menambahkan 3
2 Fredian Tonny Nasdian ,Pengembangan Masyarakat. Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Yayasan Pustaka Obor
Indonesia. Hal. 60
3
variabel personil yaitu, tipe agensi, posisi Musyawarahktek, dan analog
profesioanal.3
Menurut Sharlow, pemberdayaan pada intinya membahas
bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol
kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan sesuai dengan keinginan mereka.4 Artinya ialah mendorong mereka
untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan
upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga mereka
mempunyai kesadaran penuh dalam membenuk masa depannya.
Maka, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin
dicapai oleh perubahan sosial, yaiu masyarakat yang berdaya, memiliki
kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun
sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,
mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan
mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.5
Aktivitas LSM dalam menangani kegiatan pengembangan
masyarakat diharapkan berujung pada terealisasikannya proses
pemberdayaan masyarakat (empowering society). Hal itu bisa dipahami
karena kegiatan pengembangan masyarakat pada awalnya memang
3 Fredian Tonny Nasdian ,Pengembangan Masyarakat . Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Yayasan Pustaka Obor
Indonesia. Hal. 62 4 Isbandi Rukminto Adi, pemberdayaan, pengembangan masyarakat, dan intervensi
komunitas, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003, hal. 53 5Edi Suharto, membangun Masyarakat memberdayakan rakyat, kajian strategi
pembangunan kesejahteran sosial dan pekerjaan sosial (PT. Refiaka Aditama, 2005), hal. 59
4
difokuskan pada pencapaian target perubahan kuantitatif yang
diindikasikan dengan tersedianya sarana fisik dan perbaikan tingkat
kehidupan materiil. 6
Upaya pemberdayaan masyarakat (empowering society) umumnya
mencakup dua kegiatan penting (Yakub, HM, 1985). Pertama, berupaya
membebaskan dan menyadarkan masyarakat. Kegiatan ini bersifat
subjektif dan memihak kepada rakyat tertindas (dhuafa) dalam rangka
memfasilitasi mereka dalam suatu proses penyadaran sehingga
memungkinkan lahirnya upaya untuk pembebasan diri dari kemiskinan
dan keterbelakangan. Kedua, ia menggerakan partisipasi dan etos swadaya
masyarakat.7
Kegiatan pendampingan dapat dilakukan oleh beberapa faktor.
Pertama, pendamping lokal seperti LSM, tokoh masyarakat, kader
setempat, ormas, PT, dan pihak-pihak lain yang peduli terhadap masalah
kemiskinan. Kedua, pendamping teknis dari tenaga penyuluh Departemen
teknis seperti Departemen Pertanian (Penyuluh Pertanian Lapangan/PPL),
Depdiknas (SP3), dan BKKBN (PLKB). Ketiga, pendamping khusus
disediakan masyarakat miskin di desa tertinggal dengan pembinaan
ksusus.
Peran pendampingan dilakukan para aktivis sosial dengan
meyakinkan, memancing, dan merangsang tumbuhnya kekuatan dari
6Dr. Zubaedi, M.ag., M.pd. pengembangan masyarakat wacana & Musyawarahktik,
Kencana Prenada Media Group 2013, hal. 72 7Dr. Zubaedi, M.ag., M.pd. pengembangan masyarakat wacana & Musyawarahktik,
Kencana Prenada Media Group 2013, hal. 81
5
dalam masyarakat untuk mengatasi problem hidup yang sedang mereka
hadapi secara mandiri. Proses ini memerlukan sebuah komunikasi intensif
antar pendamping dan anggota kelompok dengan didasari rasa saling
percaya (mutually of trust). Komunikasi intensif antar lain dibangun
dengan cara menghadiri pertemuan anggota, pertemuan pengurus LSM
secara rutin, dan kalau perlu dengan memberikan pelatihan khusus. Pada
prinsipnya, para pendamping masyarakat harus menempatkan diri sebagai
pihak yang siap sedia jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh para warga.
Pendamping harus siap bekerja purna waktu dengan menghadir pertemuan
kelompok, mengorganisasikan program pelatihan dan membantu
kelompok dalam memperoleh akses terhadap pelayanan yang dibutuhkan.
Secara umum, organisasi yang menangani pengembangan
masyarakat seperti LSM menjalankan Community Education for
Development (CED), yaitu sebuah kegiatan untuk mendorong anggota
masyarakat untuk bersama-sama dalam mengidentifikasi masalah dan
kebutuhannya, mencari pemecahan atas problemnya, memobilisasi
sumber-sumber yang penting dan melaksanakan sebuah rencana tindakan.
Pendekatan pendidikan kemasyarakatan adalah salah satu pendekatan yang
melihat masyarakat sebagai agen dan objek sekaligus. Dalam prosesini,
para pemimpin masyarakat perlu menempatkan diri sebagai fasilitator
6
yang mendorong perubahan menuju ke arah yang lebih baik (Boone, Edgar
J. et, 1980-229).8
Tantangan yang kemudian dihadapi lembaga-lembaga ini adalah
menemukan cara untuk melakukan pendekatan-pendekatan yang
partisipatif secara Musyawarah di lapangan. Pilihan (alternatif) yang
kemudian dianggap layak dicoba adalah seperangkat metode dan tekhnik
yang dikenal dengan Participatory Rural Appraisal. Pendekatan ini
dianggap baik karena didasari prinsip-prinsip untuk mewujudkan
partisipasi masyarakat, sekaligus memiliki teknik-teknik penerapannya.
Hal ini didasari oleh dua hal, pertama, kebutuhan adanya metode kajian
keadaan masyarakat yang ‘mudah’ dilakukan untuk pengembangan
program yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat setempat,
kedua, kebutuhan adanya pendekatan program pembangunan yang bersifat
kemanusiaan dan berkelanjutan.9
Di Indonesia, khususnya di lingkungan Konsorsium
Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara (KPDTNT), belum ada
kesepakatan tentang istilah dan cakupan yang tepat untuk pendekatan
musyawarah. Namun berdasarkan pengalaman selama ini, penerapan
musyawarah memiliki komitmen dasar untuk digabungkan kedalam
pengembangan program.
8Dr. Zubaedi, M.ag., M.pd. pengembangan masyarakat wacana & Musyawarahktik,
Kencana prenada media group 2013, hal.130 9Studio Driya Media untuk KPDTNT, berbuat bersama berperan setara, acuan
penerapan Participatory Rural Appraisal, Dry Media untuk Konsorsium Pengembangan Dataran
Tinggi Nusa Tenggara,1996, hal. 20
7
Kegiatan musyawarah bukanlah pelibatan masyarakat dalam
sebuah ‘paket’ penerapan musyawarah, melainkan dalam sebuah proses
kesinambungan selama kegiatan bersama, antara penyelenggara program
dan masyarakat. Karena itu, musyawarah dalam penafsiran KPDTNT
adalah pendekatan dan tekhnik-tekhnik pelibatan masyarakat dalam
proses-proses pemikiran yang berlangsung selama kegiatan-kegiatan
perencanaan dan pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program
pembanguna masyarakat.10
Tiga jenis organisasi yang telah terlibat yaitu LSM, organisasi
milik pemerintah, dan universitas serta lembaga pelatihan. Bebrapa
organisasi yang telah menganut dan mengembangkan musyawarah,
membagi tiga karakteristik. Kepemimpinannya bersifat stabil dan masuk
dalam Musyawarah; suatu proporsi staf yang substansial secara
perorangan berharap menggunakan pendekatan dan metode musyawarah;
dan ada training serta penguatan. Komitmen dari seorang direktur atau
prinsip dari sebuah lembaga saja tidaklah cukup. Juga tidak hanya
pelatihan yang diulang-ulang. Staf manajerial pada tingkat menengah
dalam organisasi manapun, pada dasarnya bukan hanya secara verbal,
ingin menggunakan atau mendukung musyawarah. Jika tidak, pada
akhirnya inisiatif musyawarah akan hilang.11
10
Studio Driya Media Untuk KPDTNT, Berbuat Bersama Berperan Setara, Acuan
Penerapan Participatory Rural Appraisal Musyawarahisal, Dry Media Untuk Konsorsium
Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara,1996, hal. 13 11
Robert Chambers, Participatory Rural ApMusyawarahisal “memahami Desa Secara
Partisipasi, (Kanisius), hal. 87
8
Pendidikan musyawarah adalah sebuah bentuk kepelatihan yang
hadir dari prinsip metode pendekatan berbasis musyawarah, peendidikan
musyarawah menurut peneliti pribadi yaitu bentuk pengorganisasian
masyarakat atau pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan
bermusyawarah yang didampingi oleh seorang fasilitator dan co fasilitator
untuk mencapai suatu tujuan bersama dengan partisipasi seluruh golongan
masyarakat dan aparatur desa sehingga tercapai mufakat berdasarkan
aspirasi dari peserta musyawarah itu sendiri.
Pendidikan musyawarah (DIKMUS) lahir karena adanya
kebutuhan untuk melakukan pendampingan kepada kaum marjinal, dalam
proses transformasi kaum marjinal (dari dan oleh kaum marjinal sendiri)
ke arah kehidupan yang demokratis. Pendampingan masyarakat marjinal
dilakukan melalui proses pendidikan, dalam arti belajar bersama, dengan
menggunakan metode yang partisipatif. Berdasarkan pengalaman
melakukan pendampingan kaum marjinal, maka pendampingan dengan
metode partisipatif ternyata telah ada dimasyarakat, yaitu musyawarah.12
Pendidikan musyawarah yang dilakukan oleh setiap kelompok
haruslah memiliki nilai demokrasi yang adil dan berimbang, dalam artian
pendidikan musyawarah harus merata dan tidak boleh menguntungkan
salah satu pihak saja, akan tetapi setiap peserta pendidikan musyawarah
berhak menyampaikan pendapat yang memang dibutuhkan untuk
kepentingan bersama.
12
9
Tercapainya suatu tujuan dalam musyawarah harus disepakati
oleh seluruh peserta musyawarah, dalam hal ini realita yang terjadi
dikelompok harus menjadi tolok ukur dalam penyampaian pendapat
peserta pendidikan musyawarah. Peserta yang merupakan manusia
merdeka tidak boleh hanya menjadi sekedar pendengar, tetapi peserta
harus berperan aktif dalam kegiatan musyawarah agar tercipta nilai-nilai
yang sesuai dengan demokrasi.
Sejatinya pendidikan musyawarah adalah metode yang digunakan
untuk membebaskan pemikiran masyarakat dalam usaha pengembangan
masyarakat melalui diskusi anggota musyawarah dengan mengorganisir
masyarakat yang didampingi oleh fasilitator dan anggota musyawarah
yang secara menyeluruh terlibat langsung dalam pengambilan keputusan
dan aksi sosial yang dilakukan. Dalam hal ini setiap masalah yang ada
dikelompok masyarakat maka akan menjadi masalah bersama, sehingga
solusi yang didapatkan dari pendidikan musyawarah, bisa dipandang
sebagai solusi bersama yang juga bisa dirasakan manfaatnya oleh
kelompok tersebut.
Allah SWT memerintahkan bagi setiap umat manusia di Bumi
supaya manusia dan kelompoknya memiliki kehidupan yang layak dengan
bekarja keras dan apabila menemui kesulitan bersama, maka berdasarkan
anjuran Rasulullah SAW bermusyawarah adalah jalan keluar untuk
menemukan masalah dan mengatasinya bersama-sama.
نإن الله لا يغير ها بقىم حتى يغيروا ها بأنفسه
10
Artinya; Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
keadaan suatu kaum, hingga mereka mengubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri..(QS. Al-Ra’d,13:11)
Pada ayat ini di jelaskan bahwa bagi umat islam untuk melakukan
aktivitas-aktivitas sebagaimana Allah telah memberikan rezeki kepada
masing-masing umat dan kita sebagai hambanya hanya diperintahkan
untuk mencari keridhaannya, agar apa yang telah kita hasilkan
mendapatkan keberkahan dari allah SWT.
Di beberapa desa yang ada di Indonesia pengolahan tanah, modal
penguatan produksi, dan aksebilitas pasar masih menjadi masalah serius
yang belum tersentuh sepenuhnya oleh pemerintah daerah sehingga
berdampak pada perekonomian masyarakat yang masih rendah.
Keberadaan Bina Desa melalui pendidikan musyawarah di
beberapa pedesaan di Indonesia merupakan salah satu kegiatan strategis
dalam rangka ikut berpartispasi untuk pembangunan dan turut
menciptakan kondisi masyarakat yang berdaya guna serta mensukseskan
gerakan ekonomi kreatif dengan upaya pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan pendidikan musyawarah diikuti oleh masyarakat sebagai
peserta. Dalam kegiatan ini masyarakat menggali masalah, potensi, dan
solusi mereka sendiri, kemudian memusyawarahkan hasil yang telah di
sepakati bersama melalui pendidikan musyawarah dengan dibimbing dari
pihak Bina Desa dan Pamong Desa. Diharapkan melalui metode seperti ini
mampu membuat perubahan bagi masyarakat dalam memaksimalkan
potensi yang ada di masyarakat perdesaan.
11
Pendidikan musyawarah bisa menjadi bagian dari pemberdayaan
karena dalam pendidikan musyawarah masyarakat diajak berpikir kritis
terhadap lingkungan sekitar meraka, selain itu masyarakat belajar untuk
berani berargumentasi menyampaikan pendapat mereka.
Alasan pemilihan Lembaga Bina Desa oleh peneliti karena
Lembaga Bina Desa yang merupakan Lembaga Sosial Masyarakat tidak
hanya berfokus untuk mencari keuntungan semata dari masyarakat, akan
tetapi Lembaga Bina Desa benar-benar terlibat dan terjun langsung ke
masyarakat dalam melakukan pendampingan melalui program-program
atau focus utama yang mereka bawa ke desa sesuai dengan kebutuhan desa
tersebut, mulai dari assessment, perencanaan intervensi, evaluasi,
terminasi, sampai pendampingan berkelanjutan seperti monitoring
meskipun masyarakat dampingannya sudah mandiri
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti tertarik
untuk memilih skripsi yang berjudul: “Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Pendidikan Musyawarah Oleh Lembaga Bina Desa Sadajiwa
Di Desa Gandasari, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat”
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan, peneliti
membatasi konsep-konsep yang tercantum dalam judul agar dapat
menghasilkan pembahasan yang sistematis, terarah, jelas, dan fokus.
12
Maka dalam skripsi ini, peneliti membatasi pembahasan dalam
“Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Kritis Lembaga Bina
Desa Sadajiwa”
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan
Musyawarah Lembaga Bina Desa Sadajiwa?
b. Bagaimana Manfaat Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pendidikan Musyawarah Lembaga Bina Desa Sadajiwa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka penelitian ini
bertujuan untuk:
a. Untuk Menggambarkan Proses Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Pendidikan Musyawarah Lembaga Bina Desa
Sadajiwa.
b. Untuk Menggambarkan Manfaat Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Pendidikan Musyawarah Lembaga Bina Desa Sadajiwa
2. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas maka manfaat dari
penelitian ini yaitu:
a. Akademis
13
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengetahuan terutama pada jurusan kesejahteraan sosial,
mengenai pemberdayaan masyarakat.
a. Peneliti
Dari hasil penelitian ini di harapkan peneliti bisa menambah
pengetahuan dan wawasan dalam ilmu pengetahuan kesejahteraan
sosial yang nantinya ilmu tersebut bisa bermanfaat bagi orang lain
dan semoga peneliti tidak ada kata habis atau selesai dalam
belajar dan meneliti tentang lidah buaya pada khususnya.
b. Pihak Lembaga Terkait
Penelitian ini agar dapat memberikan masukan yang positif
kepada pengurus maupun pengelola Lembaga Bina Desa
Sadajiwa sesuai dengan visi dan misi utama.
D. Metodologi Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yaitu di Lembaga Bina Desa Sadajiwa. Disana
penulis melakukan penelitian untuk mendapatkan informasi dari
Masyarakat dan pihak lembaga Bina Desa. Wawancara langsung dan
untuk mendapatkan data tertulis seperti dokumen dan data-data yang
mendukung penelitian, untuk mengetahui bagaimana tingkat
kesejahteraan masyarakat melalui implementasi pendidikan kritis di
Lembaga Bina Desa.
14
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2016 sampai dengan
bulan Februari 2017
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif
deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh
dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain
dari pengukuran. Penelitian kualitatif secara umum bisa digunakan
untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku,
aktivitas sosial, dan lain-lain. Laporan penelitian akan berisi kutipan-
kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.
Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan
dokumen resmi lainnya.13
4. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu data
yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka.
5. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua
macam, yaitu data primer dan data sekunder ;
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2007), cet-23, hal. 11
15
a. Data Primer:
Data primer sendiri terbagi menjadi 2 sumber data yaitu
data utama, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
subjek penelitian, dan data pendukung, yaitu data yang
diperoleh dari masyarakat dan Lembaga Bina Desa
b. Data Sekunder.
Data Sekunder merupakan data yang penulis peroleh baik
berupa dokumen, arsip-arsip, memo atau catatan tertulis
lainnya maupun gambar atau benda yang berkaitan dengan
penelitian.
6. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah fasilitator kegiatan
Musyawarah dan masyarakat Paguyuban atau Sauyunan yang turut
serta dalam kegiatan pendidikan musyawarah
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan informasi dilakukan dengan wawancara,
observasi dan study dokumentasi, berikut penjelasannya:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
16
Ada salah satu metode ketika melakukan wawancara.
Yaitu metode wawancara mendalam. Metode wawancara
mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang
yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
(guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan
terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan
demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah
keterlibatannya dalam kehidupan informan. serta kapan dimulai
dan diakhiri. Namun, kadang kalainforman pun dapat
menentukan perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan
waktu wawancara mulai dilaksanakan dan diakhir. 14
Peneliti melakukan wawancara kepada fasilitator
kegiatan Musyawarah dan masyarakat yang berpartisipasi
dalam kegiatan musyawarah di Desa Gandasari, Cianjur, Jawa
Barat.
b. Observasi
Sedangkan obeservasi atau pengamatan adalah kegiatan
keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata
sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti
telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Karena itu, observasi
14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), Hal. 186
17
adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja pacaindra mata serta
dibantnu dengan pancaindra lainnya. Di dalam pembahasan ini,
kata observasi dan pengamatan digunakan secara bergantian.
Seseorang yang sedang melakukan pengamatan tidak
selamanya menggunakan pancaindra mata saja, tetapi selalu
mengaitkan apa yang dilihatnya dengan apa yang dihasilkan
oleh pancaindra lainnya; seperti apa yang ia dengar, apa yang ia
cicipi, apa yang ia cium dari penciumannya, bahkan dari apa
yang ia rasakan dari sentuhan-sentuhan kulitnya.15
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film, lain
dari record, yang tidak disiapkan karena adanya permintaan
seorang penyelidik atau peneliti. Dokumentasi sudah lama
digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena
dalam banyak hal dokumentasi sebagai sumber data
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk
meramalkan. 16
8. Teknik Analisa Data
Maksud dari analisis data adalah proses pengumpulan data. Nasir
mengemukakan analisis data merupakan bagian penting dalam metode
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), Hal. 115 16
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualittatif Teori & Praktik ( Malang: PT. Bumi Aksara,
2013), hal. 160
18
ilmiah, karena dalam analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna
yang berguna memecahkan masalah penelitian.17
9. Teknik Pemerikasaan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tekhnik trianggulasi
dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh
dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian. Adapun ketekunan
pengamatan, yaitu mencari secara konsisten interpretasi dengan
berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau
tentative. Tekhnik ini sengaja dipilih penulis karena sesuai dengan
pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan penelitian
kualitatif. .
10. Teknik Penulisan.
Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang disusun
oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diterbitkan oleh UIN
Jakarta Press, 2007, cetakan ke-2.
E. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, penulis melakukan kajian kepustakaan dengan
tujuan untuk memperoleh data dari beberapa sumber tertulis baik berupa
buku-buku bacaan ataupun sumber lainnya. Setelah melakukan
penelusuran koleksi skripsi pada Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
17 Moh. Nasir D, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), hal. 405
19
Hidayatullah Jakarta, ada beberapa skripsi yang fokusnya sama, yaitu
tentang strategi pemberdayaan masyarakat :
1. Annisa Nuris, Jurusan Pemberdayaan Masyarakat Islam “partisipasi
wanita dalam pemberdayaan masyarakat melalui program klaster
mandiri zona Madina”.
Skripsi ini menggambarakan tentang dampak pemberdayaan
masyarakat mampu mengembangkan perilaku dan kondisi ekonomi
keluarga melalui partisipasi wanita secara aktif sebagai ibu rumah
tangga melalui program klaster mandiri wilayah Zona Madina .
Sedangkan skripsi peneliti menggambarkan partisipasi individu dan
masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan
musyawarah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan dan menuntaskan permasalahan yang ada
disekitar mereka dengan didampingi pihak lembaga terkait dalam
pengimplementasian pendidikan musyawarah tersebut.
2. Sugeng Mulyadi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam “analisis
deskriptif pemberdayaan petani studi kasus serikat petani Indonesia”.
Skripsi ini menggambarkan tentang pemberdayaan masyarakat
terhadap petani yang fokus melalui proses pengolahan lahan, produk,
dan hasil pertanian seperti kopi secara berkelompok dalam mencapai
peningkatan produktivitas hasil bertani.
Sedangkan skripsi peneliti menggambarkan pemberdayaan masyarakat
yang menghadapi masalah secara kompleks dengan metode
20
musyawarah menemukan salah satu permasalahannya yaitu pertanian
konvensional yang menyebabkan ketergantungan petani terhadap
tengkulak, sehingga menjadikan pertanian alami sebagai fokus utama
dalam kegiatan pemberdayaan, kemudian Bina Desa membangun
kesadaran kritis terhadap masyarakat melalui pengorganisasian
,masyarakat, dimana dalam organisasi ini, masyarakat juga
mendapatkan pendidikan tentang fumgsi dan peran organisasi,
pendidikan kesetaraan gender, dan advokasi air maupun refroma
agrarian
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PRA (Participatory Rural Appraisal)
Participatory rural appraisal (PRA) merupakan suatu bentuk tertentu
dari penelitian kualitatif digunakan untuk mendapat pemahaman yang
mendalam tentang situasi komunitas. PRA adalah suatu proses di mana
komunitas akan menganilisis situasi yang mereka hadapi dan
mengambil keputusan tenatang bagaimana cara untuk mengatasi
permasalahan yang ada selain itu PRA juga dikenal sebagai metode
dan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dna kehidupan
komunitas dari, dengan, dan untuk masyarakat sendiri.
Karena PRA merupakan metode assesment yang berupaya
mengoptimalisasi aspirasi masyarakat, maka ada beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan ketika tim perencana melakukan PRA, prinsip-
prinsip tersebut antara lain :
1. Prinsip mengutamakan mereka yang kurang beruntung atau
terabaikan. Dari prinsip ini diharapkan tim perencana akan
dapat mengetahui cara pandang dan kondisi sebenarnya dari
meraka yang berada pada kondisi yang kurang diuntungkan.
Pandangan dari mereka yang dianggap kurang beruntung
ataupun terabaikan dapat pula digunakan sebagai sebagai alat
untuk men-cek apakah data-data yag diberikan para elite
22
masyarakat (baik itu tokoh formal maupun nonformal) dapat
dicek kebenarannya. Kadangkala, data yang didapat dari „elite‟
masyarakat belum tentu sama seperti apa yang terjadi dan
dirasakan oleh mereka yang berada pada kondisi yang kurang
diuntungkan.
2. Prinsip pemberdayaan masyarakat (penguatan dan
perencanaan). Prinsip ini menekankan proses asessment dan
perencanaan program yang dilakukan dengan PRA ini
merupakan suatu proses pemberdayaan yang intinya terjadi
melalui proses pembelajaran orang dewasa yang tidak saja
bermanfaat bagi komunitas sasaran, akan tetapi juga bagi para
perencana partisipatoris. Melalui proses ini masyarakat akan
belajar mengenali apa kebutuhan mereka dan apa permasalahan
mereka. Serta mereka juga akan dapat belajar bagaimana
mengembangkan rencana program aksi yang dapat berguna
bagi mereka. Meskipun pada awalnya, bentuk perencanaan
yang mereka lakukan masihlah dalam bentuk yang sederhana.
Akan tetapi sejalan dengan waktu maka proses
pengidentifikasian masalah dan kebutuhan, serta alternatif
solusi yang mereka tawarkan akan semakin canggih.
3. Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan. Dalam kaitan
dengan perubahan yang terjadi dan akan terjadi pada komunitas
sasaran, maka tim perencana partisipatoris pun akan dapat
23
mengambil pelajaran dari hal tersebut, dimana prosese yang
akan terjadi akan membuat tim perencana semakin berdaya dan
semakin luas pengetahuannya.
4. Prinsip trianggulasi. Pengertian trianggulasi ini bermakna
dalam proses PRA akan terjadi proses pengecekan ulang atas
berbagai masukan yang ada. proses trianggulasi ini dapat
dilakukan dengan cara mengecek data dari sumber yang
berbeda, misalnya data pertama didapat dari Pak Lurah, data
yang diambil untuk pembanding diambil dari orang miskin
yang seharusnya dan dinyatakan telah mendapat raskin. Atau
trianggulasi bisa juga dilakukan dengan cara yang berbeda
mislanya, untuk mengetahui permaslahan di suatu desa dengan
menggabungkan seluruh hasil wawancara dengan masyarakat
desa tersebut.
5. Prinsip santai dan informal
Dalam suatu proses PRA tim perencana partsispatoris yang
sedang menggali data dari masyarakat harus berusaha
melakukan wawancara secara santai, sehingga suasana
wawancara tidak menjadi suasana formal.
6. Prinsip upaya mengoptimalkan hasil bagi masyarakat. prinsip
ini merupakan suatu prinsip yang harus sangat diperhatikan
bagi setiap perencanaan partisipatoris, karena mereka membuat
24
perencanaan pada dasarnya adalah untuk kepentingan
masyarakat itu sendiri.
7. Prinsip keberlanjutan.
Dalam suatu masyarakat, kebutuhan dan masalah bukanlah
sesuatu yang tetap dari tahun ke tahun. Selalu ada waktu terjadi
perubahan. Karena itu PRA juga mengharapkan bahwa
masyarakat akan belajar dan melakukan proses
pengidentifikasian masalah dan kebutuhan mereka sendiri di
masa yang akan datang.
8. Prinsip orientasi praktis. Prinsip ini menekankan bahwa PRA
dilakukan bukan sekedar untuk mengumpulkan data dari
masyarakat dan tidak ditindaklanjuti kembali dengan program
aksi.
9. Prinsip terbuka.
Di sini bermakan bahwa PRA masih terbuka dan membuka
kesempatan untuk menambhakan berbagai tekhnik
pengumpulan data yang bersifat partispatoris dan dapat
membantu mendapatkan pemahaman dat yang lebih luas
tentang komunitas sasaran.
Prinsip-prinsip tambahan yang ditekankan PRA :
a. Pemberian fasilitas, artinya memberikan fasilitas penyelidikan,
analisis, penyajian, dan pemahaman oleh masyarakat desa itu
sendiri, sehingga mereka dapat menyajikan dan memiliki
25
hasilnya, dan juga mempelajarinya. Ibarat “mengalihkan
tongkat” (atau pena atau kapur), mereka sering memerlukan
orang luar yang memulai kemudian kembali duduk dan
meninggalakannya, namun tidak mewawancarai atau
melakukan interupsi.
b. Kesadaran dan tanggung jawab diri yang kritis, artinya
fasilitator terus menerus menguji tingkah laku mereka dan
coba melakukannya secara lebih baik. Ini termasuk merangkul
kesalahan – menerima kesalahan sebagai suatu kesempatan
untuk belajar melakukan lebih baik, yang berarti dapat
menerima tanggung jawab diri.
c. Saling berbagi informasi dan gagasan antar masyarakat desa
dengan fasilitator, dan antar – fasilitator yang berbeda, serta
saling, berbagi wilayah kegiatan, pelatihan, dan pengalaman
antar-organisasi yang berbeda.
Semua prinsip tersebut berkaitan dengan tingkah laku, karena
diterapakan dalam praktik oleh masyarakat yang
melaksanakannya. Tetapi pembagian prinsip oleh PRA dan RRA
lebih bersifat epistimologis; sedangkan prinsip-prinsip tambahan
yang ditekankan oleh PRA lebih bersifat personal. Perbedaan ini
lebih bersifat penekanan baru dalam PRA yaitu pada tingkah laku
dan sikap orang luar dalam berinteraksi dengan masyarakat desa,
26
suatu penekanan yang dapat menjadi bagian berguna bagi RRA
maupun PRA pada masa yang akan datang.1
Setelah memperhatikan berbagai prinsip yang telah dikemukakan
di atas secara sederhana ada beberapa tahap yang dapat dilakukan yaitu :
a. Klarifikasi tujuan ataupun objektif
b. Memilih topik utama
c. Mempersiapkan sub topik, indikator dan berbagai pertanyaan
kuno
d. Mengidentifikasikan sumber informasi untuk setiap sub topik
e. Memilih alat untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi
f. Merancang perangkat penelitian
Dalam kaitan dengan pelaksanaan metode PRA ini. Tim
perencana partisispatoris dapat mengumpulkan data melalui
berbagai macam cara yaitu :
- Studi data sekunder misalnya, menggali data laporan
proyek
- Pengamatan langsung misalanya dengan mengamati
kejadian-kejadian khusus
- Wawancara semi-terstruktur misal wawancara
perseorangan dengan masyarakat tertentu
1 Robert Chambers, Participatory Rural Appraisal “Memahami Desa Secara Partisipasi,
(Kanisius), hal. 35
27
Berbagai teknik diatas dapat dilakukan tim perencana
untukmemaksimalkan hasil dan membantu agar dapat lebih
memahami kondisi kualitas hidup masyarakat.
B. Tekhnik pengidentifikasian kebutuhan aset komunitas
Dalam kaitan dengan tekhnik pengidentifikasian kebutuhan dan aset
komunitas aada berbagai tekhnik yang dapat digunakan antara lain
terdapat dalam teknik PRA :
1. Matriks prioritas masalah
Tekhnik ini pada intinya ingin mengajak komunitas sasaran
untuk terlibat aktif dalam proses pengidentifikasaian kebutuhan
dan aset yang ada pada komunitas mereka.
Tekhnik dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain :
a. Membentuk kelompok diskusi
b. Jelaskan tujuan dan aturan main pada partsisipan
c. Sediakan selembar kertas dan ajukan satu pertanayaan saja
d. Berikan kesempatan pada masing-masing peserta untuk
menjawab pertanyan yang diajukan
e. Mulailah proses diskusi
f. Berikan tanda (*) pada kolom seberapa sering masalah
dirasakan
g. Klarifikasi jawaban partisipan
h. Laksanakan penghitungan suara
28
2. Pemetaan partisipatoris (participatory mapping)
Teknik ini dapat digunakan untuk membantu masyarakat
untuk dapat mengidentifikasikan di area mana saja di
lingkungan mereka suatu masalah.
Pemetaan ini senidri sebenarnya bukan merupakan
pemetaan yang menggambarkan area secara tepat. Langkah-
langkah yang dilakukan sebagai berikut :
a. Membentuk kelompok diskusi antara 15- 30 0rang yang
mewakili berbagai RW.
b. Jelaskan tujuan dan aturan main pada partisipan
c. Fasilitator meminta salah seorang partisipan untuk
menggambarkan daerah mereka
d. Fasilitator meminta salah seorang partisipan untuk
melengkapi gambar daerah mereka.
3. Alur sejarah masalah dan perubahan di masyarakat
Tekhnik ini dapat digunakan untuk membantu masyarakat agar
dapat mengidentifikasikan alur sejarah timbulnya masalah di
daerah mereka dan perubahan apa yang terjadi terkait dengan
berkembangnya daerah mereka. Langkah-langkah untuk
mendapatkan informasi ini serupa dengan psorses mendapatkan
informasi memalui pemetaan partisipatoris.
29
4. Diagram Venn hubungan antar lembaga
Tekhnik ini pada dasarnya mencoba menggambarkan
hubungan antar lembaga ataupun antar institusi dalam suatu
komunitas. Diagram ini digunakan untuk menggambarkan
kedekatan dan jarak antara satu organisasi dengan organisasi
lainnya, baik pemerintah maupun non pemerintah yang terlibat
dalam berbagai upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dalam proses pembuatan diagram Venn ini, seperti pula
pada tekhnik yang lain, konfirmasi terhadap warga masyarakat
selalu dilakukan agar menumbuhkan rasa kebersamaan dan rasa
memiliki pada setiap warga yang hadir dalm pertemuan
tersebut.
Keempat tekhnik di atas merupakan sebagian dari tekhnik
yang dapat digunakan ketika melakukan asessment dengan
metode PRA.
Dalam kaitan dengan wawancara semi-terstruktur ataupun
wawancara tidak terstruktur yang dilakukan secara
perseorangan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
tim perencana antara lain :
- Sebelum memulai wawancara tim fasilitator harus berusaha
menciptakan suasana relax sehingga partsispan dapat lebih
terbuka
- Memulai dengan salam dan menjelaskan tujuan pertemuan
30
- Tim perencana partisipatoris memulai wawancara dengan
menanykan hal yang mudah terlebih dahulu
- Tim perencana partisipatoris harus berusaha mencipatakan
suasana informal 2
C. Kebutuhan dan Tekhnik Pengidentifikasian Masalah dalam
Pengembangan Masyarakat
Ketika membahas isu yang terkait dengan pengembangan masyarakat
yang lebih baik, salah satu materi yang sangat terkait dengan hal ini
adalah pembahasan mengenai „kebutuhan‟ masyarakat (community
needs). Konsep „kebutuhan‟ menjadi saah satu unsur penting dalam
pembahasan ini karena, secara teoritis, organisasi haruslah
memperhatikan usulan dari klien mereka agar dapat memberikan
layanan yang tepat dan dibutuhkan. Tetapi masalah dapat terjadi bila
usulan yang diberikan masyarakat ternyata bukan‟kebutuhan‟ (needs)
tetapi „keinginan‟ (wants) mereka. Ware dan Godin (1990.h.1)
membedakan antara konsep „kebutuhan‟ dan „keinginan”, melalui
gambaran singkat sebagagi berikut : seorang yang menderita anoreksia
nervosa (gangguan kejiwaan yang menyebabkan individ tidak „mau;
makan atau bila terpaksa makan maka ia akan berusaha sedapat
mugkin untuk mengeluarkasn mkanan tersebut . mislanya, dengan
memuntahkannya sbenarnya mempunyai kebutuhan akan makanan,
tetapi, ia tidak menginginkannya.
2 Isbandi Rukminto Adi “ perencanaan partisipatoris berbasis aset komunitas” (FE Universitas Indonesia, 2003). Hal. 95
31
Begitu pula pada anak-anak di perkotaan, kehadiran rumah „ding-
dong‟ seringkali dijadikan bagian dari kehidupan mereka, dan seolah-
olah menjadi kebutuhan mereka. Dalam bentuk yang lebih sederhana
adalah kehadiran rumah „dingdong‟ bagi anak-anak tidak jarang justru
menguras kantong mereka. Sehingga hal yang menjadi pertanyaan
apakah bermain rumah „ding-dong‟ merupakan kebutuhan ataukah
hanya keinginan saja yang kemudian „dieksplortir‟ dengan kemasan
tertentu sehingga seolah menjadi bagian kehidupan mereka, oleh
pihak-pihak tertentu.
„informal education’ (pendidik informal ) tidak jarang harus
dijalankan, yaitu dengan cara memancing masyakarat untuk dapata
memikirkan mana yang „sebenarnya‟ menjadi kebutuhan mereka. Hal
ini sebaiknya dilakukan dengan cara diskusi sehingga terjadi peroses
pengambilan keputusan oleh masyarakat berdasarkan perkembangan
pengetahuan dan kesadaran mereka sendiri, sehingga bukan karena
„paksaan‟ atau instruksi dari pelaku perubahan (change agent).
Komponen berikutnya adalaha kerelatifan dan kebutuhan itu
sendiri. Godin melihat kebutuhan masyarakat seringkali lebih bersifat
relatif daripada absolut (pasti). Pihak yang meyakini bahwa kebutuhan
itu banyak pula yang bersifat absolut melihat bahwa kebutuhan itu
banyak pula yang bersifat zbsolut melihat bahwa kebutuhan akan
sandang (pakaian), pangan, dan papan (rumah) merupakan kebutuhan
absolut. Lebih dalam dari sekedar meng-generalisasikan kbeutuhan
32
menjadi kebutuhan sandang, pangan, dan papn. Godin melihat bahwa
kebutuhan itu bersifat relatif dan sangat tergantung dengan unsur
waktu, tempat, dan lingkungan sosial. Misalnya saja, kebutuhan akan
pakaian pada tempat yang berbeda pula kebutuhannya.
Dari conttoh diatas terlihat bahwa kebutuhan yang tadinya
kelihatan seperti sesuatu yang abslout, bila diperdalam lagi akan dapat
terlihat komponen kerelatifannya. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut community worker ataupun organisasi pelayanan masyarakat
dituntut untuk selalu memperbaharui atau mengkaji ulang kebutuhan
dari komunitas binaan mereka, karena dengan berjalannnya waktu dan
perubahan lingkungan sosial (kondisi) sosial ekonomi maka
kebutuhan suatu kelompok masyarakat dapat saja terjadi perubahan.
Oleh karena itu, guan dapat memberikan layanan yang „tidak
ketinggaalan zaman‟ maka pihaka agen perubahan diharapkan dapat
mengkaji ulang kebutuhan komunitas binaannya secara periodik. Hal
ini diperlukan agar komunitas binaan merasakan adanya perhatian dan
keseriusan dari agen perubahan terhadap mereka.3
Dalam kaitan dengan pengidentifikasian masalah yang sringkali
juga merupakan „kebutuha yang dirasakan‟ (felt needs), ada beberapa
strategi yang dapat dan biasa digunakan oleh community worker
secara khusus, ataupun organisasi pelayanan masyarakat secra umum.
33 Isbandi Rukminto Adi “Pemberdayaan, Pengembangan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas”. (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia). Hal. 266
33
Green (1987), mengemukakan beberapa metode yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kebutuhan, antar lain :
1. Tinjauan Pustaka (studi literatur).
2. Nominal Group Procces yang lebih dikenal dengan nama metode
atau tekhnik pengidentifikasian masalah/kebuthan dari Van de
Ven dan Delbecq.
3. Metode Delphi
4. Metode Curah Pendapat (Brainsttorming)
5. Metode Diskusi Kelompok Terfokus (focus group discussion)
Bila dilihat dari hal diatas, maka tampak bahwa yang dikemukakan
oleh Green dan kawan-kawan sebagai strategi pengidentifikasian
masalah sosial sebenarnya dapat dilihat pula sebagai metode atau
teknik untuk mengidentifikasikan masalah sosial. pada umumnya
metode di atas selain dapat digunalan untuk mengidentifikasian
maslaah. Juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kondisi
sosial dan ekonomi suatu masyarakat. dibawah ini akan diuraikan
secara singkat, beberapa metode (teknik) tersebut diatas :
1. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan salah satu dari metode (dalam hal
ini, cara) untuk mengidentifikasikan masalah yang mungkin paling
sering digunakan dalam langkah awal untuk mengidentifikasikan
masalah dan juga paling dikenal oleh para mahasiswa maupun
mereka yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial. studi
34
kepustakaan ini dapat dilakukan antara lain dengan menelusuri
data statistik yang dimiliki oleh instansi, departemen ataupun
sumber-sumber lainnya. Berdasarkan data statistik ini petugas
(community worker ) mulai menganilisis data tersebut berdasarkan
indikator-indikator tertentu.
2. Proses kelompok setara (Nominal group process) atau metode
Delbecq
Nominal group process ini lebih dikenal dengan nama metode
Delbecq (meskipun yang mengembangkannya adalah Van de Ven
dan Delbecq, tetapi nama yang terakhirlah yang sering digunakan
dalam kaitan dengan metode ini). Metode ini dianggap lebih
efisien dan efektif daripada metode Delphi atau juga dikenal
dengan nama tekhnik Delphi dalam menjaring informasi mengenai
masalah dan membuat perangkat ataupun prioritas masalah dari
suatau komunitas lokal. Meskipun demikina perlu diingatakan
pula bahwa metode Delbecq bukanlah suatu metode atau tekhnik
untuk memecahakan atau mengatasi masalah, tetapi metode ini
lebih merupakan metode untuk mengidentifikasikan dan
menyusun kerangka prioritas masalaha yang harus diatasi oleh
masyarakat dan community worker.
Tahapan yang dikembangkan dalam metode ini antara lain :
1. Mengatur agar dalam setiap pertemuan jumlah peserta tidak
melebihi delapan (8) orang. Pengaturan kelompok yang berjumlah
35
peserta lebih dari tujuh atau kurang dari enam orang maka
dikuatirkan interaksi antar peserta tidak dapat terjadi secara
optimal.
2. Sediakam selembar kertas dan ajukan satu pertanyaan saja. Akan
lebih baik bila pertanyaan tersebut dapat dituliskan di papan tulis
atau media lainnya agar semua peserta dapat melihatnya.
Pertanyaan yang akan diajukan dalam pertemuan ini haruslah
sesuai dengan tujuan pertemuan. Mislanya saja “menurut anda
apakah masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat di Desa ini
?” atau dapat pula digunakan pertanyaan yang lain, seperti” apakah
3 masalah utama yang dihadapi desa anda saat ini ?”
Dalam pertemuan ini, ada baiknya bila community worker yang
juga sekaligus merupakan pengarah pertemuan (group leader atau
moderator diskusi) tersebut mempersiapkan pula pertanyaan
alternatif guna mengantisipasi kalau-kalau pertanyaan yang
diajukan tidak dimengerti oleh peserta.
3. Berikan kesempatan pada masing-masing peserta utnuk menjawab
pertanyaan yang diajukan. Jawaban dari para peserta tersebut dapat
dituliskan di lembar kertas yang sudah disediakan. Waktu yang
dibtuhkan untuk menjawab pertanyaan ini dibutuhkan belum
mencukupi maka moderator diskusi dapat menambahkan waktu 5
menit agar para peserta dapat menjawab pertanyaan tersebut
36
dimana mereka menjawabnya dengan dituliskan sendiri „tanpa
berkata-kata‟ dengan peserta yang lain.
4. Mulailah proses pencatatan jawaban peserta
Pertama-tama salah serorang partsispan diminta untuk
membacakan jawaban yang ia berikan, kemudian dilanjutkan
dengan partsisipan berikutnya. Selama partisipan mebacakan
jawaban mereka mpderator diskusi menuliskan jawaban partisipan
di papan tulis ataupun flip-chart. Setiap jawaban diberikan nomor
( 1,2,3, dan seterusnya).
5. Klarifikasi jawaban partsispan
Beri kesempatan kepada masing-masing partsispan untuk
mengklarifikasi jawaban dari partsispan yang lain. Pada tahap ini
mading-masing partsispan dapat menanyakan berbagai pertanyaan
seperti „apa sebenarnya ia maksud jawaban di atas ?‟ meskipun
demikian fase ini bukanlah fase untuk berargumentasi ataupun
melakukan lobby, tetapi fase ini lebih menitik beratkan pada
pengkalrifikasian jawaban para partsipan yang kurang jelas. Oleh
karena itu, moderator diskusi harus mengarahkan secara tegas dan
lugas prsoese pengklarifikasian ini agar tidak terjadi adu
argumentasi ataupun lobby dalam fase ini.
6. Diskusikan hasil pemungutan suara pertama
Diskusi pada fase ini tetap perlu dilakukan guna memperjelas
jawaban-jawaban yang terpilih dalam kelompok peringkat utama.
37
Pengkalarifikasian dan penjelasan ulang mengenai beberapa
jawaban tertentu diprlukan guna mempertegas dan meyakini
pilihan jawaban tersebut agar dalam pemilihan terakhir para
partisipan sudah sepaham mengenai apa yang dimaksud dari
masing-masing jawaban.
Dari keseluruhan jawaban partisipan yang telah ditulis di papan
ataupun flip-chart, masing-masing partsisipan diminta untuk meilih
sekitar 7 jawaban (mislanya no. 9, 14, dan sebagainya) yang
mereka anggap paling penting. Kemduian dilakukan pemberian
nilai, di mana yang dianggap paling penting diberikan nilai 7
sedangkan yang paling tidak penting diberikan nilai 1. Setelah itu
moderator melakukan diskusi mencatat dan menjumlahkan nilai
peringkat yang diberikan masing-masing partsipann, sehingga
terlihat urutan prioritas dari jawaban secara keseluruhan, Jawaban
dengan nilai terbesar merupakan peringkat utama, begitu
sebaliknya.‟
7. Laksanakan pemungutan suara yang pertama
Diskusi pada fase ini tetap perlu dilakukan guna memperjelas
jawaban-jawaban yang terpilih dalam kelompok peringkat utama.
Pengkalarifikasian dan penjelasan ulang mengenai beberapa
jawaban tertentu diprlukan guna mempertegas dan meyakini
pilihan jawaban tersebut agar dalam pemilihan terakhir para
38
partisipan sudah sepaham mengenai apa yang dimaksud dari
masing-masing jawaban.
b. Kalkulasikan pemilihan suara secara keseluruhan.
Mengingat mungkin ada beberapa kelompok yang terdiri dari 6-8
partisipan, maka perlu dilakukan pemilihan suara secara total.
Dilakukan penghitungan suara berdasarkan hasil peringkat rata-rata
jawaban dari masing-masing kelompok.
3. Metode Delphi
Metode ini menggunkan serangkaian kuisioner sebagai alat untuk
mengidentifikasikan masalah ataupun kebutuhan. Metode ini
dikembangkan oleh Linstone dan Turoff, tetapi Gilmore lebih
lanjut meringkaskan metode tersebut, sebagai berikut :
1. Definisikan isu-isu yang dibahas
Tim utama (pelaksana) harus mengembangkan isu bahasan utama
secara jelas dan tegas. Mislakna saja, “kebutuhan untuk
mengidentifikasikan kendala-kendala utama yang terkait dengan
pengembangan kesehatan di daerah X”
2. Tentukan siapa saja yang akan dijadikan pasrtispan dalam
penelitian atau pengidentifikasian ini.
Tim asessment utama harus memilih dan menentukan pihak-pihak
mana saja yang akan dikirimi kuisioner.
3. Mengembangkan kuisioner pertama.
39
Kuisioner ini, seperti juga kuisioner dalam suatu penelitian,
hasurslah diberikan pengantar yang jelas akan isu sentral yang akan
dibahas dalam kuisioner ini, serta tujuan dari diadakannya proses
pengidentifikasian ataupun penelitian ini.
4. Kembangkan kuisioner ke dua.
Dari berbagai jawaban yang masuk bentuklah kategori-kategori
untuk menampung semua jawaban yang ada. List jawaban yang
baru ini nantinya akan dikembangkan sebagai kuisioner ke dua.
5. Kembangkan kuisioner ke tiga
Setelah itu nilai-nilai dari jawaban pada kuisioner ke dua
dijumlahkan untuk masing-masing kategori, begitu pula komentar-
komentar pada masing-masing kategori. Hasil penjumlahan ini
dimasukan ke kolom „Pra pilihan terakhir‟. Informasi ini
diperlukan dalam mengembangkan kuisoner ke tiga, dan juga
dalam menentukan „pilihan‟ terakhir.
6. Analisis terakhir
Dari hasil kuisioner ke tiga di atass, hasil pilihan terakhir tersebut
dijumlahkan guna mendapatkan gambaran kendala apa yang
dirasakan banyak menghambat proses pengembangan kesehatan
masyarakat. meskipun secara teoritis dimungkinkan untuk
mengembangkan kuisioner ke emapat, bila diperlukan, tetapi dari
tiga kuisioner biasanya data yang didapat sduah dapat dianalisis
40
dan menjaring kebutuhan umum yang dirasakan masyarakat di
suatu daerah tertentu.
Dari hal di atas, terlihat bahwa metode Delphi ini mempunyai
keuntungan dalam luas area yang diliput. Karena dengan komunikasi
surat menyurat, tim peneliti dapat menjangkau partsispan ataupun
pakar di daerah yang berbeda.
Keadaan ini tentunya akan sangat berbeda dengan metode Deblecq
yang melandaskan keuntungan yang didapat dari metodenya adalah
karena adanya interaksi antar partisipan.
4. Metode Curah Pendapat (Brainstorming)
Metode curah pendapat ini dikembangkan oleh Osborn (1963), yang
pada intinya ingin menggali berbagai pandangan yang ada mengenai
suatu isu tertentu. Tetapi dalam penerapannya, metode ini berkembang
menjadi beberapa variasi. Pada intinya dalam metode ini setiap
partsisipan diajak dan diberi kebebasan untuk menyumbangkan
pandangannya, sehingga mereka tidak perlu „membeo‟ saja dengan
pandangan yang telah dikemukakan oleh partsipan yang lain. Ada
bebrapa tahapan dalam pelaksanaan metode ini, antara lain :
a. Membentuk kelompok diskusi 6-12 orang supaya
diskusi lebih optimal
b. Sediakan selembar kertas dan ajukan satu pertanyaan
saja
41
c. Berikan kesempatan pada masing-masing peserta untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan. Jawaban dari
peserta tersebut dapat dituliskan di lembar kertas yang
sudah disediakan
d. Mulailah proses pencatatan jawaban peserta
e. Mulailah proses diskusi dengan peran moderator untuk
memberikan kesempatan seluas mungkin pada
partsispan untuk mengklarifikasi jawaban dari
partisipan yang lain.
f. Laksanakan pemungutan dan penghitungan suara
5. Metode Diskusi Kelompok Terfokus
Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) merupakan
salah satu metode pengidentifikasian masalah ataupun „kebutuhan
yang dirasakan‟ masyakrakat yang diadaptasi dari metode
penelitian dengan nama yang sama. Pada pelaksanaannya metode
ini mempunyai banyak kemiripan dengan metode curah pendapat,
tetapi ada pula beberapa perbedaannya. Ada bebrapa tahapan
dalam pelaksanaan proses diskusi kelompok terfokus, yaitU:
a. Membentuk kelompok diskusi.
Bentuklah kelompok yang berjumlah antara 7-12 orang, karena
bila jumlah peserta lebih dari 12 atau kurang dari 6 orang
dikuatirkan interaksi antar peserta biasanya kurang optimal.
b. Tahap pra diskusi.
42
Pada tahap ini moderator harus berusaha untuk mencairkan
„kebekuan‟ antar peserta dan juga antara peserta ddengan
moderator.
c. Sediakan selembar kertas dan ajukan satu pertanyaan saja.
Bila semua partsisipan sudah datang, maka moderator dapat
mengajukan satu pertanyaan sebagai pengantar proses diskusi,
misalnya, “menurut anda, apakah kendala utama yang dihadapi
masyarakat dalam upaya meningkatakan kondisi ekonomi
masyarakat di sini ?”
d. Mualailah proses diskusi
Pertama-tama salah seorang partisipan diminta untuk
membacakan jawaban yang ia berikan, kemudian dilanjutkan
dengan partisipan berikutnya. Pada tahap ini moderator juga
memberi kesempatan seluas mungkin pada masing-masing
partisipan untuk mengkalarifikasikan jawaban dari partsispan
yang lain.
e. Buatlah „laporan data mentah‟ (raw data report)-nya.
Utnuk menganalisis hasil diskusi dari kelompok disksusi
terfokus (DKT) ini, langkah pertma yang diperlukan adalah
membuat „laporan data mentah‟ dari hasil diskusi tersebut
berdasarkan variabel utama yang menjadi fokus dalam proses
pengidentifikasian masalah ini.
43
f. Buatlah „laporan kesimpulan‟ (descriptive-summary report)
dari hasil disksusi
Bila „laporan data mentah‟ dari masing-masing kelompok
diskusi sudah selesai maka tugas berikutnya adalah
menyatukan dan menganalisis masukan dari berbagai
kelompok disksusi tersebut menjadi „laporan kesimpulan‟
inilah nantinya dijadikan masukan guna mengembangkan
komunitas binaan agar dapat mencapai taraf hidup yang lebih
baik dari sebelumnya.
D. Pengertian Partisipasi
Partisipasi dapat diartikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan
dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena
alas an dirinya sendiri (intrinsic) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik)
dalam keseluruhan proses kegiatan.
Dari sudut terminology partisipasi masyarakat dapat diartikan
sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok, yaitu
kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses
pengambilan keputusan dan kelompk yang selama ini melakukan
pengambilan keputusan.4 Partisipasi masyarakat merupakan intensif
moral sebagai “paspor” mereka untuk mempengaruhi lingkup makro
yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-keputusan yang
4 Adi Fahrudin, pemberdayaan pasrtisipasi dan penguatan kapasitas masyarakat (Bandung: Humaniora), hal. 36
44
sangat menentukan kesejahteraan mereka. Sedangkan partsispasi
anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam
pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan
(implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan
masyarakat local.5
Dengan adanya partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan
diupayakan menjadi terarah, sehingga rencana atau program
pembangunan yang disusun itu sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
masyarakat, dengan demikian, pelaksanaan program pembangunan
akan terlaksana pula secara efektif dan efisien.
Menurut Ach. Wazir Ws, partisipasi bisa diartikan sebagai
keterlibatan seseorang secara sadar kedalam interaksi social dalam
situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi
bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui
berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi,
perasaan, kesetiaan, kepatuhan, dan tanggung jawab bersama6
Terdapat dua bentuk partsipasi menurut Khotim (2004), yaitu
partsipasi ide dan partisipasi tenaga. Partisipasi ide merupakan bentuk
keterlibatan yang mengarah pada perumusan, perancangan,
perencanaan kegiatan. Dalam proses pembangunan, patisipasi ide
5 Rahardjo Adisasmita, membangun desa pastisipatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal. 34
6 Ach. Wizar Ws., panduan penguatan manajemen lembaga swadaya masyarakat (Jakarta:
secretariat Bina Desa dengan dukungan AusID, 1999), hal.30
45
berada pada fase-fase awal. Sedangkan partisipasi tenaga, merupakan
bentuk keterlibatan masyarakat dalam bentuk fisik dalam aktivitas
social. Bentuk partisipasi ini mudah diidentifikasi, bahkan dalam
konteks pembangunan partisipatoris semu, berntuk partispasi tenagalah
yang lebih diakui. Dari kedua bentuk partisipasi tersebut dalam
pelaksanaannya terwujud aktivitas individual dan komunal7
Berdasarkan pendapat kedua pakar tersebut, partisipasi dapat
didefinisikan yaitu keterlibatan aktif individu maupun kelompok atau
masyarakat secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam
program pembangunan dan mulai terlibat mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, motnitoring, sampai pada tahap evaluasi.
Mengapa partisipasi dibutuhkan ?yang paling pokok adalah agar
terjamin pembangunan yang berkelanjutan, karena pembangunan
berkelanjutan sangat tergantung kepada proses social. Perencanaan
patisipatif ini memilki beberapa prinsip yaitu :
a. Merupakan lingkaran poses belajar sejak perencanaan hingga
evaluasi,
b. Bersifat literatif (perbaikan terus menerus), memanfaatkan
umpan public,
c. Melibatkan wakil pihak berpengaruh (yang
mempengaruhi/stake holder),
7Adi fahrudin, “pemberdayaan partispasi dan penguatan kapasitas masyarakat,” hal. 19
46
d. Berdasarkan kenyataan (fakta) bukan dugaan (asumsi),
e. Bersifat objektif bukan subjektif,
f. Mendahulukan consensus bukan suara paling menonjol,
g. Semua peserta aktif ambil bagian,
h. Duduk sama rendah berdiri sama tinggi (hak peserta sama),
i. Mementingkan proses bukan sekedar output.
j. Berorientasi hasil, dan
k. Program adalah masyarakat.
E. Tingkatan Partisipasi masyarakat
Untuk menumbuhkan kegiatan partisipasi diperlukan suatu
keterampilan dan pengetahuan agar dapat mencapai berbagai
tingkatannya, dan untuk itu selalu ditemukan titik tolaknya untuk
mengawalinya. Maka pada dasarnya nampak adanya 3 tingkatan
yaitu :
I. Tingkatan saling mengerti, tujuannya adalah untuk
membantu para anggota kelompok agar memahami masing-
masing fungsi dan sikap, sehingga dapat mengembangkan
kerjasama yang baik.
II. Tingkat penasihat/sugesti, yang dibangun atas dasar saling
mengerti, oleh karena itu para anggota kelompok pada
hakikatnya sudah cenderung siap untuk memberikan suatu
usul/saran kalau telah memahami suatu masalah ataupuns
situasi yang dihadapkan pada suatu masyarakat.
47
III. Tingkat otoritas, otoritas pada dasarnya memberikan
kepada kelompok suatu wewenang untuk memantapkan
keputusannya.8
Tingkat partisipasi untuk setiap anggota masyarakat
berlainan satu sama lain sesuai dengan kemampuan masing-
masing, dan yang lebih penting adalah dorongan untuk
berpartisipasi, yaitu berdasarkan atas motivasi, cita-cita, dan
kebutuhan individu yang kemudian diwujudkan secara bersama-
sama. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaanya terdapat
tingkatan-tingkatan sebagai berikut :
1. Partisipasi spontan, yaitu peran serta yang tumbuh
karena moyivasi intrinsic berupa pemahaman,
penghayatan, dan keyakinan sendiri.
2. Partisipasi terinduksi, yaitu peran serta yang tumbuh
karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik
(berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar,
meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan
penuh untuk berpartisipasi.
3. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peran serta
tumbuh karena adanya tekanan yang dirasakan
sebagaiman layaknya warga masyarakat pada
8Sastopoetro, Santoso R.A “partisipasi, komunikasi, persuasive, dan disiplin dalam pembangunan
social”. (Bandung; Almuni, 1986), hal. 49
48
umumnya, atau peran serta yang dilakukan untuk
mematuhi kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang dianut
oleh masyarakat setempat. Jika tidak berperan serta,
maka akan dikucilkan masyarakat.
4. Partsisipasi tertekan oleh alasan Sosial-Ekonomi, yaitu
peran serta yang dilakukan karena takut akan
kehilangan status social atau menderita kerugian/tidak
memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang
dilaksanakan.
5. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peran serta
yang dilakukan karena takut menerima hukuman dari
peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah
diberlakukan.9
Berdasarkan tingkatan-tingkatan diatas maka tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan akan diupayakan melalui :
a. Pemberian kesempatan yang dilandasi oleh pemahaman
bahwa masyarakat memiliki kemampuan dan kearifan
tradisional kaitannya dengan pelestarian sumberdaya
alam dan lingkungan hidupnya, dan bukannya
9Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, pemberdayaan Masyarakat dalam perspektif
Kebijakan Publik, hal 87
49
pemberian kesempatan yang dilandasi oleh prasangka
buruk agar mereka tidak melakukan perusakan.
b. Penyuluhan yang intensif dan berkelanjutan, yang tidak
saja berupa penyampaian informasi tentang adanya
kesempatan yang diberikan masyarakat, melainkan juga
dibarengi dengan dorongan dan harapan-harapan agar
masyarakat mau berpartisipasi, serta upaya yang terus
menerus untuk meningkatkan kemampuannya
berpartisipasi.
c. Berkaitan dengan dorongan dan harapan yang
disampaikan, pelu adanya penjelasan kepada
masyarakat tentang besarnya manfaat ekonomi maupun
non-ekonomi yang dapat secara langsung dan atau tak-
langsung dinikmati oleh generasi mendatang. Dilain
pihak, perlu adanya perubahan pemahaman, serta
bahwa pengembangan partisipasi masyarakat dalam
pertanian bukanlah biaya social yang merupakan
pemborosan, tetapi merupakan investasi social yang
akan memberikan manfaat untuk jangka waktu yang
tidak terbatas.10
10
Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, pemberdayaan Masyarakat dalam perspektif
Kebijakan Publik, hal. 92-94
50
F. Faktor-faktor Determinan Dalam Pengembangan Partisipasi
Menurut Jim Ife dan frank Tesoriero, kondisi-kondisi yang
mendrorong partisipasi adalah sebagai berikut :
b. Orang akan berpartisipasi apabila mereka bahwa isu atau
aktivitas tersebut penting.
c. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat
perubahan.
d. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.
e. Orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam
partisipasinya.
f. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan.11
Ada bermacam-macam factor yang mendorong kesukarelaan, bisa
karena kepentingan bisa karena solidaritas, bisa karena memang
mempunyai tujuan yang sama, bisa juga karena ingin melakukan
langkah bersama walaupun tujuannya berbeda. Partisipasi akhirnya
harus membuahkan kesepakatan tentang tujuan yang hendak
dicapai dan ditindak yang akan dilakukan bersama. Artinya, apa
yang semula bersifat individual harus sukarela diubah dan diolah
menjadi tujuan dan kepentingan kolektif.12
11
Ife dan Tesoriere “Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community
Development” (Jakarta: Pustaka Belajar, 2008), hal. 310-312 12
Sumarto dan Hetifah “inovasi, partisipasi, dan good Governance, 20 Prakarsa Inovatif dan
patisipatif di Indonesia”, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), hal, 188.
51
G. Indikator-indikator Partisipasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Partisipasi bukanlah sekedar soal hasil. Ia adalah suatu proses
dan demikian meliputi banyak tingkat dan dimensi perubahan:
perubahan dalam kapasitas organisasi, komunitas dan individu;
perubahan dalam sikap dan perilaku; perubahan dalam akses sumber
daya; perubahan dalam keseimbangan kekuasaan; perubahan dalam
persepsi pemangku kepentingan. Partsispasi memiliki potensi untuk
berkontribusi pada perubahan penting dalam aspek-aspek politik,
kultural, ekonomi dan sosial dari masyarakat dan kehidupan manusia.13
H. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan harus menjadi tujuan program pengembangan
masyarakat. Makna pemberdayaan adalah “membantu” komunitas
dengan sumberdaya , kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar
kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk
menentukan masa depan komunitas (Sumardjo, 2008; Chozin et al.,
2009; Suharo, 2005). Proses pemberdayaan tersebut tidak cukup hanya
dengan retorika bahwa “masyarakat pasti bisa melakukannya sendiri”.
Hal seperti itu memang penting untuk memberikan motivasi, tetapi itu
tidak cukup14
.
13 Ife dan Tesoriero, alternative pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community
Development”, hal. 331 14
Pemikiran Guru Besar Perguruan Tinggi Bada Hukum Milik Negara, Pembangunan Perdesaan
Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (IPB Press) hal. 58
52
Pada dasarnya pengembangan masyarakat adalah pemberdayaan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat mengandung arti
mengembangkan kondisi dan situasi sedmikian rupa sehingga
masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan
kehidupannya. Pemberdayaan juga mengandung arti sebagai
penyediaan sumberdaya. Kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan
bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka, sehingga
mereka bisa menemukan masa depan mereka berpartisipasi serta
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dari definisi tersebut, dapat
ditemukan kata kunci dalam pemberdayaan yaitu, penyedia
sumberdaya, pemberi kesempatan, transformasi pengetahuan dan
keterampilan.15
Menurut Bickman, Rifkin, dan Shestra memastikan bahwa
indikator-indikator yang dipakai memadai untuk konteks khusus dari
proyek pengembangan masyarakat yang sedang dievaluasi. Indikator-
indikator berikut dimaksudkan memberikan suatu rasa dari indikator-
indikator yang dapat dikembangkan dalam mengevaluasi partisipasi.
Berikut adalah indikator-indikator kualitatif dari partisipasi :
a. Suatu kapasitas masyarakat yang tumbuh untuk mengorganisasi
aksi
b. Dukungan yang tumbuh dalam masyarakat dan jaringan yang
bertambah kuat
15
Drs. Yusra Kilun M. Pd, Dkk, “pengembangan komunitas muslim: pemberdayaan masyarakat
kampung badak putih dan kampung satu duit”, (Jakarta: CIDA, McGill University, DEPAG RI,
FDK UIN, 2007), hal. 57
53
c. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang hal-hal seperti
keuangan dan manajemen proyek
d. Keinginan untuk terlibat dalam pembuatan keputusan
e. Peningkatan kemampuan dari mereka yang berpartisipasi
dalam mengubah keputusan menjadi aksi
f. Meningkatnya jangkauan partisipan melebihi proyek untuk
mewakilinya dalam organisasi-organisasi lain
g. Pemimpin-pemimpin yang muncul dari masyarakat
h. Meningkatnya jaringan dengan proyek-proyek, masyarakat dan
organisasi lainnya
i. Mulai mempengaruhi kebijakan
Bickman, Rifkin, dan Shestra memakai jenis-jenis ini sebagai
suatu basis yang menjelaskan suatu metodelogi yang berkembang
untuk mengukur partisipasi masyarakat yang berfokus pada proses-
proses ketimbang kegiatan.16
Menurut Shardlow Pemberdayaan dapat disimpulkan dari berbagai
pengertian mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana
individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan
mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai
keinginan mereka.17
16 Ife dan Tesoriero, alternative pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community
Development”, hal. 332 17
Isbandi Rukminto adi, “Pemikiran-pemikiran dalam kesejahteraan social, (Jakarta: FEUI, 2002),
seri II, hal. 162
54
I. Tujuan Pemberdayaan
Tujuan dari pemberdayaan adalah :
a. Mendorong, motivasi, meningkatkan kesadaran akan
potensinya, dan menciptakan iklim/suasana untuk berkembang.
b. Memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-
langkah positif memperkembangkannya.
Dan pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan-
kekuasaan orang yang tidak beruntung (Ife, 1995). Pemberdayaan
masyarakat disebut sebagai tujuan, yakni pemberdayaan menunjuk pada
keadaan yang berdaya, memiliki keuasaan atau pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik bersifat fisik,
ekonomi, maupun social seperti kepercayaan diri, mampu menyampaikan
aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan
social, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.18
Dalam pemberdayaan masyarakat terdapat indikator yang
berfungsi sebagai tolak ukur dan menentukan fokus pencapaian dalam
sebuah perencanaan pemberdayaan masyarakat. Menurut Kieffer,
pemberdayaan mencakup 3 dimensi yang meliputi kompetisi kerakyatan,
kemampuan sosial politik, dan kompetisi partisiapatif. Pendapat ini
didukukng oleh Parsons yang mengatakan bahwa pembebasan yang
dihasilkan oleh sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan
18
Edi Suharto, membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005) hal. 60
55
politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya
kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan
mengubah struktur-struktur yang masih menekan.19
J. Tahap – tahap pemberdayaan
Tahap-tahap pemberdayaan dalam praktik kesejahteraan sosial
memiliki beberapa tahan pemberdayaan masyarakat. Sebagaimana yang
dikembangkan oleh Isbandi Rukminto, terdiri dari 7 tahapan, yakni tahap
persiapan, tahap pengkajian (Asessment), tahap perencanaan alternatif
program atau kegiatan (designing), tahap formulasi rencana aksi, tahap
pelaksanaan program (implemtasi), tahap monitoring evaluasi (monev),
dan tahap terminasi.
1. Tahap Persiapan (Engagment)
Engagment adalah proses yang dilakukan dalam tahap
pemberdayaan yang berbentuk beberapa tahap persiapan yaitu,
tahap persiapan petugas dan tahap persiapan lapangan.
2. Tahap Assesment
Assesment adalah tahap pengkajian yang dilakukan untuk
mengidentifikasi masalah yang dirasakan kelompok sasaran
sehingga menemukan apa kebutuhan yang mereka rasakan (felt
needs) dan juga apa sumber yang mereka miliki.
19
Edi Suharto, membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005) hal. 63
56
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program
Penyusunan alternatif program yang tepat, dengan
mempertimbangkan sumber daya yang ada, dapat dipikirkan
sebagai solusi dari masalah yang dihadapi. Dalam proses ini
petugas bertindak sebagai fasilitator yang membantu masyarakat
berdiskusi dan memikirkan program dan kegiatan apa saja yang
tepat dilaksanakan pada saat itu.
4. Tahap Formulasi Rencana Aksi
Yakni tahap menuangkan gagasan yang dirumuskan dalam
tahap perencanaan alternative ke dalam pernyataan (proposal)
secara tertulis.
5. Tahap pelaksanaan program
Tahap pelaksanaan program merupakan tahap paling krusial
dalam proses pengembangan masyarakat, keberhasilan dari tahap
ini tergantung dari kerjasama yang baik antara change agent
dengan warga masyarakat serta tokoh masyarakat setempat.
6. Tahap Monitoring dan Evaluasi
Monitoring merupakan proses proses pengumpulan informasi
mengenai apa yang sebenarnya terjadi selama proses implementasi
atau penerapan program dengan cara memantau program yang
berjalan. Sedangkan Evaluasi adalah proses pengawasan dari
warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan pada
57
pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan
melibatkan warga.
7. Tahap Terminasi
Tahap terminasi yakni tahap “pemutusan” atau pemberhentian
program. Idealnya tahap ini dilakukan apabila masyarakat atau
komunitas sasaran benar-benar sudah “berdaya”.
K. Strategi Pemberdayaan
Edi Suharto menyatakan bahwa dalam pemberdayaan meiliki 3
aras penting pemberdayaan, yaitu :
1. Aras Mikro
Pemberdayaan sisitem ini disebut juga sebagai system
kecil, yang memiliki cakupan masyarakat dengan titik tekannya
individu, salah satunya melalui bimbingan.
Strategi mikro ini dilkaukan sebagai kekecewaan tak
kunjung berfungsinya institusi public di negeri ini dalam
memprjuangkan aspirasi masyarakat. Itulah sebabnya,
masyarakat lebih sering bergerak sendiri-sendiri, atau jika
harus bersama-sama, mereka melibatkan diri dalam jaringan
lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau lembaga-lembaga
non pemerintah.
58
2. Aras Mezzoalam
Pemberdayaan ini dilakukan dengan menggunakan
kelompok sebagai media intervensinya. Pendidikan dan
pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai
strategi meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan,
dan sikap agar masyarakat memiliki kemampuan memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.
3. Aras Makro
Pendekatan ini disebut juga sebagai stratei system besar (large-
system), karena sasaran perubahan diarahkan pada sisitem
lingkungannya yang lebih luas. Perumusan kebijakan,
perencanaan social, kampanye, aksi social, lobbying,
pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah
bebrapa strategi dalam pendekatan ini.20
L. Indikator Keberdayaan
Pemberdayaan mencakup 3 indikator yang meliputi kompetensi
kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif.
1. Indikator Kompetensi Kerakyatan
indikator kompetensi kerakyatan dipengaruhi oleh
pemberdayaan yang berbasis sosial ekonomi kerakyatan yang
kemudian difokuskan pada upaya menciptakan akses informasi,
20
Edi Suharto, membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005) hal. 66
59
pengetahuan, dan keterampilan, akses untuk berpartisipasi
dalam organisasi sosial dan akses kepada sumber-sumber
keuangan
2. Indikator Sosiopolitik
Pemberdayaan sosiopolitik dikhususkan pada upaya
menciptakan akses bagi setiap rumah tangga ke dalam proses
pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa
depannya.
3. Kompetensi Partisipatif
Pendekatan pembangunan dilakukan melalui pembangunan
dengan sisitem partisipatif. Artinya, hasil pembangunan bukan
sekedar given dan charity, tapi lebih menggunakan
pemberdayaan masyarakat. Masyarakat diperlakukan sebagai
subyek/pelaku pembangunan yang berperan aktif dalam upaya
menentukan bentuk program yang akan dilangsungkan. Atau
dengan kata lain pembangunan partisipatif adalah (1)
pembangunan yang meposisikan masyarakat sebagai subyek
atas program pembangunan yang diperuntukkan bagi
kepentingan mereka sendiri. (2) pelibatan masyarakat mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi; dan
60
(3) pengerahan massa diperlukan jika program yang berjalan
berupa padat karya.21
M. Pengertian Pembangunan
Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan progresif yang
berkelanjutan (sustained progresif change) untuk mempertahankan
kepentingan individu maupun komunitas melalui pengembangan,
intensifikasi dan penyesuaian terhadap pemanfaatan sumberdaya (Shaffer
et al., 2004). Pembangunan adalah proses kontinu. Pembangunan juga
harus dipisahkan dari konsep pertumbuhan dimana pembangunan
merupakan konsep yang lebih luas yang secara simultan melibatkan aspek
social, lingkungan dan ekonomi untuk menigkatkan taraf hidup.
Pembangunan berbasis perdesaan merupakan alternative untuk
mengurangi dampak dan yang ditimbulkan akibat pembangunan yang
cenderung urban biased seperti disebutkan diatas. Oleh karenanya
perubahan paradigma terhadap pembangunan nasional juga harus diikuti
dengan perubahan orientasi terhadap pembangunan ekonomi dan wilayah
perdesaan.perubahan paradigma ini sebenarnya bukan monopoli Negara
berkembang semata. Bahkan konsep teori ekonomi pun kini tidak lagi
dimonopoli oleh konsep pembangunan yang dianut berdasar teori
pertumbuhan (growth theory) semata.22
21 Miftakhu Yakin, Azfandi “Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Kabupateen Brambang “Jurnaln Ilmu sosial Ilmu Politik”. Program magister Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Vol. 4 No. 2 (April 2016). Hal. 367 22 Pemikiran Guru Besar Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara, Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (IPB Press) . hal, 107
61
N. Tiga Pilar Perencanaan Pembangunan Pedesaan
Perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan
untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan
pada capaian sasaran tertentu, perencanaan memiliki 3 pilar yaitu :
1. Berhubungan dengan tingkat pencapaian kesejahteraan masa
depan
2. Menyusun seperangkat kegiatan secara sistematis
3. Dirancang untuk mencapai tujuan pembangunan tertentu
Perencanaan pembangunan wilayah dan pedesaan dianggap
penting, karena kegagalan pembangunan wilayah dan pedesaan
akan mengakibatkan dampak negatif terhadap pembangunan
secara keseluruhan, seperti derasnya migrasi penduduk yang
berlebihan dari wilayah pedesaan pindah ke wilayah perkotaan.
Kecenderungan ini makin meningkat, sehingga ketimpangan
antara daerah perkotaan dan pedesaan semakin tajam/besar.23
O. Indikator Pembangunan Pedesaan
Karena sangat penting fungsinya, maka pembangunan pedesaan
diorientasikan kepada arah dan sasaran yang tepat, serasi dan
berimbang (the right, coinside, and balance direction), yaitu
sebagai berikut :
a. Pembangunan pedesaan diorientasikan kepada ketahanan
pangan. Daerah pedesaan merupakan daerah yang memiliki
23
Prof. Dr. H. Rahardjo Adisasmita, M.Ec. “Pembangunan Pedesaan “ (Graha Ilmu), hal.
19
62
potensi komoditas bahan pangan (beras, ubi, jagung, dan buah-
buahan) yang sebagian besarnya disuplai untuk kebutuhan
bahan pangan masyarakat daerah perkotaan.
b. Disamping bahan pangan, daerah pedesaan juga penghasil
komoditas yang potensial yang merupakan bahan baku untuk
industri dan merupakan komoditas ekspor. Tanaman
perkebunan. Perikanan, peternakan, dan kehutanan. Salah satu
fungsi daerah pedesaan yang sangat strategi adalah
meningkatkan kegiatan industri dan mendorong ekspor.24
P. Civic Engagment
What Constituion Action
civic engagement as used here is about a shift in the
language and conversationwe use to make our community better.
We treat civic engagement as somethingmore than voting,
volunteering, and supporting events designed to bring
peopletogether. While civic engagement is about action, it is not
about community actionand community development as we
normally think of it.
Keterlibatan warga negara seperti yang digunakan di sini
adalah tentang perubahan dalam berbicara dan percakapan yang
kita gunakan untuk membuat kita lebih baik dalam bermasyarakat.
24 Prof. Dr. H. Rahardjo Adisasmita, M.Ec. “Pembangunan Pedesaan “ (Graha Ilmu), hal.
19
63
Kita menganggap keterlibatan warga negara lebih dari sekedar
pemungutan suara, relawan, dan mendukung peristiwa yang
dirancang untuk mengumpulkan orang bersama-sama. Sementara
keterlibatan warga negara adalah tentang tindakan, hal ini bukan
tentang sekedar masyarakat, tetapi lebih kepada pembangunan
masyarakat yang kita biasanya memikirkan tentang hal tersebut.
The conventional view of community action and
development addresses what weusually call problems; areas such
as public safety, jobs and local economy,affordable housing,
universal health care, education. In the context of
civicengagement, these are really symptoms. The deeper cause is
in the un-reconciledand fragmented nature of our community. This
fragmentation creates a context forsolving the symptoms that only
sustains them.Otherwise why have we been workingon these
symptoms for so long, and so hard, and even with so many
successfulprograms, seen too little fundamental change?
Tindakan masyarakat dan tujuan pembangunan yang
biasanya kita menyebutnya sebagai masalah suatu daerah seperti
keamanan publik , pekerjaan dan perekonomian lokal , perumahan
murah, layanan kesehatan , dan pendidikan. Dalam konteks
keterlibatan warga negara , ini benar benar sebuah masalah.
Semakin dalam suatu masalah perpecahan antar komunitas , maka
semakin sulit memecahkan masalah tersebut secara bersama-sama
64
yang dialami suatu komunitas. Di cuplik dari kondisi tersebut maka
masyarakat haruslah menciptakan juga gejala untuk memecahkan
masalah tersebut .akan tetapi mengapa untuk mengerjakan gejala
tersebut harus berlama-lama dan sangat lama, dan bahkan harus
melibatkan begitu banyak program unggulan, apakah kita
menemukan perubahan kecil yang mendasar ?
The real intent of civic engagement is to shift the context
within which traditionalproblem solving, investment, and social
and community action takes place. It isaimed at the restoration of
the experience and vitality of community. It is this shift incontext,
expressed through a shift in language, that creates the condition
wheretraditional forms of action can make a difference.25
Maksud dari keterlibatan warga negara yang sebenarnya adalah
beralihnya pemecahan masalah dimana secara konteks tradisional
melalui investasi , sosial dan tindakan masyarakat yang terjadi, hal ini
bertujuan untuk pemulihan masyarakat pengalaman dan vitalitas . Ini
adalah perubahan dalam konteks yang ditunjukkan dengan perubahan
dalam bahasa , yang menciptakan kondisi di mana bentuk-bentuk
tradisional tindakan dapat membuat perbedaan
25http://www.politicipublice.ro/uploads/Civic_engagement_and_community.pdf (Civic
Engagement and theRestoration of Community Changing the Nature of the Conversation)
diakses 20 Oktober 2016 pukul 09:53
65
BAB III
PROFIL LEMBAGA
1. LEMBAGA BINA DESA
A. Sejarah Bina Desa
Kelahiran Bina Desa bermula dari suatu Lokakarya
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pedesaan di Asia
(Development of Human Resources in Rural Asia Worksho –
DHRRAW) yang berlangsung tahun 1974 di Swanganivas, Bangkok,
Thailand. Sekitar 120 pemerhati pedesaan yang terdiri dari para ahli,
pendamping atau organizer, dan simpatisan berkumpul untuk
membahas berbagai tantangan dan hambatan dalam pengembangan
pedesaan di Asia. Lokakarya tersebut berlangsung selama tiga
minggu.
Pada lokakarya tersebut, delegasi Indonesia diwakili oleh
beberapa orang yang mempunyai keprihatinan atas kondisi sosial
ekonomi masyarakat di pedesaan terutama para petani kecil. Mereka
juga sudah sejak lama bekerja sebagai pendamping komunitas
pedesaan.
Setelah kembali ke Indonesia, mereka mengadakan perteman
lagi di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Pada tanggal 20 Juni 1975,
mereka menyepakati untuk membentuk Development of Human
66
Resources in Rural Areas (DHRRA Indonesia). Pada bulan Oktober
1976, DHRRA Indonesia berubah menjadi InDHRRA (Indonesian
Secretariat for the Development of Human Resources in Rural
Areas) yang lebih dikenal kemudian sebagai Sekretariat Bina Desa.
Selanjutnya, lembaga ini disahkan berbadan hukum yayasan
berdasarkan Akte Notaris Agus Madjid SH di Jakarta. Sekertariat Bina
Desa terdaftar pada Departemen Sosial Republik Indonesia, dengan
nomor 93.10201.342. Juga tercatat di Departemen Dalam Negeri,
sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pada tanggal 8
Februari 1993.
Bina Desa merupakan Lembaga Organisas Non-Pemerintah
(ORNOP) di bidang pemberdayaan sumber daya manusia pedesaan
yang didirikan pada tanggal 20 Juni 1975 di Jatiluhur, Purwakarta,
Jawa Barat. Lembaga ini dideklarasikan dengan orientasi nirlaba,
nonpartisan dan independen. Kelahirannya didasari oleh pemihakan
yang kuat terhadap komunitas marjinal pedesaan yang semakin
terpinggirkan dalam pembangunan yang lebih mengutamakan
pertumbuhan tanpa pemerataan.
Sejak awal pendiriannya, Bina Desa menyadari bahwa
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek
penting dalam upaya memajukan suatu bangsa. Gagasan dasar
tersebut kemudian dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan pengembangan
kesadaran, wawasan, pengetahuan dan keterampilan, dalam rangka
67
memenuhi kebutuhan praktis dan kepentingan strategis dari komunitas
pedesaan. Belajar dari berbagai pengalaman di lapangan. Bina Desa
kemudian memfokuskan -pemberdayaan masyarakat dengan
menerapkan Pendampingan Berbasis Komunitas (Community-Based
Organizing) menuju Komunitas (Desa) Swabina.
Sebagai lembaga dan sekaligus jaringan bagi organisasi
komunitas pedesaan maupun lembaga independen lainnya. Bina Desa
memfasilitasi penumbuhan berbagai organisasi dan gerakan sebagai
suatu kesatuan penguatan komunitas.
B. Visi dan Misi
Visi Bina Desa adalah terwujudnya kehidupan dan tatanan
masyarakat yang demokratis, adil dan sejahtera dalam semua dimensi
(politik, ekonomi, sosial, budaya) dan semua aspek
(perorangan/individu, masyarakat, bangsa dan negara) serta semua
tingkat (lokal, wilayah, nasional, regional dan internasional) yang
dicapai dengan cara-cara demokratis.
Misi Bina Desa adalah penguatan masyarakat untuk
menciptakan komunitas pedesaan yang kuat, yang lebih menusiawi;
terpenuhi kebutuhan-kebutuhan praktis dan kepentingan-kepentingan
strategisnya yang dicapai melalui cara-cara demokratis, berdaulat oleh
rakyat sendiri yang didasari atas kesadaran transformatifnya. Hal ini
akan menjadi fondasi yang kuat guna mewujudkan masyarakat sipil
68
(civil society) yang dalam konteks pedesaan di Indonesia oleh Bina
Desa diistilahkan sebagai Komunitas (Desa) Swabina.
Dalam mewujudkan Visi dan Misi tersebut. Bina Desa
berpegang pada nilai-nilai:
1. Kesetaraan dan Kebersamaan
2. Kebebasan
3. Keterbukaan
4. Keseimbangan dan Keselarasan
5. Keadilan, dan
6. Anti Kekerasan (Non Violance)
C. Tujuan Umum
Memfasilitasi pemberdayaan komunitas pedesaan untuk
berpartisipasi dalam menciptakan komunitas pedesaan yang
demokratis dan mandiri (Desa Swabina). Oleh karena itu. Bina Desa
bersama komunitas mitra berupaya memperbaiki kondisi komunitas
marjinal dan miskin di pedesaan melalui pengembangan gagasan
penegakan hak-hak komunitas atas pengelolaan sumber daya alam
maupun manusianya melalui pengembangan gagasan dan advokasi
kebijakan reforma agraria.
Penguatan Bina Desa sebagai institusi dan komunitas untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat; dalam rangka mewujudkan visi
Bina Desa melalui dukungan finansial dan bantuan keahlian.
69
D. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Bina Desa adalah terwujudnya komunitas
pedesaan yang kuat dan mampu membela dirinya sendiri dalam
kehidupan sosial, nasional dan bangsa dalam ekonomi, politik dan
budaya. Untuk itu, Bina Desa berupaya:
Mempengaruhi dan mendorong agar segera diupayakan
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan reforma agraria di Indonesia
yang mengutamakan kepentingan rakyat.
Meningkatkan posisi tawar petani, nelayan, perempuan
pedesaan dan kelompok-kelompok masyarakat pedesaan pada
umumnya dalam hal penguasaan tanah, faktor-faktor produksi (modal,
input dan teknologi) dan akses kebijakan sosial-politik.
Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran petani tentang
kemandirian dalam mengelola usaha-usaha pertanian dari penggunaan
input-input luar.
Menumbuhkan dan meningkatkan kesetaraan gender dalam
penguasaan tanah, faktor-faktor produksi, dan akses kebijakan sosial-
politik.
E. Strategi Dasar
Strategi Dasar Bina Desa adalah memfasilitasi proses
transformasi komunitas pedesaan dengan membantu memperkuat
potensi-potensi internalnya, dan mempengaruhi dari luar masukan-
masukan sesuai dengan kebutuhan komunitas yang mencakup:
70
1. Melayani pertumbuhan dan perkembangan prakarsa masyarakat
dan aktualisasi potensi-potensi transformatif dan dalam komunitas
melalui pergerakan dan pendampingan serta bantuan teknis.
2. Melakukan upaya-upaya pengembangan secara simultan antara
hal-hal yang menyangkut visi, misi dan yang praktis.
3. Menghubungkan kegiatan mikro pada perspektif makro dan
mengoperasionalkan wawasan makro pada tingkat mikro.
4. Menjalin kebersamaan dan solidaritas dalam keanekaragaman
masyarakat untuk pengembangan akses pada rakyat dan gerakan
penguatan rakyat.
5. Memfasilitasi terciptanya ruang gerak untuk aktivitas
demokratisasi.
6. Mengangkat suara arus bawah untuk mengimbangi dominasi
opini umum dari atas dan sistem yang hegemonis (menjinakkan)
7. Mengembangkan pendidikan musyawarah sebagai suatu model
pendidikan kerakyatan yang dialogis dan partisipatif guna
memperkuat posisi rakyat.
8. Aktif dan efektif dalam pembelaan isu-isu demokrasi dan
ketidakadilan.
9. Mereformasi sumber ekonomi produktif.
71
F. Metodologi
Mengadakan forum-forum sebagai media interaksi untuk
menghasilkan kesepakatan-kesepakatan dan mengembangkan pola
pikir transformatif.
Aksi refleksi yang menghasilkan praksis dengan menggunakan
analisis sosial (struktural, historis, gender, dan analisis lingkungan).
Musyawarah dalam format baru yang berakar pada budaya
rakyat dan aktual dalam strategi, metode, pemecahan problematik, dan
materi.
G. Program & Kegiatan
Dalam rangka memperjuangkan misi dan visinya, maka Bina
Desa menetapkan program dan kegiatannya sebagai berikut:
1. Pendidikan Musyawarah
Pendidikan musyawarah sebagai suatu pendidikan populer
bertujuan membangkitkan kesadaran kritis komunitas marjinal.
Pendidikan musyawarah bersifat dialogis, partisipatif, dan
mengasah kemampuan komunitas membuat keputusan kolektif.
Ruang lingkup pendidikan musyawarah adalah pendidikan bagi
komunitas atau kelompok, bagi pendamping, dan bagi fasilitator.
Pendidikan musyawarah juga memberikan pengetahuan motivasi,
keterampilan atau keahlian, dan keahlian pengembangan
organisasi.
72
Tahapan pendidikan musyawarah Bina Desa yaitu sebagai
berikut :
1. Mengenal subyek penelitian, yang dimaksud
dalam tahap ini adalah persahabatan, karena
salah satu prinsip pndidikan musyawarah
adalah pertemanan atau persahabatan dengan
kuatnya rasa persahabatan dan pertemanan
anttara subyek 1 (pendampingn) dengan
subyek 2 (warga dampingan) dan anggota
kelompok dampingan sendiri, akan
memperlancar proses pendidikan.
2. Saling mendengarkan (tahap pencarian data
dan fakta secara benar). Dimana dalam tahap
ini semua subyek pendidikan (pendamping
dan kelompok dampingan) berusaha saling
mendengarkan tentang apa, mengapa, dan
bagaimana seharusnya keluhan dan realitas
(masalah) tersebut. Pengalaman seperti ini
agak susah karena kecenderungan
masyarakat kita yang mau jadi pendengar
agak susah.
3. Saling menyatakan dan mengungkapkan
(tahap keterarahan). Kesediaan mendengar
73
keluh kesah dan ungkapan –ungkapan
kekesalan mereka sangat membantu dalam
tahap ini,
4. karena pernyataan-pernyataan dan ungkapan
mendapat respon yang positif. Pernyataan
dan ungkapan tersebut sangat berkenaan
dengan realitas masalah yang dihadapi
tentang apa, mengapa, dan bagaimana
seharusnya realitas masalah tersebut.
Sedangkan output yang diharapkan dari
tahap ini telah adanya pemahaman dan
penyamaan bersama tentang realitas yang
dihadapi, begitu pula dari sini diharapkan
rasa simpati tersebut berkembang jadi rasa
empati.
5. Analisa bersama (tahap berpikir bersama
dan bersiasat bersama). Dalam tahap ini
realitas atau masalah yang didengar,
ungkapkan dan pahami bersama-sama,
dicoba dibahas dan dianalisa secara
sederhana, untuk mencari masalah utama
atau akar masalah yang menyebabkan
74
terjainya realitas tersebut. Ada beberapa cara
untuk analisa masalah tersebut salah satunya
dengan mencari sebab akibat terjadinya
masalah atau mencari benang merah
jaringan-jaringan masalah tersebut, baik
secar kuantitatif maupun kualitatif.
6. Rancangan aksi bersama (tahap berencana
bersama) setelah menemukan masalah
bersama atau masalah yang paling
menyebabkan terjadinya realitas tersebut,
maka mereka mencoba menentukan
alternative pemecahan atau usaha-usaha
yang dapat menjawab masalah utama
tersebut. Dan dari usaha-usaha tersebutlah
dirancang rencana aksi yang lebih
mendetail.1
2. Pendampingan Komunitas Pedesaan
Pendampingan komunitas berfokus pada penguatan
organisasi pedesaan khususnya organisasi tani lokal sebagai unsur
penggerak advokasi reforma agraria; dan pengembangan Ekonomi
Rakyat, terutama usaha pertanian dan usaha rumah tangga, guna
1 Yuni Suwarto dan John Erryson “Dasar-dasar Pendidikan Musyawarah” (Jakarta: Sekretariat Bina Desa) 1982. Hal. 25
75
meningkatkan pendapatan masyarakat yang mencakup asistensi
dan konsultansi pengembangan usaha kecil.
3. Advokasi Komunitas Pedesaan
Advokasi bertujuan meningkatkan posisi tawar komunitas
pedesaan atas kasus-kasus yang mereka hadapi. Advokasi yang
dilakukan terutama berkaitan dengan kasus-kasus pertanahan,
sektor pertanian, dan industri rumah tangga. Fokus utama advokasi
diarahkan pada advokasi kebijakan reforma agraria dan ekonomi
rakyat, sekaligus sebagai suatu upaya melakukan pengorganisasian,
pembentukan pendapat umum dan mempengaruhi kebijakan
publik.
4. Pengembangan Jaringan dan Aliansi Strategis
Guna memperkuat upaya pemberdayaan komunitas
pedesaan, perlu dikembangkan jaringan dan aliansi strategis, baik
antara kelompok-kelompok masyarakat, maupun antara
pendamping dan organisasi masyarakat sipil. Jaringan dan aliansi
strategis ini mempunyai tiga tingkat, yakni tingkat lokal, nasional,
dan internasional. Hal ini bertujuan menggalang kekuatan untuk
aksi, lobi, dan negosiasi.
5. Pengembangan Pertanian Berkelanjutan: Input Luar Rendah
(Low External Input)
Ketergantungan petani pada input luar (high dependency on
internal input) berupa pupuk, pestisida kimia, dan bibit yang
76
tinggi, mengakibatkan biaya produksi sangat mahal. Masalah yang
dihadapi masyarakat desa, di samping tingkat pendapatan petani
yang sangat rendah, adalah kemerosotan humus tanah dan bahaya
pestisida bagi kesehatan komunitas desa serta hancurnya
lingkungan. Maka, penggunaan bibit lokal, pupuk dan pestisida
alami, pengendalian hama terpadu, dan input-input lainnya
diharapkan selain mampu mengurangi biaya-biaya produksi juga
meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus melestarikan
lingkungan sebagaimana prinsip utama pertanian berkelanjutan:
menjaga keseimbangan keragaman hayati, meningkatkan nilai
ekonomi pertanian, mempromosikan keadilan sosial, dan
memastikan pengembangan manusia yang menyeluruh. Melalui
pertanian berkelanjutan, perempuan yang disingkirkan oleh
teknologi pertanian dapat kembali berperan aktif dalam proses
pengambilan keputusan, produksi, konsumsi dan distribusi pangan.
6. Penelitian, Penerbitan, dan Penyebaran Informasi Pedesaan
Guna meningkarkan sinergi berbagai kegiatan yang sudah
dilakukan, Bina Desa menindaklanjuti dengan pengkajian,
penerbitan, dan penyebarluasan gagasan dan informasi tentang
pedesaan. Bahan-bahan tersebut diolah menjadi buku, selebaran,
poster, kartu pos, dan modul-modul pendidikan. Semua ini
ditujukan untuk penguatan rakyat, terutama rakyat di pedesaan. 2
2 http://binadesa.org/ diakses tanggal 17 Juni 2017, Pukul 11 : 45 WI*B
77
2. PROFIL DESA GANDASARI
1. Sejarah Desa
Desa Gandasari adalah sebuah Desa pemekaran dari Desa Sukasari,
Pemekaran terjadi pada tahun 2001 yang diresmikan langsung oleh Bapak
Bupati Cianjur yaitu Bapak WasidiSwastomo M. Si pada tanggal 12
Oktober 2001.
Pemekaran Desa di maksudkan untuk memperlancar roda pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan masyarakat akan lebih efektif, di mana
jumlah penduduk Desa Sukasarisebelum di pekarkan sebanyak 5.034 Jiwa
terdiri dari 2.501 Laki-laki dan 2.533 Perempuan. Dan Desa Pemekaran
(Gandasari) ditetapkan dengan jumlah penduduk sebanyak 2.523 Jiwa
terdiri dari 1.260 Jiwa Laki-laki dan 1.263 Jiwa Perempuan.
Awal pembentukan Desa Gandasari di Pimpin oleh Bapak Asep Rukmana
sebagai PJS Kepala Desa yang merupakan putra daerah di Desa
Pemekaran dalam menjalankan pemerintahannya dibentuklah pembagian
wilayah desa menjadi beberapa Desa wilayah, yaitu:
- Dusun 1 terdiri dari 1 RW dan 5 RT
- Dusun 2 terdiri dari 2 RW dan 7 RT
- Dusun 3 terdiri dari 1 RW dan 5 RT
2. MonografiDesa
a. Keadaan Wilayah Desa
Secara administratif desa Gandasari merupakan salahsatu dari 14 desa
diwilayah kecamatan kadupandak Cianjur yang terletak 8 km ke arah utara
dari kecamatan kadupandak desa gandasaari berada diketinggian 620 dpl
dengan wilayah ±400 ha. Desa berbatasan dengan beberapa desa yaitu :
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukasari
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mekarsari Kecamatan
Pagelaran.
Sebelah Selatan berbatasandenganDesaSindangsari
78
Sebelah Utara berbatasandenganDesaSukasari
Topografi dan kontur tanah Desa Gandasari secara umum berupa Areal
Pertanian. Berupa sawah, kebun dan tegalan. Ketinggian dari atas permukaan laut
wilayah terendah berupa lembah adalah ±431 m, dan tertinggi ±630 m berupa
bukit. Suhu rata-rata adalah 25-28˚C. Secara umum sepanjang tahun mengalami
dua musim yaitu musim hujan (September – Januari) dan musim kemarau ( April
– Agustus ). Pusat Pemerintahan Desa Gandasari berjarak 8 km, waktu tempuh 20
menit dari Ibu kota Kecamatan, dan 78km dari ibu kota kabupaten Cianjur dengan
waktu tempuh 3 jam.
BerikutTabelLuas Wilayah DesaGandasari :
Tabel I
Luas Daerah dan Pembangunan Daerah Administrasi Menurut Desa Tahun 2015
Desa Luas Km /
Ha
Banyaknya
Dusun
Banyaknya
RW
Banyaknya
RT
GANDASARI 463,42 3 4 17
Tabel II
JarakDesaMenujuIbu Kota Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi (Km)Tahun 2015
Desa
Jarak Ke
Kota
Kecamatan Kota Kabupaten Kota Provinsi
GANDASARI 8 78 160
79
b. KeadaanPendudukDesa
Jumlah penduduk adalah 2.922 jiwa 827 KK. Jumlah penduduk laki-laki
adalah 1.500 jiwa dan penduduk perempuan 1.422 jiwa. Dengan jumlah RTM
adalah 1.362 orang (47%) menurut hasil PKD, atau sekitar 259 KK ( menurut
Data Raskin). Dengan Kondisi Rumah adalah panggung, semi permanen dan
permanen. Distribusi penduduk untuk tiap dusun.Berikut Rekapitulasi
Pendudukan Pendataan Tahun 2015 Desa Gandasari.
RW Jumlah
KK
Jumlah Jiwa Dalam
Keluarga
JUMLAH KET
Laki-laki Perempuan
Gandasari 313 566 528 1098
Ciganda 127 222 209 431
Cimahpar 152 263 259 522
Sinarlaksana 245 406 402 808
Jumlah 837 1457 1398 2855
Rekapitulasi Penduduk Hasil Pendataan Tahun 2015 (Tingkat Rt/Rw)Desa
Gandasari
RT JUMLAH
KK
Jumlah Jiwa Dalam
Keluarga
JUMLAH
RT
KET
RW Laki-laki Perempuan
RW GANDASARI
Gandasari 62 128 116 244 01
Cipanengah 66 100 106 206 01
Nyublek 51 73 75 148 01
80
Mandiri 95 180 158 338 01
Sela Kopi 39 85 73 158 01
Jumlah /RW 313 566 528 1094
RW CIGANDA
Ciganda 1 36 61 65 136 02
Ciganda 2 37 66 66 132 02
Ciganda 3 19 32 29 61 02
Citemen 35 63 49 112 02
Jumlah 127 222 209 431
RW CIMAHPAR
Cimahpar 54 89 82 171 03
Cipongpok 58 96 102 198 03
Ciaripin 40 76 75 153 03
Jumlah 152 236 259 522
RW SINARLAKSANA
Sinarlaksana 79 128 142 270 04
Sukalilah 45 74 74 148 04
Campaka wangi 41 76 64 140 04
Pasir Kilang 45 73 63 136 04
Jalan Cagak 35 55 9 114 04
Jumlah 245 406 402 808
REKAPITULASI PENDUDUK HASILPENDATAAN 2015 ( DUSUN )
RW JUMLAH Jumlah Jiwa Dalam
keluarga
JUMLAH KET
81
KK Laki-laki Perempuan
Gandasari 313 566 528 1094
Ciganda 279 485 468 953
Sinarlaksana 245 406 402 808
Jumlah 837 1457 1398 2855
Dan jika dalam rincian secara spesifiknya diantaranya sebagai berikut :
a. TabelLuas Wilayah dan Jumlah Penduduk menurut DesaTahun 2015
Desa
Luas Penduduk (Orang) Kepadatan Penduduk
(Orang/km) Km % Jumlah %
GANDASARI
4.630 63 2.922 37 16 Orang/km
Dusun
Penduduk
KK
Laki-laki Perempuan Jumlah
Gandasari 501 476 977 262
Ciganda 507 465 972 256
Sinarlaksana 416 395 811 221
1424 1336 2760 739
82
b. TabelJumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan :
Prasekolah SD SMP SLTA Sarjana
321 443 103 35 17
c. Banyaknya Penduduk, Rumah Tangga, dan Rata-rata Anggota Rumah
TanggaTahun 2015
Desa Jumlah Penduduk
(orang)
Jumlah Rumah
Tangga
Rata-rata Anggota
Rumah Tangga
GANDASARI 463,42 3 4
d. Penduduk Usia Sekolah Menurut DesaTahun 2015
Desa
Usia (Tahun)
Jumlah
7-12 13-15 16-21
GANDASARI
379 184 319 882
c. Mata Pencaharian Penduduk
a. Berdasarkan Tingkat Pekerjaan
Petani Pengrajin Buruh PNS PegawaiSwasta Pedagang
301 15 487 13 97 156
83
Selain data table diatas juga, warga Gandasari juga mempunyai mata pencaharian
lain, yaitu berternak berikut data kepemilikan ternak warga Desa Gandasari:
Ayam/Itik Kambing Sapi Kerbau Lain-lain
2.202 1.672 25 2 382
Berdasarkan keadaan tersebut, mayoritas penduduk desa Gandasari adalah Petani
dan Buruh, sebagian besar merupakan buruh tani.Rata-rata pendapatan perkapita
penduduk adalah ± Rp 50$ US/tahun.Kegiatan ekonomi warga adalah bertani.
Bank : 0
Koperasi Unit Desa : 0
Pasar : 0
BUMDES : 0
Industri Rumah Tangga : 3 buah
Perusahaan Kecil : 2 buah
Perusahaan Sedang : 2 buah
Perusahaan Besar : 1 buah
d. Pembagian Wilayah Desa
Desa Gandasari terbagi menjadi 3 (tiga) dusun dengan rincian sebagai
berikut :
Dusun I Gandasari
a. Luas Wilayah : 117 Ha,
b. Jumlah RW : 1
84
c. Jumlah RT : 5 yaitu :
- RT 01/01 Gandasari
- RT 02/01 Cipanengah
- RT 03/01 Nyublek
- RT 04/01 Mandiri
- RT 05 Selakopi
Dusun II Ciganda
a. Luas Wilayah : 160 Ha,
b. Jumlah RW : 2
c. Jumlah RT : 7 yaitu :
- RT 01/02 Ciganda 1
- RT 02/02 Ciganda 2
- RT 03/02 Ciganda 3
- RT 04/02 Citemen
- RT 01/03 Cimahpar
- RT 02/03 Cipongpok
- RT 03/03 Ciaripin
Dusun III Sinarlaksana
a. Luas wilayah :123 Ha,
b. Jumlah RW : 1
c. Jumlah RT : 5 yaitu:
- RT 01/04 Sinarlaksana
- RT 02/04 Sukalilah
- RT 03/04 Campakawangi
- RT 04/04 Pasirkilang
- RT 05/04 Jalan Cagak
85
Secara Ringkasnya dapat kami simpulkan Profil Desa Gandasari sebagai berikut :
1. LOKASI PROGRAM
a. Lokasi Desa : Gandasari
b. Kecamatan : Kadupandak
c. Kabupaten : Cianjur
d. Luas Wilayah : 400 Ha
e. Jumlah RT : 17 RT
f. Jumlah RW : 4 RW
g. Jumlah Dusun : 3 Dusun
2. KEPENDUDUKAN
a. Jumlah Penduduk :2.913 Jiwa
b. Jumlah Rumah : 738 Rumah
c. Jumlah KK : 794 Jiwa
d. Jumlah Penduduk Berdasarkan KLP umur
Penduduk Pria Wanita Jumlah
Balita 133 118 251
Anak-anak 332 364 696
Dewasa 1029 937 1966
Jumlah 1494 1419 2913
e. Jumlah penduduk di tiap Dusun
Nama
Dusun
Jumlah
KK
Penduduk Jumlah
Laki-laki Perempuan
Gandasari 291 543 516 1059
Ciganda 280 530 490 1020
Sinarlaksana 228 421 413 834
Jumlah 799 1494 1419 2913
f. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat kemiskinan
Penduduk PraKs KS I KS II KS III KS Plus
Gandasari 39 79 92 20 2
Ciganda 40 81 104 29 1
86
Cimahpar 37 59 94 18 1
Jumlah 116 219 290 67 4
g. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Penduduk Pria Wanita Jumlah
Tidak Sekolah 107 99 206
Tingkat SD 628 655 1283
Tingkat SMP 48 34 82
Tingkat SMA 37 10 47
Tingkat PT 4 3 7
Jumlah 824 801 1625
h. Berdasarkan 4 mata pencaharian pokok / utama
Penduduk Pria Wanita Jumlah
Petani 448 124 572
Pedagang 21 14 35
Buruh 27 30 57
PNS 9 4 13
Jumlah
3. Sarana Dan Pra Sarana
a. Jarak dari desa ke ibukota kabupaten : 78 KM
b. Jarak dari desa ke kecamatan : 8 KM
c. Jumlah sekolah : 3 Unit
d. Jumlah Mesjid : 11 Unit
e. Balai Desa : 1 Unit
87
4. Sarana Sanitasi
a. Sumber air yang digunakan
Sumber air Jumlah pemakai
%
Keterangan
1. Perpipaan ( mata air)
2. Mata air tak terlindung
3. Mata air terlindung
4. Sumur gali terlindung
5. Sumur gali tak
terlindung
6. Kolam
7. Sungai
8. Air hujan
9. Lain-lain
20
25
5
5
0
40
0
5
b. Jamban Keluarga, SPAL, dan Tempat Pembuangan Sampah
Jenis jamban Jumlah
pemakai %
Keterangan
1. Jamban pribadi
2. Rumah yang terdapat SPAL
nya
3. Rumah yang ada tempat
sampah
48
50
2
c. Jamban umum
Uraian Jumlah pemakai
%
Keterangan
1. Jamban umum
2. Jamban sekolah
3. Jamban kantor desa
4. Lainnya
48
3
3
46
5. Daftar Lembaga / Instansi Yang Ada Di Desa
Institusi Sarana Ket
Jamban Air
bersih
SPAL Tempat
sampah
Sekolah
TPQ
Kantor
Desa Posyandu
3
0
1
4
3
0
1
4
3
0
1
4
10
0
2
4
88
Penyelanggara Pemerintahan
a. Kepala Desa Gandasari : Yana Mulyana
b. Sekretaris Desa : Masdar Supriatna S.IP
Dibantu Staf Desa, Yaitu :
1. Kaur pemerintahan : Barnas
2. Kaur Kesra : Ajab Subagja
3. Kaur pembangunan : Hikmat Nugraha S.pd
4. Kaur keuangan : Jaenudin
5. Kaur Umum : YediSuptiendi
6. Kaur Trantip : Pudin
7. Pembantu Umum I : Jaja
8. Pembantu Umum II : Juandi
9. Kepala Dusun I : Iid Junaedi
10. Kepala Dusun II : Jarkasih
11. Kepala Dusun III : Tudin
Dengan Membawahi :
Jumlah RW : 4 Rt
Jumlah RT : 17 Rt
c. Bidang Keamanan
1. Linmas : 13 Orang
2. Babinsa : 1 Orang
3. BabinKamtibmas : 1 Orang
d. TP PKK
Jumlah Pokja : 5 Pokja
Kegiatan : setiap bulan 2 kali pertemuan
e. Kesehatan
1. Puskesmas : -
2. Poskesdes : -
3. Bidan Desa : 1 Orang
4. Posyandu : 5 Unit
5. Jumlah Kader : 50 Orang
f. Pendidikan
Paud : 3 Unit
TK : -
Diniyah : -
SD Negeri : 3 Unit
SMP : -
g. Keagamaan
Masjid Jami : 11 DKM
89
Langgar : 29 Unit
Majelis Taqlim : 13 Unit
Pondok Pesantren : -
d. PotensiDesa
Potensi
Masalah
Akar Masalah
Lokasi
Anak
Beberapa anak dari keluarga
RTM belum di sunat
Biaya khitanan tidak
terjangkau
DUSUN 01, 02,
03
Keluarga
Beberapa pasangan belum
memiliki legalitas pernikahan
Kurang kesadaran, biaya
tidak terjangkau
DUSUN 01, 02,
03
Rumah Warga
Banyak rumah kurang layak
huni
Keluarga RTM/RTSM DUSUN 01, 02,
03
Budaya
Pengetahuan seni terbatas di
golongan tertentu
Tidak banyak orang yang
memiliki ketekunan untuk
mempelajarinya, kadang
pekerjaan ini dianggap
kurang
DUSUN 01, 02,
03
Seni Tradisioanl
Pelestarian kebudayaan (Seni
Tradisioanl), pengikisan
budaya
Pengaruh budaya luar,
tidak ada regenerasi
DUSUN 01, 02,
03
Permainan
Tradisional
Pelestarian kebudayaan
(permainan tradisonal),
pengikisan budaya
Pengaruh budaya luar,
tidak ada regenerasi
DUSUN 01, 02,
03
Generasi Muda Kegiatan kesenian generasi Dorongan, dukungan DUSUN 01, 02,
90
muda kurang berkembang peralatan tidak ada 03
Lapangan
Sarana olahraga belum
memadai
Tidak memiliki tanah
lapang sendiri
DUSUN 01, 02,
03
Alat Olahraga
Peralatan olahraga belum
memadai
Minat ada, tetapi sarana
dan prasarana tidak ada
DUSUN 01, 02,
03
Mesjid
Beberapa bagian bangunan
masjid mulai rusak
Rusak akibat rusak karena
umur,biaya pemeliharaan
terbatas
DUSUN 01, 02,
03
Mesjid
Peralatan pendukung di masjid
tidak ada, belum lengkap atau
rusak
Habis umur pakai DUSUN 01, 02,
03
Mesjid
Air suci untuk bersuci
sulit/terbatas
Sumber Mata Air jauh
serta Kapasitasnya makin
sedikit
DUSUN 01, 02,
03
DKM/Irma
Pengetahuan serta animo untuk
belajar Ilmu Agama generasi
muda berkurang
Pengaruh budaya luar DUSUN 01, 02,
03
Bidang Masalah Akar Masalah Lokasi
Animo warga terhadap
untuk berpartisipasi pada
Rapat-rapat rencana
pembangunan Desa
kurang
Kesibukan warga untuk
mencari nafkah,
sebagian warga kurang
menyadari pentingnya
kegiatan
musyawarah/rapat
DUSUN 01,
02, 03
91
tersebut
Pemerataan hasil
pembangunan
Ego dusun DUSUN 01,
02, 03
DKM perlu peningkatan
SDM
SDM Administrasi, serta
pengelolakanorgansasi
DUSUN 01,
02, 03
RT/RW, tugas banyak,
dan kesejahteraan kurang
SDM rata-rata rendah,
memiliki kesibukan lain-
mencari nafkah
DUSUN 01,
02, 03
BPD, Kelembagaan belum
Optimal
Tidak semua komponen
BPD berperan aktif,
memiliki kesibukan lain
DUSUN 01,
02, 03
LPM, Kelembagaan
belum Optimal
Tidak semua komponen
LKM brperan aktif,
memiliki kesibukan lain
DUSUN 01,
02, 03
Karang taruna,
Kelembagaan belum
Optimal, kurang
berkembang
Pengelolaan kurang,
kegiatan bersifat
musiman
DUSUN 01,
02, 03
Irmas Perlu peningkatan Kegiatan monoton,
kesulitan biaya
operasional kegiatan
DUSUN 01,
02, 03
Beberapa Petani/peternak
belum memanfaatkan
poktan/poknak
Belum memafami
kegunaan / manfaat
bergabung dalam
kelompok tani/ternak
DUSUN 01,
02, 03
PKK Kelembagaan belum
optimal
Pengelolaan kurang,
kegiatan bersifat
musiman
DUSUN 01,
02, 03
Posyandusebagaian kecil
warga belum
memanfaatkan lembaga
ini. Belum memiliki
bangunan mandiri.
Warga belum
memahami program
posyandu, peningkatan
SDM kader kesehatan
DUSUN 01,
02, 03
Masalah Sosial (
Pengangguran, Konflik,
Disiplin DUSUN 01,
02, 03
92
Sosial
Kenakalan Remaja, dsb)
Beberapa Anak dari
keluarga RTM belum di
sunat
Biaya Khitanan tidak
terjangkau
DUSUN 01,
02, 03
Beberapa pasangan belum
memiliki legalias
pernikahan
Kurang kesadaran,
Biaya tidak terjangkau.
DUSUN 01,
02, 03
Banyak rumah kurang
layak huni
Keluarga RTM/RTSM DUSUN 01,
02, 03
Budaya
Pengetahuan Seni terbatas
di golongan tertentu
Tidak banyak orang
yang memiliki
ketekunan utuk
mempelajarinya, kadang
pekerjaan ini menunjang
penghasilan
DUSUN 01,
02, 03
Pelestarian kebudayaan
(Seni Tradisional),
pengikisan budaya
Pengaruh budaya luar,
tidak ada regenerasi
DUSUN 01,
02, 03
Pelestarian Kebudayaan
(Permainan Tradisional),
pengikisan Budaya
Pengaruh budaya luar,
tidak ada regenerasi
DUSUN 01,
02, 03
Kegiatan kesenian
generasi muda kurang
berkembang
Dorongan, dukungan
perlatan tidak ada
DUSUN 01,
02, 03
Olahraga
Sarana Olah raga Desa
belum memadai, tidak ada
Tidak memiliki tanah
lapang sendiri
DUSUN 01,
02, 03
Peralatan Olah raga
Belum memadai
Minat ada,
sarana/prasarana tidak
ada
DUSUN 01,
02, 03
Beberapa bagian
bangunan mesjid malam
rusak
Rusak akibat umur,
biaya pemeliharaan
terbatas
DUSUN 01,
02, 03
Peralatan pendukung di
mesjid tidak ada, belum
Habis umur pakai DUSUN 01,
02, 03
93
Keagamaan
lengkap atau rusak
Air bersih untuk bersuci
sulit/terbatas
Sumber mata air jauh
serta kapasitasnya makin
sedikit karna hutan
semaikn gundul
DUSUN 01,
02, 03
Pengetahuan serta animo
untuk belajar ilmu Agama
generasi muda kurang
Pengaruh budaya luar DUSUN 01,
02, 03
Bidang Masalah Akar masalah Lokasi
Tunggakan kelompok
SPP menumpuk
Disiplin. SDM
(manajemen usaha)
DUSUN 01,
02, 03
Dana SPP/UEP
pemanfaat oleh
peminjam belum optimal
Belum terbina DUSUN 01,
02, 03
Penghasilan dari uaha
kerajinan kurang
mendukung biaya hidup
Kapasitas produksi
sedikit, Pemasaran sulit,
tidak ada generasi penerus
DUSUN 01,
02, 03
Pertanian
Produktifitas pertanian
rendah, Hama
Teknik pertanaman,
hama, pengairan, bibit,
pupuk dan obat-obatan
masih mahal,
penananaman padi tidak
serentak
DUSUN 01,
02, 03
Produktifitas
perkebunan rendah,
tanaman kurang
produktif
Teknik pertanian, hama,
bibit belum ada, saluran
air kurang normal
DUSUN 01,
02, 03
Halaman mayoritas
belum produktif
Kreatifitas, kemauan DUSUN 01,
02, 03
Tanah desa belum
optimal
Tanah merah kurang
subur
DUSUN 01,
02, 03
Kadang bahan pangan Pemilik sawah orang luar DUSUN 01,
94
sulit didapat, harga
mahal
daerah, bertani kurang
berhasil
02, 03
Petani/peternak kurang
berkembang
Keterampilan kurang
(pembibitan,
pemeliharaan, pemasaran)
DUSUN 01,
02, 03
Petani/perikanan kurang
berkembang
Potensi perikanan ada,
keterampilan kurang
(pembibitan,
pemeliharaan, pemasaran)
DUSUN 01,
02, 03
Sarana/prasarana
Teenga
kerja/SDM
Jalan desa belum ada,
masih tanah, rusak, parit
jalan tidak ada, mobilitas
warga belum
ditingkatkan
Tidak ada biaya untuk
pemeliharaanmkepedulian
pemeliharaan
pemanfaatan kurang
DUSUN 01,
02, 03
Jalan pemukiman belum
ada, rusak, kurang
memadai
Tidak ada biaya untuk
pemeliharaan, kepedulian
pemeliharaan
pemanfaatan kurang
DUSUN 01,
02, 03
Perpipaan/selang
tersendat senda, terbatas
Kerusakan rutin, debut air
kurang
DUSUN 01,
02, 03
Saluran air kurang
lancar
Kerusakan ruin, debut air
kurang terutama di musim
kemarau
DUSUN 01,
02, 03
Parit jalan belum
memadai
Musim hujan, jalan
terkikis,air melimpah ke
perkampungan warga
DUSUN 01,
02, 03
Sarana/prasarana
pendidikan keagamaan
(MDA) belum memadai
Bangunan, mebeler
belum ada
Sumber biaya operasional
MDA bersumber dari
swadaya dan terbatas,
bantuan pemerintah
belum ada
DUSUN 01,
02, 03
SDN, bangunan sekolah
(SD) rusak
Rusak karna usia DUSUN 01,
02, 03
PAUD,
Sarana/Prasarana
pendidikan prasekolah
Sumber biaya operasional
PAUD bersumber dari
swadaya dan teratas,
DUSUN 01,
02, 03
95
belum memadai bantuan pemerintah
belum mecukupi
Palai desa belum
memadai
Belum ada biaya
pemangunan
DUSUN 01,
02, 03
Banyaknya ojek Sebagai angkutan ke
wilayah wilayah yang
jauh, sebagai solusi jika
tidak memiliki
DUSUN 01,
02, 03
Usia angkatan keja
banyak yang mengaggur
Kesempatan kerja
terbatas, keterampilan
kurang, harapan lebih
tinggi dari kemampuan
DUSUN 01,
02, 03
Buruh banguan adalah
pekerja musiman,
mayoritas golongan
RTM
Tidak memiliki
keterampilan lain, malas
belajar dari keterampilan
lain
DUSUN 01,
02, 03
Lulusan sekolah tinggi
kurang mendapat posisi
pekerjaan yang sesuai
Kesempatan kerja
terbatas, keterampilan
tidak sesuai dengan
kesempatan kerja yang
ada, harapan lebuh tinggi
dari kemampuan
DUSUN 01,
02, 03
Tenaga kerja eks-
migranmenganggur
Keteampilan lain tidak
ada, masih banyak uang
DUSUN 01,
02, 03
Kelembagaan
Gedung kantor
Pemerintah Desa belum
memadai
Ruangan sempt/terbatas,
rusak karnaumurr
DUSUN 03
96
e. Kelembagaan di Desa
1. Struktur Lembaga DesaSesuai Undang-undang Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa
KEPALA DESA
YANA MULYANA
LPM BPD
SEKRETARIS DESA
MASDAR SUPRIATNA
KAUR. KESRA
A. SUBAGJA
KAUR. EKBANG
HIKMAT
NUGRAHA
KAUR. UMUM
YEDI SUPTIENDI
KAUR. PEM
BARNAS
STAF
1.JAJA 2. JUANDI
3. NURASIAH
KAUR. KEUANGAN
JAENUDIN
KAUR. TRANTIB
PUDIN
AMIL
SYAMSUDIN ………………
DUSUN. 04
SINARLAKSANA
TUDIN
DUSUN. 02
CIGANDA
JURKASIH
DUSUN. 01
GANDASARI
IID JUNAEDI
MASYARAKAT
97
Keterangan: = Garis komando = Garis
Konsultasi
a. UU DesadanPenggunaanAnggaran Pembangunan Desa
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 47. Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4286)
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukkan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158. Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4587);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 Tentang
Perencanaan Pembangunan Desa
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2007, Tentang
Pendataan Program Pembangunan Desa atau Kelurahan
10. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur, Nomor 32 Tahun 2000 Tentang
Organisasi Pemerintahan Daerah Kabupaten Cianjur
98
b. Sarana dan Prasarana Public
Sarana dan Prasarana public di desa Gandasari umumnya sama halnya
dengan Desa lain, tetapi dengan lokasi desa yang jauh dari pusat
pemerintahan menyebabkan keterbatasanya jumlah sarana dan prasarana
yang terbatas untuk pelayana nmasyarakat, dapat kita lihat dalam tableI –
V berikut:
1. Tabel I di Tinjau dari aspek Pendidikan :
a. Dilihat dari banyakny asekolah menurut jenjang pendidikan di desa
tahun 2015
Desa TK/RA SD SLTP
SLTA
SMU SMK
GANDASARI 2 3 - - -
b. Dilihat dari banyak madrasah diniyah, ibtidaiyah, tsanawiyah, dan
aliyah
Desa Madrasah
Diniyah Ibtidaiyah Tsanawiyah Aliyah
GANDASARI 3 - - -
99
2. Tabel II di tinjaudariAspekKesehatan :
a. Jumlah Sarana Kesehatan Menurut JenisnyaTahun 2015
b. Lanjutan
Desa
Tempat
Praktek
Dokter
Tempat
Praktek
Bidan
Poskesdes Posyandu Apotek
GANDASARI - 1 - 5 -
c. Banyaknya Tenaga Kesehatan Yang Tinggal/ Menetap di DesaTahun
2015
Desa Dokter Dokter
Gigi Bidan
Tenaga
Kesehatan
Lainnya
Dukun
Bayi
GANDASARI - - 2 1 3
3. Tabel III Di tinjaudariAspekPeribadatan :
Didesa Gandasari masyarakatnya secara keseluruhan beragama islam, berikut
data jumlah sarana peribadatan menurut desatahun 2015
Desa Rumah Sakit Poliklinik Puskesmas Puskesmas
pembantu Umum Bersalin
GANDASARI - - - - -
100
Desa Masjid Langgar Mushola Gereja Vihara/Kuil
GANDASARI 12 2 34 - -
4. Tabel VI Ditinjau dari Aspek Penggunaan Lahan desa :
Luas Wilayah Menurut PenggunaanTahun 2015
Desa Luas Lahan
Sawah
Luas Lahan
Bukan Sawah Jumlah
GANDASARI 75 388,42 463,42
5. Tabel V Ditinjau dari Aspek Penggunaan Lahan Nonsawah
Jumlah Pasar, Minimarket, Toko dan WarungTahun 2015
Desa
Pasar
dengan
Bangunan
Pasar
tanpa
Bangunan
Minimark
et
Toko
Grosir
Warung/
kedai
GANDASARI - - - 2
101
101
BAB IV
ANALISIS HASIL TEMUAN LAPANGAN
A. Proses Pemberdayaan Lembaga Bina Desa Di Desa Gandasari
Lembaga Bina Desa merupakan pendamping dalam kegiatan
pendidikan musyawarah di Desa Gandasari, Kadupandak, Cianjur.
Pendidikan musyawarah. Sejak awal pendiriannya. Pendidikan
musyawarah di Desa Gandasari, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat sudah dilakukan sejak tahun 2013. Setiap
kegiatan yang dilakukan di Desa Gandasari selalu melibatkan
kelompok Paguyuban ( kelompok/organisasi/perkumpulan masyarakat
satu Desa) dan kelompok Sauyunan ( organisasi yang terdiri dari
beberapa Paguyuban) Petani Perempuan Binangkit. Desa Gandasari
memiliki Paguyuban Tunas Jaya yang tergabung dalam Sauyunan
Petani Perempuan Binangkit.
Ruang lingkup pendidikan musyawarah adalah pendidikan
bagi komunitas atau kelompok, bagi pendamping, dan bagi fasilitator.
Pendidikan musyawarah juga memberikan pengetahuan motivasi,
keterampilan atau keahlian, dan keahlian pengembangan organisasi.
Berdasarkan tujuan pendidikan musyawarah untuk
membangkitkan kesadaran kritis komunitas marjinal, melalui proses
pendidikan musyawarah yang didalamnya memberikan pengetahuan
baru, keterampilan atau keahlian, dan keahlian pengembangan
102
organisasi pada setiap anggotanya oleh lembaga pendamping yaitu,
Lembaga Bina Desa maka akan terbangun masyarakat yang aktif dan
partisipatif sehingga bisa dilakukan proses pemberdayaan untuk
mencapai tujuan anggota pendidikan musyawarah dengan keterlibatan
penuh seluruh anggota pada proses pendidikan musyawarah.
Dari hasil pengamatan di lapangan peneliti dapat mengamati
dan menganalisa bahwa lembaga Bina Desa melaksanakan beberapa
tahapan pendidikan musyawarah, yaitu :
1. Tahapan perkenalan setiap anggota pendidikan musyawarah.
1 11 Gambar 1. Fasilitator Bina Desa dan Fasilitator
Sauyunan saling berbagi pengalaman kepada
peserta pendidikan musyawarah.
Sumber : Data primer
…musyawarah ternyata banyak yang dibahas bukan Cuma
bertani alami, tapi dulumah gak berani kayak tadi presentasi karena
mungkin masih baru kenal sama belum paham apapun…
Wawancara dengan Bu Lina peserta pendidikan musyawarah.
103
Berdasarkan foto dan wawancara di atas fasilitator pendidikan
musyawarah berhasil membangun hubungan baik dengan peserta
pendidikan musyawarah termasuk dengan anggota baru sehingga
mencipatakan nuansa „hangat‟ dan tidak kaku diantara fasilitator dan
peserta pendidikan musyawarah. Hal ini sesuai dengan tahapan
pendidikan musyawarah yang pertama yaitu, Mengenal subyek
penelitian, yang dimaksud dalam tahap ini adalah persahabatan,
karena salah satu prinsip pndidikan musyawarah adalah pertemanan
atau persahabatan dengan kuatnya rasa persahabatan dan pertemanan
anttara subyek 1 (pendampingn) dengan subyek 2 (warga dampingan)
dan anggota kelompok dampingan sendiri, akan memperlancar proses
pendidikan.
Dilihat dari sasaran masyarakat dampingan yang mengikuti
pendidikan musyawarah hamper seluruhnya tidak terlalu tersentuh
oleh pemerintah (termarjinalkan), maka pendidikan musyawarah yang
dilakukan oleh Bina Desa sudah sesuai dengan prinsip PRA, yaitu
Prinsip mengutamakan mereka yang kurang beruntung atau
terabaikan. Dari prinsip ini diharapkan tim perencana akan dapat
mengetahui cara pandang dan kondisi sebenarnya dari meraka yang
berada pada kondisi yang kurang diuntungkan. Pandangan dari
mereka yang dianggap kurang beruntung ataupun terabaikan dapat
pula digunakan sebagai sebagai alat untuk men-cek apakah data-data
yag diberikan para elite masyarakat (baik itu tokoh formal maupun
104
nonformal) dapat dicek kebenarannya. Kadangkala, data yang didapat
dari „elite‟ masyarakat belum tentu sama.1
Selain itu fasilitator juga berperan dalam memperdalam
pengetahuan mengenai Desanya melalui sejarah Desa Gandasari yang
dapat dilihat dari poto berikut :
Gambar 2. Sejarah Desa Gandasari dan perubahan
masyarakatnya
Penggambaran sejara Desa Gandasari ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Isbandi Rukminto yaitu, Tekhnik ini dapat
digunakan untuk membantu masyarakat agar dapat
mengidentifikasikan alur sejarah timbulnya masalah di daerah
mereka dan perubahan apa yang terjadi terkait dengan
berkembangnya daerah mereka. Langkah-langkah untuk
mendapatkan informasi ini serupa dengan psorses mendapatkan
informasi memalui pemetaan partisipatoris.
1 Robert Chambers, Participatory Rural Appraisal “Memahami Desa Secara Partisipasi, (Kanisius),
hal. 35
105
2. Gambar 2. peserta pendidikan musyawarah sedang
mengungkapkan pendapat mengenai realitas masalah yang
dihadapi oleh anggota sauyunan dan paguyuban.
Sumber : Data Primer
“tadinya kan saudara saya pinjem, terus saya kasih soalnya
udah biasa pinjam tapi yang biasa dia pinjam itu uang pribadi, nah
yang kemaren itu uang kas paguyuban”
Hasil interupsi Bu Julaiha peserta pendidikan musyawarah.
Berdasarkan foto dan pengungkapan pendapat diatas
sebenarnya anggota pendidikan musyawarah sudah bisa
mengungkapkan keluhan atau permasalahan yang dihadapi anggota
sauyunan, setelah satu persatu anggota pendidikan musyawarah bisa
mengungkapkan dan menuliskan permasalahan yang dialami, maka
Pak John (Fasilitator) dan Anggota Sauyunan (kelomok dampingan)
kemudian merumuskan permasalahan yang kemudian dikerucutkan
sebagai permasalahan paling penting untuk dihadapi yaitu pada foto
berikut :
106
Gambar 3. Permasalahan paling penting untuk diatasi
bersama-sama.
Sumber : Data Primer
Berdasarkan foto tabel permasalahan diatas maka
dapat diketahui bahwa permasalahan yang menjadi prioritas
untuk ditangani adalah pertama, pengetahuan organisasi
dan peran masing-masing organisasi, kedua permasalahan
olah pangan, ketiga permasalahan Sumber Daya manusia
pada perempuan, ketiga advokasi belum paham karena
belum pernah melakukan advokasi, keempat pemasaran,
pemasaran produk masih berkutat di lokasi masing-masing
paguyuban belum mencakup keluar desa
107
Peserta dikmus kemudian melakukan pemungutan
suara kembali tentang permasalahan yang sudah dicatat
untuk mempertegas kembali aksi apa yang akan dilakukan
Peserta kembali melakukan pemungutan suara
untuk membahas permasalahan yang penting tadi dan
mentukan siapa yang akan ikut terlibat dalam mengatasi
permasalahan tersebut.
Aggota peserta dikmus melakukan pengelompokan
terhadap masing-masing pemasalahan tersebut diatas.
Selain mengungkapkan permasalahan, seluruh anggota
sauyunan juga mengungkapkan harapannya pada sauyunan
yang didampingi oleh Bina Desa, yaitu pada foto berikut :
Gambar 4. Harapan anggota Sauyunan melalui
pendidikan musyawarah.
Sumber Data Primer
108
Dari foto di atas dapat dilihat Harapan yang dicita-citakan
dengan adanya pendidikan musyawarah, harapan tersebut
kembali dikerucutkan menjadi harapan yang paling
diinginkan oleh anggota Sauyunan, yaitu sebagai berikut :
Gambar 5. Harapan paling diinginkan oleh anggota
Sauyunan
Sumber : Data Primer
Dari foto diatas dapat dilihat bahwa harapan bersama
anggota sauyunan yaitu :
- Memiliki warung bersama (Koperasi)
- Memiliki label produk
- Tambah anggota
- Tabungan tani
- Lahan demplot alami
Dengan mengambil suara pendapat dari seluruh anggota
sauyunan untuk merumuskan permasalahan dan harapan
109
bersama anggota sauyunan, maka pendidikan musyawarah
yang dilakukan oleh Lembaga Bina Desa sudah sesuai dengan
indicator partisipasi dalam lingkup perubahan dalam kapasitas
organisasi, komunitas dan individu; perubahan dalam sikap dan
perilaku; perubahan dalam akses sumber daya. Meskipun
begitu partisipasi yang terjadi dalam pendidikan musyawarah
belum melibatkan seluruh pihak Desa baik itu pihak
pemerintahan Desa Gandasari maupun tokoh-tokoh masyarakat
Desa sehingga partisipasi yang terjadi belum mencakup
indicator partisipasi perubahan dalam keseimbangan
kekuasaan; perubahan dalam persepsi pemangku kepentingan,
sesuai dengan indikator partisipasi yang diungkapkan oleh Ife
dan Tesoriero bahwa Partisipasi dalam pemberdayaan
masyarakat bukanlah sekedar soal hasil. Ia adalah suatu proses
dan demikian meliputi banyak tingkat dan dimensi perubahan:
perubahan dalam kapasitas organisasi, komunitas dan individu;
perubahan dalam sikap dan perilaku; perubahan dalam akses
sumber daya; perubahan dalam keseimbangan kekuasaan;
perubahan dalam persepsi pemangku kepentingan.2
Selain permasalahan fasilitator juga meminta anggota
Diimus dari Gandasari untuk membuat peta Desa Gandasari
untuk memtakan permasalahan yang ada dilingkungan mereka.
2 Ife dan Tesoriero, alternative pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Community
Development”, hal. 331
110
Hal ini sesuai dengan tekhnik yang diungkapkan oleh Isbandi
Rukminto mengenai Pemetaan partisipatoris (participatory
mapping). Teknik ini dapat digunakan untuk membantu
masyarakat untuk dapat mengidentifikasikan di area mana saja
di lingkungan mereka suatu masalah.
Pemetaan ini senidri sebenarnya bukan merupakan
pemetaan yang menggambarkan area secara tepat. Langkah-
langkah yang dilakukan sebagai berikut :
a. Membentuk kelompok diskusi antara 15- 30 0rang yang
mewakili berbagai RW.
b. Jelaskan tujuan dan aturan main pada partisipan
c. Fasilitator meminta salah seorang partisipan untuk
menggambarkan daerah mereka
Fasilitator meminta salah seorang partisipan untuk melengkapi
gambar daerah mereka
Setelah saling mendengarkan, mengungkapkan, dan
mengerucutkan realita permasalahan yang dialami dan tujuan
bersama dalam Sauyunan, pendidikan musyawarah pada tahap
assessment di lapangan menurut peneliti sudah sesuai dengan
tahap-tahap yang terdapat pada Pendidikan Musyawarah yaitu :
a. Saling mendengarkan (tahap pencarian data dan fakta
secara benar). Dimana dalam tahap ini semua subyek
pendidikan (pendamping dan kelompok dampingan) berusaha
111
saling mendengarkan tentang apa, mengapa, dan bagaimana
seharusnya keluhan dan realitas (masalah) tersebut.
Pengalaman seperti ini agak susah karena kecenderungan
masyarakat kita yang mau jadi pendengar agak susah.
b. Saling menyatakan dan mengungkapkan (tahap
keterarahan). Kesediaan mendengar keluh kesah dan ungkapan
–ungkapan kekesalan mereka sangat membantu dalam tahap
ini, karena pernyataan-pernyataan dan ungkapan mendapat
respon yang positif. Pernyataan dan ungkapan tersebut sangat
berkenaan dengan realitas masalah yang dihadapi tentang apa,
mengapa, dan bagaimana seharusnya realitas masalah tersebut.
Sedangkan output yang diharapkan dari tahap ini telah adanya
pemahaman dan penyamaan bersama tentang realitas yang
dihadapi, begitu pula dari sini diharapkan rasa simpati tersebut
berkembang jadi rasa empati.
c. Analisa bersama (tahap berpikir bersama dan bersiasat
bersama). Dalam tahap ini realitas atau masalah yang
didengar, ungkapkan dan pahami bersama-sama, dicoba
dibahas dan dianalisa secara sederhana, untuk mencari
masalah utama atau akar masalah yang menyebabkan
terjainya realitas tersebut. Ada beberapa cara untuk analisa
masalah tersebut salah satunya
112
d. dengan mencari sebab akibat terjadinya masalah atau
mencari benang merah jaringan-jaringan masalah tersebut,
baik secar kuantitatif maupun kualitatif.3
3. Perencanaan aksi komunitas tentang apa yang akan dilakukan
berdasarkan permasalahan yang terjadi
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh anggota
Sauyunan tersebut, kemudian anggota pendidikan musyawarah
melakukan perencanaan aksi social yang juga dirancang oleh
anggota musyawarah. Perencanaan aksi sosial yang akan
dilakukan. Perencanaan ini dilakukan oleh fasilitator yang
membagi anggota Sauyunan ke dalam beberapa kelompok
kecil yang terdiri dari anggota dengan permasalahan yang
sama untuk kemudian didiskusikan rencana apa yang akan
dilakukan untuk memcahkan permasalahan tersebut.
3 Yuni Suwarto dan John Erryson “Dasar-dasar Pendidikan Musyawarah” (Jakarta: Sekretariat Bina Desa) 1982. Hal. 25
113
Gambar 6. Anggota Dikmus membentuk kelompok diskusi
terfokus
Sumber : Data Primer
Setelah melakukan pembentukan kelompok diskusi terfokus,
hasil diskusi masing-masing kelompok kemudian
dipresentasikan untuk membahas atau menyamakan
pemahaman antara anggota satu dengan yang lainnya.
114
Gambar 7. Anggota kelompok diskusi terfokus sedang
mempresentasikan hasil diskusinya dengan kelompok lain
Sumber : Data Primer
Dari presentasi tersebut, kemudian muncul pendapat untuk merumuskan
aksi apa yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi.
Gambar 8. Foto Rencana Aksi Anggota Pendidikan Musyawarah
Sumber : Data Primer
115
Tabel 1. Rencana Kegiatan Sauyunan tahun 2017 (Berdasarkan Gambar 8)
Kegiatan Waktu Tempat
Penanggung
jawab
Pendidikan
organisasi
Mei minggu
ke 3
Warga asih Julaiha
Diskusi
organisasi
1 x perbulan Mengunjungi
paguyuban
Kartini dan Bu
Imas
Pendidikan
keadilan
gender
Februari
minggu ke 4
Bojongkasih Julaiha
Kunjungan
tentang
peningkatan
produksi
Maret Neglasari Entin, Lina,
Lomrah, dan
Masitoh
Olah
pangan
Februari Setiap
paguyuban
Setiap paguyuban
Pendidikan
simpan
pinjam
Juli Telaga Sari Julaiha
Survei
pasar
April Romlah, Lina,
Ntin, Masitoh
Hasil dari setiap tahap, mulai dari hubungan antara Pak John (Fasilitator)
dengan Anggota Sauyunan (kelompok dampingan), saling mendengarkan,
saling mengungkapkan, saling memahami hingga perencanaan aksi yang
telah dilakukan oleh peserta pendidikan musyawarah, menurut peneliti
sudah sesuai dengan tahapan pendidikan musywarah Lembaga Bina Desa.
116
Gambar 9. Diagram Venn Desa Gandasari
1. Dilihat dari tekhnik yang digunakan oleh Lembaga Bina
Desa dalam melakukan pendidikan musyawarah dengan
menggunakan diagram Venn, maka pendidikan musyawarah
Lembaga Bina Desa sudah sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Isbandi Rukminto yaitu, Diagram Venn
hubungan antar lembaga
117
Tekhnik ini pada dasarnya mencoba menggambarkan
hubungan antar lembaga ataupun antar institusi dalam suatu
komunitas. Diagram ini digunakan untuk menggambarkan
kedekatan dan jarak antara satu organisasi dengan organisasi
lainnya, baik pemerintah maupun non pemerintah yang terlibat
dalam berbagai upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dalam proses pembuatan diagram Venn ini, seperti pula
pada tekhnik yang lain, konfirmasi terhadap warga masyarakat
selalu dilakukan agar menumbuhkan rasa kebersamaan dan rasa
memiliki pada setiap warga yang hadir dalm pertemuan
tersebut.
Keempat tekhnik di atas merupakan sebagian dari tekhnik
yang dapat digunakan ketika melakukan asessment dengan
metode PRA.
Dalam kaitan dengan wawancara semi-terstruktur ataupun
wawancara tidak terstruktur yang dilakukan secara
perseorangan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
tim perencana antara lain :
- Sebelum memulai wawancara tim fasilitator harus berusaha
menciptakan suasana relax sehingga partsispan dapat lebih
terbuka
- Memulai dengan salam dan menjelaskan tujuan pertemuan
118
- Tim perencana partisipatoris memulai wawancara dengan
menanykan hal yang mudah terlebih dahulu
- Tim perencana partisipatoris harus berusaha mencipatakan
suasana informal 4
Berdasarkan temuan lapangan dan analisa pada tiap tahapnya, maka
pendidikan musyawarah bisa menjadi sebuah metode pemberdayaan masyarakat
dilihat dari sebagai berikut :
B. Pemberdayaan yang dilakukan oleh lembaga Bina Desa
Pendidkan Musyawarah yang dilakukan oleh Bina Desa menggunakan
strategi pemberdayaan Aras Makro. Aras makro sendiri sendiri seperti
yang paparkan oleh Edi Suharto merupakan pendekatan yang disebut juga
system besar (large sysytem), karena sasaran perubahan diarahkan pada
sistem lingkungannya yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan
sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat,
manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.
Adapun strategi-strategi yang dilaksanakan oleh lembaga Bina Desa dalam
memberdayakan masyarakat melalui pendidikan musyawarah di Desa
Gandasari adalah sebagai berikut:
a. Strategi Pemberdayaan masyarakat melalui perumusan
kebijakan
4 Isbandi Rukminto Adi “ perencanaan partisipatoris berbasis aset komunitas” (FE Universitas Indonesia, 2003). Hal. 95
119
Melalui pendidikan musywarah ini Pak John selaku
fasilitator melakukan assesment melalui pertanyaan kepada
anggota pendidikan musyawarah tentang permasalahan yang
dialami oleh anggota paguyuban dengan memberikan setiap
paguyuban waktu untuk berdiskusi.
Gambar 9. Anggota Dikmus yang membentuk
kelompok diskusi terfokus.
Smber : Data Primer
Dari hasil diskusi ini setiap paguyuban akan
mempresentasikan hasil temuannya. Permasalahan ini
merupakan yang dihadapi dalam rencana tindak lanjut yang
dirancang oleh masing-masing paguyuban.
Dari hasil presentasi tersebut permasalahan akan
ditindak lanjut atau dipecahkan secara bersama-sama dimulai
120
dari hal paling kritis oleh anggota pendidikan musyawarah.
Secara garis besar permasalahan tersebut yaitu, Olah pangan,
Fungsi dan peran organisasi, Pemasaran produk, Advokasi air,
dan Sumber Daya Manusia (dalam hal ini perempuan)
Dengan garis besar permasalahan yang dialami
paguyuban ketika berada disauyunan tersebut maka setiap
anggota akan menjadi bagian dari organisasi menurut tugas
dan perannya masing-masing melalui sistem pengorganisasian
masyarakat.
Tugas dan peran dari anggota paguyuban di Sauyunan
sesuai dengan keinginan anggota dan kemampuannya dalam
melakukan peranannya tanpa ditunjuk oleh siapapun.
b. Strategi pemberdayaan melalui pengorganisasian masyarakat
Fasilitator Lembaga Bina Desa yaitu Pak John Pluto
Sinalungga rutin melakukan pertemuan kelompok yang
bertujuan untuk mengorganisasikan masyarakat dan
merefleksikan kegiatan selama 3 bulan yang dilaksanakan oleh
anggota paguyuban. Kegiatan ini diikuti oleh 8 paguyuban dari
8 Desa yaitu, Gandasari, Sukasari, Warga Asih, Warga Sari,
Bojong Kasih, Telaga Sari, Neglasari, dan Sukaraharja. Warga
Gandasari yang tergabung dalam paguyuban Tunas Karya rutin
mengikuti kegiatan pertemuan kelompok. Dalam kegiatan
121
refleksi ini biasanya akan membahas dan berdiskusi tentang
permasalahan atau hambatan dan perkembangan yang dialami
setiap paguyuban maupun anggotanya. Selain membahas
tentang hal-hal yang dialami paguyuban, kegiatan ini juga
untuk mengukur sejauh mana harapan sauyunan (organisasi
yang tergabung dari 8 paguyuban) sudah berhasil dicapai. (foto
harapan sauyunan terlampir). Kegiatan rutin ini juga mampu
menambah pengetahuan baru dan kesadaran bagi anggota
paguyuban, hal ini bisa diamati dari hasil wawancara dengan
anggota pendidikan musyawarah yang bernama Kartini.
P = Peneliti
N = Narasumber (Bu Kartini)
Wawancara ini sudah diterjemahkan ke dalam B. Indonesia dari B. Sunda
P = “Nek kunaon atuh tos 70 taun masih keneh daek miluan
musyawarah, komo pan lemburna nenek tebih pisan kadieu
teh (Desa Gandasari)?
“Nek kenapa diusia ibu yang sudah 70 tahun masih mau
mengikuti kegiatan pendidikan musyawarah ini, apalagi ibu
kan dari Desa ke sininya (Desa Gandasari) sangat jauh?”
N = “Nteu jauh atuh sakieumah, apanan teh seueur baturna ti ditu
teh (Wargasari), ari ramemah geuningan teu karasa tos
nyampe we, kan tidieu oge ngke gentian ka lembur nenek di
Wargasari. Tadina mah kan ngan saukur ngiring nu kieu
122
teh, bingung naon nya ieu teh, apanan da nenekmah
nyahona ukur bertani alami we, terus ku seringna ngiringan
mereunnya ku batur teh ditunjuk we jadi koordinator di
sauyunan da mereunan si nenek sakedikmah apal lah ieu teh
organisasi ku apanan kamari keur di Jakarta nenek sareng
teh Eti ka Jakarta papendak sareung maneh jeung
rerencangan maneh. Tah eta teh pan dipiwarang ku Bina
Desa da tos dianggep paham organisasi, anu tadina teu
ngarti nanaon di organisasi karek nyaho organisasi teh
sauyunan, atuh da kumahanya tos kolot sakola oge henteu
atuh da…
“gak jauh ah, kan ada temennya banyak dari sana, kalau rame-
rame mah gak berasa, nanti juga gantian yang dari sini ke Desa
nenek. Ikut kegiatan ini awalnya bingung, ini apa sih, tapi kan
prosesnya nenek ikuti (bertani alami), terus lama-lama paham
sampai ditunjuk jadi koordinator sauyunan karena sudah paham
kegiatan organisasi….”
Berdasarkan wawancara tersebut, adanya indikasi bahwa
semakin sering berpartisipasi dalam pendidikan musyawarah
mampu memberikan pemahaman dan kesadaran berorganisasi serta
pengetahuan baru terhadap anggota sauyunan ataupun paguyuban
seperti bagaimana peran mereka dalam berorganisasi dan bertani
alami yang baik sehingga mampu menambah anggota baru
paguyuban dan bertani alami.
c. Strategi pemberdayaan melalui perencanaan sosial dan aksi
sosial
123
Setelah anggota paguyuban memilih peranannya dalam sauyunan
kemudian anggota sauyunan akan melakukan perencanaan sosial
untuk mencapai harapan mereka saat identifikasi masalah
1. Tekhnik yang digunakan dalam merumuskan masalah
tekhnik pengidentifikasian aset kebutuhan dan komunitas
menggunakan teknik matriks prioritas masalah.
Pak John mengajak anggota dikmus untuk terlibat aktif
dalam proses pengidentifikasian kebutuhan dan aset yang ada pada
enggota dikmus. Dalam memebuat matriks ini, pak John
menggunakan diskusi kelompok untuk menggali berbagai
pandangan yang ada pada angggota dikmus melalui tahap, antara
lain :
a. membentuk kelompok diskusi yang berjumlah 30 orang
terdiri dari anggota PKK yaitu ibu Imas dari desa
Gandasari, ibu Julaiha dari desa Neglasari selaku
kelompok GAPOKTAN sekaligus bendahara
paguyuban Neglasari. Ibu Eti dari fasilitator desa
Gandasari dan fasilitator masing-masing paguyuban
yang berjumlah 8 paguyuban
b. pak John menjelaskan aturan main dalam
bermusyawarah termasuk tujuan pertemuan yang
berfokus pada refleksi rencana tidak lanjut sebelumnya.
Pak Jhon memberikan gambaran tentang permasalahan
124
yang dialami oleh anggota dikmus dengan
mencontohkan si kancil yang menyebrang disungai
dengan menggunakan rakit
c. pak Jhon memberikan selembar kertas dan mengajukan
pertanyaan “menurut ibu-ibu apa yang paling dirasakan
oleh ibu-ibu dari bulan November sampai saat ini (19
Januari 2017)?”
pak Jhon mengerucutkan permasalahan yang benar-
benar penting dan dirasakan oleh anggota dikmus yang
harus secepatnya ditangani
d. masing-masing peserta kemudian menjawab pertanyaan
yang diajukan pada selembar kertas yang sudah
disediakan. Jawaban yang ditulis oleh anggota dikmus
kemudian dikumpulkan dan diberi nomor.
Gambar 10. Harapan anggota sauyunan
Sumber : Data Primer
125
e. anggota dikmus mendiskusikan permasalahan yang
terjadi dengan dipandu oleh fasilitator untuk membantu
jawaban apabila ada anggota musyawarah yang merasa
kurang jelas.
f. Setiap permasalahan yang dialami akan ditandai dengan
tanda (*), semakin banyak tanda * nya maka dianggap
sebagai permasalah prioritas yang harus ditangani
secepatnya.
g. Setelah anggota dikmus berdiskusi maka pak John
meminta anggota dikmus melihat kembali ke
permasalahan pemasaran dan pengolahan pangan
sebagai permasalahan paling penting dengan
mengajukan pertanyaan “kira-kira apakah ini sudah
menjadi permasalahan paling penting yang terjadi di
Sauyunan atau Paguyuban menurut ibu-ibu ?”
Dari tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat bahwa
tekhnik yang digunakan adalah tekhnik Prioritas masalah
yang merupakan bagian dari tekhnik PRA. Tekhnik ini pada
intinya ingin mengajak komunitas sasaran untuk terlibat
aktif dalam proses pengidentifikasaian kebutuhan dan aset
yang ada pada komunitas mereka.
Dari hasil pengamatan peneliti selama mengikuti
kegiatan musyawarah di Desa Gandasari, dengan adanya
126
sistem pengorganisasian dalam paguyuban tentunya bisa
meningkatkan kesadaran pentingnya suatu organisasi
sebagai kekuatan untuk mencapai kesejahteraan secara
ekonomi maupun kedaulatan pangan.
Gambar 11. kelompok anggota yang
membahas masalah peran anggota dalam
organisasi. Kelompok Diskusi Terfokus
Dibentuk oleh Fasilitator Bina Desa (Pak John)
Untuk mengidentifikasi permasalahan masing-
masing anggota FGD.
Sumber Data Primer :
. Dari hasil diskusi ini setiap paguyuban akan
mempresentasikan hasil temuannya. Permasalahan ini
127
merupakan yang dihadapi dalam rencana tindak lanjut yang
dirancang oleh masing-masing paguyuban.
Dari hasil presentasi tersebut permasalahan akan
ditindak lanjut atau dipecahkan secara bersama-sama dimulai
dari hal paling kritis oleh anggota pendidikan musyawarah.
Secara garis besar permasalahan tersebut yaitu, Olah pangan,
Fungsi dan peran organisasi, Pemasaran produk, Advokasi air,
dan Sumber Daya Manusia (dalam hal ini perempuan)
Dengan garis besar permasalahan yang dialami
paguyuban ketika berada disauyunan tersebut maka setiap
anggota akan menjadi bagian dari organisasi menurut tugas
dan perannya masing-masing melalui sistem pengorganisasian
masyarakat.
.
Gambar 12. RTL gandasari Di Bulan November
Sumber: Data Primer
128
Berdasarkan observasi dan dokumentasi kegiatan
musyawarah tersebut. Lembaga Bina Desa dan anggota sauyunan
melakukan tahap perencanaan dengan cara membuat kesepakatan
bersama dalam musyawarah untuk satu tahun kedepan. Tahapan
yang dilakukan Lembaga Bina Desa sudah sesuai dengan yang
dijelaskan oleh Isbandi Rukminto bahwa tahapan perencanaan
program dapat dituangkan melaui gagasan.5 Maka teori tersebut
sesuai dengan apa yang dilakukan Lembaga Bina Desa dalam
kegiatan musyawarah tempat untuk menuangkan gagasan,
diskusi, dan sebagainya.
Berdasarkan temuan metode yang digunakan Bina Desa
dalam musyawarah, maka penliti menyimpulkan bahwa metode-
metode diatas sudah sesuai dengan tahapan-tahapan pendidikan
msuyawarah Bina Desa, tahapan-tahapan tersebut meliputi :
1. Mengenal subyek penelitian, yang dimaksud
dalam tahap ini adalah persahabatan, karena
salah satu prinsip pndidikan musyawarah
adalah pertemanan atau persahabatan dengan
kuatnya rasa persahabatan dan pertemanan
anttara subyek 1 (pendampingn) dengan
subyek 2 (warga dampingan) dan anggota
5 Adi, Rukminto, Isbandi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003
129
kelompok dampingan sendiri, akan
memperlancar proses pendidikan.
2. Saling mendengarkan (tahap pencarian data
dan fakta secara benar). Dimana dalam tahp
ini semua subyek pendidikan (pendampin
dan keompok dampingan) berusaha saling
mendengarkan tentang apa, mengapa, dan
bagaimana seharusnya keluhan dan realitas
(masalah) tersebut. Pengalaman seperti ini
agak susah karena kecenderungan
masyarakat kita yang mau jadi pendengar
agak susah.
3. Saling menyatakan dan mengungkapkan
(tahap keterarahan). Kesediaan mendengar
keluh kesah dan ungkapan –ungkapan
kekesalan mereka sangat membantu dalam
tahap ini, karena pernyataan-pernyataan dan
ungkapan mendapat respon yang positif.
Pernyataan dan ungkapan tersebut sangat
berkenaan dengan realitas masalah yang
dihadapi tentang apa, mengapa, dan
bagaimana seharusnya realitas masalah
tersebut.
130
4. Analisa bersama (tahap berpikir bersama
dan bersiasat bersama). Dalam tahap ini
realitas atau masalah yang didengar,
ungkapkan dan pahami bersama-sama,
dicoba dibahas dan dianalisa secara
sederhana, untuk mencari masalah utama
atau akar masalah yang menyebabkan
terjainya realitas tersebut. Ada beberapa cara
untuk analisa masalah tersebut salah satunya
dengan mencari sebab akibat terjadinya
masalah atau mencari benang merah
jaringan-jaringan masalah tersebut, baik
secar kuantitatif maupun kualitatif.
5. Rancangan aksi bersama (tahap berencana
bersama) setelah menemukan masalah
bersama atau masalah yang paling
menyebabkan terjadinya realitas tersebut,
maka mereka mencoba menentukan
alternative pemecahan atau usaha-usaha
yang dapat menjawab masalah utama
tersebut.
131
C. Tahap pemberdayaan Masyarakat
1. Tahap Persiapan (Engagment)
Engagment adalah proses yang dilakukan dalam tahap
pemberdayaan yang berbentuk beberapa tahap persiapan yaitu,
tahap persiapan petugas dan tahap persiapan lapangan.
Pada tahap persiapan petugas ini Lembaga Bina Desa
melakukan Participatory Rural Appraisal dengan
memperkenalkan diri terhadap masyarakat Desa Gandasari yang
dilakukan Oleh Bu Diah selaku Koordinator Lapangan, PRA ini
merupakan bagian dimana masyarakat didampingi untuk turut
serta memetakan masalah, memahami potensi diri, dan
memahami kondisi Desa mereka.
N = “Untuk di Cianjur ini lebih kepada refleksi, tapi
metodologinya menggunakan musyawarah, dimana
musyawarah ini sendiri memiliki nilai-nilai demokrasi seperti
kesetaraan status, artinya tidak ada yang dominan, nilai-nilai
kebersamaannya, karena musyawarah itu sendiri adalah
gerakan demokrasi untu membebaskan pola pikir sehingga
mereka betul-betul memahami kondisi Desa mereka, mungkin
untuk PRAnya sendiri hanya sebatas pengenalan diri,
pemetaan masalah, dan potensi, jadi karena kamu fokusnya ke
musyawarah jadi ya ke musyawarahnya saja”.
Berdasarkan wawancara di kantor lembaga Bina Desa,
peneliti kemudian menyesuaikannya ketika melakukan observasi
langsung dilapangan. Dari hasil pengamatan dilapangan juga
peneliti menemukan bahwa PRA merupakan metodologi yang
prinsip-prinsipnya digunakan dalam mengenalkan diri ke dalam
masyarakat.
132
2. Tahap assessment
Assesment adalah tahap pengkajian yang dilakukan untuk
mengidentifikasi masalah yang dirasakan kelompok sasaran
sehingga menemukan apa kebutuhan yang mereka rasakan (felt
needs) dan juga apa sumber yang mereka miliki. Dalam tahap
ini peneliti menemukan bahwa peran fasilitator dengan memberi
kewenangan dengan bertanya kepada peserta musyawarah untuk
berargumentasi tentang kendala yang mereka alami dalam
mencapai tujuan. Masing-masing anggota msuyawarah
mengemukakan permasalahan yang mereka alami untuk
mencapai tujuan dalam paguyuban maupun sauyunan dalam
sebuah kertas, kemudian akan dibacakan satu persatu pendapat
masing-masing anggota oleh Bu Imas selaku fasilitator
Sauyunan, kemudian diambil kesimpulan berdasarkan apa yang
mereka (anggota musyawarah) umumnya rasakan bersama-sama
yang kemudian menganlisanya menjadi permasalahan bersama.
Berikut permasalahan yang dihadapi anggota paguyuban
ataupun sauyunan :
a. Belum mengetahui apa saja fungsi dan tujuan dari
organisasi
b. Belum mampu mengidentifkasi permasalahan yang terdapat
di organisasi (sauyunan / paguyuban)
133
c. Permasalahan pada kualitas dan kuantitas produksi olahan
pangan
d. Belum mengetahui data produksi dan harga pasar
e. Persoalan budaya patrialis pada perempuan
f. Ketergantungan modal pada tengkulak
Kegiatan assessment yang dilakukan oleh fasilitator bersama dengan
masyarakat dilakukan setiap kali pertemuan musyawarah, hal ini untuk
mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh peserta musyawarah dalam
mencapai tujuan mereka, sehingga bisa menjadi bahan evaluasi dan refleksi
bagi pserta musyawarah dalam melakukan peranannya di Paguyuban atau
Sauyunan.
Berdasarkan paparan presentasi diatas, peneliti menemukan bahwa
Bina Desa telah berhasil dalam membangun kesadaran kritis pada anggota
musyawarah sehingga anggota pendidikan musyawarah mampu
mengidentifikasi permasalahan yang mereka hadapi bersama-sama.
Pengidentifikasian masalah yang dilakukan oleh masyarakat mnurut peneliti
sudah sesuai dengan apa yang ditulis oleh Robert Chambers ataupun Isbandi
Rukminto. Tahap identufikasi masalah dapat dilakukan oleh orang atau
kelompok yang mampu mengetahui keadaan lingkungannya dan sadar akan
kebutuhan didalam lingkungan tersebut.
134
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program
Penyusunan alternatif program yang tepat, dengan
mempertimbangkan sumber daya yang ada, dapat dipikirkan sebagai solusi
dari masalah yang dihadapi. Dalam proses ini petugas bertindak sebagai
fasilitator yang membantu masyarakat berdiskusi dan memikirkan program
dan kegiatan apa saja yang tepat dilaksanakan pada saat itu.
N = “kegiatan pendidikan musyawarah ini tentunya bertujuan
untuk membebaskan pikiran masyarakat dengan
memanusiakan manusia melalui kesetaraan, karena justru
yang dikhawatirkan adalah mereka yang diam tidak mau
bicara ketika musywarah, nah dengan partisipasi seluruh
anggota musyawarah maka mufakat yang dicapai tentang
permasalahan yang dialami, potensi apa yang mereka
miliki, dan apa yang harus mereka lakukan menjadi
tanggung jawab bersama, karena sejatinya musyawarah
itu tidak “untuk” mufakat, karena ketika ada kata „untuk
mufakat‟, maka itu akan jadi paksaan sehingga sejatiny
musyawarah itu keputusannya harus sesuai keinginan dan
apa yang dirasakan semuanya, diharapkan dengan
semuanya berpartisipasi, maka kegiatan yang
dilakukanpun akan jadi tanggung jawab bersama dalam
mencapai harapan masing-masing anggota”
Hasil dari wawancara dengan Bu Diah tersebut kemudian peneliti
sesuaikan dengan fakta dilapangan, dimana setiap anggota musyawarah
sudah memahami apa yang menjadi permasalahan mereka, akan tetapi untuk
menganggap permasalahan yang terjadi membutuhkan pendampingan, hal
ini pula yang dilakukan oleh Pak John selaku fasilitator dengan membangun
kesadaran kritis anggota musyawarah yang sebelumnya belum mampu
mengidentifikasi masalah menjadi paham bahwa saat ini justru masalah itu
ada tanpa mereka sadari bahwa itu sebenarnya sebuah masalah bersama tapi
135
karena sudah terbiasa sehingga mereka menganggap itu bukanlah suatu
masalah. Metode yang digunakan dalam membentuk kesadaran kritis dan
partisipasi seluruh anggota, Pak John menggunakan kertas karton yang
dibagikan kepada seluruh anggota penndidikan musyawarah, kemudian
memberi arahan untuk menulis harapan yang mereka rencanakan
sebelumnya serta hambatan yang terjadi dalam mencapai harapan tersebut.
Dengan partisipasi seluruh anggota, maka hambatan yang muncul ternyata
sama-sama dialami oleh anggota, dari sanalah terbangun bahwa hambatan
itulah yang merupakan masalah bersama yang harus segera dicari solusinya
melalui diskusi yang didampingi oleh fasilitator dari sauyunan dan Lembaga
Bina Desa.
Gambar 13. Fasilitator Sauyunan sedang memfasilitasi pendidikan
musyawarah. Sumber: Data Primer
Dari kegiatan tersebut menurut peneliti, metode ini sudah
sesuai dengan yang dikatakan Isbandi Rukminto dalam tahap
perencanaan alternatif program yang menyatakan bahwa dalam
proses ini petugas bertindak sebagai fasilitator yang membantu
136
masyarakat berdiskusi dan memikirkan program dan kegiatan apa
saja yang tepat dilaksanakan pada saat itu.6
4. Tahap Formulasi Rencana Aksi
Yakni tahap menuangkan gagasan yang dirumuskan dalam
tahap perencanaan alternative ke dalam pernyataan (proposal)
secara tertulis.
Dalam analisa tahap ini peneliti tidak melakukan
wawancara karena perencanaan program sudah terjadi sebelum
pendidikan musyawarah ini, sehingga musyawarah yang peneliti
ikuti adalah bentuk refleksi dari kegiatan rencana musyawarah
sebelumnya. Adapun untuk pengambilan data yang dilakukan
yaitu melalui observasi dan dokumentasi berupa foto tentang
program pasca kegiatan musyawarah refleksi.
Gambar 14. RTL gandasari Di Bulan November
Sumber: Data Primer
6 Adi, Rukminto, Isbandi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003
137
Berdasarkan observasi dan dokumentasi kegiatan
musyawarah tersebut. Lembaga Bina Desa dan anggota sauyunan
melakukan tahap perencanaan dengan cara membuat kesepakatan
bersama dalam musyawarah untuk satu tahun kedepan. Tahapan
yang dilakukan Lembaga Bina Desa sudah sesuai dengan yang
dijelaskan oleh Isbandi Rukminto bahwa tahapan perencanaan
program dapat dituangkan melaui gagasan.7 Maka teori tersebut
sesuai dengan apa yang dilakukan Lembaga Bina Desa dalam
kegiatan musyawarah tempat untuk menuangkan gagasan,
diskusi, dan sebagainya.
5. Tahap pelaksanaan program
Tahap pelaksanaan program merupakan tahap paling
krusial dalam proses pengembangan masyarakat, keberhasilan
dari tahap ini tergantung dari kerjasama yang baik antara change
agent dengan warga masyarakat serta tokoh masyarakat setempat.
Dalam pelaksanaan program ini hambatan utama yang
dialami anggota sauyunan adalah sebagai berikut:
a. komunikasi antar anggota sauyunan karena terbatasnya alat
komunikasi serta jarak rumah anggota sauyunan yang
berjauhan.
b. Masih ada yang belum mendapatkan izin dari suami untuk
mengikuti kegiatan musyawarah
7 Adi, Rukminto, Isbandi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003
138
c. Memiliki anak kecil sehingga waktunya tidak leluasa untuk
mengikuti kegiatan musyawarah
Permasalahan tersebut dirasakan oleh sebagian besar
anggota sauyunan yang dipresentasikan oleh anggota
musyawarah. Namun hambatan tersebut bisa diatasi melalui
musyawarah antar anggota dan pendamping sehingga program-
program yang menjadi Rencana Tindak Lanjut bisa terus
diupayakan demi tercapainya harapan bersama. Sesuai yang
dikatakan oleh Edi Suharto bahwa pendamping masyarakat harus
mempunyai fungsi pendamping salah satunya ialah fungsi
pendukungan (supporting), fungsi ini melakukan tugas dengan
cara melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok,
menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, dan mencari serta
mengatur sumber dana.8
6. Tahap Monitoring dan Evaluasi
Monitoring merupakan proses proses pengumpulan
informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi selama proses
implementasi atau penerapan program dengan cara memantau
program yang berjalan. Sedangkan Evaluasi adalah proses
pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang
sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya
dilakukan dengan melibatkan warga. Kegiatan monitoring dan
8 Isbandi Rukminto, “Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial”.
(Jakarta, Fakultas Ekonomi UI, 2002), hal. 28
139
Evaluasi dapat diketahui sesuai dengan pernyataan Pak John
sebagai berikut:
N = “nah yang kita lakukan besok di Gandasari itulah refleksi
dari kegiatan yang kita rencanakan November kemarin, itu
kan fungsinya untuk mengevaluasi RTL, itu loh yang seperti
dirimu praktikum kemarin hasilnya itu kan RTL, nah dari
Rencana Tindak Lanjut anggota paguyuban itu kita akan
melihat ke belakang sejauh mana RTL itu berjalan dan
hambatan apa yang dialami oleh anggota 8 sauyunan... eh
paguyuban itu biasanya diawal tahun pasti ada kegiatan
semacam ini”
Berdasarkan pernyataan diatas, menurut peneliti Lembaga
Bina Desa sudah melakukan tahapan monitoring dan evaluasi.
Sedangkan untuk kegiatan musyawarah sendiri peneliti juga
melihat bahwa fasilitator selalu melakukan evaluasi dan
monitoring pasca musyawarah untuk mencari kesimpulan atau
permasalahan yang dialami oleh anggota sauyunan ataupun
paguyuban secara garis besar, dan kekurangan apa yang belum
dilakukan oleh fasilitator. Dari kegiatan dan pernyataan tersebut
maka Lembaga Bina Desa sudah sesuai dengan fungsi evaluasi
yaitu sebagai perbandingan dari actual project dengan
perencanaan strategi yang telah disepakati.9
9 Ikosnomos, “panduan perencanaan, monitoring, evaluasi” . diakses pada 2 Februari
2017 http://monitorinevaluation.wordpress.com/2011/09/30/panduan-perencanaan-monitoring-
dan-evaluasi/.
140
7. Tahap Terminasi
Tahap terminasi yakni tahap “pemutusan” atau
pemberhentian program. Idealnya tahap ini dilakukan apabila
masyarakat atau komunitas sasaran benar-benar sudah “berdaya”.
N = “untuk terminasi itu setelah semua harapan anggota
tercapai, jadi kita diharapkan secepatnya kearah sana,
kegiatan kita sekarang hanya membuat RTL kemudian kita
refleksi begitu terus sampai harapannya benar-benar
terwujud, tapi untuk melihat sampai ke arah yang berhasil
kamu bisa lihat hasilnya itu ada di Padang, disana kalau
kamu penelitian, datanya sudah lengkap dan masyarakat
binaannya sudah punya koperasi sendiri untuk pertanian
alami mereka, tapi masih tetap kita pantau dan belum
putus untuk didampingi”
Berdasarkan pernyataan dengan Mas Affan selaku
pelaksana program Bina Desa, kegiatan pendidikan musyawarah
di Cianjur belum dilakukan karena tujuan dari program belum
tercapai sepenuhnya. Adapun terminasi yang dilakukan didaerah
lain sudah pernah dilakukan karena pembinaan salah satu
program dari pendidikan musyawarah sudah berhasil mencapai
harapan, akan tetapi terminasi yang terjadi bukanlah pemutusan
hubungan secara total, terminasi yang terjadi yaitu lebih kepada
pendampingan berjejaring. Pendampingan ini dilakukan dengan
memonitoring melalui informasi dari setiap kader-kader yang
telah dibentuk sebelumnya.
Mengacu dengan apa yang terjadi pada warga binaan Bina
Desa di Cianjur, peneliti menyimpulkan Bina Desa belum
141
melakukan terminasi karna anggota sauyunan yang didampingi
belumlah mandiri sepenuhnya.
D. Indikator Keberdayaan Dalam Pendidikan Musyawarah
Pemberdayaan mencakup 3 indikator yang meliputi
kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi
partisipatif. Hasil temuan peneliti mengenai indikator keberdayaan
dalam pendidikan musyawarah di Desa Gandasari sebagai berikut:
1. Indikator Kompetensi Kerakyatan
Indikator kompetensi kerakyatan dipengaruhi oleh
pemberdayaan yang berbasis sosial ekonomi kerakyatan yang
kemudian difokuskan pada upaya menciptakan akses informasi,
pengetahuan, dan keterampilan, akses untuk berpartisipasi dalam
organisasi sosial dan akses kepada sumber-sumber keuangan.10
“yang diharapakan dari pendidikan kritis itu kan
kepercayaan diri, ketika kepercayaan diri itu muncul maka
peserta musywarah bisa bebas untuk menyampaikan
pendapatnya, justru kita khawatir ketika ada anggota yang
hanya diam dari awal musyawarah sampai bubar, kita takut
justru pendidikan kritis kita tidak berhasil untuk
membangun kesadaran kritis”
Menurut Pak Miftah, partisipasi dari anggota musyawarah
khususnya anggota paguyuban adalah yang paling penting dari
tercapainya musyawarah yang sesuai dengan kebutuhan bersama,
10
Miftakhu Yakin, Azfandi “Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di
Kabupateen Brambang “JurnalnIlmu sosial Ilmu Politik”. Program magister Ilmu Administrasi,
Universitas Brawijaya, Vol. 4 No. 2 (April 2016). Hal. 367
142
anggota musyawarah merupakan pelaku dalam setiap kegiatan
yang dirancang pada setiap musyawarah.
“…ada perubahan dalam tabungan, sebelum sebelumnya
mah teteh kalau habis panen kan bayar sama yang teth hutangin
pupuk kimia, jadi tabungan setelah panen waktu pupuk kimia
paling sisa Rp. 300.000,- sekarang mulai ada peningkatan,
kemarin jadi 400.000, terus yang sekarang 600.000, bertahap aja
gitu…”
Dari hasil wawancara dengan teh Entin dari Desa
Gandasari, pendidikan musyawarah yang didalamnya
menghasilkan aksi seperti pelatihan dan pendidikan bertani alami,
dampaknya mamapu memberikan perubahan keberdayaan dalam
kemandirian dan peningkatan ekonomi secara berangsur.
2. Indikator Sosiopolitik
Pemberdayaan sosiopolitik dikhususkan pada upaya
menciptakan akses bagi setiap rumah tangga ke dalam proses
pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa
depannya.
N = “....masih atuh itu 2 petak punya teteh alami semua, punya
suami 3 petak masih yang konvensional, kan punya suami
tetehmah sawahnya di bawah jadi biar gak terlalu sedikit
gitu dapetnya teh, biarpun sudah jarang aktif akhir-akhir ini
masih tetep lah dijalanin yang didapet dari Bina Desamah,
kan lumayan buat bantu-bantu suami ikut Bina Desa teh
ilmunya banyak”
Berdasarkan wawancara dengan Bu Susi anggota
Paguyuban Tunas Jaya, Desa Gandasari yang saat diwawancarai
sedang vakum dari kegiatan organisasi terhitung sejak September,
mengatakan bahwa dengan mengikuti kegiatan – kegiatan
143
musyawarah yang didampingi oleh Lembaga Bina Desa dirinya
mendapatkan ilmu-ilmu baru yang bukan hanya pertanian alami.
3. Kompetensi Partisipatif
Pendekatan pembangunan dilakukan melalui pembangunan
dengan sisitem partisipatif. Artinya, hasil pembangunan bukan
sekedar given dan charity, tapi lebih menggunakan pemberdayaan
masyarakat. Masyarakat diperlakukan sebagai subyek/pelaku
pembangunan yang berperan aktif dalam upaya menentukan bentuk
program yang akan dilangsungkan. Atau dengan kata lain
pembangunan partisipatif adalah (1) pembangunan yang
meposisikan masyarakat sebagai subyek atas program
pembangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan mereka
sendiri. (2) pelibatan masyarakat mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, evaluasi; dan (3) pengerahan massa
diperlukan jika program yang berjalan berupa padat karya.
N = “kegiatan pendidikan musyawarah ini tentunya bertujuan
untuk membebaskan pikiran masyarakat dengan
memanusiakan manusia melalui kesetaraan, karena justru
yang dikhawatirkan adalah mereka yang diam tidak mau
bicara ketika musywarah, nah dengan partisipasi seluruh
anggota musyawarah maka mufakat yang dicapai tentang
permasalahan yang dialami, potensi apa yang mereka miliki,
dan apa yang harus mereka lakukan menjadi tanggung jawab
bersama, karena sejatinya musyawarah itu tidak “untuk”
mufakat, karena ketika ada kata „untuk mufakat‟, maka itu
akan jadi paksaan sehingga sejatinya musyawarah itu
keputusannya harus sesuai keinginan dan apa yang
dirasakan semuanya, diharapkan dengan semuanya
berpartisipasi, maka kegiatan yang dilakukanpun akan jadi
tanggung jawab bersama dalam mencapai harapan masing-
masing anggota”
144
Menurut Bu Diah kegiatan musyawarah bukanlah sebuah
kepentingan salah satu pihak saja, akan tetapi musyawarah harus
lah sesuai dengan kebutuhan dan harapan bersama, artinya tidak
ada pihak yang dominan atas segala hasil diskusi.
E. Partisipasi Anggota Dalam Pembangunan
N = “kegiatan semacam ini akan terus kita lakukan, untuk
melihat sejauh mana perencanaan yang sudah kita susun
di bulan November kemarin, kemudian itulah yang akan
anggotta refleksikan, dan setelah kegiatan inipun,
mereka akan membuat rencana pendidikan pasca
musyawarah ini”.
Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti dalam kegiatan
yang berlangsung, peneliti melihat bahwa proses pendidikan
musyawarah akan terus dilakukan untuk mencapai Harapan
bersama dengan partisipasi anggota paguyuban berdasarkan peran
yang mereka ambil dalam berorganisasi atau bersauyunan.
Evaluasi, Monitoring, dan Refleksi kegiatan akan terus dilakukan,
dengan begitu partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan yang
dicanangkan akan terus bertambah kuat dan mampu
memberdayakan diri sendiri secara ekonomi ataupun non-ekonomi.
Kegiatan pendidikan musyawarah menurut peneliti sesuai
dengan yang disampaikan oleh Totok Mardikanto dan Purwoko
Soebianto bahwa, Penyuluhan yang intensif dan berkelanjutan,
yang tidak saja berupa penyampaian informasi tentang adanya
kesempatan yang diberikan masyarakat, melainkan juga dibarengi
145
dengan dorongan dan harapan-harapan agar masyarakat mau
berpartisipasi, serta upaya yang terus menerus untuk meningkatkan
kemampuannya berpartisipasi.11
F. Indikator-indikator Partisipasi Dalam Pemberdayaan
Masyarakat
Menurut Ife dan Tesoriero indikator bisa dilihat dari
beberapa perubahan, yaitu ; perubahan dalam kapasitas
organisasi, komunitas dan individu; perubahan dalam sikap
dan perilaku; perubahan dalam akses sumber daya; perubahan
dalam keseimbangan kekuasaan; perubahan dalam persepsi
pemangku kepentingan. Melalui observasi dalam musyawarah
secara langsung peneliti dapat menganalisa indikator-indikator
partisipasi anggota musyawarah dalam proses pemberdayaan
masyarakat.
a. Perubahan dalam kapasitas organisasi, komunitas, dan
individu dapat dilihat dari jumlah anggota baru paguyuban
Tunas Jaya dan paguyuban yang bertambah dan secara
langsung bergabung juga kedalam anggota sauyunan. Hal
ini merupakan indikasi bahwa pendidikan musyawarah
mampu membuat perubahan dalam kapasitas organisasi,
komunitas, dan individu.
11
Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Perspektif Kebijakan Publik, hal 87
146
b. Perubahan dalam sikap dan perilaku dapat dilihat dari
anggota paguyuban yang bernama Bu Lina dari
Paguyuban Hegar Kahuripan Desa Wargasari.
N = “iya kemarin kan lihat si Nenek bertani alami, terus
akhirnya ikutan pertama bikin nutrisi, terus ada
hasilnya, dan sekarang ikut musyawarah ternyata
banyak yang dibahas bukan Cuma bertani alami,
tapi dulumah gak berani kayak tadi presentasi
karena mungkin masih baru kenal sama belum
paham apapun”
Berdasarkan wawancara tersebut, menurut peneliti
frekuensi semakin seringnya mengikuti kegiatan
musyawarah membuat anggota semakin paham tujuan
berorganisasi, selain Bu Lina, ada juga Bu Imas dari
Bojong Kasih yang sudah mulai bisa menjadi co-
fasilitator, padahal sebelum bergabung, Bu Imas sama
dengan Bu Lina yang kurang percaya diri untuk
menyampaikan pendapat.
147
Gambar 15. Bu Imas Sudah berani untuk memasilitasi
Sauyunan seiring semakin seringnya mengikuti kegiatan
pendidikan musyawarah
Sumber: Data Primer
c. Perubahan dalam sumber daya dapat dilihat dari
keterlibatan anggota musyawarah dalam membuat
keputusan dan menyampaikan pendapat yang hampir
keseluruhan paham tentang pertanian alami yang
merupakan fokus utama kegiatan tersebut.
d. Perubahan dalam keseimbangan kekuasaan dapat dilihat
dari setiap anggota musyawarah yang memiliki hak
terhadap proses dan hasil musyawarah
e. Perubahan dalam persepsi pemangku kepentingan dapat
dilihat dari Bu Chica dari Desa Neglasari Paguyuban
Karya Mukti yang tadinya merupakan seorang bandar
pupuk konvensional (tengkulak) sekarang beralih menjadi
petani alami, akan tetapi peralihan ini tidak langsung
148
100% melainkan beralih secara bertahap dari petani
konvensional ke petani alami.
Dari hasil analisa indikator partisipasi dalam
pemberdayaan dilapangan, menurut peneliti secara garis
besar, keterlibatan warga dalam pengembangan
musyawarah telah memiliki pengaruh dan hasil yang
sesuai dengan pernyataan Ife dan Tesoriero.
G. Pendidikan Musyawarah Sebagai Pembangunan
1. Implementasi Musyawarah sebagai Pembangunan
N = “kita disana sebagai pendamping, bukan untuk menggurui,
kita buat mereka sadar dan saling respek dalam
musyawarahnya, sehingga ketika respek itu sudah
terbangun, semuanya akan berpartisipasi dan memiliki
kepercayaan diri, dari situ mereka akan paham dengan
permasalahan, potensi, dan kira-kira apa yang harus
mereka lakukan”12
Pendidikan musyawarah yang difasilitasi oleh Lembaga
Bina Desa dilakukan secara terus menerus sampai anggota
sauyunan bisa mencapai harapan mereka. Musyawarah yang
dilakukan secara terus menerus ini berupa muysawarah refleksi
kegiatan, evaluasi hasil dan kegiatan, serta rencana aksi untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan menyesuaikan
sumber daya yang ada. Hal ini sesuai dengan Buku Pemikiran
Guru Besar IPB yang menyatakan bahwa Pembangunan pada
hakikatnya adalah perubahan progresif yang berkelanjutan
12
Wawancara dengan Pak Miftah selaku pihak Lembaga Bina Desa
149
(sustained progresif change) untuk mempertahankan kepentingan
individu maupun komunitas melalui pengembangan, intensifikasi
dan penyesuaian terhadap pemanfaatan sumberdaya (Shaffer et al.
2004).13
2. Pilar Dalam Upaya Pembangunan
Pendidikan musyawarah yang dilakukan oleh lembaga
Bina Desa secara berkesinambungan adalah sebagai bentuk
kegiatan untuk mencapai harapan dan tujuan Sauyunan.
Perencanaan untuk harapan tersebut, sebagai berikut (foto
terlampir)
a. Berhubungan dengan tingkat pencapaian kesejahteraan masa
depan.
Pencapaian yang diharapkan oleh sauyunan dan lembaga Bina
Desa berdasarkan wawancara dengan Pak John selaku
fasilitator adalah kemandirian dan kedaulatan pangan.
N = “....pendampingan yang kita lakukan itu kalau benar-
benar terwujud nanti tuujannya.. euh visinya itu bisa
menjadi petani yang mandiri dan berdaulat, tapi itu
masih sangat jauh jalan kita menuju kesana....”
b. Merancang kegiatan secara sistematis
Berdasarkan observasi peneliti pada kegiatan
musyawarah di Desa Gandasari, berbagai macam kegiatan
yang akan dilakukan pada tahun 2017 sesuai dengan hal
13
Pemikiran Guru Besar Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara, Pembangunan
Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (IPB Press) . hal, 107
150
paling kritis yaitu pendidikan pertanian alami, karena dari
pendidikan pertanian alami lah kegiatan yang lain akan
menjadi kegiatan dari proses pertanian alami, dan hal ini
perlu untuk dipahami oleh anggota sauyunan.
c. Dirancang untuk mencapai tujuan pembangunan tertentu
Dengan terorganisirnya masyarakat yang terlibat
dalam pendidikan musyawarah, diharapkan hasil yang
dicapai dari pembangunan ini dalam bentuk konkritnya
memiliki koperasi sendiri khusus hasil pertanian alami
anggota sauyunan.
H. Indikator Pembangunan Pedesaan
Perubahan progressif yang berkelanjutan untuk
mempertahankan kepentingan sauyunan melalui pengembangan,
intensifikasi, dan pemanfaatan sumber daya telah
diimplementasikan ke dalam kegiatan bertani alami. Karena
sangat penting fungsinya, maka pembagunan pedesaan
diorientasikan kepada arah dan sasaran yang tepat, yaitu sebagai
berikut:
a. Pembangunan pedesaan diorientasikan kepada ketahanan
pangan. Anggota sauyunan merupakan petani alami sebagai
penghasil berbagai buah dan sayur, serta olahan pangan
lainnya seperti gula aren. Kegiatan bertani bertani alami yang
dilakukan anggota sauyunan difasilitasi oleh
151
1. Olah pangan dimentori oleh Bu Eti, Bu Masitoh, Bu
Euis, Bu Iis, Bu Imas, Bu Romlah, Bu Rani, dan Bu
Julaiha
2. Padi dimentori oleh Bu Cicah, Bu Yuyun, Bu Lina, Bu
Ntin, Bu Rasinah, Bu Tati, Bu Reni, Bu Ade, dan Bu
Masrifah
3. Sayur Mayur dimentori oleh Nenek Kartini, Bu Imas,
Bu Yanti, dan Bu Aat
4. Gula Merah dimentori oleh Bu Anggraeni dan Bu
Mimin.
Gambar 16. Rencana Pelatihan Olah Pangan
Sauyunan
Sumber: Data Primer
152
b. Disamping bahan pangan, daerah pedesaan juga penghasil
komoditas yang potensial yang merupakan bahan baku untuk
industri dan merupakan komoditas ekspor. Berdasarkan
pengamatan peneliti, kegiatan yang mengarah pada
pemenuhan komoditas ekspor belum bisa dicapai.
N = “.... sebelum ikut Bina Desa kan tetehmah udah pernah
nyoba gitu nanem cabe didepan rumah, pupuknya itu
pake gabah minta sama tetangga yang punya, udah
tumbuh segini (kira-kira seukuran jari kelingking) atau
sekita 5-10 cm, udah kuning layu gitu, terus mati,
mungkin karena tanahnya teh merah kali yah, setelah
ikut Bina Desamah diajarin gitu sebelum bertani
tanahnya kan diolah dulu dibuat subur tapi susah....”
Kegiatan yang mengarah kepada komoditas ekspor
berdasarkan wawancara dengan Bu Imas anggota Paguyuban
Tunas Jaya dari Desa Gandasari belum bisa dicapai salah
satunya faktor tanah yang kurang baik, sehingga produktifitas
yang dilakukan untuk pengembangan melalui bertani masih
dalam skala kecil yaitu hanya baru sebatas menghilangkan
ketergantungan terhadap tengkulak dan meningkatkan
kesejahteraan ekonomi keluarga. Selain Sumber Daya Alam,
faktor Sumber Daya Manusia belum bisa mendukung karena
pngetahuan, jam terbang, dan teknologi belum memadai untuk
melanjutkan ke tahap penyedian bahan baku industri sebagai
komoditas ekspor.
153
I. Civic Engagment
Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan, keterlibatan
warga dalam hal ini anggota sauyunan yanng mengikuti pendidikan
musyawarah sebagai pengembangan masyarakat, jelas sekali bahwa
mereka adalah perencana program dan pelaku dalam aksi sosial untuk
mencapai kesejahteraan bersama sebagai warga negara. Permasalahan
yang begitu kompleks yang akhirnya Lembaga Bina Desa selaku
Stake Holder yang memiliki tanggung jawab sosial dan karikatif
bersama dengan masyarakat Desa Gandasari, Sukasari, Wargasari,
Neglasari, Telagasari, Wargasih, Bojong Kasih, dan Sukalilah
membuat organisasi Sauyunan yang terbagi menjadi 8 Paguyuban
untuk melakukan pemecahan masalah bersama melalui perencanaan
kegiatan dan perencanaan aksi sosial.
- Perubahan dalam sumber daya dapat dilihat dari keterlibatan
anggota musyawarah dalam membuat keputusan dan
menyampaikan pendapat yang hampir keseluruhan paham
tentang pertanian alami yang merupakan fokus utama kegiatan
tersebut.
- Perubahan dalam keseimbangan kekuasaan dapat dilihat dari
setiap anggota musyawarah yang memiliki hak terhadap proses
dan hasil musyawarah
- Perubahan dalam persepsi pemangku kepentingan dapat dilihat
dari Bu Chica dari Desa Neglasari Paguyuban Karya Mukti
154
yang tadinya merupakan seorang bandar pupuk konvensional
(tengkulak) sekarang beralih menjadi petani alami, akan tetapi
peralihan ini tidak langsung 100% melainkan beralih secara
bertahap dari petani konvensional ke petani alami.
Gagasan pemecahan masalah yang telah ditetapkan
kemudian didiskusikan kembali untuk menjadi beberapa
kegiatan di 1 tahun ke depan yaitu tahun 2017, gagasan rencana
ini tentu berdasarkan potensi SDM yang ada, bukan SDA yang
ada, berikut ini rencana tahun 2017 :
Gambar 17. Rencana kegiatan tindak lanjut tahun
2017
Sumber Data : Primer
155
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah peneliti melakukan observasi, pengumpulan data, serta
wawncara dengan informan di lapangan mengenai proses pemberdayaan
masyarakat oleh Lembaga Bina Desa di Desa Gandasari, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa :
Pelaksanaan pendidikan musyawarah sebagai pemberdayaan
masyarakat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tekhnik yang
dikemukakan oleh Isbandi Rukminto yaitu, tekhnik PRA dengan
menggunakan metode Matriks Prioritas Masalah untuk saling merasakan
kebutuhan dan permasalahan yang sama dalam satu organisasi, kemudian
menggunakan tekhnik kelompok diskusi terfokus sebagai perencanaan aksi
sosial untuk mencapai masyarakat yang mandiri atau berdaulat. Selain
sebagai pemberdaya, pendidikan musyawarah juga bisa menjadi sebuah
pembangunan desa yang melibatkan partisipasi seluruh pihak masyarakat
Desa
Adapun perubahan yang terjadi pada anggota dikmus setelah
mengikuti kegiatan pendidikan musyawarah yang difasilitasi oleh Lembaga
Bina Desa yaitu pertama, Perubahan dalam sumber daya dapat dilihat dari
keterlibatan anggota musyawarah dalam membuat keputusan dan
menyampaikan pendapat yang hampir keseluruhan paham tentang pertanian
156
alami, sumber daya manusia, advokasi lahan/air, pengolahan pangan, dan
pemasaran produk olah pangan yang merupakan fokus utama kegiatan
pendidikan. Kedua, Perubahan dalam keseimbangan kekuasaan dapat dilihat
dari setiap anggota musyawarah yang memiliki hak terhadap proses dan
hasil musyawarah. Ketiga, Perubahan dalam persepsi pemangku
kepentingan dapat dilihat dari Bu Chica dari Desa Neglasari Paguyuban
Karya Mukti yang tadinya merupakan seorang bandar pupuk konvensional
(tengkulak) sekarang beralih menjadi petani alami, akan tetapi peralihan ini
tidak langsung 100% melainkan beralih secara bertahap dari petani
konvensional ke petani alami.
B. Saran
Berdasarkan temuan di lapangan, peneliti memberikan saran yang
sesuai dengan analisa pelaksanaan pendidikan musyawarah di Desa
Gandasari, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur adalah sebagai
berikut :
1. Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi lebih banyak melakukan penelitian ataupun kerjasama
dengan lembaga-lembaga social masyarakat seperti Lembaga Bina
Desa Sadajiwa.
2. Anggota Sauyunan yang akan melakukan Musyawarah sebaiknya
bersinergi dengan pemerintah setempat untuk mendapatkan izin.
Hal ini berkaitan dengan teguran dari kepala Desa Gandasari yaitu
Pak Aang yang merasa tidak terlibat dalam musyawarah yang
157
dilaksanakan di Desanya, meskipun sebelumnya izin secara verbal
sudah dilakukan kepada staff/pamong Desa.
3. Seminar yang berorientasi pada pertanian alami dilakukan lebih
sering lagi supaya pengetahuan anggota Sauyunan juga terus
meningkat.
158
Daftar Pustaka
Buku
Adi, Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi
Komunitas dan Pemikiran-Pemikiran Dalam Kesejahteraan Social. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003
Chambers, Robert, Participatory Rural Appraisal Memahami Desa Secara Partisipasi.
Yogyakarta: Kanisius, 1996
Fahrudin, Adi Pemberdayaan Pasrtisipasi dan Penguatan Kapasitas Masyarakat.
Bandung: Humaniora, 2011
Ife, Jim, dan Tesoriere. Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi
Community Development. Jakarta: Pustaka Belajar, 2008
Kilun, Yusra, Dkk, Pengembangan Komunitas Muslim: Pemberdayaan Kasyarakat
Kampung Badak Putih dan Kampung Satu Duit. Jakarta: CIDA, McGill University,
DEPAG RI, FDK UIN, 2007
M. Syukur. Pemikiran Guru Besar Perguruan Tinggi Bada Hukum Milik Negara,
Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat.
IPB Press, 2011
Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta, 2012
Moleong. J, Lexy Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remeja Rosda Karya,
2007
Nasdian, dan Fredian Tonny ,Pengembangan Masyarakat. Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2014
Raharjo Adisasmita, “Pembangunan Desa” , Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006
Sastopoetro, Santoso “Partisipasi, Komunikasi, Persuasive, dan Disiplin Dalam
Pembangunan Social”. Bandung; Almuni, 1986
Suharto, Edi Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategi
Pembangunan Kesejahteran Sosial dan Pekerjaan Sosial. PT. Refiaka Aditama,
2005
Sumarto dan Hetifah. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance, 20 Prakarsa Inovatif
dan Patisipatif Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001
Zubaedi. Pengembangan Masyarakat Wacana & Praktik, Kencana prenada media group
2013
159
Skripsi
Mulyadi, Sugeng Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam “analisis deskriptif
pemberdayaan petani studi kasus serikat petani Indonesia”.
Wawancara
Wawanacara pribadi dengan Bu Mardiah selaku kepala sekolah pedesaan, tanggal 5
Januari pukul 15:00-15:30, Di Kantor Bina Desa
Wawancara pribadi dengan Pak Miftah selaku Sekretaris Bina Desa, tanggal 5 Januari
pukul 15:31- 16:00, Di kantor Lembaga Bina Desa
Wawancara Pribadi dengan Pak John Pluto Sinulingga selaku fasilitator mitra Bina
Desa, tanggal 16 Januari, pukul 10:00-10-10 di kantor lembaga Bina Desa
Wawancara pribadi dengan Bu Kartini selaku koordinator Sauyunan pada 17 Januari
pukul 20:00-20:30 di Rumah Bu Entin
Wawancara pribadi dengan Bu Imas selaku anggota baru Paguyuban Tunas Jaya desa
Gandasari pada tanggal 17 Januari, pukul 16:30- 17:00, di rumah Bu Entin
Wawancara pribadi dengan Bu Romlsh selaku anggota paguyuban Tunas Jaya Desa
Gandasari Pada tanggal 17 Januari, pukul 12:20 – 12:45, di rumah Bu Entin
Wawancara pribadi dengan Bu Susi Anggota vakum Paguyuban Tunas Jaya Desa
Gandasari pada tanggal 21 Januari 2017 pukul 09:00- 09:30, di rumah Bu Susi
Website
Al-Qur’an Indonesia” Al-ra’d/13;11”. Diakses pada 31 Maret 2016
http://binadesa.org dikases pada tanggal 25 September 2016, pukul 21:13
Lain-lain
Studio Driya Media untuk KPDTNT, berbuat bersama berperan setara, acuan
penerapan Participatory Rural Appraisal, Dry Media untuk Konsorsium
Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara,1996
Ach. Wizar Ws., panduan penguatan manajemen lembaga swadaya masyarakat (Jakarta:
secretariat Bina Desa dengan dukungan AusID, 1999)
TRANSKIP WAWANCARA
Wawancara I
Informan : Mardiah
Jabatan : Kepala Sekolah Pedesaan
Waktu : 5 Januari 2017, pkl 15:00 s/d 15:30 WIB
Tempat : Kantor Lembaga Bina Desa
Peneliti : “saya kan kemarin itu ngambil PRAnya mba, nah dari PRAnya itu kan
kemudian ada yang namanya pendidikan musyawarah oleh Bina Desa,
musyawarahnya yang merupakan Program dari PRA Bina Desa itu
sebenarnya bisa gak mba dijadikan sebagai pemberdayaan masyarakat ?
Mba Diah : jadi PRA itu bukan sebuah program, PRA itu metode yang kita
(Lembaga Bina Desa) gunakan pada setiap kegiatan yang akan kita
lakukan, kayak kamu kemaren itu sebelum praktikum, nah itu
namanya bisa disebut PRA, nah dari PRA inilah itu kemudian akan
muncul kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat
di Desa. kita kan disana sebagai pendamping jadi jangan sampai
kita datang kesana, tiba-tiba dengan sebuah program atau kegiatan
dan semacamnya mengajak mereka berdiskusi untuk mengatasi
masalah mereka, sementara ya itu tadi mereka masih menganggap
masalah yang terjadi disekitar mereka bukan merupakan sebagai
sebuah masalah, kalau kamu mau ngambil musyawarah sebagai
metodologi Bina Desa untuk memberdayakan masyarakat, kan
musyawarah itu sendiri adalah untuk membuat mereka berpikir bebas,
artinya membebaskan mereka berpikir secara demokrasi, berpikir
pembebasan untuk mandiri. kegiatan pendidikan musyawarah ini
tentunya bertujuan untuk membebaskan pikiran masyarakat dengan
memanusiakan manusia melalui kesetaraan, karena justru yang
dikhawatirkan adalah mereka yang diam tidak mau bicara ketika
musywarah, nah dengan partisipasi seluruh anggota musyawarah
maka mufakat yang dicapai tentang permasalahan yang dialami,
potensi apa yang mereka miliki, dan apa yang harus mereka
lakukan menjadi tanggung jawab bersama, karena sejatinya
musyawarah itu tidak “untuk” mufakat, karena ketika ada kata
„untuk mufakat‟, maka itu akan jadi paksaan sehingga sejatiny
musyawarah itu keputusannya harus sesuai keinginan dan apa yang
dirasakan semuanya, diharapkan dengan semuanya berpartisipasi,
maka kegiatan yang dilakukanpun akan jadi tanggung jawab
bersama dalam mencapai harapan masing-masing anggota.
Peneliti : iya mba, terus bentuk pemberdayaannya kayak gimana mba ?
Mba Diah : nah dilapangan nanti bisa kamu lihat musyawarah bina desanya itu
seperti apa rik... pendidikan yang dilakukan Bina Desa apakah benar-
benar membuat mereka berpikir untuk mandiri, kemudian apa yang
menjadi senjata mereka untuk berdaya bisa nanti kamu amati
dilapangan....
Peneliti : iya mba, untuk itu nanti saya akan ke Cianjur untuk mengamati
musyawarahnya dilapangan, kan harus sesuai dengan apa yang cantumin
di Bab 2 saya.... hehehe
Mba Diah : nah iya toh, kan makanya nanti kamu ikut ke lapangan biar tahu kondisi
musyawarahnya Bina Desa apakah itu kemudian bisa membuat mereka
melakukan gerakan yang positif yang bisa membebaskan mereka untuk
berpikir secara mandiri.
Wawancara II
Informan : Miftah
Jabatan : Sekretaris Bina Desa
Waktu : 5 Januari 2017, pukul 15:31-16:00
Tempat : Kantor Lembaga Bina Desa
Peneliti : jadi gini pak, saya yang sedang penelitian untuk pemberdayaan
masyarakat melalui pendidikan musyawarah Bina Desa, yang mau saya
tanya bagaimana caranya Bina Desa membuat musyawarah sebagai
metode untuk melakukan pemberdayaan ?
Pak Miftah : musyawarah itu kan intinya apa sih ? nah sebelum kesana kita pahami
dulu manusianya, inti dari manusia itu adalah kesadaran, kesadaran yang
telah terbangun akan menimbulkan kalau di nasrani itu disebut „kasih‟,
nah kalau kamu kan IAIN, hehehe... tepatnya ke sayang, nah ketika
seseorang sudah memiliki kasih atau sayang timbul kemudian timbulah
respek. Nah itulah yang kita bangun namanya respek. Respek ini ketika
dalam musyawarah sudah terbentuk, maka akan timbul empati satu sama
lain, sehingga peramasalahan yang dialami orang lain akan dirasakan
oleh kita juga. Itulah musyawarah, saling respek, berempati, tidak
mendahulukan kepentingan sendiri saja, semua setara, tidak ada yang
dominan, sehingga setiap keputusan-keputusan yang diambil memang
merupakan kepentingan semua anggota musyawarah.
Peneliti : kalau begitu terkait dengan kesadaran, bagaimana kaitannya dengan
partisipasi anggota musyawarah supaya tercapai hasil musyawarah yang
memang itu kepentingan mereka seluruhnya ?
Pak Miftah : nah kaitannya dengan kesadaran sebagai partisipasi itu makanya
sebelumnya kita lakukan pendidikan kritis, yang diharapakan dari
pendidikan kritis itu kan kepercayaan diri, ketika kepercayaan diri itu
muncul maka peserta musywarah bisa bebas untuk menyampaikan
pendapatnya, justru kita khawatir ketika ada anggota yang hanya diam
dari awal musyawarah sampai bubar, kita takut justru pendidikan kritis
kita tidak berhasil untuk membangun kesadaran kritis mereka, sedangkan
sebelumnya kan kita berusaha membangun supaya mereka saling repsek,
iya toh,
Wawancara III
Informan : John Pluto Sinulingga
Jabatan : Fasilitator Mitra Bina Desa
Waktu :16 Januari 2017 10:00-10:10
Tempat : Kantor Lembaga Bina Desa
Peneliti : Bang manfaat pendidikan musyawarah sebagai pemberdayaan
masyarakat itu seperti apa sih ?
Pak John : nah yang kita lakukan besok di Gandasari itu kan refleksi dari
kegiatan yang kita rencanakan November kemarin, itu kan
fungsinya untuk mengevaluasi RTL, itu loh yang seperti dirimu
praktikum kemarin hasilnya itu kan RTL, nah dari Rencana Tindak
Lanjut anggota paguyuban itu kita akan melihat ke belakang sejauh
mana RTL itu berjalan dan hambatan apa yang dialami oleh
anggota 8 sauyunan... eh paguyuban itu biasanya diawal tahun
pasti ada kegiatan semacam ini.
Peneliti : apa yang nanti bisa didapatkan oleh masyarakat melalui kegiatan
musyawarah ini bang ?
Pak John : sebenarnya musyawarah ini kan lebih kepada mengorganisasikan
masyarakat, mereka yang membuat sauyunan ini menjadi kekuatan untuk
memenuhi kebutuhan mereka secara bersama-sama, kita kan disana
mendampingi, nah nanti dari musyawarah itu, kemudian sauyunan itu
hasilnya akan membuat gerakan positif untuk mencapai tujuan mereka,
pendampingan yang kita lakukan itu kalau benar-benar terwujud
nanti tuujannya.. euh visinya itu bisa menjadi petani yang mandiri
dan berdaulat, tapi itu masih sangat jauh jalan kita menuju kesana,
eh sebentar bro, saya ke atas dulu ya..
Wawancara IV
Informan : Kartini
Jabatan : Koordinator Sauyunan
Waktu : 17 Januari 2017, pkl 20:00-20:30 (setelah makan malam)
Tempat : Rumah Bu Entin
Peneliti :Nek kunaon tos kolot 70 tahun masih keneh ngiringan
musyawarah ieu, komo deui jauh tebih ti Wargasari ?
“Bu kenapa diusia ibu yang sudah 70 tahun masih mau mengikuti
kegiatan pendidikan musyawarah ini, apalagi ibu kan dari Desa ke
sininya (Desa Gandasari) sangat jauh, ?”
Bu Kartini : Teu tebih atuh da, aya barengana apanae nu ti Wargasari, ari rame
mah moal karasa, kan sok giliran, ngke nu ti dieu musyawarah di
diditu. Kapungkur teh nenekmah teu apa ieu teh naon, tapi ku
seringna ngiringan mereunannya jadi ngarti kitu, tadi bertani teh
ngan saukur bertani, ayeuna tos rada kaharti geuninganannya, nepi
ayeuna teh nenek jadi koordinator di sauyunan, eta geuningan anu
kapungkur pepndak sareng maneh sareng temen maneh di Jakarta
tea, apanan eta nenek dipiwarang teuh dipercaya kitu mereunnya
jadi mangkat we kadiut teh da tos kaharti sauyunan teh sakeudik-
sakeudik, oh ieu Sauyuanan teh Organisasi, apanan nenekmah da
teu sakola atuh da...hehehe... “gak jauh ah, kan ada temennya
banyak dari sana, kalau rame-rame mah gak berasa, nanti juga
gantian yang dari sini ke Desa nenek. Ikut kegiatan ini awalnya
bingung, ini apa sih, tapi kan prosesnya nenek ikuti (bertani
alami), terus lama-lama paham sampai ditunjuk jadi koordinator
sauyunan karena sudah paham kegiatan organisasi, itu loh yang
kemarin nenek sama teh Eti (dari Gandasari) ke Jakarta ketemu
sama kamu dan teman kamu, itu kan nenek disuruh kesana karna
nenek yang sudah paham sauyunan, awalnya bingung apa sih
organisasi, oh ternyata maksudnya sauyunan, maklumlah nenek
kan gak sekolah jadi gak paham organisasi”
Peneliti : samemeh ngiringan Bina Desa aya nu beda teu nek, manfaatna
kitu naon nepi nu ayeuna karasa saparanots ngiring kegiatan ?
ikut kegiatan musyawarah sejauh ini apa sih manfaat yang sudah
dirasakan dari sebelum ikut Bina Desa ?
Bu Kartini : euh enya aya atuh, kapungkur mah si nenek teh teu ngarti
sauyunan organisasi ari ayeunamah ngarti tah organisasi teh naon
sakeudik-sakeudikmah nu disebut organisasi teh sauyunan, teras
eta geuning advokasi air teh naon, ari tos diterangkeunmah ku Bina
Desa teh apal teras we ayeunamah tiasa aya cai, anu tadina hese tea
nu ngaran cai teh, ayeunamah gampang da tos aya paralon di ka
Bumikeun si cai teh, tah eta Bina Desa nu ngajaran advokasi air.
euh dulu mah nenek kan tidak mengerti itu orgnisasi gitu yah..
sekarang karena sering ikut jadi paham organisasi yang disebut
sauyunan ternyata bisa belajar banyak, itu advokasi air kan yang
tadinya susuah air, sama Bina Desamah diajarin advokasi air...
Peneliti : Oh nu pipa air eta, kumaha nek eta caritana tiasa gaduh pipa airna
?
oh yang pipa air tuh ya nek, gimana itu ceritanya nek bisa dapet
pipanya airnya ?
Bu Kartini : apanan ku mba Diah teh diajaran hayuh ngadamel proposal, tapi
da kudasarna nenek sareng paguyuban teu pati ngarti ku propsal,
ngan saukur rada wani we pek teh ngomong ka kades sareng
Sauyunan, teu lila eta paralon teh pek we dipasihan, tapi
ayeunamah can sadayana kabagian, mereunan da masih keneh
usum hujan jadi mereunan masih aya cai nu lain teh
tadinya kan sama Mba Diah diajarin buat propoasall gitu yah,
tapi nenekmah karena merasa sama paguyuban belum benar-
benar paham akhirnya hanya sekedar bicara saja gitu sama pak
Kades, itu tidak menunggu lama, di sediakanlah itu pipa, tapi baru
beberapa wilayah saja, karena wilayah yang lain airnya kan masih
banyak kalau musimhujan begini
Peneliti : selain pipa air aya deui teu nek ?
terus selain air ada lagi nek yang berasa manfaatnya ?
Bu Kartini : eta tadi nu beurang teh dipresentasikeun, aya mikroba, nutrisi,
olah pangan, na pokoknamah nu diajarkeun bertani alami we, berak
oge pan jadina teh teu usah ngandelkeun wae tengkulak, jadi pami
tas panen teh geus ti mikiran deui modalna jang pepelak kudu seep,
jadi tatangga oge nu tadi asa-asa, teras sok menta ka nenek bangsa
berak teamah, cena kumaha ngadamelna ieu berak teh, pami aya
leuwihna sok dipasihan ku nenek bari diajaran ngadmelna hehehe...
itu tadi yang dipresentasikan didepan seperti buat nutrisi, microba,
olah pangan, ya pokoknyamah diajarkan bertani alami lah, pupuk
juga sudah tidak terlalu digunakan yang dari bandar, jadi kalau
setelah panen tuh sudah tidak pusing lagi modalnya habis, jadinya
kan tetangga yang tadinya ragu tuh suka minta juga sama nenek
sperti pupuk, katanya gimana caranya bikin pupuk alami ? terus
nenek ajarkan, kalau ada lebihnya suka nenek kasih sama yang
minta hehehe...
Wawancara V
Informan : Romlah
Jabatan : Anggota Paguyuban Tunas Jaya Desa Gandasari
Waktu : 17 Januari 2017, pkl 12:20- 12:45 (istirahat Dikmus)
Tempat : Rumah Bu Entin
Peneliti : apa kabar teh ?
Bu Romlah : alhamdulillah baik, berasa mimpi ketemu Erik ya udah 1 tahun gak
kesini, kumaha atuh Erik sama teman-teman yang lain kabarnya ? kok
yang lain gak pada ikut ?
Peneliti : alhamdulillah baik juga teh, anak-anak alhamdulillah udah pada lulus,
titip salam aja katanya, mohon maaf anak-anak belum pada bisa ikut,
karena dadakan, lagian juga anak-anaknya pada sibuk terus teh
Bu Romlah : ya syukur atuh yang pentingmah anak-anak pada sehat, sukses, Erik apa
mau lama disini ? kalau masih lama mah nginep atuh dirumah teteh
tinggal lurus aja kan kalau kalau dari sini mah
Peneliti : insyaalah ya teh, paling seminggu disini mau penelitian kan Erik
sekalian silaturahmi, makanya ikut Bina Desa sama penelitian di Bina
Desa juga, ngomong-ngomong ini kan yang ikut kegiatan ada yang dari
warung awi, itu berangkat dari jam berapa ya teh ?
Bu Romlah : kan suka pada dianterin, kalau yang jalan kakimah biasanya jam 6
palingan, kan teteh juga kalau ada musyawarahnya di warung awi
berangkat jam 7 karena kan dari teteh kesanamah ada mobil yang suka ke
Cianjur pada mampir dulu, jadi suka naik itu aja.
Peneliti : terus kalau uang transportnya gimana teh ? maksudnya suka dikasih
sama Bina Desa ?
Bu Romlah : kalau biasanya rumahnya jauhmah, biasanya anggota paguyuban
akan menginap, yang agak jauh biasanya PP, tapi uang
trasnportnya diganti sama Bina Desa tergantung jauhnya”
Peneliti : oh gitu, itu ada anggota baru di Gandasari dari daerah mana teh ?
Bu Romlah : Oh teh Imas, orang sini, itu rumahanya keliatan dari sini yang
kearah warung juga, Teh Imas kan ngajar di Paud juga
Peneliti :kalau di Sauyunan itu misalkan yang jauh-jauh gitu kalau ada info
dari Bina Desa buat kumpul kayak gini gimana teh, kan disini
sinyalnya susah banget ?
Bu Romlah : untuk Desa Gandasari sendiri semua anggota punya HP jadi gak
terlalu sulit, tapi kalau yang gak punya HP biasanya suka ngomong
ke anggota satu paguyuban yang punya HP misalkan ada info apa
nanti langsung dikasih tahu kesetiap koordinator paguybannya
Peneliti : teh susi kemana teh ? kok gak ikut, bukannya Gandasari koordinatornya
teh susi ?
Bu Romlah : udah lama teteh gak kontekan, gak ada kabar, coba nanti Erik main ke
rumahnya, soalnya nomernya dihubungi gak aktif terus, dikabarin mau
ada Bina Desa juga gak di bales
Peneliti : yaudah nanti Erik main deh ke rumahnya, udah lama kan gak ketemu,
dirumah teh lolom lagi musim apa ?
Bu Romlah : gak musim apa-apa, kalau dulumah kan pas Erik kesini ada macem-
macem yah buah, sekarangmah baru nanem sayuran aja disamping rumah
Peneliti : pertanian alaminya apa aja teh yang udah ditanem sesuai RTL yang
bulan november ?
Bu Romlah : ada kacang panjang, kacang tanah, timun, terus ada kangkung juga
Wawancara VI
Informan : Imas
Jabatan : Anggota Paguyuban Tunas Jaya Desa Gandasari
Waktu : 17 Januari 2017, Pkl 16:30 – 17:00
Tempat : Rumah Bu Entin
Peneliti : belum pulang teh ?
Bu Imas : belum, nanti ajalah rumah tetehmah deket itu keliatan dari sini juga,
Erik kan dulu pernah lewat apa yah, mukanya teh gak asing gitu,
perasaan yang waktu dulu nanyain rumah pak RT
Peneliti : iya betul teh masih inget aja hehehe
Bu Imas : inget atuh, dulu teh kan mau jatuh ditanjakan yang ini sama temennya
heehehe
Peneliti : iya dulu mau jatuh abis ujan teh licin jalannya hehehe
Bu Imas : mana atuh temenennya kok sendirian aja ?
Peneliti : iya lagi pada sibuk teh, saya baru tahu teteh ikut Bina Desa
Bu Imas : tetehmah kan kemarin sibuk di PKK sama PAUD, yang seperti inimah
baru dengar saja sudah agak lama, tapi ikut pendidikan baru sekali ini,
karena sibuk itu tadi, kalau sekarang kan di PKK teteh sudah mau pensiun
jadi mungkin kedepannya makin paham, kan teteh juga pas dengar pertanian
alami sebenarnya sudah pernah melakukan bertani alami.
Peneliti : oh teteh ngajar di PAUD juga ? yang di mandiri itu bukan teh ?
Bu Imas : oh bukan, itu PAUDnya yang deket mesjid dibawah, deket
sama rumah juga...
Peneliti : terus kalau di PAUD sama PKK apa bisa teh ngaturnya apalagi ikut
kegiatan musyawarah ini ?
Bu Imas : ah udah capek tetehmah, udah mau keluar dari kepengurusan
PKK pusing, kalau di PAUD kan anak-anak teh kasihan gitu yah
kalau tiba-tiba ditinggalin, udah gitu deket juga dari rumah,
makanya mungkin mau di PAUD aja, nah kalau di Bina Desa
mah sebenarnya kan gak terlalu sering kan paling sebulan sekali
kegiatannya, karena kalau bertani alami mah kan dari
sebelumnya juga kan udah bertani alami
Peneliti : oh teteh udah pernah bertani alami ? terus gimana awalnya teh
ikut Bina Desa ?
Bu Imas : awalnnya Cuma denger aja ada Bina Desa, mau ikut biar
tahu gitu cara bertani alami yang baik dari Bina Desa sama
warga, Cuma kan teteh itu jadi petugas PKK juga sama
Posyandu, nah berhubung sekarang udah gak jadi pengurus
PKK, makanya ikut musyawarah Bina Desa, terus emang
waktu itu sebenernya teteh kan udah mencoba bertani
alami, waktu itu cabe udah tumbuh sedikit terus pas udah
berapa centi gitu mati, mungkin karena tanahnya merah kali
yah disinimah, pupuknya juga tetehmah pake kotoran
kambing aja, terus ada gabah dari tetangga juga minta buat
itu, coba atuh nanti sore mampir Erik ke rumah teteh yang
deket warung itu, ada anak teteh juga nanti main voli di
samping rumah teteh sama dia
Peneliti : ah iya teh gampang besok, sekarangmah udah sore, udah jam 5, itu
teteh ikut kegiatan ini karena di ajakin teh Entin ?
Bu Imas : di ajakin sih enggak, Cuma waktu itu teteh nanya sama dia, kalau di
Bina Desa itu di ajarin apa sih ? terus dibilang katanya diajarin
caranya bertani alami, diajarin bikin pupuk, ngolah tanah, karena
tanahnya merah itu tadi kan jadi harus diolah dulu, dikasih pupuk
alami, beberapa hari gitu nanti baru di gepuk, di gemburin gitu, baru
tuh bisa ditanamin. Akhirnya penasaran kan, yaudah akhirnya nyoba
yang diajarin teh Entin, hasilnya mendinganlah gitu, sampe akhirnya
kayaknya bagus juga kalau ikutan, jadi deh sekarang ikutan gitu. Hayu
atuh Erik main ke rumah teteh, ini teteh mau pulang dulu soalnya mau
ngasih makan ayam sama entok
Peneliti : oh iya teh gampang lah masih banyak waktu hehehe
Bu Imas : punten nya ini Rik
Peneliti : iya teh mangga, hati-hati
Wawancara VII
Informan : Susi
Jabatan : Anggota Paguyuban Tunas Jaya Desa Gandasari (vakum dari kegiatan
Bina Desa)
Waktu : 21 Januari 2017, pukul 09:00-09:30
Tempat : Rumah Bu Susi
Peneliti : teteh sebenernya masih aktif di Bina Desa, apa keluar teh ?
Bu Susi : tetehmah sebenarnya belum keluar dari Bina Desa, tapi karena kemarin
ada sedikit masalah keluarga, jadi gak beraktivitas dulu lah di Bina Desa,
tapi kalau kegiatan musyawarah yang kemarinmah kalau sebenarnya
diajakin teteh mungkin ikut, tapi karena nomer hp tetehnya baru jadi gak
ada yang ngasih tau, teh Lolom juga kan gak pernah kesini
Peneliti : tapi kalau bertani alami apa masih jalan teh ?
Bu Susi : masih atuh itu 2 petak punya teteh alami semua, punya suami 3
petak masih yang konvensional, kan punya suami tetehmah
sawahnya di bawah jadi biar gak terlalu sedikit gitu dapetnya teh,
biarpun sudah jarang aktif akhir-akhir ini masih tetep lah dijalanin
yang didapet dari Bina Desamah, kan lumayan buat bantu-bantu
suami ikut Bina Desa teh ilmunya banyak...hheehee..
Peneliti : terus kalau gak aktif gini kegiatannya ngapain aja teh ?
Bu Susi : kalau tetehmah kan jadi sekertaris RT, jadi bantu-bantu RT aja,
kemarin juga suruh nyatetin Kartu Keluarga yang baru, kadang
kadang suka pergi ke Desa, itu teteh kalau lewat depan Bu Imas
mau ke Balai Desa teh suka inget sama kamu sama temen-temen
kamu, biasanya kan suka becanda-canda, rame-rame, sekarangmah
sepi, sedih gitu.
Peneliti : iya ya teh udah lama banget, anak-anak rencana kesini mau
januari, eh belum kesini-sini, oh iya teh kalau kegiatan di
sawahnya gimana ?
Bu Susi : kalau sekarangmah paling mau panen sebentar lagi itu yang
sawah si Bapak, kan suka ada selisih berapa bulan gitu sama sawah
teteh, karena kan sawah Bapakmah masih yang konvesional
Peneliti : kalau misalkan Bina Desa ngajakin teteh ikut kegiatan lagi, apa
masih mau teh ?
Bu Susi : pas teteh memutuskan untuk istirahat dulu dari kegiatan Bina
Desa kan teteh juga udah di hubungi Pak John, katanya kenapa gak
aktif lagi dikegiatan ? teteh bilang aja mau berhenti dulu capek lagi
ada yang dipikirin, itu pas abis puasa teteh tuh dihubung berapa
kali sama Bina Desa. Tapi kalau sekarang di ajakinmah masih mau
sih teth , Cuma kan gak ada yang tahu nomer teteh.
Peneliti : oh jadi belum keluar, tapi masih mau kalau ada yang ngajak lagi ?
Bu Susi : mau, tapi paling nanti teteh sendiri yang ke rumah teh lolom
kalau urusan semuanya sudah selesai
Observasi di Lapangan
No Tanggal Kegiatan Tempat
1 17 Januari
2017
Berkunjung ke Kantor Lembaga Bina
Desa untuk pemberangkatan ke rumah
Bu Entin Di Desa Gandasari,
Kabupaten Cianjur
Kantor Lembaga
Bina Desa dan
Rumah Bu Entin
2 18 Januari
2017
Mengikuti kegiatan musyawarah 8
Desa yaitu Desa Gandasari, Sukasari,
Wargasari, Neglasari, Telagasari,
Warga Asih, Bojong Kasih, dan
Sukalilah untuk mengamati proses
refleksi kegiatan yang telah dilakukan
pada 3 bulan yang lalu mencakup
- apa yang sudah dilakukan ?
- hambatan apa yang dialami ?
- tujuan apa yang ingin dicapai ?
Rumah Bu Entin
3 19 Januari
2017
Mengikuti musyawarah untuk
mengamati apa yang sudah dicapai
dari kegiatan 3 Bulan yang lalu ?
Rumah Bu Entin
4 20 Januari
2017
Mengikuti musyawarah untuk
mengamati perencanaan kegiatan
selanjutnya pada tahun 2017
Rumah Bu Entin
5 21 Januari
2017
Berkunjung ke Sawah pertanian alami
Bu Entin dan Kebun Pertanian alami
Bu Eti
Sawah di Dusun
Sinar Laksana dan
Kebun di Dusun
Nyublek Desa
Gandasari
6 22 Januari
2017
Berkunjung ke rumah kader Bina Desa
untuk mengamati sawah pertanian
alami dan konvensional
Rumah Bu Susi di
Dusun Cipongpog
Desa Gandasari
Lampiran Dokumentasi
a
KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Telp./Fax: (62-21) 7432728 I 74103580Emaii: fidkom@uinjkt.ac.id
FAKUIJIAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
.I1. Ir. H. JuandaNo. 95, Ciputat 15412, IndonesiaWebsite : ww*'.fi dkom.uinjkt.ac.id
,4s.s r r I a tn u' ttl a iku m Wr. Wh.
Dekan Fakultasrnenerangkarr bahu a :
NamaNornor PokokSerlesterJ urusan/ProdiI'ernpat/Tgl. LahirAlarnatTelp.
.lentbusan:
1. Wakil Dekan Bidang Akadernikl. i(ctrra iLrrusaii,/Prcdi l(esejahteraan Sosial
adalah trettar ntahasisw'a Fakultas Dakriah cJan IlmLr KornLrnikasi UIN Syaril'HidalatLrllalt Jakarla lang alian nrelaksanakan penelitian/mencari data dalam rangkapenulisan skripsi deltsan JLrdul "slrategi Pengenthcrngun A,[us_v,ctrnkcrt Melulrri l4etotle pRAdulum Progrunt Pettditlikun l,Ius.tlryruruh cli Da.str Gctrtclcr,stl.i ('iunf ur,ltrtrtt Burut".
Sehubungan dettgan itu. dimolron kiranya Bapak/lbLr/Sdr. dapatIretlet'ittla/trerrgizirtkan tnahasisrra kanri tersebLrt dalant pelaksarraan kegiatan dintaksucl.
Demiliiart, atas ke{asanta dan bantuannva karli rnengucapkan terirna kasih.
LVcts s u I a m u' a I u iku ni W r, Wb.
Jakarta, 2 Septernber 201 6
Dak*ah dan IlrnLr Konrunikasi UIN Srarif HidavatLrilah .lakarra
[:rik PaturclhrnanI r r2054100023IX (Sembilan)Kese-iahteraan SosiaIBrebes. 26 Mei 1992Jl. Desa Pabuaran RT i/l Salern Brebes083 8 r .1i Bltl I
Norlor[-anr p iran
Hal
: Un.0 I /F5/PP.00.9 129661201 6
:-: Izin Penelitian (Skripsi)
Kepada Yth,I(epala Yar.,asan Bina Desa Sada.jiwaGandasari Cian-lur Jar,ra Baratdi
Tempat
I
Dekan
f Subhan, MA1 r0 r99303
I
\
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUI{IKASI
Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat 15412, IndonesiaWebsite : www.fi dkom.uinjkt.ac.id
KEMENTERIAN AGAMA
Telp./Fax: (62-21) 7 432728 I 1 47 03580Email: fidkom@uinjkt.ac.id
Nornor : Un.0l/F5/PP.00.91 :J6J 12011
Lamp :l(satu)bLrndelHal : Bimbingan Skripsi
Tembusan :
l. Dekan2. Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial (Kessos)
Kepada Yth.Dr. Tantan Hermansah, M.SiDosen Fakultas Ilrnu Dakwah dan Ilrnu KomunikasiUIN Syarif HidayatLrllah Jakarla
As s al an ru' ol ct iku m lfr. W'b.
Bersarra ini karrimahasiswa FakLrltas IlmuberikLrt,
NarnaNomor Pol<ok
JurusanSemesterTelp.JLrdLrl Skripsi
sanrpaikan outline dan naskah proposal skripsi yang diajukan olehDakn'ah dan IlmLr Korrunikasi UIN Sy,arif HidayatLrllah Jakafta sebagai
Erik PaturohmanI I 12054100023Kesejahteraan SosialX (SepLrlLrh)
083 8616 73 3 8
Pemberdayaan Masyarakat Oleh Lembaga Bina Desa Sadajir,r,aMelalui Program Pendidikan Musl,arvarah di Desa Gandasari Cianjur.
Jakarta. ( Maret 201 7
1Ed, ptr.D{r0330 199803 I 004
Kami mohott kesediaannya untuk membimbing mahasiswa tersebut dalarn penyusunan danpenyelesaiatrskripsinyaselama6(enarn)bLrlandaritanggal lMarets.d. lSepternber20l7.
Denrikian, atas perhatian dan kesediaannya karli sampaikan terirra kasih.
Was s alqntu' al a ikr m Wr. Wb.
an. Dekan.Wakil Dekan Bidang Akadernik
Sunat xrp
top related